Bab 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik 2.1.1 Definisi Gagal Ginjal Kronik Penyakit ginjal kronik merupakan kondisi yang terjadinya karena penurunan kemampuan ginjal dalam mempertahankan keseimbangan didalam tubuh. Penyakit ginjal kronis satu dari beberapa penyakit yang tidak menular, dimana proses perjalanan penyakitnya membutuhkan waktu yang lama sehingga terjadi penurunan fungsinya dan tidak dapat kembali ke kondisi semula. Kerusakan ginjal terjadi pada bagian nefron termasuk pada glomerulus dan tubulus ginjal, nefron yang mengalami kerusakan tidak dapat berfungsi normal Kembali (Siregar, 2020) Gagal



ginjal



kronis



adalah



kegagalan



fungsi



ginjal



untuk



mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah (Muttaqin & Sari, 2020). 2.1.2 Etiologi Gagal Ginjal Kronik Menurut Muttaqin & Sari (2020), begitu banyak kondisi klinis bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis, dimana respon yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis tersebut adalah: 1. penyakit dari ginjal:



8



9



a. Glomerulonephritis atau Penyakit dari saringan (glomerulus) b. Infeksi kuman: Pyelonephritis dan ureteritis; c. Batu ginjal: Nefrolitiasis d. Kista di ginjal: polycystic kidney e. Trauma langsung pada ginjal f. Keganasan pada ginjal g. Obstruksi: batu, tumor, penyempitan, striktur. 2. Penyakit di luar ginjal: a. Penyakit sistemik: diabetes miletus, hipertensi, kolesterol tinggi b. Dyslipidemia c. Infeksi di badan: TBC paru, sipilis, malaria, hepatitis d. Pre-eklamsi e. Obat – obatan. f. Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar) 2.1.3 Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik Secara normal, ginjal memiliki sekitar 1 juta nefron dan setiap nefron berperan dalam laju filtrasi glomeruls (LFG). Meskipun terjadi kerusakan nefron yang progresif, ginjal memiliki kemampuan bawaan untuk mempertahankan laju filtrasi glomeruls ketika menghadapi cedera ginjal, karena nefron yang masih sehat akan menunjukkan peningkatan kecepatan filtrasi, reabsorbsi dan sekresinya sebagai kompensasi (Gliselda, 2021). Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati maka nefron yang tersisa menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron tersebut akan rusak dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya



10



berkaitan dengan tuntutan pada nefron yang ada untuk meningkatkan reabsorbsi protein. Pada saat penyusutan progresif nefron terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal akan berkurang. Pelepasan renin akan meningkat bersama kelebihan beban cairan sehingga dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi akan memperburuk gagal ginjal, dengan tujuan agar terjadi peningkatan filtrasi protein plasma. Kondisi akan bertambah buruk dengan semakin banyak terbentuknya jarinngan parut sebagai respon dari kerusakan nefron dan secara progresif fungsi ginjal menurun drastis dengan manifestasi penumpukan metabolit yang seharusnya dikeluarkan dari sirkulasi sehingga akan terjadi sindroma uremia berat yang banyak memberikan manifestasi pada setiap organ tubuh (Muttaqin, 2020). 2.1.4 Penyebab Gagal Ginjal Kronik Adapun penyebab gagal ginjal kronis Rasyid (2017) yaitu: 1. Hipertensi: Pasien dianggap mengalami hipertensi jika ditemukan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolic ≥ 90 mmHg selama pemeriksaan atau ketika rutin mengonsumsi obat anti hipertensi. Penyebab hipertensi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu hipertensi esensial, yaitu hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya dan hipertensi yang disebabkan oleh faktor lain seperti penyakit ginjal, penyakit jantung atau efek samping obat-obatan tertentu 2. Diabetes Melitus: Penyakit diabetes melitus merupakan gangguan metabolis yang ditandai dengan kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia, yang disebabkan oleh gangguan produksi, kerja atau keduanya dari hormon insulin. Keluhan yang dapat ditemukan pada



