Faisrz: MAKALAH CLAIM DAN ASURANSI PENGANGKUTAN LAUT I [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Faisrz Kamis, 20 April 2017



MAKALAH CLAIM DAN ASURANSI PENGANGKUTAN LAUT I April/21/2017



KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya berupa nikmat kesehatan, iman dan ilmu pengetahuan sehingga tugas matakuliah KLAIM dan ASURANSI laut dapat terselesaikan Tugas makalah ini diberi judul PERANAN CLAIM PENGANGKUTAN LAUT TERHADAP KECELAKAAN DI LAUT. Pada masing-masing materi pembahasan, diuraikan secara singkat mengenai pengertian serta hal-hal lain yang berkaitan dengan materi pembahasan. Terimakasih penulis ucapkan kepada Dosen pengampu mata kuliah Bp. Hendrikus Ola Mukin, S.Tr. dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam mempersiapkan karya ilmiah ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahankelemahan dalam pembuatan tugas ini, maka dari itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tugas ini untuk itu penulis ucapkan terimakasih. Semoga bermanfaat bagi semua pembaca.



Cilacap, September 2016



Faisal Rahmat zega



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.................................................................................. i DAFTAR ISI................................................................................................. ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang................................................................................ 1 1.2 Tujuan............................................................................................. 2 1.3 PerumusanMasalah......................................................................... 2 1.4 Metode........................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pegertian Klaim Pertanggungan Laut............................................ 3 2.2 Peranan Klaim Pengangkutan Laut Terhadap Kecelakaan Di Laut........................................................................ 9 2.3 Klaim Asuransi Pengangkutan Laut............................................. 11 2.4 Pengajuan Klaim & Problematika Pembuktian............................ 23 2.5 Prosedur Pengajuan Klaim………………………………………32 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan................................................................................... 44 3.2 Saran............................................................................................. 44 DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 45



BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Di dalam dunia pelayaran tidak selamanya perjalanan alur pelayaran



berjalan lancar sesuai rencana. Apabila sewaktu-waktu mendapat musibah dalam perjalanan berlayar di laut maka perananan Klaim dimanfaatkan untuk menangani permasalahan tersebut.



dan



Asuransi



dapat



Pengangkutan barang dalam perdagangan internasional dominan dilakukan melalui jalur laut. Data statistik Bank Eksim tahun 2005 menyebutkan



bahwa



71%



pengangkutan



dan



96%



volume



barang



dalam



perdagangan



menggunakan sarana pengangkut laut. Alasan logiknya adalah karena efisiensi biaya dan efektifitas daya angkut. Jalur transportasi laut Pengangkutan melalui laut bukan tanpa resiko. Bahkan apabila dibandingkan dengan jasa transportasi udara, justru transportasi laut memiliki resiko yang lebih besar. Hal ini dapat kita bandingkan dari beberapa sisi. Dari sisi waktu, resiko keterlambatan sampainya barang, transpotasi laut lebih beresiko. Dari sisi penanganan pelabuhan: jalur laut lebih beresiko, karena ukuran dan kapasitas barang yang dingkut relatif lebih besar. Dari sisi perjalanan barang, jalur laut akan lebih banyak mengalami hambatan cuaca dan kemungkinan kejahatan di laut, dan sebagainya. Lebih beresiko bukan berarti tidak menarik. Pelaku peradagangan dapat mengelola resiko dengan cara memindahkan resiko tersebut kepada perusahaan



asuransi.



Jasa



asuransi



pengangkutan



menjadi



solusi



dalam



meminimalisasi hambatan dalam perdagangan internasional. Resiko kerusakan, penurunan mutu, maupun kekurangan barang pada dasarnya dijamin oleh pihak pengangkut dalam batas-batas tertentu. Akan tetapi, akan lebih safety apabila para pelaku perdagangan memindahkan resiko tersebut kepada pihak asuransi pengangkutan. Sehigga tidak menutup kemungkinan pengangkutan barang melalui laut bisa mengalami kecelakaan. Untuk menangani kecelakaan yang mugkin terjadi terhadap kapal yang mengangkut barang di laut maka muncullah Klaim Pegangkutan Laut. Setelah Klaim Pegangkutan Laut itu dikeluarkan maka Asuransi Laut menjadi pihak yang bertanggugjawab menanggung segala kerusakan yang terjadi akibat kecelakaan tersebut sesuai dengan perjanjian asuransi. Dalam dunia pelayaran, ada macammacam asuransi yang ditanggungkan untuk satu kali perjanjian asuransi yaitu Total lost Only, Free Particular Average, With Particular Average, dan All Risks. 1.2



Tujuan



Melalui makalah ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat luas pada umumnya dan pada penulis khususnya mengenai Peranan Klaim pengangkutan di Laut. 1.3



Perumusan Masalah



Apa pengertian Klaim? Bagaimana proses kerja Klaim Pengangkutan Laut apabila terjadi suatu kecelakaan di laut? Apa pengertian asuransi laut? Apa hak dan kewajiban pihak-pihak dalam asuransi laut? Apa fungsi asuransi laut?



1.4



Metode Metode yang digunakan oleh penulis adalah dengan mengutip buku-buku yang ada kaitannya dengan Klaim dan Asuransi, sehingga penulis bisa mendapat data-data yang diperlukan untuk menyelesaikan penyusunan karya ilmiah ini.



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Klaim Pertanggungan Laut a. Pengertian Klaim Klaim adalah pengangkutan atas suatu fakta bahwa seseorang berhak (memiliki atau mempunyai) atas sesuatu. b. Jenis-jenis Claim pengangkutan laut : a. Klaim kekurangan, yaitu Klaim yang diajukan oleh penerima (consignee) kepada pengangkut barang (carrier) karena kekurangan jumlah barang yang dibongkar atau barang yang diserahkan oleh carrier dalam keadaan tidak dalam jumlah yang semestinya (short delivery). b.



Klaim kerusakan, yaitu Klaim yang diajukan oleh penerima (consignee) kepada pengangkut barang (carrier) karena barang yang diterima dalam keadaan rusak (damaged).



c.



Klaim kelebihan, dibedakan karena barang dibongkar pada pelabuhan semestinya namun tidak tercantum dalam manifest pelabuhan setempat dan barang yang ikut terangkut ke pelabuhan lain akibat tidak dibongkar di pelabuhan yang semestinya.



c.



Pengetahuan Klaim Terjadi bila pelanggan ( shipper atau consignee atau freight forwarder) yang menggunakan jasa pengiriman tidak puas akan pelayanan atau kesalahan yang telah dilakukan baik dari pihak freight forwarder maupun pihak lain yang terkait didalamnya,bentuk complain bisa hanya keluhan secara tertulis yang mana membutuhkan penanganan professional agar tidak berkembang kea rah klaim atau tuntutan secara material.Kebijakan dari sebuah perusahaan baik penerbangan maupun freight forwarder ber variasi tetapi pada intinya keluhan dan bahkan klaim harus ditangani secara baik, dengan cara yang professional dan berorientasikan pelayanan untuk mencapai kepuasan pelanggan dan meminimalisasi berkembangnya tanggung jawab dari perusahaan. Lebih lanjut mengenai tanggung jawab penerbangan atau perusahaan ground handling.Mishandling ( kesalahan penanganan ) : secara serius mempengaruhi minat pelanggan. Seluruh staff harus memastikan bahwa semua kasus dari kesalah penanganan secara baik ditindak



lanjuti sesuai dengan prosedur yang berlaku. Akibat kesalahan dalam penanganan sebuah barang kiriman (cargo), maka akan menimbulkan kejadian atau kelainan yang merupakan hal-hal yang tidak diharapkan terjadi. Jenis-jenis kesalahan dalam penanganan kargo : 1. Kargo kurang atau tidak lengkap pada saat dating. 2. Kargo terbawa atau kelebihan pada saat diterima/ dikirim 3. Kargo tertinggal 4. Kargo teroffload 5. Kargo tidak terbawa / tidak diambil oleh pemilik/ pengurus 6. Kago salah label 7. Kargo rusak 8. Kargo hilang 9. Dokumen hilang Siapa Yang Bertanggung Jawab Terhadap Klaim Kehilangan Barang, Era kontainerisasi didalam pengangkutan laut telah banyak manfaat yang diberilkan termasuk didalamnya adalah meminimalisir kerusakan dan atau kerugian terhadap kargo yang diangkut didalamnya. Akan tetapi seringkali terjadi kerugian (loss) yang berupa kehilangan barang (shortage claim). Sering kali consignee sebagai buyer tidak menerima barang dalam jumlah yang disepakati di dalam sales and purchase contract atau seperti yang dideklarasikan oleh seller sebagai shipper kepada pengangkut di dalam packing list. Dasar Hukum yang digunakan dalam kasus kerugian yang berupa kehilangan barang adalah perjanjian pengangkutan Bill of Lading, Haque Rules 1924/1968, Sales and purchase contract jika kerugian berupa kekurangan barang disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian dari penjual (seller). Menentukan Pihak Yang Bertanggung Jawab Untuk dapat menentukan pihak yang bertanggung jawab maka harus ditentukan pertama, pihak-pihak yang terlibat di dalam pengangkutan. Kedua, apakah kondisi seal kontainer dalam keadaan utuh (seal intact) Ketiga, Bagaimanakah perjanjian yang disepakati oleh pengirim barang dengan pihak pengangkut yang berkaitan dengan klaim kehilangan barang. Proses pengangkutan adalah sebagai berikut pertama, Eksportir akan memuat (stuffing) kargonya ke dalam kontainer digudangnya/gudang CFS pihak yang terlibat disini adalah eksportir atau Warehousing, Kedua, Kargo dibawa dengan truk ke container yard pelabuhan muat (port of loading) pihak yang terlibat adalah Perusahaan Trucking dan Pihak Pelabuhan muat, Ketiga, Kargo dimuat ke atas kapal dan dibongkar di container yard pelabuhan bongkar (port of discharge) yang terlibat adalah perusahaan pelayaran (Shipping Line) dan Pihak Pelabuhan Bongkar ,



