Draft Proposal - Syarifah Rida Nura - 2002263 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGARUH MODEL READ, ANSWER, DISSCUSS, EXPLAIN AND CREATE (RADEC) TERHADAP MEMBACA PEMAHAMAN PADA SISWA KELAS V SDN 1 SUNGAI RAYA KABUPATEN ACEH TIMUR



PROPOSAL Diajukan sebagai tugas UAS Mata Kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan Dasar Dosen Pengampu: Dr. H. ATEP SUJANA, M. Pd Dr. PAED. WAHYU SOPANDI, M. A



Oleh



SYARIFAH RIDA NURA 2002263



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2021



KATA PENGANTAR ِ‫ِالرحِ ي ِْم‬ َّ ‫الرحْ َمن‬ َّ ‫ِبسْــــــــــــــــــمِ الل ِه‬ Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Saya panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, sertai inayah-Nya kepada saya serta salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang penuh pengetahuan, sehingga saya bisa menyelesaikan proposal tesis dengan judul “Pengaruh Model Read, Answer, Discuss, Explain AND Create (RADEC) Terhadap Membaca Pemahaman pada Siswa Kelas V SDN 1 Sungai Raya Kabupaten Aceh Timur ” ini tepat pada waktunya. Proposal ini saya ajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan tugas UAS mata kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan Dasar pada Universitas Pendidikan Indonesia. Ucapan terima kasih penulis berikan kepada Bapak Dr. H. Atep Sujana, M.Pd dan Bapak



Dr. Paed. Wahyu Sopandi, M.A yang telah membantu saya. Tidak lupa ucapan terima kasih saya kepada kedua orang tua tercinta yang selalu mendukung dan berdo’a untuk kesuksesan saya, serta teman- teman seperjuangan. Akhir kata penulis menyadari bahwa dalam penulisan proposal ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis memohon saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan proposal ini dan semoga bermanfaat bagi kita semua untuk menjadi guru yang profesional. Fastabiqulkhairat, semoga Allah swt, senantiasa meridhoi semua aktivitas dan usaha yang kita lakukan dalam rangka beribadah kepada-Nya. Aamiin Allahumma Aamiin.



Penulis



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………………i DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………..ii BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................................1 1.1. Latar Belakang .........................................................................................................................1 1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................................................5 1.3. Tujuan Penelitian .....................................................................................................................6 1.4. Manfaat Penelitian ...................................................................................................................6 1.5. Definisi Operasional ................................................................................................................7 1.6. Struktur Organisasi Tesis .......................................................................……………………..9 BAB II KAJIAN PUSTAKA.......................................................................................................10 2.1. Hakikat Membaca ..................................................................................................................10 2.2. Pengertian Membaca Pemahaman..........................................................................................11 2.3. Tujuan Membaca Pemahaman................................................................................................13 2.4. Model Pembelajaran Radec....................................................................................................15 2.5. Penelitian yang Relevan..........................................................................................................18 2.6. Kerangka Berpikir Penelitian .................................................................................................19 2.7. Hipotesis Penelitian................................................................................................................20 BAB III METODE PENELITIAN .............................................................................................22 3.1. Metode dan Desain Penelitian ...............................................................................................22 3.2. Variabel dan Subjek Penelitian ..............................................................................................23 3.3. Instrumen Penelitian ..............................................................................................................24 3.4. Prosedur Penelitian ................................................................................................................27 3.5. Teknik Pengumpulan Data ………………………………………………………………….30 ii



3.6. Teknik Analisis Data ………………………………………………………………………..30 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………33



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Ciri abad 21 menurut Kemendikbud adalah tersedianya informasi dimana saja dan kapan



saja (informasi}, adanya implementasi penggunaan mesin (komputasi}, mampu menjangkau segala pekerjaan rutin (otomatisasi) dan bisa dilakukan dari mana saja dan kemana saja (komunikasi). Ditemukan bahwa dalam kurun waktu 20 tahun terakhir telah terjadi pergeseran pembangunan pendidikan ke arah ICT sebagai salah satu strategi manajemen pendidikan abad 21 yang di dalamnya meliputi tata kelola kelembagaan dan sumber daya manusia (Soderstrom, From, Lovqvist, & Tornquist, 2011). Abad ini memerlukan transformasi pendidikan secara menyeluruh sehingga terbangun kualitas guru yang mampu memajukan pengetahuan, pelatihan, ekuitas siswa dan prestasi siswa (Darling-Hammond, 2006 ; Azam & Kingdon, 2014). Pendidikan abad 21 membutuhkan keterampilankomunikasi, berfikir kritis dan pemecahan masalah, kolaborasi, dan berfikir kreatif (Sopandi, 2018). Keempat keterampilan tersebut dikenal dengan istilah 4C, yaitu singkatan dari Communication, Critical thinking and Problem solving, Collaboration, dan Creative Thinking.Oleh karena itu, perlu adanya perubahan model pembelajaran sabagaimana yang dikatakan oleh Nelson Mandela bahwa perubahan tersebut sangat penting dilakukan agar proses pembelajaran di kelas berkualitas, mengingat bahwa pendidikan memiliki kekuatan yang besar dalam mengubah nasib bangsa di masa yang akan datang (Sopandi, 2017).Pada abad 21 dibutuhkan kurikulum yang menekankan pada keseimbangan soft skill dan hard skill yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan dan pengetahuan (Fadlillah, 2014). Hal ini dapat dilihat sistem pendidikan di Indonesia selalu mengalami perubahan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan yang sangat rendah. Berbagai hal telah dilakukan pemerintah, salah satunya pada tahun ajaran 2013/2014 pertengahan tahun 2013 berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan memutuskan mengganti kurikulum 2006 ( dikenal Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ) menjadi Kurikulum 2013. Namun hal tersebut tidak banyak mengalami perubahan dalam meningkatkan pendidikan di Indonesia. Sebagaimana kita ketahui, pendidikan merupakan salah satu faktor 1



yang mempengaruhi mewujudkan negara maju. Menurut Nelson Mandela, pendidikan adalah senjata yang paling ampuh yang dapat kamu gunakan untuk mengubah dunia. Namun, bagaimana kamu bisa mengubah dunia, jika kamu tidak mau membaca? Padahal semakin banyak kamu membaca, maka akan semakin banyak ilmu pengetahuan yang kamu peroleh. Sebagaiman kita ketahui, dalam islampun kita diharuskan untuk membaca, di dalam



Al – Quran terdapat



surat Al – Alaq yang dikenal dengan Iqra ( bacalah ). Membaca merupakan sebuah seni memahami dunia dan ( Syora, 2020 ). Apalagi pada pembelajaran abad 21 adalah pembelajaran berbasis teknologi informatika yang dimaksudkan untuk menyeimbangkan zaman millenia agar siswa tidak asing lagi pada kecakapan abad 21 (Sugiyarti, 2018: 440). Salah satu yang termasuk ke dalam kecakapan abad 21 adalah keterampilan membaca. Menurut Shane Parrish, membaca merupakan satu diantara cara terbaik untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan manusia. Namun keterampilan siswa – siswi Indonesia dalam memahami bacaan termasuk dalam kategori rendah. Hasil dari PISA (Programme for International Student Assesment) tahun 2015 menunjukkan bahwa siswa – siswi di Indonesia berada pada peringkat ke-64 dengan skornya adalah 397 (skor rata – rata OECD 493). Sebanyak 72 negara yang mengikuti PISA 2015 (OECD, 2015). Sejak ada pelaksanaan asessment tersebut, data-data tentang kemampuan membaca siswa di Indonesia menjadi begitu familiar bagi telinga masyarakat terutama kalangan pendidikan di Indonesia. Hal ini karena di setiap penyelenggaraannya, data-data PISA Result (termasuk yang terakhir), menempatkan Indonesia masih berada di kelompok bawah negara-negara yang mengikuti asessment tersebut (OECD, 2018). Hal ini membuat masyarakat selalu memperhatikan hasilnya, salah satunya adalah data tentang Reading atau kemampuan membaca siswa Indonesia. Selain itu, studi lainnya oleh Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) dan Early Grade Reading Assessment (EGRA) (Mullis & Martin, 2017; (USAID) Indonesia, 2014) yang ternyata menunjukkan data yang tidak jauh berbeda dari PISA. Data lain tentang kemampuan membaca yang kemudian ramai diperbincangkan bahkan menjadi kontroversi adalah data dari World’s Most Literate Nations yang dilakukan oleh Central Connecticut State University Amerika Serikat yang dirilis pada awal tahun 2017, dimana Indonesia menempati urutan ke-60 dari 61 negara partisipan survei dalam hal kemampuan literasi (Central Scholaria: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 2 Vol. 10 No. 1, Januari 2020: 22-33 23 Connecticut State University, 2017). Hasil Indonesia National Assesment Program di tahun 2016 yang dilakukan oleh Pusat Penelitian 2



