Elemen Mesin III [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PERENCANAAN ELEMEN MESIN III SISTEM TRANSMISI GEAR BOX



Disusun oleh : Nama



: Panji Prasetya



No. Mhs



: 210003048



Jenjang Studi



: Strata Satu ( S-I )



Program Studi : Teknik Mesin



JURUSAN TEKNIK MESIN SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL YOGYAKARTA 2009



HALAMAN PERSETUJUAN Makalah Elemen Mesin ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi kurikulum dalam studi jurusan Teknik Mesin S-1 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta



Disusun Oleh : Nama



: Panji Prasetya



No. Mhs



: 210003048



Jenjang Studi



: Strata Satu ( S-I )



Program Studi



: Teknik Mesin



Yogyakarta, 09 Juli 2009



Mengetahui



Disetujui dan disahkan



Ketua Jurusan Teknik Mesin



Dosen Pembimbing



Sutrisna. ST, MT



Ir. Sri Yatno SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL



YOGYAKARTA JURUSAN TEKNIK MESIN



TUGAS ELEMEN MESIN III



No. Soal



: 13-KS/STTNAS/TM/EM3/III/2007



Nama



: PANJI PRASETYA



No. Mahasiswa : 210003048 Soal



: Rencanakan Kotak Roda Gigi Untuk Mentransferkan Daya 60 Pk Dengan Putaran Input 1500 Rpm dan Putaran Output 15 Rpm.



Yogyakarta, 09 Juli 2009 Dosen Pembimbing



( Ir. Sriyatno )



MOTTO



➢ Mulailah dari diri kita sendiri. Mulailah dari yang terkecil dan mulailah dari yang sekarang. ➢ Tidak ada usaha yang gagal, kegagalan adalah usaha untuk mencapai kemenangan. ➢ Jika kamu gagal yang ketujuh kali cobalah untuk yang ke delapan kali. ➢ Jangan kecewa bila dunia tidak mengenal anda tetapai kecewalah bila anda tidak mengenal dunia. ➢ Berkerjalah untuk duniamu dan beramallah untuk akhiratmu. ➢ Persiapan yang baik untuk masa depan ialah tugas yang terakhir dikerjakan dengan sebaik-baiknya. ➢ Kejujuran dan kesabaran adalah harta orang yang bijak.



KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim



Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan banyak rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Seminar Perancangan Elemen mesin III dengan judul ”Sistem Transmisi Gear Box” dapat terselesaikan dengan baik dan sesuai waktu yang ditentukan. Seminar Perancangan Elemen mesin III ini merupakan salah syarat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa jurusan Teknik Mesin Strata Satu Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta. Tersusunnya laporan ini tidak lepas dari partisipasi dan bantuan dari semua pihak, pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada: 1.



Bapak dan Ibu, serta keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan dan dorongan baik berupa material maupun spiritual.



2.



Bapak Ir. H. R. Soekrisno, MSME, Ph.D selaku ketua Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta.



3.



Bapak Sutrisna, ST. MT, selaku ketua jurusan Teknik Mesin



4.



Bapak Ir.Sri Yatno, Selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan, motivasi dan bimbingan.



5.



Semua pihak yang telah banyak membantu secara langsung maupun tidak langsung sehingga terselesaikannya laporan Tugas Akhir ini.



Akhir kata, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat digunakan sebagaimana mestinya.



Yogyakarta, , 09 Juli 2009 Penulis DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL.............................................................................i



HALAMAN PERSETUJUAN..............................................................ii HALAMAN SOAL...............................................................................iii MOTTO ..............................................................................................iv KATA PENGANTAR..........................................................................v DAFTAR ISI........................................................................................vi DAFTAR TABEL.................................................................................viii BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Masalah.....................................1



1.2



Tujuan dan Manfaat Perencanaan.....................1



1.3



Batasan Masalah................................................2



BAB II LANDASAN TEORI 2.1



Pendahuluan......................................................3



2.2



Roda Gigi............................................................4 2.2.1 Roda Gigi lurus........................................7 2.2.2 Roda Gigi Cacing....................................7



2.3



Poros..................................................................10 2.3.1 Klasifikasi Poros............................10



2.4



Pasak..................................................................11 2.4.1 Klasifikasi Pasak...........................11



2.5



Bantalan..............................................................13 2.5.1 Klasifikasi Bantalan.......................13 2.5.2 Kelakuan Pada Bantalan..............15 2.5.3 Sistem Pelumasan Pada Bantalan



BAB III PERHITUNGAN PERENCANAAN 3.1



Perhitungan Roda Gigi Lurus.............................19



3.2



Perhitungan Roda Gigi Cacing...........................30



3.3



Perhitungan Poros..............................................41



3.4



Perhitungan Pasak.............................................62



3.5



Perhitungan Bantalan Rol Kerucut.....................68



16



BAB IV SISTEM PERAWATAN DAN PELUMASAN 4.1



Perawatan Mesin................................................80 4.1.1 Pengertian Perawatan.............................80 4.1.2 Perawatan Transmisi Roda gigi cacing. . .81 4.1.3 Pelumasan...............................................82



BAB V PENUTUP 5.1



Kesimpulan.........................................................85



5.2



Saran..................................................................92



DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN



DAFTAR TABEL Lampiran Tabel 1



Kasifikasi Roda Gigi....................................................................I



Tabel 2



Harga Modul Standar...................................................................II



Tabel 3



Tegangan Lentur yang Diijinkan Pada Bahan Roda GigiI.........III



Tabel 4



Sudut Tekanan Normal................................................................IV



Tabel 5



Faktor Ketahanan Terhadap Keausan.........................................V



Tabel 6



Sudut Kisar...................................................................................VI



Tabel 7



Baja Karbon Cor...........................................................................VII



Tabel 8



Ukuran dan Standart Pasak........................................................VIII



Tabel 9



Bantalan Rol Kerucut...................................................................IX



Tabel 10 Konversi Satuan...........................................................................X



BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan sehari-hari tidak ada suatu masalah atau pekerjaan yang dilakukan tanpa melalui sebuah perencanaan. Sebenarnya apakah arti dari merencana atau perencanaan itu sendiri. Merencana



berarti merumuskan suatu rencana sebelum menyelesaikan masalah atau pekerjan dalam memenuhi kebutuhan manusia. 1.1.Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perkembangan teknologi dewasa ini, banyak dijumpai berbagai peralatan rumah tangga, permesinan dan suku cadang yang sudah modern dan sangat canggih. Tujuan dari perkembangan yang demikian maju ini adalah untuk membantu manusia dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, meningkatkan mutu produksi serta kemampuan untuk menghasilkan produk dengan biaya ekonomis dan bermutu tinggi. Melihat keadan ini penulis mencoba ikut serta merencanakan sebuah perencanaan sistem reduksi roda gigi berdaya 60 HP dengan putaran input (nin) sebesar 1500 rpm hingga putaran output (nout) sebesar 15 rpm. Adapun dalam perencanan ini perbandingan reduksi yang digunakan adalah dengan transnmisi roda gigi. 1.2. Tujuan dan Manfaat Perencanaan Adapun manfaat dari perencanaan ini adalah: 1.



Sebagai salah satu persyaratan tugas seminar elemen



mesin. 2.



Meningkatkan pengetahuan tenteng system transmisi roda



gigi. 3.



Adanya modifikasi atau perencanaan ulang pada transmisi roda gigi diharapkan dapat tercipta sebuah system transmisi yang lebih baik, lebih kuat, dan tahan lama namun dngan harga yang ekonomis.



4.



Mampu menganalisa serta memahami dari cara kerja sistem transmisi roda gigi.



1.1.Batasan Masalah Batasan masalah yang akan dibahas dalam perencanaan ini adalah bagaimana merencanakan sistem reduksi menggunakan transmisi roda gigi. Dimana dari transmisi tersebut didapat daya maksimum dan putaran yang diinginkan.



Dalam perencanaan ini penulis hanya merencanakan susunan transmisi roda gigi yang akan dibagi menjadi tiga tingkat adapun jenis roda gigi yang digunakan adalah roda gigi lurus dan roda gigi cacing. Untuk mendapatkan hasil yang baik dalam perencanaan ini, maka perlu dilakukan survei atau penelitian langsung yang berhubungan dengan perencanaan tersebut.



BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendahuluan Reduksi adalah perbandingan transmisi dari suatu alat yang digunakan untuk meneruskan putaran atau daya dari



elemen mesin ke elemen mesin lainnya. Karena pentingnya elemen



ini



maka



cara



yang



dipakai



disesuaikan



dengan



fungsinya. Ada beberapa cara dalam mentransmisikan putaran yaitu dengan sabuk, rantai, roda gesek, dan roda gigi, kabel, atau tali. Akan tetapi kabel atau tali hanya dipakai untuk maksud khusus. Jika dari dua buah roda berbentuk silinder atau kerucut yang saling bersinggungan pada kelilingya salah satu diputar maka yang lain akan ikut berputar pula. Alat yang menggunakan cara kerja semacam ini untuk mentrasmisikan daya disebut roda gigi. Cara ini cukup baik untuk meneruskan daya kecil dengan putaran yang tidak perlu tepat. Guna mentransmisikan daya besar dan putaran yang tepat tidak dapat dilakukan dengan roda gesek. Untuk ini, kedua roda tersebut harus dibuat bergigi pada kelilingnya sehingga penerusan daya dilakukan oleh gigi-gigi kedua roda yang saling terkait. Roda bergigi semacam ini, yang dapat berbentuk silinder atu kerucut, disebut roda gigi. Di luar cara transmisi diatas, ada pula cara lain untuk meneruskan daya, yaitu dengan sabuk atau rantai. Namun demikian, transmisi roda gigi mempunyai keunggulan dibanding sabuk atau rantai karena lebih ringkas, putaran lebih tinggi dan tepat,



dan



daya



lebih



besar.



Kelebihan



ini



tidak



selalu



menyebabkan dipilihnya roda gigi disamping cara yang lain, karena memerlukan ketelitian lebih besar dalam pembuatan, pemasangan, maupun pemeliharaannya. Pemakaian roda gigi sebagai alat transmisi menduduki tempat yang terpenting disegala bidang selama 200 tahun terakhir ini. Penggunaanya dimulai dari alat pengukur yang kecil dan teliti seperti jam tangan, sampai roda gigi reduksi pada turbin besar yang berdaya puluhan megawatt.



Dalam bab ini akan, dibahas terlebih dahulu penggolongan roda gigi, dan kemudian akan diuraikan nama setiap bagian roda gigi, cara menyatakan ukuran roda gigi, dan peristilahan, untuk roda lurus yang merupakan roda gigi yang paling dasar diantara lainnya. Dalam hal profil gigi, di sini hanya akan dibicarakan profil gigi involut atau evolven saja, karena hal ini hanya satu-satunya yang dipakai secara umum. Dalam hal “roda gigi dengan perubahan kepala” (atau modifikasi kepala) dan perhitungan kekuatan roda gigi, akan diperkenalkan metode perencanaan terbaru secara terperinci, dengan bantuan diagram aliran. 2.2. Roda Gigi Roda gigi dengan poros sejajar adalah roda gigi di mana giginya berjajar pada dua bidang silinder (disebut “bidang jarak bagi”); kedua bidang silinder tersebut bersinggungan dan yang satu menggelinding pada yang lain dengan sumbu sejajar. Roda gigi lurus (a) merupakan roda gigi paling dasar dengan jalur gigi yang sejajar poros. Roda gigi miring (b) mempunyai roda gigi yang berbentuk ulir pada silinder jarak bagi. Pada roda gigi miring ini, jumlah pasangan gigi yang saling membuat kontak serentak (disebut”perbandingan kontak”) adalah lebih besar dari pada roda gigi lurus sehingg perpindahan momen atau putaran melalui gigi tersebut dapat berlangsung dengan halus. Sifat ini sangat baik untuk mentransmisikan putaran tinggi dan beban besar. Namun roda gigi miring memerlukan bantalan aksial dan kontak roda gigi yang lebih kokoh, karena jalur roda gigi yang terbentuk ulir tersebut menimbulkan gaya reaksi yang sejajar dengan poros. Dalam hal roda gigi miring ganda (c) gaya aksial yang timbul pada gigi yang mempunyai alur berbentuk V tersebut



akan



saling



meniadakan.



Dengan



roda



gigi



ini,perbandingan reduksi, kecepatan keliling, dan daya yang terus diinginkan alat transmisi dengan ukuran kecil dengan



perbandingan reduksi besar,karena pinion terletak pada roda gigi. Batang gigi (e) merupakan dasar profil pahat pembuat gigi. Pasangan antara batang gigi dan pinion di pergunakan untuk merubah gerakan putar menjadi lurus atau sebaliknya. Dalam hal roda gigi kerucut, bidang jarak bagi merupakan bidang kerucut yang puncaknya terletak di titik potong sumbu poros. Roda gigi kerucut (f) dengan gigi lurus, adalah yang paling mudah di buat dan paling sering di pakai. Tetapi roda gigi ini sangat berisik karena perbandingan kontaknya yang kecil. Juga kontruksinya tidak memungkinkan pemasangan bantalan pada kedua ujung poros-porosnya. Roda gigi kerucut spiral (g), karena mempunyai perbandingan kontak



yang lebih besar, dapat



meneruskan putaran tinggi dan beban besar. Sudut poros kedua roda gigi kerucut ini biasanya di buat 90. Dalam golongan roda gigi poros bersilang,terdapat roda gigi miring silang (i), roda gigi cacing (j and k), roda gigi hipoid (i),



dll.