Keempat, Kargo dibawa ke Gudang dengan truk ke gudang Importir/ Gudang CFS pihak yang terlibat adalah Perusahaan Trucking dan Importir/Warehousing. Untuk melaksanakan pengangkutan tsb maka pihak eksportir/importir biasanya akan mensubkontrakan ke satu pihak yaitu freight forwarder dan freight forwarder akan mensubkontrakan ke pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengangkutan seperti disebut dalam tahap pertama sampai dengan tahap keempat. Melihat dari proses tersebut maka potensi terjadinya kehilangan kargo ada pada setiap tahap tersebut dan pihak-pihak yg terlibat tersebut adalah pihak yang berpotensi untuk bertanggung jawab. Untuk memperjelas proses di atas maka sebagai contoh adalah sebagai berikut Eksportir pada saat stuffing ia mendeklarasikan jumlah yang dimuat adalah 15 bale dengan per bale 400pcs kemudian setelah dimuat didalam kontainer maka kontainer kemudian diseal dan diangkut dengan trucking ke container yard pelabuhan muat seterusnya sampai kontainer tersebut dibongkar di gudang consignee atau jika shipment dari shipper adalah LCL ((muatan Less than container load) dimana konsolidasi di CFS (Container Freight Station) maka ada kemungkinan proses transhipment dimana kargo akan destuffing dan direstuffing lagi ke kontainer baru sesuai dengan tujuan/destination dari kargo tersebut sehingga potensi terjadinya kehilangan kargo ada pada proses destuffing dan restuffing tersebut. Apabila ketika dilakukan destuffing di gudang consignee atau CFS pelabuhan bongkar jumlah barang berkurang tidak seperti dideklarasikan misal hilang 3 bale maka timbullah hak tuntutan ganti rugi dari importer atau penerima barang. Terhadap contoh kasus diatas siapakah yang harus bertanggung jawab untuk menentukan hal tersebut harus diperoleh bukti dalam kondisi seperti apakah seal kontainer tersebut beralih dari satu pihak ke pihak lainnya. Apabila kondisi seal dalam penguasaan pihak trucking dalam keadaan sudah rusak kemudian diadakan survey ternyata jumlah barang berkurang maka tanggung jawab ada pada pihak trucking tersebut. Sehingga pada saat proses peralihan kargo adalah saat yang sangat penting untuk memeriksa kondisi seal, apabila kondisi seal rusak atau diganti dengan seal baru atau ada sesuatu yang tidak wajar segera dilakukan pemeriksaan dan atau survey sebelum beralih ke pihak berikutnya. Rusaknya seal bisa disebabkan karena rough handling terhadap kontainer dan biasanya kargo masih dalam jumlah yang utuh. Apabila rusaknya seal adalah karena tindak pencurian (pilferage) maka jumlah kargo akan berkurang. Terhadap kasus di atas bagaimanakah jika kondisi seal masih dalam keadaan utuh dari gudang shipper sampai gudang consignee akan tetapi ketika kargo dibongkar di gudang consignee atau CFS ternyata jumlah kargo berkurang. Terhadap hal tersebut adalah sulit untuk menentukan pihak yang bertanggung jawab, akan tetapi terhadap hal tersebut ada kemungkinan bahwa jumlah barang



yang tidak sesuai antara yang dideklarsasikan shipper dengan yang diterima oleh consignee adalah karena kesengajaan dan atau kelalain dari shipper di dalam menghitung jumlah barang yang ia muat ke dalam kontainer. Dalam contoh kasus di atas shipper sengaja dan atau lalai tidak memuat atau menstuffing 3 bale sehingga consignee hanya menerima 12 bale. Apabila shipment dari shipper adalah LCL dan terjadi proses transshipment dimana barang didestuffing kemudian direstuffing ke kontainer baru bersama kargo-kargo shipper lainnya untuk dikapalkan sesuai tujuannya (destinasinya) maka ada kemungkinan kargo hilang pada saat proses destuffing dan restuffing tersebut dengan kemungkinanan karena kesengajaan dan atau kelalaian pihak consolidator di transhipent port atau karena faktor diluar itu misal tindak pencurian (pilferage). Apabila terhadap hal tersebut bisa dibuktikan maka pihak shipper atau CFS ditranshipment port adalah pihak yang tanggung jawab Terhadap kasus seperti tersebut apakah tuntutan ganti rugi bisa diajukan ke pelayaran (shipping Line) sebagai carrier. Terhadap hal tersebut tentu harus mengacu pada clausul-clausul yang diatur di dalam bill of lading. Pada umumnya Pihak pelayaran menerapkan ketentuan Shipper load, count and seal yang menentukan bahwa pihak shipperlah yang memuat, menghitung dan memasang seal terhadap muataanya sehingga carrier tidak bertanggung jawab apabila jumlah yang dikirim berkurang karena yang melakukan pemuatan, penghitungan dan pemasangan seal adalah pihak shipper sendiri dan Pihak pelayaran tidak mengetahui hal tersebut. Didalam clause shipper, load, count and seal maka Pelayaran membebaskan diri dari tanggung jawab tersebut termasuk didalamnya karena pihak pelayaran tidak mengetahui tentang tanda-tanda dan jumlah, jenis pengepakan, kualitas, kuantitas, ukuran, berat, sifat dst dari kargo tersebut. Pihak pelayaran sebagai pengangkut hanya mengetahui dan mengakui telah menerima sejumlah barang dari pengirim, dalam keadaan baik dilihat dari luar( in apperant good order and condition) sesuai jumlah partai kemasan barang yang dimuat ke atas kapal atau sejumlah kontanier yang ia terima seperti yang disebutkan di dalam bill of lading, dimana pengangkut secara nyata tidak mengetahui isi yang sebenarnya dari barang dalam kemasan (Prima Facie Evidence). Sehingga terhadap tuntutan ganti rugi hilangnya atau berkurangnya barang pihak pelayaran tidak bertanggung jawab kecuali dapat dibuktikan bahwa barang hilang atau berkurang jumlahnya karena kesengajaan dan atau kelalaian pihak pelayaran ketika barang tersebut dalam penguasaannya (Carriers care and custody). Apakah Yang harus dilakukan jika terjadi kehilangan atau jumlah kargo berkurang: Pertama, Mengadakan joint survey yang dihadiri para pihak terkait termasuk consignee dan atau insurancenya, pengangkut dan atau asuransinya. Kedua, melakukan langkah investigasi ke belakang (trace back) untuk dapat menentukan pihak yang sebenarnya bertanggung jawab. Hal ini bisa dilakukan



dengan melihat dokumen-dokumen yang diterbitkan oleh para pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengangkutan seperti disebut diatas terutama mengenai kondisi seal dalam proses peralihan tersebut.



2.2



Peranan Klaim Pengangkutan Laut Terhadap Kecelakaan di Laut



Meningkatnya laju pembangunan di Indonesia pada berbagai sektor kehidupan, mengundang pula semakin meningkatnya risiko yang dihadapi. Risiko ini dapat timbul dalam berbagai bentuk, seperti kerusakan alat-alat, terganggunya transportasi, rusaknya proyek hasil pembangunan, kehilangan barang-barang berharga dan lain-lain. Lembaga asuransi atau pertanggungan dalam kondisi tersebut mempunyai fungsi sebagai lembaga yang akan mengambil alih setiap risiko yang mungkin timbul atau dihadapi. Hubungan antara risiko dan asuransi merupakan hubungan yang erat satu dengan yang lain. Dari sisi manajemen risiko, asuransi malah dianggap sebagai salah satu cara yang terbaik untuk menangani suatu risiko di Laut. Secara sederhana dapat dijabarkan bahwa seseorang yang ingin mengalihkan risiko yang akan timbul diharuskan membayar premi kepada perusahaan asuransi, kemudian apabila risiko itu terjadi maka adalah suatu kewajiban bagi pihak asuransi untuk membayar claim tersebut. Namun dalam prakteknya tidak sesederhana itu, seperti dalam masalah pertanggungan terhadap kapal akibat kecelakaan karena cuaca buruk, tabrakan, kebakaran, pembajakan dan lain-lain. Faktor lain penyebab terjadinya kecelakaan kapal adalah ketidakpatuhan terhadap regulasi dan pengelolaan pelayaran yang tidak semestinya. Banyaknya kecelakaan yang terjadi akan berdampak pada perusahaan asuransi yang menanggung resiko. Kecelakaan merupakan risiko yang tidak diinginkan oleh semua pihak. Asuransi merupakan alat pengendali risiko, semakin tinggi tingkat risiko kecelakaan akan berdampak pada semakin tingginya premi asuransi yang dibayarkan oleh pemilik kapal dan pengguna jasa. Namun fenomena yang terjadi adalah persaingan tarif premi merambah juga dalam bisnis asuransi ini, padahal peluang klaim cukup tinggi. Sejak tahun 2001 hingga 2008, rasio klaim (perbandingan jumlah klaim dan jumlah premi) asuransi kapal sebesar 54,5%. Angka ini lebih tinggi dari pada rasio klaim asuransi harta benda (43,5%) dan asuransi kendaraan bermotor (40,5%). Keterbatasan kemampuan dan kehati-hatian/kedisiplinan para underwriter juga menjadi persoalan dalam menjalankan bisnis asuransi ini. Ditambah lagi, polis dan hukum yang digunakan dalam penyelesaian klaim lebih banyak mengacu pada hukum dan kebiasaan internasional.



