Etnobotani [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

i



KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan Alhamdulillah, penulis bersyukur karena akhirnya bahan ajar mata kuliah etnobotani bisa selesai disusun walaupun banyak kendala yang dihadapi. Bahan ajar ini merupakan revisi total dari bahan ajar sebelumnya, meliputi penambahan bab 2 mengenai klasifikasi makhluk hidup dan bab 4 mengenai etnobotani Masyarakat Using/Osing, dan revisi total pada bab 3 yaitu mengenai metodologi penelitian entobotani. Bahan ajar ini diperuntukkan khususnya untuk mahasiswa yang menempuh matakuliah etnobotani dan mahasiswa lain yang menyukai dunia tumbuhan. Besar harapan kami agar bahan ajar ini bisa membantu mahasiswa untuk mengenal lebih jauh mengenai etnobotani. Tak ada gading yang tak retak, tak ada sesuatu yang sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran pembaca untuk perbaikan bahan ajar ini. Terima kasih.



Jember, Oktober 2014 Penulis



ii



DAFTAR ISI Halaman Judul



..........................................



i



Kata Pengantar



..........................................



ii



Daftar Isi



..........................................



iii



Bab I Pengertian dan Ruang



..........................................



1



Bab II Klasifikasi Tumbuhan



..........................................



26



Bab III Metodologi Penelitian



..........................................



49



..........................................



66



..........................................



70



Lingkup Etnobotani



Etnobotani Bab IV Kajian Khusus Etnobotani Masyarakat Using Banyuwangi Jawa Timur Daftar Pustaka



iii



BAB I PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP ETNOBOTANI



Tujuan Setelah membaca bab 1 ini, mahasiswa diharap mampu : 1. menyimpulkan pengertian etnobotani 2. menjelaskan perkembangan etnobotani 3. mengemukakan ruang lingkup etnobotani 4. menganalisis peranan etnobotani dalam kehidupan manusia.



Sejak dicetuskan pertama kali pada tahun 1895, istilah etnobotani sulit untuk didefinisikan karena kajian etnobotani mencakup



berbagai



disiplin



bidang



ilmu.



Oleh



karena



itu,



pembahasan pada bab I ini dimulai dengan pengertian etnobotani. Setelah itu Anda akan diajak untuk menelusuri perkembangan etnobotani baik di Indonesia maupun di negara lain. Pembahasan selanjutnya adalah ruang lingkup etnobotani dan peranan etnobotani dalam kehidupan manusia.



A. Pengertian Etnobotani Pada awalnya penggunaan istilah etnobotani adalah botani aborigin (aboriginal botany) yang diungkapkan oleh Power pada tahun 1875 yang batasannya adalah pemanfaatan berbagai jenis tumbuhan oleh masyarakat lokal untuk bahan obat-obatan, bahan makanan, bahan sandang, bahan bangunan dan lain-lainnya. Istilah etnobotani muncul pertama kali pada tanggal 5 Desember 1895 dalam suatu 1



artikel anonim yang diterbitkan oleh Evening Telegram dalam kesempatan suatu konferensi arkeolog J. W. Harsberger (Castetter, 1944). Pada tahun berikutnya terbit artikel dari konferensi tersebut yang mengetengahkan tentang



obyek etnobotani (The purpose of



Ethnobotany), meliputi: (a) mengungkapkan situasi kultural suatu etnik atau tribu yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan untuk bahan



makanan,



bahan



bangunan



dan



bahan



sandang,



(b)



mengungkapkan penyebaran jenis-jenis tumbuhan pada masa lampau, (c) mengungkapkan jalur distribusi komersial suatu jenis tumbuhan, dan (d) mengungkapkan berbagai jenis tumbuhan berguna. Dalam publikasi tersebut Harsberger sendiri memberikan batasan bahwa etnobotani adalah llmu yang mempelajari tentang pemanfaatan berbagai jenis tumbuhan secara tradisional oleh masyarakat primitif (Purwanto,1999). Seiring dengan perkembangan ilmu dan pengetahuan serta teknologi, maka etnobotani berkembang menjadi suatu bidang ilmu yang cakupannya interdisipliner. Oleh karena itu pengertian etnobotani berkembang pula seiring dengan cakupannya, sehingga terdapatlah



berbagai



polemik



tentang



kontroversi



pengertian



etnobotani. Hal ini disebabkan oleh karena perbedaan kepentingan dan tujuan dari penelitiannya. Penelitian etnobotani diawali oleh para ahli botani yang memfokuskan tentang potensi ekonomi dari suatu tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat lokal, tetapi kemudian pada antropolog berpandangan bahwa untuk melakukan penelitian etnobotani diperlukan data tentang persepsi masyarakat terhadap dunia tumbuhan dan lingkungannya (Purwanto,1999; 2



Cotton, 1996).



Beberapa perubahan dalam menginterpretasikan



etnobotani dirangkum pada Tabel 1. Tabel 1. Perubahan dalam menginterpretasikan istilah Etnobotani Tahun 1873



Interpretasi istilah Etnobotani Sumber Aboriginal botany: pemanfaatan berbagai jenis Power, 1873 (dalam tumbuhan oleh masyarakat lokal untuk Castetter, 1944 bahan obat-obatan, bahan makanan, bahan sandang, bahan bangunan dan lain-lainnya.



1895



Ethno-botany : penggunaan tumbuhan oleh masyarakat lokal Tidak hanya mendata penggunaan tumbuhan, tetapi juga mendata kebiasaan dan ritual secara keseluruhan Tidak hanya melihat botani dari sisi ekonomi tetapi juga melihat secara keseluruhan tentang pengetahuan tradisional dari tumbuhan dan plant life Studi tentang hubungan antara manusia dan vegetasi



1916



1932



1941 1941 1981 1990



1993



1994



Harshberger, 1896 Robins et al., 1916 (dalam Castetter, 1944) Gilmour, 1932



Schultes, 1941 (dalam Castetter, 1944) Studi tentang hubungan antara penduduk Jones, 1941 (dalam Castetter, 1944) “primitif” dengan tumbuhan Mengkaji hubungan langsung antara Ford, 1978 manusia dan tumbuhan Mengkaji penggunaan tumbuhan yang pada Wickens, 1990 awalnya untuk komersialisasi dan kemudian akhirnya dibudidayakan Mendata dan mengevaluasi pengetahuan FEB, 1993 lingkungan tentang perbedaan budaya yang sudah diakumulasi selama berabad-abad Semua kajian (terutama tumbuhan) yang Martin, 1995 mendeskripsikan interaksi antara penduduk lokal dengan lingkungan sekitar



Sumber : Cotton, 1996 Reading Check



Setelah Anda membaca pengertian etnobotani, cobalah buat kesimpulan, “apa yang dimaksud dengan etnobotani ?” 3



B. Perkembangan Etnobotani Etnobotani pada masa sekarang ini mengalami kemajuan yang sangat pesat, terutama di Amerika, India dan beberapa negara Asia seperti Cina, Vietnam dan Malaysia. Berbagai program penelitian mengenai sistem pengetahuan masyarakat lokal terhadap dunia tumbuhan obat-obatan banyak dilakukan akhir-akhir ini terutama bertujuan untuk menemukan senyawa kimia baru yang berguna dalam pembuatan obat-obatan modern untuk menyembuhkan penyakit-penyakit berbahaya seperti kanker, AIDS, dan jenis penyakit lainnya. Sedangkan di benua Afrika, penelitian etnobotani difokuskan pada pengetahuan tentang sistem pertanian tradisional masyarakat



lokal,



bertujuan



untuk



menunjang



pembangunan



pertanian bagi masyarakat pedesaan. Sedangkan di Australia, penelitian etnobotani dicurahkan untuk mempelajari cara-cara tradisional dalam pengelolaan sumber daya alam tumbuhan, dengan memperhatikan aspek ekologis (Purwanto, 1999; Cotton, 1996). Secara proporsional penelitian etnobotani banyak dilakukan di benua Amerika (Cotton, 1996), dimana lebih dari 41 % dilakukan di benua tersebut. Hal ini kemungkinan karena di benua ini memiliki kekayaan keanekaragaman jenis tumbuhan, kultural dan memiliki kekayaan data arkeologi, sehingga para peneliti lebih tertarik melakukan penelitian di benua ini. Perkembangan selanjutnya banyak peneliti terutama yang berasal dari Eropa mulai mengalihkan penelitian etnobotani di benua Asia, terutama bertujuan untuk mendapatkan senyawa kimia baru guna bahan obat-obatan modern.



4



Sebenarnya perkembangan ilmu etnobotani diawali dengan eksplorasi dan petualangan bangsa Eropa yang meneliti dan mendokumentasi penggunaan tanaman oleh masyarakat lokal selama mereka melakukan penjelajahan ke suatu wilayah baru guna mendapatkan sumberdaya alam yang mempunyal nilai ekonomi. Diawali oleh Cristopher Columbus yang menemukan pemanfaatan tembakau (Nicotiana spp.) oleh masyarakat lokal di Cuba selama perjalanannya pada tahun 1492, dalam perkembangan selanjutnya dimulailah usaha introduksi berbagai jenis tanaman budidaya ke daratan Eropa. Sebagai contoh tanaman tembakau mulai ditanam di Perancis dan diikuti dengan penyebaran tanaman jagung ke berbagai dunia, bersamaan dengan penyebaran tanaman karet (Purwanto, 1999; Cotton, 1996). Sejak



dimulainya



eksplorasi



keilmuan



(1663-1870)



dan



kolonialisasi yang mempunyai kepentingan ekonomi maka eskplorasi berbagai jenis tumbuhan yang memiliki prospek ekonomi menjadi tujuan utama. Negara-negara kolonial berlomba mengirimkan ilmuwan mereka untuk melakukan ekspedisi ke daerah-daerah baru untuk mendapatkan jenis-jenis tumbuhan yang memiliki prospek ekonomi tinggi, sebagai contoh tanaman tebu yang berasal dari pulau Papua yang selanjutnya dikembangkan di Jawa dan menyebar ke berbagai belahan dunia. Pada kurun waktu tahun 1873- 1980 an dianggap sebagai masa munculnya disiplin ilmu baru yaitu ilmu yang mempelajari penggunaan berbagai jenis tumbuhan oleh masyarakat lokal telah berkembang menjadi disiplin baru yang telah diterima oleh 5



masyarakat akademik. Sejak pertama kali dimunculkan istilah "aboriginal botany” pada tahun 1873 oleh Power dan istilah "ethnobotany" yang



dikenalkan



oleh



Harsberger



tahun



1895,



kemudian etnobotani berkembang sangat pesat dan pada tahun 1900 telah lahir doktor pertama David Barrow di bidang etnobotani dengan disertasi berjudul "The etnobotany of the Coahuilla Indian of Southern California", dari pengetahuan



tradisional



Universitas dalam



Chicago.



memanfaatan



Studi



tentang



berbagai



jenis



tumbuhan memiliki peranan dalam perkembangan teori antropologi, misalnya studi tentang sistem pertanian masyarakat Tsembaga di Papua Nugini memberikan masukan berkembangnya ide di dalarn ekologi kultural, sehingga analisis dari nama-nama tumbuhan dan sistem klasifikasi tradisional mendukung dan meningkatkan dasar untuk melaksanakan eksplorasi human cognition. Pada tahun 1980, etnobotani telah dikenal tidak hanya masyarakat akademika tetapi juga masyarakat awam. Dan pada tahun 1981 pertama kali diterbitkan journal Etnobotani dan diikuti dengan didirikannya perhimpunan masyarakat etnobotani pada tahun 1983 yang diprakarsai oleh perhimpunan arkeologi Amerika, merupakan bukti eksistensi dan perkembangan llmu etnobotani. Perkembangan etnobotani di Asia dimulai di India sejak tahun 1920 melalui publikasi tumbuhan obat. Bersamaan dengan waktu tersebut etnobotani di Asia berkernbang yang cakupan bahasannya meliputi berbagai aspek seperti aspek representasi tumbuhan sebagai bahan seni, ritual dan peran lain dalam kehidupan masyarakat lokal. Sedangkan di Afrika, etnobotani berkembang untuk mempelajari 6



sistem



pengetahuan



tentang



pertanian



tradisional.



Dari



pengungkapan sistem pengetahuan tradisional ini memberikan kontribusi pada inovasi tentang peningkatan produksi pertanian. C. Perkembangan Etnobotani di Indonesia Sebenarnya di Indonesia penelitian etnobotani telah diawali oleh seorang ahli botani Rumphius pada abad XVII dalam bukunya "Herbarium Amboinense" yang telah menulis mengenai tumbuhtumbuhan di Ambon dan sekitarnya. Dalam uraian isinya, buku ini lebih mengarah kepada ekonomi botani. Seabad kemudian tepatnya pada tahun 1845 Hasskarl telah menyebutkan dalam bukunya mengenai kegunaan lebih 900 jenis tumbuhan Indonesia. Setelah masa kolonial etnobotani telah mendapat perhatian yang cukup menggembirakan terutama oleh pakar botani dan antropologi. Namun demikian perhatian para pakar tersebut belum menyentuh hakekat etnobotani itu sendiri. Penelitian yang dilakukan hanya merupakan kulit dari etnobotani. Para peneliti di Indonesia hanya mengungkapkan kegunaan berbagai jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh berbagai kelompok masyarakat dan etnik saja tanpa melakukan bahasan interdisipliner seperti yang dituntut etnobotani masa kini. Hal ini disebabkan kurangnya pemahaman para peneliti kita tentang cakupan ilmu etnobotani. Sebagian besar para ilmuwan memandang etnobotani hanya pada pengertian pemanfaatan berbagai jenis tumbuhan yang ada di sekitarnya, seperti yang terungkap pada Seminar Nasional Etnobotani ke III yang di selenggarakan



di



Bali



tahun



1998.



7



Oleh



karena



itu



untuk



mengembangkan etnobotani perlu dilakukan persamaan pandangan dan persepsi mengenai cakupan bidang ilmu etnobotani, sehingga data yang diperoleh akan menjadi jembatan untuk pengembangan selanjutnya seperti penelitian tumbuhan obat dan potensi dan kandungan senyawa kimianya, sehingga akan menjadi dasar dalam pengembangan bioteknologi. Sebagai contoh adalah pengungkapan potensi suatu jenis tumbuhan yang unggul (tahan hama dan penyakit, tahan kekeringan, misalnya), merupakan bahan surnber genetik bagi pernuliaan tanaman dan rekayasa genetika untuk perbaikan suatu jenis tanaman. Pengungkapan pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan obat-obatan ini sangat rnenguntungkan baik secara ekonomis maupun waktu. Kita dapat membayangkan berapa besarnya biaya dan lamanya penelitian untuk rnendapatkan senyawa kimia baru bahan aktif obat-obatan modern seandainya tanpa adanya pengetahuan tradisional ini. Perkembangan etnobotani sebagai suatu bagian dari institusi diawali dengan pengumpulan artefak dari berbagai wilayah di Indonesia dan kemudian didirikannya Museum Etnobotani pada tanggal 18 Mei 1982. Selanjutnya dibentuk kelompok penelitian etnobotani dibawah Balitbang Botani-Puslitbang Biologi LIPI, Bogor. Untuk memasyarakatkan etnobotani kepada para ilmuwan dilakukan seminar dan lokakarya secara berkala setiap 3 tahun sekali yang membahas Etnobotani Indonesia. Seminar ini telah diselenggarakan 3 kali sejak tahun 1992. Pada bulan Mei tahun 1998, telah diselenggarakan seminar nasional Etnobotani ke III di Bali dan pada 8



kesempatan



tersebut



terbentuklah



perhimpunan



"Masyarakat



Etnobotani Indonesia". Kalau kita mencari di google kata kunci “etnobotani”, maka akan muncul kurang lebih 101.000 artikel berbahasa Indonesia yang berkaitan



dengan



etnobotani.



