Eko Wirantoro-Overview of Slope Stability in Coal Mining [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SLOPE STABILITY IN COAL MINING Disusun oleh: Eko Wirantoro, PT.Leighton Contractor Indonesia



1. PENDAHULUAN Ilmu geoteknik pada dasarnya sudah lama dipelajari dalam dunia keteknikan terutama pada disiplin ilmu Teknik Sipil khususnya yang berkaitan dengan struktur bawah antara lain untuk : a. Mengetahui sifat tanah dan/ batuan (physical and mechanical properties) b. Menghitung dan menganalisa daya dukung tanah dan/ batuan (bearing capacity) c. Menentukan jenis dan tipe pondasi atau struktur bawah d. Menghitung angka keamanan (safety factor) dari pekerjaan cut&fill (tambang terbuka) dan struktur bawah (konstruksi bangunan). e. Menentukan tipe dan jenis geotechnical reinforcement Disiplin ilmu geoteknik pada kurun waktu 10 tahun terakhir ini semakin dibutuhkan peranannya di dalam dunia pertambangan; khusus untuk open pit coal mining salah satu yang dominan dipelajari adalah kestabilan lereng (slope stability) untuk: a. High wall b. Low wall c. Side wall d. Disposal (inpit dump dan outpit dump) e. Small earth dam (sediment pond)



2. PRINSIP DASAR GEOTEKNIK Seorang praktisi yang berkarya di bidang geoteknik atau rekayasa geoteknik wajib mempelajari dan memahami pengetahuan dasar ilmu geoteknik. Oleh karena itu, akan menjadi sebuah persoalan yang kurang bisa diterima bilamana seorang yang bergelut didalam bidang geoteknik “kurang berminat” untuk selalu mempelajari dan memahami teori dasar, implementasi dan pemecahan masalah masalah geoteknik. Pengetahuan dasar geoteknik yang bisa dipelajari oleh seorang praktisi geotek adalah sebagai berikut: a. Mekanika tanah dan batuan (soils and rocks mechanics) yang mempelajari tentang: 1. Sifat-sifat tanah dan/ batuan baik di lapangan maupun dari hasil analisa laboratorium 2. Jenis-jenis uji/analisa laboratorium beserta parameter properties tanah dan/ batuan yang dihasilkan 3. Penggunaan data tanah dan/ batuan:



- Menghitung daya dukung/bearing capacity tanah dan/ batuan terhadap beban di atasnya atau di sampingnya yang harus ditahan - Menentukan jenis dan tipe struktur bawah atau pondasi yang sesuai dengan tipe/jenis bangunan - Menghitung kekuatan struktur bawah/pondasi terhadap struktur atas/bangunan - Menghitung angka kemanan struktur bawah/pondasi - Menghitung kestabilan lereng:  Lereng alam  Lereng galian  Lereng timbunan - Menentukan jenis dan tipe reinforcement. b. Tata cara pengumpulan data empiric tanah dan/ batuan: 1. Data penelitian tanah dan/ batuan sebelumnya di lokasi atau daerah di sekitar lokasi yang jaraknya tidak terlalu jauh, sifatnya hanya sementara, pembanding/komparasi dan tidak direkomendasikan sebagai data perhitungan asli. 2. Data eksplorasi, feasibility study dan detail design (geologi, air tanah, minyak dan gas bumi, CBM, geothermal dll) 3. Data hasil penelitian dari instansi/institusi pemerintah dan/ institusi swasta yang telah dipublikasikan c. Pengumpulan data primer: 1. Geotechnical mapping lokasi 2. Exploration drilling 3. Development drilling 4. Bor inti (Geotechnical Core Drilling) 5. Rock Mass Rating (RMR) 6. Rocks Structure Rating (RSR) 7. Modified Rock Mass rating (MRMR) 8. Slope Mass Rating (SMR) 9. Rock Mass Quality – Q System 10. Geotechnical Logging sheet untuk tanah dan batuan 11. N-SPT Test 12. Permeability Test 13. Uji debit air tanah 14. Hand Auger Test 15. Test Pit 16. Dutch Cone Penetration Test (DCPT)



17. Vane shear Test 18. Direct shear lapangan (Large scale Direct Shear Test) 19. Piezometer holes, dll. d. Penanganan sampel geoteknik Penanganan sampel yang baik sangat penting untuk beberapa alasan, antara lain: 1. Sampel merupakan “barang yang mahal” dan perlu untuk dilindungi keutuhannya 2. Dapat mengidentifikasi dan membuat deskripsi tanah/batuan yang dapat diaplikasikan menjadi geotechnical logging sheet. 3. Mendapatkan contoh yang utuh dan sesuai dengan standar preparasi sampel. 4. Mengurangi kehilangan air yang akan berpengaruh pada nilai density dan moisture content 5. Menghindari terjadinya swelling akibat kehilangan air dan tekanan yang akan mengakibatkan core dari bor inti rusak dan tidak bisa dipakai untuk analisa laboratorium. 6. Menghindari false data hasil analisa laboratorium akibat rusaknya pecontoh/sampel 7. Packing sampel sesuai standar untuk mencegah kerusakan sampel 8. Pemilahan sampel berdasarkan pemilihan jenis uji laboratorium 9. Pemilihan Jasa laboratorium yang kompeten dan berpengalaman 10. Perlu/tidaknya supervisi pada saat penanganan preparasi sampel dan analisa/test di laboratorium



