Ekstraksi Soxhlet [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

EKSTRAKSI SOXHLET DAN COLUMN CHROMATOGRAPHY



ARDI ALAM JABIR D62114012



PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN



GOWA 2016



EKSTRAKSI SOXHLET 1. Definisi Ekstraksi Soxhlet Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair



dengan



bantuan



pelarut.



Pelarut



yang



digunakan



harus



dapat



mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu bahan daricampurannya dan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Ekstraksi menggunakan pelarut didasarkan pada kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam campuran. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi meliputi tipe persiapan sampel, waktu ekstraksi, kuantitas pelarut, suhu pelarut dan tipe pelarut (Miryanti et al., 2011). Menurut Nur dan Putri (2015), bahwa ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa metode berdasarkan sifat dan tujuan ekstraksi. Ekstraksi dapat digolongkan menjadi tiga cara, yaitu maserasi, sokletasi dan perkolasi. Sama halnya dengan Sari (2010), mengatakan bahwa Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda, biasanya air dan yang lainnya pelarut organik. Ekstraksi adalah proses penarikan komponen aktif ( minyak asiri) yang terkandung dalam tanaman menggunakan bahan pelarut yang sesuai dengan kelarutan komponen aktifnya. Ekstraksi minyak asiri dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu ekstraksi dengan pelarut uap, ekstraksi dengan lemak dingin, dan ekstraksi dengan lemak panas (Yuliani dan Satuhu, 2012). Ekstraksi menggunakan Soxhlet dengan pelarut cair merupakan salah satu metode yang paling baik digunakan dalam memisahkan senyawa bioaktif dari alam. Cara ini memiliki beberapa kelebihan dibanding yang lain antara lain sampel kontak dengan pelarut yang murni secara berulang, kemampuan mengekstraksi sampel lebih tanpa tergantung jumlah pelarut yang banyak. Karena bagaimanapun, dengan alasan toksisitas, prosedur obat dan pengobatan harus menekan penggunaan pelarut dalam proses farmasetis.



Penggunaan



pelarut



juga



dapat



mempengaruhi



kinetika



kristalisasi dan morfologi kristal dari produk (Rais, 2004). Ekstraksi merupakan proses pemisahan senyawa tertentu yang terdapat pada suatu bahan dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan 1



harus sesuai dengan karakteristik senyawa yang diinginkan. Metode yang diduga efektif dalam mengekstrak senyawa bioaktif Soxhletasi. Prinsip Soxhletasi adalah penyaringan yang berulang-ulang sehingga hasil yang didapat sempurna dan pelarut yang digunakan relatif sedikit. Pelarut organik dapat menarik senyawa organik dalam bahan alam secara berulang-ulang (Agustini et al., 2014). Kadji, et al. (2013) menyatakan, ekstraksi cara Soxhlet menghasilkan rendemen yang lebih besar jika dibandingkan dengan maserasi. Hal ini disebabkan karena dengan adanya perlakuan panas yang dapat meningkatkan kemampuan pelarut untuk mengekstraksi senyawasenyawa yang tidak larut didalam kondisi suhu kamar, serta terjadinya penarikan



senyawa



yang



lebih



maksimal



oleh



pelarut



yang



selalu



bersirkulasi dalam proses kontak dengan simplisia sehingga memberikan peningkatan rendemen. Menurut Munawaroh & Handayani (2010), bahwa ekstraksi dengan menggunakan alat ekstraksi soxhlet cukup cepat karena efisien waktu, serta proses pengambilannya dengan pelarut didapatkan randemen yang cukup banyak. Purwani et al. (2012), menambahkan bahwa keunggulan metode soxhlet yaitu membutuhkan pelarut yang sedikit dan untuk penguapan pelarut digunakan pemanasan, sedangkan kelemahan metode soxhlet yaitu membutuhkan waktu yang lama sehingga kebutuhan energinya tinggi dan dapat berpengaruh negatif terhadap bahan tumbuhan yang peka suhu.



