FFE Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN TETAP PILOT PLANT



Disusun oleh : Kelompok / Kelas : I / 6KA Ade Kurniadi Aini Imani Halimah Amrina Rosyada Arahman Nopriansyah Berliana Sumarni Devi Romantika Dewi Apriyani Utari Faza Dwijuliarti Putri Indri Triadias Windi P Iqbal Ramadhan Kristrianti Ningrum Lismayani



0616 3040 0289 0616 3040 0290 0616 3040 0291 0616 3040 0292 0616 3040 0293 0616 3040 0294 0616 3040 0295 0616 3040 0296 0616 3040 0297 0616 3040 0298 0616 3040 0299 0616 3040 0300



Instruktur : Adi Syakdani, S.T.,M.T.



JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA PALEMBANG 2019 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR………………………………………………………..i DAFTAR ISI…………………………………………………………………ii FALLING FILM EVAPORATOR…………………………………………….1



i



EKSTRAKSI PADAT-CAIR (LEACHING)………………………………...19 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..30



ii



FALLING FILM EVAPORATOR I.



TUJUAN PERCOBAAN 1. Dapat mengoperasikan



peralatan



falling



film



evaporator



di



laboratorium pilot plant POLSRI dengan baik dan benar. 2. Dapat memahami proses pengendalian operasi pada panel kendali dengan baik dan benar. 3. Dapat mengamati perubahan warna larutan air dengan indicator warna EBT setelah dievaporasi. II.



DASAR TEORI Evaporator adalah alat yang banyak digunakan dalam industri kimia untuk memekatkan suatu larutan. Pada proses fisik, evaporator memerlukan energi untuk mengubah cair menjadi uap. Evaporator menggunakan proses penguapan untuk menurunkan pelarut, evaporator membutuhkan panas dalam pengoperasiannya. salah satu sumber panas untuk evaporator berasal dari uap air yang terbentuk dari boiler steam atau buangan uap proses lain. Perbedaan macam-macam tipe evaporator berdasarkan prinsip cara perpindahan panas yang diterapkan. Pada umumnya tipe evaporator ada tiga yaitu rising film, falling film, dan forced circulation evaporator. Falling film evaporator umumnya banyak digunakan dibanding rising film evaporator. Falling film evaporator memiliki waktu tertahan yang pendek, dan menggunakan gravitasi untuk mengalirkan liquida yang melalui pipa. Pada saat sekarang ini falling film evaporator sangat meningkat penggunaanya di dalam proses industri kimia untuk memekatkan fluida terutama fluida yang sensitif panas (misal sari buah dan susu), karena waktu tertahan pendek, cairan tidak mengalami pemanasan berlebih selama mengalir melalui evaporator. Laju perpindahan panas pada falling film evaporator dapat dinaikkan dengan menurunkan suhu permukaan liquida yaitu dengan cara penghembusan udara panas sehingga tekanan parsial uap akan turun. Hal



1



ini menggantikan prinsip evaporasi secara vakum yang memungkinkan penguapan pada suhu rendah. Perlu diperhatikan dalam penerapan prinsip falling film evaporator adalah mengatur agar seluruh permukaan evaporator terbasahi secara continue, dan film yang dihasilkan mempunyai ketebalan yang seragam. Sehingga distributor umpan yang akan dipakai harus didesain secara tepat. Berbagai cara distribusi umpan, dibuat untuk menjamin keseragaman tebal film, antara lain memakai distributor tipe overflow weir, peletakan evaporator harus benar-benar tegak. Beberapa



penelitian



telah



dilakukan



untuk



mempelajari



perpindahan panas dan massa pada falling film evaporator, Palen, et al, (1994) mengadakan penelitian hubungan antara perpindahan panas dan perpindahan massa, untuk campuran biner ethylene glicol dengan propilene glicol, pada tekanan atmosfer. Penelitian ini menggunakan distribusi film tipe plug melalui celah. Hewit, et al. (1993) memberikan persamaan koefisien perpindahan panas pada aliran laminar halus, laminar bergelombang dan turbulen. Lailatul, et al. (2000) mengadakan penelitian tentang pengaruh laju alir, dan konsentrasi terhadap koefisien perpindahan panas untuk larutan gula. Penelitian ini dilakukan pada tekanan atmosferik.



Hasil



yang diperoleh



menunjukkan



bahwa koefisien



perpindahan panas tergantung pada laju alir dan konsentrasi larutan. Nugroho dan Priyono (1999) mengadakan penelitian tentang perpindahan panas pada falling film evaporator pada sistem larutan Gula-Udara dan hasil yang diperoleh koefisien perpindahan panas tergantung pada laju alir umpan, konsentrasi larutan dan laju alir udara. Semakin besar laju alir larutan semakin besar koefisien perpindahan panas, sebaliknya semakin pekat konsentrasi larutan yang digunakan semakin rendah harga koefsien perpindahan panasnya. Evaporator selanjutnya disebut penguap jenis lapis tipis tabung vertical telah lama digunakan misal pada produksi pupuk anorganik, proses desalinasi, industri kertas dan bubur kertas, industri pangan dan bahan alami/larutan biologi dll yang adalah untuk peningkatan konsentrasi