11



pasien Diabetes Melitus adalah poliuria, polidipsia, polifagia serta penurunan berat badan yang penyebabnya tidak jelas, lemah badan, alami kesemutan, mata kabur, gatal serta disfungsi ereksi pada pria dan pruritas vulva pada wanita 3. Glomerulopati atau gangguan kekebalan tubuh: Istilah glomerulopati digunakan untuk menggambarkan berbagai jenis penyakit ginjal yang belum diketahui secara pasti penyebabnya, sehingga sebagian besar menganggap penyebab penyakit ini karena keterlibatan faktor kekebalan tubuh terlalu aktif. Penyakit ini memberikan gambaran kelainan utama terletak pada glomerulus (unit terkecil dari ginjal). Keluhan klinik pada pasien yang mengalami glomerulopati yaitu tanpa keluhan atau ditemukan secara kebetulan ketika pemeriksaan urine rutin. 4. Ginjal Polikistik: Kista adalah suatu ruang berdinding epitel yang memuat cairan atau bahan semi padat. Polikistik merujuk pada kondisi ketika terdapat banyak kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun medulla. 2.1.5 Tanda dan Gejala Gagal Ginjal Tanda dan gejala gagal ginjal kronis menurut Rasyid (2017) adalah 1. Kelainan darah Kelainan darah yang paling sering ditemukan pada pasien dengan gagal ginjal kronis adalah anemia atau kurangnya jumlah sel darah merah dan bersifat kompleks. Faktor utama yang menjadi penyebab anemia pada pasien gagal ginjal kronis adalah berkurangnya hormon yang menghasilkan sel darah merah atau disebut eritropoietin. Penyebab



12



lainnya yaitu berkurangnya besi dalam darah, kurangnya asam folat, terjadinya infeksi, penghancuran sel darah merah serta karena nutrisi yang kurang. 2. Kelainan saluran cerna Keluhan yang paling sering dialami pada saluran cerna yaitu mual dan muntah. Pasien juga akan mengeluhkan sariawan yang terjadi secara berulang dan nafsu makan menurun. 3. Kelainan mata Penurunan penglihatan biasanya ditemukan sebagian kecil pasien dengan gagal ginjal kronis. Gangguan penglihatan akan membaik beberapa hari setelah mendapat tindakan, seperti cuci darah atau buang racun. Kelainan lainnya biasanya keluhan pandangan berbayang serta penglihatan kabut juga kerap dikeluhkan pasien gagal ginjal kronis. 4. Kelainan kulit Keluhan pada kulit yang sering ditemukan pasien gagal ginjal kronis adalah gatal. Kulit menjadi kering serta bersisik juga kerap dikeluhkan pasien gagal ginjal kronis, terkadang timbunan kristal racun kulit juga ditemukan pada pasien gagal ginjal kronis. 5. Kelainan mental dan saraf Kelainan pada mental ringan ataupun berat kerap ditemukan pada pasien dengan gagal ginjal kronis. Kelainan mental ringan misalnya emosi yang masih labil, insomnia dan depresi. Kelainan mental berat misalnya menurunnya kesadaran, dilusi serta terkadang dengan gejala psikosis. Kejang otot kerap dijumpai pada pasien dengan kelainan mental



13



berat. Gangguan pada saraf perifer seperti kram, rasa tertusuk serta rasa tebal pada ujung tangan dan kaki juga kerap dikeluhkan pasien dengan gagal ginjal kronis. 6. Kelainan jantung dan paru Kelainan jantung dan paru sering disebabkan karena adanya penumpukan racun yang akan membuat keluhan sesak napas. Penyebab sesak napas adalah karena adanya penimbunan cairan pada paru ataupun di luar paru, proses terjadinya infeksi maupun masalah terhadap keseimbangan darah. Keluhan lain yang dapat ditemukan yaitu seperti nyeri dada, batuk produktif ataupun tidak serta jantung berdebar. 2.1.6 Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik Menurut Muttaqin (2020) gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progesif Laju Filtrasi Glomelurus (LFG). Klasifikasi gagal ginjal kronis didasarkan pada tingkat Laju Filtrasi Glomelurus (LFG) yang tersisa dan meliputi hal-hal berikut: 1. Stadium 1: Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila Glumerulus filtrat rate normal atau meningkat. Dengan nilai Laju Filtrasi Glomelurus (LFG) ≥ 90 ml/min. 2. Stadium 2: Insufiensi ginjal, yang terjadi apabila Laju Filtrasi Glomelurus ringan (60-89 ml/min). Nefron-nefron yang tersisasangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang mereka terima.



