LP Dan Askep CKD (Ruang Sakura) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up

LP Dan Askep CKD (Ruang Sakura) [PDF]

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY K DENGAN DIAGNOSA MEDIS CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI RUANG SAKURA

6 3 872 KB

Report DMCA / Copyright

DOWNLOAD FILE

File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY K DENGAN DIAGNOSA MEDIS CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI RUANG SAKURA RSUD dr.DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA



OLEH: WINDA PRILIA SISCA (NIM : 2022-04-14901-073)



YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI PROFESI NERS TAHUN AJARAN 2022/2023



LEMBAR PERSETUJUAN Laporan ini di susun oleh : Nama



: Winda Prilia Sisca



NIM



: 2022-04-14901-073



Program Studi



: Profesi Ners



Judul



: Laporan Pendahuluan



Dan Asuhan Keperawatan Dengan



...Diagnosa Medis Chronic Kidney Disease (CKD) Di Ruang ...Sakura dr. Doris …Sylvanus Palangka Raya Telah



melakukan



asuhan



keperawatan



sebagai



persyaratan



untuk



menyelesaikan Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah 1 Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya. Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :



Pembimbing Akademik



Pembimbing Lahan



Karmita Yanra K, Ns.,M.Kep



Dina Rusydiah, S.Kep.,Ners



i



LEMBAR PENGESAHAN Laporan ini di susun oleh : Nama



: Winda Prilia Sisca



NIM



: 2022-04-14901-073



Program Studi



: Profesi Ners



Judul



: Laporan Pendahuluan



Dan Asuhan Keperawatan Dengan



...Diagnosa Medis Chronic Kidney Disease (CKD) Di Ruang ...Sakura dr. Doris Sylvanus Palangka Raya Telah



melakukan



asuhan



keperawatan



sebagai



persyaratan



untuk



menyelesaikan Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah 1 Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya. Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :



Pembimbing Akademik



Pembimbing Lahan



Karmita Yanra K, Ns.,M.Kep



Dina Rusydiah, S.Kep.,Ners



Mengetahui Ketua Program Studi S1 Keperawatan



Meilitha Carolina, Ners, M.Kep



ii



KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Ny. K Dengan Diagnosa Medis Chronic Kidney Disease (CKD) Di Ruang Sakura RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas Profesi Ners. Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1.



Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKES Eka Harap Palangka Raya.



2.



Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners STIKES Eka Harap Palangka Raya.



3.



Ibu Karmita Yanra K, Ns.,M.Kep selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan keperawatan ini.



4.



Ibu Dina Rusydiah, S.Kep.,Ners, selaku pembimbing lahan yang telah banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan keperawatan ini.



5.



Ibu Isna Wiranti, S.Kep., Ners selaku koordinator Praktik Pra Klinik Program Studi Profesi Ners.



6.



Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini. Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan



dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua. Palangka Raya, 10 Oktober 2022 Penyusun iii



DAFTAR ISI



LEMBAR PERSETUJUAN...................................................................................i LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii KATA PENGANTAR..........................................................................................iii DAFTAR ISI..........................................................................................................iv BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1 1.1 Latar Belakang..................................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................3 1.4 Tujuan Penulisan...............................................................................................3 1.4 Manfaat Penulisan.............................................................................................3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................5 2.1.



Konsep Penyakit Gagal Ginjal Kronik.........................................................5



2.1.1 Definisi.........................................................................................................5 2.1.2 Anatomi Fisiologi.........................................................................................6 2.1.3 Etiologi.........................................................................................................8 2.1.4 Klasifikasi....................................................................................................8 2.1.5 Patofisiologi.................................................................................................9 2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda & Gejala).........................................................13 2.1.7 Komplikasi.................................................................................................14 2.1.8 Pemeriksaan Penunjang..............................................................................15 2.1.9 Penatalaksanaan Medis..............................................................................16 2.2



Mananejemen Keperawatan.......................................................................17



2.2.1 Pengkajian Keperawatan............................................................................17 2.2.1.1`Anamnesa..................................................................................................17 2.1.2 Diagnosa Keperawatan...............................................................................19 2.2.3



Intervensi Keperawatan.............................................................................20



2.2.4 Implementasi Keperawatan........................................................................26 2.2.5 Evaluasi Keperawatan................................................................................26 BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................27 3.1 Pengkajian Keperawatan..................................................................................27



iv



3.2 Analisa Data....................................................................................................41 3.3 Diagnosa Keperawatan....................................................................................44 3.4 Rencana Tindakan Keperawatan......................................................................46 3.5 Implementasi Keperawatan..............................................................................49 3.6 Evaluasi Keperawatan......................................................................................52 DAFTAR PUSTAKA



v



BAB 1 PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Fungsi utama ginjal dalam keadaan normal adalah mengatur cairan tubuh,



