Farmakologi Animal Handling [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI ANIMAL HANDLING



Disusun Oleh : KELOMPOK B5 Eka Saputri



(NIM. 22010318130039)



Nila Syafaatul Laily



(NIM. 22010318130041)



Shyelivia Thesalonica



(NIM. 22010318130046)



Myristica Fragrans Iq



(NIM. 22010318130052)



Edwadda Sholeh



(NIM. 22010318140063)



PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2020



ANIMAL HANDLING I.



TUJUAN Mahasiswa diharapkan mampu terampil bekerja dengan beberapa hewan percobaan dan mengetahui karakteristik hewan coba.



II.



TINJAUAN PUSTAKA II.1



Klasifikasi Hewan Uji II.1.1 Mencit (Syafri,M.2010) Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Subkelas : Rodentia Famili : Muridae Genus : Mus Spesies : Mus musculus II.1.2 Tikus Putih (Natawidjaya,1983) Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Subkelas : Rodentia Famili : Muridae Genus : Rattus Spesies : Rattus norvegicus II.1.3 Kelinci (Oliver,1984) Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Subkelas : Logomorphia



Famili : Leporidae Genus : Lepus Spesies : Lepus nigricollis II.2



Syarat Hewan Uji II.2.1 Mencit Karakteristik mencit adalah sebagai berikut : Lama Hidup : 1-2 tahun Lama produksi ekonomis : 9 bulan Lama bunting : 19-21 hari Kawin sesudah beranak : 1-24 jam Umur disapih : 21 hari Umur dewasa : 35 hari Umur dikawinkan : 8 minggu Siklus kelamin : poliestrus Perkawinan : pada waktu estrus Berat dewasa : 20-40 gram



2.2.2



Tikus Putih Karakteristik dari tikus putih adalah sebagai berikut : Lama hidup : 2-3 tahun Lama produksi : 1 tahun Lama hamil : 20-22 hari Umur dewasa : 40 – 60 hari Umur kawin : 2 minggu Siklus eksterus : 9-10 gram Berat dewasa : 300-400 gram



2.2.3



Kelinci Karakteristik dari kelinci adalah sebagai berikut : Masa reproduksi : 1-3 tahun Masa hamil : 28-35 hari Umur dewasa : 4-10 bulan Umur kawin : 6-12 bulan Siklus kelamin : setahun 5 kali hamil Periode eksterus : 11-15 hari Jumlah kelahiran : 4-10 Volume darah : 10 ml/kg berat badan Masa Perkawinan : 1 minggu



II.3



Spesies Hewan Uji dan Karakteristiknya



2.3.1 Mencit Mencit laboratorium merupakan turunan dari mencit liar yang telah mengalami pembiakan secara selektif. Mencit dikelompokkan ke dalam kingdom animalia, phylum chordate. Hewan ini termasuk hewan yang bertulang belakang dan menyusui sehingga dimasukkan ke dalam subphylum vertebrata dan kelas mamalia. Selain itu hewan ini juga memilikikebiasaan mengerat (ordo rodentia), dan merupakan family muridae, dengan nama genus Mus serta memiliki nama spesies Mus musculus L (Priyambodo, 2003) Mencit secara biologis memiliki karakteristik umum, yaitu beruoa rambut berwarna putih atau keabu-abuan dengan warna perut sedikit lebih pucat. Mencit merupakan hewan nocturnal yang sering melakukan aktivitasnya pada malam hari. Perilaku mencit dipengaruhi



oleh beberapa factor, diantaranya factor internal seperti seks, perbedaan umur, hormone, kehamilan, dan penyakit ; factor eksternal seperti makanan, minuman, dan lingkungan disekitarnya (Smith dan Mangkoewidjojo, 1998). Mencit memiliki berat badan bervariasi. Berat badan ketika lahir berkisar antara 2-4 gram, berat badan mencit dewasa berkisar antara 20-4- gram untuk mencit jantan dan 25-40 gram untuk mencit betina dewasa. Sebagai hewan pengerat mencit memiliki gigi seri yang kuat dan terbuka. Susunan gigi mencit adalah indicisivus ½, caninus 0/0, premolar 0/0, dan molar 3/3 (Setijono, 1985).