14



3. Stadium 3: Kerusakan ginjal dengan penurunan Laju Filtrasi Glomelurus sedang, yang terjadi apabila Laju Filtrasi Glomelurus 30-59 ml/min. Semakin banyak nefron yang mati. 4. Stadium 4: Kerusakan ginjal dengan penurunan Laju Filtrasi Glomelurus berat, yang terjadi apabila Laju Filtrasi Glomelurus 15-29 ml/min. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Pada seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus. 5. Stadium 5: Gagal ginjal l stadium akhir terminal, Nilai Laju Filtrasi Glomelurus < 15 ml/min 2.1.7 Terapi Gagal Ginjal Kronis Ada banyak faktor yang harus dikendalikan guna mencegah ataupun memperlambat perburukan pada fungsi ginjal. Pilihan terapi ada 2 yaitu terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi. Terapi non-farmakologi adalah pemberian pengaturan diet. Pengaturan diet dapat memberikan perbaikan beberapa gejala daripada penumpukan racun pada ginjal (Rasyid, 2017). Jika pasien sudah pada stadium 5 maka terapi pengganti ginjal seperti cuci darah ataupun cangkok ginjal menjadi pilihan untuk pasien dengan stadium 5. Pilihan terapi dialisis ada dua yaitu hemodialisis dan peritoneal dialisis (Rasyid, 2017). Berikut adalah terapi pengganti ginjal stadium 5: 1. Hemodialisis yaitu cuci darah yang menggunakan mesin. Mesin tersebut menggunakan alat seperti tabung panjang yang berfungsi untuk menyaring darah dan berperan sebagai ginjal buatan (Rasyid, 2017).



15



2. continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD): Teknik CAPD ini menggunakan lapisan perut sebagai media alih dalam proses penyaringan racun ginjal. CAPD ini pasien tidak perlu bergantung pada mesin cuci darah dan pasien tidak perlu datang ke rumah sakit untuk cuci darah. Teknik ini cenderung disarankan untuk pasien dengan usia muda yang ingin tetap aktif beraktivitas (Rasyid, 2017). 3. Transplantasi ginjal: Terapi ini adalah terapi yang mampu mengambil fungsi ginjal secara keseluruhan (100 %). Kendala untuk dilakukannya terapi ini yaitu sulit mendapatkan donor ginjal dan kurangnya Rumah Sakit yang menyediakan fasilitas untuk cangkok ginjal (Rasyid, 2017). 2.1.8 Komplikasi Gagal Ginjal Kronik Menurut (Siregar, 2020), fungsi ginjal yang terganggu mengakibatkan terjadinya komplikasi antara lain: 1. Anemia:



terjadi



karena



ketidakmampuan



ginjal



memproduksi



aritroprotein mengakibatkan penurunan hemoglobin 2. Hipertensi: terjadi akibat penimbunan natrium dan air di dalam tubuh. Kondisi ini mengakibatkan kelebihan volume darah dan berkurangnya kerja renin-angiotensin-aldosteron untuk menstabilkan tekanan darah. Kardiomiopati dilatasi atau hipertrofi ventrikel kiri akibat dari hypervolemia. 3. Kulit terasa gatal akibat menumpukan kalsium fosfat pada jaringan 4. Disfungsi seksual mengakibatkan penurunan libido, gangguan impotensi dan terjadi hiperprolaktinemia pada wanita. 2.2 Konsep Hemodialisis



