Farmakologi Dan Non Farmakologi Untuk Mempertahankan Kenyamanan Dan Manajemen Nyeri [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Farmakologi Dan Non Farmakologi Untuk Mempertahankan Kenyamanan Dan Manajemen Nyeri



DISUSUN OLEH



NAMA



: NENTI DAMERIA SINAMBELA



NIM



: 19060038P



PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN UNIVERSITAS AUFA ROYHAN PADANGSIDIMPUAN T.A 2019 - 2020



KATA PENGANTAR Puji syukur kami munajatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rakhmat dan karuniaNya yang berlimpah, sehingga penyusunan makalah yang berjudul “Evidence Based Medicine” dapat terselesaikan.             Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak maka proposal ini tidak dapat terwujud, Penyusun menyadari dalam penyusunan laporan ini masih kurang dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk perbaikan Asuhan Kebidanan ini. Harapan penyusun membuat laporan ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan pembaca pada umumnya.



i



DAFTAR ISI



Kata Pengantar........................................................................................



i



Daftar Isi..................................................................................................



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang................................................................



1



1.2 



 Tujuan …………………………………………………. 1



BAB II PEMBAHASAN 2.1



Definisi Persalinan Normal..............................................



2



2.2



Penanganan Nyeri Selama Proses Persalinan..................



2



2.3



Intervensi Non-farmakologis...........................................



2



2.4



Intervensi farmakologis ………………………………..



12



 BAB III PENUTUP 3.1



Kesimpulan......................................................................



DAFTAR PUSTAKA



ii



20



BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Pada saat persalinan sebagian besar wanita mengeluh mengalami nyeri yang sangat hebat. Nyeri yang dirasakan disebabkan oleh kontraksi kuat uterus untuk membuka jalan lahir, peregangan otot serviks, vagina, perineum, dan penekanan oleh kepala bayi. Nyeri itu sendiri merupakan bentuk pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan.4 Rasa nyeri selama persalinan akan berbeda antara satu wanita dengan yang lainnya. Banyak faktor yang mempengaruhi persepsi rasa nyeri diantaranya rasa takut, cemas, jumlah kelahiran sebelumnya, presentasi janin, budaya melahirkan, posisi saat melahirkan, dukungan keluarga, tingkat beta-endorphin, kontraksi rahim yang intens selama persalinan dan ambang nyeri alami.2 Berbagai upaya dilakukan untuk mengelola nyeri pada persalinan, baik secara farmakologi maupun nonfarmakologi. Manajemen nyeri secara farmakologi lebih efektif dibanding dengan metode nonfarmakologi, namun metode farmakologi lebih mahal, dan berpotensi mempunyai efek samping yang kurang baik terhadap proses persalinan itu sendiri maupun terhadap janin. Sedangkan metode nonfarmakologi bersifat murah, simpel, efektif, dan tanpa efek yang merugikan. Metode nonfarmakologi juga dapat meningkatkan kepuasan selama persalinan karena pasien dapat mengontrol perasaannya dan kekuatannya. Pengelolaan nyeri pada persalinan merupakan aspek yang penting untuk kesehatan wanita. Sayangnya hal ini seringkali diabaikan bahkan tidak jarang para tenaga kesehatan meremehkan intensitas nyeri yang dirasakan oleh calon ibu. Padahal pengelolaan nyeri yang tepat dapat meningkatkan kepuasan ibu dan membantu mempercepat proses persalinan. Untuk dapat mengelola nyeri persalinan dengan baik, pengukuran nyeri yang akurat serta pengetahuan mengenai penanganan nyeri yang adekuat dibutuhkan oleh para tenaga kesehatan sehingga dapat menurunkan angka morbiditas nyeri pada persalinan.



1.2



Tujuan Untuk mengetahui teknik Non farmakologi dan farmakologi mengurangi rasa



nyeri pada ibu bersalin



1



BAB II PEMBAHASAN



2.1



Definisi Persalinan Normal Persalinan merupakan suatu proses fisiologis dimana hasil konsepsi (fetus, membran-membran, tali pusar, dan plasenta) dikeluarkan dari dalam uterus.5 Persalinan normal (eutosia) adalah proses kelahiran janin pada kehamilan cukup bulan (aterm, 37-42 minggu),spontan, pada janin letak memanjang, presentasi belakang kepala yang disusul dengan pengeluaran plasenta dan seluruh proses kelahiran itu berakhir dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tindakan atau pertolongan buatan dan tanpa komplikasi



2.2



Penanganan Nyeri Selama Proses Persalinan Sebagian besar wanita mengalami nyeri yang hebat selama proses persalinan. Banyak metode yang dapat dipilih untuk mengurangi rasa nyeri pada saat persalinan sesuai dengan keinginan ibu. Metode tersebut dapat berupa intervensi non-farmakologi dan intervensi farmakologi.



2.3



Intervensi Non-farmakologis Intervensi non-farmakologi banyak digunakan sebelum ditemukannya obat anestesi dan analgesia untuk mengurangi nyeri saat persalinan. Intervensi non-farmakologi ini hingga sekarang masih digunakan karena efek samping yang ditimbulkan pada fetus atau neonatus sedikit, selain itu ibu juga dapat berpartisipasi dalam proses persalian. Oleh karena itu, teknik ini lebih dipilih oleh ibu hamil yang ingin mempunyai pengalaman melahirkan secara normal. Terapi ini merupakan alternatif yang dapat dipilih pada pasien yang tidak ingin menggunakan obat-obatan atau dapat juga digunakan bersama-sama sebagai tambahan dari terapi obat-obatan. Intervensi non-farmakologis dibawah ini dapat digunakan dalam mengelola nyeri pada persalinan. Penelitian terhadap terapi non-faramakologi hidroterapi, injeksi air intradermal, pergerakan dan pengaturan posisi ibu saat persalinan serta dukungan yang kontinu saat persalinan telah terbukti mampu mengurangi nyeri selama persalinan secara signifikan. Beberapa teknik seperti akupuntur, pemijatan/masase, Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) serta hipnosis memberikan hasil yang menjanjikan namun masih diperlukan penelitian lebih lanjut. Teknik lainnya seperti teknik relaksasi dan pernapasan,



kompres



panas/dingin,



accupresure,



aromaterapi,



serta



audioanalgesia dikatakan belum banyak dipelajari ataupun hasil penelitian terhadap efektivitas yang didapatkan terlalu bervariasi.



2



A.



