Fakta Dan Opini Kelas XII [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

3.10 Mengevaluasi dan Menyusun Informasi Berupa Fakta dan Opini dalam Artikel



RINGKASAN MATERI A. Mengevaluasi Informasi dalam Sebuah Artikel Pada bab sebelumnya, kita sudah membahas teks editorial. Pada bab ini, kita akan membahas teks artikel. Teks editorial dan artikel bersumber pada informasi yang bersifat fakta, kemudian dikuti opini penulis. Kedua teks tersebut digolongkan sebagai teks opini karena ditulis berdasarkan sudut pandang penulis . Bedanya , penulis teks editorial mengatasnamakan redaksi surat kabar , sedangkan artikel atas nama pribadi sehingga nama penulisnya dicantumkan di bawah judul. Seperti halnya editorial , teks artikel juga terdapat di surat kabar, majalah, atau internet yang membahas topik tertentu, seperti tentang kesehatan, pendidikan, agama, sejarah , politik, ekonomi, penelitian, dan sebagainya. Perhatikan contoh artikel yang berisi opini berikut yang di kutip dari kompas. Pendidikan Penyembuh Kemiskinan Ahmad Baidowi Riset terbaru para ahli ekonomi menyebutkan bahwa pendidikan hanya menyumbang sedikit, yaitu sekitar16,1 % per tahun, pertumbuhan produk domestik bruto rata-rata negara di dunia (Greg) Duncan,2010. Disamping memercayai bahwa investasi di bidang pendidikan memang sangat strategis dan signifikan , para ahli ekonomi menyarankan agar dunia pendidikan memiliki kepekaan pasar dalam rangka menumbuhkan semangat enterpreneurship di kalangan para siswa. Memadukan pendidikan dan pelatihan yang relevan dengan dunia kerja merupakan sebuah keniscayaan yang harus ditekuni para pengambil kebijakan bidang pendidikan . Namun masalah yang kerap muncul adalah dunia pendidikan sangat bergantung pada situasi politik dan ekonomi sebuah negara. Oleh karena itu , pendidikan bukan satu satunya alat untuk mengurangi kemiskinan,apalagi jika dilihat dari konteks politik dan sistem ekonomi yang dianut. Tidak ada yang meragukan tenaga kerja berpendidikan lebih baik dan lebih mungkin menikmati pendidikan yang lebih tinggi . Orang miskin benar-benar



membutuhkan lebih banyak pendidikan dan pelatihan keterampilan. Mereka juga membutuhkan konteks ekonomi . Namun , pada beberapa dekade terakhir , institusi dan norma-norma yang mempertahankan hubungan antara keterampilan dan pendapatan berkurang. Hal itu menyebabkan sulitnya mengangkat orang miskin menjadi lebih terdidik. Meskipun keyakinan para ekonom bisa salah, pandangan mereka hanya menjadikan pendidikan sebagai prasyarat bagi seseorang masuk dunia kerja. Padahal, pendidikan dapat menjadikan seseorang memiliki kepekaan sosial yang kuat . Jepang contohnya, bagaimana menjadikan pendidikan sebagai nilai yang harus ditandingkan dengan persoalan budaya dan kepercayaan sebuah bangsa. Menurut data statistik Kementrian Pendidikan Nasional tahun 2009 jumlah sekolah di Indonesia mencapai 183.767. Jumlah itu terdiri atas 144.224 SD, 28.777 SMP , 10.762 SMA. Dari jumlah tersebut, SD N sebanyak 131.490, SD Swasta 12.738, SMP N 16.898, SMP Swasta 11.870, SMA N 4797, SMA Swasta 5965, jika ditambah dengan jumlah madrasah , tsanawiyah dan aliyah total jumlah sekolah 208.815. Angka tersebut seakan memastikan dua hal . pertama, masalah aksesibilitas masih menjadi kendala bagi proses pendidikan kita. Jika jumlah SD lebih banyak dari SMP dan SMA, berarti ada problem mendasar soal rentannya anak putus sekolah. Kedua, data itu juga menunjukkan bahwa dukungan masyarakat melalui sekolah swasta amat signifikan untuk dikesampingkan begitu saja oleh pengambil kebijakan bidang pendidikan. Bahkan, jika separo dari saja dari dari jumlah sekolah swasta mengalami kendala dalam hal operasional , angka putus sekolah dipastikan bertambah banyak. Oleh karena itu dimensi sosial sekolah harus dihitung secara benar dalam perencanaan. Selain itu data jumlah sekolah itu menggambarkan bahwa masih banyak anak miskin yang bersekolah di tingkat SD menemui kesulitan untuk melanjutkan pendidikan. Tak sedikit, sekolah swasta yang berada di kampung-kampung dan desa terpencil tutup hanya karena mereka tak memiliki dana opersional yang cukup dalam menjalankan PBM. Dalam All Together Now : Common Sense for a FairbEconomyn(2006), Jared Bernstein menegaskan pentingnya sebuah program yang secara sistematis mampu menolong orang miskin supaya