Hal



ini



menunjukkan



bahwa



perkembangan etnobotani di Indonesia saat ini cukup pesat. Kajian etnobotani di Indonesia banyak menitikberatkan pada penggunaan tumbuhan sebagai obat, di samping penggunaannya untuk hal lain. D. Ruang Lingkup Etnobotani Ruang



lingkup



etnobotani



berkembang



dari



hanya



mengungkapkan pemanfaatan keanekaragaman jenis tumbuhan oleh masyarakat lokal, berkembang dengan pesat yang cakupannya interdisipliner meliputi berbagai bidang. Etnobotani merupakan ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara masyarakat tradisional dengan alam lingkungannya. Bahasannya mencakup pengetahuan tradisional tentang biologi dan pengaruh manusia terhadap lingkungan biologis. Secara khusus, etnobotani mencakup beberapa studi yang berhubungan dengan tumbuhan, termasuk bagaimana



masyarakat



tersebut



mengklasifikasikan



dan



menamakannya, bagaimana mereka menggunakan dan mengelola, bagaimana mereka mengeksploitasi dan pengaruhnya terhadap evolusinya. Pengetahuan tentang lingkungan cakupannya meliputi pengetahuan



tentang



tata



ruang,



etnopedologi,



tradisional



klimatologi, pengetahuan tradisional tentang komponen biologi, dan lingkungan lokal. Interdisipliner dalam bidang ilmu etnobotani masa



9



kini meliputi beberapa bidang studi yang menganalisis semua aspek hubungan timbal balik antara masyarakat tradisional dengan tumbuhan. Ruang lingkup penelitian etnobotani masa kini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Ruang lingkup penelitian etnobotani masa kini Bidang Etnoekologi



Pertanian tradisional



Etnobotani kognitif



Budaya materi



Fitokimia tradisional



Paleoetnobotani



Ruang lingkup penelitian menitik beratkan pada pengetahuan tradisional tentang adaptasi dan interaksi di antara organisme, dan pengaruh pengelolaan tradisional lingkungan alam terhadap kualitas lingkungan. pengetahuan tradisional tentang varietas tanaman dan system pertanian; pengaruh alam dan lingkungan pada seleksi tanaman dan pengelolaan sumberdaya tanaman persepsi tradisional terhadap sumber daya alam tumbuhan, melalui analisis simbolik dalam ritual dan mitos, dan konsekuensi ekologisnya. Organisasi dari sistern pengetahuan melalui studi etnotaksonomi. pengetahuan tradisional dan pemanfaatan tumbuhan dan produk tumbuhan dalarn seni dan teknologi. pengetahuan tradisional penggunaan tumbuhan dan kandungan bahan kimianya, contohnya sebagai bahan insektisida lokal dan tumbuhan obat-obatan. interaksi masa lalu antara populasi manusia dengan tumbuhan yang mendasarkan pada interpretasi peninggalan arkeologi



Sumber : Cotton, 1996 Pada dekade terakhir ini ruang lingkup etnobotani menjadi sangat luas, dapat dilihat dalam karya penelitian etnobotani di



10



berbagai publikasi yang terdapat di beberapa jurnal seperti ""Journal of Ethnobiologi, Journal of Ethnopharmacology, Ethnobotany, Ethnoecology, dan lainnya." Ruang lingkup meliputi berbagai disiplin ilmu antara lain antropologi, botani, arkeologi, paleobotani, fitokimia, ekologi dan biologi



konservasi,



memberikan



gambaran



tentang



aplikasi



etnobotani. Potensi aplikasi etnobotani dan perannya meliputi dua aspek yaitu dalam botani ekonomi dan ekologi. Selain itu etnobotani memberikan gambaran tentang perannya terhadap pembangunan yang berwawasan lingkungan dan konservasi keanekaragaman hayati (Purwanto, 2009). a. Botani ekonomi : 1. Pertanian : Identifikasi berbagai jenis tumbuhan untuk bahan pangan, serat-seratan, dan berbagai komoditi yang lain, konservasi tradisional terhadap plasma nutfah seperti jenisjenis yang tahan terhadap penyakit, tahan kekeringan dan keunggulan lainnya. 2. Seni dan kerajinan : Pengembangan sumber pendapatan alternatif dalam pengembangan yang berkesinambungan. 3. Farmasi : Identifikasi tentang tumbuhan yang mengandung bahan kirnia baru yang mendasarkan pada pengetahuan tradisional tentang tumbuhan obat-obatan.



b. Ekologi : 1. Pengelolaan



Tumbuhan



:



Identifikasi



praktis



yang



kemungkinan dapat menunjang pemanfaatan tumbuhan yang 11



lestari dari surnberdaya biologis khususnya di daerah-daerah marginal. 2. Keanekaragaman hayati : Praktik konservasi untuk promosi konservasi biologi dan keanekaragaman genetic. 3. Ekologi manusia : Pengaruh aktivitas manusia terhadap lingkungan pada masa lalu dan masa sekarang. E. Tendensi Penelitian Etnobotani di Indonesia Pada tahun terakhir ini dengan telah terjadi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, alasan ekonomi dan politik menyebabkan arah penelitian etnobotani banyak dipengaruhi oleh kontek ekonomi dan politik. Salah satu aspek yang diperlukan dalam melakukan penelitian terhadap masyarakat lokal adalah tujuan dari penelitian tersebut untuk atau tentang masyarakat tersebut. Oleh karena itu pendekatan penelitian lebih ke arah memfasilitasi penelitian



etnobotani



Pendekatannya



dan



sistem



menggunakan



pertanian



metodologi



tradisional.



partisipatif



yang



analisisnya mengkombinasikan teknik dan metodologi berdasar ilmu pengetahuan modern dengan sistem pengetahuan lokal. Kesulitan



yang



dihadapi



dalam



menganalisis



dan



mengkombinasikan system pengetahuan modern dengan sistem pengetahuan lokal adalah para peneliti dan masyarakat lokal yang berpartisipasi dalam penelitian tersebut dalam posisi yang berbeda baik ekonomi dan politik, bagaimanapun para peneliti (etnobotani, ekonomi botani, antropologi) mempunyai latar belakang akademi dan umumnya tinggal dan berasal dari perkotaan. Oleh karena itu



12



dalarn mengungkapkan sistem pengetahuan tradisional, para peneliti dituntut untuk mampu menyesuaikan diri di lingkungan dimana penelitian dilakukan. Masyarakat lokal yang kaya sumber pengetahuan tradisional umumnya terdapat di perkampungan yang jauh dari perkotaan dan masih sedikit mendapat pengaruh intervensi kebudayaan luar rnelalui pendidikan formal. Mereka juga berstatus ekonomi dan politik lemah terhadap pemerintahan. Masyarakat peramu misalnya secara ekonomi dan politik termarginal dan sebagian besar kebutuhan hidupnya tergantung dari kondisi alam sekitarnya. Kebanyakan penelitian dipersiapkan dan dilakukan oleh para peneliti yang dididik dalam lingkungan akademik, dimana alir informasi bersifat bebas, sedangkan kondisi yang terdapat di masyarakat



lokal



adalah



sebaliknya,



terdapat



hal-hal



yang



dirahasiakan dan sifatnya tertutup bagi masyarakat yang berasal dari luar lingkungannya. Oleh karena itu diperlukan upaya pendekatan partisipatif yang memungkinkan diterima di lingkungan masyarakat lokal, sehingga dapat mengurangi hambatan kultural seperti tersebut di atas. Peneliti dituntut pula mampu memerankan diri dalam dua posisi yang berbeda. Di satu sisi peneliti sebagai ilmuwan yang pemikirannya didasarkan pada logika, disisi lain peneliti harus mampu menyelami, mencatat dan menganalisis sistem pengetahuan tradisional



yang



adakalanya



tidak



rasional



setelah



mampu



mengadaptasi, mendapatkan kepercayaan dan diterima sebagai bagian dari masyarakat lokal. 13



Oleh karena itu data dan informasi secara rinci baru didapat setelah beberapa waktu, dan adakalanya beberapa informasi diperoleh dari anggota masyarakat biasa yang bukan spesialiasinya. misalnya hal-hal yang sifatnya dikeramatkan atau ditabukan. Untuk mendapatkan informasi tersebut adakalanya harus melalui suatu ritual atau ketentuan adat masyarakat lokal tersebut. Beberapa informasinya diperoleh dari anggota masyarakat yang mempunyai ahli khusus, misalnya pemanfaatan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan obat-obatan, bahan pewarna alami, teknologi dan seni, ritual, bahan pangan dan lain-lainnya. Sehubungan semakin pentingnya peran etnobotani dalam mengungkapkan berbagai jenis tumbuhan berguna, terdapat tendensi ke arah kepentingan komersial. Pencarian bahan aktif obat-obatan modern merupakan salah satu contoh yang pada dekade terakhir ini rnenjadi



primadona



dilakukannya



penelitian



etnobotani



(etnomedisinal dan etnofarmakologi). Penemuan senyawa baru bahan aktif obat-obatan mempunyai nilai komersial yang sangat tinggi bagi industri obat-obatan. Hampir 80 % senyawa bahan obatobatan modern berasal dari tumbuh-tumbuhan. F. Peranan dan Keuntungan Pemanfaatan Data Etnobotani Penelitian tentang pernanfaatan tumbuhan secara tradisional dan pengelolaannya tidak hanya aspek fisik dan kandungan kimianya, tetapi juga aspek ekologi, proses domestikasi, sistem pertanian tradisional, paleoetnobotani dan pengaruh aktivitas manusia terhadap alam lingkungannya (etnoekologi), etnotaksonomi 14



dan ilmu sosial lainnya. Data hasil penelitian etnobotani dapat memberikan informasi tentang hubungan antara manusia dengan tanaman dan lingkungan dari masa lalu dan masa sekarang. Secara garis besar penerapan dan peranan data etnobotani dapat dikategorikan menjadi dua kelompok utama yaitu: 1. Pengembangan ekonomi : memiliki keuntungan ditingkat nasional dan global meliputi prospek dari keanekaragaman hayati secara langsung kepada masyarakat lokal. Sedangkan keuntungan secara lokal rnencakup aspek pendapatan yang berasal



dari



sumber



daya



tumbuhan



terbarukan



dan



pemeliharaan serta perbaikan produksi yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan lokal. 2. Konservasi sumber daya alam hayati: Memiliki keuntungan secara



nasional



meliputi



konservasi



habitat



untuk



keanekaragaman hayati dan lingkungan serta konservasi keanekaragaman plasma nutfah untuk program pemuliaan tanaman berpotensi ekonomi. Sedangkan keuntungan secara lokal antara lain : Konservasi dan pengakuan pengetahuan lokal, konservasi keanekaragaman jenis dan habitat secara tradisional. Peranan



dan



penerapan data etnobotani



tersebut



bila



dijabarkan lebih lanjut mempunyai keuntungan sebagai berikut : a. Keuntungan Ekonomi Sudah tidak mengherankan bahwa penelitian etnobotani masa kini dapat mengidentifikasi jenis-jenis tumbuhan yang baru diternukan dan memiliki potensi ekonomi. Selain itu sistem 15



pengelolaan sumberdaya alam lingkungan mulai mempunyai andil yang penting dalam program konservasi. Dari hasil pengembangan data etnoborani memiliki 3 topik pokok yang menjadi daya tarik internasional yaitu identifikasi jenis- jenis tanaman baru yang mempunyai nilai komersial, penerapan teknik tradisional dalam mengkonservasi jenis-jenis khusus dan habitat yang rentan, dan konservasi tradisional plasma nutfah tanaman budidaya guna program pemuliaan masa datang. b. Peranan



Etnobotani



dan



Prospek



Pengembangan



Keanekaragaman Hayati Tidak kurang dari 250.000 jenis tumbuhan tingkat tinggi di dunia ini hanya sekitar 5 % saja yang telah diidentifikasikan pemanfaatannya sebagai bahan obat. Sedangkan khusus di Amerika Serikat sekitar 25 % dari seluruh kandungan obat berasal dari jenis-jenis tumbuhan tingkat tinggi. Sebenarnya sebagian besar kandungan bahan aktif sintetik obat berdasar pada



fitokimia



alami.



Oleh



karena



itu



diperlukan



pengungkapan kandungan senyawa kimia bahan obat dari keanekaragaman tumbuhan. Untuk kepentingan tersebut secara prinsip terdapat tiga cara mengkoleksi tumbuhan untuk kepentingan skrining farmakologi yaitu metodologi random, mengkoleksi seluruh jenis tumbuhan yang ada di suatu daerah; phylogenetic targeting, mengumpulkan seluruh jenis tumbuhan berdasarkan pada suku, misalnya Solanaceae, Euphorbiaceae dan lainnya ; dan ethno-directed sampling, yang 16



mendasarkan pada pengetahuan tradisional penggunaan tumbuhan sebagai bahan obat. Dengan melakukan koleksi pengetahuan tumbuhan obat langsung ke rnasyarakat lokal membuktikan



lebih



efisien



dibandingkan



dengan



cara



pengambilan contoh secara random. Sebagai ilustrasi penelitian dengan menggunakan metoda yang mendasarkan pada pengetahuan tradisional masyarakat lokal tentang tumbuhan obat menghasilkan sekitar 50 jenis bahan aktif obat-obatan, salah satunya adalah aspirin berasal dari Filipendula ulmaria; digoxine dari Digitalis purpurea; morphine dari Papaver somniferum; dan quinine dari Cinchona pubescens.



Penelitian



lain



yang



mendukung



efisiensi



penggunaan metoda yang mendasarkan pada data etnobotani adalah pemanfaatan jenis tumbuhan Homalanthus nutans oleh masyarakat Samoa yang digunakan untuk mengobati penyakit demam kuning (yellow fever). Hasil analisis selanjutnya menunjukkan bahwa jenis ini rnengandung bahan aktif yang kemungkinan dapat menghambat pertumbuhan virus-HIV- 1. Dalam ulasan tersebut di atas merupakan tampilan sebagian data etnobotani dalam mengungkapkan pemanfaatan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan obat-obatan. Penelitian etnobotani mampu mengungkapkan pemanfaatan berbagai jenis sumber daya alam tumbuhan secara tradisisnal oleh masyarakat setempat. Pengungkapan potensi sumber daya alam tumbuhan merupakan titik awal pengembangannya



17



menjadi jenis unggulan yang bermanfaat bagi kepentingan masyarakat banyak. c. Sistem Pengelolaan Lingkungan Secara Tradisional Di



negara



kita



konservasi



lingkungan



baru



dilaksanakan bila lingkungan tersebut atau suatu jenis yang memiliki nilai ekonomi tinggi yang ada di lingkungan tersebut mulai



berkurang



keberadaannya.