16



2.2.1 Definisi Hemodialisis Hemodialisis merupakan terapi yang dapat digunakan pasien dalam jangka pendek atau jangka panjang. Terapi hemodialisis jangka pendek sering dilakukan untuk mengatasi kondisi pasien akut seperti keracunan, penyakit jantung overload cairan tanpa diikuti dengan penurunan fungsi ginjal. Terapi jangka pendek ini dilakukan dalam jangka waktu beberapa hari hingga beberapa minggu. Terapi hemodialisis jangka panjang dilakukan pada pasien yang mengalami penyakit ginjal stadium akhir atau end stage renal disease (ESRD). (Siregar, 2020) Hemodialisis yaitu cuci darah yang menggunakan mesin sebagai ginjal buatan karena mengambil alih fungsi ginjal untuk penyaringan darah manusia. Darah akan dipompa keluar dari tubuh pasien melalui akses vascular seperti fistula arteriovenosa, kemudian melewati membrane semipermeable atau dialiser dan dialisat untuk menghilangkan zat-zat limbah dan kelebihan cairan dalam darah. Hemodialisis memerlukan mesin dialisis yang dilengkapi dengan filter atau membran semipermeable untuk membersihkan darah di luar tubuh. Pasien memerlukan akses vascular yang terbuat dari hubungan buatan antara arteri dengan vena yang dibuat melalui pembedahan (Nuari & Widayati, 2017) Hemodialisis adalah suatu proses terapi pengganti ginjal dengan menggunakan alat untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan dan toksin. Tujuan hemodialisis adalah memperbaiki ketidakseimbangan ciaran dan elektrolit, mengeluarkan toksin dan produk sisa metabolisme serta mengontrol



tekanan



darah



(Hurst,



2019).



Perawatan



hemodialisis



17



membutuhkan waktu 3 hingga 4 jam dan biasanya dilakukan tiga atau empat kali seminggu (Williams, & Hopper, 2015) 2.2.2 Tujuan Hemodialisis Adapun tujuan dilakukannya terapi hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronis menurut Nuari & Widayati (2017) yaitu: 1. Menggantikan peran ginjal dalam proses ekskresi yang bertujuan untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme seperti urea, kreatinin dan lainnya dari dalam tubuh. 2. Fungsi pengganti ginjal meliputi pengeluaran cairan tubuh yang biasanya diekskresikan melalui urine saat ginjal dalam keadaan sehat. 3. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita fungsi ginjal 4. Memberikan pengganti fungsi ginjal sementara dalam menunggu program terapi atau pengobatan lainnya. 2.2.3 Prinsip Hemodialisis Menurut Bauldoff, Burke & Lemone (2015) jika darah dipisahkan dari suatu cairan dengan membran semipermeable, maka elektrolit dan zat lain akan berdifusi melewati membran sampai tercapai keseimbangan, prinsip hemodialisa sebagai berikut: 1. Difusi: dihubungkan dengan pergeseran partikel dari konsentrasi rendah oleh tenaga yang timbul oleh perbedaan konsentrasi zat terlarut dikedua sisi membran dialisis, difusi menyebabkan pergeseran urea, kreatinin dan asam urat dari kompartemen darah klien ke kompartemen dialisat. 2. Osmosis: mengangkut pergeseran cairan lewat membran semi permeabel dari darah yang kadar partikel-partikel rendah ke daerah yang kadar