mempertahankan keseimbangan asam basa dan PH dalam darah, serta memiliki fungsi endokrin dan hormonal (Smeltzer, 2008). Gagal ginjal kronik (GGK) atau Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah), (Mansjoer, 2005). Penyakit ini merupakan sindrom klinis yang terjadi pada stadium gagal ginjal yang dapat mengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan terapi pengganti pada sistem sekresi tubuhnya. Penyakit gagal ginjal kronis merupakan suatu kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif yang ditandai dengan penumpukan sisa metabolisme (toksik uremik) di dalam tubuh (Muttaqin & Sari, 2011). Sedangkan salah satu penatalaksanaan pada penderita gagal ginjal kronik adalah hemodialisa. Hal ini karena hemodialisa merupakan terapi pengganti ginjal yang bertujuan untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme protein atau mengoreksi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Terapi hemodialisa yang dijalani penderita gagal ginjal tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal akan berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien (Raharjo, 2016). Menurut World Health Organitazion (WHO), penyakit gagal ginjal kronis berkontribuksi pada beban penyakit dunia dengan angka kematian terbesar 850.000 jiwa pertahun. Hasil penelitian global burden of disease tahun 2010, penyakit gagal ginjal kronis merupakan penyebab kematian peringkat ke-27 di dunia, tahun 1990 dan meningkat menjadi urutan ke-18 pada tahun 2010. Penyebab gagal ginjal kronik yang dari tahun ketahun semakin meningkat dapat disebabkan oleh kondisi klinis dari ginjal sendiri dan dari luar ginjal. Penyakit



1



dari ginjal seperti penyakit pada saringan (glomerulus), infeksi kuman, batu ginjal. Sedangkan penyakit dari luar ginjal seperti penyakit diabetes melitus, hipertensi, kolestrol tinggi, infeksi badan tuberculosis, sifilis, malaria, hepatitis, obat-obatan dan kehilangan banyak cairan yang mendadak seperti luka bakar (Muttaqin, 2011). Penyakit gagal ginjal kronik juga memiliki tanda dan gejala salah satunya nyeri punggung, nyeri sebagai gejala penyakit ginjal sering dikeluhkan di daerah punggung yaitu sekitar pinggang atau daerah lumbar. Nyeri dapat terjadi oleh karena adanya obstruksi terutama batu ginjal, dapat juga karena distensi kapsul ginjal atau kista ginjal terutama pada penyakit ginjal polikistik, dan bila disertai demam atau menggigil bisa disebabkan oleh adanya ISK (infeksi saluran kemih). Pada kolik ginjal yang disebabkan oleh batu, nyeri terasa dipinggang dan menjalar kearah inguinal (perut) sampai ke penis (Unair, 2015). Salah satu faktor pencetus nyeri disebabkan penyakit pada glomerulus glomerulonefritis, infeksi kuman, nefrolitiatis, kista ginjal polcytic kidney keganasan pada ginjal sindrom uremia yang diikuti oleh peningkatan asam lambung dan pruritus. Asam lambung yang meningkat akan merangsang rasa mual, dan dapat terjadi iritasi pada lambung sehingga menyebabkan nyeri perut (Mutaqqin.A, 2011). Ginjal kronis dapat mengakibatkan menurunya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun laju filtrasi atau GFR (gromerular filtrasion rate) dapat menurun hingga 25% dari normal, infsufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami poliurea dan nocturia hingga GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar kratin serum dan blood urea nitrogen (BUN) sedikit meningkat diatas normal, penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremicfrost, pericarditis, kejang - kejang sampai koma, yang ditandai GFR kurang dari 5-10ml/menit, kadar serum kreatinin dan BUN meningkat tajam, dan terjadi biokimia dan gejala yang komplek (kusuma, 2015). Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti studi kasus Asuhan keperawatan pada Ny K dengan diagnosa medis Chronic Kidney Disease (CKD) Dengan MasalahSyndrome Uremikum di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.



2



1.2



Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat



dirumuskan masalah dalam studi kasus ini adalah: Bagaimana melakukan Pengkajian, menganalisa, menentukan Diagnosa Keperawatan, menentukan Intervensi Keperawatan, bagaimana melakukan Implementasi, dan Mengevaluasi Keperawatan Mandiri pada pasien yang mengalami Chronic Kidney Disease (CKD) 1.3



Tujuan Penulisan



1.3.1



Tujuan Umum Mahasiswa dapat memahami dan melakukan peran sebagai perawat dalam pencegahan dan penanganan masalah Chronic Kidney Disease (CKD).



1.3.2



Tujuan Khusus



1.3.2.1 Mampu melakukan pengkajian, menganalisa, menentukan diagnose keperawatan, membuat intervensi keperawatan, mampu melakukan perawatan dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah diberikan. 1.3.2.2 Mampu memberikan tindakan keperawatan yang diharapkan dapat mengatasi masalah keperawatan pada kasus tersebut. 1.3.2.3 Mampu mengungkapkan faktor-faktor yang menghambat dan mendukung serta permasalahan yang muncul dari asuhan keperawatan yang diberikan. 1.4



Manfaat Penulisan



1.4.1



Untuk Mahasiswa Untuk mengembangkan ilmu dan wawasan dari ilmu keperawatan khususnya penyakit Chronic Kidney Disease (CKD) dan pengalaman langsung dalam melakukan penelitian.



1.4.2



Untuk Klien dan Keluarganya Menambah



informasi



mengenai



penyakit



vulnus



punctum



dan



pengobatannya sehingga dapat digunakan untuk membantu program pemerintah dalam pemberantasan Chronic Kidney Disease (CKD).