Foto 1. Hasil bor inti yang tidak tertangani dengan baik, sampel hancur karena swelling dan tidak dapat dipakai untuk pengujian laboratorium mekanika batuan



retakan



BAIK DAN BISA DIUJI



RUSAK SEBELUM PENGUJIAN



Foto 2. Triaxial samples condition



e. Analisa laboratorium mekanika tanah dan batuan: 1. Physical properties test atau uji sifat fisik: -



Grain size



-



Index properties



-



Specific gravity



-



Density



-



Atterberg limit



-



Porositas, dll



2. Mechanical properties test atau uji sifat mekanik: -



Point Load



-



UCS



-



Slake Durability



-



Direct Shear Test



-



Triaxial



-



Pemadatan



-



Soundness



-



Ultrasonik, dll



f. Aplikasi geoteknik Database geoteknik sangat diperlukan untuk mendukung pembuatan perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi baik untuk kegiatan konstruksi sipil dan kegiatan pertambangan. Aplikasi geoteknik antara lain: 1. Menentukan kapasitas daya dukung tanah dan/ batuan terhadap rencana bangunan di atasnya (rumah, gedung bertingkat, menara, timbunan dll) 2. Menentukan tipe dan jenis pondasi berdasarkan jenis bangunan dan kondisi tanah dan/batuan (tanah keras) dimana fungsi pondasi adalah meneruskan beban secara merata ke bawah serta meminimalkan terjadinya penurunan/subsidence/settlement 3. Menghitung angka keamanan dari suatu bangunan (gaya geser, gaya guling, dll) 4. Menghitung kestabilan lereng alam (lereng bukit/pegunungan), lereng original buatan (road cut, drainage cut, deep foundation, pit wall, dll) dan lereng timbunan (bendungan tipe tanah urugan, embankment/timbunan untuk saluran air, timbunan untuk jalan, disposal/waste dump, TSF, dll) 5. Geotechnical reinforcement: counter weight, retaining wall, ground anchor, rock bolt, wire mesh, shortcrete dll.



3. PRINSIP DASAR KESTABILAN LERENG PADA OPEN PIT COAL MINING Prinsip dasar kestabilan adalah kesetimbangan antara gaya dorong (driving force) dan gaya penahan (resisting force); dimana benda akan tetap berada pada posisinya dalam suatu lereng bilamana hasil bagi antara gaya dorong dan gaya geser menghasilkan angka 1 (satu) atau hasil pengurangan diantara keduanya menghasilkan angka 0 (nol). Apabila nilai resisting force lebih kecil dibandingkan dengan driving force, maka dipastikan benda/massa



yang



ada



di



lereng



tersebut



akan



mulai



bergerak



atau



pergeseran/perpindahan tempat. 3.1. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESTABILAN LERENG A. Faktor internal 1. Jenis tanah (tanah kohesif, tanah non kohesif, residual dan tanah ekspansif) 2. Jenis batuan (beku, sedimen dan metamorf) 3. Komposisi material pembentuk tanah dan/ batuan 4. Tingkat pelapukan batuan 5. Geometri lereng alamiah 6. Kondisi air permukaan dan air tanah 7. Beban statis alamiah 8. Struktur geologi (sesar, kekar, perlipatan batuan)



mengalami



Gambar 1. Prinsip dasar kestabilan lereng (Rock Slope Engineering-Civil and Mining, Duncan C Wyllie and Christopher W. Mah, 2005)



B. Faktor Eksternal 1. Desain dan geometri lereng buatan 2. Kedalaman galian 3. Beban statis buatan (bangunan, timbunan waste dump) 4. Beban dinamis (heavy equipment activity) 5. Blasting (konvensional, sleep blast, TSB) 6. Kegempaan (sismic coefficient daerah) 3.2. JENIS LONGSORAN DAN PERHITUNGAN ANGKA KEAMANAN Dalam open pit coal mining, dimana batuan yang ditambang merupakan batuan sedimen yang berlapis-lapis dengan sifat yang masing-masing berbeda maka factor kestabilan lereng tambang memerlukan perhatian khusus. Pada tambang batubara yang mempunyai karakteristik kemiringan perlapisan yang curam, dengan semakin dalamnya galian penambangan, perhatian akan kestabilan lereng tidak hanya pada lereng highwall tetapi juga lereng lowwall.



3.2.1. High wall Pada lereng highwall bidang perlapisan mempunyai arah kemiringan yang berlawanan dengan lereng, maka tipe longsorannya akan dipengaruhi oleh hadirnya struktur geologi selain bidang perlapisan dan tingkat pelapukan batuan (slake), sehingga mungkin berbentuk guling, baji, bidang maupun busur (Hoek and Bray, 1981) 1. Longsoran bidang (Planar Failure) Beberapa syarat terjadinya longsoran bidang, antara lain: - Mempunyai bidang gelincir (mirror slide) dan/ rekahan tarik (tension cracks) yang mempunyai arah sejajar dengan arah memanjang lereng (strike lereng). - Rekahan tarik atau tension cracks adalah bidang vertikal atau menyudut yang terbentuk akibat tekanan horizontal pada saat massa didepan lereng hilang akibat proses pemotongan. Air permukaan atau air tanah akan terinfiltrasi kedalam tension cracks dan akan membentuk aliran air/mirror slide yang akan memicu terjadinya longsoran bidang.