18



partikel lebih tinggi, osmosis bertanggung jawab atas pergeseran cairan dari klien terutama pada dialiser. 3. Ultrafiltrasi: berpindahnya zat pelarut (air) melalui membran semi permeabel akibat perbedaan tekanan hidrostatik pada kompartemen darah dan kompartemen dialisat. 2.2.4 Indikasi Hemodialisis Hemodialisis diindikasikan pada pasien dalam keadaan akut yang memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan gagal ginjal tahap akhir yang memerlukan terapi jangka panjang/permanen. Secara umum indikasi dilakukan hemodialisis pada penderita gagal ginjal adalah Laju filtrasi glomerulus kurang dari 15 ml/menit, Hiperkalemia, Kegagalan terapi konservatif, Kadar ureum lebih dari 200 mg/dl, Kreatinin lebih dari 65 mEq/L, Kelebihan cairan dan, Anuria berkepanjangan lebih dari 5 kali (Hutagol, V, 2017) 2.2.5 Komplikasi Hemodialisis Menurut Jameson et al (2018) komplikasi hemodialisa dibedakan menjadi 2, yaitu komplikasi akut dan komplikasi jangka panajang: 1. Komplikasi Akut a. Hipotensi: Hipotensi merupakan komplikasi yang paling sering terjadi selama hemodialisa Adapun faktor risiko terjadinya hipotensi selama hemodialisa seperti ultrafiltrasi dalam jumlah besar, mekanisme kompensasi pengisian vaskular yang tidak adekuat, gangguan respon vasoaktif atau otonom, dan menurunnya kemampuan pompa jantung. Pencegahan hipotensi saat hemodialisa seperti dengan melakukan



19



evaluasi berat badan kering dan modifikasi dari ultrafiltrasi. Cara lain dengan



ultrafiltrasi



bertahap



dilanjutkan



dengan



dialisis,



mendinginkan dialisat selama dialisis berlangsung, dan menghindari makan berat selama dialysis b. Kram otot: Kram otot juga sering terjadi selama dialisis dan mekanismenya belum jelas. Adanya gangguan perfusi otot karena pengambilan cairan yang agresif dan pemakaian dialisat rendah sodium menjadi faktor pencetus kram otot selama dialysis c. Reaksi anafilaktoid: Reaksi anafilaktoid terhadap dialiser sering dilaporkan terjadi pada membran biokompatibel yang mengandung selulosa d. Reaksi terhadap dialiser dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe A dan tipe B. Reaksi tipe A merupakan reaksi intermediate yang diperantarai IgE terhadap etilen oksida yang dipakai untuk sterilisasi dialiser yang baru. Reaksi tipe A biasanya muncul segera setelah terapi dimulai. Reaksi tipe B terdiri dari kumpulan gejala dari nyeri dada dan punggung yang tidak spesifik dan mungkin disebabkan oleh aktivasi komplemen dan pelepasan sitokin. 2. Komplikasi Jangka Panjang Hemodialisa Komplikasi jangka panjang hemodialisa terutama dikaitkan dengan penyakit kardiovaskular. Penyebab dasar penyakit kardiovaskular bersifat multivariabel seperti diabetes mellitus, inflamasi kronis, perubahan besar pada volume ekstraseluler, hipertensi yang tidak terkontrol, dislipidemia, anemia. Selain itu, adanya kalsifikasi vaskuler yang luas, peningkatan



20



fibrosis miokardial, dan hiperplasia intima juga merupakan patologi yang menyebabkan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Menurut Palevsky (2020) pada hemodialisa ada komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang pasca dialisis. Pada dialisis peritoneal, komplikasi dibagi menjadi komplikasi mekanis, radang dan metabolis: 1. Komplikasi Mekanis: a. Perforasi organ abdomen (seperti usus, aorta, kandung kemih, liver) b. Sumbatan kateter akibat perdarahan c. Gangguan drainase (aliran cairan dialisat) d. Bocornya cairan dialisat e. Perasaan tidak nyaman dan sakit dalam perut 2. Komplikasi Metabolik: a. Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa b. Gangguan metabolisme karbohidrat c. Kehilangan protein (ikut terbuang lewat cairan dialisat) d. Sindrom disequilibrium 3. Komplikasi Radang: a. Infeksi alat pernafasan, biasanya berupa pneumonia atau bronkitis purulenta b. Sepsis (lebih sering pada pasien dengan infeksi fokal di luar peritoneum) c. Peritonitis 2.3 Konsep Dukungan Keluarga 2.3.1 Definisi Dukungan Keluarga



