Ekstraksi, Isolasi, Dan Identifikasi Senyawa Toksik Secara in Vivo Dan in Vitro [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Toksikologi (Teori)



EKSTRAKSI, ISOLASI, DAN IDENTIFIKASI SENYAWA TOKSIK SECARA IN VIVO DAN IN VITRO Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Toksikologi



Disusun oleh: Anisa Nur Insani



(NIM P27903114049)



Eva Yuliana



(NIM P27903114059)



Moh Hikmatul Fajar



(NIM P27903114069)



Nirmasari



(NIM P27903114072)



Putri Natalya



(NIM P27903114079)



Windi Latifa



(NIM P27903114089) Analis Kesehatan 2B



PROGRAM STUDI ANALIS KESEHATAN TANGERANG POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN 2016



KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kesehatan kepada kami, sehingga kami dapat mendiskusikan dan menyelesaikan makalah dengan judul materi “EKSTRAKSI, ISOLASI, DAN IDENTIFIKASI SENYAWA TOKSIK SECARA IN VIVO DAN IN VITRO” yang diambil dari salah satu materi perkuliahan yaitu Toksikologi. Didalam makalah ini penulis membahas mengenai ekstraksi, isolasi, dan identifikasi senyawa toksik secara in vivo dan in vitro. Mudah-mudahan dengan mempelajari materi-materi yang ada dalam makalah ini dapat menambah wawasan pembaca mengenai materi yang dipaparkan sebagai salah satu materi pokok dalam mata kuliah Toksikologi. Penulis menyadari bahwa makalah yang penulis tulis ini masih terdapat kesalahan yang tidak penulis sadari dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.



Tangerang, April 2016



Penulis



TOKSIKOLOGI | 1



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.............................................................................................................



i



DAFTAR ISI..........................................................................................................................



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang............................................................................................................... 1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................... 1.3 Tujuan............................................................................................................................



1 1 2



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi In Vitro dan In Vivo............................................................................................ 2.2 Definisi Ekstraksi........................................................................................................... 2.3 Definisi Isolasi................................................................................................................ 2.4 Identifikasi Senyawa Toksik secara In Vitro.................................................................... 2.5 Identifikasi Senyawa Toksik secara In Vivo....................................................................



3 5 7 7 9



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan................................................................................................................... 3.2 Saran............................................................................................................................



12 12



DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................



13



TOKSIKOLOGI | 2



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan biodiversitas tinggi. Kekayaan biota laut Indonesia sudah lama dikenal dan digunakan sebagai bahan ku dalam pembuatan obat-obatan meskipun efektifitasnya belum banyak teruji cara ilmiah (Purwaningsih 2006).



Adanya keanekaragaman



yang tinggi dari spesies biota laut



menyebabkan terjadinya kompetisi yang tinggi dan ketat antar spesies untuk bertahan hidup. Kondisi ini menyebabkan spesies-spesies ini mensintesis metabolit sekunder berupa senyawa-senyawa toksik untuk mempertahankan dirinya. Struktur kimia dan aktivitas biologis senyawa dari biota laut sangat jarang ditemukan padanannya dengan biota darat. Biota laut yang hidup di wilayah tropis dan subtropis Indopasifik banyak diburu industri farmasi untuk penemuan obat antikanker, antibiotik dan antiinflamasi (Widihati 2004). Salah satu organisme laut yang berpotensi menghasilkan metabolit sekunder berupa racun adalah ikan buntal. Ikan buntal berasal dari famili Diodontidae dan berasal



