Esai Etika Berkomunikasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENTINGNYA ETIKA BERKOMUNIKASI DI MASYARAKAT UNTUK MENCIPTAKAN KERUKUNAN BERMASYARAKAT



PENDAHULUAN Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak akan pernah lepas dari komunikasi. Dari mulai kita bangun tidur sampai kemudian tertidur kembali, komunikasi selalu menjadi kegiatan utama kita entah itu komunikasi verbal atau non verbal, entah itu komunikasi antar pribadi atau komunikasi organisasi. Hal seperti ini memang telah menjadi kodrat kita sebagai seorang manusia yang memang tidak dapat hidup sendiri. Kita selalu membutuhkan orang lain disekitar kita, walaupun hanya untuk sekedar melakukan obrolan basa-basi karena manusia adalah makhluk sosial dan dari dalam interaksi itulah manusia lambat laun menciptakan nilai-nilai bersama yang kemudian disebut sebagai kebudayaan. Dalam nilai-nilai yang terbentuk tersebut terdapat beberapa kaidah yang bertujuan mengatur tata cara kita berkomunikasi antar sesama tanpa menyakiti hati dan menjunjung tinggi etika sebagai sebuah tanda penghargaan pada lawan bicara kita. Namun terkadang pemakaian sesuatu yang kita anggap sebuah etika dapat berakibat



pada



sesuatu



yang



tidak



menyenangkan



dan



menimbulkan



kesalahpahaman antar sesama. Mengapa hal itu bisa terjadi? Padahal tujuan kita menggunakan etika adalah untuk mencoba menghargai khalayak. Pemakaian etika dalam konteks komunikasi antar pribadi memiliki paradoks tersendiri. Di lain pihak, hal ini dapat menjadi hal yang positif namun terkadang sesuatu yang negatif dan cenderung merusak dan memperburuk keadaan juga dapat terjadi. Berbagai hal dinilai bertanggung jawab atas hal ini. Dari mulai cara kita berkomunikasi antar sesama sampai pada saat kita menggunakan etika dalam berinteraksi. PEMBAHASAN Pengertian Etika Berkomunikasi Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat suatu sistem yang mengatur tata cara manusia bergaul. Tata cara pergaulan untuk saling menghormati biasa kita kenal dengan sebutan sopan santun. Tata cara pergaulan bertujuan untuk menjaga



kepentingan komunikator dengan komunikan agar merasa senang, tentram, terlindungi tanpa ada pihak lain yang dirugikan kepentingannya dan perbuatan yang dilakukan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku serta tidak bertentangan dengan hak asasi. Secara umum tata cara pergaulan, aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam bermasyarakat dan menentukan nilai baik dan nilai tidak baik disebut sebagai etika. Etika berasal dari kata ethikus dan dalam bahasa Yunani disebut ethicos yang berarti kebiasaan norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran baik dan buruk tingkah laku manusia. Jadi, etika komunikasi adalah norma, nilai, atau ukuran tingkah laku baik dalam kegiatan komunikasi di suatu masyarakat. Adapun arti etika dari segi istilah, telah dikemukakan para ahli dengan ungkapan yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangnya, yaitu: Menurut Ahmad Amin mengartikan etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat Menurut Encyclopedia Britanica, etika dinyatakan sebagai filsafat moral, yaitu studi yang sitematik mengenai sifat dasar dari konsep-konsep nilai baik, buruk, harus, benar, salah, dan sebagainya. Dari definisi etika diatas, dapat diketahui bahwa “etika”berhubungan dengan empat hal sebagai berikut:



1. Dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia.



2. Dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat. Sebagai hasil pemikiran, maka etika tidak bersifat mutlak, absolute dan tidak pula universal. Ia terbatas, dapat berubah, memiliki kekurangan, kelebihan dan sebagainya. Selain itu, etika juga memanfaatkan berbagai ilmu yang memebahas perilaku manusia seperti ilmu antropologi, psikologi, sosiologi, ilmu politik, ilmu ekonomi dan sebagainya.



3. Dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah



perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya. Dengan demikian etika lebih berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah perilaku yang dilaksanakan oleh manusia. Etika lebih mengacu kepada pengkajian sistem nilai-nilai yang ada.



4. Dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relative yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman. Etika adalah cabang dari aksiologi, yaitu ilmu tentang nilai, yang menitikberatkan pada pencarian salah dan benar atau dalam pengertian lain tentang moral dan immoral.



Jenis-Jenis Etika



1. Etika Deskriftif Etika yang menelaah secara kritis dan nasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai suatu yang bernilai. Artinya etika deskriftiftersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya.



Dapat



disimpulkan



bahwa



tentang



kenyataan



dalam



penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak secara etika Lubis, (1994: 6-7).



2. Etika Normatif Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi etika normative merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat Lubis, (1994:6-7). Menurut Maryani dan Ludigdo (1993:69), etika merupakan seperangkat



aturan, norma atau pedoaman yangmengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok atau seolongan masyarakat atau profesi.



3. Etika Publik Speaking Berbicara dimuka umum saat ini telah menjadi kebutuhan semua orang, karena di era reformasi yang serbah cepat seperti sekarang, semua profesi menuntut kita untuk dapat berbicara dimuka umum untuk melakukan presentase, pidato, menjadi pewarta dan lainnya. Maka kemampuan berbicara (publik speaking) menjadi sangat penting karena dapat menguatkan arti daripada sebuah tulisan. Menurut Chen (1996:34).



Ciri-ciri dari orang yang memiliki etika publik speaking yang baik adalah orang dengan kemampuan publik speaking yang baik yakni orang yang mampu menyampaikan pesan kepada orang banyak namun tetap sesuai jalur atau koridor atau norma-norma yang berlaku. Publik speaking bukanlah kemampuan yang bisa kita pelajari tanpa adanya latihan yang cukup. untuk bisamengembangkan kemampuan publik speaking kita dengan baik diperlukan jam terbang yang tinggi berbicara didepan umum.



Pentinnya Etika Berkomunikasi dan Wujud Implementasinya



Komunikasi yang etis dinilai berdasarkan ukuran-ukuran yang ideal, seperti adanya kesetaraan power dan pertukaran makna dari simbol-simbol pesan. Dua hal tersebut berimplikasi pada 1) adanya kesempatan yang sama, 2) kemauan untuk saling mengubah diri, 3) saling menghargai pemikiran orang lain, dan 4) menerima pemikiran yang berbeda tentang suatu obyek tertentu (Ruel L Howe, 1966; Joseph DeVito, 1986; Charles U Larson, 1987; Kathleen K Reardon, 1987). Komunikasi semacam inilah yang mestinya dikembangkan pada setiap dimensi ilmu komunikasi seperti jurnalistik, hubungan masyarakat, dan periklanan.



Kenyataan yang berkembang selama ini, ketika mengkaji tentang periklanan, pendidikan ini lebih banyak diarahkan untuk mengembangkan strategi pesan yang linear, yang cenderung menganggap khalayak iklan itu bodoh atau gampang dibodohi. Ketika mengkaji hubungan masyarakat, publikpublik organisasi itu dianggap lemah dan gampang dimanipulasi kegiatankegiatan hubungan masyarakat. Demikian juga dalam banyak pendidikan komunikasi, kajian seringkali menempatkan partisipan dalam suatu posisi yang berbeda, seperti tinggi-rendah. Dalam komunikasi yang demikian, yang terjadi bukan pertukaran makna namun lebih pada dominasi satu pihak kepada pihak lain supaya tercipta “penyeragaman” makna (sesuai dengan tujuan yang dirancang oleh pihak “sumber” atau yang memiliki status yang lebih tinggi). Kesepakatan atau agreement sebetulnya bukan tujuan utama dari sebuah komunikasi yang dialogis. Yang diharapkan terjadi dari sebuah dialog adalah penerimaan masing-masing partisipan atas keberbedaan dalam memaknai simbol. Kesepakatan yang dilahirkan dari sebuah dialog harusnya muncul dari adanya penerimaan secara suka rela atas perbedaan pemaknaan atas simbol komunikasi (Howe, 1966).