Beberapa



contoh



pengelolaan lingkungan secara tradisional yang bernuansa konservasi telah dilakukan masyarakat kita sebagai contoh penetapan tempat-tempat keramat, dan bentuk-bentuk satuan lingkungan lain yang bertujuan untuk melindungi suatu jenis yang bermanfaat bagi kehidupan suatu kelompok masyarakat. Sebagai contoh masyarakat Dani-Baliem membiarkan bekas kebun ubi jalarnya yang didominasi oleh Casuarina oligodon (wilehoma) dan Paraserianthes falcataria (wikioma). Keduajenis tumbuhan ini bermanfaat sebagai cadangan kebutuhan kayu bakar, kayu bahan pembuat pagar dan kayu bangunan. Pembentukan kedua satuan lingkungan tersebut diakibatkan oleh kondisi lembah yang semakin hari dirasakan kekurangan kayu untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan keberadaan hutan semakin jauh dari lembah dan sulit dijangkau. Tempat-tempat keramat pada umumnya ditumbuhi berbagai jenis tumbuhan dan dilindungi keberadaannya. Masyarakat Bunaq di Timor menjaga berbagai jenis tumbuhan yang



tumbuh



di



tempat-tempat



18



keramat



dan



keanekaragamannya



tidak



jauh



berbeda



dengan



keanekaragaman jenis yang ada di hutan primer. Bentuk lain konservasi lokal adalah sebagai cadangan sumber daya di saat kekurangan, pesta adat dan keperluan lainnya.



Contohnya



adalah



penetapan



tana' ulen oleh



masyarakat Dayak Kenyah di Kalimantan Timur. Tempat ini ditetapkan dilindungi oleh ketua adat dan penggunaannya diatur oleh ketentuan adat. Tana' ulen di Lembah Bahau misalnya, bila akan diadakan pesta adat atau peristiwa penting lainnya, untuk keperluan bahan makanan (daging), maka diijinkan berburu babi dan berbagai jenis binatang lainnya di tana' ulen tersebut untuk memenuhi kebutuhan pesta adat tersebut. Perhatian pemerintah untuk menjadikan pengetahuan tradisional untuk melindungi kelestarian lingkungan ini belum mendapatkan perhatian yang memadai, bahkan masyarakat lokal yang tinggal di kawasan yang akan dilindungi tersebut dan sudah tinggal di tempat tersebut selama beberapa generasi diupayakan untuk dipindahkan. Oleh karena kita perlu meniru pengetahuan lokal untuk diadopsi guna melindungi kelestarian lingkungan. d. Pengelolaan plasma nutfah secara tradisional : konservasi insitu dan ex-situ Para ahli pertanian dan ahli konservasi biologi harus berterima



kasih



kepada



para



petani



tradisional



yang



mempunyai peranan penting dalarn mengelola dan menjaga 19



keanekaragaman sumber plasma nutfah. Keanekaragaman sumber



plasma



nutfah



sangat



penting



dalam



upaya



memperbaiki jenis-jenis tanaman budidaya. Masyarakat Dayak di Kalimantan Timur mengenal lebih dari 50 kultivar padi lokal yang ditanam di ladangnya. Kekayaan kultivar ini merupakan gudang genetik untuk kepentingan pemuliaan masa depan. Perlu diketahui setiap jenis kultivar padi lokal tersebut memiliki kualitas atau keunggulan tersendiri. Suatu karya



besar



bila



bioteknologi



mampu



menjembatani



terbentuknya jenis baru yang merupakan rekombinasi sifat gen yang menguntungkan dari berbagai kultivar lokal tersebut. Dalam upaya menjaga kelestarian jenis-jenis tanaman lokal yang memiliki keunggulan tertentu diperlukan upaya konservasi ex-situ yang diperlukan para pemulia sebagai bahan sumber genetik dalam upaya menemukan jenis yang mempunyai keunggulan. Walaupun demikian para ilmuwan ahli genetika dan para pemulia masih tetap memerlukan usaha konservasi in-situ kultivar-kultivar lokal sebagai sumber genetik dalam rekayasa genetika untuk perbaikan jenis tanaman budidaya. Sebagai contoh konservasi in-situ kultivar ubi jalar yang dilakukan masyarakat Dani di Lembah Baliem. Dalam satu kebun ubi jalar terdapat lebih dari 50 kultivar ubi jalar dan secara keseluruhan dalam lembah tersebut terdapat lebih dari 150 kultivar ubi jalar, sehingga wilayah Irian Jaya



20



dapat dikatakan sebagai pusat sebaran ubi jalar selain tempat asalnya Amerika Selatan. G. Peran dan Peluang Etnobotani Masa Kini Dalam upaya prioritas pengembangan ilmu dan teknologi ada tendensi lebih mengutamakan pada pengembangan ilmu-ilmu bahan (material sciences) sebagai pilihan utamanya. Pilihan kedua jatuh pada pengembangan



iptek



informatika



yang



didasari



ilmu



mikroelektronika guna pengembangan komunikasi super cepat dan canggih melalui pendekatan multimedia serta pengembangan robotisasi atau intelegensia buatan yang dimasa akan datang akan merajai pasaran dunia. Ilmu hayati juga mendapatkan prioritas tinggi, hal ini tidak aneh karena menyentuh kepentingan manusia secara langsung. Seperti kita ketahui teknologi pengerahan bantuan rekayasa



genetika



yang



dikembangkan



bioteknologi



menjadi



primadona perhatian masa kini dan yang akan datang (Rifai, 1998). Pada tahun terakhir ini hasil terobosan bioteknogi pertanian secara spektakuler berhasil dikembangkan di luar negeri terutama di negara maju seperti Perancis, Inggris, Jerman, AS dan Jepang. Namun demikian



kita



tidak



begitu



saja



dapat



mengimpor



dan



menerapkannya, karena adanya ancaman terhadap keselamatan hayati (biosafety) yang belum diketahui sifat dan dampak jangka panjangnya, dan karena keengganan orang untuk begitu saja menerima sesuatu yang luar biasa. Sebenarnya pengadopsian bioteknologi ini sangat penting agar potensi kekayaan sumber daya alam hayati yang melimpah ruah keanekaragamannya tidak akan



21



menjadi sia-sia, oleh karena itu penguasaan bioteknologi mutlak diperlukan. Kawasan nusantara memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang melimpah, tidak hanya flora dan faunanya, namun juga suku bangsa dan budayanya. Walaupun sebenarnya luas wilayah nusantara tanah dan air ini hanya 1,3 % dari luas permukaan bumi, lebih dari 12 % jenis makhluk hidup yang ada di muka bumi ini hidup di kawasan Indonesia (Rifai, 1998). Tingkat keanekaragaman hayati dan budaya yang tinggi ini pasti akan meningkat jumlahnya bila eksplorasi dan inventarisasi kekayaan ini dapat tuntas dilaksanakan terutama di hutan-hutan primer dan tempat lain yang belum pernah disentuh eskplorasi ilmiah seperti lautan kita. Oleh karena itu data etnobotani sangat diperlukan. Dari bahasan singkat tersebut di atas terlihat peluang dan peran etnobotani untuk dapat menjembatani ilmu bioteknologi guna meningkatkan kemakmuran dan pembangunan nasional. Untuk dapat berperan dengan baik maka etnobotani harus mampu mengaktualkan diri dan mampu memberikan sumber data yang dapat menunjang pengembangan bioteknologi. Bila kita kembali ke masa silam nenek moyang kita mempunyai kemampuan untuk meramu jamu-jamu yang ampuh dan tidak kalah dengan ramuan yang dibuat bangsa lain se-zamannya dimana mereka berada. Sebagai contoh berkat jasa Rumphius yang mcngungkapkan semua pengetahuan etnobotani masyarakat Ambon pada abad XVII, digambarkan bahwa kecanggihan jamu ramuan 22



buatan dukun-dukun mereka sebanding dengan ramuan buatan Linnaeus, dewa botani bangsa barat yang kebetulan seorang dokter kerajaan. Tetapi perkembangan selanjutnya kenapa kita kalah dalam mengembangkan pengetahuan ini sehingga kita selalu tergantung dengan obat-obatan barat? Kegagalan ini mungkin disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk mengembangkan dan memasakinikan pengetahuan yang diwariskan oieh nenek moyang kita. Sebaliknya pengetahuan tersebut dijaga mati-matian kerahasiaannya, bahkan dikeramatkan dan dilarang dengan keras untuk merubah racikannya dan adakalanya dianggap sebagai pusaka suci leluhurnya dan merupakan primbon yang hanya boleh diturunkan secara lisan kepada keturunannya secara diam-diam sesudah melakukan tirakat atau laku atau nyantrik (berguru) beberapa lamanya. Selain itu mungkin tidak terdapatnya budaya tulis dari leluhur kita, mendukung mandeknya pengetahuan tersebut. Sebaliknya obat-obatan racikan Linnaeus ditelaah dengan logika Aristoteles sehingga menjadi suatu bidang ilmu yang memiliki nilai tinggi prediksinya. Untuk menanggulangi kesalahan strategi pengembangan pengetahuan masa lalu tersebut, maka etnobotani dituntut untuk mampu mengungkapkan pengetahuan tradisional menjadi ilmu yang bermanfaat dan berharga dengan mengaitkannya dengan persoalan aktual yang dihadapi manusia Indonesia modern, misalnya apakah ada sejenis obat tradisional yang memiliki khasiat ganda seperti hipertensi, obesitas, kolesterol dan diabetes ? Apakah ada ramuan obat tradisonal yang mampu menyembuhkan sakit kanker atau 23



bahkan penyakit AIDS ? Apakah terdapat kultivar lokal tanaman pangan yang mernpunyai produksi tinggi ? Dengan demikian etnobotani



akan



menjadi



instrumen



sangat



berharga



untuk



membantu memecahkan permasalahan mutakhir yang dicoba ditangani secara global. Sebagai contoh yang berhubungan dengan kelestarian lingkungan. Sistem pengetahuan tradisional masyarakat lokal tentang pemanfaatan sumber daya alam seperti adanya sasi (Maluku), silo (Dani) dan bentuk larangan lainnya yang diatur secara adat mampu mengurangi pengrusakan kekayaan sumber daya alam hayati. Keanekaragaman hayati yang kita miliki dan kaitannya dengan etnobotani memiliki keuntungan komparatif yang dapat diraih, karena pemahaman akan sistem yang mengaturnya dapat dicermati berfungsi langsung di sekitar kita. Hal ini berkaitan erat dengan upaya memasakinikan ilmu dan teknologi dengan jalan menjadi



tuan



di



negara



kita



sendiri



dalam



memanfaatkan,



mengembangkan dan menguasai bioteknologi dengan menggunakan keanekaragaman hayati dan keanekaragaman etnik. Dalam program gene hunting dan prospecting, keanekaragaman suku-suku bangsa Indonesia merupakan sumber keanekaragaman gen yang ternyata mendasari banyak perilaku penyakit manusia yang sangat penting untuk pemahaman pengendaliannya (Rifai, 1998). Oleh karena itu penggalian unsur kimia alami bahan obat-obatan sudah terbukti lebih cepat



diidentifikasi



dengan



mendasarkan



pada



pengetahuan



masyarakat lokal. Pendekatan biologi molekuler dengan teknologi high throughout screening yang dikaitkan dengan pengetahuan tentang 24



genom penyakit manusia untuk mencari obat baru dari sumber alam sangat dianjurkan.



25



BAB II KLASIFIKASI TUMBUHAN



Tujuan Setelah membaca bab II ini mahasiswa diharapkan mampu : 1. Melakukan determinasi tumbuhan 2. Mengklasifikasi tumbuhan berdasarkan tatacara nomenklatur 3. Menjelaskan langkah-langkah membuat herbarium 4. Membuat herbarium



Dalam melakukan penelitian etnobotani, salah satu data utama yang diperoleh adalah jenis tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat lokal. Oleh karena itu pengetahuan dasar mengenai identifikasi dan klasifikasi tumbuhan harus dimiliki oleh pada peneliti etnobotani. Walaupun penempuh mata kuliah etnobotani diwajibkan lulus dalam mata kuliah taksonomi tumbuhan, tetapi untuk mengingatkan kembali maka pada bab ini akan dipaparkan mengenai cara mendeterminasi dan tata nama (nomenklatur) tumbuhan, serta cara pembuatan herbarium.



2.1 Determinasi Tumbuhan Determinasi yaitu membandingkan suatu tumbuhan dengan satu tumbuhan lain yang sudah dikenal sebelumnya (dicocokkan atau dipersamakan). Karena di dunia ini tidak ada dua benda yang identik atau persis sama, maka istilah determinasi (Inggris to determine = menentukan, memastikan) dianggap lebih tepat



26



daripada istilah identifikasi (Inggris to identify = mempersamakan (Rifai,1976).



2.1.1 Cara Mendeterminasi Tumbuhan Untuk mendeterminasi tumbuhan pertama sekali adalah mempelajari sifat morfologi tumbuhan tersebut (seperti posisi, bentuk, ukuran dan jumlah bagian-bagian daun, bunga, buah dan lainlainnya).



Langkah



berikut



adalah



membandingkan



atau



mempersamakan ciri-ciri tumbuhan tadi dengan tumbuhan lainnya yang sudah dikenal identitasnya, dengan menggunakan salah satu cara di bawah ini: 1. Ingatan Pendeterminasian ini dilakukan berdasarkan pengalaman atau ingatan kita. Kita mengenal suatu tumbuhan secara langsung karena identitas jenis tumbuhan yang sama sudah kita ketahui sebelumnya, misalnya didapatkan di kelas, atau pernah mempelajarinya, pernah diberitahukan orang lain dan lainlain. 2. Bantuan orang Pendeterminasian dilakukan dengan meminta bantuan ahliahli botani sistematika yang bekerja di pusat-pusat penelitian botani sistematika, atau siapa saja yang bisa memberikan pertolongan. Seorang ahli umumnya dapat cepat melakukan pendeterminasian karena pengalamannya, dan kalau menemui kesulitan maka dia akan menggunakan kedua cara berikutnya. 3. Spesimen acuan 27



Pendeterminasian tumbuhan dapat juga dilakukan dengan membandingkan secara langsung dengan specimen acuan yang biasanya diberi label nama. Spesimen tersebut bisa berupa tumbuhan hidup, misalnya koleksi hidup di kebun raya. Akan tetapi specimen acuan yang umum dipakai adalah koleksi kering atau herbarium. 4. Pustaka Cara lain untuk mendeterminasi tumbuhan adalah dengan membandingkan atau mencocokkan ciri-ciri tumbuhan yang akan dideterminasi dengan pertelaan-pertelaan serta gambargambar yang ada dalam pustaka. Pertelaan-pertelaan tersebut dapat dijumpai dalam hasil penelitian botani sistematika yang disajikan dalam bentuk monografi, revisi, flora, buku-buku pegangan ataupun bentuk lainnya. 5. Komputer Berkat pesatnya kemajuan teknologi dan biometrika akan ada mesin



elektronika



modern



yang



diprogramkan



untuk



menyimpan, mengolah dan memberikan kembali keteranganketerangan tentang tumbuh-tumbuhan. Dengan demikian pendeterminasian tumbuh-tumbuhan nantinya akan dapat dilakukan dengan bantuan komputer.



