Fisika 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIKA TERAPAN III ISBN: 978-979-17494-2-8 Peran Fisika Dan Terapannya Sebagai Modal Pengembangan Kemandirian Bangsa Di Bidang Pendidikan, Industri, dan Kedokteran



Surabaya, 15 September 2012



Editor: Samian Y.G. Y. Yhuwana



PRODI S1 FISIKA, DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA



SAMBUTAN KETUA DEPARTEMEN/PRODI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI, UNIVERSITAS AIRLANGGA



Assalamualaikum Wr. Wb Puji syukur saya panjatkan kehadlirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga pada hari ini “ Seminar Nasional Fisika Terapan III “ dapat terlaksana dengan baik dan lancar. Seminar Nasional Fisika ini merupakan salah satu kegiatan rutin dua tahunan yang dilaksanakan oleh prodi S1 Fisika Unair. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan ilmu fisika dan terapannya di berbagai universitas dan instansi di Indonesia melalui publikasi yang dipresentasikan oleh peserta seminar. Selain itu diharapkan dapat melakukan sinergi antar instansi untuk proses pembelajaran, penelitian dan penerapan fisika, sehingga fisika dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan teknologi di Indonesia. Oleh sebab itu Prodi S1 Fisika Unair berkomitmen untuk dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan fisika tersebut melalui penyelenggaraan seminar yang sumber pendanaannya diperoleh dari RKAT pengembangan prodi fisika tahun 2012. Ilmu Fisika yang merupakan salah satu pilar dasar bagi perkembangan teknologi di Indonesia masih dianggap belum memiliki banyak sumbangan bagi pembangunan nasional. Oleh sebab itu kegiatan seminar dengan tema “ Peran Fisika dan Terapannya Sebagai Modal Pengembangan Kemandirian Bangsa di Bidang Pendidikan, Industri dan Kedokteran “ ini diharapkan dapat membuka pengetahuan berbagai kalangan atas peran besar fisika dalam peningkatan teknologi masa kini dan kesejahteraan serta kualitas hidup manusia. Hal ini selaras dengan sejarah perkembangan teknologi di dunia, dimana kebergantungan yang sangat kuat terhadap perkembangan ilmu dasar , salah satunya adalah fisika. Saya ucapkan terima kasih kepada bapak Rektor Unair dan Dekan Fakultas Sains dan Teknologi atas disetujuinya RKAT Pengembangan Prodi Fisika ini. Terima kasih juga saya sampaikan kepada ketua panitia seminar Dr. Moh.Yasin, M.Si dan anggotanya atas kerja kerasnya, sehingga kegiatan ini bisa terlaksana. Semoga kegiatan ini dapat memberi kontribusi bagi perkembangan fisika di Indonesia. Selamat melaksanakan seminar ini.



Wassalam,



Surabaya, 15 September 2012 Ketua Departemen/ Prodi Fisika,



Drs. Siswanto,M.Si NIP. 196403051989031003



i  



KATA PENGANTAR (KETUA PANITIA SEMINAR NASIONAL FISIKA TERAPAN III-2012) Assalaamu’alaikum wrt wbt., Peserta seminar yang saya hormati, Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Alloh S.W.T akhirnya kami dapat menyelesaikan seluruh kegiatan Seminar Nasional Fisika III dengan tema “Peran Fisika Dan Terapannya Sebagai Modal Pengembangan Kemandirian Bangsa Di Bidang Pendidikan, Industri Dan Kedokteran” yang telah diselenggarakan pada Tanggal 15 September 2012 di Ruang Kahuripan Lantai 3 Gedung Perpustakaan, Kampus C Universitas Airlangga Surabaya. Kegiatan seminar ini dilaksanakan oleh Program Studi S1 Fisika, Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga bertujuan untuk membuka wawasan akan peranan ilmu fisika bagi pengembangan kemandirian bangsa di bidang pendidikan, industri, dan kedokteran. Kegiatan seminar ini akan mengkaji beberapa topik dasar dan kontemporer yang terkait dengan bidang Pendidikan Fisika, Biofisika dan Medis, Fisika Material, Biomaterial dan Nanoteknologi, Optika dan Laser, Fisika Teori dan Komputasi, serta Fisika Instrumentasi dan Kontrol. Berdasarkan pengalaman dalam melaksanakan Seminar Nasional Fisika Terapan I pada tahun 2007 dan Seminar Nasional Fisika Terapan II pada tahun 2010, maka melalui kegiatan Seminar Nasional Fisika Terapan III ini diharapkan terjadi peningkatan jumlah publikasi nasional pada tahun 2012. Melalui kegiatan ini, penelitian-penelitian yang dilakukan oleh staf, dosen maupun mahasiswa Program Studi S1, S2 dan S3 Fisika & Aplikasinya dapat diketahui secara luas oleh berbagai kalangan, mulai dari pendidik, industri dan medis baik dari institusi negeri maupun swasta. Terima kasih kami ucapkan kepada keynote speaker bapak Prof. Dr. Ir. Djoko Santoso, M.Sc. selaku Dirjen Dikti Kemendikbud dan para invited speaker antara lain Prof. Dr. Khairurrijal (ITB), Prof. Dr. Darminto (ITS) dan Dr. Retna Apsari, M.Si. (UNAIR) yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan pencerahan dan berbagi pengalaman kepada kami. Terima kasih yang sebesarbesarnya kepada seluruh anggota panitia dan pimpinan Fakultas Sains dan Teknologi Unair, karyawan dan mahasiswa atas kerjasama dan perjuangannya demi kelancaran acara ini. Semoga kerjasama dan kebersamaan ini senantiasa terjaga demi kemajuan Prodi S1 Fisika FST Unair. Terima kasih juga kami sampaikan kepada para sponsor yang telah berkenan memberikan kontribusi kepada kegiatan seminar ini dan semoga kerjasama ini dapat terus terbina di masa yang akan datang. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada para undangan baik sebagai pemakalah maupun sebagai peserta seminar ini, atas partisipasi bapak dan ibu seminar ini dapat berjalan dengan baik. Atas nama panitia, kami mengucapkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas kesalahan dan kekurangan pelaksanaan seminar ini. Akhirnya kami ucapkan selamat ber-seminar, semoga Seminar Nasional Fisika Terapan III tahun 2012 bermanfaat bagi kita semua dan sampai jumpa pada kegiatan seminar yang akan datang. Semoga Alloh S.W.T senantiasa memberikan Rahmat & Hidayah kepada kita untuk membangun bangsa yang mandiri. Sukses selalu. Wassalam, Surabaya, 15 Septmber 2012 Ketua Panitia SNAFT-III-2012



Dr. Moh. Yasin, M.Si. NIP. 196703121991021001 ii  



SUSUNAN PANITIA SEMINAR NASIONAL FISIKA TERAPAN III 2012 Steering Committee: Dekan Fakultas Sains dan Teknologi



: Prof. Win Darmanto, M. Si., Ph.D.



Wakil Dekan I Fakultas Sains dan Teknologi



: Dr. Nanik Siti Aminah, M.Si.



Wakil Dekan II Fakultas Sains dan Teknologi



: Drs. Pujiyanto, M.S.



Wakil Dekan III Fakultas Sains dan Teknologi



: Drs. Hery Purnobasuki, M.Si., Ph.D.



Ketua Departemen Fisika



: Drs. Siswanto, M.Si.



Organizing Committee: Ketua



: Dr. Moh. Yasin, M.Si.



Sekretaris



: Herlik Wibowo, S.Si., M.Si.



Bendahara



: Dr. Suryani Dyah Astuti, M.Si.



Sie Tim Naskah



: Drs. Siswanto, M.Si. Prof. Dr. Suhariningsih Dr. Retna Apsari, M.Si. Dr. Soegianto S, M.Si. Drs. R. Arif Wibowo, M.Si. Drs. Bambang S., M.Si.



Sie Prosiding (ISBN)



: Samian, S.Si., M.Si. Yoseph Ghita Y., S.Si.



Sie Dana



: Drs. Pujiyanto, MS Dr. Prihartini W., drg., M.Kes. Mahniza, SH.



Sie Acara



: Dyah Hikmawati, S.Si., M.Si. Franky Candra S. A., ST, MT Ir. Aminatun, M.Si.



Sie Promosi, Akomodasi, dan Gedung



: Drs. Adri Supardi, M.S. Supadi, S.Si., M.Si. Winarno, S.Si M. Farid Muhammad Taufik Imam Soegiarto iii



 



Sie Website



: Farid Andriansyah, S.Kom M. Fajar Shodiq, ST



Sie Konsumsi



: Lies Wismaningtias, S.Sos. Endang S, S.Sos.



Sie Kesekretariatan



: Delima Ayu Saraswati, ST, MT Nuril Ukhrowiyah, S.Si., M.Si. Prima Sari Wijayani, S.Si. Dwi Hastuti, ST Erlina Mufid K.



Sie Dokumentasi



: Drs. Djoni Izak R., M.Si. Mashuri



Sie Perlengkapan



: Imam Sapuan, S.Si., M.Si. Jan Ady, S.Si., M.Si. Deni Arifianto, S.Si. Denny Fikasa Siman



iv  



DAFTAR ISI Halaman Sambutan Ketua Program Studi S1 Fisika ……………………………………………………



i



Kata Pengantar Ketua Panitia …………………………………………………………………



ii



Susunan Panitia ……………………………………………………………………………….



iii



Daftar Isi ………………………………………………………………………………………



v



A.



BIDANG KAJIAN FISIKA TEORI DAN FISIKA KOMPUTASI



Studi Numerik Reduksi Separasi Aliran 3D Melalui Penambahan Bluff Rectangular Turbulator (BRT) (Studi Kasus Di Daerah Junction Asymmetry Airfoil 9C7/32.5C50) Heru Mirmanto, Sutrisno, Herman Sasongko ……………………………………………...



A1



Karakteristik Aliran 3 Dimensi Di Sekitar Bodi Modifikasi Sapuangin Urban Concept (Studi Numerik Pengaruh Ground Clearance) Heru Mirmanto, Wawan Aries Widodo, Ahmad Haidar Nashruddin ……………………...



A7



Decomposing Knowledge System as High End of Universe Evolution The benefit for Theoretical Physics and Future Science Md Santo ……………………………………………………………………………………...



A 13



Hydrothermal Non-Linear Waves (Hnlw) Using Bekki-Nozaki Amplitude Holes Equation As A Clinical Non-Invasive Predictor For Interventricular Septum Wall Dysfunction Related To Cardiac Excitation Ricardo Adrian Nugraha ………………………………………………………………….....



A 23



Perbandingan Metode Segmentasi Warna untuk Ekstrasi Citra Mycobacterium Tuberculosis Hasil Pewarnaan Ziehl – Neelsen Riries Rulaningtyas, Andriyan B. Suksmono, Tati L.R. Mengko, Putri Saptawati, Franky Chandra, Winarno ……………………………………………………………………………



A 29



Uji Karakteristik Modul Surya Dengan Menggunakan Sun Simulator Sederhana Serta Pendekatan Komputasi Satwiko S.. …………………………………………………………………………………….



A 36



Metode Gradien Vertikal Gayaberat Mikro Antar Waktu Dan Aplikasinya Supriyadi, Sarkowi …………………………………………………………………………...



A 39



Eksplorasi Metode Deteksi Tepi Pada Pemrosesan Citra Digital Untuk Menemukan Metode Deteksi Tepi Alternatif Yang Lain Aslan Alwi, Munirah Muslim ………………………………………………………………..



A 45



Investigasi Analitik Persamaan Osilator Harmonik Dengan Gaya Luar Bergantung Waktu Eko Juarlin …………………………………………………………………………………..



A 49



Simulasi Efek Terobosan Struktur Penghalang Ganda Semikonduktor Menggunakan Algoritma Numerov Eko Juarlin …………………………………………………………………………………...



A 51



Mesin Carnot Kuantum Dengan Dua Partikel Boson Herlik Wibowo, Agus Purwanto, Eny Latifah ……………………………………………....



A 55



Solusi Persamaan Schrodinger Untuk Potensial Non Sentral Kombinasi Potensial Coloumb Plus Pöschl -Teller I Menggunakan Metode Nikiforov-Uvarov Jeffry Handhika, Suparmi, Cari ……………………………………………………………..



A 63



v



Selaras Nada Internasional A440 Untuk Nada Gamelan Saron Pelog Menggunakan Pendekatan Frekuensi Joko Catur Condro Cahyono ………………………………………………………………...



A 68



Peningkatan Kualitas Citra Rekonstruksi melalui Kombinasi Citra Tomografi Listrik dan Akustik K. Ain, D. Kurniadi, Supriyanto, O. Santoso, A.P. Wibowo ………………………………..



A 71



Rekonstruksi Sinyal Suara Melalui Jaringan Nirkabel Menggunakan Sparse Sampling Vivien Fathuroya, Sekartedjo, Dhany Arifianto …………………………………………….



A 78



Metode Rekonstruksi Summation Convolution Filtered Back Projection (SCFBP) dan Algebraic Reconstruction Technique (ART) dalam Sistem Tomografi Ultrasound Ring Array Berbasis Time of Flight Nuril Ukhrowiyah, Khusnul Ain, Retna Apsari ……………………………………………..



A 82



B.



BIDANG KAJIAN FISIKA MATERIAL DAN BIOMATERIAL



Studi Infiltrasi Tubulus Dentin Berbasis Hidroksiapatit yang Berpotensi untuk Terapi Dentin Hipersensitif Aditya Iman Rizqy, Aminatun, Prihartini Widiyanti ………………………………………..



B1



Pengaruh Variasi Temperatur Terhadap Suseptibilitas Barium M-Heksaferit Tersubstitusi Ion Zn (BaFe11,4Zn0,6O19) Aghesti W Sudati, M Zainuri, Ariza N Kosasih ……………………………………………..



B5



Pengaruh Penambahan Hidroksiapatit terhadap Karakteristik Amalgam High Copper tipe Blended Alloy Aminatun, Siswanto, Ertika Auliana Dainti ………………………………………………...



B9



Absorbent Dressing Sponge Berbasis Alginat-Kitosan Berkurkumin Untuk Luka Derajat Eksudat Sedang-Besar Arindha Reni Pramesti, Dyah Hikmawati, Nanik Siti Aminah …………………………….



B 13



Pengaruh Variasi Waktu Milling Terhadap Sifat Fisis Seng Fosfat Dan Nano Zinc Oxide Dessy Mayasari ……………………………………………………………………………….



B 23



Analisis Struktur dan Sifat Magnetik Paduan Magnet Nanokristalin Barium Heksaferit BaFe12O19 dengan Metode Mechanical Milling Eva Hasanah, Agus Setyo Budi, Wisnu Ari Adi, dan Iwan Suguhartono ………………….



B 28



Pengaruh Variasi pH Pelarut HCl Pada Sintesis Barium M-Heksaferrit dengan Doping Zn (BaFe11,4Zn0,6O19) Menggunakan Metode Kopresipitasi Irwan Ramli, Inayati N. Saidah, Findah R. S dan M. Zainuri ……………………………..



B 32



Sintesis dan Karakterisasi Komposit Hidroksiapatit dari Tulang Sotong (Sepia sp.)-Kitosan untuk Kandidat Aplikasi Bone Filler Istifarah, Aminatun, Prihartini Widiyanti …………………………………………………..



B 37



Sintesis Makroporus Komposit Kolagen Hidroksiapatit Sebagai Kandidat Bone Graft Miranda Zawazi Ichsan, Siswanto, Dyah Hikmawati ………………………………………



B 44



Pengaruh Molaritas NaOH pada Sintesis Nanosilika Berbabis Pasir Bancar Tuban dengan Metode Kopresipitasi Munasir, Surahmat Hadi, Triwikantoro, Moch.Zainuri, Darminto ……………………….



B 52



vi



Sintesis dan Karakterisasi nano-Komposit Hidroksiapatit/Kitosan Fosfat untuk Aplikasi Jaringan Tulang Nanang Nurul Hidayat, Ra Irindah F.S, Siswanto, Dyah H. ………………………………



B 56



Pembuatan Hidrogel Kitosan – Glutaraldejid Untuk Aplikasi Penutup Luka Secara In Vivo Nurul Istiqomah, Djony Izak R. ……………………………………………………………..



B 62



Paduan Gel Getah Batang Pisang dengan PVA (Poly Vinyl Alcohol) sebagai Bahan Baku Benang Jahit Operasi yang Absorbable Satrio A., Perwitasari F.L.R., Agung B.A., D. Resti N., Ayu W., Aminatun ……………….



B 65



Sintesis Dan Karakterisasi Semen Gigi Komposit Kalsium Fosfat-Kitosan Siswanto, Jan Ady, Pipit Dewi Nugrahini …………………………………………………...



B 69



Karakterisasi Pendeposisian Film Tipis Alumunium (Al) Pada Substrat Silikon Dengan Sistem Sputtering ARC-12M Slamet Widodo ………………………………………………………………………………..



B 74



Evaluasi Nilai Tahanan Internal Modul Panel Fotovoltaik (PV) Berdasarkan Pemodelan Kurva I(V) Normal Light dan Dark Current Yanuar, Lazuardi Umar, Rahmondia N. Setiadi ……………………………………………



B 79



Studi Tentang Struktur Mikro Keramik-Geopolimer Berbahan Dasar Kaolin dan Abu Sekam Padi Dengan Scanning Electron Microscopy (SEM) dan X-Ray Diffraction (XRD) Abdul Haris, Indra Wulan Ramadhani, dan Subaer ………………………………………..



B 84



Sintesis dan Karakterisasi Kolagen dari Tendon Sapi (Bos Sondaicus) sebagai Bahan Bone Filler Komposit Kolagen – Hidroksiapatit Agnes Krisanti Widyaning …………………………………………………………………...



B 87



Potensi Kolagen Kulit Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) Sebagai Scaffold Kolagen-Hidroksiapatit pada Bone Tissue Engineering Ary Andini, DyahHikmawati, Sri Sumarsih …………………………………………………



B 92



Karakterisasi Genteng Berbahan Pasir Merapi Dengan Aditif Abu Kayu Albasia Untuk Optimalisasi Daya Serap Air Dan Konduktifitas Panas Chotibul Umam, Suparmi, Harjana …………………………………………………………



B 99



Upaya Perbaikan Kualitas Pada Proses Pembuatan Bioselulosa–Kitosan Dengan Gliserol Sebagai Plasticizer Serta Pemanfaatannya Dalam Bidang Medis Sebagai Penutup Luka Djony Izak Rudyardjo dan Riesca Ayu Kusuma Wardhani ………………………………..



B 105



Sintesis Dan Studi Karakteristik Mekanik Keramik Refraktori Dengan Variasi Komposisi Unsur Dan Suhu Sintering Jan Ady, Indra Suci Rahayu …………………………………………………………………



B 111



Karakterisasi In Vitro Dan In Vivo Komposit Alginat - Poli Vinil Alkohol – ZnO Nano Sebagai Wound Dressing Antibakteri Perwitasari F. L. R, Aminatun, S. Sumarsih ………………………………………………..



B 115



Sintesis dan Karakterisasi Bioselulosa–Kitosan Dengan Penambahan Gliserol Sebagai Plasticizer Riesca Ayu Kusuma Wardhani dan Djony Izak Rudyardjo ………………………………...



B 119



Molecular Dynamics Study of Temperature Effect on Layered Graphene Rizal Arifin, Angga Prasetyo, S.K. Lai ………………………………………………………



B 125



Sifat Optik Kaca Telurium Oxide Yang Terdadah Ion Erbium Rudi Susanto, Ahmad Marzuki, Cari, Adi Pramuda, Wahyudi …………………………….



B 129



vii



Proses Sintesis Indium Tin Oksida (ITO) Nano Partikel Dengan Metode Sol Gel Sebagai Lapisan Aktif Pada Sensor Gas CO Slamet Widodo ………………………………………………………………………………..



B 132



Sintesis Dan Karakterisasi Hidroksiapatit Makropori Untuk Aplikasi Bone Filler Wida Dinar Tri Meylani, Djoni Izak R., Siswanto …………………………………………..



B 137



Upaya Perbaikan Sifat Mekanik Plastik Edibel Berbasis Pati Melalui Penambahan Selulosa Diasetat dari Serat Nanas Siswanto, Jan Ady, Pradita Denia Abrista …………………………………………………..



B 144



Sintesis Bahan Cetak Gigi Natrium Alginat dari Alga Coklat Sargassum sp. yang Berpotensi Untuk Aplikasi Klinis Windi Aprilyanti Putri, Siswanto, Prihartini Widiyanti .............................................



B 148



C.



BIDANG KAJIAN FISIKA OPTIK



Chalcogenide Ge-Te-In for photonics applications A. Zaidan, Vl. Ivanova, Y. Trifonova, P. Petkov …………………………………………….



C1



Serat Optik Sebagai Sensor Kadar Ion Timbal Dalam Air Samian ………………………………………………………………………………………..



C5



Pengaruh Suhu Pada Pengukuran Pergeseran Dengan Menggunakan Serat Optik Berstruktur SMS (Singlemode-Multimode-Singlemode) Dan Otdr (Optical Time Domain Reflectometer) Aslam Chitami Priawan Siregar, Agus Muhamad Hatta …………………………………...



C8



Pergeseran Mikro Fiber Optik Pada Variasi Gandengan Badrul Wajdi ………………………………………………………………………………….



C 14



Pengukuran Kadar Glukosa dalam Air Destilasi Menggunakan Fiber Coupler Fina Nurul Aini, Samian, dan Moh. Yasin ………………………………………………….



C 18



Design And Operation Of Fiber Optic Vibration Sensor Using Fiber Coupler Probe M. Yasin ………………………………………………………………………………………



C 21



Sensor Ketinggian Zat Cair Menggunakan Serat Optik Yang Dikupas Supadi ………………………………………………………………………………………...



C 25



Optimasi Interferometer Michelson Real Time Untuk Deteksi Koefisien Muai Termal Composite Nanofiller Ersti Ulfa A, Retna Apsari, Y. G. Y. Yhuwana …………………………………………..



C 27



Sistem Deteksi Fitur Wajah Manusia Menggunakan Sumber Pustaka Terbuka dan Kamera Web Pada Rentang Cahaya Tampak Y. G. Y. Yhuwana .....................................................................................................................



C 32



D.



BIDANG KAJIAN FISIKA INSTRUMENTASI DAN PENGUKURAN



Aplikasi Metode Kontrol Optimal Pada Sistem Konversi Energi Tenaga Angin Ahmad Nadhir, Agus Naba, Takashi Hiyama ………………………………………………



D1



Pengembangan Sistem Instrumen Portabel Berbasis PC & µC Untuk Alat Bantu Eksperimen dan Pengajaran Fisika Didik R. Santoso ……………………………………………………………………………...



D6



viii



Sistem Instrumentasi Sinyal Electrocardiography untuk Analisa Dinamika Jantung Eko Agus Suprayitno, Achmad Arifin ……………………………………………………….



D 12



Rancang Bangun MISO (Multi Input Single Output) Converter Pada Sistem Hybrid 48 Volt Untuk Proyek Rumah DC (Direct Curent) Erna Istiqamah, Satwiko S, Taufik ………………………………………………………….



D 18



Penggunaan Enclosed Spring Mounting Sebagai Peredam Getaran Pada Nail Maker Machine Dengan Metode Transmisibilitas Galih Anindita, Edy S. ……………………………………………………………………….



D 22



Pengembangan Potensi Saluran Irigasi Untuk Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro di Pedesaan (Studi Kasus Desa Andungbiru Kecamatan Tiris Kabupaten Probolinggo) Hari Siswoyo, Teguh Utomo, Sugiarto, Maftuch, Mohammad Bisri, Sholeh Hadi ………..



D 28



Deteksi Sinyal ECG Irama Myocardial Ischemia dengan Jaringan Saraf Tiruan Muchammad Taufiq Bachrowi, Welina Ratnayanti Kawitana, Endah Purwanti ………….



D 33



Perancangan Perangkat Lunak Audiometer Nada Murni dan Tutur untuk Diagnosis Pendengaran Sabrina Ifahdini S, Adri Supardi, Franky Chandra ………………………………………...



D 39



Pencacah frekuensi resolusi 0.1ppm menggunakan IC tunggal mikrokontroller Setyawan P. Sakti …………………………………………………………………………….



D 47



Optimasi Kontrol Multi-Objective Pada Sistem Kendali Iklim Greenhouse Menggunakan Particle Swarm Optimization (PSO) Son Haji, Katjuk Astrowulan, Rusdihanto E.AK. …………………………………………...



D 51



Audiometer Berbasis Mikrokontroller AVR ATmega 8535 Syevana Dita M, Triwiyanto, Bambang Guruh I. ……………………………………….…..



D 54



Rancang Bangun Sun Simulator Menggunakan Light Emitting Diode Untuk Uji Karakteristik Single Solar Cell Ari W., Hanjoko P., Hadi N. …………………………………………………………………



D 63



Rancang Bangun Mesin Pemerah Susu Sapi dengan Sistem Elektro Pneumatik untuk Meningkatkan Produktivitas Sapi Perah dan Kualitas Susu Sapi Arief Abdurrakhman, Bambang Sampurno …………………………………………………



D 68



Studi Eksperimental Pengaruh Variasi Tegangan Listrik, Konsentrasi Katalis, dan Temperatur terhadap Optimalisasi Sistem Elektrolisis Brown’s Gas Arief Abdurrakhman, Harus Laksana Guntur ……………………………………………...



D 74



Rancang Bangun Sisteem Monitoring dan Pengendalian Suhu Pada Inkubator Bayi Berbasis Fuzzy logic Fadillah Nufinda Rachman, Supadi, Tri Anggono Prijo …………………………………...



D 80



Heater Of 2450 Mhz Microwave To Test Hyperthermia Invivo Fadli Ama …………………………………………………………………………………….



D 85



Alat Kendali Drop Rate Infus Otomatis Franky Chandra Satria Arisgraha, Kristio Mordhoko, Pujiyanto ………………………….



D 88



Rancang Bangun Oksimeter Digital Berbasis Mikrokontroler ATMega16 Guruh Hariyanto, Welina Ratnayana K., Franky Chandra S.A. …………………………...



D 92



Studi Uji Coba Wind Turbine Dengan Menggunakan Wind Tunnel Sederhana Kristin Natalia, Satwiko S, Hadi N. ………………………………………………………….



D 95



ix



Perancangan Kontroler Menggunakan Metode ANFIS Sebagai Pengendalian Lonjakan Temperature Uap Jenuh Untuk Menjaga Kestabilan Temperature pada Boiler Heat exchanger WS-6 M. Fajar Shodiq J, Rusdianto Effendi AK, Ali Fathoni ……………………………….……



D 100



Rancang Bangun Syringe Pump Berbasis Mikrokontroler ATmega8535 Dilengkapi Detektor Oklusi Nada Fitrieyatul Hikmah, Imam Sapuan dan Triwiyanto ………………………………….



D 105



Pengaruh Jumlah Sudu Terhadap Daya Output Turbin Angin Bersumbu Horizontal Diameter 1,6 Meter Sebagai Sumber Penyedia Listrik Pada DC House Puji Suharmanto, Satwiko Sidopekso, Taufik ………………………………………………



D 114



Penerapan Model switch T Pada Rangkaian Kolektor Data Electrical Capacitance Tomography Saikhul Imam, Muhammad Rivai …………………………………………………………...



D 121



Desain Lampu DC pada Sistem 48 Volt sebagai Sumber Penerangan pada Proyek Rumah DC Setiadi N, Satwiko S, Taufik …………………………………………………………………



D 124



Perencanaan Sistem Pendaratan Otomatis Pada Pesawat Trikopter Berbasis Ardupilot Sigit Wasista, Setiawardhana ………………………………………………………………...



D 131



Pengembangan Elektrokardiografi (EKG) Portable Sebagai Wujud Teknologi Tepat Guna Tyas Istiqomah, Welina Ratnayanti K, Franky Candra SA. ………………………………..



D 136



Rancang Bangun Unit Enkripsi Suara Berbasis Mikrokontroler Atmega 8535 Bambang Suprijanto …………………………………………………………………………



D 142



Rancang Bangun Heart Rate Monitoring Device (Hrmd) Sebagai Pemantau Bradikardi Dan Takikardi Berbasis Mikrokontroler Thieara Ramadanika, Retna Apsari , Delima Ayu S. .............................................................



D 146



E.



BIDANG KAJIAN BIOFISIKA, FISIKA KEDOKTERAN, DAN FISIKA NUKLIR



Kajian Biofisika Terapi Akupunktur Dengan Elektrostimulator Welina RK dan Trianggono Priyo …………………………………………………..



E1



Perubahan Bioenergi Pada Mencit (Mus Musculus) Akibat Rangsangan Laser Di Titik Akupunktur Andriyana, Suhariningsih, Puspa Erawati ………………………………………….



E5



Implementasi Learning Vector Quantization (LVQ) sebagai Alat Bantu Identifikasi Kelainan Jantung Melalui Citra Elektrokardiogram Fatimatul Karimah, Endah Purwanti ……………………………………………….



E 10



Optimasi Dosis Energi Penyinaran LED Biru (430 nm) Untuk Fotoinaktivasi Bakteri Staphylococcus epidermidis Suryani Dyah Astuti, Endah Robiyati, Agus Supriyanto …………………………...



E 13



Deteksi Dua Belas Sadapan Sinyal Elektrokardiogram Untuk Mengenali Kelainan Jantung Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan Dengan Metode Backpropagation Talitha Asmaria, Endah Purwanti …………………………………………………..



E 18



x



Deteksi Kanker Paru-Paru Dari Citra Foto Rontgen Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation Tri Deviasari Wulan, Endah Purwanti ……………………………………………...



E 21



Penentuan Respon Optimal Fungsi Penglihatan Ikan Terhadap Panjang Gelombang Dan Intensitas Cahaya Tampak Welina Ratnayanti Kawitana dan Fita Fitria ……………………………………….



E 24



Superior Variety Characterization Of Nila Fish (Oreochromis Sp.) In Broodstock Center Pbiat Janti, Klaten Based On Morphological Characteristic, Protein Banding Pattern And Total Protein Content Joko Aribowo, Sutarno, Sunarto …………………………………………………….



E 28



Potensi Induksi Medan Magnet Eksternal untuk Efektivitas Fotoinaktivasi Bakteri Patogen Nike Dwi G. D., Suryani Dyah Astuti, Moh. Yasin …………………………………



E 37



Rancang Bangun Alat Pengukur Kadar Gula Darah Menggunakan Metode Optik Untuk Penderita Diabetes Ninik Irawati, Delima Ayu Saraswati dan Moh. Yasin ………………………….....



E 40



Analisis Efek Akupuntur Pada Sinyal EEG Berbasis Spectrogram Robinsar Parlindungan ……………………………………………………………...



E 44



Analisis Spektrum Frekuensi Sinyal Surface EMG untuk Mengukur Tingkat Keletihan Otot Triwiyanto …………………………………………………………………………….



E 51



Klasifikasi Normal, Abnormal, dan Non-Spermatozoa Manusia Menggunakan Backpropagation Neural Network Winarno, K.E. Purnama, S. Hardiristanto, M.H. Purnomo ………………………..



E 58



F.



BIDANG KAJIAN PENDIDIKAN FISIKA, FISIKA LINGKUNGAN, DAN LAIN-LAIN



Pembuatan Program Simulasi Eksperimen Boyle-Gay Lussac Berbasis Komputer Sebagai Media Pembelajaran Fisika di SMA Ambrosius Advent Wiyono, Herwinarso, Tjondro Indrasutanto …………………………...



F1



Pengembangan Video Eksperimen Pembelajaran Inquiry Pada Bahasan Kapilaritas Farita Saragih, J.V. Djoko Wirjawan, G. Budijanto Untung ………………………………



F6



Penerapan Model Pembelajaran Langsung Berbantuan Media Berbasis Komputer untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Alat-Alat Optik bagi Siswa di Smak Diponegoro Blitar Feby Restiana Dewi, I Nyoman Arcana, dan G. Budijanto Untung ……………………….



F 13



Pemanfaatan Pembelajaran Fisika Berbasis Web dalam Meningkatkan Interaksi Belajar Mahasiswa Heni Safitri, Herawati, Widiasih …………………………………………………………….



F 17



Pengembangan Program Dry lab dalam Pembelajaran Fisika sebagai Media Pembelajaran Jarak Jauh Herawati, Heni Safitri, Widiasih …………………………………………………………….



F 21



Pemanfaatan Laboratorium Fisika Sma Rsbi Di Kabupaten Sleman Yogyakarta Tahun 2012 Heru Wahyudi ………………………………………………………………………………..



F 25



xi



Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif Berbasis Komputer Tentang Kinematika Gerak Lurus Jane Koswojo, Nyoman Arcana, J.V. Djoko Wirjawan ……………………………………..



F 32



Pengembangan Media Pembelajaran Fisika Berbasis Video Tentang Usaha Dan Energi Martha Kustiani, Sugimin W. Winata, Herwinarso ………………………………………...



F 40



Penentuan Jenis Dan Kadar Radionuklida Pada Air Di Sepanjang Daerah Aliran Sungai Brantas Dengan Metode Analisis Pengaktivan Neutron(Apn) Nur Aini Maftukhah, Suryani Dyah Astuti, Arif Wibowo …………………………………..



F 45



Penelitian Rekayasa Kompor Wajan Listrik Batik Cap Suharyanto ……………………………………………………………………………………



F 49



Analisis Pengetahuan Masyarakat Terhadap Pentingnya Sikap Tanggap Bencana Di Wilayah Rawan Bencana Pesisir Jawa Timur Eko Hariyono ………………………………………………………………………………...



F 54



Pemisahan Banyak Sumber Suara Mesin Berputar Dengan Metode Li-Tifrom Blind Source Separation Galih A, Dhany Arifianto …………………………………………………………………….



F 58



Pengembangan Bahan Ajar Fisika Sma Kelas X Pada Materi Gelombang Elektromagnetik Dengan Aplikasi Spreadsheet Excel Heru Edi Kurniawan …………………………………………………………………………



F 62



Perancangan Strategi Program Perkuliahan Fisika Untuk Meningkatkan Kemampuan Menganalisis Dan Mengevaluasi Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Bandung I Gede Rasagama, Kunlestiowati Hadiningrum, Mukhtar Ghozali ………………………...



F 67



Berpikir Tingkat Rendah Menuju Berpikir Tingkat Tinggi Kus Andini Purbaningrum …………………………………………………………………..



F 75



Pengembangan Perangkat Pembelajaran Fisika Smp Pada Materi Hukum-Hukum Newton Yang Mengintegrasikan Perilaku Berkarakter Laily Maghfirotunnisa ……………………………………………………………………….



F 82



Pembuatan Media Pembelajaran Fisika SMA Berbasis Komputer untuk Subpokok Bahasan Tegangan Permukaan Zat Cair Laurensius Prasanna Eko Murti Widodo, Herwinarso, Tjondro Indrasutanto ……………



F 91



Meningkatkan Respons dan Prestasi Belajar Siswa Melalui Pengajaran Langsung dan Interaktif pada Bahasan Gerak Nanik Fuji Lestari, I Nyoman Arcana, dan J.V. Djoko Wirjawan …………………………



F 97



Penggunaan Media Pembelajaran Im3 Ditinjau Dari Kemampuan Berfikir Siswa Nasrul Rofiah H, Jeffry Handhika …………………………………………………………..



F 101



Mendeley for Scientific Research Support: a Review Rahma Martiana, Rizal Arifin, and Irawati …………………………………………………



F 105



Penerapan Game Puzzle untuk Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII A SMP Katolik Santo Stanislaus I Surabaya pada Materi Hukum Newton Ria Tekat Puspitaningrum, I Nyoman Arcana, J.V. Djoko Wirjawan ……………………..



F 108



Pengembangan Media Pembelajaran Fisika SMA Bilingual READ PRO pada Bahasan Radiasi Benda Hitam Theresia Anata, I Nyoman Arcana, J.V. Djoko Wirjawan ………………………………….



F 115



xii



Penerapan Pembelajaran Berbasis Kegiatan Laboratorium dengan Pendekatan Tutor Sebaya untuk Meningkatkan Kompetensi Mahasiswa dalam Kuliah Fisika Terapan Usmeldi ……………………………………………………………………………………….



F 120



Penerapan Model Pembelajaran STAD dengan Metode Demonstrasi untuk Meningkatkan Keaktifan dan Prestasi Belajar Fisika Vironika, Herwinarso, I Nyoman Arcana …………………………………………………...



F 124



Proses Terintegrasi Dalam Pembelajaran Pendidikan Tinggi: Kajian Kasus Pembelajaran Mata Kuliah Fisika Komputasi Di Jurusan Fisika ITS Widya Utama, Melania Suweni, Dwa D Warnana, Bagus J Santosa, Syamsul Arifin …….



F 128



xiii



FISIKA TEORI   FISIKA KOMPUTASI  SEMINAR NASIONAL FISIKA TERAPAN III (2012) 



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



STUDI NUMERIK REDUKSI SEPARASI ALIRAN 3D MELALUI PENAMBAHAN BLUFF RECTANGULAR TURBULATOR (BRT) (STUDI KASUS DI DAERAH JUNCTION ASYMMETRY AIRFOIL 9C7/32.5C50) Heru Mirmanto1, Sutrisno2, Herman Sasongko3 1,2,3Jurusan Teknik Mesin FTI, ITS, Surabaya 2Jurusan Teknik Mesin FTI, UK.Petra, Surabaya Email : [email protected]



Abstrak Separasi aliran 3-D merupakan suatu bentuk kerugian energi aliran di daerah junction yang tidak dapat dihindarkan. Kondisi ini dapat dijumpai pada interaksi wing dengan fuselage pada pesawat terbang atau interaksi blade dengan hub pada famili mesin-mesin turbo, dll. Separasi aliran ini menyebabkan terjadinya penyumbatan aliran (kerugian energi). Oleh karena itu perlu upaya mereduksi kerugian akibat separasi aliran 3D di daerah endwall junction. Penelitian ini dilakukan secara numerik untuk mengkaji perbandingan karakteristik aliran di daerah interaksi endwall junction asimetri airfoil Bristish 9C7/32.5C50 akibat penggunaan Bluff Rectangular Turbulator (BRT) dan tanpa BRT. Simulasi numerik menggunakan perangkat lunak Fluent 6.3.26, model viscous Skdengan kondisi Re = 105. Dimensi BRT (d/C=4/10), Jarak Turbulator dengan Bodi (Ld/C = 2/3), Jarak turbulator dengan inlet flow (d/Lu=0.075). Variasi angle of attack α = 4° dan 8°. Kaji kualitatif dilakukan terhadap visualisasi kontur kecepatan, streamline di sekeliling bodi, serta Isototal pressure loss coefficient didaerah downstream. Sedangkan kaji kuantitatif dilakukan terhadap nilai surface integral di daerah outflow. Penggunaan Bluff Rectangular Turbulator membuat aliran lebih turbulent, dimana energi yang dimiliki lebih besar. Sehingga aliran ini lebih mampu mengatasi adverse pressure gradient. Akibatnya posisi forward saddle point lebih mendekati leading edge bila dibanding tanpa turbulator. Hal ini akan mempersempit luasan corner wake yang terjadi di blade upper surface, dengan demikian blockage aliran dapat direduksi. Kondisi ini dibuktikan pada angle of attack 4°,8° penggunaan BRT dapat mereduksi Isototal pressure loss coefficient sebesar 56%, 41%. Kata Kunci: secondary flow, separation, vortex, bubble separation, airfoils, turbulent. PENDAHULUAN Kerugian energi yang terjadi di daerah junction disebabkan oleh separasi aliran 3D. Kondisi ini dapat dijumpai pada interaksi wing dengan fuselage pada pesawat terbang atau interaksi blade dengan hub pada famili mesin-mesin turbo, dll. Secara fundamental fenomena terjadinya separasi aliran 3D diawali dengan kajian terhadap bodi tunggal. Sebab separasi aliran pada bodi tunggal hanya akibat interaksi aliran viscous dua lapisan batas, yaitu bodi dan endwall. Separasi aliran 3D selalu diawali terjadi saddle point di depan leading edge. Saddle point adalah bertemunya dua attachment line, yaitu attachment line dari free-stream dan attachment line dari leading edge selanjutnya aliran terseparasi secara 3D. ketika bertemu dengan free-stream disampingnya akan menimbulkan skewed boundary layer. Skewed boundary layer inilah yang menyebabkan terjadi adverse pressure gradient di depan leading edge. Separation 3D bergerak secara roll-up dan bergerak menyelimuti bodi. Formasi aliran tersebut membentuk tapak kuda sehingga disebut dengan horse-shoe vortex. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dipaparkan pertama kali oleh Tobak dan Peak, (1982). Penelitian tersebut dilanjutkan oleh Surana dkk(2006) dengan mengkaji fenomena separasi aliran 3D



diselesaikan secara exact theory dengan menggunakan nonlinear dynamical system methods pada persamaan Navier Stokes. Separasi aliran 3D merupakan penyebab terbesar terjadi kerugian hidrolis yang paling besar yaitu 50%. Sedangkan kerugian hidrolis aliran yang lainnya disebabkan oleh gesekan pada dinding sebesar 30% dan bentuk atau profil sebesar 20%. Hal ini dikemukan oleh Horlock dan Lakshminnarayana(1987) yang terjadi pada axial compressor. Separasi aliran 3D sering terjadi pada kompressor dikarenakan aliran akan menghadapi kenaikan tekanan. Oleh karena itu perlu upaya mereduksi kerugian akibat separasi aliran 3D di daerah endwall junction agar dapat meningkatkan kinerja kerja suatu sistem. Devenport melakukan penelitian dengan memfokuskan pada penggunaan fillet radius konstan di sambungan dasar antara wing dan endwall. Namun pembahasan tersebut belum mampu merubah struktur aliran. Kemudian Devenport dkk(1992) melanjutkan penelitiannya dengan meletakan fairing didepan leading edge, hasil yang didapatkan terjadi penurunan nonuniformity, unsteadiness wake dan intensitas turbulensi. Selain itu peneliti yang lain, yaitu Steenaert dkk(2002) memaparkan hal yang serupa yaitu pada sambungan fairing wing dan plat datar A1



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



ditemukan laminerisasi separasi vortex. Selain itu modifikasi pada bodi tunggal pernah dilakukan oleh Rosi(2009), dengan digunakannya fairing pada daerah leading edge. Hasil eksperimental penggunaan fairing berdampak terhadap berkurangnya adverse pressure gradient, forward saddle point menjauh dari leading edge dan intesitas vortex lebih mengecil. Hal ini yang mengindikasikan bahwa terbentuknya blockage dan aliran low momentum lebih menguasai pada bodi tanpa fairing. Dampaknya aliran tersebut mengalami penyumbatan lebih besar. Indikator tersebut menginformasikan bahwa dengan menggunakan fairing dapat berperan penting untuk mengurangi terjadi separasi aliran 3D. Oleh karena itu diperlukan upaya lain untuk mereduksi terjadi separasi aliran 3D. Upaya lain mereduksi terjadinya separation 3D dengan memperbesar energi momentum pada aliran free stream. Penggunaan turbulator menghasilkan aliran memiliki momentum dan intensitas turbulensi besar yang lebih besar sehingga digunakan dalam masalah ini. Beberapa peneliti seperti Yaghoubi dan Mahmoodi(2004) melakukan eksperimental terhadap karakteristik aliran di sekitar bluff rectangular turbulator (BRT), hasilnya terjadi bubble separation tepat setelah melintasi BRT. Titik reattachment aliran atau berkembangnya kembali aliran pada kondisi semula sangat ditentukan oleh dimensi BRT itu sendiri. Hal ini didukung hasil simulasi yang telah dilakukan oleh Suksangpanomrung dkk(2002) dengan pengamatan kondisi unsteady. Pada penelitian sebelumnya Djijali(1991) telah membandingkan hasil numerik dan eksperimen pada kondisi steady. Hasilnya pada aliran yang mendatar didekat endwall mengalami hambatan, akibatnya aliran tersebut bergerak ke atas dan streamline terbuka, kemudian



aliran tersebut bertemu dengan aliran free stream diatasnya. Interaksi kedua aliran tersebut menyebabkan streamtube menyempit sehingga terjadi akselerasi aliran. Ketika aliran yang terseparasi memiliki energi momentum yang cukup untuk kembali ke posisi semula, peristiwa itu disebut sebagai reattachment flow atau bubble separation. Hal ini menyebabkan terjadi peningkatan intensitas turbulensi dan momentum di dekat endwall. Kemudian Velayati dan Yaghoubi(2005) melanjutkan penelitian BRT yang diletakan secara pararel. Hasil penelitian tersebut menyatakan untuk daerah endwall dan tip, bubble separation size semakin kecil. Oleh karena itu diperlukan pengkajian penggunaan BRT untuk diaplikasikan mengurangi terjadinya separasi 3D di dekat endwall. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini akan menggunakan analisa simulasi numerik Computation Fluid Mechanic(CFD) untuk mengamati karakteristik aliran bodi tunggal British 9C7/32.5C50 dengan BRT dan tanpa BRT. Domain simulasi ditunjukkan pada gambar 1. Dimensi BRT (d/C=4/10), Jarak Turbulator dengan Bodi (Ld/C=2/3), Jarak turbulator dengan inlet flow (d/Lu=0.075). Variasi angle of attack(AoA)  = 4° dan 8°. Karakteristik aliran free stream dengan Red =105, Intensitas turbulensi (Tu) 5%. Bidang depan dinyatakan dengan initial condition velocity inlet, bidang belakang dinyatakan dengan outflow, sedangkan endwall dan bodi dinyatakan sebagai wall. Sedangkan Bidang sisi kanan, kiri dan atas dinyatakan sebagai symmetry.



Gambar 1 Domain Penelitian



Model viscous yang digunakan adalah Standard K-Epsilon (SKE) dan kriteria konvergensi 10-5. Selain itu hubungan antara perhitungan tekanan dan kecepatan menggunakan SIMPLEC. Jumlah mesh



yang digunakan 2 juta, dengan bentuk mesh Hexagonal dan kualiatas dibawah 0.6. Nearwall treament menggunakan standart wall function, A2



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



sedangkan disretization equation menggunakan first order. Penelitian ini akan mengamati terjadi separasi aliran 3D dengan menampilkan streamline aliran di endwall. Efek penyumbatan aliran dipaparkan secara kualitatif dan kuantitatif. Pemaparan secara kualitatif dilakukan dengan cara menampilkan terjadi cornerwake di suction side body khususnya disekitar trailing edge. sedangakan terjadinya penyumbatan aliran dipaparkan dengan kontur iso total pressure loss di daerah downstream. Pada kajian kuantitatif akan menampilkan persentasi reduksi iso total pressure loss di daerah downstream.