Pendidikan (Puspendik) Kementerian Pendidikan & Kebudayaan sendiri mengungkap data bahwa rata-rata nasional distribusi literasi pada kemampuan membaca pelajar di Indonesia adalah 46,83% berada pada kategori Kurang, hanya 6,06% berada pada kategori Baik, dan 47,11 berada pada kategori Cukup (P. Kemdikbud, 2017). Kemampuan keterampilan membaca sangat berperan penting sebagai pondasi atau dasar penentu keberhasilan dalam kegiatan belajar siswa (USAID, 2014). Dalam dunia pendidikan, membaca membantu siswa untuk mengembangkan serta meningkatkan pencapaian akademik. Hal ini disebabkan penguasaan akademik bermula dari keterampilan siswa dalam membaca (Chansa-Kabali & Westerholm, 2014). Membaca dapat diintepretasikan sebagai kegiatan mengartikan pesan yang tertulis. Selanjutnya, Abidin (2015) menjelaskan bahwa membaca merupakan keterampilan yang kompleks yang dilakukan melalui sebuah proses yang dinamis untuk membawa dan mendapatkan makna dari teks. Kegiatan membaca dapat memperluas pengetahuan dan pengalaman serta untuk mempertajam penalaran untuk peningkatan diri seseorang. Apabila anak pada usia sekolah tidak segera memiliki kemampuan membaca, maka ia akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi pada kelas berikutnya. Pada dasarnya, seorang anak menggunakan bahasa tidak hanya untuk mengekspresikan perasaannya, melainkan untuk berkomunikasi dengan lingkungan di sekitarnya. (Alfiahesty Choirotun Nafiah, Gorys Keraf, 2016). Melalui kemampuan membaca seseorang lebih terampil menghadapi tantangan di era informasi ( Damaianti, 2021). Pada proses kegiatan membaca sangat penting adanya kemampuan untuk apa yang sedang dan ingin diketahui dan mengerti apa yang sedang dibaca dalam suatu teks/bacaan. Hal inilah yang disebut sebagai pemahaman akan bacaan. Pemahaman merupakan kemampuan yang melibatkan akal, pikiran dan analisis siswa. Kegiatan memahami sesuatu hal dilakukan oleh siswa dengan kemampuan kognitifnya berusaha menangkap makna dari apa yang tengah dihadapi atau dipelajari. Membaca merupakan suatu keterampilan untuk meningkatkan daya nalar seseorang. Artinya, dalam membaca pastinya ada informasi yang dapat kita peroleh yang fungsinya menambah wawasan yang kita miliki. Tetapi dalam memperoleh informasi tersebut. Tentunya dalam membaca harus beriringan dengan pemahaman tentang apa yang kita baca. Dalam hal ini Finochiaro dan Bonomo berpendapat bahwa membaca adalah bringing meaning to and getting meaning from printed or written material, dengan kata lain membaca tidak hanya sekedar



3



melafalkan kata dan kalimat namun memetik serta memahami arti atau makna yang terkandung di dalam bahasa tertulis” (Harras, 2014). Namun, hasil dari observasi banyak peserta didik yang belum mampu memahami isi bacaan sehingga kegiatan membaca pemahaman tidak tercapai. Hal ini menjadi permasalahan dan hambatan terhadap proses kegiatan pembelajaran. Salah satu solusi bagi guru untuk meningkatkan pemahaman akan bacaan adalah dukungan dan bimbingan guru untuk mendidik peserta didik. Guru harus mampu dalam menggunakan model pembelajaranpembelajaran yang sesuai dengan karakter peserta didik dan disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Guru sebaiknya tidak menggunakan model pembelajaran yang sama pada setiap materi pembelajaran yang sama, sebagaimana yang dikatakan oleh John Dewey bahwa seandainya seorang guru cara mengajarnya sama dengan cara-cara ia mengajar kemarin diibaratkan bahwa ia sedang merampok masa depan siswanya (Sopandi, 2018). Sopandi (2017) mengembangkan model pembelajaran yang mempertimbangkan secara maksimal kondisi khas yang ada di Indonesia. Model pembelajaran yang dimaksud adalah model pembelajaran Read-Answer-DiscussExplain-and Create atau disingkat RADEC. Model pembelajaran RADEC terinspirasi dari metode pembelajaran scaffolding. Metode scaffolding didasarkan pada teori Vygotsky, scaffolding merupakan bantuan, dukungan (support) kepada siswa dari orang yang lebih dewasa atau lebih kompeten khususnya guru yang memungkinkan penggunaan fungsi kognitif yang lebih tinggi dan memungkinkan berkembangnya kemampuan belajar sehingga terdapat tingkat penguasaan materi yang lebih tinggi yang ditunjukkan dengan adanya penyelesaian soal-soal yang lebih rumit (Ashraf, 2017). Model RADEC terinspirasi dan dikembangkan dari model pembelajaran di atas, ada beberapa penyesuaian dan modifikasi sehingga tercipta model pembelajaran yang dirasa cocok dan sesuai diterapkan dalam pembelajaran di Indonesia yaitu RADEC. Sehubungan dengan itu, model pembelajaran ini dapat membantu peserta didik memahami bidang pelajaran Bahasa Indonesia, melalui model RADEC ini diharapkan siswa mempunyai keinginan dan mengeksplore berbagai bahan ajar dan sumber informasi sehingga siswa memiliki pengetahuan dan pemahaman sebagaimana yang diharapkan. RADEC merupakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan serta membaca pemahaman siswa. Dengan penerapan model pembelajaran RADEC dalam pembelajaran yang dilakukan diharapkan siswa mempunyai pengusaan konsep dan keterampilan membaca 4



pemahaman siswa. Melalui penerapan model pembelajaran RADEC, siswa dapat berkreasi dalam menciptakan ide-ide baru, penyelesaian masalah, dan meningkatnya karya kreatif. Semua itu diharapkan dapat dicapai dalam alokasi waktu yang tersedia dalam kurikulum. Akan tetapi sebagai model pembelajaran yang baru, model pembelajaran RADEC memiliki beberapa kendala, antara lain Pertama, kemungkinan kebiasaan guru yang terbiasa menggunakan metode ceramah, guru merasa belum mengajar sebelum menjelaskan semua bahan ajar, Kedua, guru terbiasa menemukan bahwa dengan menggunakan metode ceramah siswa masih mengalami kesulitan untuk memahami materi ajar. Ketiga, pelajar terbiasa dengan rutinitas di kelas, mulai dari mendengar penjelasan, menanyakan apakah tidak mengerti, melakukan latihan dan membaca catatan atau buku sebelum ujian. Adanya rutinitas ini dapat menyebabkan penolakan ketika siswa harus melakukan tugas membaca (R) dan menjawab (A) sebelum bahan ajar diajarkan di kelas. Keempat, kemungkinan perspektif guru yang masih mempersempit makna pendidikan. Karenanya guru dan siswa harus terlibat secara serius dalam model pembelajaran RADEC ini sehingga tujuan penerapan model ini dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan bersama (Sopandi, 2017). Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas penulis mencoba melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Read, Answer, Discuss, Explain, And Create (RADEC) Terhadap Membaca Pemahaman Pada Siswa Kelas V SDN 1 Sungai Raya Kabupaten Aceh Timur”.



1.2



Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana implementasi menggunakan



model Read, Answer, Disscuss, Explain and Create (RADEC) dalam pembelajaran Bahasa Indonesia?”. Oleh karena itu, untuk memudahkan dalam penelitian dan mengarahkan dalam pembahasan penulis menjabarkan dalam bentuk pertanyaan sebagai beikut: 1. Apakah penggunaan model pembelajaran Read, Answer, Disscuss, Explain and Create(RADEC) dapat meningkatkan membaca pemahaman siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia? 2. Apakah ada perbedaan antara kelas yang menggunakan model Read, Answer, Disscuss, Explain and Create(RADEC) dengan kelas yang tidak mengunakan Read, Answer,



5



Disscuss, Explain and Create(RADEC) dalam membaca pemahaman pada pembelajaran Bahasa Indonesia? 3. Bagaimana pengaruh model pembelajaran Read, Answer, Disscuss, Explain and Create( RADEC) terhadap proses membaca pemahaman pada pembelajaran Bahasa Indonesia?



1.3



Tujuan Penelitian Mengacu pada rumusan masalah yang dipaparkan sebelumnya, maka secara umum tujuan



penelitian ini adalah untuk meningkatkan membaca pemahaman siswa kelas V dengan menggunakan model Read, Answer, Disscuss, Explain and Create( RADEC) dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Secara rinci, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan keterampilan membaca pemahaman siswa kelas V SD dengan menggunakan model Read, Answer, Disscuss, Explain and Create ( RADEC) dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. 2. Mengetahui pengaruh penggunaan metode sosiodama untuk meningkatkan keterampilan membaca pemahaman siswa kelas V SD dengan menggunakan model Read, Answer, Disscuss, Explain and Create ( RADEC) dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. 3. Mengetahui perbedaan keterampilan membaca pemahaman siswa antara kelas yang menggunakan model Read, Answer, Disscuss, Explain and Create ( RADEC) dan yang tidak menggunakan, dalam upaya meningkatkan membaca pemahaman dengan menggunakan model Read, Answer, Disscuss, Explain and Create ( RADEC) dalam pembalajara Bahasa Indonesia. 4. Mengetahui aktivitas guru dalam menggunakan model pembelajaran RADEC pada siswa kelas V SDN 1 Sungai Raya Kabupaten Aceh Timur. 5. Mengumpulkan



informasi



mengenai



berbagai



hambatan



implementasi



model



pembelajaran RADEC pada membaca pemahaman di Sekolah Dasar.