Hidroterapi Hidroterapi dapat mengurangi nyeri, ketegangan otot dan kecemasan secara dramatis pada banyak wanita. Terdapat 2 macam teknik yang digunakan pada hidroterapi ini yaitu dengan berendam dalam bak mandi dan menggunakan shower. Suhu air yang digunakan hendaknya dipertahankan dan tidak melebihi 37-37,5oC. Air yang lebih hangat dapat meningkatkan suhu tubuh wanita dan mengakibatkan takikardi janin. Selain merangsang pengeluaran endorphin akibat efek rileks yang diciptakan, air hangat juga mampu menghambat impuls-impuls saraf yang menghantarkan rasa sakit sehingga membuat persalinan tidak begitu terasa berat. 16 Pada penanggulangan nyeri dengan menggunakan shower wanita diminta berdiri atau duduk disebuah kursi dibawah shower. Metode ini dapat digunakan di setiap fase dari kala satu dan awal kala dua pada persalinan. Wanita yang memiliki gangguan keseimbangan atau kemampuan berdiri yang tidak memadai saat persalinan merupakan kontraindikasi. Sayangnya metode ini belum banyak dipelajari, namun dari pengalaman klinik menunjukkan banyak wanita mengalami peningkatan relaksasi dan pengurangan nyeri yang bermakna. Metode penanggulangan nyeri persalinan dengan berendam hendaknya menggunakan bak mandi yang dalam dan memberikan ruang pasangan dan wanita untuk bergerak. Ketinggian air diatur agar berada diatas pusar baik saat ibu dalam posisi duduk, jongkok ataupun tiduran. Berendam dapat dilakukan setelah terjadi proses persalinan aktif. Tujuannya agar kulit vagina menjadi tipis dan lebih elastis sehingga akan lebih mudah untuk meregang saat kepala bayi keluar melewati vagina. Berendam sebelum pembukaan 5 cm dapat memperlambat kontraksi sehingga persalinan berlangsung lebih lama dan membutuhkan augmentasi oksitosin yang lebih besar. Berendam sebelum persalinan aktif dapat direkomendasikan untuk menghentikan kontraksi prematur atau memperlambat kontraksi pra persalinan yang melelahkan sehingga ibu dapat beristirahat. Adapun keuntungan dari menggunakan terapi ini adalah kemajuan persalian yang cepat dan peningkatan nyeri yang lebih lambat pada wanita yang berendam. Persalinan ini berlangsung kurang lebih 1-2 jam setelah dimualinya fase aktif dimana persalinan biasa membutuhkan waktu hingga 8 jam. Kepuasan terhadap hidroterapi juga tinggi sehingga diperlukan pemahaman yang memadai terkait teknik terapi ini diperlukan untuk menemukan metode yang paling aman dan memberikan keuntungan terbesar bagi penggunanya.



3



B.



Injeksi Air Intradermal Injeksi air intradermal atau disebut juga intracutaneous sterile water injection dapat mengurangi rasa nyeri pada punggung selama persalinan (back pain labor). Insiden nyeri punggung bawah pada wanita selama bersalin berkisar antara 15%-74% dari seluruh persalinan. Hal ini desebabkan akibat posisi janin oksiput posterior, persisten ansynclitsime, karakteristic pelvis ibu serta perjalaran nyeri akibat kontraksi uterus. Injeksi ini dilakukan dengan menyuntikkan 0,05-0.1 mL air steril ke intradermal diempat lokasi dengan menggunakan 1 ml spuite injeksi dengan jarum 25G. Dua injeksi dilakukan diatas masing-masing spina illiaca posterior, sisanya dilakukan di 3 cm ke bawah dan 1 cm kearah medial dari lokasi injeksi pertama. Injeksi yang dilakukan menimbulkan rasa nyeri seperti tersengat selama 20-30 detik. Namun setelah nyeri akut akibat injeksi ini hilang, biasanya nyeri punggung yang dirasakan pasien juga menghilang dan bertahan hingga 2 jam tanpa pengulangan. Administrasi dapat dilakukan pada saat pasien mengalami kontraksi serta dilakukan oleh 2 petugas secara simultan untuk mengimbangi ketidaknyaman dan mempercepat proses saat injeksi. Teknik ini dapat diulang sesuai keinginan pasien. Penggunaan normal salin sebagai pengganti air steril diakatakan kurang efektif dalam menurunkan nyeri punggung pada persalinan. Metode injeksi air intradermal ini efektif dalam menurunkan nyeri punggung yang berat pada sebagian besar wanita selama persalinan tanpa efek samping pada janin serta pada ibu kecuali nyeri akut yang ekstrim namun sementara pada saat injeksi. Teknik ini merupakan teknik yang murah, sederhana, serta pilihan bagi wanita yang tidak ingin menggunakan obatobatan untuk mengatasi nyeri ataupun ingin menunda penggunaan epidural analgesia atau pilihan epidural tidak tersedia. Sayangnya, injeksi ini hanya dapat digunakan untuk mengatasi nyeri punggung saja. 16



C.



Pergerakan dan Pengaturan Posisi Ibu Posisi persalinan, perubahan posisi dan pergerakan yang tepat akan membantu meningkatkan kenyamanan/ menurunkan rasa nyeri, meningkatkan kepuasan akan kebebasan untuk bergerak, dan meningkatkan kontrol diri ibu. Selain itu, posisi ibu juga dapat mempengaruhi posisi bayi dan kemajuan persalinan. Perubahan posisi secara adekuat akan dapat merubah ukuran dan bentuk pelvic outlet sehingga kepala bayi dapat bergerak pada posisi optimal di kala I, berotasi dan turun pada kala II. Bergerak dan posisi tegak (upright position) dapat mempengaruhi frekuensi, lama dan efisiensi kontraksi. Grafitasi membantu bayi bergerak turun lebih cepat. Perubahan posisi membantu meningkatkan asupan oksigen secara berkelanjutan pada janin,



4



yang berbeda jika ibu berbaring horizontal karena dapat menyebabkan terjadinya hipotensi. Berbagai perubahan posisi bisa dilakukan ibu dengan atau tanpa bantuan pasangan/keluarga atau perawat. 16 Berbagai studi ilmiah tentang pergerakan dan posisi persalinan pada kala I dilakukan untuk membandingkan dampak berbagai posisi tegak (upright position) dengan posisi horizontal (supine) terhadap nyeri dan kemajuan persalinan. Berdasarkan review yang dilakukan oleh Simkin & Bolding (2004) terhadap 14 studi intervensi terkait, menunjukkan bahwa: 1) tidak ada ibu yang menyatakan bahwa posisi horizontal lebih meningkatkan kenyamanan dibandingkan posisi lainnya, 2) berdiri lebih meningkatkan kenyamanan



dibandingkan



berbaring



atau



duduk,



3)



duduk



lebih



meningkatkan kenyamanan dibandingkan berbaring jika dilatasi serviks kurang dari 7 cm, 4) posisi tegak-duduk, berdiri atau berjalan- menurunkan nyeri dan meningkatkan kepuasan ibu, dan 5) posisi tegak tidak memperpanjang masa persalinan dan tidak menyebabkan cedera pada ibu yang sehat. Sedangkan review sistematis terhadap sembilan studi intervensi tentang posisi ibu di kala I persalinan yang dilakukan oleh Souza et al (2006) menunjukkan bahwa mengadopsi posisi tegak atau ambulasi aman bagi ibu dan memberikan kepuasan karena adanya kebebasan untuk bergerak. Tetapi dikarenakan kurangnya bukti yang signifikan dan keterbatasan penelitianpenelitian yang ada, maka keuntungan poisisi tegak belum dapat direkomendasikan untuk memperpendek durasi persalinan dan meningkatkan kenyamanan ibu. Berbagai studi intervensi juga dilakukan guna mengetahui efektifitas dan efisiensi berbagai posisi ibu pada Kala II. Hasil studi-studi tersebut menunjukkan bahwa posisi tegak (upright) selama kala II persalinan memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan posisi dorsal (supine), antara lain: menurunkan ketidaknyamanan/nyeri persalinan dan kesulitan mengedan sehingga memperpendek kala II, menurunkan trauma perineum/ vagina dan infeksi pada luka persalinan, dan menurunkan jumlah bayi dengan apgar score yang kurang dari 7. Walaupun demikian, terdapat satu studi yang menunjukkan bahwa posisi tegak (dengan atau tanpa kursi persalinan) dapat meningkatkan kejadian robekan labium dan meningkatkan perdarahan post partum. Adapun berbagai perubahan posisi yang dapat dilakukan ibu, antara lain: a. Berbaring horizontal (supine) Secara umum posisi ini dirasakan tidak nyaman. Posisi ini dapat mengakibatkan uterus menekan pembuluh darah vena cava, menurunkan aliran darah ke plasenta, dan menekan diafragma yang membuat ibu sulit untuk bernafas. Untuk