Pada AoA 8º terjadi corner wake lebih kuat. Hal ini disebabkan oleh interaksi bertemunya attacment line dari free stream upperside dan attachment line dari lower side, yang disebut sebagai backward saddle point(BSP)semakin menjauhi trailing edge. Dampaknya vortex area akan semakin besar dan menyebabkan corner wake semakin hebat. Selain itu attachment line free stream upper side diantara attachment line terbentuk backward saddle point dan cross flow menyebabkan terjadi focus. Focus merupakan jenis vortex baru yang bergerak ke arah span bertemu dengan corner wake. Hal ini menyebabkan terjadi corner wake semakin besar. Pada gambar 2 dipaparkan topologi terjadi corner wake pada AoA 8º. Corner wake yang terbentuk akibat peningkatan AoA akan semakin membesar, hal ini terjadi untuk kedua jenis endwall. Penelitian ini tidak memfocuskan pengamatan perbedaan AoA, namun titik beratkan pada manfaat penggunaan BRT untuk setiap AoA. Efektivitas penggunaan dengan BRT dan tanpa BRT dibukti pada gambar 3, bahwa terjadi corner wake di upper side dekat dengan trailing edge mengalami pengecilan, baik pada AoA 4° dan 8°. Besar kecilnya formasi horseshoe vortex sangat menentukan terjadi corner wake, sehingga diperlukan ekplorasi lebih detail terhadap berkembang horseshoe vortex di dekat trailing edge. Formasi horseshoe vortex bermula pada terbentuk FSP, namun perbedaan letak FSP tidak terlalu signifikan perbedaannya antara tanpa BRT dan dengan BRT. Pada gambar 4 menjelaskan penelusuran streamline aliran melintasi endwall. Pada setiap AOA attachment line free stream penggunaan BRT lebih berimpit dengan upper side body dibandingkan tanpa BRT. Akibatnya BSP selalu bergerak mendekati trailing edge akan menyebabkan daerah vortex mengecil. Peningkatan AoA selalu memicu terjadi curlflow semakin besar, hal ini disebabkan perbedaan tekanan antara upperside dengan lower side akan semakin besar. Selain itu pada bodi di upperside defleksi skin friction line lebih tajam menuju midspan dengan luasan pengikisan vortex semakin lebar. Hal ini yang menyebabkan intesitas vortex semakin lebar seiring dengan peningkatan AoA.



HASIL DAN DISKUSI Separasi aliran 3D diawali terjadi foward saddle point(FSP) di depan leading edge, sama seperti yang diungkapkan oleh Tobak dan Peake(1982). Kemudian separasi aliran 3D bergerak menelusuri bodi di kedua sisi, yaitu upper side dan lower side. Pada sisi lower side aliran separasi 3D terus bergerak menelusuri bodi menuju downstream. Sedangkan aliran separasi 3D di sisi upper side bergerak mendekati bodi dan bertemu dengan backflow dari curlflow. Pertemuan ini menyebabkan separasi aliran semakin hebat, kemudian berhadap dengan adverse pressure gradient. Pada daerah tersebut adverse pressure gradient disebabkan oleh bentuk profile body. Separasi aliran 3D tersebut tidak mampu menghadapi adverse pressure gradient sehingga aliran berpusar yang disebut dengan vortex. Pusaran aliran tersebut sering disebut sebagai corner wake. Pada aliran terjadi corner wake merupakan penyebab terjadi penyumbatan aliran.



Gambar 2 Topologi Aliran Melintasi Single Body Pada AoA 8°.



A3



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Tanpa BRT (α=4°)



Dengan BRT (α=4°)



Tanpa BRT (α=8°)



Dengan BRT (α=8°)



Gambar 3. Streamline Aliran Di Bodi Upper side .



Pada AOA 8º tanpa BRT tampak terjadinya focus vortex. Vortex ini terjadi berawal dari ketidak mampuan free stream melawan backflow dari BSP, diperkuat oleh backflow dari curl flow yang menyebabkan vortex yang baru. Semua vortex akan bermuara pada corner-wake. Ini mengindikasikan bahwa corner wake lebih menguasai sehingga penyumbatan aliran(blockage) akan semakin besar. Namun pada aliran dengan penggunaan BRT tidak terjadi focus. Hal ini menunjukkan efektifitas BRT dapat menghilangkan salah satu vortex yaitu focus di daerah upperside. Selain itu penggunaan BRT sama dengan sudut sebelumnya yaitu BSP semakin dekat dengan leading edge. Efek terjadi corner wake akan berdampak pada penyumbatan aliran (blokage) di daerah downstream. Pada gambar 5 menunjukkan kontur koefisien axial total pressure loss di disepanjang trailling edge. Informasi penyumbatan aliran akibat aliran separasi 3D akan dipaparkan oleh nilai koefisien axial total iso pressure losses yang semakin besar. Pada kontur tersebut menggunakan nilai 0-0.6. Pada Axial iso total pressure losses



dengan 0.6 menyatakan 60% kecepatan ke arah axial akan tereduksi sebesar 60%. Kerugian hidrolis aliran yang diinfomasikan berupa kontur koefisien axial iso total pressure loss akan semakin seiring dengan penambahan AOA. Hal ini sama yang terjadi pada pemaparan vortex melalui streamline aliran. Penggunaan BRT dapat mengurangi terjadi blockage di dekat endwall dan trailing edge, dipaparkan pada gambar 5 dengan AoA 4°. Area dengan nilai axial iso pressure losses coefficient 0.6 dengan BRT mengecil dibandingkan tanpa BRT. Pada pemaparan tersebut kerugian akibat separasi 3D berkurang sangat besar sehingga mendekati kerugian akibat 2D. Namun pada daerah upperside dekat endwall terjadi kenaikan blockage yang diindikasi peningkatan daerah 0.6. Selain itu daerah agak jauh daritersebut dengan BRT dapat memperkuat aliran sehingga kontur memperkuat 10% aliran. Penggunaan BRT dapat memperkuat aliran pada lower side di dekat trailing edge dan sedikit menghambat aliran di dekat endwall ke arah lower side. Pada AoA 8° yang terjadi hampir sama dengan AoA sebelumnya.



A4



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Tanpa BRT (α=4°)



Dengan BRT (α=4°)



Tanpa BRT (α=8°)



Dengan BRT (α=8°) Gambar 4. Streamline Aliran Di Bodi Upper side .



Tanpa BRT (α=4°)



Dengan BRT (α=4°)



Tanpa BRT (α=8°)



Dengan BRT (α=8°)



Gambar 5. Kontur Koefisien Axial Iso Total Pressure Loss Pada Trailing Edge.



A5



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Pengamatan kerugian hidrolis dilakukan secara kualitatif tidak dapat menginformasikan secara nilai perbandingan secara tetap, sehingga diperlukan pengkajian secara kuantitatif. Kajian ini dilakukan dengan pemaparan nilai dari surface intergral koefisien axial iso total pressure loss di outflow. Pada tabel 1 memaparkan bahwa pada AOA 4º dan 8º, penggunaan BRT dapat mereduksi kerugian hidrolis sebesar 56.64% dan 41.73%. Hal ini menunjukkan bahwa efektifitas penggunaan BRT pada kedua sudut adalah agak berbeda berbeda.



Semakin besar AoA maka efektifitasnya penggunaan BRT menurun, namun pada kajian kualitatif efek penggunaaan BRT pada AoA lebih besar dapat mengurangi terjadi vortex yang besar. Hal ini dibuktikan pada AoA 8° penggunaan BRT dapat menghindari terjadi focus di upperside. Pada kajian ini menyatakan bahwa penggunaan lebih baik digunakan pada AoA yang kecil. Perbedaan antara kedua AoA tersebut sebesar 15% lebih efektif apabila digunakan pada AoA 4°.



Tabel 1.1 Axial Iso Pressure Losses Di Outflow. Endwall



Angle of Attack



Tanpa BRT Dengan BRT Tanpa BRT Dengan BRT



4° 4° 8° 8°



Axial Iso Pressure Losses Coefficient % 0.04135 0.01793 0.05073 0.02956



0.00% -56.64% 0.00% -41.73%



Devenport, W.J., Simpson, R. L, dan Devenport, W. J.,(1992), An Experimental Study of a WingBody Junction and Wake Flow, AIAA Journal-92-0434 99. 1-12. Djilali.N, Gratshore.I.S,(1991), Turbulent flow around a bluff rectangular plate, Part1: Experimental investigation, ASME Trans. Fluid Eng. 11(1991)51-59. Horlock,J.H., Lakshminarayana, B.,(1987), Leakage and Secondary Flows in Compressor Cascades, Ministry of Tecnology Aeronautical Research Council Report and Memoranda No.3483. Suksangpanomrung. A, Djilali.N, Moinat, P, (2002), Large-eddy simulation of separated flow over a bluff rectangular plate, Internasional Journal of heat transfer fluid flow 21-655663. Surana,A., Jacobs. G., Grunberg. O., Haller. G.,(2006),Exact Theory of Three Dimensional Flow Separation, Part II:Fixed Unsteady separation, under consideration for publication in Jurnal of Fluid Mechanics. Rosi. Khoiril.,(2009), Studi Eksperimental dan Numerik Efek Fairing Leading Edge Terhadap Separasi Aliran 3D Pada WingBody Junction. Thesis Program Magister, ITS, Surabaya. Velayati, E., Yaghoubi, M.,(2005),Numerical Study of Convective Heat Tranfer From an Array of Parallel Bluff Plate, International Journal Elsevier of Heat and Fluid Flow 26-80-91. Yaghoubi. M, Mahmoodi. S, (2004), Experiment study of turbulent separated and reattached flow over a finite blunt plate, Ekperimental Thermal and Fluid Science 29- 105-112.



KESIMPULAN Hasil penelitian ini memperihatkan bahwa penggunaan BRT dapat memperkuat momentum aliran sehingga aliran lebih tangguh menghadapi hambatan aliran. Sedangkan dari kajian numerik didapatkan bahwa penggunaan BRT dapat menghasilkan beberapa karakteristik aliran, yaitu:  Terbentuknya Foward Saddle Point (FSP) lebih maju mendekati leading edge, walaupun tidak signifikan.  Backward Saddle Point (BSP) semakin mundur mendekati Trailing edge.  Formasi separasi aliran 3D semakin berimpit dengan bodi, sehingga horseshoe vortex size semakin kecil.  Corner wake yang terbentuk upper side lebih kecil dibandingkan tanpa BRT sehingga blockage flow mengecil.  Pada AoA 8° dapat menghilangkan terjadi focus vortex.  Efektifitasnya BRT pada AoA 4° dapat mereduksi penyumbatan sebesar 56.64%, sedangkan pada AoA 8° dapat mereduksi penyumbatan sebesar 41.73%. Hal ini menyatakan bahwa semakin besar AoA efektifitas penggunaan BRT semakin kecil. DAFTAR PUSTAKA Devenport,W. J., dan Simpson, R. L.,(1990), Time Dependent and Time Averaged Turbulent Structure Near the Nose of a Wing-Body Junction, Journal of Fluid Mechanic, vol.210,pp.23-55.



A6



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



KARAKTERISTIK ALIRAN 3 DIMENSI DI SEKITAR BODI MODIFIKASI SAPUANGIN URBAN CONCEPT (STUDI NUMERIK PENGARUH GROUND CLEARANCE) Heru Mirmanto1, Wawan Aries Widodo2, Ahmad Haidar Nashruddin3 Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Email : [email protected]



Abstrak Kebutuhan transportasi yang semakin meningkat menuntut adanya kendaraan yang berbasis hemat bahan bakar. Kendaraan sapuangin adalah salah satu kendaraan yang dirancang khusus dengan tujuan berbahan bakar hemat. Dengan bentuk bodi sapuangin yang sekarang dirasa masih bisa dimaksimalkan lagi bentuk aerodinamika bodi yang menunjang kendaraan berbahan bakar. Fokus modifikasi yang dilakukan adalah di bagian leading edge, rear end dan penambahan diffuser bawah belakang bodi. Dikarenakan kompleksnya aliran 3D, keterbatasan alat ukur dan tuntutan observasi dan visualisasi yang detail dari karakteristik aliran, maka penelitihan ini dilakukan dengan metode numerik (CFD) menggunakan software Fluent 6.3.26. Pengambilan data terdiri dari aliran melewati bodi 2D dan aliran melewati midspan bodi 3D. Pemilihan kondisi simulasi digunakan model turbulensi k-ε realizible dan skema interpolasi second-order upwind. Re L =1,918x106, boundery condition untuk inlet adalah velocity inlet sebesar 11,11 m/s dan untuk outlet adalah pressure outlet. Dari penelitihan dapat diketahui karakteristik aliran 3D di sekitar bodi sapuangin urban concept, baik bodi standar ataupun modifikasi. Dari hasil postprocessing menunjukan bahwa bodi modifikasi terbukti lebih aerodinamis dengan memiliki nilai C D sebesar 2,6 , yang lebih rendah 4,7% dibandingkan C D bodi standar sebesar 2,73. Kata kunci : Sapuangin, standar, modifikasi, pemodelan 2D, pemodelan 3D. karakteristik aliran. Salah satunya adalah analisa aliran melewati bodi tunggal yang sederhana maupun dengan menyertakan pengaruh dinding (side wall). Bertitik tolak dari beberapa penelitian yang sudah dilakukan dan fenomena diatas, perancangan modifikasi kendaraan Sapuangin Urban Concept merupakan suatu langkah strategis untuk meningkatkan efisiensi pemakaian bahan bakar dengan mengurangi gaya hambat aerodinamika pada bodi kendaraan tanpa menyalahi regulasi shell ecomarathon 2012. Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik aliran 3D beserta efek gaya aerodinamika yang ditimbulkan pada saat melewati bodi kendaraan Sapuangin Urban Concept dan bodi modifikasi kendaraan Sapuangin Urban Concept.



PENDAHULUAN Perkembangan zaman dan teknologi menuntut manusia untuk selalu dinamis. Penggunaan transportasi menjadi solusi kongkrit untuk mendukung peningkatan mobilitas manusia. Tercatat bahwa penggunaan alat transportasi darat meningkat seiring dengan peningkatan mobilitas manusia. Hal ini diikuti pula dengan isu global mengenai krisis energi yang semakin melanda dunia. Kebutuhan akan transportasi yang semakin meningkat, mengakibatkan meningkat pula energi yang dibutuhkan. Transportasi merupakan sektor pengkonsumsi minyak terbesar dengan 40,1% dari total. Hal ini menuntut para produsen kendaraan untuk dapat menghasilkan suatu kendaraan yang memiliki tingkat efisiensi bahan bakar yang tinggi. Empat parameter penting yang mendukung kendaraan berbahan bakar hemat adalah berat kendaraan, efisiensi mesin, cara mengemudi dan gaya hambat aerodinamikanya. Dengan berkembangnya ilmu aerodinamika yang begitu pesat, maka sangat dimungkinkan mendesain bentuk bodi kendaraan, khususnya mobil, yang memiliki gaya hambat aerodinamika sekecil mungkin. Untuk mengarah ke konsep optimalisasi dari bentuk kendaraan tersebut, para peneliti biasa menggunakan konsep aliran 2D maupun aliran 3D yang melintasi suatu bodi. Analisa 2D mengenai fenomena aliran sejak dahulu telah memunculkan berbagai macam



METODOLOGI PENELITIAN Dikarenanakan keterbatasan alat ukur dan tuntutan visualisasi yang detail mengenai karakteristik aliran melintasi bodi Sapuangin Urban Concept maka penelitian ini menggunakan metode numerik dengan software Fluent 6.3.26. berikut ini adalah gambar geometri bagian bodi yang dimodifikasi.



A7



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Gambar 1. Geometri 2D bodi standar dan modifikasi Gambar 4. Meshing 2D-flow



Gambar 5. Meshing 3D-flow



Model yang digunakan adalah model turbulen kε realizable (RKE) dengan dipilih udara sebagai fluida kerja dengan densitas (ρ) : 1,225 kg/m3 dan viskositas (μ) : 1,7894 x 10-5 kg/m.s. kecepatan ke arah sumbu x sebesar 11.11 m/s dan temperatur sebesar 300 K (≈26,85 oC). Boundary condition pada outlet digunakan pressure outlet. Boundary Condition pada kontur bodi kendaraan, bagian atas, bawah dan samping (3D-flow) berupa wall. Agar daya komputasi tidak terlalu besar juga digunakan boundary condition berupa symmetry pada kasus permodelan 3D-flow. Solusi pada penelitian ini adalah menggunakan second order untuk pressure, second order upwind untuk momentum turbulent kinetic energy dan turbulent dissipation rate dengan convergence criterion ditetapkan sebesar 10-5.



Gambar 2. Geometri 3D bodi standar (a) dan modifikasi (b)



Penentuan domain pemodelan merujuk pada penelitihan berbasis vehicle aerodynamics yang dilakukan oleh Damjanovic. Berikut ini adalah domain pemodelan 2D dan 3D pada penelitihan ini.



ANALISA DAN DISKUSI A. Analisa Aliran 2 Dimensi Segmentasi pemodelan 2D dilakukan untuk mengetahui detail karakteristik aliran melewati bodi standar maupun modifikasi pemotongan midspan. Analisa pemodelan 2D ini digunakan untuk menunjang analisa aliran 3D. Berikut ini adalah penjelasan perbandingan grafik Cp untuk upperside dan lowerside pada bodi standar dan bodi modifikasi.



Gambar 3. Domain pemodelan 3D-flow



Bentuk mesh yang dipilih untuk pemodelan 2D adalah quadrilateral-map dan quadrilateral-pave. Sedangkan untuk pemodelan 3D digunakan meshing polyhedral dengan S-function. Berikut adalah gambar meshing untuk pemodelan 2D dan pemodelan 3D. Gambar 6. Grafik distribusi Cp bodi standar dan modifikasi (2Dflow)



A8



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Bentuk leading edge bodi standar yang memiliki kontur tumpul membuat aliran yang akan melintasi leading edge terdefleksi sangat kuat sehingga membuat streamtube pada leading edge konvergen dengan sangat cepat. Sedangkan dengan adanya modifikasi pada leading edge di daerah dekat hood yang lebih streamline mengakibatkan konvergensi dari streamtube mulai melemah. Hal ini terlihat dari perbedaan slope penurunan Cp yang lebih rendah dibandingkan bodi standar. Artinya, dengan adanya modifikasi ini sangat berkontribusi terhadap penurunan tekanan di leading edge. Hal ini pun terjadi pada aliran berikutnya (downstream) yang memperlihatkan efek perubahan kontur leading edge pada bodi modifikasi, sehingga membuat nilai Cp yang lebih rendah bila dibandingkan dengan bodi standar. Nilai Cp minimum pada bodi standar berada pada x/l=0,637 dengan nilai Cp=-2,466. Sedangkan untuk modifikasi nilai Cp minimum berada pada x/l=0,663 dengan nilai Cp=-2,7. Distribusi Cp yang diperlihatkan pada gambar tampak dengan adanya modifikasi pada leading edge membuat tekanan minimum di leading edge pada bodi modifikasi lebih tinggi dan dengan kondisi lebih tertunda dengan nilai Cp minimum=-1.11 pada x/l=0,04, dibandingkan dengan tekanan minimum bodi standar dengan nilai Cp minimum=-1.58 pada x/l=0,038. Begitu pula pada aliran berikutnya (downstream) di mana efek perubahan kontur leading edge pada bodi modifikasi membuat nilai Cp bodi modifikasi lebih tinggi bila dibandingkan dengan Cp bodi standar. Selain itu juga, pengaruh bentuk diffusor pada bagian belakang membuat aliran pada bodi modifikasi memiliki tekanan lebih rendah dan terseparasi lebih cepat yaitu pada x/l=0,94.



surface yang berkontraksi ke arah midspan dan mempengaruhi karakteristik aliran disekitar midspan. Kronologi separasi 3D pada daerah interaksi ini bermula saat lapis batas pada sidebody surface berlaku sebagai disturbance dan menyebabkan terbentuknya vortisitas sekunder yang memunculkan aliran sekunder pada daerah sidebody surface. Hal ini membuat nilai Cp pada pemodelan 3D sedikit berbeda dibandingkan dengan nilai Cp pada pemodelan 2D di mana terjadinya kenaikan kecepatan di leading edge bagian upperside pada pemodelan 3D berada pada tekanan yang lebih rendah dibandingkan pemodelan 2D. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian aliran yang terbentuk pada pemodelan 3D terdistribusi ke arah sidebody surface. Untuk mendukung penjelasan di atas, karakteristik aliran disekitar midspan yang mendapat pengaruh dari efek sidebodymdapat dijelaskan secara kualitatif melalui visualisi pathline dan kontur tekanan pada bodi standar. Visualisi pathline dan kontur tekanan pada bodi standar adalah sebagai berikut.



Tabel 1. Informasi posisi medan aliran 2 dimensi untuk bodi standar dan modifikasi



Parameter



Segmen



Standar



Modif



Lokasi minimum pressure Lokasi titik stagnasi



Upperside



x/l=0.637



x/l=0,663



Lowerside



x/l=0,037



x/l=0,038



Upperside



x/l=0



x/l=0



Lokasi titik separasi



Upperside



x/l=0.81



x/l=0.98



Lowerside



x/l=0,986



x/l=0,97



Lokasi hilangnya Backflow



Down stream



133% L



120% L



Gambar 7. Visualisasi kontur tekanan statis dan velocity pathline bodi standar



Melalui gambar di atas mengenai distribusi tekanan pada kontur bodi secara keseluruhan tampak bahwa tekanan pada leading edge sangat tinggi ditandai dengan luasan kontur berwarna merah pada daerah leading edge. Dari gambar juga terlihat bahwa tekanan rendah terletak pada daerah roof body mobil baik diatasnya maupun di sampingnya. Hal ini menandakan aliran akan terdistribusi dominan ke arah orthogonal pada saat mengenai leading edge. Kemudian akan mengalami akselerasi tajam menuju ke arah sidebody. Dari visualisai pathline pada gambar 11, aliran yang akan melintasi bodi bagian windshield terlihat sebagian aliran dari daerah hood lebih memilih mengalir ke sidebody



B. Analisa Aliran 3 Dimensi Segmentasi pada pemodelan 2D yang menunjang analisa medan aliran 3D diberikan sebagai bentuk dasar evaluasi terhadap pengaruh modifikasi leading edge dan rear end terhadap karakteristik aliran 3D yang melintasi bodi. Deskripsi tentang terbentuknya separasi 3D diakibatkan oleh interaksi lapis batas pada sidebody A9



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



surface yang memiliki favorable pressure gradient lebih rendah dibandingkan pada windshield. Untuk mendukung penjelasan karakteristik aliran 3D pada daerah interaksi antar lapis batas sidebody surface dengan lapis batas disekitar midspan, dapat ditegaskan melalui visualisasi vektor kecepatan dengan metode pemotongan searah axis sebagai berikut.



penjelasan di atas. Namun ada beberapa perbedaan yang membuat bodi modifikasi dianggap lebih bagus secara aerodinamika. Berikut ini adalah perbandingan aliran 3 dimensi antar kedua bodi.



Gambar 9. Grafik distribusi Cp di upperside midspan bodi standar dan modifikasi (3D-flow)



(a)



Dari grafik di atas terlihat bahwa bentuk leading edge di upperside yang lebih streamline di daerah hood pada bodi modifikasi tidak terlalu berpengaruh pada perubahan tekanan di daerah tersebut. Hal ini ditunjukan pada grafik Cp yang berhimpit pada daerah tersebut. Walaupun terlihat nilai Cp yang berhimpit antara nilai Cp standar dan modifikasi, bentuk modifikasi ini cukup berpengaruh terhadap aliran setelah melewati leading edge di mana terlihat penurunan tekanan yang sedikit lebih landai saat aliran dipaksa melewati streamtube menyempit dan akhirnya mengalami separasi bubble. Setelah aliran melewati daerah roof body, terlihat tren grafik yang sangat mencolok antara bodi standar dan modifikasi, di mana perubahan rear end pada bodi modifikasi membuat separasi dapat lebih tertunda, dibandingkan bodi standar. Pada bodi standar terlihat separasi terjadi pada x/l=0.869 sedangkan pada bodi modifikasi terjadi pada x/l=0.975. Sedangkan untuk lowerside dapat dilihat, dengan adanya modifikasi pada leading edge membuat tekanan di leading edge pada bodi modifikasi lebih rendah dibandingkan dengan bodi standar dengan nilai Cp minimum = -1,22 pada x/l=0.02 untuk bodi standar dan Cp minimum=-1,4 pada x/l=0,014 untuk bodi modifikasi. Setelah melewati leading edge adanya modifikasi di sisi leading edge menyebabkan pengaruh yang cukup signifikan yang terlihat dari grafik di atas. Pada grafik bodi modifikasi terlihat tren yang stabil setelah aliran melewati leading edge, yaitu pada x/l=0,2 sampai x/l=0,7. Sedangkan pada bodi standar grafik cendrung naik setelah melewati leading edge. Setelah itu terlihat adanya perbedaan nilai Cp antara bodi standar dan modifikasi dengan perbedaan yang cukup signifikan terlihat pada penurunan nilai Cp sesaat sebelum aliran terseparasi. Hal ini dikarenakan bentuk dari modifikasi bodi bagian bawah belakang yang dibentuk diffuser. Bentuk modifikasi tersebut membuat aliran cendrung melewati bagian bawah sesuai dengan



(b)



(c) Gambar 8. Distribusi vektor kecepatan (a) x=40%l, (b) x=60%l, dan (c) x=80%l pada bodi standar



Dari gambar di atas terlihat sangat jelas adanya vortex separasi 3D saat aliran melewati bodi. Kronologi terjadinya vortex separasi 3D bermula saat aliran di bawah kendaraan mengalir ke sidebody kemudian berinteraksi dengan aliran di sidebody yang memiliki perubahan bentuk kontur yang cukup kompleks, yang akhirnya terjadi vortex separasi 3D. Daerah itu bermula pada 40%L sampai 60%L (gambar 10). Dari gambar 12 didapat bahwa akumulasi distribusi aliran setelah leading edge pada lowerside akan mengalir ke sidebody surface dikarenakan hambatan aerodinamika terendah terjadi pada daerah itu sehingga antar lapis batas cenderung bertemu pada daerah tersebut. Penjelasan mengenai fenomena aliran saat melewati bodi modifikasi sama hal nya dengan A 10



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



kontur bodi dan secara bersamaan aliran akan mengalami kenaikan tekanan lebih cepat dari bodi standar.



pada bodi modifikasi cukup baik untuk ukuran kendaraan di mana memiliki nilai C L negatif (0,0016). Adanya perbedaan antara nilai CD-CL pada analisa 2D dan 3D diakibatkan adanya efek sidebody saat aliran melewati bodi sapuangin.



C. Perhitungan Gaya Aerodinamika Analisa mengenai data kuantitatif berupa gayagaya aerodinamika diperlukan untuk penunjang sekaligus menyimpulkan dari beberapa fenomena yang disajikan pada data kualitatif di atas. Perhitungan gaya drag pada bodi Sapuangin Urban Concept baik pemodelan 2D maupun 3D didasarkan penentuan control volume pada daerah midspan. Metode kalkulasi untuk mendapatkan gaya drag menggunakan persamaan momentum aliran yang dipadu dengan pengintegralan secara numerik dengan metode simpson 1/3. Sedangkan perhitungan gaya lift pada bodi Sapuangin Urban Concept baik pemodelan 2D maupun 3D didasarkan penentuan control volume pada daerah midspan. Metode kalkulasi untuk mendapatkan gaya lift menggunakan persamaan selisih distribusi tekanan kontur lowerside-upperside dan akumulasi distribusi gaya geser kontur yang dipadu dengan pengintegralan secara numerik dengan metode simpson 1/3.



D. Diskusi Pembahasan lebih lanjut mengenai pengurangan nilai coefficient of drag pada bodi modifikasi sapuangin urban concept adalah kolerasi terhadap pengurangan penggunaan bahan bakar pada kendaraan tersebut. Sesuai dengan latar belakang penelitian ini bahwa peningkatan penggunaan transportasi yang signifikan menyebabkan peningkatan kebutuhan kita akan energi. Salah satu faktor yang mendukung kendaraan berbahan bakar hemat adalah dengan memaksimalkan desain aerodinamika bodi. Dengan bentuk bodi modifikasi yang sudah dilakukan menghasilkan nilai C D berkurang sekitar 4,7% dari nilai sebelumnya. Berikut ini adalah free body diagram yang menggambarkan hubungan pengurangan gaya drag dengan gaya yang dibutuhkan untuk menggerakan kendaraan. F F



f1 Gambar 12. Free body diagram gaya-gaya ke arah x



Dari free body diagram di atas menunjukkan bahwa gaya drag adalah salah satu gaya yang melawan gaya traksi (gaya yang dibutuhkan untuk menggerakan kendaraan). Maka bila diasumsikan besarnya gaya gesek yang terjadi pada roda bodi standar dan modifikasi sama, fenomena penurunan gaya drag akan diikuti pula dengan penurunan gaya traksi.



Gambar 10. Perbandingan koefisien drag untuk masing-masing pemodelan



Di mana terjadi penurunan nilai C D antara bodi standard an modifikasi sebesar 4,7%. Sehingga besarnya gaya drag (Fd) juga akan turun sebesar 4,7%. Maka besarnya daya yang dibutuhkan untuk menggerakan kendaraan adalah P=Fv , P = Fd U ∞ dengan U ∞ konstan 11,11 m/s Maka penurunan gaya drag sebesar 4,7% pada bodi modifikasi sapuangin urban concept menyebabkan daya yang dibutuhkan untuk menggerakan kendaraan akan berkurang juga



Gambar 11. Perbandingan koefisien lift untuk masing-masing pemodelan



Dari gambar di atas terlihat bahwa bodi modifikasi yang sudah dilakukan terbukti cukup efektif untuk mengurangi nilai C D sampai pada nilai 2,6 dibandingkan dengan bodi standar yang sudah ada yaitu 2,73. Begitu pula gaya lift yang terjadi A 11



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



sebesar 4,7%. Dari penganalisaan data di atas terkait penurunan daya maka dapat disimpulkan bahwa desain bodi modifikasi sapuangin urban concept merupakan langkah strategis untuk menciptakan kendaraan yang berbahan bakar hemat.



Damjanović, Darko, Kozak, Dražan, Ivandić, Željko, and Kokanović, Mato. Car Design As A New Conceptual And CFD Analysis In Purpose Of Improving Aerodynamics. 2010. Croatia. Dharmadi Budi. BPS Kementrian Perindustrian. 2010. Jakarta, Indonesia. Dyke, van. An Album of Fluid Motion, 4th edition. 1988. California ESDM. BP Statistical Review of World Energy. 2011. Jakarta, Indonesia. Fox Robert W, McDonald Alan T and Pritchard Philip J. Introduction to Fluid Mechanics 7th edition. 2008. USA. Fukuda, Hitoshi, Yanagimoto, Kazuo, China, Hiroshi, and Nakagawa, Kunio. Improvement of Vehicle Aerodynamics by Wake Control, JSAE Review 1,p.p. 151-155.1994. Japan. Hucho, W.H., Janssen, L.J., and Emmelmann, H.J. The Optimization of Body Details-A method for Reducting the Aerodynamic Drag of Road Vehicle, SAE Journal, 760185. 1975.Germany. Hu Xingjun, Zhang Rui, Ye Jian, Yan Xu and Zhao Zhiming, Influence of Different Diffuser Angle on Sedan’s Aerodynamic Characteristics. 2011. Chongqing 401120, China Katz, Joseph. Rece Car Aerodynamics : Designing For Speed. 1995. Massachusetts. Miliken, W. K. and Miliken, D. L. Forces on Bodies in The Presence of The Ground. 1995. Nicholas J, Mulvany, Chen, Li, Tu, Jiyuan, and Anderson, Brendon.. Steady State Evaluation of ’Two-Equation’ RANS Turbulence Models Simulation for High-Reynolds Number Hydrodynamic Flow. 2004. DSTO Platform Division, Australia. Prakoso, Anindito Bagus. Studi Numerik Karakteristik Aliran 3 Dimensi Disekitar Model Sapuangin Dengan Rasio Ground Clearance Terhadap Panjang Model (C/L = 0.027). 2011. ITS Surabaya, Indonesia. Purwanto, Widodo Wahyu Nugroho, Yulianto Sulistyo, Dalimi, Rinaldy, Soepardjo, Harsono, Wahid, Abdul, Dijan, Supramono, Herminna, Dinna, Adilina, dan Teguh Ahmad. Indonesia Energy Outlook & Statistics. 2000. Jakarta, Indonesia.



KESIMPULAN Hasil analisa yang didapat dari studi numerik menunjukan bahwa efek sidebody sangat memberikan pengaruh terhadap karakteristik aliran di sekitar midspan. Sebagian aliran yg mengalir ke arah upperside surface memilih ke arah sidebody dari pada ke arah midspan. Bentuk modifikasi yang telah dilakukan di bagian leading edge, rear end dan diffusor bodi, berkontribusi terhadap penurunan tekanan di daerah leading edge dan penundaan separasi point di daerah rear end. Hal ini terlihat sangat jelas pada performance aerodinamika di mana bodi modifikasi memiliki aerodinamika yang lebih baik dibandingkan dengan bodi standar. Drag force yang ditimbulkan pada bodi standar 3D flow lebih besar 6,3% dibandingkan dengan drag force pada bodi standar 2D flow. Sedangkan pada bodi modifikasi 3D flow lebih besar 1,73% dibandingkan dengan drag force pada bodi modifikasi 2D flow. Perubahan geometri pada bodi modifikasi terbukti lebih aerodinamis dibandingkan dengan bodi standar dilihat dari penurunan drag force sebesar 4,76% dan merubah positif lift force menjadi down force. DAFTAR PUSTAKA Bao, F. and Dallmann, U.Ch. Some phisycal aspects of separation bubble on a rounded backward facing step, Science Direct.2003. Barnard, R.H. Road Vehicle Aerodynamic Design: An Introduction. 1996. UK. Buchheim, R, Deutenbach, K.R., Luckoff, H.J., and Leile, B. The Control of Aerodynamic Parameters Infuencing Vehicle Dynamics, SAE Journal, 850279.1986. Germany. Choi & Lee. Ground Effect of Flow Around An Elliptic Cylinder In A Turbulent Boundary Layer, Journal of Fluid and Structures 14, 697-709. 2000. Korea.



A 12



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



DECOMPOSING KNOWLEDGE SYSTEM AS HIGH END OF UNIVERSE EVOLUTION THE BENEFIT FOR THEORETICAL PHYSICS AND FUTURE SCIENCE Md Santo Mobee Knowledge Services, Jakarta - Indonesia Email : [email protected]



Abstrak Based on our previous study titling “Impact of Human System Biology – based Knowledge Management (HSBKM) on Theoretical Physics” (presented at the “The International Conference on Mathematics and Science “ – Surabaya Institute of Technology (ITS) 12-13 October 2011), further we took special emphasize to get more comprehended on our Inverted Paradigm Method (IMP) which had been applied to our solid and robust HSBKM model framework we had been developing since 2009. The Inverted Paradigm Method (IPM) we used within context of Nature Knowledge Theory (NKT) actually not exercised in isolation considering that the use of IPM require a Knowledge-intensive body of Science as target in which we should do a kind of “reverse engineering” or top-down mechanism based on “of-proof” to an accumulated Knowledge-base and/or Knowledge-repository. The Knowledge – base should already organized systematically in term of their Taxonomy – Metadata management as well as their model framework The candidate of intended target of IPM treated as applied Science are our 3 years of matured Human System Biology-based Knowledge Management (HSBKM) model framework and Mobee Knowledge Competency Capability Maturity (MKCCM) model as KM metrics. Both of them could be considered as solid and robust Knowledge - intensive “Lab and Experimental Workplace 2.0” for further possibility advanced study. ( http://bit.ly/sZnFFn - “Guide to Inverted Paradigm method (IPM) : KM applied to discovering new Theoretical Physics findings”). We succeeded to discover some theoretical constructs derived from KM applied to Physics namely in Theoretical and/or Astro Physics - http://bit.ly/zVS7mF Considering of the above mentioned, we claimed that the result of our study not anymore theoretically but evidence-based empirically. The Knowledge-based metrics we developed and used are Knowldge – Value (KV) measurement and k-constant applied to our HSBKM model framework Within further study through reversing engineered upon the body of Knowledge model framework, we got at least five interesting outcomes related with Theoretical Physics including the issue of Higgs Boson force particle : 1. Emphasizing Graviton as the fourth fundamental force for the first time could be quantitatively assessed through Knowledge Value (KV) measurement along with Knowon as our proposed fifth fundamental force counterparting each other as “Duo-entity-force”.superposed boson particle 2. Complementing the work of CERN (The European Organization for Nuclear Research) – LHC ( Large Hadron Collider) among other is Knowledge Management (KM) – based predictive searching on the hunt for Higgs Boson (God Particle) compared with their non KM – based. 3. Knowon featuring as non-hypothetical massless particle, should be the strong candidate of the “hidden variable of the Universe” thanks to its quantum consciousness as “psycho (consciousness) mediating particle” counterparting Graviton factor as “somato mediating particle” becoming “Duo-entity-force” to bridging the gap between quantum and classical mechanic. 4. Launching the “New (2012) Copernican Principle” campaign to mentioning the paramount importance of Nature Knowledge Theory to addressing the coming of future Science (see http://bit.ly/KAIs2U ). 5. Within Nature Knowledge Theory, Knowledge which is Consciousness attributed, for the first time clarified as one of the fundamental structure or fabric of Universe beside Matter and Energy as well as having traits to be Independent to SpaceTime (IST) contrary with Matter and Energy which are Dependent to SpaceTime (DST) Key Words : Knowledge, Universe, Natureknowledgetheory, Knowledgemanagement, Theoreticalphysics, Knowon, Knowledgevaluemeasurement, Invertedparadigmmethod, Ipm, Newcopernicanprinciple, Humansystembiologybasedknowledgemanagement



A 13



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



that defines common metadata required for deep semantic integration of Application Lifecycle Management tools http://en.wikipedia.org/wiki/Knowledge_Discovery_ Metamodel Object Management Group (OMG) is a consortium, originally aimed at setting standards for distributed objectoriented systems, and is now focused on modeling (programs, systems and business processes) and model-based standards http://en.wikipedia.org/wiki/Object_Management_G roup Knowledge Discovery Metamodel – based Inverted Paradigm Method (IPM) KDM – based Inverted Paradigm Method (IPM) aiming as the standard delivers an ontology for the abstracted representation of the outcome of our Knowledge Management model framework as applied science for the benefit of Theoretical Physics as basic science. Our models are Human System Biology-based Knowledge Management (HSBKM) model framework and Mobee Knowledge Competency Capability Maturity (MKCCM) model as KM metrics.



INTRODUCTION What is Inverted Paradigm Method (IPM) ? – (or “Basic Science derived from Applied Science”), a kind of “reverse engineering” through Knowledge intensive organized systematically in term of their Taxonomy – Metadata management as well as their model framework . The essence of conventional or classical scientific mindset shown by probabilitybased step-by-step “deducto – hypothetico – verificative” way of thinking. But, within “Inverted Paradigm Method (IPM)” totally change in opposite direction. It is called as possibility-based “reverse engineering”, “evidence-based” or even “gnosis”. The trend using IPM with its variations is prominently exposed since the early 21th century, by the fact that the scientific world occasionally suffering from the “syndrome of the End of Science”, a syndrome where Science get difficulties in finding answer to many human complex problems. IPM in essence using “Top – down approach”, the approach in which we traces the histories from the “top down”, that is, backward from the present time. Other than that also, because within Data-Information-Knowledge-Wisdom (DIKW) continuum, Knowledge (in broad meaning) epistemologically behaving higher level than the behavior of D-I level Background Information of Reverse Engineering Reverse engineering is the process of discovering the technological principles of a device, object, or system through analysis of its structure, function, and operation http://en.wikipedia.org/wiki/Reverse_engineering "Reverse engineering is the process of analyzing a subject system to create representations of the system at a higher level of abstraction."[6] It can also be seen as "going backwards through the development cycle".[7 255–268. doi:10.1016/S00104485(96)00054-1. - (6) ^ Chikofsky, E.J.; J.H. Cross II (January 1990). "Reverse Engineering and Design Recovery: A Taxonomy in IEEE Software". IEEE Computer Society: 13–17. (7) ^ Warden, R. (1992). Software Reuse and Reverse Engineering in Practice. London, England: Chapman & Hall. pp. 283–305. Although UML (Unified Modelling Language) is one approach to providing "reverse engineering" more recent advances in international standards activities have resulted in the development of the Knowledge Discovery Metamodel (KDM). This standard delivers an ontology for the intermediate (or abstracted) representation of programming language constructs and their interrelationships. Knowledge Discovery Metamodel (KDM) is publicly available specification from the Object Management Group (OMG). KDM is a common intermediate representation for existing software systems and their operating environments,



The step-by-step comprehension map of KDM – based Inverted Paradigm Method (IPM) applied to HSBKM model framework as applied science for the benefit of Theoretical Physics as basic science had been demonstrated as follow : 1) Infrastructure Layer : involving the solid and robust infrastructure of our Knowledge system to be reverse engineered through Inverted Paradigm Method (IPM) :  Human System Biology-based Knowledge Management (HSBKM) model framework http://bit.ly/lx3GbA and http://bit.ly/pKAO8U  Mobee Knowledge Competency Capability Maturity (MKCCM) model as KM metrics http://bit.ly/lx3GbA http://bit.ly/e7HCoM (pp 5-7 and pp 61-64)  MOBEE KNOWLEDGE TAXONOMY OF KNOWLEDGE ASSESSMENT : 



Dynamic Formative Assessment of Nurture Knowledge Management 1. Mobee Knowledge Enterprise Taxonomy Metadata Management :  Simplified form - http://bit.ly/hU7fjM “MobeeKnowledge Site Map & Taxonomy Metadata Management” (pp 4 – 5)  Full type form - http://bit.ly/ypTDLL “MOBEE SITE MAP (FILE PLAN) AND TAXONOMY – METADATA MANAGEMENT FOR EFFECTIVE CONTENT MANAGEMENT SYSTEM” ( Source : http://mobeeknowledge.ning.com/forum/topi



A 14



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



2. 3. 4. 5.