2.3



KLAIM ASURANSI PENGANGKUTAN LAUT



A. Pengertian Asuransi Berdasarkan pasal 246 KUH Dagang : “Asuransi atau pertanggungan merupakan suatu perjanjian dimana seorang penanggung dengan merupakan suatu perjanjian dimana seorang penanggung dengan menikmati suatu premi mengikatkan dirinya kepada tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian, karena kehilangan, kerusakan, atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, dan yang akan dideritanya karena kejadian yang tidak pasti.” B. Pengertian Asuransi Laut Asuransi pengangkutan laut merupakan suatu perjanjian pertanggungan antara penanggung dan tertanggung atas kepentingan yang berhubungan dengan kapal sebagai alat pengangkut dan barang sebagai muatan kapal dari kemungkinan resiko kerusakan/kerugian yang di akibatkan oleh bahaya-bahaya laut atau bahaya lain yang berhubungan dengan bahaya laut. 1. Klaim Asuransi Pengangkutan Laut Asuransi pengangkutan laut merupakan suatu perjanjian pertanggungan antara penanggung dan tertanggung atas kepentingan yang berhubungan dengan kapal sebagai alat pengangkut dan barang sebagai muatan kapal dari kemungkinan resiko kerusakan/kerugian yang di akibatkan oleh bahayabahaya laut atau bahaya lain yang berhubungan dengan bahaya laut. Klaim dalam asuransi ialah tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh Tertanggung kepada Penanggung karena kepentingan yang di suransikan mengalami kerugian atau kerusakan atas barang yang dipertanggungkannya akibat dari suatu peristiwa selama barang dalam proses pengangkutan. Transportasi laut sebagai salah satu pilar utama untuk pengangkutan perdagangan nasional maupun internasional yang menghubungkan Daerah atau Negara (Eksportir) dan Daerah dan atau Negara (Importir) masih merupakan pilihan utama sampai sekarang ini diakrenakan pengangkutan melalui laut relative lebih murah dengan kapasitas volume pengangkutan yang besar. Pihak-pihak yang terlibat dalam pengangkutan laut pada prinsipnya adalah Shipper dan atau Eksportir sebagai Pengirim Barang, Shipping Line sebagai Pengangkut, Consignee dan atau Importir sebagai Penerima Barang disamping adanya Trucking, Container Freight Station/Warehousing & Pelabuhan (Port Authority). Salah satu persengketaan yang sering timbul di dalam pengangkutan



laut adalah adanya kerusakan barang yang menimbulkan hak tuntutan ganti rugi dari pemilik barang kepada pengangkut. Timbulnya claim-claim dari pemilik barang berupa kerusakan barang menjadi bagian yang tak kalah penting untuk diperhatikan oleh para pihak yang terlibat dalam proses pengangkutan untuk dapat menentukan pihak mana yang benar-benar bertanggung jawab terhadap tuntutan ganti rugi atas kerusakan barang tersebut. Menentukan Pihak Yang Bertanggung Jawab Untuk dapat menentukan pihak mana yang bertanggung jawab, maka harus dilihat Proses Operasional dari barang Eksportir sejak dari gudangnya/gudang CFS (Container Freight Station - Konsolidasi) sampai dengan gudang Importir/gudang CFS – Dekonsolidasi). Secara garis besar proses operasionalnya adalah : Pertama, Eksportir akan memuat (Stuffing) kargonya kedalam Kontainer di gudangnya/gudang CFS, pihak yang terlibat disini adalah Eksportir atau Warehousing. Kedua, kargo dibawa dengan truk ke Container Yard pelabuhan muat (Port of Loading), pihak yang terlibat adalah Perusahaan Trucking & Pelabuhan Muat. Ketiga, kargo dimuat ke atas kapal & dibongkar di Container Yard Pelabuhan Bongkar (Port of Dischange), yang terlibat adalah Perusahaan Pelayaran (Shiping Line) & Pihak pelabuhan Bongkar. Keempat, kargo dibawa ke gudang dengan truk menuju ke gudang Importir/Gudang CFS, pihak yang terlibat adalah Perusahaan Perusahaan Trucking dan Importir/Warehousing. Untuk melaksanakan pengangkutan tersebut maka pihak Eksportir & Importir biasanya akan mensubkontrakkan ke satu pihak yaitu Freight Forwarder, kemudian Freight Forwarder akan mensubkontrakkan ke pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengangkutan seperti disebut dalam tahap pertama sampai dengan tahap keempat. Melihat dari proses tersebut maka potensi terjadinya kerusakan kargo ada pada setiap tahap tersebut & pihak-pihak yang terlibat tersebut adalah pihak yang berpotensi untuk bertanggung jawab. Oleh karenanya untuk dapat menetukan pihak yang bertanggung jawab atas kerusakan barang maka secara tekhnis operasonal dalam setiap proses peralihan dari satu pihak ke pihak lainnya (misal dari pihak Trucking ke pihak Pelabuhan Muat) akan diterbitkan dokumen yang melindungi proses peralihan tersebut apakah kargo diterima dari pihak Trucking ke pihak Pelabuhan Muat dalam kondisi baik (Sound Condition) atau ada kerusakan. Jika dalam keadaan baik maka tanggung jawab beralih ke pihak pelabuhan muat atau apabila kargo dalam kondisi ada kerusakan maka ada dokumen yang menyatakan bahwa kargo dalam kondisi rusak dalam penguasaan pihak Trucking sehingga pihak Pelabuhan Muat tidak



bertanggung jawab. Oleh karena itu setiap pihak yang terlibat dalam proses peralihan kargo harus berhati-hati dengan mengadakan pengecekan yaitu dalam kondisi apakah kargo sebelum ada didalam penguasaanya. Karena jika dalam proses peralihan tersebut kondisi kargo dalam keadaan ada kerusakan atau rusak tetapi dinyatakan dalam keadaan baik maka resiko & tanggung jawab akan beralih pada pihak-pihak berikutnya. Pada prakteknya tuntutan ganti atau klaim kargo akan diajukan kepada pihak yang terakhir menguasai kargo tersebut atau dengan melihat karakeristik kerusakannya misal apabila ada kerusakan basah (Wet Damage) kepada pihak pelayaran. 2. Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak dalam Asuransi Laut 1. Penanggung Penanggung (Insurer), yaitu pihak yang menerima pengalihan resiko yang mungkin dihadapi oleh Tertanggung. Hak utama dari seorang Penanggung adalah mendapatkan premi dalam jumlah yang telah ditentukan, dan kewajibannya adalah memberikan penggantian kepada Tertanggung karena sesuatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan diderita. 2. Tertanggung Tertanggung (insured), yaitu pihak yang mengalihkan risiko yang mungkin dihadapinya. Kewajiban dan hak yang paling utama dari tertanggung adalah membayar sejumlah tertentu, serta mengajukan klaim kepada Penanggung apabila resiko yang dipertanggungkannya benar-benar terjadi. 3. Manfaat Asuransi 1. Bagi Penanggung Kesediaan penanggung untuk memberikan proteksi atas resiko yang dialihkan oleh Tertanggung dikarenakan premi yang diperoleh dari Tertanggung sendiri, sebagai balas jasa proteksi asuransi selama periode pertanggungan. Premi disini mencerminkan besarnya biaya-biaya dan keuntungan yang diharapkan oleh Penanggung dalam produksi jasa-jasa asuransinya. 2. Bagi Tertanggung Manfaat asuransi bagi tertanggung (khususnya bagi pengusaha) adalah menambah efisiensi atau menguntungkan. Sebab apabila kepentingan yang di asuransikan terkena resiko dan mengakibatkan kerugian yang paling besar, maka pemiliknya akan mendapatkan ganti rugi hanya dengan membayar premi yang jumlahnya sedikit, dan juga para pengusaha tidak perlu ragu-ragu untuk melakukan kegiatan usahanya, karena telah terhindar dari resiko kerugian dan kemacetan



perkembangan usahanya dikemudian hari. 4. Prinsip Dasar Asuransi Prinsip-prinsip dasar penutupan asuransi merupakan dasar persetujuan asuransi yang harus diperhatikan dan dipenuhi oleh Tertanggung dan Penanggung serta merupakan prinsip yang mengikat kedua belah pihak. meskipun tidak dinyatakan secara tertulis dalam polis (Implied Conditions), yakni sebagai berikut : Kepentingan Yang Di Asuransikan (Principles of Insurable Interest) Menurut prinsip Insurable Interest dalam asuransi laut, tertanggung hanya boleh melakukan penutupan asuransi atau objek pertanggungan apabila ia mempunyai kepentingan (Interest) yang dapat di asuransikan. Itikad Baik (Principles of Utmost Good Faith) Menurut prinsip ini penutupan asuransi baru di anggap sah secara hukum apabila dilakukan atas dasar itikad baik dari kedua belah pihak, yakni Tertanggung dan Penanggung. Indemnitas (Principles of Indemnity) Menurut Principle of Indemnity, perusahaan asuransi menjamin pihak tertanggung mendapat ganti rugi jika terjadi resiko atas kepentingan yang diasuransikan. Subrogasi (Principles of Subrogation) Berdasarkan Principle of Subrogation ini, apabila tertanggung mendapat penggantian dari satu pihak atas dasar indemnity, maka ia tidak lagi berhak memperoleh dari pihak lain. Proxima Causa (Principles of Proximate Cause) Dalam prinsip ini, Penanggung hanya menerima pengajuan klaim atau tertanggung hanya berhak mendapat ganti rugi apabila terbukti bahwa kerugian tersebut terjadi dari resiko yang dijamin dalam polis. 5. Objek Asuransi Laut Objek pertanggungan atau kepentingan-kepentingan yang dapat dipertanggungkan serta yang merupakan jenis asuransi laut (Marine Insurance), meliputi : Barang dan kepentingan yang melekat didalamnya (Marine Cargo Insurance). Barang dan kepentingan yang ada didalamnya, meliputi : a. Cargo, harga beli barang itu sendiri; b. Freight, biaya pengiriman atau ongkos kapal; c. Forwarding Expenses, ongkos pembongkaran dan pengurusan barang; d. Premi Asuransi; e. Imaginary Profit, keuntungan yang diharapkan; f. Cash in Transit. Kapal dan segala kepentingan yang melekat didalamnya (Marine Hull and



