Filsafat Ilmu - Buku - Prof - Ahmad Tafsir [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Prof. Dr. Ahmad Tafsir



Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Pengetahuan



PENERBIT PT REMAJA ROSDAKARYA BANDUNG



RR.FS0012-04-2009



FILSAFAT ILMU Mengurai Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Pengetahuan Penulis: Prof. Dr. Ahmad Tafsir Desainer sampul: Iman Taufik



Diterbitkan oleh PT REMAJA ROSDAKARYA Jl. Ibu Inggit Garnasih No. 40, Bandung 40252 Tlp. (022) 5200287, Faks. (022) 5202529 e-mail: [email protected] website: www.rosda.co.id Anggota Ikapi Cetakan pertama, Juni 2004 Cetakan kedua, Februari 2006 Cetakan ketiga, November 2007 Cetakan keempat, Februari 2009 Hak cipta dilindungi undang-undang pada Penulis Dicetak oleh PT Remaja Rosdakarya Offset - Bandung ISBN 979-692-344-0



KATA PENGANTAR Salah satu kekacauan dalam berpikir orang awam ialah mereka tidak benar-benar menegaskan perbedaan jenisjenis pengetahuan. Dengan kata lain, mereka tidak mengetahui dengan jelas kapling pengetahuan. Menge- tahui



F I L S A F A T



I L M U



kapling tersebut amat penting tatkala kita meng- gunakan pengetahuan tersebut untuk menyesaikan masalah. Pengetahuan ialah segala yang diketahui. Ternyata pengetahuan yang dimiliki manusia itu tidaklah satu jenis. Jenis-jenis pengetahuan itu diuraikan secara singkat tetapi jelas dalam buku ini. Dapatlah dikatakan buku ini hanya membicarakan jenis-jenis pengetahuan manusia dan karakteristiknya.



i v



F I L S A F A T



I L M U



Buku ini sederhana sekali dan topik bahasannya hanya sedikit dan telah diusahakan menggunakan bahasa yang sangat efisien. Dengan membaca buku ini janganlah Anda menyangka Anda telah mengetahui banyak hal tentang filsafat pengetahuan; Anda boleh menyatakan bahwa telah mengetahui hal yang paling penting dalam filsafat pengetahuan. Harap Anda baca buku ini dengan sungguh-sungguh. Merujuk pada subjudul buku ini, saya memang hanya membahas ontologi, epistemologi, dan aksiologi pengetahun. Pada beberapa bagian memang saya selipkan "bonus". Maksudnya, uraian itu bukan lagi bahasan inti, tapi saya merasa perlu membahasnya di sini. Inti permasalahan terletak pada Bab 1, Bab 2, Bab 3, dan Bab 4. Pada penghujung Bab 4 (tepatnya pada poin D) saya sajikan Beberapa Contoh Pengetahuan Mistik sebagai suplemen. Kalaupun Anda tidak membaca suplemen ini anda tetap mendapatkan inti pesan buku ini. Judul buku ini "Filsafat Ilmu", padahal yang dimaksud ialah filsafat pengetahuan. Hal itu dilakukan dengan pertimbangan istilah Filsafat Ilmu jauh lebih dikenal ketimbang filsafat pengetahuan. Berkait dengan itu, saya tidak bermaksud mengacaukan pengertian ilmu (science) dan pengetahuan (knowledge). Istilah "ilmu" khusus pada judul buku ini dimaknai sebagai pengetahuan.



i v



F I L S A F A T



I L M U



Saya mengucapkan terima kasih kepada para mahasiswa yang telah memaksa saya menulis buku ini. Terima kasih juga karena makalah-makalah sebagian mahasiswa, saya tulis ulang dalam buku ini dengan redaksi yang berbeda. Saya merasa telah menuliskan bagian yang paling penting dalam filsafat pengetahuan yang saya kira belum ditulis oleh orang lain. Sebelum diterbitkan seperti sekarang, buku ini pernah beredar secara terbatas dan tidak dipasarkan untuk umum. Setelah digunakan dalam perkuliahan di beberapa perguruan tinggi, baik jenjang SI, S2, maupun S3, rasanya buku ini perlu disempurnakan. Buku yang sedang dalam genggaman Anda ini adalah buku yang telah disempurnakan itu. Semoga bermanfaat. Prof. Dr. Ahmad Tafsir



DAFTAR ISI Kata Pengantar - iii Bab 1 Pendahuluan - 3 Bab 2 Pengetahuan Sain - 21 A. Ontologi Sain - 22 1.



Hakikat Pengetahuan Sain — 22



2.



Struktur Sain — 25



B. Epistemologi Sain — 27 1.



Objek Pengetahuan Sain - 27



2.



Cara Memperoleh Pengetahuan Sain - 28 V



F I L S A F A T



3.



I L M U



Ukuran Kebenaran Pengetahuan Sain - 35



C. Aksiologi Sain - 37 1.



Kegunaan Pengetahuan Sain — 47



2.



Cara Sain Menyelesaikan Masalah - 41



3.



Netralitas Sain - 45



Bab 3 Pengetahuan Filsafat - 65 A. Ontologi Filsafat — 66 1.



Hakikat Pengetahuan Filsafat - 66



2.



Struktur Filsafat - 68



B. Epistemologi Filsafat - 80 1.



Objek Pengetahuan Filsafat — 80



2.



Cara Memperoleh Pengetahuan Filsafat - 82



3.



Ukuran Kebenaran Pengetahuan Filsafat - 87



C. Aksiologi Filsafat - 88 1.



Kegunaan Pengetahuan Filsafat - 39



2.



Cara Filsafat Menyelesaikan Masalah - 103



3.



Cara Orang Umum Menilai - 106



Bab 4 Pengetahuan Mistik - 111 A. Ontologi Pengetahuan Mistik - 112 1.



Hakikat Pengetahuan Mistik - 113



2.



Struktur Pengetahuan Mistik - 114 vii



F I L S A F A T



I L M U



B. Epistemologi Pengetahuan Mistik - 117 1.



Objek Pengetahuan Mistik - 118



2.



Cara Memperoleh Pengetahuan Mistik - 119



3. Ukuran Kebenaran Pengetahuan Mistik - 121 c. Aksiologi Pengetahuan Mistik — 122 1.



Kegunaan Pengetahuan Mistik — 122



2. Cara Pengetahuan Mistik Menyelesaikan Masalah - 125 D. Beberapa Contoh Pengetahuan Mistik - 136 •



Mukasyafah - 137







Ilmu Laduni — 153



٠ Saefi - 159







Jangjawokan - 165







Sihir-178







Ilmu Kebal-199







Santet - 205 ٠ Pelet - 209







Debus - 214



٠ Tentang Jin-218







Nyambat - 233







Ilmu Kanuragan - 225



viii Daftar Pustaka - 239



Tentang Penulis - 246



F I L S A F A T



I L M U



BAB 1 PENDAHULUAN Orang-orang yang mempelajari bahasa Arab mengalami sedikit kebingungan tatkala menghadapi kata “ilmu”. Dalam bahasa Arab kata al-'ilm berarti pengetahuan (knowledge), sedangkan kata “ilmu” dalam bahasa Indonesia biasanya merupakan terjemahan science. Ilmu dalam arti science itu hanya sebagian dari al-‘ilm dalam bahasa Arab. Karena itu kata science seharusnya diterjemahkan sain saja. Maksudnya agar orang yang mengerti bahasa Arab tidak bingung membedakan kata ilmu (sain) dengan kata al-‘ilm yang berarti knowledge. Dalam mata kuliah Filsafat Pengetahuan (Philosophy of Knowledge) yang didiskusikan tidak hanya pengetahuan sain {science), disikusikan juga seluruh yang



disebut pengetahuan termasuk pengetahuan yang “anehaneh” seperti pelet, kebal, santet, saefi, dan lain-lain. Apa sih pengetahuan itu? Pengetahuan ialah semua



P E N D A H U L U A N



yang diketahui. Menurut al-Qur'an, tatkala manusia dalam perut ibunya, ia tidak tahu apa-apa. Tatkala ia baru lahir pun barangkali ia belum juga tahu apa-apa. Kalaupun bayi yang baru lahir itu menangis, barangkali karena kaget saja,



mungkin matanya merasakan silau, atau badannya merasa dingin. Dalam rahim tidak silau dan tidak dingin, lantas ia menangis. Tatkala bayi itu menjadi orang dewasa, katakanlah ketika ia telah berumur 40 tahunan, pengetahuannya sudah banyak sekali. Begitu banyaknya, sampai-sampai ia tidak tahu lagi berapa banyak pengetahuannya dan tidak tahu lagi apa saja yang diketahuinya, bahkan kadang- kadang ia juga tidak tahu apa sebenarnya pengetahuan itu. Semakin bertambah umur manusia itu semakin banyak pengetahuannya. Dilihat dari segi motif, pengetahuan itu diperoleh melalui dua cara. Pertama, pengetahuan yang diperoleh begitu saja, tanpa niat, tanpa motif, tanpa keingintahuan dan tanpa usaha. Tanpa ingin tahu lantas ia tahu-tahu, tahu. Seorang sedang berjalan, tiba-tiba tertabrak becak. Tanpa rasa ingin tahu ia tahu- tahu, tahu bahwa ditabrak becak, sakit. Kedua, pengetahuan yang didasari motif ingin tahu. Pengetahuan diperoleh karena diusahakan, biasanya karena belajar. Dari mana rasa ingin tahu itu? Saya tidak tahu, itu dari mana. Barangkali rasa ingin tahu yang ada pada manusia itu sudah built-in dalam penciptaan manusia. Jadi, rasa ingin tahu



F I L S A F A T



I L M U



itu adalah takdir. Manusia ingin tahu, lantas ia mencari. Hasilnya ia tahu sesuatu. Nah, sesuatu itulah pengetahuan. Yang diperoleh tanpa usaha tadi bagaimana? Ya, pengetahuan juga. Pokoknya, pengetahuan ialah semua yang diketahui, titik. Salah satu tujuan perkuliahan Filsafat Pengetahuan ialah agar kita memahami kapling pengetahuan. Ini penting, karena, dengan mengetahui kapling pengetahuan, kita akan dapat memperlakukan kaplingnya.



masing-masing



Yang



akan



pengetahuan



dibahas



berikut



ini



itu



sesuai



hanyalah



pengetahuan yang diusahakan. Pengetahuan jenis ini sangat penting. Jadi, sejak baris ini pengetahuan tanpa usaha itu kita sisihkan dari pem- bahasan. Seseorang ingin tahu, jika jeruk ditanam, buahnya apa. la menanam bibit jeruk. Ia tunggu beberapa tahun, dan ternyata buahnya jeruk. Tahulah ia bahwa jeruk berbuah jeruk. Pengetahuan jenis inilah yang disebut peng^huan sain (scientific knowledge). Sebenarnya ^ngetahuan sain tidaklah sesederhana itu. Pengetahuan sain harus berdasarkan logika (dalam



arti rasional). Pengetahuan sain ialah pengetahuan yang rasional dan didukung bukti empiris. Namun, gejala yang paling menonjol dalam pengetahuan sain ialah adanya bukti empiris itu. Dalam bentuknya yang sudah baku, pengetahuan sain itu mempunyai paradigma dan metode tertentu. Paradig-



P E N D A H U L U A N



manya disebut paradigma sain (scientific paradigm) dan metodenya disebut metode ilmiah (metode sain, scientific method). Formula utama dalam pengetahuan sain ialah buktikan bahwa itu rasional dan tunjukkan bukti empirisnya. Formula itu perlu sekali diperhatikan karena adakalanya kita menyaksikan bukti empirisnya ada, tetapi tidak



rasional. Yang seperti ini bukanlah pengetahuan sain atau ilmu. Misalnya begini. Bila ada gerhana pukullah kentongan, gerhana itu akan hilang. Pernyataan itu memang dapat dibuktikan secara empiris. Coba saja, bila ada gerhana, pukul saja kentongan, toh lama-kelamaan gerhana akan hilang. Terbukti kan? Bukti empirisnya ada kan? Tetapi itu bukan pengetahuan ilmiah (pengetahuan sain, pengetahuan ilmu) sebab tidak ada bukti rasional yang dapat menghubungkan berhenti atau hilangnya gerhana dengan kentongan yang dipukul. Pengetahuan seperti itu bukan pengetahuan sain, mungkin dapat kita sebut pengetahuan khayal. Toh jika kentongan tidak dipukul gerhana itu akan menghilang juga. Tidak ada



pengaruh kentongan yang dipukul (X) terhadap menghilangnya gerhana (Y). Dari sudut ini dapat pula kita ketahui bahwa objek penelitian pengetahuan sain hanyalah objek yang empiris sebab ia harus menghasilkan bukti empiris. Kita kembali ke contoh jeruk. Jeruk ditanam buahnya jeruk. Pengetahuan jenis ini sudah berguna bagi petani jeruk, bagi pedagang jeruk dan bagi seluruh manusia.



F I L S A F A T



I L M U



Pengetahuan jenis ini sudah berguna dalam memajukan kebudayaan. Pengetahuan ini benar asal rasional dan empiris. Inilah prinsip dalam mengukur benar tidaknya teori dalam sain, ya



dalam sain apa saja. Dalam hal ini harap hati-hati jangan sampai tertipu oleh bukti empiris saja, seperti contoh gerhana dan kentongan tadi. .Harus rasional-empiris. Gerhana tadi: tidak rasional tetapi empiris. Jadi, pengetahuan sain ini, sekalipun tingkatnya rendah dalam struktur pengetahuan, ia berguna bagi manusia. Gunanya terutama untuk memudahkan kehidupan manusia. Teoriteori sain inilah yang diturunkan ke dalam teknologi. Teknologi, agaknya bukanlah sain; teknologi merupakan penerapan teori sain. Atau mungkin juga dapat dikatakan bahwa teknologi itu adalah sain terapan. Selanjutnya. Sebagian orang, tidak begitu banyak. ingin tahu lebih jauh tentang jeruk tadi. Mereka bertanya, “Mengapa jeruk selalu berbuah jeruk?” Untuk menjawab pertanyaan ini kita tidak dapat melakukan penelitian empiris karena jawabannya tidak terletak pada bibit, batang atau daun jeruk. Lantas bagaimana menjawab pertanyaan ini? Kita berpikir. Inilah jalan yang dapat ditempuh. Tidak harus berpikir di kebun jeruk; berpikir itu dapat dilakukan di mana saja. Yang dipikirkan memang jeruk, yaitu mengapa jeruk selalu berbuah jeruk, tetapi yang dipikirkan itu bukanlah jeruk yang empiris; yang dipikirkan itu adalah



P E N D A H U L U A N



jeruk yang abstrak, yaitu jeruk pada umumnya. Bila Anda berpikir secara serius, maka akan muncul jawaban. Ada dua kemungkinan jawaban. Pertama, jeruk selalu berbuah jeruk karena kebetulan. Jadi, secara kebetulan saja jeruk selalu berbuah jeruk. Inilah teori kebetulan yang terkenal itu. Teori ini lemah. Ia dapat ditumbangkan oleh teori kebetulan itu sendiri. Kedua, jeruk selalu berbuah jeruk karena ada aturan atau hukum yang mengatur agar jeruk selalu berbuah jeruk. Para ahli mengatakan hukum itu ada dalam gen jeruk. Hukum itu tidak kelihatan. Jadi, tidak empiris, tetapi akal mengatakan hukum itu ada dan bekerja. Jeruk selalu berbuah jeruk karena ada hukum yang mengatur demikian. Inilah pengetahuan filsafat; ini bukan pengetahuan sain. Kebenaran pengetahuan filsafat hanya



dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. Bila rasional, benar, bila tidak, salah. Kebenarannya tidak pernah dapat dibuktikan secara empiris. Bila ia rasional dan empiris, maka ia berubah menjadi pengetahuan sain. Objek penelitiannya adalah objek-objek yang abstrak, karena objeknya abstrak, maka temuannya juga abstrak. Paradigmanya ialah paradigma rasional (rational paradigm), metodenya metode rasional (Kerlinger menyebutnya method of reason). Sampai di sini kita sudah mengenal dua macam pengetahuan, yaitu pertama pengetahuan sain yang rasional



F I L S A F A T



I L M U



empiris, dan kedua pengetahuan filsafat yang hanya rasional. (Perlu segera saya ingatkan bahwa ada kalanya pengetahuan filsafat itu berada pada level supra rasional). Kita kembali ke jeruk. Jeruk ditanam buahnya jeruk. Ini pengetahuan sain. Jeruk selalu berbuah jeruk karena ada hukum yang mengatur demikian. Ini pengetahuan filsafat. Masih ada orang, amat kecil jumlahnya, ingin tahu lebih jauh lagi. Mereka bertanya “Siapa yang membuat hukum itu?” Pertanyaan ini sulit dijawab. Tetapi masih dapat dijawab oleh filsafat. Salah satu teori dalam filsafat mengatakan bahwa hukum itu dibuat oleh alam itu sendiri secara kebetulan. Teori ini lemah, tadi sudah



dikatakan. Teori lain mengatakan hukum itu dibuat oleh Yang Maha Pintar. Ini logis (dalam arti supra-rasional). Jadi, teori kedua ini benar secara filsafat. Ini masih pengetahuan filsafat. Yang Maha Pintar itu seringkali disebut Tuhan. Ini masih pengetahuan filsafat. Masih ada orang, yang jumlahnya segelintir saja, ingin tahu lebih jauh lagi. Mereka bertanya “Siapa Tuhan itu, saya ingin mengenal-Nya, saya ingin melihat-Nya, saya ingin belajar langsung kepada-Nya”. Tuntutan orang-orang “nekad” ini tidak dapat dilayani oleh pengetahuan sain dan tidak juga oleh pengetahuan filsafat. Objek yang hendak mereka ketahui bukanlah objek empiris dan tidak juga dapat



dijangkau akal rasional. Objek itu abstrak-supra-rasional



F I L S A F A T



I L M U



atau meta-rasional. Kalau begitu bagaimana mengetahuinya? Objek abstrak-supra-rasional itu dapat diketahui dengan menggunakan rasa, bukan pancaindera dan atau akal rasional. Bergson menyebut alat itu intuisi, Kant menyebutnya moral atau akal praktis, filosof muslim seperti Ibnu Sina menyebutnya akal mustafad, shufi-shufi muslim menyebutnya qalb, dzawq, kadang-kadang dharnir, kadangkadang sirr. Pengetahuan jenis ini memang aneh. Paradigmanya saya sebut paradigma mistik (mystical paradigm), metodenya saya sebut metode latihan (riyadhah) dan metode yakin (percaya). Pengetahuan jenis ini saya sebut pengetahuan mistik (.mistical knowlegde). Kebenarannya pada umumnya tidak dapat dibuktikan secara



empiris,



selalu



tidak



terjangkau



pembuktian



rasional.



Nah, sekarang kita memiliki tiga macam pengetahuan, masing-masing



memiliki



objek,



paradigma,



metode



dan



kriteria. Matrik berikut meringkas uraian di atas.



11



P E N D A H U L U A N



Pengetahuan Manusia Pengetahuan SAIN



FILSAFAT



Objek empiris



abstrakrasional



MISTIK



Paradigma sain



rasional



Metode metode ilmiah metode rasional



Kriteria rasionalempiris Rasional



mistik abstrak-suprarasional



latihan,



rasa iman, logis,



percaya



kadang empiris



Yang belum diurus di dalam uraian tentang pengetahuan di atas ialah pengetahuan seni (yaitu tentang indah tidak indah) dan etika (tentang baik dan tidak baik). Saya belum tahu, di mana kaplingnya dan bagaimana mengkaplingkannya. Agaknya objek pengetahuan seni adalah objek empiris, abstrak-rasional, dan abstrak-supra-rasional; paradigmanya mungkin kumpulan tiga paradigma di atas, metodenya juga demikian, dan kriterianya ialah indah tidak-indah. Mengenai pengetahuan tentang baik tidak-baik (etika), dugaan saya sampai saat ini, pengetahuan tentang baik tidak-baik itu sama dengan seni tadi; ia menggunakan tiga paradigma di atas, metodenya juga demikian, dan ukurannya ialah baik dan tidak baik. Nah, baik dan tidak baik itu pun memiliki persoalan yang tidak sederhana; baik menurut apa? Buruk menurut siapa? Pada zaman (waktu) kapan? Saya mengharap ada ahli lain 12



F I L S A F A T



I L M U



yang bersedia dan mau serta mampu menyempurnakan matrik di atas.



LOGIS dan RASIONAL



Saya mengajarkan filsafat (sebagai dosen) sejak tahun 1970. Sampai dengan sekitar tahun 2000 saya menganggap “yang logis” adalah sama saja dengan “yang rasional.” Selama lebih kurang 30 tahun itu, pokoknya, saya menyamakan saja pengertian logis dan rasional. Atau lebih tepat saya katakan saya tidak tahu perbedaannya. Kira-kira sejak tahun 2001 saya melihat ada perbedaan antara kedua istilah itu. Adanya perbedaan itu dimulai ketika saya membaca untuk kesekian kalinya buku Kant. Kant antara lain mengatakan bahwa rasional itu sebenarnya sesuatu yang masuk akal sebatas hukum alam. Sebenarnya, tatkala saya mula-mula membaca Kant kira-kira tahun 1963, dan cukup intensif pada tahun 1975, kata-kata Kant itu sudah saya temukan. Memang kebingungan telah muncul dalam pikiran saya tatkala memabaca itu tetapi kebingungan itu saya biarkan saja. Tatkala saya menulis buku ini, yaitu sejak awal tahun 2001, saya mulai “mendalami” dua istilah itu. Yang saya temukan ialah seperti uraian berikut ini. Ternyata istilah logis dan rasional merupakan dua istilah yang sangat populer dalam arti dua istilah itu amat sering 13



P E N D A H U L U A N



digunakan orang, baik ia kaum terpelajar maupun kaum yang bukan tergolong terpelajar, digunakan orang kota dan juga orang desa, bahkan anak-anak pun banyak yang sering menggunakan kedua istilah itu. Ada orang bercerita kepada seseorang yang lain bahwa ia baru saja mengantarkan temannya yang sakit aneh ke seorang dukun. Dukun mengobatinya dengan cara yang tidak umum dikenal. Lantas orang sakit itu sembuh. Orang yang diceritai itu langsung mengatakan bahwa itu musyrik karena pengobatan itu tidak rasional. Ada anak-anak saling bercerita tentang hantu, bahwa ia melihat hantu yang rupanya benini-begini, tingkahnya begini-begini. Kata yang seorang “ah, sudahlah, itu tidak rasional” kadang- kadang ia berkata “ah, sudahlah, itu tidak logis” Apa sih, rasional-nya babi haram? Apa cukup logis untuk menyimpulkan bahwa surga dan neraka itu ada? Lantas ada lagi, “Bila logis oke, bila tidak, nanti dulu.” Demikian contoh kalimat yang sering kita dengar dari banyak orang. Apa yang kita dapat? Yang kita dapat ialah (1) memang dua istilah itu popular dalam arti sering digunakan oleh hampir semua orang dari semua kelas dan golongan, (2) Pengguna istilah itu tidak mempedulikan apakah dua istilah sama persis atau ada persamaan atau sama sekali berbeda. Nah, saya, seperti yang sudah saya katakan tadi, cuek saja terhadap hal itu, saya cenderung menyamakannya, dalam keadaan tidak tahu bahwa dua istilah itu sebenarnya berbeda, dan itu berlangsung selama lebih kurang 30 tahun, 4



F I L S A F A T



I L M U



sebagai dosen filsafat. Setahu saya buku-buku pun demikian. Saya berkepentingan memperjelas perbedaan itu disebabkan ada implikasi penting dari perbedaan itu sebagaimana kelak akan Anda lihat. Kant mengatakan bahwa apa yang kita katakan rasional itu



ialah



suatu



pemikiran



yang



masuk



akal



tetapi



menggunakan ukuran hukum alam. Dengan kata lain, menurut Kant rasional itu ialah kebenaran akal yang diukur dengan hukum alam. Teori Kant ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Tatkala Anda mengatakan Nabi Ibrahim dibakar tidak hangus, itu adalah hal yang tidak rasional karena menurut hukum alam sesuatu yang dibakar pasti hangus, kecuali bahan itu memang materi yang tidak hangus dibakar, sedangkan Ibrahim itu adalah materi yang hangus dibakar. Tatkala diceritakan bahwa Nabi Musa melemparkan tongkatnya ke tanah, lantas tongkat itu menjadi ular, segera saja Anda mengatakan bahwa itu tidak rasional karena menurut hukum alam adalah tidak mungkin tongkat dapat berubah menjadi ular. Tetapi, pesawat terbang yang beratnya ratusan ton, kok dapat terbang? Ya, karena pesawat itu telah dirancang sesuai dengan hukum alam. Itu rasional. Orang tidak mungkin kebal karena hal itu berlawanan dengan hukum alam. Demikianlah sebagian pernyataan sebagai contoh. Kesimpulannya jelas: (1) Sesuatu yang rasional ialah sesuatu yang mengikuti atau sesuai dengan hukum alam; (2) 15



P E N D A H U L U A N



Yang tidak rasional ialah yang tidak sesuai dengan hukum alam; (3) Kebenaran akal diukur dengan hukum alam. Jadi, di sini, akal itu sempit saja, hanya sebatas hukum alam. Itulah sebabnya saya dapat mengatakan bahwa pemikiran yang rasional sebenarnya belum dapat disebut pemikiran tingkat sangat tinggi. Pemikiran rasional belum mampu mengungkap sesuatu yang tidak dapat diukur dengan hukum alam. Dulu, saya menyangka yang rasional itu amat tinggi kedudukannya, ia dapat mengatasi hukum alam. Ter- n yata tidaklah demikian. Kebenaran rasional itu tidaklah sehebat yang saya pikirkan, la sebatas hukum alam. Kebenaran rasional tidak lebih dari kebenaran sejauh yang ditunjukkan hukum alam. Bagaimana tentang logis? Kebenaran logis terbagi dua, pertama logis-rasional, seperti yang telah diuraikan di atas tadi, kedua logis-supra-rasional. Logis-supra- rasional ialah pemikiran akal yang kebenarannya hanya mengandalkan argumen, ia tidak diukur dengan hukum alam. Bila argumennya masuk akal maka ia benar, sekalipun melawan hukum alam. Dengan kata lain, ukuran kebenaran logissupra-rasional ialah logika yang ada di dalam susunan argumennya. Kebenaran logis-supra-rasional itu benarbenar bersifat abstrak. Kebenaran logis-supra-rasional itu ialah kebenaran yang masuk akal sekalipun melawan hukum alam. Nabi Ibrahim dibakar tidak hangus. Ini tidak rasional. Ya, karena ia tidak sesuai dengan hukum alam. Tongkat 4



F I L S A F A T



I L M U



Musa dilempar jadi ular. Ini tidak rasional, ia melanggar hukum alam. Nabi Ibrahim dibakar tidak hangus. Itu tidak rasional. Tetapi apakah Nabi Ibrahim dibakar tidak hangus itu juga tidak logis dalam arti supra-rasional? Tuhan membuat api. Api itu terdiri atas dua substansi, yaitu api-nya dan panas-nya. Apinya dibuat oleh Tuhan, panasnya juga dibuat oleh Tuhan. (Jika bukan Tuhan yang membuatnya, kita harus memberikan uraian yang kuat untuk menjelaskannya).



17



F I L S A F A T



I I



M i l



Sekarang, untuk menyelamatkan utusannya, untuk sesuatu yang sangat penting, Tuhan mengubah sifat api dari panas menjadi dingin. Belehkah Tuhan berbuat demikian? Ya, beleh saja, wong yang membuatnya Dia. Masuk akal. Inilah yang logis-supra-rasional itu. Jadi, adalah logis saja api tidak menghanguskan Ibrahim. Jadi, kasus Ibrahim ini adalah kasus yang tidak rasional tetapi logis dalam arti logis-supra rasional. Kesimpulannya ialah: Yang logis ialah yang masuk akal. Terdiri atas yang logis-rasional dan yang logis-supra- rasional. Kita dapat membuat bebarapa ungkapan sebagai berikut: 1) Yang logis ialah yang masuk akal. 2)



Yang logis itu mencakup yang rasional dan yang suprarasional. 3) Yang rasional ialah yang masuk akal dan sesuai dengan hukum alam. 4)



Yang supra-rasional ialah yang masuk akal sekalipun tidak sesuai dengan hukum alam.



5) Istilah logis boleh dipakai dalam pengertian rasional atau dalam pengertian supra-rasional. Beberapa kesimpulan sebagai implikasi konsep logis di atas ialah: 1) Isi al-Qur‘an ada yang rasional dan ada yang suprarasional. 2)



Isi al-Qur'an itu semuanya logis; sebagian logis- rasional sebagiannya logis-supra-rasional. 18



P E M n a H i i i ! i a M



3)



Rumus metode ilmiah yang selama ini logicohypothetico-verificatif; dapat diteruskan dengan penjelasan logiko itu harus diartikan rasio. 4) Mazhab Rasionalisme tidak dapat diterima oleh sistem ini; yang dapat diterima ialah mazhab Logisme. Bab 2 buku ini berisi uraian tentang Pengetahuan Sain, Bab 3 Pengetahuan Filsafat, dan Bab 4 tentang Pengetahuan Mistik; masing-masing mengenai ontologi, epistemologi, dan aksiologinya. Bab ini dilengkapi dengan Beberapa Contoh Pengetahuan Mistik. Secara khusus pengetahuan mistik mendapat per- hatian lebih banyak daripada dua pengetahuan lainnya. Alasannya antara lain ialah karena hingga draf naskah buku ini diterbitkan mendapat



( 2 0 0 4 ‫)ا‬



perhatian



pengetahuan para



ahli.



jenis



ini



Sementara



kuraug itu



kita



mengetahui bahwa pengetahuan jenis ini memang ada dan mempengaruhi sebagian anggota masyarakat.



19



BAB 2 PENGETAHUAN SAIN Pada Bab 2 ini dibicarakan ontologi, epistemologi, dan aksiologi sain. Uraian mengenai ontologi sain membahas hakikat dan struktur sain. Uraian tentang struktur sain tidak terlalu bagus. Hal itu disebabkan oleh begitu banyak macam sain, karena banyaknya maka banyak yang tidak saya ketahui. Epistemologi sain difokuskan pada cara kerja metode ilmiah. Sedangkan pembahasan aksiologi sain diutamakan pada cara sain menyelesaikan masalah yang dihadapi manusia.



A. Ontologi Sain



Di sini dibicarakan hakikat dan struktur sain. Hakikat sain menjawab pertanyaan apa sain itu sebenarnya. Struktur sain seharusnya menjeiaskan cabang-cabang sain, serta isi setiap cabang itu. Namun di sini hanya dijelaskan cabangcabang sain dan itu pun tidak lengkap.



1. Hakikat Pengetahuan Sain Pada Bab 1 telah dijelaskan secara ringkas bahwa pengetahuan sain adalah pengetahuan rasional empiris. Masalah rasional dan empiris inilah yang dibahas berikut ini. Pertama, masalah rasional. Saya berjalan-jalan di beberapa kampung. Banyak hal yang menarik perhatian saya di kampung-kampung itu, satu



di antaranya ialah orang-orang di kampung yang satu sehatsehat, sedang di kampung yang lain banyak yang sakit. Secara pukul-rata penduduk kampung yang satu lebih sehat daripada penduduk kampung yang lain tadi. Ada apa ya? Demikian pertanyaan dalam hati saya. Kebetulan saya mengetahui bahwa penduduk kam- pung yang satu itu memelihara ayam dan mereka mema- kan telurnya, sedangkan penduduk kampung yang lain tadi juga memelihara ayam tetapi tidak memakan telurnya, mereka menjual telurnya. Berdasarkan kenya-



23



taan itu saya menduga, kampung yang satu itu penduduknya



sehat-sehat



karena



banyak



memakan



telur,



sedangkan penduduk kampung yang lain itu banyak yang sakit karena tidak makan telur. Berdasarkan ini saya menarik hipotesis semakin banyak makan telur akan semakin sehat, atau telur berpengaruh positif terhadap kesehatan. Hipotesis harus berdasarkan rasio, dengan kata lain hipotesis harus rasional. Dalam hal hipotesis yang saya ajukan itu rasionalnya ialah: untuk sehat diperlukan gizi, telur banyak mengandung gizi, karena itu, logis bila semakin banyak makan telur akan semakin seliat. Hipotesis raya itu belum diuji kebenarannya. Kebenarannya barulah dugaan. Tetapi hipotesis itu telah mencukupi dari segi kerasionalannya. Dengan kata lain, hipotesis saya itu rasional. Kata “rasional” di sini menunjukkan adanya hubungan pengaruh atau hubungan sebab akibat. Kedua, masalah empiris. Hipotesis saya itu saya uji (kebenarannya) mengikuti prosedur metode ilmiah. Untuk menguji hipotesis itu saya gunakan metode eksperimen dengan cara mengambil satu atau dua kampung yang disuruh makan telur secara teratur selama setahun sebagai kelompok eksperimen, dan mengambil satu atau dua kampung yang lain yang tidak boleh makan telur, juga selama setahun itu, sebagai kelompok kontrol. Pada akhir tahun, kesehatan kedua kelompok itu saya amati. Hasilnya, kampung yang makan telur rata-rata lebih sehat. Sekarang, hipotesis saya semakin banyak makan telur akan semakin sehat atau telur berpengaruh positif terhadap 24



kesehatan terbukti. Setelah terbukti —sebaik- nya berkalikali— maka hipotesis saya tadi berubah menjadi teori. Teori saya bahwa “Semakin banyak makan telur akan semakin sehat” atau “Telur berpengaruh postif terhadap kesehatan,” adalah teori yang rasional-empiris. Teori‘seperti inilah yang disebut teori ilmiah (scientific theory). Beginilah teori dalam sain. Cara kerja saya dalam memperoleh teori itu tadi adalah cara kerja metode ilmiah. Rumus baku metode ilmiah ialah: logico-hypothetico-verificatif (buktikan bahwa itu logis, tarik hipotesis, ajukan bukti empiris). Harap dicatat bahwa istilah logico dalam rumus itu adalah logis dalam arti rasional.



Pada dasarnya cara kerja sain adalah kerja mencari hubungan sebab-akibat atau mencari pengaruh sesuatu terhadap yang lain. Asumsi dasar sain ialah tidak ada kejadian tanpa sebab. Asumsi ini oleh Fred N. Kerlinger (Foundation of Behavior Research, 1973: 378) dirumuskan dalam ungkapan post hoc, ergo propter hoc (ini, tentu disebabkan oleh ini). Asumsi ini benar bila sebab akibat itu memiliki hubungan rasional. Ilmu atau sain berisi teeri. Teori itu pada dasarnya menerangkan hubungan sebab akibat. Sain tidak memberikan nilai baik atau buruk, halal atau haram, sopan atau tidak sopan, indah atau tidak indah; sain hanya memberikan nilai benar atau salah. Kenyataan inilah yang menyebabkan ada orang menyangka bahwa sain itu netral. Dalam konteks seperti itu memang ya, tetapi dalam konteks lain belum tentu ya.



25



2. Struktur Sain



Dalam garis besarnya sain dibagi dua, yaitu sain ke- alaman dan sain sosial. Contoh berikut ini hendak menjelaskan struktur sain dalam bentuk nama-nama ilmu. Nama ilmu banyak sekali, berikut ditulis beberapa saja di antaranya: 1) Sain Kealaman •



Astronomi;



٠ Fisika: mekanika, bunyi, cahaya dan optik, fisika



nuklir;



٠ Kimia: kimia organik, kimia teknik;







Ilmu Bumi: paleontologi, ekologi, geofisika, geokimia, mineralogi, geografi; ٠ Ilmu Hayat: biofisika, botani, zoologi;



26



2)



Sain Sosial •



Sosiologi: sosiologi komunikasi, sosiologi politik, sosiologi pendidikan







Antropologi: antropologi ekonomi, antropologi politik;



budaya,



antropologi







Psikologi: psikologi pendidikan, psikologi anak, psikologi abnormal;







Ekonomi: ekonomi makro, ekonomi lingkungan, ekonomi pedesaan;







Politik: politik dalam negeri, politik hukum, politik internasional



Agar sekaligus tampak lengkap, berikut ditambahkan Humaniora. 3) Humaniora •



Seni: seni abstrak, seni grafika, seni pahat, seni tari;







Hukum: hukum pidana, hukum tata usaha negara, hukum adat (mungkin dapat dimasukkan ke sain sosial);







Filsafat: logika, ethika, estetika;







Bahasa, Sastra;







Agama: Islam, Kristen, Confusius;







Sejarah: sejarah Indonesia, sejarah dunia (mungkin



dapat dimasukkan ke sain sosial); Demikian sebagian kecil dari nama ilmu (sain). Ditambahkan juga pengetahuan Humaniora (yang mungkin dapat digolongkan dalam sain sosial) dalam daftar di atas hanyalah dengan tujuan agar tampak lengkap. (Bahan diambil dari Ensiklopedi Indonesia).



27



B. Epistemologi Sain Pada bagian ini diuraikan objek pengetahuan sain, cara memperoleh pengetahuan sain dan cara mengukur benartidaknya pengetahuan sain.



1. Objek Pengetahuan Sain



Objek pengetahuan sain (yaitu objek-objek yang diteliti sain) ialah semua objek yang empiris. Jujun S. Suriasumantri (Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, 1994: 105) menyatakan bahwa objek kajian sain hanyalah objek yang berada dalam ruang lingkup pengalaman manusia. Yang dimaksud pengalaman di sini ialah pengalaman indera. Objek kajian sain haruslah objek-objek yang empiris sebab bukti-bukti yang harus ia temukan adalah bukti-bukyang empiris. Bukti empiris ini diperlukan untuk menguji bukti rasional yang telah dirumuskan dalam hipotesis. Apakah objek yang boleh diteliti oleh sain itu bebas? Artinya, apakah sain boleh meneliti apa saja asal empiris? Menurut sain ia boleh meneliti apa saja, ia bebas; menurut filsafat akan tergantung pada filsafat yang mana; menurut agama belum tentu bebas. Objek-objek yang dapat diteliti oleh sain banyak sekali: alam, tetumbuhan, hewan, dan manusia, serta kejadian-kejadian di sekitar alam, tetumbuhan, hewan dan manusia itu; semuanya dapat diteliti oleh sain. Dari penelitian itulah muncul teori-teori sain. Teori-teori itu berkelompok atau dikelompokkan dalam masing-masing cabang sain. Teori-teori yang telah 28 berkelompok itulah yang saya sebut struktur sain, baik cabangcabang sain maupun isi masing-masing cabang sain tersebut.



F I L S A F A T



I L M U



2. Cara Memperoleh Pengetahuan Sain Pengalaman manusia sudah berkembang sejak lama. Yang dapat dicatat dengan baik ialah sejak tahun 600-an SM. Yang mula-mula timbul agaknya ialah pengetahuan filsafat dan hampir bersamaan dengan itu berkembang pula pengetahuan sain dan pengetahuan mistik. Perkembangan sain didorong oleh paham Humanisme. Humanisme ialah paham filsafat yang mengajarkan bahwa manusia mampu mengatur dirinya dan alam.



29



Humanisme telah muncul pada zaman Yunani Lama (Yunani Kuno).



Sej ak zaman dahulu, manusia telah menginginkan adanya aturan untuk mengatur manusia. Tuj uannya ialah agar manusia itu hidup teratur. Hidup ter atur itu sudah menj adi



kebutuhan



manusia



sej ak



dahulu.