 



 



cs/deriving-organizational “Deriving Organizational Learning Map from Corporate Taxonomy Metadata Management” ) Mobee Knowledge KM Measurement – Evaluation – Metrics - http://bit.ly/e7HCoM Summary of Mobee Knowledge KM Metrics http://bit.ly/f3hf1K “Emerging KM”comprising Sub-Folders “KM Metrics-Maps Diagrams” - http://bit.ly/bROikS “Business Norms KM Link” (Guide to MobeeKnowledge KM business policy) http://bit.ly/gFg5wY



Knowledge – base that could be learned as learning resources site through the site map including via social and/or tags bookmarking http://www.delicious.com/mobeeknowledge on our emphasized issues. Other sources could be reached via our public and global profile : http://gravatar.com/mdsanto  Knowledge - by eclectic definition (choosing what is best or preferred from a variety of sources or styles, within Nature Knoweledge TheoryTM context), human Knowledge is the output of human knowing tools, evolved as emergent property, having consciousness inside human being as complexsystem, alive and behaving as subject with freewill, contrary with Data and Information exist outside human being, non-alive and behaving as object only. By giving broad meaning or apart from DIKW continuum model, human Knowledge is the integral part of broad Nature Knowledge (Knowledge of Nature). As consciousness attributed, Knowledge considered having potential as independent to SpaceTime (IST) contrary with the other fabrics, Matter and Energy which are Dependent to SpaceTime (DST)



Dynamic Formative Assessment of Nature Knowledge Management http://bit.ly/rvDQMO - “Knowledge Value (KV) Measurement” and/or http://bit.ly/s9ZNqR “Basic structure of Human System Biologybased Knowledge Management (HSBKM) model framework” Pasive Normative Assessment of Knowledge : Knowledge Audit Knowledge Analysis –(see this Document : “Component of Knowledge Audit”- pp 15 – 16 ) or http://bit.ly/e7HCoM (see pp 2 – 4) : K – Needs Analysis, K – Inventory Analysis and K – Flows Analysis  Knowledge Mapping –(see this Document : “Component of Knowledge Audit”- pp 15 – 16 ) or http://bit.ly/e7HCoM (see pp 2 – 4) : K - Mapping  KM 2.0 BASIC VISUAL MAP http://bit.ly/s4USV0



 Nature Knowledge Continuum model – Knowledge generated from Nature / Universe spanning from “duo-entity-force” (DEF) boson particle containing consciousness element factor (CEF) with Knowledge Value (KV) Measurement = 10-38 (Planck Number) within quantum level through higher level of Nature Knowledge within Classical Physic-Biological world to human being with Max Possible KV = 9.00) en route toward beyond human through infinity. Nature Knowledge Continuum rooted on paradigm that “The Universe or the Nature Knowledge is the source and center of Consciousness” rather than “Mind Brain or Human Being is the source and center of Consciousness” as derived from DIKW continuum model



2) Resource Layer : represents the operational environment of the existing system  (Non) DIKW continuum model - DIKW stands for Data – Information – Knowledge – Wisdom continuum representing the evolution of scientific mindset methodology since 17th century as well as representing the evolution of Knowledge Management (KM) in three generations which is adopted by many KMers until the end of 20th century / beginning era of 21th century



 Nature Knowledge Theory (NKT) - is a theory developed and based on adoption to paradigm of “The Universe or the Nature Knowledge is the source and center of Consciousness” rather than “Mind Brain or Human Being is the source and center of Consciousness”. Nature Knowledge Theory (NKT) considering the Universe as an animate and psycho-somatic being. We believed the development of NKT model framework and its derivatives will facilitate the processes on how we will be able to unify general relativity and quantum mechanics toward Theory of Everything (TOE). The basic consideration in using NKT based on simple rational of human living reality, ...” The Universe knows



 “Knowledge is the edge of Science “ Knowledge within Science continuum located in grey area and there should be shifting paradigm of Knowledge that will open towards new era in which Scientific Knowledge, a term where Knowledge treated as object, could becoming “Knowledgeable Science”, a term where Knowledge treated as subject  “MOBEE KNOWLEDGE CoP” – http://mobeeknowledge.ning.com - as our Knowledge – repository comprised of various A 15



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



involved in contributing Knowledge sharing process through consciousness transfer towards (new) Knowledge evolvement in psychological phenomenon



something we don't. And it acts on cosmic scales”..... Program Elements Layer : consists of the code and action packages :



 Language of Knowledge - the language used in “Consciousness Transferring Phenomenon” (CTP) with speed of entanglement by using Knowledge Interfaces (KI) as basic of the language



 Consciousness Element Factor (CEF) – factor inside”duo-entity-factor” (DEF) Knowon – Graviton boson particles considered as obtaining consciousness element with Knowledge Value (KV) Measurement = 10-38 (Planck Number) within animate and/or psycho – somatic Universe



3) Abstractions Layer : represents resulting domain and application abstractions :  “duo-entity-force” (DEF) boson particle Knowon – Graviton entity as boson force we believed as the real Higgs Boson. Knowon, independent to SpaceTime (IST) as our proposed 5th fundamental force representing “psychic / consciousness mediating particle” counterparting with Graviton, dependent to spacetime (DST) as 4th fundamental force representing “somato mediating particle”. DEF is IST-DST superposed boson force representing as psycho – somatic elementary particle of animate Universe



 Fabric of Universe – within Nature Knowledge Theory, Knowledge which is Consciousness attributed, for the first time clarified as one of the fundamental structure or fabric of Universe beside Matter and Energy as well as having traits to be Independent to SpaceTime (IST) contrary with Matter and Energy which are Dependent to SpaceTime (DST)  Inverted Paradigm Method (IPM) – (or “Basic Science derived from Applied Science”), a kind of “reverse engineering” through Knowledge intensive organized systematically in term of their Taxonomy – Metadata management as well as their model framework . The essence of conventional or classical scientific mindset shown by probability-based step-by-step “deducto – hypothetico – verificative” way of thinking. But, within “Inverted Paradigm Method (IPM)” totally change in opposite direction. It is called as possibility-based “reverse engineering”, “evidence-based” or even “gnosis”. The trend using IPM with its variations is prominently exposed since the early 21th century, by the fact that the scientific world occasionally suffering from the “syndrome of the End of Science”, a syndrome where Science get difficulties in finding answer to many human complex problems. IPM in essence using “Top – down approach”, the approach in which we traces the histories from the “top down”, that is, backward from the present time. Other than that also, because within Data-Information-KnowledgeWisdom (DIKW) continuum, Knowledge (in broad meaning) epistemologically behaving higher level than the behavior of D-I level



 k - Constant - a constant factor generated by Knowon containing consciousness element factor (CEF) representing (Nature) Knowledge as fabric of the Universe to orchestrate the other two fabrics, Matter and Energy. k - constant ranging from 0.0 – 1.0 applied to Mass – Energy Equivalence or the equation E = mc2 to be written as E = k mc2 where k actually proportionate with c or the speed of light. K achieved as 1.0 at age of the Universe was about 370,000 years after Big Bang where Matter domination or photon era fully achieved and reached up to time before the evolution of living – biological system taken place, and then after that “k” positively stable and exist gradually less and less than 1.0 The “k” = 1.0 representing the highest entropy of certain loci in the Universe  Knowon - our newly proposed fifth fundamental force of Nature, discovered through top-down (reverse engineering) mechanism or Inverted Paradigm Method (IPM) applied to Human System Biology-based Knowledge Management (HSBKM) model framework within Nature Knowledge continuum in the framework of quantum level through classical mechanism level. By such evidence-based as Knowledge-generated outcome, Knowon is really exist as non hypothetically massless particle, because Knowledge force has unlimited range and seems do not related with or at least don’t have spin quantum number as the other mediating particles considering that Knowon is independent to SpaceTime (IST) particle containing



 Knowledge Interface (KI) - is a terminology of Human and/or Nature Knowledge variable derived from Human System Biology Knowledge Management (HSBKM) model framework acting as the function of Knowing Tools producing Nature or Human consciousness founded either in Human Knowledge (Individual KM), Organizational Knowledge (Nurture / KM) and Nature Knowledge respectively. Totally there are 9 (nine) KIs, 1st KI through 9th KI. Both of the Kis A 16



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



consciousness element factor (CEF) with Knowledge Value (KV) measurement = 10-38 (Planck Number) and functioning as “psychic / consciousness mediating particle” with speed of entanglement to counterparting Graviton, the fourth fundamental force, dependent to SpaceTime (DST) particle, as “somatic mediating particle” becoming “duo-entity-force (DEF)” boson particle (we believed as the real Higgs Boson) to give shape of SpaceTime and giving mass feeling to particles within psychosomatic entity paradigm of our Universe. The phenomenon of emergent property in complexity of Nature believed as the manifestation of the work by consciousness element factor of Knowon as “Psychic (Consciousness) Mediating Particle” within their target loci counterparting the work of Graviton as “Somatic Mediating Particle” in shaping SpaceTime, manifested as an entity particle supposing as Higgs Boson, instead of collaboration with other three fundamental forces of nature, strong-weak-electromagnetic forces or Gluon, Photon, and W-Z respectively



separated model continuum. Nature Knowledge is dynamically living entity continuum having potential consciousness element factor. Both within quantum physics level or classical mechanic physics level, are differentiated into infinite levels of consciousness. As KM metrics applied to Nature Knowledge continuum, we have developed concept of Knowledge Value (KV) as absolute scaling value ratio ranging from 10-38 (Planck Number) to infinity. The second KM metrics is Mobee Knowledge or “k” constant factor ranging from 0.0 – 1.0 applied to Mass – Energy Equivalence or the equation E = mc2 to be written as E = k mc2 under consideration that Knowon, our newly proposed fundamental force of Nature, a hypothetical massless and independent to SpaceTime (IST) particle, achieving maximum effect of k = 1.0 only after the end of Photon epoch or at age of the Universe was about 370,000 years after Big Bang where Matter domination reached up to time before the evolution of living – biological system taken place, and then after that “k” positively exist gradually less and less than 1.0 again. We are very confident that Emergent property in complexity resulting from the functional entity of Knowon as “Psychic (Consciousness) Mediating Particle” in collaboration and/or counterparting with Graviton as “Somatic Mediating Particle” Based from our postulates we’ve mentioned, together by using Knowledge Management (KM)driven environment Psycho – Somatic thinking paradigm phenomenon applied to Nature, and after considering the issues of Entanglement phenomenon, Quantum Superpositioning, Redefining Knowledge and Knowledge Management, Emergent Property of Complex System, Hidden Variables, Knowon and its definition, Graviton and Space-Time factor in Knowon environment factor respectively as keywords to comprehending, we come up to Theoretical Physics construct declaring toward Knowledge as fabric of Universe beside Energy and Matter with Knowon as newly proposed fifth fundamental force of Nature, a hypothetical massless and independent to SpaceTime (IST) particle to counterparting Graviton instead of Gluon, Photon, and W-Z respectively



 Knowledge Value (KV) Measurementtm - is an absolute scaling ratio measuring hypothetically from “duo-entity-force (DEF)” boson particle ( Graviton + Knowon) we believed as the real Higgs Boson with KV = 10 -38 (Planck Number) within quantum level through higher level of Nature Knowledge within Classical Physic-Biological world (Human Max Possible KV = 9.00) en route toward beyond human through infinity  Decomposing Nature Knowledge with Inverted Paradigm Method : Overview Results IMPACT OF HUMAN SYSTEM BIOLOGY – BASED KNOWLEDGE MANAGEMENT (HSBKM) MODEL FRAMEWORK ON THEORETICAL PHYSICS Md Santo , Mobee Knowledge Services - Jakarta, Indonesia – [email protected] M Arsali , Fac. of Math and Science, Univ. of Sriwijaya - Palembang, Indonesia – [email protected]



(Presented at the “The International Conference on Mathematics and Science “ – Surabaya Institute of Technology (ITS) 12-13 October 2011 at Majapahit Hotel, Surabaya – Indonesia).



ABSTRACT Driven by experience in practising Human System Biology – based Knowledge Management (HSBKM) model framework and Mobee Knowledge Competency and Capability Maturity (MKCCM) model as our KM metrics since 2009, we succeded in developing theoretical constructs that giving Knowledge a widened meaning as the integral part of broad Nature Knowledge continuum in consequence of Data, Information – Knowledge, Wisdom as DI-KW



4) Applications in practice : Some of our selected statements ( within time period Oct, 2011 through April, 2012 ) regarding the post results of our study above mentioned : 1.



A 17



.....“We are Knowledge Management (KM) regulated by Nature (“natural world”) , and, by nature (“character or kind”) we are Knowledge Management (KM) model”....



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



2.



3.



4.



5.



6.



7.



......We believed, the big mistake in Physics including to finding out Theory of Everything (TOE) as the ultimate symbol of Science, rooted from the reality that we only considered Universe as an inanimate. We should consider Universe as an animate as well as psycho – somatic being..... .....Our Knowledge Management (KM) – generated Physics constructs discovery, covering the attributes of Knowon, the fifth Fundamental Force, “k” constant ranging 0.0 – 1.0 for E = k mc2 and Knowledge Value (KV) measurement for Nature Knowledge continuum of the Universe...... http://bit.ly/wOIXq6 ......k – constant approaches 0.0 such as the ecosystem of Higgs Boson, will make all scientific efforts practically a “mission impossible” . We dare to say, almost impossible to any scientific effort goes beyond “our illusion dream land” with “k” = 1.0 to leap into “absolute dream land” with “k” less than 1.0 or practically = 0.0 considering that “…... spacetime is only the notion of human being in the universe to accommodate the existence of Matter and Energy..... .... The intensity of interaction among 1st Knowledge Interface to 6th Knowledge Interface along with the dynamics of consciousness element factor (CEF) of “duo entity Graviton – Knowon” as Universe DNA across the Universe making Nature's Laws may vary across the Universe and finely-tuned for the existence of life.... ..... If space were not continous ( http://www.scientificamerican.com/article.cfm ?id=is-space-digital : Scientific American By Michael Moyer | January 17, 2012 ) , change your paradigm by thinking that our (smart) Universe is really a living reality of Psycho – Somatic entity body the same as the way we look at human body comprising of Body – Mind – Soul . In this circumstance, our smart Universe is an ultimate huge creature among other creatures or other Universes (MultiUniverse)..... .... Black Hole (BH) is the model miniature of “Oneness Universe”, the Universe before the Big Bang (BB). It is called “Oneness” not either “Unity” or “Entity” Universe considering BH is Independent to SpaceTime (IST). Inside BH, is the state of “Absolute Singularity” where the fifth fundamental force, we proposed the term “Knowon” for it, dominating the other 4 fundamental forces before BB or inside the BH. At the BB when SpaceTime was born, the IST Knowon functioning as “psychic / consciousness mediating” massless particle counterparting each other with Dependent to SpaceTime (DST) Graviton, the fourth fundamental force functioning as “somato mediating” particle,



8.



9.



10.



11.



12.



13.



14.



A 18



both becoming “duo-entity-force” particle which we believed as superposed Higgs Boson giving “the feeling” mass to the particles in the Universe.... .... reality that assumming K is consciousness, it means interaction with the environment is not the matter of electromagnetism phenomenon such in sending information through telco devices or people speaking face-to-face. K as consciousness requires that we should treat K as in quantum state able to behaving “entanglement” action and “superposition traits” (eg Scientific Knowledge vs Knowledgeable Science). The “entanglement” ability making the phenomenon is not “spooky action at a distance” any more as Einstein mentioned, but for us it is “endowment action at a distance”. It is very possible if we assumming that K is independent to SpaceTime..... …... space-time is only the notion of human being in the universe to accommodate the existence of Matter and Energy. (Md Santo – http://bit.ly/umS2Xi - Knowledge Value (KV) – “k” Constant relationship diagram generated from Human System Biology-based Knowledge Management (HSBKM) model framework ).... ...... The features of Dependent to SpaceTime (DST) in Graviton and Independent to Space Time (IST) in Knowon within Higgs Boson particle representing the prominent quantum superposition behavior of Higgs Boson particle..... ........ Nature Knowledge representing quantum and classical Nature Consciousness as the fabric of Universe beside Energy and Matter with Nature Knowledge Value (KV) as scaling absolute ratio ranging from 10-38 (Planck Number) through infinity..... ... HSBKM – generated method (through KV and “k” constant factor as the metrics) already revealed the behavior as well as some features of Higgs Boson instead of their function in giving mass to particles ..... considering the Universe is an ocean of Energy DST altered by ocean of Knowledge IST selecting different target loci throughout Universe as well as Graviton factor considered as gravitational energy in shaping space and time, therefore “it is necessary to invoke the consciousness element factor (CEF) of Knowon at various level of consciousness in many Nature loci to light the blue touch paper and set the Universe going” regardless it is IST by nature to reach the target loci in the Universe. This statement seems contradictory with Stephen Hawking and Leonard Mlodinov statement in their book “The Grand Design, Bantam Books – New York, 2010 page 180”...... ..... We strongly suggest Knowon as the fifth fundamental forces of nature which is



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



15.



16.



17.



18.



independent to Space-Time and featuring as massless particle, should be the strong candidate of the “hidden variable” thanks to its quantum consciousness as psycho (consciousness) mediating particle counterparting Graviton factor as somato mediating particle to bridging the gap between quantum and classical mechanics..... .... The mechanism by which Knowon acting as “Psychic / Consciousness Mediating Particle” is through Entanglement interaction mechanism with consciousness as the media independent to Space-Time. It is genuinely phenomenon evidence for Indonesian people quoting “Far sight but near at hearts” (“Jauh dimata dekat dihati”) thanks to independent Space-Time Entanglement mechanism. It’s not “spooky action at a distance” any more as Einstein mentioned, but it is really “endowment (for human being) action at a distance”.... .... Let me clarify the meaning of “unconsciousness” (adjective) and/or “unconscious”(noun). Within narrow meaning or derived from DIKW model, for example in clinical symptomatology, it means no response to senses and unawareness of mind brain response to environment. But in broader meaning within context of Nature Knowledge model, including human knowledge, where consciousness is the attribute of knowledge, the word of “unconsciousness” is not recognized ....... .......Knowledge Interface – based Communication Platform needed to communicate with alien intelligence : http://t.co/lZqPEXmn (Demystifying Human Conversations : Knowledge Interfaces as Knowledge Language within Knowledge Ecosystem). On the assumption that http://linkd.in/yD1qZx - Nature Knowledge Theory could be applied in cosmic scale under the paradigm : “The Universe or the Nature Knowledge is the source and center of Consciousness” rather than “Mind Brain or Human Being is the source and center of Consciousness” paradigm, therefore 3 x 3 matrix diagram of 1st to 9th Knowledge Interfaces (KI) could be developed in the (near) future by means of Technology, Communication Theory, Psychology, Psychiatry, Sociology and others field of sciences needed as language communication platform with the alien intelligence community....... .......One of our “primitive” effort to build such platform in practice is NASA’s Voyager interstellar spacecraft launched in 1977 bringing small metal plaques known as Golden Record containing messages needed to alien intelligence. I said “primitive” considering the package not yet meet the possibly requirements



19.



20.



21.



22.



A 19



necessary needed from 3 x 3 matrix of KI above mentioned................ ........if the experiment of sending message through neutrino succeed, therefore the involvement of electromagnetic (Photon mediating force) will be substituted with DST Gravitational superposed with IST Entanglement (DEF Graviton + Knowon mediating force) which has far more range of interaction : Long vs Very Long (Infinity) The very promising in the future with Neutrino driven communication is the phenomenon of what I called as “Consciousness Transfering Phenomenon or CTP” or transfer of Knowledge by means of entanglement speed (non local phenomenon) (see http://bit.ly/zbdp28 ) Only KM as applied science could describe the phenomenon above mentioned for the benefit of basic science (Theoretical Physics)!....... ..... Music as well as Language are by means the product of (human) Knowledge Language : Based on our study, Nature Knowledge Theory (NKT) , a theory developed and based on adoption to the paradigm of “The Universe or the Nature Knowledge is the source and center of Consciousness” rather than “Mind Brain or Human Being is the source and center of Consciousness”, only human being as creature in the Universe equipped with 3th Knowledge Interface (KI) and 9th KI. Our 3th KI responsible for human social behavior capability. While 9th KI responsible for Human Organizational Cummulative (Collective and Social Learning) Culture . With noted that 9th KI in reality functioning as organizational Standard and Culture Value of human nurtured Knowledge Management (KM). Driven by 3rd and 9th KI, Music as well as Language are by means the product of (human) Knowledge Language.......... ......Knowledge attributed with Consciousness behaving as subject and alive. Translator machine, albeit very smart, behaving as object and no consciousness. Language shaping Consciousness in the form of new Knowledge evolvement, vice – versa Consciousness shaping Language in the form of Language dynamic.... Instead of using tractor beam, a device with the ability to attract one object to another from a distance, we use our own Human System Biology-based Knowledge Management (HSBKMtm) model framework to prove the existence of Knowon, proposed as the 5th Fundamental Force representing Knowledge as the third fabric of Universe next to Matter and Energy. We coined a term of the method we used as “Inverted Paradigm” phenomenon by treating Applied Science (Knowledge Management) as “Knowledgeable Science” for



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



23.



24.



25.



26.



the sake of the development of Basic Science (Theoretical Physics). The “Duo entity Graviton – Knowon” as Universe DNA across the Universe making Nature’s Laws may vary across the Universe and finely-tuned for the existence of life ......I have been working since 2009 to studying “The animate Universe through Nature Knowledge Theory - generated Human System Biology-based Knowledge Management (HSBKM) model framework”. From my recent article intended to exploring Knowledge at URL http://bit.ly/zJig9Z (“Guide to Taxonomy of Future Knowledge” ) we will understand that “Knowledge domain is the edge of Science”. And further through http://bit.ly/GARHO2 (“Import ant considerations why the limit of Science should shifted to the right”) we could expected to get comprehended regarding our curiousity about the “limit of (scientific) nature laws....” .......Human Individual Knowledge (1st, 2nd and 3rd Knowledge Interface) also interconnected and/or interaction with Organizational Knowledge or Knowledge Management (KM) (7th, 8th and 9th Knowledge Interface) as well as Nature Knowledge (4th, 5th and 6th Knowledge Interface) but more comprehensive with higher complexity...... ........Tacit Knowledge representing 1st – 2nd – 3rd Knowledge Interface of Individual / Human Knowledge. Explicit Knowledge representing 7th – 8th – 9th Knowledge Interface of Organizational Knowledge (KM). Nature Knowledge (non human) of animate Universe representing 4th – 5th – 6th Knowledge Interface respectively. The different role of Tacit and Explicit around the issue of human – computer interaction depend on how intense each of their (Tacit and Explicit) Knowledge Interface shifted to the right..... ..........conversation is just superficial interactions involving qualitatively (extensely) as well as quantitatively (intensely) involving those 9 Knowledge Interfaces namely or directly the interaction among 1st, 2nd, 3rd, 7th, 8th and 9th Knowledge Interfaces and indirectly representing 4th, 5th and 6th Knowledge Interfaces before stepping into deeper process of Knowledge evolvement (captured or created) which we could learn the mechanism through Bloom’s Taxonomy of learning covering cognitive, affective and psychomotoric aspect........ ........http://bit.ly/pOSGBt - “Knowledge is the Edge of Science” and later abstracted within Knowledgeable Era vs Scientific Knowledge Era on page 2 of URL http://bit.ly/rjJzgb “Addressing the dawn of Knowledgeable Science era” will explain as follow :



SCIENTIFIC KNOWLEDGE DOMAIN ..............KNOWLEDGEABLE SCIENCE DOMAIN Until end of 20th century........................................Begining early 21th century D-I is the hub ..........................................................K-W is the hub Scientific mind set..................................................Beyond Scientific mind set Deducto-HypotheticoVerificative.........................Evidence-based and Reverse Engineering Probabilitydriven...................................................Possibilitydriven Relying on human senses and mind brain.........Consciousness DNA is Human limit Database...............................................................Knowled ge-base Seeking Good and True...................................... Seeking Right as Human Wisdom Multi Media tools................................................. Social Media 2.0 – 3.0 Learning by Doing............................................... Doing by Learning etc (Data / Information-driven)............................ etc (Knowledge-driven ) 27. ......Cumulative Culture, Collaborative Learning, Social and Cognitive capabilities, Sociocognitive processes, Organizational Culture (Learning Organization), Organizational Learning, Collective / Social Learning etc whatever the terms called, all adopted specially in the interactions of 7th, 8th and 9th Knowledge Interface (KI) within HSBKM model framework (see the diagram matrix map above). It means by nature only human being have the ability to develop nurture Knowledge Management system with cumulative cultural development result or output ...... 28. .........Not intended to negate the current method of CERN (The European Organization for Nuclear Research) used, but we would seeking another approach as well as entirely new another paradigm to complementing the work of CERN – LHC (Large Hadron Collider)...... 29. .... What currently on going process in science (scientific Knowledge) evolution marked with shifting paradigm from Data – Information – Knowledge – Wisdom or DIKW continuum generated representing “Mind Brain or Human Being is the source and center of Consciousness” paradigm toward Nature Knowledge continuum - generated representing “The Universe or the Nature Knowledge is the A 20



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



30.



31.



32.



33.



34.



35.



source and center of Consciousness” paradigm.............. ..... It seems from my point of view, most of us still have mindset derived from DIKW continuum which is unfortunately, sorry, considered as human artefact in science since 17th century. On the other hand, if the human Knowledge derived from Nature Knowledge, even in reality marked with unique and somewhat “strange behavior” that so far there is no acceptable and workable Knowledge and/or Knowledge Management (KM) definition, just because it is rooted from the important behavior of Knowledge that most of us not aware that Knowledge actually behaving as subject, having consciousness and evolved as emergent property in human complexity. Contrary with D-I continuum which is only as object with no consciousness and passive.... ......Human System Biology-based Knowledge Management (HSBKM) – generated method (through KV and “k” constant factor as the metrics) already revealed the behavior as well as some features of Higgs Boson, we believed as duo-entity-force (DEF) Knowon-Graviton boson instead of their function in giving mass to particles vs LHC – generated method (through GeV as the metrics) that would be revealed further (2012?) the existence of Higgs Boson physically...... .......G r a v i t o n, the 4th fundamental force, for the first time could be quantified indirectly as “duo-entity-force”(DEF) through Knowledge Value (KV) measurement of Knowon....... ....DIKW is just human artefact. The real Knowledge generated not from DIKW continuum but from Nature Knowledge continuum representing our smart, psychosomatic, complex (adaptive) system and animate Universe. The paradigm needed, assuming Consciousness is the attribute of Knowledge, …“The Universe or the Nature Knowledge is the source and center of Consciousness” rather than “Mind Brain or Human Being is the source and center of Consciousness”..... ..... “After Singularity between Human Mind and Technology reaching its peak (in 2012 ?), it will be the “Jump Time” for us to make “Great Turning” from the BRAIN as locus of Mind to the DNA as locus of Higher Consciousness and Human Value”.... ..........We strongly suggest Knowon as the fifth fundamental forces of nature which is independent to Space-Time (IST) and featuring as non-hypothetical massless particle, should be the strong candidate of the “hidden variable” thanks to its quantum consciousness as “psycho (consciousness) mediating particle” counterparting Graviton factor as “somato



mediating particle” becoming “duo-entityforce”to bridging the gap between quantum and classical mechanic....... 36. ..... In quantum world, Knowon is the “playmaker” through acting as “Psychic / Consciousness Mediating Particle” of the Universe, counterparting Graviton as ““Somatic Mediating Particle” of the Universe. In classical mechanics macroworld, Knowledge (K) maintaining the harmonious interaction between Matter (M) and Energy (E) through empowering Knowon consciousness....... 37. ..... Knowon, the Psychic / Consciousness Mediating Perticle as the fifth Fundamental Forces albeit independent to Space-Time (IST) but in counterparting Graviton platform as Somatic Mediating Particle becoming duoentity-forces (DEF) will acting as Nature Knowledge Management (KM) to do orchestrating the other 3 (three) Fundamental Force, Gluon – Photon – W,Z under Knowon – Graviton domain towards unification of Particles and Forces..... 38. The Road to Nature Knowledge through Knowledge – Value (KV) measurement : “We are not human beings on a spiritual journey. We are spiritual beings on a human journey.”- Stephen Covey "Reality is merely an illusion, albeit a very persistent one." - Albert Einstein ....“I think the next century will be the century of Complexity.” - Stephen Hawking ..... Dear Hawking, it seems the next century will be the century of Knowledge.” - Md Santo http://bit.ly/tzBu2u References Md Santo, M.Arsali (2011), Impact of Human System Biology based Knowledge Management (HSBKM) model framework on Theoretical Physics (presented at “The International Conference on Mathematics and Sciences” – Surabaya Institute of Technology (ITS), Indonesia, October 12 – 13, 2011) Luisa dall‘Acqua (Germany), Md Santo (Indonesia) (2012), New interpretative paradigms to understand and manage the unpredictability of the dynamics of learning in a complex multi-user knowledge environment (presented at CIBL 2012 , Kuching, Sarawak, Malaysia) Md Santo (2012), “The Ecosystem of Knowledge Assessment - K Audit and Mapping" (presented at join meeting Knowledge Management Society Indonesia (KMSI) – School of Business and Management Bandung Institute of Technology (ITB) – PT A 21



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Telkom Indonesia Inc (Bandung, Indonesia – Feb. 16, 2012) Stephen Hawking, Leonard Mlodinov (2010), “The Grand Design”, Bantam Books – New York Md Santo (2012), “Comprehensive Guide to Future Science Environment : Decomposing Knowledge with Inverted Paradigm Method” - , http://bit.ly/LOoYho Md Santo (2012), “Mapping the Secrets of the Universe : complementing bottom-up (CERN – LHC) with top-down (Mobee Knowledge Services) mechanism” - http://t.co/bIHLTalC Md Santo (2010), “Knowledge – driven New Copernican Principle” - http://bit.ly/JGnZ0h



Md Santo (2012), “Not to finding Higgs Boson everlastingly but through it Science reform is our goal!” http://mobeeknowledge.ning.com/forum/topi cs/not-to-finding-higgs-boson-everlastinglybut-through-it-science-r Md Santo (2011 - 2012), “Knowledge base on Nature Knowledge Theory” http://www.delicious.com/mobeeknowledge/ natureknowledgetheory Md Santo (2012), “Knowledge base on Higgs boson” http://www.delicious.com/mobeeknowledge/ higgsboson



A 22



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



HYDROTHERMAL NON-LINEAR WAVES (HNLW) USING BEKKI-NOZAKI AMPLITUDE HOLES EQUATION AS A CLINICAL NON-INVASIVE PREDICTOR FOR INTERVENTRICULAR SEPTUM WALL DYSFUNCTION RELATED TO CARDIAC EXCITATION Ricardo Adrian Nugraha Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya - INDONESIA Email : [email protected]



Abstrak Pendahuluan. Kelainan jantung pada septum interventrikularis (pada dinding medial) sering dijumpai pada pasien dengan penyakit jantung iskemik. Akan tetapi, standar diagnostic dengan MRI dan Ekokardiografi masih tetap invasif dan mahal. Pada masa depan, kami mengusulkan penggunaan propagasi non-linear dari modulasi gelombang termal (kalor) yang dihasilkan oleh eksitasi melintas miokardium. Tujuan. Untuk mengevaluasi efektivitas amplitudo gelombang hidrotermal yang dihasilkan oleh HNLW sebagai alat diagnostik terkini untuk memprediksi risiko disfungsi septum interventrikularis. Hasil. Dalam analisis multivarian disebutkan, jaringan fibrosis dan hipertrofi dinding septum dikaitkan dengan kelainan jantung. Peluang pasien dengan penyakit jantung iskemik (IHD) untuk bertahan hidup dan disembuhkan tergantung dari prosedur diagnostik sebelumnya. Pasien yang memiliki penebalan dinding septum yang menunjukkan PJK dapat didiagnosis dengan cepat dan akurat terlebih dahulu oleh Hydrothermal Non-Linear Wave (HNLW). Dibandingkan dengan pencitraan teknik Doppler & Ekokardiografi 3D, metode ini mempunyai odd ratio (OR) sebesar 1,28 (95% CI, 1,21-1,35) dalam deteksi tahap awal disfungsi dinding septum interventrikularis. Demikian juga, kepekaan HNLW dalam mendeteksi malformasi jantung mempunyai akurasi dan detektabilitas yang lebih besar, bahkan dibandingkan dengan Ekokardiografi 3D dengan kontras, masing-masing 86% berbanding 78% (p = 0,05, 95% CI). Sayangnya, spesifisitas HNLW secara signifikan masih lebih rendah dibandingkan Ekokardiografi dengan 90% berbanding 98%. Secara menyeluruh, spesifisitas dan sensitivitas HNLW dalam pendeteksian penyakit jantung iskemik pada daerah bukan septum (bukan medial) adalah 94% dan 78% pada dinding anterior dan anteroseptal, dan 99% dan 47% pada dinding lateral. Diskusi. Perubahan kecepatan pada modulasi gelombang Bekki-Nozaki yang berbentuk non-linear dengan amplitudo menyerupai lubang, telah berhasil mengamati struktur yang tidak stabil dengan menghubungkan dua fase gelombang yang dinamis dan tak terbatas. Ketepatan tinggi dari alat ini dapat memahami karena sensitivitas kecepatan gelombang dalam suhu tinggi. Kecepatan gelombang dapat dengan mudah menurun jika mereka melintas jaringan fibrosa di sekitar serat otot jantung. Kesimpulan. HNLW terbukti lebih akurat daripada ekokardiografi dalam mendeteksi kerusakan otot jantung yang menimbulkan abnormalitas eksitasi jantung, khususnya pada dinding medial. Aplikasi klinis dan efek samping jangka panjang dari HNLW masih didasarkan pada bukti dan pengalaman dokter, dengan penekanan khusus pada peran HNLW dalam memprediksi penebalan otot jantung, khsususnya pada septum interventrikularis. Kata kunci: HNLW, Persamaan Bekki-Nozaki, Abnormalitas Septum Interventrikularis



Abstract Introduction. Interventricular septal wall motion abnormalities are frequently observed in patients with ischemic heart disease. Nevertheless, standard diagnostic, such as MRI and Echocardiography still remains invasive and expensive. For future, we are proposing using propagating non-linear mechanical waves produced by cardiac excitation. Objectives. To evaluate the effectiveness of Bekki-Nozaki Hydrothermal Amplitude Holes as new diagnostic tool for predicting the risk of interventricular septal wall dysfunction. Results. In a multivariate analysis, fibrous tissue and thickening of septal wall were associated with cardiac malformation. The opportunities of patient with ischemic heart disease (IHD) to survive and be healed are dependent to the early diagnostic procedure. Patient having a thickening of septal wall that indicates IHD can be diagnosed earlier by Hydrothermal Non-Linear Wave (HNLW). Compare to Doppler Techniques & 3D-Echocardiography, this methods had an odds ratio 1.28 (95%CI, 1.21-1.35) in detection early stage of interventricular septal wall dysfunction. Likewise, the sensitivity of HNLW in detection cardiac malformation is greater than contrast enhanced 3D-Eco, respectively 86% to 78% (p=0.05; 95%CI). Unfortunately, the specificity of HNLW is significantly lower than 3D-Eco with 90%:98%. Completely, the specificity and sensitivity of HNLW in detection ischemic heart disease in non-septal wall is 94% and 78% in anterior and anteroseptal walls, and 99% and 47% in lateral wall. Discussion. Bekki-Nozaki holes that we have already observed aren’t stable structures connecting two infinite phase winding solutions. The high accuracy of this tool can be understanding due to the A 23



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



sensitivity of the wave’s velocity in the high temperature. The wave’s velocity can easily decrease if they go through the fibrous tissue around the muscle-wall. Conclusion. Hydrothermal non-linear wave is more accurate than echocardiography in detecting abnormal cardiac excitation. Clinical utility and long-term side-effect of hydrothermal non-linear wave is discussed based on evidence-based and clinician’s experience, with particular emphasis on their role in predicting the thickening of septal muscle. Keywords: HNLW, Bekki-Nozaki Equation, Intervenricular Septal Wall Abnormality PENDAHULUAN Penyakit jantung koroner merupakan penyebab mortalitas tertinggi di negara maju maupun negara berkembang. Berbagai spektrum klinik dari penyakit jantung koroner yang menggambarkan manifestrasi progresivitas kerusakan miokard, memberikan tingkat kematian yang berbeda-beda, namun semuanya perlu memperoleh perhatian khusus. Pada umumnya, nyeri dada (angina pectoris) merupakan salah satu manifestasi klinik yang khas pada pasien dengan PJK mulai stadium dini. Nyeri dada yang khas dengan radiasi sepanjang segmen T1 sehingga penjalaran menuju sebelah medial lengan kiri, punggung, epigastrium, dan rahang bawah merupakan salah satu tanda klinis PJK yang patut diperhitungkan, terutama ketika kejadian muncul setelah aktivitas fisik dan emosi yang berlebihan. Namun, gejala klinik yang berbeda pada tiap profil pasien dengan PJK menyebabkan prosedur diagnostik tidak semudah yang dibayangkan. Kelainan seperti Diabetes Mellitus dan neuropati perifer diduga menyebabkan ketidakmampuan pasien PJK untuk merasakan nyeri yang dialami. Tentu hal ini menuntut klinisi untuk mengembangkan protokol diagnostik yang terbaik dalam mendeteksi PJK, sejak stadium dini. Perkembangan alat-alat diagnsotik yang saangat maju turut memberikan harapan bagi dunia medis dalam mendeteksi PJK pada stadium awal, melokalisir daerah infark, serta menentukan terapi yang paling sesuai berdasarkan gambaran pada alat diagnostik tersebut. Akan tetapi, ternyata, perkembangan alat-alat diagnostik radiologis mulai dari Chest X–Ray, CT-SCAN, MRI, Angiografi, PETSPECT, USG Doppler, hingga Ekokardiografi 3D masih memiliki keterbatasan untuk diaplikasikan menjadi golden standard dalam diagnosis PJK. Sensitifitas dan spesifisitas yang rendah, serta biaya yang mahal turut menjadi keterbatasan aplikasi alatalat tersebut. Oleh karena itu, prosedur diagnostik standard masih membutuhkan hasil pemeriksaan penunjang dalam bidang laboratorium klinik dan ECG yang tentunya sangat memberatkan pasien. Untuk itu, kini pengembangan prosedur diagnostik dituntut untuk semakin peka terhadap kebutuhan pasien dan perkembangan dunia medis. Salah satu prosedur diagnostik yang telah banyak berkembang hingga saat ini adalah Hydrothermal Non-Linear Wave (HNLW). HNLW merupakan alat diagnostik terkini dalam dunia kedokteran, khususnya



kardiologi, yang memanfaatkan persamaan fisika dalam aplikasinya. Hydrothermal Non-Linear Wave (HNLW) HNLW merupakan alat diagnostik yang saat ini telah banyak digunakan, khususnya dalam bidang kedokteran jantung dan pembuluh darah, untuk mendeteksi dan melokalisir daerah infark, sehingga dapat ditentukan dengan jelas langkah selanjutnya. HNLW telah banyak digunakan dalam dunia medis. Beberapa pusat layanan kesehatan, seperti RS Cipto Mangunkusumo dan RS Jantung Harapan Kita telah banyak menggunakan HNLW dalam mendeteksi kelainan septum interventrikularis. Akurasi dan sensitifitas yang tinggi menjadikan alat ini sebagai primadona dalam deteksi kelainan jantung. Namun, sebagaimana prosedur diagnostik invasif lainnya, HNLW tak luput dari kekurangan. Salah satu kekurangan HNLW adalah tidak dapat diberlakukan pada semua layanan kesehatan, mengingat HNLW harus dilakukan di ICU / ROI dengan pengawasan yang ketat dan intensif. Dengan memanfaatkan kateter yang berisi udara panas, maka gelombang kalor yang dipancarkan oleh kateter tersebut akan dimodulasi untuk menembus densitas otot jantung. Pada otot jantung sehat, tampak 4 lapisan yang sehat pula, yakni perikardium, epikardium, miokardium, dan endokardium. Dengan densitas yang berbeda-beda, maka kecepatan gelombang yang terukur saat melewati medium tersebut akan berbeda-beda, dan hal inilah yang akan dimanfaatkan dalam aplikasi kliniknya untuk mendeteksi kelainan dinding jantung, yang lebih banyak digunakan untuk deteksi dinding medial (septum interventrikularis). Persamaan Bekki-Nozaki Stabilitas linear dari lubang yang ditimbulkan oleh fase singularitas, cepat-rambat propagasi gelombang, dan amplitudo gelombang yang ditumbulkan oleh eksitasi miokardium orang sehat/normal ternyata sesuai dengan sebuah persamaan fisika satu dimensi yang terdapat dalam kompleks Ginzburg-Landau, yang ditemukan ditemukan oleh Bekki dan Nozaki ketika mempelajari masalah linierisasi refernsial yang dapat secara sempurna beradaptasi. Subruang netral yang ditemukan oleh Bekki dan Nozaki memiliki struktur yang cukup kompleks dan penting untuk diperhatikan. Hilangnya stabilitas dalam persamaan gelombang sebesar dapat dua kali lipat amplitudo gelombang memodulasi fase ketidakstabilan yang terkait dengan A 24



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



bagian terus-menerus dari spektrum, dimana instabilitas inti sangat berhubungan dengan mode deskrit serta fase kontinu dan singular dari propagasi gelombang hidrotermal. Lubang yang timbul dalam HNLW diyakini merepresentasikan kecepatan yang secara simetris mendekati nol atau bahkan nol absolut, ditemukan ketika propagasi gelombang menembus miokardium orang normal/sehat yang memiliki densitas tinggi. Hal ini mampu menjelaskan perbedaan miokard orang sehat dan orang dengan infark, dimana pada pasien infark, densitas miokard menurun sehingga menjadikan lubang yang ditimbulkan dari penurunan gelombang Bekki-Nozaki ini lebih renadah daripada dua kali amplitudo gelombang kalor. Batas inilah yang akan menjadi cutting plate sebagai dasar klasifikasi derajat detektabilitas pasien dengan kelainan miokardium. Hal ini menjadi solusi yang paling stabil dimana batas-batas inti ketidakstabilan tersebut telah ditetapkan pada bidang parameter untuk kecepatan dua lubang yang berbeda. METODOLOGI Penelitian ini dilakukan dengan observasi beberapa fase singularitas dalam perjalanan gelombang hidrotermal yang dihasilkan oleh HNLW. Fase singularitas, amplitudo, dan cepat-rambat gelombang diukur dengan suatu metode ultrasonik terkini, dimana obeservasi dilakukan pada septum interventrikularis probandus, dengan dua macam subjek, yaitu subjek yang sehat/normal, dan subjek yang telah mengalami abnormalitas septum interventrikularis, baik berupa penebalan, penipisan, maupun kalsifikasi derajat lanjut. Subjek pada kelompok sakit memiliki riwayat medis yang bervariasi, dengan spektrum klinik yang berbedabeda. Kebanyakan pasien (56%) berada pada kondisi penyakit jantung iskemik (IHD) stadium awal, sementara disusul oleh pasien dengan NSTEMI (21%) dan STEMI (14%). Sisanya adalah pasien yang mengalami Cardiac Remodelling dan berada pada kondisi Gagal Jantung Kongestif. Dari observasi, tidak ditemukan pasien dengan ruptur septum interventrikularis. HNLW dilakukan dengan menggunakan air panas pada suhu 70-80o C, dimana pada suhu tersebut, hantaran kalor dari uap air menuju miokard secara konduksi dan radiasi paling mudah untuk diamati. Air panas dimasukkan melalui kateter dengan akses vena sentral (melalui v.jugularis externa). Kemudian kateter diarahkan melintas menuju v.kava superior masuk ke atrium kanan jantung. Kateter kemudian diarahkan menuju ventrikel kanan jantung, untuk kemudian didorong mengitari a.pulmonalis dan v.pulmonalis melalui sinus transversius pericardii. Memutari v.pulmonalis, kateter akhirnya kembali ke jantung melalui atrium kiri, kemudian dipompa oleh ventrikel kiri menuju aorta. Kemudian, kateter diarahkan untuk keluar dari pembuluh darah agar tidak menimbulkan emboli pembuluh darah. Dari sini



dapat diketahui bahwa selama kateter beredar di sekitar jantung, telah banyak kalor yang dilepaskan oleh panas dari air dan uap air yang berasal dari kateter, sehingga propagasi gelombang kalor yang dihantarkan melalui konduksi dan radiasi ke dalam otot jantung dapat diobservasi dan dikuantifikasi berdasarkan persamaan Bekki-Nozaki. Dalam observasi pasien yang menjalani HNLW, septum interventrikularis telah berhasil diamati secara jelas. Gambaran komputer yang telah terautomatisasi untuk melakukan kuantifikasi cepat-rambat gelombang diyakini mampu menunjukkan bahwa setidaknya salah satu fase singularitas dan aplitudo yang diamati dalam eksitasi gelombang oleh jantung berdasarkan septum interventrikularis dapat dijelaskan oleh melalui persamaan non-linear yang berasal dari postulat Bekki-Nozaki dalam persamaan kompleks Ginzburg-Landau, meskipun muncul dan hilangnya dari fase singularitas pada septum interventrikularis telah melahirkan berbagai pola yang kompleks. Setidaknya, gambaran grafik yang akan dianalisis mampu untuk mempermudah klinisi mengetahui dan mendeteksi dengan cepat lokasi infark pada daerah septum interventrikularis. HASIL DAN PEMBAHASAN Komparasi detektabilitas dan akurasi diantara prosedur-prosedur daignostik di bidang radiologi telah banyak dilakukan. Khusus dalam bidang kardiologi dan kedokteran vaskular, klinisi mempunyai banyak pertimbangan alat diagnostik yang diharapkan mampu membantu ditegakkannya diagnosis pasti penyakit pasien. Secara umum, kita mengenal beberapa alat bantu diagnostik yang sering digunakan untuk pemeriksaan penunjang / konfirmasi dari diagnosis diferensial pasien. Dengan kemajuan teknologi, klinisi diharapkan mampu menentukan pilihat alat diagnostik secara efektif dan efisien dengan mempertimbangkan indikasi dan kontraindikasi pasien, kelebihan dan kekurangan tiap alat, serta kondisi perekonomian pasien. Pengkajian masalah alat diagnostik yang digunakan harus dikaji secara holistik dengan mempertimbangkan setiap aspek yang ada, tidak terbatas pada spesifisitas dan sensitifitas alat diagnostik semata. Melalui Tabel I, kita dapat melakukan komparasi pada setiap alat diagnostik yang ada. Dari gambaran yang kita peroleh dalam tabel di atas, pilihan alat diagnostik apabila seseorang mengalami infark miokard akut adalah Real-Rime MRI dan 3D Ekokardiografi atau Ekokardiografi TransOesophagus. Akan tetapi, jika kita amati tiap-tiap alatnya, kita masih akan menemukan keterbatasan, khususnya dalam hal sensitifitas dan spesifisitas yang masih sangat rendah. Bahkan, sensitifitas Chest XRay dalam mendeteksi penyakit jantung iskemik tidak sampai 50%, sementara CT-SCAN hanya berkisar antara 60-70%. Di sini, HNLW yang ditemukan dengan memanfaatkan prinsip-prinsip fisika dituntut A 25



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



untuk memiliki nilai diagnostik yang lebih unggul dibanding pendahulunya. TABEL I. Komparasi alat-alat diagnostik dalam deteksi infark miokard akut No Alat Diagnostik 1



Chest X-Ray



Prosedur Diagnostik Kelebihan Kekurangan Sederhana, mudah, cepat, dan murah Umum dilakukan, mampu mengetahui hipertrofi jantung dari CTR Mampu memonitor secara berkala pada resolusi tinggi Sensitif dan spesifik untuk melokalisasi oklusi arteri/vena, trombus, emboli



2



CT-SCAN



3



Real-time MRI



4



Angiography



5



IVUS (Intravascular Ultrasound)



Mampu mengetahui plak ateroma dan ring (PCI) lebih akurat



Echocardiography 3D



Mampu mendeteksi infark, oklusi, stenosis, ruptur plak, sampai kerusakan katup jantung



6



Sensitifitas rendah Bahan radioaktif yang digunakan karsinogenik Waktu pelaksanaan lama, tidak nyaman (bising) Zat warna yang digunakan berpotensi menimbulkan reaksi alergi Sukar untuk dikerjakan, sangat invasif dan membutuhkan administrasi nitrogliserin Biaya yang sangat mahal, kurang sensitif untuk penyakit jantung iskemik



1,21-1,35) dalam deteksi tahap awal disfungsi dinding septum interventrikularis. Demikian juga, kepekaan HNLW dalam mendeteksi malformasi jantung mempunyai akurasi dan detektabilitas yang lebih besar, bahkan dibandingkan dengan Ekokardiografi 3D dengan kontras, masing-masing 86% berbanding 78% (p = 0,05, 95% CI). Sayangnya, spesifisitas HNLW secara signifikan masih lebih rendah dibandingkan Ekokardiografi dengan 90% berbanding 98%. Secara menyeluruh, spesifisitas dan sensitivitas HNLW dalam pendeteksian penyakit jantung iskemik pada daerah bukan septum (bukan medial) adalah 94% dan 78% pada dinding anterior dan anteroseptal, dan 99% dan 47% pada dinding lateral. Hal ini wajar dikarenakan pelepasan gelombang hidrotermal terjadi ketika kateter melintas septum interventrikularis dan mengitari vasa pulmonalis. Perubahan kecepatan pada modulasi gelombang Bekki-Nozaki yang berbentuk non-linear dengan amplitudo menyerupai lubang, telah berhasil mengamati struktur yang tidak stabil dengan menghubungkan dua fase gelombang yang dinamis dan tak terbatas. Ketepatan tinggi dari alat ini dapat memahami karena sensitivitas kecepatan gelombang dalam suhu tinggi. Kecepatan gelombang dapat dengan mudah menurun jika mereka melintas jaringan fibrosa di sekitar serat otot jantung.



Head-to-head HNLW vs Echocardiography Dalam mendeteksi infark miokard akut, ekokardiografi transoespohagus masih menjadi standar emas dalam praktik sehari-hari. Namun demikian, beberapa studi telah melakukan komparasi antara tingkat sensitifitas dan spesifisitas ekokardiografi transoesophagus dibandingkan dengan beberapa alat diagnostik terkini, seperti PET, SPECT, dan terakhir HNLW. Dalam analisis multivarian dengan ANOVA, beberapa penelitian menyebutkan malformasi jantung yang terjadi karena progresivitas infark tingkat lanjut dan membentuk jaringan fibrosis serta hipertrofi dinding septum interventrikularis sangat berkaitan dengan perubahan pola modulasi dan propagasi gelombang hidrotermal yang dirambatkan oleh serat otot tereksitasi. Peluang pasien dengan penyakit jantung iskemik (IHD) untuk bertahan hidup dan disembuhkan tergantung dari prosedur diagnostik sebelumnya. Pasien yang memiliki penebalan dinding septum yang menunjukkan PJK dapat didiagnosis dengan cepat dan akurat terlebih dahulu oleh Hydrothermal Non-Linear Wave (HNLW). Dibandingkan dengan pencitraan teknik USG Doppler & Ekokardiografi Transoesophagus, metode ini mempunyai odd ratio (OR) sebesar 1,28 (95% CI,



Gambar 1. Perubahan pola propagasi dan cepat rambat gelombang membentuk persamaan Bekki-Nozaki ketika gelombang hidrotermal melintas miokard sehat



Dalam propagasi gelombang hidrotermal, respon seluler otot jantung sangat bergantung pada koefisien restitusi yang berbeda-beda pada tiap lapisan jantung. Kecepatan konduksi ini merupakan jarak yang ditempuh oleh gelombang hidrotermal ketika melintas lapisan jantung per satuan waktu. Koefisien restitusi pada tiap-tiap lapisan jantung inilah yang menimbulkan hubungan non-linear dari grafik propagasi gelombang hidrotermal yang diamati. Persamaan Bekki-Nozaki sebagai landasan teoritis propagasi gelombang ini diketemukan pada percobaan dengan subjek sehat. Perbedaan koefisien restitusi ini melibatkan diskordansi alternas otot jantung dan heterogenitas lapisan jantung. Diskordansi alternans dapat terjadi A 26



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



karena adanya perbedaan intrinsik tingkat seluler pada miokardium sehat. Adanya gelombang spiral dan transisi dari periode konkordansi menjadi diskordansi masih memiliki misteri yang belum dapat dijelaskan. Sementara heterogenitas lapisan jantung ini tampak dari sudut pandang anatomis dimana banyak terdapat struktur yang berbeda-beda pada tiap regio dan tiap lapisan, seperti musculus papilaris dan korda tendinea, fossa ovalis, sulkus koroner, dan berbagai lokasi anisotropik jaringan otot jantung. Hal inilah yang menyebabkan terbentuknya pola perubahan cepat rambat gelombang ketika gelombang hidrotermal melintas secara trans-mural, menimbulkan perbedaan spasial.



