Farmasi Fisika-Prinsip Dasar [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

FARMASI FISIKA “PRINSIP DASAR” Oleh: Apt. Wafa, M.Farm.



FARMASI FISIKA ◦ Dahulu, istilah farmasi fisika dikaitkan dengan cakupan farmasi yang berkenaan dengan prinsip kuantitatif dan teoritis suatu ilmu yang diterapkan dalam praktik farmasi. ◦ Farmasi fisika berusaha menggabungkan pengetahuan farmasi yang faktual melalui perkembangan prinsip yang luas dari ilmu itu sendiri dan farmasi fisika membantu farmasis dan ilmuwan farmasi dalam memperkirakan kelarutan, kestabilan, ketercampuran dan kerja biologis produk-produk obat.



PRINSIP DASAR



Wujud Zat



Termodinamika



Penentuan Sifat Fisik Molekul



Wujud Zat



Wujud Padat



Wujud Gas



Wujud Cair



Wujud Gas ◦ Karena gerakannya yang kuat dan cepat serta tabrakan yang dihasilkan, molekul-molekul gas bergerak dalam arah yang tidak beraturan dan bertabrakan tidak hanya antara satu dengan yang lain, tetapi juga dengan dinding wadah gas tersebut. ◦ Oleh karena itu, molekul-molekul gas menggunakan tekanan, gaya per satuan luas yang dinyatakan dalam dyne/cm². ◦ Tekanan juga tercatat dalam atmosfer atau mm raksa karena penggunaan barometer dalam pengukuran tekanan. ◦ Karakteristik penting gas yang lain, yaitu volume, biasanya dinyatakan dalam liter atau sentimeter kubik (1 cm³ = 1 mL). ◦ Suhu dalam persamaan gas diberikan dalam suhu absolut atau derajat Kelvin (K). ◦ Nol derajat selsius sama dengan 273,15 Kelvin (K).



Hukum Gas Ideal Boyle



GayLussac



Charles



BoyleGay Lussac



Keadaan ideal: tidak terdapat interaksi antarmolekul dan tabrakan bersifat elastis sempurna sehingga tidak terjadi pertukaran energi pada saat tabrakan.



Hukum Boyle ◦ Hukum Boyle mengaitkan volume dan tekanan suatu massa gas pada suhu konstan. ◦ P1.V1 = P2.V2 ◦ P= tekanan ◦ V= volume



Hukum Charles ◦ Hukum Charles menyatakan bahwa jika tekanan gas yang berada dalam bejana tertutup dipertahankan konstan, maka volume gas sebanding dengan suhu mutlaknya. ◦



𝑉1 𝑇1



=



𝑉2 𝑇2



◦ V= volume ◦ T= suhu



Hukum Gay Lussac ◦ Hukum Gay Lussac menyatakan bahwa jika volume gas yang berada dalam bejana tertutup dipertahankan konstan, maka tekanan gas sebanding dengan suhu mutlaknya. ◦



𝑃1 𝑇1



=



𝑃2 𝑇2



◦ P= tekanan ◦ T= suhu



Hukum Boyle-Gay Lussac ◦



𝑃1.𝑉1 𝑇1



=



𝑃2.𝑉2 𝑇2



◦ P= tekanan



◦ V= volume ◦ T= suhu



Contoh Soal ◦ Pengaruh Perubahan Tekanan terhadap Volume Gas Ideal Pada penetapan spiritus etil nitrit, gas nitrogen monoksida yang dibebaskan dari sejumlah tertentu spiritus dan dikumpulkan dalam sebuah buret gas mengisi volume 30,0 mL pada suhu 20ºC dan tekanan 740 mmHg. Dengan menganggap bahwa gas tersebut bersifat ideal, berapakah volume pada suhu 0ºC dan tekanan 760 mmHg? Diketahui: P1= 740 mmHg V1= 30,0 mL T1= 20ºC + 273 = 293 K P2= 760 mmHg T2= 0ºC + 273 = 273 K V2= ?