2.1.2 Aturan pembuatan kunci determinasi Kunci determinasi merupakan suatu alat yang diciptakan khusus untuk memperlancar pelaksanaan pendeterminasian tumbuhtumbuhan. Kunci determinasi dibuat secara bertahap, sampai bangsa 28



saja, suku, marga atau jenis dan seterusnya. Ciri-ciri tumbuhan disusun sedemikian rupa sehingga selangkah demi selangkah si pemakai kunci dipaksa memilih satu di antara dua atau beberapa sifat yang bertentangan,begitu seterusnya hingga akhirnya diperoleh suatu jawaban berupa identitas tumbuhan yang diinginkan. Beberapa syarat kunci determinasi yang baik menurut Vogel (1989) antara lain: 1. ciri yang dimasukkan mudah diobservasi, karakter internal dimasukkan bila sangat penting. 2. menggunakan karakter positif dan mencakup seluruh variasi dalam grupnya. Contoh : 1. Leaves opposites 2. Leaves either in whorls, or spirally arranged, or distichous Bukan 1. Leaves opposites 2. Leaves not opposites 3. deskripsi karakter dengan istilah umum yang dimengerti orang 4. menggunakan kalimat sesingkat mungkin, hindari deskripsi dalam kunci 5. mencantumkan nomor couplet 6. mulai dari ciri umum ke khusus, bawah ke atas



2.1.3 Menggunakan kunci determinasi Untuk



mempermudah



dalam



menggunakan



kunci



determinasi, perhatikan saran-saran berikut ini : 1. Kumpulkan



informasi



sebanyak



mungkin



tentang



ciri



tumbuhan yang akan dideterminasi (kalau ada lengkap vegetatif dan generatif) 29



2. Pilih kunci yang sesuai dengan materi tumbuhan dan daerah geografi di mana tumbuhan tersebut diperoleh 3. Baca pengantar kunci tersebut dan semua singkatan atau halhal lain yang lebih rinci 4. Perhatikan pilihan yang ada secara hati-hati 5. Hendaknya semua istilah yang ada dipahami artinya. Gunakan glossary atau kamus 6. Bila spesimen tersebut tidak cocok dengan semua kunci dan semua



pilihan



layaknya



tidak



kena,



mungkin



terjadi



kesalahan, ulangi ke belakang. 7. Apabila kedua pilihannya mugkin, coba ikuti keduanya 8. Konfirmasikan pilihan tersebut dengan membaca deskripsinya 9. Spesimen yang berhasil dideterminasi sebaiknya diverifikasi dengan ilustrasi atau specimen herbarium yang ada.



2.1.4 Jenis-jenis kunci determinasi tumbuhan Menurut Rifai (1976), berdasarkan cara penyusunan sifat-sifat yang harus dipilih maka dikenal tiga macam kunci determinasi, yaitu kunci perbandingan, kunci analisis dan sinopsis. Yang akan dibahas di sini adalah kunci analisis. Kunci



analisis



merupakan



kunci



yang



paling



umum



digunakan dalam pustaka. Kunci ini sering juga disebut kunci dikotomi sebab terdiri atas sederetan bait atau kuplet. Setiap bait terdiri atas dua (atau adakalanya beberapa) baris yang disebut penuntun dan berisi ciri-ciri yang bertentangan satu sama lain. Untuk memudahkan pemakaian dan pengacuan, maka setiap bait diberi 30



bernomor, sedangkan penuntunnya ditandai dengan huruf. Pemakai kunci analisis harus mengikuti bait-bait secara bertahap sesuai dengan yang ditentukan oleh penuntun. Dengan mempertentangkan ciri-ciri yang tercantum dalam penuntun-penuntun itu akhirnya hanya akan tinggal satu kemungkinan dan kita dituntun langsung pada nama takson yang dicari. Kunci analisis dibedakan menjadi dua macam berdasarkan cara penempatan bait-baitnya yaitu kunci bertakik (kunci indent) dan kunci paralel. Pada kunci bertakik maka penuntun-penuntun yang sebait ditakikkan pada tempat tertentu dari pinggir (menjarak pada jarak tertentu dari pinggir), tapi letaknya berjauhan. Di antara kedua penuntun itu ditempatkan bait-bait takson tumbuhan, dengan ditakikkan lebih ke tengah lagi dari pinggir yang memenuhi ciri penuntun pertama, juga dengan penuntun-penuntun yang dipisah berjauhan. Dengan demikian maka unsur-unsur takson yang mempunyai ciri yang sama jadi bersatu sehingga bisa terlihat sekaligus. Penuntun-penuntun kunci paralel yang sebait ditempatkan secara berurutan dan semua baitnya disusun seperti gurindam atau sajak. Pada akhir setiap penuntun diberikan nomor bait yang harus diikuti, dan demikian seterusnya sehingga akhirnya diperoleh nama takson tumbuhan yang dicari. Kunci paralel lebih menghemat tempat, terutama kalau takson tumbuhan yang dicakupnya besar sekali. Buku Flora of Java yang ditulis oleh Backer dan Backuizen van den Brink semuanya ditulis dalam bentuk kunci paralel. 31



Contoh kunci indent :



Untuk melatih kemampuan Anda dalam mendeterminasi tumbuhan, lakukan determinasi tumbuhan seperti pada soal latihan determinasi tumbuhan berikut ini.



32



Soal Latihan Mendeterminasi Tumbuhan 1. Ambil satu jenis tumbuhan lengkap dengan seluruh organnya (vegetatif dan generatif) ! 2. Amati ciri-ciri tumbuhana tersebut, lakukan determinasi terhadap tumbuhan tersebut dengan menggunakan buku determinasi yang tersedia!



33



2.2.Tatanama (Nomenklatur) Sudah menjadi naluri manusia untuk memberi nama kepada apa saja yang ada di sekitarnya. Nama itu merupakan sesuatu yang mutlak perlu dalam kehidupan sehari-hari, sebab tanpa nama untuk mengacu benda-benda konkrit seperti tumbuh-tumbuhan maupun hal-hal yang abstrak tidak mungkin kita lakukan. Radford (1986) mengutip pendapat Macself seperti yang ditulis oleh Johnson (1971): “Betapa aneh dan kacaunya kehidupan ini seandainya kita mengabaikan



penggunaan



nama



yang



kita



pakai



untuk



mengidentifikasi segala sesuatu yang kita lihat, buat atau pakai. Perolehan dan penyebaran pengetahuan tentulah tidak mungkin lagi dan



aktivitas



kehidupan



akan



terhenti”.



Sulit



dibayangkan



bagaimana kita harus berkomunikasi satu dengan yang lain tanpa menyebut suatu nama. Pemberian nama pada tumbuhan disebut nomenklatur atau tatanama. Cara pemberian nama itu melibatkan asas-asas yang diatur oleh peraturan-peraturan yang dibuat dan disahkan Kongres Botani sedunia. Peraturan-peraturan tersebut secara formal dimuat pada Kode Internasional Tatanama Tumbuhan (International Code of Botanical Nomenclature). Tujuan utama sistem ini adalah menciptakan satu nama untuk setiap takson (Rideng, 1989). Selanjutnya Rifai (1973) menyatakan bahwa kode tatanama ini bertujuan untuk menyediakan cara yang mantap dalam pemberian nama bagi kesatuan-kesatuan taksonomi, menjauhi atau menolak pemakaian nama-nama yang mungkin menyebabkan kesalahan atau keragu-



34



raguan atau yang menyebabkan timbulnya kesimpangsiuran dalam ilmu pengetahuan. Tatanama ini juga bertujuan menghindarkan terciptanya nama-nama yang tidak perlu. Maksud pemberian nama pada setiap kesatuan



taksonomi



tumbuh-tumbuhan



bukanlah



untuk



menunjukkan ciri-ciri atau sejarahnya, tetapi untuk memberikan jalan guna pengacuan dan sekaligus menunjukkan tingkat kedudukan taksonominya.



2.2.1 Sejarah tatanama tumbuhan Dulu nama-nama ilmiah tumbuhan itu merupakan sebuah pertelaan sehingga sering disebut nama pertelaan, yaitu terdiri atas tiga atau lebih kata (disebut juga polinomial). Sebagai contoh: Sambucus caule arboreo ramoso floribus umbellatis, artinya Sambucus dengan batang berkayu dan bercabang-cabang serta bunga bentuk payung. Bisa dibayangkan betapa rumitnya untuk berkomunikasi dengan nama yang panjang seperti ini. Berdasarkan hal ini para ahli botani berusaha untuk memperbaiki dan menyempurnakan sistim penamaan tersebut untuk mempermudah komunikasi. Sejak tahun 1753 sistim polynomial digantikan dengan binomial sejak publikasi “systema plantarum” oleh Carolus Linnaeus dan berlaku secara internasional. Sistim binomial yaitu sistim penamaan dimana nama jenis terdiri dari dua kata, kata pertama adalah nama marga dan kata kedua merupakan penunjuk jenis atau spesies epithet. Contoh: Hibiscus tiliaceus.



35



2.2.2 Nama umum Dalam botani, pemberian nama yang dimaksud bukanlah nama daerah atau nama umum yang biasa sehari-hari diberikan orang yang hidup di sekitar tempat tumbuhan itu tumbuh. Hal ini disebabkan karena untuk keperluan komunikasi ilmiah nama-nama daerah tersebut sama sekali tidak memenuhi syarat. Nama daerah atau nama umum memiliki beberapa kelemahan yaitu: 1. tidak bersifat menyeluruh atau hanya terbatas pengertiannya pada orang-orang sebahasa saja. Misalnya “gedang” dalam bahasa Madura berarti pisang, sedangkan dalam bahasa Sunda pepayalah yang dimaksud 2. nama-nama umum biasanya tidak memberikan informasi yang menunjukkan hubungan kekerabatan, tidak bisa digunakan untuk membedakan bangsa, suku, atau taksa lainnya 3. jika suatu tanaman terkenal, kemungkinan mempunyai banyak nama umum. 4. kadang-kadang dua atau lebih tanaman yang berbeda mempunyai nama umum yang sama atau sebaliknya 5. banyak jenis khususnya yang langka tidak mempunyai nama umum. Pemakaian nama umum ini akan menimbulkan kericuhan yang tiada henti-hentinya. Jika dalam satu negara saja sudah tidak ada keseragaman dan dapat terjadi salah pengertian, apalagi dalam taraf internasional kesimpang-siuran yang sudah pasti timbul akan lebih hebat lagi. Karena itu dalam dua abad terakhir ini pemakaian



36



nama ilmiah dalam botani sudah menjadi kebiasaan yang umum di seluruh dunia.



2.2.3 Nama Ilmiah Nama ilmiah adalah ”nama-nama dalam bahasa yang diperlakukan sebagai bahasa Latin, tanpa memperhatikan dari bahasa mana asalnya kata yang digunakan untuk nama tadi”. Salah satu keuntungan nama ilmiah ialah bahwa penentuan, pemberian atau cara pemakaiannya untuk setiap golongan tumbuhan dapat dilakukan berdasarkan suatu aturan atau sistim tatanama (Rifai, 1973). Nama ilmiah juga merupakan suatu kunci pembuka khazanah ilmu pengetahuan tentang suatu jenis, karena dengan menggunakan nama ilmiah maka segala perbendaharaan pengetahuan manusia yang terkumpul dalam pustaka-pustaka akan terbuka bagi kita untuk ditelusuri, dipelajari, ditelaah, diolah dan dimanfaatkan.



2.2.4 Prinsip dan Peraturan Tatanama Tumbuhan a. Tatanama botani tidak berhubungan dengan tatanama zoologi. Nama yang sama yang diberikan pada tumbuhan bisa juga digunakan ahli zoologi pada hewan b. Pelaksanaan



penamaan



di



dalam



kelompok



taksonomi



ditentukan dengan menggunakan tipe tatanama. Tipe untuk famili adalah genus, tipe untuk genus adalah jenis, tipe untuk jenis adalah spesimen dan seterusnya. c. Tatanama dari kelompok taksonomi haruslah berdasar pada prioritas publikasi, dan nama yang benar adalah nama yang telah 37



dipublikasi terlebih dahulu dan mengacu pada aturan-aturan. Tatanama yang telah dipublikasikan lebih dulu harus dipakai sebagai dasar pada publikasi berikutnya. d. Setiap



kelompok



taksonomi,



batasannya,



posisinya



dan



urutannya bisa membuat satu nama yang benar. e. Nama ilmiah kelompok taksonomi disajikan dalam bahasa Latin tanpa menghiraukan asalnya. Aturan untuk penamaan genus dan penunjuk jenis sama juga dengan yang lain harus dalam bahasa Latin f. Aturan tatanama adalah berlaku surut kecuali hal-hal yang kecil. g. Suatu nama yang sah tidak boleh ditolak karena alas an tidak disukai atau karena kehilangan arti aslinya. Contoh: Hibiscus rosasinensis, aslinya bukan di Cina. Perubahan nama hanya boleh dilakukan biala sudah betul-betul diteliti taksonominya.



2.2.5 Komposisi Nama Ilmiah Nama ilmiah suatu jenis merupakan penggabungan 3 hal : 1. Genus 2. Spesies epithet (penunjuk jenis) 3. Author Contoh :



Daucus carota L. Nicotiana tabacum L



Nama-nama genera 



Kata benda tunggal dalam bahasa Latin atau dilatinkan dengan inisial huruf besar



38







Setelah penulisan pertama pada genus yang sama boleh disingkat, contoh: Quercus alba, Q. alba, Q. rubra







Tidak boleh terlalu panjang







Tidak boleh menggunakan nama yang sama dengan jenisnya, contoh: Salacca zalacca tidak dianjurkan



Penunjuk Jenis 



Biasanya berupa kata sifat, akhirannya disesuaikan dengan nama marga, contoh: Syzygium aromaticum







Dalam bahasa Latin atau dilatinkan







Bisa berasal dari berbagai bentuk (nama orang, nama tempat, nama umum, dll.)