21



Dukungan keluarga sangatlah dibutuhkan oleh semua individu di dalam setiap siklus kehidupannya. Dukungan keluarga juga memiliki manfaat yang sangat besar pula sebagai koping keluarga khususnya pada saat seseorang sedang menghadapi suatu masalah, jenis dukungan ini bisa berupa dukungan keluarga internal (seperti dukungan dari ayah atau dukungan dari saudara kandung) dan dukungan keluarga eksternal seperti teman, tetangga, keluarga besar dan kelompok sosial (Efendi dan Makhfudli, 2009). Menurut Friedman (2010) keluarga adalah dua individu atau dimana mereka disatukan oleh kebersamaan dan kedekatan emosional serta bisa mengidentifikasikan dirinya sendiri sebagai bagian dari keluarga sehingga dapat memperoleh fungsi dan tujuan keluarga. Keluarga merupakan gabungan dari beberapa manusia bisa lebih dari dua orang yang mempunya ikatan darah antara satu sama lain. Dapat pula terjadi karena pernikahan, mengasuh anak orang lain, dan bisa tinggal dalam satu atap kalaupun berpisah harus tetap memiliki kepedulian kepada satu sama lain (Muhlisin, 2012). Pada hakekatnya dukungan dapat digambarkan perasaan memiliki atau keyakinan bahwa seseorang merupakan peserta aktif dalam kegiatan sehari-hari (Friedman, 2010). 2.3.2 Jenis Dukungan Keluarga Menurut Friedman (2010) menjelaskan bahwa keluarga memiliki beberapa jenis dukungan antara lain: 1. Dukungan emosional



22



Menurut Sarafino (2011) keluarga merupakan sumber kenyamanan, kehangatan, dukungan, cinta dan penerimaan pada saat seseorang mengalami stres. Menurut Viatin (2010) menjelaskan bahwa dukungan emosional merupakan dukungan yang membuat keluarga sebagai tempat yang aman dan damai pada saat seseorang sedang istirahat dan bisa membantu dalam pengontrolan terhadap emosi seperti memberikan kepedulian kepada anggota keluarga terhadap kemandirian klien ODGJ dalam melaksanakan aktivitas sehari-harinya. Serta dukungan emosional ini juga melibatkan ekspresi, rasa empati dan perhatian terhadap seseorang sehingga seseorang yang mendapat dukungan emosional ini merasa lebih baik, memperoleh keyakinan, merasa dimiliki dan dicintai. Selama



ODGJ



kemungkinan



mengalami



klien



ODGJ



masalah akan



pada



memiliki



perawatan



diri



permasalahan



nya, dalam



emosionalnya seperti perasaan sedih, cemas, mengalami gangguan citra tubuh serta kehilangan harga diri (Sutanto, 2013). Bentuk dukungan emosional yang dapat diberikan keluarga menurut Kaakinen et al (2010) meliputi keluarga dapat mendengarkan dengan seksama, dengan memberi



pujian,



tetap



berusaha



ada



disaat



anggota



keluarga



membutuhkan. Menurut Friedman (2010) dengan adanya dukungan emosional di dalam keluarga secara positif dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anggotanya. Dukungan emosional bisa membuat seseorang tersebut merasa lebih baik, mendapatkan kembali keyakinannya, merasa dimiliki dan dicintai oleh orang lain. 2. Dukungan informasional