2. Ekstraktor Soxhlet Ekstraktor soxhlet adalah alat yang digunakan untuk mengekstraksi suatu senyawa dari material padatnya. Alat ini ditemukan oleh Franz von Soxhlet pada tahun 1879 dan pada awalnya hanya digunakan untuk mengekstraksi lemak dari material padatnya. Suatu senyawa yang memiliki kelarutan yang sangat spesifik dengan larutan tertentu dapat dipisahkan dengan mudah dengan proses filtrasi sederhana. Namun apabila senyawa tersebut memiliki kelarutan yang terbatas, dapat digunakan ekstraktor soxhlet untuk memisahkan senyawa tersebut dari material asalnya. Dalam soxhlet akan digunakan pelarut yang berfungsi melarutkan senyawa yang akan diekstraksi. Pelarut ini biasanya adalah larutan yang bersifat non polar seperti metana. Pelarut tersebut akan diuapkan kemudian dembunkan.



Embun



hangat



yang



mengenai



material



padat



akan 2



menyebabkan senyawa yang dikandungnya larut bersama larutan tersebut. Perhatikanlah gambar ekstraktor soxhlet di bawah ini.



Bagian-bagian ekstraktor soxhlet



Gambar 1 BagianBagian Ekstraktor Soxhlet (http:// www.edubio.info/2015/01 /metode-ekstraksidengan-ekstraktor.html)



1. Stirrer, agar panas tersebar merata 2. Tabung distilasi, sebagai wadah untuk pelarut 3. Saluran uap distiasi 4. Tudung bahan 5. Tempat material padat 6. Sifon atas 7. Saluran sifon keluar 8. Penyambung 3



9. Kondenser, untuk mengembunkan uap 10.Saluran air pendingin masuk 11.Saluran air pendingin keluar. Langkah-langkah penggunaan ekstraktor soxhlet 1. Bungkus bahan padat yang akan diekstrak dengan kertas saring 2. Masukkan bahan padat pada tempatnya 3. Masukkan pelarut pada tabung distilasi 4. Rangkai



alat



soxlet



sesuai



dengan



gambar



dan



jangan



lupa



menyambung condenser dengan keran air 5. Panaskan tabung dengan reflux 6. Suhu pemanas harus lebih rendah dari titik didih senyawa yang akan diekstraksi Setelah pelarut mencapa titik didihnya, pelarut tersebut akan menguap dan naik ke atas. Ketika uap mencapai condenser, uap akan mengembun dan kemudian membentuk tetesan-tetesan air. Tetesan air ini akan jatuh menuju ruangan tempat bahan padat, sedikit demi sedikit. Ruang bahan padat secara perlahan terus terisi dengan tetesan pelarut, hal ini memungkinkan senyawa-senyawa tertentu yang diinginkan larut pada pelarut. Ketika pelarut telah memenuhi ruangan bahan, sifon akan bekerja dan mengeluarkan seluruh pelarut menuju tabung distilasi kembali. Metode pengeluaran ini mirip dengan kerja selang yang digunakan untuk menyedot air di bak mandi. Bahan padat dibungkus kertas saring agar material padat tidak ikut larut



bersama



pelarut.



Satu



siklus



soxhlet



berakhir



ketika



sifon



mengeluarkan seluruh isinya menuju tabung distilasi. Siklus tersebut dilakukan



berulang-ulang



hingga



seluruh



senyawa



yang



diinginkan



terekstraksi. Ekstraktor soxhlet akan menghemat penggunaan pelarut, karena dapat digunakan berulang-ulang. Senyawa yang telah terlarut tidak akan 4



ikut menguap saat dipanaskan karena suhu reflux telah diatur di bawah titik didih senyawa.