Gambar 2. Gaya-gaya yang bekerja pada planar failure



- Gaya W (berat massa yang menggelincir), U (gaya angkat/up lift oleh air) dan V (gaya tekan air di rekahan tarik) bekerja di titik pusat blok. Sehingga diasumsikan tidak ada momen penyebab rotasi. - Kuat geser (τ) dari bidang gelincir adalah τ = c+σ tanφ, dimana c = kohesi dan φ = sudut geser dalam.



Dimana : A = (H-z)cosecψp U = 0.5γwzw(H-z)cosecψp V = 0.5γwzw2 W = 0.5γH 2{(1-(z/H)2)cotψp-cotψf}  (tension cracks di belakang crest lereng) = 0.5γH 2{(1-(z/H)2)cotψp(cotψp tanψf –1)}  (tension cracks di muka lereng) Bila lereng batuan tersebut berada di daerah rawan gempa dan percepatan yang ditimbulkan gempa dapat dimodelkan menjadi gaya statis aW, maka perhitungan faktor keamanan dapat dilakukan dengan memasukkan pengaruh gempa dengan cara memodifikasi persamaan di atas menjadi sebagai berikut:



2. Longsoran busur (Circular Failure) A. Metoda grafis Hoek and Bray Cara ini terutama tergantung kepada : - Jenis tanah/batuan, dalam hal ini tanah/batuan dianggap homogen. - Longsoran yang terjadi menghasilkan bidang luncur berupa busur lingkaran. - Tinggi permukaan air tanah pada lereng (diambil dari data Piezometer/data bor eksplorasi/data geophysical logging/data water management study) Cara perhitungannya adalah sebagai berikut (untuk lebih jelasnya lihat Gambar 4): - Langkah 1: Tentukan kondisi air tanah yang ada dan sesuaikan dengan Gambar 3. Pilih yang paling tepat atau yang paling mendekati. - Langkah 2: Hitung angka c/(γHtanφ), kemudian cocokan angka tersebut pada lingkaran yang terluar dari diagram (chart) yang dipilih. - Langkah 3: Ikuti jari-jari mulai dari angka yang diperoleh pada langkah 2 sampai memotong kurva yang menunjukkan kemiringan. - Langkah 4: Dari titik pada langkah 3, kemudian ditarik ke kiri dan ke bawah untuk mencari angka-angka tanφ/F dan c/(γ HF).



- Langkah 5 : Hitung faktor keamanan (F) dari kedua angka yng diperoleh dari langkah 4 dan pilih yang paling tepat. Gambar 3. Ground water flow models used with circular failure analysis charts



Gambar 4. Sequence of steps involved in using circular failure charts to find the factor of safety of a slope



Foto 3. Contoh kondisi sebelum circular failure terjadi



Foto 4. Contoh kondisi setelah circular failure terjadi



Gambar 5. Circular failure chart number 1—fully drained slope



Gambar 6. Circular failure chart number 2—ground water condition 2



Gambar 7. Circular failure chart number 3—ground water condition 3



Gambar 8. Circular failure chart number 4—ground water condition 4



Gambar 9. Circular failure chart number 5—fully saturated slope.



B. Metoda irisan (slicing) B.1. Bishop Method



Gambar 10. Bishop’s simplified method of slices for the analysis



B.2. Janbu Method



Gambar 11. Janbu’s simplified method of slices for the analysis



B.3. Felenius



3. Longsoran baji (Wedge Failure) Prasyarat terjadinya longsoran baji (wedge failure): a. Ada 2 bidang lemah atau lebih berpotongan sedemikian rupa sehingga membentuk baji terhadap lereng b. Sudut lereng lebih besar daripada sudut garis potong kedua bidang lemah tersebut (ψfi> ψi), c. Sudut garis potong kedua bidang lemah lebih besar daripada sudut geser dalamnya.



Gambar 12. Kondisi geometri dari wedge failure



A. Analisis longsoran baji untuk material joint yang tergantung friksi (tanpa kohesi)



Gambar 13. Resolution of forces to calculate factor of safety of wedge: (a) view of wedge looking at face showing definition of angles β and ξ, and reactions on sliding planes RA and RB; (b) stereonet showing measurement of angles β and ξ; (c) cross-section of wedge showing resolution of wedge weight W



dimana RA dan RB adalah reaksi ke arah normal bidang A dan B.



Sudut ,  dan  i ini akan sangat mudah ditentukan dengan bantuan stereonet.



Gambar 14. Wedge factor K as a function of wedge geometry



B. Untuk ketahanan geser bidang gelincir yang dipengaruhi oleh kohesi, friksi dan water pressure Gambar 15. Geometry of wedge used for stability analysis including the influence of friction and cohesion, and of water pressure on the slide surfaces: (a) pictorial view of wedge showing the numbering of the intersection lines and planes; (b) view normal to the line of intersection (5) showing wedge height and water pressure distribution.