Gambar 2. Profil amplitudo dari solusi yang ditampilkan pada fase singularitas gelombang dengan waktu yang berbeda. Bagian solid dari grafik menyoroti inti dari pergerakan lubang. Panel kiri menunjukkan penciptaan lubang dan panel sebelah kanan kehilangannya.



Dari dua gambar diatas, kita menemukan pola kesamaan yang berulang pada propagasi gelombang melintas otot jantung subjek yang sehat. Ketika melintas miokardium subjek sehat, dimana miokardium memiliki densitas tinggi, dikarenakan struktur tight junction dari serabut otot, butir glikogen dan anyaman miofibril yang tebal, dan beberapa jalur internodal penghambat, maka cepat rambat gelombang hidrotermal akan menurun lebih besar dari dua kali amplitudo gelombang. Hal inilah yang menimbulkan kekosongan spasial seperti yang diamati pada gambar 2. Namun ketika gelombang melintas pada miokardium pasien dengan infark, baik stadium dini penyakit jantung iskemik, maupun stadium lanjut yang telah terjadi Dekompensasi Kordis, maka perubahan cepat-rambat gelombang tidak akan menurun drastis, mempertahankan kecepatan rambat gelombang tidak kurang dari dua kali Amplitudo gelombang. Hal ini dikarenakan terjadinya nekrosis serabut miofibril dan degenerasi parenkim jantung, mengubah jaringan otot berdensitas tinggi menjadi jaringan adiposa dan jaringan fibrotik dengan komposisi yang didominasi oleh bahan amorf dengan densitas rendah dan memiliki struktur gap junction. Oleh karena itu, hantaran gelombang masih mempertahankan kecepatan di atas kecepatan



gelombang seharusnya, dan hal inilah yang akan direkan oleh komputer yang telah diautomatisasi. KESIMPULAN HNLW dengan mempergunakan komputer digital yang telah diautomatiasasi melalui persamaan BekkiNozaki telah menjadi alat pencitraan terkini dalam bidang kedokteran klinis yang memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi. Berbagai penelitian metaanalisis turut mendukung postulat ini melalui percobaan-percobaan yang membandingkan HNLW dengan Ekokardiografi Trans-Thorakal dan TransOesophagus. Secara detektabilitas, HNLW terbukti lebih akurat dengan sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi untuk mendeteksi penyakit jantung iskemik maupun infark miokardium. Untuk deteksi kerusakan miokardium, HNLW semakin superior dibandingkan Ekokardiografi maupun CT-SCAN dan MRI, khususnya untuk deteksi kerusakan yang ada di medial ventrikel jantung (septum interventrikularis). Hal ini dikarenakan modulasi dan propagasi gelombang dimulai ketika kateter melingkari septum interventrikularis, sehingga bagian otot jantung yang tereksitasi lebih dahulu adalah daerah medial. Keterbatasan HNLW saat ini adalah rendahnya akurasi detektabilitas pada bagian lateral ventrikel jantung, dimana sensitifitas dan spesifisitasnya tidak berbeda bermakna dibandingkan CT-SCAN. Kekurangan HNLW lainnya adalah prosedur yang tergolong invasif, membutuhkan observasi secara intensif sehingga tidak dapat dilakukan tanpa persiapan yang matang. Hal ini dikarenakan kateter yang dipasang melalui akses vena sentral berpotensi menimbulkan komplikasi seperti sepsis, ruptur pembuluh darah, oklusi aorta, emboli udara, dan beberapa komplikasi perdarahan minor. Dibutuhkan ruangan khusus dan tenaga medis khusus yang terlatih, yang menjadikan HNLW masih terbatas untuk dapat diaplikasikan di negara berkembang seperti Indonesia. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut dan komprehensif masih perlu dikaji secara holistik untuk menjadikan HNLW sebagai alat diagnostik standar dalam mendeteksi kerusakan septum interventrikularis. Ucapan Terima Kasih Terima kasih sebesar-besarnya kepada Yogi Agung dan Lukman Raya selaku kolektor data yang telah mendukung penelitian ini. Penelitian ini dilaksanakan tanpa bantuan dana pihak manapun. Penulis menjamin tidak terdapat konflik kepentingan apa pun di dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Burguete J, Chate H, Daviaud F, Mukolobwiez N. (1999), Bekki-Nozaki Amplitude Holes in Hydrothermal Nonlinear Waves, Phys. Rev. Lett. 82 (1999) p. 3252-3255 A 27



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Chaté H, Manneville P. (2002), Stability of the BekkiNozaki hole solutions to the one-dimensional complex Ginzburg-Landau equation, Physics Letters A Vol 171, Issues 3–4, 7 December 2002, pp.183–188 Garnier N, Chiffaudel A, Daviaud F, Prigent A. (2003), Nonlinear dynamics of waves and modulated waves in 1D thermocapillary flows, General presentation and periodic solutions, Physica D: Nonlinear Phenomena Volume 174, Issues 1–4, 1 January 2003, Pages 1–29 Halilović E, Merić M, Terzić I, Halilović E. (2004), Clinical aspects and haemodynamic parameters for monitoring patients with acute myocardial infarct (AIM), Med Arh. 2004;58(4):223-6



Natale G. (1998), Subsurface Propagation of ThermoMechanical Fracture Shock Waves in Hydrothermal Regimes, 23rd Workshop on Geothermal Reservoir Engineering, Stanford University. Stanford California. January 26-28, 1998 Park N, Lee M, Lee A, et al (2012), Comparative Study of Cardiac Anatomic Measurements Obtained by Echocardiography and DualSource Computed Tomograph, J Vet Med Sci. 2012 Jul 27 Zaragosa-Macias, Chen MA, Gill EA. (2012), Real time three-dimensional echocardiography evaluation of intracardiac masses. Echocardiography 2012;29(2):207-19



A 28



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



PERBANDINGAN METODE SEGMENTASI WARNA



UNTUK EKSTRASI CITRA MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS HASIL PEWARNAAN ZIEHL – NEELSEN Riries Rulaningtyas1, Andriyan B. Suksmono2, Tati L.R. Mengko3, Putri Saptawati4, Franky Chandra5, Winarno6 1,5,6 Program Studi Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga 1,2,3,4 Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung Email : [email protected]



Abstrak Tuberkulosis paru adalah penyakit tropis menular yang dapat menyebabkan kematian. Tuberkulosis paru disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis (bakteri TB) dengan penyebaran penyakit melalui udara ketika penderita batuk, bersin, maupun berbicara. Diagnosa penyakit tuberkulosis paru dilakukan melalui pemeriksaan sputum (dahak) pasien. Sputum yang diperoleh dari pasien dilakukan pewarnaan dengan metode pewarnaan Ziehl – Neelsen. Metode pewarnaan ini umum digunakan di puskesmas, karena di puskesmas pada umumnya menggunakan mikroskop cahaya untuk memeriksa slide sputum. Hasil pewarnaan memberikan efek warna merah untuk bakteri TB dan background berwarna biru. Hasil pewarnaan ini memberikan citra slide yang komplek, sehingga petugas klinis mengalami kesulitan ketika melakukan pemeriksaan slide secara manual. Untuk membantu petugas klinis dalam melakukan pembacaan slide, maka pada penelitian ini melakukan segmentasi warna citra slide untuk mengekstrasi citra bakteri TB dan menghilangkan citra background. Pada penelitian ini, mencoba beberapa metode segmentasi warna dan melakukan perbandingan hasilnya yaitu pada ruang warna RGB, HSV, dan CIE L*a*b. Pada ketiga metode warna yang diujicobakan masih memerlukan bentuk pemodelan warna yang tepat untuk warna citra bakteri TB dan bentuk pemodelan matematika yang tepat, sehingga akan diperoleh citra bakteri TB utuh dan bersih dari citra background. Kata kunci : segmentasi warna, mycobacterium tuberculosis, RGB, HSV, CIE L*a*b, pemodelan matematika. PENDAHULUAN Penyakit tuberkulosis paru (TB paru) adalah salah satu jenis penyakit tropis yang sangat berbahaya karena penyebab kematian peringkat dua setelah stroke dan mudah sekali penularannya yaitu melalui perantaraan udara. Penyakit tuberculosis paru ini disebabkan oleh bakteri yang dinamakan mycobacterium tuberculosis. Indonesia menduduki peringkat empat untuk jumlah penderita penyakit TBC setelah India, Cina, dan Afrika Selatan (Harahap, 2012), untuk itulah pemberantasan penyakit TBC ini masih mendapat perhatian yang utama dari Pemerintah. Pemeriksaan penderita TB paru diawali dengan pemeriksaan sputum (dahak). Pemeriksaan dahak secara mikroskopis adalah pemeriksaan yang utama, karena dapat mengidentifikasi keberadaan bakteri TB pada dahak sehingga penyakit TB paru dapat didiagnosa. Di puskesmas maupun balai kesehatan paru yang ada di Indonesia menggunakan teknik pemeriksaan dahak secara mikroskopik dengan menggunakan teknik pewarnaan Ziehl – Neelsen untuk preparat dahak. Akibat dari pewarnaan ini menimbulkan efek warna merah untuk bakteri TB dan warna biru untuk latar pada sample dahak. Mikroskop yang biasa digunakan di Puskesmas adalah mikroskop cahaya (optik). Adapun pemeriksaan bakteri TB



masih dilakukan secara manual oleh petugas klinis dengan melakukan perhitungan jumlah bakteri secara manual setiap lapang pandang mikroskop. Untuk penyakit TB paru dengan stadium (grade) tinggi mudah dan cepat diagnosanya yaitu dengan ditemukannya bakteri TB dalam jumlah yang sangat banyak, sedangkan untuk penyakit TB dengan grade rendah atau yang diduga negative membutuhkan diagnosa yang lebih teliti dengan melakukan pengamatan sebanyak 300 lapang pandang mikroskop. Hal ini tentunya sangat melelahkan bagi mata petugas klinis dan membutuhkan waktu yang tidak sedikit, sedangkan jumlah pasien penyakit TB paru sangat banyak. Untuk membantu petugas klinis mengidentifikasi bakteri TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis, maka pada penelitian ini mencoba membuat sistem diagnosa preparat TB paru secara otomatis. Sistem yang dibangun akan mengolah citra digital dari preparat dahak. Hal pertama yang dilakukan adalah melakukan perbaikan citra digital dahak, kemudian melakukan segmentasi citra bakteri TB berdasarkan warna dan menghilangkan citra lainnya yang bukan bakteri TB. Segmentasi warna merupakan hal yang utama, pada kasus identifikasi citra bakteri TB ini, sehingga akan tersisa hanya gambar bakteri TB yang teramati. Hal ini diharapkan akan membantu petugas klinis meningkatkan A 29



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



keakurasian dalam mendiagnosa preparat dahak TB paru. Penelitian yang telah dihasilkan berkaitan dengan segmentasi warna untuk citra bakteri TB hasil pewarnaan Ziehl – Neelsen antara lain (Forero et al., 2006) melakukan segmentasi warna dengan metode adaptive color thresholding pada ruang warna RGB. (Khutlang et al., 2009) melakukan segmentasi citra bakteri TB dengan menggunakan metode pixel classifier. (Makkapati et al., 2009) menggunakan adaptive color thresholding pada ruang warna HSV. Namun hasil identifikasi bakteri TB dari hasil penelitian tersebut belum memenuhi kriteria WHO untuk standard identifikasi bakteri TB dikatakan berhasil yaitu kesalahan diagnosa < 5% (Departemen Kesehatan RI, 2007). Oleh karena itu sebagai langkah awal memperoleh citra bakteri TB, sangat dibutuhkan teknik segmentasi warna yang tepat sehingga dapat membantu keakurasian identifikasi bakteri TB.



derajat adalah magenta seperti pada Gambar 2. Hue menunjukkan jenis warna (seperti merah, biru, kuning), yaitu tempat warna tersebut ditemukan dalam spectrum warna. Saturasi (saturation) suatu warna adalah ukuran seberapa besar kemurnian dari warna tersebut akibat pengaruh dari warna putih. Seperti warna merah, dengan pengaruh warna putih, warna merh menjadi bervariasi dari warna merah menuju merah muda, yang artinya hue masih tetap bernilai merah tetapi nilai saturasinya berkurang. Komponen HSV berikutnya adalah nilai value atau disebut juga intensitas, yaitu ukuran seberapa besar kecerahan suatu warna atau seberapa besar cahaya datang dari suatu warna. Value memiliki nilai dengan jangkauan 0% sampai 100% (Pratt, 2007).



MATERI DAN METODE PENELITIAN Pada penelitian ini, mencoba segmentasi warna citra bakteri TB (Gambar 1), pada tiga ruang warna yang berbeda yaitu RGB, HSV, dan CIE Lab, kemudian membandingkan hasil segmentasi untuk ketiga ruang warna tersebut.



Gambar 2. Nilai Hue, Saturation, dan Value (Pratt,2007 )



Konversi warna RGB ke HSV seperti pada Persamaan 1 sampai dengan 5 (Gonzales, 2008 ).



(1) V = max (r, g, b)



(2)



Gambar 1. Citra Dahak Tuberkulosis Paru



Ruang Warna RGB Ruang warna RGB (Red, Green, Blue) adalah kombinasi warna primer yaitu merah, hijau, dan biru, yang biasa digunakan oleh monitor computer atau televisi. Warna yang dihasilkan berasal dari kombinasi tiga warna dan masing – masing memiliki nilai 8 bit merah, 8 bit hijau, dan 8 bit biru. Campuran ketiga warna primer tersebut dengan porposi seimbang akan menghasilkan nuansa warna kelabu. Jika ketiga warna ini disaturasikan penuh, maka akan menghasilkan warna putih (Pratt,2007).



H = H + 360



Ruang Warna HSV



Ruang Warna XYZ



Model HSV (Hue, Saturation, Value) menunjukkan ruang warna dalam bentuk tiga komponen utama yaitu hue, saturation, dan value (atau disebut juga brightness). Hue adalah sudut dari 0 sampai 360 derajat. Biasanya 0 adalah merah, 60 derajat adalah kuning, 120 derajat adalah hijau, 180 derajat adalah cyan, 240 derajat adalah biru dan 300



Nilai RGB yang terdapat pada suatu piksel dapat ditransformasikan kedalam ruang warna CIE XYZ melaui proses transformasi matriks 3x3. Transformasi ini melibatkan nilai – nilai tristimulus, yakni suatu pengaturan dari tiga komponen cahaya – linear yang memenuhi fungsi pencocokan warna CIE. Pada ruang



(3)



(4)



A 30



jika H < 0



(5)



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



warna XYZ, beberapa warna direpresentasikan sebagai nilai yang selalu positif. Perhitungan untuk transformasi dari ruang warna RGB ke XYZ (dengan nilai referensi putih), adalah melalui perhitungan matriks transformasi seperti pada persamaan berikut ( Pratt, 2007 ) : (6) Ruang Warna L*a*b* Ruang Warna L*a*b* atau yang dikenal dengan CIELAB adalah ruang warna yang paling lengkap yang ditetapkan oleh Komisi Internasional tentang iluminasi warna (French Commision Internationale de l’eclairage, dikenal sebagai CIE). Ruang warna ini mampu menggambarkan semua warna yang dapat dilihat dengan mata manusia dan seringkali digunakan sebagai referensi ruang warna. Perhitungan konversi ruang warna dari XYZ ke L*a*b* berdasarkan pada persamaan berikut ini (Pratt, 2007 ):



b* keluar pula dari toleransi. Dua harga delta lain yang berhubungan dengan skala CIELAB adalah C* dan H*. C* adalah perbedaan dalam warna kromatik antara objek sampel dengan objek standard yang dinyatakan dalam sistem koordinat polar. H* adalah perbedaan dalam sudut Hue antara objek sampel dengan objek standard yang dinyatakan pula dalam sistem koordinat polar. CIELAB banyak digunakan pada industri dimana objek memerlukan pengukuran warna, dengan cara membandingkan skala warna standard dengan nilai warna objek sampel. (Hunter Lab, 2008) Euclidean Distance Untuk mengklasifikasikan warna pada suatu kelompok warna tertentu, maka pada hasil penelitian kali ini menggunakan teknik Euclidean Distance, dengan mencari jarak minimum antara dua titik tetangga yang paling berdekatan (nearest neighbor).



L* = 116(Y/Yn)1/3 – 16, untuk Y/Yn > 0.008856 L* = 903.3 Y/Yn



selainnya



a* = 500(f(X/Xn) – f(Y/Yn)) b* = 200(f(Y/Yn) – f(Z/Zn)) dimana f(t) = t1/3 untu k t > 0.008856 f(t) = 7.787t + 16/166 selainnya



(7)



Terdapat harga delta yang dapat digunakan dalan skala warna CIELAB. L*, a*, b* mengindikasikan seberapa jauh perbedaan standard dan sample antara yang satu dengan lain. Harga delta dapat digunakan sebagai control kualitas atau pengaturan persamaan. Nilai toleransi dapat dintentukan dari harga delta. Jika nilai delta lebih dari nilai toleransi yang diberikan, maka terdapat perbedaan yang jauh antara citra dari objek standard dengan citra sample, sehingga beberapa tipe koreksi dibutuhkan jika nilai delta keluar dari toleransi yang ditetapkan. Sebagai contoh, jika harga a* keluar dari toleransi, maka intensitas warna merah atau hijau memerlukan pengaturan kembali. Ketika warna sampel lebih merah atu lebih hijau daripada warna objek standard, hal ini dapat diketahui dari nilai delta. Sebagai contoh, jika a* adalah positif, maka warna sampel lebih merah dibandingkan dengan warna objek standard. Perbedaan warna total E* dapat pula ditentukan. E* adalah nilai single yang diambil dari perhitungan perbedaan antara nilai L*, a*, b* dari objek sampel dan objek standard. Akan tetapi jika E* keluar dari nilai toleransi, maka bukan berarti parameter L*, a*,



Gambar 3. Teorema Phytagoras untuk dua dimensi (Michael, 2008)



Panjang kuadrat dari vector x = [x1 x2] adalah penjumlahan dari kuadrat kooordinat (Seperti pada Gambar 3, segitiga OPA atau segitiga OPB, |OP|2 adalah kuadrat dari panjang x, adalah panjang titik O dan P) dan jarak kuadrat diantara dua vector x = [x1 x2] dan y = [y1 y2] adalah jumlah kuadrat dari perbedaan koordinatnya (seperti segitiga PQD (Gambar 2.2), |PQ|2 adalah kuadrat jarak antara titik P dan Q). Untuk menentukan jarak vector x dan y dapat digunakan notasi dx,y, sehingga menjadi persamaan ( Michael, 2008 ):



Sedangkan jarak dx,y Michael, 2008 ):



(8) diperoleh dari persamaan ( (9)



Jarak antara vector x = [x1 x2] dan vector nol O = [0 0] adalah ( Michael, 2008 ) (10)



A 31



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Gambar 4. Teorema Phytagoras untuk tiga dimensi ( Michael, 2008 )



Koordinat x dalam tiga dimensi dinyatakan dengan titik x = [x1 x2 x3] seperti pada Gambar 4. Tiga koordinat adalah titik A, B, dan C sepanjang sumbu, dan sudut AOB, AOC, COB adalah 90 seperti sudut OSP pada titik S, dimana titik P diproyeksikan ke lantai (Gambar 4) dengan menggunakan teorema Phytagoras maka diperoleh : |OP|2 = |OS|2 + |PS|2 (karena sudut kanan pada titik S) |OS|2 = |OA|2 + |AS|2 (karena sudut kanan pada titik A) . Dan juga |OP|2 = |OA|2 + |AS|2 + |PS|2 Sehinga panjang kuadrat dari x dapat dinyatakan ( Michael, 2008 ) : Gambar 5. Diagram Alir Penelitian



(11) Untuk menghitung jarak antara x dan y adalah ( Michael, 2008 ):



(12) Bila jumlah dimensi j, dengan jumlah variable j, maka jarak antara vector x dan y menjadi ( Michael, 2008 ) : (13) Persamaan 13 disebut persamaan Euclidean distance yang diperoleh berdasarkan teorema Phytagoras. Penelitian ini dilakukan melalui langkah – langkah seperti pada diagram alir Gambar 5.



HASIL Segmentasi warna pada ruang warna RGB yang telah dilakukan pada penelitian ini yaitu dari kanal warna yang dipilih dengan suatu nilai segmentasi tertentu yang biasanya disebut thresholding. Analisis yang dilakukan adalah analisis ruang warna yang digunakan. Pertama yang dilakukan adalah menganalisis ruang warna RGB, dengan hasil pemisahan kanal Red, Green, dan Blue, ternyata citra bakteri TB terlihat jelas pada kanal Green. Kemudian dilakukan segmentasi dengan nilai threshold yang diperoleh dari histogram citra. Dari colormap kanal green dan histogram (Gambar 6) kanal green dapat diambil nilai threshold untuk intensitas warnanya sebesar 120.



Gambar 6. Histogram Kanal Green RGB



A 32



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Hasil segmentasi citra dahak pada ruang warna RGB terlihat pada Gambar7.



Dari color map kanal hue dan histogramnya (Gambar 8) yang dihasilkan dapat ditentukan nilai threshold untuk segmentasi background yaitu sebesar 0,55.



Gambar 7. Citra Dahak Sebelum dan Sesudah Segmentasi pada Ruang Warna RGB



Dari hasil color thresholding pada ruang warna RGB, terlihat hasil segmentasi yang kurang bagus, citra background masih terlihat. Disamping itu juga sulit menentukan nilai threshold yang tepat dari profil histogram di kanal green, karena histogram terdistribusi merata sehingga sulit membedakan histogram objek dengan background. Untuk mengatasi kekurangan pada ruang warna RGB, maka dalam penelitian ini mencoba ruang warna HSV (hue, saturation, value).



Gambar 9. Citra Dahak Sebelum dan Sesudah Segmentasi pada Ruang Warna HSV



Perbandingan dua kanal yaitu kanal green pada ruang warna RGB dan kanal hue pada ruang warna HSV, menunjukkan bahwa kanal hue dapat melakukan segmentasi warna lebih baik dari kanal green. Hasil segmentasi warna pada ruang warna CIE L*a*b* dengan metode Euclidean Distance, seperti pada Gambar (10) dan Gambar (11). Dari hasil segmentasi warna pada ruang warna CIE L*a*b* menunjukkan bahwa hasil segmentasi masih kurang baik, karena masih tertinggal citra background, sehingga memerlukan teknik segmentasi lagi untuk menghilangkan citra background. Dari ketiga ruang warna yang telah diuji coba, segmentasi warna pada ruang warna HSV memberikan hasil yang paling baik. Namun ketika nilai threshold pada ruang warna HSV ini diaplikasikan pada citra dahak secara utuh, masih memberikan hasil segmentasi yang kurang bersih dari citra background (seperti pada Gambar 12). Dari ketiga ruang warna tersebut, masih perlu dikaji lagi dari sisi pemodelan matematik yang digunakan. Dengan mengembangkan model matematik dasar yang ada pada ketiga ruang warna tersebut, akan dapat memperbaiki performansi hasil segmentasi, karena ketiga ruang warna tersebut adalah yang paling dekat dengan persepsi visual mata manusia.



Gambar 8. Histogram Kanal Hue HSV



A 33



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Gambar 10. Hasil Segmentasi CIE L*a*b* (a). Citra Bakteri TB tunggal (b). Hasil Segmentasi Kanal Red (c). Hasil Segmentasi Kanal Magenta (d). Hasil Segmentasi Kanal Blue



Gambar 11. Hasil Segmentasi CIE L*a*b* (a). Citra Bakteri TB dengan Noise (b). Hasil Segmentasi Kanal Red (c). Hasil Segmentasi Kanal Magenta (d). Hasil Segmentasi Kanal Blue



A 34



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih untuk Laboratorium Teknik Biomedik Institut Teknologi Bandung, atas segala fasilitas yang telah diberikan kepada Penulis utama selama menempuh pendidikan S3 di ITB dan dukungannya pada panelitian ini. DAFTAR PUSTAKA



Gambar 12. (a). Citra Dahak Utuh, (b). Hasil Segmentasi



KESIMPULAN Segmentasi warna citra bakteri TB pada penelitian ini memberikan hasil segmentasi sementara yang baik pada ruang warna HSV. Namun pada ruang warna ini masih belum dapat memberikan hasil segmentasi yang baik untuk kasus citra dahak utuh yang masih banyak terdapat noise citra yang non TB. Dari hasil penelitian ini, dengan menggunakan algoritma dasar segmentasi yaitu metode thresholding belum dapat menyelesaikan persoalan segmentasi utuh citra dahak yang komplek, sehingga masih memerlukan pengembangan metode dan algoritma yang dapat membantu memperbaiki performansi segmentasi yang memegang peran penting untuk mengidentifikasi citra bakteri TB.



Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Hunter Lab, 2008“Measure Color”, www.hunterlab.com. M. Forero, F. Sroubek, and M.Desco, august 2006 , “Automatic identification of nycobacterium tuberculosis by Gaussian mixture models”, Journal of microscopy, vol.223 no.2, pp.120132. Michael, 2008, “Measures of distance between samples:Euclidean”,http://www.econ.upf.edu/ ~michael/stanford/maeb4.pdf R. Khutlang, S.Krishnan, R. Dendere, A. Whitelaw, K. Veropoulos, G. Learmonth, T.S. douglNIas, 2009, “Classification of Mycobacterium Tuberculosis in Images of ZN-Stained Sputum Smears”, IEEE Xplore. R.C. Gonzales, Richard E.Wood,Steven L.Eddins, 2008, Digital Image Processing Third Edition, Pearsonson Prentice Hall S.W. Harahap, 22 Mei 2012, Jumlah Penderita TBC di Indonesia Peringkat 4 di Dunia, Kompasiana, www.kompas.com. V. Makkapati, R. Agrawal, R. Acharya (2009, August), “Segmentation and Classification of Tuberculosis Bacilli from ZN-stained sputum /smear Images”, in IEEE Conference on Automation Science and Engineering, Bangalore – India. W.K. Pratt, 2007, “Digital Image Processing”, WileyInterscience, A John Wiley & Sons, Inc.



A 35



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



UJI KARAKTERISTIK MODUL SURYA DENGAN MENGGUNAKAN SUN SIMULATOR SEDERHANA SERTA PENDEKATAN KOMPUTASI Satwiko S Jurusan Fisika, FMIPA UNJ Kampus B, Jl Pemuda no 10 Rawamangun Jakarta Timur 13220 email: [email protected]



AbstrakDengan menggunakan sun simulator sederhana besaran besaran pada hasil pengukuran kurva fungsi karakteristik sel surya I-V dapat diperoleh, dilakukan beberapan pengukuran dengan jenis solar cell yang berbeda baik tipe maupun ukurannya. Pendekatan simulasi digunakan untuk membandingkan antara keduannya. Diperoleh hasil yang berkesesuaian simulasi serta hasil keluaran dengan sun simulator. Kata Kunci: sun simulator, Kurva Karakteristik, pendekatan simulasi PENDAHULUAN Sel surya merupakan perangkat semikonduktor yang mengkonvesi cahaya matahari menjadi energi listrik. Pemanfaatan sel surya di Indonesia merupakan hal menarik karena Indonesia terletak pada daerah khatulistiwa. Permasalahan yang ada yaitu harga sel surya masih mahal dibandingkan dengan pembangkit energi dari sumber energi lain. Usaha untuk menurunkan harga panel surya dapat dilakukan dengan menaikkan efisiensi sel tersebut. Sel surya dapat dimodelkan sebagai sumber arus yang diparalelkan dengan dioda. Ketika sel surya disoroti cahaya, akan menghasilkan arus I L . Ketika sel surya dalam kondisi gelap, sel surya hanya berfungsi sebagai dioda sambungan P-N dan tidak dapat memproduksi energi listrik. Ketika dihubungkan dengan tegangan dari luar, sel akan memproduksi arus I D yang disebut arus dioda dalam kondisi gelap [1].



Gambar 2. Kurva karakteristik model sel surya.



Arus keseluruhan yang didapat merupakan selisih antara arus fotolistrik I L dan arus dioda I D, dirumuskan dengan:



(1) dengan I L adalah arus saat sel surya disinari (Ampere), I 0 adalah arus saturasi diode (Ampere), q adalah muatan elektron sebesar 1,602 x 10-19 C, V adalah tegangan keluaran (Volt), I adalah arus keluaran (Ampere), Rs adalah hambatan seri sel (Ω), Rsh adalah hambatan paralel sel (Ω), n adalah faktor ideal dioda (antara 1 sampai 2), k adalah konstanta Boltzman sebesar 1.38 x 10-23 J/K, dan T adalah temperature sel (Kelvin) [3]. Karakteristik I-V sel surya berubah sepanjang perubahan besar iradiasi cahaya yang mengenai permukaan modul surya. Semakin besar iradiasi yang terkena modul, semakin besar pula daya dan efisiensinya. Hal tersebut ditunjukkan pada gambar 3.



Gambar 1. Diagram arus sel surya [2].



Sel surya bekerja maksimum pada tingkat iradiasi tertentu dari suatu sumber cahaya untuk bisa diubah menjadi keluaran berupa arus listrik dan tegangan. Bentuk kurva karakteristik I-V berbeda-beda pada intensitas, dan temperatur tertentu. Karakteristik I-V sel surya ketika disinari pada sembarang iradiasi dan temperatur T ditunjukkan pada gambar 2.



A 36



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Gambar 5. Sisi dalam sun simulator



Keuntungan penggunaan sun simulator yaitu untuk bisa memodelkan iradiasi matahari kepada sel surya tanpa dipengaruhi cuaca dan temperatur sekitar. Selain itu karakteristik sel surya lebih akurat mendekati model jika menggunakan sun simulator dibanding dengan iradiasi langsung ke matahari dikarenakan menghindari panas yang berlebihan akibat iradiasi secara terus menerus [5]



Gambar 3. Kurva karakteristik I-V terhadap perubahan iradiasi [4].



Suhu sel surya mempengaruhi fill factor dikarenakan ketika suhu di sekitar sel surya meningkat di atas suhu normal 25 0C, tegangan akan berkurang. Selain fill factor, efisiensinya juga turun beberapa persen. Sebaliknya ketika suhu meningkat, besarnya arus juga akan meningkat.



BAHAN DAN METODE Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Modul surya polycrystalline Si tipe SX 50 U, serta 3 buah modul monocrystalline , Lampu halogen 500 dan 1.000 Watt, Cermin datar, Resistor box, Sensor arus DCS-01, Sensor suhu LM-35, Rangkaian pembagi tegangan, Mikrokontroler ATmega 8535, dan Laptop. Pengambilan data dilakukan dengan menembakkan cahaya dari lampu halogen langsung terhadap modul surya dan dilakukan di dalam box reflektor. Intensitas cahaya yang masuk diserap modul surya dan dikonversi menjadi keluaran berupa arus dan tegangan. Arus dihasilkan melewati sensor arus dan rangkaian pembagi tegangan akan masuk ke dalam mikrokontroller. Mikrokontroller dibuat pemrograman agar data dapat langsung interface ke laptop. Dengan mengubah-ubah nilai resistansinya, makan didapat kurva karakteristik IV sel surya tersebut.



Gambar 4. Kurva karakteristik I-V terhadap perubahan temperature [4]



Untuk mensimulasikan cahaya yang akan mengenai permukaan modul sehingga diketahui efisiensi maksimal suatu modul, maka dapat digunakan sebuah simulasi matahari buatan (sun simulator) dengan menggunakan lampu halogen untuk mendapatkan karakteristik sel surya khususnya I-V. Lampu halogen tersebut disusun didalam box reflektor dimana di setiap sisi box tersebut merupakan cermin. Ruang reflektor ini berfungsi mengurangi cahaya untuk keluar sehingga tidak ada cahaya loss, dan tepat mengenai modul surya. Modul surya ditempatkan dibagian atas box reflektor tepat mengarah langsung kepada lampu halogen.



HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran karakteristik I-V pada iradiasi dan jarak yang berbeda menunjukkan perubahan efisiensi yang saling berhubungan. Ketika iradiasi oleh lampu halogen sebesar 4000 Watt dengan jarak yang diubah-ubah antara 80 cm, 70 cm dan 60 cm, menunjukkan bahwa semakin besar jarak penyinarannya, Isc dan daya yang dihasilkan akan semakin kecil. Hal ini dikarenakan ketika sel surya didekatkan dengan lampu halogen, intensitas iradiasi yang diterima oleh sel surya menjadi lebih besar.



A 37



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



pada jarak 80 cm mendekati spesifikasi pabrik ketika sumber iradiasi sebesar 1 sun (1000 Watt/m2).



Gambar 6. Hasil penelitian pengukuran karakteristik sel surya menggunakan sun simulator. Gambar 7. Daya hasil pengukuran vs experimen.



Sel surya SX50U yang dilakukan pengukuran memiliki spesifikasi Voc sebesar 21 Volt, Isc sebesar 3.23 Ampere, dan Pmax sebesar 50 Watt pada sumber iradiasi 1 sun (1000 Watt/m2). Hasil penelitian pengukuran karakteristik sel surya SX50U menggunakan Sun simulator pada sumber iradiasi 4000 Watt, ditunjukkan pada tabel 1.



Hubungan daya dengan tegangan secara teori dengan secara experimen di berikan pada gambar 7 menunjukan secara umum output modul surya pada hasil simulator memberikan nilai yang sama dengan spesifikasi diberikan oleh pabrikan.



Tabel 1. Karakteristik sel surya hasil penelitian



Modul surya



Monocrystalli ne (modul 1) Monocrystalli ne (modul 2) Monocrystalli ne (modul 3) Polycrystallin e (modul 4)



Voc



Isc Vmax Imax



(V)



(A)



(V)



(A)



Pmax



DAFTAR PUSTAKA



(Watt



1.



 



) 2.



20,7 0,95 16,39 0,89 14,58 21,1 0,96 16,63 0,91 15,13



3.



17,75 1,53 12,15 1,43 17,37 4.



19,99 3,48 16,09 3,03 48,75



Dapat disimpulkan bahwa hasil pengukuran karakteristik sel surya ketika sumber iradiasi 4000 Watt pada jarak 80 cm mendekati spesifikasi pabrik ketika sumber iradiasi sebesar 1 sun (1000 Watt/m2). Sehingga sun simulator sederhana telah teruji dan dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik sel surya unknown dengan menggunakan sumber irdiasi 4000 Watt pada jarak 80 cm.



5.



KESIMPULAN Sun simulator sederhana menunjukkan semakin besar jarak penyinarannya, Isc dan daya yang dihasilkan akan semakin kecil. Hal ini dikarenakan ketika sel surya didekatkan dengan lampu halogen, intensitas iradiasi yang diterima oleh sel surya menjadi lebih besar. Pengukuran karakteristik sel surya SX50U ketika sumber iradiasi 4000 Watt A 38



Hansen, Anca D dkk. 2000. Model for a StandAlone PV System. Roskilde: Riso National Laboratory. National Instruments. Part II: Photovoltaic I-V Cell characterization theory and Labview analysis code. National_Instruments.com (Sabtu 15 Mei 2010, 18.59). F. M. Gonzales, Longatt. 2005. Model of Photovoltaic Module in MatlabTM. 2do Congreso Iberoamericano de Estudiantes de Ingenieria Electrica, Electronica Y Computacion. S. Nema, R. K. Nema, G. Agnihotri. 2010. Matlab/Simulink Based Study of Photovoltaic Cells/ Modules/ Array and Their Experimental Verification. International Journal of Energy and Environment. Volume 1, Issue 3, 2010 pp.487-500. W. Arymukti, S. Satwiko, N. Hadi. 2011. Karakteistik sel surya dengan menggunakan sun simulator sederhana. Makalah pada Seminar SEMIRATA 2011, 10 mei 2011.



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



METODE GRADIEN VERTIKAL GAYABERAT MIKRO ANTAR WAKTU DAN APLIKASINYA Supriyadi1, Sarkowi2 1 Program Studi Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang 2 Program Studi Teknik Geofisika FT Universitas Lampung Email : [email protected]



Abstrak Telah dilakukan pengukuran gradien vertikal gayaberat mikro antar waktu di Semarang sebanyak dua kali, yaitu periode Juli 2007 dan Juli 2008 dengan menggunakan gravimeter Scintrex Autograv CG-3. Pada setiap pengukuran dilakukan dengan meletakkan gravimeter di atas pemukaan tanah dan pada keringgian 70 cm. Berdasarkan pemodelan awal yang menggunakan data sintetik menunjukkan bahwa terdapat tiga kemungkinan nilai anomali gradien vertikal gayaberat mikro antar waktu yaitu nol, positip, dan negatip yang berturut-turut berkaitan dengan tidak ada perubahan, kenaikan, dan penurunan muka air tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai negatip anomali gradien verikal gayaberat mikro antar waktu ditemukan di daerah Simpang Lima sekitarnya, Tugu Muda, Karangayu, Pusponjolo, Puspowarno, Puspogiwang, Kalibanteng, Sampangan, Manyaran, perumahan Telogosari. Di bagian selatan, yaitu kawasan Meteseh dan sekitarnya ditemukan nilai anomali gradien vertikal gayaberat mikro positip yang mengindikasikan dikawasan terbut terjadi kenaikan muka air tanah akibat curah hujan. Kata kunci : anomali, gradien vertikal gayaberat, air tanah Johnsen dkk., 1980; Rymer dkk., 1988; Jousset dkk., 2000), Pengembangan metode pengukuran gayaberat yang telah dilakukan di berbagai tempat adalah gradient vertikal gayaberat. Metode ini telah dipakai untuk berbagai keperluan survei, misalnya: penelusuran situs arkeologi (Stefanelli et al, 2008), untuk survei geologi terutama yang terkait dengan penentuan bidang batas (Tatchum et al, 2008), penelusuran gua bawah permukaan ( Butler , 1984). Berdasarkan hasil penelitian terdahulu tentang pemanfaatan metode gradient vertikal gayaberat mikro antar waktu yang menunjukkan hasil yang makasimal, maka pada penelitian ini diaplikasikan metode tersebut untuk pemantauan perubahan kedalaman muka air tanah di kota Semarang.



1. PENDAHULUAN Metoda gaya berat merupakan metoda geofisika yang mengukur variasi gaya berat di bumi. cukup baik digunakan untuk mendefinisikan daerah target spesifik untuk selanjutnya disurvei dengan metodametoda geofisika lain yang lebih detil. Seiiring dengan perjalanan waktu, metode ini telah mengalami perkembangan, diantaranya adalah perkembangan peralatan utama, yaitu gravimeter dan metode pengukuran di lapangan. Adanya peningkatan akurasi gravimeter dan pengembangan sistem digital, penerapan metode gayaberat untuk sumber anomali dekat permukaan dan yang berhubungan dengan lingkungan serta untuk tujuan pemantauan semakin banyak digunakan, diantaranya: untuk pemantauan reservoir panas bumi, minyak dan gas. Proses produksi uap dan injeksi air pada reservoir panas bumi harus dimonitor secara baik dengan tujuan agar reservoir panas bumi tetap stabil, produksi uap stabil sehingga reservoir panas bumi dapat bertahan lama (Allis dan Hunt, 1986; Andres dan Pedersen, 1993; Kamah dkk., 2001; Galderen dkk., 1999; Eiken dkk., 2000; Akasaka dan Nakanishi, 2000; Mariita, 2000; Nishijima, dkk., 2005), untuk pemantauan reservoir minyak dan gas akibat aktivitas produksi minyak dan injeksi gas atau air telah dilakukan sejak tahun 1983 dan terus berkembang sampai sekarang (Hare, dkk., 1999; Kadir, dkk., 2004; Santoso dkk., 2004). Aktivitas gunung api yang berupa pergerakan magma dan deformasi permukaan juga telah diamati dengan metode gayaberat mikro untuk mengetahui karakterisitik aktivitas gunung api (Rundle, 1982;



2. DASAR TEORI 2.1 Respon Gayaberat mikro Akibat Penurunan Muka Air Tanah Perubahan kedalaman muka air tanah di suatu tempat dipengaruhi oleh : musim, banyaknya curah hujan, pengambilan air tanah oleh manusia untuk keperluan rumah tangga dan industri. Allis dan Hunt (1986) menyatakan bahwa respon anomali gayaberat akibat perubahan muka air tanah dapat dihitung menggunakan pendekatan koreksi slab Bouguer tak hingga dengan memasukkan faktor porositas. Persamaannya sebagai berikut : 1 g w  2G wd g w  41,93 wd



A 39



Gal



2



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



dengan g w , G,  w , , d masing - masing adalah perubahan nilai gayaberat akibat adanya perubahan kedalaman muka air tanah, konstanta gayaberat umum, rapat massa air (gr/cm3), porositas (%), dan perubahan kedalaman muka air tanah (meter). Sarkowi (2007) memodelkan hubungan penurunan muka air tanah dengan anomali gayaberat mikro antar waktu dengan mengasumsikan porositas batuan (reservoir air tanah) sebesar 30% maka setiap perubahan muka air tanah 1 meter menyebabkan perubahan gayaberat 12,579 Gal seperti ditunjukkan pada Gambar 1



dengan g  x , z ,  t  z g  x , z , t 1 



z g  x , z , t 2  z



t1 t2



: gradien vertikal gayaberat-mikro Antar waktu : gradien vertikal gayaberat-mikro pada t 1 : gradien vertikal gayaberat-mikro pada t 2 : waktu pengukuran pertama : waktu pengukuran kedua



3. METODE PENELITIAN Peralatan utama yang digunakan adalah gravimeter La Coste & Romberg G1158 dan Scintrex Autograv CG-3. Lokasi penelitian di kota Semarang. Pengukuran gayaberat menggunakan metode gradien vertikal gayaberatmikro antar waktu. (Gambar 2). Pengukuran dilakukan 2 kali, yaitu pada bulan Juli 2007 dan Juli 2008 di titik ukur yang sama. Untuk penentuan posisi titik ukur gayaberat digunakan GPS. Skema struktur pengukuran gradien vertikal gayaberat di lapangan dibuat dari dua buah kotak dan kaki tiga yang dirancang khusus dengan ketinggian yang dapat diatur (Gambar 2).



Gambar 1. Hubungan antara respon gayaberat mikro dengan penurunan muka air tanah 2.2 Gradien vertikal gayaberat mikro antar waktu Untuk mengetahui hubungan antara gradien vertikal gayaberat dengan perubahan rapat massa dilakukan dengan menghitung gradien vertikal gayaberat dari benda berbentuk bola. Respon vertikal gayaberat dari model benda berbentuk bola adalah (Telford dkk., 1990) : 4 z g  Ga 2 3 x  z2











3



Gambar 2. Skema model pengukuran gayaberat untuk menentukan gradien vertikal



3



2



Gradien vertikal gayaberat dihitung dari turunan persamaan 3 terhadap z



4. HASIL DAN PEMBAHASAN



 g 4 1  Ga  2 z 3  x z2 



4.1 Karakteristik gradien vertikal gayaberat mikro antar waktu akibat pengurangan air tanah











3



 2



x



3z 2 2



z



2







5



2



   



4



dengan : g (gayaberat terukur), g / dz (gradien vertikal gayaberat), G (konstanta gayaberat umum), z (kedalaman pusat bola), ( (rapat massa), a (jari-jari bola), x (titik ukur). Persamaan 4 menunjukkan bahwa apabila jarijari dan kedalaman bola tetap, maka gradien vertikal gayaberat hanya dipengaruhi oleh rapat massa.. Penurunan rapat massa menyebabkan penurunan gradien vertikal gayaberat dan sebaliknya. Gradien vertikal gayaberat-mikro time lapse merupakan selisih nilai gradien vertikal periode sekarang dengan sebelumnya seperti ditunjukkan persamaan 5 dan 6.  1 g  x, z , t  4  Ga  2 2 3 z  x z











3



 2



x



3z 2 2



z



2



g  x, z, t  g x, z, t 2  g x, z, t1    z z z







5



2



    



Simulasi data sintetik ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik gradien vertikal gayaberatmikro antar waktu akibat pengurangan atau penurunan kedalaman muka air tanah. Parameter model fisis yang digunakan berupa model bumi tiga lapis memanjang ke arah horisontal dengan sifatsifat fisik sebagai berikut (Marsudi, 2000; Arifin dan Wahyudin, 2000) sebagai beriku: lapisan 1 berupa lempung memiliki ketebalan 10 m dan  = 1,9 gr/cm3, lapisan 2 berupa pasir (akifer) dengan ketebalan 40 m dan =2,0 gr/cm3. Porositas akifer adalah 30% , perubahan rapat masa akibat pengambilan air tanah adalah  = -0.3 gr/cm3, lapisan 3 berupa lempung dengan  = 2,1 gr/cm3. Diasumsikan punurunan muka air tanah terjadi pada koordinat 4000 – 6000 meter dengan besarnya penurunan kedalaman muka air tanah adalah: t 1 = 0



5 6 A 40



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



m, t 2 = 5 m, t 3 = 10 m, dan t 4 = 15 m. Pengukuran gayaberat dilakukan pada ketinggian 0 dan 1 m di atas permukaan tanah, sehingga nilai gradien vertikal gayaberat merupakan selisih nilai gayaberat tersebut. Model benda, respon gayaberat, gradien vertikal dan gradien vertikal gayaberat mikro antar waktu ditunjukkan pada Gambar 3. Hasil simulasi menunjukkan bahwa pengurangan air tanah akan mengurangi nilai gradien vertikal gayaberat. Pengurangan air tanah akan memberikan nilai gradien vertikal gayaberat mikro antar waktu negatif ( - ) Gambar 4. Karakteristik gradien vertikal gayaberat-mikro antar waktu akibat adanya pengisian kembali air tanah



Berdasarkan karakteristik gradien vertikal akibat penurunan muka air tanah di atas maka metode ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi daerah imbuhan air tanah (recharge) dan daerah pengurangan air tanah (discharge). Daerah yang memiliki gradien vertikal gayaberat mikro antar waktu positif mengindikasikan daerah imbuhan air tanah (recharge) dan sebaliknya daerah dengan gradien vertikal gayaberat-mikro time lapse negatif mengindikasikan daerah pengurangan air tanah . Hasil simulasi karakteristik anomali gayaberatmikro antar waktu dan anomali gradien vertikal gayaberat-mikro antar waktu menunjukkan bahwa untuk proses identifikasi dinamika air tanah yang berupa : imbuhan air tanah, pengurangan air tanah, aliran air tanah dapat ditentukan dengan bantuan tabel seperti ditunjukkan pada Tabel I.