3



1.4.3 Untuk Institusi Sebagai bahan atau sumber data bagi peneliti berikutnya dan bahan pertimbangan bagi yang berkepentingan untuk melanjutkan penelitian sejenis dan untuk publikasi ilmiah baik jurnal nasional maupun internasional. 1.4.4 Untuk IPTEK Memberikan informasi dalam pengembangan ilmu keperawatan terutama dalam keperawatan kritis yang menjadi masalah kesehatan pada masyarakat.



4



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Penyakit Gagal Ginjal Kronik 2.1.1 Definisi Pengertian Gagal Ginjal Kronik Gagal ginjal kronik (GGK) didefinisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan dan biasanya nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml per menit atau 1,73m2 , berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate atau GFR) Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urin (NKF, 2016). Penyakit gagal ginjal berkembang secara perlahan-lahan kearah yang semakin buruk dimana ginjal sama sekali tidak lagi mampu bekerja sebagaimana fungsinya. Dalam dunia kedokteran dikenal 2 macam jenis gagal ginjal yaitu gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis (Nurani & Mariyanti, 2013). Dapat disimpulkan bahwa Gagal ginjal kronis adalah kondisi ketika fungsi ginjal menurun secara bertahap akibat kerusakan jaringan ginjal . Secara medis, gagal ginjal kronis didefinisikan sebagai penurunan laju penyaringan ginjal selama 3 bulan atau lebih.



5



2.1.2 Anatomi Fisiologi Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap medial. Ukuran ginjal rata-rata adalah 11,5 cm (panjang), 6 cm (lebar), 3,5 cm (tebal). Beratnya bervariasi sekitar 120-170 gram. Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrous tipis dan berkilau yang disebut true capsule (kapsul fibrosa) ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak perirenal.



Ginjal terdiri atas tiga area yaitu korteks, medula dan pelvis. 1. Korteks, merupakan bagian paling luar ginjal, di bawah kapsula fibrosa sampai dengan lapisan medulla, tersusun atas nefron-nefron yang jumlahnya lebih dari 1 juta. Semua glomerulus berada di korteks. 2. Medula, terdiri dari saluran-saluran atau duktus kolekting yang disebut pyramid ginjal yang tersusun atas 8-18 buah. 3. Pelvis, merupakan area yang terdiri dari kalik minor yang kemudian bergabung menjadi kalik mayor. Empat sampai lima kalik minor bergabung menjadi kalik mayor dan dua sampai tiga kalik mayor bergabung menjadi pelvis ginjal yang berhubungan dengan ureter bagian proksimal. Fungsi utama ginjal adalah menjaga keseimbangan internal (melieu interieur) dengan jalan menjaga komposisi cairan ekstraseluler. Untuk melaksanakan hal itu, sejumlah besar cairan difiltrasi di glomerulus dan kemudian direabsorpsi dan disekresi di sepanjang nefron sehingga zat-zat yang berguna diserap kembali dan sisasisa metabolisme dikeluarkan sebagai urin. Sedangkan air ditahan sesuai dengan kebutuhan tubuh kita. Fungsi ginjal secara keseluruhan dibagi dalam 2 golongan yaitu: 6



1. Fungsi ekskresi 1) Ekskresi sisa metabolisme protein Sisa metabolisme protein yaitu ureum, kalium, fosfat, sulfat anorganik dan asam urat dikeluarkan melalui ginjal. 2) Regulasi volume cairan tubuh Bila tubuh kelebihan cairan maka terdapat rangsangan melalui arteri karotis interna ke osmoreseptor di hipotalamus anterior kemudian diteruskan ke kelenjar hipofisis posterior sehingga produksi hormon antidiuretik (ADH) dikurangi dan akibatnya produksi urin menjadi banyak, demikian juga sebaliknya. 3) Menjaga keseimbangan asam basa Agar sel dapat berfungsi normal, perlu dipertahankan pH plasma 7,35 untuk darah vena dan pH 7,45 untuk darah arteri. Keseimbangan asam dan basa diatur oleh paru dan ginjal. 2. Fungsi endokrin 1) Partisipasi dalam eritopioesis Ginjal menghasilkan enzim yang disebut faktor eritropoietin yang mengaktifkan eritropoietin. Eritropoietin berfungsi menstimulasi sumsum tulang untuk memproduksi sel darah merah. 2) Pengaturan tekanan darah Modifikasi tonus vaskular oleh ginjal dapat mengatur tekanan darah. Hal ini dilakukan oleh sistem renin-angiotensin aldosteron yang dikeluarkan dari nefron. 3) Keseimbangan kalsium dan fosfor Ginjal memiliki peran untuk mengatur proses metabolisme vitamin D menjadi metabolit yang aktif yaitu 1,25-dihidrovitamin D3. Vitamin D molekul yang Universitas Sumatera Utara aktif bersama hormon paratiroid dapat meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfor dalam usus.



7



2.1.3



Etiologi Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan CKD bisa



disebabkan dari ginjal sendiri maupun dari luar ginjal (Muttaqin & Sari, 2011). 1. Penyakit infeksi tubulointerstitial : Pielonefritis kronik atau refluks nefropati. 2. Penyakit peradangan Glomerulonefritis adalah penyebab gagal ginjal pada sepertiga



pasien



yang



membutuhkan



dialisis



atau



transplantasi.