5



meningkatkan kenyamanan dan dukungan, letakkan bantal dibawah lutut dan tekuk lutut sedikit, atau duduk semi fowler dengan kepala dan bahu terangkat dan tersanggah oleh setumpuk bantal. b. Berbaring miring (lateral) Posisi lateral mencegah terjadinya penekanan pada perineum dan mencegah penekanan pada vena cava sehingga memaksimalkan aliran darah ke uterus dan janin. Pada saat melahirkan, pasangan dapat membantu menyangga kaki ibu yang mencegah penekanan terhadap kepala bayi. c. Pada tangan dan lutut Posisi ini dapat mengurangi nyeri punggung dan memberikan kesempatan pada bayi dengan presentasi oksiput posterior untuk berputar serta membantu bayi yang mengalami distress karena posisi ini memaksimalkan aliran darah ke uterus dan plasenta. Posisi ini akan sulit dilakukan apabila ibu mendapat epidural anestesi. d. Posisi tegak (upright) Posisi ini terbagi atas:







Duduk pada awal persalinan: membuat uterus maju kedepan, mencegah uterus menekan diafragma, dan memperbaiki aliran darah pada otot yang berkontraksi. Bisa menggunakan kursi persalinan atau kursi lainnya atau menggunakan bola.







Berdiri atau berjalan: membantu memperlebar pelvik outlet dan membiarkan grafitasi bekerja mendorong bayi menekan serviks. Gunakan diding atau pasangan sebagai penyanggah saat terjadi kontraksi.







Berjongkok (squatting): membuka pelvis lebih lebar sehingga bayi memiliki cukup ruang untuk bergerak turun ke jalan lahir. Saat berjongkok, ratarata pelvik outlet menjadi 28% lebih besar dibandingkan dengan posisi berbaring. Dilakukan saat kepala bayi telah engaged. Dapat menggunakan squatting bar atau dua orang yang mendukung mempertahankan posisi ini. Sebaiknya tidak digunakan pada persalinan dengan presentasi oksiput posterior.







Berlutut saat kelahiran: mempertahankan posisi upright tanpa menegangkan punggung. Berlutut bisa dilakukan di atas bantal, pada tempat tidur atau pada dinding.



D. Dukungan Kontinu Selama Persalinan Dukungan kontinu selama perslinan mengacu pada perawatan non-medis kepada wanita selama persalinan oleh tenaga terlatih. Dukungan yang kontinu diartikan secara luas oleh beberapa penelitian. Ada yang mendefinisikan waktu minimal pendampingan persalinan sebesar 80% dari total keseluruhan waktu



6



selama persalinan bahkan ada yang mendefinisikan dukungan terus-menerus tanpa interupsi kecuali untuk penggunaan toilet. Dukungan yang diberikan mencakup dukungan emosional, kenyamanan fisik, pemberi informasi, saran dan penuntun, serta memfasilitasi kebutuhan ibu. Adapun sumber pendukung persalinan di Indonesia adalah bidan, perawat serta pasangan pasien. Pada beberapa penelitian sebagian besar menyatakan bahwa wanita yang mendapatkan dukungan persalinan secara terus menerus lebih sedikit yang membutuhkan terapi farmakologi maupun melahirkan dengan metode seksio. Tingkat kepuasan pasien jauh lebih tinggi dan sedikit yang merasakan pengalaman buruk saat bersalin. Penelitian lebih lanjut mengenai hal ini menunjukkan bahwa efektifitas metode ini lebih besar didapatkan apabila pendukung persalinan berasal bukan merupakan staf di rumah sakit. Hal ini mungkin terjadi akibat pekerjaan lain yang dimiliki staf di rumah sakit sehingga mereka tidak fokus untuk memperhatikan ibu selama persalinan. Selain itu hal ini mungkin disebabkan akibat kurangnya pengetahuan staf rumah sakit akan peran mereka sebagai pendukung persalinan. E. Acupressure Teknik acupressure berlandaskan pada teori akupuntur yang menyatakan bahwa masalah kesehatan yang spesifik muncul ketika terjadi blokade arus energi sepanjang meridian tertentu dalam tubuh. Dengan melepaskan blokade tersebut, keserasian dan fungsi halus dapat dikembalikan. Metode ini dapat digunakan untuk menginduksi persalinan, meningkatkan frekuensi kontraksi serta mengurangi nyeri akibat kontraksi uterus yang tidak disertai dengan kemajuan persalinan yang adekuat. Teknik acupressure dilakukan dengan melakukan pemijatan atau penekanan pada satu titik tubuh tertentu. Penekanan dilakukan pada titik hoku/hegu yang berada antara tulang metacarpal pertama dan kedua pada belakang tangan. Satu siklus penekanan dilakukan secara kuat selama 10-60 detik dengan menggunakan jari kemudian istirahat dalam waktu yang sama. Siklus diulangi hingga sekitar 6 kali. Metode ini belum pernah dibuktikan dengan evaluasi ilmiah sehingga efektifitasnya belum dapat dipastikan. Namun, tekniknya sederhana dan tampaknya bebas dari efek yang merugikan. F. Pemijatan/Masase Masase adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan lunak, biasanya otot, tendon atau ligamen, tanpa menyebabkan gerakan atau perubahan posisi



7



sendi untuk meredakan nyeri, menghasilkan relaksasi, dan atau memperbaiki sirkulasi. Gerakan-gerakan dasar pada masase meliputi gerakan memutar yang dilakukan oleh telapak tangan, gerakan menekan dan mendorong kedepan dan kebelakang menggunakan tenaga, menepuk-nepuk, memotong-motong, dan meremas-remas. Masase membantu ibu merasa lebih segar, rileks dan nyaman selama persalinan. Sebuah penelitian menyebutkan ibu yang dipijat 20 menit setiap jam selama tahap persalinan akan akan lebih bebas dari rasa nyeri. Hal ini terjadi akibat pelepasan senyawa endorphin oleh tubuh yang merupakan pereda nyeri alami. Endorphin juga dapat menciptakan perasaan nyaman pada pasien. Masase dapat dilakukan di kepala, leher, bahu, punggung dan tungkai. 16 Beberapa macam metode masase yang dapat dilakukan dalam mengatasi nyeri pada persalinan diantaranya: -



Metode Effluerage Metode ini dilakukan dengan posisi pasien setengah duduk lalu letakkan kedua telapak tangan pada perut dan secara bersamaan digerakkan melingkar kearah pusat ke simfisis atau dapat juga menggunakan satu telapak tangan dengan gerakan melingkar atau satu arah. Metode ini dapa dilakukan langsung oleh pasien.