Untu k



menj amin tegaknya kehidupan yang terat ur i tu diperlukan aturan. Manusia j uga perlu aturan untuk mengatur alam. Pengalaman manusia menunj ukkan bila alam tidak diatur maka alam itu akan menyulit kan kehidupan manusia. Sementara itu manusi a tidak mau dipersuli t oleh alam. Bahkan sebai knya —kalau dapat— manusia ingin alam it u memper mudah kehidupannya. Karena itu harus ada aturan untuk mengatur alam. Bagai mana membuat aturan untuk mengatur manusia dan alam? Siapa yang dapat membuat aturan itu? Oran g Yunani Kuno sudah menemukan: manusia itulah yan g me mbuat aturan itu. Humanis me mengat akan bahwa manusia mampu mengatur dirinya ( manusi a) dan alam. J adi, manusia itulah yang harus membuat aturan untuk mengatur manusia dan alam. Bagai mana membuatnya dan apa alatnya? Bila aturan itu dibuat berdasarkan agama atau mitos, maka akan sulit sekali menghasil kan aturan yang disepakati. Pertama, mitos itu tidak mencukupi untuk dijadikan sumber membuat aturan untuk mengatur manusia, dan kedua, mitos itu amat tidak mencukupi untuk dijadikan sumber membuat aturan untuk mengatur alam. Kalau begitu, apa sumber aturan itu? Kalau dibuat berdasarkan agama? Kesulitannya ialah agama mana? Masing-masing agama 30 menyatakan dirinya benar, yang lain salah. Jadi, seandainya aturan itu dibuat berdasarkan agama maka akan banyak



orang yang menolaknya. Padahal aturan itu seharusnya disepakati oleh semua orang. Begitulah kira- kira mereka berpikir. Menurut mereka aturan itu harus dibuat berdasarkan dan bersumber pada sesuatu yang ada pada manusia. Alat itu ialah akal. Mengapa akal? Pertama, karena akal dianggap mampu, kedua, karena akal pada setiap orang bekerja berdasarkan aturan yang sama. Aturan itu ialah logika alami yang ada pada akal setiap manusia. Akal itulah alat dan sumber yang paling dapat disepakati. Maka, Humanisme melahirkan Rasionalisme. Rasionalisme ialah paham yang mengatakan bahwa



akal itulah alat pencari dan pengukur pengetahuan. Pengetahuan dicari dengan akal, temuannya diukur dengan akal pula. Dicari dengan akal ialah dicari dengan berpikir logis. Diukur dengan akal artinya diuji apakah temuan itu logis atau tidak. Bila logis, benar; bila tidak, salah. Nah, dengan akal itulah aturan untuk mengatur manusia dan alam itu dibuat. Ini juga berarti bahwa kebenaran itu



bersumber pada akal. Dalam proses pembuatan aturan itu, ternyata temuan akal itu seringkali bertentangan. Kata seseorang ini logis, tetapi kata orang lain itu logis juga. Padahal ini dan itu itu tidak sama, bahkan kadang-kadang bertentangan, Orangorang sophis pada zaman Yunani Kuno dapat membuktikan bahwa bergerak sama dengan diam, kedua-duanya sama logisnya. Apakah anak panah yang melesat dari busurnya bergerak atau diam? Dua-duanya benar. Apa itu bergerak? Bergerak ialah bila sesuatu pindah tempat. Anak panah itu pindah dari busur ke sasaran. Jadi, anak panah 31 itu bergerak. Anak panah itu dapat juga dibuktikan diam. Diam ialah bila sesuatu pada sesuatu waktu berada pada suatu tempat. Anak panah itu setiap saat berada di suatu



P E N G E T A H U A N



S A I N



tempat. Jadi, anak panah itu diam. Ini pun benar, karena argumennya juga logis. Jadi, bergerak sama dengan diam, sama-sama logis. Apa yang diperoleh dari kenyataan itu? Yang diperoleh ialah berpikir logis tidak menjamin diperolehnya kebenaran yang disepakati. Padahal, aturan itu seharusnya disepakati. Kalau begitu diperlukan alat lain. Alat itu ialah Empirisisme. Empirisisme ialah paham filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar ialah yang logis dan ada bukti empiris.



32



Nah, dalam hal anak panah tadi, menurut Empirisisme yang benar adalah bergerak, sebab secara empiris dapat dibuktikan bahwa anak panah itu bergerak. Coba saja perut Anda menghadang anak panah itu, perut anda akan tembus, benda yang menembus sesuatu haruslah benda yang bergerak. Ya, memang, sesuatu yang diam tidak akan mampu menembus. Logis juga. Nah dengan Empirisisme inilah aturan (untuk mengatur manusia dan alam) itu dibuat. Tetapi nanti dulu, ternyata Empirisisme masih memiliki kekurangan. Kekurangan Empirisisme ialah karena ia belum terukur. Empirisisme hanya sampai pada konsep-konsep yang umum. Kata Empirisisme, air kopi yang baru diseduh ini panas, nyala api ini lebih panas, besi yang mendidih ini sangat panas. Kata Empirisisme, kelereng ini kecil, bulan lebih besar, bumi lebih besar lagi, matahari sangat besar. Demikianlah seterusnya. Empirisme hanya menemukan konsep yang sifatnya umum. Konsep itu belum operasi- onal, karena belum terukur. Jadi, masih diperlukan alat lain. Alat lain itu ialah Positivisme. Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis, ada bukti empirisnya, yang terukur. “Terukur” inilah sumbangan penting Positivisme. Jadi, hal panas tadi oleh Positivisme dikatakan air kopi ini 80 derajat celcius, air mendidih ini 100 derajat celcius, besi mendidih ini 1000



derajat celcius, ini satu meter panjangnya. ini satu ton beratnya, dan seterusnya. Ukuran-ukuran ini operasional, kuantitatif, tidak memungkinkan perbedaan



pendapat. Sebagaimana Anda lihat, aturan untuk mengatur manusia dan aturan untuk mengatur alam yang kita miliki sekarang bersifat pasti dan rinei. Jadi, operasional. Bahkan 33 dada dan pinggul sekarang ini ada ukurannya, katanya, ini dalam kerangka ukuran kecantikan. Dengan ukuran ini maka kontes kecantikan dapat dioperasikan. Kehidupan kita



sekarang penuh oleh ukuran. Positivisme sudah dapat disetujui untuk memulai upaya membuat aturan untuk mengatur manusia dan mengatur alam. Kata Positivisme, ajukan logikanya, ajukan bukti empirisnya yang terukur. Tetapi bagaimana caranya? Kita masih memerlukan alat lain. Alat lain itu ialah Metode Ilmiah. Sayangnya, Metode Ilmiah sebenarnya tidak mengajukan sesuatu yang baru; Metode Ilmiah hanya mengulangi ajaran Positivisme, tetapi lebih operasional. Metode Ilmiah mengatakan, untuk memperoleh pengetahuan yang benar lakukan langkah berikut: logicohypothetico-verificartif. Maksudnya, mula-mula buktikan bahwa itu logis, kemudian ajukan hipotesis (berdasarkan logika itu), kemudian lakukan pembuktian hipotesis itu secara empiris. Dengan rumus Metode Ilmiah inilah kita membuat aturan itu. Metode Ilmiah itu secara teknis dan rinci dijelaskan dalam satu bidang ilmu yang disebut Metode Riset. Metode Riset menghasilkan Model-model Penelitian. Nah, Model-model Penelitian inilah yang menjadi instansi terakhir —dan memang operasional— dalam membuat aturan (untuk mengatur manusia dan alam) tadi. Dengan menggunakan Model Penelitian tertentu kita mengadakan penelitian. Hasil-hasil penelitian itulah yang kita warisi sekarang berupa tumpukan pengetahuan sain dalam berbagai bidang sain. Inilah sebagian dari isi kebudayaan manusia. Isi kebudayaan yang lengkap ialah pengetahuan sain, filsafat dan mistik. Urutan dalam proses terwujudnya aturan seperti yang diuraikan di atas ialah sebagai berikut:



34



F I L S A F A T



I L M U



3. Ukuran Kebenaran Pengetahuan Sain



Ilmu berisi teori-teori. Jika Anda mengambil buku Ilmu (sain) Pendidikan, maka Anda akan menemukan teori-teori



tentang pendidikan. Ilmu Bumi membicarakan teori-teori tentang bumi, Ilmu Hayat membahas teori-teori tentang makhluk hidup. Demikian seterusnya. Jadi, isi ilmu ialah teori. Jika kita bertanya apa ukuran kebenaran sain, maka yang kita tanya ialah apa ukuran kebenaran teori-teori sain. Ada teori Sain Ekonomi: bila penawaran sedikit, permintaan banyak, maka harga akan naik. Teori ini sangat kuat, karena kuatnya maka ia ditingkatkan menjadi hukum, disebut hukum penawaran dan permintaan. Berdasarkan hukum ini, maka barangkali benar dihipotesiskan: Jika hari hujan terus, mesin pemanas gabah tidak diaktifkan, maka harga beras akan naik. Untuk membuktikan apakah hipotesis itu benar atau salah, kita cukup melakukan dua langkah. Pertama, kita uji apakah teori itu logis? Apakah logis jika hari hujan terus harga 35 gabah akan naik? Jika hari hujan terus, maka orang tidak dapat menjemur padi, penawaran beras akan menurun, jumlah orang yang



P E N G E T A H U A N



S A I N



memerlukan tetap, orang berebutan membeli beras, kesempatan itu dimanfaatkan pedagang beras untuk memperoleh untung sebesar mungkin, maka harga beras akan naik. Jadi, logislah bila hujan terus harga beras akan naik. Hipotesis itu lolos ujian pertama, uji logika. Kedua, uji empiris. Adakan eksperimen. Buatlah hujan buatan selama mungkin, mesin pemanas gabah tidak diaktifkan, beras dari daerah lain tidak masuk. Periksa pasar. Apakah harga beras naik? Secara logika seharusnya naik. Dalam kenyataan mungkin saja tidak naik, misalnya karena orang mengganti makannya dengan selain beras. Jika eksperimen itu dikontrol dengan ketat, hipotesis tadi pasti didukung oleh kenyataan. Jika didukung oleh kenyataan (beras naik) maka hipotesis itu menjadi teori, dan teori itu benar, karena ia logis dan empiris. Jika hipotesis terbukti, maka pada saatnya ia menjadi teori. Jika sesuatu teori selalu benar, yaitu jika teori itu selalu didukung bukti empiris, maka teori itu naik tingkat keberadaannya menjadi hukum atau aksioma. Agaknya banyak mahasiswa menyangka bahwa hipotesis bersifat mungkin benar mungkin salah, dengan kata lain, hipotesis itu kemungkinan benar atau salahnya sama besar, fifty -fifty. Persangkaan itu salah. Hipotesis (dalam sain) ialah pernyataan yang sudah benar secara logika, tetapi belum ada bukti empirisnya. Belum atau tidak ada bukti empiris bukanlah merupakan bukti bahwa hipotesis itu salah. Hipotesis benar, bila logis, titik. Ada atau 36



tidak ada bukti empirisnya adalah soal lain. Dari sini tahulah kita bahwa kelogisan suatu hipotesis — juga teori— lebih penting ketimbang bukti empirisnya. Harap dicatat, bahwa kesimpulan ini penting.



c.



Aksiologi Sain



Pada bagian ini dibicarakan tiga hal saja, pertama kegunaan sain; kedua, cara sain menyelesaikan masalah; ketiga, netralitas sain. Sebenarnya, yang kedua itu merupakan contoh aplikasi yang pertama.



1. Kegunaan Pengetahuan Sain Apa guna sain? Pertanyaannya sama dengan apa guna pengetahuan ilmiah karena sain (ilmu) isinya teori (ilmiah). Secara umum, teori artinya pendapat yang beralasan. Alasan itu dapat berupa argumen logis, ini teori filsafat; berupa argumen perasaan atau keyakinan dan kadang-kadang empiris, ini teori dalam pengetahuan mistik; berupa argumen logisempiris, ini teori sain. Sekurang-kurangnya ada tiga kegunaan teori sain: sebagai alat membuat eksplanasi, sebagai alat peramal, dan sebagai alat pengontrol. 1) Teori Sebagai Alat Ekspalanasi Berbagai sain yang ada sampai sekarang ini secara umum berfungsi sebagai alat untuk membuat eksplanasi kenyataan. Menurut T. Jacob (Manusia, Ilmu dan Teknologi, 1993: 78) sain merupakan suatu sistem eksplanasi yang



37



P E N G E T A H U A N



S A I N



paling dapat diandalkan dibandingkan dengan sistem lainnya dalam memahami masa lampau, sekarang, serta mengubah masa depan. Bagaimana contohnya? Akhir tahun 1997 di Indonesia terjadi gejolak moneter, yaitu nilai rupiah semakin murah dibandingkan dengan dolar (kurs rupiah terhadap dolar menurun). Gejala ini telah memberikan dampak yang cukup luas terhadap kehidupan



di Indonesia. Gejalanya ialah harga semakin tinggi. Bagaimana menerangkan gejala ini? Teori-teori ekonomi (mungkin juga politik) dapat menerangkan (mengeksplanasikan) gejala itu. Untuk mudahnya, teori ekonomi mengatakan karena banyaknya utang luar negeri jatuh tempo (harus dibayar), hutang itu harus dibayar dengan dolar, maka banyak sekali orang yang memerlukan dolar, karena banyak orang membeli dolar, maka harga dolar naik dalam rupiah. Nah, ini baru sebagian gejala itu yang dieksplanasikan. Sekalipun baru sebagian, namun gajala itu telah dapat dipahami ala kadarnya, sesuai dengan apa yang telah dieksplanasikan itu. Ada orang tiga bersaudara, dua laki-laki dan satu perempuan. Mereka nakal, sering mabuk, membuat



keonaran, sering bolos sekolah, tidak naik kelas, pindahpindah sekolah. Mereka ditinggal oleh kedua orang tuanya, ayah dan ibunya masing-masing kawin lagi dan pindah ke tempat barunya masing-masing. Biaya hidup tiga bersaudara itu bersama pembantu mereka, tidak kurang. Dapatkah Anda membuat eksplanasi mengapa anak-anak itu nakal?



F I L S A F A T



I L M U



Anda akan dapat menjelaskan (mengeksplanasikan) jika Anda menguasai teori yang mampu menjelaskan gejala (nakal) itu. Menurut teori Sain Pendidikan, anak- anak yang orang tuanya cerai (biasanya disebut broken home), pada umumnya akan berkembang menjadi anak nakal. Penyebabnya ialah karena anak-anak itu tidak mendapat pendidikan yang baik dari kedua orang tuanya. Padahal pendidikan dari kedua orang tua amat penting dalam pertumbuhan anak menuju dewasa. Sebenarnya saya amat tertarik membicarakan topik ini; senang sekali rasanya menambahkan banyak contoh lain, tetapi kedua contoh itu agaknya mencukupi untuk menjelaskan kegunaan teori sebagai alat membuat eksplanasi. 2) Teori Sebagai Alat Peramal



Tatkala membuat eksplanasi, biasanya ilmuwan telah mengetahui juga faktor penyebab terjadinya gejala itu. Dengan “mengutak-atik” faktor penyebab itu, ilmuwan dapat membuat ramalan. Dalam bahasa kaum ilmuwan ramalan itu disebut prediksi, untuk membedakannya dari ramalan dukun. Dalam contoh kurs dolar tadi, dengan mudah orang ahli meramal. Misalnya, karena bulan-bulan mendatang hutang luar negeri jatuh tempo semakin banyak, maka diprediksikan kurs rupiah terhadap dolar akan semakin lemah. Ramalan lain dapat pula dibuat, misalnya, harga barang dan jasa pada bulan-bulan mendatang akan naik. 39 Pada contoh dua tadi dapat pula dibuat ramalan. Misalnya,



P E N G E T A H U A N



S A I N



pada musim paceklik ini banyak pasangan suami istri yang cerai, maka diramalkan kenakalan remaja akan meningkat. Ramalan lain: akan semakin banyak remaja putus sekolah, akan semakin banyak siswa yang tidak naik kelas. Tepat dan banyaknya ramalan yang dapat dibuat oleh ilmuwan akan ditentukan oleh kekuatan teori yang ia gunakan, kepandaian dan kecerdasan; dan ketersediaan data di sekitar gejala itu. 3) Teori Sebagai Alat Pengontrol Eksplanasi merupakan bahan untuk membuat ramalan dan kontrol. Ilmuwan, selain mampu membuat ramalan berdasarkan eksplanasi gejala, juga dapat membuat kontrol. Kita ambil lagi contoh tadi.



Agar kurs rupiah menguat, perlu ditangguhkan pembayaran hutang yang jatuh tempo, jadi, pembayaran utang diundur. Apa yang dikontrol? Yang dikontrol ialah kurs rupiah terhadap dolar agar tidak naik. Kontrolnya



40



F I L S A F A T



I L M U



ialah kebutuhan terhadap dolar dikurangi dengan cara menangguhkan pembayaran hutang dalam dolar. Agar kontrol lebih efektif sebaiknya kontrol tidak hanya satu macam. Dalam kasus ekonomi ini dapat kita tambah kontrol, umpamanya menangguhkan pembangunan proyek yang memerlukan bahan import. Kontrol sebenarnya merupakan tindakan-tindakan yang diduga dapat mencegah terjadinya gejala yang tidak diharapkan atau gejala yang



memang diharapkan. Ayah dan ibu sudah cerai. Dipredisksi: anak-anak mereka akan nakal. Adakah upaya yang efektif agar anakanak itu tidak nakal? Ada, upaya itulah yang disebut kontrol. Dalam kasus ini mungkin pamannya, bibinya, atau kakeknya, dapat mengganti fungsi ayah dan ibunya mereka. Perbedaan prediksi dan kontrol ialah prediksi bersifat pasif; tatkala ada kondisi tertentu, maka kita dapat membuat prediksi, misalnya akan terjadi ini, itu, begini atau begitu. Sedangkan kontrol bersifat aktif; terhadap sesuatu keadaan, kita membuat tindakan atau tindakantindakan agar terjadi ini, itu, begini atau begitu.



2. Cara Sain Menyelesaikan Masalah



Ilmu atau sain —yang isinya teori— dibuat untuk memudahkan kehidupan. Bila kita menghadapi kesulitan (biasanya disebut masalah), kita menghadapi dan menyelesaikan masalah itu dengan menggunakan ilmu (sebenarnya menggunakan teori ilmu).



41



P E N G E T A H U A N



S A I N



Dahulu orang mengambil air di bawah bukit, orang Sunda menyebutnya di lebak. Tatkala akan mengambil air, orang melalui jalan menurun sambil membawa wadah air. Tatkala pulang ia melalui jalan menanjak sambil membawa wadah yang



berisi



air.



Itu



menyulitkan



kehidupan.



Untuk



memudahkan, orang membuat sumur. Air tidak lagi harus diambil di lebak. Air dapat diambil dari sumur yang dapat dibuat dekat rumah. Membuat sumur memerlukan ilmu. Tetapi sumur masih menyusahkan karena masih harus menimba, kadang-kadang sumur amat dalam. Orang mencari teori agar air lebih mudah diambil.



Lantas



orang



menggunakan



pompa



air



yang



digerakkan dengan tangan. Masih susah juga, orang lantas menggunakan mesin. Sekarang air dengan mudah diperoleh, hanya memutar kran. Ilmu memudahkan kehidupan. Sejak kampung itu berdiri ratusan tahun yang lalu, sampai tahun-tahun belakangan ini penduduknya hidup dengan tenang. Tidak ada kenakalan. Anak-anak dan remaja begitu baiknya,



tidak



berkelahi,



tidak



mabuk-mabukan,



tidak



mencuri, tidak membohongi orang tuanya. Senang sekali bermukim di kampung itu. Tiba- tiba jalan raya melintasi kampung itu. Listrik dipasang,



penduduk mendapat listrik dengan harga murah. Penduduk senang. Beberapa tahun kemudian, anak mereka nakal. Anak remaja sering berkelahi, sering mabuk, sering mencuri, sering membohongi orang tuanya. Penduduk sering bertanya “Mengapa keadaan begini?” Mereka menghadapi masalah.



F I L S A F A T



I L M □



Mereka memanggil ilmuwan, meminta bantuannya untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Apa yang akan dilakukan oleh ilmuwan itu? Ternyata ia melakukan langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, ia mengidentifikasi masalah. Ia ingin tahu seperti apa kenakalan remaja yang ada di kampung itu. Ia ingin tahu lebih dahulu, secara persis, misalnya berapa orang, siapa yang nakal, malam atau hari apa saja kenakalan itu dilakukan, penyebab mabuk, berkelahi dengan siapa, dan apa penyebabnya, dsb ingin tahu sebanyakbanyaknya atau selengkap-lrngkapnya tentang kenakalan yang diceritakan oleh orang kampung kepadanya, ia seolaholah tidak percaya begitu saja pada laporan orang kampung tersebut. Ia mengidentifikasi masalah itu. Identifikasi biasanya dilakukan dengan cara mengadakan penelitian. Hasil penelitian itu ia analisis untuk mengetahui secara persis segala sesuatu di seputar kenakalan itu tadi.



43



P E N G E T A H U A N



S A I N



Kedua, ia mencari teeri tentang sebab-sebab ke- nakalan remaja. Biasanya ia cari dalam literatur. Ia menemukan ada beberapa teori yang menjelaskan sebab- sebab kenakalan remaja. Di antara teori itu ia pilih teori yang diperkirakannya paling tepat untuk menyelesaikan masalah kenakalan remaja di kampung itu. Sekarang ia tahu penyebab kenakalan remaja di kampung itu. Ketiga, ia kembali membaca literatur lagi. Sekarang ia mencari teori yang menjelaskan cara memperbaiki remaja nakal. Dalam buku ia baca, bahwa memperbaiki remaja nakal harus disesuaikan dengan penyebabnya. Ia sudah tahu penyebabnya, maka ia usulkan tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh pemimpin, guru, organisasi pemuda, ustadz, orang tua remaja dan polisi serta penegak hukum. Demikian biasanya cara ilmuwan menyelesaikan masalah yang dihadapi. Itu adalah cerita tentang cara sain menyelesaikan masalah. Cara filsafat dan mistik tentu lain lagi. Langkah baku sain dalam menyelesaikan masalah: identifikasi masalah, mencari teori, menetapkan tindakan penyelesaian. Janganlah hendaknya terlalu mengandalkan sain tatkala timbul masalah. Ada dua sebab. Pertama, belum tentu teori sain yang ada mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi. Teori itu mungkin memadai pada zaman tertentu, digunakan untuk menghadapi masalah yang sama pada zaman yang lain, belum tentu teori itu efektif. Kedua, belum tentu setiap masalah tersedia teori untuk menyelesaikannya. Masalah selalu berkembang lebih cepat daripada perkembangan teori. Ilmu kita ternyata tidak



F I L S A F A T



‫ ﻻا‬/‫اااا‬



pernah mencukupi untuk menyelesaikan masalah demi masalah yang dihadapkan kepada kita. Apabila sain gagal menyelesaikan suatu masalah yang diajukan kepadanya, maka sebaiknya masalah itu dihadapkan ke filsafat, mungkin filsafat mampu menyelesaikannya. Tentu dengan cara filsafat atau mungkin pengetahuan mistik dapat membantu. Yang terbaik ialah setiap masalah diselesaikan secara bersama-sama oleh sain, filsafat dan mistik yang berkerja secara terpadu.



3. Bonus Netralitas Sain Pada tahun 1970-an terjadi polemik antara Mukti Ali (IAIN Yogyakarta) dengan Sadali (ITB). Mukti Ali menyatakan bahwa sain itu netral, sementara Sadali berpendapat sain tidak netral. Ternyata Mukti Ali hanya memancing, ia tidak sungguh-sungguh berpendapat begitu. Dalam ujaran Mukti Ali, waktu itu, sain itu netral, seperti pisau, digunakan untuk apa saja itu terserah penggunanya. Pisau itu dapat digunakan untuk mem-



bunuh (salah satu perbuatan jahat) dan dapat juga digunakan untuk perbuatan lain yang baik. Begitulah teoriteori sain, ia dapat digunakan untuk kebaikan dan dapat pula untuk kejahatan. Kira-kira begitulah pengertian sain netral itu. Netral biasanya diartikan tidak memihak. Dalam kata



P E N G E T A H U A N



S A I N



“sain netral” pengertian itu juga terpakai. Artinya: sain tidak memihak pada kebaikan dan tidak juga pada kejahatan. Itulah sebabnya istilah sain netral sering diganti dengan istilah sain bebas nilai. Nah, bebas nilai (value free) itulah yang disebut sain netral; sedangkan lawannya ialah sain terikat, yaitu terikat nilai (value bound). Sekarang, manakah yang benar, apakah sain seharusnya value free atau value bound? Apakah sain itu sebaiknya bebas nilai atau terikat nilai? Pembaca yang terhormat, ketahuilah bahwa persoalan ini bukanlah persoalan kecil. Ia persoalan besar karena banyak sekali aspek kehidupan manusia yang diatur secara langsung oleh sain. Jadi, paham bahwa sain itu netral atau sain



itu



terikat



mempengaruhi



(tidak



kehidupan



netral, manusia



memihak), secara



akan



langsung.



Karena itu sebaiknya kita berhati-hati dalam menetap- kan paham kita tentang ini. Apa untungnya bila sain netral? Bila sain itu kita anggap netral, atau kita mengatakan bahwa sain sebaiknya netral keuntungannya ialah perkembangan sain akan



46



F I L S A F A T



I L M U



cepat terjadi. Karena tidak ada yang menghambat atau menghalangi tatkala peneliti (1) memilih dan menetapkan objek yang hendak diteliti, (2) cara meneliti, dan (3) tatkala menggunakan produk penelitian.



Orang yang menganggap sain tidak netral, akan dibatasi oleh nilai dalam (1) memilih objek penelitian, (2) cara meneliti, dan (3) menggunakan hasil penelitian. Tatkala akan meneliti kerja jantung manusia, orang yang beraliran sain tidak netral akan mengambil mungkin — jantung kelinci atau jantung hewan lainnya yang paling mirip dengan manusia. Orang yang beraliran sain netral — mungkin — akan mengambil orang gelandangan untuk diambil jatungnya. Orang yang beraliran sain value bound, dalam epistemologi akan meneliti jantung itu tidak dengan menyakiti kelinci itu, sementara orang yang menganut sain value free tidak akan mempedulikan apakah objek penelitian menderita atau tidak. Orang yang beraliran sain netral akan menggunakan hasil penelitian itu secara bebas, sedang orang yang bermazhab sain terikat akan menggunakan produk itu hanya untuk kebaikan saja. Jadi, persoalan netralitas sain itu terdapat baik pada epistemologi, maupun aksiologi sain. Sebenar- nya dalam ontologi pun demikian. Dalam contoh di atas objek dan metode penelitian adalah epistemologi, sedang penggunaan hasil penelitian adalah aksiologi. Ontologinya ialah teori yang ditemukan itu. Ontologi itu pun netral,



ia



tidak



boleh



kebenarannya oleh peneliti.



melawan



nilai



yang



diyakini 47



P E N G E T A H U A N



S A i N



Apa kerugiannya bila kita ambil paham sain netral? Bila kita pilih paham sain netral maka kerugiannya ialah ia akan melawan keyakinan, misalnya keyakinan yang berasal dari agama. Percobaan pada manusia mungkin akan diartikan sebagai penyiksaan kepada manusia. Maka, penganut sain tidak netral akan memilih objek penelitian yang mirip dengan manusia. Untuk melihat proses reproduksi, tentu harus ada pertemuan antara sperma dan ovum. Untuk ini peneliti dari kalangan penganut sain netral tidak akan keberatan mengambil sepasang lelakiperempuan yang belum nikah untuk mengadakan hubungan kelamin yang dari situ diamati bertemunya sperma dan ovum. Peneliti yang menganut sain tidak netral akan melakukan itu terhadap pasangan yang telah menikah. Ini pada aspek epistemologi. Yang paling merugikan kehidupan manusia ialah bila paham sain netral itu telah menerapkan pahamnya pada aspek aksiologi. Mereka dapat saja menggunakan hasil penelitian



mereka



untuk



keperluan



apa



pun



tanpa



pertimbanagan nilai. Paham sain netral sebenarnya telah melawan atau menyimpang dari maksud penciptaan sain. Tadinya sain dibuat untuk membantu manusia dalam menghadapi kesulitan hidupnya. Paham ini sebenarnya telah bermakna bahwa sain itu tidak netaral, sain memihak pada kegunaan membantu manusia menyelesaikan kesulitan yang dihadapi manusia. Sementara itu, paham sain netral justru akan memberikan tambahan kesulitan bagi manusia. Kata kunci



F I L S A F A T



I L M U



terletak dalam aksiologi sain, yaitu ini: tatkala peneliti akan membuat teori, sebenarnya ia telah berniat akan membantu manusia menyelesaikan masalah dalam kehidupannya, mengapa justru temuannya menambah masalah bagi manusia? Karena ia menganut sain netral padahal seharusnya ia menganut sain tidak netral. Berdasarkan uraian sederhana di atas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa yang paling bijaksana ialah kita memihak atau memilih paham bahwa sain tidaklah netral. Sain itu bagian dari kehidupan, sementara kehidupan itu secara keseluruhan tidaklah netral. Paham sain tidak netral adalah paham yang sesuai dengan ajaran semua agama dan sesuai pula dengan niat ilmuwan tatkala menciptakan teori sain. Jadi, sebenarnya tidak ada jalan bagi penganut sain netral. Berikut dikutipkan sebagian dari tulisan Prof. Herman Soewardi, guru besar Filsafat Ilmu Universitas Padjadjaran Bandung. Kutipan ini dapat digunakan untuk menambah bahan pertimbangan dalam menentukan apakah sain sebaiknya netral atau tidak netral. Menurut Herman Soewardi (Orasi Ilmiah pada Dies



49



P E N G E T A H U A N



S A I N



Natalis IAIN Sunan Gunung Djati Bandung ke-36 8 April 2004), dari sudut pandang epistemologi, sain terbagi dua, yaitu Sain Formal dan Sain Emperikal. Menurutnya, Sain Formal itu berada di pikiran kita yang berupa kontemplasi dengan menggunakan simbol-simbol, merupakan implikasiimplikasi logis yang tidak berkesudahan. Sain Formal itu netral karena ia berada di dalam kepala kita dan ia diatur oleh hukum-hukum logika. Adapun Sain Emperikal, ia tidak netral. Sain Emperikal merupakan wujud konkret, yaitu jagad raya ini, isinya ialah jalinan-jalinan sebab akibat. Sain Emperikal itu tidak netral karena dibangun oleh pakar berdasarkan paradigma yang menjadi pijakannya, dan pijakannya itu merupakan hasil penginderaan terhadap jagad raya. Benar bahwa Sain Emperikal itu terdiri atas logika (jalinan sebab akibat), namun ia dimulai dari suatu pijakan yang bermacammacam. Fijakan itu tentulah nilai. Maka sifatnya tidak netral. Tidak netral karena dipengruhi oleh pijakannya itu. Selanjutnya Herman Soewardi menambahkan uraian berikut. Barangkali kita menyangka bahwa kausalitas itu di mana-mana sama, bisanya dirumuskan dalam bentuk proposisi X menyebabkan Y (X —► Y). Memang begitu. Namun, bila diamati lebih dalam, ternyata hal itu tidaklah sederhana itu. Baiklah kita periksa pandangan David Hume, Immanuel Kant, dan Al-Ghazali. David Hume mengatakan bahwa dalam alam pikiran Empiricisme tidak dapat dibenarkan adanya generalisasi



sampai munculnya hukum X —► Y. Dari suatu kejadian sampai menjadi hukum (teori) diperlukan adanya medium yang P E N G E T A H U A N S A I N berupa reasoning jalinan sebab akibat yang banyak sekali. Dan reasoning itu tidak mungkin. Tidak mungkin karena rumitnya itu. Karena itu, hanyalah kebiasaan orang saja (tidak ada dasar logikanya) untuk menyimpulkan setiap X akan diikuti Y. Pendapat ini terkenal dengan istilah skeptisisme Hume. Jadi, menurut Hume, sebab akibat itu sebenarnya tidaklah diketahui. Immanuel Kant membantah skeptisisme Hume itu dengan mengatakan bahwa ada pengetahuan bentuk ketiga, yaitu a priori sintetik. Ini, menurut Herman Soewardi, adalah suatu jalinan sintetik yang sudah ada, yang keadaannya itu diterangkan oleh Kant secara transendental. Inilah medium yang dicari oleh Hume, yang bagi orang Islam jalinan sintetik itu adalah ciptaan Tuhan yang sudah ada sejak semula. Suatu kejadian X —► Y sebenarnya terjadi di atas medium itu, kejadian X —► Y itulah yang selanjutnya menjadi hukum yang general. Tampak pada kita bahwa dengan mengikuti cara Emperisisme, siapa pun tidak akan mampu menunjukkan medium itu. Sehubungan dengan ini Kant mengatakan bahwa Tuhan lah yang menciptakan medium tersebut. Tentang kemahakuasaan Tuhan itu Al-Ghazali menyatakan lebih tandas lagi sehubungan dengan hukum X —► Y. Kata Al-Ghazali, kekuatan X menghasilkan Y bukan pada atau milik X itu, melainkan pada atau milik Tuhan. Bila kapas diletakkan di atas api, kekuatan untuk terjadinya terbakar atau tidak terbakar kapas itu bukan pada api melainkan pada Tuhan. Terbakarnya kapas oleh api merupakan suatu regularitas atau kebiasaan atau adat, adat itu dari Tuhan, namun pada kejadian khusus seperti pada Nabi Ibrahim, api tidak membakar. Karena Tuhan pada waktu itu tidak memberikan kekuatan membakar pada api. Ini merupakan hukum kausalitas yang sangat fundamental, bahwa kekuatan pada penye- bab (X) adalah kekuatan Tuhan. Sekarang, istilah yang mendunia untuk menyatakan kekuatan Tuhan itu ialah faktor Z.



Kekuatan dari atau pada Tuhan itu, baiklah kita sebut faktor Z, menghasilkan suatu pengertian bahwa kau- salitas itu sifatnya berubah dari cukup (sufficient) menjadi tergantung (contingent) pada faktor lain (dalam hal ini Tuhan). Dari kesimpulan itu akan muncul kesimpulan lain, yaitu kausalitas atau linkage menjadi bergeser dari tidak memperhitungkan kehendak Tuhan ke memperhitungkan kehendak Tuhan. Dari sini muncul beberapa pergeseran, yaitu: •



dari deterministik (pasti) bergeser ke stokastik (mungkin),







dari sebab akibat terjadi pada waktu yang sama ke sebab akibat terjadi pada waktu yang berlainan







dari cukup (sufficient) bergeser ke tergantung (contingent) pada faktor Z;







dari



niscaya



(necessary)



bergeser



ke



berganti



(substitutable).



Sain Formal dikatakan netral karena hukum-hukumnya bukan dibuat oleh manusia. Hukum-hukumnya dibuat oleh Tuhan. Hukum-hukumnya itu ada di dalam kepala kita. Adapun Sain Emperikal, ia tidak netral. Tidak netral karena ia dibangun berdasarkan pijakan seseorang pakar yang mungkin berbeda dengan pakar lain. Tentang ini Thomas Kuhn memberikan eksplanasi sebagai berikut. DULU



KINI



PARADIGMA 1



PARADIGMA 2



KELAK



PARADIGMA 3



53 Sain Emperikal disebut oleh Kuhn Sain Normal (.Normal Science). Sain Normal muncul dari paradigma



yaitu suatu pijakan, dari seseorang pakar. Dalam perkembangannya Sain Normal menghadapi fenomena yang tidak



F I L S A F A T



I L M U



dapat diterangkan oleh teori sain yang ada, ini disebutnya



anomali. Selanjutnya anomali ini menimbulkan krisis (ketidakpercayaan para pakar terhadap teori itu) sehingga akan timbul paradigma baru atau pijakan baru. Inilah perkembangan sain, berubah dari paradigma yang satu ke paradigma yang lain. Karena itu Sain Normal itu tidak netral. Masalah utama Sain Normal ialah masalah penginderaan. Padahal kita tahu bahwa metode andalan — bahkan metode satu-satunya— bagi Sain Normal ialah observasi (dalam arti luas), sementara observasi itu sangat mengandalkan penginderaan. Tetapi pada penginderaan inilah kelemahan utama Sain Normal. Menurut cara berpikir Empirisisme penginderaan adalah modal fundamental bagi manusia untuk mengetahui jagad raya. Tetapi, seperti dikatakan Kuhn, yang orang ketahui itu tidaklah bersifat tetap, melainkan sementara dan akan berubah setelah terjadi anomali. Kini pertayaannya ialah: Mengapa penginderaan itu ada cacatnya sehingga pendapat para pakar itu sering tidak sama dan sering berubah? Ini dijawab oleh Richard Tarnas. Tarnas mengatakan bahwa di depan mata manusia itu ada “lensa” yang memfilter penglihatan, “lensa” itu dipengaruhi oleh nilai, pengalaman, keterbatasan, trauma, dan harapan. Maka, kata Tarnas, sama dengan Kant, yang ada di benak manusia itu bukanlah jagad raya yang sebenarnya melainkan sesuatu jagad raya ciptaan manusia



F I L S A F A T



I L M U



itu. Karena itu kausalitas yang dibangun oleh akal manusia



itu menjadi kausalitas yang terlalu seder- hana. Bila manusia mengubah jagad raya (jagad raya buatannya), memang manusia akan memperoleh apa yang diharapkannya, akan tetapi seringkali disertai oleh yang tidak diharapkannya. Kejadian ini (muncul akibat yang tidak diharapkan) disebut antitetikal, dan akibat-akibat yang berupa antitetikal inilah yang menimbulkan kerusakann-kerusakan di planet kita seperti bolongnya lapisan ozon. Kekurangan dalam penginderaan manusia itu, menurut Herman Soewardi, dapat disempurnakan oleh firman Tuhan. Menurut Herman Soewardi, bila Sain Normal itu netral ia akan menimbulkan 3R (resah, renggut, rusak). Kayaknya sekarang kita telah menyaksikan kebenaran thesis Herman Soewardi itu. Karena itu thesis tersebut perlu mendapat perhatian.