Machinary Insurance) Kepentingan yang berhubungan dengan kapal secara garis besarnya dapat dikategorikan atas 2 (dua) kelompok kepentingan yang melekat didalamnya sebagai berikut : a. Kepentingan dari pemilik kapal akibat rusaknya kapal serta kerugian-kerugian lainnya yang langsung diderita pemiliknya. b. Kerugian pemilik kapal akibat tanggungjawabnya kepada pihak lain yang terjadi selama ia mengoperasikan kapalnya 3. Kontrak Asuransi Laut Menurut pasal 255 KUH Dagang, perjanjian asuransi akan berlaku/sah jika sudah dinyatakan dalam suatu perjanjian tertulis yang disebut Polis (Policy) dan dibubuhi Bea Materai secukupnya. 1. Macam-macam Polis Macam-macam polis yang biasanya dipergunakan diantaranya : a.



Polis Berjangka (Time Policy) Polis Berjangka (Time Policy) adalah polis yang menutup pertanggungan untuk suatu jangka waktu tertentu (biasanya selama 6 bulan, dan



seterusnya). b. Polis Perjalanan (Voyage Policy) Polis Perjalanan (Voyage Policy) adalah polis yang menutup pertanggungan selama perjalanan tertentu dari satu tempat ke tempat lain tanpa menghiraukan lama waktunya. c.



Polis Campuran (Mixed Policy) Polis Campuran (Mixed Policy) adalah campuran antara Polis Berjangka



dan Polis Perjalanan. d. Open Policy atau Floating Policy Open Policy adalah polis yang menutup pertanggungan sejumlah barang yang pengapalannya akan ditentukan kemudian. e. Open Cover Open cover adalah suatu polis yang menutup sejumlah barang dalam jangka waktu tertentu sedangkan pelaksanaannya akan ditentukan sesudah pengapalannya. 4. Isi Polis Polis adalah suatu kontrak dan harus di isi secara lengkap mengenai pokok persetujuan kedua belah pihak mengenai hak dan kewajibannya. Sesuai dengan pasal 256 KUH Dagang, yang harus dicantumkan dalam polis asuransi adalah : a. Nama penanggung atau nama orang-orang yang menanggung; b.



Nama tertanggung;



c.



Keterangan lengkap mengenai objek yang ditutup;



d. Jumlah uang pertanggungan (uang asuransi); e. Bahaya atau resiko yang ditutup (resiko-resiko yang dijamin); f. Jangka waktu pertanggungan (mulai dan berakhirnya) g. Premi pertanggungan; h. Semua hal dan keadaan penting bagi suatu pertanggungan serta persetujuan lain yang telah dicapai antara pihak-pihak yang bersangkutan. Masa Berlakunya Pertanggungan Tentang kapan berlakunya pertanggungan dan saat tidak berlakunya ini ditentukan oleh Pasal-pasal 624 sampai dengan Pasal 634 KUHD. Pasal 624, dalam hal pertanggungan atas sebuah kapal maka bahaya mulai berjalan bagi si yang menanggung semenjak saat nahkoda mulai dengan pemuatan barang-barang dagangan; atau apabila ia diwajibkan berangkat hanya dengan membawa bahan pemberat, pada saat dimulainya memuat bahan tersebut. Pasal 625, dalam pertangungan yang disebutkan yang lalu bahaya bagi pihak yang menanggung berakhir dalam jangka waktu 21 hari setelah barang-barangnya dipertanggungkan sampai di tempat tujuan, atau sekian hari lebih cepat setelah barang-barang sebuah muatan tersebut dibongkar. Pasal 626, dalam halnya sebuah kapal dipetanggungkan untuk sebuah perjalanan pergi-pulang, atau untuk lebih dari suatu perjalanan, maka pihak yang menanggung, selamam itu menanggung bahaya sampai dengan 21 hari semenjak diselesaikannya perjalanan teakhir, atau beberapa hari lebih cepat setelah barang-barang muatan terakhir setelah dibongkar. Pasal 627, apabila yang diasuransikan itu adalah barang-barang dagangan atau barng-barang lainnya, maka bahaya mulai berjalan atas tanggungan pihak yang menanggung segera setelah barang-barang itu di bawanya ke tepi laut, untuk selanjutnya tempat itu dimuat atau dinaikkan ke dalam kapal-kapal yang akan mengangkutnya. Pasal 628, jika yang diauransikan itu adalah barang-barang dagangan atau barang-barang lainnya, maka bahaya itu berlangsung terus tanpa henti, meskipun



nakhoda



telah



dengan



terpaksa



melakukan



pelabuhan



darurat,



membongkar muatan dan memperbaiki kapalnya di situ, hingga perjalanannya dihentikan secara sah oleh pihak yang ditanggung diberikan perintah untuk tidak lagi memuat barang-barangnya ke kapal, ataupun pelayaran itu diselesaikan sama sekali. Pasal 629, jika nakhoda atau pihak yang ditanggung atas barang-barang, karena alasan-alasan yang sah tidak dapat membongkar muatan dalam jangka waktu seperti ditetapkan Pasal 627, sedangkan mereka tidak bersalah atas keterlambatan itu, bahaya bagi pihak yang menanggung tetap berlangsung sampai saat selesainya dibongkar barang-barang tersebut. Dalam pasal-pasal berikutnya lihat pada KUH Dagang.



Berakhirnya Polis Berakhirnya polis asuransi dapat terjadi karena hal berikut : a.



Batal/berakhir sebelum waktunya : 1. Tertanggung memberikan keterangan-keterangan yang salah (tidak ada itikad baik/utmost good faith). 2.



Tertanggung tidak mempunyai kepentingan yang di asuransikan (Insurable Interest).



3.



Terjadinya penyimpangan dari ketentuan polis, seperti penyimpangan dalam hal dan percobaan perjalanan yang tidak sesuai dengan ketentuan polis.



4.



Perjalanan dihentikan sebelum waktunya (berlaku untuk Polis Perjalanan).



5. Apabila salah satu pihak membatalkan sebelum waktunya. b. Berakhir secara wajar : 1. Jika perjalanan telah selesai (berlaku untuk Polis Perjalanan). 2. Jika tanggal jatuh tempo telah sampai (berlaku untuk Polis Berjangka). 3. Setelah penanggung membayar total kerugian klaim. 4. Jika pembatalan dilakukan oleh kedua belah pihak. 6. Klaim Asuransi Laut Klaim dalam asuransi ialah tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh Tertanggung kepada Penanggung karena kepentingan yang di suransikan mengalami kerugian atau kerusakan atas barang yang dipertanggungkannya akibat dari suatu peristiwa selama barang dalam proses pengangkutan. 1. Prosedur Pengajuan Penyelesaian Klaim a. Pemberitahuan kerugian. b. Survey kerusakan dan kerugian. c. Mengusahakan kelengkapan dokumen pendukung klaim. 2. Dokumen-dokumen Pendukung Klaim Asuransi a. Polis asuransi atau sertifikat asuransi. b. Faktur dan daftar perincian barang, meliputi jenis pengepakkannya, dan sebagainya. c. Laporan survey. d. Surat-menyurat dengan pihak-pihak lain yang berhubungan dengan penyebab kerugian. e. Dokumen klaim asuransi lainnya. 7. Resiko-resiko dalam Asuransi Laut 1. Kebakaran Ada banyak hal yang menimbulkan kecelakaan, antara lain : a. Akibat kecelakaan; b. Akibat kesalahan awak kapal;



c. Akibat salah satu barang terbakar sendiri; d. Akibat halilintar; e.



Akibat lain yang tidak dapat diketahui penyebabnya. Sering pula ada pihak penanggung menolak atas klaim yang timbul, penanggunglah yang harus membuktikannya, untuk mengindari



maka



pertengkaran-pertengkaran yang mungkin akan terjadi. 2. Barraty Kecurangan nahkoda dan/atau kru kapal untuk mengambil alih kapal dari pemiliknya dan kemudian menguasainya dan menggunakan/membawa kapal tersebut ketempat yang tidak disetujui pemiliknya. 3. Thieves Yang ditutup, atau di berikan ganti ruginya oleh asuransi hanyalah pencurian yang dilakukan secara diam-diam. Resiko pencurian tidak termasuk kecurian biasa. 4. Jettison Jettison adalah membuang barang ke laut guna penyelamatan kepentingan umum kapal dan barang-barang lainnya. Mengenai resiko-resiko tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa : a. Resiko yang di alami sebagai suatu bencana yang di akibatkan oleh alat pengangkutnya, seperti kandas, kebocoran, tenggelam, tabrakan, terbalik, dan lain-lain. b. Perlakuan dalam menangani secara tidak bertanggungjawab/sembrono (Rough Handling), seperti perlakuan disaat muat/bongkar oleh buruh di pelabuhan atau di gudang. c.