- Metode Deep Back Masase Metode dilakukan dengan posisi pasien berbaring miring kemudian telapak tangan menekan pada bagian sakrum dan dilepaskan. Manuver ini dapat dilakukan secara kontinu saat pasien merasakan nyeri pada saat kontraksi rahim. - Firm Counter Pressure Metode ini memperlakuan pasien dalam kondisi duduk kemudian dilakukan penekanan pada daerah sakrum secara bergantian dengan tangan yang dikepalkan secara beraturan. - Abdominal Lifting Abdominal lifting memperlakukan pasien dengan cara membaringkan pasien pada posisi terlentang dengan posisi kepala agak tinggi. Kedua telapak tangan diletakkan pada pinggang bela kang pasien, kemudian secara bersamaan lakukan usapan yang berlawanan kearah puncak perut tanpa menekan kearah dalam, kemudian diulangi lagi. G. Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) TENS adalah metode lain yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri saat persalinan. Teori gate control tentang nyeri menjelaskan bahwa stimulasi saraf perifer yang besar dapat menghambat sinyal yang masuk ke jaras nyeri



8



pusat sehingga menurunkan persepsi seseorang terhadap nyeri. Stimulasi saraf perifer mengaktifkan transmisi saraf sensori A-Beta yang lebih besar dan lebih cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut dan delta-A berdiameter kecil sehingga mengakibatkan gerbang sinaps menutup transmisi impuls nyeri. TENS memberikan stimulasi tersebut ditambah dengan stimulasi elektrik yang juga mengaktifkan pengeluaran endorphin. 16 Terdapat 2 jenis frekuensi pada TENS yaitu frekuensi rendah (intermitten dan berdenyut) serta frekuensi tinggi (kontinu). Frekuensi rendah menstimulasi pelepasan endorphin, sedangkan frekuensi tinggi menutup ambang nyeri. Kebanyakan mesin dilengkapi tombol pengatur frekuensi yang memungkinkan ibu untuk menambah ketinggian frekuensi pada saat terjadi kontraksi dan mengembalikan ke frekuensi rendah saat uterus tidak berkontraksi. Dua pasang elektroda ditempel di punggung belakang ibu sesuai dengan jalur saraf T10-L1. Rangsangan listrik intensitas rendah diberikan secara terus menerus atau diberikan saat ibu tersebut mulai merasakan kontraksi. Rangsangan listrik tersebut akan memblok serat afferen atau mencegah nyeri yang berjalan dari sinap medula spinalis dari uterus. Saat persalinan mengalami kemajuan dan pelvik mulai membuka, maka elektroda dipindahkan untuk merangsang setinggi S2-4. Pada tingkat ini diperlukan rangsangan dengan intensitas tinggi untuk mengontrol nyeri. Ibu dapat melakukan pengaturan tombol selama kontraksi, meningkatkan kekuatan dan frekuensi denyut sesuai kemajuan persalinan. Belum ada efek samping yang ditemukan pada ibu dan janin. TENS tidak boleh digunakan pada ibu yang menggunakan alat pacu jantung, berada didalam air dan di area kulit yang sensitif (misalnya luka bakar, luka memar, inflamasi dan kulit dibawah tulang yang fraktur). H. Hipnosis Hipnosis membantu merubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif. Hipnosis yang sering digunakan pada nyeri persalinan merupakan hipnosis-diri (self-hypnosis) dimana para hipnoterapist mengajarkan wanita untuk menginduksi dirinya sendiri kedalam kondisi terhipnosis. Teknik hipnosis yang sering digunakan untuk mengatasi nyeri persalinan antara lain: -



Anestesia Sarung Tangan (Glove Anesthesia) Pada teknik ini ibu membayangkan tangan mereka mati rasa dan dapat menyebarkan sensasi mati rasa tersebut ke bagian tubuh lain. Penyebaran sensasi ini dapat dilakukan dengan meletakkan tangan ke bagian tubuh yang nyeri.



-



Distorsi Waktu



9



Teknik ini memungkinkan wanita untuk mempersepsikan rentang waktu antara kontraksi satu dengan yang lainnya menjadi lebih panjang dengan durasi tiap kontraksi lebih pendek dibandingkan dengan waktu yang sebenarnya. -



Transformasi Imaginatif Dalam teknik ini, nyeri ditransformasikan sebagai sensasi yang lunak dan dapat diterima sedangkan kontraksi dilihat sebagai lonjakan energi yang hanya menimbulkan sensasi tekanan ringan. Hipnosis tidak dapat digunakan pada wanita yang memiliki riwayat psikosis. Teknik ini menjanjikan dan dapat meningkatkan kepuasan wanita pada saat persalinan. Tidak ditemukan adanya resiko dalam penggunaan hipnosis untuk mengatasi nyeri pada persalinan. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui nilai efektifitas dari metode ini. Selain itu, metode ini membutuhkan biaya yang mahal untuk pelatihan hipnosis prenatal oleh hipnoterapist.



I.



Teknik Relaksasi dan Pernapasan Teknik relaksasi pernapasan merupakan tindakan pengendalian nyeri non farmakologis yang dapat membantu ibu mengendurkan seluruh tubuhnya ketika rahim berkontraksi. Beberapa jenis pernapasan bisa membantu ibu dalam menghadapi persalinan tahap 1 (Sebelum diperbolehkan mengedan) :







Menarik napas dalam (untuk membantu ibu rileks) dilakukan pada awal akhir kontraksi.







Menarik napas dangkal dan cepat di dada bagian atas, dilakukan pada saat kontraksi mencapai puncaknya.







Menarik napas pendek dan cepat diikuti dengan menghembuskan napas melalui mulut dan dilakukan untuk menahan keinginan untuk mengedan (sebelum terjadi pembukaan lengkap). Pada tahap ini, teknik pernapasan dapat memperbaiki relaksasi otot-otot abdomen dan dengan demikian meningkatkan ukuran rongga abdomen. Keadaaan ini mengurangi friksi (gesekan) dan rasa tidak nyaman antara rahim dan dinding abdomen karena otot-otot di daerah genitalia juga menjadi lebih rileks, otot-otot tersebut tidak mengganggu penurunan janin. Pada tahap II, ibu mulai boleh mengedan dan diselingi dengan manarik napas cepat dan pendek. Pada tahap ini, pernapasan dipakai untuk menaikkan tekanan abdomen dan dengan demikian membantu mengeluarkan janin. Keadaan ini juga dipakai untuk merelaksasikan otot-otot fundamental untuk mencegah pengeluaran dini kepala janin.



J.