Roda



gigi



cacing



meneruskan



putaran



dengan



perbandingan reduksi besar. Roda gigi macam (j) mempunyai cacing dalam bentuk silinder dan lebih umum di pakai. Tetapi untuk beban besar, cacing globoid atau cacing selubung ganda (k) dengan perbandingan kontak yang lebih besar dapat di gunakan. Roda gigi hipoid adalah seperti yang di pakai pada roda gigi diferensial otomobil, Roda gigi ini mempunyai jalur gigi berbentuk spiral pada bidang kerucut yang sumbunya bersilang, dan pemindahan gaya pada permukaan gigi berlangsung secara meluncur dan menggelinding. Roda-roda gigi yang telah di sebut di atas semuanya mempunyai perbandingan kecepatan sudut cepat antara kedua poros. Tetapi



disamping itu terdapat pula roda gigi yang



perbandingan kecepatan sudutnya bervariasi, seperti misalnya roda gigi eksentris, roda gigi bukan lingkaran, roda gigi lonjong seperti seperti pada meteran air, dll. Ada pula putaran roda gigi



yang putus-putus dan roda gigi geneva, yang dipakai misalnya untuk menggerakan film pada proyektor bioskop. Dalam teori roda gigi pada umumnya di anut anggapan bahwa roda gigi merupakan benda kaku yang hampir tidak mengalami perubahan bentuk untuk jangka waktu lama. Namun pada apa yang disebut transmisi harmonis di pergunakan gabungan roda gigi yang bekerja dengan deformasi elastis dan tanpa deformasi. Menurut Sularso dalam bukunya “ Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen mesin” ,2004, bahwa roda gigi diklasifikasikan menurut letak poros, arah putaran dan bentuk jalur gigi seperti pada (Gambar 2.1) yaitu :



Gambar 2.1 Macam-macam roda gigi



(Sularso, 2004)



2.2.1.Roda Gigi Lurus



Gambar 2.2 Nama-nama bagian roda gigi. (Sularso, 2004) Roda gigi lurus merupakan salah satu komponen mesin yang dapat digunakan untuk mentransmisikan daya. Roda gigi



lurus



pada



kelilingnya



dibuat



bergerigi,



sehingga



penerusan daya dilakukan oleh gigi-gigi kedua roda yang saling terkait. Gigi-gigi ini memiliki bentuk silinder atau



kerucut. Transmisi roda gigi lurus dibandingkan transmisi sabuk atau rantai memiliki beberapa keunggulan, antara lain: bentuk lebih ringkas, daya lebih besar, putaran lebih tinggi dan tepat. 2.2.2.Roda Gigi Cacing Pasangan roda gigi cacing terdiri dari sebuah poros yang mempunyai ulir luar dan sebuah roda cacing yang berkait



dengan



poros



cacing



tersebut.



Perbandingan



transmisi roda gigi cacing dapat dibuat hingga perbandingan reduksi 1 : 100 dan cara kerjanya halus atau hampir tanpa bunyi. Namun, pada umumnya transmisi tidak dapat dibalik untuk menaikkan putaran, yakni pada roda cacing ke cacing. Adapun kekurangan dari transmisi roda gigi cacing adalah memiliki efisiensi mekanis



sudut kisarya



(γ )



(η )



yang rendah, terutama jika



kecil. Dalam kerjanya, cacing dan roda



cacing terjadi gesekan yang cukup besar sehingga dapat menimbulkan



banyak



panas,



oleh



sebab



itu



kapasitas



transmisi roda gigi sering dibatasi jumlah panas yang timbul.



Gambar 2.3. Nama-nama bagian roda gigi



(Sularso, 2004) Keterangan : D



= diameter inti cacing C1



D



= diameter jarak bagi cacing C2



D



= diameter luar cacing C



D



= diameter lingkaran kaki roda cacing RC 1



D



= diameter jarak bagi roda cacing RC 2



D



= diameter tenggorok roda cacing RC 3



D



= diameter luar roda cacing RC



Z



= jumlah kisar cacing efektif C



= jarak kisar cacing PC ϕ



γ



= sudut lengkung roda cacing RC



= sudut kisar cacing C



h



= tinggi kepala cacing k



h



= tinggi kaki cacing f



a



= jarak sumbu roda cacing dan sumbu cacing



2.3. Poros Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap mesin, hampir semua mesin meneruskan tenaga bersamasama dengan putaran utama dalam transmisi yang dipegang oleh poros. 2.3.1 Klasifikasi Poros Menurut pembebanannya poros untuk meneruskan daya dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1). Poros transmisi (line shaft) Poros



ini



mendapat



beban



putir



dan



lentur.



Daya



ditransmisikan pada poros ini melalui kopling, roda gigi, puli sabuk, rantai, dll. 2). Spindel (Spindle) Poros yang pendek, seperti poros utama mesin perkakas, dimana beban utamanya berupa puntiran. Syarat yang harus dipenuhi poros ini adalah deformasinya harus kecil dan bentuk serta ukurannya harus teliti. 3). Gandar (axle) Poros ini biasanya dipasang diantara roda-roda kereta api, dimana poros tidak mendapat beban puntir dan tidak berputar. Poros ini hanya mendapat beban lentur, kecuali bila



digerakkan



oleh



penggerak



mula



dimana



akan



mengalami beban puntir juga. 4). Poros (shaft) Poros yang ikut berputar untuk memindahkan daya dari mesin ke mekanisme yang digerakkan. Poros ini mendapat beban puntir murni dan lentur. Poros yang digunakan pada dongkrak elektrik ini yaitu poros cacing, poros ini meneruskan daya dari roda gigi lurus yang terhubung dengan motor listrik ke roda gigi cacing.



2.4. Pasak Pasak adalah suatu elemen mesin yang dipakai untuk menetapkan bagian-bagian seperti roda gigi, sprocket, puli, kopling, dan yang lainnya. Bahan pasak yang digunakan lebih lemah dari bahan poros, sehingga pasak akan lebih dulu rusak dari pada poros atau nafnya. Lebar pasak sebaiknya antara 25%-30% dari diameter poros, dan panjang pasak jangan terlalu panjang dibandingkan dengan diameter poros antara 0,75-1,5 diameter poros. Pasak menurut letak pada porosnya dapat dibedakan antara pasak pelana, pasak rata, pasak benam, dan pasak singgung, yang umumnya berpenampang segiempat. Disamping beberapa macam pasak diatas ada pula pasak tembereng dan pasak jarum.



Gambar 2.8 Macam-Macam Pasak (Sularso, 2004) 2.4.1 Klasifikasi Pasak :



1.



Pasak tembereng Pasak tembereng memiliki bentuk setengah lingkaran, pada penerapannya pasak ini menghasilkan sambungan pasak yang paling murah dan paling sedikit membutuhkan pengerjaan akhir. Khususnya digunakan pada mesin perkakas dan juga pada kendaraan yang mempunyai momen putar tidak terlalu besar.



2.



Pasak rata Pasak ini mempunyai bentuk bujur sangkar, dan pada semua sisinya rata. Pada sambungan pasak ini, perlemahan poros karena perataan tidak sebesar perlemahan karena alur.



3.



Pasak benam Pasak benam mempunyai bentuk penampang segi empat dimana terdapat bentuk prismatis dan tirus yang kadangkadang diberi kepala untuk memudahkan pencabutannya.



4.



Pasak singgung Pada pasak ini, poros dan naf ditegangkan pada arah kelilingnya sehingga dalam pemasangan pasak ini bebas kelonggaran. Pasak yang digunakan pada dongkrak elektrik ini adalah pasak benam yang dipasang pada kerangka. Pasak ini berfungsi untuk menahan poros ulir tidak ikut berputar saat mesin dioperasikan, sehingga gerakan poros ulir hanya naikturun.



2.5. Bantalan Bantalan adalah suatu elemen mesin yang menumpu poros beban, sehingga putaran atau gerakan bolak-balik dapat berlangsung secara halus, aman, dan panjang umur. Bantalan



harus cukup kokoh untuk memungkinkan poros serta elemen mesin lainnya bekerja dengan baik. Jika bantalan tidak berfungsi dengan baik maka sistem kerja seluruh unit mesin akan menurun atau tidak dapat bekerja dengan semestinya.\



2.5.1 Klasifikasi Bantalan Bantalan gelinding mempunyai keuntungan dari gesekan gelinding yang sangat kecil dibandingkan dengan bantalan luncur. (Gambar 2.10) Elemen gelinding seperti bola atau rol dipasang antara cicin luar dan dalam. Dengan memutar salah satu cicin tersebut, bola atau rol akan melakukan gerakan gelinding sehingga gesekan akan jauh lebih kecil. Pada bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar dengan bagian yang diam melalui elemen gelinding seperti bola (peluru), rol atau rol jarum, dan rol bulat. Untuk bola atau rol, ketelitian tinggi dengan bentuk dan ukurannya merupakan suatu keharusan. Karena luas bidang kontak antara bola dan rol dengan cincin sangat kecil, maka besarnya beban yang dipakai harus memiliki ketahanan dan kekerasan yang sangat tinggi.



Gambar 2.10 Macam-Macam Bantalan Gelinding (Sularso, 2004) Menurut bentuk elemen gelindingnya, dapat pula dibagi atas bantalan bola dan bantalan rol. Demikian pula dapat dibedakan menurut banyaknya baris dan konstruksi dalamnya. Bantalan yang cincin dalam dan cincin luarnya dapat saling dipisahkan disebut macam pisah. Menurut diameter luar atau diameter dalamnya, bantalan gelinding dapat dibagi atas: - Diameter luar lebih dari 800 (mm)



Ultra besar



- Diameter luar 180-800 (mm)



Besar



- Diameter luar 80-180 (mm)



Sedang



- Diameter dalam 10 (mm) atau lebih, dan



Kecil



diameter luar sampai 80 (mm) - Diameter dalam kurang dari 10 (mm),dan



Diameter kecil



diameter luar 9 (mm) atau lebih - Diameter luar kurang dari 9 (mm)



Miniatur



Menurut pemakaianya, dapat digolongkan atas bantalan otomobil,



bantalan



instrumen,



bantalan



mesin.



Bantalan



gelinding biasa terdapat dalam ukuran metris dan inch, dan



distandarkan menurut ISO dengan nomor kode international menurut ukurannya. Namun demikian perlu diketahui bahwa bantalan otomobil dapat mempunyai ukuran khusus dengan pemakainya. 2.5.2 Kelakuan Pada Bantalan 1. Membawa beban aksial Bantalan radial mempunyai sudut kontak yang besar antara elemen dan cincinnya, dapat menerima sedikit beban aksial. Bantalan bola macam alur dalam, bantalan bola kontak sudut, dan bantalan rol kerucut merupakan bantalan yang dibebani gaya aksial kecil. 2. Kelakuan terhadap putaran Diameter (d) (mm) dikalikan dengan putaran permenit (n) (rpm) disebut harga d atau n. Harga ini untuk suatu bantalan yang mempunyai bantalan empiris, yang besarnya tergantung pada macamnya dan cara pelumasannya.



3. Kelakuan gesekan Bantalan bola dan bantalan rol silinder mempunyai gesekan yang relatif kecil dibandingkan dengan bantalan yang



lainnya.



Untuk



alat-alat



ukur,



gesekan



bantalan



merupakan penentuan ketelitiannya. 4. Kelakuan dalam bunyi dan getaran. Hal



ini



kebulatan



dipengaruhi cincin,



oleh



kekerasan



kebulatan



bola



elemen-elemen



dan



rol,



tersebut,



keadaan sangkarnya, dan kelas mutunya. Faktor lain yang mempengaruhi adalah ketelitian pemasangan, konstruksi mesin (yang memakai bantalan tersebut), dan kelonggaran dalam bantalan.



2.5.3 Sistem Pelumasan Pada Bantalan Dalam penggunaan bantalan pada suatu mesin, haruslah memperhatikan sistem pelumasan yang akan digunakan. Pemilihan cara pelumasan sangat perlu diperhatikan bentuk, kondisi kerja, dan letak bantalan menjadi pertimbangan dalam pemilihan.



Sehingga



tempat



pelumasan,



bentuk



serta



kekerasan alur minyak juga merupakan faktor-faktor penting. Dalam pelumasan bantalan, dikenal bermacam-macam cara, antara lain : 1.



Pelumasan tangan Cara ini sesuai pada beban ringan, kecepatan rendah, atau kerja yang tidak terus-menerus. Kekurangannya adalah bahwa aliran pelumasan tidak selalu tetap, atau pelumasan menjadi tidak teratur.



2.



Pelumasan tetes Dari sebuah wadah, minyak diteteskan dalam jumlah yang banyak dan teratur melalui sebuah katup jarum.



3.



Pelumasan sumbu Cara ini menggunakan sebuah sumbu yang dicelupkan dalam mangkok minyak sehingga minyak terisap oleh sumbu tersebut. Pelumasan ini dipakai seperti dalam hal pelumasan tetes.



4.