Glomerulonefritis adalah peradangan ginjal bilateral, biasanya timbul pasca infeksi streptococcus. Untuk glomerulus akut, gangguan fisiologis utamanya dapat mengakibatkan eksresi air, natrium dan zat-zat nitrogen berkurang sehingga timbul edema dan azotemia, peningkatan aldosterone menyebabkan retensi air dan natrium. Untuk glomerulonefhritis kronik, ditandai dengan kerusakan glomerulus secara progresif lambat, akan tampak ginjal mengkerut, berat lebih kurang dengan permukaan bergranula. Ini disebabkan jumlah nefron berkurang karena iskemia, karena tubulus mengalami atropi, fibrosis intestisial dan penebalan dinding arteri (Haryono, 2013). 3. Penyakit vaskuler hipertensif seperti nefrosklerosis benigna, nefroklerosis maligna, dan stenosis arteri renalis. 4. Gangguan jaringan ikat seperti lupus eritematosus sistemik, poliarterites nodosa, dan sklerosis sistemik progresif. 5. Penyakit kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik, dan asidosis tubulus ginjal. 6. Gangguan metabolik yang dapat mengakibatkan CKD antara lain diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme dan amiloidosis. 7. Netropati toksik akibat penyalahgunaan analgesik dan nefropati timah. 8. Nefropati obstruksi Traktus urinarius bagian atas: batu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah: hipertrofi prostat, striktur uretra, anomali kongenital leher vesika urinaria dan uretra.



2.1.4



Klasifikasi Penyakit CKD selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFRyang



tersisa (Muttaqin & Sari, 2011). Price dan Wilson (2012) menjelaskan perjalanan klinis umum CKD progresif dibagi menjadi tiga stadium yaitu: 8



1. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal) Pada stadium pertama kreatinin serum dan kadar BUN normal dan asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat terdeteksi dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut, seperti tes pemekatan urine. Muttaqin dan Sari (2011) menjelaskan penurunan cadangan ginjal yang terjadi apabila GFR turun 50% dari normal. 2. Stadium 2 (insufisiensi ginjal) Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (GFR besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini BUN mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri 3. Stadium 3 (gagal ginjal stadium akhir / uremia) Stadium ketiga disebut penyakit ginjal stadium akhir (ERSD) yang dapat terjadi apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai GFR 10% dari keadaan normal, dan bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN meningkat sangat menyolok sebagai respons terhadap GFR yang mengalami sedikit penurunan.



2.1.5 Patofisiologi Patofisiologi



GGK pada awalnya tergantung



dari penyakit



yang



mendasarinya. Namun, setelah itu proses yang terjadi adalah sama. Pada diabetes melitus, terjadi hambatan aliran pembuluh darah sehingga terjadi nefropati diabetik, dimana terjadi peningkatan tekanan glomerular sehingga terjadi ekspansi mesangial, hipertrofi glomerular. Semua itu akan menyebabkan berkurangnya area filtrasi yang mengarah pada glomerulosklerosis (Desitasari, Tri Gamya U, Misrawati. 2013). Tingginya tekanan darah juga menyebabkan terjadi GGK. Tekanan darah yang tinggi menyebabkan perlukaan pada arteriol aferen ginjal sehingga dapat terjadi penurunan filtrasi (NIDDK, 2014). Pada glomerulonefritis, saat antigen dari luar memicu antibodi spesifik dan membentuk kompleks imun yang terdiri dari antigen, antibodi, dan sistem komplemen. Endapan kompleks imun akan memicu 14 proses inflamasi dalam 9



glomerulus. Endapan kompleks imun akan mengaktivasi jalur klasik dan menghasilkan Membrane Attack Complex yang menyebabkan lisisnya sel epitel glomerulus . Terdapat mekanisme progresif berupa hiperfiltrasi dan hipertrofi pada nefron yang masih sehat sebagai kompensasi ginjal akibat pengurangan nefron. Namun, proses kompensasi ini berlangsung singkat, yang akhirnya diikuti oleh proses maladaptif berupa nekrosis nefron yang tersisa (Harrison, 2012). Proses tersebut akan menyebabkan penurunan fungsi nefron secara progresif. Selain itu, aktivitas dari renin-angiotensinaldosteron juga berkontribusi terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresivitas dari nefron (Sudoyo, 2009). Hal ini disebabkan