2.3.2 Tikus Tikus termasuk dalam binatang pengerat (Ordo Rodentia, rodere : mengerat). Rodentia bentuk tikus (Myomorpha) merupakan kelompok terbesar dalam Ordo Rodentia. Para ahli ilmu hewan sepakat menggolongkan tikus ke dalam kingdom Animalia, Filum Chordata, Subfilum Vertebrata, Kelas Mammalia, Ordo Rodentia (hewan pengerat), Suburdo Myomorpha, Famili Muridae, Subfamili Murinae, Genus Bandicota, Rattus dan Mus (Singgih dkk, 2005). Ordo Rodentia mempunyai 2000 spesies, ada sekitar 15 spesies genus Mus dan lebih dari 500 spesies genus Rattus tersebar di seluruh dunia, kurang lebih 150 spesies tikus yang ada di Indonesia dan hanya beberapa spesies yang paling berperan sebagai hama tanaman, permukiman dan penyebar penyakit pada manusia, yaitu Bandicota indica, Bandicota bengalensis, Rattus argentiventer, Rattus exulans, Mus musculus, Mus caroli (Ristiyanto, 2005). Dari semua jenis tikus tersebut hanya empat yang menjadi hama penting di bidang permukiman yaitu Bandicota indica, Rattus norvegicus, Rattus diardii, Mus Musculus (Singgih dkk, 2005). Rodensia komensal (Rodentia yang aktivitas hidupnya di lingkungan permukiman manusia) yang umum dan luas penyebarannya di dunia adalah Rattus norvegicus, Rattus rattus diardii, Mus musculus (Ristiyanto, 2002). Karakteristik paling utama semua rodentia adalah kemampuannya mengerat bendabenda dengan sepasang gigi taring dan gigi geraham depan, sehingga terdapat bagian kosong antara gigi seri dan geraham belakang. Pada lapisan luar gigi seri terdapat email yang amat keras, sedangkan bagian dalamnya tanpa lapisan email sehingga mudah aus. Selisih kecepatan ausnya ini membuat gigi itu selalu tajam. Gigi seri tersebut tumbuh terus menerus



dan untuk mengurangi pertumbuhan gigi seri yang dapat membahayakan dirinya sendiri, maka tikus selalu mengerat benda apapun yang ia jumpai. Kekhasan lain pada mulut Rodentia adalah cara penyaringan makanan yang tidak layak dimakan (Ristiyanto, 2005). Tikus dan kerabatnya tidak memiliki gigi taring (canina) dan geraham depan (premolar) sehingga diantara gigi seri dan geraham belakang (molar) terdapat celah yang disebut “diastema”. Celah ini berfungsi untuk membuang kotoran yang ikut terbawa bersama dengan pakannya masuk ke dalam mulut (Singgih, 2006). Misalnya benda asing atau serpihan kayu yang terlampau besar yang mampu membuatnya tersedak akan keluar melalui rongga yang terdapat antara gigi seri dan gigi gerahamnya (Ristiyanto, 2005).



2.3.3. Kelinci Oryctolagus cuniculus adalah spesies kelinci yang jinak, yang dapat dipelihara dengan cara yang sangat sederhana dan memberi kemungkinan yang cukup baik sebagai kelengkapan perumah tanggan masyarakat. Kelinci merupakan hewan yang mempunyai potensi sebagai penghasil daging yang baik. Hewan ini merupakan herbivore non ruminansia yang mempunyai system lambung sederhana (tunggal) dengan perkembangan sekum seperti alat pencernaan ruminansia, sehingga hewan ini disebut ruminansia semu (pseudoruminant). Kelinci memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan sebagai penghasil daging, kulit, atau bulu, hewan percobaan dan untuk pelihara. Kelinci dapat menggunakan protein hijauan secara efisien, reproduksi tinggi, efisiensi pakan tinggi, hanya membutuhkan makanan dalam jumlah sedikit dan kualitas daging cukup tinggi (El-Raffa, 2004). Semua bangsa kelinci domestikasi bernenek moyang kelinci liar dari Eropa yang berordo Logomorpha, famili Leporidae, genus Oryctolagus, spesies Oryctologus Cuniculuc. Genus Oryctolagus ini mempunyai 22 pasang kromosom. Awalnya kelinci diklasifikasikan ke dalam ordo Rodensia (binatang pengerat) yang bergigi seri empat, namun sekarang digolongkan ke dalam ordo tersendiri yaitu ordo Logomorpha karena bergigi seri enam (Cheeke et al, 1987). Salah satu bangsa kelinci yang banyak dipelihara adalah Flemish Giant. Menurut Sarwono (2001), Flemish Giant di Indonesia dikenal sebagai Vlaamse Reus, kelinci raksasa dari Vlaam. Termasuk kelinci besar di Inggris dengan ukurannya yang besar dan bagus. Bobot jantan rata-rata 6,3 kg dan betina 6,8 kg. namun ada yang mencapai 10 sampai 12 kg. Variasi warna rambutnya banyak dan paling sering dijumpai adalah steel grey (abu-abu besi),