Tidak boleh terlalu panjang







Tidak boleh mengulang nama marga







Ditulis dengan huruf kecil dan apabila terdiri dari 2 suku kata harus diberi tanda sambung. Contoh: Hibiscus rosa-sinensis, Ipomea pes-capre



Author Author adalah nama pengarang yang menerbitkan nama sah takson itu untuk pertama kali. Tujuan pencantuman nama author adalah supaya penunjukan nama suatu takson tepat dan lengkap serta memudahkan penelitian tentang keabsahan nama, contoh : Daucus carota L. (L.Õ Linnaeus), Vernonia acaulis (Walter) Gleason Penamaan cultivar dan varietas Nama cultivar biasa disingkat dengan c.v. tidak dalam bahasa Latin atau dilatinkan, contoh : Mangifera indica c.v. harum manis, Citrullus lanatus c.v. Crimson sweet. Nama varietas biasa disingkat 39



var. ditulis dalam bahasa Latin atau dilatinkan, contoh : Licuala gracilis var. Gracilis, Oryza sativa var. Javanica



2.2.6 Tingkat Kesatuan Taksonomi Untuk memudahkan penentuan hubungan kekerabatan dan memperlancar diadakan



pelaksanaan



kesatuan-kesatuan



penggolongan taksonomi



tumbuhan, yang



maka



berbeda-beda



tingkatnya. Sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang dicantumkan dalam Kode Tatanama, maka suatu individu tumbuhan dapat dimasukkan dalam tingkat-tingkat kesatuan taksonomi sebagai berikut (dalam urutan menurun, beserta akhiran-akhiran nama ilmiahnya): - Dunia tumbuh-tumbuhan (Regnum Vegetabile) - Divisi (divisio -phyta) - Anak divisi (sub divisio -phytina) - Kelas (classis -opsida, khusus untuk Alga –phyceae) - Anak kelas (subclassis –idea) - Bangsa (ordo –ales) - Anak bangsa (subordo –ineae) - Suku (familia –aceae) - Anak suku (subfamilia –oideae) - Puak (tribus –eae) - Anak puak (subtribus –inae) - Marga (genus; nama ilmiah marga dan semua tingkat di bawahnya tidak diseragamkan akhirannya) - Anak marga (subgenus) 40



- Seksi (sectio) - Anak seksi (subsectio) - Deret (series) - Anak deret (subseries) - Jenis (species) - Anak jenis (sub species) - Varietas (varietas) - Anak varietas (subvarietas) - Forma (forma) - Anak forma (subforma) Urutan tingkat-tingkat kesatuan taksonomi itu tidak boleh diubah atau dipertukarkan. Dengan tidak memperhatikan tingkatnya maka setiap kesatuan taksonomi tersebut (misalnya suku, jenis, varietas) masing-masing disebut takson.



2.2.7 Tipe Tatanama Tumbuhan Untuk menghindari kekacauan dalam pemakaian nama ilmiah maka Kode Internasional Tatanama Tumbuhan (KITT) menetapkan bahwa penerapan nama-nama takson dari tingkat suku ke bawah ditentukan berdasarkan tipe tatanama. Suatu tipe tatanama adalah salah satu unsur penyusun takson yang selalu dikaitkan dengan nama takson yang bersangkutan untuk selama-lamanya. Tipe tatanama tidak perlu merupakan unsur atau spesimen atau contoh yang paling khas daripada takson; tipe hanyalah suatu unsur yang selamanya dikaitkan dengan nama.



41



Tipe yang digunakan dalam tatanama secara umum adalah: a. Holotipe (= holotypus), ialah suatu spesimen atau unsur lain yang dipakai oleh seorang pengarang atau ditunjuk olehnya sebagai dasar waktu pertama kali mengusulkan nama jenis baru. Selama holotipe masih ada, penerapan nama yang bersangkutan dengannya dapat dipastikan secara otomatis. Kalau pengarang yang mempertelakan suatu takson tidak menentukan holotipe, atau kalau holotipe hilang maka tipe pengganti



atau



tipe



baru



dapat



ditunjuk



untuk



menggantikannya. b. Tipe pengganti (= Lectotype), ialah suatu spesimen atau unsur lain dari spesimen-spesimen asli (isotope atau sintipe) yang dipilih untuk menjadi tipe tatanama, kalau holotipe tidak ditentukan atau holotipe hilang atau hancur. c. Isotipe (= Isotype), ialah duplikat (bagian dari suatu nomor koleksi yang dikumpulkan dalam waktu yang sama) dari holotipe. d. Sintipe (= Syntypus), ialah salah satu daripada beberapa spesimen atau contoh yang disebutkan pengarang kalau holotipe tidak ditentukan, atau sslah satu daripada beberapa spesimen yang bersama-sama ditunjuk sebagai tipe. e. Tipe baru (= Neotypus), ialah spesimen yang dipilih untuk menjadi tipe tatanama, kalau holotipe hilang atau rusak dan tidak mungkin untuk menunjuk tipe pengganti karena tidak adanya isotope atau sintipe. Nama-nama baru yang diusulkan 42



untuk mengganti nama-nama lain, ataupun nama-nama kombinasi baru yang berasal dari nama-nama sebelumnya, haruslah memakai tipe-tipe tatanama dari namanama yang lebih tua atau yang digantinya.



2.2.8 Satu Takson Satu Nama Salah satu asas penting dalam Kode Tatanama yaitu kesatuan taksonomi hanya boleh mempunyai satu nama ilmiah yang tepat, yaitu nama tertua yang sesuai dengan peraturan-peraturan. Hal ini diadakan untuk mengatasi kemungkinan dipakainya beberapa nama ilmiah yang berlainan untuk suatu takson yang sama (sinonim). Sebaliknya peraturan yang sama juga perlu untuk menghindari pemakaian satu nama ilmiah yang sama untuk beberapa taksa yang berbeda (homonim). Untuk menghindari penggonta-gantian nama marga dan suku yang timbul sebagai akibat penerapan peraturanperaturan (terutama asas prioritas) secara konsekuen, maka beberapa nama



diawetkan



untuk



terus



dipertahankan



pemakaiannya,



misalnya: Palmae = Arecacea, Graminae = Poaceae, Cruciferae = Brassicaceae, Leguminosae = Fabaceae, Guttiferae = Clusiaceae, Umbelliferae = Apiaceae, Labiatae = Lamiaceae, Compositae = Asteraceae Reading Check



Setelah Anda membaca tatanama tumbuhan, buatlah contoh 5 jenis tumbuhan lengkap dengan klasifikasinya



43



2.3 Teknik Pembuatan Herbarium 2.3.1. Definisi dan Fungsi Herbarium Herbarium berasal dari kata “hortus dan botanicus”, artinya kebun botani yang dikeringkan. Secara sederhana yang dimaksud herbarium adalah koleksi spesimen yang telah dikeringkan, biasanya disusun berdasarkan sistim klasifikasi. Fungsi herbarium secara umum antara lain: 1. Sebagai pusat referensi; merupakan sumber utama untuk identifikasi tumbuhan bagi para ahli taksonomi, ekologi, petugas yang menangani jenis tumbuhan langka, pecinta alam, para petugas yang bergerak dalam konservasi alam. 2. Sebagai lembaga dokumentasi, merupakan koleksi yang mempunyai nilai sejarah, seperti tipe dari taksa baru, contoh penemuan baru, tumbuhan yang mempunyai nilai ekonomi dan lain-lain. 3. Sebagai



pusat



penyimpanan



data,



ahli



kimia



memanfaatkannya untuk mempelajari alkaloid, ahli farmasi menggunakan untuk mencari bahan ramuan untuk obat kanker, dan sebagainya.



2.3.2 Cara Mengoleksi Tumbuhan Persiapan koleksi yang baik di lapangan merupakan aspek penting dalam praktek pembuatan herbarium. Spesimen herbarium yang baik harus memberikan informasi terbaik mengenai tumbuhan tersebut kepada para peneliti. Dengan kata lain, suatu koleksi 44



tumbuhan harus mempunyai seluruh bagian tumbuhan dan harus ada keterangan yang memberikan seluruh informasi yang tidak nampak pada spesimen herbarium. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengkoleksi tumbuhan antara lain: a. Perlengkapan Beberapa perlengkapan yang diperlukan untuk mengkoleksi tumbuhan di lapangan antara lain: gunting tanaman, buku catatan,



label,



pensil,



penekan/penghimpit,



lensa



tali



tangan,



pengikat,



Koran



vasculum,



bekas, kantong



plastik, alkohol, kantong kertas (untuk cryptogamae, buah dan biji), peta, kamera dan sebagainya. b. Apa yang dikoleksi: 1. Tumbuhan kecil harus dikoleksi seluruh organnya 2. Tumbuhan besar atau pohon, dikoleksi sebagian cabangnya dengan panjang 30-40 cm yang mempunyai organ lengkap: daun (minimal punya 3 daun untuk melihat phylotaksis), bunga dan buah, diambil dari satu tumbuhan.



Untuk



pohon



yang



sangat



tinggi,



pengambilan organ generatifnya bisa dilakukan dengan galah, ketapel atau menggunakan hewan, misalnya beruk. 3. Untuk pohon atau perdu kadang-kadang penting untuk mengkoleksi kuncup (daun baru) karena kadangkadang stipulanya mudah gugur dan brakhtea sering ditemukan hanya pada bagian-bagian yang muda.



45



4. Tumbuhan herba dikoleksi seluruh organnya kecuali untuk herba besar seperti Araceae. 5. Koleksi tumbuhan hidup; dianjurkan untuk ditanam di kebun botani dan rumah kaca. Contoh: -



Epifit, anggrek akarnya dibungkus dengan lumut, akar-akar paku, serat kelapa



-



Biji-biji tumbuhan air disimpan dalam air



-



Biji-biji kapsul kering jangan diambil dari kapsulnya.



c. Catatan lapangan Catatan



lapangan



segera



dibuat



setelah



mengkoleksi



tumbuhan, berisi keterangan-keterangan tentang ciri-ciri tumbuhan tersebut yang tidak terlihat setelah spesimen kering. Beberapa keterangan yang harus dicantumkan antara lain: lokasi, habitat, habit, warna (bunga, buah), bau, eksudat, pollinator (kalau ada), pemanfaatan secara lokal, nama daerah dan sebagainya. d. Pengeringan spesimen Setelah dilabel (etiket gantung) koleksi dimasukkan ke dalam lipatan kertas koran (dimasukkan ke kantong plastik ) disiram dengan alkohol 70 % hingga basah, dikeringkan. Pengeringan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: panas matahari, menggunakan kayu bakar, arang dan dengan listrik. e. Proses pengeringan: -



5-10 spesimen diapit dengan penekan atau sasak ukuran 45 x 35 cm. Untuk specimen yang banyak, bisa digunakan 46



karton atau aluminium berombak/beralur untuk mengapit specimen sehingga tidak perlu mengganti-ganti kertas Koran, diletakkan vertikal. -



Buah-buah besar dipisah, dimasukkan ke dalam kantong, beri label dan keringkan terpisah.



-



Tumbuhan yang sangat lunak dimasukkan ke dalam air mendidih beberapa menit untuk membunuh jaringan dan mempercepat pengeringan.



-



Dibalik-balik secara teratur, kertas diganti beberapa kali terutama hari pertama, kalau specimen sudah kaku lebih ditekan lagi 1,5-2 hari specimen akan kering



f. Pembuatan herbarium 1. Mounting Spesimen yang sudah kering dijahit atau dilem di atas kertas karton -



Gunakan kertas yang kuat atau tidak cepat rusak dan kaku, ukuran 29 x 43 cm



-



Untuk tumbuhan Palmae atau tumbuhan lain yang organnya besar, 1 spesimen dimounting pada beberapa lembar kertas.



2. Labeling -



Label



yang



berisi



keterangan-keterangan



tentang tumbuhan tersebut diletakkan di sudut kiri bawah atau sudut kanan bawah -



Spesimen



dipisahkan



sesuai



kelompoknya kemudian diidentifikasi 47



dengan



-



Dianjurkan membuat lembar label kosong untuk kemungkinan perubahan nama.



3. Pengasapan dan peracunan (Fumigasi) -



Sebelum memasukkan spesimen ke herbarium terlebih dahulu harus diasap dengan carbon bisulfida dalam ruangan tertentu. Metode lain dapat dilakukan dengan menambahkan kristal paradiklorobenzen. herbarium



Umumnya



melakukan



herbarium-



fumigasi



dengan



interval 1, 2, 3 tahun. -



Umumnya spesimen disusun ke dalam kotak atau lemari khusus berdasarkan alphabet



Tugas mandiri Buatlah Herbarium salah satu jenis tumbuhan obat lengkap dengan keterangannya !



48



BAB III METODOLOGI PENELITIAN ETNOBOTANI



Tujuan Setelah membaca bab III ini, mahasiswa diharap mampu : 1. Menyusun metode penelitian etnobotani 2. Memadukan metode sains (kuantitatif) dan sosial (kualitatif) dalam penelitian etnobotani



Etnobotani



merupakan



bidang



ilmu



yang



cakupannya



interdisipliner mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dengan sumberdaya alam tumbuhan dan lingkungannya. Oleh karena itn bahasannya bersinggungan dengan ilmu-ilmu alamiah dan dengan ilmu-ilmu sosial seperti salah satunya adalah pengetahuan sosial



budaya.



Sehingga



etnobotanis



sangat



berkepentingan



mengikuti dari dekat perkembangan yang berlangsung baik di seputar persoalan etnik maupun dalam bidang botani, yang pada saat ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan yang sifatnya global. Dalam melaksanakan penelitian etnobotani tidak cukup hanya dengan pendekatan kualitatif saja, tetapi diperlukan juga pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif mempunyai beberapa tujuan antara lain sebagai upaya untuk melengkapi data kualitatif yang telah dikumpulkan, sehingga analisis sistim pengetahuan masyarakat terhadap keanekaragarnan jenis tumbuhan dan lingkungannya lebih mendalam. Metode kuantitatif juga berguna untuk lebih menjawab permasalahan



yang



dihadapi



sehubungan



49



dengan



hubungan



masyarakat



dengan



lingkungannya.



keanekaragaman



Penggunaan



metode



jenis



tumbuhan



kuantitatif



kita



dan dapat



mengembangkan hipotesa yang lebih tajam untuk menjawab persoalan



yang



ada



dengan



analisis



yang



lebih



dapat



dipertanggungjawabkan sesuai dengan kerangka ilmiah. Selain itu dengan metode kuantitatif dapat pula mempertajam analisis "emik" yaitu suatu analisis yang pendekatannya mengacu pada kerangka sistim pengetahuan lokal dan analisis «etik” yaitu suatu analisis yang mengacu pada kerangka teoritis ilmiah (Purwanto dan Munawaroh, 2002). Sebuah langkah fundamental dalam pengembangan penelitian tentang



ethnobiologi



pada



umumnya



dan



etnobotani



pada



khususnya, telah bergerak dari deskriptif menuju pendekatan yang lebih analitis dan kuantitatif (Phillips 1996). ketertarikan di ethnobiologi kuantitatif telah berkembang dalam dua dekade terakhir dengan mayoritas penelitian yang berfokus pada tanaman, obat, binatang, atau ekosistem sebagai unit analisisnya. Penelitian ini telah meningkatkan pemahaman kita tentang kepentingan relatif dari lingkungan untuk kelompok budaya (Medin dan Atran 1999). Tapi sampai saat ini, penelitian kuantitatif dalam ethnobiologi tidak menarik banyak perhatian orang-orang sebagai unit analisis, sehingga kita memiliki pemahaman yang lebih terbatas pada faktorfaktor



yang



memprediksi



variasi



tingkat



individu



dalam



pengetahuan tentang lingkungan alam atau manfaat yang diberikan oleh pengetahuan ini.