2



dengan penguapan pelarutnya yang umumnya air. Proses ini dapat/sering digunakan sering digunakan untuk penguapan larutan kental., larutan sensitif akan panas, larutan yang mudah terdekomposisi dan penguapan perbedaan temperatur rendah. Penguapan yang terjadi akan berada di bawah titik didih air pelarut lain dalam kondisi curah (bulk). Penguapan akan memerlukan kalor yang lebih sedikit untuk umpan yang memang sedikit tersebut karena umpan mengalir dalam bentuk lapis tipis(film). Molekul-molekul dalam suatu gas cenderung saling menolak sehingga energi kinetik transisional yang dikandung oleh setiap molekul memperlihatkan suatu gerak sinambung yang acak yang mengakibatkan sebuah molekul yang lain mengalami perubahan energi. Oleh sebab itu, molekul-molekul gas akan menyebar secara seragam dan menempati ruang yang ada sebagai wadahnya. Sebaliknya, gaya tarik menarik antara molekul-molekul gas akan menyebar secara seragam dan menempati ruang yang ada. Sebaliknya gaya tarik menarik antara molekul-molekul menyebabkan mereka saling merapat. Tetapi jika molekul-molekul tersebut diberi suatu tekanan, pada saat molekul-molekul saling merapat hingga suatu jarak yang begitu dekat, suatu gaya tolakan yang dikandung setiap molekul akan bekerja dan mengakibatkan suatu penyimpangan bentuk. Ada dua kecendrungan yang dapat ditarik dari uraian diatas, pertama yang bergantung pada temperatur. Kenaikan temperatur mengakibatkan energi kinetik transisional setiap molekul bertambah dan oleh sebab itu menaikan kemampuan untuk mengatasi gaya-gaya yang cenderung menarik molekul-molekul yang saling berdekatan. Tendens kedua adalah agregasi, yang ditentukan oleh besar gaya tarik-menarik antara molekul dan jarak terdekat antar molekul. Gaya tarik yang dimiliki suatu molekul bertambah hingga mencapai harga maksimum tertentu dimana antara molekul tidak ada lagi tingkah laku ini ditunjukan pada diagram dibawah ini.



3



Gaya tarik-menarik maksimum antara molekul terjadi pada jarak rm sebanding dengan harga minimum energi intermolekul. Jika jarak tersebut diperdekat (r < rm ), energi potensial berubah dengan segera mencapai harga nol pada saat mencapai r0. Akibatnya gaya tolak menolak antara molekul dan energi intermolekul akan bertambah besar. Tujuan dari setiap proses evaporasi adalah menaikkan konsentrasi atau kadar kepekatan suatu larutan yang terdiri dari zat terlarut yang tak mudah menguap dari zat pelarutnya yang relatif lebih mudah menguap. Penguapan beberapa porsi pelarut tersebut akan memberikan produk yang berupa larutan pekat dan kental, sedangkan hasil kondensasi uap pelarutnya bisa dibuang langsung sebagai limbah atau didaur ulang dan digunakan lagi sebagai pelarut. Hal-hal ini yang membedakan proses evaporasi dengan distilasi. Falling Film Evaporator adalah metoda penguapan dengan cara menjatuhkan bahan umpan membentuk lapisan tipis, sementara itu pemanas dikontakkan terhadap umpan lapis tipis tersebut dalam suatu kolom FFE (kalandria). Pertimbangan dibuat lapisan tipis adalah : 1. Luas permukaan lebih luas, sehingga memudahkan proses penguapan 2. Penguapan yang terjadi berada di bawah titik didih air atau pelarut lain sehingga memerlukan kalor lebih sedikit. Falling Film Evaporator (FFE) adalah salah satu jenis alat untuk proses penguapan yang diklasifikasikan dalam kelas long tube vertical evaporator . LTVE, bersama-sama dengan climbing film evaporator (CFE). Sedangkan berdsarkan tipe pemanasan dapat diklasifikasikan kedalam sistem pemanasan dipisahkan oleh dinding pertukaran panas yaitu antara lain jenis kolom kolandria dan shell and tube. Untuk FFE ada di laboratorium Politeknik Negeri Sriwijaya termasuk dalam jenis yang kedua. Temperatur operasi yan rendah dalam hal ini satu kukus (steam) relatif kecil. PROSES PENGUAPAN DI DALAM FFE Umpan dimasukan melalui bagian atas kolom dan secara grafitasional. Jika vakum tidak dioperasikan turun dan membasahi dinding bagian dalam kolom dan dinding bagian luar tabung-tabung penukar panas yang diberikan oleh medium pemanas di dalam penukar panas dan dipakai 4



untuk memanaskan larutan mencapai titik didihnya. Penguapan pelarut dan membawa temperatur uap dari titik temperatur diatasnya. Sehingga didalam kolom evaporator akan terdapat campuran larutan pada temperatur penguapan pelarut atau sedikit lebih rendah/tinggi dari uap pelarut. Karena temperatur pada tangki pemisah dan pendingin lebih rendah dari pada temperatur bagian bawah kolom, maka sistem pada kolom tersebut akan mengalami evakuasi (pengosongan) yang dalam arti sebenarnya terjadi penurunan tekanan sehingga kondisi seprti vakum terjadi oleh karena campuran tersebut akan terhisap menuju tangki pemisahan dimana bagian campuran tersebut akan terhisap menuju tangki pemisah dimana bagian campuran yang berupa larutan produk yang lebih berat dan pekat turun menuju tanki pengumpul produk sedangkan uap pelarut menuju kondensor dikondensasikan dan turun ke tangki pengumpul destilat. Pada sistem kondisi vakum yang dioperasikan oleh pompa vakum proses akan berlangsung serupa. Tetapi titik didih yang dicapai akan lebih rendah pda kondisi atmosfir. Selain itu kemungkinan aliran balik (blowback) karena pembentukan uap pelarut dan tekanan persial yang dikandungannya lebih kecil.