Pencurian serta bencana di kapal, tempat penimbunan, atau disaat muat/bongkar.



d. Kesalahan pada saat muat/bongkar. e. Kemasan yang tidak memenuhi persyaratan standar. f. Tempat penimbunan yang tidak memenuhi syarat. g. Bahaya perang, huru-hara, kerusuhan dan pemogokan di pelabuhan. h. Karena watak pada barang itu sendiri. i.



Akibat perbaruan barang dari berbagai jenis sehingga dapat menimbulkan kontaminasi.



6. Premi Asuransi Laut Premi asuransi (Insurance Premium) adalah sejumlah uang yang dibayarkan oleh Tertanggung kepada Penanggung sebagai imbalan dari kesediaan Penanggung mengambil alih resiko yang mungkin akan dihadapi oleh Tertanggung. Perbedaan pokok antara golongan asuransi jumlah (misalnya asuransi jiwa) dengan golongan asuransi kerugian (misalnya asuransi pengangkutan laut)



terletak pada fungsi premi. Pada asuransi jiwa, premi berfungsi sebagai tabungan dan sebagai harga jasa proteksi asuransi. Sedangkan pada asuransi laut, fungsi premi asuransi hanya sebagai harga dari jasa proteksi asuransi yang diberikan oleh pihak Penanggung selama jangka waktu kontrak (masa berlakunya jaminan polis).



2.4



Pengajuan Klaim & Problematika Pembuktian Shipper dan atau Eksportir atau Consignee dan atau Importir pada



umunya akan mengasuransikan kargonya, sehingga apabila terjadi kerusakan sesuai dengan yang diperjanjikan di dalam polis maka asuransi akan memberikan ganti kerugian dan berdasarkan Subrogation Letter, maka pihak Shipper/Consignee's Insurance akan mengajukan tuntutan ganti rugi ke pihak yang berdasarkan pembuktiannya dianggap bertanggung jawab. Di dalam prakteknya perusahaan asuransi akan menguasakan kepada Recovery Agent. Yang menjadi persoalan adalah bahwa pihak yang dituntut, dalam hal ini akan diambil contoh missal Shipping Line dengan asumsi bahwa tanggung jawabnya adalah Tacke to Takle merasa bahwa ketika barang dalam penguasaanya tidak terjadi peristiwa atau incident yang menimbulkan kerusakan pada barang. Berdasarkan hal tersebut maka Shipping Line sebagai Carrier tentu akan membuktikan bahwa ketika kargo di atas kapal tidak terjadi peristiwa apapun yang mengakibatkan kerusakan dan atau kerugian (Loss & Damage). Sebab di dalam prakteknya apabila terjadi suatu peristiwa di atas kapal termasuk jika berakibat pada rusaknya barang misal kapal bocor sehingga kargo basah, atau terkena topan sehingga kargo tercebur ke laut (Loss Over Board) maka Nahkoda Kapal (Master of Vessel) akan menerbitkan Master Statemant yang menyatakan adanya peristiwa tertentu, waktu, tempat & akibatnya. Seperti disebutkan bahwa setiap peralihan dari satu pihak ke pihak lain ada dokumen yang melindunginya & apabila dikaitkan dengan kasus tuntutan ganti rugi ke Pelayaran (Shipping Line) diatas maka apabila kargo pada saat diterima oleh Shipping Line dianggap Sound Condition maka pihak pelayaran sebagai Carrier akan menerbitkan Clean Bill of Lading. Hal tersebut dianggap oleh pihak yang mengajukan klaim bahwa Carrier menerima kargo dalam kondisi baik tanpa pengecualian & apabila pada saat dibongkar ada kerusakan maka kerusakan itu dianggap terjadi pada saat kargo ada dalam penguasaan Pelayaran (Shipping Line) sebagai Carrier (In Carrier Care & Custody). Tentu terhadap hal ini pelayaran sebagai Carrier akan mengacu pada klausul-klausul yang terdapat di dalam Bill of Lading yaitu dengan kemungkinan bahwa Carrier menganggap bahwa kargo sebelum dimuat di atas kapal dalam kondisi Latent Defect (cacat tersembunyi) yang tidak dapat diketahui oleh Carrier dan atau agennya dengan pengamatan yang sewajarnya (Due Diligence), atau Carrier menganggap bahwa Shipper lalai



menyediakan kargo yang layak untuk diangkut (Sea Worthy). Hal tersebut menjadi satu contoh yang pada umunya dimana para pihak di dalam proses pengangkutan akan selalu merasa bahwa pihanya tidak bersalah terhadap kerusakan dan atau kerugian terhadap kargo ketika di dalam penguasaannya. Hal ini terjadi dikarenakan kekurangcermatan & kehati-hatian proses pengecekan pada proses peralihan kargo dari satu pihak ke pihak lain untuk menentukan kondisi kargo dalam keadaan baik atau ada kerusakan sebelum beralih ke pihak berikutnya. Untuk memperbaiki keadaan tersebut maka hal-hal yang perlu dilakukan adalah : Pertama, meningkatkan kecermatan & kehati-hatian pengecekan kargo di dalam proses peralihan dari satu pihak ke pihak lainnya sehingga apabila ada kerusakan bisa segera diketahui & ditentukan pihak yang sebenarnya harus bertanggung jawab. Kedua, memperjelas hukum perjanjian yang disepakati oleh pihak pemilik barang dengan pengangkut yang berkaitan dengan klausul pengajuan klaim dan tuntutan ganti rugi yang memperjelas jenis-jenis kerusakan seperti apa yang bisa dituntut & dipertanggungjawabkan oleh pemilik barang kepada pengangkut. Kerugian yang diderita akibat dari kecelakaan di laut : 1.



TOTAL LOSS Suatu kerugian/kerusakan dikatakan Total Loss apabila barang tersebut



hancur total, tidak berbentuk sama sekali, musnah seluruhnya, kegunaannya hilang sama sekali. Pengertian Total Loss ini dibagi dalam 2 (dua) yaitu 1. Actual Total Loss. Apabila kerugian atau kerusakan yang diderita barang tersebut hancur total, tidak berbentuk sama sekali, musnah seluruhnya, yang berarti bahwa kerugian tersebut 100 % disebabkan oleh perils yang dijamin. 2. Contructive Total Loss. Apabila biaya perbaikkan atau pemulihan barang tersebut melebihi harga barang tersebut dipasaran dimana barang tersebut berada, maka secara konstruktif keru-gian tersebut dikatakan Kerugian Total.Harga barang dipasaran berarti Nilai barang + Freight + Tax etc. Dapat pula dikatakan Constructive Total Loss dalam hal kerugian/kerusakan barang yang diderita ditambah dengan biaya penyelamatan (Salvage charges) lebih besar dari 100% Nilai barang tersebut dipasaran dimana barang tersebut berada. 2. PARTIAL LOSS. Kerugian sebagian atau kerugian/kerusakan yang timbul lebih kecil



dari pada Nilai barang tersebut. Klaim Partial Loss ini dibagi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu: a.



Particular Average (Kerugian khusus sebagian). Kerugian/kerusakan sebagian atas barang-barang yang disebabkan oleh



sesuatu bahaya yang dijamin dalam polis (accidental caused), yaitu kerugian yang diderita oleh orang-orang tertentu saja secara khusus, tidak melibatkan seluruh pihak yang ada atau terlibat dalam pengangkutan tersebut. Pihak-pihak yang terlibat dalam suatu pengangkutan adalah -. Pemilik kapal (Owner of the vessel) -. Pemilik Uang tambang (Freight forwarder) -. Pemilik Cargo Jadi kerugian tersebut dikelompokan dalam Particular Average apabila kerugian atau kerusakan tersebut hanya melibatkan Pemilik kapal saja atau Pemilik barang saja atau yang mempunyai kepentingan dalam uang tambang (Freight). Particular Average dibagi dalam 2 jenis, yaitu : · Kekurangan (Shortage). Dalam hal ini, penyelesaiannya dilakukan berdasarkan Pertanggungan dari barang yang kurang diserahkan tersebut. ·



Harga



Kerusakan (Damage). Penyelesaian kerugian ditempuh dengan dua cara, yaitu : v Mengganti Nilai kerugian atas barang-barang yang rusak tersebut. v Memperbaiki barang yang rusak tersebut dan mengembalikannya ke posisi semula.



Pengeluaran-pengeluaran biaya yang dilakukan oleh tertanggung untuk menyela-matkan atau mengurangi kemungkinan kerugian yang lebih besar (Particular Charges) adakalanya dimasukkan juga sebagai bagian dari particular Average). Particular Charges yang dapat dianggap sebagai bagian dari Particular Average hanyalah pengeluaran-pengeluaran yang secara wajar dilakukan oleh Tertang-gung atau wakilnya, dan tidak termasuk pengeluaran yang dibayarkan kepada pihak lain yang memberikan bantuannya atas dasar kontrak. Misalnya kapal kandas, untuk melepaskan kapal dari kekandasannya, maka ada pihak lain yang menarik kapal tersebut, biaya ini tidak dianggap sebagai Particular Average melainkan General Average. b. General Average (Kerugian Umum). Kerugian Umum (General Average) adalah suatu kerugian yang dipikul bersama oleh pihak-pihak yang terlibat atau mempunyai kepentingan dalam pengangkutan tersebut sewaktu kejadian terjadi. Jadi kerugian yang terjadi dipikul bersama antara : Pemilik Kapal, Freight dan Pemilik cargo/barang yang diangkut.