1.4



Manfaat Penelitian Jika tujuan peneliti yang dikemukakan diatas dapat tercapai, penelitian ini akan



memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoretis



6



a. Bagi akedimisi, menjadi bahan masukan dan informasi dalam upaya penyempurnaan, pengembangan ,dan peningkatan mutu pendidikan. b. Bagi peneliti , menambahkan pengetahuan dan wawasan dalam penyusunan karya tulis ilmiah yang bertema kependidikan sebagai langkah awal untuk mengadakan penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis a. Bagi siswa, dapat membantu siswa dalam peningkatan keterampilanmembaca. b. Bagi guru, sebagai bahan masukan bagi guru dalam pengelolaan pendidikan di sekolah dasar sehubungan dengan upaya peningkatan keterampilan membaca. c. Bagi sekolah, Sebagai bahan informasi dalam memilih model pembelajaran yang variatif dalam proses pembelajaran.



1.5



Definisi Operasional Untuk menghindari kesalahan penafsiran terhadap istilah – istilah yang digunakan dalam



penelitian ini, maka perlu dijelaskan definisi operasionalnya. Adapun penjelasannya sebagai berikut: 1. Model Pembelajaran RADEC yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sintaks model RADEC, meliputi 5 tahap yaitu 1.Model Read (membaca) merupakan tahapan pertama pada model RADEC, membaca merupakan kunci utama dalam setiap pembelajaran yang dilakukan yang tujuannya untuk menggali informasi dari bahan bacaan. Agar terbimbing dalam menggali informasi siswa diberikan pertanyaan prapembelajaran yang ada di LKS. 2.Answer (menjawab) merupakan tahapan yang kedua dalam model RADEC dimana siswa menjawab pertanyaan prapembelajaran yang disusun dalam LKS yang tujuannya untuk mengetahui materi mana yang sulit untuk mereka pelajari dan juga siswa dapat menilai dirinya sendiri, dia termasuk orang yang malas atau rajin baca, mudah atau sukar untuk memahami isi bahan bacaan. Dengan mengamati tugas siswa dan menjawab pertanyaan prapembelajaran guru dapat mengetahui tentang semua keadaan siswa. 3. Discuss (berdiskusi) merupakan tahapan yang ketiga dalam model RADEC ini dilakukan tujuannya untuk melatih siswa dalam menyampaikan pendapatnya. Siswa bersama – sama dengan gurunya akan mendiskusikan berbagai topik yang ada dimateri pemanasan global. 4. Explain (menjelaskan) merupakan tahapan selanjutnya dalam model RADEC, 7



pada tahap ini setiap kelompok akan menjelaskan konsep essensial yang sudah dibagi kemudian guru akan membantu menjelaskan konsep essensial yang belum dipahami atau dikuasai oleh siswa. 5. Create (kreasi) merupakan tahapan yang terakhir dalam model RADEC, pada tahap ini guru akan membantu menginspirasi siswa untuk memberikan dapat berupa contoh penelitian atau karya lain yang sudah pernah dibuat oleh orang lain kemudian siswa akan memodifikasi karya orang lain tersebut. 2. Penguasaan Konsep dalam penelitian yang dimaksud adalah kemampuan siswa untuk menguasai materi pembelajaran. Seseorang akan menguasai konsep jika mengerti betul konsep yang dipelajarinya sehingga mampu menjelaskan dengan menggunakan katakatanya sendiri sesuai dengan pengetahuan yang siswa miliki tanpa mengubah makna dari konsep itu. Indikator dari penguasaan konsep diadopsi dari taksonomi bloom, yaitu mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4), menilai (C5) dan mencipta (C6) serta diukur dengan menggunakan tes tertulis bentuk essay. 3. Keterampilan Membaca Pemahaman dalam penelitian yang dimaksud adalah salah satu bentuk kegiatan membaca dengan tujuan utama untuk memahami isi pesan yang terdapat dalam bacaan. Membaca pemahaman lebih menekankan pada penguasaan isi bacaan. Dimana keterampilan membaca pemahaman ini dapat diukur dengan membaca bahan bacaan yang ada diLKS disertai dengan pertanyaan-pertanyaan prapembelajaran. Indikator dari keterampilan membaca pemahaman diadopsi dari taksonomi bloom, yaitu mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4), menilai (C5) dan mencipta (C6) serta diukur dengan menggunakan tes tertulis bentuk essay. 4. Model Pembelajaran Konvensional merupakan model yang digunakan guru dalam pembelajaran sehari-hari dengan menggunakan model yang bersifat umum, bahkan tanpa menyesuaikan model yang tepat berdasarkan sifat dan karakteristik dari materi pembelajaran yang dipelajari. Langkah-langkah model pembelajaran konvensional adalah (1) Menyampaikan tujuan-Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut, (2)Menyajikan informasi-Guru menyajikan informasi kepada siswa secara tahap demi tahap dengan metode ceramah, (3)Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik-Guru mengecek keberhasilan siswa dan memberikan umpan balik, dan (4)Memberikan kesempatan latihan lanjutan-Guru memberikan tugas tambahan untuk dikerjakan di rumah. 8



1.6



Struktur Organisasi Tesis Penulisan tesis ini terdiri dari lima bab, antara lain sebagai berikut : Bab I berisi tentang latar belakang mengapa penelitian dilakukan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, dan struktur organisasi tesis. Bab II berisi tentang pemaparan teori-teori yang mendukung, konsep, serta hasil penelitian sebelumnya yang relevan mengenai pembelajaran model Read-AnswerDiscuss-Explain-and Create (RADEC), Penguasaan konsep, keterampilan membaca pemahaman, kajian materi Pemanasan Global, dan hipotesis penelitian. Bab III terdiri atas metode dan desain penelitian, populasi dan sampel penelitian, instrumen penelitian, matriks hubungan model pembelajaran yang diterapkan dengan kemampuan yang akan diukur, prosedur penelitian, dan teknik analisis data.



9



BAB II KAJIAN TEORI 2.1



Hakikat Membaca Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak



hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif. Sebagai proses visual membaca merupakan proses menerjemahkan simbol tulis (huruf) ke dalam kata-kata lisan. Sebagai proses berpikir, membaca mencakup aktivitas pengenalan kata, pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis, dan pemahaman kreatif (Rahim, 2008). Sejalan dengan itu Finonchiaro mendefinisikan bahwa membaca sebagai suatu usaha memetik dan memahami makna yang terkandung dalam bahasa tertulis baik makna yang tersirat dengan cara memproses informasi, silabas, sintaksis dan semantik (Tarigan, 2008). Menurut Rahman (2020), membaca merupakan bagian yang integral dalam pembelajaran berbahasa. Membaca memberi kesempatan pada individu untuk menggali banyak informasi dari berbagai bidang di dunia sehingga menambah pengetahuan. Dalam bidang pendidikan, membaca membantu peserta didik untuk mengembangkan serta meningkatkan pencapaian akademiknya. Hal ini juga dikemukakan oleh (Chansa-Kabali & Westerholm, 2014) dalam Rahman (2020). Selanjutnya, Abidin (2015) menjelaskan bahwa membaca merupakan keterampilan yang kompleks yang dilakukan melalui sebuah proses yang dinamis untuk membawa dan mendapatkan makna dari teks. Hal ini mengindikasikan bahwa membaca bukan hanya menyuarakan lambang-lambang tertulis semata, tetapi mampu memahami makna yang terkandung dalam sebuah wacana. Membaca melibatkan intervensi beberapa proses, yaitu identifi kasi bacaan, pengenalan kata, menemukan makna, dan integrasi sintaksis dan semantik (Yukselir, 2014). Dalam proses membaca, siswa menggunakan beberapa domain-domain penting, yaitu domain afektif, domain perseptual, dan domain kognitif. Melalui penggunaan domain tersebut, siswa akan mudah menarik makna dengan memadukan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru yang diperolehnya melalui membaca (Kwon & Linderholm, 2015). Membaca juga dibagi menjadi dua tahap yaitu membaca di kelas awal yang lebih dikenal dengan membaca permulaan dan membaca pemahaman pada kelas tinggi. Membaca permulaan 10



merupakan tahapan belajar untuk mencapai membaca pemahaman. Menurut Rahman (2020) anak-anak umumnya sebagai pembaca awal berada pada tahap membaca permulaan. Lebih khususnya, anak-anak berada pada tahap pertama dan kedua dalam proses membaca, yaitu tahap logo grafis dan alfabetis. Pembagian tahapan ini berdasarkan keterampilan yang harus dikuasai anak, yaitu penguasaan kode alfabetis yang hanya memungkinkan anak untuk membaca secara teknis, belum sampai memahami bacaan seperti pada tahap membaca lanjut. 2.2