dari



ordo Tetraodontiformes. Nama tetraodontiformes berasal dari morfologi gigi ikan ini, yaitu memiliki dua gigi besar pada rahang atas dan wahnya yang cukup tajam. Gigi yang menyatu bersama menjadi satu kesatuan, menciptakan mulut yang kuat dan dapat meretakan kulit kerang siput, landak laut, dan kepiting yang merupakan makanan utama ikan buntal. Ikan buntal memiliki yang belakang yang lebih tipis, tersembunyi, dan dapat terlihat ketika ikan ini enggembungkan diri (BPOM 2006). Ikan ini banyak ragamnya di perairan tipis, sedikit di perairan zona sedang dan tidak ada di perairan dingin. Di Indonesia ikan buntal memiliki nilai jual sangat rendah yaitu sekitar 3.000,-/kg, sehingga ikan ini tidak dijual dan hanya dikonsumsi oleh nelayan beberapa daerah tertentu bahkan di daerah lainnya ikan buntal dibuang karena lain beracun, duri dari ikan ini dapat merusak jaring nelayan. Nilai ekonomi dari an ini di Indonesia belum terasa karena keterbatasan pengetahuan mengenai cara pengelolaan dan pemanfaaatannya 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan in vitro dan in vivo? 2. Apa yang dimaksud dengan ekstraksi? 3. Bagaimana cara ekstraksi senyawa toksik secara in vitro dan in vivo? 4. Apa yang dimaksud dengan isolasi senyawa toksik? 5. Bagaimana cara isolasi senyawa toksik secara in vitro dan in vivo? 6. Bagaimana cara identifikasi senyawa toksik? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian identifikasi secara in vitro dan in vivo. TOKSIKOLOGI | 1



2. 3. 4. 5. 6.



Untuk mengetahui pengertian ekstraksi. Untuk mengetahui cara ekstraksi senyawa toksik secara in vitro dan in vivo. Untuk mengetahui pengertian isolasi senyawa toksik. Untuk mengetahui cara isolasi senyawa toksik secara in vitro dan in vivo. Untuk mengetahui cara identifikasi senyawa toksik secara in vitro dan in vivo.



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi In Vitro dan In Vivo 1. Pemeriksaan In Vitro



TOKSIKOLOGI | 2



Pada prinsipnya pemeriksaan in vitro adalah jenis pemeriksaan yang dilakukan dalam tabung reaksi, piring kultur sel atau di luar tubuh mahluk hidup. Penelitian in vitro mensyaratkan adanya kontak antara bahan atau suatu komponen bahan dengan sel, enzim, atau isolasi dari suatu sistem biologik. Proses kontak dapat terjadi secara langsung, dalam arti bahan langsung berkontak dengan dengan sistem sel tanpa adanya barier atau dengan menggunakan barier. Pemeriksaan in vitro dapat digunakan untuk mengetahui sitotoksisitas atau pertumbuhan sel, metabolisme set fungsi sel. Bisa pula pemeriksaan in vitro untuk mengetahui pengaruh suatu bahan terhadap genetik set. Ada beberapa keuntungan dari pemeriksaan in vitro dibandingkan dengan jenis pemeriksaan biokompatibilitas lainnya, adalah sebagai berikut: 1. Membutuhkan waktu yang relatif singkat. 2. Membutuhkan biaya yang relatif sedikit. 3. Dapat dilakukan standarisasi. 4. Bisa dilakukan control. Sebaliknya, kerugian dari pemeriksaan in vitro adalah, karena tidak adanya relevansinya dengan kegunaannya secara in vivo di kemudian hari. Selain itu, kerugian lainnya adalah tidak adanya mekanisme inflamasi dalam kondisi in vitro. Hal yang penting diketahui adalah bahwa dari hasil pemeriksaan in vitro saja jarang bisa untuk mengetahui biokompatibilitas suatu bahan. Pada pemeriksaan in vitro terdapat dua macam sel yang biasa digunakan yaitu sel primer clan sel kontinyu. Kedua sel tersebut mempunyai peran penting dalam melakukan pemeriksaan in vitro. a. Sel Primer Sel Primer adalah sel yang langsung diambil dari organisme hidup untuk kemudian langsung dibiakkan dalam kultur. Sel jenis primer akan tumbuh hanya untuk waktu yang terbatas, tetapi mempunyai keuntungan bahwa masih tetap mempertahankan sifat sel pada kondisi in vivo. Merupakan jenis sel yang sering digunakan untuk melakukan pemeriksaan sitotoksisitas. b. Sel Kontinyu Sel kontinyu adalah jenis sel primer yang ditransformasikan untuk dapat ditumbuhkan dalam kultur. Karena dilakukan transformasi, maka jenis sel ini tidak lagi mempertahankan semua sifat sel pada kondisi in vivo. 2. Pemeriksaan In Vivo Pemeriksaan in vivo untuk uji biokompatibilitas biasanya menggunakan binatang mamalia



seperti



tikus,



kelinci,



marmot



atau



kera.