Macam-macam kerugian dalam General Average, yaitu : · Pengorbanan (Sacrifice) Apabila bagian dari kapal atau sebagian dari cargo/barang sengaja dirusak atau dikorbankan untuk kepentingan penyelamatan yang lain. contoh : a. Membuang barang kelaut (Jettison). b. Barang-barang yang rusak kena air sewaktu mematikan api yang terjadi diatas kapal. c. Sengaja merusak bagian kapal demi untuk penyelamatan d. ·



Kerusakan mesin dalam usaha reflosting karena kapal kandas, dan



sebagainya. Biaya-biaya yang dikeluarkan (Expenditure). Sejumlah biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan penyelamatan. Contoh : a. Biaya bongkar/muat barang karena kapal kandas. b.



Ongkos sewa gudang untuk menyimpan barang sewaktu perbaikan kapal yang rusak.



c.



Ongkos menarik kapal yang memuat barang dan berada dalam keadaan bahaya, dan sebagainya.



Tidak semua pengorbanan (Sacrifice) dan biaya-biaya (Expenditure) yang dilakukan untuk kepentingan penyelamatan dapat dibebankan kepada kepentingan lain yang ada diatas kapal, yang dapat dibebankan dan dikontri-busikan oleh kepentingan lain hanyalah kerugian yang dikeluarkan sebagai akibat tindakan dalam General Average. Macam kerugian yang dapat digolongkan kedalam Kerugian Umum (General Average) diatur dalam Pasal 699 KUHD. Persyaratan suatu kerugian dikatakan sebagai Kerugian Umum (General Average): ·



Harus ada bahaya



·



Bahaya tersebut mengancam keselamatan semua pihak



·



Harus ada pengorbanan yang sengaja dilakukan



·



Pengorbanan tersebut dilakukan untuk kepentingan seluruh pihak



·



Pengorbanan yang dilakukan harus wajar dan dapat dipertanggungjawabkan.



·



Usaha penyelamatan yang dilakukan dengan adanya pengorbanan atau



·



pengeluaran biaya tersebut haruslah berhasil. Kerugian yang terjadi haruslah sebagai akibat langsung dari tindakan General Average.



Kontribusi Kerugian Umum (General Average)



Pada dasarnya semua kepentingan yang selamat dari adanya tindakan General Average wajib membayar kontribusi untuk kerugian yang terjadi dalam General Average termaksud, pihak-pihak tersebut adalah : 1. Pemilik kapal 2. Pemilik barang/cargo yang ada diatas kapal pada saat kejadian. 3. Uang tambang (Freight) yang akan diterima. Sedangkan kepentingan yang tidak turut membayar kontribusi antara lain: 1. Benda-benda pos yang diangkut oleh kapal yang bersangkutan. 2. Barang-barang milik pribadi dari anak buah kapal (crew). 3. Barang-barang milik pribadi dari penumpang yang dimuat tanpa Bill of Lading. 4. Jiwa manusia. COLLISION LIABILITY. Kerugian sebagai akibat tabrakan kapal tetap dijamin dalam kondisi polis, hal ini tertuang dalam clause 3 dari ICC 1/1/82 baik untuk kondisi ICC”A”; “B” maupun “C”. Yang berbunyi : Asuransi ini juga mengganti kerugian pada tertanggung atas bagian barang tanggungan dibawah kontrak pengangkutan dengan klausula “Tabrakan dimana kedua pihak bersalah” dalam hubungan dengan kerugian yang ditemukan kembali seperti tersebut dalam klausula ini. Dalam hal terjadinya klaim oleh pemilik kapal dalam klausula ini Tertanggung setuju untuk memberitahukan Perusahaan Asuransi yang akan mempunyai hak atas biaya mereka sendiri dan membela kepentingan Tertanggung mengenai klaim.



4. Presumed total loss Jika kapal hilang dan setelah jangka waktu tertentu tidak ada berita, maka keadaan demikian dianggap (presumed) kapal mengalami kerugian total. Untuk pelayaran di dalam wilayah Indonesia, pasal 667 KUHD menetapkan jangka waktu 6 bulan.



5. Abandonmen Abandonmen atau pelepasan hak milik terjadi jika penanggung telah membayar ganti rugi kepada tertanggung atas interest yang mengalami total loss. Abandonmen merupakan hak dari tertanggung untuk memperoleh ganti rugi dari penanggung atas interestnya yang telah merupakan total loss, juga merupakan kewajiban tertanggung untuk menyerahkan sisa dari interest tersebut kepada penanggung (kalau masih ada sisanya, misalnya kerangka kapal). Dalam ATL, abandonmen dapat dilakukan oleh tertanggung tanpa membuat notice of abandonmen, sedangkan untuk constructive total loss harus dibuat notice of abandonment. Kapal yang mengalami CTL dapat diperlakukan



sebagai total loss, jika notice of abandonment telah diterima dan disetujui (tertulis) oleh penanggung. Kalau telah dipenuhi syarat-syarat total loss dan bahaya yang mengakibatkan total loss adalah bahaya yang ditanggung oleh polis, maka tertanggung dapat menyerahkan hak milik (abandonment) atas kapal tersebut kepeda penanggung dan menuntut ganti rugi (claim). Dalam mengajukan tuntutan ganti rugi, tertanggung harus menyediakan dokumen-dokumen



polis asli dan surat subrigasi, kisah kapal (Note of Protest),



Notice of Abandonment (untuk CTL), surat keterangan dengan sumpah (kejadiankejadian), sertifikat kelaikan dan bukti-bukti. Tanpa Notice of Abandonment kerugian akan dianggap sebagai partial loss (kapal tetap milik tertanggung).



6. Protection and Indemnity Club



Oleh karena tidak semua peristiwa yang mengakibatkan kerugian dapat



ditutup pertanggungannya, mengingkat penanggung tidak bersedia menanggung risiko atas beberapa peristiwa tertentu, sehingga pada polis beberapa syarat membebaskan penanggung dari kewajiban membayar ganti rugi. Untuk menghadapi keadaan demikian para pemilik kapal membentuk suatu perkumpulan antara sesama mereka yang berfungsi menanggung kerugian yang tidak mendapat ganti rugi dari penanggung (underwriter) dengan nama perkumpulan perlindungan dan jaminan (P & I Club). 1. Untuk perlindungan (protection) ·



Tubrukan kapal. Biasanya yang diganti oleh penanggung hanya ¾ bagian dari kerugian (RDC ¾). Sisa kerugian diganti oleh P & I Club;



·



Korban jiwa dan kecelakaan orang;



·



Perawatan awak kapal;



·



Pengangkatan kerangka kapal;



·



Benturan dengan dermaga;



·



Kerusakan pada muatan akibat kesalahan navigasi;



·



Pencemaran minyak, khususnya untuk tanker;



·



Biaya-biaya lain yang tidak diberikan ganti rugi oleh penanggung; (underwriter) .



2. Untuk jaminan (indemnity) · ·



Kesalahan penyerahan barang (wrong, short or mixed delivery of cargo); Tanggung-jawab kapal menyusul tubrukan yang tidak ditampung oleh



·



penanggung / asuransi; Denda akibat pelanggaran peraturan pabean, imigrasi dll;



·



Biaya menghadapi claim muatan; Biaya mengamankan dan menolak claim tidak ada kaitannya dengan



claim-claim



komersial



biasa,



melainkan



hanyalah



menyangkut



claim



yang



bermanfaat bagi kepentingan semua pemilik kapal. Dalam memperjuangkan perkara-perkara tersebut yang biasanya dijadikan “test case”, tujuannya adalah dapatnya dilegalisir dalam bentuk peraturan untuk digunakan dikemudian hari. Ganti rugi atas keruskan barang yang menjadi beban P & I Club terbatas pada kontrak pengangkutannya. Pengeluaran yang melebihi kontrak tersebut menjadi beban pihak pemilik. Satu dan lain hal karena dasar tanggung-jawab yang diberikan oleh P & I Club kepada anggotanya pada umumnya adalah berdasarkan Yuridis.



2.5 Prosedur Pengajuan Klaim 1. Kewajiban Tertanggung a.



Tertanggung harus segera melaporkan klaim atas kejadian yang dialaminya ke pihak asuransi Cabang dan Kantor Pemasaran terdekat. Pelaporan klaim maksimum 7 hari setelah diketahui terjadinya kerusakan dan atau kehilangan barang. Dalam hal ini, berkas diserahkan ke bagian administrasi umum agar segera disampaikan ke bagian klaim.



b.



Sebagai persyaratan kelengkapan berkas, bagian administrasi umum menyerahkan blanko klaim asuransi pengangkutan muatan laut (Marine Cargo) kepada tertanggung yang wajib diisi oleh tertanggung. Setelah semua berkas dilengkapi dan diterima oleh administrasi umum, untuk selanjutnya diserahkan ke bagian klaim guna diperiksa lebih lanjut.



c.



Bagian klaim untuk selanjutnya akan segera melakukan survei untuk mengetahui penyebab kerusakan dan berapa nilai barang yang harus diganti. Tertanggung berkewajiban untuk memberi kesempatan kepada Bagian Klaim (Survey Agent) yang ditunjuk untuk memeriksa kerusakan barang, kerusakan kapal, wawancara dengan Nahkoda dan atau ABK atau pihak-pihak lain yang terkait.



d.



Setelah survei dilakukan, Bagian Klaim (Survey Agent) akan segera melaporkan hasil survei dan kelengkapan berkas terkait kepada Pimpinan guna mendapatkan persetujuan pembayaran klaim.



e.



Jika semua persyaratan sudah lengkap dan hasil survey telah terbukti kebenarannya, maka pihak penanggung dalam hal ini disebut Pimpinan, segera mengirimkan semua berkas yang diperlukan ke kantor cabang yang



f.



berada di Surabaya. Setelah kantor cabang menerima berkas-berkas tersebut, pihak kantor cabang akan melakukan survei kembali ke pelabuhan untuk memastikan kebenaran dari berkas – berkas tersebut.



g.