Krisis Sain Modern



Sain modern ialah sain empirikal, yaitu sain normal menurut Kuhn. Tulisan ini esensinya diambil dari buku Herman Soewardi Tiba Saatnya Islam Kembali Kaffah Kuat dan Berijtihad (Suatu Kognisi Baru tentang Islam), 1999, Bagian Tiga Bab 14 yang berjudul Tarnas The Cisis of Modern Science. Pada tahun 1993, buku Tarnas yang berjudul The 55 Passion of the Western Mind, terbit. Dalam buku itu ada sebuah bab yang berjudul The Crisis ofModern Science. Menurut Tarnas, sedikitnya ada enam hal yang menarik



perhatian tentang sain modern. Pertama, postulat dasar sain modern ialah space, matter, causality, dan observation, ternyata semuanya dinyatakan tidak benar. Kedua, dianutnya pendapat Kant bahwa yang orang katakan jagat raya, bukanlah jagad raya yang sebenarnya, tetapi jagad raya sebagaimana diciptakan oleh pikiran manusia. Ketiga, determinisme Newton kehilangan dasar, orang pindah ke stochastic. Keempat, partikel-partikel sub-atomik terbuka untuk interpretsi spiritual. Kelima, adanya unecertainty sebagaimana ditemukan oleh Heisenberg. Keenam, Kerusakan ekologi dan atmosfir yang menyeluruh yang disebut Tarnas planetary ecological crisis. Dari enam hal yang menarik di atas Tarnas menyimpulkan bahwa orang merasa tahu tentang jagad raya padahal tidak; tidak ada jaminan orang dapat tahu; yang dikatakan jagad raya sebenarnya menunjukkan hubungan orang dengan jagad raya itu, atau jagad raya sebagaimana diciptakan oleh orang itu. Tentu saja kesimpulan Tarnas itu sangat menggetarkan. Mengapa sampai demikian? Tarnas menjawab sendiri: Landasan ilmiah untuk menggambarkan jagad raya dalam sain modern adalah sangat terbatas bahkan landasan itu cukup berbahaya. Maka kita bertanya, bagaimana kelanjutan sain modern itu bila postulat-postulat dasarnya dibuktikan tidak benar, dan terutama, bila landasan ilmiahnya ter- batas bahkan berbahaya? Tetapi baiklah kita lihat lebih rinci mengenai kesalahan-kesalahan sain modern itu. Pertama, tentang space atau jagad raya. Pandangan sekarang yang berlaku ialah bahwa space itu terbatas (finite), tetapi lepas, bentuknya lengkung (tidak linier), sehingga garis edar benda-benda angkasa berbentuk elips,



bukan karena tertarik gravitasi ke arah matahari melainkan memang bentuknya lengkung. Kini, berlaku pandangan empat dimensi space-time, bukan hanya tiga seperti pada geometri Eucled. Jagad raya yang kita ketahui bukanlah jagad raya yang sebenarnya, ia adalah jagad raya ciptaan manusia. Inilah pandangan Kant. Sekarang terbukti, penemuan-penemuan pada mekanika kuantum menyokong pandangan Kant itu. Maka, yang dikatakan jagad raya (space) itu hanyalah hubungan manusia dengan jagad raya, atau jagad raya sebagaimana tampak menurut apa yang dipertanyakan oleh



manusia. Kedua, tentang matter atau materi. Baik Democritus maupun Newten, memandang materi itu solid. Pandangan sekarang menyatakan materi itu kosong. Mekanika kuantum membuktikannya. Ketiga, tentang kausalitas. Sain modern menganggap kausalitas itu sederhana. Kini ditemukan bahwa partikelpartikel saling mempengaruhi tanpa dapat dipahami bagaimana hubungan kausalitas di antara mereka; kausalitas itu kompleks. Keempat, tentang uncertainty dari Heisenberg. Ternyata observasi terhadap elektron hanya dapat dilakukan terhadap salah satu posisi atau kecepatannya, selain itu observer tidak dapat mengobservasinya tanpa merusaknya. Heisenberg menemukan bahwa gerakan atom tidak dapat keduanya ditetapkan sekaligus, posisi atau kecepatannya. Ini mempertanyakan tentang kelemahan observasi. Kelima, tentang partikel sub-atomik. Capra mendapati bahwa ada semacam kecerdasan elektron, sehingga kini fisika terbuka untuk menerima interpretasi spiritual. 57



Keenam, kerusakan ekologi menyeluruh. Ini adalah tanda-tanda konkret adanya dampak buruk sain, ia merupakan kebalikan dari yang diharapkan dari sain. Dampak itu antara lain berupa kontaminasi air, udara, tanah, efek buruk berganda pada kehidupan tetumbuhan dan hewan, kepunahan berbagai species, kerusakan hutan, erosi tanah, pengurasan air tanah, akumulasi limah yang toksik, efek rumah kaca, bolongnya ozon, salah satu ujungnya ialah ekonomi dunia semakin runyam.



Pengembangan Ilmu



Bila Anda bertemu dengan seseorang yang baru dilantik menjadi rektor sesuatu perguruan tinggi dan Anda bertanya apa program utamanya, maka Anda akan mendapat jawaban bahwa program utamanya ialah pengembangan ilmu. Tentu saja, karena perguruan tinggi Pada umumnya adalah gudang ilmu. Namun, yakinlah Anda banyak orang yang tidak memahami secara tepat apa sebenarnya pengembangan ilmu itu, termasuk banyak juga dari kalangan rektor yang sedang menjabat sebagai rektor. Berikut adalah uraian yang tepat Mengenai pengembangan ilmu, bila Anda setuju. Jika Anda membuka Ilmu Bumi, Anda akan melihat bahwa isinya ialah teori tentang bumi; buku Ilmu Hayat isinya iaiah teori tentang makhluk hidup; buku Sejarah isinya teori tentang kejadian masa lalu; buku Filsafat isinya teori filsafat, dan begitulah selanjutnya. Jadi, isi ilmu adalah teori. Secara umum teori ialah pendapat yang beralasan. Semakin banyak makan telor akan semakin sehat atau telor



berpengaruh positif terhadap kesehatan, adalah teori dalam sain. Bila permintaan meningkat maka harga akan naik, juga adalah teori sain. Menurut Plato, penjaga negara (presiden dan menteri) haruslah filosof dan mereka tidak boleh berkeluarga, jika berkeluarga maka mereka tidak akan beres menjaga negara. Ini teori filsafat. Jika penduduk suatu negara beriman bertakwa maka Tuhan akan menurunkan berkah bagi mereka dari langit. Ini salah satu teori dalam agama Islam. Jin dapat disuruh melakukan sesuatu. Ini teori dalam pengetahuan mistik. Teori adalah pendapat (yang beralasan). Karena isi ilmu adalah teori, maka mengembangkan ilmu adalah mengembangkan teorinya. Ada beberapa kemungkinan dalam mengembangkan teori. Pertama ١ menyusun teori baru. Dalam hal ini memang belum pernah



ada teori yang muncul, lantas seseorang menemukan teori baru. Kedua, menemukan teori baru untuk mengganti teori lama. Dalam kasus ini, tadinya sudab ada teorinya tetapi karena teori itu sudah tidak mampu menyelesaikan masalah yang mestinya ia mampu menyelesaikannya, maka teori itu diganti dengan teori baru. Ketiga merevisi teori lama. Dalam hal ini peneliti atau pengembang, tidak membatalkan teori lama, tidak juga menggantinya dengan teori baru, ia hanya merevisi, ia hanya menyempurnakan teori lama itu. Keempat, membatalkan teori lama. Ia hanya membatalkan, tidak menggantinya dengan teori baru. Ini aneh: ia mengurangi jumlah teori yang sudah ada, ia membatalkan teori dan tidak menggantinya dengan teori baru, tetapi tetap dikatakan ia mengembangkan ilmu. Bagaimana prosedur serta langkah-langkah pengem-



59



P E N G E T A H U A N



S A I N



bangan ilmu akan amat ditentukan oleh jenis ilmunya. Itu memerlukan organisasi, ada managernya. Itu memerlukan biaya tinggi kadang-kadang; memerlukan tenaga yang sedikit atau banyak; memerlukan waktu, ada yang sebentar ada yang lama, bahkan ada yang sangat lama.



60



BAB 3



PENGETAHUAN FILSAFAT Pada bab ini dibicarakan ontologi, epistemologi, dan aksiologi filsafat. Ontologi membicarakan hakikat, objek dan struktur filsafat. Epistemologi membahas cara memperoleh dan ukuran kebenaran pengetahuan filsafat. Aksiologi mendiskusikan masalah kegunaan filsafat dan cara filsafat menyelesaikan masalah yang dihadapi. Dibicarakan juga pada bab ini masalah netralitas filsafat yang akan membahas apakah filsafat itu sebaiknya netral (value free) atau terikat (value bound).



A. Ontologi Filsafat



Ontologi filsafat membicarakan hakikat filsafat, yaitu apa pengetahuan filsafat itu sebenarnya. Struktur filsafat dibahas juga di sini. Yang dimaksud struktur di sini ialah cabang-cabang filsafat serta isi (yaitu teori) dalam setiap cabang itu. Yang dibicarakan di sini hanyalah cabang, cabang saja, itu pun hanya sebagian. Teori dalam setiap cabang tentu sangat banyak dan itu tidak dibicarakan di sini. Struktur dalam arti cabang-cabang filsafat sering juga disebut sistematika filsafat.



1. Hakikat Pengetahuan Filsafat Hatta mengatakan bahwa pengertian filsafat lebih baik tidak dibicarakan lebih dulu; nanti bila orang telah banyak mempelajari filsafat orang itu akan mengerti dengan sendirinya apa filsafat itu (Hatta, Alam Pikiran Yunani, 1966, I: 3). Langeveld juga65



P E N G E T A H U A N



F I L S A F A T



berpendapat seperti itu. Katanya, setelah orang berfilsafat sendiri, barulah ia maklum apa filsafat itu; makin dalam ia berfilsafat akan semakin mengerti ia apa filsafat itu (Langeveld, Menudju ke Pemikiran Filsafat, 1961: 9). Pendapat Hatta dan Langeveld itu benar, tetapi apa salahnya mencoba menjelaskan pengertian filsafat dalam bentuk suatu uraian. Dari uraian itu diharapkan pembaca



mengetahui



apa



filsafat itu, sekalipun



belum



lengkap. Dan dari situ akan dapat ditangkap apa itu pengetahuan filsafat.



Poedjawijatna (Pembimbing ke Alam Filsafat, 1974: 11) mendefinisikan filsafat sebagai sejenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan akal pikiran belaka. Hasbullah Bakry (Sistematik Filsafat, 1971: 11) mengatakan bahwa filsafat sejenis pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu. Definisi Poedjawijatna dan Hasbullah Bakry menjelaskan satu hal yang penting yaitu bahwa filsafat itu pengetahuan yang diperoleh dari berpikir. Seperti yang sudah dijelaskan pada Bab 1, memang ciri khas filsafat ialah ia diperoleh dengan berpikir dan hasilnya berupa pemikiran (yang logis tetapi tidak empiris). Apa yang diingatkan oleh Hatta dan Langeveld memang ada benarnya. Kita sebenarnya tidak cukup hanya dengan



F I L S A F A T



I L M U



mengatakan filsafat ialah hasil pemikiran yang tidak empiris, karena pernyataan itu memang belum lengkap Bertnard Russel menyatakan bahwa filsafat adalah the attempt to answer ultimate question critically (Joe Park, Selected Reading in the Philosophy (of Education, 1960: 3). D.C. Mulder (Pembimbing ke Dalam Ilmu Filsafat, 1966: 10) mendefinisikan filsafat sebagai pemikiran teoritis tentang susunan kenyataan sebagai keseluruhan. William James (Encyclopedia of Philosophy, 1967: 219) menyimpulkan bahwa filsafat ialah a collective name for question which have not been answered to the satisfication of all that have asked them. Namun, dengan mengatakan bahwa filsafat ialah hasil pemikiran yang hanya logis, kita telah menyebutkan inti sari filsafat. Pada Bab 1 telah saya jelaskan (cobalah lihat kembali matrik itu) bahwa pengetahuan manusia ada tiga macam yaitu pengetahuan sain, pengetahuan filsafat dan pengetahuan mistik; pengetahuan filsafat ialah pengetahuan yang logis dan tidak empiris. Jika anda orang pemula dalam filsafat, pegang saja ini.



2. Struktur Filsafat Hasil berpikir tentang yang ada dan mungkin ada itu tadi telah terkumpul banyak sekali, dalam buku tebal maupun tipis. Setelah disusun secara sistematis, itulah yang disebut 67 sistematika filsafat. Yang inilah yang saya maksud dengan struktur filsafat.



F I L S A F A T



I L M U



Filsafat terdiri atas tiga cabang besar yaitu: ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ketiga cabang itu sebenarnya merupakan satu kesatuan:



• ontologi, membicarakan hakikat (segala sesuatu); ini berupa pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu; ٠ epistemologi cara memperoleh pengetahuan itu; ٠ aksiologi membicarakan guna pengetahuan itu.



Ontologi mencakupi banyak sekali filsafat, mungkin semua filsafat masuk di sini, misalnya Logika, Metafisika, Kosmologi, Teologi, Antropologi, Etika, Estetika, Filsafat Pendidikan, Filsafat Hukum dan lain-lain. Epistemologi hanya mencakup satu bidang saja yang disebut Epistemologi yang membicarakan cara memperoleh pengetahuan filsafat. Ini berlaku bagi setiap cabang filsafat. Sedangkan aksiologi hanya mencakup satu cabang filsafat yaitu Aksiologi yang membicarakan guna pengetahuan filsafat. Ini pun berlaku bagi semua cabang filsafat. Inilah kerangka struktur filsafat. Salah satu filsafat yang masih “baru” ialah Filsafat Perennial. Karena baru, filsafat itu diuraikan ala kadarnya berikut ini. Filsafat Perennial1) Istilah perennial berasal dari bahasa Latin perennis yang kemudian diadopsi ke dalam bahasa Inggris perennial yang berarti kekal (Komaruddin Hidayat dan Muhammad Wahyuni Nafis, Agama Masa Depan: Perspektif Filsafat Perennial, 1995: 1). Dengan demikian, Filsafat Perennial 68 (Philosophia Perennis) adalah filsafat yang dipandang dapat menjelaskan segala kejadian yang bersifat hakiki,



F I L S A F A T



I L M U



menyangkut kearifan yang diperlukan dalam menjalani hidup yang benar, yang menjadi hakikat seluruh agama dan tradisi besar spiritualitas manusia (lihat Komaruddin Hidayat dan M. Wahyuni Nafis, 1995: xx). Hakikat itu menjadi inti pembicaraan Filsafat Perennial, yaitu adanya yang suci (The Sacred) atau yang satu (The One) dalam seluruh manifestasinya seperti dalam agama, filsafat, seni, dan sain. Jadi, dalam definisi teknisnya Filsafat Perennial ialah pengetahuan filsafat tentang Yang Selalu Ada (Budy Munawar Rahman dalam Komaruddin Hidayat dan M. Wahyuni Nafis, hal xii, xxix). Berkaitan dengan itu, pertengahan abad 19 perennial



Aldous Huxley mempopulerkan



yang



dalam istilah



1) Diadopsi dari makalah Adeng Muchtar Ghazali, mahasiswa S2 IAIN Bandung Angkatan 1997/1998)



melalui bukunya The Perennial Philosophy mengemu kakan bahwa hakikat Filsafat Perennial, ada tiga yaitu metafisika, psikologi, dan etika (The Perennial Philosophy, 1.945: vii)Metafisika untuk mengetahui adanya hakikat realitas Ilahi yang merupakan substansi dunia ini baik yang material, biologis maupun intelektual. Psikologi adalah jalan untuk mengetahui adanya sesuatu dalam diri manusia (yaitu soul) yang identik dengan Realitas Ilahi. Dan etika adalah yang meletakkan tujuan akhir kehidupan manusia. Dengan demikian, maka Filsafat Perennial memperlihatkan kaitan seluruh eksistensi yang ada di alam semesta ini dengan



P E N G E T A H U A N F I L S A F A T Realitas Ilahi itu. Realitas pengetahuan tersebut hanya dapat dicapai melalui apa yang disebut Plotinus intelek atau soul atau spirit yang jalannya pun hanya melalui tradisi-tradisi,ritus-ritus, simbol-simbol, dan sarana-sarana yang diyakini oleh kalangan perennialis sebagai berasal dari Tuhan (lihat Komarudin Hidayat, 1995: xxix).



Pengenalan metafisika lebih dahulu sebelum pengetahuan lainnya mungkin disebabkan karena perkembangan filsafat pada awalnya adalah metafisika, sehingga untuk memahami isi alam harus dipahami lebih dahulu wujud Tuhan. Mengenai psikologi sebagai hal kedua yang harus kenali adanya karena kenyataan bahwa Tuhan sebagai tujuan merupakan sesuatu yang tidak terbatas yang hanya dapat diketahui oleh bagian dari unsur “dalam” manusia. Atas dasar tersebut dapat dikemukakan bahwa pembicaraan tentang cara mengetahui (epistemologi) objek Filsafat Perennial sama artinya dengan pembicaraan tentang



proses



batin manusia



“menangkap”



Realitas



Absolut itu. Metafisika. Filsafat Perenial mengatakan bahwa eksistensi-eksistensi tertata secara hirarkis (Frithjof Schoun, The Trancendent Unity of Religion, 1975: 19). Realitas selalu saling terkait, jumlahnya meningkat ketika level-nya naik. Semakin tinggi eksistensi semakin real ia (Houston Smith, Beyond Post-Modern, 1979:8). Melalui Filsafat Perennial disadari adanya Yang Infinite di balik kenyataan ini (level of reality). Juga dalam diri



manusia (level of selfhood) yang terdiri dari body, mind dan soul, dipercayai adanya yang disebut spirit (roh). Alam



semesta dan manusia pada dasarnya hanyalah tajalli atau penampakan Infinite atau Spirit yang dalam Islam disebut al-Haqq (Komarudin Hidayat,1995: xxxii). Karena adanya dua level ini maka diyakini dunia ini bersifat hirarkis.



Tingkat-tingkat eksistensi ini menjelaskan bahwa tradisi (agama misalnya) adalah jalan yang memberi tahu kita tentang cara menempuh “pendakian” dan tingkat eksistensi yang lebih rendah, yaitu kehidupan sehari-hari, ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu Tuhan melalui pengalaman mistis atau pengalaman kesatuan. Wujud real ini dapat disamakan dengan klaim Realisme mengenai apa yang tampak nyata. Tetapi real di sini adalah real dengan sendirinya. Bagi orang yang telah terbiasa dengan Rasionalisme atau Empirisme pembe- daan ini agak sulit dilakukan. Bukankah manusia sudah real lalu ada realitas lain yang lebih real yang tampak? Mengenai hal ini Houston Smith mengemukakan alegori Plato sebagai analognya. Mengenai alegori Plato bacalah uraian Plato mengenai manusia gua (cave man) (lihat misalnya dalam Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, 1990: 49-50). Di dalam legenda Plato itu orang yang punya bayangan lebih real daripada bayangannya; memang bayangan orang itu adalah sesuatu yang real, tetapi orang yang punya bayangan adalah lebih real dibandingkan dengan bayangannya. Di dalam alegori itu hendak digambarkan juga (oleh Plato) bahwa manusia yang tidak dilengkapi dengan cahaya akan terus berkutat pada bentuk tertentu dan tidak akan tiba 71



pada dimensi yang lebih tinggi. Hanya "cahaya" itulah manusia akan mampu melihat adanya dimensi lain yang lebih real daripada ia lihat sekarang. Inti alegori itu adalah untuk menggambarkan kemungkinan adanya sesuatu kehidupan yang lebih tinggi yang sekarang sulit dipahami karena manusia tidak mampu ikut serta dalam penampakannya. Manusia dikelilingi oleh benda-benda, benda-benda itu membatasi manusia untuk meningkat ke kualitas lebih tinggi.



Manusia mampu meningkat ke tingkat lebih tinggi itu dengan kemampuan “cahaya”. Dengan demikian, jelaslah bahwa ada hirarki realitas. Realitas tanpa batas hanya dapat diungkapkan melalui citra-citra. Melalui pencitraan itu realitas tanpa batas



dapat diukur dalam enam hal yakni energi, durasi, ruang lingkup, kesatuan, nilai penting, dan kebaikan (lihat Kemaruddin Hidayat, 1995:10). Energi atau kekuatan misalnya, merupakan suatu pengaruh yang menyebabkan yang lain memberikan respon atas kebe- radaannya. William James mengatakan bahwa dikatakan real jika sesuatu menyebabkan kita berkewajiban untuk berurusan dengannya (William James, Some Problems ٠/ Philosophy, 1971: 101). Suatu wujud dikatakan tak terhingga jika ia mema-



suki enam kategori di atas. Misalnya jika energi atau power tak terhingga, ia Maha Kuasa; jika durasi tak terhingga, 72artinya durasinya tak terputus, maka ia Abadi;jika ruang



lingkupnya tak terbatas, ia Ada di mana-manajika kesatuannya tanpa syarat, ia Murni (tidak memuat apapun); jika nilai pentingnya diutamakan, ia menjadi Mutlak; jika kebaikannya ditonjolkan, ia Mahasempurna. Kesemuanya itu adalah Tuhan. Pembicaraan mengenai objek utama Filsafat Perennial tentu akan sulit bila tidak dihubungkan dengan alam sebagai citraan Tuhan. Tuhan dan alam sesuai dengan hirarkinya masing-masing harus dibicarakan. Pembicaraan ini berakibat pada penciptaan eksistensi yang hirarkis dari atas ke bawah, yang lebih atas berarti lebih real yaitu Godhead atau Yang Tak Terhingga, yaitu Tuhan



menyatakan adanya level lebih real bukan berarti level di bawahnya tidak real melainkan kurang real dibandingkan dengan eksistensi level di atasnya. Psikologi. Manusia adalah makhluk yang mencerminkan alam raya, demikian juga sebaliknya. Manusia suatu saat dapat menjadi makrokosmos pada saat yang lain menjadi mikrokosmos. Kedua kemungkinan itu akan berpengaruh pada penilaian mana yang lebih baik dalam hirarki kemanusiaan. Yang terbaik dalam diri manusia adalah yang paling “dalam,” ia adalah basis dan dasar bagi wujud manusia. Pada basis yang paling dalam inilah kaum sufi menemukan suatu lokus percakapan antara manusia dengan Tuhan (lihat K. Bertens, Sejarah Filsafat Barat Abad XX, 1983: 58). Untuk memahami lebih jauh tentang kondisi “dalam” manusia, Filsafat Perennial melihat dua kecenderungan dalam manusia, yaitu Aku-Objek (me) yang bersifat 73



terbatas dan Aku-Subyek (/) yang dalam kesadarannya tentang keterbatasan ini mampu membuktikan bahwa dalam dirinya sendiri ia bebas dari keterbatasannya. Filsafat Perennial yang mencoba mencari keabadian memilih Aku-Subyek yang tak terhingga yang menenggelamkan diri pada pusat diri yang paling dalam, menutup segala permukaan inderawi, persepsi maupun pemikiran, dibungkus dalam kantung jiwa yang bersifat Ilahi, sehingga masuk pada suatu pencapaian yang bukan jiwa, bukan personal, melainkan Segala-Diri (all-self) yang melampaui segala kedirian. Filsafat Perennial mengga- riskan bahwa di dalam manusia “menginkarnasi” Tuhan yang tak terhingga, jika manusia mampu membuang penutup-penutup akal indrawi, membuang kerangkeng materi dan terbang melampaui ruang dan waktu. Kondisi semacam itulah — mungkin— yang diungkapkan oleh Gabriel Marcel “Semakin dalam aku menjangkau diriku, semakin tampak ia melampaui diriku” (lihat Mathias Haryadi, Membina Hubungan antar Pribadi Berdasarkan Prinsip Partisipasi, Persekutuan dan Cinta Menurut Gabriel Marcel, 1996: 4957). Manusia mampu menangkap limpahan Aku-Subyek yang tak terbatas di saat sedang tenggelam dalam tugas yang tidak memberikan sedikit pun perhatian pada kepen tingan pribadi. Dalam bahasa I-Me tidak ada lagi me yang tersisa. Maqam itu dapat dicapai melalui empat level.



Pertama, sebuah kehidupan yang secara primer diidentikkan dengan kesenangan dan kebutuhan fisik (memberi atau menerima, hidup sekedar menghabiskan umur) akan bersifat atau bernilai pinggiran; kedua, seseorang yang dapat mengembangkan perhatian pada akal, ini dapat menjadi diri yang menarik; ketiga, jika manusia dapat beralih pada hati, ia akan menjadi orang baik; keempat, jika ia dapat melewatinya dan sampai ke roh, yang menjaga dari lupa



diri dan mempertahankan egalitarianisme yakni kepentingan pribadi sama dengan kepentingan orang lain, ia akan menjadi orang sempurna (Houston Smith, 1979: 18). Filsafat Perennial bukan berarti tidak menghargai akal. Namun dalam menghargai akal itu yang dihargai ialah orang yang menggunakannya bukan pada kemampuan akal itu. Etika. Suasana batin tertentu pada tataran psikologis ternyata sanggup menembus sampai kesejatiannya. Itu diperoleh melalui metode-metode tertentu. Metode itu ialah metode yang biasanya digunakan oleh pejalan mistik atau suluk. Tetapi Filsafat Perennial tidak membahas itu secara rinci. Etika adalah kumpulan petunjuk untuk mengefektifkan usaha transformasi diri yang akan memungkinkan untuk mengalami dunia dengan cara baru. Melakukan Perubahan, reformasi dan pengaturan akan membawa ke arah kondisi diri yang baru, mencakup bagaimana



75



P E N G E T A H U A N



F I L S A F A T



prinsip-prinsip untuk mengetahui dunia secara lebih sejati dari sekedar penampakannya apa adanya. Isi



etika



adalah



bentuk-bentuk



kerendahhatian,



kedermawanan, ketulusan. Kerendahhatian merupakan kapasi. tas untuk membuat jarak diri dengan kepentingan pribadinya, menjauhkan ego sehingga ia dapat melihatnya secara objektif dan akurat. Tiga kebaikan utama ini masing- masing berkaitan dengan tatanan manusia. Ketulusan adalah kemampuan untuk mengetahui



benda-benda



secara



aktual



dan



objektif.



Kedermawanan adalah melihat orang lain seperti pada dirinya sendiri, sedangkan kerendahhatian adalah melihat diri sendiri seperti orang lain. Filsafat Pos Modern (Post Modern Philosophy)



Di dalam literature filsafat, biasanya babakan sejarah filsafat dibagi tiga. Pertama, Filsafat Yunani Kuno (.Ancient Philosophy) yang didominasi Rasionalisme, kedua, Filsafat Abad Tengah (Middle Ages Philosophy), disebut juga The Dark Ages Philosophy (Filsafat Abad Kegelapan), yang didominasi oleh pemikiran tokoh Kristen, ketiga Filsafat Modern (Modern Philosophy) yang didominasi lagi oleh Rasionalisme. Akhir-akhir keempat,



yaitu



Philosophy).



78



ini



agaknya



Filsafat



telah



muncul



Pascamodern



(Post



babakan Modern



F I L S A F A T



Jika



I L M U



periode pertama didominasi rasio, periode kedua



didominasi



pemikiran



tokoh



Kristen,



periode



ketiga



didominasi rasio lagi, maka pada periode keempat itu apa yang didominasi? Pada intinya, filsafat Pascamodern (anak-anak sering menyebutnya



Posmo)



mengkritik



Filsafat



Modern.



Orang- orang Posmo mengatakan Filsafat Modern itu harus



didekonstruksi.



Karena



Filsafat



Modern



itu



didominasi Rasionalisme, maka yang didekonstruksi itu adalah Rasionalisme itu. Rasionalisme ialah paham filsafat yang mengatakan akal itulah alat pencari dan pengukur kebenaran. Nah, paham itulah yang didekonstruksi oleh Filsafat Posmo. Sebenarnya,



budaya



Barat



(yang



ternyata



mengglobal) adalah budaya yang secara keseluruhan dibagun berdasarkan Rasionalisme itu. Dan kata Capra, memang hanya berdasarkan Rasionalisme. Pada tahun 1880-an Nietzsche telah menyatakan bahwa budaya Barat (ya, budaya rasional itu) telah berada di pinggir jurang kehancuran, itu disebabkan oleh terlalu mendewakan rasio. Pada tahun 1990an Capra



menyatakan bahwa



budaya



Barat itu



telah



hancur , itu disebabkan oleh terlalu mendewakan rasio. Sepertinya, tokoh-tokoh Filsafat Posmo itu ingin menyelamatkan budaya Barat. Menurut mereka budaya 79



Barat dapat diselamatkan bila budaya Barat disusun ulang tidak hanya berdasarkan Rasionalisme. Orang-orang Posmo berpendapat bahwa sumber kebenaran tidak hanya rasio, ada sumber kebenaran lain selain rasio. Agama, misalnya. Jika digunakan agama, maka penggunaan rasio telah termasuk di dalamnya. Kayaknya ada baiknya budaya disusun berdasarkan ajaran agama tetapi harus dipilih agama yang benar- benar berasal dari Tuhan Yang Maha Pintar.



B. Epistemologi Filsafat Epistemologi filsafat membicarakan tiga hal, yaitu objek filsafat (yaitu yang dipikirkan), cara memperoleh pengetahuan filsafat dan ukuran kebenaran (pengetahuan) filsafat.



1. Objek Filsafat



Tujuan berfilsafat ialah menemukan kebenaran yang sebenarnya, yang terdalam. Jika hasil pemikiran itu disusun, maka susunan itulah yang kita sebut Sistematika Filsafat. Sistematika atau Struktur Filsafat dalam garis besar terdiri atas ontologi, epistemologi, dan aksiologi.



80



Isi setiap cabang filsafat ditentukan oleh objek apa yang diteliti (dipikirkan)-nya. Jika ia memikirkan pendidikan maka jadilah Filsafat Pendidikan. Jika yang dipikirkannya hukum maka hasilnya tentulah Filsafat dan seteru Hukum, dan seterusnya. Seberapa luas yang mungkin dapat dipikirkan? Luas sekali. Yaitu semua yang ada dan mungkin ada. Inilah objek filsafat. Jika ia memikirkan pengetahuan jadilah ia Filsafat Ilmu, jika memikirkan etika jadilah Filsafat Etika, dst.



Objek penelitian filsafat lebih luas dari objek pene- litian sain. Sain hanya meneliti objek yang ada, sedang- kan filsafat meneliti objek yang ada dan mungkin ada. Sebenarnya masih ada objek lain yang disebut objek forma yang menjelaskan sifat kemendalaman penelitian filsafat. Ini dibicarakan pada epistemologi filsafat. Perlu juga ditegaskan (lagi) bahwa sain meneliti objekobjek yang ada dan empiris; yang ada tetapi abstrak (tidak empiris) tidak dapat diteliti oleh sain. Sedangkan filsafat meneliti objek yang ada tetapi abstrak, adapun yang mungkin ada, sudah jelas abstrak, itu pun jika ada. Cobalah lihat lagi matrik kita pada Bab 1. 2. Cara Memperoleh Pengetahuan Filsafat



Pertama-tama filosof harus membicarakan (mempertanggungjawabkan) cara mereka memperoleh pengetahuan filsafat. Yang menyebabkan kita hormat kepada para filosof antara lain ialah karena ketelitian mereka, sebelum mencari pengetahuan mereka membicarakan lebih dahulu (dan mempertanggungjawabkan) cara memperoleh pengetahuan tersebut. Sifat itu sering kurang dipedulikan oleh kebanyakan orang. Pada umumnya orang 81 mementingkan apa yang diperoleh atau diketahui, bukan cara memperoleh atau megetahuinya. Ini gegabah, para filosof bukan orang yang gegabah. Berfilsafat ialah berpikir. Berpikir itu tentu menggu-



nakan akal. Menjadi persoalan, apa sebenarnya akal itu. John Locke (Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, II, 1973: 111) mempersoalkan hal ini. Ia melihat, pada zamannya akal telah digunakan secara terlalu bebas, telah digunakan sampai di luar batas kemampuan akal. Hasilnya ialah kekacauan pemikiran pada masa itu. Sejak 650 SM sampai berakhirnya filsafat Yunani, akal mendominasi. Selama 1500 tahun sesudahnya, yaitu selama Abad Tengah Kristen, akal harus tunduk pada keyakinan Kristen; akal di bawah, agama (Kristen) mendominasi. Sejak Descartes, tokoh pertama Filsafat Modern, akal kembali mendominasi filsafat. Descartes (1596-1650) dengan cogito ergo sum-nya berusaha melepaskan filsafat dari dominasi agama Kristen. Ia ingin akal mendominasi filsafat. Sejak ini filsafat didominasi oleh akal. Akal menang lagi. Voltaire telah berhasil memisahkan akal dengan iman. Francis Bacon amat yakin pada kekuatan Sain dan Logika. Sain dan Logika dianggap mampu menyelesaikan semua masalah (Will Durant, The Story of Philosophy, 1959: 254). Condorcet mendukung Bacon: Sain dan Logika itulah yang penting. Kemudian pemikiran ini diikuti pula oleh pemikir Jerman Christian Wolff dan Lessing, Bahkan pemikirpemikir Prancis mendramatisasi keadaan ini sehingga akal telah dituhankan (lihat Durant, 1959: 254). Spinoza meningkatkan kemampuan akal tatkala ia menyimpulkan bahwa alam semesta ini laksana suatu sistem matematika dan dapat dijelaskan secara a priori dengan cara mendeduksi aksioma-aksioma. Filsafat ini jelas memberikan dukungan kepada kepongahan manusia dalam menggunakan akalnya. Karena itu tidaklah perlu kaget tatkala Hobbes meningkatkan kemampuan akal ini menjadi Atheisme dan Materialisme yang nonkompromis. Sejak Spinoza sampai Diderot kepingan-kepingan iman



F I L S A F A T



I L M U



telah tunduk di bawah kaidah-kaidah akliah. Helvetius dan Holbach menawarkan idea yang "edan" itu di Prancis, dan La Mettrie, yang menyatakan manusia itu seperti mesin, menjajakan pemikiran ini di Jerman.



83



P E N G E T A H U A N



F I L S A F A T



Tatkala pada tahun 1784 Lessing mengumumkan bahwa ia menjadi pengikut Spinoza, itu telah cukup sebagai pertanda bahwa iman telah jatuh sampai ke titik nadirnya dan akal telah berjaya (lihat Durant, 1959: 255). David Hume (1711-1776) tidak begitu senang pada keadaan ini. Ia menyatakan bila akal telah menantang manusia, maka akan datang waktunya manusia menantang akal. Apa akal itu sebenarnya? Locke (1632-1704) telah meneliti akal. Ia berhasil tampil dengan argumennya tentang kerasionalan agama Kristen. Pengetahuan kita datang dari pengalaman, begitu katanya. Teorinya tabula rasa menjelaskan pandangannya itu. Ia berkesimpulan bahwa yang dapat kita ketahui hanya materi, karena itu materialisme harus diterima. Bila penginderaan adalah asal-usul pemikiran, maka kesimpulannya haruslah materi adalah material jiwa. Tidak demikian kata Uskup George Berkeley (1684- 1753), analisis Locke itu justru membuktikan materi itu sebenarnya tidak ada. David Hume seorang uskup Irlandia berpendapat lain. Katanya, kita mengetahui apa jiwa itu, sama dengan kita mengenal materi, yaitu dengan persepsi, jadi secara internal. Kesimpulannya ialah bahwa jiwa itu bukan substansi, suatu organ yang memiliki idea-idea; jiwa sekedar suatu nama yang abstrak untuk menyebut rangkaian idea. Hasilnya, Hume sudah menghancurkan mind sebagaimana Barkeley menghancurkan materi. Sekarang tidak ada lagi yang tersisa, dan filsafat menemukan dirinya berada di tengah-tengah reruntuhan hasil karyanya sendiri. Jangan kaget bila Anda mendengar kata-kata begini: No matter never mind. Semua ini gara-gara akal. Akal telah digunakan melebihi kapasitasnya. Oleh karena itu Locke menyelidiki lagi, apa sebenarnya akal itu. Di lain pihak, memang Locke berpendapat bahwa kita belum



F I L S A F A T



waktunya



membicarakan



I L M U



masalah



hakikat



sebelum



kita



mengetahui dengan jelas apa akal itu sebenarnya. Tetapi baiklah, kita terima saja bahwa akal itu ada dan ia bekerja berdasarkan suatu cara yang tidak begitu kita kenal. Aturan kerjanya disebut Logika. Sejauh akal itu bekerja menurut



aturan



Logika,



agaknya



kita



dapat



menerima



kebenarannya. Bagaimana manusia memperoleh pengetahuan



filsafat?



Dengan berpikir secara mendalam, tentang sesuatu yang abstrak.



Mungkin juga objek pemikirannya sesuatu yang konkret, tetapi yang hendak diketahuinya ialah bagian "di belakang” objek konkret itu. Dus abstrak juga. Secara mendalam artinya ia hendak mengetahui bagian yang abstrak sesuatu itu, ia ingin mengetahui



85



sedalam-dalamnya. Kapan pengetahuannya itu dikatakan mendalam? Dikatakan mendalam tatkala ia sudah berhenti sampai tanda tanya. Dia tidak dapat maju lagi, di situlah orang berhenti, dan ia telah mengetahui sesuatu itu secara mendalam. Jadi jelas, mendalam bagi seseorang belum tentu mendalam bagi orang lain. Seperti telah disebut di muka, Sain mengetahui sebatas fakta empiris. Ini tidak mendalam. Filsafat ingin mengetahui di belakang sesuatu yang empiris itu. Inilah yang disebut mendalam. Tetapi itu pun mempunyai rentangan. Sejauhmana hal abstrak di bekalang fakta empiris itu dapat diketahui oleh seseorang, akan banyak tergantung pada kemampuan berpikir seseorang. Saya misalnya mengetahui bahwa gula rasanya manis



(ini



pengetahuan



empirik);



di



belakangnya



saya



mengetahui bahwa itu disebabkan oleh adanya hukum yang mengatur demikian. Ini pengetahuan filsafat, abstrak, tetapi baru satu langkah. Orang lain dapat mengetahui bahwa hukum itu dibuat oleh Yang Maha Pintar. Ini sudah langkah kedua, lebih mendalam daripada sekedar mengetahui adanya hukum. Orang lain masih dapat melangkah ke langkah ketiga, misalnya ia mengetahui bahwa Yang Maha Pintar itu adalah Tuhan, ia masih dapat maju lagi misalnya mengetahui sebagian hakikat Tuhan. Demikianlah, pengetahuan di belakang fakta empiris itu dapat bertingkat-tingkat, dan itu menjelaskan kemendalaman pengetahuan filsafat seseorang. Untuk mudahnya mungkin dapat dikatakan begini: berpikir mendalam ialah



berpikir



tanpa



bukti empirik. Pada uraian di atas kita mengetahui akal itu diperdebatkan oleh ahli akal dan orang-orang yang secara inmenggunakan akalnta. Kerja akal, yaitu berpikir



tensip



mendalam,



menghasilkan filsafat. Apakah dengan demikian berarti teoriteori filsafat itu tidak ada gunanya atau amat rendah? Tidak juga. Ya, itulah



nilai



filsafat,



kebenarannya



kadang-kadang



F I L S A F A T



I L M U



filsafat diragukan oleh filsafat itu sendiri. Jika kita ingin mengetahui sesuatu yang tidak



empirik,



apa



yang kita gunakan? Ya, akal itu. Apapun kelemahan akal, bahkan sekalipun akal amat diragukan



hakikat



toh akal telah menghasilkan apa



yang



Kelihatannya, ada satu hal yang ini digantungkan pada seluruhnya oleh



filsafat,



filsafat,



penting



keberadaannya,



disebut filsafat.



di sini: janganlah hidup



janganlah hidup ini ditentukan



filsafat itu adalah produk akal dan akal



itu belum diketahui secara jelas identitasnya.



3-



Ukuran Kebenaran Pengetahuan Filsafat



Pengetahuan filsafat ialah pengetahuan yang logis tidak empiris. Pernyataan ini menjelaskan bahwa ukuran kebenaran filsafat ialah logis tidaknya pengetahuan itu. Bila logis benar, bila tidak logis, salah. Ada hal yang patut Anda ingat. Anda tidak boleh menuntut bukti



empiris



untuk



membuktikan



kebenaran



filsafat.



Pengetahuan filsafat ialah pengetahuan yang logis dan hanya logis. Bila logis dan empiris, itu adalah pengetahuan sain. Kebenaran teori filsafat ditentukan oleh logis tidaknya teori itu. Ukuran logis tidaknya tersebut akan terlihat pada argumen yang menghasilkan kesimpulan (teori) itu. Fungsi argumen dalam filsafat sangatlah penting, sama dengan fungsi data pada pengetahuan sain. Argumen itu menjadi kesatuan dengan konklusi, konklusi itulah yang disebut teori filsafat. Bobot teori filsafat justru terletak pada kekuatan argumen, bukan pada kehebatan konklusi. Karena argumen itu menjadi kesatuan dengan konklusi, maka boleh juga diterima pendapat yang mengatakan bahwa filsafat itu argumen. Kebenaran konklusi ditentukan 100% oleh argumennya. ■



P E N G E T A H U A N



F I L S A F A T



C. Aksiologi Pengetahuan Filsafat Di sini diuraikan dua hal, pertama kegunaan pengetahuan filsafat dan kedua cara filsafat menyelesaikan masalah. 1. Kegunaan Pengetahuan Filsafat Apa guna pengetahuan filsafat? Atau, apa kegunaan filsafat? Tidak setiap orang perlu mengetahui filsafat. Tetapi orang yang merasa perlu berpartisipasi dalam membangun dunia perlu mengetahui filsafat. Mengapa? Karena dunia dibangun oleh dua kekuatan: agama dan filsafat. Untuk



mengetahui



kegunaan



filsafat,



kita



dapat



memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, pertama filsafat sebagai kumpulan teori filsafat, kedua sebagai filsafat sebagai metode pemecahan masalah, ketiga, filsafat sebagai pandangan hidup (philosophy of life). Mengetahui teori-teori filsafat amat perlu karena dunia dibentuk oleh teori-teori itu. Jika Anda tidak senang pada Komunisme maka Anda harus mengetahui Marxisme, karena teori filsafat untuk Komunisme itu ada dalam Marxisme. Jika Anda menyenangi ajaran Syi’ah Dua Belas di Iran, maka Anda hendaknya mengetahui filsafat Mulia Shadra. Begitulah kirakira. Dan jika Anda hendak membentuk dunia, baik dunia besar maupun dunia kecil (diri sendiri), maka Anda tidak dapat



mengelak



dari



penggunaan



teori



filsafat.