Dimana : cA dan cB φA dan φB



= kohesi bidang lemah A dan B = sudut geser dalam bidang lemah A dan B γ = bobot isi batuan ; γw = bobot isi air H = tinggi keseluruhan dari baji yang terbentuk ψa dan ψb= dip bidang lemah A dan B ψ5 = plunge dari garis potong kedua bidang lemah (garis no 5, Lihat Gambar 14&15) θ24 dll = sudut-sudut yang diperoleh dengan menggunakan stereonet seperti terlihat pada Gambar 15.



Gambar 16. Stereoplot of data required for wedge stability analysis.



Foto 5. Wedge failure on pit wall



Foto 6. Wedge failure on pit wall



4. Longsoran guling (Toppling Failure)



Gambar 17. Stereoplot of data required for wedge stability analysis.



- Analisa mengasumsikan longsoran guling yang terjadi mempunyai n buah blok yang bentuknya teratur dengan lebar Δx dan tinggi yn (Gambar 15). - Untuk keperluan analisa, penomoran blok dimulai dari bawah (toe) ke atas. Sudut kemiringan lereng adalah θ dan kemiringan muka atas lereng adalah θu, sedangkan dip dari bidangbidang lemah adalah 90-α. - Blok akibat longsoran berbentuk teratur dan mempunyai kemiringan β. Konstanta a1, a2 dan b (Gambar 15) selanjutnya dapat dihitung dengan persamaan:



- Tinggi blok ke-n (yn) dihitung dengan persamaan: yn = n(a1 - b) ……(untuk blok dari crest ke bawah) = yn-1 - a2 – b …(untuk blok diatas crest) - Berdasarkan model (Gambar 15), terlihat ada tiga grup blok yang mempunyai tingkat kemantapan berbeda, yaitu: a. satu set blok yang akan tergelincir (di daerah toe) b. satu set blok yang mantap (di bagian atas) c. satu set blok yang akan terguling (di bagian tengah)



- Dengan geometri yang berbeda, mungkin saja set blok yang mantap dan yang akan tergelincir berubah menjadi terguling semua. - Selanjutnya, kesetimbangan gaya-gaya di setiap blok ditunjukkan pada Gambar 16. - Dari Gambar tersebut terlihat bahwa gaya-gaya yang berkembang di dasar blok ke-n adalah Rn dan Sn, sedangkan gaya-gaya yang berkembang di interface (dengan blok terdekat) adalah Pn, Qn, Pn-1 dan Qn-1. - Konstanta Mn, Ln dan Kn yang terdapat pada gambar tersebut dihitung sebagai berikut: a. Untuk blok di bawah crest lereng : Mn = yn ; Ln = yn-a1 ; Kn=0 b. Untuk blok tepat di crest lereng : Mn = yn–a2 ; Ln = yn-a1 ; Kn=0 c. Untuk blok di atas crest lereng : Mn = yn–a2 ; Ln = yn ; Kn=0 - Sementara untuk gaya-gaya Qn, Qn-1, Rn dan Sn dihitung dengan persamaan berikut ini:



- Untuk gaya-gaya Pn dan Pn-1 , perhitungannya dibedakan untuk blok yang terguling dan blok yang tergelincir. - Untuk blok ke-n yang terguling, dicirikan dengan yn/Δx > cotα bila φ>a, maka: Pn-1,t = {Pn(Mn-Δx.tanφ)+( Wn/2)( yn sinα - Δx cosα)}/Ln Pn = 0 ………..(untuk blok teratas dari set blok yang terguling) = Pn-1,t …... (untuk blok terguling di bawahnya) - Untuk kontrol lebih lanjut bisa dilihat bahwa pada blok ini harga Rn>0 dan lSnl< Rn tanφ. Untuk blok ke-n yang tergelincir, dicirikan dengan Sn = Rn tanφ, maka: Pn-1,s = Pn - { Wn(tanφ cosα - sinα) } / (1- tan2φ) Pn = Pn-1,t …..( untuk blok teratas dari set blok yang tergelincir) = Pn-1,s ….. (untuk blok terguling di bawahnya, disini akan terlihat Pn,t > Pn,s) - Perhitungan diatas dilakukan dengan mengambil φ > α, namun dengan memperhatikan blok no. 1 (toe) : a. Jika P0 > 0, maka lereng berada dalam kondisi tidak mantap untuk nilai φ yang diasumsikan. Oleh karena itu disarankan untuk mengulang perhitungan dengan meningkatkan nilai φ b. Jika P0 < 0, maka disarankan untuk mengulang perhitungan dengan menurunkan nilai φ, karena hal ini tidak mungkin.



c. Jika P0 > 0 tetapi cukup kecil, maka lereng berada dalam kondisi setimbang untuk nilai φ yang diasumsikan.



Gambar 18. Limiting equilibrium conditions for toppling and sliding of nth block: (Goodman and Bray, 1976) th (a) forces acting on n block; th (b) toppling of n block; th (c) sliding of n block



Foto 7. Contoh longsoran jenis toppling



3.2.2. Low wall Kestabilan lereng low wall merupakan salah satu agenda penting dimana kondisi kestabilannya sangat mempengaruhi jalannya aktifitas penambangan batubara (mining schedule). Penambangan batubara dengan melakukan penggalian pada dip/kemiringan perlapisan batuan yang curam, akan mengakibatkan semakin tidak stabilnya lereng lowwall bilamana penambangan bergerak semakin dalam. Hal ini dikarenakan adanya penambahan beban massa batuan akibat bertambahnya tinggi lereng, sehingga gaya gravitasi akan semakin besar pengaruhnya. Bidang lemah yang berupa bidang perlapisan dapat mengakibatkan terhentinya aktifitas penambangan apabila kondisinya mulai tidak stabil.