dan standy (seperti pasir). Warna lain seperti hitam, putih, light grey (abu-abu muda), biru dan fawn (coklat kuning 6 muda) dapat ditemukan pula). Di Indonesia terdapat kelinci local yang menjadi ciri khas kelinci asli Indonesia, yaitu kelinci Jawa (Lepus negricollis) diperkirakan masih berhabitat di hutan-hutan sekitar wilayah Jawa Barat. Warna bulunya cokelat perunggu kehitaman dengan ekor berwarna jingga dam ujung ekor hitam. Berat Kelinci jawa dewasa bisa mencapai 4 kilogram. Sedangkan Kelinci Sumatera, merupakan satu-satunya ras kelinci yang asli Indonesia. Habitatnya adalah hutan di pegunungan Pulau Sumatera yang memiliki ciri panjang badan mencapai 40 cm dengan warna bulu kelabu cokelat kekuningan. Dilihat dari jenis bulunya, kelinci ini terdiri dari jenis berbulu pendek dan panjang dengan warna yang agak kekuningan. Ketika musim dingin, warna kekuningan berubah menjadi kelabu.



2.4 Hak-hak Hewan Uji Hewan uji yang digunakan dalam penelitian tetap harus dijaga hak-haknya yang dikenal sebagai animal Welfare seperti yang tercantum dalam five of freedom yang terdiri dari 5 kebebasan yaitu: 1. Freedom from hunger and thirst. Bebas dari rasa lapar dan haus, maksudnya adalah hewan harus diberikan pangan yang sesuai dengan jenis hewan dalam jumlah yang proporsional, hiegenis dan disertai dengan kandungan gizi yang cukup 2. Freedom from thermal and physical discomfort. Hewan bebas dari kepanasan dan ketidaknyamanan fisik dengan menyediakan tempat tinggal yang sesuai dengan perilaku hewan tersebut 3. Freedom from injury, disease and pain. Hewan harus bebas dari luka, penyakit dan rasa sakit dengan melakukan perawatan, tindakan untuk pencegahan penyakit, diagnosa penyakit serta pengobatan yang tepat terhadap binatang peliharaan 4. Freedom to express most normal pattern of behaviour.



Hewan harus bebas mengekspresikan perilaku normal dan alami dengan menyediakan kandang yang sesuai baik ukuran maupun bentuk, termasuk penyediaan teman (binatang sejenis) atau bahkan pasangan untuk berinteraksi social maupun melakukan perkawinan. 5. Freedom from fear and distresss. Hewan bebas dari rasa takut dan penderitaan dilakukan dengan memastikan bahwa kondisi dan perlakuan yang diterima hewan peliharaan bebas dari segala hal yang menyebabkan rasa takut dan stress seperti konflik dengan spesies lain dan gangguan dari predator. (Kemenkes RI, 2016)



III.



METODOLOGI III.1



Alat dan Bahan 3.1.1



3.2



Bahan percobaan



Cara Kerja 3.2.1



Mencit



3.2.2



Tikus



: Mencit, tikus, kelinci



3.2.3



Kelinci



IV.