Kompres Panas/Dingin



10



o



Kompres Panas Kompres panas dapat meningkatkan suhu kulit lokal, sirkulasi dan metabolisme jaringan. Selain itu kompres panas dapat mengurangi spasme otot dan meningkatkan ambang nyeri. Namun, pemberian kompres hangat dapat meningkatkan aktivitas uterus. Kompres panas digunakan pada wanita yang mengeluh



nyeri



pada



daerah



tertentu,



menunjukkan



tanda-tanda



kecemasan/ketegangan otot, menggigil, serta pada kasus dimana membutuhkan peningkatan aktivitas uterus. Kompres panas dilakukan dengan cara meletakkan handuk hangat basah, bantalan panas, kantong silika yang dipanaskan, kantong beras panas atau botol air panas di perut bagian bawah, paha, punggung bawah, bahu atau perineum. Selain itu dapat pula menggunakan selimut yang dihangatkan untuk membungkus seluruh tubuh wanita. Sumber panas hendaknya dibungkus dengan satu/dua lapis pelindung untuk memastikan sumber tidak terlalu panas. Hal ini dapat terjadi karena pada saat persalinan, wanita dapat mengalami perubahan persepsi terhadap suhu dan tidak bereaksi terhadap panas yang berlebih walaupun panas tersebut dapat menyebabkan kulit terbakar. Oleh sebab itu, hindari penggunaan sumber panas yang tidak dapat dipegang oleh tangan pada kulit wanita. o



Kompres Dingin Kompres dingin terutama berguna untuk nyeri muskuloskeletal. Kompres dingin dapat mengurangi ketegangan otot lebih lama dibandingkan dengan kompres panas. Kompres dingin akan membuat baal sehingga memperlambat transmisi nyeri dan impuls-impuls nosiseptor melalui neuron-neuron sensorik. Kompres dingin juga mengurangi pembengkakan dan menyejukkan bagi kulit. Kompres dingin biasanya digunakan pada wanita yang mengeluh nyeri punggung, merasa kepanasan/berkeringat, nyeri hemoroid yang hebat serta setelah proses kelahiran untuk mengurangi nyeri akibat pembengkakan/jahitan. Kompres dingin diaplikasikan di punggung bawah atau perineum dengan menggunakan kantong es, kantong jeli, kantong beras, sarung tangan lateks yang diisi kepingan es, kain basah yang didinginkan, kaleng minuman ringan yang dingin, botol palstik air beku ataupun benda-benda dingin lainnya. Kain dingin yang basah juga dapat digunakan untuk mendinginkan wajah, lengan atau tangan wanita yang sedang berkeringat. Untuk pasien dengan hemoroid, kantong jeli beku/botol plastik berisi air beku dapat diletakkan pada anus untuk mengurangi nyeri pada kala dua. Sama halnya denga kompres panas, untuk memungkinkan toleransi bertahap terhadap perubahan suhu, sebaiknya sumber dingin dilapisi oleh satu/dua lapis kain.



11



K. Terapi Audioanalgesia Teknik



audioanalgesia



menggunakan



stimulasi



auditori



dengan



mendengarkan bunyi-bunyian yang menenangkan seperti musik, white sound atau suara lingkungan untuk mengurangi persepsi nyeri. Terapi ini bekerja dengan cara meningkatkan jalur inhibisi descending. Musik dikatakan dapat menciptakan rasa damai dan tenang selama persalianan. Beberapa penelitian terhadap audioanalgesia menyatakan bahwa metode ini dapat meningkatkan teloransi terhadap nyeri, meningkatkan mood, dan mampu memberi tanda pada wanita untuk bergerak dan bernapas secara ritmis terutama pada wanita yang telah mengondisikan dirinya sebelum onset persalinan. Penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar diperlukan untuk membuktikan manfaat ang sebenarnya dari metode ini. L. Terapi Aromaterapi Sama dengan terapi musik, terapi aromatik dapat mengurangi ketegangan pasien sebelum, selama dan setelah persalinan. Aromaterapi yang berasal dari minyak esensial lavender, mawar dan kamomile telah banyak digunakan sejak beberapa tahun lalu untuk mengurangi nyeri saat persalinan. Minyak aromaterapi tersebut dapat digunakan untuk pemijatan, dicampur dalam air hangat atau secara langsung digosokkan pada dahi ibu yang akan melakukan persalinan. Belum ada penelitian tentang kerja aromaterapi dalam persalinan meskipun telah banyak dilaporkan bahwa aromaterapi efektif membuat ibu merasa lebih nyaman saat persalinan. Efek samping yang harus diperhatikan adalah reaksi alergi, mual, muntah dan sakit kepala. 2.3



Intervensi Farmakologis Managemen



farmakologi



merupakan



suatu



pendekatan



yang



digunakan untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan obat-obatan. Agen farmakologis yang digunakan dalam penatalaksanaan nyeri selama persalinan dibagi menjadi dua golongan yaitu analgesik dan anastesia. Berikut klasifikasinya. 1.



Analgesik Sistemik Pemberian analgesia sistemik memberikan beberapa keuntungan, antara lain administrasi obatnya mudah dan juga cara pemberiannya mudah diterima oleh pasien. Analgesik jenis ini tidak menyebabkan kehilangan kesadaran dan biasanya diberikan di awal persalinan. Pemberiannya dapat dilakukan melalui intravena maupun intramuskular. Namun obat jenis ini memiliki



efek



samping



berupa



mual,



mengantuk



serta



kesulitan



berkonsentrasi. Oleh karena itu pemberian obat ini terkadang dikombinasi dengan obat lain untuk mengatasi efek samping nya. Penggunaan dosis tinggi



12



dapat menyebabkan depresi pernapasan pada ibu dan bayi. Oleh karena itu, pemilihan obat, penentuan dosis yang tepat, waktu pemberian dan metode administrasi obat harus diperhatikan untuk menghindari adanya depresi baik pada maternal atau neonatal. Obat yang diberikan secara sistemik selama proses persalinan antara lain: a.



Opioid Opioid adalah agent yang banyak digunakan untuk mengurangi nyeri saat persalinan baik pada saat awal persalinan sebelum dilakukan analgesia epidural ataupun saat kala 1 dan kala 2 persalinan. Opioid bekerja sangat cepat dan diberikan secara intravena.18 Opioid sistemik dapat mengurangi nyeri selama persalinan namun memiliki banyak efek samping yang tidak diinginkan. Efek samping yang muncul tergantung dari dosis obat yang diberikan. Efek samping terhadap ibu antara lain hipotensi ortostatik, mual, muntah, pusing, keterlambatan pengosongan lambung. Opioid melewati plasenta dan dapat menyebabkan depresi pernapasan pada bayi. Dari suatu penelitian menunjukkan bahwa ibu yang mendapatkan opioid sebagai analgesia saat persalinan akan lebih banyak melahirkan bayi dengan nilai apgar skor yang rendah dan bayi dengan kelainan tingkah laku dibandingkan dengan yang mendapat placebo. Untuk mengurangi efek depresi dari opioid dapat diberikan antagonis opioid yaitu naloxon, nalorphine atau levallorphan saat 10-15 menit sebelum kelahiran. Naloxon dapat membalikkan efek analgesia maternal pada saat analgesia tersebut sangat dibutuhkan.19 Beberapa opioid yang dapat digunakan antara lain: morfin, meperidin, alphaprodine (Nisentil), fentanil dan remifentanil.



b.



Morfin Merupakan salah satu penghilang rasa nyeri, namun karena sering menimbulkan depresi pernapasan pada neonatus agent ini sekarang sudah jarang digunakan. Morfin diberikan secara intramuskuler dengan dosis 5-10 mg dan efek puncaknya 1-2 jam setelah pemberian IM atau intravena dengan dosis 2-3 mg dengan efek puncaknya 20 menit setelah pemberian IV.18



c.



Meperidine Obat ini paling sering digunakan karena onsetnya cepat. Obat ini dapat diberikan secara intravena dengan dosis 25-50 mg (efektif dalam 5-10 menit) maupun intramuskular dengan dosis 50-100 mg (efek puncak dalam 40-50 menit). Meperidin melewati plasenta secara cepat dan mencapai equilibrium ibu dan fetus dalam waktu 6 menit. Gejala depresi pusat napas pada bayi yang baru lahir akan terlihat jika bayi dilahirkan 2-3 jam setelah pemberian meperidin. Gejala tersebut sedikit berkurang jika bayi dilahirkan kurang dari 1 jam setelah pemberian meperidin (sebelum onset kerja meperidin dimulai)



13



atau bayi dilahirkan 4 jam setelah pemberian meperidin (setelah durasi kerja meperidin selesai). Yang merugikan dari meperidin adalah meperidin dimetabolisme menjadi normeperidin pada neonatus sehingga waktu paruhnya lebih lama. d.