Jadi,



mengetahui teori-teori filsafat amatlah perlu. Filsafat sebagai teori filsafat juga perlu dipelajari oleh orang yang akan menjadi pengajar dalam bidang filsafat. Yang amat penting juga ialah filsafat sebagai methodology, yaitu cara memecahkan masalah yang dihadapi. Di sini filsafat digunakan sebagai satu cara atau model pemecahan masalah secara mendalam dan universal. Filsafat selalu mencari sebab terakhir dan dari sudut pandang seluas-luasnya. Hal ini diuraikan pada bagian lain sesudah ini. Filsafat sebagai pandangan hidup tentu perlu juga



F I L S A F A T



I L M U



diketahui. Mengapa —misalnya— salah seorang Presiden Amerika (Bill Clinton, 1998), telah mengaku berzina, dan masyarakatnya tetap banyak yang memberikan dukungan? Mungkinkah hal seperti itu untuk Indonesia? Presiden Indonesia yang mengaku berzina pasti akan dicopot oleh masyarakat Indonesia. Mengapa berbeda? Karena masyarakat Indonesia berbeda pandangan hidupnya dengan masyarakat Amerika. Filsafat sebagai philosophy of life sama dengan agama, dalam



hal



sama



mempengaruhi



sikap



dan



tindakan



penganutnya. Bila agama dari Tuhan atau dari langit, maka filsafat (sebagai pandangan hidup) berasal dari pemikiran manusia. Berikut uraian yang membahas kegunaan filsafat dalam menentukan philosophy of life. Banyak orang memiliki pandangan hidup, banyak orang yang menganggap philosophy of life itu sangat penting dalam menjalani kehidupan. Kegunaan Filsafat bagi Akidah2) Akidah adalah bagian dari ajaran Islam yang mengatur cara berkeyakinan. Pusatnya ialah keyakinan kepada Tuhan. Posisinya dalam keseluruhan ajaran Islam sangat penting, merupakan fondasi ajaran Islam secara keseluruhan, di atas akidah itulah keseluruhaan ajaran Islam berdiri dan didirikan. Keterangan seperti ini berlaku juga bagi agama selain Islam. Karena kedudukan akidah seperti itu, maka akidah seseorang muslim haruslah kuat, dengan kuat akidah akan kuat



pula



keislamannya



secara



keseluruhan.



Untuk



memperkuat akidah perlu dilakukan sekurang-kurangnya dua hal, pertama, mengamalkan keseluruhan ajaran Islam secara sungguh-sungguh, kedua, mempertajam pengertian ajaran Islam itu. Jadi, akidah dapat diperkuat dengan pengalaman dan



pemahaman



(ajaran



Islam).



Dapatkah



filsafat



memperkuat pemahaman kita tentang Tuhan? Thomas Aquinas (1225-1274) berusaha menyusun argumen



P E N G E T A H U A N



F I L S A F A T



logis untuk membuktikan adanya Tuhan. Dalam bukunya Summa Theologia ia berhasil menyusun lima argumen tentang adanya Tuhan. Pertama, argumen gerak. Alam ini selalu bergerak. Gerak itu tidak mungkin berasal dari alam itu sendiri, 2) Diadopsi dari makalah M. Fahrudin Kaha, mahasiswa S2 IAIN Bandung Angkatan 1997/1998)



gerak itu menunjukkan adanya Penggerak. Tuhan adalah Penggerak Pertama. Kedua, argumen kausalitas. Tidak ada sesuatu yang mempunyai penyebab pada dirinya sendiri, sebab itu harus di luar dirinya. Dalam kenyataannya ada rangkaian penyebab. Penyebab Pertama adalah Tuhan yang tidak memerlukan penyebab yang lain. Ketiga, argumen kemungkinan. Adanya alam ini bersifat mungkin: mungkin ada dan mungkin tidak ada. Kesimpulan diperoleh dari kenyataan alam ini dimulai dari tidak ada, lalu muncul atau ada kemudian berkembang, akhirnya rusak dan hilang atau tidak ada. Kenyataan ini menyimpulkan bahwa alam ini tidak mungkin selalu ada. Dalam diri alam itu ada dua kemungkinan atau ada dua potensi, yaitu ada dan tidak ada, tetapi dua kemungkinan itu tidak akan muncul bersamaan pada waktu yang sama. Mula-mula alam ini tidak ada, lalu ada. Diperlukan Yang Ada untuk mengubah alam dari tiada menjadi ada, sebab tidak mungkin muncul sesuatu dari tiada ke ada secara otomatis. Jadi, Ada Pertama itu harus ada. Akan tetapi Ada Pertama yang harus ada itu dari mana? Kembali lagi kita menghadapi rangkaian penyebab (tasalsul). Kita harus berhenti pada Ada Pertama yaitu yang Harus Ada. Keempat, argumen tingkatan. Isi alam ini



ternyata



bertingkat-tingkat {levels). Ada yang dihormati, lebih dihormati, terhormat. Ada indah, lebih indah, sangat indah, dan seterusnya. Tingkat tertinggi menjadi penyebab tingkat di



F I L S A F A T



I L M U



bawahnya. Api yang mempunyai panas



yang tinggi



penyebab panas yang rendah di



panas yang rendah



bawahnya,



menjadi



menjadi penyebab panas kuku di bawahnya, begitu seterusnya. Yang Maha Sempurna adalah penyebab yang sempurna, yang sempurna



adalah



penyebab yang kurang sempurna. Yang atas



menjadi penyebab yang bawah. Tuhan adalah Yang Tertinggi, Ia Penyebab yang di bawah-Nya. Kelima, argumen teologis. Ini adalah argumen tujuan. Alam ini bergerak menuju sesuatu, padahal mereka tidak tahu tujuan itu. Ada sesuatu Yang Mengatur alam menuju tujuan alam. Itu adalah Tuhan (lihat Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, 1997: 86-88). Argumen



yang



dikemukakan



Thomas



Aquinas



itu



sebenarnya tidak akan membawa kita memahami Tuhan secara sempurna. Argumen-argumen itu memiliki kelemahan. Karena itu Kant menyatakan bahwa Tuhan tidak dapat dipahami melalui akal (ia menyebutnya akal teoritis) Tuhan dapat dipahami melalui suara hati yang disebut moral. Adanya Tuhan itu bersifat harus, hati saya —kata Kant— yang mengatakan Tuhan harus ada. Kant mengatakan bahwa adanya Tuhan bersifat imperatif. Siapa yang memerintah? Ya, suara hati atau moral itu. Menurut Kant indera dan akal itu terbatas kemampuannya. Indera dan akal (maksudnya: rasio) hanya mampu memasuki daerah fenomena, bila indera masuk ke daerah noumena maka ia akan sesat dalam antinomi, akal bila memasuki daerah noumena ia akan tersesat dalam paralogism. Daerah noumena itu hanya mungkin diarungi oleh akal praktis, demikian kata Kant (lihat Ahmad Tafsir, 1997: 159). Akal praktis adalah moral atau suara hati. Menurut Kant akal teoritis (akal rasional) tidak melarang



P E N G E T A H U A N



F I L S A F A T



kita mempercayai Tuhan, kesadaran moral (suara hati) kita memerintahkan untuk mempercayai-Nya. Rousseau benar ketika ia mengatakan bahwa di atas akal rasional di kepala ada perasaan hati; Pascal benar tatkala ia menyatakan bahwa hati mempunyai akal miliknya sendiri yang tidak pernah dapat dipahami oleh akal rasional (Will Durant, The Story of Philoshopy, 1959: 278). Argumen-argumen akliah tentang adanya Tuhan, juga tentang yang gaib lainnya, yaitu objek-objek meta-rasional, tidak dapat dipegang kebenarannya; bila akal (rasio) masuk ke daerah ini ia akan tersesat ke dalam paralogisme. Inilah pendirian Kant. Argumen akliah tentang ini lemah. Kant mengemukakan contoh argumen yang sering dikemukakan theolog rasionalis untuk membuktikan adanya Tuhan, yaitu argumen pengaturan alam semesta. Di dalam argumen ini dikatakan bahwa alam ini teratur, yang mengatur adalah Maha Pengatur, yaitu Tuhan. Alam teratur, memang, kata Kant. Banyak isi alam ini yang begitu teratur yang dapat membawa kita kepada kesimpulan adanya Tuhan yang mengaturnya. Akan tetapi, kata Kant, kita juga menyaksikan bahwa alam ini mengandung juga banyak ketidakteraturan, kekacauan, bahkan menyebabkan kesulitan dan kematian. Jadi, terdapat perlawanan. Inilah salah satu contoh paralogisme itu. Kant mengakui bahwa keteraturan itu memang ada bila alam itu dilihat secara keseluruhan, akan tetapi itu pun tidak kuat untuk dijadikan bukti adanya Sang Pengatur. Tuhan tidak dapat dibuktikan adanya dengan akal teoritis (maksudnya rasio). Inilah thesis utama Kant dalam hal ini (lihat lebih jauh Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, 1997: 162). Agaknya kita dapat menyimpulkan bahwa filsafat (dalam hal ini akal logis) dapat berguna untuk memperkuat keimanan, ini menurut sebagian filosof, seperti Thomas Aquinas; tetapi



F I L S A F A T



I L M U



menurut filosof lain, seperti Kant, bukti-bukti akliah (dalam arti rasio) tentang adanya Tuhan sebenarnya lemah, bukti yang kuat adalah suara hati. Suara hati itu memerintah, bahakan rasio pun tidak mampu melawannya. Berikut adalah uraian lain yang mengupas kegunaan filsafat bagi pengembangan hukum islami. Kegunaan Filsafat bagi Hukum 3) Istilah hukum islami sering rancu. Kadang-kadang hukum islami itu diartikan syari’ah, kadang-kadang fikih (fiqh). Yang dimaksud di sini ialah fikih. Fikih



secara



bahasa



berarti



mengetahui.



Al-Qur’an



menggunakan kata al-fiqh dalam pengertian memahami atau paham. Pada zaman Nabi Muhammad SAW kata al- fiqh itu tidak hanya berarti paham tentang hukum tetapi paham dalam arti umum. Faqiha artinya paham, mengerti, tahu. Dalam



perkembangan



terakhir



fikih



dipahami



oleh



kalangan pakar ushul al-fiqh sebagai hukum praktis hasil ijtihad. Sementara di kalangan pakar fikih, al-fiqh dipahami sebagai kumpulan hukum islami yang mencakup semua aspek syar’iy baik yang tertuang secara tekstual maupun hasil penalaran terhadap sesuatu teks. Itulah sebabnya di kalangan ahli ushul al-fiqh konsep syariah dipahami sebagai teks syar’iy yakni Al-Qur’an dan al-Sunnah yang tetap dan tidak pernah mengalami perubahan. Butir-butir aturan dan ketentuan hukum yang ada dalam fikih pada garis besarnya mencakup tiga unsur



1 Diadopsi dari makalah Didi Mashudi, mahasiswa S2 IAIN Bandung Angkatan 1997/1998)



pokok. Pertama, perintah seperti shalat, zakat puasa, dan sebagainya. Kedua, larangan, seperti larangan musyrik, zina dan sebagainya. Ketiga, petunjuk, seperti cara shalat, cara



P E N G E T A H U A N



F I L S A F A T



puasa, dan sebagainya. Keseluruhan unsur pokok di atas bila dilihat dari sudut sifatnya, ia dapat dibagi dua. Pertama, bersifat tetap, tidak terpengaruh oleh kondisi tertentu, seperti sebagian aqidah dan seluruh ibadah mahdhah; dalam hal ini ijtihad tidak berlaku padanya. Kedua, yang bersifat dapat berubah sesuai dengan kondisi tertentu, inilah bidang ijtihad. Tujuan utama diturunkannya hukum islami (fikih) ialah untuk



menciptakan



dimaksud



kemaslahatan



kemaslahatan



ialah



hidup



manusia,



kebaikan.



yang



Jelasnya,



pembentukan fikih itu sejalan dengan tuntutan kemaslahatan manusia. Untuk menjamin kemaslahatan itu ditetapkan beberapa asas hukum islami, yaitu: 'Adam al-haraj, artinya tidak sulit dalam melaksanakannya (QS. 7: 157); Al-Takhlif, ringan serta mampu dilaksanakan (QS. 2: 286; 4: 28); Al-Taysir, mudah sesuai kemampuan (QS. 2: 185; 22: 78).



84



P E N G E T A H U A N



F I L S A F A T



Itu berarti hukum islami dibentuk atas dasar prinsip menghilangkan



kesempitan



karena



kesempitan



itu



menyebabkan kesulitan. Prinsip lain yang mendasari hukum islami ialah daf’ al-dlarar, menghilangkan bahaya (QS. 2: 25,195; 4: 12; 2: 231). Prinsip lain lagi ialah al- ta’assuf fi isti’mal al-haqq yakni boleh melakukan sesuatu asal tidak membahayakan yang lain (QS. 2: 223; 65: 6; 7: 31; 5: 87). Dari sini lahirlah kaidah ushul al-fiqh yang berbunyi “menolak bahaya didahulukan daripada mengambil maslahat.” Hukum islami yang dijadikan aturan beramal ada di dalam fikih sebagai kumpulan hukum. Fikih (dalam arti kumpulan hukum) itu dibuat berdasarkan kaidah-kaidah hukum (yang berfungsi sebagai teori) yang digunakan dalam menetapkan hukum tersebut. Ternyata kaidah-kaidah pembuatan hukum (ushul al-fiqh) itu dibuat berdasarkan teori-teori filsafat. Karena itu manthiq (mantik, logika) amat penting bagi ulama ushul al-fiqh. Selain dalam ushul al-fiqh filsafat berguna juga dalam menafsirkan teks dan memberikan kritik ideologi. Dalam menafsirkan teks wahyu atau teks hadis yang akan dijadikan sumber aturan hukum. Misalnya dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an penafsirannya



dan



al-Sunnah



kadang-kadang



yang zhanniy



memerlukan



ta’wil



yang dan



penafsiran metaforis; Dalam memberikan kritik ideologi, yakni menggunakan fungsi kritis filsafat, Pemikiran cara filsafat amat diperlukan dalam menganalisis ideologi secara kritis, mempertanyakan



84



dasarnya, memperlihatkan implikasinya dan membuka kedok yang mungkin berada di belakangnya. Dalam hal ini filsafat itu dapat melakukan dua hal. Pertama, kritik terhadap ideologi saingan yang akan merusak Islam atau masyarakat Islam, kedua



kritik



terhadap



hukum



islami,



misalnya



mempertanyakan apakah benar hukum itu seperti itu, apakah



itu sesuai dengan esensi yang dikandung oleh teks yang dijadikan dasar hukum tersebut. Kesimpulannya, memang benar, filsafat, khususnya filsafat sebagai metodologi, berguna bagi pengembangan hukum dalam hal ini hukum islami. Bagi perkembangan bahasa pun filsafat ada gunanya. Cobalah renungkan uraian berikut ini. Kegunaan Filsafat bagi Bahasa1 Disepakati oleh para ahli bahwa bahasa berfungsi sebagai alat untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran. Terlihat adanya hubungan yang erat antara bahasa dan pikiran. Ahmad Abdurrahman Hamad (Al-‘Alaqah bayn alLughah wa al-Fikr, dar al-Ma’rifah al-Jami’iyyah 1985: 17) menggambarkan hubungan itu bagaikan satu mata uang yang mempunyai dua sisi. Aristoteles, sebagai- mana dikutip Hamad (1985: 32) menggambarkan hubungan antara bahasa dan pemikiran (logika) sebagai hubungan antara hitungan dan angka, hubungan itu adalah hubungan interdependen. Tatkala bahasa berfungsi sebagai alat berpikir ilmiah muncul problem yang serius, ini diselesaikan —antara lain— dengan bantuan filsafat. Begitu juga tatkala pemikiran (filsafat) sampai pada rumusan konsep yang rumit, bahasa juga mengalami persoalan, yaitu bahasa sering kurang mampu menggambarkan isi konsep itu. Bahasa dalam hal ini harus mencari kata dan susunan baru untuk menggambarkan isi 1Diadopsi dari makalah Tarmana Abdul Qasim, mahasiswa S2 IAIN Bandung



Angkatan 1997/1998)



96



F I L S A F A T



I L M U



konsep itu. Di antara problem yang dihadapi bahasa ialah dalam pemeliharaannya. Bahasa sering tidak mampu membebaskan diri dari gangguan pemakainya. Orang awam sering merusak bahasa, mereka menggunakan bahasa tanpa mengikuti kaidah yang benar. Kerusakan bahasa tersebut biasanya disebabkan oleh tidak digunakannya kaidah logika. Logika itu filsafat. Filosof adalah “prototype” orang bijaksana. Orang bijaksana tentu harus menggunakan bahasa yang benar.



85



Bahasa yang benar itu akan mampu mewakili konsep logis yang



dibawakannya.



Karena



itu



pada



Logika-lah



kita



menemukan kaitan erat antara bahasa dan filsafat. Dan pada Logika pula kita temukan manfaat konkret bahasa. Peran Logika dalam bahasa ialah memperbaiki bahasa, Logika dapat mengetahui kesalahan bahasa. Peran ini diakui oleh Ibrahim Madkur sebagaimana dikutip oleh Ibrahim Samirra’i (Fiqh alLugah al-Muqarran, tt: 18) yang mengatakan bahwa kaidah bahasa —khususnya bahasa Arab, tepatnya Nahwu— telah dipengaruhi oleh Logika Aristoteles dalam beberapa hal. Pertama, mengggunakan kias atau analogi sebagai kaidah dalam



Nahwu



sebagaimana



digunakan



dalam



Logika.



Pembagian kata menurut Sibawayh menjadi ism, fi’l, hurf mungkin dipengaruhi oleh pembagian Aristoteles kata benda, kata kerja, dan adat. Kedua, munculnya Nahwu Siryani pada sekolah Nashibayn pada abad ke-6 Masehi bersamaan dengan munculnya pakar Nahwu yang pertama. Kekeliruan dalam berbahasa melahirkan kekeliruan dalam berpikir. Berikut beberapa contohnya (lihat Mundiri, Logika, 1994: 194). Pertama, kekeliruan karena komposisi. Misalnya kekeliruan dalam menetapkan sifat Pada bagian untuk menyifati keseluruhan, seperti “Setiap kapal perang suatu negara telah siap tempur, maka keseluruhan angkatan laut telah siap tempur” atau “Mur ini sangat ringan karena itu mesin ini sangat ringan pula”, Kedua, kekeliruan dalam pembagian atau devisi, yaitu kekeliruan karena menetapkan sifat keseluruhan maka keliru pula dalam menetapkan sifat bagian. Misalnya, “Kompleks perumahan ini dibangun pada daerah yang sangat luas



98



tentulah kamar-kamar tidurnya luas juga”, Ketiga, kekeliruan karena tekanan. Ini terjadi dalam pembicaraan tatkala salah dalam memberikan tekanan dalam pengucapan. Misalnya, “Karena



kekenyangan



ia



tertidur”,



bila



tekanan



pada



kekenyangan (“Karena kekenyangan ia tertidur”), maka arti kalimat itu akan berbeda dari kalimat yang pertama: yang pertama biasa, yang kedua mengejek. Keempat, kekeliruan karena amfiboli. Amfiboli terjadi bila kalimat itu mempunyai arti ganda. Contohnya seperti “Mahasiswa yang duduk di kursi paling depan...” Mahasiswa yang paling depan atau kursinya, dua-duanya mungkin. Kesimpulannya ialah



filsafat



sangat



berperan



dalam



menentukan kualitas bahasa. Tanpa peran serta filsafat (logika) kekeliruan dalam bahasa tidak mungkin dapat diperbaiki. Selain itu perkembangan berpikir atau filsafat akan diikuti oleh perkembangan bahasa. Kata al-muru'ah asalnya ialah almar’u yang berarti seorang lelaki tulen (al-mar’u al-muktamil). Jadi kata itu hanya menunjukkan pada seseorang. Tetapi dalam filsafat kata itu sudah mengandung banyak arti seperti potensi, kekuatan, semangat, perasaan lelaki, pemberani, amanah, dan lain- lain. Kata al-‘aql, arti awalnya ialah tali, alat pengikat. Kata Nabi SAW. i’qilha wa tawakkal, ikat untamu lalu tawakkal. I’qil dari kata al-‘aql. Dalam filsafat, akal memiliki pengertian jauh lebih luas dari pada itu. Kata akidah (‘aqidah) demikian juga. Contoh-contoh itu menjelaskan bahwa filsafat berhubungan dengan bahasa. Hubungan itu sangat erat bahkan menjelaskan bahwa perkembangan filsafat mempengaruhi perkembangan



99



bahasa, mungkin juga sebaliknya. Kesimpulannya: filsafat berguna bagi bahasa.



2. Cara Filsafat Menyelesaikan Masalah



Kegunaan filsafat yang lain ialah sebagai methodology, maksudnya



sebagai



menyelesaikan



metode



masalah



dalam



bahkan



menghadapi



sebagai



metode



dan dalam



memandang dunia (world view). Dalam hidup kita, kita menghadapi banyak masalah. Masalah artinya kesulitan. Kehidupan akan dijalani lebih enak bila masalah itu terselesaikan. Ada banyak cara dalam menyelesaikan masalah, mulai dari yang amat sederhana sampai yang rumit. Ada rapat di sebuah RT. Yang dibicarakan masalah keamanan. Pak ketua RT menyatakan bahwa akhir-akhir ini di kampung kita banyak pencurian, tidak seperti biasanya. Menanggapi itu hampir semua orang hadir mengusulkan agar ronda malam dipergiat. Inilah kira-kira cara orang awam menyelesaikan masalah. Di situ ada seorang yang berpendapat lain. Ia bertanya apa saja barang yang biasanya dicuri, sejak bulan apa, pada pukul berapa biasanya terjadi. Lantas ia mengusulkan selain menggiatkan ronda, sebaiknya digiatkan juga pengajian. Ia melakukan identifikasi lebih dahulu, lantas ia melihat penyebab lebih mendasar. Ia pikir, bila perondanya bermoral buruk, bisa-bisa peronda itu sendiri yang mencuri. Orang ini ilmuwan. Kira-kira beginilah penyelesaian Sain. Filsafat pun memiliki cara tersendiri dalam menyelesaikan masalah.



100



P E N G E T A H U A N



F I L S A F A T



Sesuai dengan sifatnya, filsafat menyelesaikan masalah secara mendalam dan universal. Penyelesaian filsafat bersifat mendalam, artinya ia ingin mencari asal masalah. Universal, artinya filsafat ingin masalah itu dilihat dalam hubungan seluas-luasnya agar nantinya penyelesaian itu cepat dan berakibat seluas mungkin. Banyak orang Islam tidak menyenangi sebagian budaya Barat,



khususnya



tentang



kebebasan harus



seks.



mengatakan



kebebasan



seks



penyelesaian



langsung.



Sedikit



mendalam



mengusulkan



perketat



masuknya



informasi



diberantasbila dari



terutama yang menyangkut kebebasan seks, atau kita



104



Mereka Ini kita Barat



mengusulkan sensor film diperberat. Filsafat belum puas dengan penyelesaian itu. Lalu bagaimana? Filsafat



mempelajari



asal



usul



kebebasan



seks



itu.



Ditemukan, itu muncul dari paham Hedonisme. Maka kita perangi paham itu. Filosof lain belum juga puas, karena menurutnya Hedonisme itu belum penyebab paling awal, Hedonisme



itu



sebenarnya



turunan



Pragmatisme.



Pragmatisme itu bersama dengan Liberalisme lahir dari Rasionalisme. Karena itu filosof ini mengatakan yang paling strategis



ialah



memerangi



Rasionalisme



itu.



Apakah



Rasionalisme itu penyebab pertama munculnya kebebasan seks?



Untuk



sementara,



agaknya



ya.



Maka



untuk



memberantas kebebasan seks kita harus menjelaskan bahwa Rasionalisme itu adalah pemikiran yang salah. Penyelesaian ini mendalam, karena telah menemukan penyebab yang paling asal. Penyelesaian itu juga universal, karena yang akan diperbaiki pada akhirnya kelak bukan hanya persoalan kebebasan seks, hal-hal lain yang merupakan turunan Rasionalisme juga akan dengan sendirinya hilang.



Bonus



Tulisan berikut tidak lagi masuk Bab Aksiologi. Ini merupakan konsep-konsep tercecer. Dikumpulkan di sini karena dirasa perlu. Diberi judul bonus.



Cara orang Umum Menilai Ada tiga cara orang menilai suatu pendapat atau pernyataan. Pertama, ia menilai berdasarkan ketidaktahuannya tentang itu, ketidaktahuannya itulah yang dijadikannya ukuran. Kedua, menilai dengan menggunakan pendapatnya sebagai ukuran. Ketiga, menilai dengan menggunakan pendapat



105



P E N G E T A H U A N



F I L S A F A T



umumnya pakar sebagai alat ukur.



Sebagai contoh, ada orang mengatakan bahwa jin dapat disuruh. Orang tipe pertama langsung menyatakan “itu tidak mungkin” dan alasannya ialah memang ia tidak tahu bahwa jin dapat disuruh melakukan (dalam hal ini bahwa jin



dapat



sesuatu.



Ketidaktahuannya



disuruh) yang dijadikan alas an



menolak pernyataan itu. Aneh kan? Menolak pendapat dengan alasan ketidaktahuan bahwa itu memang begitu. Sebenarnya bila kita tidak tahu hanya ada dua hal yang layak dilakukan, pertama, diam, kedua, mempelajarinya. tipe kedua mengadakan studi tentang jin. Hasil yang ia peroleh menyatakan bahwa jin memang tidak dapat disuruh. Nah, pendapatnya inilah yang dijadikan alasan menolak pernyataan tadi (jin dapat disuruh). Cara kedua inipun masih lemah. Lemah, karena ia sebenarnya tidak punya lasan, mandat, untuk menggunakan pendapatnya sebagai pengukur kebenaran



suatu



pernyataan.



ia



Dus,



berpendapat



berdasarkan pendapatnya. Tipe ketiga adalah golongan yang sedikit, mereka mempelajari pendapat para ahli bidang jin. Mereka kumpulkan pendapat para pakar jin itu. Berdasarkan pendapat pakar pada umumnya mereka menerima atau menolak pernyataan bahwa jin dapat disuruh. Jadilah orang tipe pertama: diam. Jadilah tipe kedua: mempelajarinya.



Terbaik:



mempelajarinya



secara



jadilah luas



dan



tipe



ketiga,



mendalam,



yaitu lantas



mengemukakan pendapat berdasarkan pendapat pakar pada umumnya dalam bidang itu.



106



F I L S A F A T



I L M U



Netralitas Filsafat Tatkala menjelaskan netralitas sain kita berkesimpulan seharusnya sain itu tidak netral artinya sain itu seharusnya tidak bebas nilai. Filsafat bagaimana? Ada berbagai hal yang menarik untuk diperhatikan mengenai pertanyaan itu. Pertama, dalam filsafat ada Filsafat Nilai atau Etika. Filsafat Etika adalah cabang filsafat yang khusus membicarakan nilai, yaitu nilai baik, buruk. Karena etika membicarakan nilai maka pastilah etika itu tidak bebas nilai. Adalah mungkin nilai yang digunakan dalam etika itu bukan nilai dari agama, tetapi tetap saja ia tidak netral karena ia telah membicarakan buruk dan baik. Kedua, filsafat itu adalah pemikiran orang, karena pemikiran orang maka tidaklah mungkin orang itu netral dalam berpikir; sekurang-kurangnya hasil pemikiran itu telah berpihak pada pemikir itu. Berbeda dengan sain. Peneliti sain tidak berpikir, teori sain disusun berdasarkan data yang terkumpul bukan disusun berdasarkan pemikiran peneliti. Ketiga, masih ada kemungkinan netralnya filsafat, yaitu pada logika. Mungkin saja logika itu netral. Untuk memastikan ini kita dapat menganggap logika itu esensinya sama dengan esensi matematika. Nah, jika matematika dapat dianggap netral, maka logika juga dapat netral. Seandainya Logika kita anggap netral, itu bukan berarti filsafat itu netral, sebab masih menjadi persoalan apakah logika itu filsafat atau bukan filsafat. Jika Anda termasuk yang berpandangan bahwa logika itu adalah bagian dari filsafat, maka Anda harus berpendapat bahwa sebagian dari filsafat



107



P E N G E T A H U A N



adalah netral.



108



F I L S A F A T



F I L S A F A T



I L M U



BAB 4 PENGETAHUAN MISTIK Harap Anda lihat Bab 1. Di situ ada pengetahuan Sain, ada pengetahuan



Filsafat,



dan



ada



pengetahuan



Mistik.



Pengetahuan Sain adalah pengetahuan yang logis-empiris tentang objek yang empiris. Pengetahuan Filsafat adalah pengetahuan logis (dan hanya logis) tentang objek yang abstrak logis. Kata logis di sini dapat dalam arti rasional dapat juga dalam



arti



supra-rasional.



Pengetahuan



Mistik



adalah



pengetahuan supra-rasional tentang objek yang supra-rasional. Berikut ini ditambahkan uraian tentang pengetahuan mistik tersebut. Diuraikan



berikut



ini



ontologi



pengetahuan



mistik,



epistemologi pengetahuan mistik, dan aksiologi pengetahuan mistik.



A. Ontologi Pengetahuan Mistik Diuraikan di sini hakikat pengetahuan mistik dan struktur pengetahuan mistik.



1. Hakikat Pengetahuan Mistik Mistik adalah pengetahuan yang tidak rasional; ini pengertian yang umum. Adapun pengertian mistik bila dikaitkan dengan agama ialah pengetahuan (ajaran atau keyakinan) tentang Tuhan yang diperoleh melalui meditasi atau latihan spiritual, bebas dari ketergantungan pada indera dan rasio (A.S. Hornby, A Leaner’s Dictionary of Current English, 1957: 828). Pengetahuan mistik adalah pengetahuan yang tidak dapat



dipahami rasio, maksudnya, hubungan sebab akibat yang terjadi tidak dapat dipahami rasio. Pengetahuan ini kadangkadang memiliki bukti empiris tetapi kebanyakan tidak dapat dibuktikan secara empiris. Di dalam Islam, yang termasuk pengetahuan mistik ialah pengetahuan



yang



diperoleh



melalui



jalan



tasawuf.



Pengetahuan yang diperoleh misalnya tercakup dalam istilah ma’rifah, al-ittihad, atau hulul. Pengetahuan mukasyafah, juga adalah pengetahuan mistik dalam tasawuf yang diperoleh memang bukan melalui jalan indera atau jalan rasio. Kekebalan juga termasuk pengetahuan mistik karena tidak dapat diterangkan melalui logika sebab-akibat. Orang dapat kebal karena latihan-latihan tertentu dan bekerjanya hasil latihan itu tidak dapat dipahami oleh rasio. Yang tidak dapat dipahami oleh rasio ialah hubungan sebab akibatnya atau mengapanya. Tetapi pengetahuan ini (kekebalan) dapat dibuktikan secara empiris. Sufi besar ternyata tidak kagum terhadap kekebalan atau yang sejenis dengan itu. Pada suatu ketika ada orang yang menyampaikan berita kepada Abu Yazid bahwa si fulan dapat pergi ke Mekah hanya dalam tempo satu malam saja. Abu Yazid menjawab, apa yang harus diherankan, setan juga dalam tempo sekejap dapat pergi dari barat ke timur, padahal ia dilaknat Allah. Pada waktu yang lain ada orang yang menyampaikan berita lain kepada Abu Yazid bahwa si fulan dapat berjalan di atas air. Abu Yazid menjawab, ular pun dapat berjalan di atas air dan bahkan dapat berada di dalam air dan burung dapat terbang di angkasa (Abu al-Siraj alThusy, Al-Luma, 1996: 400). Pengetahuan



mistik



(sebenarnaya



pengetahuan



yang



bersifat mistik) ialah pengetahauan yang supra-rasional tetapi kadang-kadang memiliki bukti empiris. 2. Struktur Pengetahuan Mistik Dilihat dari segi sifatnya kita membagi mistik menjadi dua, yaitu mistik biasa dan mistik magis. Mistik-biasa adalah mistik tanpa kekuatan tertentu Dalam Islam mistik yang ini adalah tasawuf. Mistik magis ialah mistik yang mengandung kekuatan tertentu dan biasanya untuk mencapai tujuan tertentu. Mistik- magis ini dapat dibagi dua yaitu mistik-magis-putih dan mistik-magis-hitam. Mistik-magis-putih dalam Islam contohnya ialah mukjizat, karamah,



ilmu



hikmah,



sedangkan



mistik-magis-hitam



contohnya ialah santet dan sejenisnya yang menginduk ke sihir, bahkan boleh jadi mistik-magis-hitam itu dapat disebut sihir saja. Berikut adalah uraian tentang mistik-mistik itu, disarikan dari makalah yang ditulis oleh Ajid Thohir, mahasiswa S2 IAIN Bandung angkatan 1997/1998. Istilah



mistik-magis-putih



dan



mistik-magis-hitam



digunakan sekedar untuk membedakan kriterianya. Orang menganggap mistik-magis-putih adalah



mistik



magis yang



berasal dari agama langit (Yahudi, Nasrani, Islam), sedangkan mistik-magis-hitam berasal dari luar agama itu. Dalam praktiknya keduanya memiliki kegiatan yang relatif sama, nyaris hanya nilai filsafatnya saja yang berbeda. Kesamaan itu terlihat karena



mistik-



sedangkan mistik-



113



magis-putih menggunakan wirid, do’a



magis-hitam menggunakan mantra, jampi, yang keduanya pada segi praktik sama. Kemiripan juga terlihat pada segi lain: mistik-magis-putih menggunakan wafaq-wafaq dan isim-isim sedangkan mistik-magis-hitam menggunakan rajah-rajah dan jimat. Wafaq, isim, rajah, jimat sama menggunakan bendabenda (material) sebagai perwujudan kekuatan supranatural. Perbedaan mendasar ada pada segi filsafatnya. Mistikmagis-putih selalu dekat dan berhubungan dan bersandar pada Tuhan, sehingga dukungan Ilahi sangat menentukan. Hal ini berjalan sejak kenabian, pada nabi magis-putihnya ialah mukjizat, pada pemilik magis putih selain Nabi disebut karamah. Kekuatan supranatural pada nabi ada juga yang ditunjukkan melalui benda seperti mukjizat Nabi Musa. Dalam benda seperti itu telah terdapat kekuatan ilahiah (Ibn Khaldun, Muqaddimah, 1986: 690). Rasulullah SAW pernah menggunakan mistik-magis- putih yaitu tatkala Abu Bakar disengat binatang berbisa di Gua Tsur saat mereka bersembunyi di sana. Rasulullah niembacakan beberapa ayat al-mu'awwidzatain (surat al- Nas dan al-Falaq) kemudian menyemburkannya pada luka sengatan dan atas izin Allah sembuh seketika. Kenyataan seperti ini masih dipraktikkan sampai sekarang oleh pemegang mistik-magisputih yang sering disebut sebagai ahli hikmah. Penyebutan ahli hikmah bagi mereka merupakan suatu esensi yang mendasari kegiatan itu secara filosofis: mereka dekat dengan Tuhan dan mengetahui hikmah kedekatan itu. Ini menjelaskan sebagian dari epistemologi magis putih serta aksiologinya. Mistik-magis-hitam



selalu



dekat,



bersandar



dan



bergantung pada kekuatan setan dan roh jahat. Menurut Ibn



114



Khaldun (1986: 684) mereka memiliki kekuatan di atas ratarata manusia, kekuatan mereka itu memungkinkan mereka mampu melihat hal-hal gaib, karena dukungan setan dan/atau roh jahat tadi. Jiwa-jiwa yang memiliki kemampuan magis ini dapat digolongkan menjadi tiga. Pertama, pengaruh



mereka



melalui



yang



memiliki



kekuatan



mental



disebabkan jiwa mereka telah menyatu



kemampuan atau



dengan



atau



himmah.



Itu



jiwa setan atau



roh jahat. Para filosof menyebut mereka ini sebagai ahli sihir dan kekuatan mereka luar biasa. Kedua, mereka yang melakukan pengaruh



magisnya



dengan



menggunakan watak benda-benda atau elemen- elemen yang ada di dalamnya, baik benda angkasa atau benda yang ada di bumi. Inilah yang disebut jimat-jimat yang biasa disimbolkan dalam bentuk benda-benda material atau rajah. Ketiga, mereka yang melakukan pengaruh melalui kekuatan imajinasi sehingga menitnbulkan berbagai fantasi pada orang yang dipengaruhi. Kelompok ini disebut kelompok pesulap (sya’badzah). Uraian itu menjelaskan sebagian dari epistemologi dan aksiologi mistik-magis-hitam. Karena secara filosofis dua kelompok ini berbeda dalam epistemologi dan aksiologi maka kita dengan jelas dapat membedakan keduanya. Keduanya menggambarkan realitas manusia: baik dan jahat, mukmin dan kafir, memegang yang haq dan mengambil yang bathil. Maka wajar bila mereka memperoleh sebutan yang satu putih dan yang satu hitam.



115



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



B. Epistemologi Pengetahuan Mistik



Bagaimana pengetahuan mistik diperoleh? Objek empiris dapat diketahui sain, objek abstrak-rasional dapat diketahui filsafat, sisanya, yaitu yang abstrak-suprasional diketahui dengan apa? Dengan mistik. “Mistik disini bukan lagi kata sifat tetapi nama, sejajar dengar sain dan filsafat. Manusia ingin tahu. Ia ingin tahu apa rasa tebu. Ia cicipi, tahulah ia tebu rasanya manis. Ini pengetahuan empiris. Inilah pengetahuan sain. Manusia ingin tahu mengapa air tebu manis. Ia berpikir. Ia temukan bahwa manis karena ada hukum yang mengatur sehingga Tuhan,malaikat, surga, neraka, jin, dan lain-lain. Termasuk objek yang hanya dapat diketahui melalui pengetahuan mistik ialah objek-objek yang tidak dapat pahami oleh rasio, yaitu objek-objek supra-natural (supra-rasional), seperti kebal, debus, pelet, pengunaan jin, santet. Anda percaya bahwa debus itu benar-benar ada dan terjadi? Kata Anda, “percaya.” Mengertikah Anda bagaimana itu



terjadi?



Tidak,



Anda



tidak



mengerti



bila



Anda



menggunakan rasio, sebab kekebalan itu tidak rasional. Anda dapat memahaminya melalui pengetahuan mistik, yaitu jalan supra-rasional.



2. Cara Memperoleh Pengetahuan Mistik Bagaimana memperoleh pengetahuan mistik? Di atas sudah dikatakan bahwa pengetahuan mistik itu tidak diperoleh melalui indera dan tidak juga dengan menggunakan akal rasional.