Pemeriksaan



in



vivo



TOKSIKOLOGI | 3



dengan menggunakan binatang cobs menimbulkan banyak interaksi yang sifatnya kompleks dalam menimbulkan terjadinya respon biologik. Sebagai contoh, suatu respon imun akan terjadi pada sistem tubuh hewan, hal mana pasti akan sukar terlihat pada sistem biakan sel. Oleh karena itu, respon biologik pada pemeriksaan in vivo secara umum lebih relevan dibandingkan dengan pemeriksaan in vitro. Beberapa pemeriksaan in vivo yang biasa dilakukan, yaitu: a. Pemeriksaan Iritasi Untuk mengetahui apakah suatu material dapat menimbulkan inflamasi pada mukosa atau pada kulit. Metode yang dilakukan biasanya dengan menggunakan kelompok kontrol dan perlakuan, bahan dikontakkan pada mukosa mulut hamster atau marmot. Selang beberapa minggu, baik kontrol maupun perlakuan diperiksa. Hewan coba dibunuh untuk dibuat sediaan histologis, untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan terjadinya inflamasi. b. Pemeriksaan Implan Untuk mengevaluasi bahan yang dikontakkan dengan tulang atau jaringan subkutan. Biasanya bahan dikontakkan antara satu sampai sebelas minggu. Pada waktu yang telah



ditentukan,



respon



jaringan



dapat



dievaluasi



pemeriksaan histologik, biokimiawi atau imunohistokimiawi. Pemeriksaan implan juga dapat dilakukan untuk



dengan



mengetahui



kemungkinan terjadinya inflamasi kronis atau pembentukan tumor. Pada pemeriksaan ini material dikontakkan untuk waktu yang lebih lama, yaitu antara satu sampai dengan dua tahun. 2.2 Definisi Ekstraksi Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain. Ekstraksi bertujuan untuk melarutkan senyawa-senyawa yang terdapat dalam jaringan tanaman ke dalam pelarut yang dipakai untuk proses ekstraksi tersebut.



Gambar 1.1 Alat Untuk Ekstraksi TOKSIKOLOGI | 4



 Macam-Macam Metode Ekstraksi Jenis-jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah: a. Ekstraksi Cara Dingin Metoda ini artinya tidak ada proses pemanasan selama proses ekstraksi berlangsung, tujuannya untuk menghindari rusaknya senyawa yang dimaksud rusak karena pemanasanan. Jenis ekstraksi dingin adalah maserasi dan perkolasi. 1) Metode Maserasi Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dengan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. 2) Metode Perkolasi Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan jalan melewatkan pelarut yang sesuai secara lambat pada simplisia dalam suatu percolator. Perkolasi bertujuan supaya zat berkhasiat tertarik seluruhnya dan biasanya dilakukan untuk zat berkhasiat yang tahan ataupun tidak tahan pemanasan. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak kebawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan di atasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan. Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan daya geseran (friksi). b. Ekstraksi Cara Panas Metoda ini pastinya melibatkan panas dalam prosesnya. Dengan adanya panas secara otomatis akan mempercepat proses penyarian dibandingkan cara dingin. Metodanya adalah refluks, ekstraksi dengan alat soxhlet dan infusa. 1) Metode Refluks Salah satu metode sintesis senyawa anorganik adalah refluks, metode ini digunakan apabila dalam sintesis tersebut menggunakan pelarut yang volatil. Pada kondisi ini jika dilakukan pemanasan biasa maka pelarut akan menguap sebelum reaksi berjalan sampai selesai. Prinsip dari metode refluks adalah pelarut volatil yang digunakan akan menguap pada suhu tinggi, namun akan TOKSIKOLOGI | 5