Alphaprodine (Nisentil) Alphaprodine mempunyai onset kerja yang paling cepat dan durasi kerja yang pendek sehingga dulu banyak digunakan untuk persalinan. Tetapi sekarang tidak tersedia lagi karena dapat menyebabkan pola denyut jantung fetus sinusoid.18



e.



Fentanyl Fentanyl adalah opioid sintetik yang kerja cepat dan durasi kerjanya pendek. Fentanil 100 µg ekuipotensi dengan 10 mg morfin dan 100 mg meperidine. Dosis fentanil 50-100 µg IM dan mencapai efek puncak 7-8 menit setelah pemberian atau 25-50 µg IV dan mencapai efek puncak 3-5 menit setelah pemberian.



Fentanyl



tidak



menembus



plasenta.



Beberapa



penelitian



menunjukkan bahwa fentanyl tidak mempengaruhi nilai Apgar skore bayi, nilai asam basa tali pusat, atau skor neurobehaviour. f.



Remifentanil Merupakan obat analgetik yang bekerja secara agonis pada reseptor opioid. Obat ini bekerja ultra cepat. Remifentanil dapat menembus plasenta tetapi secara cepat dimetabolisme oleh neonatus. Remifentanil merupakan pilihan jika pasien kontraindikasi dengan teknik neuroaxial. Salah satu penulis mengatakan bahwa remifentanil dengan dosis 0.1-0.2 mcg/kg/min berhasil untuk mengurangi nyeri pada persalinan.



g.



Sedatif dan tranquilizer Obat sedatif dan tranquilizer berfungsi untuk mengurangi rasa cemas atau dapat digabung dengan narkotik untuk mengurangi efek mual dan muntah. Barbiturat sudah jarang digunakan saat ini karena efek samping yang dapat timbul pada neonatus jika digunakan dengan dosis tinggi. Tranquilizers yang banyak digunakan adalah phenothiazine dan benzodiazepine. Phenothiazine yang banyak digunakan untuk kasus obstetrik adalah Hydroxyzine (Vistaril) dan promethazine (Phenergan). Obat tersebut efektif sebagai anxiolitik dan antiemetik



serta dapat



menurunkan



variabilitas



denyut



jantung janin.



Benzodiazepine efektif sebagai anxiolytik, hipnotis, antikonvulsan dan obat amnestik. Yang banyak digunakan untuk kasus obstetrik adalah diazepam. Diazepam dengan dosis kecil yaitu 2,5-10 mg tidak akan mempengaruhi nilai Apgar skor ataupun nilai asam basa neonatus. Diazepam dengan dosis besar dapat menyebabkan hipotonia, letargi dan hipotermia pada neonatus. Natrium



14



benzoate yang digunakan sebagai buffer di dalam cairan injeksi dapat menggantikan bilirubin dari albumin dan dapat menyebabkan hiperbilirubinemia. Diazepam merupakan obat pilihan utama pada pasien kejang akibat toksisitas anestesi dan eklampsia.18 B.



Analgesia dan Anesthesia Regional Teknik analgesia regional memberikan efek analgesi yang baik dengan efek depresan minimal pada maternal dan fetus. Teknik analgesia regional yang sering digunakan adalah blok neuroaxial sentral (epidural analgesia, spinal analgesia dan combinasi spinal dengan epidural), blok para servikal dan blok pudendal. Teknik yang lebih jarang digunakan adalah blok simpatis lumbar. Analgesia regional bisa menjadi kontraindikasi jika terdapat koagulopati yang berat, hipovolemia akut, dan adanya infeksi pada area penusukan jarum.16 Analgesia dan anestesi regional banyak digunakan karena lebih efektif mengurangi nyeri dibandingkan obat-obat lainnya sementara ibu tetap sadar serta kooperatif selama persalinan.



a.



Analgesia epidural Analgesia epidural adalah suatu teknik memasukkan obat anastesi lokal ke ruang epidural di daerah lumbal tulang belakang dengan menempatkan selang kateter untuk memasukkan obat anestesi secara berkala sesuai kebutuhan pasien dan lamanya persalinan. Ruang epidural adalah ruang potensial yang berbentuk segitiga, ruang ini berada di antara ligamentum flavum dan duramater. Bagian atas berbatasan dengan foramen magnum dan bagian bawah dengan selaput sakrokoksigeal. Kedalaman ruang ini 4,5-5 cm. Ruang epidural berisi sakus duralis, cabang saraf spinal, pleksus venosus epiduralis, arteri spinalis, pembuluh limfa dan jaringan lemak.6 Analgesia epidural merupakan “gold standar” dalam mengontrol nyeri selama persalinan baik persalinan kala 1 maupun kala 2.18,19 Untuk mendapatkan hasil yang efektif pada kala I persalinan dilakukan dengan memblok dermatom T10-L1 dengan menggunakan obat anestesi lokal konsentrasi rendah yang kadang-kadang dikombinasikan dengan menggunakan opioid lipid soluble.20,21,22 Efek analgesia pada kala I persalinan didapatkan dengan menggunakan bupivakain, ropivacain atau levobupivacain 0,125-0,25% sebanyak 5-10 ml yang diikuti dengan pemberian infuse continus bupivacain atau levobupivacaine 0,0625 % sebanyak 8-12 ml/jam atau dengan ropivacaine 0,1%. Fentanil 1-2mcg/ml atau sulfentanil 0,3-0,5 mcg/ml dapat ditambahkan. Selama persalinan actual, perineum dapat diblok dengan menggunakan bupivakaine 0,5% 10 ml, 1% lidokain, atau jika diperlukan efek yang cepat dapat diberikan cloroprokaine pada posisi semirekumben.20



15



Pada kala II persalinan, blok epidural harus diperluas sampai dermatom S2-S4 untuk menghilangkan rasa nyeri akibat distensi vagina dan penekanan perineum saat janin turun. Bagaimanapun juga pemberian analgesia epidural dapat memperpanjang kala II persalinan pada wanita nuliparus, sehingga dapat menurunkan ekspulsi janin dan malformasi dari vertex. Pemanjangan kala II dapat terjadi lebih dari 3 jam pada nuliparus dan lebih dari 2 jam pada multiparus. Pemanjangan kala II persalinan dapat diminimalkan dengan cara menggunakan obat lokal anestesi yang ultra dilusi dan dikombinasikan dengan opioid. Keuntungan anestesia epidural antara lain dapat mengurangi penggunaan obat nyeri secara sistemik yang dapat menyebabkan depresi neonatus. Pengurangan nyeri bisa menurunkan sekresi katekolamin endogen, meningkatkan perfusi uteroplasenta, menurunkan hiperventilasi selama kontraksi dan mengurangi penurunan perfusi uteroplasenta sebagai hasil dari alkalosis. Pada analgesi epidural, ibu dalam kondisi sadar sehingga dapat berpartisipasi pada proses persalinan dan risiko aspirasi paru lebih rendah dibandingkan dengan general anestesi. Disamping memiliki beberapa keuntungan, analgesia epidural juga memiliki kerugian yaitu terjadinya hipotensi yang bisa menyebabkan insufisiensi uteroplasenta,