PEMBAHASAN Percobaan berjudul “Animal Handling” yang telah dilakukan pada hari Rabu, 11



Maret 2020 yang bertempat di Laboratorium Basah, Lantai 5, Gedung E, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro bertujuan agar mahasiswa mampu terampil bekerja dengan beberapa hewan percobaan dan mengetahui karakteristik hewan coba. Pada percobaan ini digunakan 3 hewan coba yaitu mencit, tikus dan kelinci. Menurut Stevani (2016), Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi, yaitu ilmu cara membuat, menformulasi, menyimpan dan menyediakan obat. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis, keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia. Menurut Malole (1989) ,Mencit (Mus musculus) adalah hewan percobaan yang sering dan banyak digunakan di dalam laboratorium farmakologi dalam berbagai bentuk percobaan. Hewan ini mudah ditangani dan bersifat penakut, fotofobik, cenderung berkumpul sesamanya dan bersembunyi. Aktivitasnya di malam hari lebih aktif. Sehadiran manusia akan mengurangi aktivitasnya. Menurut Stevani (2016), Hewan pengerat yang yang digolongkan sebagai tikus, telah digunakan sebagai hewan laboratorium selama lebih dari 100 tahun. Beberapa, jenis tikus telah mengalami perubahan genetik untuk meminimalkan dan mengendalikan variabel asing yang dapat mengubah hasil penelitian dan untuk keperluan penelitian. tikus juga merupakan hewan yang reprodusible sehingga tersedia dalam jumlah yang cukup untuk penelitian yang memerlukan banyak hewan coba. Kelinci juga merupakan hewan uji yang sering digunakan selain tikus. Contohnya kelinci albino Hewan ini biasanya digunakan untuk uji iritasi mata karena kelinci memiliki air mata lebih sedikit daripada hewan lain dan sedikitnya pigmen dimata karena warna albinonya menjadikan efek yang dihasilkan mudah untuk diamati. Selain itu, kelinci juga banyak digunakan untuk menghasilkan antibodi poliklonal. Adapun beberapa cara animal handling yang perlu diperhatikan. Pertama yang dilakukan dalam percobaan ini yaitu cara memegang mencit dengan cara diangkat ekor mencit ke arah atas menggunakan tangan kanan. Dibiarkan menjangkau kawat kendang dengan kaki depannya. Dengan tangan kiri, jepit kulit tengkuk mencit menggunakan ibu jari



dan jari telunjuk. Kemudian ekornya dipindahkan dari tangan kanan ke jari manis dan kelingking tangan kiri sehingga mencit cukup erat dipegang. Menurut Stevani (2016), Cara memegang mencit yaitu pertama diangkat dengan cara memegang ujung ekor ke arah atas dengan tangan kanan lalu letakkan di permukaan kasar biarkan mencit menjangkau kawat keranjang. Kemudian tangan kiri dengan ibu jari dan telunjuk menjepit kulit tengkuk mencit seat mungkin. Setelah itu ekor dipindahkan dari tangan kanan ke tangan kiri dengan dijepit antara jari kelingking dan jari manis. Dengan demikian mencit telah terpegang oleh tangan kiri dan siap diberi perlakuan. Berdasarkan literatur (Stevani,2016) percobaan yang dilakukan sudah sesuai. Percobaan ke dua, yaitu cara memegang tikus dengan mengangkat ujung ekor tikus menggunakan tangan kanan lalu diletakkan di atas permukaan kasar (atas kawat kendang). Tikus di elus-elus dulu agar tidak stress. Setelah tikus tenang, tangan kiri memegang bagian tengkuk tikus dengan cara diluncurkan dari belakang tubuh tikus menuju kepala sehingga kepala tikus berada diantara jari telunjuk dan jari tengah. Tangan kiri yang memegang tikus letak ibu jari diselipkan ke depan untuk menjepit kaki kanan tikus diantara jari telunjuk dan ibu jari, bila diperlukan dapat memegang perut tikus. Pegang tikus dengan erat dan tanpa ragu-ragu agar tikus tidak berontak atau menggigit. Menurut Stevani (2016), Cara memegang tikus yaitu pertama angkat hewan lembut dengan menempatkan tangan di sekitar dada bagian atas, tanpa meremas. Tewmpatkan ibu jari di bawah rahang hewan jika takut digigit, tetapi tidak memberi tekanan pada tenggorokan. Tikus akan tetap santai bila perut dipijat lembut. Berdasarkan literatur (Stevani,2016) percobaan yang telah dilakukan kurang sesuai. Percobaan ke tiga, yaitu cara memegang kelinci dengan mengelus-elus bagian punggung kelinci terlebih dahulu agar tenang. Kelinci harus diperlakukan dengan halus dan sigap. Kemudian kelinci dipegang dan ditangkap dengan tangan kiri pada leher dan diangkat pantatnya dengan tangan kanan. Menurut Malole (1989), pertama pastikan kita memiliki kendali penuh atas hewan setiap saat sehingga kelinci tidak membahayakan dirinya sendiri dengan melompat di atas meja laboratorium. Kemudian pegang leher kelinci dengan tangan kiri dan diangkat pantatnya menggunakan tangan kanan dan didekap di badan.