50



Studi kuantitatif sebelumnya ditujukan untuk mengukur tingkat pengetahuan individu tentang etnobotani telah berfokus pada bagaimana pengetahuan bervariasi karena demografi (Boster 1986; Caniago dan Siebert 1998), sosial (Benz et al, 2000;. Sternberg et al 2001;. Zent 2001), dan ekonomi (Godoy et al 1998;. Tamu 2002; Reyesgarcia et al 2005) karakteristik dari subyek. Namun, penelitian ini telah memberikan hasil yang bertentangan. Sebagai contoh, beberapa penulis telah memberikan bukti dari efek negatif akulturasi dan integrasi pasar pada pengetahuan etnobotani (Benz et al 2000;. Caniago dan Siebert 1998), sementara yang lain telah menemukan konsistensi dalam pengetahuan etnobotani melalui waktu tertentu meskipun Perekonomian utama berubah (Zarger dan stepp 2004). Peneliti lain telah menemukan bahwa hanya aspek-aspek tertentu dari integrasi pasar yang mempengaruhi pengetahuan etnobotani (Godoy et al. 1998). Penelitian tentang bagaimana pengetahuan etnobotani bervariasi di karakteristik demografi dan sosial juga menunjukkan hasil yang bertentangan (misalnya, Godoy et al. 2005). Penjelasan yang mungkin untuk inkonsistensi di temuan, adalah definisi dan metode yang digunakan untuk mengukur pengetahuan etnobotani individu bervariasi di seluruh studi. Sebagai contoh,



sementara



pengetahuan



beberapa



etnobotani



penulis



dengan



telah



menggolongkan



mempelajari



tanaman



obat



(Sternberg et al. 2001), yang lain berpusat pada macam-macam kegunaan tanaman liar (Reyes-garcia et al. 2005), dan beberapa penulis berfokus pada tanaman pangan (boster 1986). Para peneliti juga



telah



menggunakan



berbagai 51



metode



untuk



mengukur



pengetahuan individu tentang etnobotani. Beberapa penulis telah mengukur pengetahuan etnobotani individu dengan menggunakan hasil dari survei transek (Zarger dan Stepp 2004) dan identifikasi spesimen (Begossi 1996). Penulis lain menggunakan metode kognitif (Atran et al 2002;. Boster 1986; Zent 2001), atau tes objektif (Godoy et al 1998.). Perbedaan dalam metode dan konsep yang digunakan dalam penelitian sebelumnya yang bertujuan mengukur pengetahuan individu etnobotani terjadi karena tujuan teoritis yang berbeda-beda dari setiap penulis. Namun, untuk mengembangkan teori tentang apa yang mendorong penciptaan, kehilangan, atau konsistensi dari pengetahuan



etnobotani



di



seluruh



budaya



di



dunia,



kita



membutuhkan sebuah metodologi yang memungkinkan kita untuk mengukur pengetahuan etnobotani individu dalam cara yang konsisten. Metodologi tersebut harus memungkinkan perbandingan antar studi, sehingga memungkinkan untuk menggeneralisasi tentang apa yang membentuk distribusi pengetahuan etnobotani. Untuk tujuan tersebut, penelitian empiris dalam pengetahuan etnobiologi individu harus mengatasi dua beban utama: inkonsistensi konseptual dan kurangnya metodologi yang menyediakan data pembanding pada tingkat lintas budaya. 3. 1 Desain Penelitian Hal ini penting untuk menentukan terlebih dahulu tujuan dari proyek



sebelum



memilih



pendekatan



yang



paling



sesuai



kepentingan, anggaran dan jadwal. Sebagian besar metode yang 52



digunakan dalam studi etnobotani dan etnoekologi selalu memakan waktu dan biaya. Beberapa perjalanan ke lapangan mungkin akan memakan biaya cukup mahal, tetapi biasanya proyek yang paling sukses adalah mereka yang memiliki proyek dengan rentang beberapa musim dan diteruskan beberapa tahun. Proyek jangka panjang memungkinkan peneliti untuk bekerja dengan orang-orang lokal untuk merekam pengetahuan ekologi dalam berbagai konteks, termasuk acara-acara ritual dan kegiatan pertanian musiman. Tapi terkadaang, keadaan tidak memungkinkan untuk melakukan proyek jangka panjang. Dalam kasus ini Penaksiran cepat Etnobotani dapat digunakan. Penaksiran ini berasal dari Rapid Rural Appraisal (RRA), awalnya dikembangkan untuk membimbing dan mengevaluasi inisiatif pembangunan. Teknik-teknik diadaptasikan untuk dapat dilakukan dalam waktu singkat tanpa memerlukan alat-alat yang mahal, karena peserta mencari sketsa dari kondisi lokal daripada kedalaman-kajian. Sekelompok kecil orang lokal dipilih dan diwawancarai secara kualitatif tentang berbagai topik dengan cara semi-terstruktur,



hal



ini



memungkinkan



pandangan



yang



komprehensif tentang bagaimana masyarakat bertindak secara keseluruhan. Teknik-teknik yang digunakan sangat visual (mencolok) dan dilakukan oleh anggota masyarakat, seringkali bekerja sama dengan peneliti (Martin, 1995). Ranah kerja etnobotani menuntut peneliti untuk bekerjasama dengan pejabat pemerintah, ilmuwan, dan masyarakat setempat. Di sebagian besar negara, peneliti harus memperoleh izin resmi sebelum 53



melakukan penelitian apapun, terutama ketika melakukan penelitian di masyarakat adat. Peneliti lapangan juga harus mendapatkan izin dari anggota masyarakat sebelum memulai kegiatan penelitian. Peneliti harus jelas dan jujur dalam mendiskusikan tujuan mereka, metodologi dan dampak dari penelitian terhadap masyarakat setempat. Hal lain yang tak kalah penting adalah pemilihan informan lokal. Kesalahan yang umum yang sering dilakukan adalah berasumsi



bahwa



seseorang



berhadapan



dengan



kelompok-



kelompok budaya yang homogen. Dalam kelompok masyarakat sering ada beberapa gelar yang dihormati dalam kelompok dan juga memiliki spesialisasi tertentu. Hal Ini harus diperhitungkan ketika memilih informan. Para peneliti juga diharapkan memberikan kompensasi kepada informan dan masyarakat dengan dana yang cukup dan atau memberikan kompensasi melalui hadiah dan jasa. Terakhir, namun yang tidak bolek dilupakan, hak kekayaan intelektual tentang pengetahuan ekologi masyarakat adat harus dipertimbangkan. Ketika merancang sebuah proyek etnobotani, peneliti harus mempertimbangkan dan menghormati kerangka hukum nasional tentang keanekaragaman hayati. Selain itu, mereka harus menangani



semua perkara



sesuai dengan



Kode



Etik



Masyarakat Ethnobiology (Society of Ethnobiology, 1998).



3.2 Pengumpulan data dalam etnobotani 3.2.1 Mengumpulkan dan Mengidentifikasi tumbuhan Di



antara



keterampilan



yang



paling



mendasar



dalam



etnobotani adalah mengumpulkan tanaman. Koleksi tumbuhan 54



sangat berharga karena berfungsi sebagai bukti spesimen, yang merupakan catatan permanen dari tanaman yang tercatat di tempat atau komunitas tertentu. Mereka memungkinkan taksonomis untuk mengidentifikasi keluarga, genus dan spesies koleksi (Martin, 1995). Pemilihan sampel harus didasarkan pada keterwakilan spesies tanaman. Tanaman harus mencakup bunga, buah atau keduanya untuk membuat identifikasi mereka lebih mudah. Spesimen harus di press di lapangan bila memungkinkan. Sebuah herbarium spesimen yang baik terdiri dari bagian tumbuhan yang di press dalam kondisi kering yang yang mengandung struktur vegetatif dan reproduksi yang terawat dengan baik (Alexiades, 1996). Penetapannya dilakukan di Herbarium afiliasi. Label herbarium harus menyertakan nama lembaga dan kolektor, judul proyek, famili, genus dan spesies dari spesimen, spesialis dan tanggal penetapan, lokasi, vegetasi dan habitat, lintang dan bujur, ketinggian, deskripsi tanaman dan tanggal pengumpulan. Buku catatan lapangan adalah alat utama untuk merekam informasi. Catatan harus diambil di lapangan sambil membuat koleksi tumbuhan dan bukan pada akhir hari atau akhir perjalanan untuk menghindari hilangnya data. Sistem penomoran yang terstandardisasi harus selalu digunakan untuk melabeli semua koleksi dan membandingkan referensi mereka dengan catatan lapangan (Alexiades, 1996). Nama tanaman Adat mengandung informasi menarik tentang penggunaan dan persepsi tanaman oleh budaya tertentu. Peneliti lapangan harus memperoleh keterampilan bahasa dasar dari bahasa 55



lokal dan bekerja dengan atau mencari informasi dan bekerjasama dengan ahli bahasa yang familiar dengan bahasa tertentu (Alexiades, 1996; Martin, 1995). Nama-nama harus dicatat menggunakan kaset audio atau perekam MD - untuk transkripsi berikutnya. Di luar ini, dianjurkan untuk mendokumentasikan spesimen yang dikumpulkan dengan menggunakan kamera foto. Gambar tanaman dalam keadaan alami sangat berguna untuk identifikasi - karena memberikan informasi tentang morfologi, karakter arsitektur dan ekologi - dan dapat digunakan untuk mendukung tanaman dan daftar wawancara. 3.2.2 Wawancara Cara utama mengumpulkan informasi tentang etnobotani adalah berbicara dengan orang-orang (masyarakat), melihat apa yang mereka lakukan dan berpartisipasi dalam kegiatan mereka. Bahasa asli harus digunakan, dan pada pertanyaan umum, tidak boleh mengandung unsur rumit atau ambigu. Beberapa teknik wawancara lapangan sebagai berikut: 3.2.2.1



Techniques of Inquiry (diadaptasi dari from Alexiades, 1996; Cunningham, 2001 and Martin, 1995):



Observasi Peserta Teknik ini didasarkan pada mengamati interaksi manusia dan tumbuhan, seperti pengumpulan tumbuhan liar atau manajemen taman rumah. Ethnobotanist menemani orang-orang lokal dan berpartisipasi dalam pengumpulan buah-buahan atau hasil hutan lainnya,



berpartisipasi dalam kegiatan berburu, pertanian atau



penggunaan obat atau tanaman halusinogen 56



Inventaris etnobotani atau wawancara lapang. Kegiatan ini terdiri dari berjalan di lapangan atau di hutan dengan



seorang



informan,



mendengarkan



dia



dan



bertanya



kepadanya tentang tanaman dan mengumpulkan dan mencatat tentang tanaman dan kegunaannya. Teknik ini sangat memakan waktu, tetapi memungkinkan informan untuk melihat tanaman dalam keadaan alami mereka, yang meminimalkan resiko kesalahan identifikasi dan menawarkan konteks yang sangat baik untuk wawancara. Wawancara tanaman Wawancara tanaman terdiri dari kegiatan mengumpulkan tanaman di lapangan, kemudian membawa kembali ke desa dan menunjukkan tanaman tersebut kepada informan. Spesimen tanaman yang sudah di press, juga dapat digunakan dengan cara ini. Jika tidak ada spesimen tanaman segar atau spesimen tanaman yang sudah di press, gambar dari spesies tanaman yang diteliti bisa sangat berguna untuk ditunjukkan kepada informan. Teknik ini sangat membantu selama



studi



pendahuluan



atau



studi



pendek



atau



untuk



mengkonfirmasi kembali data yang dikumpulkan. Wawancara artefak Dalam wawancara artefak peneliti menanyai informan misalnya saat mengunjungi mereka di rumah - tentang tanaman yang digunakan dalam pembuatan atau penyusunan item tertentu, seperti bagian rumah, alat-alat, keranjang, dll. Teknik ini adalah teknik yang baik untuk memulai suatu kajian etnobotani, karena teknik ini akan membiasakan masyarakat setempat dengan peneliti. 57



Daftar wawancara Peneliti



menyusun



daftar



nama



tanaman



dan



menunjukkannya kepada informan. Pilihan ini cukup menarik untuk tanaman yang dikenal secara luas, namun kesalahan dapat terjadi karena nama dapat bervariasi dari satu kelompok lokal dan kelompok yang lain. Foto, gambar dan lembar herbarium dapat digunakan sebagai alat bantu pelengkap selama wawancara. Pendekatan ini berguna sebagai bagian dari wawancara terstruktur. Wawancara Kelompok Seperti dengan



namanya,



sekelompok



ethnobotanist informan.



melakukan



Diskusi



wawancara



kelompok



dapat



menghasilkan data yang kaya dan mengarahkan pada penemuan topik dan pertanyaan yang baru. Beberapa orang akan lebih bersedia untuk berbagi pengetahuan mereka dalam lingkungan kelompok, sementara yang lain akan enggan untuk mengungkapkan beberapa jenis pengetahuan di depan anggota masyarakat lainnya. 3.2.2.2 Tipe wawancara (diadaptasi dari Alexiades, 1996 and Martin, 1995) Teknik-teknik yang dijelaskan di atas menggunakan satu atau lebih jenis wawancara yang tercantum dalam bagian ini. Pengaturan wawancara dan sejauh mana pertanyaan-pertanyaan yang telah ditentukan, serta pertanyaan yang diajukan menentukan tingkat kontrol dari wawancara. Wawancara Informal



58



Wawancara informal tidak memiliki struktur, peneliti secara sederhana membuat catatan selama percakapan biasa atau sesudah percakapan tersebut. Wawancara tidak terstruktur Wawancara tipe ini terlihat seperti percakapan biasa, tetapi aktor yang terlibat mengetahui bahwa percakapan tersebut adalah wawancara. Wawancara ini berkembang dari kerangka kerja yang ditetapkan oleh peneliti. Wawancara semi terstruktur Dalam wawancara tipe ini, peneliti lapangan memiliki daftar pertanyaan dan topik yang perlu dibahas, tetapi daftar ini hanya panduan, yang memungkinkan peneliti untuk menjadi fleksibel terhadap materi yang dibahas. Selama diskusi berlangsung, baris baru penyelidikan muncul secara alami, sementara beberapa pertanyaan yang disiapkan akan sedikit terpinggirkan. Wawancara terstruktur Wawancara ini berdasarkan pada pertanyaan yang sudah ditetapkan dan digunakan untuk evaluasi pengetahuan lokal (lihat 2.3.5). Wawancara terstruktur digunakan pada tahap lanjutan dari kajian etnobotani, ketika tingkat kepercayaan yang tinggi antara peneliti dan penduduk setempat sudah terbentuk. 3.3 Metode kuantitatif untuk menganalisis pengetahuan etnobotani (Diadaptasi dari Phillips, 1993) Teknik ethnobotani kuantitatif melengkapi teknik penyelidikan kualitatif yang lebih tradisional. Teknik kuantitatif tidak dapat 59



menggantikan pengetahuan



kebutuhan adat,



tetapi



untuk



deskripsi



memungkinkan



kualitatif



analisis



pola



dari dari



pengetahuan penggunaan tanaman. Tapi ada keuntungan penting dalam penggunaannya. Data numerik dapat dianalisis secara statistik dan memungkinkan peneliti untuk memeriksa kredibilitas dari data yang



dikumpulkan,



sehingga



meningkatkan



kekuatan



ilmiah



metodologis penelitian.



3.3.1 konsensus Informan Metode ini digunakan untuk menentukan kepentingan relatif dari setiap penggunaan, langsung dari tingkat konsensus dalam respon informan. Hal ini membutuhkan kuesioner yang sangat terstruktur. Kepentingan relatif dari setiap spesies dievaluasi oleh proporsi responden yang mengutipnya. 3.3.2 Alokasi Subyektif Dalam alokasi subjektif, peneliti memberikan subyektif terhadap kepentingan relatif dari setiap kegunaan tanaman. Metode ini telah digunakan untuk mengevaluasi signifikansi budaya dan kegunaan spesies dan keluarga tanaman atau meng-aset pentingnya kategori penggunaan subyektif.