karena



aktivitas



renin-angiotensin-aldosteron



menyebabkan



peningkatan tekanan darah dan vasokonstriksi dari arteriol aferen (Tortora, 2011). Pada pasien CKD, terjadi peningkatan kadar air dan natrium dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena gangguan ginjal dapat mengganggu keseimbangan glomerulotubular sehingga terjadi peningkatan intake natrium yang akan menyebabkan retensi natrium dan meningkatkan volume cairan ekstrasel (Harrison, 2012). Reabsorbsi natrium akan menstimulasi osmosis air dari lumen tubulus menuju kapiler peritubular sehingga dapatterjadi hipertensi (Tortora, 2011). Hipertensi akan menyebabkan kerja jantung meningkat dan merusak pembuluh darah ginjal. Rusaknya pembuluh darah ginjal mengakibatkan gangguan filtrasi dan meningkatkan keparahan dari hipertensi (Saad, 2014). 15 Gangguan proses filtrasi menyebabkan banyak substansi dapat melewati glomerulus dan keluar bersamaan dengan urin, contohnya seperti eritrosit, leukosit, dan protein (Harrison, 2012). Penurunan kadar protein dalam tubuh mengakibatkan edema karena terjadi penurunan tekanan osmotik plasma sehingga cairan dapat berpindah dari intravaskular menuju interstitial (Kidney Failure, 2013). Sistem renin-angiotensinaldosteron juga memiliki peranan dalam hal ini. Perpindahan cairan dari intravaskular menuju interstitial menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal. Turunnya aliran darah ke ginjal akan mengaktivasi sistem reninangiotensinaldosteron sehingga terjadi peningkatan aliran darah (Tortora, 2011). Gagal ginjal kronik menyebabkan insufisiensi produksi eritropoetin (EPO). Eritropoetin merupakan faktor pertumbuhan hemopoetik yang mengatur diferensiasi dan



10



proliferasi prekursor eritrosit. Gangguan pada EPO menyebabkan terjadinya penurunan produksi eritrosit dan mengakibatkan anemia (Harrison, 2012).



11



1. 2. 3. 4.



WOC



5. 6.



Infeksi Obstruksi traktus urinalis Gangguan imunologi Vaskuler Nefrotoksik Gangguan metabolik



(CKD)



Breathing



Blood



Brain



Blader



Penimbunan sampah metabolika



Penurunan produksi eritro protein



Retensi air dan Na



ISK



Penurunan produksi urine



Refleks urtovesikal



Ureum menumpuk di rongga paru & pleura Gangguan Proses difusi Sesak, nyeri dada



Masa hidup eretrosit berkurang dan jumlah eritrosit menurun Anemia



Menyebarnya infeksi di uretra



Iritasi saluran kencing



Melemahnya otot detrusor



Respon pelepasan kimiawi bradikin



Kelelahan



Sfinger dan otot dasar panggul terganggu



Nyeri Akut Pola nafas tidak efektif



Bowel Retensi produk Uremia Gg. Mefb lemak & glukosa



Bone Cardiac output menurun Perfusi darah ke jaringan menurun Metabolisme anaerob



Mual, muntah, anoreksia, urea breath



Penimbunan asam laktat



Defisit Nutrisi



Fatigue, nyeri sendi



Pengosongan kandung kemih tidak sempurna



Resiko penurunan curah jantung



Intoleransi aktivitas 12



Gg. Eliminasi urine



2.1.6



Manifestasi Klinis (Tanda & Gejala) Menurut Suyono (2001) menjelaskan bahwa manifestasi klinis pada gagal



ginjal kronik adalah sebagai berikut : 1. . Gangguan pada sistem gastrointestinal 1) Anoreksia, nausea, vomitus yag berhubungan dengan ganguan metabolisme protein di dalam usus, terbentuknya zat-zat toksin akibat metabolisme bakteri usus seperti ammonia danmelil guanidine serta sembabnya muosa usus. 2) Faktor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri dimulut menjadi amoni sehinnga nafas berbau amonia. 3) Gastritis erosife, ulkus peptic dan colitis uremik 2. Kulit 1) Kulit berwarna pucat, anemia dan kekuning-kuningan akibat penmbunan



urokrom.



Gatal-gatal



akibat



toksin



uremin



dan



pengendapan kalsium di pori-pori kulit. 2) Ekimosis akibat gangguan hematologi. 3) Ure frost : akibat kristalsasi yang ada pada keringat. 4) Bekas-bekas garukan karena gatal 3. Sistem Hematologi 1) Anemia yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain : Berkurangnya produksi eritropoitin, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksin, defisiensi besi, asam folat, dan lain-lain akibat nafsu makan yang berkurang, perdarhan, dan fibrosis sumsum tulang akibat hipertiroidism sekunder. 2) Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia 4. Sistem saraf dan otot 1) Restless Leg Syndrome, pasien merasa pegal pada kakinya sehinnga selalu digerakkan. 2) Burning Feet Syndrome, rasa semutan dan seperti terbakar terutama di telapak kaki.



13



3) Ensefalopati metabolik, lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsetrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang. 4) Miopati, kelemahan dan hipertrofi otot terutama ekstermitas proksimal 5. Sistem kardiovaskuler 1) Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas sistem renin angiotensin aldosteron. 2) Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis atau gagal jantung akibat penimbunan cairan hipertensif. 3) Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis, gangguan elektrolit dan klasifikasi metastasik. 4) Edema akibat penimbuna cairan. 2.1.7



Komplikasi Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan Bare



(2015) yaitu : 1.



Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan diet berlebihan.



2.



Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat.



3.



Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renninangiostensin-aldosteron



4.



Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan kehilangan darah selama hemodialisis.



5.



Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan peningkatan kadar alumunium.



14



2.1.8



Pemeriksaan Penunjang



1. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal 1) Laju endap darah Urin -



Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada (anuria).



-



Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus / nanah,



-



bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.



-



Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat).



-



Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1.