Longsoran pada lereng lowwall tersebut umumnya berbentuk semi busur (non-circular) yang disebabkan adanya bidang lemah (weak layer) yang dikontrol oleh: 1. Perlapisan batuan 2. Struktur geologi (kekar atau sesar) 3. Pemuaian atau swelling akibat loose pressure 4. Water infiltration melalui lapisan permeable/lulus air, porositas sekunder dan batas antar lapisan Bilamana perlapisan penyusun lereng low wall berupa perlapisan tipis, maka jenis longsoran yang kemungkinan besar akan muncul adalah longsoran buckling (Giani, 1992), sedangkan pada perlapisan yang relative tebal adalah longsoran sepanjang bidang perlapisan batuan yang berbentuk semi busur (non-circular) dengan bidang gelincir di sepanjang bidang perlapisan batuan kemudian berbelok memotong batuan sampai muka lereng atau melewati bidang lemah yang lain. Gambar 19. Buckling pada lapisan tipis di LW yang curam



Gambar 20. Non-circular pada lapisan tebal di LW yang curam



`



Slide Mirror



buckling



Foto 8. Extreem dip of Low Wall



Slide Mirror



buckling



Foto 9. Extreem dip of Low Wall



A. Buckling pada lapisan tipis di Low Wall Pada lowwall dengan tebal perlapisan yang tipis dan kemiringan yang curam, makin dalam penggalian tambang mengakibatkan makin tinggi lereng tambang, sehingga mengakibatkan penambahan beban pada bagian bawah perlapisan batuan. Hal ini mengakibatkan perlapisan tipis tersebut tertekuk dan patah seperti ditunjukkan pada Gambar 19. Gambar 21. Mekanisme buckling di LW



Batas operasi tinggi lereng yang masih aman, dengan nilai Faktor Keamanan 1.5 (FK yang direkomendasikan) adalah dengan mencari batas panjang lereng dengan formulasi:



Pbu : Gaya per satuan tebal K



: Konstanta yang nilainya 1, karena sisi bawah lapisan dalam kondisi terjepit



E



: Modulus elastisitas batuan



I



: Momen inersia



B



: Unit tebal material



D



: Tebal lapisan yang berpotensi mengalami longsoran buckling



l



: Panjang lapisan yang berpotensi mengalami longsoran buckling



 : Kemiringan lereng C



: Kohesi material







: Sudut geser dalam dari material



B. Longsoran semi busur (non-circular) pada lapisan tebal Low Wall Pada perlapisan tebal di Low Wall dapat menggunakan analisis kemantapan lereng dengan menggunakan metode Janbu. Persamaan matematis yang digunakan dalam perhitungan dengan metode Janbu adalah sebagai berikut :



F : Nilai Faktor Keamanan W : Berat material lereng c’ : Kohesi  : Sudut geser dalam  : Kemiringan lereng b : Panjang bidang longsor di bawah slice u : Gaya angkat X : Lebar slice Oleh karena itu diperlukan input berupa karakteristik fisik dan mekanik batuan seperti kohesi dan sudut geser batuan yang diperoleh dari uji geser batuan (direct shear test) dan modulus elastisitas batuan yang didapat dari uji kuat tekan (unconfined compressive strength test).



4. AIR TANAH (Ground Water) Air tanah mempunyai peranan yang penting dalam kestabilan sebuah lereng pada tambang terbuka batubara. Air mempunyai peran negatif karena mempercepat material menjadi jenuh/kenyang air (saturated with water) yang akan mengakibatkan: a. Menaikkan nilai densitas material yang akan berakibat pada penurunan angka FOS b. Menurunkan kohesi yang akan berakibat pada penurunan angka FOS Oleh karena itu penyelidikan dan pemantauan kondisi air tanah sangat penting dilakukan di dalam area tambang aktif (Pit) atau timbunan disposal yang cukup tinggi dan jangka waktunya panjang. Penyelidikan kondisi muka air tanah dapat dilakukan melalui: a. Data dan informasi daerah sekitar rencana tambang b. Feasibility study c. Pengeboran eksplorasi d. Pengeboran development dan infill e. Data geophysical logging f.



Geolistrik



Sedangkan pemantauan kondisi muka air tanah dilakukan dengan membangun titik-titik Piezometer di Low Wall, High Wall dan disposal. Sangat penting dalam pembuatan Piezometer untuk menguras/membuat semua air yang ada dalam lubang setelah instalasi pipa selesai sehingga data yang diperoleh benar-benar data air tanah yang tidak tercampur oleh air sisa pemboran. Pemantauan tinggi muka air tanah pada Piezometer dilakukan minimal 1 minggu 1 kali yang hasilnya dijadikan data kajian tinggi muka air tanah pada musim basah maupun musim kering. Fungsi lainnya adalah sebagai titik pantau tinggi muka air tanah pada saat pembuatan horizontal drain yang bertujuan untuk menurunkan muka air tanah dalam rangka menjaga kestabilan lereng. Data tinggi muka air tanah tersebut bisa dijadikan input data dalam perhitungan slope stability pada geotechnical model untuk pit wall design, pit wall existing (on progress) dan final Pit Wall.