3.3.3 Total penggunaan Bila menggunakan metode ini, tidak ada usaha untuk mengukur kepentingan relatif dari setiap kegunaan tanaman. Jumlah penggunaan tanaman secara sederhana ditotal, berdasarkan kategori 60



kegunaan tanaman, takson tanaman atau jenis vegetasi. Metode ini tidak membedakan kepentingan relatif dari kegunaan atau spesies.



3.4 Metode ekologis untuk Ethnobotanists (diadaptasi dari Hall & Bawa, 1993; Martin, 1995 dan Peters, 1996) Metode



ekologi



memungkinkan



Ethnobotanists



untuk



menganalisis konteks ekologis dalam interaksi masyarakat dengan tanaman. Metode ini melampaui etnobotani tradisional tentang koleksi tanaman, identifikasi tanaman, penggunaan dokumentasi dan memperhitungkan fakta tentang hal-hal yang terjadi ketika orang menggunakan tanaman. 3.4.1 penilaian kuantitatif kepadatan spesies Metode ini mengukur jumlah individu per satuan luas, menginformasikan peneliti tentang berapa banyak sumber daya tanaman tertentu yang tersedia untuk eksploitasi dan di mana kelimpahan terbesar sumber daya ini berada. Metode ini juga menawarkan kemungkinan memperkirakan keberlanjutan jangka panjang



tanaman



eksploitasi



sumber



daya.



Penelitian



ini



membutuhkan plot yang sistematis, acak atau transek, yang akan bervariasi dalam ukuran,tergantung dari spesies tanaman yang dipilih. 3.4.2 Studi menghasilkan pertumbuhan Tujuan



dasar



dari



sebuah



studi



yield



adalah



untuk



memberikan perkiraan jumlah sumber daya (buah-buahan, biji-bijian, lateks, resin, gusi, batang, daun, akar, kulit, dll) yang dihasilkan oleh spesies tertentu yang tumbuh di daerah tertentu. Karena sangat sulit 61



untuk memantau semua individu dari spesies yang dipilih, oleh karena itu sub sampel tanaman harus dipilih. Pemilihan harus dikelompokkan berdasarkan dua variabel utama: diameter dan kondisi. Dengan menggunakan hasil dari survei petak sebagai panduan, peneliti lapangan harus secara acak memilih individu dari kelas ukuran dan habitat yang berbeda. Idealnya, jumlah pohon sampel yang dipilih dari masing-masing kelas ukuran harus sama dalam setiap kondisi lokasi atau tipe hutan.



3.5 Pemrosesan dan analisis data etnobotani (diadaptasi dair from Martin, 1995) 3.5.1 Pemrosesan Data etnobotani harus diatur dengan cara yang memudahkan dalam analisis statistik. Sebuah matriks dengan berbagai bidang harus didefinisikan (diperjelas). Bidang yang potensial adalah: nomor Koleksi, nama tanaman lokal, nama tanaman ilmiah, habitus (kenampakan),



bagian



tanaman



yang



digunakan,



kegunaan,



persiapan, habitat, lokalitas, nama informan, komentar, dll. Data yang dikumpulkan pada setiap item yang terpisah (spesies tanaman, misalnya) merupakan catatan (rekaman data). Nilai-nilai adalah data tertentu yang sesuai dengan masing-masing bidang dan catatan 3.5.2 Analysis Dengan menganalisis matriks, beberapa interpretasi kuantitatif dapat dilakukan, misalnya total penggunaan tanaman liar dan tumbuhan budidaya ditunjukkan pada kelompok etnis yang berbeda, jumlah penggunaan tanaman liar dan tanaman budidaya menurut 62



kategori penggunaan yang berbeda, dll. Selain itu, statistik deskriptif dan inferensial merupakan alat yang sangat penting untuk memahami kegunaan atau klasifikasi sumber daya tanaman di satu set spesimen tumbuhan yang dikumpulkan. Kepentingan lokal masing-masing spesies yang diambil sebagai sampel itu dihitung dengan menggunakan dua teknik yang berbeda: Used-Value (UV) dan Relative Importance(RI). Used-Value dihitung dengan menggunakan rumus UV = ΣU/n (Rossato et al 1999; Silva & Albuquerque 2004; dimodifikasi dari Phillips dan Gentry 1993a, 1993b.), Di mana: Ui = jumlah Kegunaan yang disebutkan oleh masing-masing informan untuk setiap spesies, n = jumlah informan. Sebagai contoh, jika informan X menyebutkan 7 kegunaan untuk spesies A, dan informan Y menyebutkankan 3 kegunaan untuk spesies yang sama, UV dari spesies A akan memiliki nilai 5, (7 + 3) kegunaan yang disebutkan, dibagi 2 informan. Dengan demikian, UV tanaman yang diberikan, ditentukan oleh jumlah kegunaan lokal tumbuhan dalam kaitannya dengan jumlah informan. Dalam perumusan asli Phillips dan Gentry (1993a), penulis ini mempertimbangkan dalam perhitungan mereka, berapa kali setiap informan menyebut spesies tertentu. Relative Importance (RI) dihitung menggunakan rumus RI = Nuc + NT (diadaptasi dari Bennett & Berjingkrak 2000), di mana: NUC = jumlah kategoriKegunaan pada spesies yang diberikan (NUCS) dibagi dengan jumlah total kategori-kegunaan spesies yang paling serbaguna (NUCVS) . NT = jumlah jenis kegunaan dikaitkan dengan spesies tertentu (NTS) dibagi dengan jumlah total jenis kegunaan dikaitkan 63



dengan takson paling penting (NTMIT), tergantung pada jumlah informan yang mengutip/menyebut spesies tersebut. Misalnya, spesies A disebut sebagai tanaman yang digunakan dalam pengobatan dan konstruksi (2 kategori-kegunaan), sebagai obat yang dapat digunakan untuk mengobati batuk, sakit kepala, dan sakit perut, sementara fungsinya sebagai konstruksi digunakan untuk membuat pagar dan membangun rumah (sehingga total 5 jenis kegunaan). Di sisi lain, spesies b mungkin akan lebih serbaguna, yang digunakan dalam berbagai kategori dan jenis penggunaan (mungkin 4 dan 10, masing-masing). Dengan demikian, IR spesies A akan 1,0 = (2/4) + (5/10). Untuk memperkirakan variabilitas penggunaan tanaman obat dan menentukan tanaman mana yang menarik dalam pencarian senyawa bioaktif, faktor informan konsensus (Fic) (Heinrich et al., 1998a) dihitung. Faktor ini memperkirakan hubungan antara "jumlah laporan-kegunaan dalam setiap kategori (nur) dikurangi jumlah taksa yang digunakan (nt)" dan "jumlah laporan-kegunaan dalam setiap kategori dikurangi 1". Fic dihitung dengan menggunakan rumus berikut:



Produk dari faktor ini berkisar antara 0 sampai 1. Nilai tinggi (mendekati 1) menunjukkan bahwa relatif sedikit taksa yang digunakan oleh sebagian besar orang, sedangkan nilai yang rendah



64



menunjukkan bahwa informan tidak setuju pada taksa yang digunakan dalam pengobatan beberapa kategori penyakit.



3.5.3 Presentasi Hasil dapat disajikan sebagai tabel dan grafik. Tabel menyajikan data dalam baris dan kolom, yang memungkinkan kontras nilai-nilai atau kategori terkait. Grafik biasanya berhubungan dua dimensi, seperti kuantitas atau keanggotaan dalam kategori. Grafik batang membandingkan jumlah dimensi tunggal berbagai kategori atau benda yang saling terkait. Tinggi atau panjang setiap batang grafik menunjukkan jumlah pada skala numerik yang ditunjukkan pada bagian bawah grafik. Diagram lingkaran dibagi menjadi irisan, menunjukkan proporsi relatif atau persentase satu kategori dibandingkan dengan yang lain.



65



BAB IV KAJIAN KHUSUS ETNOBOTANI MASYARAKAT USING BANYUWANGI JAWA TIMUR



Tujuan Setelah membaca bab IV, mahasiswa diharap mampu : 1. Mengenal seluk beluk masyarakat Using 2. Menganalisis fitokimia dan fitofarmakologi tanaman obat dan kosmetik yang digunakan masyarakat using 3. Menganalisis makna yang terkandung dalam ritual adat masyarakat Using yang berkaitan dengan karakter bangsa 4. Menyarankan upaya konservasi tumbuhan kayu yang digunakan masyarakat Using untuk pembuatan alat musik dan rumah adat



Pada bab ini akan disajikan beberapa hasil penelitian penggunaan tumbuhan secara tradisional oleh masyarakat Using, baik penggunaan tumbuhan sebagai obat, upacara adat, bahan bangunan, kerajinan, perahu, alat musik, maupun bahan pewarna. Data penelitian yang disajikan hanya sampai dokumentasi jenis tumbuhan dan pemanfaatannya oleh masyarakat lokal. Pembahasan mengenai kandungan fitokimia dan alasan-alasan ilmiah lainnya tidak disajikan, hal ini bertujuan agar pembaca khususnya mahasiswa mampu menganalisis kajian ilmiahnya dengan metode inquiry.



66



4.1 Masyarakat Using Masyarakat Using dikenali sebagai etnis yang paling awal mendiami kabupaten Banyuwangi, dikatakan sebagai kelompok masyarakat yang tetap konsisten melaksakan budaya dan bahasa Jawi Kuno sejak berdirinya Kerajaan Blambangan, sehingga oleh beberapa kalangan dianggap sebagai penduduk asli Banyuwangi. Walaupun sebagai penduduk asli Banyuwangi, secara kuantitatif etnik Using minoritas di tengah kemajemukan etnis di kabupaten Banyuwangi. Menurut catatan kependudukan tahun 2010, etnis Using hanya berjumlah 500 ribu jiwa. Jumlah tersebut tersebar di beberapa kecamatan kabupaten Banyuwangi, di antaranya adalah kecamatan Giri, Songgon, Glagah, Singojuruh, Cluring, Rogojampi, Kabat, Sebagian Banyuwangi Kota, Srono, dan Sebagian Genteng (Rochsun, 2012:7). Ayu Sutarto (dalam Rochsun, 2012:8) membagi karakteristik etnis Using pada umumnya kedalam empat hal yaitu: 1) ahli dalam bercocok tanam, 2) memiliki tradisi seni dan budaya yang handal, 3) sangat egaliter, 4) terbuka terhadap perubahan. Atas dasar empat hal tersebut dan dikaitkannya dengan karakter masyarakat melalui unsur-unsur produk budaya bahwa, seni budaya etnis Using dikatakan mempunyai relasi dengan nilai religi dan pola mata pencaharian. Kesenian tradisional khas Banyuwangi diantaranya Gandrung Banyuwangi, Seblang, Janger, Rengganis, Hadrah, Kunthulan, Patrol, Mocopatan, Pacul Goang, Jaranan Butho, Barong, Kebo-Keboan, Angklung Caruk dan Gedhogan (Suharti, 2012: 25). 67



Selain itu juga terdapat kesenian yang berhubungan dengan siklus kehidupan (Pitonan / hamil hari ke tujuh, Colongan, Ngleboni, Angkat-angkat/Perkawinan),



kemasyarakatan



(Rebo



Wekasan



/pemberian sesaji kepada roh halus, Ndok-Ndogan /Mauludan, Kebokeboan/Penyambuh Panen) hingga tari-tarian. Budayawan Jawa Timur Ayu Sutarto mencatat ada 32 acara budaya yang dimiliki masyarakat Using. Delapan belas diantaranya adalah kesenian (Nugroho dalam Ritonga, 2011). Dalam berbagai kesenian dan tradisinya itu masyarakat Using tidak lepas dari penggunaan tumbuh-tumbuhan baik sebagai sesaji maupun pelengkapnya. Saat pernikahan tiba terdapat sebuah tradisi yang masih tetap dilaksanakan di desa Kemiren (salah satu desa wisata Using di kecamatan Glagah, Banyuwangi) yaitu tradisi arakarakan. Bila pengantin berasal dari desa kemiren maka arak-arakan dilakukan dari tempat berlawanan dari tempat resepsi. Misal tempat resepsi ada di sebelah barat maka arak-arakan dilakukan dari sebelah timur. Kedua pengantin dinaikkan kereta kuda menuju ke tempat resepsi dan para sanak keluarga mengiringi dengan membawa perlengkapan rumah tangga, dimana berbagai tumbuh-tumbuhan juga dibawa seperti buah kelapa.



4.2. Etnobotani Tumbuhan Obat Kajian etnobotani tumbuhan obat di Indonesia sudah banyak dilakukan di berbagai suku seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap manfaat obat herbal termasuk di masyarakat Using. Mirza (2010) telah mengkaji penggunaan tumbuhan obat oleh 68



masyarakat Using khususnya di Desa Kemiren, Desa Paspan Kecamatan Glagah dan Desa Banjar Kecamatan Licin. Berdasarkan wawancara dengan 35 responden (seluruh narasumber) yang terdiri atas: (1) masyarakat yang mengetahui tentang pengobatan (dukun pijat dan



pembuat sekaligus penjual jamu); (2) sesepuh desa; (3)



masyarakat umum yang



sering memanfaatkan tumbuhan obat,



diketahui terdapat 64 spesies tumbuhan dari 36 famili yang dimanfaatkan sebagai obat. Ada 19 spesies yang mempunyai presentase penggunaan lebih dari 10% seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Jenis Tumbuhan yang Dimanfaatkan dan Penyakit yang dapat Diobati dengan Tumbuhan oleh Masyarakat Using di Kecamatan Glagah dan Licin N o



Nama Tumbuhan Lokal



Ilmiah



Nama Famili



Bagian Tumbuhan yang Penyakit yang diobati digunakan Buah polong, Batuk, Sariawan, Diare Daun Daun Hipertensi



1



Asam



Tamarindus indica L.



2



Alpukat



Persea americana Mill



Caecalpiniacea e Lauraceae



3



Bawang merah Bawang putih Belimbing wuluh Cengkeh Jambu biji Jamur impes Jarak pagar



Allium cepa L.



Liliaceae



Umbi



Demam (Dewasa)



Allium sativum L. Averrhoa bilimbi Linn.



Liliaceae Oxalidaceae



Umbi Bunga



Masuk angin Batuk



Syzygium aromaticum L Psidium guajava L. Calvatia bicolor Jatropa curcas L.



Myrtaceae Myrtaceae Lycoperdaceae Euphorbiaceae



4 5 6 7 8 9



Bunga Daun Seluruh bagian Getah, Daun



10 Jeruk buah 11 Jeruk nipis 12 Kelor



Citrus aurantium L. Rutaceae Citrus aurantifolia L. Rutaceae Moringa oleifera Lamk. Moringaceae



Buah Buah Daun



13 Kunyit



Curcuma domestica Zingiberaceae Val. Leucaena glaucae Mimosaceae Lannea coromandelica Anacardiaceae Merr.



Rimpang



14 Lamtoro 15 Santan



69



Daun Daun



Sakit gigi Diare Demam (Dewasa) Sakit Gigi, Luka Gores, Diare Sulit buang air besar Batuk Sakit perut Batuk, Luka, Sariawan, Diare Luka Luka



16 Simbukan 17 Sirih



Paedaria foetida L. Piper betle L.