Gambar 3. Karakteristik gradien vertikal gayaberat mikro antar waktu akibat pengurangan air tanah



4.2 Karakteristik gradien vertikal gayaberat mikro antar waktu akibat pengisian kembali air tanah Pengisian kembali air tanah pada akifer menyebabkan kenaikan rapat masa akifer yang besarnya tergantung pada porositas dan saturasi akifer air tanah tersebut. Model fisis yang digunakan sama dengan model fisis pengurangan air tanah, tetapi pada pada kondisi awal (t 1 ) akibat pengambilan air tanah yang berlebihan terjadi penurunan air tanah membentuk kerucut dengan kedalaman 20 meter pada koordinat 4000 – 6000 meter. Pada saat t 2 (pemompaan dihentikan) terjadi pengisian kembali air tanah pada akifer sampai 5 dan 10 meter pada t 3 . Model fisis, respon gayaberat, gradien vertikal dan gradien vertikal gayaberat-mikro time lapse akibat pengisian kembali air tanah (imbuhan air tanah) ditunjukan pada Gambar 4. Hasil simulasi menunjukkan bahwa pengisian kembali air tanah menyebabkan kenaikan nilai gradien vertikal gayaberat. Imbuhan air tanah akan memberikan nilai gradien vertikal gayaberat waktu positif.



Tabel I. Karakteristik gradien vertikal gayaberat mikro antar waktu



No 1 2



Gradien Vertikal



Air tanah



0 +



Air tetap Air tambah



3 4 5 6 7



0 + + +



Air kurang Air tetap Air tambah Air tambah Air tambah



8



-



Air turun



9 10



0 +



Air tetap Air naik



11 12



-



Air turun Air turun



13



-



Air turun



Keterangan



Tidak ada perubahan Tanah turun = air tambah Tanah naik = air turun



Grav tanah naik < Grav air tambah Grav tanah turun > Grav air turun Grav tanah naik > Grav air naik Grav Tanah turun < Grav air turun



4.3 Gradien gayaberat mikro antar waktu periode Juli 2007 Gradien vertikal gayaberat mikro merupakan selisih nilai bacaan gravimeter pada ketinggian yang berbeda. Pada penelitian ini beda tinggi pengukuran adalah 70 cm. Peta gradien vertikal gayaberat mikro daerah Semarang untuk periode Juli 2007 ditunjukkan pada Gambar 5. A 41



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Berdasarkan hasil pengukuran periode Juli 2007 menunjukkan bahwa nilai gradien vertikal gayaberat mikro 0.22 s/d 0.38 mGal/m. Nilai terbesar  0.38 berada di kelurahan Bandarharjo (bagian utara) dan Gombel dan sekitarnya (bagian selatan). Nilai terendah 0.22  ditemukan di beberapa tempat Tugu Muda dan sekitarnya, kelurahan Kaligawe, Karangayu dan sekitarnya, pantai Marina dan sekitarnya. 4.5 Anomali gradien vertikal gayaberat mikro antar waktu periode Juli 2007 – Juli 2008 Anomali gradien vertikal gayaberat mikro antar waktu merupakan selisih gradien vertikal gayaberat mikro periode Juli 2008 dengan periode Juli 2007. Peta anomalinya seperti pada Gambar 7 berikut.



Gambar 5. Peta gradien vertikal gayaberat mikro periode Juli 2007



Berdasarkan hasil pengukuran periode Juli 2007 menunjukkan bahwa nilai gradien vertikal gayaberat mikro 0.22 s/d 0.38 mGal/m. Nilai gradien vertikal gayaberat mikro  0.34 mGal/m berada di beberapa daerah, misalnya Jatingaleh, Gombel, Kesatrian Kaliwiru, Gadjahmungkur, Tanah putih (bagian selatan), Manyaran, Sampangan, Kalibanteng, Pindrikan (bagian barat), kelurahan Bandarharjo (bagian utara), dan kelurahan Muktiharjo (bagian timur). Di bagian tengah tidak ditemukan daerah dengan nilai rentang nilai gradien vertikal gayaberat mikro yang dimaksud. Nilai gradien vertikal gayaberat mikro 0.22  ditemukan di daerah Krapyak dan sekitarnya. 4.4 Gradien gayaberat mikro antar waktu periode Juli 2008



Gambar 7. Peta anomali gradien vertikal gayaberat mikro antar waktu periode Juli 2007 – Juli 2008



Hasil pengukuran gradien vertikal gayaberat mikro pada periode Juli 2008 dilakukan pada titik yang sama dengan periode sebelumnya (Juli 2007). Mengingat topogragi lokasi penelitian relatif datar, maka koreksi yang dilakukan pada data gayaberat hanya koreksi pasang surut (tide correction), dan koreksi apungan (drif correction). Peta gradien vertikal gayaberat mikro antar waktu periode Juli 2008 seperti pada Gambar 6.



Berdasarkan Gambar 7, terlihat bahwa nilai gradien vertikal gayaberat mikro antar waktu antara -0.07 samapai dengan 0.05 mGal/meter. Nilai negatip ditemukan di daerah Simpang Lima sekitarnya, Tugu Muda, Karangayu, Pusponjolo, Puspowarno, Puspogiwang, Kalibanteng, Sampangan, Manyaran, perumahan Telogosari. Nilai anomali negatip ini berkaitan dengan penurunan muka air tanah akibat pemanfaatan air tanah untuk keperluan rumah tangga dan industri. Fenomena penurunan muka air tanah selama rentang pengukuran gayaberat ditunjukkan oleh penurunan muka air sumur pantau milik Dinas Pertambangan dan Energi propinsi Jawa Tengah yang tersebar di kota Semarang sebagaimana ditunjukkan Gambar 8.



Gambar 6. Peta gradien vertikal gayaberat mikro periode Juli 2008



A 42



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8 th



Stanford Japan, Proceedings of 25 Geothermal Workshop, 24 - 26 January 2000. Allis, R.G., and Hunt, T.M. (1986), Analysis of Exploration Induced Gravity Changes at Wairakei Geothermal Field, Geophysics, 51, 1647-1660. Andres, R.B.S., dan Pedersen, J.R. (1993), Monitoring the Bulalo Geothermal Reservoir, Philippines, using Precision Gravity Data, Geothermics, 22, 5/6, 395 - 402. Arifin, B.M., dan Wahyudin (2000), Penyelidikan Potensi Cekungan Air tanah Semarang dan Cekungan Air tanah Ungaran, Jawa Tengah, Laporan Akhir Penelitian, Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan Bandung. Butler, K.D. (1984), Microgravimetric and Gravity Gradient Technique for Detection of Subsurface Cavities, Geophysics, 49, 1084 – 1096. Eiken, O., Zumberge, M., dan Sasagawa, G. (2000), Gravity Monitoring of Offshore Gas Reservoir, SEG Expanded Abstract, 19, 431. Galderen, V.M., Haagmans, R., dan Bilker, M. (1999), Gravity Changes and Natural Gas Extraction in Groningen, Geophysical Prospecting, 47, 979-993. Hare, J.L., Ferguson, J.F., Aiken, C.L.V., dan Bradly, J.L. (1999), The 4D Microgravity Method for Waterflood Surveillance a Model Study for The Prudhoe Bay reservoir – Alaska, Geophysics, 64, 78 – 87. Johnsen, G.V., Bjornsson, A., dan Sigurdsson, S. (1980), Gravity and Elevation Changes Caused by Magma Movement beneath The Krafla Caldera, Northeast Iceland, Journal Geophysics, 47, 32 - 140. Jousset, P., Dwipa, S., Beauducel, F., Duquesnoy, T., dan Diament, M.(2000), Temporal Gravity at Merapi during The 1993 – 1995 Crisis : An Insight into The Dynamical Behaviors of Volcanoes, Jurnal of Volcanology and Geothermal Research, 100, 289 - 320. Kadir, W.G.A., Santoso, D., dan Sarkowi, M. (2004), Time Lapse Vertical Gradient Microgravity Measurement for Subsurface Mass Change and Vertical Ground Movement (Subsidence) Identification, Case Study : Semarang alluvial plain, central Java, Indonesia, Proceedings of the 7th SEGJ International Symposium, Sendai – Japan 24 – 26 November 2004, 421-426. Kamah, M.Y., Negara, C., Pulungan, I., dan Budiardjo (2001), Application of Microgravity Method on Monitoring Geothermal Reservoir Changes during Production of Steam in The Kamojang Geothermal Field, West Java Indonesia, 5th SEGJ International Symposium – Imaging Technology, Tokyo, Japan, 24-26 January 2001.



Gambar 8. Penurunan muka air sumur pantau di kota Semarang selama rentang waktu pengukuran gayaberat



Nilai positip anomali gayaberat mikro antar waktu terbesar 0.05 mGal/meter ditemukan di daerah Metesah bagian selatan kota Semarang. Sesuai dengan Rencana Induk Tata Kota sebelah selatan Semarang yang membentang dari timur barat diperuntukan sebagai recharge area. Pemerintah kota melarang pengembangan wilayah ini sebagai daerah pemukiman dengan tujuan agar fungsinya sebagai recharge area tetap terjaga. 5. KESIMPULAN Metode gradien vertikal gayaberat mikro antar waktu dapat digunakan untuk mengetahui gejala perubahan kedalaman muka air tanah di kota Semarang. Gejala perubahan kedalaman muka air tanah berkaitan dengan dengan nilai anomali gradien vertikal gayaberat mikro antar waktu negatip yang menunjukkan terjadinya penurunan muka air tanah akibat pemanfaatan untuk keperluan rumah tangga dan industri, dan sebaliknya positip menujukkan adanya kenaikan muka air tanah akibat pengisian kembali air tanah oleh curah hujan. Hasil pengukuran gradien vertikal gayaberat mikro antar waktu ini jika dibandingkan dengan data perubahan kedalaman muka air sumur pantau untuk rentang waktu yang sama menunjukkan korelasi, dimana jika terjadi penurunan muka air sumur pantau maka nilai gradien vertikal gayaberat mikro antar waktu adalah negatip, dan sebaliknya. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada DP2M-DIKTI yang telah mendanai penelitian ini melalui Hibah Bersaing dengan nomer kontrak 034/SP2H/PP/DP2M/III/2007, tanggal 29 Maret 2007 dan 016/SP2H/PP/DP2M/III/2008, tanggal 6 Maret 2008 DAFTAR PUSTAKA Akasaka, C., dan Nakanishi, S. (2000), An Evaluation of The Background Noise for Microgravity Monitoring in The Oguni Field, A 43



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Mariita, N.O. (2000), Application of Precision Gravity Measueremnt to Reservoir Monitoring of Olkaria Geothermal Field, Kenya, Proceedings World Geothermal Congress 2000, Kyushu – Tohoku, Japan, May 28 – Jun 10, 2000. Marsudi (2000), Prediksi Laju Amblesan Tanah di Dataran Alluvial Semarang – Jawa Tengah, Disertasi Program Doktor, Institut Teknologi Bandung. Nishijima, J., Fujimitsu, Y., Ehara, S., dan Yamauchi, M. (2005), Microgravity monitoring and repeated GPS survey at Hatchobaru geothermal field, Central Kyushu, Japan., Proceeding World Geothermal Congress 2005. Rundle, J.B. (1982), Deformation, Gravity and Potential Change due to Volcanic Loading of The Crust, Journal Geophysics Research, 87, 10729 - 10744. Rymer, H., Van Wyk de Vries, B., dan WilliamJones, J.S.G. (1998), Pit Creater Structure and Processes Governing Persistent Activity at Masaya Volcano, Nicaragua, Bulletin Volcano, 59, 345 - 355.



Santoso, D., Kadir, W.G.A., Sarkowi, M., Ardiansyah, dan Waluyo (2004), Time Lapse Microgravity Study for Rejection Water Monitoring of Talang Jimar field, Proceedings of the 7th SEGJ International Symposium, Sendai-Japan 24-26 November 2004, 497-502. Sarkowi, M. (2007), Gayaberat mikro Antar Waktu untuk Analisa Perubahan Kedalaman Muka Air Tanah (Studi Kasus Dataran Aluvial Semarang), Disertasi Program Doktor, Institut Teknologi Bandung. Stefanelli P., Carmisciano C., Tontini F.C., Cochi L., Beverini N., Fidcaro T., and Embriaco D. (2008), Microgravity vertical gradient measurement in the site of Virgo interferometric antenne (Pisa plain, Italy), Annals Geophysics, Vol.51, No. 5/6, pp. 877886. Tatchum C.N., Tabod T.C., Koumeto F., Dicom E., (2011), A gravity model study for differentiating vertical and dipping geological contact with application to a Bouguer gravity anomaly over the Foumban shear zone Cameroon, Geophysics, 47 (1-2), pp. 43-55.



A 44



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Eksplorasi Metode Deteksi Tepi Pada Pemrosesan Citra Digital Untuk Menemukan Metode Deteksi Tepi Alternatif Yang Lain Aslan Alwi1, Munirah Muslim2 1,3 Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Ponorogo 2 Institusi non Fisika Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Ponorogo Email : [email protected]



Abstrak Pada metode deteksi tepi, citra terlebih dulu dibayangkan sebagai sebuah bidang datar yang terdiri dari piksel penyusun. Kemudian dengan mendefinisikan fungsi grayscale di atasnya, diperoleh bahwa setiap titik memiliki nilai. Ini serupa dengan membayangkan bahwa citra adalah sebuah medan scalar. Kemudian dengan gagasan selisih nilai derajat keabuan pada setiap piksel berbagai orang mengemukakan metode deteksi tepi yang berbeda. Makalah ini merekonstruksi ulang bagaimana sejumlah gagasan itu diturunkan orang dan mencoba untuk memberikan sisi pandang filosofis bagi asal mula semua gagasan itu, dimana ini memberi kemungkinan kreatif untuk menemukan metode-metode alternatif yang lain berdasar sisi pandang tesebut. Sisi pandang itu dirumuskan sebagai “kombinasi cara menentukan arah selisih piksel” dimana berdasarkan sisi pandang ini barangkali terdapat tak berhingga metode alternatif yang dapat dikemukakan. Kemudian filosofi ini dibawa kepada gagasan yang lebih luas sampai kepada kemungkinan merumuskan operator lain selain operator Laplacian, pada jenis operator turunan kedua. Pada dasarnya cara pandang yang dikemukakan oleh makalah ini adalah melihat bahwa sekumpulan piksel yang ada pada citra memiliki tak berhingga arah untuk memperoleh himpunan gradient dari piksel-piksel tersebut, dan itu berarti ada banyak kemungkinan untuk menciptakan filter-filter deteksi tepi. Juga dalam makalah ini mengeksplorasi kemungkinan untuk membawa ide dasar deteksi tepi pada citra abu-abu ke citra berwarna dengan memandang bawah sebuah citra berwarna adalah sebuah medan vector. Kata kunci : piksel, voksel, polysel-n,m, deteksi tepi.



PENDAHULUAN Latar belakang Makalah ini mencoba menyajikan sebuah pendekatan formal bagi metode deteksi tepi secara khusus, dan pengolahan citra digital secara umum. Dimulai dengan redefinisi beberapa istilah dasar dalam pengolahan citra digital menurut sisi pandang peneliti. Disamping itu peneliti juga berusaha mengemukakan gagasan awal bagaimana mengeneralisir gagasan piksel dan voksel kepada dimensi yang lebih tinggi, dan pada gilirannya berusaha memperkenalkan gagasan berikut bagaimana mengeneralisir konsep deteksi tepi kepada dimensi citra yang lebih tinggi. Setelah pendekatan formal, disajikan bagaimana berdasarkan pendekatan formal itu, operator-operator deteksi tepi diturunkan secara umum dari definisi formal, dan memperlihatkan sisi-sisi kreatif yang mungkin bagi siapa saja untuk menciptakan operatoroperator baru secara tak terbatas. Langkah selanjutnya adalah bagaimana memperluas gagasan formal itu menjangkau hingga kepada operator laplace dan bagaimana mengeneralisir operator deteksi tepi turunan kedua. Jika memungkinkan, diperkenalkan konsep lain tentang bagaimana melakukan deteksi tepi terhadap piksel-piksel dengan tidak terlebih dulu mentransformasikan citra ke himpunan piksel abuabu.



Rumusan Masalah Secara sederhana penelitian ini merumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana mengeneralisir gagasan piksel, voksel kepada dimensi dan resolusi yang lebih tinggi? Bagaimana merumuskan secara umum operatoroperator deteksi tepi sehingga padanya dapat diciptakan berbagai variasi operator yang berbeda dari yang telah ada? Apakah operator laplace dapat digeneralisir kepada definisi yang lebih umum? Batasan masalah Segala gagasan yang dikemukakan pada makalah ini hanya tebatas pada tataran konseptual dan kalkulasi matematika, dan belum diimplementasikan kepada sejumlah algoritma untuk diterapkan pada pengolahan citra digital.



Tinjauan Pustaka Ada beberapa buku referensi yang menjadi sumber inspirasi dalam penelitian ini, dalam tinjauan pustaka ini dijelaskan bagaimana referensi-referensi ini memicu gagasan-gagasan pada penelitian. 1. Fadlisyah dan Rizal (2011) dalam bukunya Pemrograman Computer Vision pada Video menggunakan Delphi + Vision Lab VCL 4.0.1. buku ini bersifat implementasi dari teori-teori dasar dalam pengolahan citra digital, tetapi pada bab 3 buku ini halaman 18 tentang deteksi tepi terdapat tinjauan singkat beberapa operator



A 45



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



2.



3.



deteksi tepi. Walaupun sederhana dan singkat ini memberi inspirasi bagi peneliti untuk memahami lebih jauh bagaimana semua operator-operator yang dijelaskan pada bagian ini diturunkan secara matematika. Dari berbagai operator-operator ini dilakukan konstruksi ulang untuk melihat gagasan sederhana yang membangun operatoroperator tersebut. Ahmad, U (2005) dalam bukunya Pengolahan Citra Digital & Teknik Pemrogramannya. Secara keseluruhan buku ini mempertegas pemahaman bahwa citra tak lebih dari sekedar himpunan nilai fungsi, dan menambah inspirasi untuk memahami bagaimana sebenarnya operator laplace dapat diturunkan secara sederhana, dan kemungkinan untuk memperluas cara sederhana itu untuk menemukan sejumlah operator turunan kedua yang berbeda. Putra, D (2010) dalam bukunya Pengolahan Citra Digital. Secara keseluruhan walaupun buku ini tampak sangat teknis menjelaskan berbagai konsep dasar pengolahan citra digital, tetapi memberikan inspirasi bagi penelitian ini untuk mengenaralisir gagasan piksel dan voksel ke dimensi dan resolusi yang lebih tinggi, dan memahami cara yang mungkin masuk akal untuk deteksi tepi pada dimensi yang lebih dari dua.



LANDASAN TEORI Fadlisyah dan Rizal (2011), memberi penjelasan yang singkat tentang deteksi tepi, yaitu bahwa tepi (edge) didefinisikan sebagai perubahan intensitas grey-level secara mendadak, dalam jarak yang singkat. Ada tiga macam tepi (edge) yang sering muncul di dalam citra digital: tepi curap, tepi landai, dan tepi yang mengandung noise.



Gambar 1. Tepi curam



Gambar 2. Tepi landai



Gambar 1. Tepi mengandung noise



Selanjutnya Fadlisyah dan Rizal (2011), membagi teknik deteksi tepi-tepi citra sebagai berikut: - Operator gradient differensial - Operator turunan kedua (Laplace) - Operator Kompas Ahmad, U (2005), memberikan tiga langkah sederhana untuk melakukan pelacakan tepi, yaitu: 1. Pengaburan



Karena perhitungan gradient yang hanya didasarkan 2. 3.



Penguatan Pelacakan



Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan studi literatur untuk memperoleh informasi sebanyak mungkin perihal perkembangan teknologi pengolahan citra digital dan melakukan penalaran deduktif, secara matematika untuk menghasilkan gagasan-gagasan alternatif dalam pengolahan citra digital, dan melakukan generalisasi terhadap berbagai konsep sebelumnya, menyusun ulang konsep pengolahan citra digital dalam bentuk formal matematika untuk memudahkan deduksideduksi lebih lanjut. HASIL PENELITIAN Penelitian ini dimulai dengan melakukan redefinisi beberapa terminologi dasar pada pengolahan citra digital, redefinisi ini adalah sebagai berikut: Definisi Formal Terminologi Definisi 1: Piksel adalah sebuah pemetaan 1-1 dari sebuah titik berdimensi 2 ke sebuah vektor berdimensi 3 dimana setiap entri vektornya adalah bulat positif atau nol. Definisi 2 (generalisasi ke set titik): Piksel adalah sebuah pemetaan 1-1 dari sebuah set titik konveks berdimensi 2 ke sebuah vektor berdimensi 3 dimana setiap entri vektornya adalah bulat positif atau nol. Definisi 3: Voksel adalah sebuah pemetaan 1-1 dari sebuah set titik konveks berdimensi 3 ke sebuah vektor berdimensi 3 dimana setiap entri vektornya adalah bulat positif atau nol. Penjelasan (FAQ): Mengapa vector berdimensi 3? Karena untuk merujuk kepada vector (R, G, B) tiga kanal warna. Mengapa set titik konveks? Agar jika kita menarik sebuah garis lurus di dalam set tersebut, garis itu tidak terputus, ini untuk menggambarkan konsep titik yang lebih besar, misal spot, atau noktah, atau sebuah kotak terarsir, dimana jika kita menarik garis lurus di dalamnya, garisnya tidak terputus. Mengapa bulat positif dan nol, bukan 255 dan nol? Ini karena boleh jadi sebuah kanal warna bisa jadi



A 46



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



didefinisikan lebih dari satu byte atau kurang dari satu byte. Dengan merujuk kepada istilah piksel dalam bahasa indonesia dan tanpa memperdulikan bahwa sebenarnya dia adalah berasal dari istilah berbahasa inggris (pixel) dan merupakan akronim dari Picture Element, di dalam makalah ini diperkenalkan istilah baru (yaitu polysel) yang mendefinisikan generalisasi dari piksel dan voksel. Definisi 4 (generalisasi piksel dan voksel): Polysel-n,m adalah sebuah pemetaan 1-1 dari sebuah set titik konveks berdimensi n ke sebuah vektor berdimensi m. Jika kita merumuskan set titik konveks itu adalah sebuah polytope-n (misal n-simplex), maka definisi 4 dapat ditulis ulang sebagai berikut: Definisi 5 (generalisasi piksel dan voksel): Polysel-n,m adalah sebuah pemetaan 1-1 dari sebuah polytope-n ke sebuah vektor berdimensi m. Contoh Implmentasi: Sebuah titik (x,y) yang dipetakan ke kombinasi 4 byte adalah sebuah polysel-2,4 misal (RGBA). tetapi sebuah daerah persegi empat (set titik konveks) juga dapat dianggap sebagai piksel atau polysel-2,4. dalam kasus ini dinamakan perbesaran piksel atau perbesaran polysel-2,4. Selanjutnyan sebuah polysel-n,m dapat ditulis sebagai: Polysel-n,m ≡ f(S)=X dimana S adalah sebuah set titik konveks berdimensi n dan X adalah sebuah vektor berdimensi m. Contoh: Polysel-2,4 ≡ f(S)=(R,G,B,A) dimana R,G,B,A adalah kanal-kanal warna dalam bulat positif atau nol. Jika S={(x,y)} ditulis: Polysel-2,4 ≡ f(x,y)=(R,G,B,A) dimana R,G,B,A adalah kanal-kanal warna dalam bulat positif atau nol. Selanjutnya didefinisikan konsep warna, abu-abu, dan hitam putih sebagai berikut: Definisi 6 (warna): Polysel-n,m warna adalah polysel-n,m dimana setiap entry vektornya adalah bulat positif atau nol. Definisi 7 (abu-abu): Polysel-n,m abu-abu adalah polysel-n,m warna dimana setiap entri vektornya bernilai sama. Definisi 8 (hitam-putih): Polysel-n,m hitam-putih adalah polysel-n,m abu-abu dimana entri-entri vektornya seluruhnya bernilai minimum atau seluruhnya bernilai maksimum. Definisi 9 (generalisasi citra digital): Citra-n,m digital adalah himpunan polysel-n,m Contoh: Citra-2,4 digital = himpunan polysel-2,4 yaitu (R,G,B,A) Deteksi Tepi Berikut ini hendak dikemukakan beberapa gagasan deteksi tepi dengan terlebih dulu menyatakan beberapa redefinisi terminology dalam pengolahan citra digital.



Definisi 10 (Piksel gradient): Piksel gradient adalah selisih dua piksel berdempetan dibagi jarak keduanya. Contoh: Misal g(x,y) adalah piksel gradient, maka terdapat titik (a,b) dan (c,d) berdempetan dimana mungkin saja (x,y) sama dengan salah satunya, maka g(x,y) dapat ditulis sebagai: g(x,y) = (f(c,d)-f(a,b))/jarak((a,b)-(c,d)) akan tetapi jarak antara dua piksel yang berdempet selalu sama dengan satu, baik secara horizontal, vertical atau diagonal. Misal: Jarak((x+1,y)-(x,y)) = 1 Jarak ((x+1,y+1)-(x,y)) = 1 Dan seterusnya. Maka definisi 10 dapat ditulis ulang sebagai berikut: Definisi 10.a (piksel gradient) Piksel gradient adalah selisih dua piksel berdempetan. Selanjutnya kita mendfinisikan piksel tepi sebagai berikut: Definisi 11 (Piksel tepi): Piksel tepi adalah jumlah piksel gradient dari sebarang n buah titik bertetangga. Yaitu: Misal g(x,y) adalah piksel tepi, maka dapat ditulis sebagai berikut:



Dimana



|i – k| = 1 atau |i – k| = 0 |j – t| = 1 atau |j – t| = 0 Berdasarkan jumlah tetangga dari (x,y), dengan mengassumsikan bahwa N2, N3, N4 adalah masuk dalam N8 (tetangga dengan 8 titik), yaitu sebagai berikut:



Contoh



N2 =



Contoh



N3 =



Contoh



N4 =



N8 = Secara umum dengan hanya memperhatikan N8, N12, N16, dan seterusnya, dapat dinyatakan dalam bentuk N(4+p4) dengan p = 1, 2, 3,… Rumus untuk piksel tepi dapat dapat dinyatakan secara umum sebagai berikut: Definisi 12 (generalisasi piksel tepi )



A 47



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Misal g N(4+p4) (x,y) adalah piksel tepi yang diambil dari himpunan titik tetangga N(4+p4), maka piksel tepi dinyatakan sebagai:



berhingga variasi operator turunan kedua yang dapat diciptakan. Dimulai sebagai berikut: Definisi 13 (definisi turunan sebuah piksel): Misalkan f(x,y) adalah piksel, maka turunan dari piksel tersebut dinyatakan sebagai:



Dimana: p = 1, 2, 3, … |i k – i 2+k | = 1 atau |i k – i 2+k | = 0 i j = -p, -(p-1), -(p-2),…,-1, 0, 1, 2, …,p-2, p-1, p k = 1, 2. j = 1, 2, 3, 4. Berdasarkan rumus yang didefinisikan pada definisi 12, semua operator-operator turunan pertama, operator gradien differensial, operator-operator kompas dapat diturunkan dari definisi tersebut. Bahkan dapat diperoleh berbagai kombinasi operator yang tak berhingga banyaknya untuk digunakan sebagai operator deteksi tepi, yang mungkin belum pernah ada sebelumnya, dibawah ini beberapa contoh bagaimana operator-operator deteksi tepi diturunkan dengan menggunakan definisi 12. Contoh penggunaan definisi 12: Penurunan operator prewitt: Nyatakan : g N8 (x,y) = (f(x+1,y-1)-f(x,y)) + (f(x,y)-f(x-1,y-1)) + (f(x+1,y)-f(x,y)) + (f(x,y)-f(x-1,y)) + (f(x+1,y+1)-f(x,y)) + (f(x,y)-f(x-1,y+1)) = (f(x+1,y-1)-f(x-1,y-1)) + (f(x+1,y)-f(x-1,y)) + (f(x+1,y+1)-f(x-1,y+1)) Dengan membentuknya menjadi operator diperoleh operator prewitt S x sebagai berikut: -1 -1 -1



0 0 0



1 1 1



Dengan kombinasi yang berbeda dapat diperoleh juga Sy. Dengan kombinasi yang berbeda-beda, diperoleh juga operator Robert, operator kompas untuk semua arah, operator sobel, operator selisih pusat. Dengan tidak membatasi penurunan rumus pada definisi 12 hanya pada N8, tetapi meliputi N(4+p4) dengan p=1,2,3,… maka dapat diperoleh kombinasi operator yang tak berhingga banyaknya yang dapat diciptakan dengan mudah. Sampai pada bahasan ini, penelitian telah memberikan solusi bagaimana menciptakan variasi operator deteksi tepi secara tak berhingga banyaknya hanya dengan menggunakan definisi 12. Selanjutnya hendak dibahas bagaimana mengeneralisir operator laplace hingga kepada tak



dalam arah-x



dalam arah-y akan tetapi ∆x = ∆y = 1 (jarak terdekat piksel adalah satu) maka rumus dalam definisi 13 dapat ditulis sebagai berikut:



Dengan definisi ini, operator laplace dapat diturunkan. (Penurunan operator laplace berdasar definisi 13 dapat dilakukan pada presentasi makalah ini). Definisi 14 (Generalisasi Operator Laplace) Generalisasi operator laplace adalah jumlah turunan piksel tepi dalam arah-x dengan turunan piksel tepi dalam arah-y.



Dengan definisi 14 ini, dapat diciptakan berbagai operator sebagai variasi dari operator laplace, dengan tak berhingga kombinasi yang mungkin. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Allah SWT, yang telah memberi pengetahuan, dan menambah pengetahuan kami, Dan kepada Rasulullah Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi cahaya dan panutan kami. DAFTAR PUSTAKA Ahmad, U., (2005), Pengolahan Citra Digital & Teknik Pemrogramannya. ISBN 979-756-072-6. Hal 111-224 Fadlisyah dan Rizal, (2011), Pemrograman Computer Vision pada Video menggunakan Delphi + Vision Lab VCL 4.0.1, ISBN 978-979-756-7378, Hal 18-21. Putra, D., (2010). Pengolahan Citra Digital. ISBN 978-979-29-1443-6, Hal 248-249



A 48



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



INVESTIGASI ANALITIK PERSAMAAN OSILATOR HARMONIK DENGAN GAYA LUAR BERGANTUNG WAKTU Eko Juarlin FMIPA Univ. Hasanuddin Makassar, Indonesia [email protected]



Abstrak Dalam makalah ini dijelaskan solusi masalah osilator harmonik dengan gaya luar bergantung waktu. Pemakalah menerapkan metode yang mudah dan bermanfaat bagi mahasiswa strata satu dan dosen mekanika. Kata Kunci: Osilator Harmonik; Gaya Bergantung Waktu. THEORY INTRODUCTION One of the most important, and investigated, problems in physics is the harmonic oscillator. This fact is due to the relevance of this problem in the classical and in the quantum contexts. It is one of the few problems we know how to solve exactly. The solution to this problem is given in many textbooks of classical mechanics, both at introductory and advanced levels, and is given with two arbitrary constants determined according to the initial conditions. The treatment of the damped harmonic oscillator with the presence of external forces can also be found in the literature and its formal treatment. For time dependent external force, requires the formalism of Green’s functions. Generally, undergraduate students at introductory levels do not acquire Green’s functions formalism well. In this case it is interesting to call attention to the treatmentis harmonic oscillator as in Ref. [1] where the problem is solved without resorting to the standard theory of second order differential equation, a similar treatment as in [2] for the single harmonic oscillator.There are also elaborated treatments for this problem, particularly interesting is the Feynman diagrams technique as in [3] and the Poisson bracket formalism presented as in [4]. In this work, that is intended for undergraduate students and lecturers, we give a general solution to the problem of the damped harmonic oscillator under the influence time-dependent external force. The main advantages of the procedure proposed in this paper are: the constants are fixed from the beginning, there are two initial conditions: starting position and starting velocity in the problem, the mathematical methods employed are accessible for graduate students, we can consider an external force with any time dependence and the method resembles the factorization employed for solving the quantum harmonic oscillator.



Harmonic oscillator diferential dependent external force is: m



equation



time



d 2 x (t ) dx ( t ) +b + kx ( t ) = F (t ) 2 dt dt



(1) with b is damped coefficient, k is restorng force, m is oscillator mass and F(t) is external force. Harmonic oscillator is calculated by solving eq. 1 with two intial . condition x ( t0 ) = x0 and dx ( t ) dt



= v0



t =t0



b k 2 We define two constants: 2γ = m , ω0 = m and



differential



operator



D=



d dt . Substituting two



constants and differential operator, eq. 1 becomes:



(D



+ 2γ D + ω02 ) x ( t ) = F (t )



(2)



Or F (t ) ( D − α )( D − β ) x ( t ) =



(3)



2



= ω with α =−γ + iω , β =−γ − iω and



ω02 − γ 2



. ANALITICAL INVESTIGATION Mathematical property is: = − a ) f (t ) (D



exp ( at ) D ( exp ( −at ) ⋅ f ( t ) )



(4) that is valid for and complex constants a and function f(t) differentiable to t. In harmonic oscillator problems, we can write eq. 3:



F (t ) ( D − α ) exp ( β t ) D ( exp ( − β t ) ⋅ x ( t ) ) =



(5).Now we use mathematical property by substituting = f ( t ) exp ( β t ) D ( exp ( − β t ) ⋅ x ( t ) ) , so eq. 5 becomes:



eα t D  e −α t e β t D ( e − β t ⋅ x ( t ) ) =F ( t ) ⇒ D  e −(α − β )t D ( e − β t ⋅ x ( t ) ) = e −α t F ( t )



(6). Integrating to time and conditions, eq. 6 should be written:



A 49



input



initial



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



De



−(α − β )t



t



= ∫e



−α t '



D ( e− β t ⋅ x ( t ) ) − e



−(α − β )t0



( −β e



⋅ x0 + e − β t0 ⋅ v0 )



− β t0



F ( t ' ) dt '



t0



(7). where there are some simple manipulations on the second term on the left hand side of eq. 7. From eq. 7 we have eq. 8:



D ( e− β t ⋅ x ( t ) ) =



t   e −(α − β )t  e −α t0 ( − β ⋅ x0 + v0 ) + ∫ e −α t ' F ( t ' ) dt '    t0



(8). We apply integration to eq. 8 and we have: v − β x0 α (t −t0 ) β (t −t0 ) β t t t x (t ) = x0e β ( − 0 ) + 0 e e −e α −β



(



t t ''



∫∫e



−α t '



F ( t ' ) dt ' e(



α − β )t ''



)



REFERENCES R. Weinstock. An Unusual Method for Solving the Harmonic-Oscillator Equation. Am. J. Phys. 29. 830-831 (1961). R. T. Bush. The Simple Harmonic Oscillator: An Alternative Solution of the Equation for Damped Oscillation. Am. J. Phys. 41. 738-739 (1973). A. Thorndike. Using Feynman Diagrams to Solve the Classical Harmonic Oscillator. Am J. Phys. 6 155-159 (2000). C. F. Farina, M. M. Gandelman. An Algebraic Approach for Solving Mechanical Problems. Am. J. Phys 58 491-495 (1990). K. R. Symon. Mechanics. (Addison-Wesley Reading. MA. 1972) 3rd ed.



dt ''



t 0 t0



(9). In eq. 9 time integration is a double integration. We want time integration is not double integration but single integration so we manipulate right side eq. 9. Partial integration formula is: t



t



∫ U ( t '') dV ( t '') =U ( t )V ( t ) − U ( t )V ( t ) − ∫ V ( t '')dU ( t '') 0



0



t0



t0



(10) with t ''



U= ( t '' )



∫e



−α t '



F ( t ' ) dt ' ⇒ dU= ( t '' ) e −αt '' F ( t '' ) dt ''



t0



dV ( t '' ) = e(α − β )t '' ⇒ V ( t '' ) =



1 e(α − β )t '' (α − β )



We can write: t t ''



∫∫e



−α t '



F ( t ' ) dt 'e(



α − β )t ''



dt '' =



t0 t0



e(α − β ) 1 e −α t ' F ( t ' ) dt ' − e − β t ' F ( t ' ) dt ' (α − β ) t∫0 (α − β ) t∫0 t



t ''



t ''



(11). Substituting eq. 11 to eq. 9, finally we get: x (t ) =



e−



γ ( t −t0 )



ω



 x0 ω cos (ω ( t − t0 ) ) + γ sin (ω ( t − t0 ) ) + v0 sin (ω ( t − t0 ) )     +



1



t



e ω∫



− γ ( t −t ' )



sin (ω ( t − t ' ) ) F ( t ' ) dt '



t0



(12). The result in eq. 12 is complete agreement with encountered textbooks like as in [5].



A 50



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Simulasi Efek Terobosan Struktur Penghalang Ganda Semikonduktor Menggunakan Algoritma Numerov Eko Juarlin Jurusan Fisika FMIPA Univ. Hasanuddin Abstrak



Studi teoritis efek terobosan resonansi di penghalang heterostruktur dua lapis GaAs/AlxGa1-xAs dikaji berdasarkan solusi eksak persamaan Schrodinger di bawah aplikasi medan listrik konstan. Dengan menggunakan algoritma Numerov, transmisi elektron yang melewati struktur dapat dihitung sebagai fungsi energi elektron datang untuk beda potensial yang berbeda-beda. Hasil menunjukkan kesesuaian dengan model yang sudah ada.



Energy



Kata Kunci: Terobosan; Persamaan Schrodinger; Algoritma Numerov. PENDAHULUAN A. Geometri dan Komposisi Devais Teknik penumbuhan kristal seperti epitaksi fase Diagram pita energi untuk struktur terobosan uap metalorganik, dan molecular beam epitaxy resonansi penghalang ganda digambarkan dalam mungkin dapat memproduksi sumur kuantum dan gambar 1. Struktur terbuat dari tiga lapisan n+GaAs, superlattices dengan sifat produktivitas pada skala penghalang Al x Ga 1-x As tidak terdoping. atom [1]. Melalui penggunaan teknik-teknik tersebut Massa efektif GaAs = 0.067 m 0 dan celah energinya = banyak devais telah didesain dan dihasilkan seperti 1,424 eV. Massa efektif Al x Ga 1-x As = 0,1168m 0 dan resonant interband tunneling diode (RITD), resonantcelah energinya = 1,424+1.247x. Struktur ini tunneling diode (RTD) dan resonant tunneling mempunyai ΔEc=0,4655eV. Satuan sumbu X adalah transistor (RTT) dapat memiliki banyak keadaan nanometer dan satuan sumbu Y adalah eV. yang berkaitan dengan banyak tingkat energi dalam Conduction Band Double Barrier Structure sumur kuantum dengan potensial penghalang yang sangat sempit. [2, 3]. 0.4 RTD dan variasinya telah menjadi fokus 0.3 penelitian di bidang nanoelektronika karena GaAs GaAs GaAs kemungkinannya menjadi devais nanoelektronik 0.2 Al(0,373)Ga(0.627)As Al(0,373)Ga(0.627)As primer untuk aplikasi analog dan digital. [4]. Diantara 0.1 sejumlah devais nanoelektronik yang diusulkan, RTD 0 mungkin kandidat terkuat sebagai aplikasi digital -0.1 berkaitan dengan sifat resistansi diferensial negatif, -10 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 10 Distance kesederhanaan struktur, kemudahan pembuatan, kecepatan sirkuit fungsi sirkuit yang bertahan lama Gambar 1 Diagram Pita Konduksi RTD Penghalang Ganda [4]. Beberapa aplikasinya adalah logika tri-state [2], B. Algoritma Numerov logika digital [5], sel memori dan konverter ultra Persamaan Schrodinger dituliskan dalam persamaan cepat analog-digital [6], aplikasi memori dan logika 2.1: [7], IC flip-flop [8]. 𝑑2𝑦 2𝑚 Metode matriks propagasi, metode beda hingga, + 2 �𝐸 − 𝑉(𝑥) �𝑦 = 0 (2.1) 𝑑𝑥 2 ℏ metode elemen hingga dan algoritma Numerov adalah Kita dapat menurunkan algoritma Numerov dengan beberapa cara untuk mensimulasikan RTD. Ada menggunakan ekspansi Taylor sampai suku pangkat beberapa tahapan dalam algoritma Numerov.Pertama, empat untuk y n : kita memanipulasi persamaan Schrodinger (∆𝑥)2 (∆𝑥)3 menggunakan deret Taylor. Kedua kita 𝑦𝑛±1 = 𝑦𝑛 ± ∆𝑥𝑦𝑛 ′ + 𝑦𝑛 2′ ± 𝑦𝑛 3′ + 2 6 mendiskritisasi struktur. Ketiga kita memasukkan (∆𝑥)4 𝑦𝑛 4′ nilai energi elektron datang dan menghitung fungsi 24 gelombangnya. Keempat, kita menghitung (2.2) transmitansi. Berikutnya, di bagian dua kita mempresentasikan menjumlahkan 𝑦𝑛+1 dan 𝑦𝑛−1 kita mendapatkan: (∆𝑥)4 model devais. Di bagian ketiga, metode simulasi 𝑦𝑛+1 + 𝑦𝑛−1 = 𝑦𝑛 + (∆𝑥)2 𝑦𝑛 2′ + 𝑦𝑛 4′ (2.3) 12 dihadirkan berdasarkan model di bagian kedua dan hasil didapatkan. Di bagian keempat kita Menggantikan turunan keempat dengan turunan kedua menyimpulkan hasil penelitian ini. beda hingga: PEMODELAN DEVAIS Di bagian ini kita mendeskripsikan geometri devais dan formulasi devais.



𝑦𝑛4′ =



′′ +𝑦 ′′ −2𝑦 ′′ 𝑦𝑛+1 𝑛 𝑛−1



(∆𝑥)2



(2.4)



dan substitusi −𝑘(𝑥)𝑦(𝑥) ke dalam 𝑦′′(𝑥) kita mendapatkan algoritma Numerov



A 51



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



(∆𝑥)2 𝑘 �𝑦 = 12 𝑛+1 𝑛+1



2 �1 −



5(∆𝑥)2 12



D. Hasil Simulasi dengan Vbias Negatif Transmission Coefficient (Vbias = -0.2 eV) 0.6 1



𝑘𝑛 � 𝑦𝑛 − �1 −



(∆𝑥)2 12



𝑘𝑛−1 � 𝑦𝑛−1



0.5



0.9



0.4



0.8



Transmission Coefficient



�1 +



0.3



(2.5).



0.2



HASIL SIMULASI



0.1



C. Hasil Simulasi dengan Vbias = 0 eV Kita melakukan simulasi transmitansi struktur penghalang seperti di gambar 1. Kita memberikan V bias = 0. Grafik hubungan transmitansi terhadap energi elektron datang dijelaskan di gambar 2.



0



0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2



-0.1



0.1



-0.2 -10



-5



0



5



0



10



0



0.5 Energy



1



Gambar 3a. Grafik Struktur Pita Energi Material dan Transmitansi (V bias = -0,2 eV)



Transmission Coefficient (Vbias = 0 V) 0.5 1 0.45 0.9 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1



Transmission Coefficient (Vbias = -0.5 eV) 0.8 1



0.6



0.9



0.6



0.5 0.4



0.4 0.3



0.2



0.2



0.05 0 -10



0.8 0.7



Transmission Coefficient



Transmission Coefficient



0.4



0



0.1 -5



0



5



10



0



0



0.5 Energy



-0.2



1



0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2



-0.4 0.1



Gambar 2. Grafik Struktur Pita Energi Material dan Transmitansi (V bias = 0 eV)



-5



5



0



0



10



0



1



0.5 Energy



Gambar 3b. Grafik Struktur Pita Energi Material dan Transmitansi (V bias = -0,5 eV) Transmission Coefficient (Vbias = -1 eV) 0.8



1.5



0.7 1 Transmission Coefficient



Gambar 2 menunjukkan ada fenomena terobosan untuk energi elektron datang antara 0 sampai 0,4655 eV. Dalam peristiwa terobosan ada puncak lokal yang terjadi ketika energi elektron datang 0,36 eV dengan transmitansi 0,225 tetapi transmitansi tidak pernah mencapai satu. Ketika elektron tidak mengalami terobosan, ada nilai transmitansi sama dengan satu untuk energi elektron datang antara 0,51 eV sampai 0,64 eV. Tidak ada satupun energi datang elektron yang menghasilkan transmitansi lebih dari satu. Transmitansi berfluktuasi terhadap energi elektron datang. Transmitansi ketika energi elektron datang sama dengan nol. Transmitansi terus naik hingga mencapai puncak lokal di energi elektron datang 0,36 eV dan transmitansi 0,225. Transmitansi turun lalu naik kembali dan mencapai resonansi atau transmitansi tepat satu di energi elektron datang mulai 0,51 eV sampai 0,64 eV. Ketika energi elektron datang lebih besar dari 0,64 eV, transmitansi turun lalu naik lagi sampai energi elektron datang sama dengan satu. Peristiwa resonansi hanya menghasilkan transmitansi puncak lokal yang tidak pernah sama dengan satu. Itu terjadi karena ada sebagian arus elektron yang dipantulkan dari dinding potensial penghalang kanan.



-0.6 -10



0.5



0



0.6 0.5 0.4 0.3 0.2



-0.5 0.1 -1 -10



-5



0



5



10



0



0



0.5 Energy



1



Gambar 3c. Grafik Struktur Pita Energi Material dan Transmitansi (V bias = -1 eV)



Kita mensimulasikan struktur pita energi semikonduktor untuk V bias negatif dan koefisien trnasmitansi untuk energi elektron datang mulai dari nol sampai satu. Khusus untuk V bias = -0,5 eV ada resonansi dengan transmitansi sama dengan satu untuk energi elektron datang sama dengan 0,19 eV. Gambar 3a sampai gambar 3c menunujukkan bahwa semakin kecil V bias diberikan, semakin sedikit transmitansi yang dihasilkan dan selalu ada puncak lokal. Di semua V bias yang diberikan selalu ada puncak lokal. Puncak lokal selalu terjadi ketika elektron menerobos potensial penghalang. Semakin kecil V bias, puncak lokal semakin kecil, interval energi elektron datang yang mencapai transmitansi sama dengan satu semakin pendek. Posisi puncak lokal tidak bisa dihubungkan dengan energi elektron datang.