Sedangkan berdasarkan tipe pemanasan



dapat diklasifikasikan ke dalam sistem pemanasan dipisahkan oleh dinding pertukaran panas, yaitu jenis kolom calandria shell and tube. FFE memiliki efektivitas yang baik untuk : a. pengentalan larutan-larutan yang jernih b. pengentalan larutan berbusa c. pengentalan larutan-larutan yang korosif d. beban penguapan yang tinggi e. temperatur operasi yang rendah Kinerja suatu evaporator ditentukan oleh beberapa factor lainnya : a. Konsumsi uap b. Steam ekonomi c. Kadar kepekatan d. Persentasi produk



5



Proses pengaupan berlangsung pada kalandria shell and tube. Di dalam kalandria tersebut terdapat tabung berjumlah tiga, umpan masuk didistribusi ke masing-masing tube kemudian membentuk lapisan tipis pada selimut bagian dalam tube. Sementara pemanas berada diluar tube, bahan umpan yang turun secara gravitasi menyerap panas maka terjadi penguapan pelarut sehingga keluar dari kalandria terdiri dari dua fasa ( fasa uap pelarut dan larutan pekat ) kemudia dipisahkan di separator. Falling film evaporator memiliki kelebihan dan kelemahan : (Hewitt, dkk, 1994; Salvagnini M.W dan Maria E.S.T, 2004) 1. Aplikasi waktu tinggalnya singkat dan digunakan untuk fluida sensitif 2. 3. 4. 5.



terhadap panas. Hanya dibutuhkan ruang yang kecil untuk penempatannya. Digunakan untuk cairan dengan kandungan padatan rendah. Koefisien perpindahan panas tinggi. Tidak ada kenaikan titik didih yang disebabkan perbedaan tekanan.



Metode FFE sudah banyak digunakan pada industri : a. Produksi pupuk organic b. Proses desalinasi c. Bubur kertas dan industri kertas d. Bahan alami/larutan biologi



III.



ALAT DAN BAHAN 1. Alat yang digunakan - Alat Falling Film Evaporator - Selang - Ember



Seperangkat 1 buah 2 buah 6



IV.



- Titrator - Stopwatch



1 buah 1 buah



2. Bahan yang digunakan - Air - Erichrome Black T (EBT)



secukupnya secukupnya



LANGKAH KERJA (Pemanasan langsung oleh kukus / steam aliran searah) 1. Menutup katup-katup V2, V4, V5, V6, V7 dan V8 2. Membuka katup V3 dan V10 dan pembuangan dibawah “steam trap” 3. Memasukkan larutan yang berupa air kedalam tangki umpan sampai hamper penuh (±100lt) 4. Menambahkan pewarna indicator erichrome black T (EBT) secukupnya beberapa tetes dan mengaduk sampai merata 5. Pada panel pengendali, menyalakan pengendali dengan memutar “switch” utama (merah) ke angka I menyusul switch tekanan (hitam) juga ke angka I. 6. Menekan tombol 8 sampai lampu hijau (SP-W) menyala 7. Menekan tombol 10 (manual) sampai lampu kuning menyala 8. Menekan tombol 5.1 dan 5.2 warna kuning (OUT-Y) sampai menunjukkan angka 9 % 9. Menekan tombol 13 sampai lampu hijau didekatkan menyala 10. Menekan tombol 12.1 dan 12.2 warna hijau (SP-W) sampai angka ditampilkan 4 menunjukkan tekanan 1 bar 11. Menekan lagi tombol 13 sampai lampu warna hijau mati 12. Menekan tombol 8 sampai lampu merah [PV-X] menyala tampilan 4 sekarang menunjukkan tekanan operasi sebenarnya 13. Menekan tombol pompa umpan (kanan bawah panel), lampu hijau menyala 14. Mengatur laju umpan ±150 L/jam 15. Setelah umpan telah menuju kalandria, menekan tombol (10) manual sampai lampu kuning mati (operasi sekarang otomatis), mencatat temperaturnya 16. Mematikan peralatn falling film evaporator 17. Mengamati perubahan warna pada tangki umpan. PENGHENTIAN PROSES



7



1. Menutup katup-katup manual kukus [baik yang ke calandria (sudah harus tertutup) maupun penukar panas] menggunakan sarung tangan 2. Pada pengendali PIC menekan/ menyalakan tombol 10 warna kuning [manual] sampai lampu didekatnya menyala 3. Menekan tombol 5.1 sampai tampilan 6 didekatnya [OUT-Y] menunjukkan angka 9 4. Pada panel pengendali mematikan switch tekanan [hitam] dan switch utama [merah] ke 0 [off] 5. Menutup katup udara tekan