Jawaban ◦ ◦



𝑃1.𝑉1 𝑃2.𝑉2 = 𝑇1 𝑇2 740 𝑥 30,0 760 𝑥 𝑉2 = 293 273



◦ V2= 27,2 mL



Hukum Gas Ideal Umum ◦ Hukum gas ideal umum ini mengaitkan keadaan-keadaan atau wujud spesifik, yaitu tekanan, volume dan suhu sejumlah tertentu massa gaspersamaan keadaan gas ideal. ◦ PV= nRT ◦ P= tekanan ◦ V= volume ◦ n= mol



◦ R= harga konstanta gas molar= 0,08205 liter atm/mol K ◦ T= suhu



Contoh Soal ◦ Perhitungan Volume Menggunakan Hukum Gas Ideal Berapakah volume 2 mol gas ideal pada 25ºC dan 780 mmHg? Diketahui: P= 780 mmHg= 780/760= 1,026 atm n= 2 mol R= 0,08205 liter atm/mol K T= 25ºC + 273 = 298 K V=?



Jawaban ◦ PV = nRT ◦ 1,026 atm x V= 2 mol x 0,08205 liter atm/mol K x 298 K ◦ V= 47,65 liter



Berat Molekul ◦ Berat molekul kira-kira suatu gas dapat ditentukan dengan menggunakan hukum gas ideal. ◦ Jumlah mol gas (n) digantikan dalam bentuk yang setara g/M. ◦ PV=



𝑔 𝑀



𝑅𝑇



◦ P= tekanan ◦ V= volume ◦ g= jumlah gram gas ◦ M= berat molekul



Contoh Soal ◦ Penentuan Berat Molekul dengan Hukum Gas Ideal Jika 0,30 g etil alkohol dalam keadaan uap menempati 200 mL pada tekanan 1 atm dan suhu 100ºC, berapakah berat molekul etil alkohol? Uap dianggap bersifat seperti gas ideal. Diketahui: P= 1 atm V= 200 mL= 0,2 liter g= 0,30 gram R= 0,082 liter atm/mol K T= 100ºC + 273 = 373 K M=?



Jawaban 𝑔 RT 𝑀 𝑔𝑅𝑇 𝑃𝑉 0,30 𝑥 0,082 𝑥 373 1 𝑥 0,2



◦ PV= ◦ M= ◦ M=



◦ M= 46,0 g/mol



Teori Kinetik Molekul 1. Gas terdiri atas partikel-partikel yang disebut atom atau molekul, yang volume totalnya sedemikian kecil hingga dapat diabaikan terkait dengan volume ruang yang ditempati molekul tersebut. Keadaan ini diperkirakan terjadi pada gas nyata hanya pada tekanan yang rendah dan suhu yang tinggi, yaitu keadaan saat molekul-molekul gas terpisah jauh. 2. Partikel-partikel gas tidak saling menarik, tetapi malah bergerak bebas, pernyataan ini juga berlaku hanya pada tekanan yang rendah. 3. Partikel-partikel tersebut memperlihatkan gerakan acak yang terus-menerus karena energi kinetik yang dimilikinya. Energi kinetik rata-rata, E, berbanding lurus dengan suhu absolut gas, atau E= 3/2 RT. 4. Molekul-molekul tersebut memperlihatkan elastisitas sempurna, yaitu tidak terjadi kehilangan neto kecepatan atau transfer energi setelah molekul-molekul tersebut saling bertabrakan antara sesama molekul ataupun dengan molekul pada dinding wadah, yang menyebabkan adanya tekanan gas. Walaupun kecepatan neto dan energi kinetik rata-rata tidak berubah dengan terjadinya tabrakan, kecepatan dan energi masing-masing molekul dapat banyak berbeda dalam setiap hal. Dalam pernyataan yang lebih sederhana, kecepatan neto dapat menjadi kecepatan rata-rata banyak molekul; oleh karena itu, distribusi kecepatan molekul masing-masing terjadi dalam sistem.