3. Aplikasi Ekstraksi Soxhlet pada Batubara Ekstraksi Batubara untuk Proses Liquifaction Upaya pengubahan batubara menjadi bahan bakar cair memerlukan pengkajian karakteristik batubara secara mendalam. Salah satu cara untuk mengetahui kandungan karakteristik batubara adalah melalui analisis biomarka yang dipunyainya. Biomarka atau disebut juga dengan fosil molekul adalah senyawa yang diturunkan dari organisme hidup pada zaman dahulu dan merupakan senyawa organik kompleks yang terdiri atas karbon, hidrogen dan unsur lain (Burhan, 2006). Kandungan hidrokarbon pada batubara merupakan suatu potensi yang besar untuk diubah menjadi hidrokarbon cair. Adanya rantai panjang nalkana (hidrokarbon alifatik) dari batubara memberikan makna bahwa batubara memiliki potensi yang besar untuk diperoleh hidrokarbon cairnya sebagai bahan bakar cair (Pettersen dan Nytoft, 2005). Batubara muda mempunyai kandungan n-alkana yang lebih tinggi dibanding batubara tua (Tuo, 2003). Seskuiterpenoid (seperti kadalen), etil keton serta asam n-oktadekanoat merupakan sumber n-alkana bagi pencairan batubara (Rogers, 1984). Oleh karena itu diperlukan pengetahuan tentang karakteristik batubara yang memberikan informasi potensinya untuk menjadi bahan bakar cair. Melalui karakteristik geokimia senyawa organik dari batubara akan memberikan gambaran kemungkinan tersebut. Ekstraksi mengekstrak



Soxhlet



batubara



dimanfaatkan menggunakan



sebagai beberapa



suatu



proses



pelarut.



untuk



Untuk



skala



laboratorium, sampel batubara dihaluskan hingga berukuran 200 mesh. Sampel yang telah halus diambil sebanyak 200 gram untuk diekstraksi. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan alat soxhlet extractor 500 ml dengan pelarut kloroform : methanol : aseton (23:30:47) sebanyak 750 ml selama



2



X



menggunakan



24



jam.



rotary



Hasil



ekstraksi



evaporator



lalu



diuapkan



pelarutnya



dipindahkan



dalam



dengan



botol



vial.



Pemindahan ke botol vial dengan cara melarutkan fraksi dengan DCM lalu dikeringkan dengan dialiri gas nitrogen sehingga dihasilkan ekstrak kering. Ekstrak



kering



tersebut



ditimbang



dan



disimpan



untuk



perlakuan



selanjutnya (Amijaya, et al., 2006). 5



Batubara coklat (brown coal) dihaluskan sampai berukuran < 0,2 mm. Batubara



halus



sebanyak



150



g



diekstraksi



dengan



alat



soklet



menggunakan pelarut diklorometan 600 ml selama 24 jam. Ekstrak organik total dipekatkan dengan cara menguapkan pelarutnya menggunakan rotary evaporator, kemudian total ekstrak yang terkandung difraksinasi ke dalam fraksi yang berbeda dengan menggunakan kromatografi kolom (Widodo, 2009).



6



COLUMN CHROMATOGRAPHY 1. Definisi Column Chromatography Istilah kromatografi berasal dari kata latin chroma berarti warna dan graphien berarti menulis. Kromatografi pertama kali diperkenalkan oleh Michael Tsweet (1903) seorang ahli botani dari Rusia. Michael Tsweet dalam percobaannya ia berhasil memisahkan klorofil dan pigmen-pigmen warna lain dalam ekstrak tumbuhan dengan menggunakan serbuk kalsium karbonat yang diisikan ke dalam kolom kaca dan petroleum eter sebagai pelarut. Proses pemisahan itu diawali dengan menempatkan larutan cuplikan pada permukaan atas kalsium karbonat, kemudian dialirkan pelarut petroleum eter. Hasilnya berupa pita-pita berwarna yang terlihat sepanjang kolom