Jika persyaratan yang diterima oleh kantor cabang telah sesuai, untuk selanjutnya pihak kantor cabang melaporkan pengajuan klaim ke kantor pusat yang berada di Jakarta.



h.



Jika semua berkas dan persyaratannya telah lengkap dan akurat, pihak



kantor pusat menyatakan bahwa data yang diberikan telah sesuai dan disetujui. i.



Pihak kantor pusat akan memproses uang pertanggungan dalam kurun waktu 10 (sepuluh) hari kerja.



j.



Jika proses yang diperlukan telah selesai, maka pihak kantor pusat langsung mengirimkan uang pertanggungan ke kantor cabang, kantor asuransi terdekat dengan domisili tertanggung melalui rekening bank. Kemudian pihak kantor pusat segera memberikan informasi kepada pihak cabang bahwa uang pertanggungan tersebut telah dikirimkan.



k.



Setelah uang pertanggungan diterima oleh kantor cabang, maka dalam hal ini adalah bagian Administrasi Keuangan akan membuatkan kwitansi pencairan klaim.



l.



Selanjutnya bagian Administrasi Keuangan menyerahkan uang pertanggungan beserta kwitansinya ke Bagian Administrasi Umum, yang kemudian akan diserahkan ke klaien.



2. Dokumen Pendukung Klaim Dokumen pendukung klaim adalah dokumen-dokumen yang ikut mendukung klaim yang timbul baik dilihat dari pembuktian terjadinya kerugian maupun tentang persyaratan-persyaratan yang berhubungan dengan pengangkutan dan tata-niaga barang-barang yang dipertanggungkan termasuk dokumen-dokumen yang mendukung besarnya nilai kerugian. Adapun dokumen-dokumen pendukung klaim Asuransi Pengangkutan Barang melalui laut adalah : 1. Invoice. Dokumen yang berisikan jumlah, jenis barang dan harga barang atas objek pertanggungan yang akan dikirim. 2. Packing List. Dokumen yang menerangkan rincian barng per-peti/per-kolli. 3. Certificate of Packing. Persyaratan pembungkus yang laik (sufficient packing) suatu barang sudah diten-tukan standardnya yang bertujuan untuk melindungi keselamatan barang dalam proses pengangkutan yang biasa disebut Seaworthy Packing. Yang mengeluarkan Certificate of packing ini adalah perusahaan Proffesional yang telah mengetahui metode pembungkus untuk setiap barang sesuai dengan sifat dan karakteristik barang yang dibungkusnya. 4. Bill of Loading (B/L)



Untuk mengetahui apakah suatu barang telah dimuat dalam kapal, hal ini dapat diketahui dari Bill of Lading, Fungsi dari B/L adalah : · Bukti penerimaan barang diatas kapal (Receipt Cargo on Board) ·



Bukti kontrak pengangkutan (Contract of affreighment).



·



Dapat digunakan sebagai klaim recovery dari perusahaan Pelayaran.



5. Certificate of Origin. Suatu dokumen yang menerangkan asal negara barang yang bersangkutan. 6. Bukti Kekurangan. Bukti kekurangan ini dalam pengangkutan laut biasanya disebut dengan istilah -. “Notice of Shortage”(NoS) atau -. “Certificate of Non Delivery” (CoD) atau -. “Except Bewijs” (E.B.) Contoh : Dalam B/L dikatakan bahwa barang yang dikirim 100 kolli, sewaktu diserahkan dipelabuhan tujuan ternyata hanya 85 kolli untuk barang yang kurang sebanyak 15 kolli, untuk itu dibuatkan bukti kekurangan oleh Perusahaan pengangkutan. 7. Bukti Kerusakan. Bukti kerusakan



ini



adalah



suatu



pernyataan



dari



perusahaan



pengangkutan laut yang menerangkan bahwa barang yang diserahkan mengalami kerusakan. Bukti kerusakan ini biasanya disebut : “Cargo Damage Report” (CDR) atau “Damage Cargo List” (DCL) atau “Claims Contatering Bewijs” (CCB).



8. Laporan Survey (oleh Marine Independent Surveyor (M.I.S.)) Adalah surat pembuktian atas kekurangan atau kerusakan atas barangbarang yang dipertanggungkan, surat ini bisa saja dikeluarkan oleh Marine Independent Surveyor(M.I.S.), seperti Lloyds Agent; Marine Cargo Inspection (MCI) atau International Marine Recoveries (IMR) dll. 9. Laporan Kebenaran Pemeriksaan (LPK). Sesuai



dengan



ketentuan



Inpress



No.4



tahun



1985



tentang



penugasan SGS yang melakukan survey atas barang-barang import Indonesia, maka SGS mengeluar-kan Laporan Kebenaran Pemeriksaan terhadap



barang-barang



import



yang



meliputi



quantity,



harga,



ongkos/biaya pengangkutan dari pada barang tersebut. 10. General Average Declaration. Adalah deklarasi General Average yang dikeluarkan oleh Nahkoda/Shipping Company ke Average Adjuster dalam hal terjadinya General Average 11. Pemberitahuan tabrakan kapal. Adalah surat pemberitahuan adanya tabrakan kapal dari Perusahaan Pelayaran yang mengangkut barang dalam hal terjadinya kasus tabrakan kapal. 12. Original Polis. Adalah suatu bukti tertulis adanya pertanggungan atas pengangkutan barang- barang yang mengalami kerugian atau kerusakan atau kehilangan tersebut. Untuk mengantisipasi banyaknya komplain dari klaimen karena lamanya proses pembayaran klaim asuransi pengangkutan muatan laut (Marine Cargo) yang disebabkan ketidaklengkapan berkas pengajuan klaim, maka sebaiknya pihak asuransi melakukan hal-hal sebagai berikut : 1. Menjelaskan lebih detail kepada calon nasabah yang akan melakukan penutupan asuransi pengangkutan muatan laut (Marine Cargo) tentang prosedur pengajuan klaim asuransi pengangkutan muatan laut (Marine Cargo) dan persyaratan-persyaratan serta kelengkapan berkas yang harus dipenuhi apabila terjadi klaim atas penutupan asuransi pengangkutan muatan laut (Marine Cargo) tersebut. 2.



Mencetak brosur yang bekaitan dengan panduan prosedur pengajuan klaim pengangkutan muatan laut (Marine Cargo) yang dicetak dalam dalam selembar kertas (tidak jadi satu dengan form yang lain) untuk diserahkan kepada nasabah yang akan melakukan penutupan asuransi pengangkutan muatan laut (Marine Cargo) dan kepada nasabah yang mengajukan klaim.



3.



Memilah-memilah masing-masing berkas klaim asuransi pengangkutan muatan laut (Marine Cargo) baik berkas klaim yang belum lengkap, berkas klaim yang sudah lengkap maupun berkas klaim yang sedang menunggu persetujuan bayar dari kantor pusat. Dalam pemisahan berkas ini, disendirikan pada map-map ordner yang sudah diberi keterangan atau indeks.



4.



Menyusun jadwal yang terperinci untuk menghubungi klaimen yang



belum melengkapi berkas pengajuan klaim asuransi pengangkutan muatan laut (Marine Cargo). Misal pada jam-jam saat volume pekerjaan tidak terlalu padat sekitar jam 13.00 setelah istirahat, sehingga tidak mengganggu pekerjaan yang lain. Sehingga klaimen segera melengkapi berkas klaim pengangkutan muatan laut (Marine Cargo).



3.Syarat - Syarat Pertanggungan Laut Pada umumnya sebuah polis berisikan keterikatan-keterikatan baik yang berlaku bagi pihak tertanggung maupun maupun pihak penanggung, antara lain terdiri dari syarat-syarat atau clause: 4.4 Adventure Clause Barang yang dibongkar di pelabuhan substitusi (terdekat) dan akhirnya diangkut ke pelabuhan tujuan sesuai polis, tetap ditanggung oleh penanggung, asalkan pemilik barang segera memberitahukan kepada penanggung atas adanya kejadian (adventure) dan membayar tambahan premi (pertimbangannya adalah kejadian berada diluar pengawasan tertanggung). 4.5 Bailee Clause Premi untuk barratry sangat tinggi, karena merupakan perbuatan salah dari nakhoda / awak kapal yang dengan sengaja merusak / menghancurkan barang dan lain-lain perbuatan sengaja yang melanggar hak pengangkut / pemilik kapal. 4.6 Barratry Clause Premi untuk barratry sangat tinggi, karena merupakan perbuatan salah dari nakhoda / awak kapal yang dengan sengaja merusak / menghancurkan barang dan lain-lain perbuatan sengaja yang melanggar hak pengangkut / pemilik kapal. 4.7 Both to Blame Collision Clause Syarat ini menyangkut tubrukan kapal dan mengatur siapa yang memikul kerugian yang timbul akibat tubrukan tersebut : Di Indonesia, ditentukan tingkat kesalahannya masing:'masing (pasal 537KUHD). Di Amerika Serikat, kedua-duanya memikul kerugian yang sama tanpa memperhatikan tingkat kesalahannya masing-masing. 4.8 Collision Clause Syarat ini mengatur ganti rugi atas kerugian yang dialami, oleh kapal karena menubruk kapal lain. 4.9 Continuation Clause Syarat ini menentukan perpanjangan waktu berlakunya pertanggungan, yang diperlukan jika sekiranya waktu peltanggungan berakhir kapal masih berada di laut.