23



Keluarga juga berfungsi sebagai sebuah penyebar atau sumber informasi kepada anggota keluarga lainnya. Dari bentuk dukungan ini memiliki



tujuan



agar



dapat



digunakan



oleh



seseorang



dalam



menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Menurut Viatin (2010) menjelaskan bahwa dukungan informasional adalah dukungan yang memiliki fungsi sebagai pemberi informasi mengenai segala sesuatu yang dipergunakan untuk mengungkapkan suatu masalah..Bentuk dari dukungan informasional yang diberikan oleh keluarga menurut Kaakinen et al (2010) adalah pemberi semangat, pemberian nasehat bagi keluarga yang tengah mengalami suatu masalah, dan juga pemberian informasi dari berbagai sumber yang didapat keluarga serta mengawasi rutinnya melakukan perawatan diri dan pengobatan. Pada dukungan informasi ini fungsi keluarga sangatlah besar dalam pemberi informasi kepada klien ODGJ sehingga dapat menerapkan perawatan diri dengan baik. 3. Dukungan instrumental Menurut Friedman (2010) dukungan instrumental adalah suatu dukungan yang menetapkan keluarga sebagai pemberi pertolongan praktis dan konkrit seperti bantuan yang langsung diberikan oleh orang yang bisa diandalkan seperti materi, tenaga, dan sarana. Dukungan ini memiliki manfaat yaitu individu akan merasa mendapat perhatian atau kepedulian, dan dukungan yang penuh dari keluarga. 4. Dukungan penilaian Dukungan penilaian merupakan tindakan dari keluarga guna untuk membimbing dan menengahi jika terdapat suatu masalah dan sebagai



24



pemecahan masalah tersebut, dan juga dapat sebagai sumber dan validator identitas diri dari anggota keluarga diantaranya seperti memberikan sebuah support ataupun dukungan, penghargaan, dan perhatian. Dari dukungan penilaian ini yang dapat dilakukan oleh keluarga diantaranya adalah dengan memberikan motivasi yang baik sehingga seseorang yang mendapatkan dukungan penilaian ini bisa medapatkan motivasi dalam hidupnya, pengakuan, penghargaan, serta mendapatkan perhatian pada anggota keluarga. 2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga Menurut Purnawan (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga adalah: 1. Faktor Internal 1) Tahap Perkembangan



Tahap perkembangan yang memiliki artian seperti dukungan yang dapat tetapkan oleh rentang usia semisal dari bayi sampai lansia yang memiliki tingkat pengetahuan atau pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda. 2) Pendidikan dan Tingkat Pengetahuan



Seseorang yang memiliki keyakinan terhadap adanya suatu dukungan akan terbentuk oleh intelektual yang terdiri atas pengetahuan, latar belakang pendidikan, serta pengalaman masa lalu yang dialami. Kemampuan kognitif yang dimiliki tersebut akan membangun cara berfikir seseorang termasuk kemampuan dalam memahami faktor-faktor yang berkaitan dengan suatu penyakit dan



25



akan menjaga kesehatannya sesuai dengan kemampuan dan tingkat pengetahuan yang dimiliki. 3) Faktor Emosi



Faktor yang lain yang dapat mempengaruhi keyakinan terhadap adanya dukungan dan cara melaksanakannya adalah faktor emosional. Jika seseorang yang mengalami respon stres dalam segala perubahan hidupnya cendrung akan berespon sebagai tanda sakit, hal tersebut akan dilakukan dengan cara selalu khawatirkan bahwa penyakit tersebut dapat mengancam kehidupannya dan tidak dapat untuk di sembuhkan. Namun sebaliknya jika seseorang yang secara umum selalu berusaha untuk tetap tenang mungkin bisa saja memiliki respon emosional yang kecil selama sakit. Seorang individu yang tidak dapat melakukan koping yang baik secara emosional terhadap suatu ancaman penyakit bisa saja individu tersebut memiliki pemikiran bahwa adanya gejala penyakit pada dirinya dan tidak mau menjalani pengobatan. 4) Faktor Spiritual



Spiritual



merupakan



bagaimana



seseorang



menjalani



kehidupan sehari-harinya, dan mencakup semua nilai-nilai dan keyakinan yang dilaksanakannya, ataupun dapat pula seperti hubungan dengan keluarga atau teman dan kemampuan dalam mencari harapan dan arti dalam kehidupan. 2. Faktor Eksternal



26



Didalam faktor eksternal ini terbagi lagi menjadi beberapa kelompok yakni: 1) Praktik Dikeluarga