Pengertian Membaca Pemahaman Keterampilan membaca pemahaman merupakan bekal dan salah satu kunci keberhasilan



siswa dalam menjalani proses pendidikan (Susilo & Garnisya, 2018). Membaca pemahaman menurut McMaster, Espin, & Van den Broek (2014) adalah proses perolehan makna secara aktif dengan melibatkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh pembaca serta dihubungkan dengan isi bacaan. Membaca pemahaman merupakan membaca dengan cara memahami materi bacaan yang melibatkan asosiasi (kaitan) yang benar antara makna dan lambang (simbol) kata, penilaian konteks makna diduga ada, pemilihan makna yang benar, organisasi gagasan ketika materi bacaan dibaca, penyimpanan gagasan, dan pemakaiannya dalam berbagai aktivitas sekarang atau mendatang (Mujiselaar & Jong, 2015). Smith (Samsu Somadayo, 2011: 9) menyatakan bahwa membaca pemahaman adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh pembaca untuk menghubungkan informasi baru dengan informasi lama dengan maksud untuk mendapatkan pengetahuan baru. Terdapat 3 elemen penting dalam membaca pemahaman menurut Rahman (2020), yaitu: a. Pengetahuan mengenai dunia untuk mengerti dan memahami hal yang baru. b. Mengenal berbagai struktur teks yang dibaca. c. Mencari arti dari teks tersebut secara aktif. Adapun 3 komponen utama mengenai membaca pemahaman (Rahman, 2020) adalah sebagai berikut: a. Menguraikan. b. Akses leksikal (memberi makna pada kata cetak yang dipikirkan seseorang.



11



c. Organisasi bacaan, yaitu usaha untuk mendapatkan makna yang lebih besar dari unit yang kecil, misalanya pada kata tunggal. Membaca pemahaman adalah proses intelektual yang kompleks yang melibatkan dua keterampilan berbahasa lainnya, yaitu keterampilan memahami akan makna kita dan keterampilan berfikirmengenai konsep yang verbal (Rubin dalam Rahman. 2020). Aspek-aspek yang terdapat di dalam membaca pemahaman (Tarigan, 2015) adalah sebagai berikut: a. Memahami pengertian sederhana yang meliputi leksikal gramatikal, dan retorikal. b. Memahami signifikansi atau makna yang meliputi maksud dan tujuan pengarang mengenai relevansi/keadaan kebudayaan dan reaksi para pembacanya. c. Evaluasi atau penilaian yang meliputi isi dan bentuk. d. Kecepatan membaca yang fleksibel yang mudah disesuaikan dengan keadaan. Terdapat empat tingkatan dalam membaca pemahaman menurut Dalaman (2014): 1. Pemahaman Literal Pemahaman literal merupakan tingkat pemahaman yang pertama dan paling rendah mengenai keterampilan memahami informasi dalam sebuah teks yang dinyatakan secara gamblang dan tidak berbelit-belit. Meskipun berada pada tingkatan yang paling rendah, pemahaman literal dinilai penting karena merupakan prasyarat guna mencapai pemahaman yang lebih tinggi mengenai kegiatan membaca untuk memperoleh isi bacaan secara efektif. Hal tersebut ditujukan untuk memahami isi bacaan seperti yang tertulis pada kata, kalimat, dan paragrap dalam sebuah bacaan. Pada pemahaman literal mengarah pada keterampilan untuk mendapatkan pemahaman tingkat rendah dengan menggunakan informasi yang disebutkan secara gambalang dan pembaca hanya diarahkan pada jawaban yang menuntut peserta didik mengingat apa yang dikemukaan secara tersurat. 2. Pemahaman Inferensial Pemahaman inferensial merupakan keterampilan untuk memahamai segala informasi dalam teks secara tidak langsung. Sedangkan membaca inferensi merupakan suatu proses penyusuran gagasan yang disampaikan secara tidak langsung. Kegiatan dalam memebaca inferensi meliputi pembuatan simpulan mengenai gagasan utama 8 bacaan, hubungan sebab



12



akibat, serta membuat analisis bacaab seperti mengemukakan tujuan pengarang dalam menulis suatu buku dan menginterpretasikan bahasa yang figuratif. 3. Pemahaman Kritis Pemahaman kritis adalah keterampilan dalam membuat evalusi materi yang ada pada teks. Dalam pemahaman ini pembaca dapat membandingkan segala informasi yang terdapat dalam sebuah teks dengan aturan-aturan yang ada dalam masyarakat, mebandingkannya dengan ilmu pengetahuan yang ada, dan membandingkannya dengan latar belakang pengalaman pembaca dalam menilai sebuat teks. Pemahaman ini merupakan sebuah keterampilan untuk dapat mengungkapkan respon emosional dan estetis terhadapa teks yang sesuai dengan standar pibadi dan juga standar profesional. Pemahaman kritis ini berada pada posisi yang lebih tinggi dari dua pemahaman sebelumnya karena dalam pemahaman ini melibatkan evaluasi, penilaian pribadi, dan kebenaran mengenai apa yang telah dibaca. 4. Pemahaman Kreatif Tingkat pemahaman kreatif merupakan tingkat pemahaman yang terakhir yang merupakan keterampilan membaca pada tingkatan yang paling tinggi dimana keterampilan ini melibatkan kegiatan mencari makna yang ada dalam materi yang dinyatakan oleh pengarang. Dalam membaca kreatif, pembaca dituntut untuk berfikir ketika mereka membaca sebuah teks bacaan dan menuntut para pembaca untuk menggunakan imajinasi mereka dengan harapan pembaca dapat mendapatkan ide-ide atau gagasan baru setalh membaca. Dalam kegiatan membaca kreatif pun para pembaca diharapkan dapat mencoba menemukan jalan keluar atau solusi atau altertanif baru mengenai apa yang diungkapkan oleh penulis. Dengan demikian membaca pemahaman merupakan suatu proses kegiatan membaca dengan memahami isi yang ada pada teks bacaan. Membaca pemahaman berkaitan erat dengan usaha memahami hal-hal penting dari apa yang dibacanya. Membaca pemahaman atau komprehensif adalah kemampuan membaca untuk mengerti ide pokok, detail penting, dan seluruh pengertian. Pemahaman ini berkaitan erat dengan kemampuan mengingat bahan yang dibacanya. 2.3



Tujuan Membaca Pemahaman Samsu Somadayo (2011: 11) menyatakan bahwa tujuan utama membaca pemahaman



adalah memperoleh pemahaman. Membaca pemahaman adalah kegiatan membaca yang 13



berusaha memahami isi bacaan/teks secara menyeluruh. Seseorang dikatakan memahami bacaan secara baik apabila memiliki kemampuan sebagai berikut: a. Kemampuan menangkap arti kata dan ungkapan yang digunakan penulis. b. Kemampuan menangkap makna tersurat dan tersirat. c. Kemampuan membuat simpulan. Semua aspek-aspek kemampuan membaca tersebut dapat dimiliki oleh seorang pembaca yang telah memiliki tingkat kemampuan membaca tinggi. Namun, tingkat pemahamannya tentu saja terbatas. Artinya, mereka belum dapat menangkap maksud persis sama dengan yang dimaksud penulis. Nuthall (Samsu Somadayo, 2011: 11) menyatakan bahwa tujuan membaca merupakan bagian dari proses membaca pemahaman, pembaca memperoleh pesan atau makna dari teks yang dibaca, pesan atau makna tersebut dapat berupa informasi, pengetahuan, dan bahkan ungkapan pesan senang atau sedih. Anderson (Samsu Somadayo, 2011: 12) juga menyatakan bahwa membaca pemahaman memiliki tujuan untuk memahami isi bacaan dalam teks. Tujuan itu sebagai berikut: a. Membaca untuk memperoleh rincian-rincian dan fakta-fakta. b. Membaca untuk mendapatkan ide pokok. c. Membaca untuk mendapatkan urutan organisasi teks. d. Membaca untuk mendapatkan kesimpulan. e. Membaca untuk mendapatkan klasifikasi. f. Membaca untuk membuat perbandingan atau pertentangan. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa membaca pemahaman mempunyai tujuan untuk memahami suatu bacaan secara menyeluruh. Pemahaman menyeluruh meliputi mendapatkan ide pokok, mampu menangkap makna tersirat maupun tersurat, memperoleh rincian dan fakta dalam bacaan, menentukan judul atau topik, membuat perbandingan atau pertentangan dan membuat kesimpulan.