Pelumasan percik Dari suatu bak penampung, minyak dipercikkan. Cara ini digunakan untuk melumasi torak dan silinder motor bakar torak yang berputar tinggi.



5.



Pelumasan cincin Pelumasan ini menggunakan cincin yang digantungkan pada poros sehingga akan berputar bersama poros sambil mengangkat minyak dari bawah. Cara ini dipakai untuk beban sedang.



6.



Pelumasan pompa Pelumasan pompa dipergunakan untuk mengalirkan minyak ke dalam bantalan. Cara ini dipakai untuk melumasi bantalan yang sulit letaknya, seperti pada bantalan utama motor putaran tinggi dan beban besar.



7.



Pelumasan grafitasi Pada bantalan diletakkan sebuah tangki, minyak dialirkan oleh gaya beratnya. Cara ini dipakai untuk kecepatan sedang dan tinggi pada kecepatan keliling sebesar 10-15 m/s.



8.



Pelumasan celup Sebagian dari bantalan dicelupan dalam minyak. Cara ini cocok untuk bantalan dengan poros tegak, seperti pada turbin air. Disini perlu diberikan perhatian pada besarnya gaya gesekan, karena tahanan minyak, kenaikan temperatur dan kemungkinan masuknya kotoran atau benda asing. Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu poros berbeban, sehingga putaran atau gerakan bolak-baliknya dapat



berlangsung



dengan halus,



aman dan



berumur



panjang (Sularso, 2004). Bantalan dalam permesinan seperti halnya dalam pondasi bangunan. Artinya apabila bantalan tidak berfungsi dengan baik, maka system tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya. Dalam memilih bantalan yang akan digunakan, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Tinggi rendahnya putaran poros 2. Jenis bahan yang dikenakan 3. Besar-kecilnya beban yang dikenakan 4. Ketelitian elemen mesin 5. Kemudahan perawatannya.



BAB III PERHITUNGAN PERENCANAAN 3.1. Perhitungan Roda Gigi Lurus 3.1.1. Perhitungan Roda Gigi Lurus I dan II Direncanakan: - Daya motor (Pm)



= 60 HP = 44,76



kW - Putaran motor yang ditransmisikan (n1)



=



1500



rpm - Perbandingan Reduksi (i)



=2



- Jarak sumbu poros (a)



= 180 mm



- Modul (m)



= 4 mm



1) Diameter lingkar jarak bagi roda gigi dengan jarak sumbu poros (dg) : dg =



...........................................................1 2⋅a (1 + i )



maka : dg1 = 2.a (1 + 2 )



dg1 = 2 ⋅a 3



dg1 = 2 ⋅180 3



dg1 = 120 mm dan : 1 Ibid, hal. 214



dg2 =



..........................................................2 2⋅ a ⋅i (1 + i )



maka : dg2 = 2⋅a⋅2 (1 + 2)



dg2 = 4 ⋅ a. (1 + 2 )



dg2 = 4 ⋅180 3



dg2 = 240 mm 2) Mencari jumlah gigi (zg) : zg



=



..............................................................3 d g1 m



maka: zg1 = d g1 m



zg1 =



120 4 zg1 = 30 gigi 2 Ibid, hal. 214 3 Ibid, hal. 214



dan : zg2 = dg2 m



zg2 =



240 4 zg2 = 60 gigi



3) Mencari diameter luar roda gigi (dkg) : dkg = ( zg + 2 ) · m...............................................4 maka : dkg1= ( zg1 + 2 ) · m dkg1 = ( 30 + 2 ) · 4 dkg1 = 128 mm dan : dkg2



= ( zg2 + 2 ) · m



dkg2



= ( 60 + 2 ) · 4



dkg2



= 248 mm



4) Mencari tinggi kepala gigi pada roda gigi (hkg) : hkg = m...............................................................5 maka : 4 Ibid, hal. 219 5 Ibid, hal. 219



hkg = 4 mm 5) Mencari tinggi kaki gigi (hfg) : hfg = k.m + ck .m................................................6 maka : hfg = (1 · 4) + (0,16 · 4) hfg = 4,64 mm keterangan: k : Faktor kepala yang besarnya adalah 1 ck : Kelonggaran puncak yang besarnya adalah 0,16 . m



6) Mencari tinggi gigi (hg) : hg = 2 · m + ck · m..............................................7 maka : hg = (2 · 4) + (0,16 · 4) hg = 8,64 mm



7) Mencari jarak bagi lingkar (tg) : tg= π · m............................................................8 maka : tg = 3,14 · 4 mm tg = 12,56 mm



6 Ibid, hal. 220 7 Ibid, hal. 220 8 Ibid, hal. 220



8) Mencari diameter dalam (Ddg) pada roda gigi : Ddg = dkg – 2 · hg..................................................9 maka : Ddg1 = dkg1 – 2 · hg Ddg1 = 128 – 2 · 8,64 Ddg1 = 110,72 mm dan : Ddg2 = dkg2 – 2 · hg Ddg2 = 240 – 2 · 8,64 Ddg2 = 230,72 mm



9) Jadi perbandingan reduksi (ig) untuk roda gigi adalah : ig =



............................................................10



Zg 2 Zg1



diketahui : - Zg1 jumlah gigi = 30 - Zg2 jumlah gigi = 60 - Daya motor (Pin) = 44,76 Kw - Putaran motor(n1) ig =



Zg 2 Zg1 maka : 9 Ibid, hal. 220 10 Ibid, hal. 238



= 1500 rpm



ig =



60 =2 30



10) Putaran reduksi (n) : n2 ................................................................=



n1 i 11



maka : n2



=



750 rpm 1500 = 2



11) Gaya tangensial pada roda gigi lurus (Ftg) : Ftg



=



........................................................12



102Pm v keterangan : Pm



= Daya motor = 44,76 kW



v



= Kecepatan roda gigi lurus (m/detik)



v



=



maka : ..................................................13 π . dg 2 . n2 60 .1000



=



π ⋅ 240⋅ 750 60 .1000 = 9,42m/det jadi gaya tangensial roda gigi : 11 Ibid, hal. 238 12 Ibid, hal. 238 13 Ibid, hal 238



Ftg



= 102 ⋅ 44,76 9,42 m / det



= 484,66 kg



3.1.2. Perhitungan Roda Gigi Lurus III Direncanakan: - Daya motor (Pm)



= 60 HP = 44,76



kW - Putaran motor yang ditransmisikan (n1)



= 750 rpm



- Perbandingan Reduksi (i)



= 2,5



- Jarak sumbu poros (a)



= 420 mm



- Modul (m)



= 4 mm



1) Diameter lingkar jarak bagi roda gigi dengan jarak sumbu poros (dg) : dg



= 2.a (1 + i )



diketahui : dg2 = 240 mm maka : dg3 = 2 ⋅a ⋅i (1 + i )



dg3 = 2 ⋅ a ⋅ 2,5 (1 + 2,5)



dg3 = 5 ⋅ a. (1 + 2,5)



dg3 = 5 ⋅ 420 3,5



dg3 = 600 mm



2) Mencari jumlah gigi (zg) : zg = d g1 m



diketahui : dg3 = 600 mm dg2 = 240 mm zg2 = 60 mm maka : dg3 = zg3· m zg3 = dg3 m



zg3 =



600 4 zg3 = 150 gigi 3) Mencari diameter luar roda gigi (dkg) : dkg



= ( zg + 2 ) · m



diketahui : dkg2 = 248 mm maka : dkg3 = ( zg3 + 2 ) · m dkg3 = ( 150 + 2 ) · 4 dkg3 = 608 mm 4) Mencari tinggi kepala gigi pada roda gigi (hkg) :



hkg = m



maka : hkg = 4 mm 5) Mencari tinggi kaki gigi (hfg) : hfg = k.m + ck .m maka : hfg = (1 · 4) + (0,16 · 4) hfg = 4,64 mm keterangan: k



: Faktor kepala yang besarnya adalah 1



ck



: Kelonggaran puncak yang besarnya adalah



0,16 . m 6) Mencari tinggi gigi (hg) : h g = 2 · m + ck · m maka : hg = (2 · 4) + (0,16 · 4) hg = 8,64 mm 7) Mencari jarak bagi lingkar (tg) : tg = π · m maka : tg = 3,14 · 4 mm tg = 12,56 mm



8) Mencari diameter dalam (Ddg) pada roda gigi : Ddg = dkg – 2 · hg diketahui : Ddg2 = 230,72 mm dkg3 = 608 mm maka : Ddg3 = dkg3 – 2 · hg Ddg3 = 608 – 2 · 8,64 Ddg3 = 592,72 mm 9) Jadi perbandingan reduksi (ig) untuk roda gigi adalah : ig



=



Zg3 Zg2



diketahui : - Zg2 jumlah gigi = 60 - Zg3 jumlah gigi = 150 - Daya motor (Pin) = 44,76 Kw - Putaran motor(n2) maka : ig



=



Zg3 Zg2 ig



=



150 = 2,5 60



= 750 rpm



10) Putaran reduksi (n) n3



=



n2 i



maka : n3



=



300 rpm 750 = 2,5



11) Gaya tangensial pada roda gigi lurus (Ftg) : Ftg =



102Pm v



keterangan : Pm = Daya motor = 44,76 kW v



=



v



=



Kecepatan roda gigi lurus (m/detik) π . dg3 . n3 60 .1000



= π ⋅ 600 ⋅ 300 60.1000



= 9,42m/det jadi gaya tangensial roda gigi : Ftg = 102 ⋅ 44,76 9,42 m / det



= 484,66 kg



3.2. Perhitungan Roda Gigi Cacing Dalam perencanaan roda gigi cacing ini diketahui data-data sebagai berikut : –



Daya yang ditransmisi (Pm)



= 44,76 kW







Putaran input (n3)



= 300 rpm







Perbandingan transmisi (i)



= 20



1) Mencari putaran output (n4) : i =



...............................................................14



n3 n4 maka : n4 =



n1 i 14 G. Neiman. Machine Element, hal. 180



=



300 20 = 15 rpm 2) Modul aksial (m) : m =



....................................................15 2 . a − 12,7 Z 2 + 6,28



dimana : a



= jarak sumbu poros = 500 mm



z2



= jumlah gigi roda cacing = i x z1..........................................................16 = 20 x 1 = 20



maka : m = 2 . 500 − 12,7 20 + 6,28



= 37,57 mm 3) Diameter inti cacing (Dc1) : Dc1 = 0,6 x a



0,85



..................................................17



dimana : a



= jarak sumbu poros = 300 mm



maka : Dc1 = 0,6 x 500 0,85 = 118 mm 15 Sularso, Elemen Mesin, hal 277 16 Ibid, h 276 17 Ibid, hal 185



4) Diameter jarak bagi gigi cacing (Dc2) : Dc2 = Dc 1 + 2,4 · m..............................................18 = 118 + (2,4 x 37,57) = 208 mm 5) Faktor profil gigi (zf) : zf



=



..........................................................19



Dc2 m = 208 37,57



= 5,5 mm



6) Sudut kisar cacing adalah (m) :  = arc tg



.....................................................20



z1 zF = arc tg 1 5,5



= 10,3º 7) Modul normal (mn) : mn = m cos m....................................................21 = 37,57 x cos 10,3º = 37 mm 8) Kelonggaran puncak (c) : 18 G. Neimen, Machine Element, hal 180 19 Ibid, hal 180 20 Ibid, hal 180 21 Sularso, Elemeen Mesin, hal 277



c



= 0,157 mn..................................................22 = 0,157 x 37 = 5,8 mm



9) Tinggi kepala (hk) : hk .......................................................................= mn



23



= 37 mm 10)Tinggi kaki (hf) : hf = 1,157 x mn ................................................24 = 1,157 x 37 = 42,8 mm 11)Tinggi gigi (h) : h



= 2,157 x mn ................................................25 = 2,157 x 37 = 79,8 mm



12) Diameter luar cacing (Dc) : Dc = Dc2 + 2 hk.................................................26 = 208 + (2 x 37) = 282 mm 13) Diameter jarak bagi roda cacing (dm2) : DRC2



= 2·a - Dc2 .......................................................27 = (2 x 500) – 208 = 792 mm



14) Diameter inti roda cacing (DRC1) : 22 Ibid, hal 277 23 Ibid, hal 277 24 Ibid, hal 277 25 Ibid, hal 277 26 G. Nieman, Machine Element, hal.186 27 Ibid, hal 180



DRC1



= DRC2 – 2,4 · m .............................................28 = 792 – (2,4 x 37,57) = 701,8 mm



15) Diameter tenggorok roda cacing (dk2) : DRC3



= DRC2 + 2 hf ...................................................29 = 792 + (2 x 42,8) = 877,6 mm



16) Diameter luar roda cacing (DRC) : DRC



= DRC2 + 3 · m..................................................30 = 792 + (3 x 37,57) = 904,7 mm



17) Nomor gigi cacing (Zm2) : Zm2



=



.........................................................31



D R C2 m = 792 37,57



= 21,08 mm



18) Lebar gigi cacing (b1) : b1



= 2,5 · m



.......................................32 zm2 + 2



28 G. Nieman, Machine Element, hal 180 29 Ibid, hal 186 30 Ibid, hal 186 31 Ibid, hal 186 32 Ibid, hal 186



= 2,5 x 37,57 21,08 + 2



= 451 mm 19) Lebar roda cacing (b2) : b2



=



.........................................33 2,38 (



π mn ) + 6,35 cos γ



= 2,38·



 3,14⋅ 37    + 6,35 o   cos10,3  = 287,4 mm 20)Lebar sisi gigi efektif (be) : be ....................................................................= Dc · sin



34



φ ( ) 2 dimana : φ



..........................................