didinginkan dengan kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan mengembun pada kondensor dan turun lagi ke dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi berlangsung. Sedangkan aliran gas N2 diberikan agar tidak ada uap air atau gas oksigen yang masuk terutama pada senyawa organologam untuk sintesis senyawa anorganik karena sifatnya reaktif. 2) Metode Soxhlet Sokletasi adalah suatu metode atau proses pemisahan suatu komponen yang terdapat dalam zat padat dengan cara penyaringan berulang-ulang dengan menggunakan pelarut tertentu, sehingga semua komponen yang diinginkan akan terisolasi. Sokletasi digunakan pada pelarut organik tertentu. Dengan cara pemanasan, sehingga uap yang timbul setelah dingin secara kontinyu akan membasahi sampel, secara teratur pelarut tersebut dimasukkan kembali ke dalam labu dengan membawa senyawa kimia yang akan diisolasi tersebut. Pelarut yang telah membawa senyawa kimia pada labu distilasi yang diuapkan dengan rotary evaporator sehingga pelarut tersebut dapat diangkat lagi bila suatu campuran organik berbentuk cair atau padat ditemui pada suatu zat padat, maka dapat diekstrak dengan menggunakan pelarut yang diinginkan. 2.3 Definisi Isolasi Isolasi adalah suatu usaha bagaimana caranya memisahkan senyawa yang bercampur sehingga kita dapat menghasilkan senyawa tunggal yang murni. Tumbuhan mengandung ribuan senyawa sebagai metabolit primer dan metabolit sekunder. Biasanya proses isolasi senyawa dari bahan alami mengisolasi senyawa metabolit sekunder,karena dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Isolasi adalah suatu usaha bagaimana caranya memisahkan senyawa yang bercampur sehingga kita dapat menghasilkan senyawa tunggal yang murni. Tumbuhan mengandung ribuan senyawa sebagai metabolit primer dan metabolit sekunder. Biasanya proses isolasi senyawa dari bahan alami mengisolasi senyawa metabolit sekunder,karena dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Kandungan senyawa dari tumbuhan untuk isolasi dapat diarahkan pada suatu senyawa yang lebih dominan dan salah satu usaha isolasi senyawa tertentu maka dapat dimanfaatkan pemilihan pelarut organik yang akan digunakan pada isolasi tersebut, dimana pelarut polar akan lebih mudah melarutkan senyawa polar dan sebaliknya senyawaa non polar lebih mudah larut dalam pelarut non polar. TOKSIKOLOGI | 6



2.4 Identifikasi Senyawa Toksik secara In Vitro Judul : Identifikasi Senyawa Asam Salisilat dalam Makanan atau Obat Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya senyawa asam salisilat dalam Metode Prinsip



sampel makanan atau obat. : Ekstraksi : Asam salisilat dalam contoh makanan diekstraksi dalam suasana asam dengan eter. Kemudian diuapkan, residu yang dihasilkan direaksikan dengan FeCl3 mengahsilkan senyawa berwarna merah. 10 ml aquades



Alat dan Bahan : Alat 1. Corong pemisah 2. Neraca analitik 3. Erlenmeyer 4. Cawan porselen 5. Kaca arloji 6. Gelas kimia 5 – 10 gram Sampel 7. Gelas ukur 8. Corong kaca 9. Pipet tetes bergaris 10. Pipet volume 11. Batang pengaduk Cara Kerja : Dicuci dengan aquades 10 ml



Bahan 1. Sampel 2. Aquadest 3. HCl 4. Eter 5. FeCl3 6,5%



Uapkan di lemari asam Di teteskan ± 3-5 tetes FeCl3 Positif 6.5% : Ungu Ekstraksi dengan eter ± 20 ml Negatif : Tidak Terjadi Perubahan Warna



Contoh lain pemeriksaan senyawa toksik secara in vitro yaitu: Cara Kerja  Penyiapan sampel Buah tanaman pare yang diperoleh dicuci dan dibersihkan, kemudian dibelah untuk memisahkan daging buah dengan biji buah pare. Daging buah Pare dipotong-potong kecil dan dikeringkan, selanjutnya digiling menggunakan blender hingga menjadi serbuk. TOKSIKOLOGI | 7







Ekstraksi dan fraksionasi golongan senyawa toksik Serbuk daging buah Pare sebanyak ± 600 gram diekstraksi dengan cara maserasi dengan 4,5 L metanol dan didiamkan selama 24 jam. Ekstrak kental metanol yang diperoleh, kemudian dilarutkan dalam 250 mL air, dan dipartisi dengan 1 L n-heksana. Cara yang sama juga dilakukan dengan menggunakan kloroform. Sehingga akan didapat tiga fraksi yaitu fraksi nheksana, fraksi kloroform, dan fraksi air. Ketiga fraksi diuji toksisitas terhadap larva udang Artemia salina Leach. Fraksi yang paling toksik kemudian dilanjutkan pada proses pemisahan dan pemurnian dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Kromatografi kolom.Uji toksisitas terhadap larva udang, Artemia salina Leach. Pengujian dilakukan dengan mengambil sebanyak 20 mg ekstrak kental kemudian dilarutkan dengan pelarut dari ekstrak pekat, selanjutnya diuji toksisitasnya dengan larva udang Artemia salina L.