Pengetahuan



mistik



diperoleh



melalui



rasa.



Immanual Kant mengatakan itu melalui moral, ada yang mengatakan melalui intuisi, ada juga yang mengatakan melalui insight, al-Ghazali mengatakan melalui dhamir, atau



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



tebu selalu manis. Ini pengetahuan rasional. Inilah pengetahuan filsafat. Manusia ingin tahu juga siapa yang membuat hukum yang mengatur tebu selalu manis? Ia temukan Tuhan. Ini masih pengetahuan filsafat. Manusia juga ada yang ingin tahu Tuhan itu siapa, seperti apa. Ini adalah objek abstrak-suprarasional. Jawaban terhadap pertanyaan ini adalah pengetahuan mistik. Pengetahuan



mistik



ialah



pengetahuan



yang



diperoleh tidak melalui indera dan bukan melalui rasio. Pengetahuan ini diperoleh melalui rasa, melalui hati sebagai alat merasa. Kalau indera dan rasio adalah alat mengetahui yang dimiliki manusia, maka rasa atau hati, juga adalah alat mengetahui. Manusia laksana radio penerima. Siaran empiris ia terima dan pahami dengan menggunakan alat indera; siaran yang tidak empiris tetapi rasional, ia terima dan pahami melalui akal rasional yang bekerja secara logis. Nah, siaran siaran yang amat rendah frekuensinya, sehingga bukan saja indera tidak mampu menangkapnya, akal rasional pun pun tidak sanggup menangkapnya, dapat ditangkap dengan rasa.



118



F I L S A F A T



I L M U



1. Objek Pengetahuan Mistik Yang menjadi objek pengetahuan mistik ialah objek yang abstrak-supra-rasional, seperti alam gaib termasuk Tuhan, malaikat, surga, neraka, jin, dan lain-lain. Termasuk objek yang hanya dapat diketahui melalui pengetahuan mistik ialah objek-objek yang tidak dapat dipahami oleh rasio, yaitu objek-objek supra-natural (supra-rasional), seperti kebal, debus, pelet, pengunaan jin, santet. Anda percaya bahwa debus itu benar-benar ada dan terjadi? Kata Anda, “percaya.” Mengertikah Anda bagai mana itu terjadi? Tidak, Anda tidak mengerti bila Anda menggunakan rasio, sebab kekebalan itu tidak rasional. Anda dapat memahaminya melalui pengetahuan mistik, yaitu jalan supra-rasional.



2. Cara Memperoleh Pengetahuan Mistik Bagaimana memperoleh pengetahuan mistik? Di atas sudah dikatakan bahwa pengetahuan mistik itu tidak diperoleh



melalui



menggunakan



akal



indera



dan



rasional.



tidak



juga



dengan



Pengetahuan



mistik



diperoleh melalui rasa. Immaanual Kant mengatakan itu melalui moral, ada yang mengatakan melalui intuisi, ada juga yang mengatakan mealui insight, al-Ghazali



119



F I L S A F A T



I L M U



mengatakan melalui dhamir, atau qalbu. Ya, sekarang, bagaimana itu diperoleh? Anda



ingin



mengetahui



bagaimana



hakikat



Tuhan?Atau sebagian dari hakikat-Nya? Kata kaum sufi, Anda



119



qalbu. Ya, sekarang, bagaimana itu diperoleh? Anda ingin mengetahui bagaimana hakikat Tuhan? Atau sebagian dari hakikat-Nya? Kata kaum sufi, Anda harus menghilangkan sebanyak mungkin unsur nasut pada diri Anda dan memperbesar unsur lahut. Unsur nasut ialah unsur jasmani, unsur lahut ialah unsur rohani. Bila kita tidak lagi terlalu banyak dipengaruhi unsur nasut, maka unsur lahut itu akan dapat berkomunikasi dengan Tuhan, yang Tuhan itu semuanya lahut. Untuk menghilangkan atau mengurangi unsur nasut itu manusia harus membersihkan rohaninya, membersihkan dari nafsu-nafsu jasmaniah. Ia harus memperkuat rohaninya. Rohaninya akan sensitif atau peka. Caranya antara lain seperti yang diajarkan oleh kaum sufi. Thariqat dalam hal ini adalah cara dalam membersihkan diri. Thariqat dalam hal ini merupakan epistemologi untuk memperoleh pengetahuan mistik. Pada umumnya cara memperoleh pengetahuan mistik adalah latihan yang disebut juga riyadhah. Dari riyadhah itu manusia memperoleh pencerahan, memperoleh pengetahuan yang dalam tasawuf disebut ma’rifah. Pengetahauan mistik yang lain, seperti kebal, bagaimana cara memperolehnya? Sama saja dengan yang di atas tadi yaitu latihan. Umumnya latihan itu adalah latihan batin. Pelet dan santet diperoleh juga dengan metode yang sama. Dapatlah disimpulkan



—sekalipun



kasar—



bahwa



epistemologi



pengetahuan mistik ialah pelatihan batin. 3. Ukuran Kebenaran Pengetahuan Mistik Kebenaran sain diukur dengan rasio dan bukti empiris, gila teori sain rasional dan ada bukti empiris, maka teori benar. Ukuran kebenaran pengetahuan filsafat adalah logis Bila teori filsafat logis, berarti teori itu benar. Logis berarti masuk akal.



120



Logis dalam filsafat dapat berarti rasional atau supra-rasional. Kebenaran pengetahuan mistik diukur dengan berbagai ukuran. Bila pengetahuan mistik itu berasal dari Tuhan, maka ukurannya ialah teks Tuhan yang menyebutkan demikian. Tatkala Tuhan dalam al-Qur'an mengatakan bahwa surga neraka itu ada, maka teks itulah yang menjadi bukti bahwa pernyataan



itu



benar.



Ada



kalanya



ukuran



kebenaran



pengetahuan mistik itu kepercayaan. Jadi, sesuatu dianggap benar karena kita mempercayainya. Kita percaya bahwa jin dapat disuruh melakukan sesuatu pekerjaan. Ya, kepercayaan kita itulah ukuran kebenarannya. Ada kalanya kebenaran sesuatu teori dalam pengetahuan mistik diukur dengan bukti empiris.



Dalam



hal



ini



bukti



empiris



itulah



ukuran



kebenarannya. Kebal adalah sejenis pengetahuan mistik. Kebenarannya



dapat



diukur



dengan



kenyataan



empiris



misalnya sese- orang memperlihatkan di hadapan orang banyak bahwa Ia tidak mempan ditusuk jarum. Satu-satunya tanda pengetahuan disebut pengetahuan (bersifat) mistik ialah kita tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat yang ada di dalam sesuat kejadian mistik. Dalam contoh kebal, kita tidak dapat menjelaskan secara rasional mengapa jarum tidak mampu menembus kulit orang kebal. Jadi, yang bersifat mistik itu ialah “mengapa” nya. Akan lebih merepotkan kita memahami sesuatu teori dalam pengetahuan mistik bila teori itu tidak punya bukti empirik; sulit diterima karena secara rasional tidak terbukti dan bukti empirik pun tidak ada.



C. Aksiologi Pengetahuan Mistik Di sini dibahas kegunaan pengetahuan mistik dan cara pengetahuan mistik menyelesaikan masalah.



121



1. Kegunaan Pengetahuan Mistik Mustahil pengetahuan mistik mendapat pengikut yang begitu banyak dan berkembang sedemikian pesat bila tidak ada gunanya. Uraian tentang kegunaan pengetahuan mistik seharusnya menyangkut mistik biasa, putih, dan mistik hitam. Kegunaannya mencakup area yang sangat luas. Pengetahuan mistik itu amat subjektif, yang paling tahu penggunaannya ialah pemiliknya. Seharusnya kita bertanya kepada salik (pengamal tasawuf), para pengamal ahli hikmah, atau



kepada



dukun



mereka



gunakan



untuk



apa



pengetahuannya itu. Secara kasar kita dapat mengetahui bahwa mistik yang biasa digunakan untuk memperkuat keimanan, mistik-magis-putih digunakan untuk kebaikan, sedangkan mistik-magis-hitam digunakan untuk tujuan jahat. Di



kalangan



sufi



(pengetahuan



mistik



biasa)



dapat



mententramkan jiwa mereka, mereka bahkan menemukan kenikmatan luar biasa tatkala “berjumpa” dengan kekasihnya (Tuhan). Pengetahuan mereka sering dapat menyelesaikan persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh sain dan filsafat. Pemegang mistik-magis putih menggunakan pengetahuannya untuk kebaikan, seperti untuk pengobatan, mendamaikan suami istri yang sedang cekcok. Dukun patah tulang — misalnya- dapat mengobati patah tulang secara mistik (ini mistik-magis-putih) sementara dokter (pemegang sain) tidak dapat menyelesaikannya. Jenis mistik lain seperti kekebalan, pelet, debus, dan lainlain diperlukan atau berguna bagi seseorang sesuai dengan situasi dan kondisi tertentu, terlepas dari benar atau tidak penggunaannya. Kebal —misalnya- dapat digunakan dalam pertahanan diri, debus dapat digunakan sebagai pertahanan diri dan juga untuk pertunjukan hiburan. Jenis ini dapat meningkatkan harga diri Sementara



122



mistik-magis hitam, dikatakan hitam, antara lain karena penggunaannya untuk kejahatan. Kegunaan mistik-mistik ini semakin tergeser oleh produk modern. Pelet tergeser oleh “pelet Jepang” alias uang; kekebalan tergeser oleh senjata berat, sebab tidak ada orang kebal terhadap rudal. Agaknya pengetahuan mistik akan terseleksi sesuai dengan kebutuhan dan keadaan zaman. Mistik yang dapat membawa pada ketenangan batin akan bertahan dan semakin dicari orang. Untuk menilai apakah mistik-magis itu hitam atau putih, kita melihatnya pada segi ontologinya, epistemologinya, dan aksiologinya. Bila pada



ontologi



terdapat hal-hal



yang



berlawanan dengan nilai kebaikan, maka dari segi ontologi mistik-magis



itu



kita



sebut



hitam.



Bila



pada



cara



memperolehnya (epistemologi) ada yang berlawanan dengan nilai kebaikan maka kita akan mengatakan mistik-magis itu hitam. Bila dalam penggunaan (aksiologi) nya untuk kejahatan maka kita menyebutnya hitam. 2. Cara Pengetahuan Mistik Menyelesaikan Masalah Pengetahuan mistik menyelesaikan masalah tidak melalui proses inderawi dan tidak juga melalui proses rasio. Itu berlaku untuk mistik putih dan mistik hitam. Uraian



berikut



menjelaskan



secara



agak



luas



cara



pengetahuan mistik menyelesaikan masalah (disarikan dari makalah Ajid Thohir). Hampir seluruh masyarakat beragama di dunia mengakui adanya kehidupan mistik, termasuk jenis-jenis mistik yang mengandung kekuatan magis. Jadi, ada dua macam mistik, yaitu mistik yang biasa dan mistik magis. Istilah “mistik” menunjukkan pengertian kegiatan spiritual tanpa penggunaan



123



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



rasio. Ini berlaku bagi dua macam mistik itu. Sedangkan “mistik-magis” adalah kegiatan mistik yang mengandung tujuan-tujuan



untuk memperoleh



sesuatu



yang diingini



penggunanya. Mistik- magis itu disebut mistik juga karena sangat mirip dengan aktivitas spiritual yang dilakukan oleh masyarakat beragama (lihat Reymond Firth, Human Types, 1960: 184- 185). Aktivitas jiwa manusia yang serba ingin tahu tentang hal-hal di luar dirinya semakin mengukuhkan adanya kehidupan mistik, juga mistik magis (Ibn Miskawaih, Tahdzib al-Akhlaq, 1994: 35). Sejak masa primitif sampai masa modern ini kenyataannya mistik tetap digunakan sekalipun dalam kondisi tertutup.



124



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



Islam, sebagai agama yang memiliki nilai-nilai universal bagi kehidupan manusia sebenarnya telah memberi jalan cukup jelas tentang keberadaan mistik yang gaib itu. Masyarakat Islam ketika berhadapan dengan tradisi- tradisi lokal seperti Yunani, Persia, India, warisan Arab Kuno (seperti Ibrani, Kaldea, Suryani) yang kaya dengan praktik mistikmagis terdorong dan terilhami untuk memformulasikan kembali kegiatan ini dalam bentuk- bentuk yang selaras dengan nilai-nilai Islam. Dari sinilah agaknya muncul dan berkembangnya tradisi mistik-magis dalam Islam. Pengetahuan



magis



yang



berkembang



di



penduduk



Mesopotamia (yang terdiri dari bangsa Syria dan Kaldea) dan bangsa Mesir, telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab sekitar abad ke-8 dan ke-9 Masehi. Di antara buku- buku yang berisi berbagai informasi tentang pengetahuan magis dan berbagai praktik yang mereka lakukan ialah al-Falahah alNabathiyyah karya orang Babilonia. Dari buku-buku seperti itulah dalam dunia Islam



muncul



buku-buku mistik seperti



Mashahif al-Kawakib al-Sab'ah, Kitab Thamtham al-Hindi dan sebagainya. Di timur, Persia, muncul Jabir Ibn Hayyan —juga ilmuwan Kimia— sebagai tokoh yang ahli dalam mengungkap keahlian sihir. Di Barat, Andalusia, muncul Maslamah Ibn Ahmad alMajrithy sebagai tokoh matematika dan sihir. Dialah yang banyak meringkas manuskrip —tentang ini— dan menyusunnya secara sistematik berikut berbagai metodenya dalam karyanya Ghayat al- Hakim (lihat Ibn Khaldun, 1986: 681-683). Tokoh lain yang menyenangi bidang ini masih banyak seperti Abu Abbas al-Buny, Abu Bakar al-Khawarizmy, Abu Hamid al- Ghazaly, Tsabit Ibn Qurrah al-Kharany, Abu Ma’syar al- Balkhy, Khalaf Ibn Yusuf



al-Dismasany, Salim bin Tsabit al-Baghdady (al-Marzuqy, tt: 2).



Dari sini muncul lagi istilah baru dalam dunia mistik- magis



dalam dunia Islam, yaitu ‘ulum al-hikmah yang berisi antara lain



rahasia-rahasia



huruf



al-Quran



yang



mengandung



kekuatan magis, rahasia wafaq, rahasia asma ilahiyah, ayatayat ilahiyah dan sebagainya. Tampaknya,



pengetahuan



mistik-magis



ini



selain



berkembang sebagai akibat pengaruh dari luar seperti disebut di



atas,



juga



pengetahuan



—paling



dan



mendasar—



pengalaman



sebagai



spiritual



pengaruh



mereka.



Dapat



dikatakan demikian karena kenyataan menunjukkan bahwa tokoh-tokoh mistik-magis itu kebanyakan sufi-sufi besar. Ibn Khaldun (Muqaddimah, 1981: 664-694) dan Sihristany (alMilal wa al-Nihal, tt: 260-262) mengakui bahwa dunia mistikmagis yang menggunakan kekuatan rohaniah selalu muncul dari orang-orang suci (maksudya sufi) yang selalu mengolah kekuatan spiritualnya. Bagi mereka yang sampai mengalami kasyf, berbagai kekuatan luar dan kondisi alam pun tunduk di bawah tekanan pancarannya. Boleh jadi berbagai potensi dirinya mengembang dan melingkupi hukum alam sejalan dengan pancaran ilahiyah yang ada dalam dirinya. Dari berbagai kontemplasi dan pengolahan spiritual para tokoh yang disebut di atas akhirnya mampu merumuskan berbagai formulasi kekuatan rohaniah yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur'an. Dan setiap pecahan huruf Arab yang terkandung dalam al-Qur'an itu, kata al- Syilby, selalu memuji Allah dalam suatu bahasa tertentu (Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik dalam Islam, 1986: 424) dan ia memiliki magis tertentu bila dipraktikkan. Kekuatan alam (aflak) pun akhirnya tunduk di bawah sinar Ilahi dan dukungan-Nya 126



melalui huruf-huruf dan nama-nama indah-Nya. Melalui kalam Ilahi inilah jiwa-jiwa ilahiyah yang aktif di dunia dapat digunakan



oleh



manusia



untuk



tujuan-tujuan



yang



dikehendakinya. Jiwa-jiwa ilahiyah ini bukan hanya terdapat pada beriburibu malaikat-Nya tetapi juga pada roh-roh yang ada dalam alam ini. Di sinilah hukum alam atau sunnatullah berada pada kekecualian seperti terjadi pada peristiwa mukjizat para nabi. Dengan demikian pada perkembangan selanjutnya dunia mistik-magis Islam terbagi menjadi dua kelompok, pertama, mistik-magis



dalam



bentuk



wirid-wirid



(termasuk



menggunakan ayat atau surat al-Qur'an), kedua, mistik-magis dalam bentuk benda-benda yang telah diformulasikan sedemikan rupa yang biasanya berupa wafaqwafaq atau isim-isim tertentu. Dalam masyarakat primitif bentuk pertama berupa bacaan mantra dan bentuk kedua fetish. Cara Kerja Mistik-Magis-Putih Cara kerja mistik-magis-putih ialah sebagai berikut. Para ahli hikmah dengan metode kasyf telah menemukan bahwa di dalam agama ada muatan-muatan praktis untuk digunakan dalam menyelesaikan masalah seperti mengatasi sesuatu kebutuhan. Mereka menyadari bahwa kekuatan Tuhan baik yang ada dalam diri-Nya atau yang ada dalam firman-Nya dapat digunakan oleh manusia. Kitab-kitab yang pernah diturunkan



pada



para



rasul



memiliki



ayat-ayat



yang



menggambarkan Tuhan sangat berkuasa dalam segala hal. Dengan memanfaatkan janji dan gambaran Tuhan seperti itu ayat-ayat itu digunakan untuk menggugah Tuhan memenuhi janji-Nya. Pada kondisi seperti itu ayat-ayat al-Quran atau



127



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



kitab langit lainnya sering digunakan sebagai perantara menghubungkan manusia dengan Tuhan. Bahkan asma-asma Tuhan sering digunakan para ahli bidang ini untuk Meminta sesuai dengan kebutuhannya, misalnya, jika ia ingin kaya maka harus diperbanyak menyebut asma Tuhan



yang



berhubungan dengan kaya seperti kata ya ghany, ya razzaaq, dan lain-lain. Pengertian yang dapat diambil ialah bahwa do’a dan wirid dapat menjembatani manusia dengan kebutuhannya dan Tuhan yang memiliki apa yang dibutuhkan itu. Para ahli hikmah telah mengembangkan teknik-teknik membuat wirid dan do’a untuk keperluan seperti itu. Teknik itu dikembangkan dalam apa yang disebut asrar al-huruf (rahasiarahasia huruf) dan asrar al-asma (rahasia-rahasia nama Tuhan). Dalam pandangan mereka huruf-huruf itu masingmasing memiliki bilangan nilai dan masing-masing huruf memiliki khadam yang berbeda dan juga kekuatan yang berbeda. Bahkan karakter huruf-huruf itu pun berbeda satu sama lainnya. Ada huruf yang berkarakter al-ma’iyah (air) seperti huruf dai, ha, lam, ‘ain, ra, kha, dan ghain; yang memiliki karakter al-hawa’iyah (udara) seperti jim, zaay, kaf; karakter al-thurabiyah (tanah) seperti huruf ba, waw; karakter al-nariyah (api) seperti alif, tha, mim, fa. Masing-masing wirid atau do’a yang sering ditentukan bilangan dalam pembacaannya, biasanya sesuai dengan kekuatan yang ada di dalam wirid atau do’a itu (lihat Ali Abu Hayullah al-Marzuqy, al-Jawahir al-Lama’ah, tt. 13,18-19, 5254). Jika seseorang dapat atau sanggup mempraktikkan wirid atau do’a sesuai dengan rumusan maka kekuatan ilahiyah



F I L S A F A T



I L M U



(khadam atau malaikat) akan dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan yang dike hendaki. Terlebih jika diikuti oleh jiwa yang bersih, misalnya dengan berpuasa dan tirakat. Cara yang kedua ialah dengan cara memindahkan jiwa-jiwa ilahiyah atau khadam yang ada di dalam huruf- huruf al-Qur'an atau yang ada di dalam asma-asma Allah. Cara inilah yang disebut wafaq atau isim. Istilah wafaq berasal dari kata wafaqa (sesuai atau selaras), artinya jiwa-jiwa ilahiyah ditarik sesuai dengan karakternya. Jiwa ilahiyah atau khadam harus masuk dan menempati asma atau huruf yang ditulis pada sesuatu benda, biasanya kulit ari kijang, kulit harimau, atau pada logam (emas dan tembaga). Benda yang digunakan untuk wafaq itu harus sesuai dengan kebutuhan makna huruf atau asma yang digunakan. Kekuatan manusia harus pula diperhitungkan agar sesuai dengan kekuatan wafaq atau isim yang akan digunakan. Untuk menghitung



kekuatan



seseorang



ahli



hikmah



biasanya



menghitung kekuatan yang ada pada nama seseorang dan nama ibu yang melahirkannya. Wafaq atau isim harus ditulis dengan menggunakan tinta tertentu, pada kondisi tertentu. Dalam pandangan ulama hikmah, waktu memiliki karakter dan potensi. Waktu yang 24 jam itu terbagi oleh tujuh kekuatan yang disimbolkan oleh bintang (zodiak): atharid, zuhal, marikh, musytari, qamar, syams, dan zuhrah. Setiap hari peredaran bintang itu mengalami perubahan, dengan demikian setiap hari memiliki karakter berbeda dalam setiap jamnya. Karena itu, maka para ahli hikmah harus



129



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



memindahkan kekuatan khadam yang ada dalam sebuah wafaq harus hati-hati. Itulah sebabnya hal ini disebut wafaq. Jadi, pada dasarnya para ahli itu menggunakan kekuatan supra natural yang ada pada khadam dalam wirid atau do’a, wafaq atau isim untuk tujuan tertentu. Cara Kerja Mistik-Magis-Hitam



Cara kerja mistik-magis-hitam telah digambarkan antara lain oleh Ibn Khaldun (1986: 686) sebagai berikut. Kita melihat dengan mata kepala sendiri cara seorang tukang sihir membuat gambar calon korbannya. Digambarkannya dalam bentuk yang ia inginkan, ia rencanakan untuk membuat orang tersebut mengadopsi, baik dalam bentuk simbol- simbol atau nama-nama atau atribut-atribut. Lalu ia bacakan mantra bagi gambar yang diletakkannya sebagai ganti orang yang dituju, secara kongkrit dan simbolik. Selama mengulangulang kata-kata buruk itu, ia mengumpulkan air ludah di mulutnya lalu menyemburkannya pada gambar itu. Lalu ia ikatkan buhul pada simbol menurut sasaran yang telah disiapkan tadi. Ia menganggap ikatan buhul itu memiliki kekuatan dan efektif dalam praktik sihir. Ia meminta jin-jin kafir untuk berpartisipasi agar mantra itu lebih kuat. Gambar korban dan nama-nama buruk itu memiliki roh jahat. Roh itu dari tukang dengan tiupannya (napasnya) dan melekat pada air yang disemburkannya ke luar. Ia memunculkan lebih banyak roh jahat. Akibatnya, segala sesuatu yang dituju tukang sihir tadi benar-benar terjadi. Kita juga menyaksikan bagaimana orang mempraktikkan



sihir. Ada yang menunjuk pada pakaian atau selembar kulit sebagai perantara dan membacakan mantra-mantra. Dan, lihat, sasaran itu putus dan robek. Dia juga menunjuk pada perut kambing di padang rumput, dan usus kambing itu putus.



Bonus



Ilmu Putih vs Ilmu Hitam Di tengah masyarakat kita mendengar orang membedakan ada ilmu putih ada ilmu hitam. “Ilmu” yang mereka maksud ialah mistik-magis itu. Pada akhir buku ini Anda akan menemukan beberapa contoh “ilmu” dimaksud. Tidaklah dengan mudah saya menjawab seandainya Anda bertanya “Apakah ini ilmu putih atau ilmu hitam.” Seringkali orang mengatakan bahwa “ilmu” ini putih karena mantranya diambil dari al-Qur’an atau karena mantranya menggunakan bahasa Arab. Betulkah demikian? Ada Juga yang mengatakan bahwa putih atau hitam itu ditentukan oleh tujuannya, maksudnya, ditentukan oleh untuk apa “ilmu” itu digunakan. Sungguh tidak mudah membuat perbedaan itu Namun, secara teoretis, perbedaan itu dapat dilihat dari segi ontologi, epistemologi, maupun aksiologi mistik magis tersebut. Bila pada ontologi (misalnya mantranya) melawan ajaran benar (agama misalnya), maka “ilmu” itu kita golongkan hitam. Misal lain dalam ontologi, teorinya mengatakan bahwa mantra harus ditulis dengan menggunakan darah haid sebagai tintanya. Tentu ini tergolong hitam. Pada segi 131



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



epistemologinya, seandainya melawan ajaran yang benar, maka “ilmu” itu kita katakan hitam. Misalnya, untuk mencapai tujuan “ilmu” itu kita harus berlari di tengah kampung



dalam



keadaan



telanjang



bulat, atau



untuk



mencapai tujuan “ilmu” itu seseorang harus memerawani tujuh wanita. Pada segi aksiologi juga demikian. Bila “ilmu” itu digunakan untuk tujuan melawan ajaran yang benar, maka ia akan aksiologi ia digolongkan hitam. Bila pelet digunakan untuk merekatkan suami istri, pada segi aksiologi pelet itu putih. Bila pelet itu digunakan untuk memisahkan suami istri, maka dari segi aksiologi pelet itu termasuk hitam. Suatu ilmu mistik magis haruslah lolos dalam uji ontologi, epistemologi, maupun aksiologinya. Tidak lolos dari salah satu saja berakibat “ilmu” itu dapat digolongkan hitam. Alat pengujinya ialah ajaran kebenaran.



132



F I L S A F A T



I L M U



Netralitas Pengetahuan Mistik Sain yang begitu kelihatan netralitasnya, setelah direnungkan ternyata tidak netral. Pengetahuan filsafat yang disangka cukup untuk disebut netral, ternyata lebih tidak netral dari pada sain. Pengetahuan mistik dengan mudah dapat dilihat bahwa ia tidak netral. Sebagian dari pengetahuan mistik adalah mengenai agama seperti surga, neraka, tasawuf. Bagian ini jelas sekali tidak netral. Isi ilmunya itu sendiri adalah ajaran agama yang jelas tidak netral. Mistik magis (baik yang putih maupun yang hitam) selalu memiliki sifat individualistik, karena itu ia subjektif. Bila subjektif, maka sudah jelas ia bersifat tidak netral. Apakah sebaiknya pengetahuan mistik bebas nilai? Seperti halnya sain dan filsafat, mistik juga harus tidak bebas nilai. Sekalipun kita menginginkan ia bebas nilai toh itu tidak mungkin, karena sifat pengetahuan mistik itu tidak bebas nilai.



Beberapa Contoh Pengetahuan Mistik Berikut ini beberapa contoh pengetahuan mistik dengan sedikit



uraiannya,



umumnya



disarikan



dari



makalah



mahasiswa Pascasarjana IAIN Bandung. Dimuat contohcontoh ini di dalam buku ini adalah dengan tujuan sebagai suplemen. Dengan membaca contoh-contoh ini diharapkan Anda lebih memahami apa itu pengetahuan (yang bersifat) mistik. Contoh-contoh tersebut umumnya kelengkapannya sengaja tidak disempurnakan. Itu saya lakukan berdasarkan saran beberapa



pihak.



Karena



dikhawatirkan



ada



pembaca



menggunakan contoh itu untuk niat jahat. Ya, saya khawatir teori



dalam



contoh



itu



Anda praktekkan.



Sebenarnya, 133



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



sekalipun saya lengkapkan, itu toh belum tentu Anda akan berhasil menerapkannya. Saya, sebagai penulis buku ini, juga tidak mampu dan tidak berhasil menerapkannya. Selain itu perlu juga Anda ketahui bahwa pemakaian kata “ilmu” seperti pada istilah ilmu saefi, ilmu kebal adalah ilmu dalam pengertian pengetahuan (knowledge).Selain itu dikenal juga kata ilmu dalam arti ngelmu (bahasa Jawa) yang memiliki pengertian sendiri.



MUKASYAFAH1)



Ontologi Mukasyafah adalah salah satu contoh pengetahuan mistik, ini termasuk



mistik



putih.



Bagaimana



ontologinya,



epistemologinya, serta aksiologinya? Cobalah ikuti uraian berikut ini. Inti



semua



ilmu



pengetahuan



adalah



kesadaran



(conciousness) tentang hubungan dan kesatuan subjek- objek (Karl Jasper, Philosophical Faith and Revelation, 1967: 61). Pengetahuan filsafat —oleh karena itu— muncul dari kesadaran



tentang



relasi



subjek-objek.



Fenomena



ini



digambarkan oleh kesadaran metodologis Descartes cogito ergo sum, suatu kesadaran rasional. Sistem Dercartes diawali dengan skeptisisme, segala sesuatu harus diragukan. Karena itu kita dapat mengatakan bahwa pengetahuan filsafat diawali dengan pemisahan subjek-objek, demikian pula dengan sain. Berbeda halnya dengan filsafat dan sain, pengetahuan mukasyafah justru diawali oleh asumsi dan kesadaran tentang adanya kesatuan esensial secara asasi antara subjek-objek, yaitu manusia —Tuhan. Hal ini dirumuskan



134



0



eh



Ha'iri (Ilmu



Hudluri: Prinsip-prinsip Epistemologi dalam Islam, 1994: 20) sebagai berikut.



F I L S A F A T



I L M U



1) Mukasyafah diadaptasi dari makalah Ahmad Gibson al-Bustami, Mahasiswa S2 IAIN Bandung Angkatan 1997/1998.



Tuhan dalam Diri-Diri dalam Tuhan



Mukasyafah adalah salah satu tangga menuju pengetahuan tentang dan dalam Tuhan, suatu pengetahuan hakikiah. Mukasyafah adalah upaya penyingkapan hijab-hijab yang menutupi diri. Secara esensial penyingkapan adalah penghancuran tirai yang menutup objek dengan jalan rohani Tabir dalam rohani terdiri dari dua jenis, yaitu tirai penutup (hijab i rayni) yang tidak mungkin dapat disingkap dan kedua tirai pengabur (hijab i ghayni) yang dapat dicampakan. Maksudnya ialah bagi orang-orang yang telah sengaja menutup hatinya dari gairah pencarian akan tertutup dan sangat sulit dibuka, bagi orang-orang yang terus menerus berusaha mencari dan membuka hijab itu, hijab itu akan terbuka. Persoalan epistemologi ialah bagaimana cara mencampakkan tirai pengabur (hijab i ghayni) itu. Pengetahuan mukasyafah berpijak pada asumsi bahwa Allah itu ada, dan selain Allah ada juga. Akan tetapi terdapat perbedaan sifat ontologis mendasar antara ada Allah dan ada selain Allah. Pengetahuan tentang alam (selain Allah) diperoleh hanya jika



manusia



melakukan



konseptualisasi



pengalaman



inderawinya. Setelah itu barulah ia dapat melakukan penalaran lebih lanjut tentang alam tersebut. Pengetahuan yang diperoleh tidak lebih dari imajinasi manusia tentang objek tersebut. Heideger menyatakan manusia tahu sejauh hal itu ada dalam bahasa. Kepasifan alam menuntut manusia aktif, supaya alam berbicara tentang dirinya. Aktivitas manusia itu dimulai dengan



135



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



aktivitas inderawi, kemudian barulah aktivitas rasio. Penghidupan rasio itu diperlukan untuk menghidupkan cerapan-cerapan



indera



tadi.



Perolehan



indera



menjadi



perolehan bermakna tatkala ditafsirkan oleh rasio. Berbeda dengan itu, pengetahuan mukasyafah diperoleh melalui pengalaman langsung. Tuhan berupa objek yang aktif. Artinya,



Tuhan



sebagai



objek



pengetahuan



secara



aktif



menyatakan dirinya. Dari situ diterima pengetahuan oleh subjek. Wujud keaktifan Tuhan sebagai objek ialah dalam bentuk pewahyuan dan dalam rahasia alam ciptaan-Nya. Penampakan Tuhan pada alam dan wahyu, secara epistemologis masih memerlukan instrumen dan potensi inderawi dan rasio, agar mencapai kesadaran dan pengetahuan tentang Tuhan. Tetapi, pengetahuan



tentang



Tuhan



seperti



ini



masih



berupa



pengetahuan pada tingkat filsafat, dus masih spekulatif. Tuhan mempunyai dua sisi, sisi esensi dan sisi eksistensi. Tatkala Tuhan bereksistensilah Ia dapat dipahami, yaitu tatkala Ia berhubungan dengan selain Dia. Jadi, kita tidak akan dapat mengetahui esensi Tuhan. Tuhan diketahui



tatkala



Ia



dalam



penampakan,



dus



tatkala



Ia



berhubungan dengan yang lain, yaitu dalam ciptaan-Nya. Ini masih pada level pengetahuan filsafat. Sistem pengetahuan mukasyafah berpijak pada asumsi (keyakinan) bahwa Tuhan memancarkan pengetahuan-Nya Tetapi pengetahuan yang dipancarkan-Nya itu tidak dapat dipahami oleh indera atau pun rasio. Pengetahuan yang dipancarkan-Nya itu hanya dapat dipahami oleh potensi spiritual kita. Indera dan akal rasional itu tidak hanya tidak mampu memahaminya, bahkan juga menjadi penghalang (hijab)



136



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



tatkala potensi spiritual kita berusaha menangkap pengetahuan itu. Karena itu pada saat pencerapan pengetahuan Tuhan oleh potensi spiritual itu, potensi indera dan rasio dinonaktifkan untuk sementara. Yang dilakukan ialah membiarkan potensi spiritual



(yaitu



hati,



qalb)



menerima



dan



menampung



pengetahuan tersebut. Tetapi bagaimana manusia menonaktifkan potensi indera dan akal rasional dan mengaktifkan qalbu-nya? Karena pengetahuan mukasyafah terkait dengan situasi batin tertentu maka epistemologinya akan bersifat psikologis, yaitu mengusahakan agar potensi spiritual atau batin itu sanggup membuka diri dan menangkap pengetahuan Tuhan tersebut. Cara menonaktifkan indera dan akal rasional dan mengaktifkan qalbu itulah yang merupakan bahasan ilmu mukasyafah. Uraian berikut mencoba menjelaskan hal itu sebagiannya.



137



F I L S A F A T



I L M U



Dalam al-Qur’an disebut empat istilah yang ber- naan dengan batin manusia yaitu nafs, roh, qalb, dan 'aql Empat istilah ini dalam khazanah Islam simpang siur pengertiannya karena memang al-Qur’an tidak menerangkannya secara tegas. Bahkan roh itu dikatakan Tuhan tidak akan diketahui oleh manusia. Padahal dalam literatur shufi roh merupakan dimensi tertinggi sedangkan nafs terendah. Roh berasal dari akar kata rih (angin), sementara nafs (jiwa) sama dengan nafas. Barangkali dari definisi itu dapat disimpulkan bahwa manusia dapat merasakan kenadiran roh seperti manusia memahami adanya angin dan adanya gemerisik daun ditiup angin: tarikan nafas menunjukkan adanya roh. Barangkali begitu. Roh tercipta dari cahaya, sebagaimana malaikat, sepenuhnya terpisah dari dunia materi. Roh adalah realitas tunggal dan sederhana. Sebaliknya badan terbuat dari tanah liat yang gelap dan mempunyai banyak bagian. Tidak mungkin ada kaitan langsung antara realitas yang bercahaya dan tunggal dengan realitas yang gelap dan mempunyai banyak bagian. Mungkin jiwa adalah penengah antara keduanya yang memiliki sifat kedua realitas yang berlawanan itu. Jiwa terbuat dari api. Ia adalah campuran antara cahaya dan gelap, tunggal dan jamak. Al-Ghazali



dalam



konteks



tersebut



melihat



ada



dua



kecenderungan jiwa manusia, yaitu bersifat ketuhanan (rabbani) dan kesetanan (syaythani). Yang pertama naik dan yang kedua turun. Yang pertama adalah yang menarik ke Tuhan, yang kedua adalah yang menarik ke materi. Selama kecenderungan manusia kepada materi maka ia akan didominasi oleh materi, manusia akan cenderung pada kejahatan; jika kecenderungan ke atas atau ke Tuhan maka yang mendominasi



138



F I L S A F A T



I L M U



adalah Tuhan maka jiwa akan sampai pada kedamaian bersama Tuhan.



Al-Qur’an menggunakan istilah qalb dan menyebutnya sebanyak 132 kali. Makna dasar qalb ialah membalik, kembali, pergi



maju



mundur,



berubah,



naik



turun,



mengalami



perubahan. Dari sejumlah penampakannya dalam al-Qur’an secara garis besar ia menunjuk hati dalam diri manusia. Atau dapat dimaknai sebagaimana makna dasar tadi, sebagai tempat bagi kebaikan dan kejahatan, kebenaran dan kesalahan. Secara luas al-Qur’an menyebut hati sebagai alat yang membuat manusia menjadi manusiawi, pusat kepribadian manusia. Karena manusia terikat dengan Tuhan maka pusat ini merupakan tempat manusia bertemu dengan Tuhan. Karena merupakan pusat sejati manusia maka Tuhan menaruh perhatian khusus pada apa yang dilakukan hati itu dan kurang memperhatikan perbuatan manusia lainnya. Tidak ada



celanya



kau



berbuat



salah



kecuali



jika



hatimu



menyenanginya (QS. 33: 5). Bandingkan juga dengan QS. 2: 118, 225; 8: 70 atau dengan hadis Tuhan tidak melihat badanmu atau bentukmu melainkan hatimu. Hati juga kunci kemunafikan. Tuhan berkata, Tuhan tahu apa yang ada di dalam hatimu (QS. 33: 51). Orang- orang munafik



itu



takut



jika



diturunkan



sebuah



surat



yang



mengungkapkan apa-apa yang tersirat di dalam hati mereka (QS. 9: 64; 3: 167; 48: 11). Hati juga digambarkan memiliki mata dan telinga karena itu ia merupakan pusat pandangan, pemahaman dan ingatan atau dzikr (QS. 79: 8; 22: 46; 18: 57; 47: 24; 50: 37; 18: 28; 21: 2; 7: 179; 59: 14). Sehingga wajar saja bila iman tumbuh di dalam hati, juga keraguan tumbuh di sana, penyelewengan dari jalan lurus juga wajar (QS. 49: 14; 64: 11; 58: 22; 18: 13-14; 48: 4; 16: 22; 3: 8; 9: 45).



139



P E N G E T A H U A N



Al-Qur’an



menempatkan



M I S T I K



kebaikan-kebaikan



seperti



kesucian, kelembutan, keluasan, perdamaian, cinta dan taubat di dalam hati. Namun kebaikan itu tidak melekat di dalam hati. Jika Tuhan tidak mensucikan hati, maka hati akan sakit, berdosa, jahat, kasar (QS. 5: 41; 26: 87- 89; 22: 32; 49: 7; 3: 103; 3: 159; 57: 27; 50: 33; 13: 28). Untuk itu hati hendaknya lembut dan bersifat reseptif terhadap petunjuk Ilahi, cahaya dan cinta. Berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an tersebut di atas dapatlah diketahui dua hal, pertama, hati pada dasarnya bersifat netral, ia diciptakan mempunyai kecenderungan



140



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



lurus atau bengkok (sesat), kedua, hati diperintahkan oleh Tuhan untuk cenderung pada sifat baik, seperti pada petunjuk, iman, cahaya, cinta. Dalam kenyataan sesungguhnya, hati terperangkap antara dua sisi yaitu cahaya dan kegelapan, roh dan jasad Hati mungkin dikuasai oleh “jiwa yang menguasai kejahatan” yang diselubungi oleh kegelapan. Hati mungkin berada di antara jiwa dan roh, yang di situ kegelapan dan cahaya bersaing. Hati dengan demikian adalah lokus bagi ingatan akan Tuhan, ia merupakan



tempat



kebimbangan



(hawa)



muncul



dan



mengubah individu menjadi begini atau begitu sekaligus tempat



pertimbangan



(hilm)



dari



akal,



muncul



dan



cenderunglah hati pada kebaikan. Kenyataan itu dikemukakan oleh al-Ghazali, katanya, hati dapat diibaratkan sebagai cermin yang memantulkan segala sesuatu di sekitarnya. Melalui penerimaannya ia mampu mendapatkan setiap sifat yang ada. Jika hati hidup dalam situasi kacau dan rasio ditaklukkan, hati menjadi hati yang mendung



dan



gelap.