Yang dikatakan praktik dikeluarga disini adalah tentang bagaimana keluarga dalam memberikan dukungan yang biasanya bisa mempengaruhi klien dalam melaksanakan kesehatannya. Sebagai contohnya jika keluarga sering melakukan melakukan tindakan pencegahan maka bisa saja klien juga akan melakukan hal yang sama. Misalnya anak yang sering diajak oleh orang tuanya untuk melakukan pemeriksaan secara rutin, maka ketika anak tersebut memiliki keturunan maka dia akan melakukan hal yang sama. 2) Faktor Sosial Ekonomi



Faktor sosial dan psikososial ini bisa saja menyebabkan peningkatan



resiko



terjadinya



suatu



penyakit



dan



dapat



mempengaruhi cara seseorang mengartikan dan bereaksi tehadap penyakitnya. Yang dimaksud dalam psikososial ini mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup dan lingkungan kerja. Seseorang biasanya akan mencari dukungan dan persetujuan dari kelompok sosialnya. Hal ini yang bisa mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara pelaksanannya. Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang maka orang tersebut akan lebih cepat tanggap terhadap gejala penyakit yang dialami. Sehingga dia akan segera mencari pertolongan karena dia merasa ada sesuatu yang tidak normal terjadi pada kesehatannya. 3) Latar Belakang Budaya



27



Latar belakang budaya juga bisa mempengaruhi keyakinan seseorang, nilai dan kebiasaan individu dalam pemberian dukungan termasuk cara pelaksanaan kesehatan pribadi. 2.3.4 Manfaat Dukungan Keluarga Dengan adanya dukungan keluarga yang kuat dapat membuat menurunnya mortalitas, lebih cepat sembuh dari penyakit, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi. Selain itu, dukungan keluarga ini juga memiliki pengaruh yang baik dan positif pada kehidupan, seperti membuat fikiran baik pada saat mengalami stres. Sehingga hal tersebut akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 2010) Menurut Setiadi (2008), dukungan sosial keluarga memiliki dampak kepada kesehatan dan kesejahteraan yang berjalan secara bersamaan. Dukungan sosial keluarga merupakan suatu proses yang kita alami sepanjang masa dalam kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial keluarga juga berbeda-beda pada setiap orang dan keluarga ataupun pada siklus kehidupan. Namun walaupun demikian yang terjadi dalam semua tahap siklus kehidupan, dukungan sosial keluarga akan membuat keluarga dapat berfungsi dalam berbagai keahlian dan akal yang dimiliki. 2.3.5 Cara Pnilaian Dukungan Keluarga Mengetahui besarnya dukungan keluarga dapat di ukur dengan menggunakan kuisioner dukungan keluarga yang terdiri dari 24 buah pertanyaan yang mencakup empat jenis dukungan keluarga yaitu dukungan emosional, dukungan penilaian, dukungan instrumental atau fasilitas, dukungan informasi atau pengetahuan. Dari didalam kuesioner tersebut



28



terdapat 24 pertanyaan yang harus di jawab oleh responden, untuk dukungan emosional pada kuesioner ini terdapat pada no 1,3,5,7,9,11. Untuk dukungan informasi terdapat pada nomor 2,4,6,8,10,12. Untuk dukungan instrumental terdapat pada nomor 13,15,17,19,21,23. Dan untuk dukungan penilaiannya terdapat pada nomor 14,16,18,20,22,24. Kemudian di ukur dengan menggunakan skala likert: 1. Jawaban “Tidak pernah” diberi skor 1 2. Jawaban “Kadang-kadang” diberi skor 2 3. Jawaban “Sering” diberi skor 3 4. Jawaban “Selalu” diberi skor 4 (Nursalam, 2020). Hasil kuesioner selanjutnya dibuat kategori sesuai pendapat Nursalam (2020) tentang hasil pengukuran yang diperoleh dari angket sebagai berikut: Baik: 76-100% Cukup: 56-75% Kurang: