DRAMATURGI [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TEORI DRAMATURGI



MAKALAH Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Komunikasi



Dosen Pengampu: Prof. Dr. Hj. Neni Yulianita, M.S. / Dr. Hj. Ani Yuningsih, M.Si.



Oleh: Septian Nugraha Rifqi Abdul Aziz Tantri Annisa Hanjani



(20080019007) (20080019018) (20080019021)



PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG BANDUNG 2019



DAFTAR ISI DAFTAR ISI ........................................................................................................................ i



BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang ....................................................................................................... 1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Konsep Dramaturgis .............................................................................................. 3



2.2



Teori Diri ala Goffman “Presentasi Diri” .............................................................. 4 2.2.1 Front Stage (Panggung depan) ................................................................. 5 2.2.2 Back Stage (Panggung Belakang) ............................................................ 6



2.3



Aplikasi Teori Dramaturgis ................................................................................... 7



BAB III PENUTUP 3.1



Kesimpulan ............................................................................................................ 9



DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 10



i



BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Kehidupan sosial manusia dalam berinteraksi di mana saja, kapan saja, selalu



menampilkan dirinya sebagai pemain teater yang setiap saat penampilanya dapat berubahubah bergantung pada konteksnya. Hal itu terjadi pada kehidupan kita, siapapun kita, dan dalam kondisi apapun, kita selalu berinteraksi dalam simbol-simbol. Mungkin tanpa kita sadari, itu semua terjadi dalam setiap “adegan”, pada sebuah “sandiwara” kehidupan. Dalam pendekatan terhadap interaksi simbolik, Goffman sering di anggap sebagai “penafsir teori diri” dari Mead dengan menekankan sifat simbolik interaksi manusia, pertukaran makna diantara orang-orang mealui simbol. Varian lain dari teori interaksi simbolik selain yang di munculkan George Herbert Mead adalah teori dramaturgis yang dipelopori Erving Goffman. Dramaturgi adalah sandiwara kehidupan yang disajikan oleh manusia. Goffman membagi kondisi sebagai bagian depan (front) dan bagian belakang (back). Front mencangkup setting, personal front (penampilan diri), dan expressif equipment (peralatan untuk mengekspresikan diri). Adapun bagian belakang adalah the self, yaitu semua kegiatan yang tersembunyi untuk melengkapi keberhasilan acting atau penampilan diri yang ada pada front. Berbicara mengenai Dramaturgi Erving Goffman, maka kita tidak boleh luput untuk melihat George Herbert Mead dengan konsep the self, yang sangat mempengaruhi teori Guffman. Erving Goffman lahir di Mannville, Alberta, Canada, 11 Juni 1922. Meraih gelar Bachelor of Arts (BA) tahun 1945, gelar Master of Arts (MA) tahun 1949 dan gelar Philosophy Doctor (Ph.D) tahun 1953. Tahun 1958 meraih gelar guru besar, tahun 1970 diangkat menjadi anggota Committe for Study of Incarceration. Dan tepat di tahun 1977 ia memperoleh penghargaan Guggenheim. Meninggal pada tahun 1982, setelah sempat menjabat sebagai presiden dari American Sociological Association dari tahun 1981-1982. Misi utama kaum dramaturgis sebagaimana dikatakan Gronbeck adalah memahai dinamika sosial dan menganjurkan kepada mereka yang berpartisipasi dala interaksi-interaksi tersebut untuk membuka topeng para pemainya untuk memperbaiki kerja mereka. Konsep interaksi pribadi (self interaction), dimana para pelaku menunjuk diri mereka sendiri bedasarkan pada skema Mead mengenai psikologi sosial. “the self” di sini bersifat aktif dan kreatif, serta tidak ada satupun variabel sosial, budaya, maupun psikologis yang dapat memutuskan tindakan-tindakan “the self”.



1



2 Kita dihadapkan pada tuntutan untuk tidak ragu-ragu melakukan apa yang diharapkan dari kita. Untuk memelihara citra diri yang stabil, orang melakukan pertunjukan (performance) di hadapan khalayak. Sebagai hasil dari minatnya pada pertunjukan inilah, Goffman memusatkan perhatian pada dramaturgis, atau pandangan atas kehidupan sosial sebagai serangkaian pertunjukan drama yang mirip dengan pertunjukan drama di panggung. Pada pandangan Goffman, kesadaran diri adalah hasil adopsi dari ajaran-ajaran Durkheim.



Dan



bagi



Goffman,



struktur



sosial



merupakan countless



minor



synthesis (sintesis-sintesis kecil yang tak terbilang), dimana manusia merupakan atom-atom atau partikel-pertikel yang sangat kecil dari sebuah masyarakat yang besar. Dan, ide serta konsep dramaturgi Goffman itu sendiri, menolong kita untuk mengkaji hal-hal yang berada di luar perhitungan kita (hal-hal kecil yang tak terbilang tersebut), manakala kita menggunaan semua sumber daya ang ada di bagia depan dan bagian belakang (front and back region) dalam rangka menarik perhatia orang-orang yang di sekeliling kita. Bentukbentuk interaksi, komunikasi atap muka, dan pengembangan konsep-konsep sosiologi, merupakan sumbangan Goffman bagi interaksionis simbolik bahkan Goffman juga mempegaruhi tokoh-tokoh di luar interaksionis simbolik. Walaupun pada karya terakhirnya, Goffman terfokus pada gerakan-gerakan yang mengarah pada bentuk-bentuk strukturalisme masyarakat.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1



Konsep Dramaturgis Erving Goffman dalam bukunya yang berjudul The Presentational of self in



Everyday Life yang dikutip oleh Baswori Sudikin bahwa “ Erving Goffman memperkenalkan konsep dramaturgi yang bersifat penampilan teateris. Bayak ahli mengatakan bahwa dramaturginya Goffman ini berada di antara tradisi interaksi simbolik dan fenomenologi.” (Sudikin, 2002, h.103) Pada dasarnya interaksi manusia menggunakan simbol-simbol, cara manusia menggunakan



simbol,



merepresentasikan



apa



yang



mereka



maksudkan



untuk



berkomunikasi dengan sesamanya. Itulah interaksi simbolik dan itulah yang megilhami perspektif dramaturgis, dimana Erving Guffman sebagai salah satu eksponen interaksionisme simbolik, maka hal tersebut banyak mewarnai pemikiran-pemikiran dramaturgisnya. Salah satu kontribusi interaksionisme simbolik adalah penjabaan berbagai macam pengaruh yang ditimbulkan penafsiran orang lain terhadap identitas atau citra diri individu yang merupakan objekinter prestasi. Dalam kaitan ini, perhatian Goffman adalah apa yang ia sebut “ketertiban interaksi” (interaction order) yang meliputi struktur, proses dan produk interaksi sosial. Ketertiban interaksi muncul untuk memenuhi kebutuhan akan pemeliharaan “keutuhan diri”. Seperti ini pemikiran kaum interaksionis umumnya. Inti pemikiran Goffman adalah “diri” (self), yang dijabarkan oleh Goffman dengan cara yang unik dan memikat. Fokus pendekatan dramaturgis adalah bukan apa yang orang lakukan, ukan apa yang ingin mereka lakukan, atau mengapa mereka melakukan, melainkan baaimana mereka melakukanya. Burke melihat bahwa tindakan sebagai sebuah konsep dasar dalam dramaturgis. Seseorang dapat berbicara tentang ucapan-ucapan atau menulis tentang katakata, maka bahasa berfungsi sebagai kendaraan untuk aksi. Karna adanya kebutuhan sosial masyarakat untuk bekerja samadalam aksi-aksi mereka, bahasapun membentuk perilaku. Littlejohn dalam bukunya Theoryes of Human Communication : Dramaturgi menekankan dimensi ekspresif/impresif aktifitas manusia, yakni bahwa makna manusia terdapat dalam cara mereka



3



4 mengekspresikan diri dalam interaksi dengan orang lain yang juga ekspresif. Oleh karenaitu perilaku manusia bersifat ekspresif inilah maka perilaku manusia bersifat dramatik. Pendekatan dramaturgis Goffman berintikan pandangan bahwa ketika manusia berinteraksi dengan sesamanya, ia ingin mengolah pesan yang ia harapkan tumbuh pada orang lain terhadapnya. Untuk itu, setiap orang melakukan pertunjukan bagi orang lain. Kaum dramaturgis memandang manusia sebagai aktor-akto di atas panggung metaforis yang sedang memainkan peran-peran mereka. Burce Gronbeck memberikan sketsa tentang ide dasar dramaturgisme seperti pada gambar berikut. (Littlejohn, 1996, h. 166)



Di sini, aksi dipandang sebagai performa, penggunaan simbol-simbol untuk menghadirkan sebuah cerita atau naskah bagi para penerjemah. Dalam prosenya sebuah performa, arti dan aksi dihasilkan dalam adegan konteks sosiokultural.



2.2



Teori Diri ala Goffman “Presentasi Diri” “Diri” dari Mead diinterpresentasikan dan dikembangkan oleh Goffman dalam



bukunya yang paling berpengruh, The Presentation of Self in Everyday Life (1959). Buku ini di anggap karya terpenting tentang diri pada dasarnya bersifat sosial. Pengembangan diri sebgai konsep, oleh Goffman tidak terlepas dari ala Cooley ini terdiri dari tiga komponen. Pertama, kita mengembangka bagaimana kita tampil bagi orang lain. Kedua, kita membayangkan bagaimana penilaian mereka atas penampilan kia. Ketiga, kita



5 menggembangka sejenis perasaan diri, seperti kebanggan atau malu, sebagai akibat membayangkan penilaian orang lain tersebut. Lewat imajinasi, kita mempersepsi dalam pikiran orang lain suatu gsmbsrsn tentang penampilan kita, perilaku, tujun, perbuatan, karakter teman-teman kita dan sebagainya, dan dengan berbagai cara kita terpengaruh olehnya. Fokus dramaturgis bukan konsep diri yang di bawa sang aktor dari situasi ke situasi lainya atau keseluruhan jumlah pengaama individu, melainka diri yang tersituasikan secara sosial yang berkembang dan mengatur interaksi-interaksi spesifik. Menurut Goffman, diri adalah “suatu hasil kerjasama” (collabortive manufacture) yang harus diproduksi baru dalam setiap peristiwa interaksi sosial. Goffman mengasumsikan bahwa ketika orang-orang berinteraksi, mereka ingin menyajikan suatu gambaran diri yang akan diterima orang lain. Ia meyebut upaya itu sebagai “pengelolaan pesan” (impression management), yaitu teknikteknik yang digunakan aktor untuk memupuk kesan-kesan tertentu dalam situasi tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Impression management atau pengelolaan kesan tidak secara jelas berfokus pada teori namun sebuah bentukan yang merepresentasikan suatu presentasi dan pengelolaan identitas sosial selama berlangsungnya proses interaksi. Pengelolaan kesan mengacu pada citra yang ditampilkan oleh seorang individu selama proses interaksi. “Pengelolaan kesan juga diartikan sebagai keinginan untuk membangun citra diri atau kesan yang positif terhadap orang lain,sehingga kita selalu berusaha tampil baik dalam pertemuan kita yang pertama dengan seseorang” (Baron dan Byrne 2004, h. 69). Menurut Goffman yang dikutip oleh Mulyana, “Presentasi diri merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh individu tertentu yang bertujuan untuk memproduksi definisi situasi dan identitas sosial bagi para aktor dan definisi situasi tersebut mempengaruhi ragam interaksi yang layak dan tidak layak bagi para aktor dalam situasi yang ada.” (Mulyana, 2010, h. 110). Manusia adalah aktor yang berusaha menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan teaternya sendiri”



2.2.1 Front Stage (Panggung depan) Dipanggung inilah seorang aktor mencoba menampilkan dirinya melalui peranperan tertentu yang dipilih dalam berjalan proses interkasi sosial denga khalayak. Mulyana dalam bukunya Penelitian Kualitatif menjelaskan bahwa panggung depan yaitu “Panggung depan adalah ruang public yang digunakan seseorang atau sekelompok orang untuk



6 memberikan kesan kepada orang lain melalui pengelolaan kesan (management of impression)” (Mulyana, 2008, h.57)



Panggung depan (front stage) mencakup, setting, personal front (penampilan diri), expressive equipment (peralatan untuk mengekspresikan diri). Dalam panggung depan sangat penting karena merupakan awal dari apa yang akan ditampilkan, didalam front stage pastinya semua orang akan memberikan yang terbaik dihadapan orang lain, hal ini dilakukan untuk pencitraan diri positif bagi dirinya yang menjadi aktor, dalam segi kostum dan tindakan verbal maupun non verbal, apa yang ditampilkan di panggung depan atau wilayah depan belum tentu sama dengan apa yang dilakukan dipanggung belakang (back stage), sehingga front stage harus direncanakan dengan matang apa yang ingin kita tampikan terhadap orang lain karena orang lain lah yang menilainya. Dan ini sangat penting dengan apa yang akan ditampilkan di panggung depan.



2.2.2



Back Stage (Panggung Belakang) Back stage adalah keadaan dimana kita berada di belakang panggung, dengan



kondisi bahwa tidak ada penonton. Bagian belakang adalah the self , yaitu semua kegiatan yang tersembunyi untuk melengkapi keberhasilan acting atau penampila diri yang ada pada front. Sehingga kita dapat berperilaku bebas tanpa mempedulikan plot perilaku bagaiaman yang harus kita bawakan. Di panggung belakang inilah actor atau dancer bersikap lebih bijaksana dan menghilangkan kesan sma ketika berada di panggung depan. Mulyana dalam bukunya Penelitian Kualitatif menjelaskan bahwa panggung depan yaitu “Panggung belakang adalah wilayah dimana seorang actor dapat mmenampilkan wajah aslinya. Di panggung ini juga seorang aktor menunjukan kepribadian aslinya pada masyarakat sekitar” (Mulyana, 2010, h.58) Menggunakan bahasa sehari-hari,berpenampilan sesuai dengan keseharianya, dan menjalani kehidupan seperti biasanya yang terlepas dari kegiatan yang ada pada panggung depan. Panggung belakang identik dengan lingkungan keluarga, dan pada saat para actor tidak menggunakan atribut pada saat di panggung depan. Mereka melakukan keseluruhan dari aktivitas secara natural.



7 2.3



Aplikasi Teori Dramaturgis Contoh kasus daripada teori dramaturgi terdapat pada berbagai peran manusia,



seperti seorang presiden, pengemis, selebriti, guru dan dosen, dan lain-lain. Seorang presiden, contohnya Susilo Bambang Yudhoyono, berpenampilan rapi dan berwibawa saat sedang melakukan pidato di depan umum dan saat mengunjungi berbagai tempat-tempat formal. Tujuannya adalah untuk menunjukkan suatu sosok seorang pemimpin kepada orang lain atau masyarakat. Namun saat di rumah, ia berpenampilan dan berperilaku seperti orang lain pada umumnya. Di rumah, ia berperan sebagai seorang ayah nagi anak-anaknya dan seorang suami bagi istrinya. Contoh lainnya adalah seorang pengemis yang seringkali kita temukan di depan gerbang lama Universitas Padjadjaran yang berpakaian lusuh selalu menampakkan wajah sedihnya ke setiap orang untuk menerima rasa empati berupa materi. Tak peduli kotor, bau, atau berpenampilan kumuh. Mereka melakukan hal seperti itu sebagai aktor panggung depan karena sedang mendefinisikan sesuatu bagi orang lain yang menyaksikan penampilannya. Berbeda dengan panggung belakangnya, para pengemis menjalani kehidupan seperti orang pada umumnya ketika sedang berada dirumahnya. Selebriti juga merupakan salah satu contoh kasus yang berkaitan Teori Dramaturgi, misalnya Luna Maya. Beberapa waktu yang lalu, ia terlibat dalam kasus hukum dikarenakan melanggar pasal-pasal yang berhubungan dengan tindakan mesum. Masalah tersebut merupakan masalah yang sangat serius baginya, namun ia berusaha untuk memerankan karakternya sebagai seorang selebriti di berbagai acara dengan penampilan yang tidak memperlihatkan bahwa dirinya sedang mengalami masalah besar. Ia tidak ingin menunjukkan kepada audiens bahwa ia sedang mengalami masalah. Tujuannya tampil di berbagai acara tersebut adalah hanya untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang selebriti yang memiliki peran tersendiri dalam acara yang ia pentasi. Selain Luna Maya, adapun selebriti lainnya yang jelas berkaitan dengan Teori Dramaturgi, di mana orangorang tersebut memiliki front stage dan back stage yang berbeda. Contohnya adalah para pelawak, seperti Olga Syahputra, Sule, Ruben Onsu, Ade Namnung, dan lain sebagainya. Di depan panggung Dahsyat dan berbagai acara lainnya, Olga tampak seperti sosok orang yang sangat ceria dan penuh dengan humor. Namun, pada saat diwawancarai di suatu berita selebritis, ia menceritakan betapa prihatinnya hidupnya. Ia mengatakan bahwa ia melakukan ini semua untuk mendapatkan uang, sehingga kebutuhan keluarganya terpenuhi. Untuk mendapatkan uang tersebut, ia harus bisa berperan sesuai dengan karakternya dalam acara tersebut, yaitu seorang pelawak atau entertainer. Ia berusaha menunjukkan pada



8 seluruh audiens yang menonton bahwa dirinya adalah seorang host yang humoris dan bisa membuat para penontonnya terhibur dengan acara yang dipentasinya. Sama halnya dengan pelawak lainnya. Mereka memiliki front stage dan back stage yang sangat berbeda. Selain ketiga contoh tersebut, adapun contoh lainnya, yaitu seorang guru dan dosen. Pada saat di kelas, seorang guru dan dosen berperan sebagai pengajar dan pendidik. Mereka memberi berbagai peraturan dan tugas di kelas. Mereka melakukan tugas di kelas sesuai dengan peran mereka sebagai pengajar. Namun di luar perannya tersebut, mereka berperilaku seperti orang lain yang tidak memiliki peran sebagai pengajar. Selain di gunakan untuk menganalisis sebuah peristiwa, dramaturgi juga di pakai sebagai sebuah strategi pembelajaran. Seperti yang di paparkan John F. Freie, dramatugi bisa digunakan dalam pengajaran ilmu politik, atau ilmu-ilmu yang lain. Singkatnya, metode ini dilakukan dengan menggunakan kelas sebagai panggung sebuah drama. Pemeranya adalah para siswa, dengan sutradara pengajar yang akan mengarahkan adeganadegan sesuai dengan scenario yang telah di persiapkanya. Sedangan siswa yang lain berposisi sebagai audien. Skenario tak lain adalah bahan pengajaran dengan fokus-fokus materi yang ingin di sampaikan. Misalnya ketika ingin menyampaikan materi tentang kepresidenan dan kehidupan politik, setting drama di atur sedemikian rupa. Siswa yang mendapat peran tertentu, diharuskan mempelajari peran tersebut dan harus menuliskanya dalam sebuah paper. Sehingga, mau tak mau dia harus melakukan riset bagaimana gaya bicara sang tokoh, keyakinan politiknya, atau juga media apa saja yang biasa dipakai sebagai referensi. Sang professor mengatur dan mengarahka gaya, sehingga fokus pada materi.



BAB III PENUTUP



3.1



Kesimpulan Ilustrasi dan aplikasi teori Dramaturgis Goffman tampak menggunakan personal



front. Dalam sebuah ilustrasi di bagian depan wanita berperan sebagai customer marketing. Goffman



menyebutnya



sebagai



(back). Front mencangkup setting,



bagian personal



depan



(front)



dan



front (penampilan



bagian



belakang



diri), expressive



equipment (peralatan untuk meng ekspresikan diri). Sedangkan bagian belakang adalah the self, yaitu semua kegiatan yang tersembunyi untuk melengkapi keberhasilan actig atau penampilan diri yang ada pada front. Aplikasi teori pendekatan dalam pembelajaran antara lain meningkatkan partisipasi siswa, membangun empati terhadap berbagai pandangan, agar siswa mengerti penggunaan simbol-simbol dalam politik, dan juga memahamkan bagaimana perilaku para politisi di dunia nyata. Aplikasi teori dalam dunia bisnis bisa di tandaskan di sini bahwa berartinya sebuah interaksi dalam komunikasi interpersonal. Sebagai penutup bahwa misi utama kaum dramaturgis sebagaimana dikatakan Gonbeck adalah memahami dinamika sosial dan menganjurkan kepada mereka yang berpartisipasi dalam interaksi-interaksi tersebut untuk membuka topeng para pemainya dalam rangka memperbaiki kinerja mereka dalam segala hal.



9



DAFTAR PUSTAKA



Baron, Robert A. & Byrne, Donn. 2004. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga Freie, John F. “A dramatical approach to teaching political science”, dalam political Scince & Politics Journal, Vol. 30, No. 4, p.728 (5) Dec 1997. Littlejohn, Stephen W. 1996. Theories of Human Communication. California: Belmont, Woodsworth. Mulyana, Deddy. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosda Karya. Sukidin, Basrowi. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya: Insan Cendekia.



10