Persamaan Van Der Waals ◦ Persamaan Van Der Waals sebenarnya merupakan persamaan keadaan gas, mirip seperti persamaan keadaan gas ideal. Bedanya, persamaan gas ideal tidak bisa memberikan hasil yang akurat apabila tekanan dan massa jenis gas ril cukup besar. Sedangkan persamaan keadaan Van Der Waals bisa memberikan hasil yang lebih akurat. ◦ Adanya persamaan ini berawal dari Van Der Waals yang menyadari keterbatasan persamaan keadaan gas ideal. Waals memodifikasi persamaan keadaan gas ideal, dengan menambahkan beberapa faktor yang turut mempengaruhi kondisi gas ril, ketika tekanan dan massa jenis gas ril cukup besar. ◦ Tekanan gas berbanding terbalik dengan volume. Apabila tekanan gas bertambah, maka volume gas berkurang. Sebaliknya jika volume gas berkurang maka tekanan gas bertambah. Ketika volume gas berkurang, kerapatan gas bertambah (kerapatan = massa jenis = massa/Volume). Bisa dikatakan bahwa tekanan berbanding lurus dengan kerapatan. Kalau tekanan gas besar, maka kerapatan gas juga besar. Sebaliknya, kalau tekanan gas kecil, maka kerapatan gas juga kecil. Tekanan gas juga berbanding lurus dengan suhu. Jika tekanan gas bertambah, suhu gas meningkat. Kita bisa menyimpulkan bahwa apabila tekanan gas bertambah, maka suhu dan kerapatan gas bertambah, sedangkan volume gas berkurang.



Persamaan Van Der Waals ◦ Ketika volume gas berkurang, jarak antara molekul menjadi lebih dekat. Pada saat jarak antara molekul menjadi lebih dekat, molekul‐ molekul tersebut saling tarik menarik. Mirip seperti ketika sepotong besi didekatkan pada magnet. Kalau jarak antara magnet dan besi cukup jauh, magnet tidak bisa menarik besi. Tapi jika jarak antara magnet dan besi dekat, besi langsung ditarik semakin dekat. Ketika molekul‐molekul hendak bertumbukan, elektron‐elektron yang berada pada bagian luar molekul saling tolak menolak (gaya tolak elektris). Akibatnya, molekul‐molekul tidak bisa saling nempel. Dari uraian singkat ini, bisa dikatakan gaya tarik menarik antara molekul turut mempengaruhi kondisi gas. ◦ Pada saat tekanan gas cukup besar dan volume gas menjadi kecil, jarak antara molekul‐molekul menjadi lebih dekat. Dalam hal ini, molekul‐molekul memenuhi hampir seluruh volume gas. Karena molekul‐molekul juga mempunyai ukuran (diameter atom = 10‐10 m) maka kita juga perlu memperhitungkan volume molekul‐molekul tersebut.



◦ Van Der Waals menurunkan sebuah persamaan keadaan, dengan memperhitungkan volume molekul dan interaksi yang terjadi antara molekul‐molekul. Persamaan yang diturunkan oleh Van Der Waals merupakan hasil modifikasi persamaan keadaan gas ideal PV = nRT.



Persamaan Van Der Waals ◦ (𝑃 +



𝑎𝑛² ) 𝑉²



(V-nb) = nRT



◦ P = tekanan ◦ a = konstanta empiris (nilainya bergantung pada gaya tarik-menarik antara molekul gas) ◦ n= mol ◦ V = volume ◦ b = konstanta empiris (mewakili volume satu mol molekul gas)



◦ R = konstanta gas universal ◦ T = Suhu/temperatur



Contoh Soal ◦ Penerapan Persamaan Van Der Waals Suatu sampel eter 0,193 mol ditempatkan dalam bejana 7,35 liter pada suhu 295 K. Hitunglah tekanan yang dihasilkan dengan menggunakan persamaan Van Der Waals. Nilai a untuk eter adalah 17,38 liter² atm/mol² dan nilai b adalah 0,1344 liter/mol. Diketahui: n= 0,193 mol R= 0,0821 liter atm/mol K



T= 295 K V= 7,35 liter a= 17,38 liter atm/mol² b= 0,1344 liter/mol P= ?



Jawaban ◦ (𝑃 +



𝑎𝑛² ) 𝑉²



(V-nb) = nRT



◦ P=



𝑛𝑅𝑇 𝑉 −𝑛𝑏



◦ P=



0,193 𝑥 0,0821 𝑥 295 7,35 −(0,193 𝑥 0,1344)







𝑎𝑛² 𝑉²



◦ P= 0,626 atm







17,38 𝑥 (0,193)² (7,35)²



Wujud Cair Pencairan Gas ◦ Jika suatu gas didinginkan, gas akan kehilangan sejumlah energi kinetiknya dalam bentuk panas dan kecepatan molekulnya akan menurun. ◦ Jika gas ditekan, molekul-molekul dibawa dalam area gas interaksi Van Der Waals dan berubah menjadi wujud cair. ◦ Karena gaya-gaya ini, cairan jauh lebih rapat daripada gas dan menempati suatu volume tertentu. ◦ Perubahan dari wujud gas menjadi wujud cair dan dari wujud cair menjadi wujud padat tidak hanya bergantung pada suhu, tetapi juga pada tekanan yang diberikan pada zat tersebut.



Pencairan Gas ◦ Jika suhu dinaikkan cukup besar, suhu tertentu akan dicapai, yang di atasnya tidak mungkin mencairkan suatu gas dengan mengabaikan tekanan. ◦ Suhu ini, yang di atasnya tidak akan ada lagi wujud cair, dikenal sebagai suhu kritis. ◦ Tekanan yang dibutuhkan untuk mencairkan suatu gas pada suhu kritisnya disebut tekanan kritis, yang juga merupakan tekanan uap tertinggi yang mungkin dimiliki cairan. ◦ Semakin jauh suatu gas didinginkan di bawah suhu kritisnya, tekanan yang dibutuhkan untuk mencairkan gas tersebut semakin kecil.



Metode Pencairan ◦ Salah satu cara paling jelas untuk mencairkan gas adalah dengan mendinginkannya secara intensif dengan menggunakan campuran pembeku. ◦ Metode lain bergantung pada efek pendinginan yang dihasilkan dalam gas ketika gas tersebut memuai. ◦ Jadi, bagaikan kita membiarkan suatu gas ideal memuai dengan cepat hingga tidak ada panas yang masuk ke dalam sistem. ◦ Pemuaian ini yang disebut ekspansi adiabatik, dapat dicapai dengan melakukan proses tersebut dalam bejana Dewar atau vakum yang secara efektif mengisolasi isi bejana dari pengaruh lingkungan luar.



◦ Oleh karena itu, kerja yang dilakukan untuk menghasilkan pemuaian harus berasal dari gas itu sendiri, yaitu dari kandungan energi panasnya (frekuensi tumbukan). ◦ Sebagai akibatnya, suhu gas akan menurun. ◦ Jika prosedur ini diulang beberapa kali, penurunan suhu total kemungkinan cukup untuk menyebabkan pencairan gas.



Metode Pencairan ◦ Efek pendinginan juga teramati saat gas non ideal yang mendapat tekanan tinggi memuai ke dalam lingkungan bertekanan rendah. ◦ Dalam hal ini, penurunan suhu diakibatkan oleh energi yang digunakan untuk mengatasi gaya tarik kohesi antarmolekul. ◦ Efek pendinginan ini dikenal sebagai efek Joule-Thomson dan berbeda dari pendinginan yang dihasilkan dalam ekspansi adiabatik, yaitu gas melakukan kerja luar. ◦ Untuk menghasilkan pencairan dengan efek Joule-Thomson, harus dilakukan pendinginan awal pada gas sebelum gas memuai. ◦ Oksigen cair dan udara cair diperoleh dengan metode yang didasarkan atas efek ini.



Aerosol ◦ Gas dapat dicairkan pada tekanan tinggi dalam suatu bejana tertutup selama suhu bejana tersebut diatur agar tetap di bawah suhu kritis.



◦ Jika tekanan dikurangi, molekul akan memuai dan cairan kembali menjadi gas. ◦ Perubahan wujud yang bersifat reversible ini merupakan prinsip dasar dalam penyiapan aerosol farmasi. ◦ Pada produk-produk seperti ini, obat dilarutkan atau disuspensikan dalam propelan, suatu bahan yang berada dalam wujud cair pada kondisi tekanan dalam wadah, tetapi berwujud gas pada keadaan atmosfer normal. ◦ Wadah dirancang sedemikian rupa sehingga dengan menekan katupnya, sejumlah campuran obatpropelan didorong keluar karena tekanan yang berlebih dalam wadah.



◦ Jika obat tidak mudah menguap, obat tersebut membentuk semprotan halus ketika meninggalkan lubang katup dan pada saat yang sama, propelan cair menguap.