Gambar 22. Typical design Piezometer



5. KEGEMPAAN Koeffisien seismic dari data kegempaan merupakan salah satu input data yang penting dalam perhitungan slope stability. Standar baku koefisien seismic di Indonesia sudah dibakukan dan menjadi dasar perhitungan di bidang konstruksi maupun pertambangan (lihat Lampiran). Daerah penghasil batubara di sepanjang Sumatera merupakan daerah yang mempunyai tingkat kegempaan yang tinggi akibat jalur penunjaman di Barat Sumatera dan Wrench Fault Sumatera sepanjang Bukit Barisan.



Oleh karena itu input data koefisient seismic disarankan untuk mengikuti standar kegempaan yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia (lihat lampiran).



6. PELEDAKAN (Blasting) Teknik peledakan yang umum dilakukan di tambang batubara dengan system terbuka adalah: a. Blasting konvensional b. Sleep blasting c. True Seam Blasting (TSB) Dari ke-3 jenis peledakan tersebut di atas, maka daya rusak tertinggi terhadap kekuatan batuan (rock strength) adalah peledakan dengan teknik TSB. Oleh karena itu kontrol blasting khususnya pada rencana dinding final (Final Wall) sangat disarankan untuk menghindari terjadinya over break yang akan berdampak pada: a. Dinding final akan rusak dan tidak sesuai dengan desain b. Berkurangnya kekuatan batuan c. Berpotensi munculnya hanging wall yang akan memicu terjadinya rock fall. d. Terciptanya porositas sekunder yang akan mudah dilalui oleh air



7. SLOPE STABILITY MONITORING Slope stability monitoring merupakan salah satu bagian geotechnical assessment yang dilakukan pada Pit aktif dan disposal area. Kondisi kelerengan yang dirancang dengan sangat teliti dan mempunyai angka keamanan yang baik tetap mempunyai kemungkinan untuk menjadi tidak stabil. Pengetahuan dan pengertian yang cukup baik tentang tanda-tanda ketidakstabilan sebuah lereng tambang akan memberikan sumbangan yang berarti dalam operasi tambang. Terdapat beberapa tanda-tanda penting terkait ketidakstabilan lereng yang bisa diketahui di lapangan. Early warning system atau program sistem peringatan dini terhadap ketidakstabilan lereng merupakan salah satu program monitoring yang baik sebagai implementasi safety mining dan good mining practice. Ada beberapa program monitoring ketidakstabilan lereng, antara lain: A. Monitoring visual 1. Kekar tarik (Tension cracks) - Terjadi bila ada material dinding yang bergerak ke arah pit; pada disposal terjadi bila material bergerak ke arah lereng luar. - Tidak akan terdeteksi dari dasar pit (pit floor)



- Perlu untuk selalu melakukan inspeksi pada crest HW atau disposal untuk mengetahui ada tidaknya tension cracks atau bilamana sudah terjadi



Tension cracks



original dumping elevation (Z)



elevation (Z) after moving



Foto 10. Tension craks di Low Wall



Tension cracks



Foto 11. Tension craks di Low Wall



HW



LW



Foto 12. Large scale tension craks di High Wall



2. Scarps - Terjadi jika material yang pecah akibat tension cracks telah bergerak ke bawah secara vertikal atau hampir vertical - Kondisi tersebut sangat berbahaya dan harus di isolasi dengan boundary serta dipantau secara kontinyu



Foto 13. Kondisi penurunan akibat tension cracks (scarps)



3. Aliran air tidak normal - Terjadi rembesan atau seepage pada dinding tambang atau lereng timbunan - Adanya perbedaan tinggi muka air tanah (GWL) yang signifikan dari pembacaan Piezometer



Foto 14. Seepage pada kaki lereng disposal (outpit dump)



Seepage



Foto 15. Seepage yang muncul pada dinding tambang



4. Buckling atau pelendutan - Muka lereng yang melendut mengindikasikan adanya rayapan atau pergerakan subsurface perlahan-lahan dari lereng



Foto 16. Pelendutan di kaki Low Wall



B. Monitoring dengan bantuan alat - Jenis dan tipe peralatan tergantung dengan jenis besaran yang akan dimonitor.



1. Survey tools 2. Prisma monitoring 3. Inclinometer 4. Piezometer



Gambar 23. Sketsa instalasi slope monitoring



- Sistem monitoring dengan bantuan alat pada dasarnya bertujuan untuk: a. Mampu mengukur perpindahan/pergerakan massa 1. Jaringan survey: Jenisnya antara lain: - patok ukur&pengukuran konvensional, - prisma monitoring - laser scanner system - robotic - georadar



Gambar 24. Sketsa pengukuran dengan prisma monitoring



Foto 17. Robotic Survey Instrument



Foto 18. Laser scanner instrument



Gambar 25. Georadar instrument



2. Alat ukur perpindahan massa: crack meter, ekstensometer dan inclinometer - Jenisnya antara lain: crack meter, slip alarm (slope warning device), inclinometer dan ekstensometer