8



V. DATA PENGAMATAN



Waktu



Laju



(menit) umpan 0 10 20 30 40 50 60



(l/hr) 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5



T1-01 P T 1,01 1,21 1,19 1,21 1,21 1,21 1,14



121,4 124,4 124,9 125,6 125,8 125,7 125,4



T1-04 P T 1,04 1,21 1,19 1,21 1,21 1,22 1,14



120,6 124,8 124,7 125,5 125,7 125,5 125,2



P = Bar



Set Point



= 1,2



T = 0C



Hysterisis



= 0,25



T1-06 P T 0,96 1,20 1,19 1,19 1,21 1,22 1,14



113,4 125,1 125,3 125,9 126,7 125,3 124,4



T1-07 P T 0,90 1,19 1,19 1,18 1,21 1,21 1,15



26,6 49,7 81,4 83,5 84,7 85,7 86,6



9



T1-08 P T 0,89 1,20 1,20 1,17 1,21 1,21 1,16



27,6 29,1 32,9 34,2 35,3 36,3 37,0



T1-10 P T 0,89 1,20 1,20 1,17 1,21 1,21 1,17



36,8 101,2 101,2 101,2 101,7 101,2 101,2



T.14 P



Produk Destilat T



0,91 1,19 1,20 1,15 1,21 1,20 1,18



26,6 26,6 27,0 27,9 28,7 29,5 30,1



95 102 103 103 103 103 103



28 28 33 36 38 39 40



Titrasi Produk



No



Sampel Menit



Volume



Volume Titran



Ke-



Analit



Run I



Run II



Rata-rata



1.



10



25 ml



14 ml



5 ml



9,5 ml



2.



20



25 ml



21 ml



13 ml



17 ml



3.



30



25 ml



27 ml



24 ml



25,5 ml



4.



40



25 ml



28 ml



30 ml



29 ml



5.



50



25 ml



35 ml



23 ml



29 ml



6.



60



25 ml



40 ml



38 ml



39 ml



VI. DATA PERHITUNGAN 1. Pembuatan Larutan NaOH 0.01 M dalam 40 L Gr. NaOH = M.V.BM = 0,01 M. 40 liter. 40 = 16 gram 2. Pembuatan Larutan HCl 0.2 M dalam 250 ml M



= =



M1.V1 12,0630. V1 V1



= 12,0630 M = M2. V2 = 0,1 M x 250 ml = 2,0725 ml



3. Penetuan konsentrasi produk dengan metode titrasi asam basa a.) Sampel ke-1 ( 10 menit) Mol.analit = mol.titran M.V = MHCl.VHCl M NaOH . 25 ml = 0,1 M . 9,5 ml M NaOH = 0,038 M b.) Sampel ke-2 ( 20 menit) Mol.analit M.V M NaOH . 25 ml M NaOH c.) Sampel ke-3 ( 30 menit)



= mol.titran = MHCl.VHCl = 0,1 M . 17 ml = 0,068 M



10



Volume



Mol.analit = mol.titran M.V = MHCl.VHCl M NaOH . 25 ml = 0,1 M . 25,5 ml M NaOH = 0,102 M d.) Sampel ke-4 ( 40 menit) Mol.analit = mol.titran M.V = MHCl.VHCl M NaOH . 25 ml = 0,1 M . 29 ml M NaOH = 0,116 M e.) Sampel ke-5 ( 50 menit) Mol.analit = mol.titran M.V = MHCl.VHCl M NaOH . 25 ml = 0,1 M . 29 ml M NaOH = 0,116 M f.) Sampel ke-6 ( 60 menit) Mol.analit = mol.titran M.V = MHCl.VHCl M NaOH . 25 ml = 0,1 M . 39 ml M NaOH = 0,156 M



NERACA PANAS EVAPORATOR 1. Neraca Panas Dilepas Steam Rumus: Q1 = m1 x Cp1 x ΔT Dimana: m1 = Laju massa steam Cp1 = Kapasitas Panas Steam ΔT = Beda temperatur steam masuk dan steam keluar [(TI-04)-(TI06)] Berdasarkan perhitungan dengan Microsoft Excel didapatlah hasil sebagai berikut :



11



2. Neraca Panas Diterima Umpan Rumus: Q2= m2 x Cp2 x ΔT2 Dimana: M2 = Laju massa Umpan Cp2 = Kapasitas Panas Umpan ΔT = Beda temperatur steam masuk dan steam keluar (TI-04-TI-06)



Berdasarkan perhitungan dengan Microsoft Excel didapatlah hasil sebagai berikut :



3. Perhitungan Panas Laten Steam Rumus: Q3 = m 3 x λ Dimana: M3 = Laju massa steam λ = Panas laten penguapan



12



Berdasarkan perhitungan dengan Microsoft Excel didapatlah hasil sebagai berikut:



Gambar A. Grafik Kalor Panas (Q) terhadap Waktu



13



Gambar B. Grafik Konsentrasi Produk terhadap Waktu



VII. ANALISA PERCOBAAN Percobaan yang telah dilakukan kali ini yaitu Falling Film Evaporator (FFE) bertujuan untuk proses peningkatan konsentrasi dari suatu larutan. Proses yang dilakukan dalam peningkatan konsentrasi ini dengan cara menguapkan pelarut yang ada didalam larutan. Proses penguapan inilah yang disebut dengan evaporasi. Peralatan evaporasi yang dipakai adalah falling film evaporator dimana proses terjadinya perpindahan panas yang