14



2.4



Model Pembelajaran Radec Pengertian model pembelajaran Read, Answer, Discuss, Explain, dan Create (Radec) Model pembelajaran Read, Answer, Discuss, Explain, dan Create (RADEC) Bila kondisi



pembelajaran tersebut di atas dibiarkan terus menerus maka dapat menyebabkan kerugian baik bagi para peserta didik sendiri, masyarakat, bangsa dan negara, baik untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang. Tanpa pemecahan masalah ini sudah dipastikan kualitas hasil pendidikan kita akan senantiasa terpuruk dan berada jauh di bawah rata-rata hasil pendidikan di negara-negara lain. Untuk memecahkan permasalahan pembelajaran yang belum sesuai dengan tuntutan tujuan pendidikan nasional dan tuntutan perlunya membekali peserta didik dengan keterampilan abad 21, Sopandi (2014) dalam suatu konferensi internasional di Kuala Lumpur, Malaysia memperkenalkan suatu alternatif model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi di Indonesia. Model pembelajaran yang dimaksud adalah model Read, Answer, Discuss, Explain, dan Create (RADEC). Nama model disesuaikan dengan sintaks pembelajarannya agar 3 mudah diingat urutan implementasinya. Adapun urutan langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut: 1. Tahap Membaca atau Read (R) Pada tahap ini peserta didik menggali informasi dari berbagai sumber baik buku, sumber informasi cetak lainnya dan sumber informasi lain seperti internet. Agar terbimbing dalam menggali informasinya peserta didik dibekali dengan pertanyaan-pertanyaan pra pembelajaran yang sesuai dengan materi yang dipelajari.Yang dimaksud dengan pertanyaan pra pembelajaran adalah pertanyaan yang jawabannya merupakan aspek kognitif esensial yang harus dikuasai peserta didik setelah mempelajari suatu materi pelajaran.Tingkatan berfikir yang dituntut dalam pertanyaan sebaiknya beragam dari berfikir tingkat rendah (LOT) sampai berfikir tingkat tinggi (HOT). Dari mulai sekedar menghafal informasi sampai merumuskan contoh pertanyaan produktif, rumusan masalah, dan rencana proyek yang dapat dibuat yang sesuai dengan materi yang dipelajari. Pertanyaan pra pembelajaran ini diberikan sebelum pertemuan pembelajaran di kelas.Kegiatan menggali informasi dalam rangka menjawab pertanyaan ini dilakukan secara mandiri oleh peserta didik di luar kelas. Hal ini didasari pemikiran bahwa sejumlah informasi dapat digali sendiri oleh peserta didik tanpa bantuan orang lain. Informasi yang tidak dapat 15



dikuasai peserta didik dengan hanya membaca dapat ditanyakan kepada peserta didik lain (tutor sebaya) atau dijelaskan oleh guru saat pertemuan di kelas. Dengan cara ini maka pembelajaran di kelas dapat lebih difokuskan pada pengembangan aspek lain (terutama karakter sosial) yang pengembangannya memerlukan interaksi dengan orang lain. Dengan cara memberikan tugas belajar secara mandiri pada peserta didik sebelum belajar di kelas juga mendorong pembelajaran di kelas lebih difokuskan pada bagian materi pelajaran yang dianggap sukar oleh seluruh peserta didik. 2. Tahap Menjawab atau Answer (A) Pada tahap ini peserta didik menjawab pertanyaan pra pembelajaran berdasarkan pengetahuan yang diperoleh pada tahap Read (R).Pertanyaan pra pembelajaran disusun dalam bentuk Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Dengan cara seperti ini dimungkinkan peserta didik secara mandiri melihat pada bagian mana mereka kesulitan mempelajari suatu materi. Di samping itu peserta didik sendiri dapat menilai apakah dia termasuk orang yang malas atau rajin membaca, mudah atau sukar memahami isi bacaan, tidak suka atau tidak suka membaca teks pelajaran, dan lain-lain.Guru pun dengan melihat pengerjaan tugas peserta didik pada Lembar Kerja Siswa dan sedikit pertanyaan pada setiap peserta didik dapat mengetahui tentang semua keadaan peserta didik tersebut.Berdasarkan data tersebut guru dapat memberi bantuan yang tepat untuk setiap peserta didik. Besar kemungkinan guru akan menemukan tentang adanya kebutuhan peserta didik yg berbeda satu sama lain. 3. Tahap Berdiskusi atau Discuss (D) Pada tahap ini peserta didik secara berkelompok mendiskusikan jawaban atas pertanyaan atau hasil pekerjaan yang telah mereka kerjakan di luar kelas atau di rumah secara mandiri sebelum pertemuan di kelas dilakukan. Guru memotivasi peserta didik yang berhasil dalam mengerjakan tugas tertentu dari LKS untuk memberi bimbingan pada temannya yang belum menguasainya. Peserta didik yang belum menguasainya dimotivasi guru untuk mau bertanya pada temannya. Tahap ini pun bisa diisi dengan kegiatan mendiskusikan hasil pekerjaannya dengan hasil pekerjaan temannya yang lain dalam satu kelompok. Dengan demikian, pada tahap ini guru bertugas memastikan bahwa terjadi komunikasi antar peserta didik dalam rangka memperoleh jawaban atau pekerjaan yang benar. Dengan cara mencermati kegiatan seluruh kelompok guru juga dapat menentukan kira-kira kelompok mana atau siapa yang sudah menguasai konsep yang sedang dipelajari. Dengan cara ini pula guru dapat mengetahui 16



kelompok mana atau siapa yang sudah memiliki ide-ide kreatif sebagai bentuk penerapan konsep yang sudah dikuasainya. Berdasarkan hasil pengamatan ini, guru dapat menentukan kira-kira siapa yang dapat dijadikan nara sumber pada tahap berikutnya, (Explain (E). Di samping memastikan terjadinya komunikasi antar peserta didik dalam setiap kelompok dan mengidentifikasi nara sumber dari peserta didik untuk tahap berikutnya, pada tahap ini guru juga dapat mengidentifikasi pada bagian tugas mana seluruh peserta didik atau kelompok mengalami kesulitan. Kesulitan tersebut selanjutnya akan dijelaskan oleh guru secara klasikal untuk semua kelompok pada tahap explain (E). Tahap berdiskusi (D) diakhiri manakala peserta didik selesai mendiskusikan tugasnya, atau peserta didik sudah tak dapat lagi melanjutkan pekerjaan karena mengalami kesulitan. 4. Tahap Menjelaskan atau Explain (E) Pada tahap ini, dilakukan kegiatan presentasi secara klasikal.Materi yang dipresentasikan melingkupi seluruh indikator pembelajaran aspek kognitif yang telah dirumuskan dalam tujuan pembelajaran.Urutan presentasinya disesuaikan dengan urutan rumusan indikator tersebut dalam rencana pembelajaran. Pada tahap ini perwakilan peserta didik diminta untuk menjelaskan konsep esensial yang sudah dikuasainya di depan kelas. Pada kegiatan ini pun, guru memastikan bahwa apa yg dijelaskan peserta didik tersebut benar secara ilmiah dan semua peserta didik memahami penjelasan tersebut. Pada kegiatan ini guru pun mendorong peserta didik lain untuk bertanya, membantah, atau menambahkan terhadap apa yang sudah dipresentasikan oleh temannya dari kelompok lain tersebut. Pada tahap ini pun dapat dijadikan kesempatan bagi guru untuk menjelaskan konsep esensial yg belum dapat dikuasai seluruh peserta didik berdasarkan hasil pengamatan pada tahap berdiskusi (D).Pada saat menjelaskan bagian tersebut guru mungkin memberikan penjelasan berupa ceramah, demonstrasi atau hal lainnya yang diperkirakan dapat mengatasi kesulitan seluruh peserta didik tersebut. 5.Tahap Mengkreasi atau Create (C) Pada tahap ini guru menginspirasi peserta didik untuk belajar menggunakan pengetahuan yang sudah dikuasainya untuk mencetuskan ide-ide atau pemikiran yang sifatnya kreatif.Pemikiran kreatif dapat berupa rumusan pertanyaan produktif, masalah di lingkungan sekitar yang memerlukan pemecahan, atau pemikiran untuk membuat karya lainnya.Seperti yang 17



sudah dijelaskan sebelumnya, tugas membuat ide-ide atau pemikiran yang sifatnya kreatif sudah tercantum dalam pertanyaan pra pembelajaran.Jadi pada tahap ini tinggal mendiskusikannya saja secara klasikal. Karena peserta didik sebelumnya sudah ditugaskan mengerjakannya secara mandiri dan juga sudah mendiskusikannya pada tahap D. Bila guru menemukan semua peserta didik mengalami kesulitan untuk mencetuskan ide-ide kreatif, guru perlu memberikan inspirasi pada peserta didik. Sumber inspirasi yang diberikan guru dapat berupa contoh penelitian, pemecahan masalah atau karya lain yg sudah dilakukan orang. Selanjutnya secara klasikal peserta didik mendiskusikan ide-ide kreatif lain yg dapat dibuat sekaligus merencanakan dan merealisasikannya. Sebagai inspirasi lain bagi peserta didik, guru dapat memberikan contoh rencana kreatif yang belum pernah direalisasikan baik oleh dirinya maupun orang lain. Dalam keadaan peserta didik belum memiliki ide sendiri maka mereka dapat mengerjakan ide guru tersebut. Pengerjaaan ide ini dapat dilakukan secara mandiri atau dapat juga secara berkelompok tergantung karakter yang akan dikembangkan pada diri peserta didik. Pengerjaan ini secara teoritis lebih menantang peserta didik karena idenya betul-betul orisinil dan kemungkinannya bisa berhasil atau tidak berhasil.Di samping itu pengerjaaannya bisa di kelas maupun di luar kelas, bisa sebentar bisa juga lama. Tahap ini yang menonjol adalah tahap melatih peserta didik berfikir, bekerjasama, berkomunikasi dari mulai menemukan ide kreatif, mengambil keputusan ide yang akan direalisasikan, merencanakan, melaksanakan, melaporkan dan menyajikan hasil realisasi ide kreatif tersebut dalam beragam bentuk. 2.5