Foto 19. Konvensional crack meter



Gambar 26. Sketsa slope warning device (slip alarm)



Gambar 27. Desain instalasi inclinometer



Gambar 28. Sketsa detail instalasi inclinometer



Gambar 29. Borehole extensometer



Gambar 30. Magnetik ekstensometer



Gambar 31. Contoh penggunaan ekstensometer dan inklinomer



b. Mampu membaca parameter air tanah - Piezometer



Gambar 32. Contoh penggunaan Piezometer dan sketsa pemasangan



c. Mampu mengukur getaran akibat peledakan (blasting) - Blastingvibration and overpressure monitor



Foto 19. Blasting monitoring tool



8. SLOPE FAILURE REINFORCEMENT Slope failure reinforcement merupakan salah satu engineering treatment untuk memecahkan masalah ketidakstabilan lereng. Beberapa jenis slope failure reinforcement antara lain: 1. Pit wall review design, antara lain dengan melakukan: a. Melandaikan slope face angle baik single slope maupun overall slope b. Menambah lebar jenjang (bench width) pada single bench atau catch bench c. Menurunkan tinggi jenjang d. Cut back dan mining progress (memajukan front tambang dari rencana final wall) 2. Engineering treatment a. Counter weight construction b. Deprezuration of ground water level (vertical drain dan horizontal drain) c. Retaining wall d. Rock bolt



e. Wiremesh f.



Shortcrete



g. Ground anchor h. Water management, dll Yang perlu diperhatikan dan penting untuk dipahami didalam menentukan pemilihan tipe slope failure reinforcement adalah sebagai berikut: 1. Tidak merubah bentuk desain secara keseluruhan 2. Ekonomis dan kuat 3. Sederhana dan mudah dikerjakan dengan peralatan yang ada di lokasi 4. Disesuaikan dengan kondisi tanah dan/ batuan yang ada di lokasi tambang 5. Bilamana harus memakai engineering treatment yang nilainya cukup mahal, maka harus di back up dengan data tanah dan/ batuan yang lengkap atau dilakukan feasibility studi terlebih dahulu. Pada tambang terbuka batubara, slope failure reinforcement yang umum dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Pit Wall review desain, dengan catatan tidak merubah SR (Stripping Ratio) secara signifikan 2. Counter weight construction 3. Horizontal dan vertical drain



9. GEOTECHNICAL SOFTWARE APPLICATION Pada hakekatnya pemakaian software geoteknik adalah membantu untuk mempercepat perhitungan dan analisa geoteknik yang membutuhkan waktu cukup lama apabila dikerjakan secara manual. Dasar utama dalam pemilihan software geoteknik adalah sebagai berikut: a. Tujuan utama penggunaan software b. Kemampuan financial perusahaan/individu c. Kemampuan pengoperasian dan aplikasi d. Kemampuan analisa Beberapa software geoteknik yang saat ini umum dipergunakan, antara lain: a. Clara b. Galena c. Plaxis d. X-Stable e. FLAC, FLAC 3D f. UDEC g. RocScience (Slide, Swedge, RocPlane, RocData, RocFall, Phase2) h. Geostudio (Slope/W, Seep/W, Quacke/W, Ctran/W, Temp/W, Sigma/W), dll. Software geoteknik untuk pekerjaan open pit coal mining sudah banyak diproduksi oleh beberapa perusahaan dan telah dikembangkan dalam berbagai bentuk kemampuan analisa dan model antara lain: a. Limit Equilibrium Method (LE Method) LE method dipakai untuk menghitung kondisi lereng yang sederhana (tidak kompleks) dan material yang sifatnya cenderung homogen. b. Numerical Model Untuk numerical model sifat input datanya lebih sulit, tidak homogen dan kompleks, oleh karena itu diperlukan database geotek yang cukup lengkap dan detail. Jenis dari geotechnic numerical model software adalah : 1. Continuum Modelling - Finite Difference Methods (FDM) - Finite Element Methods (FEM) - Boundary Element Methods (BEM) 2. Discontinuum Method - Discrete Element Methods (DEM)



Penggunaan metode analisa tergantung kepada beberapa hal, antara lain: 1. Jenis software yang dimiliki 2. Kemampuan dan kompetensi pengguna 3. Kelengkapan data input 4. Tujuan analisa Aplikasi software geoteknik untuk membantu perhitungan slope stability pada open pit coal mining tergantung pada banyak hal, antara lain: a. Penentuan tipe longsoran b. Jumlah data properties tanah dan/ batuan c. Updating dan akurasi data survey d. Geomodel (modeling batubara) e. Data air tanah (muka air tanah) f. Input koefisien seismic g. Permeability h. External load (heavy equipment, building, etc) i. Tipe reinforcement bilamana dilakukan modeling reinforcement j. Water infiltration k. Weak layer Ketelitian dalam memasukkan data kedalam parameter dialog box dan kelengkapan data geoteknik yang dimiliki akan sangat mempengaruhi hasil akhir dari perhitungan. Di bawah ini beberapa contoh perbandingan aplikasi sederhana software geoteknik yang berbasis LE method (Slope/W dan Slide) dan FE method (Plaxis) : 1. Model Dasar