Jika



keseimbangan



yang



benar



ditegakkan, cermin itu mencerminkan kecemerlangan rohani dan mampu meraih sifat-sifat Tuhan. Hubungan antara hati, roh, jiwa dan badan dikemukakan oleh Abdul Razzaq Kasyani, salah seorang tokoh Mazhab Ibn alArabi lewat takwilnya terhadap surat al-Nur ayat 35: Katanya, hati adalah substansi yang bercahaya dan terpisah antara roh dan jiwa. Melalui hatilah kemanusiaan sejati (al-insaniyyah,) terwujud, para filosof menyebutnya jiwa rasional. Roh adalah dimensi batinnya dan jiwa hewan adalah tunggangannya serta dimensi lahirnya yang terletak di antara dia (hati dan jasad). Maka al-



141



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



Qur’an membandingkan hati dengan cermin dan bintang yang bercahaya, sementara roh dibandingkan dengan lampu. Inilah firman-Nya, ”Perumpamaan cahaya-Nya bagaikan cahaya corong berpelita di dalamnya; pelita itu di dalam relung kaca, relung kaca itu bagaikan cahaya bintang yang gemerlapan, dinyalakan dengan minyak dari pohon zaitun yang tumbuh di lembah kudus penuh restu, yang cukup mendapat sinar matahari sejak terbit sampai terbenam” (QS. 24: 35). Pohon itu adalah jiwa, relung itu adalah badan (Sachiko Murata, The Tao of Islam, 1996: 383). Kondisi tersebut selalu ada dalam pertentangan, dua sisi jiwa mengakomodasikan kecenderungan roh dan atau badan. Jiwa sebagai suatu kekuatan negatif menarik individu menjauhi cahaya dan akal, sementara roh menarik individu mendekati Tuhan. Dari sudut pandang ini hubungan antara roh dan jiwa penuh ketegangan dan pertentangan, tetapi bila jiwa menyerah pada cahaya roh, maka hubungan itu akan penuh keselarasan dan kesedangan. Maka hubungan yang baik dan damai antara roh dan jiwa seringkali dibandingkan dengan perkawinan Akal Pertama dan Jiwa Universal. Perkawinan yang akan melahirkan hati, atau dari sisi jiwa disebut dengan al- nafs almuthma’innah. Kemampuan hati untuk terus menerus menghadap ke arah roh inilah yang menjadi inti penyingkapan hijab tadi. Pengarahan hati itu merupakan hal yang sulit, hati kadangkadang teguh menghadap ke arah roh, kadang-kadang sebaliknya. Itu digambarkan oleh Syuhrawardi berikut: Hendaknya kamu mengetahui bahwa badanku ini murni terpoles dan hitam. Aku sendiri tidak mempunyai cahaya, tetapi jika aku berada di seberang matahari, maka kesamaan



142



F I L S A F A T



I L M U



cahayanya muncul pada cermin badanku yang proporsinya sesuai dengan derajat oposisinya, sebagaimana bentuk-bentuk ragawi



lainnya



muncul



dalam



cermin.



Ketika



derajat



oposisinya bertambah, aku beranjak dari nadir sebagai bulan sabit, ke zenit sebagai bulan purnama (Syuhrawardi, Hikayathikayat Mistis, 1992: 106). Dalam gambaran tersebut Syuhrawardi menyimbolkan suasana hati dengan bulan yang hanya dapat bersinar jika berhadapan langsung dengan matahari, sumber cahaya- Bulan tidak mungkin selamanya purnama (dalam arti selalu dapat memantulkan



sinar



matahari



secara



sempurna),



bulan



terkadang sabit bahkan terkadang gelap. Kecenderungan hati manusia pun demikian, tidak mampu terus menerus sanggup memantulkan cahaya-cahaya. Untuk itu diperlukan riyadhah, yaitu latihan yang memungkinkan hati tetap ajeg menghadap roh.



143



F I L S A F A T



Epistemologi



I L M U



Metodologi Penyingkapan Tabir Ibn Sina membagi kegiatan penempuh jalan cahaya dalam dua tahapan, yaitu iradah (kehendak) dan riyadhah (latihan). Iradah yaitu munculnya hasrat berpegang teguh pada jalan yang membimbing menuju Tuhan. Menurut Ibn Sina iradah adalah kerinduan yang dirasakan manusia tatkala dirinya kesepian



dan



tidak berdaya, ia



ingin



bersatu dengan



kebenaran agar tidak merasa kesepian dan lepas dari ketakberdayaan. Adapun riyadhah ialah latihan. Ini mempunyai tiga tujuan: • menyingkirkan



segala



sesuatu



selain



Allah



yang



menghalangi perjalanan spiritual; • menundukkan jiwa yang cenderung menyuruh berbuat jahat (al-nafs al-ammarah) ke jiwa yang tenang (al- nafs almuthma‘innah); • melembutkan jiwa batiniah (talthif al-sirr) dengan tujuan membuatnya siap menerima pencerahan (lihat Murtadla Muthahhari, Menapak Jalan Spiritual, 1995: 68-70). Ibn Sina dalam Isyarat mengatakan bahwa tipe kezuhudan yang benar akan dapat membantu meraih tujuan pertama. Yang mendukung bagi tercapainya tujuan kedua (menundukkan jiwa yang selalu membujuk diri berbuat jahat ke jiwa yang tenang) ialah: 1.



melakukan ibadah dengan sepenuh hati;



2.



suara yang baik dan merdu dalam ucapan-ucapan spiritual yang dapat menyejukan qalbu (seperti dalam berdoa, membaca ayat al-Qur’an, wirid);



3.



pemberian



bimbingan



oleh



guru



yang



mempunyai



kehalusan kalbu (Muthahhari, Menapak Jalan Spiritual, 1995: 71-72);



144



F I L S A F A T



I L M U



Tujuan ketiga dapat diraih melalui pemikiran yang jernih dan cinta tanpa pamrih, yaitu dengan cara melembutkan jiwa batin serta membersihkan jiwa dari segenap kotoran dan noda. Cinta yang dimaksud ialah cinta yang bersifat spiritual dan intelektual, yang lahir karena sifat- sifat baik orang yang mencintai bukan karena nafsu jahat. Penyatuan iradhah dan riyadhah dalam diri salik akan menyebabkan diri sanggup melihat kilasan-kilasan cahaya Ilahi dan merasakan pantulan keagungan Allah dalam kalbunya yang dirasakan sangat menyenangkan tetapi begitu cepat berlalu. Kondisi ini digambarkan oleh Ali bin Abi Thalib dalam Nahj al-Balaghah: Seseorang ang shaleh dan beriman menghidupkan kalbunya serta menghilangkan egonya sampai segala sesuatu yang keras dan kasar menjadi lunak dan lembut. Cahaya terang benderang laksana kilat bersinar di hadapannya, menunjukinya jalan serta membantunya bergerak maju menuju Allah. Pintu-pintu mendorongnya



maju



sehingga



dia



sampai



ke



gerbang



kedamaian dan keselamatan serta tiba di tujuan tempat ia harus menetap. Kakinya kokoh dan kuat, tubuhnya senang sebab



ia



menggunakan



kalbunya



serta



menyenangkan



Tuhannya (Khutbah No.218) Keadaan ini disebut awqat (saat-saat penerimaan). Semakin sering salik melakukan riyadhah maka semakin kerap ia dikuasai keadaan ini, suasana penerimaan cahaya yang menyenangkan dan cepat berlalu. Manakala salik mengalami kemajuan ia akan dikuasai oleh keadaan ini bahkan sampai ketika ia tidak melakukan riyadhah sekali pun. Setiap kali salik memikirkan semesta alam dia seketika dikuasai oleh suatu keadaan yang di situ ia melihat manifestasi keagungan Allah dalam segala sesuatu. Pada tahap ini kadang-kadang salik merasa gelisah batin dan dengan riyadhah lebih jauh



145



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



keadaan ini berubah menjadi ketenangan. Saat seperti itu membuat ia kerasan dan ingin terus berada dalam tahapan itu sehingga ia akan sedih jika keadaan itu lenyap.



146



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



Setelah melewati tahap itu salik tanpa sama sekali melakukan pengekangan diri, kalbunya bersinar laksana cermin bening yang di sana ia melihat manifestasi keagungan Allah setiap saat. Ia menyukai keadaan ini lantaran dapat bersatu dengan Allah. Dalam kedudukan ini ia melihat Allah dan dirinya sendiri (seperti orang di depan cermin kadang melihat kaca kadang melihat dirinya sendirinya sendiri). Pada tahap berikutnya bahkan bayangannya sendiri tidak kelihatan yang ada hanya Allah. Ditulis Syuhrawardi: Idris bertanya pada bulan sejauh mana persahabatannya dengan matahari. Ia menjawab, setiap kali aku memandang diriku sendiri aku melihat matahari karena kesamaan cahaya matahari



muncul



dalam



diriku,



disebabkan



kehalusan



permukaanku dan wajahku yang terpoles, yang cocok untuk menerima cahayanya. Karena itu setiap kali aku memandang diriku aku melihat matahari secara keseluruhan. Tidaklah kamu tahu jika sebuah cermin dipegang menghadap matahari, bentuk matahari itu muncul di dalamnya? Jika seseorang dapat membayangkan bahwa cermin itu mempunyai mata dan memandang pada dirinya sendiri saat ia berhadapan dengan matahari, ia akan dapat melihat matahari. Ia akan berkata, akulah matahari, sebab ia akan melihat dalam dirinya hanya ada matahari. Jika seseorang berkata akulah yang real atau mulialah diriku atau betapa



hebatnya



aku,



maka



patutlah



kita



maklum



(Syuhrawardi, Hikayat-hikayat Mistis, 1992: 106). Tahapan-tahapan ini dalam al-Hikmah al-Muta’aliyah hanyalah penyingkapan tahap pertama yaitu penyingkapan yang didapat dalam perjalanan dari makhluk menuju Khalik. Proses penyingkapan akan dilanjutkan pada perjalanan tahap kedua yaitu bersama Tuhan dalam Tuhan, perjalanan tahap ketiga yaitu dari Tuhan menuju makhluk, dan perjalanan



147



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



menuju tahap keempat yaitu dari makhluk Tuhan bersama Tuhan. Dalam perjalanan kedua salik mengenal nama dan sifat Allah dan ia dinafasi oleh sifat itu; dalam perjalanan ketiga ia kembali ke makhluk guna membimbing mereka tetapi tidak terpisah dari Allah. Dalam perjalanan ke empat salik melakukan perjalanan di tengah-tengah orang banyak disertai Allah. Dalam perjalanan terakhir ini salik tetap bersama orang banyak serta membantu mereka untuk bertemu dengan Allah. Keadaan dimana seorang salik mengalami kebersamaan dalam perjalanan bersama Allah, salik menemukan ayat-ayat, perwujudan-perwujudan Tuhan dalam, bersama, dirinya. Ketika itulah terlempar dari mulut salik yang kata-kata “ganjil” seperti anna al-Haqq, Anallah, dan lain-lain. Dalam tasawuf keadaan itu dikenal dengan istilah ma'rifah atau wihdat al-wujud atau hulul. Dalam pengertian epistemologis hal itu tidak dipahami sebagai kesatuan esensial,



dzatiyah,



akan



tetapi



kesatuan



pengetahuan,



kesatuan epistemologis. Istilah al-haqq tidak diartikan sebagai esensi objek pengetahuan melainkan diartikan sebagai relasi subjek-objek. Kesatuan subjek-objek seperti itu merupakan kondisi tatkala



subjek



mengetahui



hal-hal



gaib.



Hijab



yang



menghalangi pandangan manusia untuk mengetahui yang gaib, pengetahuan Ilahi, telah tersingkap. Jenis pengetahuan inilah yang disebut pengetahuan mukasyafah, pengetahuan yang diperoleh dari kebersatuan pengetahuan objek-subjek karena hijab telah tersingkap.



148



ILMU LADUNI2) Ontologi F I L S A F A T I L M U Dalam tasawuf dikenal tiga alat untuk berkomunikasi secara



rohaniah, yaitu kalbu untuk mengetahui sifat-sifat Tuhan, roh untuk mencintai Tuhan, dan sirr untuk musyahadah yakni menyaksikan keindahan, kebesaran, dan kemuliaan Tuhan secara yakin (Ensiklopedi Islam, 3: 89). Ketiga unsur itu sebenarnya menyatu, kesatuan itu secara umum disebut hati. Jika hati tersebut dikosongkan dari segala sesuatu yang buruk dan diisi dengan dzikrullah, maka hati itu akan mencapai pengetahuan yang disebut dengan laduni. Dalam kondisi seperti itu orang tersebut telah mencapai tingkatan wali Allah atau manusia Tuhan (lihat Abu Bakar Atjeh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tashawwuf, 1989: 276). Ia biasanya memiliki kesaktian dan kekuatan gaib yang luar biasa, seperti tidak tampak ketika bersama-sama orang banyak,



dapat



berjalan



di



atas



air,



memegang



api,



menyembuhkan orang sakit, memperpanjang umur (lihat Abdul Qadir Zailani, Koreksi Terhadap Ajaran Tashawwuf, 1996: 205). Selanjutnya dikatakan ia mengerti hal ihwal semua makhluk, dapat 2) Ilmu Laduni disarikan dari makalah Usep Saefullah, Mahasiswa S2 IAIN andung Angkatan 1998/1999



mengetahui pikiran orang lain sebelum orang itu meng ucapkannya, dapat mengetahui seseorang akan mati.



Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa ilmu laduni ialah ilmu batiniah yang bukan merupakan hasil pemikiran; ilmu laduni adalah ilmu yang diterima langsung melalui ilham, iluminasi, atau inspirasi dari sisi Tuhan (Ensiklopedi Islam, 3: 90). Adanya ilmu laduni dibenarkan oleh al-Qur’an seperti disebut dalam surat al-Kahfi ayat 65 “Dan telah Kami ajarkan



149



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



(kepada Khidir) ilmu dari Kami”. Pada ayat 60 sampai ayat 82 surat itu diceritakan tentang ilmu laduni yang dimiliki Nabi Khidir. Nabi Khidir melubangi perahu, dan Nabi Musa tidak mengerti alasannya; Nabi Khidir membunuh seorang pemuda, dan Nabi Musa tidak paham alasannya, alasannya ialah karena Nabi Khidir telah mengetahui apa-apa yang belum terjadi



mengenai



ketiga



episode



itu.



Musa



tidak



mengetahuinya. Dalam contoh ini Nabi Khidir memperoleh ilmu laduni tentang itu sedangkan Nabi Musa tidak. Kisah di atas dapat dijadikan dalil tentang adanya ilmu laduni. Dari kisah itu diketahui bahwa ilmu laduni diberikan kepada nabi, dalam hal ini Nabi Khidir. Dalam surat Jin ayat 26-27 dikatakan Dia-lah Tuhan yang mengetahui yang gaib, dia tidak memperlihatkan kepada seseorang pun tentang yang gaib itu kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya. Jadi menurut ayat ini pengetahuan tentang yang gaib hanya diberikan Tuhan kepada Nabi



yang



dikehendakinya. Namun sekalipun demikian ilmu laduni dapat juga



dimiliki



oleh orang selain nabi dan rasul dengan syarat orang itu telah mencapai maqam itu. Berdasarkan sejarah ternyata ada orang (bukan nabi atau rasul) mampu mencapai maqam itu dan ia memiliki ilmu laduni.



Epistemologi Kaum sufi meyakinkan tatkala seseorang telah mencapai maqam wali Allah, maka pada kondisi itu Tuhan menjadikan matanya dapat melihat “seperti” Mata Tuhan, telinganya dapat mendengar “seperti” Telinga Tuhan, karena itu mereka dapat berhubungan dengan alam gaib, seperti dengan roh, dengan malaikat, serta mengetahui hal-hal yang belum terjadi



150



F I L S A F A T



I L M U



(lihat Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Kemurnian, 1980: 107). Maqam itu dapat dicapai dengan cara membersihkan diri (hati) melalui riyadhah dan mujahadah. Riyadhah dan mujahadah itu akan menghasilkan musyahadah (tembus pandang) pada ke-Ilahian Tuhan setelah terbukanya hijab (dinding pembatas) antara hamba dan Tuhannya. Ketika itulah hamba tersebut menerima ilmu laduni (Ensiklopedi Islam, 3: 90). Pelaksanaan riyadhah dan mujahadah itu biasanya dilakukan di bawah bimbingan guru yang telah menguasai ilmu ini. Berdasarkan



konsultasi



kepada



seorang



kiayi



di



Cicalengka, ilmu laduni diperoleh melalui riyadhah. Dari riyadhah itu timbul keyakinan. Riyadhah itu dilakukan di bawah bimbingan guru, biasanya kiayi. Urutan riyadhah dari seorang kiayi di Cicalengka ialah sebagai berikut. 1.



harus minta maaf kepada kedua orang tua;



2.



membasuh kedua ibu jari kaki mereka lantas air pembasuh itu diminum;



3.



ber-syahadah (ber-bay’at) di depan mereka;



4.



berpuasa yang jumlahnya disesuaikan dengan tanggal kelahirannya;



5.



dilanjutkan berpuasa 41 hari, malamnya membaca wirid antara lain laqad jaa‘akum rasulun min anfusikum ... (alTaubah dua ayat terakhir) dan awal surat al-Baqarah diawali dengan alif lam mim;



6.



syukuran;



7. 8.



berhenti puasa selama 41 hari; puasa lagi selama 101 hari dan malamnya wirid 0.1asma’ulhusna diakhiri juga dengan sedekah;



9.



berhenti puasa selama 101 hari;



151



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



10. puasa lagi selama 1001 hari, malamnya wirid dan ditambah dengan tasbih, salawat dan doa-doa, hari terakhir tidak makan tidak tidur 24 jam; 11. setelah selesai puasa 1001 hari kemudian diurut kembali ke bawah dengan buka puasa makanan berbeda-beda, di antaranya: a) tiga hari tiga malam berbuka dengan telor ayam dengan kecap, fungsinya supaya ucapan benar; b) tujuh hari tujuh malam berbuka dengan tahu mentah dan



garam,



fungsinya



agar



luas



pemikiran



dan



pengetahuan; c)



sebelas hari sebelas malam berbuka dengan air kelapa beserta isinya, fungsinya agar dapat memahami apa yang tidak dipahami akal (akal rasional);



d) puasa 21 hari berbuka biasa (dengan hewan bernyawa), malamnya



wirid



istighfar



9



kali,



membaca



la



tudrikuhu l absar wa huwa yudrikuhu l absar wa huwa lathifun khabir 6666 kali, fungsinya agar dapat melihat alam gaib. Syarat menjalani riyadhah ini haruslah berumur 30 tahun atau sudah menikah. Untuk menjaga ilmu yang telah dimiliki serta agar dapat diaplikasikan, maka selalu diwiridkan: asma’ulhusna; la haula wa laa quwwata illa billah; la ilaha illallah; surat ikhlas.



Aksiologi Kegunaan ilmu laduni ialah sebagai berikut. Agar dapat memahami ilmu dengan tepat; Dapat mengetahui tingkatan ilmu seseorang;



152



F I L S A F A T



I L M U



Mengetahui karakter seseorang; Dapat mengambil ilmu orang lain yang diinginkan; Dapat membedakan antara jin, setan, malaikat dan dapat berdialog dengan mereka itu; Dapat mengetahui penyakit seseorang dan dapat menyembuhkannya; Dapat mengobati orang kena santet; Dapat mengetahui jodoh seseorang dan nasibnya; Dapat mengetahui kematian seseorang, kalau mungkin mengundurnya; Dapat mengetahui keinginan seseorang tanpa ia mengatakannya.



153



SAEFI3) Ilmu saefi amat terkenal di kalangan pesantren. Kita sering mendengar Saefi Angin, Saefi Air, dan saefi lainnya. Tapi saefi juga dapat diplesetkan menjadi "sae fikiran" dalam bahasa F I L S A F A T I L M U Sunda berarti berbaik sangka. Berikut ini ada sedikit



perkenalan dengan ilmu saefi.



Ontologi Dari segi etimologi, kata “saefi” (bahasa Arab) berarti pedang. Kata ini dipakai mungkin karena pedang adalah senjata yang tajam. Dari segi terminologi, saefi adalah nama ilmu yang terdiri dari rentetan bacaan menurut bilangan dan waktu tertentu



yang



disandarkan



kepada



Allah.



Dilihat



segi



substansinya saefi adalah doa yang dibaca terus-menerus atau berulang-ulang menurut bilangan dan waktu tertentu. Karena doa itu dibaca berulang-ulang maka doa itu akan menjadi darah daging orang itu sehingga nilai doa itu akan memiliki ketajaman seperti tajamnya pedang yang diasah berulang kali. Doa yang tajam di sini maksudnya ialah doa yang cepat dikabulkan Tuhan. 3) Ilmu Saefi disarikan dari makalah Jamaludin dan Maman, Mahasiswa S2 IAIN Bandung Angkatan 1998/1999



Epistemologi dan Aksiologi Bagaimana



cara



memperoleh



pengetahuan



saefi?



Pada



dasarnya pengetahuan saefi diperoleh seperti memperoleh pengetahuan hikmah. Pengetahuan saefi adalah salah satu pengetahuan magis putih. Cara-cara memperoleh pengetahuan saefi sangat beragam, tergantung pada siapa gurunya dan saefi apa yang ia inginkan. Pada umumnya pengetahuan magis diperoleh melalui puasa, tetapi



ternyata



tidak semua



pengetahuan saefi 154 diperoleh melalui puasa. Ada saefi yang diperoleh hanya



F I L S A F A T



I L M U



dengan melakukan wirid saja sebanyak bilangan tertentu seperti Saefi Mughni, Saefi Dzulfaqar dan lain-lain. Selain itu banyak saefi yang dipelajari dengan berpuasa dan wirid, ada juga yang ditambah dengan tidak memakan makanan yang bernyawa, tidak bersebadan selama menuntut saefi tertentu seperti untuk Saefi Angin, Saefi Air. Jadi ada berbagai cara memperoleh pengetahuan saefi, tergantung pada gurunya dan jenis saefinya. Namun, secara umum saefi diperoleh dengan banyak dzikrullah dan menjauhi maksiat. Berikut



ini



ada



beberapa



macam



saefi



dan



cara



memperolehnya.



j) Saefi Dzulfaqar



pengetahuan ini apabila dimiliki, orang yang memilikinya berwibawa. Wiridnya sebagai berikut:



Cara mengamalkannya sebagai berikut: • Hadiah kepada Rasulullah SAW.



* Membaca wirid di atas 21 kali dilakukan pada malam hari selama seminggu (bila dimulai malam Jumat maka akan selesai malam Jumat berikutnya, jadi dibaca 7 malam). 2) Saefi Mughni



Saefi ini dapat menyebabkan pemilik atau pengamalnya mendadak kaya. Wiridnya ialah sebagai berikut:



155



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



Cara mengamalkannya sebagai berikut: • Hadiah kepada Rasulullah SAW.



• Membaca wirid di atas sebanyak 300 kali pada malam hari selama seminggu. 3) Saefi Umum



Saefi ini apabila diamalkan maka apapun yang diinginkan akan mudah tercapai. Wiridnya sebagai berikut:



156 Cara mengamalkanya sebagai berikut:



F I L S A F A T



I L M U







Shalat hajat 2 rakaat







Hadiah kepada Rasulullah SAW.



• Membaca wirid di atas 41 kali dilakukan di malam hari. 4) Saefi Antazaman



Saefi ini dapat menyelamatkan orang dari pengaruh negatif arus zaman. Teks wiridnya sebagai berikut:



Cara mengamalkannya: • Hadiah kepada Rasulullah SAW.



• Membaca wirid di atas berulang-ulang. Di



tatar



Sunda,



JANGJAWOKAN4) istilah



Jangjawokan



masih



dikenal



masyarakat. Masih ada juga sebagian warga masyarakat mempelajarinya dan ada yang mengajarkannya, masih ada juga yang menggunakannya. Jangjawokan adalah semacam ucapan untuk tujuan magis tertentu.



157



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



Ontologi



Jangjawokan adalah bahasa Sunda, disebut juga Jampi Aji-aji dalam bahasa Jawa, adalah semacam ucapan yang



bacaannya



campuran antara bahasa Arab, bahasa Sunda,



bahasa



kalimatnya mirip dengan mantra, ia



disusun dalam



biasanya



Jawa. Isi



bentuk syair. Jangjawokan itu merupakan ucapan atau kalimat (kalimatkalimat) yang bila diucapkan diyakini memiliki kekuatan magis tertentu. Asal-usul Jangjawokan tidak jelas, dari mana dan siapa yang mula-mula mengajarkannya. Yang unik, di setiap daerah di Indonesia (mungkin juga di tempat lain) terdapat Jangjawokan dengan istilah bermacam-macam dan isi kalimat mantranya berbeda-



4)Jangjawokan diadaptasi dari makalah yang ditulis oleh M. Muchtaram Daud, Mahasiswa S2 IAIN Bandung Angkatan 1998/1999



dan Dede



beda menurut daerah masing-masing. Tidak juga dapat dipahami mengapa untuk tujuan tertentu digunakan kalimat tertentu dengan persyaratan tertentu pula. Yangdiceritakan dalam uraian ini adalah Jangjawokan di daerah Sunda. Di daerah Sunda, Jangjawokan itu kelihatannya berupa doa, untuk keperluan tertentu, seperti agar lulus ujian, agar dagangannya laris, agar dicintai seseorang (jadi sama dengan pelet), agar jadi pemberani, agar musuh takut, dan lain-lain.



Epistemologi Bacaan dalam Jangjawokan biasanya diajarkan oleh guru dari mulut ke telinga (secara lisan) dalam situasi tidak formal. Lafal-lafal bacaannya dihafalkan dengan meniru ucapan dari



158



F I L S A F A T



I L M U



guru, biasanya orang datang ke guru tatkala memerlukannya saja, misalnya, seseorang mendapat tantangan (fisik) maka ia datang ke guru minta diajarkan bacaan agar penantang itu takut. Agar bacaan-bacaan dari guru berkhasiat ampuh (sunda: matih)



diperlukan



terpenuhinya



syarat-syarat



tertentu,



seperti puasa wedal (puasa hari kelahiran) puasa tiga hari berturut-turut, puasa mutih, kadang-kadang tapa, dan lainlain sesuai petunjuk guru. Bagi mereka yang telah dibekali dengan bacaan Jangjawokan ada pantangan yang tidak boleh dilanggar, seperti tidak boleh melewati kali (harus turun, tidak boleh lewat jembatan, tidak boleh melangkahi kali), tidak boleh menyembelih hewan, tidak boleh makan kelapa muda, tidak boleh makan sate yang dipanggang dan lain-lain sesuai petunjuk guru. M. Muchtaram mewawancarai guru Jangjawokan. Menurut guru itu (Kadim) pengetahuan ini tidak boleh diberikan kepada seseorang kecuali bila ia telah menyatakan ingin berguru. Yang akan berguru harus memenuhi syarat-syarat, seperti puasa khusus beberapa hari, mati geni, atau tapa. Berat atau ringannya syarat akan menentukan tinggi-rendahnya khasiat ilmu itu. Ada yang disyaratkan puasa 3 hari, 7 hari, ada juga yang 40 hari diakhiri dengan mati geni, tapa di atas jembatan kecil semalam. Masih dari penelitian Muchtaram, menurut nenek Nacih ilmu itu dapat diberikan kepada seseorang tanpa persyaratan tertentu bila orang tersebut dapat dipercaya, hanya saja dalam penerapannya tidak akan berkhasiat (sunda: tidak matih) bila persyaratan tidak dipenuhi atau Pantangannya dilanggar. Tapi Rosidin mendapatkan ilmu ini dari neneknya tanpa Persyaratan tertentu, itu diberikan karena Rosidin sangat dipercaya mungkin karena kekerabatan.



159



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



Berikut adalah petunjuk tentang cara mempelajari ilmu ini dan cara menggunakanya, diambil dari makalah Muchtaram. 1.



Sebelum



menjalankan



atau



mengamalkan



ilmu



ini



sebaiknya kita memilih lebih dahulu jampi atau doa atau ucapan yang paling tepat sesuai dengan tujuan kita dan sesuai dengan kemampuan kita melaksanakannya, terutama yang menyangkut persyaratan. 2.



Mandi keramas, agar bersih dari hadas besar dan hadas kecil.



3.



Niat harus bulat, terkonsentrasi, jika jampinya asihan, maka



kita



harus



membayangkan



wajah



orang



yang



diinginkan seolah ada di hadapan kita. 4.



Menjalankan puasa sesuai petunjuk guru, biasanya tidak seperti puasa Ramadhan. Puasanya 24 jam sehari. Bila akan puasa hari Senin, maka mulai hari Ahad pukul 17.00 sudah berpuasa, berbukanya hari Senin ba’da Maghrib. Kalau puasa mutih berarti hanya berbuka nasi putih, air putih, kalau mati geni (ngebleng), maka harus selalu di kamar dan tidak boleh makan dan minum, serta tidak tidur semalaman.



5.



Jika



sudah



selesai



puasa



dan



bacaan



sudah



hafal,



dianjurkan mengadakan selamatan yaitu menyediakan makanan sesuai petunjuk guru, biasanya nasi



160



F I L S A F A T



I L M U



gurih dengan ayam putih, ikan warna tertentu atau telor jumlah tertentu. Semuanya sesuai petunjuk guru Jika



dalam



pelaksanaan



persyaratan



itu



mendapat



godaan, sehingga batal, maka harus sabar dan mencoba lagi.



Aksiologi Kelihatannya Jangjawokan digunakan untuk hal-hal yang baik.



Agak



sulit



menempatkan



Jangjawokan,



apakah



termasuk ilmu putih atau ilmu hitam. Untuk menilai Jangjawokan agaknya perlu dilihat pada tiga hal; pertama, pada epistemologinya, dalam hal ini persyaratannya, jampi atau bacaannya dan kedua, segi aksiologinya. Berikut beberapa contoh Jangjawokan yang menjelaskan selain bacaannya juga kegunaannya. 1) Asihan Nabi Yusuf bacaannya: inna kulli syai‘in qadir rohku, cahayaku, Yusuf; mukaku muka Ali; badanku badan Muhammad; barang siapa yang melihatku tolong ambilkan si binti ... tolong antar samaku hatinya si ... binti ... laa ilaaha illallahi Muhammad Rasulullah. Syaratnya: puasa Senin-Kamis masing-masing 7 hari (jadi 7 Senin dan 7 Kamis). Bacaan di atas di baca 35 kali setiap malam



161



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



sebelum tidur. Kegunaannya agar dicintai perempuan. 2) Asihan Perorangan



Bacaannya: hong o lintang-lintang wengi, rembulan koneng nyumiratake, cahayane kang gumilang, ana ing ranjangku si ... binti ... atine ajanganti bisa anteng sadurunge mara menyang aku, laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah. Syaratnya: bacaan ini dibaca tengah malam sambil memandang kumpulan bintang-bintang di langit. Gunanya: mempertebal cinta kasih yang sudah lama retak



3) penyembuhan Bisul Bacaannya:



bismillahirrahmanirrahim sangkama abang burung, sangkama bali burung, lebur hancur jadi banyu, ngalaketai jadi lenga, leungit tanpa lebih ilang tanpa karana, rep sirep ku kersaning Gusti Allah, rep sirep ku kersaning Gusti Allah, rep sirep ku kersaning Gusti Allah, hurip nu ngajampe, hurip nu dijampe, laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah. Caranya: Kapur yang sudah dibasahi dioleskan pada daun sirih yang telah dilubangi tengahnya, tempelkan pada bisul, 162



F I L S A F A T



I L M U



insya Allah 3 sampai 7 hari sembuh. 4) Penyembuhan Sakit Ulu Angen



Bacaannya: astaghfirullahal’azhim 3x cunduk soteh bade nulungan, datang soteh bade nyare’atan,



163



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



huripna kunabi, waras ku Allah, huripku kersaning Allah. Syaratnya: harus puasa Senin-Kamis dan tanggal satu setiap bulan Hijriah Caranya: rebus daun sembung, patrawali dan daun jeruk besar, pada tempurung berwarna hitam yang dimasuki uang logam, kemudian airnya diminum oleh yang sakit sampai habis dan uang logamnya disedekahkan kepada anak yatim. Selain itu si sakit harus mengunyah beras merah, kencur dan bawang merah sekaligus ditelan sampai habis. 5) Memandikan Orang yang Mempunyai Tanda



Bacaannya:



bismillahirrahmanirrahim allahumma sangkala ponggong waw wayu fi kulli kabir fi kula besar pangucap nabi luku-tiku lenyay-lenyay, wuries wurleees Caranya: bacaan itu ditiupkan pada air dalam ember yang dimasukkan uang logam, kemudian dimandikan pada orang yang dianggap mempunyai kelainan seperti sangat nakal atau sulit mempunyai adik.



6) Memberantas Hama Wereng



Bacaannya:



bismillahirrahmanirrahim, allahumma qadrihi, allahumma sariqatihi, aja uju lahu laha, sari qatihi watakailimunahu, roh nu rihim, roh nurihim, roh nurihim.



164



F I L S A F A T



I L M U



Caranya: bacaan tersebut dibacakan pada abu kemudian abunya ditaburkan pada tanaman atau padi yang kena wereng sambil berkeliling di sawah tiga kali. Menurut Kadim (sumber Muchtaram), ilmu ini (Jangjawokan) dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, tergantung pada jenis bacaannya, antara lain: •



agar dikasihi orang, pembesar;







agar dicintai (jadi seperti pelet);







untuk menyembuhkan penyakit;







agar disegani atau ditakuti, dan lain-lain. Selanjutnya Kadim menyatakan bahwa ilmu ini tidak akan



berkhasiat bila digunakan untuk tujuan yang tidak baik atau diperjualbelikan secara materi. Menurut Nenek Nacih begitu juga, katanya, bila dimintai pertolongan haruslah diberikan dengan ikhlas tanpa mengharap imbalan apa-apa seandainya do’anya dikabulkan. Berikut beberapa contoh Jangjawokan yang diambil dari makalah Dede Daud:



1) Kadugalan (agar kebal) Bacaannya: awak tapak malang gena, awak panyipuh buana awak sang suci manik, awak sang suci dewata, ya ingsun jaya sorangan, jaya batu jaya aing, jaya bata, syahadat.



2) Kadugalan (supaya dapat berjalan di atas air) Bacaannya: awak tapak malang gena, awak panyipuh buana, awak sang



165



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



suci manik, awak dewata, ya ingsun jaya sorangan, jaya cai jaya aing, jaya cai, syahadat.



3) Pangabaran (menghadapi musuh) Bacaannya: diuk aing satungtung gunung, tunjang aing satungtung nagara, ciduh aing satunjang sagara, batuk aing sada gugur, dehem aing sada mantri, kiceup aing kijing kiblat, syahadat. Dibaca ketika menghadapi lawan, dehem tiga kali-



166



F I L S A F A T



I L M U



4)Pamelet (asihan si lulut putih)



Bacaannya asihan aing si lulut putih, sangka lulut ambung kameneng, sangkama tumpek di bali, naon papanganan sia, sangisut putih sangules putih, harti basa keur leutik, harta geus mangrupa, asihan ti para nabi, paparin ti para umat, seweu ratu komo rosul, seweu menak komo hayang, cacakan seweu dewata, mangka welas mangka asih, asih ka diri aing.



5) Jampi Raheut (patah tulang) Bacaannya: istighfar 3x syahadat lx kulit pabeulit urat papulang, disireup ku beusi persani, rep tiis ti peuting waras ti beurang, hurip ku gusti waras ku kersaning, sumsum tepung sumsum, tulang tepung tulang, jin nu ngarapetna, daging tepung daging, Jin nu ngarapetna, nyuhunkeun pitulung ka para dewa nu tujuh, sukmana, akmana, rasana, pangawasana, cageur kabudaan, Dilanjutkan baca syahadat, kemudian disapu yang luka atau patah.



167



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



6) Pileumpeuhan (agar musuh lemah)



Bacaannya: kuyungkung bayu kuyungkung, suka sia dicancang ku aing, bayu leuleus bayu ampeuh, ampeuh ka diri aing, ka raga aing, leupeuh! 7) Penangkal sial



Bacaannya: tapak aing cadas ngampar, bitis aing batu tungelis, beuteung aing beuteubg beg-beg, sirah aing batu wulung, ya ingsun batu wulung, badannya, matanya, nyuhunkeun pitulung, dewa anu tujuh, syahadat. Jangjawokan adalah semacam jampi-jampi atau bacaanbacaan atau mantra-mantra yang berkembang di daerah tertentu. Yang dibicarakan di atas adalah Jangjawokam di daerah Sunda. Jampi-jampi itu diyakini memiliki kekuatan magis oleh orang yang menggunakannya. Kekuatan tersebut mungkin merupakan bantuan atau dorongan bagi orang yang hendak



melakukan



kebaikan



atau



untuk



menangkal



marabahaya yang mengancamnya. Jangjawokan merupakan tradisi mistis yang berlaku di daerah tertentu. Biasanya diajarkan atau diberikan ketika diperlukan. Sandaran yang dipakai Jangjawokan ternyata bermacam-



168



F I L S A F A T



I L M U



macam, kadang-kadang ke Allah, kadang ke dewa atau ke jin. Agaknya Jangjawokan merupakan percampuran budaya lokal dan budaya Islam. Sangat sulit



untuk



menegaskan apakah



Jangjawokan masuk mistik Putih atau hitam. Mengujinya harus pada ontologi, epistemologi serta aksiologinya.



SIHIR2)



Agaknya sihir merupakan istilah yang telah lama sekali dikenal oleh umat manusia. Apa sebenarnya sihir itu, apa bedanya dengan tenung, santet, dan sebagainya? Bagaimana cara mengetahui sihir? Untuk apa gunanya?



Ontologi Secara etimologis kata sihir berasal dari bahasa Arab bentuk mashdar kata kerja sahara-yasharu yang memiliki arti sesuatu yang sumbernya lembut atau halus (Louis Ma’luf, AlMunjid fi al-Lughah wa al-‘Alam, 1975: 323). Selain makna bahasa di atas, kata sihir secara bahasa juga berarti al-sharfu (membelokkan), kenyataan



yang



maksudnya, sebenarnya



membelokkan ke



sesuatu



sesuatu yang



dari bukan



sebenarnya (Ibnu Mandzur Jamaluddin al-Anshari, Lisan al‘Arab, juz 6, tt: 12). Arti lain sihir ialah istikhdam al-arwah, menggunakan roh (Elias, Modern Dictionary English Arabic, 1968: 423). Berdasarkan arti kata tersebut dapatlah dikatakan bahwa sihir merupakan upaya yang dilakukan manusia sebagai suatu tipu daya yang dalam mewujudkannya,



2 Sihir diadaptasi dari makalah yang ditulis oleh Asep Herdi dan A. Bachrun Rifa’i Mahasiswa S2 IAIN Bandung Angkatan 1998/1999.