2) Ureum dan Kreatinin Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5). 2. Radiologi, ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal. 3. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas. 4. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologis. 5. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal. 6. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa 7. USG Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat. 8. Renogram Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim) serta sisa fungsi ginjal



15



2.1.9



Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan gagaj ginjal kronis sebegai berikut:



1. Manajemen terapi Tujuan dari manajemen adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin.Semua faktor yang berkontribusi terhadap gagal ginjal kronis dan semua faktor yang reversibel (misal obstruksi) diindentifikasi dan diobati. Manajemen dicapai terutama dengan obat obatan dan terapi diet, meskipun dialisis mungkin juga diperlukan untuk menurunkan tingkat produk limbah uremik dalam darah (Brunner and Suddarth, 2014) 1) Terapi farmakologis Komplikasi dapat dicegah atau ditunda dengan pemberian resep antihipertensi, eritropoitin, suplemen Fe, suplemen fosfat, dan kalsium (Brunner and Suddarth, 2014). 2. Tindakan konservatif Tindakan konservatif merupakan tindakan yang bertujuan untuk meredakan atau memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif. 3. Pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan. Intervensi diet perlu pada gangguan fungsi renal dan mencakup pengaturan yang cermat terhadap masukan protein, masukan cairan untuk mengganti cairan yang hilang, masukan natrium untuk mengganti natrium yang hilang dan pembatasan kalium (Smeltzer & Bare, 2015). 1) Pembatasan protein Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN, tetapi juga mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta mengurangi produksi ion hydrogen yang berasal dari protein. Brunner dan Suddart (2016), menjelaskan protein yang diperbolehkan harus mengandung nilai biologis yang tinggi (produk susu, keju, telur, daging). 2) Diet rendah kalium Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal ginjal lanjut. Asupan kalium dikurangi. Diet yang dianjurkan adalah 40-80



16



mEq/hari. Penggunanaan makanan dan obat-obatan yang tinggi kadar kaliumnya dapat menyebabkan hiperkalemia. 3) Diet rendah natrium Diet natrium yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2 g Na). Asupan natrium yang terlalu longgar dapat mengakibatkan retensi cairan, edema perifer, edema paru, hipertensi dan gagal jantung kongestif. 4) Pengaturan cairan Cairan yang diminimum penderita gagal ginjal tahap lanjut harus di awasi dengan seksama. Parameter yang terdapat untuk diikuti selain data asupan dan pengeluaran cairan yang dicatat dengan tepat adalah pengukuran Berat badan harian. Aturan yang dipakai untuk menentukan banyaknya asupan cairan adalah: Misalnya : Jika jumlah urin yang dikeluarkan dalam waktu 24 jam adalah 400 ml, maka asupan cairan total dalam sehari adalah 400 + 500 ml = 900 ml. 2.2



Mananejemen Keperawatan



2.2.1



Pengkajian Keperawatan



2.2.1.1`Anamnesa a. Identitas Pasien Identitas meliputi data demografi klien yang terdiri dari nama, usia, alamat, pekerjaan, jenis kelamin, agama, status pernikahan, Nomor RM, Tanggal masuk rumah sakit,diagnosa medis, dan tingkat pendidikan. b. Keluhan Utama c. Riwayat penyakit sekarang Klien dengan sindrom uremik datang dengan keluahan sesak nafas yang berkepanjangan, mengalami edema atau anasarka, anuria, pruritus uremik. Bahkan pasien juga mengalami penurunan kesadaran hingga bahkan koma. d. Riwayat penyakit dahulu Kaji riwayat adanya penyakit infeksi saliuran kemih,



peradangan



sistem perkemihan, adanya gangguan hipertensif vaskuler, gangguan kongenital herediter sistem perkemihan, riwayat pembedahan ginjal, 17



dan juga adanya riwayat adanya nefropati toksis yang mendukung terjadinya gagal gunjal dan sindrom uremik. e. Riwayat penyakit keluarga Kaji riwayat adanya anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan terkait dengan masalah gangguan sistem perkemihan. 2.2.1.2 Pemeriksaan Fisik a. Pernafasan (B1: Breathing). 1) Inspeksi. Terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan serta penggunaan otot bantu nafas. Bentuk dada barrel chest (akibat udara yang tertangkap) atau bisa juga normo chest, penipisan massa otot, dan pernapasan dengan bibir dirapatkan. Pernapasan abnormal tidak



fektif



dan



penggunaan



otot-



otot



bantu



nafas



(sternocleidomastoideus). Pada tahap lanjut, dispnea terjadi saat aktivitas bahkan pada aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan mandi. Pengkajian batuk produktif dengan sputum purulen disertai demam mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernafasan. 2) Palpasi. Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun. 3) Perkusi. Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hiper sonor sedangkan diafrgama menurun. 4) Auskultasi. Sering didapatkan adanya bunyi nafas ronchi dan wheezing sesuai tingkat beratnya obstruktif pada bronkiolus. Pada pengkajian lain, didapatkan kadar oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar karbondioksida yang tinggi (hiperkapnea) terjadi pada tahap lanjut penyakit. Pada waktunya, bahkan gerakan ringan sekalipun seperti membungkuk untuk mengikat tali sepatu, mengakibatkan dispnea dan keletihan (dispnea eksersorial). Paru yang mengalami emfisematosa tidak berkontraksi saat ekspirasi dan bronkiolus tidak 18