persalinan



lama,



kadang-kadang



harus



dibantu



dengan



vakum/forceps, bisa terjadi reaksi toksik terhadap anestesi lokal, nyeri kepala postdural punksi. Kontraindikasi penggunaan analgesia epidural antara lain; pasien menolak, gangguan koagulasi, infeksi pada daerah penempatan kateter dan hipovolemia. Efek samping penggunaan analgesik epidural antara lain kala 2 persalian yang memanjang, peningkatan penggunaan oxitosin, kecenderungan adanya malposisi fetus, dan kecenderungan menggunakan alat selama melahirkan pervaginam seperti penggunaan forseps.18,19 Tidak terdapat perbedaan angka seksio sesarea pada ibu yang tanpa dan menggunakan analgetik epidural selama persalinan. Komplikasi anestesi dan analgesi epidural meliputi paresthesia, accidental dural puncture (nyeri kepala), injeksi subdural (hipotensi), analgesi epidural massif (pasien tidak sadar), accidental intravascular injection (kejang atau kolaps kardiovaskular), toksisitas



kardiovaskular, nyeri pinggang,



methemoglobinemia, rusaknya kateter epidural. Komplikasi neurologi meliputi prolonged neural blockade, disfungsi bladder, shivering dan shaking, sindrom



16



horner’s, trauma pada nerve roots, sindrom kauda equina, hematom epidural, abses epidural, adhesive arachnoiditis, sindrom arteri spinal anterior. b.



Anestesia spinal Anestesia spinal banyak digunakan untuk persalinan dengan bantuan forsep karena anestesia spinal dapat memblok pergerakan otot dasar panggul. Anestesia spinal akan mengendorkan otot dasar panggul dan kekuatan ekspulsif dapat dikurangi dengan adanya segmen abdominal yang di blok.. Semua persalinan dengan bantuan forsep di blok pada T10-S5 kecuali pada kasus forsep percobaan dimana yang di blok lebih tinggi yaitu pada T4.18 Terdapat beberapa macam obat anestesia lokal yang sering dipakai pada anestesia spinal seperti prokain, lidokain (Xylocaine), tetrakain (Pantocaine), bupivakain (Marcaine atau Sensorcaine), dan dibukain (Cinchorcaine). 22 Prokain dan lidokain bersifat short-intermediate acting, sedangkan tetrakain, bupivakain dan dibukain mempunyai sifat intermediate-long duration. Prokain memiliki efek 3-5 menit dengan durasi antara 50-60 menit. Dosis yang disarankan berkisar antara 50-100 mg untuk operasi daerah perineum dan ekstremitas inferior dan 150-200 mg untuk operasi abdomen bagian atas.23 Lidokain juga mempunyai onset anestesia spinal yang sama dengan prokain yaitu 3-5 menit namun dengan durasi yang lebih lama dari prokain yaitu 60-90 menit. Lidokain yang dipakai untuk anestesia spinal adalah larutan 5% dalam glukosa 7.5%. Dosis yang biasa digunakan adalah 25 – 50 mg untuk operasi perineum dan saddle block anesthesia dan 75 – 100 mg untuk operasi abdomen bagian atas. 24,25 Tetrakain memiliki onset 3-6 menit dengan durasi yang lebih lama dibandingkan dengan prokain dan lidokain (210-240 menit). Larutan 1%, jika dicampur dengan glukosa 10% dalam jumlah yang sama (tetrakain 0.5% dalam 5% glukosa) digunakan secara luas untuk anestesia spinal dimana mempunyai berat yang lebih besar daripada cairan serebrospinal. Dosis yang digunakan berkisar antara 5 mg untuk operasi daerah perineum dan ekstremitas inferior dan 15 mg untuk operasi abdomen bagian atas. Bupivakain menghasilkan onset anestesia spinal dalam waktu 5 - 8 menit. Durasi anestesia yang dihasilkan 210-240 menit. Dosis yang direkomendasikan berkisar antara 8-10 mg untuk operasi perineum dan ekstremitas inferior dan 15-20 mg untuk operasi abdomen bagian atas. Injeksi subarachnoid untuk anestesi persalinan mempunyai keuntungan yang reliabel dan onset yang cepat dalam blok saraf. Walaupun demikian injeksi intratekal yang berulang – ulang mungkin diperlukan untuk persalinan yang lama, sehingga menyebabkan peningkatan resiko dari nyeri kepala akibat punksi postdural. Selain itu komplikasi yang paling sering terjadi adalah hipotensi, sehingga diperlukan pemberian cairan elektrolit isotonik sebelum tindakan. Sebagai tambahan, blok saraf mungkin tidak nyaman pada beberapa persalinan



17



dan menyebabkan perpanjangan fase kedua dari persalinan. Anestesi spinal adalah metode yang aman dan efektif daripada anestesi umum dalam persalinan. Komplikasi anestesia spinal yang dapat muncul adalah ”spinal headache”. ”Spinal headache” dapat terjadi karena keluarnya CSF dari jarum yang ditusukkan saat anestesia spinal dan bisa akibat dari masuknya udara pada tempat injeksi yang mengakibatkan iritasi. Pusing dapat berkurang dengan cara berbaring pada tempat yang datar. c.



Analgesia kombinasi spinal-epidural Teknik kombinasi analgesia spinal epidural (combined spinal-epidural analgesia



atau CSE) dapat memberikan keuntungan pada pasien yang



mengalami nyeri pada awal persalinan yang berat dan memerlukan analgesia sebelum persalinan. Pada persalinan kala I, dapat dipilih injeksi bupivakain 2,5 mg atau ropivakain 3-4 mg dengan opioid intratekal. Dosis intratekal ialah fentanil 4-5 μg. Keuntungan CSE diantaranya adalah mengurangi pergerakan yang diblok, tidak menyebabkan instabilitas kardiovaskular, mengurangi jumlah anestesi lokal pada sirkulasi sistemik dan dapat mempercepat kala 1 persalinan pada nulipara. Efek samping CSE adalah pruritus, mual dan muntah, depresi respirasi dan bradikardi pada fetus. Jika pruritus yang terjadi adalah berat maka dapat diberikan Nalbufine IV 5-10 mg, naloxon 40-80 mcg, propofol 10 mg ataupun ondansetron 8 mg. Bradikardia pada fetus dapat terjadi karena adanya hipotensi pada ibu yang menyebabkan perfusi uteroplasenta menurun, bisa karena menurunnya epinephrin pada ibu sehingga efek norepinephrin meningkat dan terjadilah vasokontriksi pembuluh darah uterus dan tonus uterus meningkat dan bisa karena efek vagotonik langsung dari Sufentanil. Terapi untuk bradikardia pada fetus adalah dengan memberikan Efedrin IV untuk meningkatkan cardiac output ibu dan jika tetap bradikardia maka dapat diberikan Terbutaline IV. d.



Blok paraservical Blok simpatik paravertebral lumbar merupakan alternatif analgesia ketika adanya kontraindikasi mutlak pada tekhnik neuroaxial sentral. Teknik yang dilakukan adalah dengan memblok impuls saraf dari uterus dan servik melalui injeksi anestesi lokal pada jaringan paraservikal. Teknik ini biasanya digunakan pada persalinan kala 1. Blok pada paraservikal ini tidak mengurangi nyeri perineal. Blok pleksus paraservikal ini jarang dipakai karena keterkaitannya dengan tingginya angka bradikardi pada janin, asidosis dan kematian janin.