Berdasarkan literatur (Malole,1989) percobaan yang dilakukan telah sesuai. V.



PENUTUP 6.1 Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa kasih sayang dan berprikemanusiaan. Setiap hewan percobaan memiliki sifat / sifat biologis yang berbeda, tentunya dengan penanganan yang berbeda pula. Mencit cendrung berkumpul bersama, penakut, aktivitas terhambat dengan kehadiran manusia, tidak mengigit. Tikus aktivitasnya tidak terhambat dengan kehadiran manusia, bila diperlakukan kasar cendrung menjadi galak dan sering menyerang atau menggigit, dapat hidup sendiri di kandangnya. Kelinci jarang bersuara, cendrung berontak bila kenyamannya terganggu, untuk perlakuan yang hanya memerlukan kepala, masukkan ke dalam “holder”. 6.2 Saran Praktikan seharusnya dapat lebih tenang dan halus namun sigap dalam memegang hewan coba sehingga tidak terjadi keributan yang membuat hewan percobaan menjadi panik.



DAFTAR PUSTAKA US Army Enviromental Hygiene Agency. 1991. Guide to Commensial Rodent Control. USAEHATG No. 138, 4-1 Harrison, J.L. The House And Field Rats Of Malaya, Bulletin number 12 Institute for Medical Research Federation of Malaya. Yau Seng Press. Malole, M. B. M., Pramono C. S. U. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di Laboratorium. Bogor: PAU Pangan dan Gizi. IPB. Natawidjaya, P. 1983. Mengenal Beberapa Binatang Di Alam Sekitarnya. Jakarta: Pustaka Dian. Priyambodo, S. 2003. Pengendalian Hama Tikus Terpadu Seri Agrikat. Penebar Swadaya. Jakarta. Vol : 6. Ristiyanto, Farida DH. 2005. Diktat Mata Kuliah Rodentologi Kesehatan Bagian I. BRVRP Salatiga. Ristiyanto. 2002. Modul Pemberantasan Vektor Pes. BPVRP Salatiga. Setijono, Marcellino Mardanung. 1985. Mencit (Mus musculus) Sebagai Hewan Percobaan. Skripsi. Institut Petanian Bogor. Singgih Harsoyo Sigit, Upik Kesuma Hadi. 2006. Hama Permukiman Indonesia : Pengenalan, Biologi dan Pengendalian. Bogor: Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Smith, B. J. B dan S. Mangkoewidjojo. 1998. Pemeliharaan Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: Universitas Indonesia. Hlm. 228 – 233; Stevani, Hendra. 2016. Praktikum Farmakologi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Syafri, A., Estuningtya, A., Arif d.k.k. 2010. Farmakologi dan Terapi. Vol. 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia.



LAMPIRAN 1. Handling pada Mencit



2. Handling pada Tikus 3.



Handling pada Kelinci



LEMBAR PENGESAHAN



Semarang, 11 Maret 2020 Praktikan



Eka Saputri



Nila Syafaatul Laily



NIM. 22010318130039



NIM. 22010318130041



Shyelivia Thesalonica



Myristica Fragrans Iq



NIM. 22010318130046



NIM. 22010318130052



Edwadda Sholeh NIM. 22010318140063



Mengetahui, Asisten Praktikum



Raihan Ramadhani NIM. 22010317140043