Penelitian Relevan Terdapat hasil penelitian yang relevan dan berkaitan yang berkaitan dengan model



pembelajaran Radec diantaranya adalah: Pertama penelitian yang dilakukan oleh Sopandi dan Prana D, Program Studi Pendidikan Dasar, Universitas Pendidikan Indonesia, tahun 2014 dengan judul Penerapan model Radec terhadap meningkatkan hasil belajar kelas V SD 1 Wonogiri dalam mata pelajaran IPA ” Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran radec ini meningkatkan aktivitas belajar siswa hal ini menunjuukkan kategori amat baik. Kedua, penelitian yang dilakukan Iswara, Program Studi Pendidikan Dasar, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendididkan indonesia dengan judul Penerapan model Radec dengan media gambar untuk meningkatkan kemampuan menulis puisi siswa kelas II SDN 67 Magelang” Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran radec ini meningkatkan 18



aktivitas belajar siswa hal ini menunjuukkan kategori amat baik.hal ini terlihat darei siklus I memperoleh rata-rata kemampuan menulis puisi 68,87% dengan ketuntasan belajar klasikal 67,74%, (II) siklus II rata menulis puisi 77,41% Dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Wahyu Sopandi dan Prana D. Iswara, dapat disimpulkan bahwa kedua penelitian dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar serta kemampuan menulis puisidengan model pembelajaran radec. 2.6



Kerangka Berpikir Kerangka pikir disusun atas dasar terdapatnya masalah pada hasil observasi yang



dilakukan. Dimana diketahui bahwa hasil belajar siswa yang rendah dipengaruhi oleh dua aspek. Aspek yang pertama adalah guru, dimana guru masih sering menjadi pusat pembelajaran, kurang melatih siswa, guru kurang tepat memilih model dalam pembelajaran bahasa indonesia, serta aktivitas tukar pendapat dengan siswa kurang.Aspek yang kedua dari siswa itu sendiri, dimana siswa kurang dilatih dalam keterampilan berbicara, kurang memperhatikan guru saat menjelaskan dan siswa cenderung lebih suka bermain.Dengan demikian diterapkannya model pembelajaran Radec diharapkan dapat menumbuhkan semangat dan keaktifan belajar bagi siswa sehingga dapat terlihat dengan meningkatnya hasil belajar siswa. Sehubungan dengan hal tersebut, maka sebagai landasan berfikir bahwa dengan menerapkan model pembelajaran Radec terhadap membaca pemahaman pelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas V SDN 1 Sungai Raya Kabupaten Aceh Timur. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam skema kerangka pikir berikut ini:



19



Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD



Fokus pembelajaran yang masih berpusat pada guru, model yang tidak membuat siswa aktif dan siswa cenderung tidak semangat belajar.



Penerapan Model Radec



Posttest



Pretest



Analisis



Terdapat pengaruh penerapan Model Radec terhadap hasil belajar pada mata pelajaran Bahasa Indonesia



20



2.7



Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan rumusan yang harus dapat diuji kebenarannya secara empiric. Ini



berarti bahwa jika hipotesis memuat konsep-konsep yang abstrak, maka konsep tersebut harus ditunjukan oleh indikatoor-indikatornya agar dapat diamati dan diukur secara empiric. Dengan demikian, hubungan antara konsep yang dinyatakan dalam hipotesis akan ditunjukan oleh hubungan antara indikatornya masing-masing. (Soehartono, I. 2011 : 28) Hipotesis yang akan diuji : 1.



Ho : β ≠ 0 : Tidak ada pengaruh model Read, Answer, Disscuss, Explain and Create ( RADEC) terhadap membaca pemahaman siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.



2.



Ha : β = 0 : Ada pengaruh model Read, Answer, Disscuss, Explain and Create ( RADEC) terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia



3.



Ho : β ≠ 0 : Tidak ada perbedaan antara kelas yang menggunakan model Read, Answer, Disscuss, Explain and Create ( RADEC) dengan kelas yang tidak menggunakan model Read, Answer, Disscuss, Explain and Create ( RADEC) dalam peningkatan membaca pemahaman siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.



4.



Ho : β = 0 : Ada perbedaan antara kelas yang menggunakan model Read, Answer, Disscuss, Explain and Create ( RADEC) dengan kelas yang tidak menggunakan model Read, Answer, Disscuss, Explain and Create ( RADEC) dalam peningkatan membaca pemahaman siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.



21



BAB III METODE PENELITIAN 3.1



Metode dan Desain Penelitian Suatu penelitian dilakukan untuk mendapatkan data demi tujuan yang ingin dicapai oleh



seorang peneliti. Data dapat diperoleh melalui suatu cara ilmiah atau metode ilmiah. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2016: 2). Semua metode pada prinsipnya baik dan dapat digunakan, namun dalam menentukan metode penelitian yang tepat dalam suatu penelitian tergantung pada permasalahan yang diteliti.Metode yang tepat dalam penelitian ini adalah metode penelitian quasi eksperimen. Quasi experimental design merupakan pengembangan dari true experimental design yang sulit dilaksanakan (Sugiyono (2016: 77). Penggunaan metode kuasi eksperimen ini didasarkan atas pertimbangan agar dalam pelaksanaan penelitian ini pembelajaran berlangsung secara alami dan siswa tidak merasa dieksperimenkan, sehingga dengan situasi yang demikian diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap tingkat kevalidan penelitian. Bentuk desain quasi experiment yang digunakan yaitu “non-equivalen control grup design”. Perlakuan berupa penerapan model Pembelajaran RADEC pada kelas eksperimen dan penerapan model pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Sebelum diberi perlakuan, pada kedua kelas siswa akan diberikan soal pretest untuk mengukur kemampuan penguasaan konsep siswa. Sedangkan, soal posttest akan diberikan setelah perlakuan untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap kemampuan siswa untuk menguasai konsep. Tabel non-equivalen control group design Kelas



Pretest



Perlakuan



Postest



Eksperimen



O1



X



O2



Kontrol



O3



-



O4



Sumber: Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan



22



Keterangan: X = Perlakuan dengan strategi pembelajaran pemerolehan konsep pada kelas eksperimen O1 = Pretest kelas eksperimen O2 = Postest kelas eksperimen O3 = Pretest kelas control O4 = Postest kelas control



3.2



Variabel dan Subjek Penelitian 3.2.1 Variabel Penelitian Variabel penelitian menurut Sugiyono (2012) ialah atribut atau nilai orang atau kegiatan



yang mempunyai variasi tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipejari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Variabel dalam penelitian ini terdiri atas dua variabel, yaitu variabel bebas dalam penelitian ini ialah Model Pembelajaran pada kelas eksperimen menggunakan model RADEC sedangkan pada kelas kontrol menggunakan model konvensional. Sedangkan variabel terikatnya ialah kemampuan penguasaan konsep dan keterampilan membaca pemahaman. 3.2.2 Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SDN 1 Sungai Raya Kabupaten Aceh Timur. Subjek penelitian diambil dari dua kelas yaitu kelas pertama, kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran RADEC dan kelas kedua yaitu kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Dari kedua kelas dilihat dari karakteristik kelas, yaitu prestasi hasil belajar siswa.Waktu penelitian direncanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2021/2022 yang dimulai dengan observasi selama 1–2 hari di SDN Sungai Raya Kabupaten Aceh Timur dan waktu penelitian dilaksanakan selama 1–2 minggu.



23



3.3



Instrumen Penelitian 3.3.1 Instrumen dan Tujuan Penggunaan Instrumen Untuk mendapatkan data yang mendukung penelitian, peneliti menyusun dan



menyiapkan beberapa instrumen untuk menjawab pertanyaan penelitian. Tabel Instrumen dan Tujuan Penggunaan Instrumen No



Jenis Instrumen



Tujuan Instrumen



Sumber



Waktu



Data 1



Tes



Penguasaan Mendeskripsikan



Konsep



dan Siswa



Berupa menganalisis



soal essay



pembelajaran



penguasaan siswa



Pada awal dan akhir



konsep



sebelum



sesudah



dan proses



pembelajaran. Instrumennya



2



Keterampilan



Mendeskripsikan



Membaca Pemahaman Konsep



dan Siswa



Setelah



siswa



menganalisis



membaca



bahan



keterampilan membaca



bacaan



untuk



Berupa pemahaman



soal Essay



pada



pertemuan



1



dan



pertemuan



pertemuan



1



dan



pertemuan 2



2.