14



menyebabkan adanya perpindahan massa di kalandria. Didalam kalandria tersebut terdapat pipa shell and tube dengan jumlah tiga tube dan satu shell. Didalam tube-tube inilah umpan akan dipekatkan konsentrasinya. Bahan yang digunakan adalah campuran air dan NaOH. Dimana air akan menguap naik ke atas dan terkondensasi pada wadah destilat, dan larutan yang mengandung NaOH ke wadah labu produk. Proses pemanasan yang digunakan pada percobaan kali ini adalah pemanasan secara langsung. Hal ini dimaksud bahwa pemanasan dengan menggunakan steam yang dialirkan ke alat tidak menggunakan Heat Exchanger. Sedangkan pemindahan panas yang terjadi adalah secara cocurrent, dimana steam dan umpan dialirkan dengan arah yang sama. Steam dialirkan dari atas kebawah hal ini dikarenakan untuk meningkatkan efektivitas dan efessiensi penggunaan steam karena saat steam diumpankan dari atas dan setelah menukar panasnya steam akan menjadi kondensat dan turun ke separator. Tetapi jika steam diumpankan dari bawah ke atas maka kondensat yang terbentuk akan bersinggungan dengan steam sehingga akan menurunkan suhu steam dan hal ini menyebabkan banyak kehilangan panas. Proses perpindahan panas terjadi secara konveksi dan konduksi. Perpindahan secara konduksi terjadi melalui dinding-dinding tube dan secara konveksi terjadi melalui molekul-molekul fluida yang bergerak jatuh. Proses dilakukan selama 60 menit. Dimana setiap 10 menit sampel pada wadah umpan akandi ambil untuk dilakukan analisan lebih lanjut. Analisa yang digunakan bertujuan untuk mennentukan konsentrasi NaOH yang terkandung di dalam larutan. Berdasarkan teori yang ada semakin lama proses maka konsentrasi NaOH akan semakin tinggi. Dimana proses titrasi menggunakan titran larutan HCl. Berdasarkan analisa dan perhitungan di dapatkan sampel pada menit 1 konsentrasi sampel NaOH adalah sebesar 0,038 M sedangkan sampel pada menit ke 60 adalah sebesar 0,156 M dimana membuktikan proses evaporasi berhasil dikarenakan konsentrasi meningkat selama proses berlangsung. VIII. KESIMPULAN Berdasarkan hasil percobaaan, maka dapat disimpulkan bahwa :



15



1. Falling Film Evaporator (FFE) adalah alat yang digunakan untuk menjenuhkan atau mengevaporasi suatu larutan agar didapatkan konsentrasi yang lebih pekat. 2. Kondisi operasi yang bekerja pada alat FFE adalah tekanan steam, laju alir steam, laju alir umpan, temperatur steam, banyaknya jumlah steam dan jumlah umpan. 3. Semakin lama proses evaporasi secara kontinyu, maka konsentrasi produk akan semakin pekat. 4. Kalor yang bekerja pada evaporator adalah kalor yang dilepas steam, kalor yang diterima umpan.



GAMBAR ALAT



16



Distilat



Umpan



Kondensat



17



Falling Film Evaporator



EKSTRAKSI PADAT-CAIR (LEACHING) I.



TUJUAN PERCOBAAN 1. Mampu menjalankan peralatan ekstraksi di Politeknik dengan aman 18



dan benar. 2. Mampu memahami fenomena perpindahan massa (proses fisis ekstraksi). 3. Mampu menghitung efisiensi tahap percobaan dan hasil ekstraksi (yield). 4. Mampu menghitung kalor terpakai dari kukus (steam) oleh pemanasan pelarut. II.



DASAR TEORI Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Ekstraksi padat cair atau leaching adalah transfer difusi komponen terlarut dari padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven pengekstraksi. Ekstraksi berkelanjutan diperlukan apabila padatan hanya sedikit larut dalam pelarut. Namun sering juga digunakan pada padatan yang larut karena efektivitasnya. [Lucas, Howard J, David Pressman. Principles and Practice In Organic Chemistry]. Banyak proses biologi, inorganik dan substansi organik terjadi dalam campuran dengan komponen yang berbeda dalam solid. Tujuannya adalah untuk memisahkan campuran solute atau menghilangkan komponen solute yang tidak diinginkan fase solid, solid dikontakkan dengan fase cair. Dua fase ini dikontakkan dengan intim dan solute dapat mendifusi dari fase solid ke fase cair yang mana menyebabkan pemisahan original komponen dalam solid. Proses ini disebut liquid-solid leaching atau leaching sederhana. Istilah ekstraksi juga digunakan untuk mendeskripsikan unit operasi, meskipun itu juga mengarah pada liquid-liquid. Dalam leaching 19