=



sudut



yang



dibentuk lengkungan gigi rata cacing = 60o = 282 · sin



(



60 ) 2



= 141 mm 21)Jari-jari kelengkungan puncak roda cacing (rt) :



33 Sularso, Elemen Mesin, hal 277 34 Ibid, hal 277



rt



=



....................................................35



Dc2 − hk 2 =



208 − 37 2 = 67 mm



22)Jarak bagi (H) : H



= π · m · z1 ................................................36 = 3,14 x 37,57 x 1 = 117,97 mm



23) Kisar (L) : L



= 2 x H ......................................................37 = 2 x 117,97 = 235,94 mm



24) Sudut kontak (tgα ) : tg ....................................................................= 38



tg αn cosγ



dimana: α n adalah sudut kontak normal = 20º maka : 35 Ibid, hal 277 36 G. Nieman, Machine Element, hal 180 37 Sularso, Elemen Mesin, hal 276 38 G. Mieman, Machine Element, hal 180



α



= arctg tg 20 cos 10,3



α



= 20,3o



25)Koefisien fiskositas (Fn) : Fn



=



.....................................................39 2 2 + Vf



0 ,85



dimana : Vf



= kecepatan sleding gigi



Vf



=



.................................................40 Dc 2 ⋅n2 19100 ⋅ cos γ



= 208 ⋅ 300 19100 ⋅ cos 10,3



= 3,2 m/s maka : Fn



= 2 2 + 3,20,85



Fn



= 0,37



26)Koefisien umur dari roda cacing adalah (fh) :



39 Ibid, hal 196 40 Ibid, hal 196



fh



=



........................................................41



12000 Lh



3



dimana : Lh



= Kondisi operasi tersebut adalah 8 jam perhari dan bekerja selama 365 hari pertahun serta direncanakan umur roda gigi adalah 10 tahun, maka harga Lh didapat:



Lh



= 8 x 365 x 10 = 24000 jam



maka : fh



=



12000 24000



3



= 0,79 Koefisien beban fw diambil = 1 untuk beban dianggap konstan, maka τ grentz = Ko x fn x fh x fw........................................



42



dimana : Ko = 0,8 (Tabel 24/5 buku Machine Element, G. Neiman) fn



= koefisien fiskositas



fh



= koefisien umur roda gigi cacing = 0,79



fw



= koefisien beban



maka : τ grentz = 0,8 x 0,37 x 0,79 x 1 = 0,23 kg/mm2 41 Ibid, hal 196 42 Ibid, hal 196



= 0,37



= 1



27)



Tegangan izin permukaan gigi adalah (τ zul) : Bila sf adalah angka keamanan sisi gigi diambil 1,25



τ zul



=



............................................................. τgrentz sf



43



= 0,23 1,25



= 0,184 kg/mm2



28)Beban lentur yang diizinkan (Fab) : Fab



= ba x be x mn x Y ...............................44



dimana : σ ab = tegangan lentur diizinkan untuk bahan perunnggu = 11 kg/mm2 be



= lebar sisi gigi efektif = 141 mm



mn



= modul normal = 37 mm



Y



= faktor bentuk gigi = 0,421 (Tabel 6.5 Sularso)



maka : Fab



= 11 x 141 x 37 x 0,421 = 24159,93 kg.



29)Beban permukaan yang diizinkan (Fac) : Fac ....................................................................= x DRC2 x be x Kγ



45



43 Ibid, hal 196 44 Sularso, Elemen Mesin, hal 279 45 Ibid, hal 279



Kc



dimana :



Kc



= faktor tahan aus = 0,056



DRC2



= diameter jarak bagi roda cacing = 792 mm



be ....................................................................= lebar sisi gigi efektif = 141 mm K .................................................................... = faktor sudut kisar untuk γ > 10o = 1,25 maka : Fac = 0,085 x 792 x 141 x 1,25 = 11865,15 kg Harga terkecil diantara Fab dan Fac diambil sebagai Fmin Fmin



= 11865,15 kg



30)Beban tangensial (Ft) : FtRC



=



102Pm v



dimana : Pm



= daya yang ditransmisikan = 44,76 kw



v



= kecepatan keliling



v



=



π . DRC2 . n3 60 .1000 = π ⋅ 792 ⋅15 60 .1000



= 0,62 m/det jadi :



FtRC



= 102× 44,76 0,62



= 7363,74 kg Fmin



FtRC ≥



11865,15 kg



7363,74 kg, sangat baik ≥



31)Gaya pada permukaan cacing Koefisien fiskositas cacing



( Fn )



Tangensial sudut maju cacing



Tg



= 0,37



( Tg β )



,



=



β



H π ⋅ DC =



117,97 π ⋅ 282 = 0,13 mm 32)Sudut maju cacing



(β )



(β )



,



= Arc tg 0,13



= 7,4 . 



33)Gaya pada permukaan cacing (Fc),



Fc



=



FTRC .( sin β + Fn ⋅ cos β ) cos β − Fn. ⋅ sin β



=



(



7363,74kg ⋅ sin 7,4 + 0,37 ⋅ cos 7,4 cos 7,4 − 0,37 ⋅ sin 7,4



)



= 3866,78 kg.



3.3. Perhitungan Poros 3.3.1. Perencanaan Pada Poros Gigi I 1) Analisa beban kerja Pada roda gigi I - Beban vertikal (FV), V = Gaya tangensial roda gigi (Ftg) = 484,66 kg - Beban horizontal (FH), H = Gaya tangensial roda gigi (Ftg) = 484,66 kg jadi : - Beban Gabungan (F), F = FV 2 + FH 2



F = 484,66 kg 2 + 484,66 kg



2



= 685,4 kg - Berat sendiri poros relatif kecil, sehingga diabaikan.



2) Statika a. Pembebanan pada poros gigi I F = 685,4 kg



A



L2 = 144,6 mm



L1 = 144,6 mm



L= 526,95 mm



ΣMB = 0 RAV . 289,2 – 685,4 · 144,6 = 0 RAV =



685,4⋅ 144,6 289,2 RAV = 342,7 kg (↑) ΣMA = 0 RBV . 289,2 – 685,4 · 144,6 = 0 RBV =



685,4⋅ 144,6 289,2 RBV = 342,7 kg (↑) RAV



+



RBV



=



F



342,7 kg + 342,7 kg = 685,4 kg



=



685,4 kg 685,4 kg



Momen yang terjadi adalah : MA



=0



MB



=0



MC



=0



C



B



D



L3 = 237,75 mm



MD



= 342,7 kg · 144,6 mm = 49554,42 kg·mm



F1 = 685,4 kg



A



B



D



RAV = 342,7 kg



C RBV = 342,7 kg



L1 = 144,6 mm



L2 = 144,6 mm



L3 = 237,75 mm



L=526,95 mm



(↑) 342,7 kg



(+)



SFD 685,4 kg (↓)



(-)



(↑) 342,7 kg



BMD



MA = 0



MC = 0



MB = 0



(+)



MD = 49554,42 kg.mm



Gambar 3.1



Diagram Gaya Geser dan Diagram



Momen Lentur



3) Torsi pada poros gigi I : T



= 9,74 x 105



...............................................46 Pd n1



= 9,74 x 105



44,76 1500 = 29064,16 kg.mm 4) Tegangan geser ijin bahan (τ a) : Bahan poros yang diambil adalah SF 60 JIS G 3210, dari Tabel 3.7 (lampiran) diketahui : - Kekuatan Tarik (σb)



= 70 kg/mm2



- Faktor Keamanan Sf1



=6



46 Sularso, Elemen Mesin, hal. 7



- Faktor Keamanan Sf2



=2



- Daya motor transmisi (Pin)



= 44,76 kW



- Momen lentur maksimum (M)



= 49554,42 kg.mm



- Torsi pada poros gigi I



=



29064,16



kg



mm - Faktor koreksi karena pembebanan momen lentur tetap dengan tumbukan ringan (Km), dipakai 2 - Faktor koreksi karena pembebanan momen puntir dengan beban sedikit kejutan (Kt), dipakai 1,5 maka : τ a=



..........................................................47



σb sf 1 ⋅ sf 2 τ a



= 70 6.2



= 5,83 kg/mm2



5) Diameter poros gigi I (ds) : ds =



........................48  5,1   2 2   (Km x M ) + (K t x T )   τ a  



1



3



dimana : Km



=



faktor



koreksi



untuk momen lentur = 2 Kt = faktor koreksi untuk momen puntir



47 Sularso, Elemen Mesin, hal. 7 48 Sularso, elemen Mesin, hal. 18



= 1,5



M



= Momen lentur maksimum



=



49554,42



T



= Torsi pada poros gigi I



=



29064,16



kg.mm kg.mm ds ≥











 5,1    ( 2 × 49554,42 ) 2 + (1,5 × 29064,16 ) 2    5,83  



 5,1    (9822562166+1900632142   5,83  



 5,1    117231943108    5,83  



1



1



1



3



3



3



64,15 mm ≥



maka diameter poros (ds) yang dipakai = 65 mm 6) Perhitungan defleksi puntiran : θ



= 584



49



T×L G × ds4 = 584 29064,16 ⋅ 289,2 8,3 ⋅ 103 ⋅ (65) 4



= 0,033o (baik) dimana batas defleksi putaran = 0,25o



49 Ibid, hal 18



3.3.2. Perencanaan Poros Pada Gigi II 1) Analisa beban kerja Pada roda gigi II - Beban vertikal (FV), V = Gaya tangensial roda gigi (Ftg) = 484,66 kg - Beban horizontal (FH), H = Gaya tangensial roda gigi (Ftg) = 484,66 kg jadi : - Beban Gabungan (F), F = FV 2 + FH 2



F = 484,66 kg 2 + 484,66 kg



2



= 685,4 kg 2) Statika Pembebanan pada poros gigi II F = 685,4 kg



A



C



L1 = 130 mm L= 260 mm



B



L2 = 130 mm



ΣMB = 0 RAV . 260 – 685,4 · 130 RAV =



685,4⋅ 130 260 RAV = 342,7 kg (↑) ΣMA = 0 RBV . 260 – 685,4 · 130 RBV =



685,4⋅ 130 260 RBV = 342,7 kg (↑) RAV



+



RBV



=



F



342,7 kg + 342,7 kg = 685,4 kg



=



685,4 kg 685,4 kg



Momen yang terjadi adalah : MA



=0



MB



=0



MC



= 342,7 kg · 130 mm = 44551 kg·mm



F1 = 685,4kg



A



B



C



RBV = 342,7 kg



RAV = 342,7kg L1 = 130 mm



L2 = 130 mm L=260mm



(↑) 342,7kg



(+)



SFD 685,4kg (↓)



(-)



(↑) 342,7kg



BMD MA = 0



MC = 0



(+)



MC = 44551 kg.mm



Gambar 3.2



Diagram Gaya Geser dan Diagram



Momen Lentur



3) Torsi pada poros gigi II : T = 9,74 x 105



Pd n = 9,74 x 105



44,76 750 = 58128,32 kg.mm 4) Tegangan geser ijin bahan (τ a) : Bahan poros yang diambil adalah SF 60 JIS G 3210, dari Tabel 3.7 (lampiran) diketahui : - Kekuatan Tarik (σb)



= 70 kg/mm2



- Faktor Keamanan Sf1



=6



- Faktor Keamanan Sf2



=2



- Daya motor transmisi (Pin)



= 44,76 kW



- Momen lentur maksimum (M)



= 44551 kg.mm



- Torsi pada poros gigi II



=



58128,32



kg



mm - Faktor koreksi karena pembebanan momen lentur tetap dengan tumbukan ringan (Km), dipakai 2 - Faktor koreksi karena pembebanan momen puntir dengan beban sedikit kejutan (Kt), dipakai 1,5



maka : τ a



=



σb sf 1 ⋅ sf 2 τ a



= 70 6.2



= 5,83 kg/mm2



5) Diameter poros gigi II (ds) : ds =



 5,1   2 2   (Km x M ) + (K t x T )   τ a  



1



3



dimana : Km



=



faktor



koreksi



untuk momen lentur = 2 Kt = faktor koreksi untuk momen puntir



=



1,5 M = Momen lentur maksimum



= 44551 kg.mm



T = Torsi pada poros gigi II



=



kg.mm ds ≥







 5,1    (2 × 44551) 2 + (1,5 × 58128,32 ) 2    5,83  



 5,1    7939166404+ 7602528569   5,83  



1



3



1



3



58128,32











 5,1    15541694973    5,83  



 5,1    ⋅122240,47   5,83  



1



1



3



3



45,96 mm ≥



maka diameter poros (ds) yang dipakai = 60 mm 6) Perhitungan defleksi puntiran :  = 584