A 52



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



E. Hasil Simulasi dengan Vbias Positif



KESIMPULAN



Transmission Coefficient (Vbias = 0.2 eV) 0.6 1 0.9



0.4



0.8



Transmission Coefficient



0.5



0.3 0.2 0.1 0



0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2



-0.1



0.1



-0.2 -10



-5



0



5



0



10



0



0.5 Energy



1



Gambar 4a. Grafik Struktur Pita Energi Material dan Transmitansi (V bias = 0,2 eV) Transmission Coefficient (Vbias = 0.5 eV) 0.8



Dalam makalah ini kita telah menentukan secara numerik transmitansi struktur penghalang ganda GaAs/ AlxGa1-xAs. Kita menetapkan fraksi mol dan tebal potensial penghalang. Kita memberikan potensial bias yang berbeda-beda. Untuk V bias = 0 dan V bias negatif ada puncak lokal ketika elektron menerobos potensial halang. Semakin kecil atau semakin besar V bias, transmitansi sama dengan satu semakin lambat dicapai. Khusus untuk V bias -0,5 eV ada resonansi ketika energi elektron datang sama dengan 1,9 eV atau elektron menerobos penghalang. REFERENSI



1 0.9 Transmission Coefficient



0.6 0.4 0.2 0 -0.2



0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2



-0.4 0.1 -0.6 -10



-5



0



5



0



10



0



0.5 Energy



1



Gambar 4b. Grafik Struktur Pita Energi Material dan Transmitansi (V bias = 0,5 eV) Transmission Coefficient (Vbias = 1 eV) 0.8



1.5



0.7



Transmission Coefficient



1



0.5



0



0.6 0.5 0.4 0.3 0.2



-0.5 0.1 -1 -10



-5



0



5



10



0



0



0.5 Energy



1



Gambar 4c. Grafik Struktur Pita Energi Material dan Transmitansi (V bias = 1 eV) Hasil simulasi struktur pita energi semikonduktor untuk V bias positif dan transmitansi untuk energi elektron datang mulai dari nol sampai satu dijelaskan dalam gambar 4a sampai gambar 4c. Hasil simulasi menunjukkan bahwa semakin besar V bias yang diberikan, itu berarti semakin luas grafik potensial penghalang terhadap posisi, mengakibatkan semakin sedikit transmitansi yang dihasilkan yang ditunjukkan dengan luas di bawah kurva transmisi yang semakin kecil. Di semua V bias yang diberikan tidak ada puncak-puncak lokal. Semakin besar V bias, transmitansi sama dengan satu terjadi semakin lambat. Semakin besar transmitansi, semakin besar energi datang elektron. Transmitansi sama dengan satu terjadi ketika energi elektron datang lebih besar dari energi potensial tertinggi struktur penghalang ganda. Tidak tampak fluktuasi transmitansi setelah transmitansi sama dengan satu. Tidak ada transmitansi lebih besar dari satu untuk semua energi datang elektron.



The template will number citations consecutively within brackets [1]. The sentence punctuation follows the bracket [2]. Refer simply to the reference number, as in [3]—do not use “Ref. [3]” or “reference [3]” except at the beginning of a sentence: “Reference [3] was the first . . .” Number footnotes separately in superscripts. Place the actual footnote at the bottom of the column in which it was cited. Do not put footnotes in the reference list. Use letters for table footnotes. Unless there are six authors or more give all authors' names; do not use “et al.”. Papers that have not been published, even if they have been submitted for publication, should be cited as “unpublished” [4]. Papers that have been accepted for publication should be cited as “in press” [5]. Capitalize only the first word in a paper title, except for proper nouns and element symbols. For papers published in translation journals, please give the English citation first, followed by the original foreign-language citation [6]. C. E. Simion, and C. I. Ciucu “Triple barrier resonant tunneling : A transfer matrix approach” Romanian Reports in Physics, vol. 59, Number 3, pp. 803-814, Sept. 2007. Niu Jin, , S.Y. Chung, , R.M. Heyns, P. R. Berger, , R. Yu P. E. Thompson , and S. L. Rommel, ”Tri-State Logic Using Vertically Integrated Si–SiGe Resonant Interband Tunneling Diodes With Double NDR”, IEEE Electron Device Lett., vol. 25, pp. 646-648, 2004. D. G. Gordon, M. S. Montemerlo, J. C. Love, G. J. Opiteck, and J.C Ellenborgen “Overview of nanoelectronic devices”, Proc. of the IEEE vol. 85, pp. 521–540, 1997. J. P. Sun, G. I. Haddad, P. Mazumder, and J. N. Schulman, “Resonant Tunneling Diodes: Models and Properties”, Proceedings of IEEE, vol. 86, No.4, pp.641-661, 1998. P. Mazumder, S. Kulkarni, M. Bhattacharya, J. P. Sun, and G. I. Haddad, “Digital circuit applications of resonant tunneling devices,” Proc. IEEE, vol. 86, pp. 664–686, Apr. 1998.



A 53



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



T. Sandu, G. Klimeck, and W. P. Kirk, “Off-center electron transport in resonant tunneling diodes due to incoherent scattering”, Phys. Rev. B, vol. 68, pp.(115320-1) -( 115320-9), 2003. S.-Y. Chung, N. Jin, R. E. Pavlovicz, R. Yu, Paul R. Berger, and P. E. Thompson, “Analysis of the Voltage Swing for Logic and Memory Applications in Si/SiGe Resonant Interband Tunnel Diodes Grown by Molecular Beam Epitaxy”, IEEE Trans. on Nanotechnology, vol. 6, No. 2, March 2007. T. KIM, B. LEE, S. CHOI, and K. YANG, “Resonant Tunneling Diode/HBT D-Flip Flop ICs Using Current Mode Logic-Type MonostableBistable Transition Logic Element with Complementary Outputs”, Japanese Journal of Applied Physics, vol. 44, No. 4B, pp. 2743– 2746, 2005. A. F. J. Levi, Applied Quantum Mechanics, Cambridge University Press, Edition 2, 2006. C. E. Simion, and C. I. Ciucu “Triple barrier resonant tunneling : A transfer matrix approach” Romanian Reports in Physics, vol. 59, Number 3, pp. 803-814, Sept. 2007. Niu Jin, , S.Y. Chung, , R.M. Heyns, P. R. Berger, , R. Yu P. E. Thompson , and S. L. Rommel, ”Tri-State Logic Using Vertically Integrated Si–SiGe Resonant Interband Tunneling Diodes With Double NDR”, IEEE Electron Device Lett., vol. 25, pp. 646-648, 2004.



D. G. Gordon, M. S. Montemerlo, J. C. Love, G. J. Opiteck, and J.C Ellenborgen “Overview of nanoelectronic devices”, Proc. of the IEEE vol. 85, pp. 521–540, 1997. P. Sun, G. I. Haddad, P. Mazumder, and J. N. Schulman, “Resonant Tunneling Diodes: Models and Properties”Proceedings of IEEE, vol. 86, No.4, pp.641-661, 1998. P. Mazumder, S. Kulkarni, M. Bhattacharya, J. P. Sun, and G. I. Haddad, “Digital circuit applications of resonant tunneling devices,” Proc. IEEE, vol. 86, pp. 664–686, Apr1998. T. Sandu, G. Klimeck, and W. P. Kirk, “Off-center electron transport in resonant tunneling diodes due to incoherent scattering”, Phys. Rev. B, vol. 68, pp.(115320-1) -( 115320-9), 2003. S.-Y. Chung, N. Jin, R. E. Pavlovicz, R. Yu, Paul R. Berger, and P. E. Thompson, “Analysis of the Voltage Swing for Logic and Memory Applications in Si/SiGe Resonant Interband Tunnel Diodes Grown by Molecular Beam Epitaxy”, IEEE Trans. on Nanotechnology, vol. 6, No. 2, March 2007. T. KIM, B. LEE, S. CHOI, and K. YANG, “Resonant Tunneling Diode/HBT D-Flip Flop ICs Using Current Mode Logic-Type MonostableBistable Transition Logic Element with Complementary Outputs”, Japanese Journal of Applied Physics, vol. 44, No. 4B, pp. 2743– 2746, 2005. A. F. J. Levi, Applied Quantum Mechanics, Cambridge University Press, Edition 2, 2006.



A 54



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Mesin Carnot Kuantum Dengan Dua Partikel Boson Herlik Wibowo1, Agus Purwanto2, Eny Latifah3 1 Laboratorium Fisika Teori Departemen Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga 2,3 Laboratorium Fisika Teori dan Filsafat Alam Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Email : [email protected], [email protected], [email protected] Abstrak Mesin Carnot kuantum berbasis sistem dua partikel boson dalam kotak potensial takhingga satu dimensi dengan dua tingkat energi dikaji dalam paper ini. Dalam sistem sederhana ini, hanya tiga keadaan eigen yang berkontribusi pada fungsi gelombang sistem. Rumusan gaya dan kerja pada proses adiabatik dan proses isotermal didefinisikan secara klasik. Siklus Carnot kuantum dimulai dari keadaan dasar dengan ekspansi isotermal. Pada ekspansi isotermal, lebar kotak maksimum dicapai ketika kedua partikel boson menempati keadaan tereksitasi. Selanjutnya ekspansi dilangsungkan secara adiabatik dengan keadaan sistem adalah keadaan terakhir pada proses isotermal sampai mencapai volume tertentu yang diinginkan. Proses dilanjutkan dengan kompresi isotermal sampai volume sedemikian rupa sehingga sistem berada dalam keadaan awal yakni keadaan dasar. Ketika keadaan ini dicapai kompresi dilanjutkan secara adiabatik sampai mencapai volume awal. Efisiensi mesin Carnot kuantum sistem dua boson dua tingkat energi ini sama dengan efisiensi mesin Carnot kuantum yang sama tetapi dengan partikel tunggal. Kata Kunci : dua boson, kotak potensial, mesin Carnot kuantum, efisiensi PENDAHULUAN Mesin panas merupakan suatu alat yang didesain sedemikian hingga sebanyak mungkin energi panas dapat dikonversi menjadi kerja mekanis. Pada mesin panas terdapat zat kerja (working substance) yang menyerap panas QH dari tandon panas bertemperatur



TH , melakukan kerja mekanis W , dan membuang panas QC pada tandon dingin bertemperatur rendah TC dimana TH > TC . Rasio kerja mekanis W yang dihasilkan oleh zat kerja terhadap panas QH yang diserap oleh zat kerja didefinisikan sebagai efisiensi η mesin panas : tinggi



η=



W . QH



Pada tahun 1824, Sadi Carnot memperkenalkan suatu mesin panas teoritis dan reversibel yang bekerja berdasarkan pada siklus termodinamika yang dikenal sebagai siklus Carnot. Mesin panas yang bekerja berdasarkan siklus Carnot dikenal sebagai mesin Carnot. Suatu mesin Carnot dimodelkan terdiri atas zat kerja berupa gas ideal yang berada di dalam suatu silinder dengan piston yang dapat bergerak bebas. Dinding silinder dan piston tersusun dari bahan insulator panas. Silinder yang berisi gas ideal tersebut kemudian melakukan kontak termal dengan dua jenis tandon, yakni tandon panas yang bertemperatur tinggi dan tandon dingin yang bertemperatur rendah. Siklus Carnot terdiri dari empat proses termodinamika yang terbagi menjadi dua proses isotermal dan dua proses adiabatik. Siklus Carnot



dimulai dengan gas ideal yang mengalami proses ekspansi isotermal pada temperatur TH ketika bagian bawah silinder dikontakkan secara termal dengan tandon panas. Selama proses ekspansi isotermal berlangsung, gas menyerap panas sebesar QH dan melakukan kerja mekanis yang menyebabkan piston terangkat. Setelah mengalami proses ekspansi isotermal, gas kemudian mengalami proses ekspansi adiabatik ketika bagian bawah silinder, yang semula dihubungkan dengan tandon panas, sekarang dihubungkan dengan suatu insulator panas. Selama ekspansi adiabatik berlangsung, tidak ada panas yang masuk ke sistem sehingga temperatur gas berkurang dari TH menjadi TC . Pada saat gas mengalami ekspansi adiabatik, gas juga melakukan kerja mekanis yang menyebabkan piston terangkat. Setelah gas mengalami proses ekspansi adiabatik, bagian bawah silinder sekarang dikontakkan dengan tandon dingin yang bertemperatur rendah dan gas ditekan sehingga gas mengalami proses kompresi isotermal pada temperatur TC . Selama proses kompresi isotermal berlangsung, panas sebesar QC keluar dari sistem dan piston melakukan kerja mekanis pada gas. Pada proses terakhir dari siklus Carnot, bagian bawah silinder sekarang dihubungkan dengan suatu insulator panas. Gas ditekan sedemikian hingga mengalami proses kompresi adiabatik sampai temperatur gas naik menjadi TH . Selama proses kompresi adiabatik berlangsung, piston melakukan kerja mekanis pada gas tersebut. Sadi Carnot memperlihatkan bahwa efisiensi mesin Carnot hanya bergantung pada



A 55



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



temperatur TH dan temperatur TC . Sadi Carnot juga memperlihatkan bahwa efisiensi mesin Carnot merupakan efisien tertinggi yang dapat dihasilkan oleh suatu mesin panas yang beroperasi secara siklik menggunakan dua tandon dengan temperatur yang berbeda. Salah satu usaha untuk meningkatkan efisiensi mesin panas adalah dengan mengaplikasikan prinsipprinsip dasar teori kuantum ke dalam mesin panas. Mesin panas kuantum pertama kali dipelajari oleh Scovil dan Schul-DuBois pada tahun 1950an. Dalam paper berjudul Three-Level Masers as Heat Engines yang terbit pada tahun 1959, mereka memperlihatkan bahwa maser dapat dipandang sebagai mesin panas yang mengekstraksikan energi dari sumber pemompaan panas (hot pumping sources), mengkonversikan sebagian energi tersebut menjadi osilasi koheren atau kerja dan membuang sebagian energi tersebut pada tandon dingin. Mereka juga memperlihatkan bahwa efisiensi mesin panas kuantum tersebut ternyata sesuai dengan efisiensi mesin Carnot (Siegman, 1986). Pada tahun 2002, M. O. Scully melalui papernya yang berjudul The Quantum Afterburner: Improving the Efficiency of an Ideal Heat Engine melaporkan bahwa efisiensi mesin panas berbasis siklus Otto dapat ditingkatkan melebihi efisiensi mesin panas Otto ideal (Scully, 2002). Pada tahun 2008, Raoul Dillenschneider dan Eric Lutz, melalui paper yang berjudul Improving Carnot Efficiency with Quantum Correlations, mengkaji mesin Carnot kuantum yang terdiri dari medan radiasi ragam tunggal yang berada di dalam resonator optik (Dillenschneider dan Lutz, 2008). Dalam paper tersebut, mereka melaporkan bahwa efisiensi mesin Carnot dapat ditingkatkan melalui korelasi kuantum. Selain kajian mengenai mesin panas kuantum, kajian mengenai proses termodinamika kuantum yang terkait dengan proses isotermal dan proses isokhorik diberikan secara rinci oleh H. T. Quan, Yu-Xi Liu, C. P. Sun, dan Franco Nori dalam paper yang berjudul Quantum Thermodynamic Cycles and Quantum Heat Engines (Quan et al., 2007). Melalui paper terpisah, yang berjudul Quantum Thermodynamic Cycles and Quantum Heat Engines (II), H. T. Quan mengkaji proses termodinamika kuantum terkait dengan proses isobarik (Quan, 2009). Pada tahun 2000, C.M. Bender, D. C. Broody dan B. K. Meister mengkaji mesin Carnot kuantum berbasis sistem satu partikel dalam kotak potensial tak hingga satu dimensi dengan dua tingkat energi (Bender et al., 2000). Dalam paper yang berjudul Quantum-Mechanical Carnot Engine, Bender, Broody dan Meister memperkenalkan proses isotermal kuantum dan proses adiabatik kuantum. Dalam memperkenalkan proses isotermal kuantum dan proses adiabatik kuantum, Bender, Broody dan Meister menggantikan peranan variabel temperatur, yang digunakan dalam termodinamika klasik, dengan nilai harap Hamiltonian sistem. Selain memperkenalkan proses isotermal kuantum dan



proses adiabatik kuantum, Bender, Broody dan Meister juga menghitung efisiensi mesin Carnot kuantum berbasis sistem satu partikel dalam kotak potensial tak hingga satu dimensi dengan dua tingkat energi. Dari perhitungan tersebut, mereka memperoleh hasil bahwa efisiensi mesin Carnot kuantum ternyata hanya bergantung pada nilai harap Hamiltonian sistem pada keadaan dasar dan nilai harap Hamiltonian sistem pada keadaan tereksitasi pertama. Ide mesin Carnot kuantum yang dikemukakan oleh Bender, Broody dan Meister kemudian diperluas untuk kasus sistem satu partikel dalam kotak potensial tak hingga satu dimensi dengan n tingkat energi oleh Eny Latifah dan Agus Purwanto pada tahun 2011. Mereka memperoleh kesimpulan bahwa efisiensi mesin Carnot kuantum berbasis sistem satu partikel dalam kotak potensial tak hingga satu dimensi dengan n tingkat energi dapat diperbesar dengan mereduksi volume ekspansi isotermal, yang berarti proses ekspansi isotermal tidak terhenti pada keadaan dengan tingkat energi tertinggi tetapi pada keadaan dengan tingkat energi di bawah tingkat energi tertinggi (Latifah dan Purwanto, 2011). Pada paper ini, ide mesin Carnot kuantum yang dikemukakan oleh Bender, Broody dan Meister tersebut akan diaplikasikan untuk kasus dua partikel boson. Nilai efisiensi mesin Carnot kuantum untuk dua partikel boson akan dihitung dan dibandingkan dengan hasil perhitungan nilai efisiensi mesin Carnot kuantum yang diperoleh Bender, Broody dan Meister. Paper ini disusun sebagai berikut. Kajian ulang mengenai mesin Carnot kuantum berbasis sistem satu partikel dalam kotak potensial tak hingga satu dimensi dengan dua tingkat energi disajikan dalam bab yang berjudul Mesin Carnot Kuantum Dengan Satu Partikel. Kajian mengenai mesin Carnot kuantum berbasis sistem dua partikel boson dalam kotak potensial tak hingga satu dimensi dengan dua tingkat energi disajikan dalam bab yang berjudul Mesin Carnot Kuantum Dengan Dua Partikel Boson. Bab yang berjudul Kesimpulan menyajikan secara ringkas hasil-hasil penting yang didapatkan dari bab sebelumnya. MESIN CARNOT KUANTUM DENGAN SATU PARTIKEL Kotak potensial Tak Hingga Satu Dimensi Tinjau suatu partikel bermassa m yang berada dalam suatu kotak potensial tak hingga satu dimensi dengan lebar L . Persamaan Schrödinger tak bergantung waktu dari sistem ini dinyatakan sebagai 2 2 d φ ( x ) (1) − = Eφ ( x ) . 2m dx 2 Dengan mengaplikasikan syarat batas φ ( 0 ) = 0 dan φ( L) = 0 pada pers. (1), maka didapatkan keadaan



eigen ortonormal bagi sistem yang diberikan oleh



A 56



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



2  nπ  (2) φn ( x ) =sin  x , L  L  dengan n = 1, 2,3,... , dan nilai eigen energi sistem yang dinyatakan sebagai n 2 π2  2 . (3) En = 2mL2 Keadaan sistem ψ ( x ) secara umum merupakan kombinasi linier keadaan eigen φn ( x ) yang dapat dinyatakan sebagai ψ ( x) =







∑ a φ ( x) , n =1



n



n



(4)



dimana koefisien an memenuhi syarat normalisasi ∞



∑a n =1



2 n



=1.



(5)



Menggunakan pers. (3), nilai harap Hamiltonian untuk keadaan sistem ψ ( x ) dinyatakan sebagai ∞



E = ∑ an n =1



2



n 2 π2  2 . 2mL2



(6)



Proses Adiabatik Secara klasik, proses adiabatik adalah suatu proses dimana sistem terisolasi secara termal. Suatu gas ideal yang berada di dalam tabung silinder dengan piston yang dapat bergerak dikatakan mengalami proses adiabatik ketika tidak ada panas yang mengalir ke luar maupun ke dalam gas tersebut. Ketika piston bergerak, gas dikatakan telah melakukan kerja mekanis dan sebagian energi dalam gas tersebut dimanfaatkan untuk melakukan kerja mekanis. Secara kuantum, proses adiabatik didefinisikan melalui teorema adiabatik. Teorema adiabatik menyatakan bahwa jika Hamiltonian sistem berubah secara sangat lambat dari H 0 menjadi H maka, suatu sistem yang mula-mula berada pada keadaan eigen ken untuk Hamiltonian H 0 , akan berada pada keadaan eigen ke- n untuk Hamiltonian H setelah proses adiabatik berakhir (Griffiths, 2005). Teorema adibatik secara tidak langsung menyatakan bahwa selama proses adiabatik berlangsung, sistem tidak mengalami transisi dari satu keadaan ke keadaan lainnya. Tinjau suatu partikel pada kotak potensial tak hingga satu dimensi dengan lebar L . Misalkan mulamula partikel berada dalam keadaan kuantum ψ ( x ) seperti yang dinyatakan oleh pers. (4). Ketika proses adiabatik berlangsung, lebar kotak berubah akibat pergerakan salah satu dinding kotak yang terjadi pada x = L . Mengingat pada proses adibatik, tidak ada transisi yang terjadi maka nilai mutlak koefisien an , yakni an , harus tetap konstan. Dari pers. (2) dan pers. (3) jelas terlihat bahwa fungsi eigen φn ( x ) dan nilai eigen En berubah ketika lebar kotak L berubah. Dari pers. (6) terlihat bahwa jika En merupakan fungsi L



dan



an



harus tetap konstan maka nilai harap



Hamiltonian E merupakan fungsi L saja. Ketika lebar kotak L semakin besar maka nilai harap Hamiltonian E semakin berkurang. Pengurangan nilai harap Hamiltonian E tersebut sama dengan besar kerja mekanis yang dilakukan oleh gaya F pada salah satu dinding kotak. Gaya F tersebut didefinisikan sebagai secara klasik sebagai dE ( L ) . (7) F ( L) = − dL Substitusi pers. (6) ke pers. (7) memberikan 2 2 2 ∞ 2 n π  . F = ∑ an mL3 n =1



(8)



Proses Isotermal Secara klasik, proses isotermal adalah suatu proses dimana temperatur sistem dijaga tetap konstan. Suatu gas ideal yang berada dalam suatu tabung silinder dengan piston yang dapat bergerak dikatakan mengalami proses isotermal ketika gas tersebut kontak dengan suatu tandon panas sedemikian hingga temperatur gas dapat dijaga tetap konstan. Mengingat energi dalam gas ideal sebanding dengan temperatur gas tersebut maka energi dalam gas tetap konstan selama proses isotermal berlangsung. Dengan demikian, sesuai dengan hukum termodinamika pertama, gas melakukan usaha yang besarnya sama dengan besar kalor yang diserap gas ketika kontak dengan tandon panas. Secara kuantum, proses isotermal dideskripsikan sebagai berikut. Tinjau suatu partikel pada kotak potensial tak hingga satu dimensi dengan lebar L . Misalkan keadaan awal ψ ( x ) partikel merupakan kombinasi linier fungsi eigen seperti pada pers. (4). Pada saat proses isotermal berlangsung, salah satu dinding kotak potensial bergerak sehingga menyebabkan terjadinya perubahan lebar kotak potensial. Walaupun lebar kotak potensial berubah, nilai harap Hamiltonian sistem tetap konstan selama proses isotermal berlangsung. Untuk menjaga agar nilai ∞



E ( L ) = ∑ an E n 2



(9)



n =1



tetap konstan maka koefisien an tidak lagi konstan



tetapi berubah sebagai fungsi L . Koefisien an ( L ) tetap harus memenuhi syarat normalisasi ∞



∑ a ( L) n =1



n



2



=1



(10)



Mesin Carnot Kuantum Dua Tingkat Energi dengan Satu Partikel Dalam termodinamika klasik, mesin Carnot bekerja berdasarkan siklus Carnot yang terdiri dari ekspansi isotermal, ekspansi adiabatik, kompresi isotermal dan kompresi adiabatik. Diagram P – V



A 57



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



yang menggambarkan siklus Carnot ditunjukkan pada Gbr. 1 berikut ini.



2 L=



(4 − 3 a ( L) ) L . 2



1



2 1



(16)



Persamaan (16) mengindikasikan bahwa L bernilai maksimum ketika a1 ( L ) = 0 yang berarti proses ekspansi isotermal berlangsung sampai semua partikel telah tereksitasi ke keadaan tereksitasi pertama. Menggunakan pers. (16), lebar maksimum L2 kotak potensial ketika semua partikel telah tereksitasi ke keadaan tereksitasi pertama diberikan oleh L2 = 2 L1 . Selama proses ekspansi isotermal berlangsung, gaya yang diberikan partikel pada dinding kotak potensial diberikan oleh π2  2 FI ( L ) = (17) mL12 L Gbr. 1. Diagram P – V siklus Carnot.



Analog dengan siklus Carnot dalam termodinamika klasik, siklus Carnot kuantum juga terdiri dari ekspansi isotermal, ekspansi adiabatik, kompresi isotermal, dan kompresi adiabatik. Misalkan partikel mula-mula berada pada keadaan dasar dan lebar kotak potensial mula-mula adalah L1 . Pada saat partikel berada pada keadaan dasar, a2 = 0 sehingga, dengan menggunakan pers. (5), didapatkan a1 = 1 . Menggunakan pers. (6), nilai harap Hamiltonian pada keadaan dasar dinyatakan sebagai π2  2 Edasar = (11) 2mL12 Pada proses ekspansi isotermal, partikel tereksitasi ke tingkat energi tereksitasi pertama dengan nilai harap Hamiltonian yang konstan. Selama proses ekspansi isotermal, keadaan partikel merupakan kombinasi linier dari dua keadaan eigen terendah :



= ψ ( x ) a1 ( L ) dimana



2 π   2π  sin  x  + a2 ( L ) sin  x  ,(12) L L   L 



hubungan



antara



a1 ( L )



dan



a2 ( L )



dinyatakan menggunakan pers. (10) sebagai



a1 ( L ) + a2 ( L ) = 1. 2



2



(13)



Setelah mengalami proses ekspansi isotermal, sistem mengalami proses ekspansi adiabatik dimana lebar kotak potensial berubah dari L = L2 menjadi Selama proses ekspansi adiabatik L = L3 . berlangsung, sistem tetap pada tingkat energi tereksitasi pertama dan nilai harap Hamiltonian sistem tersebut diberikan oleh 2π 2  2 . (18) EII ( L ) = mL2 Dengan menggunakan pers. (8), gaya yang bekerja pada dinding kotak potensial dapat dinyatakan sebagai 4π 2  2 . (19) FII ( L ) = mL3 Setelah mengalami ekspansi adiabatik, sistem mengalami kompresi isotermal dimana lebar kotak potensial berubah dari L = L3 menjadi L = L4 . Selama proses kompresi isotermal berlangsung, nilai harap Hamiltonian sistem konstan. Pada awal proses kompresi isotermal, sistem mula-mula berada pada keadaan tereksitasi pertama. Ketika lebar kotak potensial L = L3 , nilai harap Hamiltonian sistem diberikan oleh 2π 2  2 Etereksitasi = . (20) mL23 pertama



Selama proses kompresi isotermal berlangsung, Nilai harap Hamiltonian untuk proses ekspansi keadaan sistem merupakan kombinasi linier dari dua isotermal dinyatakan sebagai keadaan eigen terendah : 2 2 π2  2  EI ( L ) a L + 4 a2 ( L )  (14) = 2  1( )  2 2 π   2π  2mL = ψ ( x ) a1 ( L ) sin  x  + a2 ( L ) sin  x L L L    L  atau dengan menggunakan pers. (13), dapat dinyatakan sebagai (21) 2 π2  2  (15) EI ( L ) 4 − 3 a1 ( L )  . = dimana hubungan antara a1 ( L ) dan a2 ( L ) diberikan  2mL2  oleh pers. (13). Nilai harap Hamiltonian sistem pada Mengingat pada proses isotermal berlaku proses kompresi isotermal diberikan oleh EI ( L ) = Edasar maka dari pers. (11) dan (14) 2 π2  2  (22) EIII ( L ) 4 − 3 a1 ( L )  = didapatkan  2mL2 



A 58



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8 2 2 Diagram F – L yang menggambarkan siklus Carnot a1 ( L ) + a2 ( L ) = 1, kuantum untuk sistem partikel tunggal yang berada di diberikan oleh dalam kotak potensial tak hingga satu dimensi dengan dua tingkat energi diberikan oleh Gbr. 2 berikut ini. 2 π2  2  (23) EIII ( L ) 1 + 3 a2 ( L )  . =  2mL2 



atau, dengan menggunakan



Selama proses kompresi isotermal berlangsung, EIII ( L ) = Etereksitasi pertama sehingga dari pers. (20) dan pers. (23), didapatkan 2 1 = L2 1 + 3 a2 ( L ) L23 . 4



)



(



(24)



Persamaan (24) mengindikasikan bahwa L bernilai minimum ketika a2 ( L ) = 0 yang berarti proses kompresi isotermal berlangsung sampai semua partikel telah berada pada keadaan dasar. Menggunakan pers. (24), lebar minimum L4 kotak potensial ketika semua partikel telah berada pada keadaan dasar diberikan oleh L4 = 12 L3 . Gaya yang bekerja pada dinding kotak potensial diberikan oleh 4π 2  2 FIII ( L ) = . (25) mL23 L Pada proses terakhir dari siklus Carnot kuantum, yakni proses kompresi adiabatik, sistem tetap berada pada keadaan dasar dan lebar kotak potensial berubah dari L = L4 menjadi L = L1 . Selama proses kompresi adiabatik berlangsung, nilai harap Hamiltonian sistem diberikan oleh π2  2 (26) EIV ( L ) = 2mL2 dan gaya yang bekerja pada dinding kotak potensial diberikan oleh π2  2 . (27) FIV ( L ) = mL3



Gbr. 2. Diagram F – L siklus Carnot kuantum untuk sistem partikel tunggal yang berada di dalam kotak potensial tak hingga satu dimensi dengan dua tingkat energi.



MESIN CARNOT KUANTUM DENGAN DUA PARTIKEL BOSON Konsep siklus Carnot kuantum yang telah dibangun untuk sistem satu partikel dalam kotak potensial tak hingga satu dimensi dengan dua tingkat energi akan diaplikasikan pada sistem dua partikel identik dalam kotak potensial tak hingga satu dimensi dengan dua tingkat energi. Pada paper ini, jenis partikel identik yang digunakan adalah partikel boson. Partikel boson merupakan partikel identik tak terbedakan yang tidak mematuhi prinsip larangan Pauli. Konfigurasi dua partikel boson pada dua tingkat energi ditunjukkan pada Gbr. 3 berikut ini.



Menggunakan pers. (17), (19), (25), dan (27), kerja mekanis W untuk satu siklus diberikan oleh



= W



( L ) dL ∫ F=



π2  2  1 4   −  ln 2 (28) m  L12 L23 



dan besar energi yang diserap selama ekspansi isotermal dinyatakan sebagai



= QH



2 L1



F ( L ) dL ∫= I



L1



π2  2 ln 2 mL12



(29)



Efisiensi η mesin Carnot kuantum diberikan oleh



Gbr. 3. Konfigurasi yang paling mungkin bagi dua partikel boson untuk dua tingkat energi.



Fungsi gelombang sistem untuk keadaan dasar, tereksitasi pertama, dan tereksitasi kedua, secara berurutan, diberikan oleh 2 π  π  atau, dengan menggunakan pers. (11) dan (20), = ψ dasar ( x1 , x2 ) sin  x1  sin  x2  ≡ ψ1 (32) L L  L  diberikan oleh Edasar (31) η = 1− Etereksitasi pertama



η=



L  W = 1− 4 1  QH  L3 



2



(30)



A 59



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



1 2  π   2π  ψ tereksitasi ( x1 , x2 ) = x2   sin  x1  sin  pertama 2 L L   L  +



2  2π   π   sin  x1  sin  x2   ≡ ψ 2 L  L   L  (33)



isotermal, ekspansi adiabatik, kompresi isotermal, dan kompresi adiabatik. Misalkan dua partikel boson mula-mula berada pada keadaan dasar dan lebar L kotak potensial mula-mula adalah L1 . Pada saat kedua partikel boson berada pada keadaan dasar, a2 = 0 dan a3 = 0 . Dengan menggunakan pers. (37), didapatkan



2  2π   2π  = ψ tereksitasi ( x1 , x2 ) sin  x1  sin  x2  ≡ ψ 3 L kedua  L   L 



(34) Misalkan keadaan sistem Ψ ( x1 , x2 ) mula-mula kombinasi linier dari



dinyatakan sebagai ψ1 , ψ 2 , dan ψ 3 :



Ψ ( x1 , x2 ) = a1ψ1 + a2 ψ 2 + a3 ψ 3 .



(35)



dimana a1 , a2 , dan a3 memenuhi hubungan yang diberikan oleh



a1 + a2 + a3 = 1. 2



2



2



E ( L ) = a1 E1 + a2 E2 + a3 E3 2



2



(37)



dengan = E1



5π2  2 4π 2  2 π2  2 = ; E = ; E . (38) 2 3 mL2 2mL2 mL2



Selama proses adiabatik berlangsung, nilai harap Hamiltonian sistem diberikan oleh pers. (37), dimana nilai E1 , E2 , dan E3 diberikan oleh pers. (38), dan gaya yang bekerja pada dinding diberikan oleh dE ( L ) π2  2  2 a1 2 + 5 a2 2 + 8 a3 2  F ( L) = − =  dL mL3  (39) Berbeda dengan proses adiabatik, selama proses isotermal berlangsung, nilai harap Hamiltonian sistem dinyatakan sebagai



E ( L ) = a1 ( L ) E1 + a2 ( L ) E2 + a3 ( L ) E3 (40) 2



2



2



dimana koefisien a1 , a2 , dan a3 tidak lagi konstan



tetapi berubah terhadap L . Koefisien a1 ( L ) , a2 ( L ) , dan a3 ( L ) memenuhi syarat normalisasi :



a1 ( L ) + a2 ( L ) + a3 ( L ) = 1 (41) 2



2



2



Gaya yang bekerja pada dinding kotak potensial, selama proses isotermal berlangsung, diberikan oleh 2 2 2 π2  2  F= 2 a1 ( L ) + 5 a2 ( L ) + 8 a3 ( L )  ( L) 3   mL (42) Serupa dengan siklus Carnot kuantum pada sistem satu partikel, siklus Carnot kuantum pada sistem dua partikel boson juga terdiri atas ekspansi



π2  2 . mL12



(43)



Pada saat proses ekspansi isotermal berlangsung, keadaan sistem Ψ ( x1 , x2 ) diberikan oleh Ψ ( x1 , = x2 ) a1 ( L ) ψ1 + a2 ( L ) ψ 2 + a3 ( L ) ψ 3 (44)



dimana hubungan antara a1 ( L ) , a2 ( L ) , dan a3 ( L ) diberikan oleh pers. (41). Dengan menggunakan pers. (40) dan pers. (41), nilai harap Hamiltonian sistem, selama proses ekspansi isotermal berlangsung, diberikan oleh



EI ( L ) =E1 + ( E2 − E1 ) a2 ( L ) + ( E3 − E1 ) a3 ( L ) 2



(36)



Nilai harap Hamiltonian sistem sebagai fungsi L dapat dinyatakan sebagai 2



Edasar = E= 1



2



(44) Mengingat Edasar = EI ( L ) , selama proses ekspansi isotermal berlangsung, maka didapatkan 2 2 L12  L2 = 2 + 3 a2 ( L ) + 6 a3 ( L )  (45)  2  Persamaan (45) mengindikasikan bahwa L akan bernilai maksimum jika a= a= 1 . Akan 2 ( L) 3 ( L) tetapi, nilai koefisien a2 ( L ) dan a3 ( L ) dibatasi oleh pers. (41) sehingga L akan bernilai maksimum hanya jika a= a= 0 dan a3 ( L ) = 1 , yang berarti 1 ( L) 2 ( L) proses ekspansi isotermal berlangsung sampai kedua partikel boson berada pada keadaan tereksitasi kedua. Menggunakan pers. (45), lebar maksimum L2 kotak potensial, setelah kedua partikel boson berada pada keadaaan tereksitasi kedua, diberikan oleh L2 = 2 L1 . Pada saat ekspansi isotermal berlangsung, gaya yang bekerja pada dinding kotak potensial dinyatakan sebagai 2π 2  2 FI ( L ) = (46) mL12 L Setelah mengalami proses ekspansi isotermal, sistem mengalami proses ekspansi adiabatik dimana lebar kotak potensial berubah dari L = L2 menjadi



L = L3 . Pada saat ekspansi adiabatik berlangsung, kedua boson tetap berada pada keadaan tereksitasi kedua dan nilai harap Hamiltonian sistem tersebut diberikan oleh 4π 2  2 . (47) EII ( L ) = mL2 Gaya yang bekerja pada dinding kotak potensial, saat proses ekspansi adiabatik berlangsung, diberikan oleh



A 60



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



FII ( L ) =



8π2  2 . mL3



kedua



4π 2  2 mL23



(49)



EIII ( L ) = E3 + ( E1 − E3 ) a1 ( L ) + ( E2 − E3 ) a2 ( L )



2



(50) Mengingat, selama proses kompresi isotermal, berlaku Etereksitasi kedua = EIII ( L ) maka didapatkan 2 2 1 L2 =L23 8 − 6 a1 ( L ) − 3 a2 ( L )   8 



(51)



Persamaan (51) mengindikasikan bahwa L akan bernilai minimum hanya jika a1 ( L ) = 1 dan a2 ( L ) = 0 , yang berarti proses kompresi isotermal



berlangsung sampai kedua partikel boson menempati keadaan dasar. Menggunakan pers. (51), lebar minimum L4 ketika kedua partikel boson menempati keadaan dasar adalah L4 = 12 L3 . Gaya yang bekerja pada dinding kotak potensial diberikan oleh 8π 2  2 FIII ( L ) = . (52) mL23 L Proses terakhir dari siklus Carnot kuantum, yakni proses kompresi adiabatik, sistem tetap berada pada keadaan dasar dan lebar kotak potensial berubah dari L = L4 menjadi L = L1 . Selama proses kompresi adiabatik berlangsung, nilai harap Hamiltonian sistem dinyatakan sebagai π2  2 (53) EIV ( L ) = mL2 dan gaya yang bekerja pada dinding kotak potensial diberikan oleh 2π 2  2 (54) FIV ( L ) = mL3 Menggunakan pers. (46), (48), (52), dan (54), kerja mekanis W untuk satu siklus diberikan oleh



= W



F ( L ) dL ∫=



F ( L ) dL ∫= I



π2  2 ln 2 mL12



(56)



Efisiensi η mesin Carnot kuantum untuk sistem dua partikel boson diberikan oleh 2



η=



L  E W = 1 − 4  1  = 1 − tereksitasi kedua QH L Edasar  3



(57)



Diagram F – L yang menggambarkan siklus Carnot kuantum untuk sistem dua partikel boson yang berada di dalam kotak potensial tak hingga satu dimensi dengan dua tingkat energi juga diberikan oleh Gbr. 2. KESIMPULAN



Selama proses kompresi isotermal berlangsung, nilai harap Hamiltonian sistem dinyatakan sebagai 2



2 L1



L1



Setelah mengalami proses ekspansi adiabatik, sistem kemudian mengalami proses kompresi isotermal dimana lebar kotak potensial berubah dari L = L3 menjadi L = L4 . Pada awal proses kompresi isotermal, sistem berada pada keadaan tereksitasi kedua saat lebar kotak potensial adalah L3 . Nilai harap Hamiltonian sistem pada saat lebar kotak potensial adalah L3 dinyatakan sebagai



Etereksitasi =



= QH



(48)



2π 2  2  1 4   −  ln 2 (55) m  L12 L23 



Mesin Carnot kuantum berbasis sistem dua partikel boson dalam kotak potensial tak hingga satu dimensi dengan dua tingkat energi telah dikaji di dalam artikel ini. Dalam proses siklus Carnot ini proses isotermal harus terbatas sedangkan proses adiabatik tidak. Pada proses ekspansi isotermal lebar kotak potensial bernilai maksimum ketika kedua partikel boson telah menempati tingkat energi tertinggi. Lebar maksimum kotak potensial tersebut adalah dua kali lebar awal kotak, L2 = 2 L1 dimana L1 menyatakan lebar kotak potensial awal. Pada proses kompresi isotermal yang berangkat dari volume tertentu setelah ekspansi adiabatik, lebar kotak potensial bernilai minimum ketika kedua partikel boson telah menempai tingkat energi terendah. Lebar minimum kotak potensial yang dapat dicapai proses kompresi isotermal adalah L4 = 12 L3 . Nilai efisiensi mesin Carnot kuantum berbasis sistem dua partikel boson dalam kotak potensial tak hingga satu dimensi dengan dua tingkat energi ternyata sama dengan nilai efisiensi mesin Carnot kuantum berbasis sistem satu partikel dalam kotak potensial tak hingga satu dimensi dengan dua tingkat energi. Hasil perhitungan ini menunjukkan bahwa penambahan jumlah partikel boson tidak akan mempengaruhi nilai efisiensi mesin Carnot kuantum sepanjang model mesin Carnot kuantum yang ditinjau tetap sama, yakni kotak potensial tak hingga satu dimensi dengan dua tingkat energi. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis berterima kasih kepada panitia penyelenggara Seminar Nasional Fisika Terapan III 2012 atas kesempatan yang diberikan untuk dapat mempresentasikan paper ini. DAFTAR PUSTAKA A. E. Siegman, Lasers, University Science Books, Amerika Serikat. E. Latifah dan A. Purwanto (2011), Multiple-State Quantum Carnot Engine, Journal of Modern Physics, 2011, 2, 1366-1372.



dan besar energi yang diserap selama ekspansi isotermal dinyatakan sebagai



A 61



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



C. M. Bender, D. C. Broody dan B. K. Meister (2000), Quantum-Mechanical Carnot Engine, Journal of Physics, Vol. 33, No. 24, 4427. D. J. Griffiths (2005), Introduction to Quantum Mechanics, Edisi Kedua, Pearson Education, Inc., Amerika Serikat. H. T. Quan, Y.-X. Liu, C. P. Sun, dan F. Nori (2007), Quantum Thermodynamic Cycles and Quantum Heat Engines, Physical Review E, Vol. 76, No. 3, 031105 atau arXiv: quantph/0611275v2. H. T. Quan (2009), Quantum Thermodynamic Cycles and Quantum Heat Engines (II), Physical Review E, Vol. 79, No. 4, 041129 atau arXiv: 0811.2756v2. M. O. Scully (2002), The Quantum Afterburner: Improving the Efficiency of an Ideal Heat Engine, Physical Review Letters, Vol. 88, No. 5, 050602 atau arXiv: quant-ph/0105135v1. R. Dillenschneider dan E. Lutz, Improving Carnot Efficiency with Quantum Correlations, arXiv: 0803.4067v1.