ketika komponen yang tidak diinginkan dihilangkan dari solid dengan menggunakan air, proses ini disebut washing (pencucian) (Geankoplis, 1997: 723). Leaching ialah suatu perlakuan istimewa dalam satu atau lebih komponen padatan yang terdapat pada suatu larutan. Dalam unit operasi, leaching merupakan salah satu cara tertua dalam industri kimia, yang pemberian namanya tergantung dari cara yang digunakan. Industri metalurgi ialah penggunaan terbesar operasi leaching ini. Dalam penggunaan campuran mineral dalam jumlah besar dan tak terhingga, leaching dipakai sebagai pemisah. Contoh, tembaga yang terkandung dalam biji besi di leaching dengan asam sulfat atau amoniak, dan emas dipisahkan dengan larutan sodium sianida. Leaching memainkan peranan penting dalam proses metalurgi alumunium, cobalt, mangan, nikel dan timah (Tim Dosen Teknik Kimia, 2009: 45). Ektraksi padat-cair juga digunakan dalam industri dalam manufaktur dari kopi instan untuk menutup kembali pelarut kopi dari lingkungan sekitar. Aplikasi lainnya dalam dunia industri termasuk ekstraksi inyak kacang kedelai menggunakan hexane sebagai pelarut dan discovery dari uranium dari ores low grade dengan ekstraksi dengan asam sulfur atau sodium karbonat (Foust dkk, 1980: 15-16). Bila zat padat itu membentuk massa terbuka yang permeabel atau telus (permeable) selama proses leaching itu, pelarutnya mungkin berperkolasi (mengalir melalui rongga- rongga) dalam hamparan zat padat yang tidak teraduk. Dengan zat padat yang tak permeabel yang tersintrgasi pada waktu proses leaching, zat padat itu terdispersi (tersebar) ke dalam pelarut, dan dipisah kemudian dari pelarut itu. Kedua metode itu dapat dilaksanakan dengan sistem tumpak (batch) maupun kontinyu. Dalam beberapa kasus leaching hamparan zat padat, pelarutnya mungkin bersifat mudah menguap, sehingga operasinya memerlukan tangki tertutup di bawah tekanan. Tekanan diperlukan pula untuk mendorong pelarut melalui zat padat yang kurang permeabel.



20



Deretan tangki bertekanan, yang dioperasikan dengan aliran pelarut arus lawan-arah dinamakan baterai difusi (diffusion battery). Pengurasan dengan hamparan bergerak melalui pelarut tanpa pengadukan atau dengan sedikit sekali pengadukan. Ekstraktor Bollman mempunyai elevator yang ditempatkan dalam suatu rumahan. Ember-ember itu berlubang-lubang dasarnya. Ada beberapa jenis metode operasi leaching, yaitu : 1. Operasi dengan sistem bertahap tunggal dalam metode ini pengontakan antara padatan dan pelarut dilakukan sekaligus dan kemudian disusul dengan pemisahan larutan dari padatan sisa. Cara ini jarang ditemui dalam operasi industri, karena perolehan solute yang rendah. 2. Operasi kontinu dengan sistem bertahap banyak dengan aliran berlawanan (countercurrent) dalam sistem ini aliran bawah dan atas mengalir secara berlawanan. Operasi ini dimulai pada tahap pertama dengan mengontakkan larutan pekat, yang merupakan aliran atas tahap kedua, dan padatan baru, operasi berakhir pada tahap ke n (tahap terakhir), dimana terjadi pencampuran antara pelarut baru dan padatan yang berasal dari tahap ke-n (n-1). Sistem ini memungkinkan didapatnya perolehan solute yang tinggi, sehingga banyak digunakan di dalam industri (Treyball, 1985: 719) Ada empat faktor penting yang harus diperhatikan dalam operasi ekstraksi: 1. Ukuran partikel Ukuran partikel mempengaruhi kecepatan ekstraksi. Semakin kecil ukuran partikel maka areal terbesar antara padatan terhadap cairan memungkinkan terjadi kontak secara tepat. Semakin besar partikel, maka cairan yang akan mendifusi akan memerlukan waktu yang relative lama. 2. Faktor pengaduk



21



Semakin cepat laju putaran pengaduk partikel akan semakin terdistribusi dalam permukaan kontak akan lebih luas terhadap pelarut. Semakin lama waktu pengadukan berarti difusi dapat berlangsung terus dan lama pengadukan harus dibatasi pada harga optimum agar dapat optimum agar konsumsi energi tak terlalu besar. Pengaruh faktor pengadukan ini hanya ada bila laju pelarutan memungkinkan. 3. Temperatur Pada banyak kasus, kelarutan material akan diekstraksi akan meningkat dengan temperatur dan akan menambah kecepatan ekstraksi. 4. Pelarut Pemilihan pelarut yang baik adalah pelarut yang sesuai dengan viskositas yang cukup rendah agar sirkulasinya bebas. Umumnya pelarut murni akan digunakan meskipun dalam operasi ekstraksi konsentrasi dari solute akan meningkat dan kecepatan reaksi akan melambat, karena gradien konsentrasi akan hilang dan cairan akan semakin viskos pada umumnya (Coulson, 1955: 721). Dalam biologi dan proses pembuatan makanan, banyak produk yang dipisahkan dari struktur alaminya menggunakan ekstraksi cair-padat. Proses terpenting dalam pembuatan gula, leaching dari umbi-umbian dengan produksi minyak tumbuhan, pelarut organic seperti hexane, acetone, dan lainnya digunakan untuk mengekstrak minyak dari kacang kedelai, biji bunga tumbuhan dan lain-lain. Dalam industri farmasi, banyak produk obat- obatan diperoleh dari leaching akar tanaman, daun dan batang. Untuk produksi kopi instan, kopi yang sudah dipanggang di leaching dengan air segar. Teh dapat larut diproduksi dengan menggunakan pelarut air dan daun teh (Geankoplis, 1997: 724-725). Karena alasan ekonomi dan pelestarian lingkungan, seringkali sisa pelarut yang tertinggal dalam rafinat dipisahkan 22