18



Dekatnya tempat injeksi (pleksus paraservikal atau ganglia Frankenhauser) dengan arteri uterinalis secara anatomik dapat menyebabkan vasokonstriksi arteri uterinalis, insufisiensi uteroplasenta, dan meningkatnya kadar anestesi lokal pada sirkulasi janin. e.



Blok pudendal Blok pudendal dikerjakan tepat sebelum kelahiran, dengan memblok saraf pudendal ketika melewati ischial spine. Teknik ini menyebabkan analgesia pada perineum.6 Blok nervus pudendalis dapat dikombinasikan dengan infiltrasi perineal anestesi lokal untuk menyediakan anestesi perineal selama persalinan kala II ketika jenis anestesi lain tidak adekuat. Komplikasi yang dapat muncul dari penggunaan blok nervus pudendalis ialah injeksi intravaskular, hematom retroperitoneal, dan abses retropsoas atau subgluteal.



B.



Analgesia inhalasi Agen inhalasi yang digunakan adalah dengan menggunakan entonox yaitu campuran 50% nitrogen oksida dan 50% oksigen. Teknik ini merupakan teknik yang akhir-akhir ini sering digunakan dan berguna dalam memberikan analgesia yang dikombinasikan dengan kadar oksigen tinggi, dengan mula kerja dan penghentian yang cepat dan efek merugikan yang minimal pada bayi. Ibu memegang maskernya sendiri, sehingga jika ia menjadi terlalu mengantuk masker dapat terlepas dari wajahnya, dengan demikian sang ibu dapat mengendalikan sendiri pemberian agen tersebut. Ibu diminta untuk mulai menghirup saat 30 detik sebelum kontraksi uterus. Efek dari agen inhalasi ini terhadap kontraksi uterus dan neonatus adalah tergantung dari konsentrasi agen yang digunakan. Jika menggunakan konsentrasi kecil maka tidak ada efek buruk yang ditimbulkan. Agen inhalasi selain N2O yang dapat digunakan adalah eter, kloroform, cyolopropane dilanjutkan dengan trichoroethylene dan methoxyflurane. Enflurane, isoflurane dan desflurane adalah sebagai agen tambahan untuk saat ini. Analgesia dalam persalinan dapat digunakan agen anestetik inhalasi dalam konsentrasi sub anestetik untuk menghilangkan rasa nyeri dengan tetap menjaga kesadaran ibu dan mencegah terjadinya regurgitasi dan aspirasi isi lambung. Ether mempunyai beberapa efek samping termasuk efek emetik paten dengan bau-bauan yang tidak enak, iritasi pada saluran pernapasan dan eksplosif. Kloroform mempunyai bau yang enak, tidak iritan, lebih potensial dalam bekerja, lebih cepat daripada eter tapi memiliki hal yang tidak diinginkan, dosis berhubungan dengan efek samping aritmia dan kerusakan hati.



19



Anestesi inhalasi seperti sevoflurane atau desflurane konsentrasi tinggi kadang dibutuhkan untuk mengistirahatkan uterus ketika akan dilakukan manipulasi. Indikasi utama dilakukannya manipulasi adalah ketika akan melakukan ekstrasi kepala pada persalinan sungsang, saat versi internal dan ekstrasi bayi kedua pada persalinan kembar, saat akan ekstrasi plasenta pada plasenta yang sulit dikeluarkan dan mengurangi inversi uterus. Keuntungan dari anestesi inhalasi ini adalah ibu tetap sadar dan dalam kontrol anelgesia serta efek durasinya pendek.



BAB III PENUTUP 3.1



KESIMPULAN Menekan rasa nyeri selama proses persalinan merupakan aspek yang esensial dalam perawatan obstetrik. Prinsip dari teknik anestesi pada persalinan ini secara ideal ialah dapat mengurangi rasa nyeri selama persalinan, tetapi pasien tetap dapat berpartisipasi secara aktif dalam proses persalinan. Penanganan nyeri yang tepat selain dapat meningkatkan kepuasan ibu terhadap proses persalinan juga mempu memlancarkan proses presalinan itu sendiri. Secara garis besar, ada dua teknik mengurangi rasa nyeri pada ibu hamil yaitu non farmakologis dan farmakologis. Intervensi non-farmakologis yang dapat digunakan dalam mengelola nyeri pada persalinan diantaranya: hidroterapi, injeksi air intradermal, pergerakan dan pengaturan posisi ibu saat persalinan, dukungan yang kontinu saat persalinan, pemijatan/masase, TENS, hipnosis,



teknik



relaksasi



dan



pernapasan,



kompres



panas/dingin,



accupresure, aromaterapi, terapi musik serta audioanalgesia. Sedangkan untuk terapi farmakologis, antinyeri dibedakan menjadi 2 kategori yaitu penggunaan analgesik dan anestesi. Analgesik sistemik yang digunakan dibedakan menjadi opioid (morfin, mepereidein, alphaprodine, fentanil, remifetanil) serta sedative dan tranquilizer (phnotiazine dan benzodiasepin). Analgesia dan anastesi regional diberikan melalui teknik epidural, sinal, kombinasi spinal dengan epidural, blok para servikal dan blok pudendal. Berbagai



keuntungan,



kerugian,



efek



samping,



indikasi



dan



kontraindikasi pada berbagai teknik mengatasi nyeri pada persalinan perlu



20



diperhatikan dan dipertimbangkan penggunaanya terhadap ibu saat persalinan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan kedepannya.



21



DAFTAR PUSTAKA 1.



Anonim. 2006. Pedoman Pelayanan Farmasi Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui, Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan R I. Available at: http://125.160.76.194/bidang/yanmed/farmasi/ Pharmaceutical /IBUHAMIL.pdf. Access: 24 Juni 2014



2.



Ery Leksana. Mengatasi Nyeri Persalinan. CDK. 2011;.38 (4);294-298



3.



Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Penduduk Indonesia Setiap



HariT



ambah



10.000



Jiwa.



2011.



Available



at:



http://www.bkkbn.go.id/berita/Pages/Penduduk-Indonesia-Setiap-Hari-Tambah10.000-Jiwa.aspx. Access: 24 Juni 2014. 4.



Mangku G,Senapathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. IndeksJakarta : 2010.



5.



Rita Arya, Melissa Whitworth, Tracey A Johnston. Mechanism and management of



normal



labour.



Elsevier:



OBSTETRICS,



GYNAECOLOGY



AND



REPRODUCTIVE MEDICINE 17:8;227-31. 6.



Kenneth L. Byron andLioubov I. Brueggemann. Labour pains: giving birth to newmechanisms for the regulationof myometrial contractility. J Physiol 587.10 (2009) pp 2109–2110 2109



7.



Keman Kusnarman. Fisiologi dan Mekanisme Persalinan Normal. In: Sarwono Prawirohardjo.



Ilmu



Kebidanan.



4th



Ed.



PT



Bina



Pustaka



Sarwono



Prawirohardjo. Jakarta: 2009:296-314 8.



Yvonne Cheng, et al. Normal Labor and Delivery. 2012. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/260036-overview#aw2aab6b4. Access: 23 April 2014.