169



F I L S A F A T



I L M U



meminta bantuan sesuatu yang halus (setan) untuk membelokkan sesuatu yang sebenarnya ke sesuatu yang bukan sebenarnya. Menurut Samudi Abdullah (Takhayyul dan Magic dalam Pandangan Islam, 1997: 41) yang dimaksud ialah tenung dan santet. Muhammad bin Abdul Wahab (alTauhidalladzi huwa Haqqullah ‘ala al-’Abid, 1969: 48) mendefinisikan sihir sebagai azimat-azimat, mantra-mantra, atau perbuatan



tertentu



dengan



bantuan



setan



yang



mempengaruhi hati dan badan, sehingga menyebabkan sakit, mati, atau terpisahnya seseorang dari keluarganya. Dari Syaikh Wahid Abdul Salam Bali (al-Sharim al- Battar fi Tashaddi li Saharat al-Asrar, 1995: 21) ada keterangan bahwa sihir ialah memalingkan sesuatu dari hakikatnya kepada selainnya, seolah-olah penyihir melihat kebatilan dalam bentuk kebenaran dan membayangkan sesuatu tidak menurut yang sebenarnya. Selanjutnya Abdul Salam Bali (1995:21) mengutip beberapa pengertian sihir sebagai berikut. •Sihir



adalah



mendekatkan



perbuatan diri



kepada



yang



dilakukan



setan



dengan



dengan



pertolongan



darinya. •Orang Arab menyebut sihir karena sihir mengubah sehat menjadi sakit. •Sihir



ialah



mengeluarkan



kebatilan



dalam



bentuk



kebenaran. •Sihir ialah sesuatu yang lembut pengambilannya. Fakhruddin al-Razi berkata bahwa sihir menurut tradisi syari’at ialah setiap perkara yang tersembunyi penyebabnya dan



dibayangkan



tidak



sebagaimana



yang



sebenarnya



sehingga tidak ubahnya seperti penipuan (Abdul Salam Bali, 1995: 22). Abu Abdullah al-Razi (Tafsir Ibnu Katsir, 1: 147)



170



F I L S A F A T



I L M U



menjelaskan bahwa sihir itu ada delapan macam, yaitu: •



Sihir orang-orang Kildan dan Kisydan yang menyembah tujuh bintang. Mereka meyakini bahwa bintang-bintang tersebut



mengatur



alam



dan



dapat



mendatangkan







kebaikan atau keburukan; Sihir orang-orang yang berilusi dan berjiwa kuat;







Sihir yang dilakukan dengan cara meminta bantuan rohroh rendah yaitu setan;







Sihir yang tampak pada penyusunan alat-alat tertentu







berdasarkan ukuran-ukuran tertentu; Sihir dalam bentuk khayal, hipnotis, dan sulap;







Sihir yang menggunakan obat-obat khusus







berbagai makanan dan minyak; Sihir yang menggantungkan ke hati;







Sihir dalam bentuk menggunjing dan mendekat dengan



yakni



dalam



cara yang ringan dan lembut. Muhammad ibn Abdul Wahab (dalam Kitab al-Tauhid) membagi sihir menjadi tujuh. • ‘Iyafah, memasukkan burung ke dalam sangkar, kemudian dibentak. Ini dikerjakan pada zaman jahiliah, kalau burung itu terbang ke atas, ke samping, kanan atau ke muka, berarti orang yang berniat mengerjakan sesuatu itu akan berhasil, karenanya niat itu boleh dilaksanakan; bila terbang ke bawah ke kiri atau ke belakang, maka niat itu hendaklah diurungkan. • Thiyarah (klenik perburungan), berprasangka buruk yang timbul dari suara burung tertentu dan arah terbangnya. • Al-Tharqu (ramalan dengan garis), dilakukan dengan cara memukul dengan batu-batu kecil. • Al-Tanjim (astrologi), dengan mengambil petunjuk dari situasi falak sebagai pedoman atas kejadian di bumi. • Membundel benang dan meniup tiap bundel.



171



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



• Namimah, yaitu mengadu domba manusia, digolongkan sihir karena pengaruhnya dapat menggoncangkan hati dan merusak hubungan. • Bayan (susunan kata indah), dapat memutarbalikkan yang hak dan yang batil. Dilihat dari klasifikasinya Suroso Orakas (White Magic 1989: 21-22) membagi sihir menjadi dua, yaitu sihir klasik dan sihir modern. Sihir klasik dilaksanakan secara tradisional dan dilakukan oleh pawang atau penenung Sihir klasik ini dibaginya tiga, yaitu: 1. Sihir dengan konsentrasi penuh pada tujuan. 2.



Sihir dengan menggunakan alat bantu.



3.



Sihir dengan gerakan-gerakan tertentu disertai mantramantra. Sihir modern adalah sihir yang dilaksanakan dengan cara-



cara modern, praktis dan sederhana, yang biasanya dilakukan oleh ahli hipnotis dan paranormal. Dapatkah Anda mengenal siapa itu tukang sihir? Inilah tanda-tanda yang menunjukkan bahwa seseorang adalah tukang sihir: • Bila ia bertanya kepada klien, nama ayah dan ibunya. •



Ia mengambil atau meminta benda bekas d i p a k a i (seperti peci, sapu tangan, kain) orang yang a k a n di sihir.







Atau ia meminta binatang dengan sifat-sifat tertentu untuk disembelih tidak dengan menyebut nama Allah kadangkadang mengoleskan darahnya ke bagian tubuh orang yang diobati (disihir) atau



kadang



kadang melemparkan



darah itu ke tempat sepi. •Ia menuliskan jimat-jimat tertentu. •



172



Membaca mantra yang tidak dipahami.



F I L S A F A T







I L M U



Memberi hijab (semacam kerudung) yang bersegi empat di dalamnya ada huruf-huruf atau angka.







Meminta klien (yang diobati) agar tidak bertemu orang lain (‘uzlah) selama masa tertentu di dalam kamar yang tidak ke masukkan sinar matahari, orang awam menyebutnya hijbah atau nyepi.







Kadang-kadang meminta klien tidak menyentuh air selama masa tertentu biasanya 40 hari.







Memberikan kepada klien benda-benda yang harus ditanam di tanah.







Memberi klien kertas untuk dibakar dan berasap dengannya.







Kadang-kadang memberitahukan kepada klien namanya, nama negeri asalnya dan persoalan yang akan ditanyakan klien, jadi ia mampu menebak.



• Menuliskan sesuatu di kertas atau di piring tembikar warna putih dan memerintahkan penderita agar melakukannya dan meminum airnya.



Epistemologi



Sihir selalu menggunakan bantuan jin kafir. C a r a mendatangkan jin ialah sebagai berikut.



Thariqat al-Iqsam (bersumpah atas nama jin) Masuk ke dalam kamar yang gelap, kemudian me nyalakan api dan meletakkan kemenyan di atas api tersebut, sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Jika ingin menceraikan, menimbulkan permusuhan,



kebencian



atau



sejenisnya,



maka



ia



harus



meletakkan kemenyan yang berbau tidak enak.



Thariqat al-Dzabhi (menyembelih sembelihan)



173



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



Mendatangkan seekor burung, ayam, burung dara, atau binatang lainnya yang memiliki sifat-sifat tertentu sesuai permintaan



jin,



biasanya



berwarna



hitam,



kemudian



menyembelihnya tanpa menyebut nama Allah, kadang-kadang penderita (yang sakit) diolesi darahnya, kemudian melemparkan hewan itu ke tempat reruntuhan, sumur, atau tempat kosong yang



biasanya



menjadi



tempat



tinggal



jin.



Ketika



melemparkannya tidak bole menyebut nama Allah, kemudian kembali ke rumahnya lalu mengucapkan mantra, kemudian memerintahkan jin melakukan sesuatu yang diinginkannya. Thariqat Sufliyah (melakukan kenistaan) Yang



menempuh



cara



ini



biasanya



memiliki



sejumlah



pembesar jin yang siap melaksanakan perintahnya. Thariqat



Najasah (menuliskan ayat al-Qur’an menggunakan



najis)



Menuliskan salah satu surat al-Qur’an menggunakan darah haid atau benda najis lainnya, kemudian mengucapkan mantramantra sehingga datang jin yang diinginkan, lalu diperintahkan untuk melakukan sesuatu.



Thariqat al-Tankis (menuliskan ayat Al-Qur’an dengan susunan sungsang)



Menuliskan salah satu surat al-Qur’an dengan huruf terpisahpisah dan sungsang, kemudian mengucapkan mantra sampai jin yang diinginkan datang untuk diperintah.



Thariqat Tanjim (menujum menggunakan binatang) Menunggu munculnya bintang tertentu, kemudian berbicara dengannya dengan bacaan sihir lalu membaca mantra-mantra.



174



F I L S A F A T



I L M U



Setelah itu ia melakukan beberapa geakan untuk menurunkan spirit bintang itu, sekalipun orang yang menujum tidak menyadarinya. Thariqat Kaffi (melihat melalui telapak tangan)



Menghadirkan anak kecil yang belum baligh, tidak dalam



keadaan wudhu, pada telapak tangan kiri anak kecil itu dibuat gambar segi empat, di situ ditulis mantra mantra sihir. Mantra itu ditulis di sekitar segi empat itu di tengah segi empat itu diletakkan minyak dan bunga warna biru atau minyak dan tinta biru. Kemudian ditulis mantra lain dengan huruf-huruf terpisah di atas kertas memanjang, kemudian kertas ini diletakkan seperti payung di wajah anak itu dan dipakaikan topi, kemudian anak itu ditutup seluruh badannya dengan pakaian berat. Dalam keadaan seperti itu anak kecil itu melihat telapak tangannya, tentu saja ia tak dapat melihat apa-apa karena gelap. Penyihir membaca mantra. Anak itu akan merasa terang dan melihat gambar yang bergerak-gerak di telapak tangannya. Tukang sihir bertanya, apa yang kamu lihat? Anak itu menjawab bahwa ia melihat seorang laki-laki. Tukang sihir berkata agar anak itu mengatakan kepada lelaki itu bahwa sang dukun (penyihir) menyuruh ini atau itu, kemudian gambar itu bergerak sesuai perintah. Biasanya sihir ini digunakan untuk mencari sesuatu yang hilang.



Tariqat al-Atsar (menggunakan benda bekas pakai) Meminta pada klien benda bekas pakainya,



seperti



sapu



tangan, peci atau apa saja yang mengandung bau keringatnya, kemudian mengikat sapu tangan tersebut dari ujung lalu sekitar empat jari (dari ujung) dipegang dengan kuat seraya membaca surat al-Takatsur atau surat pendek lainnya dengan suara keras, dilanjutkan membaca mantra



175



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



dengan suara lirih, kemudian memanggil jin dan berkata: jika penyakitnya disebabkan oleh jin maka hendaklah kalian memendekannya (sapu tangan itu), jika karena gangguan mata (dengki), maka panjangkan, jika penyakitnya berkenaan dengan urusan kedokteran, hendaklah kalian membiarkan sebagaimana adanya. Kemudian sapu tangan diukur lagi. Jika memanjang



lebih



dari



empat



jari,



maka



penyihir



itu



mengatakan bahwa pasien kena gangguan mata, dan begitu seterusnya sesuai ukuran yang ditemukan. Kata sihir, bila diucapkan, ia mengesankan sesuatu yang serem, misterius, jahat. Mantra-mantra dan peralatan yang dipergunakannya tidak mudah dipahami oleh pemikiran sekilas. Suasana serem penuh kekuatan magis, menyebabkan bulu kuduk merinding tatkala berada dalam sebuah ruangan tertutup yang dipenuhi asap kemenyan serta benda-benda yang terkesan magis berderet mengelilingi tukang sihir. Gambaran ini dirasakan penulis tatkala mengumpulkan bahan dalam Menulis makalah ini di salah seorang tukang sihir di Tasikmalaya selatan, suatu tempat terpencil jauh dari keramaian. Ke tempat itu ada orang meminta bantuan misalnya untuk membinasakan seseorang, menyakiti seseorang atau meminta mengguna-gunai seseorang. Kesan pertama yang diperoleh penulis ialah tukang sihir bersifat tertutup, tidak bersedia menerangkan sesuatu yang bersangkutan dengan sihir. Menurut sumber saya, sihir dapat dilakukan oleh siapa pun asal ia berkeyakinan penuh dan mampu berkonsentrasi mengikuti



ketentuan.



Efektivitas



sihir



ditentukan



oleh



ketepatan proses dan pelaksanaan ritual. Benar atau atau tidaknya ritual sihir, tepat tidaknya penggunaan alat-alat



176



F I L S A F A T



I L M U



bantu saat proses penyihiran, akan mempengaruhi efektivitas sihir.



James



Drever



(Kamus



Antropologi,



1986:



414)



mengemukakan bahwa proses ritual sebagai suatu sistem upacara atau prosedur magis merupakan bagian yang penting dalam sihir. Itu biasanya dilakukan dengan cara-cara khusus, kata-kata khusus atau rangkaian kalimat, khusus yang biasanya dihubungkan dengan tindakan-tindakan penting. Ritual sihir mutlak harus dilakukan secara tepat. Ritual sihir sangat beragam, tidak satu model. Ada ritual menggunakan alat, ada yang tidak, ada yang dilakukan malam ada yang bukan malam. Ketika penulis makalah meminta sumbernya memberikan contoh praktek menyihir, ia ditanya, apakah punya musuh. Katanya, bila punya musuh dapat dipraktekkan untuk membinasakannya. Peneliti hanya meminta sumbernya mendemontrasikan saja. Tukang sihir (dalam contoh ini lebih dikenal tukang



santet),



mengambil semacam boneka kecil yang dibungkus dengan kain kafan. Konon boneka itu bukan sembarang boneka. Boneka itu berasal dari bayi yang meninggal, diambil di kuburan pada malam Jumat Kliwon, dicuci atau dimandikan di tujuh air terjun dan dikeringkan diterik matahari selama tujuh kali purnama (tujuh bulan), sampai betul-betul kering.dengan ajian- ajian tertentu lantas dibungkus dengan kain kafan. Boneka



itu



diletakkan



dihadapannya,



kemudian



ia



mengambil paku-paku kecil dan jarum dan disatukan dengan memerang bambu, kemudian dengan mantra- mantra tertentu diikatkan pada bagian tubuh boneka tersebut, lalu diangkat dan diputar-putar di atas kepala. Setelah itu, diangkat dengan tangan kiri berada di atas pembakaran kemenyan. Lantas ia



177



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



mengambil jarum yang agak besar, kemudian ia menusuknusukkannya pada sekujur tubuh boneka tadi disertai pengucapan mantra- mantra yang hebat. Setelah selesai demontrasi itu, tukang sihir (santet) itu menjelaskan bahwa maksud meletakkan jarum kecil yang diikatkan pada tubuh (biasanya perut) ialah agar bagian dalam (perut) sasaran santet merasa sakit yang luar biasa dan sangat lama, tergantung kehendak penyantet. Adapun jarum yang agak besar yang ditusuk tusukkan dimaksud agar menambah rasa sakit pada sekujur rubuh sasaran, namun ini hanya sesekali katanya, biasanya pada malam hari saja, tatkala orang yang menunggui sasaran santet sedang tertidur. Sumber juga menjelaskan bahwa santet juga dapat dilakukan dengan cara mengirimkan binatang ke sasaran santet. Binatang yang biasanya digunakan ialah ular, burung, angsa, kalajengking. Binatang itu memang ada, sudah mati dan sudah dikeringkan. Prosesnya ialah membacakan mantramantra dan ditiupkan pada binatang tersebut. Binatang ini akan muncul di tempat sasaran santet dalam bentuk yang menakutkan, dan itu kadang-kadang sangat berpengaruh pada sasaran santet. Sihir (dalam hal ini santet) tidaklah dapat dipahami secara rasional. David L. Silis (International Encyclopedia of the Social Sciences, 1972: 211) mengemukakan bahwa santet is non rational practices believed to influence mans relation to his environment both human and hon-human. Dalam



setiap



sihir



terdapat



mantra-mantra,



antara



mantra dan ritual sihir tidak dapat dipisahkan, merupakan satu kasatuan. Mantra adalah roh yang memberi kehidupan



178



F I L S A F A T



I L M U



pada ritual, dan ritual adalah tempat kehidupan mantra. Mantra adalah kalimat sihir yang banyak ragamnya. Ada yang dalam bahasa Arab, Indonesia, Jawa, dan lain-lain. Ciri-ciri mantra, menurut



179



F I L S A F A T



I L M U



Samudi Abdullah (Takhayyul dan Magic dalam pandangan Islam, 1997: 25) ialah sebagai berikut: • isinya mengandung kemusyrikan. •kadang-kadang



menggunakan



ungkapan



yang



tidak



dimengerti. • mendorong sugesti diri secara khayali. • pengucapannya secara rahasia (yang dimantrai tidak akan mengerti mantra itu). • ada



anggapan



bahwa



lafal



mantra



itu



mempunyai



kekuatan magis; Mantra tidak tergantung pada bahasa tertentu, karena itu sihir dengan ritualnya dan mantranya bukan monopoli bahasa tertentu. Suatu bahasa yang digunakan dalam mantra sihir tidak menjadikannya lebih unggul dari pada sihir dengan mantra berbahasa lain. Apapun bahasa yang digunakan, asal saja dilaksanakan dengan mengikuti ketentuan ritual sihir, maka sihir akan efektif, tanpa harus mengerti bahasa itu (Umar Hasyim, Setan Sebagai Tertuduh dalam Masalah Sihir, Takhayyul, Pedukunan dan Azimat, tt: 198). Inilah salah satu mantra: Sang wewe putih gendongan aku, sang wewe abang aling-alingana aku, sang buto ijo aja ana ing kono, sukma



toya ana ing buriku, landhep tan kathon, adoh tan katingal. Ingin memiliki ilmu sihir? Anda dapat belajar ke tukang sihir, bila ia bersedia mengajarkan. Yang dipelajari ialah ilmu sihir, yang salah satu modelnya seperti diuraikan di atas. Bagaimana cara mempelajarinya dapat ditanyakan langsung pada guru itu. Tetapi, secara umum, ilmu sihir dapat dimiliki 180



F I L S A F A T



I L M U



setelah melalui urutan latihan yang khas magis. Biasanya terdiri dari latihan konsentrasi, latihan untuk menambah tingkat keyakinan. Bentuk latihan, biasanya berupa puasa, tapa, dan menghafalkan mantra.



Aksiologi Berdasarkan uraian di



atas dapatlah diketahui



kegunaan



berorientasi



sihir



lebih



pada



bahwa



orang



yang



memanfaatkannya (biasanya pemesan) dan penyihir itu sendiri (yang mendapat imbalan dan ada juga bersifat sukarela). Kegunaan bagi pemesan ialah ia puas bila musuhnya sakit atau binasa, bagi penyihir ia akan meningkat popularitasnya dan sejumlah materi yang diterimanya. Penggunaan sihir hanya ada dua, pertama yang dikenakan pada badan kedua kepada harta korban. Berikut adalah beberapa jenis sihir dan kegunaannya: 1) Sihir Perceraian



Digunakan untuk menceraikan suami istri atau untuk menimbulkan permusuhan antara orang yang bersahabat. Bentuknya mungkin: •



pemutusan hubungan anak dengan ibunya;







pemutusan hubungan anak dengan bapaknya;







pemutusan hubungan atasan dengan bawahannya;







pemutusan hubungan seseorang dengan temannya;







pemutusan hubungan kemitraan;







perceraian antara suami istri;







berubah keadaan secara mendadak dari cinta menjadi benci;



181



P E N G E T A H U A N



M I S T I K







saling mencurigai;







enggan meminta maaf;







memperbesar sebab pertengkaran atau perselisihan;







terbaliknya pandangan suami terhadap istrinya dan



sebaliknya; • benci terhadap setiap perbuatan pihak lain; • benci pada tempat tinggal pihak lain; 2) Sihir Mahabbah atau Guna-guna



Digunakan oleh perempuan agar terlihat menarik. Gejala sihir mahabbah: 1)



asmara dan cinta berlebihan



2)



nafsu seks meningkat



3)



tidak dapat menahan rasa cinta



4)



mabuk kepayang melihatnya



5)



taat sepenuhnya



3)



Sihir Menipu Penglihatan (hipnotis)



Tukang sihir mendatangkan sesuatu yang diketahui oleh orang, kemudian mengucapkan mantra lalu meminta bantuan setan sehingga



orang



melihat



sesuatu



itu



tidak



sebagaimana



sebenarnya. Gejala-gejala sihir hipnotis: •



orang melihat benda diam seolah bergerak dan sebaliknya.







orang melihat sesuatu yang kecil menjadi besar dan







sebaliknya. melihat sesuatu tidak sebagai sebenarnya.



182



4)



Sihir Gila



Jin yang ditugasi penyihir masuk ke dalam jasad sasaran dan F I L S A F A T I L M U diam di otaknya, kemudian menekan sel-sel



otak



yang berkaitan



dengan daya pikir, saat itulah muncul gejala pada sasaran seperti orang gila.



183



F I L S A F A T



I L M U



Gejala-gejala sihir gila sebagai berikut: •



Melantur, bengong, lupa berat.







Mata melotot.







Tidak dapat melanjutkan pekerjaan.







Berjalan tidak tahu arah.







Kacau dalam pembicaraan.







Tidak dapat tenang di suatu tempat.







Masa bodoh (cuwek).







Tidur di tempat-tempat sunyi.



5) Sihir Lesu



Jin diperintahkan penyihir untuk berdiam diotak sasaran



dan



mempengaruhinya agar mengisolir diri dan menutup diri. Gejalanya: *



suka menyendiri



*



diam terus



*



pikiran melantur



*



selalu santai



*



menutup diri



*



tidak senang pada pertemuan



*



selalu pusing



*



6)



selalu lesu.



Sihir Suara Panggilan



Jin di tugasi menyibukkan orang yang disihir baik waktu tidur maupun jaga, jin itu menampakkan diri dalam tidur orang



itu



berupa



binatang



yang



mengancamnya



atau



memanggil-manggilnya juga kadang-kadang seperti suara ma-



184



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



nusia yang dikenal orang itu atau dengan suara-suara aneh Gejala: • Mimpi menakutkan •



Mimpi seolah ada yang memanggil







Mendengar suara berbicara padanya dalam keadaan jaga







tapi tidak melihat orangnya Banyak was-was







Mencurigai teman dan orang-orang yang dicintainya







Mimpi seolah akan jatuh dari tempat yang tinggi







Mimpi dikejar binatang



7)



Sihir Penyakit



Sihir penyakit ialah sihir yang digunakan untuk membuat orang sakit. Gejalanya: •



selalu sakit pada salah satu anggota badan







lumpuh salah satu anggota badan







tidak berfungsi salah satu inderanya •saraf tersumbat •lumpuh total



8) Sihir Pendarahan



Oleh penyihir jin ditugasi untuk mengeluarkan darah, dengan cara masuk ke dalam jasad (biasanya wanita) dengan cara masuk ke dalam jasad wanita itu dan berjalan diurat bersama darah. Gejala: •



185



terus mengeluarkan darah setelah hari haidnya;



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



• pendarahan berlangsung beberapa bulan, banyak atau sedikit. 9) Sihir Menghalangi Pernikahan



Tukang sihir meminta nama gadis yang akan menikah, nama ibunya, dan salah satu benda bekas pakainya. Lalu penyihir menugasi jin menempel gadis tersebut dan masuk Pada gadis itu ketika gadis tersebut dalam satu dari empat keadaan yang memungkinkan, yaitu keadaan sangat takut, sangat marah, sangat lalai, gejolak nafsu syahwat. Gejala-ge alanya: • pusing terus sekalipun sudah diobati dokter; • dada sesak berat terutama setelah Ashar hingga malam; • melihat pelamar berwajah buruk; • pikiran melayang; • kadang-kadang ada rasa sakit di perut; • rasa sakit pada tulang punggung bagian bawah.



ILMU KEBAL6)



Ilmu kebal adalah sejenis pengetahuan yang berkembang di masyarakat, khususnya Indonesia, dikenal sebagai ilmu tentang cara-cara menjaga diri tanpa bantuan alat fisik agar tidak mempan senjata tajam atau benda lain yang dapat melukai.



Pengetahuan



masyarakat



186



awam



tentang



atau



hal



ilmuwan



tersebut sebagai



dipandang jenis



ilmu



F I L S A F A T



I L M U



pengetahuan mistik yang ajaib. Ilmu ini pada dasarnya membahas cara agar mendapat keselamatan dari gangguan yang akan mencelakakan diri atau jiwanya. Bentuk keselamatan tersebut dapat berupa: 1. terhindar dari perlakuan untuk melukai; 2.



tidak luka pada saat orang melukai. Bentuk kedua ini lebih dikenal sebagai ilmu kanuragan dan



dipandang bersifat fisik, sedangkan bentuk Pertama sering disebut sebagai ilmu hikmah yang lebih bersifat psikis. Bentuk



pertama



yaitu



ilmu



hikmah,



dikembangkan



berdasar agama seperti di lembaga pesantren, padepokan. Pada kenyataan, walaupun tujuan asalnya preventif dan 6) Ilmu Kebal disarikan dari makalah yang ditulis oleh Yaya Suryana Mahasiswa S2 IAIN Bandung Angkatan 1997/1998.



penghindaran, namun latihan dan usahanva seringkali disertai pembekalan agar tidak terluka saat ad melukai. Hal tersebut dilakukan mengingat tuj utamanya adalah untuk keselamatan dan berjaga-jaga jika usaha penghindaran tidak berhasil.



Bentuk kedua yang bersifat fisik, yaitu ilmu kanuragan, selain



dikembangkan



oleh



aliran



putih



dapat juga dikembangkan oleh aliran hitam. Disebut hitam bila penggunaannya tidak sesuai dengan ajaran kebenaran, seperti semata-mata untuk mencari kekuatan lebih dari orang lain, supaya berjaya, terpandang, atau menaklukkan lawan, dan tidak mustahil bila ditujukan untuk mencelakai orang lain. Jenis-jenis ilmu kebal dapat dibedakan dari segi sebagai berikut: 1) Dari segi cara mendapatkannya dan tujuannya: a) Ilmu putih diperoleh dengan cara-cara bermoral dan



187



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



tujuannya untuk menjaga keselamatan dan menolong orang lain; b) Ilmu hitam diperoleh dengan cara tidak mengindahkan moral dan dengan tujuan yang terlepas dari ikatan moral. Dari segi tingkat kekebalan:



2)



• ilmu agar terhindar dari usaha dilukai atau terhindar dari bentrokan fisik • ilmu agar tidak luka tatkala dilukai: -kulit saja (daging dan tulang dapat rusak); -kulit dan daging saja (tulang dapat rusak); -kulit daging dan tulang; 3) Ilmu agar tidak terluka segalanya, dan dapat melukai orang yang memiliki ilmu kebal. 4) Dari segi tingkat ketahanan terhadap senjata: 3) ilmu agar tidak terluka oleh benturan (tidak lecet); • •



ilmu agar tidak terluka oleh bacokan; ilmu agar tidak terluka oleh tusukan (tembakan peluru atau panah);



• •



ilmu agar tidak terluka oleh sabetan, irisan, sodetan; ilmu agar tidak terluka oleh kombinasi a-d;



Berkaitan dengan daya tahan yang terbatas ini kemudian orang memilih alat untuk mengatasi ilmu itu dengan cara menggunakan alat lengkap meliputi tusuk, sodet, dan bacok. Hal ini dimaksudkan untuk mencari alternatif, ketika tidak mempan ditusuk mungkin mempan disodet atau dibacok. Itulah sebabnya clurit cukup populer untuk melukai. 5) Dari segi durasi penguasaan ilmu: • ilmu yang dimiliki sesaat, yaitu saat diisi atau



188



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



memegang benda tertentu yang diisi; •



ilmu yang muncul jika niat dan tujuannya bersih (untuk bela diri atau menolong);







ilmu yang muncul jika dimunculkan dengan jampi







tertentu;



ilmu yang otomatis muncul jika ada bencana yang disengaja untuk mencelakai dirinya;







ilmu yang setiap saat melindungi dari gangguan yang disengaja atau tidak disengaja;







ilmu yang muncul jika yang bersangkutan tidak melanggar pantangan.



Ilmu kebal diperoleh melalui cara supra-natural atau supra-rasional. Ia diperoleh secara mistik. Di kalangan pemilik ilmu ini diyakini bahwa ilmu itu hanya diperoleh melalui dua cara, yaitu melalui bawaan dan hasil belajar. Diyakini pula bahwa orang yang mempelajari ilmu ini dan buku-buku atau coba-coba semacam bereksperimen, akan membawanya pada kecelakaan.



Keyakinan



ini



didasarkan



pada



kenyataan



banyaknya orang yang mabuk atau gila karena tidak berhasil menguasai ilmu itu. Menurut pemilik ilmu kebal, ilmu ini diperoleh dengan cara berguru melalui latihan, dan ukuran keberhasilannya ialah bila dirasakan dan dialami sendiri.



189



F I L S A F A T



I L M U



Pada umumnya ada dua bentuk latihan dalam mempelajari ilmu ini. Pertama, melalui penyucian bathin dan penyucian diri, kedua, melalui latihan berkonsentrasi batin dan fisik serta penguasaan jampi atau amalan tertentu. Pada bentuk pertama, adalah usaha penyucian bathin dan diri melalui ibadah dan pengendalian nafsu syahwat dan keduniaan. Bentuk ini umumnya dilakukan oleh pemakai ilmu putih dengan tujuan untuk menjaga diri dari terluka. Sebagian para pemiliknya kadang-kadang meragukan berdampak fisikal (betul-betul tidak luka) namun diyakini logis karena bersifat preventif terhindar dari usaha untuk melukainya. Metode ini banyak dipraktekan di pesantren Jawa. Para pengikut tarikat tertentu banyak juga memilih bentuk ini, dengan keyakinan jika dirinya sudah sepenuhnya ikhlas mengabdi kepada Allah maka Allah akan melindunginya. Pada bentuk kedua, dilakukan latihan baik fisik maupun bathin. Metode-metodenya ialah sebagai berikut: • Penguasaan ilmu melalui pemenuhan syarat mistik tertentu, seperti puasa, mati geni, tapa, mengamalkan wirid tertentu. •Pewarisan ilmu tertentu secara gaib, melalui cara- cara khusus dari seseorang guru, istilah untuk ini ialah diisi. •



Pewarisan dan penguasaan ilmu untuk menguasai jin atau khadam, dengan cara memenuhi syarat dan amalan tertentu.







Latihan fisik tertentu secara rutin untik melatih dan menguasai suatu ilmu.







Gabungan atau kombinasi dari beberapa atau seluruh cara tersebut.



190



Kegunaan ilmu kebal ialah untuk menjaga diri dari kecelakaan yang diakibatkan oleh kejahatan orang lain dan dapat pula digunakan untuk menolong orang lain dari F I L S A F A T



I L M U



kejahatan orang terhadapnya. Jika tujuannya baik maka ia disebut ilmu putih, bila tujuannya tidak mengindahkan moral, maka disebut ilmu hitam.



SANTET7)



Istilah santet ialah sebutan yang digunakan di Jawa Timur, di Bali disebut leak, di NTB dan NTT disebut leo- leo, tenung di Jawa Tengah, teluh di Jawa Barat, di Tapanuli disebut begu ganyang, di Madura se‘er. Dalam



Kamus



Umum



Bahasa



Sunda



(1982:



152)



disebutkan bahwa santet adalah jampe pamake keur hasud ka batur sina gering atawa maot (mantra yang dibacakan dengan maksud hasud pada orang lain agar sakit atau mati). Ini berarti santet selalu berkonotasi jahat. Menurut J. Van Baal



(Sejarah



dan



Pertumbuhan



Teori



Antropologi



Budaya, 1,1987: 210) santet adalah bagian dari sihir, merupakan kekuatan supra natural yang dapat dipaksa berpartisipasi dengan cara tertentu, dengan jalan baik ataupun dengan jalan buruk. Di sini santet dapat berkonotasi baik atau buruk. Suyono Ariyono (Kamus Antropologi, 1985: 158) menyatakan bahwa santet adalah sejenis pengetahuan yang semata-mata berdasarkan kekuatan gaib. Misalnya melalui aksi makhluk halus, sehingga dasar berpikirnya pun selalu bersandar pada adanya hubungan-hubungan gaib. Definisi ini menjelaskan bahwa santet itu merupakan ma-



7) Santet disarikan dari makalah Tatang Zakaria, Mahasiswa S2 IAIN Bandung Angkatan 1997/1998.



salah gaib. Di dalam kamus Webster’s New Twentith Century Dictionary of English Language, 1980:1038 dinyatakan bahwa 191



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



santet is the pretended art of producing effect of controlling events by charms, spells and ritual supposed to govern certain natural or supernatural forces (seni penguasaan diri dalam menciptakan suatu efek atau kejadian dengan menggunakan jimat, jampi dan upacara ritual yang dianggap mampu mempengaruhi kekuatan ritual dan supernatural). Clifford Geertz (Abangan Santri dan Priayi, 1983: 146) menyatakan bahwa santet adalah sejenis praktek memasukkan bendabenda asing ke perut korban melalui upacara ritual agar korban merasa sakit tak terhingga atau mati. Dalam definisi ini santet itu sangat khusus dan jahat. Dari sekian banyak definisi di atas dapat disimpulkan bahwa santet adalah suatu pengetahuan tentang makhluk gaib yang dapat diperintah untuk mempengaruhi korban dengan menggunakan simbol-simbol dan upacara ritual. Cara mempelajari santet berbeda dari mempelajari filsafat atau sain. Sampai saat ini santet masih merupakan cerita misteri. Dikatakan demikian karena santet itu bersifat irrasional. Demikian pula cara memperoleh pengetahuan santet tidaklah mirip dengan cara memperoleh pengetahuan filsafat atau sain. Tidak setiap orang dapat memperoleh pengetahuan ini dengan mudah.



192



F I L S A F A T



I L M U



penulis makalah telah bertemu dengan seorang tokoh santet di Ujung Berung Bandung tanggal 3 November 1997. Tokoh ini mengatakan bahwa ilmunya didapat dari hasil usaha: 1) puasa hingga 1000 hari; tirakat pada malam hari di tempat-tempat sepi untuk



2)



dapat bisikan gaib; 3)



ziarah sambil tirakat di kuburan-kuburan tertentu;



4)



belajar dari guru santet;



5)



ulet, sabar, tekun. Cara memperoleh yang berat inilah —antara lain— yang



menyebabkan hanya segelintir orang saja yang memiliki ilmu ini. Dari sekian banyak persyaratan di atas, bila telah dipenuhi, maka



diperlukan



alat-alat



menyantet,



seperti:



tongkat



cendana, kayu kaboa, gigi harimau, taring babi, Pakaian hitam, gelang dari benang, boneka dari kain Putih, jarum, silet, air, buah bergetah, dan mantra- mantra. Berdasarkan wawancara diketahui bahwa kegunaan santet ada dua: pertama menyakiti, kedua membunuh. Pada tujuan menyakiti atau menjadikan seseorang sakit, dukun santet mempersiapkan alat berupa simbol persamaan, boleh buah bergetah atau boneka dari benang (kain), jarum sebagai penusuk atau silet sebagai penggores. Dukun membaca mantra, pertanda nyambat (memanggil) makhluk halus agar hadir untuk diperintah Buah bergetah (pepaya misalnya), digores dengan silet jika keluar getah itu pertanda korban merasa sakit. Atau jarum (jarum pentul misalnya) sebanyak 5 atau 7 buah ditusukkan satu persatu ke kepala, tangan, kaki, boneka itu. Pada tujuan membunuh (biasa disebut mengantarkan jiwa orang) penyantet memakai pakaian serba hitam, gelang dari benang, boneka dibaringkan, leher boneka itu digaet dengan



193



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



taring babi. Selanjutnya penyantet membacakan mantra, mata menatap boneka, batin dipusatkan dan taring babi dikaitkan di leher boneka sambil membaca sepotong ayat tertentu, binasalah. Si korban mati didahului dengan muntah darah. Praktek



santet



agaknya



bermacam-macam,



yang



diceritakan di atas adalah salah satu praktek santet di Jawa Barat.



PELET8)



Eni Rahmawati (sebut saja demikian), memiliki paras cantik, siswi SMEA di satu kota. Dalam perjalanan masa remajanya Eni harus berbahagia karena menjadi rebutan pemuda di desanya. Suatu waktu Eni kena pelet yang dilancarkan oleh Sugeng (nama samaran), supir angkot. Singkat cerita Eni dalam keadaan tidak sadar telah menerima Sugeng dengan segala kondisinya. Orang tua Eni melarang berhubungan dengan pemuda itu karena berbeda agama. Eni mati-matian membela pacarnya. Pak haji, orang tua Eni berupaya memisahkan hubungan anaknya dengan Sugeng. Pak haji sekarang menyadari bahwa anaknya kena pelet. Pak haji mengundang beberapa dukun dan para normal, namun tidak berhasil. Ayah Eni akhirnya mengembara ke Cirebon. Di kota itu ia bertemu dengan seseorang (sebut saja Ali Rahman) seorang tabib yang cukup terkenal. Bang Ali meminta pak haji memotong dua ekor kambing dan dagingnya disedekahkan kepada fakir miskin. Hasilnya, Eni dapat dipisah-



1 9 4



F I L S A F A T



I L M U



Pelet disarikan dari makalah Rahman, Mahasiswa S2 IAIN Bandung Angkatan 1997/1998.



kan dari Sugeng. Eni menulis surat putus cinta kepada pacarnya itu. Eni telah diselamatkan dari pelet Sugeng.



Ontologi Secara etimologis pelet mengandung arti memikat, mengambil, pesona, bujukan. Secara terminologis pelet ialah usaha sadar membujuk, menarik rasa cinta seseorang dengan cara-cara tertentu. Berdasarkan pengertian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa pelet merupakan tindakan yang disengaja untuk menarik, mengalihkan rasa cinta seseorang kepada pemelet tanpa disadari sepenuhnya oleh orang yang dipelet. Dilihat dari sumber pengamalannya pelet dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama, pelet yang menggunakan hurufhuruf Arab. Pelet model ini banyak ditemukan dalam kitabkitab mujarabat. Berdasarkan pengalaman, para santri banyak memiliki pelet semacam ini. Kata pelet dalam bahasa Arab mirip dengan kata mahabbah (cinta). Mengadopsi istilah mahabbah sebetulnya terkandung tendensi ke arah mengislamkan aktivitas pelet tersebut. Dengan demikian, setelah diislamkan, ia dianggap sesuatu yang boleh dilakukan. Kedua, pelet yang diambil dari ajaran setan, berupa mantra-mantra, setelah memelet berjanji menjadi pengabdi setan itu. pelet semacam ini biasanya diperoleh dari penyihir. Pelet semacam ini oleh Salim Bali disebut sihir mahabbah. Idrus al-Kaffi dalam kitabnya Ilmu Hikmah Nabawi menyatakan bahwa pelet adalah upaya mempengaruhi jiwa



195



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



seseorang agar ia menabur rasa cinta kepada pemelet. Menurut pengalaman penulis makalah, orang yang terkena pelet dapat diketahui dari sikapnya yang mula- mula diam menyendiri dan yang ia ingat hanyalah orang yang memelet. Bila diarahkan ia membantah, kondisi tubuhnya merosot, kurang bergairah tetapi gairah hidupnya muncul bila bertemu dengan pemelet.