4.10



Deductible Clause



Syarat ini menentukan bahwa penanggung hanya mengganti rugi bila kerugian jumlahnya diatas jumlah potongan (deduction). Contoh : untuk harga pertanggungan Rp. 200.000,- dengan potongan 3 %, maka kerugian Rp. 4.000,- (2 %) tidak mendapat ganti rugi, sedangkan kerugian Rp. 6.600,- (3,3%) ada ganti ruginya. 4.11 Disbursement Clause Syarat ini membatasi besarnya harga pertanggungan untuk : PPI (policy proof of interest), polis membuktikan atas adanya kepentingan



·



(interest), yang ditanggung; FIA (full interest admitted), polis mengakui sepenuhnya atas adanya



·



kepentingan yang ditanggung, misalnya biaya yang digunakan untuk berlayar, kenaikan disbursement dll. Yang biasanya berjumlah 10%. 5. Duration clause Syarat ini menentukan jangka waktu berlakunya pertanggungan (dalam time policy biasanya 12 bulan). 6. Franchise Clause Franchise adalah persentase atau jumlah dari nilai yang ditanggung yang menjadi beban pihak tertanggung. Perhitungan franchise dan deductable adalah menurut suatu perjalan (bukan dari setiap peristiwa). Franchise dan deductable clause disebut juga : warranted free from particular average clause. Jika disebut “warranted ... under 3%, penanggung tidak mengganti kerugian jika jumlah kerugian dibawah 3% dari harga pertanggungan dan penanggung mengganti penuh (!) kerugian lebih 3% dari harga pertanggungan, termasuk yang dibawah 3% (franchise clause). Sedangkan jika disebut “warranted …. og the first 3%”, penanggung tidak mengganti kerugian untuk kerugian hanya 3% atau dibawahnya dan penanggung mengganti kerugian untuk diatas 3%, jumlah yang diatas 3% saja (deductable clause). 7. Free of Capture And Seizure Clause Syarat ini menentukan bahwa untuk kapal yang mengalami kerugian akibat perang dan peristiwa sejenis, tidak ada ganti rugi. 8. Inchmaree Clause Setelah terjadi peristiwa pada ss “inchmaree”, maka penanggung menanggung kerugian / kerusakan pada kapal akibat : · Kelaikan nakhoda, perwira, abk atau pandu; ·



Kecelakaan bongkar muat, ledakan, rusaknya mesin;



9. Institute Clause Syarat ini dimasukkan jika menggunakan sanksi-sanksi yang ditetapkan “Technical and Clauses Committee of the Institute of London Underwriters”.



10. Liberty Clause Syarat yang mengatur kebebasan (liberty) nahkoda untuk menentukan pelabuhan pengganti dari pelabuhan yang dilanda perang, kekacauan atau tertutup (karena es). 11. Location Clause Pengaturan tanggung-jawab atas barang menurut tempat penyerahan (gudang atau samping kapal). 12. Negligence Clause Lihat Inchmaree clause 13. New Jason Clause Syarat yang dimasukkan dalam konosemen untuk angkutan barang ke / dan pelabuhan-pelabuhan Amerika (USA) yang .mengatur kewajiban pemilik barang untuk kontribusinya dalam GA. 14. Return Clause Syarat ini menentukan bahwa kapal yang tertahan di pelabuhan lebih dari 30 hari dapat memperoleh kembali sebagian dan premi yang telah dibayar (port risk policy). 15. Running Down Clause Syarat ini berhubungan dengan tubrukan kapal yang mengatur ganti rugi kepada yang ditanggung oleh penanggung : ·



Di Indonesia, telah ditetapican syarat baku untuk pertanggungan H & M yang disebut “Standar Indonesia Hull From”;



·



Di Inggris, ganti rugi yang menjadi tanggungan penaggung adalah sebesar ¾”, sedangkan v.. ditanggung sendiri oleh pemilik kapal (dapat dibebankan pada P&I).



Contoh : kapal A dan B bertubrukan, dimana A diasuransikan dengan jumlah pertanggungan Rp. 40 juta dan harga B (total loss) Rp. 100 juta, dalam tubrukan ini A dinyatakan bersalah; SIHF : pihak· asuransi A membayar B dengan Rp. 40 juta dan sisanya yang berjumlah Rp. 60 juta ditanggung sendiri oleh A ; Institute Time clause: pihak asuransi A membayar B sebesar ¾ x Rp. 40 juta = Rp. 30 juta dan yang Rp. 70 juta ditanggung sendiri oleh A. 16. Seaworthinees admitted clause Syarat ini yang dimasukkan dalam polis muatan, membebaskan pemilik barang dari masalah kelaikan kapal dalam hubungannya dengan pertanggungan. 17. Sister ship clause Tujuan dari syarat ini adalah agar kerugian yang diderita sebuah kapal akibat tubrukan dengan kapal lain atau pertolongan kepada kapal lain yang merupakan milik dari perusahaan yang sama akan diperlakukan sebagai bukan milik perusahaan yang sama.



18. Sue and Labour clause Untuk tindakan nahkoda / awak kapal mencegah atau mengurangi kerusakan dapat di berikan imbalan dari penanggung (sebagai dorongan mencegah / mengurangi kerusakan). 19. Time penalty clause Syarat ini menentukan bahwa penanggung tidak bertanggung-jawab atas kerugian yang menimpa kapal / barang yang diakibatkan oleh penundaan (delay). 20. Waiver clause “It is especially declared and agreed that no acts of the insurer or insured in recovering, saving or preserving the property insured shall be considered as a waiver, or acceptance of abandonment”. Pihak penanggung dapat berbuat sesuatu untuk menyelamatkan kapal / barang yang ditanggungnya tanpa dapat dianggap bahwa perbuatannya itu sebagai persetujuannya atas “abandomen”. (kapal kandas, kemudian penanggung menutup kontrak dengan pihak ketiga untuk meyelamatkannya, hal mana oleh tertanggung tidak boleh dianggap bahwa penanggung sudah mengambil alih kapal tersebut dan dengan diam-diam menerima abandonmen, menerima tanggung-jawab untuk total loss). Jika tertanggung melakukan sesuatu untuk menyelamatkan harta bendanya yang ditanggung : kapal terdampar dan pemilik kapal menutup kontrak dengan pihak ketiga untuk menyelamatkan, maka usaha dari pemilik kapal itu tidak boleh digunakan oleh penangggung sebagai alasan untuk menghindari abandonmen, alasan yang dapat digunakan oleh penanggung untuk menghindarkan abandonmen adalah bahwa syarat-syarat abandonmen belum terpenuhi. 21. Warehouse to warehouse clause Syarat ini menentukan batas berlakunya pertanggungan atas barang-barang, berlangsung sejak dikeluarkan dari gudang di pelabuhan muat sampai dimasukkan ke dalam gudang di pelabuhan tujuan dan jika perjalanan kapal melalui pelabuhan transit, pertanggungan berlangsung terus selama berada di pelabuhan transit sampai akhirnya dimasukkan kedalam gudang di pelabuhan tujuan. 22. Waterborne clause Syarat ditetapkan oleh para penanggung sehubungan dengan kemungkinan timbulnya kerusakan besar atas barang yang di akibatkan oleh peperangan (muncul menjelang perang dunia II pada waktu mana dikhawatirkan para penanggung kemungkinan tidak sanggup memenuhi kewajiban membayar ganti rugi). Menurut syarat tersebut barang hanya ditanggung sejak dimuat kedalam kapal sampai saat dibongkar dari kapal.



BAB III



PENUTUP



Kesimpulan



3.1



Sehubungan dengan perkembangan asuransi di Indonesia, asuransi laut sangat memegang peranan penting di Negara Indonesia yang secara geografis adalah sebuah Negara Kepulauan. Indonesia memiliki lebih 17.000 pulau, khususnya pulau-pulau yang telah memiliki penduduk yang besar jumlahnya seperti yang kita ketahui yaitu, pulau Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan yang sedang kita jejaki saat ini pulau Jawa. Dengan



berkembangnya



penduduk



Indonesia



yang



sangat



pesat,



perkembangan Ekonomi dan Kebutuhan Masyarakat pun mengalami kemajuan, dengan bentuk wilayah Negara ini, maka sangat jelas transportasi laut akan sangat diperlukan dalam melakukan kegiatan ekonomi. Maka pemahaman tentang asuransi laut sangat dibutuhkan pula, untuk menghindari kerugian karena kecelakaan di laut yang mungkin akan terjadi.



3.2 Saran Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua, sebagai sumber referensi dalam menerapkan pertanggungan terhadap segala sesuatu yang dipertanggungkan atas kegiatan pelayaran dan menjadi tolak ukur dalam pembuatan karya ilmiah selanjutnya yang lebih baik lagi.



DAFTAR PUSTAKA ·



Kamus Besar Bahasa Indonesia.



·



Subekti, R., & Tjitrosudibio, R. (1997). Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.



·



Hakim. (2008). "Asuransi Laut".



·



Sinyal, J. (n.d.). "Shipping".



·



Sari, E. K., & Simangunsong, A. (2007). Hukum Dalam Ekonomi. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana.



·



Yessi Wulandari, (2015) “Mengelola Bisnis Transportasi Laut”



·



Dian Damayanti, (2011) makalah : “ASURANSI LAUT”.



·



S.Y SIREGAR, (2015) makalah “Makalah Klaim”



·



http://prabukancil.wordpress.com



·



http://www.maritimeworld.web.id



·



http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=1626



·



http://ikarnedi.blogspot.co.id/2012/11/asuransi-laut.html



Unknown di 21.43 Berbagi



Tidak ada komentar: Posting Komentar







Beranda



Lihat versi web Diberdayakan oleh Blogger.