T×L G × ds4 = 584 58128,32 ⋅ 260 8,3 ⋅ 103 ⋅ (60) 4



= 0,082º (baik) dimana batas defleksi putaran = 0,25º



3.3.3. Perencanaan Poros Gigi Cacing 1) Analisa Beban Kerja a. Pada lokasi cacing



- Beban vertikal-1 (V ), 1



V1 = Gaya permukaan cacing (Fc) = 3866,78 kg - Beban horizontal-1 (H ), 1



H1 = Gaya permukaan cacing (Fc) = 3866,78 kg jadi : - Beban Gabungan-1 (F1), F1 = V12 + H 12



F1 = 3866,78 2 + 3866,78 2



= 5468,46 kg - Beban aksial (F ), A



F = Gaya tangensial pada roda cacing (F A



) = TRC



7363,74 kg



b. Pada lokasi pada roda gigi - Beban vertikal-2 (V ), 2



V2 = Gaya tangensial pada roda gigi (Ft) = 660,71 kg - Beban horizontal-2 (H ), 2



H2 = Gaya tangensial pada roda gigi (Ft) = 660,71 kg jadi : - Beban Gabungan-2 (F ), 1



F2 = 2



H 2 + V2



2



F2 =



660,71 2 + 660,71 2 = 934,38 kg c. Beban poros - Berat poros sendiri relatif kecil, sehingga diabaikan. 2) Statika Pembebanan pada poros cacing F 1= 5468,46 kg



A



D



L1 = 475 mm



C



B



L2 = 475 mm



L3 = 197,5 mm



L= 1147,5 mm



ΣMB = 0 RAV . 1000 – 5468,46 · 475 + 934,38 · 197,5 = 0 RAV =



5468,46⋅ 475 − 934,38⋅ 197,5 950



F2 = 934,38 kg



RAV =



2597518,5 − 184540,05 950 RAV = 2539,978 kg (↑) ΣMA = 0 RBV . 1000 – 934,38 · 1147,5 – 5468,46 · 475 = 0 RBV =



934,38· 1147,5+ 5468,46· 475 950 RBV =



1072201,05 + 2597518,5 950 RBV = 3862,86 kg (↑) RAV



+



RBV



=



2539,978 kg + 3862,86 kg



F1 + =



5468,46 kg



934,38 kg 6402,84 kg 6402,84 kg Momen yang terjadi adalah : MA



=0



MB



= - 934,38 kg · 197,5 mm = - 184540,05 kg.mm



MC



=0



MD



= 2539,978 kg · 475 mm = 1206489,55 kg.mm



F2



=



+



F1 = 5468,56 kg



A



F2 = 934,38 kg



B



D



RAV = 2539,978 kg



C



RBV = 3874,17 kg L1 = 475 mm



L2 = 475 mm



L3 = 197,5 mm



L=1147,5 mm



(↑) 2539,978 kg



(+) (+)



SFD



BMD



5468,56 kg (↓)



(-)



(↑) 3862,86 kg



934,38 (↑)



MB =



-



184540,05 kg·mm



(-) MA = 0



MC = 0



(+)



MD = 1206489,55 kg.mm



Gambar 3.3



Diagram Gaya Geser dan Diagram



Momen Lentur



3) Torsi pada poros cacing : T



= 9,74 x 105 Pd n3



= 9,74 x 105



44,76 300 = 145320,8 kg.mm 4) Tegangan geser ijin bahan (τ a) :



Bahan poros yang diambil adalah SF 60 JIS G 3210, dari Tabel 3.7 (lampiran) diketahui : - Kekuatan Tarik (σb)



= 70 kg/mm2



- Faktor Keamanan Sf1



=6



- Faktor Keamanan Sf2



=2



- Daya motor transmisi (Pin)



= 44,76 kW



- Momen lentur maksimum (M)



= 1206489,55 kg.mm



- Torsi pada poros cacing



=



145320,8



kg



mm - Faktor koreksi karena pembebanan momen lentur tetap dengan tumbukan ringan (Km), dipakai 2 - Faktor koreksi karena pembebanan momen puntir dengan beban sedikit kejutan (Kt), dipakai 1,5 maka : τ a ..........................................



=



σb sf 1 ⋅ sf 2 a ..........................................= 70 6.2



= 5,83 kg/mm2



5) Diameter poros cacing (ds) : ds =



 5,1   2 2   (Km x M ) + (K t x T )   τ a  



1



3



dimana : Km = faktor koreksi untuk momen lentur = 2 Kt = faktor koreksi untuk momen puntir



= 1,5



M



= Momen lentur maksimum



=



1206489,55



T



= Torsi pada poros cacing



= 145320,8 kg.mm



kg.mm



ds ≥















 5,1    (2 × 1206489,55 ) 2 + (1,5 ×145320,8) 2    5,83  



 5,1    5822468137036,81+ 47515803553,44    5,83  



 5,1    5869983940590,25    5,83  



 5,1    ⋅ 2422804,974   5,83  



1



1



1



1



3



3



3



3



122,36 mm ≥



maka diameter poros (ds) yang dipakai = 130 mm 6) Perhitungan defleksi puntiran :  = 584



T×L G × ds4 = 584 145320,8⋅ 1147,5 8,3 ⋅ 10 3 ⋅ (130) 4



= 0,041º (baik)



dimana batas defleksi putaran = 0,25º



3.3.4. Perencanaan Poros Pada Roda Cacing 1) Analisa beban kerja Pada roda cacing - Beban vertikal (FV), V = Gaya tangensial roda gigi (FtRC) = 7363,74 kg - Beban horizontal (FH), H = Gaya tangensial roda gigi (FtRC) = 7363,74 kg jadi : - Beban Gabungan (F), F = FV 2 + FH 2



F = 7363,74 kg 2 + 7363,74 kg



2



= 10414 kg 2) Statika Pembebanan pada roda poros cacing F = 10414 kg



A



C



L1 = 512,9 mm



L2 = 361,075 mm



D



B



L3 = 361,075 mm



L= 1235,05 mm



ΣMB = 0 RAV · 722,15 – 10414 · 361,075 RAV = 10414⋅ 361,075 722,15



RAV = 5207 kg (↑) ΣMA = 0 RBV · 722,15 – 10414 · 361,075 RBV = 10414⋅ 361,075 722,15



RBV = 5207kg (↑) RAV



+



RBV



5207 kg + 5207kg 10414 kg



=



F



=



685,4 kg



=



10414 kg



Momen yang terjadi adalah : MA



=0



MB



=0



MC



=0



MD



= 5207 kg · 361,075 mm = 1880117,525 kg·mm



F1 = 10414 kg



A



C



B



D



RBV = 5207 kg



RAV = 5207 kg L1 = 512,9 mm



L2 = 361,075 mm



L3 = 361,075 mm



L=1235,05 mm



(↑) 5207 kg



(+)



SFD 10414 kg (↓)



(-)



(↑) 5207 kg



BMD MB = 0



MC = 0 MA = 0



(+)



MD = 1880117,525.mm



Gambar 3.4 Diagram Gaya Geser dan Diagram Momen Lentur



3) Torsi pada poros roda cacing : T = 9,74 x 105



Pd n = 9,74 x 105



44,76 15 = 2906416 kg.mm 4) Tegangan geser ijin bahan (a) : Bahan poros yang diambil adalah SF 60 JIS G 3210, dari Tabel 3.7 (lampiran) diketahui : - Kekuatan Tarik (σb)



= 70 kg/mm2



- Faktor Keamanan Sf1



=6



- Faktor Keamanan Sf2



=2



- Daya motor transmisi (Pin)



= 44,76 kW



- Momen lentur maksimum (M)



= 1880117,525 kg.mm



- Torsi pada poros roda cacing



= 2906416 kg mm



- Faktor koreksi karena pembebanan momen lentur tetap dengan tumbukan ringan (Km), dipakai 2



- Faktor koreksi karena pembebanan momen puntir dengan beban sedikit kejutan (Kt), dipakai 1,5 maka : a



=



σb sf 1 ⋅ sf 2 a



= 70 6.2



= 5,83 kg/mm2



5) Diameter poros roda cacing (ds) : ds =



 5,1   2 2   (Km x M ) + (K t x T )   τ a  



1



3



dimana : Km



=



faktor



koreksi



=



faktor



koreksi



untuk momen lentur = 2 Kt untuk momen puntir = 1,5 M



= Momen lentur maksimum



T



= Torsi pada poros gigi II



=



1880117,525



kg.mm = 2906416 kg.mm



ds ≥















 5,1    (2 × 1880117,525) 2 + (1,5 × 2906416 ) 2    5,83  



1



3



 5,1    14139367631248,5025 +19006321421376   5,83  



 5,1    33145689052624,5025   5,83  



 5,1    ⋅ 5757229,28   5,83  



1



1



3



3



162,8 mm ≥



maka diameter poros (ds) yang dipakai = 170 mm 6) Perhitungan defleksi puntiran :  = 584



T×L G × ds4 = 584 2906416 ⋅ 722,15 8,3 ⋅ 103 ⋅ (170) 4



= 0,17º (baik) dimana batas defleksi putaran = 0,25º



3.4. Perhitungan Pasak



1



3



3.4.1. Pasak Pada Roda Gigi III Direncanakan : – Daya motor transmisi (Pm)



=



44,76



kW – Bahan poros SF 60 JIS G 3210 dengan: - Kekuatan Tarik (σb)



= 70 kg/mm2



- Bahan pasak adalah SF 60 JIS G 3210 dengan: - Kekuatan Tarik (σb) – Diameter poros cacing



= 70 kg/mm2 =



130



mm – Faktor Keamanan Sf1



=6



– Faktor Keamanan Sf2



=2



Diketahui : – Torsi pada poros cacing



= 145320,8 kg



mm – Gaya tangensial (Ft)



= 484,66 kg



Dari diameter pada poros = 130 mm maka dari Tabel 3.8 (lampiran) diperoleh ukuran pasak sebagai berikut : - b×h



= 32 × 18 mm



- Kedalaman alur pasak pada poros t1



= 11 mm



- Kedalaman alur pasak pada poros t2



= 7 mm



- Tekanan permukaan yang diijinkan (pa)



=



kg/mm2 - Faktor keamanan Sfk1



= 6,0



- Faktor keamanan Sfk2



= 2,0



32



1). Tegangan geser τk (kg/mm2) yang ditimbulkan adalah τk =



.................................................................50



Ft b.l dimana : l`



= Panjang pasak (antara 90 – 360 mm) = diambil



b



= 105 mm



= lebar pasak



= 32 mm



jadi τk =



484,66 32 ⋅ 90 τk = 0,168 kg/mm2



2). Tegangan geser yang diijinkan τka (kg/mm2) τka =



........................................................51



σb ( Sf1 .Sf 2 ) τka = 70kg / mm 2 ( 6 .2 )



τka = 5,83 kg/mm2 jadi τk




2000 jam........................................Baik



3.5.2. Bantalan Pada Poros Gigi II Diketahui perhitungan gaya (F) pada poros gigi II adalah = 685,4 kg 1). Beban aksial yang terjadi (Fa) Fa = 0,6 × beban keseluruhan Fa = 0,6 × 685,4 kg Fa = 411,24 kg



2). Beban radial yang terjadi (Fr) Fr = Fa × jari-jari efektif / l Fr = Fa × (dg2/ 2) / l Fr = 411,24 × (240/2) / 260 Fr = 189,8 kg Karena poros pada bantalan yang digunakan adalah diameter 60 mm, maka dari Tabel 3.9 (lampiran) bantalan yang digunakan adalah :



mm



- Nomor bantalan



= 30312



- Diameter dalam (d)



= 60 mm



- Diameter luar (D)



= 130



- Lebar bantalan (B)



= 33 mm



- Jari-jari fillet (r)



= 3,5



- Kapasitas nominal dinamis spesifik (C)



= 10800 kg



- Faktor beban diambil (ƒw)



= 1,1-1,3



- Konstanta (e)



= 0,35



- Faktor beban radial bekerja pada cincin dalam (V) =1



Fa 411,24 = = 2,17 V ⋅ Fr 1 ⋅189,8 Maka: , atau 2,17 > 0,35 Fa >e V ⋅ Fr



Digunakan : - Faktor X = 0,4 - Faktor Y = 1,9



3). Gaya radial yang terjadi pada bantalan (P) yaitu : Pr = X · V · Fr + Y · Fa Pr = 0,4 · 1 · 189,8 + 1,7 · 411,24 Pr = 775,028 kg



4). Faktor kecepatan (ƒn)



ƒn



=  33,3     n2 



3 / 10



Keterangan : n2 = Putaran pada poros cacing : 750 rpm ƒn



=  33,3   750 



ƒn



3 / 10



= 0,39



5). Faktor umur bantalan (fh) fh = fn · C/Pr Dimana : fn = faktor kecepatan C = kapasitas dinamik spesifik (kg) P



= beban ekuivalen dinamis (kg)



fh



= fn · C/Pr



fh



= 0,39 × 10800 / 775,028



fh



= 5,43



6). Umur nominal bantalan Untuk bekerja dan pemakaian jarang, jam kerja disyaratkan minimal 2000 jam



Lh = 500 · ƒh3,33 = 500 · (5,43)3,33 = 500 · 279,82



= 139910 jam Jadi : 139910 jam > 2000 jam........................................Baik