(misalnya dengan pemanasan langsung menggunakan kukus) dan diambil kembali pada akhir proses ekstraksi.Untuk mencapai unjuk keda ekstraksi atau kecepatan ekstraksi yang tinggi pada ekstraksi padat-cair, syarat-syarat berikut harus dipenuhi : a. Karena perpindahan massa berlangsung pada bidang kontak antara fasa padat dan fasa cair, maka bahan itu perlu sekali memiliki permukaan yang seluas mungkin. Ini dapat dicapai dengan rnemperkecil ukuran bahan ekstraksi. Dalam hal itu lintasan-lintasan kapiler,yang harus dilewati dengan cara difusi, menjadi lebih pendek sehingga mengurangi tahanannya. Pada ekstrak terkurung dalarn sel-sel seringkali perlu dibentuk kontak langsung dengan pelarut melalui dinding sel yang dipecahkan. Pemecahan dapat dilakukan misalnya dengan menekan atau menggerus bahan ekstraksi.Untuk alat-alat ekstraksi tertentu harus dijaga agar pada pengecilan bahan ekstraksi, ukuran partikel yang diperoleh tidak menjadi terlalu kecil. Bila hal itu terjadi, tidak dapat dipastikan bahwa bahan ekstraksi cukup permeabel untuk pelarut. b. Kecepatan alir pelarut, sedapat mungkin besar dibandingkan dengan laju alir bahan ekstraksi, agar ekstrak yang terlarut dapat segera diangkut keluar dari permukaan bahan padat. Tergantung pada jenis ekstraktor yang digunakan, hal tersebut dapat dicapai baik dengan pengadukan secara turbulen, atau dengan pemberian laju alir pelarut yang tinggi Suhu yang lebih tinggi (viskositas pelarut lebih rendah, kelarutan ekstrak lebih besar) pada umumnya menguntungkan untuk kerja ekstraksi.



Ekstraksi padat-cair tak kontinyu 1. Dalam hal yang paling sederhana bahan ekstraksi padat dicampur beberapa kali dengan pelarut segar di dalam sebuah tangki pengaduk. Larutan ekstrak yang terbentuk setiap kali dipisahkan



23



dengan cara penjernihan (pengaruh gaya berat) atau penyaringan (dalam sebuah alat yang dihubungkan dengan ekstraktor).Proses ini tidak begitu ekonomis, digunakan misalnya di tempat yang tidak tersedia ekstraktor khusus atau bahan ekstraksi tersedia dalam bentuk serbuk sangat halus, sehingga karena bahaya penyumbatan,ekstraktor lain tidak mungkin digunakan. 2. Ekstraktor yang sebenamya adalah tangki-tangki dengan pelat ayak yang dipasang di dalamnya. Pada alat ini bahan ekstraksi diletakkan diatas pelat ayak horisontal. Dengan bantuan suatu distributor, pelarut dialirkan dari atas ke bawah. Dengan perkakas pengaduk (di atas pelat ayak) yang dapat dinaikturunkan, pencampuran seringkali dapat disempurnakan, atau rafinat dapat dikeluarkan dari tangki setelah berakhirnya ekstraksi. Ekstraktor semacarn ini hanya sesuai untuk bahan padat dengan partikel yang tidak terlalu halus. Yang lebih ekonomis lagi adalah penggabungan beberapa ekstraktor yang dipasang seri dan aliran bahan ekstraksi berlawanan dengan aliran pelarut. Dalam hal ini pelarut dimasukkan kedalam ekstraktor yang berisi campuran yang telah mengalami proses ekstraksi paling banyak. Pada setiap ekstraktor yang dilewati, pelarut semakin diperkaya oleh ekstrak.Pelarut akan dikeluarkan dalam konsentrasi tinggi dari ekstraktor yang berisi campuran yang mengalami proses ekstraksi paling sedikit. Dengan operasi ini pemakaian pelarut lebih sedikit dan konsentrasi akhir dari larutan ekstrak lebih tinggi. Cara lain ialah dengan mengalirkan larutan ekstrak yang keluar dari pelat ayak ke sebuah ketel destilasi, menguapkan pelarut di situ, menggabungkannya dalam sebuah kondenser dan segera mengalirkannya kembali ke ekstraktor untuk dicampur dengan bahan ekstraksi. Dalam ketel destilasi konsentrasi larutan ekstrak terus menerus meningkat. Dengan metode ini jumlah total pelarut yang diperlukan relatif kecil. Meskipun demikian, selalu terdapat



24



perbedaan konsentrasi ekstrak yang maksimal antara bahan ekstraksi dan pelarut. Kerugiannya, adalah pemakaian banyak energi karena pelarut harus diuapkan secara terus menerus.