sebagai



hasil



pemisahan



komponen-komponen



dalam



ekstrak



tumbuhan (Alimin, 2007). Kromatografi adalah proses melewatkan sampel melalui suatu kolom, perbedaan kemampuan adsorpsi terhadap zat-zat yang sangat mirip mempengaruhi resolusi zat terlarut dan menghasilkan apa yang disebut kromatogram (Khopkar, 2008). Pemisahan kromatografi kolom adsorpsi didasarkan pada adsorpsi komponen-komponen campuran dengan afinitas berbeda-beda terhadap permukaan fase diam. Kromatografi kolom adsorpsi termasuk pada cara pemisahan cair-padat. Substrat padat (adsorben) bertindak sebagai fase diam yang sifatnya tidak larut dalam fase cair. Fase bergeraknya adalah cairan (pelarut) yang mengalir membawa komponen campuran sepanjang kolom. Pemisahan tergantung pada kesetimbangan yang terbentuk pada bidang antarmuka di antara butiran-butiran adsorben dan fase bergerak serta kelarutan relatif komponen pada fase bergeraknya. Antara molekulmolekul komponen dan pelarut terjadi kompetisi untuk teradsorpsi pada permukaan adsorben sehingga menimbulkan proses dinamis. Keduanya secara bergantian tertahan beberapa saat di permukaan adsorben dan masuk kembali pada fase bergerak. Pada saat teradsorpsi komponen dipaksa untuk berpindah oleh aliran fase bergerak yang ditambahkan secara kontinyu. Akibatnya hanya komponen yang mempunyai afinitas lebih besar terhadap adsorben akan secara selektif tertahan. Komponen dengan afinitas paling kecil akan bergerak lebih cepat mengikuti aliran pelarut (Yazid, 2005).



7



Teknik pemisahan kromatografi kolom dalam memisahkan campuran, kolom yang telah dipilih sesuai ukuran diisi dengan bahan penyerap (adsorben) seperti alumina dalam keadaan kering atau dibuat seperti bubur dengan pelarut. Pengisian dilakukan dengan bantuan batang pemanpat (pengaduk) untuk memanpatkan adsorben dengan gelas wool pada dasar kolom. Pengisian harus dilakukan secara hati-hati dan sepadat mungkin agar rata



sehingga



terhindar



dari



gelembung-gelembung



udara.



Untuk



membantu homogenitas pengepakan biasanya kolom setelah diisi divibrasi, diketok-ketok atau dijatuhkan lemah pada pelat kayu. Sejumlah cuplikan dilarutkan dalam sedikit pelarut, dituangkan melalui sebelah atas kolom dan dibiarkan



mengalir



ke



dalam



adsorben.



Komponen-komponen



dalam



campuran diadsorpsi dari larutan secara kuantitatif oleh bahan penyerap berupa pita sempit pada permukaan atas kolom, dengan penambahan pelarut (eluen) secara terus-menerus, masing-masing komponen akan bergerak turun melalui kolom dan pada bagian atas kolom akan terjadi kesetimbangan baru antara bahan penyerap, komponen campuran dan eluen. Kesetimbangan dikatakan tetap bila suatu komponen yang satu dengan lainnya bergerak ke bagian bawah kolom dengan waktu atau kecepatan berbeda-beda sehingga terjadi pemisahan. Jika kolom cukup panjang dan semua parameter pemisahan betul-betul terpilih seperti diameter kolom, adsorben, pelarut dan kecepatan alirannya, maka akan terbentuk pita-pita (zona-zona) yang setiap zona berisi satu macam komponen. Setiap zona yang keluar dari kolom dapat ditampung dengan sempurna sebelum zona yang lain keluar dari kolom. Komponen (eluat) yang diperoleh dapat diteruskan untuk ditetapkan kadarnya, misalnya dengan cara titrasi atau spektofotometri (Yazid, 2005). Fasa diam atau adsorben (penyerap) dalam kromatografi kolom adalah zat padat. Fasa diam yang paling umum untuk kromatografi kolom adalah silika gel, diikuti dengan alumina. Serbuk selulosa pernah banyak digunakan.



Kromatografi



kolom



memungkinkan



melakukan



teknik



kromatografi pertukaran ion, kromatografi fasa terbalik, kromatografi afinitas, atau penjerapan bed ekspansi (expanded bed adsorption, EBA). Fasa diam biasanya serbuk halus atau gel dan/atau mikropori untuk peningkatan permukaan, meskipun dalam EBA digunakan bed berfulida. Ada rasio penting antara berat fasa diam dan berat kering campuran analit yang dapat diaplikasikan ke dalam kolom. Untuk kolom silika, rasio berada antara 8