3.5.3. Bantalan Pada Poros Cacing Diketahui perhitungan gaya (F) pada poros cacing adalah = 6402,84 kg 1). Beban aksial yang terjadi (Fa) Fa = 0,6 × beban keseluruhan Fa = 0,6 × 6402,84 kg Fa = 3841,7 kg



2). Beban radial yang terjadi (Fr) Fr = Fa × jari-jari efektif / l



Fr = Fa × (Dc1/ 2) / l Fr = 3841,7 × (208/2) / 1147,5 Fr = 348,18 kg



Karena poros pada bantalan yang digunakan adalah diameter 130 mm, maka dari Tabel 3.10 (lampiran) bantalan yang digunakan adalah : - Nomor bantalan



= 30226



- Diameter dalam (d)



= 130



- Diameter luar (D)



= 230



- Lebar bantalan (B)



= 43 mm



- Jari-jari fillet (r)



=4



mm



mm



- Kapasitas nominal dinamis spesifik (C)



= 24500 kg



- Faktor beban diambil (ƒw)



= 1,1-1,3



- Konstanta (e)



= 0,35



- Faktor karena radial bekerja pada cincin dalam (V) = 1



Fa 3841,7 = = 11,03 V ⋅ Fr 1 ⋅ 348,18 Maka: , atau 11,03 > 0,35 Fa >e V ⋅ Fr



Digunakan : - Faktor X = 0,4 - Faktor Y = 1,9



3). Gaya radial yang terjadi pada bantalan (P) yaitu : Pr



= X · V · Fr + Y · Fa



Pr = 0,4 · 1 · 348,18 + 1,7 · 3841,7 Pr = 6670,16 kg



4). Faktor kecepatan (ƒn) ƒn



=  33,3     n2 



3 / 10



Keterangan : n2 = Putaran pada poros cacing : 300 rpm ƒn



=  33,3   300 



ƒn



3 / 10



= 0,517



5). Faktor umur bantalan (fh) fh = fn · C/Pr



Dimana : fn = faktor kecepatan C = kapasitas dinamik spesifik (kg) P



= beban ekuivalen dinamis (kg)



fh



= fn · C/Pr



fh



= 0,517 × 24500 / 6670,16



fh



= 1,9



6). Umur nominal bantalan Untuk bekerja dan pemakaian jarang, jam kerja disyaratkan minimal 2000 jam



Lh = 500 · ƒh3,33 = 500 · (1,9)3,33 = 500 · 8,5 = 72712,7 jam Jadi : 72712,7 jam > 2000 jam........................................Baik



3.5.3. Bantalan Pada Roda Cacing



Diketahui perhitungan gaya (F) pada poros roda cacing adalah = 10414 kg 1). Beban aksial yang terjadi (Fa) Fa = 0,6 × beban keseluruhan Fa = 0,6 × 10414 kg Fa = 6248,4 kg



2). Beban radial yang terjadi (Fr) Fr = Fa × jari-jari efektif / l Fr = Fa × (Dc1/ 2) / l Fr = 6248,4 × (208/2) / 1205,75 Fr = 538,5 kg



Karena poros pada bantalan yang digunakan adalah diameter 170 mm, maka dari Tabel 3.10 (lampiran) bantalan yang digunakan adalah : - Nomor bantalan



= 30234



- Diameter dalam (d)



= 170 mm



- Diameter luar (D)



= 310 mm



- Lebar bantalan (B)



= 53 mm



- Jari-jari fillet (r)



=4



- Kapasitas nominal dinamis spesifik (C) - Faktor beban diambil (ƒw) - Konstanta (e)



= 40500 kg = 1,1-1,3 = 0,35



- Faktor karena radial bekerja pada cincin dalam (V) = 1



Fa 6248,4 = = 11,6 V ⋅ Fr 1 ⋅ 538,5 Maka: , atau 11,6 > 0,35 Fa >e V ⋅ Fr



Digunakan : - Faktor X = 0,4 - Faktor Y = 1,9



3). Gaya radial yang terjadi pada bantalan (P) yaitu : Pr



= X · V · Fr + Y · Fa



Pr = 0,4 · 1 · 538,5 + 1,7 · 6248,4 Pr = 10837,68 kg



4). Faktor kecepatan (ƒn) ƒn



=  33,3     n2 



3 / 10



Keterangan : n2 = Putaran pada poros cacing : 15 rpm



ƒn



=  33,3   15   



ƒn



3 / 10



= 1,27



5). Faktor umur bantalan (fh) fh = fn · C/Pr Dimana : fn = faktor kecepatan C = kapasitas dinamik spesifik (kg) P



= beban ekuivalen dinamis (kg)



fh



= fn · C/Pr



fh



= 1,27 × 40500 / 10837,68



fh



= 4,74



6). Umur nominal bantalan Untuk bekerja dan pemakaian jarang, jam kerja disyaratkan minimal 2000 jam



Lh = 500 · ƒh3,33 = 500 · (4,74)3,33 = 500 · 178 = 89000 jam Jadi :



89000 jam > 2000 jam........................................Baik



BAB IV PERAWATAN DAN PELUMASAN 4.1 . Perawatan Mesin 4.1.1. Pengertian Perawatan Perawatan adalah suatu kegiatan yang ditujukan untuk menjaga



atau



memelihara



fasilitas



peralatan



dan



untuk



menjaga kondisi kerja mesin-mesin yang dilakukan secara kontinyu sesuai petunjuk yang ada, hal ini dimaksudkan agar mesin-mesin dalam kondisi siap pakai dan dapat digunakan sesuai dengan umur pemakaianya, sehingga proses produksi dapat berjalan dengan lancer dan memuaskan sesuai dengan rencana. Perawatan atau perbaikan yang dilakukan membutuhkan pemahaman dari komponen-komponen yang dirawat, terutama mengenai cara kerja dan sifatnya. Dalam perawatan transmisi elevator misalnya, diperlukan penjadwalan perawatan yang terencana dengan baik sehingga operator dapat bekerja dengan baik dan dengan demikian diharapkan dapat berdaya guna semaksimal mungkin. Ada dua istilah atau pengertian dalam perawatan yaitu : 1. Preventive Maintenance. Adalah pemeliharaan berkala



yang dilakukan dengan



tujuan utama untuk menghindari terjadinya kerusakan dan



menjaga kondisi mesin agar tetap dalam kondisi baik. Perawatan



ini



dilakukan



secara



kontinyu



yaitu



harian,



mingguan, bulanan dan tahunan, dengan demikian kerusakan yang akan terjadi dapat diantisipasi sejak dini, sehingga dapat memperlancar aktivitas. 2. Break Down Maintenance. Adalah



perawatan



yang



dilakukan



setelah



terjadi



kerusakan pada peralatan atau mesin. Kegiatan ini sebagai konsekuensi dari kegiatan preventive maintenance yang kurang berhasil selain karena faktor umur mesin atau komponen mesin yang bersangkutan. Beberapa hal yang menjadi tujuan perawatan antara lain : –



Menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman.







Memperpanjang umur







Memelihara kontinyunitas operasi dari transmisi







Menghemat biaya perbaikan







Mengurangi terjadinya kerusakan



4.1.2. Perawatan Transmisi Roda Gigi Cacing Setiap mesin maupun peralatan yang bekerja mutlak adanya



perawatan.



Hal



ini



dilakukan



untuk



menjaga



kelangsungan dari mesin itu sendiri maupun terhadap aktivitas pemakaian. Pemeliharaan dan perbaikan transmisi roga gigi cacing meliputi hal-hal sebagai berikut : a. Cleaning Adalah membersihkan bagian-bagian luar transmisi dan mengeluarkan



kotoran-kotoran



yang



dilakukan bersamaan dengan oiling. b.Oiling



ada.



Pekerjaan



ini



Yaitu jenis pekerjaan pelumasan, sedangkan bahannya berupa oil dan grease. Penggunaan bahan pelumas yang sesuai



untuk



masing-masing



peralatan



adalah



sangat



penting. Karena bahan pelumas sangat menentukan umur dari peralatan atau mesin tersebut. Transmisi roda gigi cacing ini menggunakan system pelumasan minyak dengan cara dicelup seperempat atau sebagian



roda



gigi



cacing



terjadi



panas



yang



tinggi.



Pelumasan menggunakan kekentalan oli SAE 90 GL 2. c. Scouring Yaitu



cleaning



seperti



pada



point



a,



tetapi



lebih



menyeluruh dan teliti. Dalam scouring elemem-elemen mesin dapat dibuka dan dikeluarkan untuk dapat dibersihkan. Penelitian ringan juga dilakukan dalam scouring ini seperti, keadaan poros, bantalan dan komponen-komponen yang lain. Dalam hal ini bila menemukan komponen yang rusak dann perlu diganti maka harus diganti. d.Overhoul Yaitu pembongkaran secara menyeluruh dari suatu mesin atau peralatan karena umur atau waktu bekerja dari mesin tersebut. Pemeriksaan yang direncanakan harus dilakukan untuk perawatan transmisi dengan didasarkan pada frekuensi penggunaannya. 4.1.2.Pelumasan a.Pelumasan pada bantalan Pelumasan bantalan dimaksudkan untuk mengurangi gesekan dan keausan antara elemen gelinding dengan cara membuat lapisan film antara kedua permukaan benda yang bergesekan. Membawa keluar panas yang terjadi, mencegah korosi serta mencegah masuknya debu. Cara pelumasan ada



dua cara yaitu pelumasan gemuk (grease) dan pelumasan minyak (oil) Untuk mencegah terjadinya kebocoran pelumas dan masuknya debu atau benda asing kedalam bantalan maka ndigunakan sekat pelumas, dalam perencanaan ini sekat pelumas yang digunakan adalah jenis seal minyak. Seal minyak merupakan satu kesatuan yang terdiri atas karet sintetis dengan bentuk penampang tertentu, cincin logam dan cincin pegas. Keuntungan penggunaan seal minyak ini adalah dapat digunakan untuk bantalan dengan kecepatan keliling tinggi, tekan dari dalam tinggi serta tahan terhadap lingkungan berdebu. b.Pelumasan pada roda gigi Pelumasan pada transmisi roda gigi yang digunakan adalah



system



pelumasan



celup



yaitu



dengan



cara



memasukan 1/2 atau 1/3 bagian dari penampang gigi cacing kedalam pelumas, sehingga saat gigi cacing berputar minyak tersebut dapat terangkat oleh gigi cacing dan membasahi serta melumasi tiap bagian roda gigi cacing dan elemen pendukungnya. Panas yang terjadi karena adanya gesekan lambat laun akan



mempeagaruhi



minyak



pelumas.



Jumlah



minyak



pelumas yang ada di penampang akan berkurang atau kotor, oleh karena itupada jangka waktu tertentu minyak pelumas harus ditambah. Besarya beban permukaan roda gigi, permukaan yang kasar dan kecepatan yang meluncur menghasilkan gesekan yang besar dan pertambahan panas yang ditimbulkan, untuk alas an tersebut maka oli roda gigi harus memenuhi syaratsyarat sebagai berikut. 1. Kekentalannya sesuai



Dalam pemilihan oli roda gigi harus diperlihatkan tingkat kekentalannya yaitu dengan cara melihat kondisi kerja yang dialami roda gigi serta temperaturnya. Untuk kondisi berat separti pada roda gigi cacing ini kekentalan yang digunakan adalah SAE 90 GL. 2 kode ‘GL’ untuk klasifikasi kualitas adalah kependekan daei Gear Lubrication yang mempunyai arti oli untuk roda gigi, adapun angka ‘2’ adalah penunjukan dari kualitas oli yang dikhususkan untuk roda gigi cacing. 2. Meredam getaran Saat berhubungan antara satu dengan yang lainnya, tekanan dan beban goncangan yang terjadi besar, untuk itu oli roda gigi harusmampu memikul atau meredam getaran yang dialami roda gigi tersebut. 3. Tahan terhadap panas dan oksidasi Saat oli roda gigi memburuk akibat panas, kotoran dan oksidasi kemampuan pelumasan akan menurun, bahkan akibat oksidasi dapat menimbulkan kadar asam dalam oli yang dapat menyebabkan karat yang berpengaruh pada keawetan komponen. Untuk mengatasi hal itu maka diperlukan oli roda gigi yang baik dan stabil terhadap panas dan oksidasi.



BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Alat pendukung yang digunakan dalam proses perencanaan transmisi gear box meliputi roda gigi lurus, roda gigi dan poros cacing, poros, pasak, serta bantalan rol kerucut, . Transmisi utamanya adalah roda gigi cacing sehingga tidak diragukan lagi kekuatannya untuk menopang beban yang berat serta mereduksi putararan yang besar, selain sudah dilakukan perencanaan, perancangan, dan perhitungan melalui rumus-rumus dengan teliti. Apabila terjadi pembebanan berlebih akan terjadi slip pada transmisinya,



Dari



uraian



perhitungan



dan



pembahasan



dapat



dismpulkan sebagai berikut: 5.1.1. Roda Gigi Lurus - Daya motor (Pm)



= 60 HP = 44,76



- Putaran ditransmisikan antara gigi I dan II (n1)



= 1500 rpm



- Putaran ditransmisikan antara gigi II dan III (n2)



= 750 rpm



- Perbandingan reduksi gigi I dan II (i)



=1:2



- Perbandingan reduksi gigi II dan III (i)



= 1 : 2,5



- Jarak sumbu gigi I dan II (a)



= 180 mm



- Jarak sumbu gigi II dan III (a)



= 420 mm



- Modul (m)



= 4 mm



kW



- Diameter jarak bagi roda gigi (dg) - Pada roda gigi I (dg1)



= 120 mm



- Pada roda gigi II (dg2)



= 240 mm



- Pada roda gigi III (dg3)



= 600 mm



- Jumlah gigi (zg) - Pada roda gigi I (zg1)



= 30 mm



- Pada roda gigi II (zg2)



= 60 mm



- Pada roda gigi III (zg3)



= 150 mm



- Mencari diameter luar roda gigi (dkg), - Pada roda gigi I (dkg1)



= 128 mm



- Pada roda gigi II (dkg2)



= 248 mm



- Pada roda gigi III (dkg2)



= 608 mm



- Tinggi kepala gigi pada roda gigi (hkg)



= 4 mm



- Tinggi kaki gigi (hfg)



= 4,64 mm



- Mencari tinggi gigi (hg)



= 8,64 mm



- Mencari diameter dalam (Ddg) - Pada roda gigi I (Dkd1)



= 110,72 mm



- Pada roda gigi II (Dkd2)



= 230,72 mm



- Pada roda gigi II (Dkd3)



= 592,72 mm



- Gaya tangensial pada roda gigi I dan II (Ft)



= 484,66 kg



- Gaya tangensial pada roda gigi II dan III (Ft)



= 484,66 kg



5.1.2. Roda Gigi Cacing dan Poros Cacing - Putaran poros yang ditransmisikan(n2)



= 300 rpm



- Jumlah ulir cacing (z1)



=1



- Jumlah gigi roda cacing (z2)



= 20



- Sudut kisar (γ)



= 10,3º



- Jarak sumbu poros



= 500 mm



- Bahan untuk cacing



= SF60



- Bahan untuk roda gigi cacing



= FC20



- Perbandingan Reduksi (i)



= 1 : 20



- Modul normal (mn)



= 37



- Proporsi bagian cacing adalah: - Diameter lingkaran jarak bagi (DC2)



= 208 mm



- Tinggi kepala gigi cacing (hk)



= 37 mm



- Tinggi kaki gigi cacing (hf)



= 42,8 mm



- Kelonggaran puncak (c)



= 5,8 mm



- Tinggi gigi (H)



= 79,8 mm



- Diameter inti cacing (DC1)



= 118 mm



- Diameter luar cacing (DC)



= 282 mm



- Jarak bagi cacing ( )



= 117,97 mm



ta - Proporsi roda gigi cacing untuk cacing adalah : - Diameter jarak bagi roda cacing (DRC2) = 792 mm - Diameter inti roda cacing (DRC1)



= 701,8 mm



- Diameter tenggorok roda cacing (DRC3) = 877,6 mm - Diameter luar roda cacing (DRC)



= 904,7 mm



- Lebar sisi gigi roda gigi cacing (b)



= 451 mm



- Lebar sisi gigi efektif (be)



= 141 mm



- Jari-jari lengkungan puncak roda cacing (rt)



= 67 mm



- Jarak antar sumbu poros (a)



= 500 mm



- Beban lentur yang diijinkan (Fab)



= 24159,93 kg



- Beban permukaan gigi yang diijinkan (Fac)



= 11865,15 kg



5.1.3. Poros 1. Beban Poros Gigi I - Bahan



= SF 60 JIS G 3210



- Gaya yang terjadi (F) - Gaya pada titik A (RAv)



= 342,7 kg



- Gaya pada titik B (RBv)



= 342,7 kg



- Gaya pada titik C



= 0 kg



- Gaya pada titik D



= 684,4 kg



- Momen yang terjadi (M) - Momen dititik A (MA)



= 0 kg.mm



- Momen dititik B (MB)



= 0 kg.mm



- Momen dititik C (MC)



= 0 kg. mm



- Momen dititik D (MD)



= 49554,42 kg.mm



- Torsi yang terjadi (T)



= 29064,16 kg mm



- Tegangan geser yang diijinkan (τa)



= 5,83 kg/mm2



- Diameter minimal poros (ds)



= 65 mm



- Defleksi pada poros (θds)



= 0,033º



2. Beban Poros Gigi II



- Bahan



= SF 60 JIS G 3210



- Gaya yang terjadi (F) - Gaya pada titik A (RAv)



= 342,7 kg



- Gaya pada titik B (RBv)



= 342,7 kg



- Gaya pada titik C



= 685,4 kg



- Momen yang terjadi (M) - Momen dititik A (MA)



= 0 kg.mm



- Momen dititik B (MB)



= 0 kg.mm



- Momen dititik C (MC)



= 44551 kg. mm



- Torsi yang terjadi (T)



= 58128,32 kg mm



- Tegangan geser yang diijinkan (τa)



=



5,83



- Diameter minimal poros (ds) - Defleksi pada poros (θds)



kg/mm2



= 60 mm = 0,082º



3. Beban Poros Cacing - Bahan



= SF 60 JIS G 3210



- Gaya yang terjadi (F) - Gaya pada titik A (RAv)



=



2539,978 kg



- Gaya pada titik B (RBv)



= 3862,86 kg



- Gaya pada titik C



= 934,38 kg



- Gaya pada titik D



=



5468,46



kg



- Momen yang terjadi (M) - Momen dititik A (MA)



= 0 kg.mm



- Momen dititik B (MB)



=



- Momen dititik C (MC)



= 0 kg. mm



- Momen dititik D (MD)



= 1206489,55 kg.mm



-



184540,05



kg.mm



- Torsi yang terjadi (T)



= 145320,8 kg mm



- Tegangan geser yang diijinkan (τa)



=



- Diameter minimal poros (ds) - Defleksi pada poros (θds)



5,83



kg/mm2



= 130 mm = 0,041º



4. Beban Roda Gigi Cacing - Bahan



= SF 60 JIS G 3210



- Gaya yang terjadi (F) - Gaya pada titik A (RAv)



= 5207 kg



- Gaya pada titik B (RBv)



= 5207 kg



- Gaya pada titik C



= 0 kg



- Gaya pada titik D



= 10414 kg



- Momen yang terjadi (M) - Momen dititik A (MA)



= 0 kg.mm



- Momen dititik B (MB)



= 0 kg.mm



- Momen dititik C (MC)



= 0 kg. mm



- Momen dititik D (MD)



= 1880117,525 kg.mm



- Torsi yang terjadi (T)



= 2906416 kg mm



- Tegangan geser yang diijinkan (τa)



=



- Diameter minimal poros (ds) - Defleksi pada poros (θds)



5,83



kg/mm2



= 170 mm = 0,17º



5.1.6. Pasak 1. Pada Roda Gigi III - Bahan



= SF 60 JIS G 3210



- Torsi yang terjadi (T)



= 145320,8 mm



- Gaya tangensial (Ft)



= 484,66 kg



- Tegangan geser (τk)



= 0,168 kg/mm2



- Tegangan geser yang diijinkan (τka)



= 5,83 kg/mm2



- Tekanan permukaan (p)



= 0,49 kg/mm2



2. Pada Poros Cacing - Bahan



= SF 60 JIS G 3210



- Torsi yang terjadi (T)



= 145320,8 mm



- Gaya tangensial (Ft)



= 7363,74 kg



- Tegangan geser (τk)



= 2,19 kg/mm2



- Tegangan geser yang diijinkan (τka)



= 5,83 kg/mm2



- Tekanan permukaan (p)



= 6,37 kg/mm2



3. Pada Poros Roda Cacing - Bahan



= SF 60 JIS G 3210



- Torsi yang terjadi (T)



= 2906416 mm



- Gaya tangensial (Ft)



= 7363,74 kg



- Tegangan geser (τk)



= 0,8 kg/mm2



- Tegangan geser yang diijinkan (τka)



= 5,83 kg/mm2



- Tekanan permukaan (p)



= 1,4 kg/mm2



5.1.7. Bantalan 1. Pada Poros Gigi I - Jenis bantalan



= Bantalan rol kerucut 30313



- Beban aksial yang terjadi (Fa)



= 411,24 kg



- Beban radial yang terjadi (Fr)



= 46,82 kg



- Gaya radial yang terjadi (Pr)



= 717,87 kg



- Faktor kecepatan (fn)



= 0,32



- Faktor unur bantalan (fh)



= 5,57



- Umur nominal bantalan (Lh)



= 152290jam



2. Pada Roda Gigi II - Jenis bantalan



= Bantalan rol kerucut 30312



- Beban aksial yang terjadi (Fa)



= 286,77 kg



- Beban radial yang terjadi (Fr)



= 189,8 kg



- Gaya radial yang terjadi (Pr)



= 775,028 kg



- Faktor kecepatan (fn)



= 0,39



- Faktor unur bantalan (fh)



= 5,43



- Umur nominal bantalan (Lh)



= 139910 jam



3. Pada Poros Cacing - Jenis bantalan



= Bantalan rol kerucut 30226



- Beban aksial yang terjadi (Fa)



= 3841,7 kg



- Beban radial yang terjadi (Fr)



= 348,18 kg



- Gaya radial yang terjadi (Pr)



= 6670,16 kg



- Faktor kecepatan (fn)



= 0,517



- Faktor unur bantalan (fh)



= 1,9



- Umur nominal bantalan (Lh)



= 72712,7 jam



4. Pada Roda Gigi Cacing - Jenis bantalan



= Bantalan rol kerucut 30234



- Beban aksial yang terjadi (Fa)



= 6248,4 kg



- Beban radial yang terjadi (Fr)



= 538,5 kg



- Gaya radial yang terjadi (Pr)



= 10837,68 kg



- Faktor kecepatan (fn)



= 1,27



- Faktor unur bantalan (fh)



= 4,74



- Umur nominal bantalan (Lh)



= 89000 jam



5.2 Saran 1. Penggunaan alat hendaknya sesuai dengan ukuran dan daya yang disarankan sehingga akan dapat bekerja dengan baik dan tidak mudah rusak. 2. Penggunaan literatur buku sebaiknya digunakan yang terbaru. 3. Memungkinkan perencanaan alat ini dapat lebih dikembangkan dan disempurnakan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.



DAFTAR PUSTAKA Sularso dan Suga, K. 2004. Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin. PT. Pradnya Paramita . Jakarta Niemen G., 2000, Jilid II, Elemen Mesin, PT. Erlangga, Jakarta. Takeshi Sato, G dan Sugiarto Hartanto, N. 1983. Menggambar Mesin Menurut Standart ISO. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.



LAMPIRAN Tabel



LAMPIRAN I Tabel 1 Klasifikasi Roda Gigi



Letak poros



Roda gigi



Keterangan



Roda gigi Miring, (a) Roda gigi Lurus (b)



(Klasifikasi atas dasar bentuk alur gigi)



Roda gigi Miring ganda (c) Roda gigi dengan



Roda gigi Luar



Arah putaran berlawanan



poros sejajar



Roda gigi dalam dan pinyon (d)



Arah putaran sama



Roda gigi dan pinyon (e)



Gerakan lurus dan berputar



Roda gigi kerucut lurus, (f) Roda gigi dengan



Roda gigi kerucut spiral, (g)



poros berpotongan



Roda gigi kerucut ZEROL



(Klasifikasi atas dasar bentuk jalur



Roda gigi kerucut miring



gigi)



Roda gigi kerucut miring ganda Roda gigi permukaan dengan poros



(Roda gigi dengan poros berpotongan



berpotongan (h)



berbentuk istinewa)



Roda gigi miring silang, (i)



Kontak titik



Batang gigi miring silang



Gerakan lurus dan berputar



Roda gigi cacing silindris, (j) Roda gigi cacing selubung ganda (globoid), (k) Roda gigi dengan



Roda gigi cacing samping



poros silang Roda gigi hiperboloid Roda gigi hipoid, (l) Roda gigi permukaan silang



Sularso,Suga K, 2004, Dasar perencanaan dan pemilihan elemen mesin,edisi ke 12, Jakarta.



LAMPIRAN II Tabel 2 Harga modul standar Seri ke-1 0,1



Seri ke-2 0,15



Seri ke-3



Seri ke-1



Seri ke-2 3,5



Seri ke-3 3,75



0,2



4 0,25



4,5



0,3



5 0,35



5,5



0,4



6 0,45



6,5



0,5



7 0,55



8



0,6



9 0,65



10



0,7 0,75



12



11



0,9



16



0,8



14



1 1,25 1,5



18 20 22 1,75



25



2,25



32



2,75



40



2



28



2,5



36



3



45 3,25



50



Sularso,Suga K, 2004, Dasar perencanaan dan pemilihan elemen mesin,edisi ke12 Jakarta.



LAMPIRAN III Tabel 3 Tegangan lentur yang diijinkan pada bahan roda gigi Bahan roda gigi cacing Besi cor



Pembebanan satu arah



Pembebanan dua arah



8,5



5,5



Perunggu untuk roda gigi Perunggu antimon Damar sintetis



17 10,5 3



11 7 2



Sularso,Suga K, 2004, Dasar perencanaan dan pemilihan elemen mesin,edisi ke12 Jakarta.