18 Temu kunci



Boesenbergia Zingiberaceae pandurata Jatropha multifida Linn Euphorbiaceae



19 Yodium



Rubiaceae Piperaceae



Daun Daun Rimpang Getah



Sakit perut Mimisan, Penghilang bau badan, Pelancar haid Keputihan, Penghilang bau badan, Pelancar haid Luka



Sumber: Analisis Dari data yang tersaji dalam Tabel 4.1 Carilah fitokimia yang bertanggungjawab



dalam



mengobati



penyakit



pada



masing-masing



tumbuhan 4.2 Etnobotani Tumbuhan Bahan Kosmetik Hasil dari penelitian etnobotani pada masyarakat Using di kabupaten Banyuwangi yang dilakukan di 2 kecamatan yaitu kecamatan Glagah yang terdiri dari 2 desa yaitu desa Kemiren dan desa Olehsari serta kecamatan Giri yang terdiri dari 2 desa yaitu desa Boyolangu dan desa Penataban telah terinventarisasi 51 spesies tumbuhan dari 29 famili yang digunakan oleh masyarakat Using di kabupaten Banyuwangi sebagai bahan kosmetik (Winda, 2013).



70



Tabel 4.2 Tumbuhan yang dianggap paling penting untuk digunakan sebagai bahan kosmetik oleh masyarakat Using kabupaten Banyuwangi No. 1 2 3 4 5 6



Nama Tumbuhan dan jenis kosmetik Padi (Oryza sativa L.) untuk shampo Padi (Oryza sativa L.) untuk bedak pengantin Gambir (Uncaria gambir (Hunter) Roxb.) untuk pewarna bibir Pinang (Areca catechu L.) untuk pewarna bibir Sirih (Piper betle L.) untuk pewarna bibir Sirih (Piper betle L.) untuk pembersih kuku



Nilai Use Value 0,9 0,9 0,52 0,52 0,52 0,52



ICF 0,93 0,5 0,77 0,77 0,77 0,7



4.3 Etnobotani tumbuhan bahan Upacara Adat oleh Masyarakat Using Upacara adat yang masih dilakukan hingga saat ini oleh masyarakat Using secara turun temurun dan memiliki makna, simbol dan nasehat-nasehat serta harapan untuk kehidupan yang lebih baik bagi manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa berupa sesajen yang dibuat dan diperuntukkan dalam prosesi upacara adat. Beberapa upacara adat yang masih dilakukan masyarakat Using diantaranya: 4.3.1



Upacara Adat Barong Idher Bumi desa Kemiren Barong Idher Bumi merupakan kegiatan rutin masyarakat Using



di desa Kemiren setiap tahun pada hari ke 2 Idul Fitri. Dalam kegiatan ini dilaksanakan arak-arakan barong dengan harapan agar Tuhan



memberikan



keselamatan



dan



kesejahteraan.



Barong



berbentuk topeng sebagai penggambaran hewan yang menakutkan dalam mitologi masyarakat Using dipercaya sebagai lambang



71



kebaikan yang mempunyai kemampuan untuk mengusir pengaruh jahat. Ada beberapa tahapan pada ritual Barong Idher Bumi yakni: a.



Sedekah Syawal diadakan sehari sebelum Barong Idher Bumi, setiap keluarga bergantian mengadakan selamatan kupat lepet dan berbagai kue tradisional disajikan untuk para pengunjung.



b.



Prosesi upacara diawali dengan mengarak tumpeng serakat dan pecel pitik keliling kampung yang dipimpin sesepuh desa dengan menyebarkan uang logam beserta beras kuning (Using: sembur othik-othik) di sepanjang jalan desa. Hal ini bertujuan untuk membuang sengkala dan mengusir pengaruh jahat agar masyarakat diberi kemakmuran dan keselamatan. Arak-arakan ini diikuti seluruh elemen masyarkat Using di desa Kemiren.



c.



Tiap-tiap keluarga membuat tumpeng pecel pitik karena itulah upacara adat ini biasa juga disebut tumpeng sewu. Usai arak-arakan Barong idher bumi sebelum matahari terbenam, semua tumpeng diletakkan di sepanjang jalan utama desa. Sesudah diberi do’a oleh kyai/sesepuh desa, tumpeng pecel pitik dimakan bersama-sama pengunjung dan sanak keluarga yang hadir. Beberapa tumbuhan yang penting bagi prosesi upacara adat



Barong Idher Bumi disajikan pada Tabel 4.3 Tabel 4.3 Tumbuhan yang digunakan masyarakat Using sebagai bahan upacara adat Barong Idher Bumi desa Kemiren Nama Tumbuhan Lokal Using Lirang



Lokal Aren



Nama Famili Ilmiah



Arenga pinnata Merr.



Arecaceae



72



Bagian Tumbuhan yang Digunakan Cairan bunga



Kegunaan (Jenis sesajen) Jenang sengkolo’



Lobok lithek



Cabai



Bayem



Bayam



Gembilai



Gembili



Jagung



Jagung



Kacang Kacang cino’



Kacang Panjang Kacang Tanah



Kangkung



Kangkung



Katu



Katuk



Kentang londo’



Kentang



Capsicum frutescens L. Allium sativum L. Dioscorea aculeata L.



Solanaceae



Buah



Tumpeng pecel pithek



Liliaceae



Buah



Tumpeng serakat



Dioscoreaceae



Umbi



Poro bungkil



Zea mays L.



Poaceae



Biji



Tumpeng serakat



Vigna sinensis



Fabaceae



Buah



Tumpeng serakat



Arachis hypogaea



Magnoliaceae



Buah



Tumpeng pithek



Ipomoea reptana



Convolvulaceae



Daun



Tumpeng serakat



Euphorbiaceae



Daun



Tumpeng serakat



Solanaceae



Umbi



Poro bungkil



Arecaceae



Daun muda, Buah



Tumpeng pecel pithek,Tumpeng serakat, lepet



Araceae



Ubi



Poro bungkil



Euporbiaceae



Daun



Tape buntut



Zingiberaceae



Rimpang



Sembor othik-othik



Souropus androginus L. Solanum tuberosum Cocos nucifera L.



pecel



Kelopo



Kelapa



Mbothe/tales



Keladi



Kemiri



Kemiri



Kunir



Kunyit



Manisah



Labu siam



Sechium edule



Cucurbitsceae



Buah



Tumpeng serakat



Nongko’



Nangka



Artocarpus heterophyllus



Moraceae



Daun



Jenang sengkolo’



Pari



Padi



Oryza sativa L.



Poaccae



Biji, batang



sembor othik-othik



Sawi/Puhung



Ketela pohon/ Singkong



Manihot esculenta Crantz



Euphorbiaceae



Ubi



Tumpeng serakat



Terong



Terong



Solanaceae



Buah



Tumpeng serakat



Sabrang



Ubi jalar



Convolvulaceae



Ubi



Poro bungkil



Colocasia esculenta L. Aleurites moluccana (L.) Willd. Curcuma domestica Val



Solanum melongena Ipomoea batatas Poir.



73



4.3.2 Upacara Adat Kebo-keboan desa Alasmalang Upacara Kebo-keboan adalah untuk tolak balak menghindari malapetaka, keberhasilan tanaman serta untuk menyelamatkan hewan ternak peliharaannya. Waktu pelaksanaan yaitu tanggal 1-10 bulan Suro (Muharam) bertepatan dengan tahun baru Islam. Adapun rangkaian prosesi upacara adat Kebo-keboan adalah sebagai berikut: a. Penanaman palawija. Hal ini merupakan awal pelaksanaan upacara Kebo-keboan, dilaksanakan 2 hari sebelum upacara dimulai. Dalam hal ini, masyarakat diharuskan menanam berbagai jenis palawija di sisi kiri kanan sepanjang jalan desa yang nantinya akan dilalui prosesi iring-iringan upacara adat. b. Pawai selamatan desa. Pawai ini merupakan bagian yang sangat penting, di mana seluruh masyarakat petani melakukan pawai iring-iringan sambil membawa berbagai kelengkapan selamatan seperti tumpeng, pecel ayam (pitik), ancak berbagai sesaji dan lainlain sebagainya. Pawai ini dilaksanakan pada waktu hari pelaksanaan upacara Kebo-keboan. c. Pawai Ider Bumi. Setelah kenduri berakhir, diteruskan dengan pawai Ider Bumi yang dilambangkan dengan Dewi Sri yang dibuat menyerupai Dewi Sri, dilanjutkan melalui prosesi pawai iringiringan, mengelilingi jalan desa yang telah digenangi air. d. Tahap penyemaian dan perebutan bibit padi. Dalam pelaksanaan penyemaian bibit padi didahului dengan penyerahan bibit unggul oleh lambang Dewi Sri kepada petani yang mewakili, selanjutnya disemaikan



pada



tempat



yang



telah



disediakan



dengan



menggunakan kerbau yang diperankan oleh manusia. Pada saat 74



bersamaan, para petani yang telah siap untuk berebut bibit padi yang telah di semaikan. Di sinilah terjadi kejar-kejaran antara petani dan kerbau yang diperankan oleh manusia tadi, saat itulah berakhir rangkaian upacara adat Kebo-keboan dengan dimandikan kerbau tadi dan disadarkan kembali oleh pawang yang membaca mantera-mantera untuk menutup rangkaian tersebut. Tumbuhan yang digunakan dalam Upacara Adat Kebo-keboan di desa Alasmalang terangkum pada Tabel 4.4 Tabel 4.4 Tumbuhan yang digunakan masyarakat Using sebagai bahan upacara adat Kebo-keboan desa Alasmalang Nama Tumbuhan Lokal Using



Lokal



Lirang



Aren



Kembang kertas



Bugenvil



Pecari/kanthil



Cempaka Putih



Gambir



Gambir



Kacang cino’



Kacang tanah



Kapas/lawe’



Nama Famili Ilmiah



Arenga pinnata Merr. Bougainvillea glabra Chois. Magnolia champaca Uncaria gambir Hunter R



Arecaceae



Bagian Tumbuhan yang Digunakan Cairan bunga



Kegunaan (Jenis sesajen) Jenang sengkolo’



Nyctaginaceae



Bunga



Kembang setaman



Magnoliaceae



Bunga



Kembang telon



Rubiaceae



Getah daun



Sesajen pathon



Arachis hypogaea



Magnoliaceae



Buah



Tumpeng pithek



Kapas



Gossypium obtusifolium var. wigh



Malvaceae



Serat buah



Sesajen pathon



Kelopo



Kelapa



Cocos nucifera L.



Arecaceae



Daun muda, Buah



Tumpeng pithek, pathon



Kopi



Kopi



Coffea arabica



Rubiaceae



Bji



Sesajen pathon



Kunir



Kunyit



Zingiberaceae



Rimpang



Pitung tawar



Regulo’



Mawar



Rosaceae



Bunga



Kembang setaman



Pari



Padi



Poaccae



Biji, batang



Pitung tawar, jenang sengkolo’



Curcuma domestica Val. Rosa chinensis Jacq. Oryza sativa L.



75



pecel



pecel Sesajen



Pandan/puda k



Pandan wangi



Pandanus amaryllifolius



Pandanaceae



Daun



Pitung tawar



Jambe’



Pinang



Areca catechu L.



Arecaceae



Buah



Sesajen pathon



Gedhang



Pisang



Musaceae



Buah. daun



Sesajen pathon



Kembang sundhel



Sedap malam



Musa paradisiaca L. Polianthes tuberose L.



Agavaceae



Bunga



Kembang setaman



Suruh



Sirih



Piper betle L.



Piperaceae



Daun



Sesajen pathon



Mbako’



Tembakau



Nicotiana tabacum



Solanaceae



Daun



Sesajen pathon



4.4 Etnobotani tumbuhan bahan baku alat musik dan kesenian tradisional Masyarakat



Using



memiliki



bermacam-macam



kesenian



tradisonal yang meliputi tari-tarian, lagu daerah serta insrumen musik daerah. Keberagaman dari kesenian inilah yang membuat masyarakat Using banyak dikenal diantara kota-kota yang berada di provinsi Jawa Timur lainnya. Instrumen musik dan kesenian daerah masyarakat Using umumnya berbahan dasar kayu. Salah satu contohnya kesenian masyarakat Using yaitu kesenian Barong yang berbahan dasar kayu pule serta salah satu alat musik tradisionalnya berupa angklung yang berbahan dasar kayu nangka, jati serta bambu (non kayu).



76



Tabel 4.5 Kegunaan kayu sebagai bahan baku alat musik dan kesenian tradisional masyarakat Using No.



Nama Olahan



Kayu yang



Gambar alat musik dan



digunakan



kesenian tradisional



1.



Barong



Pule dan Bintaro



2.



Angklung



Tanjang, Nangka, Jati, Mahoni, Sentul. Non Kayu : Bambu



3.



Biola



Jati, Mahoni, Sentul dan Sono



4.



Terbang



Nangka, Mahoni dan Tanjang.



4.



Gambang



Jati, Nangka, Sengon, dan Tanjang.



77



5.



Bonang



Jati, Nangka, Sengon, Tanjang.



6.



Kentulitan



Jati, Nangka, Sengon, Tanjang.



7.



Pelog



Jati, Nangka, Sengon, dan Tanjang.



8.



Gong



Jati, Nangka, Sengon, dan Tanjang.



9.



Lumpang



Lumpang terbuat dari Jati, Nangka, Sengon, Tanjang. Pemukul Lumpang menggunakan kayu Rambutan, Jeruk dan Kopi.



Sumber :



78



DAFTAR PUSTAKA Gastetter, E.F. 1944. The domain of ethnobotany. American Naturalist 78 : 158- 170 p. Cotton, C.M. 1996. Ethnobotany : Principles and Applications. John Wiley and Sons. Chichester, New York, Brisbane, Toronto, Singapore. 424 p. Friedberg, G. 1990. Le savoir botanique des Bunaq : percevoir et classer dans le Haut Lakmanen (Timor, Indone'sie). Me'moire du Muse'um National de Histoire Naturelle. Botanique Tome 32. 1990. Purwanto, Y. 1997. Gestion de la Biodiversite' : relations aux plantes and dynamiques vègètalese chez les Dani de la valle'e de la Balienz en Irian Jaya, Indone'sie. Thèse de Doctorat de 1'Universitè Pierre et Marie Curie (Paris 6). Soutenue le 14 novembre 1997. 638 + annexes. Purwanto, Y. 1999. Etnobotani-Bioteknologi : Keterkaitan Sistem Pengetahuan Tradisional dan Modern. Makalah pada Seminar Ilmiah : Membangun Lingkungan Hidup Yang Lestari Dengan Memanfaatkan Bioteknologi Berbasis Keanekaragaman Hayati. Fak. Pertanian Univ. Janabadra. Fak. Biologi dari Prodi Sosiologi FISIP Universitas Atma Jaya dan Kehati. Yogyakarta, 30 Juni 1999. Rifai, M. A. 1998. Pemasakinian etnobotani Indonesia : Suatu keharusan demi peningkatan upaya pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaannya. Makalah Utama dalam Seminar Nasional Etnobotani III di Bali. 17 p.



79