A 62



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



SOLUSI PERSAMAAN SCHRODINGER UNTUK POTENSIAL NON SENTRAL KOMBINASI POTENSIAL COLOUMB PLUS PÖSCHL -TELLER I MENGGUNAKAN METODE NIKIFOROV-UVAROV 1



Jeffry Handhika1, Suparmi2, Cari3 Mahasiswa S2 Ilmu Fisika Pascasarjana UNS Surakarta 2,3 Dosen Pascasarjana S2 Ilmu Fisika UNS Surakarta Email : [email protected]



Abstrak Persamaan Schrodinger untuk potensial non sentral kombinasi potensial Coloumb plus Pochl-Teller I dipecahkan secara analitik menggunakan metode Nikiforov-Uvarov. Spektrum energi diperoleh secara eksak dan fungsi gelombang bagian radial serta polar dinyatakan dalam bentuk polynomial Jacobi. Potensial PochlTeller I ditinjau sebagai pengganggu terhadap potensial Coulomb yang menyebabkan amplitudo fungsi gelombang polar dan azimuth naik dan energi elekron juga membesar. Kata Kunci: Persamaan Schrodinger, Potensial Coulomb, Pochl-Teller I, Metode Nikiforov-Uvarov 𝑉(𝜃,𝜑)



PENDAHULUAN Pengkajian yang lebih komplek dan spesifik dari mekanika kuantum adalah potensial non central. Potensial non-central secara teoritik sangat berguna dalam menjelaskan tingkat energi dan bentuk gelombang dari interaksi antara molekul ring-shaped dan interkasi antara inti berpasangan yang terganggu (terdistorsi). Secara umum potensial non sentral diperoleh dengan mengkombinasikan antara potensial yang merupakan fungsi radial dan dan sudut yang dapat dipisahkan. Spektrum energi dan fungsi gelombang dari potensial yang sudah banyak diteliti ditentukan dengan berbagai cara, seperti metode faktorisasi (J. Sadeghi et al., 2008), Operator (Ikhdair, S. M., 2011), supersimetri mekanika kuantum (Suparmi., 1994), dan path integral (Grosche, C., 2005) yang masih terus dikembangkan sampai saat ini. Terdapat beberapa potensial yang sudah diselesaikan dengan Metode Nikivorof Uvarof (NU), PS untuk potensial Pöschl–Teller II (Hiperbolik) dan Modifikasi Kratzer non-sentral. Berdasarkan hasil penelitian analitik (S. Bakkeshizadeh et al., 2012), disimpulkan bahwa Metode NU sangat cocok untuk digunakan menentukan solusi dalam menyelesaikan PS untuk potensial non sentral. Metode NU mereduksi PS bergantung waktu menjadi persamaan umum hipergeometri. Energi Nilai Eigen dan fungsi eigen dihitung secara eksak. Pada penelitian ini kami menggunakan potensial Coloumb dan Eckart dengan faktor sentrifugal yang diganggu dengan potensial kuadrat Pöschl–Teller I. Kombinasi potensial Coloumb, Eckart dengan potensial Pöschl–Teller I menghasilkan potensial non-sentral. Potensial non-sentral dapat diperoleh dengan mengkombinasikan antara potensial yang merupakan fungsi radial dengan potensial yang merupakan fungsi radial dan sudut yang dapat dipisahkan. Secara umum potensial non-sentral dapat dituliskan sebagai



𝑉(𝑟, 𝜃, 𝜑) = 𝑉(𝑟) + 2 (1) 𝑟 Hasil fungsi gelombang dan probabilitas potensial Non Central yang dijabarkan dengan metode NU dan digambarkan dalam bentuk simulasi komputasi. Aplikasi fisika kuantum dalam potensial non-sentral dapat digunakan sebagai dasar penelitian fisika material dalam mengkombinasikan jenis komposisi bahan. Setiap bahan pasti mengandung potensial tertentu, ketika dua bahan dikombinasikan, maka akan memberikan karakeristik bahan baru dan juga potensial baru. Dengan mengetahui karakteristik potensial masing-masing bahan dan karakteristik potensial setelah dikombinasikan secara teoritik, tingkat energi dari bahan tersebut dapat dihitung, sehingga proses pengkombinasian bahan tidak terkesan “try and error”. Berdasarkan uraian diatas, kami mengambil judul penelitian Solusi Persamaan Schrödinger untuk Potensial Coloumb non sentral kombinasi potensial Coloumb plus Pöschl -Teller I dengan Menggunakan Metode Nikivorof-Uvarov. METODE NIKIFOROV-UVAROV “Persamaan diferensial tipe hipergeometri yang diselesaikan dengan metode NU”(Nikiforov, A. V Uvarov V. B:1998) dinyatakan sebagai 𝜕2 𝜓(𝑠) 𝜕𝑠 2



+



𝜏�(𝑠) 𝜕𝜓(𝑠)



𝜎(𝑠)



𝜕𝑠



+



𝜎 � (𝑠) 𝜎2



𝜓(𝑠) = 0



(2)



dengan 𝜎(𝑠) and 𝜎�(𝑠) adalah polynomial yang biasanya berderajat dua, dan 𝜏̅ adalah polynomial berderajat satu. Pers. (2) diselesaikan dengan menggunakan metode pemisahan variabel dengan memisalkan 𝜓(𝑠) = 𝜙(𝑠)𝑦(𝑠) (3) Dengan memasukkan pers. (3) ke dalam pers. (2) diperoleh pers. tipe hipergeometri 𝜕2 𝑦



𝜕𝑦



𝜎 2 + 𝜏 + 𝜆𝑦 = 0 (4) 𝜕𝑠 𝜕𝑠 dan 𝜙(𝑠) adalah derivative logaritmik yang dapat diperoleh dari kondisi



A 63



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8 𝜙′ 𝜙



=



𝜋



(5)



𝜎



𝜋(𝑠) dan parameter 𝜆 didefinisikan



Sedangkan sebagai 𝜋=�



𝜎′−𝜏 ⃐� 2



� ± �(



𝜎 ′−𝜏 ⃐� 2 ) 2



− 𝜎⃐ + 𝑘𝜎



(6)



𝜆 = 𝑘 + 𝜋′ (7) Nilai k dalam pers. (6) diperoleh dari kondisi bahwa pernyataan dibawah akar pada pers. (6) merupakan kuadrat sempurna dari polynomial berderajat satu sehingga diskriminant pernyataan kuadrat di bawah akar harus nol. Eigen nilai baru dari persamaan (4) adalah 𝑛(𝑛−1) 𝜆 = 𝜆𝑛 = −𝑛𝜏 ′ − 𝜎′′ , n = 0, 1, 2 (8) 2 dengan 𝜏 = 𝜏⃐ + 2𝜋 , (9) Energi eigen nilai dan eigen fungsi diperoleh dari kondisi bahwa 𝜏 ′ < 0 . Penyelesaian fungsi gelombang bagian kedua, y n (s), yang terkait dengan relasi Rodrigues,[10] adalah 𝐶 𝑑𝑛 (10) 𝑦𝑛 (𝑧) = 𝑛 𝑛 (𝜎 𝑛 (𝑧)𝜌(𝑧)) 𝜌(𝑧) 𝑑𝑧



dengan C n adalah konstanta normalisasi, dan fungsi bobot 𝜌(𝑠) harus memenuhi kondisi 𝜕(𝜎𝜌) = 𝜏(𝑠)𝜌(𝑠) (11) 𝜕𝑠 Dari persamaan-persamaan di atas dapat diperoleh energi eigen nilai dan fungsi gelombang untuk potensial tertentu. KAJIAN ANALITIK Dalam koordinat bola PS persamaan (1) dapat ditulis: −



ℏ2







1 𝜕



2𝑚 𝑟 2 𝜕𝑟 1 𝜕2



𝑟 2 𝑠𝑖𝑛2 𝜃 𝜕𝜑2



𝜂(𝜂−1)



�𝑟 2



𝜕



𝜕𝑟



�+



1



𝜕



𝑟 2 𝑠𝑖𝑛𝜃 𝜕𝜃 −𝑒 2



� 𝜓(𝑟, 𝜃, 𝜑) + �



𝑟



�𝑠𝑖𝑛𝜃



+



𝜕



�+



𝜕𝜃 ℏ2 𝜅(𝜅−1)



2𝑚𝑟 2 𝑠𝑖𝑛2 𝜃



𝜕 �𝑟 2 � 𝑅 𝜕𝑟 𝜕𝑟 1 𝜕 𝑃𝑠𝑖𝑛𝜃 𝜕𝜃



+



�𝑠𝑖𝑛𝜃



2𝑚𝑟 2 𝑒 2 ℏ2



𝜕



𝜕𝜃



𝑟



�−



+



1



2𝑚𝑟 2 ℏ2



𝐸−



𝜕2



𝜙𝑠𝑖𝑛2 𝜃 𝜕𝜑



2 +�



𝜅(𝜅−1) 𝑠𝑖𝑛2 𝜃



+



+



𝜂(𝜂−1) 𝑐𝑜𝑠 2 𝜃



�=



𝜆 = 𝑙(𝑙 + 1) (13) Pada persamaan 13, terlihat bahwa terdapat tiga persamaan yang memiliki mewakili koordinat radial, polar dan azimuth. Suku pertama, kedua dan ketiga merupakan koordinat radial, suku keempat dan keenam merupakan koordinat polar, dan suku kelima merupakan koordinat azimuth. Penyelesaian masingmasing persamaan dipaparkan dalam tiga solusi penyelesaian berikut: 1. Solusi Persamaan Azimuth.



Dari persamaan (13) Solusi persamaan untuk bagian azimuth adalah 1 𝜕2



𝜙 𝜕𝜑2



= −𝑚2



2.



(14b)



Solusi persamaan Radial



1 𝜕



𝜕



𝜕2 𝑅



2 𝜕𝑅



2𝑚𝑟 2 𝑒 2



2𝑚𝑟 2



�𝑟 2 � + 2 + 2 𝐸 = 𝑙(𝑙 + 1) (15a) ℏ 𝑟 ℏ 𝑅 𝜕𝑟 𝜕𝑟 Dikalikan dengan R dan menyederhanakan persamaan deferensial diperoleh: 2𝑚 𝑒 2



+ +� 2 + 𝑟 𝜕𝑟 ℏ 𝑟 Dengan memisalkan 𝜕𝑟 2



2𝑚 ℏ2



2𝑚𝑒 2



2𝑚



𝐸� 𝑅 −



(14a) Persamaan 14a merupakan persamaan deferensial orde dua dan menghasilkan solusi:



𝑙(𝑙+1) 𝑟2



𝑅 = 0 (15b)



𝐸 = −𝜖 2 = 𝛽2 (15c) ℏ2 Persamaan (15b) dapat disederhanakan menjadi ℏ2



𝜕2 𝑅



2 𝜕𝑅



𝜋=�



𝜎′−𝜏 ⃐�



𝛽2



𝑙(𝑙+1)



+ + � − 𝜖2 − 2 � 𝑅 = 0 (15d) 𝑟 𝑟 𝜕𝑟 𝑟 Solusi persamaan radial dapat diselesaikan dengan metode NU. Dengan membandingkan persamaan (5e) dengan persamaan (2) diperoleh: 𝜎 = 𝑟 , 𝜏⃗ = 2 𝜎⃗ = −{𝑙(𝑙 + 1) − 𝛽 2 𝑟 + 𝜖 2 𝑟 2 } (16) Nilai 𝜋 dapat dicari dengan: 𝜕𝑟 2



1



2



� ± �(



𝜎 ′−𝜏 ⃐� 2 ) 2



1



− 𝜎⃐ + 𝑘𝜎 = − ±



� + 𝑙(𝑙 + 1) − 𝛽 2 𝑟 + 𝜖 2 𝑟 2 + 𝑘𝑟 4



1



𝜋 = − ± 𝜖 �𝑟 + 2



𝑘−𝛽 2 2𝜖 2



� = −𝜖𝑟 −



2



𝑘−𝛽 2



1 2



1



− 2 (17) 2𝜖



(𝑘 − 𝛽 2 )2 − 4(𝜖 2 ) �𝑙 + � = 0



dan



memberikan



2



𝟏



𝒌 = 𝜷𝟐 ± 𝟐𝝐 �𝒍 + � 𝟐 1



� 𝜓(𝑟, 𝜃, 𝜑) = 𝐸𝜓(𝑟, 𝜃, 𝜑) (12) 𝑐𝑜𝑠 2 𝜃 PS tiga dimensi dari persamaan (12) diselesaikan menggunakan pemisahan variabel dengan menggunakan 𝜓(𝑟, 𝜃, 𝜑) = 𝑅(𝑟)𝑃(𝜃)𝜙(𝜑) sehingga diperoleh: 1 𝜕



𝜙 = 𝐴𝑚 𝑒 𝑖𝑚𝜑



𝟏



𝑘 = 𝛽 2 + 2𝜖 �𝑙 + � dan 𝒌 = 𝜷𝟐 − 𝟐𝝐 �𝒍 + � 2 𝟐 Dengan memasukkan nilai k ke persamaan (17) kita dapatkan 1



𝜋 = − − 𝜖𝑟 − 2



𝟏



− − 𝝐𝒓 + 𝟐



𝑘−𝛽 2



𝟏



𝟐𝝐�𝒍+𝟐� 𝟐𝝐



2𝜖



= −𝜖𝑟 − 𝑙 − 1 ; atau



= −𝝐𝒓 + 𝒍 1



𝜆 = 𝑘 + 𝜋 ′ = 𝛽 2 ± 2𝜖 �𝑙 + � − 𝜖 𝟐



atau 𝝀 = 𝜷 − 𝟐𝝐(𝒍 + 𝟏) 1



2



𝜏 = 𝜏⃐ + 2𝜋 = 2 + 2 �− − 𝜖𝑟 − 1



2



𝑘−𝛽 2 2𝜖



𝝅 =



𝜆 = 𝛽 2 + 2𝜖𝑙



� = −2𝜖𝑟 +



2 �𝑙 + � + 1 = −𝟐𝝐𝒓 + 𝟐(𝒍 + 𝟏) atau 𝜏 = 𝜏⃐ + 2𝜋 = 2



𝑘−𝛽 2



1



1



� = −2𝜖𝑟 − 2 �𝑙 + � + 1 = 2 + 2 �− − 𝜖𝑟 − 2𝜖 2 2 −2𝜖𝑟 − 2𝑙 𝜆 = 𝜆𝑛 = −𝑛𝑟 (−2𝜖) = 2𝜖𝑛𝑟 𝛽 2 = 2𝜖(𝑛𝑟 − 𝑙) ; atau 𝛽 2 + 2𝜖𝑙 = 2𝜖𝑛𝑟 𝟐 𝜷 − 𝟐𝝐(𝒍 + 𝟏) = 𝟐𝝐𝒏𝒓 𝜷𝟐 = 𝟐𝝐(𝒏𝒓 + 𝒍 + 𝟏) 𝝐=



𝜷𝟐



𝟐(𝒏𝒓 +𝒍+𝟏)



Dengan menggunakan: 2𝑚 ℏ2







𝐸 = −𝜖 2



2𝑚 ℏ2



2𝑚𝑒 2



𝐸𝑛 = (



ℏ2



)2



Diperoleh: 𝐸𝑛 = −



2𝑚𝑒 2 ℏ2 1



= 𝛽2 ; 𝜖 2 =



4(𝑛𝑟+𝑙+1)2 𝑚𝑒 𝑒 4



2ℏ2 (𝑛𝑟 +𝑙+1)2



Dari persamaan (18) kita peroleh



A 64



𝛽2



4(𝑛𝑟 +𝑙+1)2



(18)







Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



𝐸𝑛 = −



𝑚𝑒 𝑒 4



𝑛 = 𝑛𝑟 adalah bilangan



,



2ℏ2 (𝑛𝑟 +𝑙′+1)2



kuantum radial, 𝑛𝑡 = 𝑛𝑟 + 𝑙′ + 1



𝑛𝑡 = 1,2,3, …. (18b)



𝑛𝑡 adalah bilangan kuantum utama, 𝑙′ adalah bilangan kuantum orbital baru.. Persamaan gelombang radial diperoleh dari: 𝜙′ =−𝝐𝒓+𝒍 𝑙 = = −𝜖 + 𝑙𝑛𝜙 = − 𝜖𝑟 + 𝑙𝑛𝑟 𝑙 𝜙= 𝜙



𝑟 𝒍 −𝜖𝒓



(𝒓) 𝒆 𝜕(𝜎𝜌) 𝜕𝑟



1))𝜌



𝜌′ 𝜌



=



= 𝜏(𝑟)𝜌(𝑟) −2𝜖𝑟+2𝑙+𝟏



𝒍𝒏(𝒓)



𝒓 (𝟐𝒍+𝟏)



𝑦𝑛𝑟 (𝑟) =



𝑟



𝜎 ′ 𝜌 + 𝜎𝜌′ = ( −2𝜖𝑟 + 2(𝑙 +



= −2𝜖 +



𝒓 (𝟐𝒍+𝟏) −2𝜖𝑟



𝜌 = (𝒓)



𝐶𝒏𝒓 𝑑 𝒏𝒓



𝜌(𝒓) 𝑑𝒓𝒏𝒓 𝑑 𝒏𝒓



𝟐𝒍+𝟏



𝒆



𝑙𝑛𝜌 = −2𝜖𝑟 +



(𝜎 𝒏𝒓 (𝒓)𝜌(𝒓) =



𝐶𝒏𝒓 ((𝒓)(𝟐𝒍+𝟏)+𝒏𝒓 𝒆−2𝜖𝑟 ) 𝒓(𝟐𝒍+𝟏) 𝒆−2𝜖𝑟 𝑑𝒓𝒏𝒓 𝐶 𝑑 𝒏𝒓 𝑦𝑛𝑟 (𝑟) = (𝟐𝒍+𝟏)𝒏𝒓 −2𝜖𝑟 𝒏𝒓 ((𝑟)(𝟐𝒍+𝟏)+𝒏𝒓 𝑒 −2𝜖𝑟 ) 𝒓 𝒆 𝑑𝒓



(19a) Persamaan (19a) dapat ditulis sebagai: 𝑑 𝒏𝒓 𝑦𝑛𝑟 (𝑟) = 𝐶𝒏𝒓 𝑟 −(𝟐𝒍+𝟏) 𝑒 2𝜖𝑟 𝒏𝒓 ((𝒓)(𝟐𝒍+𝟏)+𝒏𝒓 𝑒 −2𝜖𝑟 ) 𝑑𝒓 (19b) Dimana persamaan (19) mempresentasikan relasi Rodrigues untuk polinomial Laguerre terasosiasi. 𝜌 𝑑 𝒏𝒓 𝑑 𝒏𝒓 Jika 2𝜖𝑟 = 𝜌 maka 𝑟 = and 𝒏𝒓 = (2𝜖)𝑛 𝒏𝑟 𝑑𝒓



2𝜖



𝑑𝜌



(20a) Dengan mensubtitusikan persamaan (20a) pada persamaan (19b) diperoleh 𝑦𝑛𝑟 (𝜌) =



𝝆−(𝟐𝒍+𝟏) 𝒆𝜌 𝑑 𝒏𝒓 𝒏𝒓 !



𝑑𝜌



(𝟐𝒍+𝟏)+𝒏𝒓 −𝜌 𝑒 ) (20b) 𝒏𝒓 ((𝜌)



dimana 𝑦𝑛𝑟 (𝜌) is polinomial Laguerre terasosiasi yang dapat ditulis sebagai: (𝟐𝒍+𝟏) (𝟐𝒍+𝟏) (21) 𝑦𝑛𝑟 (𝜌) = 𝐿𝑛𝑟 (𝜌) = 𝐿𝑛𝑟 −𝑙−1 (𝜌) Dengan mengatur 𝐶𝒏𝒓 =



1



𝑛𝑟!



dan 𝑛𝑟 = 𝑛 + 𝑙′ + 1



Persamaan gelombang radial lengkap dapat ditulis (22a) 𝑅(𝑟) = 𝜙𝑦𝑛𝜌 (𝑟) = 𝐵𝑛 𝜌𝑙 𝑒 −𝜌/2 𝑦𝑛𝑟 (𝜌) atau 𝑙′



−𝑟 (𝟐𝒍′+𝟏) 2



(22b) 𝑅(𝑟) = 𝑅(𝑟) = 𝐵𝑛 𝑟 𝑒 𝐿𝑛+𝑙′+1 (𝑟) dimana 𝐵𝑛 merupakan konstanta ternormalisasi. 3.



Solusi Persamaan Polar



PS bagian polar untuk potensial Coloumb dikombinasikan dengan potensial Poschl-Teller I nonsentral adalah 1



𝜕



𝜕𝑃



𝑚2 𝑃



𝜅(𝜅−1)



𝜂(𝜂−1)



�𝑠𝑖𝑛𝜃 � − 2 − � 2 + �𝑃 + 𝑠𝑖𝑛𝜃 𝜕𝜃 𝜕𝜃 𝑠𝑖𝑛 𝜃 𝑠𝑖𝑛 𝜃 𝑐𝑜𝑠 2 𝜃 𝑙(𝑙 + 1)𝑃 = 0 (23a) dimana l(l+1) konstanta pemisah. Dengan menggunakan transformasi variabel 𝑐𝑜𝑠2𝜃 = 𝑠 pada persamaan 23 kita peroleh



(1 − 𝑠 2 )



𝜕2 𝑃



1



2𝜂(𝜂−1)(1−𝑠)



2



2



𝑑𝑃 𝑑𝑠



𝑙(𝑙+1)(1−𝑠 2 )







4(1−𝑠 2 )



3



− � + 𝑠�



𝜕𝑠 2



4(1−𝑠 2 )



− ��



2�𝜅(𝜅−1)+𝑚2 �(1+𝑠) 4(1−𝑠 2 )



�� 𝑃 = 0



+



(23b)



Dengan mengkomparasikan persamaan (23b) dan persamaan (2) 1 3 𝜎 = (1 − 𝑠 2 ) , 𝜏⃗ = − � + 𝑠� (24a) 2 2 𝜎⃗ = −



�{2�𝜅(𝜅−1)+𝑚2 �+2𝜂(𝜂−1)−𝑙(𝑙+1)�



4 �2�𝜅(𝜅−1)+𝑚2 �−2𝜂(𝜂−1)�



+



𝑙(𝑙+1) 2 𝑠 } 4



𝑠+ (24b) Menggunakan persamaan (6) dan (24b) kita dapatkan 1−𝑠



4



𝜋=� � 4 � 2(𝜅(𝜅−1)+𝑚2 )+2𝜂(𝜂−1)−𝑙(𝑙+1) 1 ⃓ � +𝑘+ �+ ⃓ 16 4 ⃓ ⃓ 2(𝜅(𝜅−1)+𝑚2 )−2𝜂(𝜂−1) 1 ±⃓ (25) ⃓ � − �𝑠 + ⃓ 8 4 ⃓ ⃓ 𝑙(𝑙+1) 1 − 𝑘 + � 𝑠2 � 4 16 ⎷ Harga k pada persamaan (25) dapat diperoleh dari kondisi bahwa pernyataan kuadrat dibawah akar merupakan kuadrat sempurna dari polynomial derajat satu, sehingga dapat ditulis 𝜋= 1−𝑠 � �± 4



��



𝑙(𝑙+1)



−𝑘+



4



1



16



2�𝜅(𝜅−1)+𝑚2 �−2𝜂(𝜂−1) 1 −8 4 𝑙(𝑙+1) 1 2� −𝑘+ � 4 16



� �𝑠 +







(26)



Dan diskriminan dibawah akar harus nol. 2�𝜅(𝜅−1)+𝑚2 �−2𝜂(𝜂−1)







1



16



1



4 8 2�𝜅(𝜅−1)+𝑚2 �+2𝜂(𝜂−1)



��



4



2



𝑙(𝑙+1)



− � − 4� 1



+ − 8



4 𝑙(𝑙+1) 4



−𝑘+



+𝑘−



1



16



�=0



(27) Nilai dari k diperoleh dari persamaan (27) adalah 𝑘1 =



𝑘2 =



1 2



�𝑙+2�







4



1 2 �𝑙+2�



dengan 𝑞 = 1 2 �𝜂−2�



(28a)



2



�√𝑞+√𝑡� 2 2�𝜅(𝜅−1)+𝑚2 �







4



2



�√𝑞−√𝑡� 2



(28b) dan



4



𝑡=



2𝜂(𝜂−1) 4



1



+ = 8



(29) 2 dengan memasukkan persamaan (28) dan (29) ke persamaan (27) dan kondisi bahwa 𝜏 ′ < 0 maka persamaan (27) menjadi 𝑞−√𝑡



1



𝑞+√𝑡



1



𝑞−√𝑡



1



𝜋1 = −𝑠 �√ + �−√ + 4 4 √2 √2 (18a) 𝑞+√𝑡



𝜋2 = −𝑠 �√



+ �−√



1



𝑘1



untuk 𝑘2 (27b) Dengan menggunakan persamaan (9), (13) dan dengan menggunakan nilai 𝜏⃐ pada persamaan (24a) kita peroleh √2



𝑞−√𝑡



𝜏1 = −2𝑠 �√ untuk 𝑘1



A 65



√2



4



√2



+



untuk



4



𝑞+√𝑡



+ 1� − 2 √



√2



(29a)



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8 𝑞+√𝑡



dan 𝜏2 = −2𝑠 �√



√2



𝑞−√𝑡



+ 1� − 2 √



0



√2



untuk 𝑘2 (29b) dengan menggunakan persamaan (8), (2.44), (15a), (18a), (18b), (19a), dan (19b) diperoleh 4







�√𝑞−√𝑡� 2



𝜆2 = 𝑘 + 𝜋 ′ =



𝜆1 = 𝜆𝑛1 =



2



1 2 �𝑙+ � 2



4



𝑞−√𝑡



− �√ −



𝑞−√𝑡 2𝑛 �√ � √2 √𝑞+√𝑡



√2



1



+ � 4 (30a) 2



�√𝑞+√𝑡� 2



-10



𝑞+√𝑡



(31a)



𝜆2 = 𝜆𝑛2 = 2𝑛 � � + 𝑛(𝑛 + 1) (31b) √2 Untuk memiliki arti fisis lebih, pilihan terbaik untuk nilai 𝑙 diperoleh dari persamaan (30b) dengan (31b), dimana 𝑙′ = �𝜅(𝜅 − 1) + 𝑚2 + 𝜂 + 2𝑛 (32) Bagian pertama fungsi gelombang diperoleh dari persamaan (5), (14b) dan (19b). �𝑞



√𝑡 1 + 4



1 𝜂−2 1 + 2 4



𝑠) dan



= (1 − 𝑠)



�𝜅(𝜅−1)+𝑚2 2



2�𝑞



2√𝑡



�𝜅(𝜅−1)+𝑚2 2



= (1 − 𝑠) (1 + 𝑠)



𝜂 2



𝑑𝑛



𝐶𝑛



1 2 𝜂− 𝑑𝑠 𝑛 (1−𝑠)�𝜅(𝜅−1)+𝑚 (1+𝑠) 2 1 𝑛+𝜂− 𝑛+�𝜅(𝜅−1)+𝑚2 2



Gambar 1. Tingkat Energi



Fungsi gelombang radial juga mengalami perubahan. Penambahan parameter menyebabkan amplitude gelombang radial mengecil. Perubahan fungsi gelombang radial dapat dilihat pada gambar 2.



(33) 2



𝑠) (44) Dengan memasukkan persamaan (34) dan (14b) pada persamaan (10) persamaan gelombang polar bagian kedua 𝑦𝑛 (𝑠) =



-15



(1 +



𝜌 = (1 − 𝑠) √2 (1 + 𝑠) √2 = (1 − 𝑠)�𝜅(𝜅−1)+𝑚 (1 + 1 𝜂− 2



Tanpa Parameter Dengan Parameter



1



− �√ + � 4 √2 (30b)



+ 𝑛(𝑛 + 1)



𝜙 = (1 − 𝑠) √2 (1 + 𝑠)√2



-5



En



𝜆1 =



1 2 �𝑙+2�



n



Gambar 2. Fungsi Gelombang Radial



Fungsi gelombang polar dan azimuth juga mengalami perubahan. perubahan fungsi gelombang pada Potensial Coloumb yang diganggu potensial Pochl Teller I dapat dilihat pada gambar 4 dan 5.



�(1 −



(1 + 𝑠) � (35) 𝑠) Sehingga, persamaan lengkap bagian polar adalah 𝑃(𝜃) = 𝐶𝑛 (1 − 𝑠)− 𝑠)



𝑛+�𝜅(𝜅−1)+𝑚2



�𝜅(𝜅−1)+𝑚2 2 1 𝑛+𝜂− 2



(1 + 𝑠)



Dengan 𝑝 = �𝜅(𝜅 − 1) + diperoleh



𝑝







𝑚2



1



�(1 −



(36)



Gambar 3. Fungsi gelombang 2D dan 3D 𝑷𝟏𝟎𝟎𝟎



dan 𝑗 = 𝜂 − 1 (37)



𝑗 𝑑𝑛 𝑑𝑠 𝑛



𝑃(𝜃) = 𝐶𝑛 (1 − 𝑠)− 2 (1 + 𝑠)− 2 𝑠)𝑛+𝑗+2 �



𝜂 1 𝑑𝑛 𝑑𝑠 𝑛



(1 + 𝑠)− 2+2



�(1 − 𝑠)𝑛+𝑝 (1 + (38)



HASIL PEMBAHASAN Persamaan Gelombang bagian azimuthal, bagian radial dan polar dinyatakan pada persamaan (22b), (38). Energi elektron yang terganggu dinyatakan pada persamaan (18b) dengan nilai parameter, l’, sebagai bilangan kuantum orbital baru) pada persamaan (32). Bila dibandingkan dengan energi elektron yang tak terganggu, maka energi ikat elektron yang terganggu mengecil dengan semakin besarnya parameter pengganggu. Dengan mengambil nilai parameter 𝜅 =4 dan 𝜂 =2 diperoleh grafik tingkat energi seperti ditunjukkan pada gambar 1.



Gambar 4. Fungsi gelombang 2D dan 3D 𝑷𝟏𝟎𝟐𝟒



Gambar 5. Fungsi gelombang 2D dan 3D 𝑷𝟏𝟎𝟒𝟐



Pada gambar 4 dan 5 tampak bahwa gangguan parameter κ dan η mempengaruhi fungsi gelombang. Parameter κ memecah fungsi sudut θ dengan fungsi



A 66



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



sudut φ kecil, parameter η memecah fungsi sudut θ dengan fungsi sudut φ besar. Panjang gelombang sebelum terganggu (Gambar 3) sebesar 𝜆 berubah menjadi 2.5 𝜆 (Gambar 4) dan (Gambar 5) dengan nilai z yang mengalami perubahan. Nilai z yang tidak konstan menunjukkan bahwa vibrasi yang terjadi berubah-ubah, tetapi tetap periodik. Gangguan parameter 𝜅 dan 𝜂 dapat menaikkan fungsi gelombang. z dalam hal ini amplitude gelombang juga mengalami kenaikan seiring dengan perbesaran parameter. Jika parameter 𝜅 dan 𝜂 tidak nol, parameter 𝜂 menghasilkan nilai z lebih besar pada periode tertentu dibandingkan dengan parameter 𝜅 , sehingga kenaikkan tingkat energi juga lebih besar, tetapi, kerapatan parameter 𝜅 lebih besar daripada parameter 𝜂. KESIMPULAN



Penyelesaian persamaan energi dan fungsi gelombang potensial non sentral hasil kombinasi Coloumb plus Pöschl–Teller I dapat diselesaikan dengan menggunkan metode NU. Spektrum energi diperoleh secara eksak dan fungsi gelombang bagian radial serta polar dinyatakan dalam bentuk polynomial Jacobi. Potensial Pochl-Teller I ditinjau sebagai pengganggu terhadap potensial Coulomb yang menyebabkan amplitudi fungsi gelombang polar naik dan energi elekron juga membesar. Persamaan gelombang radial terganggu mengalami penurunan z (koordinat simetri yang berperan sebagai amplitude gelombang). Fungsi gelombang pada koordinat polar dan azimuth juga mengalami gangguan. Berbeda dengan koordinat polar, gangguan pada kordinat polar dan azimuth mengalami Gangguan parameter 𝜅 dan 𝜂 dapat menaikkan fungsi gelombang. z dalam hal ini amplitude gelombang juga mengalami kenaikan seiring dengan perbesaran parameter. Jika parameter 𝜅 dan 𝜂 tidak nol, parameter 𝜂 menghasilkan nilai z lebih besar pada periode tertentu dibandingkan dengan parameter 𝜅 , sehingga kenaikkan tingkat energi (momentum) juga lebih besar, tetapi, kerapatan parameter 𝜅 lebih besar daripada parameter 𝜂.



UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini didukung oleh dana Hibah Pascasarjana Universitas Sebelas Maret tahun anggaran 2012. DAFTAR PUSTAKA Bakkeshizadeh S., V. Vahidi (2012), Exact Solution of the Dirac Equation for The Coloumb Potential Plus NAD Potential by Using the Nikiforov-Uvarov Method, Adv. Studies Theor. Phys., Vol. 6, No. 15, 733-742 Grosche, C. (2005), Path Integral Solution for deformed Posch-Teller –like and conditionally solvable Potentials, J. Phys A: Math. Gen. 2947-2958 : 38 Ikhdair, S. M. (2011), Bound State of Klein-Gordon for Exponential-Type Potential in DDimensions”. Journal of Quantum Information Sciences, (Sept 2011) 73-38. J. Sadeghi, B. Pourhassan. (2008), Exact Solution of The Non Central Modified Kratzer Potential Plus a Ring-Shaped Like Potential By The Factorization Method, EJTP 5. No. 17 193202. Nikiforov, A. V Uvarov V. B (1998), Special Functions of Mathematical Physics. Basel: Birkhauser Suparmi (1992) Semiclassical Quantization rule in Supersymetric Quantum Mechanics, Dissertations, Suny, Unniversity at Albany



A 67



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



SELARAS NADA INTERNASIONAL A440 UNTUK NADA GAMELAN SARON PELOG MENGGUNAKAN PENDEKATAN FREKUENSI Joko Catur Condro Cahyono *) *Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya Kampus Unesa Ketintang Surabaya 60231 Email : [email protected]



Abstrak Musik gamelan sebagai salah satu warisan luhur bangsa terasa tidak matching dengan alat musik internasional disebabkan frekuensi pitch yang berbeda pada masing masing alat music. Penelitian pendekatan nada internasional dengan bunyi nada gamelan selama ini mengacu pada penelitian sebelumnya. Kelemahan dari penelitian sebelumnya adalah kurangnya alat pendukung sehingga penyelarasan suara menggunakan manual yaitu melalui indra pendengaran. Karena banyaknya jenis alat music gamelan dari masing masing pengrajin maka pada penelitian ini dibatasi pada jenis gamelan saron dengan jenis pelog. Pengrajin yang dipilih adalah pengerajin gamelan di daerah Sukodono Sidoarjo Jawa Timur. Metode kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah membandingkan langsung suara gamelan dengan suara nada internasional menggunakan alat ukur yang sama. Selisih antara frekuensi standart yang telah ditetapkan pada nada internasional dengan frekuensi hasil rekam merupakan nilai error pengukuran suara nada gamelan hasil terukur. FFT dan Bartlett Window pada logaritmik Cepstrum grafik bunyi gamelan digunakan untuk menghitung nada terukur suara gamelan tersebut. Hasil dari penelitian ini adalah pendekatan frekuensi bunyi gamelan saron pelog dari pengerajin gamelan daerah Sukodono Sidoarjo Jawa Timur tidak mendekati kunci nada internasional manapun, atau nada gamelan tidak dapat disamakan dengan kunci nada internasional. Beberapa pengrajin gamelan dari daerah yang berbeda mempunyai karakteristik bunyi yang berbeda. Penelitian frekuensi bunyi gamelan dari masing masing daerah tersebut diperlukan untuk mengetahui lebih jauh kemiripan dengan nada internasional. Keyword : Saron Pelog, Kunci Nada A440, FFT PENDAHULUAN Penyelarasan nada gamelan pada tiap daerah di Indonesia ternyata sangat bergantung pada kemampuan pendengaran pengrajin gamelan. Hal ini menyebabkan perbedaan yang signifikan terhadap nada gamelan yang dihasilkan. Beberapa orang berpendapat bahwa perbedaan tersebut merupakan ciri khas yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan. Secara global memang merupakan ciri khas daerah masing-masing tetapi secara spesifik ternyata hal tersebut merupakan kekurangan dari proses penyelarasan. Perbedaan nada pada tiap tiap daerah penghasil gamelan tersebut menyebabkan sulitnya sebuah alat gamelan bila digabung dengan alat gamelan dari daerah lain. Untuk pengerajin yang masih hidup hal ini tidak menjadi kendala, karena bisa diproduksi alat gamelan yang serupa, tetapi jika pengerajin tersebut meninggal dunia sedangkan penerusnya tidak ada maka lambat laun gamelan akan musnah seiring dengan meninggalnya pengerajin gamelan tersebut. Alat music tradisional akan mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman jika mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Penelitian kesamaan nada gamelan dengan alat music internasional ini bertujuan untuk mengetahui apakah alat music tradisional bisa dimainkan dengan alat music modern dengan nada yang telah disepakati bersama secara internasional.



METODOLOGI PENELITIAN Untuk mengukur frekuensi pitch masing masing suara gamelan, maka dilakukan langkah langkah sebagai berikut : 1. Merekam tiap tiap suara gamelan yang akan dideteksi, disini suara saron pelog. 2. Suara hasil rekaman ini digunakan untuk mengukur frekuensi yang dicari 3. Merekam suara tuts piano yang sudah diketahui frekuensinya dengan kondisi, waktu dan suhu yang sama dengan saat merekam suara gamelan pada lankah no 1. 4. Suara hasil rekam salah satu nada tuts piano ini digunakan sebagai suara referensi untuk mengetahui spectra haromonisa frekuensi gamelan. 5. Hasil rekam nada tuts piano dikurangi dengan frekuensi nada tuts piano yang sudah menjadi patokan sehingga mendapatkan spectra harmonisa saat proses perekaman. 6. Semua nada gamelan hasil rekam dikuragi dengan spectra harmonisa yang telah didapatkan sehingga memperoleh nada pitch gamelan sesungguhnya. DATA HASIL DAN PEMBAHASAN Saron pelog mempunyai nada sebanyak 7 nada, setelah melalui proses perekaman, maka selanjutnya melalui proses analisa data. Salah satu nada C untuk tuts piano adalah seperti gambar dibawah ini :



A 68



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Gambar 1. Grafik sinyal suara nada C 3 pada A 4 440



Plot grafik FFT pada frekuensi dibawah 300 Hz untuk sinyal tersebut adalah 0 0



50



100



150



200



250



300



350



400



-10



Level (dB)



-20 -30 -40 -50 -60 -70 -80



Frekuensi (Hz)



Tabel nilai FFT untuk grafik tersebut adalah Tabel 1. Daftar frekuensi sinyal nada C 3 A440



No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16



Frekuensi (Hz) 10.766602 21.533203 32.299805 43.066406 53.833008 64.599609 75.366211 86.132813 96.899414 107.666016 118.432617 129.199219 139.96582 150.732422 161.499023 172.265625



Level (dB) -66.638229 -66.694 -63.887531 -58.768837 -50.439156 -40.319553 -40.461765 -49.496017 -41.033493 -37.024235 -37.702812 -37.596653 -42.978569 -50.953793 -55.407398 -54.282803



No 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41



A 69



Frekuensi (Hz) 279.931641 290.698242 301.464844 312.231445 322.998047 333.764648 344.53125 355.297852 366.064453 376.831055 387.597656 398.364258 409.130859 419.897461 430.664063 441.430664



Level (dB) -21.39184 -38.399052 -41.355541 -42.236073 -45.696095 -47.969593 -48.772415 -52.742111 -48.626602 -45.608917 -48.372707 -52.233562 -50.716084 -46.016071 -47.249374 -51.810703



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



17 18 19 20 21 22 23 24 25



183.032227 193.798828 204.56543 215.332031 226.098633 236.865234 247.631836 258.398438 269.165039



-53.606762 -50.9799 -45.689034 -47.002529 -50.215782 -45.669685 -35.639194 -17.065504 -13.459553



42 43 44 45 46 47 48 49



Terlihat dari gambar, puncak grafik terjadi pada frekuensi 267 Hz dengan level -13,2dB. Dari daftar frekuensi internasional menyatakan bahwa tuts piano yang dibunyikan seharusnya mempunyai frekuensi 268 Hz, sehingga mempunyai selisih sebesar 267 – 268 = -1 Hz, atau terjadi penurunan frekuensi sebsesar 1 Hz. Hal ini karena pengaruh alat perekam dan kondisi ruangan berupa variable suhu kamar 25o C



452.197266 462.963867 473.730469 484.49707 495.263672 506.030273 516.796875 527.563477



-49.068241 -48.373562 -46.713367 -44.633072 -45.175926 -42.714069 -34.418694 -20.583122



dan luas ruangan sebesar 10x7 meter yang mempengaruhi proses perekaman. Pada proses selanjutnya maka frekuensi alat gamelan yang terukur mempunyai penurunan sebesar 1 Hz dari frekuensi suara yang sesungguhnya, sehingga frekuensi gamelan hasil perekaman harus ditambah dengan frekuensi 1 Hz.



Tabel Hasil Penelitian Saron Pelog,



No 1 2 3 4 5 6 7



Nama Nada Ji Ro Lu Pat Mo Nem Tu (Pi)



Frekuensi Terukur * (Hz) 577 621 673 824 858 900 1004



Frekuensi Nada (Hz) ** 578 622 674 825 859 901 1005



* Adalah frekuensi hasil perekaman menggunakan alat perekam SONY ICD-PX312M ** Adalah frekuensi sesungguhnya dari sumber bunyi *** Adalah frekuensi pendekatan dari nada internasional, ada 2 frekuensi menunjukkan bahwa frekuensi suara gamelan saron berada di rentang tersebut. **** Adalah kunci nada mengacu pada penulisan A4 440 atau nada A4 = 440 Hz, A4 pada alat music sesungguhnya adalah nada A pada nada tengah, D5 mempunyai arti nada D diatas nada D4, dalam penulisan lainnya D5 ditulis dengan D satu titik diatasnya D’ atau dengan D satu tanda pentik. Pada data nomor 5 ternyata mempunyai kunci nada internasional sama dengan data nomor 6. Frekuensi bunyi nada gamelan saron pelog ternyata pada nada mo dan nem mempunyai frekuensi pendekatan yang sama yaitu sebesar 880 Hz atau sama dengan kunci A 5 . Bukti ini menunjukkan bahwa nada gamelan mempunyai suara khas sendiri dan tidak bisa disamakan dengan nada internasional. Suara gamelan tidak mungkin bisa dipadukan dengan suara nada internasional.



Rentang Frekuensi Internasional (Hz) *** 554; 587 622 659; 698 784 ; 831 831 ; 880 880 ; 932 988 ; 1047



Kunci Nada Internasional **** D 5 (554 Hz) D# (622 Hz) E 5 (659 Hz) G# 5 (831 Hz) A 5 (880 Hz) A 5 (880 Hz) B 5 (988 Hz)



1. Nada gamelan tidak ada kecocokan melalui pendekatan frekuensi dengan nada music internasional A440 2. Nada gamelan tidak bisa disamakan dengan kunci nada music internasional A440 3. Nada gamelan mempunyai cirri khas sendiri. Penelitian ini didasarkan pada music gamelan yang diproduksi di daerah Sukodono Sidoarjo Jawa Timur. Penelitian lanjutan diperlukan untuk mengetahui kesamaan kunci nada internasional dengan nada gamelan pada daerah yang berbeda. PUSTAKA Fast Algorithms for Signal Processing, Richard E. Blahut, Cambridge University Press, 2010



Wired For Sound: Engineering And Technologies In Sonic Cultures, Paul D. Greene, Thomas Porcello, Wesleyan University Press, 2005



KESIMPULAN Dari penelitian dan data hasil perhitungan menggunakan metode pendekatan frekuensi bunyi nada gamelan, maka dapat dapat disimpulkan :



A 70



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Peningkatan Kualitas Citra Rekonstruksi melalui Kombinasi Citra Tomografi Listrik dan Akustik K. Ain1,3, D. Kurniadi1, Supriyanto1, O. Santoso2, A.P. Wibowo1 1 Program Studi Fisika Teknik, 2Program Studi Informatika, ITB, Bandung - Indonesia 3 Departemen Fisika – Universitas Airlangga, Surabaya – Indonesia [email protected]



Abstrak. Tomografi adalah teknik untuk memperoleh citra penampang objek tanpa harus merusak melalui pengambilan data eksternal. Beberapa teknik tomografi telah dikembangkan berdasarkan luminisens yang digunakan, misalnya listrik, akustik, optik, sinar-X, dan lain-lain. Tomografi listrik dapat menghasilkan citra dengan kontras yang baik, namun resolusi spasialnya rendah. Sebaliknya, tomografi akustik dapat menghasilkan citra resolusi spasial tinggi, namun kontrasnya rendah. Citra rekonstruksi dari tomografi listrik atau akustik dapat ditingkatkan dengan menggabungkan masing-masing kelebihan sehingga dihasilkan citra dengan resolusi spasial dan kontras tinggi. Metode yang digunakan adalah penggabungan citra rekonstruksi dengan metode rata-rata penjumlahan aljabar linier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa citra gabungan yang diperoleh memiliki kontras dan resolusi spasial yang lebih baik dari citra pembangunnya. Kata kunci : tomografi, listrik, akustik, kombinasi citra



PENDAHULUAN Beberapa peralatan pencitraan yang telah digunakan untuk mendiagnosis penyakit adalah Tomografi Komputer (CT) sinar-X, Positron Emission Tomography (PET), Angiografi Digital dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) (Decramer and Roussos, 2002). Beberapa instrumen tersebut memiliki keterbatasan, Tomografi Komputer (CT) sinar-X dan PET terjadi akumulasi radiasi pengion yang dapat membahayakan tubuh manusia (Su, et. al., 2005), MRI membutuhkan medan magnetik yang cukup kuat sehingga seluruh peralatan dan instrumen yang digunakan dalam area tersebut harus kompatibel dengan resonansi magnetik (Blanco, et. al., 2005). Oleh karena itu, alternatif teknologi pencitraan medis yang akurat, aman dan sederhana masih menjadi masalah yang perlu ditemukan solusinya. Sifat konduktivitas dan permisivitas objek adalah sifat fisis yang menarik bagi dunia medis, karena masing-masing jaringan organ memiliki konduktivitas dan permisivitas yang berbeda (Margaret Cheney, et al.). Tomografi listrik atau Electrical Impedance Tomography (EIT) merupakan teknik pencitraan distribusi resistivitas berdasarkan hasil pengukuran arus listrik dan beda potensial pada bidang batas objek (D., Kurniadi, 2006). Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tomografi listrik telah berhasil diaplikasikan pada beberapa kasus, diantaranya adalah untuk mendiagnosis massa pulmonary (S. Kimura, et. al., 1994), mengamati fungsi diastolic ventrikuler kanan pada pasien yang menderita COPD (chronic obstructive pulmonary disease) (Anton Vonk Noordegraaf, et. al., 1997), dan mendeteksi fisiologis anatomi paru-paru beserta distribusi ventilasi regionalnya (Jose´ Hinz, et. al., 2003).