dikosongkan secara efektif dari sekresi yang dihasilkannya. Pasien rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat pengumpulan sekresi ini. Setelah infeksi terjadi, pasien mengalami mengi yang berkepanjangan saat ekspirasi. b. Kardiovaskuler (B2:Blood). Sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Denyut nadi takikardi. Tekanan darah biasanya normal. Batas jantung tidak mengalami pergeseran. Vena jugularis mungkin mengalami distensi selama ekspirasi. Kepala dan wajah jarang dilihat adanya sianosis. c. Persyarafan (B3: Brain). Kesadaran biasanya compos mentis apabila tidak ada komplikasi penyakit yang serius. d. Perkemihan (B4: Bladder). Produksi urin biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem perkemihan. Namun perawat perlu memonitor adanya oliguria yang merupakan salah satu tanda awal dari syok. e. Pencernaan (B5: Bowel). Pasien biasanya mual, nyeri lambung dan menyebabkan pasien tidak nafsu makan. Kadang disertai penurunan berat badan. f. Tulang, otot dan integument (B6: Bone). Kerena penggunaan otot bantu nafas yang lama pasien terlihat keletihan, sering didapatkan intoleransi aktivitas dan gangguan pemenuhan ADL (Activity Day Living). 2.1.2



Diagnosa Keperawatan



2.1.2.1 Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan penurunan pH (SDKI D.0005 Hal.26) 2.1.2.2 Nyeri Akut berhubungan dengan Suplay O2 (SDKI D.0077 Hal.172) 2.1.2.3 Perfusi Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan Disfungsi ekresi amonia (SDKI D.0009 hal.37) 2.1.2.4 Hipovolemia berhubungan dengan gangguan reabsorbsi (SDKI D.0023 Hal.64)



19



2.1.2.5 Gangguan Eliminasi Urine berhubungan dengan gangguan filtrasi (SDKI D.0040 Hal. 96) 2.2.1.6 Defisit Nutrisi berhubungan dengan gangguan keseimbangan asam basa (SDKI D.0019 Hal.56) 2.2.1.7 Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan gangguan keseimbangan elektrolit (SDKI D.0129 Hal.282)



2.2.3



Intervensi Keperawatan



Diagnosa Keperawatan



Tujuan (Kriteria hasil)



Intervensi



1. Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan penurunan pH (SDKI D.0005 Hal.26)



Setelah dilakukan intervensi 1 x 24 jam maka pola napas membaik, dengan kriteria hasil: 1. Dipsnea sedang 2. Penggunaan otot bantu napas sedang 3. Pernapasan cuping hidung sedang 4. Ortopnea sedang



Pemantauan Respirasi (SIKI I.01014 Hal.247) Observasi 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas 2. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, Kussmaul, Cheyn e-Stokes, Biot, ataksik 3. Monitor kemampuan batuk efektif 4. Monitor adanya produksi sputum 5. Monitor adanya sumbatan jalan napas 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru 7. Auskultasi bunyi napas 8. Monitor saturasi oksigen 9. Monitor nilai AGD 10. Monitor hasil x-ray toraks Terapeutik 1. Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien 2. Dokumentasikan hasil pemantauan Edukasi 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu



20



2. Nyeri Akut berhubungan dengan Suplay O2 (SDKI D.0077 Hal.172)



Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (SIKI I.08238 intervensi 3 x 24 Hal.201) jam maka tingkat Observasi nyeri menurun, 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, dengan kriteria durasi, frekuensi, kualitas, hasil: intensitas nyeri 1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala nyeri menurun 3. Identifikasi respon nyeri non 2. Meringis verbal menurun 4. Identifikasi faktor yang 3. Gelisah menurun memperberat dan memperingan 4. Frekuensi nadi nyeri membaik 5. Identifikasi pengetahuan dan 5. Pola napas keyakinan tentang nyeri membaik 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan 9. Monitor efek samping penggunaan analgetik Terapeutik 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain) 2. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) 3. Fasilitasi istirahat dan tidur 4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri Edukasi 1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri



3. Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan gangguan



Setelah dilakukan Perawatan Luka (SIKI I.14564 tindakan Hal.328) keperawatan selama Observasi 2x24 jam maka 1. Monitor karakteristik luka (mis: 21



keseimbangan integritas kulit dan drainase,warna,ukuran,bau elektrolit (SDKI jaringan meningkat 2. Monitor tanda –tanda infeksi D.0129 Hal.282) dengan kriteria Terapiutik hasil: 1. Lepaskan balutan dan plester 1. Hidrasi secara perlahan Meningkat 2. Cukur rambut di sekitar daerah 2. Perfusi jaringan luka, jika perlu Sedang 3. Bersihkan dengan cairan 3. Kerusakan NACL atau pembersih non jaringan toksik,sesuai kebutuhan menurun 4. Bersihkan jaringan nekrotik 4. Kerusakan 5. Berikan salep yang sesuai di lapisan kulit kulit /lesi, jika perlu menurun 6. Pasang balutan sesuai jenis luka 7. Pertaha kan teknik steril saat perawatan luka 8. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase 9. Jadwalkan perubahan posisi setiap dua jam atau sesuai kondisi pasien 10. Berikan diet dengan kalori 3035 kkal/kgBB/hari dan protein1,25-1,5 g/kgBB/hari 11. Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis vitamin A,vitamin C,Zinc,Asam amino),sesuai indikasi 12. Berikan terapi TENS(Stimulasi syaraf transkutaneous), jika perlu Edukasi 1. Jelaskan tandan dan gejala infeksi 2. Anjurkan mengonsumsi makan tinggi kalium dan protein 3. Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri Kolaborasi 1. Kolaborasi prosedur debridement(mis: enzimatik biologis mekanis,autolotik), jika perl 2. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu



22



4. Perfusi Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan Disfungsi ekresi amonia (SDKI D.0009 hal.37)



Setelah dilakukan intervensi selama 3x 7 jam diharapkan masalah dapat teratasi dengan kriteria hasil : 1. Turgor kulit membaik 2. Hb dan Trombosit kembali normal 3. Tekanan sistol dan diastol dalam rentang yang di harapkan 4. CRT< 3 detik



5. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan pengeluaran air, natrium klorida, protein dalam sel konfusi (SDKI D.0040 Hal.96)



Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam, diharapkan Eliminasi Urine Membaik dengan Kriteria Hasil: 1. Sensasi Berkemih Sedang (3) 2. Desakan Berkemih Menurun (5) 3. Distensi Kandung Kemih Menurun (5)



23



Perawatan Sirkulasi (SIKI I.02079 Hal.345) Observasi : 1. Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna, dan suhu) Terapeutik : 2. Lakukan hidrasi 3. Hindari pemakaian benda yang berlebihan suhunya (terlalu panas atau terlalu dingin) Edukasi : 4. Anjurkan penggunaan termometer untuk menguji suhu air 5. Ajarkan keluarga cara menggunakan termometer Kolaborasi : 6. kolaborasi pemberian analgesic, jika perlu 7. kolaborasi pemberian kostokosteroid, jika perlu. Manajemen Eliminasi Urine (I.04152) Observasi 1. Identifkasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urine 2. Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau inkontinensia urine 3. Monitor eliminasi urine (mis. frekuensi, konsistensi, aroma, volume, dan warna) Terapeutik 1. Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih 2. Batasi asupan cairan, jika perlu 3. Ambil sampel urine tengah (midstream) atau kultur Edukasi 1. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih 2. Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine 3. Anjurkan mengambil specimen urine midstream 4. Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang tepat



6. Defisit Nutrisi berhubungan dengan Mual, Muntah (SDKI D.0019 Hal.56)



untuk berkemih 5. Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot pinggul/berkemihan 6. Anjurkan minum yang cukup, jika tidak ada kontraindikasi 7. Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian obat suposituria uretra jika perlu Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi (SIKI I. 03119 intervensi 3 x 24 Hal.200) jam maka status Observasi nutrisi membaik, 1. Identifikasi status nutrisi dengan kriteria 2. Identifikasi alergi dan hasil: intoleransi makanan 1. Porsi makan 3. Identifikasi makanan yang yang dihabiskan disukai cukup 4. Identifikasi kebutuhan kalori meningkat dan jenis nutrient 2. Frekuensi makan 5. Identifikasi perlunya membaik penggunaan selang nasogastric 3. Nafsu makan 6. Monitor asupan makanan membaik 7. Monitor berat badan 4. Bising usus 8. Monitor hasil pemeriksaan membaik laboratorium 5. Membrane Terapeutik mukosa 1. Lakukan oral hygiene sebelum membaik makan, jika perlu 6. Pengetahuan 2. Fasilitasi menentukan pedoman tentang standard diet (mis. Piramida makanan) asupan nutrisi 3. Sajikan makanan secara yang tepat menarik dan suhu yang sesuai meningkat 4. Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi 5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein 6. Berikan suplemen makanan, jika perlu 7. Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan oral dapat ditoleransi Edukasi 1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu 2. Ajarkan diet yang 24



7. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan reabsorbsi (SDKI D.0023 Hal.64)



Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam volume cairan seimbang dengan Kriteria Hasil: 1. Terbebas dari edema, efusi, anasarka 2. Bunyi nafas bersih,tidak adanya dipsnea 3. Memilihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan vital sign normal.



25



diprogramkan Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu Manajemen Hipervolemia (SIKI I.03114 Hal.181) Observasi: 1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis. Ortopnea, dispnea, edema, JVP/CVP meningkat, refleks hepatojugular positif, suara nafas tambahan). 2. Identifikasi penyebab hipervolemia 3. Monitor status hemodinak (mis, frekuensi jantung, tekanan darah, MAP,CVP,PAP,PCWP, CO,CI) , Jika perlu 4. Monitor intake output cairan 5. Monitor hemokonsentrasi (mis, kadar natrium, BUN, Hematokrit, berat jenis urine) 6. Monitor tanda peningkatan tekanan ontokin plasma (mis, kadar protein dan albumin meningkat) 7. Monitor kecepatan infus secara ketat 8. Monitor efek samping diuretik (mis, hipotensi ortostatik, hipovolemia, hipokalemia, hiponatremia) Terapeutik: 1. Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama 2. Batasi asupan cairan dan garam 3. Tinggikan kepala tempat tidur 30-40° Edukasi: 1. Anjurkan melapor jika haluaran urin