Tekanan Uap Cairan ◦ Energi translasi gerakan (energi kinetik) tidak didistribusikan secara merata di antara molekul; beberapa molekul setiap saat mempunyai energi lebih besar dan oleh karenanya memiliki kecepatan yang lebih tinggi daripada molekul lainnya. ◦ Jika cairan ditempatkan dalam wadah kosong pada suhu konstan, molekul yang memiliki energi paling tinggi akan memecah dan meninggalkan permukaan cairan dan berubah menjadi wujud gas dan beberapa molekul selanjutnya kembali menjadi wujud cair atau mengondensasi. ◦ Jika laju kondensasi sama dengan laju penguapan pada suhu tertentu, uap menjadi jenuh dan terjadi suatu kesetimbangan dinamik. ◦ Tekanan uap jenuh di atas cairan kemudian disebut tekanan uap kesetimbangan. ◦ Jika suatu manometer dipasang pada tabung kosong yang berisi cairan, rekaman tekanan uap dapat diperoleh dalam milimeter air raksa. ◦ Adanya gas, misalnya udara, di atas cairan menurunkan laju penguapan, tetapi tidak mempengaruhi tekanan kesetimbangan uap.



Persamaan Clausius-Clapeyron: Panas Penguapan ◦ Hubungan antara tekanan uap dan suhu mutlak cairan dinyatakan dalam persamaan Clausius-Clapeyron. ◦ log



𝑃2 𝑃1



=



∆ 𝐻𝑣 (𝑇2 −𝑇1) 2,303 𝑥 𝑅 𝑥 𝑇1 𝑥 𝑇2



◦ P= tekanan uap ◦ T= suhu mutlak ◦ R= 0,082 liter atm/mol K = 1,987 kal/mol der ◦ ∆Hv= panas penguapan molar, yaitu panas yang diabsorpsi oleh 1 mol cairan ketika berubah menjadi wujud uap.



Contoh Soal ◦ Penerapan Persamaan Clausius-Clapeyron Hitunglah tekanan uap air pada suhu 120ºC. Tekanan uap air (P1) pada suhu 100ºC adalah 1 atm dan ∆Hv dapat dimisalkan 9720 kal/mol untuk kisaran suhu ini.



Diketahui: P1= 1 atm ∆Hv= 9720 kal/mol



T2= 100ºC + 273 = 373 K T1= 120ºC +273 = 393 K R= 1,987 kal/mol der P2= ?



Jawaban ◦ log



𝑃2 𝑃1



=



∆ 𝐻𝑣 (𝑇2 −𝑇1) 2,303 𝑥 𝑅 𝑥 𝑇1 𝑥 𝑇2



◦ log



𝑃2 1,0



=



9720 (393 −373) 2,303 𝑥 1,987 𝑥 393 𝑥 373



◦ P2= 1,95 atm



Titik Didih ◦ Jika suatu cairan ditempatkan dalam wadah terbuka dan dipanaskan sampai tekanan uapnya sama dengan tekanan atmosfer, uap akan membentuk gelembung-gelembung yang naik dengan cepat melalui cairan dan melepaskan diri dalam wujud gas.



◦ Suhu saat tekanan uap cairan sama dengan tekanan luar atau tekanan atmosfer dikenal dengan titik didih. ◦ Semua panas yang diabsorpsi digunakan untuk mengubah cairan menjadi uap dan suhu tidak naik sampai semua cairan menguap.



◦ Titik didih dapat dianggap sebagai suhu saat pengadukan termal dapat mengatasi gaya tarik antara molekul-molekul cairan. ◦ Oleh karena itu, seperti panas penguapan dan tekanan uap pada suhu tertentu, titik didih suatu senyawa memberikan petunjuk kasar besarnya gaya tarik.



Wujud Padat dan Kristalin Padatan Kristalin



◦ Unit struktural padatan kristalin, seperti es, natrium klorida dan mentol tersusun dalam pola geometrik/kisi yang teratur. ◦ Tidak seperti gas dan cairan, padatan kristalin mempunyai bentuk yang pasti dan susunan unit yang teratur.



◦ Gas mudah dimampatkan, sedangkan padatan seperti cairan, praktis tidak dapat dimampatkan. ◦ Padatan kristalin menunjukkan titik leleh tertentu, berubah cukup tajam dari wujud padat ke wujud cair. ◦ Kristalisasi terjadi melalui pengendapan senyawa dalam larutan dan membentuk susunan yang teratur. ◦ Berbagai bentuk Kristal dibagi dalam 6 sistem kristal yang berbeda yang berdasarkan pada simetrinya: kubus (natrium klorida), tetragonal (urea), heksagonal (iodoform), belah ketupat (iodin), monoklinik (sukrosa) dan triklinik (asam borat).