20:1 hingga 100:1, bergantung pada kedekatan jarak elusi antar komponen analit. Fasa gerak atau eluen dapat berupa pelarut murni atau campuran pelarut. Pemilihan dilakukan sedemikian rupa sehingga nilai faktor retensi senyawa



yang



meminimalkan



diinginkan waktu



dan



berada jumlah



pada eluen



kisaran yang



0,2



-



0,3



diperlukan



untuk selama



kromatografi. Eluen dapat pula dipilih berdasarkan daya pisahnya sehingga senyawa yang berbeda dapat dipisahkan secara efektif. Optimasi eluen dilakukan melalui uji pendahuluan berskala kecil, biasanya menggunakan kromatografi lapisan tipis (KLT) dengan fasa gerak yang sama (Still, 1978). Ada laju aliran optimum untuk masing-masing pemisahan. Semakin cepat laju aliran eluen akan meminimalkan waktu yang dibutuhkan untuk melalui kolom sehingga meminimalkan difusi, menghasilkan pemisahan yang lebih baik. Namun, laju aliran maksimum perlu dibatasi karena analit memerlukan waktu tertentu untuk berada pada kesetimbangan antara fasa diam-fasa gerak, lihat persamaan Van Deemter. Kolom laboratorium sederhana bekerja dengan prinsip aliran gravitasi. Laju aliran kolom semacam ini dapat dinaikkan dengan menambah eluen baru di bagian atas fasa diam, atau diturunkan dengan mengatur keran di bagian bawah. Laju aliran yang lebih cepat dapat diperoleh dengan menggunakan pompa atau gas bertekanan (misalnya: udara, nitrogen, atau argon) untuk menekan pelarut melalui kolom (kromatografi kolom kilat) (Laurence, 1989). Ukuran partikel fasa diam pada kromatografi kolom kilat biasanya lebih halus daripada kromatografi kolom gravitasi. Misalnya, silika gel untuk kromatografi kilat berukuran antara



230 – 400 mesh (40 – 63 µm),



sementara untuk kromatografi gravitasi antara 70 – 230 mesh (63 – 200 µm). Telah dikembangkan lembar lajur (spreadsheet) yang mendukung suksesnya pengembangan kolom kilat. Lembar lajur memperkirakan volume retensi dan pita volume analit, jumlah fraksi yang diperkirakan untuk masing-masing kandungan analit, dan resolusi antara dua puncak yang berdekatan. Informasi ini memungkinkan pengguna memilih parameter optimal untuk pemisahan berskala preparatif sebelum dicobakan pada kolom kilat (Fair, 2008).



2. Aplikasi Column Chromatography pada Analisis Batubara 9



Salah satu upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomis dari batu bara jenis lignit, adalah dengan pirolisis, yaitu suatu teknik pemanasan batu bara dalam temperatur tinggi (mencapai 1000°C), menghasilkan coke (batu bara dengan kalor pembakaran lebih tinggi), gas dan tar (Hasanuddin, 2000). Tar yang dihasilkan cukup melimpah, namun karena baunya yang tajam dan tidak enak, maka sering dianggap sebagai limbah (Hayashi, 1995). Penelitian



sebelumnya



menunjukkan



bahwa



tar



batu



bara



ini



mengandung banyak komponen senyawa organik baik alifatis ataupun aromatis, yang tentu saja sangat potensial untuk dimanfaatkan lebih lanjut, misalnya sebagai bahan dasar industri kimia berbasis senyawa olefin maupun senyawa aromatis (Smith, 2001). Kendala yang dihadapi dalam pengolahan tar adalah kompleksitas senyawanya, sehingga perlu dilakukan proses pemisahan awal (fraksinasi) agar memudahkan dalam pemanfaatan lebih lanjut. Berdasarkan pada permasalahan tersebut, akan dilakukan pemanfaatan sifat molecular sieve dari zeolit dalam kaitannya sebagai fasa diam kolom kromatografi. Proses awal



adalah



kemudian



distilasi



fraksi



fraksinasi



distilat



yang



pengurangan diperoleh



tekanan



dipisahkan



terhadap dengan



tar,



kolom



kromatografi, dengan memadukan prinsip adsorbsi dan elusi. Dalam kolom ini digunakan variasi fasa diam dan fasa gerak. Dengan teknik ini, diharapkan senyawa-senyawa yang terkandung di dalam tar batu bara dapat dikelompokkan menjadi fraksi-fraksi komponen.



10