Instrumennya



3



Angket



Respon



Siswa



Memperoleh gambaran Siswa



Di



pendapat



siswa



proses pembelajaran



proses



di kelas eksperimen



atau



terhadap pembelajaran



yang



akhir



setelah



1



mereka alami dengan menerapkan



model



RADEC



4



Lembar Observasi



Mengukur Keterampilan Siswa



Pada



Membaca



kegiatan



Pemahaman



pada kelas eksperimen 24



pelaksanaan



pembelajaran 1 dan 2



3.3.2 Langkah-Langkah



Penyusunan



Instrumen



Tes



Penguasaan



Konsep



dan



Keterampilan Membaca Pemahaman langkah-langkah dalam menyusun instrumen tes, yaitu sebagai berikut: a. Membuat kisi-kisi instrumen penelitian untuk tes penguasaan konsep dan ketrampilan membaca pemahaman siswa. b. Menyusun intrumen penelitian berdasarkan kisi – kisi. c. Melakukan validasi dari instrumen penelitian dengan mempertimbangkan ahli. d. Melakukan uji coba instrumen tes penguasaan konsep dan tes pemahaman siswa. e. Hasil uji coba kemudian dianalisis untuk mengetahui validasi, taraf kesukaran dan daya pembeda soal. 1. Uji Validitas Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2007:173). Adapun validitas yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut: a. Validitas Isi adalah tingkat dimana suatu tes mengukur ruang lingkup isi yang dimaksudkan (Sumanto, 2014:78). Untuk instrumen yang berbentuk tes, pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi yang telah diajarkan (Sugiyono, 2009:182). Pada penelitian ini, validasi isi baik instrumen tes maupun nontes dilakukan oleh dua dosen ahli. Instrumen yang telah dibuat oleh peneliti, dinilai dan dilakukan revisi umtuk perbaikan sesuai dengan saran dosen ahli. b. Validitas Konstruksi ialah validitas yang mempertanyakan apakah butir-butir pertanyaan dalam instrumen sesuai dengan konsep keilmuan yang bersangkutan. Untuk menguji validitas konstruksi, dapat digunakan pendapat dari ahli (judgment experts) (Sugiyono, 2009:177). Sama halnya dengan validitas isi, validitas konstruk juga dilakukan oleh dua dosen ahli. Validitas konstruk dilakukan terhadap instrumen tes dan nontes.



25



c. Validasi Butir Soal dikatakan valid apabila memiliki dukungan yang besar terhadap skor total. Tujuan dari validitas butir soal adalah untuk mengetahui butir-butir tes manakah yang menyebabkan soal secara keseluruhan itu jelek karena memiliki validitas rendah. Arikunto, S (2010:167) menyatakan bahwa validitas butir soal adalah validitas yang membandingkan jawaban peserta didik pada butir soal dengan jawaban secara keseluruhan. Validitas soal dilihat dari soal yang memenuhi kriteria taraf kesukaran dan daya beda. Taraf kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal. Besar tingkat kesukaran antara 0,00 sampai 1,0 rumus mencari TK ialah



𝑆𝐴+𝑆𝐵 𝑛.𝑚𝑎𝑘



. Dimana TK ialah tingkat kesukaran, SA ialah jumlah skor



kelompok atas, SB ialah jumlah skor kelompok bawah, n ialah jumlah siswa kelompok atas dan kelompok bawah, maks ialah skor maksimal soal yang bersangkutan. Soal yang baik ialah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang baik ialah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Menurut ketentuan yang sering diikuti, tingkat kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel Indeks Taraf Kesukaran Soal No



Nilai Kesukaran(P)



Kriteria



1



0,00 – 0,30



Sukar



2



0,31 – 0,70



Sedang



3



0,71 – 1,00



Mudah (Jihad dan Haris, 2012:182)



Daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Rumus untuk mencari daya pembeda ialah 𝐷𝑃 =



𝑆𝐴−𝑆𝐵 1 𝑛.𝑚𝑎𝑘𝑠 2



. Dimana SA Ialah jumlah skor kelompok atas pada



butir soal yang diolah, SB ialah jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah, n ialah jumlah siswa kelompok atas dan kelompok bawah, maks ialah skor maksimum pada butir soal yang bersangkutan. Interpretasi nilai DP mengacu pada pendapat (Ruseffend, 1991) dan (Jihad dan Haris,2012) adalah sebagai berikut: 0,40 atau lebih : sangat baik, 0,30 – 0,39 : cukup baik, 0,20 – 0,29 : perlu diperbaiki, 0,19 : jelek, perlu dibuang atau dirombak.



26



3.4



Prosedur Penelitian



Langkah – langkah yang harus dilakukan dalam penelitian ini dibagi kedalam tiga tahapan, yaitu sebagai berikut: 1.



Tahap Persiapan Kegiatan yang akan dilakukan pada tahap persiapan ini meliputi:



a.



Studi pendahuluan untuk mengetahui kondisi lapangan (prestasi dan kebiasaan siswa membaca).



b.



Perlunya studi literatur untuk mendukung pengembangan model pembelajaran RADEC.



c.



Studi kurikulum mengenai pokok bahasan yang akan dijadikan materi pembelajaran, mengetahui tujuan pembelajaran, kompetensi inti, dan kompetensi dasar yang hendak dicapai.



d.



Menyusun LKS yang harus diisi oleh siswa setelah mengidentifikasi topik atau tema yang telah dibuat oleh guru.



e.



Mengembangkan RPP untuk materi pemanasan global.



f.



Menyusun dan menganalisis instrumen-instrumen penelitian meliputi tes kemampuan penguasaan konsep, keterampilan membaca pemahaman siswa, lembar tanggapan siswa (angket).



g.



Meminta pertimbangan dosen ahli terhadap model pembelajaran RADEC dan instrumen yang dibuat kemudian direvisi berdasarkan saran dari dosen ahli.



h.



Menentukkan populasi dan sampel penelitian.



2.



Tahap Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan kegiatan yang akan dilakukan meliputi:



a.



Melaksanakan pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa



b.



siswa di kelas eksperimen 1 diberikan pertanyaan prapembelajaran dan LKS yang wajib mereka isi berdasarkan dari hasil kegiatan membaca.



c.



Melaksanakan test pada pertemuan 1 dan pertemuan 2 setelah mereka membaca di rumah pada kelas eksperimen 1.



d.



Melakukan proses pembelajaran, sesuai dengan sintaks model pembelajaran RADEC.



e.



Memberikan postest setelah semua pertemuan selesai untuk mengetahui kemampuan penguasaan konsep dan keterampilan membaca pemahaman siswa.



27



f.



Memberikan lembar tanggapan siswa (angket) untuk mengetahui tanggapan (respon) terhadap pembelajaran model RADEC di kelas eksperimen 1 setelah selesai semua proses pembelajaran.



3.



Tahap Akhir Pada tahap akhir penelitian, peneliti akan melakukan beberapa kegiatan meliputi:



a.



Mengolah data hasil penelitian yang telah dilakukan pada tahap pelaksanaan penelitian. Data hasil penelitian yang diolah meliputi data tes penguasaan konsep, data keterampilan membaca pemahaman siswa, data lembar angket siswa dan data lembar observasi.



b.



Melakukan analisis terhadap seluruh data hasil penelitian yang diperoleh.



c.



Menyimpulkan hasil analisis data berdasarkan tujuan penelitian.



d.



Menyusun laporan Langkah-langkah penelitian yang dilakukan ditunjukkan oleh alur penelitian pada Gambar di bawah ini :



28



Studi Pendahuluan Studi Literatur



Studi Kurikulum Tahap Persiapan



Merancang dan membuat pertanyaan pembelajaran serta LKS



Pembuatan Rancangan Instrumen dan Perangkat Pembelajaran



Validasi, Uji Coba dan Revisi



Pemilihan Sampel Penelitian yaitu Kelas Eksperimen 1 dan Kelas Kontrol Pemberian pertanyaan prapembelajaran dan LKS pada Siswa Kelas Eksperimen 1 Sebelum Sesi Pembelajaran di Kelas



Pemberian Pre-test



Tahap Pelaksanaan



Menerapkan model RADEC melalui pemberian pertanyaan prapembelajaran dan LKS pada kelas eksperimen untuk mengukur penguasaan konsep dan keterampilan membaca pemahaman



Lembar observasi keterampilan



membaca pemahama n



Menerapkan model konvensional pada kelas kontrol untuk mengukur penguasaan konsep



Pemberian Post-test dan angket tanggapan siswa



Pengolahan dan Analisis Data Tahap Akhir 29



Kesimpulan



3.5



Teknik Pengumpulan Data 1.



Tes Hasil Belajar Tes hasil belajar adalah cara pengambilan data dengan menggunakan soal tes. Tujuan memberikan tes hasil belajar adalah untuk memperoleh data secara jelas dan kongret tentang proses pembelajaran untuk siswa kelas V di SDN Sungai Raya Kabupaten Aceh Timur.



2.



Observasi Langsung Observasi langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut. Observasi ini digunakan untuk penelitian yang telah direncanakan secara sistematik tentang bagimana peroses pembelajaran untuk siswa kelas V di SDN Sungai Raya Kabupaten Aceh Timur.



3.