Gambar 33. Model dasar sederhana untuk perbandingan hasil perhitungan slope stability



Tabel 1. Parameter input material properties slope stability model



Contoh kasus untuk perbandingan hasil analisa kestabilan lereng: a. Kasus 1



: kondisi kering sempurna atau tidak ada GWL pada model



b. Kasus 2a



: kondisi jenuh sempurna atau GWL ada di permukaan tanah (hydrostatic pore pressure



Kasus 2b c. Kasus 3



: Kondisi jenuh sempurna dengan pore pressure dari seepage analysis : Kondisi kering sempurna dengan tambahan external force (q:50kPa, αh = 0.25 dan seismic load)



Hasil analisa dengan perhitungan manual menggunakan analisa Janbu Direct Method (JDM) untuk kondisi kering dan basah terlihat dalam table 2 di bawah ini : Tabel 2. Hasil analisa perhitungan manual dengan JDM



2. LE method result case 1 a. Analisa menggunakan Slope/W (Geostudio Product)



Gambar 34. Hasil analisa Case 1 menggunakan Slope/W



Catatan : BSM Bishop’s simplified method JGM Janbu’s generalized method JSM Janbu’s simplified method M‐PM Morgenstern‐Price method b. Analisa menggunakan Slide (RocScience Product)



Gambar 35. Hasil analisa Case 1 menggunakan Slide



c. Analisa menggunakan Plaxis



Gambar 35. Hasil analisa Case 1 menggunakan Plaxis



3. LE method result case 2 a. Slope/W for case 2a dan 2b



Gambar 36. Hasil analisa Case 2a menggunakan Slope/W



Gambar 37. Hasil analisa Case 2b menggunakan Slope/W



Gambar 38. Hasil analisa Case 2b menggunakan Seep/W untuk pore water pressure yang akan otomatis bisa di pergunakan sebagai dasar perhitungan kestabilan lereng dengan Slope/W



b. Slide for case 2a dan 2b



Gambar 39. Hasil analisa Case 2a menggunakan Slide



Gambar 40. Hasil analisa Case 2b menggunakan Slide



Gambar 41. Hasil analisa Case 2b menggunakan Slide untuk pore water pressure yang akan otomatis bisa di pergunakan sebagai dasar perhitungan kestabilan lereng



c. Plaxis for case 2a dan 2b



Gambar 42. Hasil analisa Case 2a menggunakan Plaxis



Gambar 43. Hasil analisa Case 2b menggunakan Plaxis



Gambar 44. Hasil analisa Case 2b menggunakan Plaxis untuk aliran alamiah steady stage



4. LE method result case 3 a. Analisa menggunakan Slope/W (Geostudio Product)



Gambar 45. Hasil analisa Case 3 menggunakan Slope/W



b. Analisa menggunakan Slide (Rocscience Product)



Gambar 46. Hasil analisa Case 3 menggunakan Slide



c. Analisa menggunakan Plaxis



Gambar 46. Hasil analisa Case 3 menggunakan Slide



Dari hasil perhitungan slope stability analysis dengan menggunakan 2 metode yaitu Limit Equilibrium (LE) dan Finite Element (FE) dapat ditarik beberapa catatan penting, antara lain : 1. Analisa kestabilan lereng dapat dihitung menggunakan metode Limit Equilibrium Analysis (LE Analysis) Finite Element Analysis (FE Analysis). 2. Tidak pernah ada sebuah anjuran yang melarang penggunaan Limet Equilibrium Analysis (LE Analysis) dam menghitung dan menganalisa slope stability pada tambang terbuka batubara. 3. Perbedaan hasil akhir dari minimum FOS number antara LE Analysis dan FE Analysis berkisar antara 3 % - 7 % 4. Hasil perhitungan minimum FOS number untuk LE analysis akan cenderung lebih besar jika dibandingkan dengan metode FE Analysis, hal ini dikarenakan input data pada LE Analysis cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan input data pada software geoteknik yang berbasis pada metode FE Analysis. 5. Penggunaan metode FE Analysis harus didukung oleh database geoteknik yang cukup lengkap dan detail sehingga parameter input data pada kolom dialog box bisa dipergunakan dengan maksimal untuk menghasilkan perhitungan yang semakin akurat.



Referensi: 1. Christoper, W. M. and Duncan, C. W. (2004). Rock Slope Engineering Civil and Mining. 4th edition, Published by Spon Press, Taylor and Francis Group, London and New York 2. Hoek, E. 2009, Fundamentals of slope design. Keynote address at Slope Stability 2009, Santiago, Chile, 9 - 11 November 2009. 3. Masyur Irsyam, dkk., 2010. Peta Zonasi Gempa Indonesia. Kementrian Pekerjaan Umum 4. Krishna Prasad Aryal, 2006. Slope Stability Evaluations by Limit Equilibrium and Finite Element Methods. Norwegian University of Science and Technology Faculty of Engineering Science and Technology Department of Civil and Transport Engineering 5. Highland, M. (USGS) and Bobrowsky, P. (GSC), 2008. The Landslide Handbook_A Guide to Understanding Landslides. USGS, Reston, Virginia.



Appendix : Peta Zonasi Gempa Indonesia