III. ALAT DAN BAHAN a. Alat yang digunakan 1. Unit Leaching 2. Termometer 3. Ember Plastik 25



4. Stopwatch b. Bahan yang digunakan 1. 1 kg Arang 2. Campuran Etanol-Air IV.



LANGKAH KERJA a. Membuka katup – katup air pendingin V1 dan V2 ke kondensor b. Membuka tutup wadah dan memasukkan kertas saring disusul 1 Kg umpan arang c. Mengatur sudut sifon anatara 60 0C d. Memasukan air dingin kewadah umpan samapai terdapat air mengalir melalui sifone ke labu utama dan mengambil air tersebut melalui pembuangan dibawah wadah, mencatat sebagai B dan menutup wadah kembali e. Mengisi labu utama dengan pelarut (air+etanol) sebanyak ± 40 liter dan menutup kembali labu utama f. Membuka katup kukus V3 sampai tekanan menunjukan 1 bar g. Setelah satu siklus atau tahap mengambil sampel dari ekstrak untuk analisa h. Mencatat laju dari kukus dan temperatur kondensat i. Setelah selesai mematikan peralatan yang digunakan.



VI. DATA PENGAMATAN 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Berat bahan baku Pelarut Suhu kondensat Berat sampel Tekanan operasi Total ekstrak (kondensat)



= 500 gram = 35 liter = 61oC (141,8oF) = 1,18 kg = 2,2 bar = 10 liter 26



Titrasi Produk



No. 1. 2. 3.



Sampel keI II III



Volume Analit 10 ml 10 ml 10 ml



Volume Titran 3 ml 3,5 ml 3 ml



VII. PERHITUNGAN 7.1. Pembuatan Larutan HCl 0,5 M dalam 2 liter



M1 =



= = 12,0630 M M1 . V1 = M2 . V2 12,0630 M . V1 = 0,5 M . 2000 ml V1 = 82,8981 ml 7.2. Pembuatan Latutan NaOH 0,1 M dalam 1 liter gr. NaOH = M . V . BM = 0,1 M . 1 liter . 40 gr/ml = 4 gram



7.3. Penentuan Konsentrasi Produk dengan Metode Titrasi Asam-Basa a. Sampel ke- I MNaOH . VNaOH = MHCl . VHCl 0,1 M . 3 ml = MHCl . 10 ml MHCl = 0,030 M b. Sampel ke- II



27



MNaOH . VNaOH = MHCl . VHCl 0,1 M . 3,5 ml = MHCl . 10 ml MHCl = 0,035 M c. Sampel ke- III MNaOH . VNaOH = MHCl . VHCl 0,1 M . 3 ml = MHCl . 10 ml MHCl = 0,030 M 7.4. Penentuan Laju Massa Kukus (mkks)



Mkks =



= = 0,166 L/min 7.5. Menghitung Kalor yang dilepas oleh Kukus pada siklus 1 - Interpolasi mencari nilai Yhf, hg pada suhu 61oC hf = 109,69 kj/kg hg = 1122,72 kj/kg hfg = hg - hf = 1013,03 kj/kg Q = mkks x hg – mkks x hf + mkks . hfg = 0,166 [(1122,72 – 109,96 + 1013,03)] kj/kg = 336,3259 kj/kg Jadi kalor yang dilepas pada 1 siklus adalah 336,3259 kj/kg Dalam 600 ml 10 liter



produk 10 ml = 166,67 ml



VIII. ANALISA PERCOBAAN Pada praktikum kali ini dilakukan praktikum “Ekstraksi Padat Cair” atau leaching. Ekstraksi ini bertujuan untuk memisahkan zat terlarut 28



dari bahan padatan dengan menggunakan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstraksi substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Padatan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah arang aktif, dimana zat terlarut yang akan diambil adalah asam klorida (HCl) dan pelarut berupa air. Prinsip kerja alat leaching ini yaitu dengan cara melarutkan arang aktif dengan pelarut air yang kemudian dibawa turun untuk didestilasi dan diembunkan agar proses yang berlangsung terjadi secara kontinyu. Tekanan operai dijaga lebih kecil sama dengan 2,2 bar. Pelarut air dalam tangka dipanaskan, uapnya akan melewati packing, dimana di dalam packing ini uap yang memiliki titik didih lebih rendah akan lolos dan masuk ke dalam sifon yang berisi arang aktif. Air akan kembali ke tangka apabila telah melalui satu siklus. Pada alat leaching terdapat sifon yang berfungsi untuk memperluas bidang kontak sehingga satu siklus saja dibutuhkan waktu satu jam untuk mendapatkan hasil ekstrak yang optimal. Kalor yang dilepas kukus pada satu siklus yaitu 336,3259 kj/kg. IX. KESIMPULAN Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Leaching adalah proses untuk mengambil komponen dalam suatu padatan dengan cara melarutkannya pada pelarut (solvent). 2. Laju kukus = 0,166 L/min 3. Kalor yang dilepas = 336,3259 kj/kg



DAFTAR PUSTAKA Bustomi, Ahmad.2015. Penuntun Praktikum Pilot Plant. Falling Film Evaporator. Politeknik Negeri Sriwijaya: Palambang.



29



Andrian, Eka. 2016. Online. Falling Film Evaporator. http://documentips.com/2012/04/falling-film-evaporator.html. Diakses pada tanggal 16 April 2019. Hajar, Ibnu. 2013. Penuntun Praktikum Pilot Plant. Palembang : Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya Robert



E.



Treybal.



1981.



Mass



Transfer



Operations.



Singapore.



Online.http://www.chem-is-try.org/materi-kimia/kimia industri/teknologi proses/pelaksanaan-proses-ekstraksi/ . Diakses pada April 2019.



30