Polimorfisme ◦ Beberapa unsur seperti karbon dan sulfur dapat memiliki lebih dari satu bentuk kristalin dan disebut alotropik, yang merupakan salah satu kekhususan polimorfisme. ◦ Polimorf mempunyai kestabilan yang berbeda dan dapat secara spontan berubah dari bentuk metastabil ke bentuk stabil pada suhu tertentu. ◦ Polimorf juga menunjukkan titik leleh, kristal sinar X, pola difraksi dan kelarutan yang berbeda walaupun secara kimiawi identik.



Polimorfisme ◦ Pembentukan polimorf suatu senyawa dapat bergantung pada beberapa variabel yang berkaitan dengan proses kristalisasi: a. Perbedaan pelarut (kemasan kristal daru suatu pelarut polar dan pelarut non polar kemungkinan berbeda) b. Pengotor-pengotor yang dapat memudahkan terbentuknya polimorf menstabil akibat inhibisi/hambatan khusus pada pola pertumbuhan



c. Tingkat kelewatjenuhan (supersaturation) asal bahan yang dikristalkan (pada umumnya, semakin konsentrasi jauh di atas nilai kelarutan, semakin besar kemungkinan terlihatnya bentuk metastabil) d. Suhu saat kristalisasi dilakukan e. Geometri ikatan kovalen (apakah molekul-molekul kaku dan datar ataukah bebas dan lentur?) f. Tarik-menarik dan tolak-menolak kation dan anion g. Kecocokan kation ke dalam koordinat yang secara energetika menguntungkan kisi kristal h. Suhu i.



Tekanan



Padatan Amorf ◦ Padatan amorf pada pendekatan pertama dapat dianggap sebagai cairan yang dilewatbekukan yang molekul-molekulnya tersusun agak acak seperti dalam wujud cair. ◦ Zat amorf dan kristal kubus biasanya bersifat isotropikmenunjukkan sifat yang sama di seluruh arah. ◦ Bentuk suatu obat, amorf atau kristalin, terbukti mempengaruhi aktivitas terapeutik obat tersebut. ◦ Contoh: bentuk kristalin antibiotik asam novobiosin memiliki absorpsi buruk dan tidak mempunyai aktivitas, sementara bentuk amorf antibiotik ini mudah diabsorpsi dan mempunyai aktivitas terapeutik.



Titik Leleh dan Panas Peleburan ◦ Suhu saat cairan berubah menjadi padattitik beku. ◦ Titik beku juga merupakan titik leleh senyawa kristalin murni. ◦ Titik beku/titik leleh padatan kristalin murnisuhu saat cairan dan padatan murni berada dalam kesetimbangan. ◦ Suhu ini ditentukan sebagai suhu campuran kesetimbangan pada tekanan luar 1 atmtitik beku/titik leleh normal. ◦ Panas (energi) yang diabsorpsi saat 1 gram padatan meleleh atau panas yang dibebaskan saat padatan tersebut membekupanas peleburan laten. ◦ Panas yang ditambahkan selama proses pelelehan tidak mengakibatkan perubahan suhu sampai semua padatan meleleh karena panas ini diubah menjadi energi potensial molekul-molekul yang telah berubah wujud dari padat menjadi cair.



Prinsip Le Chatelier ◦ “Bila terhadap suatu kesetimbangan dilakukan suatu tindakan (aksi), maka sistem itu akan mengadakan reaksi yang cenderung mengurangi pengaruh aksi tersebut”. ◦



∆𝑇 ∆𝑃



=T



𝑉𝑙 −𝑉𝑠 ∆𝐻𝑓



◦ ∆T= perubahan titik leleh ◦ ∆𝑃= perubahan tekanan ◦ T= suhu ◦ Vl= volume molar cairan ◦ Vs= volume molar padatan ◦ ∆Hf= panas peleburan molar, yaitu jumlah panas yang diabsorpsi saat 1 mol padatan berubah menjadi 1 mol cairan.



Tugas ◦ Membuat 2 paper tentang: 1. Termodinamika



2. Penentuan Sifat Fisik Molekul