Pemisahan dan Pemurnian Pemisahan ekstrak yang paling toksik dilakukan dengan Kromatografi Kolom dan uji kemurnian dilakukan dengan cara KLT pada berbagai campuran eluen. Identifikasi isolat aktif pada penelitian ini, identifikasi isolat dilakukan dengan uji fitokimia dan analisis data fisikokimia. Uji fitokimia dilakukan dengan uji warna dan uji busa. Analisis data fisikokimia dilakukan dengan Spektrofotometri Ultravioletvisible (UV-VIS) dan Spektrofotometri Inframerah (FTIR).



2.5 Identifikasi Senyawa Toksik secara In Vivo Uji toksisitas akut : Suatu pengujian untuk mendeteksi efek toksik yang muncul dalam waktu singkat setelah pemberian zat uji dalam dosis tunggal, atau dosis berulang yang diberikan dalam jangka Prinsip uji toksisitas



waktu 24 jam. : Zat uji dalam beberapa tingkat dosis diberikan pada beberapa kelompok hewan uji, satu dosis per kelompok, selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap adanya efek



Tujuan uji toksisitas akut



toksik dan kematian. : Mendeteksi toksisitas instrinsik suatu zat, menentukan organ



sasaran



dan



kepekaan



species,



memperoleh



informasi bahaya setelah pemaparan suatu senyawa secara akut, memperoleh informasi awal untuk menetapkan tingkat dosis, menetapkan LD50, dan merancang untuk uji toksisitas selanjutnya Prosedur Uji Toksisitas Akut TOKSIKOLOGI | 8



Evaluasi Pengamatan Toksisitas Akut  Parameter uji perilaku  Pengamatan bobot badan  Indeks organ % bobot organ = bobot organ / bobot badan x 100%  Kematian  Penemuan makroskopis dan mikroskopis



TOKSIKOLOGI | 9



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Pemeriksaan in vivo untuk uji biokompatibilitas biasanya menggunakan binatang mamalia



seperti



tikus,



kelinci,



marmot



atau



kera. Sedangkan pada prinsipnya



pemeriksaan in vitro adalah jenis pemeriksaan yang dilakukan dalam tabung reaksi, piring kultur sel atau di luar tubuh mahluk hidup. Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain. Isolasi adalah suatu usaha bagaimana caranya memisahkan senyawa yang bercampur sehingga kita dapat menghasilkan senyawa tunggal yang murni. 3.2 Saran Setelah membaca dan memahami materi yang ada dalam makalah ini, materi yang kami sajikan masih belum cukup lengkap. Jadi pembaca silahkan menambahkan isi materi kepada kelompok kami. Dan juga disarankan untuk membandingkan materi yang ada dalam makalah dengan buku sumber yang ada. Karena sebagai penulis kami hanyalah manusia yang tidak luput dari kesalahan, baik itu kesalahan dalam penyampaian materi ataupun pengetikan.



DAFTAR PUSTAKA



TOKSIKOLOGI | 10



Departemen Pendidikan Republik Indonesia. 1989. Sediaan Galenik. Penerbit Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta. Elisa.ugm.ac.id/user/archive/…/c77fbf3af21a47e8698e0207b141103f Hamzah, Baharudin. 2009. Fitokimia 1. STIFA PM. Palu. Kelompok Kerja Ilmiah. 1993. Penapisan Farmakologi Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik. Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phyto Medica. Jakarta. Stenis, Van, J.G.G.C. 1997. Flora. Penerbit Pradaya Paramitha. Jakarta. Wijayakusuma, H. 1992. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Pustaka Kartini. Jakarta.



TOKSIKOLOGI | 11