Epistemologi dan Aksiologi Untuk memperoleh ilmu pelet kategori pertama, orang dapat berguru kepada “kiyai”, ustadz atau orang-orang tertentu yang memiliki ilmu itu. Pelet jenis kedua biasanya diperoleh dari dukun yang banyak berpraktek di bidang itu. Ilmu pelet jenis pertama, menurut Sudar Ali Rahman, digunakan dengan dua cara. Cara pertama, dilaksanakan Pada saat-saat tertentu, misalnya ba’da shalat Ashar, shalat Tahajjud atau shalat Shubuh. Sambil duduk menghadap kiblat, konsentrasi sepenuhnya ke arah apa yang sedang dikerjakan. Dengan membaca surat al-Jinn ayat 1-5, maka datanglah jin urusan cinta, jin itu diutus untuk menjinakkan sasaran. Jin yang dipanggil itu adalah jin muslim seperti Khadijah, Jamilah atau yang lainnya. Khadam tersebut biasanya akan melaporkan kegiatannya sampai berhasil. Cara kedua, kata bang Ali, menggunakan foto kedua belah pihak. Sesuai shalat Hajat, foto kedua belah pihak dihadapkan, sambil



dibacakan



ayat



1-5



surat



al-Jinn.



Menurut



pengalamannya, cara ini tergolong jitu. Ilmu pelet jenis kedua, yaitu ilmu pelet hitam, menurut alSalim Bali, cara mempraktekkannya biasanya sebagai berikut.



196



F I L S A F A T



I L M U



Dukun meminta salah satu benda bekas pakai objek, berupa sapu tangan, peci, atau kain yang masih berbau keringatnya, kemudian diambil beberapa benangnya lalu dihembus dan dibuat buhul-buhul sihir padanya. Buhul-buhul tersebut kemudian ditanam di tempat yang jauh atau dikerjakan di dalam air atau makanan. Sihir yang paling dahsyat adalah yang dibuat dari benda najis, terutama darah haid, kemudian diperintahkan agar diletakkan pada makanan, minuman atau wewangian objek. Ada dua kegunaan pelet. Pertama, untuk mengakrabkan persahabatan, hubungan suami istri, atasan bawahan. Kedua, pelet untuk memelet lawan jenis untuk



197



F I L S A F A T



I L M U



dijadikan pasangan hidup. Pelet semacam ini terkadang dilakukan dengan paksaan yang keras, terkadang sang korban sampai berpindah agama demi mengikuti kehendak pemelet. Menurut Umar Hasyim pelet tidak diperbolehkan dalam Islam. Ketegasannya itu didasarkan pada hadis (artinya): Dari Abdullah bin Mas’ud dari Nabi SAW bersabda: Sesungguhnya mantra, azimat dan tiwalah (pelet) termasuk perbuatan syirik. (HR Ahmad). Menurut



penulis



mengakrabkan



makalah,



hubungan



selama



suami



istri,



pelet



digunakan



mengharmoniskan



hubungan sesama manusia, memperbaiki sendi sendi sosial, boleh saja digunakan.



DEBUS3)



Perkataan debus merupakan istilah yang digunakan di pulau Jawa,



khususnya



di



Banten



ketika



mempertunjukkan



kebolehannya yang luar biasa. Kata debus dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia mengandung arti tiruan bunyi seperti



hembusan



angin,



sedangkan



di



dalam



Kamus



Indonesia-Inggris disebutkan bahwa debus bermakna ritual display of invulnerability in west Java.



Ontologi Debus agaknya sama dengan Ilmu Kebal yang dibahas juga dalam buku ini. Memang perlu studi lebih lanjut untuk menetapkan apakah berbeda atau tidak. 3 Debus disarikan dari makalah Ii Sumantri, Mahasiswa S2 IAIN Bandung Angkatan 1997/1998.



198



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



Dalam prakteknya, debus memang sesuatu yang luar biasa, seperti: •



Memakan kaca dan tidak luka.







Kulit tahan disiram air keras.







Tahan ditusuk dengan jarum.







Ditusuk atau digorok tidak luka.



199



F I L S A F A T



I L M U



•Orang diikat dimasukkan peti, setelah dibuka ikatannya •



lepas, bahkan ia keluar sambil merokok. Api tidak panas baginya. Sebenarnya, orang Banten atau bukan, mampu berbuat



seperti itu. Ada beberapa cara yang dapat mengantarkan seseorang pada kemampuan itu, misalnya: •



Memiliki azimat yang diberi guru, atau wirid yang langsung ditiupkan oleh guru melalui anggota badan. Melalui cara ini pendebus itu tidak perlu mengamalkan apa-apa dan ia dapat langsung mempraktekkannya.







Melalui wirid yang harus diwiridkan pada waktu tertentu, sambil berpuasa. Cara tersebut memang bermacam-macam, tergantung pada



kemampuan orang yang hendak mendebus dan kemampuan apa yang hendak dipertontonkan. Umpamanya kalau hanya mampu tahan air keras (kulit tidak mengelupas), cukup dengan melakukan wirid saja. Untuk mampu makan kaca pendebus harus wirid dan puasa. Banyaknya wirid dan lamanya berpuasa juga ditentukan oleh tingkat kemampuan yang hendak dicapai.



Epistemologi Ada dua hal yang harus dipenuhi oleh seseorang yang memperoleh kemampuan debus, yaitu: •



Harus suci badan dari hadas baik besar maupun kecil dan harus suci dari dosa terutama dosa besar. Karena itu orang yang mendebus harus tobat lebih dahulu, mandi dan wudlu. Menurut pakar debus, seorang warga Banten, bila hal itu tidak diperhatikan, maka ia tidak dapat memasuki dunia



200



F I L S A F A T



I L M U



debus. Dosa besar, atau sedang berhadas besar atau kecil misalnya,



akan



kemampuan



menjadi



luar



biasa



penghalang untuk



memiliki



tadi.



memiliki



Bila



sudah



kemampuan, kemudian melakukan dosa besar, maka kemampuan itu akan hilang dengan sendirinya. •



Dituntut adanya kebulatan dan keyakinan dalam hati. Orang yang mendebus dapat diganggu oleh orang lain, sehingga dalam pertunjukan dapat terjadi kegagalan. Untuk



mengantisipasi



kemungkinan-kemungkinan



itu



pendebus ketika hendak memulai pertunjukan biasanya pamit dengan kalimat “satu guru satu ilmu dimohon tidak menganggu” dengan suara yang agak keras. Aksiologi Pada mulanya debus digunakan di Kerajaan Islam Banten dalam rangka menyebarkan Agama Islam. Agaknya debus digunakan



sebagai



media



dakwah



seperti



wali



songo



menggunakan wayang. Menurut catatan sejarah, orang yang hendak nonton debus cukup mengucapkan dua kalimah syahadat sebagai ganti karcis masuk. Kemudian dalam setiap wirid debus selalu didahului dengan syahadat.



TENTANG JIN10)



Jin adalah nama jenis, bentuk tunggalnya jinniy untuk laki-



201



P E N G E T A H U A N



laki



dan



jinniyah



untuk



M I S T I K



perempuan,



yang mempunyai



pengertian “yang tertutup” atau “yang tersembunyi”. Dalam Munjid (Abu Luwis Ma’luf, al-Munjid al-Lughah wa al-‘Alam, 1975: 102) disebutkan bahwa jin adalah makhluk yang diperkirakan terletak antara manusia dan roh, dinamakan demikian karena tertutup dari pandangan mata. Iblis adalah keturunan jin (Muhammad Isa Daud, Hiwar al-Syawafy Ma’a jinniy al-Muslim, 1996: 59), sedangkan nenek moyang jin adalah jaan. Iblis adalah keturunan jin yang sangat pandai, tetapi kemudian ia berperangai buruk dan sombong sebagaimana digambarkan dalam al-Qur’an surat alKahfi ayat 50. Perbedaan jin dan setan adalah setiap setan adalah jin dan tidak setiap jin adalah setan. Hal ini bermula ketika iblis kawin dengan jin perempuan yang menjadi pengikutnya, lantas mempunyai keturunan. Keturunan jin yang dari iblis inilah yang disebut setan (Muhammad Isa Dawud, Hiwar alSyawafy, 1996: 60).



10) Tentang Jin diambil dari makalah Mahrus As’ad Mahasiswa S2 IAIN Bandung Angkatan 1997/1998.



Allah menciptakan jin jauh sebelum penciptaan manusia, hal ini dijelaskan dalam firman-Nya Dan Kami telah menciptakan jaan, sebelum itu, dari api yang sangat panas (QS. al-Hijr: 27). Ungkapan “sebelum itu” dalam ayat atas menunjukkan waktu yang sangat lama. Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Di antara mereka ada yang berpendapat 40 tahun, ada yang mengatakan 2000 tahun bahkan ada yang mengatakan 6000 tahun. Yang penting ialah jin diciptakan lebih dahulu daripada



202



F I L S A F A T



I L M U



manusia. Bahan jin adalah api. Istilah yang digunakan Allah dalam menyebut api kadang-kadang nar al-samun (api sangat panas) seperti dalam surat al-Hijr ayat 27, ma’arij (nyala api) misalnya pada surat al-Rahman ayat 15, atau kata nar (api) saja seperti dalam surat al-A’raf ayat 12. Populasi jin sangat banyak, lebih banyak daripada manusia (Muhammad Isa Daud, Hiwar al-Syawafy, 1996: 59). Mereka tinggal hampir di semua tempat di muka bumi ini, di darat, di air,



di



udara.



Mereka



terdiri



dari



ras



berbeda-beda.



Kehidupannya sama dengan manusia, ada kerajaan, negara, bangsa, penguasa, rakyat jelata. Agama yang mereka anut juga bermacam-macam.



Mereka



juga



makan



minum



seperti



manusia, menghadiri majlis-majlis yang diadakan manusia, pendeknya mereka selalu menyertai manusia kecuali jika dicegah dengan membaca nama Allah (Hasan Ayub, Tabsith al‘Aqidah al-Islamiyah, 1979: 192). Menurut hadis Rasulullah SAW jin dibagi dalam tiga golongan: Dari Abi Tsa’labah al-Khuntsa Rasulullah SAW bersabda jin terbagi menjadi tiga golongan; pertama yang mempunyai sayap sehingga mampu terbang, kelompok lain berupa ular dan kalajengking, kelompok ketiga berubah-ubah wujud (HR Thabrani, Hakim, Bukhari) (lihat Wahid Abdul Salam, Wiqayat al-Insan min al-Jinniy wa al-Syaithan, 1998: 55). Al-Qur’an menjelaskan bahwa jin itu ada yang mukmin ada yang kafir, seperti tersebut dalam surat al- Jinn ayat 14-15: Dan sesungguhnya di antara kami ada yang taat dan ada



203



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



yang menyimpang dari kebenaran; barang siapa yang taat maka mereka itu benar-benar telah



memilih



jalan yang lurus;



adapun yang menyimpang dari kebenaran maka mereka menjadi kayu api bagi neraka jahanam. Mahmud Syaltut menerangkan bahwa di antara jin ada yang mempelajari wahyu kepada para nabi, memikirkan dan mengimaninya, mengajak kaumnya untuk mengamalkan ajaran itu, memberitakan berita gembira kepada yang taat, menyampaikan ancaman kepada yang berbuat maksiat (Mahmud Syaltut, Islam Aqidah wa Syari’ah, 1996: 33). Salah satu jenis jin adalah jin qarin yaitu jin yang ditugasi mendampingi seseorang di mana dan kapan pun orang itu berada. Rasulullah menjelaskan hal ini sebagai berikut: Dari Ibnu Mas’ud berkata, berkata Rasulullah SAW, tidak ada seorang pun di antara kalian yang tidak ditunjuk baginya qarin (pendamping) dari jin dan malaikat; para sahabat bertanya, termasuk engkau ya Rasulullah? Ya, jawab Rasulullah: hanya saja aku mendapat pertolongan dari Allah sehingga jin pendampingku tidak mengajak kecuali yang baik (HR Muslim). Jin qarin inilah yang membantu dukun untuk mengetahui ihwal pasien, sehingga dukun tersebut dapat menebak ihwal pasiennya seakan-akan ia mengetahui yang gaib. Hal ini terjadi karena ada kerja sama antara qarin dukun dengan qarin pasien. Jin qarin juga yang mengelabui klub-klub pemanggilan arwah yang meyakini bahwa yang datang adalah roh orang



204



F I L S A F A T



I L M U



yang telah meninggal. Padahal sebenarnya yang datang ialah jin qarin orang yang telah meninggal itu. Arwah tidak dapat dipanggil. Syekh Muhammad al-Ghazali menyatakan bahwa cerita tentang pemanggilan arwah diliputi berbagai hayalan dan ditunggangi oleh pemikiran yang bertentangan dengan ajaran Islam (Wajdi Muhammad al- Syahawi, Memanggil Roh dan Menaklukkan Jin, 1997. 112). Selain itu, al-Ustadz Yasin Ahmad ‘Id, menjelaskan bahwa setiap manusia yang dilahirkan mempunyai qarin dari bangsa jin yang terus menerus menyertainya. Qarin tersebut mengetahui seluruh masalah dan rahasia orang yang didampinginya. Ketika orang tersebut meninggal qarin tersebut mengembara seperti jin lainnya. Jika ada acara pemanggilan roh maka salah satu jin qarin datang dan berbicara atas nama orang yang telah meninggal. Sungguh tertipu orang-orang mengadakan pemanggilan tersebut, karena yang



datang



bukan



roh



orang



melainkan



jin



qarin



mengatasnamakan orang yang telah meninggal tadi (Wajdi Muhammad al-Syahawi, 1997: 63). Manusia tidak mampu melihat jin dalam bentuk aslinya, kecuali para nabi karena mukjizat-Nya. Firman Allah: Hai anak Adam janganlah kamu ditipu oleh setan sebagaimana setan menipu kedua ibu bapakmu dari surga. Ia menanggalkan



pakaian



agar



kelihatan



aurat



mereka,



sesungguhnya ia dan pengikutnya melihat kamu dari tempat yang kamu tidak dapat melihat mereka, Kami telah jadikan setan-setan itu pemimpin orang-orang yang tidak beriman. (QS. al-A’raf: 27).



205



F I L S A F A T



I L M U



Imam al-Qurthubi dalam menafsirkan ayat ini mengatakan bahwa sebagian ulama berpendapat bahwa jin tidak dapat dilihat berdasarkan kata-kata dari suatu tempat yang kamu tidak dapat melihat mereka (Muhammad Isa Daud, 1996: 37). Sebagian ulama berpendapat, bila Allah menghendaki kamu dapat melihat mereka. Adapun melihat jin dalam bentuk tidak asli, banyak dialami oleh orang yang bukan nabi. Banyak hadis yang menjelaskan bahwa sahabat Rasulullah SAW pernah melihat jin, di antaranya Abdullah bin Mas’ud melihat jin seperti sekumpulan orang dari Sudan atau dari Hindia atau terkadang terlihat seperti burung nasar (Abdul Khaliq al-Anthar, Al-Sihr wa al-Saharah wa al - M ashurum, 1996: 173). Muhammad Isa Daud (1996: 39-51) menjelaskan bahwa jin dapat dilihat dalam tiga kondisi: • Ketika jin menampakkan dirinya. •



Melihat jin lewat jin atau meminum air sihir.







Melihat jin karena kemauan jin disertai adanya kondisi yang memungkinkan hal itu. Untuk memanggil atau melihat jin dapat dilakukan dengan



cara antara lain melalui urutan sebagai berikut: • Menyucikan diri dari hadats besar dan kecil. • Menyendiri dalam ruangan khusus tidak disertai orang lain •



khususnya anak kecil. Waktunya malam hari, lebih baik tengah malam.







Memanjatkan permohonan kepada Allah agar dapat melihat jin dan terhindar dari marabahayanya.







Membaca surat al-Jinn, jika dibaca sekali belum datang ulangi sampai jin datang.



206



F I L S A F A T



I L M U



Memiliki pengetahuan tentang jin dapat menambah keimanan, mengharuskan manusia waspada terhadap kejahatan atau gangguan jin jahat, yang selalu menggoda manusia agar ingkar kepada Allah. Bagi orang yang dapat menundukkan jin atau bekerja sama dengan jin pada umumnya menjadikan jin sebagai khadam. Peran jin dalam hal ini mungkin positif mungkin negatif, sesuai dengan orang yang memanfaatkannya dan juga ditentukan oleh jenis jin, apakah jin itu dari jenis jin baik atau jin jahat. Contoh peran positif umpamanya jika jin digunakan untuk membantu mengobati orang sakit, mengusir setan dari tubuh orang yang dirasuki, membantu mencari orang tenggelam, menjaga keamanan atau tugas-tugas lain seperti yang pernah digunakan oleh Nabi Sulaiman. Dalam arti negatif jin dapat digunakan untuk membahayakan orang lain seperti digunakan dalam menyantet, menyihir.



NYAMBAT11)



Istilah “nyambat” terdapat di tatar Sunda. Apa itu nyambat? Bagaimana caranya? Apa kegunaannya? Itulah beberapa masalah yang dibicarakan berikut ini.



Ontologi Nyambat, dalam bahasa Sunda, artinya kira-kira sama dengan memanggil, menghadirkan, mendatangkan. Secara istilah nyambat ialah memanggil atau menghadirkan roh melalui suatu ritual dengan mengucapkan bacaan-bacaan tertentu.



207



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



Epistemologi dan Aksiologi Berikut diuraikan secara ringkas beberapa jenis nyambat, cara melakukannya, dan kegunaannya. 1. Asrar



Yaitu memanggil yang gaib untuk mengetahui sesuatu yang tidak terlihat mata tidak terdengar telinga.



Nyambat diambil dari makalah yang ditulis oleh Dedeng Rosyidin, Amir Syaripudin dan Deni Kamaluudin Yusuf, Mahasiswa S2 IAIN Bandung Angkatan 1998/1999.



Caranya:



• Wudlu lebih dahulu, kemudian menghadap kiblat terus membaca wirid berikut:



Dalam hati terus membaca lafal Allah sambil memohon kepada Allah sesuai yang dimaksud. •



Membaca wirid setiap ba’da shalat fardlu sebagaimana







Rasulullah mencontohkan, dilakukan selama 7 hari. Setelah itu barulah membaca wirid berikut:



2. Abdul Jabbar



208



F I L S A F A T



I L M U



Adalah nama nyambat untuk menghadirkan kekuatan dan kesaktian Abdul Jabbar. Diperoleh dengan cara nyambat sebagai berikut: • Wudlu, sambil menghadap kilat, setelah selesai lantas membaca:



209



F I L S A F A T



I L M U







Membaca lafal Allah secara terus menerus dalam hati







sambil memohon apa yang diinginkan. Membaca wirid di bawah ini 7 malam



3. Pajajaran



Adalah nyambat untuk menghadirkan khadam berupa siluman yang menjelma menjadi harimau. Sering juga disebut pamacan. Dapat diperoleh dengan cara sebagai berikut: • Membaca wirid



• Bacaan tersebut harus dibacakan dalam keadaan suci (dalam wudlu).



4. Kuda Lumping



Nyambat untuk menghadirkan makhluk gaib, ini adalah nyambat yang berasal dari Majalengka. Caranya: • Wudlu



210



F I L S A F A T







I L M U



Setelah wudlu membaca 41 kali:



5. Kasurupan



Memanggil



jin



(khadam)



untuk



dimintai



bantuannya



mengeluarkan jin pengganggu yang mengganggu seseorang (yang kesurupan). Caranya: •



Meminta bantuan jin khadam untuk mengusir jin yang mengganggu penderita.







Penyembuh bersumpah pada jin pengganggu atas nama tuan para jin, dibantu jin khadam-nya.







Kemudian penyembuh menulis azimat yang harus ditulis dan dibakar di tempat yang didiami jin pengganggu. Al-Ghazali (Al-Aufaq, Kumpulan Ilmu Ghaib, 1984: 56),



menuliskan azimatnya dengan dua cara: Pertama, menuliskan bacaan di bawah ini, membacanya 235 kali, lalu dibakar. Bacaannya:



211



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



Kedua, menuliskan bacaan di bawah ini, membacanya 235 kali, selanjutnya dibakar. Bacaannya:



Adapun jin yang sering dipanggil untuk mengobati ialah sebagai berikut. sumbulat, khinzab, naktabun, wahlan, aslan, kaslan, walhan, waslanu, naktabas, naktabas, surubat, surkubu, talukh, asbanzur, shutbayani, shutbayath, syurkubu, akram, ‘aknum, akniman, fahlus, iktun, tilhamah, ulkualius, zaknabur, aknabur, urban bin um, ‘akan bin irdith, dasim, dasimah, habsan, irbitsin, ikrib, irdabur, sadbulat, naha, nahwa, wabran bin ahran, hubainab, haba’a utsi, lulun, muhyanus, utbulat, janjal, zinzul, juhali, ifruth, ifrith, naqyumas, taul kumnis adida, sawhata, maynakar, syekh yaman, maznakur amuni, mumu’un, burburah, taukalat, uza,uzi, urzik sambalin, uthbalim, mughyat, bazramtah, bazramah bur, ustukun, dayan, yahan, jirjus, tha’ah, misyi marsayin, isfilin, zuyti, walhalah, uzbuy, usbuyut, arkanah, habbat, sahir, yitub, utbulin, utbulinus, uzbalin, uzbalinus, hubaits, umiliah, iknilat,



kurud,



manzakur,



zaldalat,



adit,



zaldalath,



hampayah, ‘akilat, urbanus, kufratsin, adzuhini, infalat, watkalin, anfusa, asdim, asdimji, tabar, tabarah, tabrin, tabariz, abu simah, qarin, abu kanah, kahnak, karnah, umi syiin, umi sibyan, umi asyit, wajraru, bartharah, zilziki,



212



F I L S A Faqualius, A T I L M U qayus, baqanish, asrarah, zalazat, qidrizin,



khaswarah, rijalul ghaib, barquyan, barbainah, utsburun, barbaran, hamfiyah, lutlun, bardayun, balbayat, kamlia, samliat, dathim, datin, kumrun, qumrunus, uqlay, aklaf, aklafinus, umi’ zilzah, umi unan, hubaizat, saljalah, jalajat, jalanus,



barbaithah,



ulkuliyat,



atsiram,



qarqanah,



lawlamah, urbidzinur, burbuyat, taqjarin, asriyu, syibrin, syiralahus, aswah, nahya, akram, hamyanus, wakram, bikra, bulkram, ababah, abuhat, udzan, hazrut, astafaa, milhak, milawah, milaqua, utsgharu, urdah, bayis, udzi, utsim, asim, matsara, layat, tamimus, hakaani, haakun, udaat, babba, ubhat, hadzih, syamaqarani, luluk, ibaqus, taqius,, ibin nasibin, ubayi ubyan, syirkaahu, syirqaha, syirkahala, syirubadzu, badzu, walmah, walwalu, azru dan sayyilah (Lihat dalam kitab al-Thibb Awasin al- Kaey, 40-41). 6.



Tenaga Gaib



Adalah tenaga yang diisikan guru atau didapat karena wirid dan atau puasa. Tenaga ini dimasukkan ke dalam tubuh untuk membangkitkan atau memancing kekuatan gaib yang ada di dalam tubuh kita (Lembaga Seni Bela Diri Hikmatul Iman, Buku Pegangan Anggota, 1993: 17). Tenaga ini digunakan: • agar disenangi orang banyak; caranya: membaca surat Yusuf berulang-ulang selama 7 hari sambil puasa. •



agar dapat lari cepat caranya: Membaca Surat Saba’ 100 kali sambil puasa mutih 7 hari; membaca asma’ul husna berulang-ulang;



213



P E N G E T A H U A N



M I S T I K



7. Pedukunan(al-kahin) Caranya: Dukun bersemedi, membersihkan pikirannya dari persoalan duniawi dengan harapan mendapat petunjuk (Jawa: wangsit) yang gaib. Jika dukun itu pemuja setan maka petunjuknya akan datang dari setan. Jika dukun itu mukmin, ia akan mendapat petunjuk dari ilham. Berdasarkan petunjuk itu dukun mengetahui jenis penyakit pasien dan mengetahui obatnya. Ada juga dukun yang membacakan mantra-mantra pada segelas air putih, setelah itu air tersebut diseduh dan air itu diyakini dapat menyembuhkan penyakit. Badrudi Subkhi (Bid’ahbid’ah di Indonesia, Jakarta: Gema Insani Press, 1996: 104) memberikan sebuah mantra untuk penyembuhan penyakit cacingan: Wahai roh nenek moyang, wahai roh kakek, ke mana kalian pergi? Ke gunung purwa sejati (jawab mereka). Kami mencari apa saja. Kami akan mengobati anak kecil ini, cacing-cacing yang baik biarlah tinggal sepanjang umur anak ini. Ah... obat ini nampaknya hitam (dukun meludah), ya ... saya mengobati anak ini. 8. Ramal



Maria Susuei Dhavamony (Fenomenologi Agama, 1997: 61) menjelaskan tiga teknik ramal, yaitu: Pertama, ramalan mekanis yang menggunakan manipulasi objek material dan operasinya secara kebetulan saja, kedua, ramalan lewat nujum, ketiga, ramalan yang menggunakan kekuatan supranatural. Pada nyambat ramalan dilakukan dengan cara melakukan kontak bathin dengan roh halus atau khadam, jadi sebenarnya ramalan itu adalah bisikan dari khadam tersebut. Dapat disimpulkan bahwa melalui nyambat dapat diperoleh,



214



F I L S A F A T



I L M U



kegunaan sebagai berikut: mendatangkan kekuatan gaib melalui khadam; mengetahui rahasia bathin melalui khadam; melakukan gerakan dengan kekuatan gaib dan alam bawah sadar; menghadirkan kesaktian seseorang melalui kekuatan gaib; menghadirkan kekuatan gaib dalam bentuk binatang seperti jurus-jurus harimau; mengusir kekuatan gaib pada seseorang yang kemasukan makhluk halus dan menyembuhkannya; memecahkan benda-benda keras melalui khadam dan pukulan jarak jauh; menimbulkan simpati orang banyak melalui kekuatan gaib; mendapatkan kekebalan, pengobatan dan kekuatan fisik supranatural; menjawab pertanyaan-pertanyaan atau memenuhi permintaan orang.



ILMU KANURAGAN12)



Ilmu kanuragan ialah ilmu bela diri, dapat berbentuk kekuatan yang datang dari dalam dan dapat juga datang dari luar, keduanya merupakan hasil dari latihan fisik dan riyadhah. Syeikh Ahmad al-Buni berpendapat bahwa Allah SWT. memiliki banyak nama, yang terkenal ada 99 nama atau sifat, satu di antaranya al-Qawiyyu. Kata al-Buni, nama tersebut memiliki khadam yaitu malaikat Muthiya’il. Malaikat itu memiliki anak buah sebanyak 4 komandan yang masing-masing membawahi 116 regu dan setiap regu mempunyai anggota 11.000 malaikat. Pembacaan sifat al-Qawiyyu itu akan memberikan kekuatan yang datang dengan sendirinya tanpa melatih diri secara fisik. Urutan membacanya menurut Abdullah M.E. (Konci Rijki, 1985: 72-73) ialah sebagai berikut. •



Tawassul kepada Nabi Muhammad SAW, kepada Syeikh alBuni, dan kepada malaikat Muthiya’il.



215



P E N G E T A H U A N



• •



M I S T I K



Membaca surat al-Ikhlas, al-Falaq, dan al-Nas. Baca do’a ini:



12) Ilmu Kanuragan disarikan dari makalah Arwandi Yusuf dan Syamsul Falah, Mahasiswa S2 IAIN Bandung Angkatan 1998/1999.



216



F I L S A F A T



I L M U



• Lalu membaca al-Qawiyyu 1000 kali. Di Indonesia banyak terdapat perguruan yang mengajarkan ilmu kanuragan, satu di antaranya Al-Ma’unah di Jember. Setiap anggota perguruan ini diharuskan mengamalkan Tarikat Qadiriyah-Naqsyabandiyah. Cara mempelajari seni bela diri tenaga dalam Al-Ma’unah itu adalah mengikuti urutan sebagai berikut.



1) Dasar Mempelajari 10 jurus latihan fisik seperti gerakan silat sampai



dikuasai.



Sepuluh



jurus



tersebut



ialah:



asasan,



dorongan, tekan, mizan, tempuk, bilasan, colokan, patah, dan khataman. 2)



Pembuka



Jurus dasar yang 10 tersebut, setelah dikuasai benar- benar, harus dilengkapi dengan tendangan sambil zikir nafas sirr. Setiap jurus harus diiringi dengan nafas, ada yang 1 detik, 2 dan ada juga yang 3 detik. 3)



Pintu Wali



Dalam tahap ini pelajar sudah mulai menerima harakat,



217



P E N G E T A H U A N



semacam tenaga dari guru. 4)



M I S T I K



Payung Wali



Di sini pelajar harus sudah diuji ilmunya dalam hal menghasilkan tenaga-dalam dan ia harus terus mengamalkan Tarikat Qadiriyah-Naqsyabandiyah. 5)



Pancaran Ma’unah



Setelah menguasai ilmu bela diri tersebut, murid dapat mempergunakan ilmunya itu kapan saja. Setiap hari, setelah selesai latihan jurus, murid harus membaca:



Secara umum, ilmu kanuragan dapat digunakan: • Untuk melumpuhkan ilmu hitam, dengan terlebih dahulu menggunakan ilmu tahanan maut untuk menjaga serangan balik. • Untuk menyedot dan membalikkan ilmu lawan, bila lawan menyerang dengan tenaga gaib atau tenaga dalam. • Untuk menotok lawan dari jarak jauh. • Untuk memukul lawan dari jarak jauh. • Untuk memukul musuh dengan hawa panas, sehingga musuh akan kepanasan.



DA F TAR P US TAKA Abdullah M.E, Konci Rijki, Jakarta: Hasanah, 1985. Abu al-Siraj al-Thusy, Al-Luma, Mesir: Dar al-Kutub al-



218



D A F T A R



P U S T A K A



Haditsah, 1996. Abu Abdullah al-Razi, Tafsir Ibnu Katsir, 1, tt. Abu Luwis Ma’luf, al-Munjid al-Lughah wa al-‘Alam, Beirut: Dar al-Masyriq, 1975. Abu Bakar Atjeh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tashawwuf, Ramadhani, 1989. Abdul Qadir Zailani, Koreksi Terhadap Ajaran Tashawuf, Jakarta: Gema Insani Press, 1996. Abdul



Khaliq al-Anthar,



Al-Sihr wa al-Saharah



wa al-



Mashurum, Terjemahan Tarmana, Bandung: Hidayah, 1996. Ahmad Abdurrahman Hamad, al-‘Alaqah bayn al-Lughah wa alFikr, Dar al-Ma’rifah al-Jami’iyyah, 1985. Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, Bandung: Rosdakarya, 1997. Aldous Huxley, The Perennial Philosophy, New York: Harper and Row, 1945. Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik dalam Islam, Terjemahan, Pustaka Firdaus, 1986. Ali Abu Hayullah al-Marzuqy, Al-Jawahir al-Lama’ah, tt. A.S. Hornby, A Leaner’s Dictionary of Current English, London: Oxford University Press, 1957. Al-Ghazali, Al-Aufaq: diterjemahkan



Kumpulan oleh



Masroh



Ilmu



al-Khusaeni,



Ghaib, Surabaya:



Mahkota, 1984. Badrudi Subkhi, Bid’ah-bid’ah di Indonesia, Jakarta: Gema Insani Press, 1996. Clifford Geertz, Abangan Santri dan Priayi, Pustaka Jawa, 1983 C. Mulder, Pembimbing ke dalam Ilmu Filsafat, Jakarta: Badan



240



F I L S A F A T



I L M U



Penerbit Kristen, 1966. David L. Silis, International Encyclopedia of the Social Sciences. New York: Macmillan Company, 1972. Elias, Modern Dictionary English Arabic, 1968. Ensiklopedi Islam. Fred N. Kerlinger, Foundation of Behavior Research, New York: Holt, Rinehart and Winston, 1973. Frithjof Schoun, The Trancendent Unity of Religion, New York: Harper and Row, 1975. Hamka, Tasauf Perkembangan dan Kemurnian, Jakarta: Nurul Islam, 1980. Hatta, Alam Pikiran Yunani, Jakarta: Tinta Mas, 1966. Hasan Ayub, Tabsith al-‘Aqidah al-Islamiyah, Kuwait: Dar alBuhuts al-’Ilmiyah, 1979. Ha‘iri, Ilmu Hudluri: Prinsip-prinsip Epistemologi dalam Islam, Bandung: Mizan, 1999. Herman Soewardi, Tiba Saatnya Isalam Kembali Kaffah Kuat dan Berijtihad (Suatu Kognisi Baru tentang Isalam), Bandung: Diterbitkan sendiri oleh Pengarangnya, 1999. Hasbullah Bakry, Sistematika Filsafat, Jakarta: Widjaja, 1971. Houston Smith, Beyond Post-Modern, 1979. (?) Ibn Khaldun, Muqaddimah, Dar al-Fikr, 1981. Ibrahim Samirra’i, Fiqh al-Lughah al-Muqarran, Beyrut: Dar alTsaqafah al-Islamiyyah, tt. Ibn



Miskawaih,



Tahdzib



al-Akhlaq,



terjemahan,



Mizan,



Bandung, 1994.



241



D A F T A R



P U S T A K A



Ibnu Mandzur Jamaluddin al-Anshari, Lisan al-‘Arab, Kairo: Dar al-Mishriyyah li al-Taklif wa al-Tarjamah, tt. Jauhar Salim Abbay (penerjemah), Al-Thibb Awasin al- Kaey, Jakarta: Yayasan Ibnu Ruman, tt. Joe Park, Selected Reading in The Philosophy of Education, New York: The Macmillan Company, 1960. Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Sinar Harapan, 1994. J. Van Baal, Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya, I, Jakarta: Gramedia, 1987. James



Drever,



Kamus



Antropologi,



penerjemah



Nancy



Simanjutak, Jakarta: Bina Aksara, 1986. Kamus Umum Bahasa Sunda, Panitia Kamus LBSS, Bandung: Tarate, 1992. K.



Bertens,



Sejarah



Filsafat Barat Abad



XX,



Jakarta:



Gramedia, 1983. Kerlinger, Foundation of Behavior Research, New York: Holt, Rinehart and Winston, 1973. Karl Jasper, Philosophical Faith and Revelation, London: Colin, 1967. Komarudin Hidayat dan Muhammad Wahyuni, Agama Masa Depan: Prespektif Filsafat Perennial, Jakarta: Paramadina, 1995. Langeved, Menudju ke Pemikiran Filsafat, Djakarta: PT. Pembangunan, 1961. Lembaga Seni Bela Diri Hikmatul Iman, Buku Pegangan Anggota, Bandung: LSBDHI, 1993.



242



F I L S A F A T



I L M U



Louis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah wa al-‘Alam, Beirut: Dar al-Masyriq, 1975. Mohammad Hatta, Alam Pikiran Junani, Djakarta: Tintamas, I, 1966. Mathias



Haryadi,



Membina



Hubungan



antar



Pribadi



Berdasarkan Prinsip Partisipasi, Persekutuan dan Cinta Menurut Gabriel Marcel, Yogyakarta: Kanisius, 1996. Mundiri, Logika, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 1994. Murtadla Muthahhari, Menapak Jalan Spiritual, Jakarta: Pustaka Hidayah, 1995. Muhammad Isa Daud, Hiwar al-Syawafy ma’a Jinniy alMuslim, terjemahan Afif Muhammad dan H. Abdul Adhiem, Bandung: Pustaka Hidayah, 1996. Muhammad



bin



Abdul



Wahab,



al-Tauhid



alladzi



huwa



Haqqullah ‘ala al-Abid, Libanon: Dar al-Arabiyyah, 1969. Mahmud Syaltut, Islam Aqidah wa Syari’ah, Mesir: Dar alQalam, 1996. Maria Susuei Dhavamony, Fenomenologi Agama, Jakarta: Kanisius, 1997. Poedjawijatna, Pembimbing ke Alam Filsafat, Djakarta:PT Pembangunan, 1974. Reymond Firth, Human Types, terjemahan, Bandung: Sumur Bandung, 1960. Samudi Abdullah, Takhayyul dan Magic dalam Pandangan Islam, Bandung: Alma’arif, 1997. Sihristany, al-Milal wa al-Nihal, Dar al-Fikr, tt. Sachiko Murata, The Tao of Islam, Bandung: Mizan, 1996.



243



D A F T A R



P U S T A K A



Syihabuddin Yahya al-Syuhrawardi, Hikayat-hikayat Mistis, Bandung: Mizan, 1992. Syaikh Wahid Abdul Salam Bali, al-Sharim al-Battar fi Tashaddi li Saharat al-Asrar, terjemahan, Jakarta: Rabbani Press, 1995. Suroso Orakas, White Magic, Pekalongan: Bahagia, 1989. Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, Djakarta: Bulan Bintang, II, 1973. Suyono Ariyono, Kamus Antropologi, Jakarta: Akademika Press, 1985. T. Jacob, Manusia, Ilmu dan Teknologi, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993. Umar Hasyim, Setan Sebagai Tertuduh dalam Masalah Sihir, Takhayyul, Pedukunan dan Azimat, Surabaya: Bina Ilmu, tt.



244



F I L S A F A T



I L M U



Webster’s New Twentith Century Dictionary of English Language, 1980. Wahid Abdul Salam, Wiqayat al-Insan min al-Jinniy wa alSyaithan, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1998. Will Durant, The Story of Philosophy, New York: Simon and Schuster, Inc., 1959. William James, Encyclopedia of Philosophy, 1967. (?) William James, Some Problems of Philosophy, New York: Longman, 1971. Wajdi



Muhammad



al-Syahawi,



Memanggil



Roh



dan



Menaklukkan Jin, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997.



245



D A F T A R



P U S T A K A



TENTANG PENULIS AHMAD TAFSIR, lahir di Bengkulu tahun 1942. Pendidikannya diawali di Sekolah Rakyat (sekarang



SD)



di



Bengkulu,



melanjutkan



sekolah di PGA (Pendidikan Guru Agama) 6 tahun di Yogyakarta. Selanjutnya belajar di Fakultas



Tarbiyah



IAIN



Yogyakarta,



dan



menyelesaikan Jurusan Pendidikan Umum tahun 1969. Tahun 1975-1976 (selama 9 bulan) mengambil Kursus Filsafat di IAIN Yogyakarta. Tahun 1982 mengambil Program S2 di IAIN Jakarta. Tahun 1987 sudah menyelesaikan S3 di IAIN Jakarta juga. Sejak tahun 1970, Tafsir mengajar di Fakulas Tarbiyah IAIN Bandung, sampai sekarang. Tahun 1993, Guru Besar Ilmu Pendidikan



ini



mempelopori



berdirinya



Asosiasi



Sarjana



Pendidikan Islam (ASPI). Sejak Januari 1997 diangkat menjadi Guru Besar pada Fakultas Tarbiyah IAIN Bandung. Karya tulisnya tersebar pada berbagai media. Umumnya menulis tentang pendidikan dan filsafat. Akhir-akhir ini kerap juga menulis tentang tasauf. Buku terakhir ini, Filsafat Ilmu: Menuju Pengetahuan Mistik, ialah salah satu kajian beliau tentang mistik. Buku lain yang sudah dipublikasikan di antaranya: Filsafat Umum,



246



F I L S A F A T



I L M U



Akal dan Hati sejak Thalts sampai Capra, Rosdakarya, Bandung, Metodologi



cetak



ulang



Pendidikan



kesembilan Agama



Februari



Islam,



2001;



Rosdakarya,



Bandung, sudah cetakan keenam; Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Rosdakarya, Bandung, cetakan kelima (2002).



Mistik menjadi pelengkap kehidupan. Nyata dan terbukti ada yang memakainya. Namun, acapkali “mistik” menjadi sasaran pengecaman masyarakat. Seolah ia berada pada grid bawah. Dus, eksistensinya bernasib kurang mujur. Dicap kurang baik, tapi dipelihara. Penyajian pengetahuan mistik dalam buku ini tetap pada jalur keilmuan. Anda jangan berharap setelah membaca buku ini akan bisa praktek perdukunan atau paranormal. Walaupun pada bagian akhir buku ini disertakan beberapa contoh



247