memperoleh pendidikan yang baik dan layak dalam rangka menjawab secara sungguh-sungguh problem menurunkan tingkat kemiskinan suatu negara. Berdasarkan teks tersebut, kita dapat menetukan fakta dan opininya. 1. Fakta adalah pernyaataan yang menunjukkan keadaan yang sesuai dengan kenyataan atau benar-benar ada. Fakta juga dapat berupa peristiwa yang sudah terjadi. Fakta bersifat objektif karena dapat ditelusuri dengan pertanyaan apa, kapan, dimana, berapa, dan siapa. Contoh : -Pemerintah telah berupaya mengatasi kelangkaan BBM -Ledakan pabrik petasan di Kosambi , Tangerang , mengakibatkan 48 orang korban jiwa -Kapan Republik Indonesia merdeka ? 2. Opini adalah pernyataan yang mengandung penilaian atau pendapat seseorang /kelompok . Pernyataan tersebut bersifat relatif , karena tidak berlaku sama untuk setiap orang. Opini juga dapat berupa prediksi. Opini bersifat subjektif , karena berhubungan dengan kata mengapa dan bagaimana Contoh : - Pemerintah berupaya keras mengatasi kelangkaan BBM dengan cara yang tepat. - Kondisi para korban ledakan pabrik petasan sangat menyedihkan. - Bagaimana kondisi korban ledakan yang selamat dari ledakan pabrik petasan di Tangerang ?



B. Menyusun Opini dalam Bentuk Artikel. Apabila kita perhatikan , struktur artikel yang berjudul “Pendidikan Penyembuh Kemiskinan “ terdiri atas judul, nama penulis, pendahuluan, isi dan penutup Pada bagian pendahuluan (paragraf 1), penulis menampilkan informasi berupa fakta hasil riset para ahli ekonomi tentang pendidikan yang sumbangannya sedikit terhadap pertumbuhan produk domestik bruto. Setelah itu, penulis



menyampaikan opini yang menanggapi hasil riset tersebut (paragraf 2) . Namun, untuk memperkuat atau mendukung opininya , penulis mengutip fakta yang berisi jumlah sekolah SD, SMP, dan SMA (paragraf 6), dan pendapat ahli (paragraf 8). Jadi setiap opini yang diajukan selalu menggunakan pertanyaan dan didukung oleh data sebagai rujukannya. Perhatikan data berikut Paragraf 1



2



Kalimat Riset terbaru para ahli ekonomi menyebutkan bahwa pendidikan hanya menyumbang sedikit, yaitu sekitar 16,1 % per tahun pertumbuhan produk domestik bruto rata-rata negara di dunia (Greg J Duncan ; 2010) Di samping memercayai bahwa investasi di bidang pendidikan memang sangat strategis dan signifikan , para ahli ekonomi menyarankan agar dunia pendidikan memiliki kepekaan pasar dalam rangka menumbuhkan semangat enterpreneurship di kalangan para siswa Memadukan pendidikan dan pelatihan yang relevan dengan dunia kerja merupakan sebuah keniscayaan yang harus ditekuni para pengambil kebijakan bidang pendidikan. Namun, masalah yang kerap muncul adalah dunia pendidikan sangat bergantung pada situasi politik dan ekonomi sebuah negara Oleh karena itu, pendidikan bukan satu-satunya alat untuk mengurangi kemiskinan, apalagi jika dilihat dari konteks politik dan sistem ekonomi yang dianut



Keterangan Data : hasil riset para ahli (masalah)



Data : opini para ahli



Opini yang diajukan penulis



Opini yang diajukan penulis



Opini yang diajukan penulis



3



Dan seterusnya