LAMPIRAN IV Tabel 4 Sudut Tekanan Normal



Sudut tekanan normal



Faktor bentuk



14,5º



0,100



20º



0,125



25º



0,150



30º



0,175



Sularso,Suga K, 2004, Dasar perencanaan dan pemilihan elemen mesin,edisi ke12 Jakarta.



LAMPIRAN V Tabel 5 Faktor Ketahanan Terhadap Keausan KC Cacing



Roda gigi cacing



Kc (kg/mm2)



Baja (Kekerasan HB 250)



Perunggu fosfor



0,042



Baja celup dingin



Besi cor



0,035



Baja celup dingin



Perunggu fosfor



0,056



Baja celup dingin



Perunggu fosfor yang dicil



0,085



Baja celup dingin



Perunggu antimon



0,085



Besi cor



Damer sintetis



0,087



Perunggu fosfor



0,106



Sularso,Suga K, 2004, Dasar perencanaan dan pemilihan elemen mesin,edisi ke12 Jakarta.



LAMPIRAN VI Tabel 6 Sudut Kisar Ky



Sudut kisar Ky < 10º



Ky 1



Ky = 10º - 25º



1,25



Ky > 25º



1,50



Sularso,Suga K, 2004, Dasar perencanaan dan pemilihan elemen mesin,edisi ke12 Jakarta.



LAMPIRAN VII Tabel 7 Baja Karbon Cor ( JIS G 5101)



Lambang



Batas mulur (kg/mm2)



Kekuatan tarik (kg/mm2)



SC 37 SC 42 SC 46 SC 49



18 21 23 25



37 42 46 49



Keterangan



Untuk bagian motor Untukkonstruksi umum



Sularso,Suga K, 2004, Dasar perencanaan dan pemilihan elemen mesin,edisi ke12 Jakarta.



0,25(7 × 7)



7



8×7



8



7



10× 8



10



8



12× 8



12



8



14 × 9



14



9



(15×10)



15



16×10



16



18×11 20×12 22×14



7



7,2



0,1616-80



4,0



18-90



4,0



3,3



2,4



0,40-



22-110



5,0



3,3



2,4



0,25-



Lebih dari 30-38



0,60



28-140



5,0



3,3



2,4



0,40



Lebih dari 38-44



36-160



5,5



3,8



2,9



Lebih dari 44-50



40-180



5,0



5,0



Lebih dari 50-55



10



45-185



6,0



4,3



3,4



Lebih dari 50-58



18



11



50-200



7,0



4,4



3,4



Lebih dari 58-65



20



12



56-220



7,5



4,9



3,9



Lebih dari 65-75



22



14



63-250



9,0



5,4



4,4



Lebih dari 75-85



70-280



8,0



10



0,40



10,2



3,0



3,5



5,0



5,5



3.0



0,6924



23×14



25



14



70-280



9,0



5,4



4,4



28×16



28



16



80-320



10,0



6,4



5,4



32×18



32



18



90-360



11,0



7,4



6,4`



Ukuran Standart



16,2



Ukuran standar h



C



l*



8,0



Ukuran Standart



8,5



8,0



Ukuran standart t2



0,60



Lebih dari 80-90 Lebih dari 85-95 Lebih dari 95-110 Lebih dari 110-135



r1



Referansi



da n



r2



t1 Pasak prismatis Pasak luncur



2×2 3×3 4×4 5×5 6×6



0,80



Lebih dari 20-25 Lebih dari 25-30



0,40-



(24×16)



Ukuran nominal Pasak b×l



16



0,25



2 3 4 5 6



Pasak tirus



2 3 4 5 6



Pasak prismatis



0,160,25



6-20 6-36 8-45 10-56 14-70



1,2 1,8 2,5 3,0 3,5



Pasak luncur



1,0 1,4 1,8 2,3 2,8



Pasak tirus



0,5 0,9 1,2 1,7 2,2



Diameter poros yang dapat dipakai d**



0,080,16



LAMPIRAN VIII Tabel 8 Ukuran dan standart pasak



*/ harus dipilih dari angka-angka berikut sesuai dengan daerah yang bersangkutan dalam tabel 6,8,10,12,14,16,20,22,25,28,32,36,40,45,50,56,63,70,80,90,100,110,125,140,160,180,200,220,250,280,320,360,400



Sularso,Suga K, 2004, Dasar perencanaan dan pemilihan elemen mesin,edisi ke 12, Jakarta. LAMPIRAN IX



Lebih dari 6-8 Lebih dari 8-10 Lebih dari 10-12 Lebih dari 12-17 Lebih dari 17-22



Tabel 9



Bantalan Rol Kerucut



Fa / VFr ≤ e



Fa / VFr > e



X



Y



X



Y



1



0



0,4



Y1



Harga e, Y1 dan Y0 dalam hubungannya dengan tabel dibawah



d



D



T



B



b



R



r1



p



Y1



Y0



e



C



Kapasita s nominal statis spesifik (kg) Co



1 5 1 7 2 0 2 5 3 0 3 5 4 0 4 5 5 0 6 0



42 47 52 62 72 80 90 100 110 130



14,25 15,25 16,25 18,25 20,75 22,75 25,25 27,25 29,25 33,50



13 14 15 17 19 21 23 25 27 31



11 12 13 15 16 18 20 22 23 26



1,5 1,5 2 2 2 2,5 2,5 2,5 3 3,5



0,5 0,5 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 1 1,2



3,3 4,6 4,4 5,0 5,2 6,0 5,0 5,9 6,1 7,1



2,1 2,1 2,0 2,0 1,9 1,9 1,7 1,7 1,7 1,7



1,2 1,2 1,1 1,1 1,0 1,0 0,95 0,95 0,95 0,95



0,28 0,28 0,30 0,30 0,32 0,32 0,35 0,35 0,35 0,35



1640 2030 2490 3300 4200 5350 6100 7600 8900 11900



1000 1280 1670 2250 2970 3950 4750 6050 7150 9950



30302 30303 30304 30305 30306 30307 30308 30309 30310 30312



2 0 2 5 3 0 3 5 4 0 4 5 5 0



52 62 72 80 90 100 110



22,25 25,25 28,75 30,75 35,25 38,25 42,25



21 24 27 31 33 36 40



18 20 23 25 27 30 33



2 2 2 2,5 2,5 2,5 3



0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 1



8,2 9,5 9,7 12,1 12,3 12,5 13,7



2,0 2,0 1,9 1,9 1,7 1,7 1,7



1,1 1,1 1,0 1,0 0,95 0,95 0,95



0,30 0,30 0,32 0,32 0,35 0,35 0,35



3200 4400 5650 7000 8150 9850 12000



2350 3300 4500 5700 7000 8600 10800



32304 32305 32305 32305 32305 32305 32305



Faktor beban aksial



Ukuran Luar (mm)



Nomor Bantalan



Konstanta



Kapasitas nominal dinamis spesifik (kg)



Sularso,Suga K, 2004, Dasar perencanaan dan pemilihan elemen mesin,edisi ke 12, Jakarta.



LAMPIRAN X Tabel 10 Konversi satuan Besaran 1. Panjang



Dari satuan mil ft in mikron



Kesatuan metrik km m mm μm



Kalikan dengan 1,609 344 0,304 8 25,4 1



2. Kecepatan



mil/h knot (internasional) ft/s in/s (mil/h)/s ft/s



km/h km/h



1,609 344 1,851 999 8



m/s mm/s (km/h)/s m/s



0,304 8 25,4 1,609 344 0,304 8



3. Percepatan



2



4. Luas



in



2



m 2



2



ft



m 2



2



mil



km 2



5. Volume



0,000 645 16 0,092 903 04 2,589 998



yd



2



m



0,764 554 9 0,028 316 35



ft



28, 316 85



m 3



ft



l



0,016 387 06



cm



3, 785 412 3



in l in



16,387 06



l



gal ton (long) ton (short) lb slug 7. Masa per satuan lb/ft panjang lb/yd 8. Masa per satuan lb/ft Luas 2



Mg,t Mg,t kg kg kg/m kg/m kg/m



9. Berat spesifik



Kg/m



6. Masa



lb/ft



1,016 047 0,907 184 7 0,453 592 4 14,593 90 1,488 164 0,496 054 7 4,882 428 2



2



3



lb/ft



Kg/m 2



10. Volume aliran



3



lb/gal ft /s



Kg/l m /s



3



11. Laju aliran masa Besaran 12. Gaya 13. Tekanan



16,018 46 27676,90 0119 826 4



3



gal/m lb/men lb/s Dari satuan lbf kgf dyne lb/in 2



lb/ft 2



in Hg (60 F) 0



in H2O (60 F)



0,028 316 85 3,785 412



l/men kg/men kg/s



0,453 592 4 0,453 592 4



Kesatuan metrik N N N Kpa Kpa



Kalikan dengan 4,448 222 9,806 650 0,000 01 6,894 757 0,047 880 26



Kpa Kpa Kpa Kpa Kpa Kpa



3.376 85 0.248 84 0,133 322 98,066 5 100 101,325



Pa



6894,757



J



1,355 818



mm Hg (0 C) kgf/cm2 bar atm (standar =760 torr) lbf/in 14. Energi,kerja,



ft.lbf



entalpy, kalor



15. Energi Spesifik 16. Daya



17. Daya per satuan luas 18. Momentum 19. Momentum sudut, Momen momentum 20. Konstanta pegas linear 21. Konstanta pegas puntir 22. Momen gaya



Btu kkal kW.h hp.h Btu/lb mol Btu/lb mol kal/g Btu/lb kkal/s Btu/men PS (75 mkgf/s) Hp (550 ft lbf/s Btu/(ft2h)



kJ kJ MJ MJ kal/gmol J/gmol J/g kJ/kg W W kW kW W/m2



1,055 056 4.186 8 3,6 2.684 520 1/1,8 2,326 4,186 8 2,326 4148 17,572 504 0,735 499 0,745 699 9 3,154 591



lb.ft/s lb.ft2/s



kgm/s Kgm2/s



0,042 14011 0,042 140 11



lbf/in



N/mm



0,175 126 8



lbf.ft/der



N.m/der



1.355 818



lbf.in lbf.ft kgf.cm ozf.in lbf/in2



N.m N.m N.m mN.m Mpa



0,112 984 8 1,355 818 0,098 066 5 7,061 552 0,006 894 757



Mm3



16387,06



Kesatuan metrik kgm2 kg.mm 0 C



Kalikan dengan 0,042 140 11 0,720 077 8 t0 C=



23. Modulus Elastisitas 24. Modulus In3 Penampung Besaran Dari satuan 25. Momen inersia lb.ft2 26. Momen masa oz.in 0 27. Temperatur F 0



R



( t 0 F − 32) 1,8



K τ



28. Selisih temperature 29. Kalor spesifik 30. Koefisien perpindahan kalor 31. Konduktivitas termal



K=



T0



R 1,8



0



F



K



1K = 10C = 1,8 0F



Btu/(lb.0F) Btu/(h.ft2.0F)



kJ/(kg.K) W/(m2.K)



4,186 8 5,678 263



Btu.ft/(hft2.0F)



W/(m.K)



1,730 735



32. Pemakaian bahan bakar 33. Pemakaian bahan baker Spesifik 34. Viskositas dinamik 35. Viskositas kinematik 36. Frekuensi



Mil/gal



km/l



0,425 143 7



g/(ps.h) lb/(hp.h) lb/(hp.h) lb/(hpf.h) cP



g/(kW.h) g/(kW.h) g/MJ kg/(kN.h) mPa.s



1,359 6 608,277 4 168,965 9 101,971 6 1



cSt



Mm2/s



1



Mc/s Kc?s



Mhz kHz



1 1



Catatan : Percepatan grafitasi standar 1Pa = 1N/m2 1J = 1N.m 1W = N.m/s = 1 J/s 1 atmosfir standar internasional = 0,101 325 MPa = 1,013 25 bar = 1,013 25 N/m2 = 1,033 2 kgF/cm2 = 14,697 lbf/in2



No. 1. 2. 3. 4. 5.



Simbol Btu c 0 C c/s der



6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.



ft 0 F g gal h hp Hz in in.Hg



Nama satuan British thermal unit siklus Derajat Celcius siklus per detik derajat (1der=( /180)rad )



π



kaki derajat Fahrenheit gram gallon jam Horse power Hertz



g = 9,806650 m/s2 = 32, 1740 ft/s2



1 atmosfir teknik = 1 atm = 0,980 67 bar = 1kgf/cm2 = 1 kp /cm2 = 144,223 lbf/in2 = 735,6 mm.Hg



No. Simbol 19. kgf 20. K 21. l 22. lb 23. lbf 24. m 25. men 26. mil 27. 28. 29. 30. 31.



N ozf P Pa PS



Nama satuan kilogram-gaya derajat Kelfin liter(11=10-3m3 pound pound-gaya meter menit mil (1mil = 1,609 344 km) Newton onz-gaya Poise Paskal Daya kuda metric (1PS = 75 m kgf/s)



15. 16. 17. 18. 19.



in H2O J kal kc W



inci inci air raksa inci air Joule kalori kilosiklus Watt



32. 33. 34. 35. 36.



(Prof. DR. Aris Munandar, Guru besar STTNAS)



0



R s St yd MPa



derajat Rankine detik Stokes Yard Mega-Pascal