Dokumentasi Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang jumlah murid dan nilai hasil belajar murid yang ada pada daftar nilai guru kelas kelas V di SDN Sungai Raya Kabupaten Aceh Timur.



3.6



Teknik Analisis Data Sebelum melakukan analisis data hasil penelitian, maka perlu dilakukan uji prasyarat untuk



mengetahui data yang dianalisis bersifat normal dan homogen. 1.



Mengkategorikan siswa yang baca dan tidak membaca.



2.



Memeriksa jawaban siswa pada setiap test.



3.



Untuk melihat peningkatan keterampilan membaca pemahaman hasil test setiap pertemuan 1 dan pertemuan 2



Dengan melakukan Uji Prasyarat Analisis



Uji Prasyarat Analisis Uji prasyarat dilakukan untuk mengetahui data yang dianalisis terdistribusi secara normal dan homogen. Uji prasyarat terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas (Rahayu, 2005). 1) Uji Normalitas Data, Uji ini dikenakan pada hasil penguasaan konsep (pretest dan posttest), dan keterampilan membaca pemahaman (hasil observasi), setiap penguasaan konsep dan keterampilan membaca pemahaman diuji pada kelas 30



eksperimen maupun kelas kontrol untuk mengetahui bahwa data atau sampel yang diambil pada masing-masing kelas terdistribusi normal. Data kemampuan siswa menjadi syarat awal untuk menguji hipotesis yang ada, dalam hal ini data hasil penguasaan konsep (pretest dan posttest), keterampilan membaca pemahaman (hasil observasi) dan data setiap aspek keterampilan proses pada masing-masing kelas. Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan Uji Satu Sampel KolmogorovSmirnov pada program SPSS. Data dikatakan terdistribusi normal jika analisis mempunyai nilai Asymp.sig (2-tailed) > 0,05 (Trianto, 2010: 172). 2) Uji Homogenitas, Uji kesamaan dua varians (homogenitas) bertujuan untuk mengetahui bahwa kelompok data sampel berasal dari populasi yang memiliki variansi yang sama. Uji homogenitas ini dilakukan terhadap hasil pretest, posttest, observasi keterampilan membaca pemahaman pada kelas eksperimen. Pengujian homogenitas dilakukan dengan analisis melalui program SPSS. Data dikatakan homogen jika nilai sig > 0,05 (Trianto, 2010: 173). 3) Uji Hipotesis a. Uji Independent Sample T-Test. Analisis yang digunakan untuk uji hipotesis penelitian yaitu uji beda atau uji T. Uji T yang digunakan yaitu Uji Independent Sample T-Test. Uji Independent Sample T-Test adalah metode yang digunakan untuk membandingkan dua kelompok mean dari dua sampel yang berbeda (independent). Pada prinsipnya uji Independent Sample T-Test berfungsi untuk mengetahui



apakah



ada



perbedaan



mean



antara



2



populasi



dengan



membandingkan dua mean sampelnya. Sebelum dilakukan analisis Independent Sample T-Test, terlebih dahulu data harus memenuhi syarat awal, syarat tersebut antara lain: 1) Data berbentuk interval atau rasio. 2) Data sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal. 3) Variansi antara dua sampel yang dibandingkan tidak berbeda secara signifikan (homogen) . 4) Data berasal dari dua sampel yang berbeda Pengujian hipotesis yang dilakukan dengan analisis Independent Sample Ttest pada program SPSS 16, pengambilan keputusannya dilakukan dengan cara membandingkan nilai thitung dengan ttabel dengan ketentuan: a. Jika ± thitung < ± ttabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak. b. Jika ± thitung > ± ttabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Selain itu, pengambilan 31



keputusan juga dapat dilihat dari taraf signifikan p (Sig(2- tailed)). Jika p > 0,05 maka H0 diterima dan jika p < 0,05 maka H0 ditolak (Trianto, 2010: 175). b. Uji Mann-Whitney U Test merupakan uji statistik non parametrik yang digunakan pada data ordinal atau interval, apabila data tersebut tidak memenuhi satu atau lebih uji prasyarat hipotesis. Sama halnya dengan uji T, Uji Mann-Whitney U Test juga dapat digunakan untuk menganalisis adatidaknya perbedaan antara rata-rata dua data yang saling independent. Pada penelitian ini Uji Mann-Whitney U Test dilakukan terhadap data nilai posttest keterampilan proses siswa dan data nilai hasil observasi keterampilan proses siswa karena berdasarkan hasil uji prasyarat hipotesis diketahui bahwa data posttest keterampilan proses siswa tidak terdistribusi normal sedangkan data hasil observasi keterampilan proses siswa tidak homogen, sehingga untuk melakukan uji hipotesis digunakan uji statistik non parametrik. Menu Analyze Non-Parametric Test Legacy dialog Two Independent Samples Test masukan data yang akan diuji ke test variable contreng Mann-Whitney U pada pilihan test type ok. Untuk menentukan diterima atau ditolaknya suatu hipotesis maka pada uji Mann-Whitney U Test dapat dilihat dari kriteria berikut: 1) Jika Zhitung < Ztabel atau p > 0,05 maka Ho diterima dan H1 ditolak 2) Jika Zhitung > Ztabel atau p < 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima.



32



DAFTAR PUSTAKA Abidin, Y. (2015). Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: Refika Aditama. Anggraeni,



P.



(2011).



Analisis



Profil



Pertanyaan



Guru



Sekolah



Dasar.Tesis.



FakultasPascasarjana UPI. Bandung. Anderson (1990:106), bahwa ada tujuh keterampilan membaca pemahaman. Cox, S.E. (2014). Perceptions and Influences Behind Teaching Practices: Do Teachers Teach as They



were



Taught?.Tesis.Department



of



Biology



BrighamYoungUniversity.



http://scholarsarchive.byu.edu/cgi/viewcontent. cgi?article=6300&context=etd Depdikbud. 1994. Metodologi Ilmu Pengetahuan. Bandung : Depdikbud. Kemendikbud Republik Indonesesia. (2016). Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.Biro Hukum



Dan



Organisasi.



Jakarta.Diakses



online



di



http://bsnpindonesia.org/wpcontent/uploads/2009/06/Permendikbud_Tahun2016_Nomor 022_Lampira n.pdf Damaianti, V. S. (2021). Strategi Regulasi Diri dalam Peningkatan Motivasi Membaca. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Vol.8 No.1 DOI: 10.33603/dj.v8i1.4613 Farida Rahim. 2008. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta:Bumi Aksara. Harras, K. A. (2014). Hakikat dan Proses Membaca. In PBIN4108/MODUL 1 (p. 56). Jakarta: Universitas Terbuka. Ibrahim, G. A. (2017, April 30). PISA dan Daya Baca Bangsa—Kompas.com [Newspaper]. Retrieved



March



9,



2019,



from



Kompas.com



website:



https://nasional.kompas.com/read/2017/04/30/11135 891/pisa.dan.daya.baca.bangsa. McKee, J., Ogle, D. (2005). Integrating Instruction: Literacy and Science.The Guilford Press. New York. OECD. (2018). Indonesia-Country Note – Results from PISA 2015 (p. 8). Retrieved from OECD website: www.oecd.org/pisa 33



OECD.2017. PISA 2015 Result (Volume V) : Result Collaborative Problem Solving, PISA, OECD



Publishing,



Paris.



Diakses



pada



15



Agustus



2019



dari



http://dx.doi.org/10.1787/9789264285521-en Patta, 2007:10) bahwa belajar adalah suatu perubahan dari system direktori yang memungkinkannya berfungsi lebih baik. Pada bagian lain, dikemukakan pula bahwa proses belajar. Pemerintah Republik Indonesia.(2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.Sekretariat Negara Republik Indonesia. Jakarta. Scheleicher, A. (2012).Ed., Preparing Teachers and Leaders for the 21st Century: Lessons



from



around



the



World.



OECD



Publishing.



http//dx.doi.org/10.1787/9789264xxxxx-en https://www.oecd.org/site/eduistp2012/49850576.pdf Sopandi, W. (2014).The Quality Improvement Of Learning Processes And Achievements Through



The



Read-Answer-Discuss-Explain-And



Create



Learning



Model



Implementation. Conferenced Paper. Kuala Lumpur 20 September 2017. Sopandi, W., Kadarohman, A., Sugandi, E., Farida, Y. (2014).“Posing preteaching questions in chemistry course: An effort to improve reading habits, reading comprehension, and learning achievement”.Paper, WALS International Conference. Bandung, 2014. (Tarigan, Henry



Guntur



2008:9),makna



yang



terkandung



didalam



bacaan



www.kajianpustaka.com/2014/01/pengertian-dan-hakikkat-membaca.htm (USAID) Indonesia. (2014). Indonesia 2014: The National Early Grade Reading Assessment (EGRA) and Snapshot of School Management Effectiveness (SSME) Survey; Report of Findings (No. AID-497-BC-13-00009; p. 81). United States Agency for International Development. (Wiryodjoyo 2012: 28) www.informasi-pendidikan.com/2015/01/berbagai-definisimembaca



34