Kekurangan tomografi listrik adalah masih rendahnya resolusi citra yang dihasilkan (Noor, J.A.F., 2007). Hal ini dikarenakan keterbatasan jumlah data yang didapatkan dari hasil pengukuran. Untuk mendapatkan jumlah data yang lebih banyak diperlukan penambahan pemasangan elektroda, namun semakin banyak elektroda yang digunakan maka akan mengakibatkan berkurangnya sensitivitas akibat dari luas penampang yang semakin kecil. Alternatif sumber luminisens yang dapat digunakan untuk pencitraan medis adalah ultrasound. Ultrasound adalah salah satu gelombang mekanik yang dalam penjalarannya membutuhkan media. Dengan memanfaatkan interaksinya dengan media yang dilaluinya, sifat karakteristik objek media yang dilewati dapat dianalisis. Salah satu karakteristik fisis yang dimiliki objek adalah kecepatan penjalaran gelombang akustik jika melalui objek. Sistem tomografi akustik aman bagi manusia dan menghasilkan resolusi citra yang lebih baik, namun kontras citra hasil rekonstruksinya lebih rendah jika dibandingkan dengan tomografi listrik. Tomografi akustik telah dilakukan untuk deteksi kanker payudara dengan metode pantulan yang berdasarkan pada distribusi kecepatan suara dan koefisien atenuasi dengan menggunakan detektor linier dengan hasil yang cukup baik. Penggabungan dua citra rekonstruksi yang dihasilkan dari tomografi listrik dan ultrasound diharapkan dapat menghasilkan citra rekonstruksi yang lebih baik jika dibandingkan dengan citra rekonstruksi dari masing-masingnya. Tomografi Impedansi Listrik Tomografi impedansi listrik adalah teknik untuk memperoleh distribusi besaran listrik pada suatu objek. Teknik ini bekerja dengan cara



A 71



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



menginjeksikan arus listrik bolak-balik melalui elektroda yang terpasang pada permukaan objek dan mengukur potensial listrik antar elektrodanya, seperti ditunjukkan pada gambar 1. Berdasarkan data arus listrik yang diketahui dan potensial listrik yang diukur, rekonstruksi dilakukan sehingga diperoleh distribusi resistivitas internal objek.



adalah vektor arus. Potensial di setiap titik dapat diperoleh dengan mengubah persamaan (4) menjadi, Φ = 𝑌 −1 𝐼 (5) sedang data potensial pada batas model objek dapat diperoleh dengan, (6) 𝑉(σ) = 𝑇𝑟 vec(Φ) dengan T r merupakan matriks transformasi. Pada persamaan (6) nampak bahwa potensial batas merupakan fungsi non linier terhadap konduktivitas. Invers Problem



Gambar 1. Injeksi arus listrik dan pengukuran tegangan pada objek



Terdapat beberapa metoda koleksi data pada sistem tomografi impedansi listrik, diantaranya adalah metoda berpasangan (adjacent method), metoda bersilangan (cross method), metoda berlawanan (opposite method), metoda multireferensi (multireference method), dan metoda adaptif (adaptive method) (Noor J.A.F., 2007). Forward Problem Forward problem atau problema maju di dalam EIT adalah proses melakukan prakiraan potensial pada saat diinjeksikan rapat arus listrik pada permukaan objek dengan distribusi konduktivitas objek diketahui. Jika di dalam objek tidak terdapat sumber listrik dan distribusi konduktivitas diketahui, maka distribusi potensial di dalam objek akan memenuhi persamaan Laplace, ∇ ∙ 𝜎∇Φ = 0 di dalam Ω (1) dengan kondisi batas potensial dan rapat arus listrik di permukaan. pada 𝜕Ω (2) Φ = Φ0 𝜕Φ 𝜎 = 𝐽0 pada 𝜕Ω (3) 𝜕𝑛



Dengan masing-masing σ adalah konduktivitas objek, Φ adalah distribusi potensial di dalam objek, Φ 0 adalah potensial dan J 0 adalah rapat arus di permukaan objek serta n adalah vektor satuan normal yang arahnya tegak lurus terhadap permukaan. Persamaan (1),(2) dan (3) dapat diselesaikan dengan metode FEM, yaitu dengan cara membagi objek menjadi elemen-elelemen kecil berbentuk segitiga dan mengasumsikan bahwa sifat-sifat listrik adalah homogen dan isotropik. FEM akan memberikan hasil sistem persamaan linier, (4) 𝑌Φ = 𝐼 dengan Y adalah matriks admitansi yang merupakan fungsi geometri dan distribusi konduktivitas dan I



Invers problem adalah proses memperoleh distribusi konduktivitas objek dari data pengukuran potensial batas. Beberapa metode dengan pendekatan yang berbeda telah diusulkan oleh beberapa peneliti yang umumnya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu non linier atau optimisasi dan linierisasi. Metode rekonstruksi berbasis optimisasi akan menghasilkan citra statik yang memberikan informasi tentang distribusi konduktivitas absolut. Keberhasilan metode non linier sangat ditentukan oleh kesesuaian antara model geometri dan problema maju yang digunakan terhadap geometri dan data potensial batas hasil pengukuran. Rekonstruksi berbasis optimisasi memerlukan waktu komputasi yang lebih lama karena membutuhkan proses iterasi, namun akan menghasilkan citra rekonstruksi yang lebih akurat. Salah satu contoh metode rekonstruksi berbasis optimisasi adalah Newton Raphson yang bekerja dengan cara melakukan iterasi hubungan non linier antara konduktivitas dan potensial hasil pengukuran. Sebelum rekonstruksi dilakukan, maka solusi model maju harus didapatkan terlebih dahulu. Solusi ini tidak dapat diperoleh secara analitik, sehingga diperlukan metode elemen hingga untuk mendapatkan data distribusi potensial melalui penyelesaian persamaan medan listrik Laplace. Metode Newton Raphson adalah sebuah algoritma rekonstruksi citra berdasarkan iterasi yang dikembangkan untuk menyelesaikan persoalan nonlinear. Proses iterasi dilakukan berbasis fungsi objektif yang merupakan nilai beda antara potensial pengukuran dan potensial perhitungan dari model. Fungsi objektif tersebut didefinisikan sebagai, 1 ∏(𝜌𝑘 ) = (𝑣𝑒 (𝜌𝑘 ) − 𝑣0 )𝑇 (𝑣𝑒 (𝜌𝑘 ) − 𝑣0 ) (4) 2 dengan 𝑣𝑒 (𝜌𝑘 ) merupakan vektor potensial batas dari perhitungan dan T merupakan simbol transpos vektor atau matriks. Distribusi resistivitas objek dapat diperoleh dengan cara meminimumkan fungsi objektif ∏(𝜌𝑘 ). Sehingga diperoleh, (5) 𝜌𝑘+1 = 𝜌𝑘 + ∆𝜌𝑘 dengan (6) ∆𝜌𝑘 = −[𝐽𝑇 𝐽]−1 (𝐽)𝑇 𝑞 𝐽=



𝜕𝑣𝑒 �𝜌𝑘 �



𝜕𝜌𝑘 (𝜌𝑘 )



(7)



− 𝑣0 𝑞 = 𝑣𝑒 (8) J dikenal sebagai matriks Jacobian. Rekonstruksi distribusi resistivitas merupakan persoalan inversi (inverse problem). Umumnya



A 72



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



persoalan inversi akan memunculkan persoalan illposed. Hal ini disebabkan adanya kesalahan antara pengukuran dan kesalahan pemodelan. Untuk mengatasi persoalan ill-posed dapat digunakan metoda regularisasi Tikhonov (D., Kurniadi, 2010). Penerapan metoda Tikonov dilakukan dengan mensubstitusikan suatu fungsi penstabil pada fungsi objektif sebelumnya, sehingga diperoleh : 1 ∏(𝜌𝑘 ) = (𝑣𝑒 (𝜌𝑘 ) − 𝑣0 )𝑇 (𝑣𝑒 (𝜌𝑘 ) − 𝑣0 ) + 𝛼Λ(𝜌𝑘 ) 2 (9) dengan α adalah parameter regulasi yang berupa bilangan positif yang mengontrol fungsi penstabil, merupakan fungsi penstabil yang dan Λ ρ k memberikan informasi distribusi resistivitas ke fungsi objektif sebagai informasi pendahulu. Fungsi ini didefinisikan sebagai : (10) 𝛼Λ(𝜌𝑘 ) = (∆𝜌𝑘 )𝑇 Σ(∆𝜌𝑘 ) dengan Σ merupakan matriks positif definit yang umumnya adalah matrik identitas. Dengan cara yang sama, yaitu meminimumkan fungsi objektif pada persamaan (9), akan diperoleh perubahan distribusi resistivitas baru sebagai berikut : (11) ∆𝜌𝑘 = −[𝐽𝑇 𝐽 + 2𝛼Σ]−1 (𝐽)𝑇 𝑞 Persamaan (11) akan memiliki kondisi yang lebih baik dibandingkan dengan Persamaan (8), karena matriks yang diinversi pada Persamaan (11) tidak dalam kondisi ill. Persamaan (11) yang telah teregularisasi ternyata memunculkan persoalan pada saat menentukan parameter regularisasi. Parameter regularisasi dipilih secara trial and error, kemudian dikecilkan pada iterasi berikutnya sehingga akan memperkecil nilai fungsi objektif. Sebaliknya parameter akan dibesarkan jika nilai fungsi objektif membesar. Sehingga pada suatu saat fungsi objektif akan memperoleh solusi yang konvergen dan parameter regularisasi akan menuju nol, dengan demikian persamaan (11) akan menjadi persamaan (8).



( )



Tomografi Ultrasound



muka gelombang bisa diidentikkan seperti penjalaran sinar-X dan sinar-γ yang memiliki lintasan garis lurus.



(a)



(b)



Gambar 2. (a) Beberapa kemungkinan lintasan yang ditempuh oleh sinyal akustik (b) data TOF yang diterima oleh sensor



Waktu tempuh gelombang ultrasonik dapat dijelaskan dengan persamaan Eikonal. Penjalaran gelombang tekanan dalam media heterogen dapat dinyatakan dengan persamaan, ∇2 Φ =



1 𝜕2 Φ



(12)



𝑣 2 𝜕𝑡 2



dengan Φ adalah potensial skalar gelombang, ∇ adalah operator laplacian, dengan mengasumsikan penyelesaian harmonik dalam bentuk, (13) Φ = 𝐴(𝑥)𝑒 −𝑖𝜔(𝑇(𝑥)+𝑡) dengan A(x) adalah amplitudo gelombang pada posisi x, T(x) adalah beda fase, dengan mensubstitusi persamaan (2) ke dalam persamaan (1) maka akan diperoleh, 1



∇2 𝐴



|∇𝑇|2 − 2 = 2 (14) 𝑣 𝐴𝜔 Jika frekuensi yang digunakan cukup tinggi, maka persamaan (14) dapat disederhanakan menjadi, 1 |∇𝑇| = = 𝑢 (15) 𝑣 dengan u disebut slowness yang merupakan reciprocal dari kecepatan gelombang, v. T(x) adalah waktu yang diperlukan oleh muka gelombang untuk mencapai posisi x. Waktu tersebut dikenal dengan istilah time of flight (TOF) (Shengying Li et.al., 2010). Dengan demikian hubungan antara TOF dan slowness dapat dinyatakan berikut, 𝑇𝑂𝐹 = ∫ 𝑢𝑑𝑙 (16) dengan l adalah panjang lintasan yang ditempuh oleh muka gelombang



Time of Flight (TOF) Dalam perjalanannya sinyal akustik akan mengalami berbagai interaksi dengan material yang akan dilaluinya, interaksi tersebut akan menyebabkan peristiwa transmisi, refleksi, dan refraksi. Beberapa interaksi tersebut akan menyebabkan sinyal akustik yang diterima sensor sangatlah kompleks, sehingga tidak mudah untuk memperoleh informasi medan potensialnya. Waktu tempuh sinyal akustik dikenal dengan time of flight (TOF), yaitu waktu yang diperlukan oleh muka gelombang bergerak dari transmiter ke receiver. Pengukuran TOF lebih sederhana dan lebih mudah, yaitu sama dengan waktu sinyal akustik pertama yang diterima oleh sensor (Rahiman, et.al., 2006). Secara umum TOF akan menempuh lintasan terpendek antara transmiter dan receiver, seperti nampak pada gambar 2. Dengan demikian perjalanan



Sistem tomografi ring array Sistem tomografi ring array dibangun dari beberapa tranduser yang disusun secara melingkar dengan jarak yang sama, ditunjukkan pada gambar 3. Sistem tersebut bekerja dengan cara mengatur pergantian tranduser yang bertindak sebagai transmitter dan receiver. Susunan data yang diperoleh sangat berbeda dengan susunan data dari sistem tomografi berkas parallel. Data ring array disusun dalam ruang sumbu rotasi β dan rotasi γ. Dengan sistem tersebut dapat dihasilkan sejumlah ½ L (L-1) data, dengan L adalah jumlah tranduser yang digunakan.



A 73



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



tersebut jika direposisi pada ruang radon ditampilkan pada gambar 5(b). Jumlah data tersebut sangat kurang karena hanya memiliki 1/12 dari data berkas parallel, oleh karena itu untuk melengkapinya diperlukan proses interpolasi.



(a)



(b)



Gambar 3. Tomografi ring array ultrasound (a) berkas ring array dari transmitter ke receiver (b) hubungan antara berkas ring array dan parallel



Sistem berkas parallel dibangun dari sebuah transmiter dan receiver, untuk memperoleh data lengkap sistem tersebut harus bergerak rotasi dan translasi. Data berkas parallel disusun dalam ruang Radon atau sumbu rotasi φ dan translasi x r . Sistem tersebut dapat menghasilkan sejumlah M x N data, dengan N adalah jumlah piksel citra rekonstruksi 𝜋 yang ingin diperoleh dan 𝑀 = 𝑁. 2 Persamaan yang menghubungkan antara sistem ring array dan berkas parallel adalah sebagai berikut, φ =β+γ (17) (18) x r = R sin(γ) (19) 𝑃𝑥𝑟 (φ ) = 𝑄β (γ) dengan 𝑃𝑥𝑟 (φ ) dan 𝑄β (γ) masing-masing adalah data lengkap pada sistem tomografi berkas parallel dan sistem tomografi ring array. Sebagai ilustrasi perbandingan antara data proyeksi parallel dan proyeksi ring array hasil pemayaran lengkap pada objek sebuah titik ditampilkan pada gambar 4. Baik berkas parallel maupun ring array tidak perlu melakukan proses pemayaran satu lingkaran penuh dikarenakan ada pengulangan data.



(a)



(b)



(c)



Gambar 4. (a) Objek titik dalam ruang obyek (b) Representasi proyeksi obyek dan sinogram objek titik pada sistem tomografi berkas parallel (c) Representasi proyeksi objek dan sinogram objek titik dalam sistem tomografi ring array



Pada dasarnya berkas ring array juga terdiri dari berkas parallel, namun posisi penempatan datanya tidak sama. Sebagai ilustrasi, untuk memperoleh citra rekonstruksi 31x31 piksel diperlukan data lengkap pada ruang Radon sebanyak 48x31 data, yang ditunjukkan pada gambar 5(a). Jika pada sistem ring array dengan 16 posisi tranduser, akan diperoleh sejumlah 8x15 data. Data ring array



(a)



(b)



Gambar 5. Pola susunan data dalam ruang Radon (a) data berkas parallel 48x31 (b) reposisi data ring array 16 posisi tranduser



Data yang sudah dikonversi menjadi data berkas parallel baru dapat direkonstruksi. Salah satu metode populer, cepat dan sederhana yang digunakana pada sistem tomografi berkas parallel adalah metode Summation Convolved Filtered Back Projection (SCFBP). Proses SCFBP secara analitik dapat dituliskan sebagai, 𝜋 (20) 𝑢(𝑥, 𝑦) = ∫0 𝑃′(𝑥𝑟 , φ)𝑑φ Dengan ∞ 𝑃′ (𝑥𝑟 , φ) = ∫−∞ 𝑃(𝑥𝑟 , φ)ℎ(𝑥𝑟 − 𝑥𝑟′ )𝑑𝑥𝑟′ = 𝑃(𝑥𝑟 , φ) ∗ (21) ℎ(𝑥𝑟 − 𝑥𝑟′ ) dengan 𝑃′ (𝑥𝑟 , φ) adalah proyeksi terkonvolusi dan h(x r ) adalah fungsi konvolusi. METODE PENELITIAN



Penelitian ini dilakukan secara simulasi melalui pemodelan tomografi listrik dan akustik dengan objek numerik sebagai media uji. Pemodelan meliputi penyelesaian forward problem dan invers problem. Penyelesaian forward problem pada tomografi listrik akan menghasilkan data potensial sedang pada tomografi akustik akan menghasilkan data time of flight (TOF). Invers problem pada tomografi listrik akan menghasilkan resistivitas sedang pada tomografi akustik akan menghasilkan slowness. Langkah awal pemodelan adalah memilih dan menentukan persamaan matematis yang terkait dan sesuai dengan kondisi fisis sebenarnya. Persamaan utama yang akan digunakan adalah persamaan (6) dan (16). Persamaan tersebut digunakan untuk menyelesaikan forward problem sehingga dapat diperoleh data sintetik potensial batas dan TOF. Metode rekonstruksi yang digunakan dalam tomografi listrik adalah Newton-Raphson pada persamaan (5) dan (12) dengan metode koleksi data multireferensi. Sedang sistem yang digunakan dalam tomografi ultrasound adalah ring array, sehingga diperlukan langkah interpolasi dan penataan ulang posisi data TOF dari forward problem menjadi data



A 74



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



tomografi translasi rotasi yang disyaratkan pada penyelesaian metode rekonstruksi SCFBP yang terdapat pada persamaan (20) dan (21). Langkah selanjutnya adalah melakukan penggabungan citra rekonstruksi yang telah diperoleh dari masing-masing sistem tomografi. Namun terlebih dahulu dilakukan proses konversi citra rekonstruksi dari elemen segitiga menjadi square pada tomografi listrik. Kedua citra hasil rekonstruksi yang berukuran sama kemudian dinormalisasi dan digabungkan dengan merata-ratakan kedua nilai pada posisi sel yang sama. Hasil penggabungan dari kedua citra rekonstruksi dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif terhadap objek referensi. Secara kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan kedua citra sedang secara kuantitatif, dilakukan dengan membandingkan nilai RMSE-nya. Diagram alir proses simulasi tersebut dapat dilihat pada gambar 6.



Model A dan B pada tomografi listrik diberikan nilai resistivitas sebesar 100 Ω.cm sebagai media dan 200 Ω.cm sebagai anomalinya. Sedangkan untuk model C nilai resistivitas nya dibuat menyerupai nilai resistivitas paru-paru, yaitu 300 Ω.cm sebagai jaringan lunak dan 1000 Ω.cm sebagai paru-parunya. Model A dan B pada tomografi akustik diberikan nilai slowness sebesar 1 µs/cm sebagai media dan 2 µs/cm sebagai anomalinya. Sedangkan untuk model C nilai slownessnya dibuat menyerupai nilai slowness paru-paru, yaitu 6,09 µs/cm sebagai jaringan lunak dan 15,385 µs/cm sebagai paruparunya.



(a)



(b)



(c)



(d)



(e)



(f)



Gambar 7. Data numerik tomografi listrik (a) model A (b) model B (c) model C dan data numerik tomografi ultrasound (d) model A (e) model B (f) model C



Gambar 6. Diagram alir langkah-langkah penelitianVariasi model objek numerik dibuat untuk melihat seberapa baik hasil rekonstruksi yang dapat dihasilkan. Objek pertama disebut model A berbentuk segienam, objek kedua disebut model B adalah dua buah objek yang sama namun di daerah yang berbeda. Variasi ini dilakukan untuk melihat kemampuan program merekontruksi objek pada daerah yang berbeda. Objek ketiga disebut objek C dibuat menyerupai paru-paru dengan parameter yang merepresentasikan kondisi sebenarnya. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah algoritma program yang dibuat nantinya dapat diaplikasikan sebagai instrumen medis. Variasi model dapat dilihat pada gambar 7.



Konversi elemen segitiga menjadi persegi dimulai dengan mencari titik berat elemen segitiga tersebut. Titik berat dapat diperoleh dengan mencari titik potong dari dua buah garis berat. Setelah titik berat elemen segitiga ditemukan, maka dapat diperoleh 4 posisi diskrit. Nilai keempat titik baru ini dianggap sama dengan nilai elemen segitiga. Keempat koordinat diskrit kemudian dijadikan sebagai referensi posisi sel dalam matriks baru yang dibuat sehingga diperoleh citra rekonstruksi tomografi listrik yang telah dikonversi menjadi square. Penggabungan citra rekonstruksi dapat dilakukan dengan metode rata-rata. Dua buah matriks dengan ukuran yang sama, nilai setiap sel dari kedua matriks dapat dirata-ratakan untuk mengambil nilai tengah



A 75



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



yang merupakan gabungan dari kedua matriks tersebut. Rentang nilai maksimum dan minimum dari kedua citra rekonstruksi yang dijadikan referensi berbeda, maka kedua matriks citra rekonstruksi tersebut perlu dinormalisasi terlebih dahulu, setelah itu matriks tersebut baru dapat dilakukan penggabungan. Untuk memvalidasi hasil simulasi yang dilakukan, dapat digunakan pendekatan Root Mean Square Error (RMSE). RMSE digunakan untuk membandingkan perbedaan antara dua data yang berbeda [8]. Misalkan terdapat dua data, data hasil perhitungan dan data model sebagai referensi, yaitu : 𝑥1,1 𝑥2,1 ⎡ 𝑥1,2 ⎤ ⎡𝑥2,2 ⎤ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ 𝜃1 = ⎢ 𝑥1,3 ⎥ dan 𝜃2 = ⎢𝑥2,3 ⎥ (21) ⎢ ⋮ ⎥ ⎢ ⋮ ⎥ ⎣𝑥1,𝑛 ⎦ ⎣𝑥2,𝑛 ⎦ Maka nilai RMSE-nya adalah : ∑𝑛 �𝑥



−𝑥



2







𝑅𝑀𝑆𝐸(𝜃1 , 𝜃2 ) = � 𝑖=1 1,𝑖 2,𝑖 (22) 𝑛 Semakin kecil nilai RMSE yang dihasilkan, maka perbedaan antara dua data akan semakin kecil, dengan kata lain bahwa kedua data akan semakin mirip. HASIL DAN DISKUSI Tomografi Listrik



Metode rekonstruksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Newton raphson yang terdapat pada persamaan (5) dan (11). Kestabilan hasil rekonstruksi sangat ditentukan oleh nilai parameter regularisasi α. Dalam penelitian ini telah diperoleh bahwa citra rekonstruksi model A optimal pada iterasi ke-25, dengan α=0,01, yang menghasilkan fungsi objektif sebesar 0,0005. Sedang citra rekonstruksi model B optimal pada iterasi ke-15, dengan α=0,01 yang menghasilkan fungsi objektif sebesar 0,0313. Sedang citra rekonstruksi model C optimal pada iterasi ke-25, dengan α=10, yang menghasilkan fungsi objektif sebesar 14,9682. Ketiga citra rekonstruksi optimal tersebut ditampilkan pada gambar 8.



Citra rekonstruksi tomografi listrik yang telah diperoleh harus dikonversi ke dalam elemen persegi sehingga dapat digabungkan dengan citra tomografi akustik. Hasil konversi elemen segitiga tomografi listrik menjadi elemen persegi ditunjukkan oleh Gambar 9.



(a)



(b)



(c)



Gambar 9. Konversi elemen segitiga menjadi elemen persegi dari citra rekonstruksi tomografi listrik (a) model A (b) model B (c) model C



Konversi yang dihasilkan sudah cukup baik ditandai dengan posisi dan kontras objek yang cukup baik. Namun bentuk objek yang dihasilkan masih nampak kurang baik dan permukaan objek kurang homogen. Hal ini dapat dimaklumi mengingat resolusi yang dimiliki tomografi listrik sangat kecil, yaitu 248 data elemen segitiga, kemudian dikonversi menjadi 31x31 data square. Tomografi ultrasound Pada simulasi tomografi ultrasound, data Time of Flight (TOF) objek numerik yang berukuran 31x31 disampling menggunakan metode ring array dengan 16 posisi tranduser, sehingga dihasilkan 15x16 data TOF. Data TOF ini kemudian direposisi menjadi sampling parallel-beam. Data baru tersebut masih memiliki kekosongan dan terlalu sedikit sehingga perlu diinterpolasi untuk membentuk data sinogram berukuran 50x31. Setelah diinterpolasi dengan interpolasi spline, maka data sinogram TOF tersebut direkonstruksi menjadi citra rekonstruksi ultrasound dengan menggunakan algoritma SCFBP dengan hasil yang ditunjukkan pada gambar 10.



(a)



(b)



(c)



Gambar 10. Citra rekonstruksi dari tomografi ultrasound (a) model A (b) model B (c) model C



(a)



(b)



(c)



Gambar 8. Citra rekonstruksi dari tomografi listrik (a) model A (b) model B (c) model C.



Citra rekonstruksi yang diperoleh telah menunjukkan resolusi yang cukup baik namun kontrasnya masih rendah. Untuk model A, nilai RMSE yang didapatkan adalah 0,3530. Untuk model B, nilai RMSE yang didapatkan adalah 0,3511. Dan



A 76



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



untuk model C, nilai RMSE yang didapatkan adalah 2,6561. Rekonstruksi Hibrid Citra rekonstruksi tomografi listrik yang telah dikonversi kemudian digabungkan dengan hasil rekonstruksi tomografi akustik dengan metode ratarata, setelah sebelumnya dinormalisasi terlebih dahulu. Citra rekonstruksi hibrid dari tomografi listrik dan akustik ditampilkan pada Gambar 11.



(a)



(b)



(c)



Gambar 11. Citra rekonstruksi gabungan tomografi listrik dan ultrasound (a) model A (b) model B (c) model C



Citra rekonstruksi hibrid yang diperoleh memiliki resolusi dan kontras yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kedua citra rekonstruksi pembangunnya, secara kualitatif hal ini ditunjukkan dengan diperolehnya citra rekonstruksi dengan nois yang lebih rendah. Secara kuantatif ditunjukkan oleh nilai RMSE ketiga objek yang cukup kecil, yaitu 0,1770 untuk model A, 0,1885 untuk model B dan 0,2341 untuk model C. KESIMPULAN Penggabungan citra rekonstruksi tomografi listrik dan akustik dengan metode rata-rata penjumlahan aljabar linier dapat meningkatkan kontras dan resolusi spasialnya, hal ini ditandai dengan lebih kecilnya RMSE yang dihasilkan jika dibandingkan dengan RMSE masing-masing dari citra pembangunnya. PUSTAKA Anton Vonk Noordegraaf; Theo J. C. Faes; Andre Janse;Johan T. Marcus; Jean G. F. Bronzwaer;Pieter E. Postmus; and Peter M. J. M. de Vries, CHEST, the official journal of the American College of Chest Physicians, 1997, Noninvasive Assessment of Right Ventricular Diastolic Function by Electrical Impedance Tomography.



D.,



Kurniadi, 2006, Electrical Impedance Tomography and Its Application in Medical Imaging, Proc. International Conference on Biomedical Engineering BME 2006, 53/58. D., Kurniadi, 2010, Reconstruction of Multislice Image in Electrical Impedance Tomography, International Journal of Tomography and Statistics, vol. 15 No. F10. Jose´ Hinz, Peter Neumann; Taras Dudykevych, Lars Goran Anderson, Hermann Wrigge, Hilmar Burchardi, and Goran Hedenstierna, 2003, American College of Chest Physicians, Regional Ventilation by Electrical Impedance Tomography A Comparison With Ventilation Scintigraphy in Pigs. Margaret Cheney, David Isaacson, and Jonathan Newell, electrical impedance tomography. M. Decramer and D. Roussos, 2002, Imaging and Lung Dieses, European Respiratory Journal. M. H. F., Rahiman, R.A., Rahim, and M., Tajjudin, 2006, “Non-invasive imaging of liquid/gas flow using ultrasonic transmission-mode tomography,” IEEE Sensor Journal, Vol. 6(6). Noor J.A.F., 2007, Electrical Impedance Tomography at Low Frequencies, Thesis of Philoshopy Doctor, University New South Wales. Roberto T. Blanco, Risto Ojala, Juho Kariniemi, Jukka Perala, Jaakko Niinimaki, Osmo Tervonen, 2005, European Journal of Radiology 56(2005) 130-142, Interventional and Intraoperative MRI at low field scanner- a review. Shengying Li, Marcel Jackowski, Donald P. Dione, Trond Varslot, Lawrence H. Staib, Klaus Mueller, 2010, Refraction corrected transmission ultrasound computed tomography for application in breast imaging, Medical Physics, Vol. 37, No. 5. S. Kimura, T Morimoto, T Uyama, Y Monden, Y Kinouchi and T Iritani, 1994, American College of Chest Physicians, Application of electrical impedance analysis for diagnosis of a pulmonary mass. Yixiong Su, Fan Zhang, Kexin Xu, Jianquan Yao and Ruikang K Wang, J. Phys. D: Appl. Phys. 38 (2005) 2640–2644, A photoacoustic tomography system for imaging of biological tissues.



A 77



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Rekonstruksi Sinyal Suara Melalui Jaringan Nirkabel Menggunakan Sparse Sampling Vivien Fathuroya, Sekartedjo, Dhany Arifianto Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknologi Industri ITS Email : [email protected], [email protected], [email protected]



Abstrak Keterbatasan peralatan komputasi dalam melakukan proses pencuplikan sinyal, menjadikan metode sparse sampling sebagai metode pencuplikan sinyal selain Kaidah Nyquist. Saat ini, sparse sampling sering menjadi perhatian pada bidang pemrosesan sinyal dikarenakan kemampuannya dalam melakukan pencuplikan dengan jumlah sampling jauh dibawah Kaidah Nyquist. Pada jurnal ini, dilakukan penelitian untuk mengetahui hasil rekonstruksi sinyal suara penyakit tenggorok sesudah proses transmisi melalui jaringan nirkabel. Pada langkah akuisisi data, sinyal suara penyakit tenggorok disampling dengan frekuensi sampling sebesar 44,1 Khz, dan hanya diambil sejumlah kecil data untuk proses rekonstruksinya. Hasil percobaan menunjukkan bahwa dengan melakukan variasi nilai K, kemiripan sinyal hasil rekonstruksi dengan sinyal asli semakin besar. Hal ini ditunjukkan dengan semakin kecilnya tingkat kesalahan antara sinyal rekonstruksi dengan sinyal asli menggunakan perhitungan MSE, yaitu sebesar 0.0028 dengan nilai K sebesar 5000 pada penyakit granuloma, dibandingkan dengan 0,9988 pada variasi nilai K sebesar 1000 pada penyakit yang sama. Kata kunci : Sinyal suara, kelainan pita suara, jaringan nirkabel, sparse sampling. PENDAHULUAN Suara serak merupakan gejala umum yang ditunjukkan oleh penyakit tenggorok. Pada penyakit tenggorok, organ penghasil suara, yaitu pita suara, mengalami perubahan baik anatomi maupun fisiologi. Perubahan anatomi biasanya ditunjukkan dengan adanya benjolan pada pita suara, sedangkan perubahan fisiologi biasanya ditunjukkan dengan menurunnya elastisitas pita suara.



Gambar 1. Jenis Penyakit Tenggorok. (atas dari kiri ke kanan) ,Laringitis, Granuloma; (bawah dari kiri ke kanan) Paralysis, Kanker Pita Suara (www.voicemedicine.com)



Pemeriksaan penyakit tenggrorok biasanya dilakukan secara langsung dengan menggunakan alat bantu berupa Laringoskopi, dengan cara dimasukkan ke dalam mulut, sehingga dapat diperoleh gambaran anatomi dan fisiologi pita suara. Pemeriksaan dengan menggunakan alat memiliki kelemahan yaitu rasa tidak nyaman, mahal, dan hanya tersedia di beberapa rumah sakit tertentu. Padahal, dengan melakukan pemeriksaan secara dini pada penyakit tenggorok, kerusakan pita suara yang lebih parah dapat dicegah. Dengan alasan inilah perlu dikembangkan pemeriksaan penyakit tenggorok secara tidak



langsung namun murah, nyaman, dan mudah (Soedjak, 1994). Pemeriksaan penyakit tenggorok secara tidak langsung adalah dengan cara melakukan analisa suara serak penderita penyakit tenggorok secara jarak jauh. Penelitian terdahulu menganalisa suara penderita penyakit tenggorok melalui telepon landline untuk mendapatkan parameter akustik. Beberapa penelitian mendapatkan hasil bahwa parameter sinyal suara seperti frekuensi dan amplitudo, mampu membedakan beberapa jenis penyakit tenggorok (Moran, 2006; Nicol´as, 2008). Begitu juga yang terjadi apabila analisa penyakit tenggorok dilakukan dengan menggunakan ponsel, ciri suara tiap jenis penyakit dapat dibedakan (Hertiana, 2010). Namun, lamanya proses transmisi, mahalnya proses komputasi, dan hasil rekonstruksi sinyal suara yang belum mampu menghasilkan sinyal suara sejernih aslinya, merupakan berbagai kekurangan dari penelitian terdahulu yang akan coba dipecahkan pada penelitian ini. Sparse sampling merupakan metode analisa sinyal suara yang menggunakan prinsip pencuplikan dengan jumlah sampling dibawah Kaidah Nyquist (Donoho, 2006). Dengan metode ini, proses transmisi dan rekonstruksi sinyal suara dapat dilakukan dengan waktu yang lebih cepat. Sehingga proses analisa suara penderita penyakit tenggorok dapat dilakukan secara lebih efisien, murah, dan cepat. TINJAUAN PUSTAKA A. Discrete Cosine Transform Discrete Cosine Transform (DCT) merupakan salah satu proses analisa sinyal suara yang mampu meluruhkan semua energi yang terkandung dalam sinyal suara sesuai dengan formant frekuensinya, yaitu f0, f1,f2,f3, dst. Secara umum, Discrete Cosinus Transform dimodelkan melalui persamaan matematis sebagai berikut :



A 78



Prosiding Seminar Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



π�2n-1��k-1� y(k)=ω(k) ∑N x(n)cos ( ) N-1 2N



pencuplikan pada sparse sampling, kandungan informasi dari sinyal tidak lagi ditentukan oleh jumlah komponen frekuensi sinyal, melainkan dari tingkat sparsity atau derajat kebebasan K. Efek kompresi terjadi secara dramatis karena sinyal yang semula terdiri dari N cuplikan dapat direkonstruksi dengan cuplikan dengan jumlah sebanding log(N) (Suksomono, 2006).



(2)



dengan :



ω(k)= �



𝟏



√𝐍







𝟐



𝐍



(3)



𝐤=𝟏



𝟐≤𝐤≤𝐍



dimana N adalah panjang sinyal suara x(n), dengan ukuran matriks sinyal x dan y sama. B. Thresholding Thresholding merupakan suatu metode untuk memisahkan sinyal dari noise-nya. Metode ini terdiri dari dua macam, yaitu hard thresholding dan soft thresholding. Pada kasus analisa sinyal suara menggunakan sparse sampling, penggunaan soft thresholding lebih tepat digunakan, karena akan menghasilkan sinyal yang bersifat sparse (Donoho, 1995). Apabila sebuah sinyal x terdiri dari xk=f(k∆T), 0≤k≤N-1 untuk fungsi yang sama, f didefinisikan sebagai on[0,1], dimana ∆T=1/N. Persamaan umum thresholding dapat dimodelkan sebagai berikut : |𝑿 | � 𝒌 = �𝑿𝒌 , 𝒊𝒇 𝒌 ≥ 𝒄𝑴 𝑿 𝟎, 𝒊𝒇 |𝑿𝒌 | < 𝒄𝑴



(4)



� merupakan vektor dari sinyal x yang Dimana 𝑿 dilakukan proses pemodelan menggunakan Discrete Cosine Transform.



C. Sparse Sampling Proses pencuplikan konvensional yang dikemukakan oleh Shannon-Whittaker menyatakan bahwa tidak akan ada informasi dalam sinyal suara yang hilang, apabila jumlah minimum sampel yang dicuplik untuk proses rekonstruksi sinyal adalah 2 kali frekuensi samplingnya. Namun, sparse sampling memiliki cara lain dalam melakukan proses pencuplikan yang lebih mudah dan efisien dibandingkan dengan pencuplikan konvensional. Prinsip kerja sparse sampling adalah melakukan pencuplikan dengan jumlah minimum yang jauh lebih sedikit dibandingkan pencuplikan konvensional tanpa menimbulkan cacat aliasing. Apabila terdapat sebuah sinyal yang merupakan sebuah vektor dalam dimensi ruang dari RN, sinyal x=[x[1],...,x[N]], merupakan matriks jarang (sparse) yang nilainya sebanding dengan nol apabila memenuhi persamaan (x)={1≤i≤N|x[i] ≠0} dengan nilai k≪N . Sinyal K-sparse merupakan sebuah sinyal yang mempunyai jumlah k sampel yang memiliki nilai nonzero.



C. Teknik Optimasi l1-minimization Solusi untuk melakukan proses rekonstruksi sinyal dengan jumlah sampling yang terbatas, misalnya pada kasus sparse sampling adalah dengan teknik optimasi l1-minimization (Donoho, 2004). Teknik optimasi ini bekerja dengan cara melakukan pengukuran terhadap data point satu dengan yang lain. Hasil pengukuran kemudian dibandingkan dengan jarak terdekat antara data point dengan sinyal asli, sehingga akan menghasilkan sinyal suara yang mendekati sinyal aslinya. Secara umum, teknik optimasi dirumuskan sebagai berikut : min�𝑋⃑ �1 𝑥⃑



𝑠𝑢𝑏𝑗𝑒𝑐𝑡 𝑡𝑜 𝑥�⃑ = 𝛷Ψ−1 𝑋⃑



(5)



dengan : x = sinyal asli X = Sinyal rekonstruksi Φ, Ψ = matriks hasil perhitungan pada sparse sampling = inverse Ψ Ψ-1 METODE EKSPERIMEN Prosedur Pengambilan Data Data suara penyakit tenggorok yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder. Pengambilan data asli dilakukan atas kerjasama Laboratorium Akustik dan Fisika Bangunan ITS dengan RSUD dr. Soetomo bagian SMF THT-KL. Prosedur pengambilan data adalah dengan meminta penderita penyakit tenggorok melafalkan fonem /a/ selama ± 10 detik dalam satu kali tarikan nafas, dan ditransmisikan menggunakan ponsel. Prosedur Pengolahan Data Analisa sinyal suara penderita penyakit tenggorok menggunakan metode sparse sampling, dilakukan berdasarkan diagram alir berikut ini.



Suatu sinyal K-sparse sepanjang N-cuplikan dapat direkonstruksi secara eksak dari M-buah cuplikan acak, dengan M.c.K. log(N), dimana c suatu konstanta bernilai kecil dan K 90), sedangkan meniskus cekung menimbulkan sudut kontak lancip (< 90). Sudut Kontak Sudut kontak () yaitu sudut yang dibatasi oleh 2 bidang batas yaitu dinding tabung dan permukaan zat cair. Dengan pemahaman bahwa,  dinding tabung : sebagai bidang batas antara zat cair dan tabung,  permukaan zat cair : sebagai bidang batas antara zat cair dan uapnya ( = 1800). Menurut sudut kontaknya bentuk-bentuk meniskus permukaan zat cair dalam bejana (W. Sears et al, 1962): 1. Cekung, contoh: air dengan dinding gelas; 0º    90º , zat cair membasahi dinding.



Gambar 5 Air dengan dinding gelas Gambar 3 Air di daun talas



2.



Gaya kohesi maupun gaya adhesi mempengaruhi bentuk permukaan zat cair dalam wadahnya. Misalkan ke dalam dua buah tabung reaksi masing-masing diisikan air dan air raksa. Apa yang terjadi? Permukaan air dalam tabung reaksi berbentuk cekung disebut meniskus cekung sedangkan permukaan air raksa dalam tabung reaksi berbentuk cembung disebut meniskus cembung. Hal itu dapat dijelaskan bahwa gaya adhesi molekul air dengan molekul kaca lebih besar daripada gaya kohesi antar molekul air, sedangkan gaya adhesi molekul air raksa dengan molekul kaca lebih kecil daripada gaya kohesi antara molekul air raksa.



Cembung, contoh: raksa cair dengan dinding gelas, 90º   < 180º, zat cair tidak membasahi dinding.



Gambar 6 Raksa dengan dinding gelas



F9



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



3. Datar, contoh: air dengan dinding perak;  = 90º



    



Penyusunan skrip video eksperimen Penggabungan video dengan flash Validasi ahli Uji coba media pembelajaran Analisis Data



HASIL DAN PEMBAHASAN



Gambar 7 Air dengan dinding perak



Kenaikan Zat Cair Dalam Pipa Kapiler Zat cair yang membasahi dinding



Gambar 8 Zat cair yang membasahi dinding



 y   r g



= massa jenis zat cair (kg/m3) = tinggi permukaan zat cair (m) = sudut kontak = tegangan permukaan (N/m) = jari-jari pipa kapiler (r) = percepatan gravitasi (m/s2) 



Adanya gaya adhesi menyebabkan zat cair yang berkontak dengan dinding naik, serta adanya gaya kohesi menyebabkan zat cair yang ada di tengah ikut naik pula (M. Kanginan.2004). Naiknya air dalam pipa diimbangi oleh gaya ke atas yang berasal dari tegangan permukaan air. Jika sudut kontak antara permukaan air dengan kaca dinyatakan sebagai θ, gaya efektif ke atas persatuan panjang yang dihasilkan oleh tegangan permukaan sebesar . Dengan demikian kenaikan / penurunan zat cair dalam pipa kapiler :



Penelitian ini menggunakan metode penelitian pengembangan yaitu suatu penelitian yang berorientasi pada pengembangan produk pembelajaran yang akan digunakan untuk pemecahan masalah pembelajaran. Secara garis besar, isi media pembelajaran yang ada dalam CD adalah: a). Tampilan depan, berisi judul media, nama pembuat media serta tombol “enter” untuk masuk ke dalam menu utama. Tampilan depan ditunjukkan dalam gambar 9. b). Menu Utama, berisikan empat buah tombol yaitu: first, video, topics dan exit. Diharapkan pengguna meng-klik tombol first sebelum meng-klik tombol lainnya. c). First, berisi cara penggunaan media pembelajaran yang dilengkapi dengan animasi scroll pada bagian samping tayangan ini. Pada scroll terdapat tanda persegi panjang yang dapat digerakkan naik turun. d). Video, berisikan video pertama, dugaan sementara dan video kedua. Video pertama menayangkan fenomena kapilaritas. Dugaan sementara (hipotesis) atas apa yang telah ditayangkan oleh video pertama lalu memilih jawaban yang sesuai dengan apa yang telah ditayangkan pada video pertama. Pada video kedua berisikan prosedur eksperimen Kapilaritas, analisis data dan kesimpulan. e). Topics, berisikan submenu materi yang terdiri dari tiga buah tombol yaitu 1,2 dan 3. Pada tombol 1 berisi submenu Tegangan Permukaan, tombol 2 berisi submenu Kapilaritas dan tombol 3 berisi submenu Hubungan Tegangan Permukaan dan Kapilaritas. Ketiga submenu materi ini, berisi penjelasan materi, gambar serta rumus. f). Exit, tombol untuk mengakhiri program dan kembali ke tampilan depan media pembelajaran.



(3)



 (2‐3)  METODOLOGI Mengacu pada tujuan pengembangan media pembelajaran yang telah diuraikan sebelumnya, penelitian pengembangan untuk membuat video eksperimen pembelajaran inquiry pada bahasan kapilaritas dilakukan melalui langkah-langkah berikut:  Perancangan global media pembelajaran  Perancangan komponen-komponen media pembelajaran



Gambar 9 Tampilan Depan



F 10



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Gambar 13 Tampilan Submenu Video Eksperimen Kapilaritas Gambar 10 Tampilan menu first



 



 



Gambar 14 Tampilan Submenu Topics Ga mbar 11 Tampilan Menu Video Pertama, salah satu fenomena kapilaritas



. Pada akhir pembelajaran (uji lapangan), peneliti berdiskusi dengan siswa dan meminta siswa mengisi angket yang berkaitan dengan kualitas media pembelajaran. Data yang diperoleh dari angket dirangkum pada table I.



Gambar 12 Tampilan Submenu Dugaan Sementara



 



F 11



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



SARAN



Tabel I . Ringkasan skor angket terhadap 29 siswa No. 1. 2. 3. 4.



5.



6. 7. 8.



Pernyataan



Pilihan STS



Media pembelajaran dapat memancing rasa ingin tahu. Media pembelajaran dapat memuaskan rasa ingin tahu. Media pembelajaran dapat membuat saya lebih aktif. Media pembelajaran dapat membuat saya lebih berpikir kritis. Video fenomena Kapilaritas dalam media pembelajaran menarik. Video eksperimen dalam media pembelajaran mempermudah pemahaman Kapilaritas. Suara yang dihasilkan video baik. Media pembelajaran ini menyebabkan kebingungan.



1



4



1. Mengingat pentingnya mengkaitkan fenomena alam dengan pelajaran fisika, maka disarankan kepada peneliti berikutnya untuk mengembangkan media seperti ini untuk pokok bahasan lainnya. 2. Pembuatan video tentang fenomena perlu dicoba penayangannya menggunakan cerita yang berisi gambar bergerak dan “dalang” (pencerita). 3. Media pembelajaran ini, selain dapat digunakan dengan metode inqury juga dapat digunakan dengan menggunakan metode Direct Instructions dan Kooperative.



TS



S



SS



2



24



3



2



25



2



4



21



4



1



24



4



5



21



3



UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti menyampaikan terima kasih kepada Proyek I-MHERE UKWMS yang telah membiayai penelitian ini melalui program Student Grant.



5



21



2



3



21



5



23



2



Berdasarkan data angket di atas, 89,2% siswa menyatakan bahwa media pembelajaran video eksperimen pembelajaran inqury bahasan Kapilaritas baik dan sangat bermanfaat. Peneliti juga melakukan wawancara pada beberapa siswa. Hasil wawancara menyatakan media pembelajaran ini baik, tidak menyebabkan kebinggungan dan sangat bermanfaat. Hasil wawancara ini sesuai dengan hasil observasi dan hasil angket. Dengan demikian, media pembelajaran yang diberi judul Video Eksperimen untuk Pembelajaran Inqury Pada Bahasan Kapilaritas ini cukup baik digunakan oleh guru sebagai alat bantu dalam pembelajaran menggunakan metode Inqury pada bahasan Kapilaritas. Disamping itu, video ini dapat juga digunakan secara mandiri oleh siswa untuk memperdalam memperdalam materi yang telah disampaikan di sekolah.



DAFTAR PUSTAKA DIKTI, (2005), Konsep Dasar dan Karakteristik Penelitian untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran (PPKP). Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi. DIKTI. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tentang Standar Isi Fisika. B. Foster. (2004), Terapdu Fisika SMA Untuk Kelas XI. Jakarta: Erlangga. M. Kanginan. (2004), FisikaUntuk SMA kelas XI (jilid 2B). Jakarta:Erlangga. F.H. Prasetyo. (2007), Desain dan Aplikasi Media Pembelajaran Dengan Menggunakan Macromedia Media Flash MX . W. Sears et al. (1962), Fisika untuk Universitas. http:// biocyberway. Blogspot.com / 2009 / 12 / artimedia pembelajaran.html. http:// julhasratman.blogspot.com/ 2011/ 11/ modelpembelajaran-inquiry-training.html.



KESIMPULAN Sesuai dengan tujuan penelitian ini, telah berhasil dikembangkan produk pembelajaran berupa CD (Compact Disc) yang diberi judul Video Eksperimen Untuk Pembelajaran Inqury Pada Bahasan Kapilaritas yang berisi fenomena kapilaritas, hipotesa, eksperimen Kapilaritas, kesimpulan dan penjelasan teori Kapilaritas. CD ini telah melalui uji ahli dan mengalami perbaikan. Hasil angket terhadap media pembelajaran menunjukkan 89,2% siswa menyatakan bahwa media pembelajaran ini baik dan dapat dipakai untuk pembelajaran di kelas. Namun demikian, masih diperlukan penyempurnaan sehingga pemahaman tentang kapilaritas dapat ditingkatkan dengan mudah. Keistimewaan CD ini terletak pada video yang menunjukkan fenomena dan eksperimen Kapilaritas serta data berdasarkan pembelajaran inqury. CD ini dapat digunakan guru sebagai alat bantu mengajar dan dapat juga digunakan secara mandiri oleh siswa. F 12



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG BERBANTUAN MEDIA BERBASIS KOMPUTER UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR ALATALAT OPTIK BAGI SISWA DI SMAK DIPONEGORO BLITAR Feby Restiana Dewi1, I Nyoman Arcana1, dan G. Budijanto Untung1 1 Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya e-mail1: [email protected]



Abstrak Observasi awal yang dilakukan peneliti di kelas X-B di SMAK Katolik Diponegoro Blitar menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelas mata pelajaran fisika 54,70 dan hanya 16,22% dari 37 siswa yang memenuhi kriteria ketuntasan minimum (KKM). Dalam upaya untuk meningkatkan rata-rata kelas dan prosentase siswa yang memenuhi KKM telah dilakukan penelitian tindakan kelas (PTK) di kelas tersebut pada pokok bahasan alat-alat optik dengan menerapkan model direct instruction yang dilengkapi dengan media komputer dan disertai dengan lembar pertanyaan. Setelah melewati dua siklus PTK, pada akhir siklus rata-rata kelas hasil belajar fisika meningkat menjadi 81,30 dan prosentase siswa yang memenuhi KKM meningkat menjadi 70,27%. Kata kunci: Direct Instruction (DI), media berbasis komputer, prestasi belajar fisika, alat-alat optik.



PENDAHULUAN Fisika adalah salah satu bidang studi yang menjadi sorotan dibanyak sekolah untuk diperhatikan dan ditingkatkan nilainya karena bidang studi fisika turut menentukan kelulusan bagi siswa SMA kelas XII IPA sehingga nilai pelajaran Fisika diharapkan mencapai Standar Ketuntasan Minimum (SKM). Namun berdasarkan pengamatan yang dilakukan ditemukan prestasi belajar yang kurang memuaskan pada siswa kelas X-B di SMAK Katolik Diponegoro Blitar. Hanya 16,22% dari 37 siswa yang mendapat nilai diatas Standart Ketuntasan Minimun yaitu 75. Rendahnya prestasi siswa terjadi karena siswa kurang antusias terhadap pelajaran fisika, banyak siswa yang ijin keluar kelas saat proses belajar berlangsung, banyak siswa yang mengobrol sendiri dengan temannya. Kurangnya antusiasme para siswa juga terlihat pada saat siswa diberi tugas atau soal latihan yang dikerjakan di sekolah, siswa hanya menggantungkan jawaban dari satu temannya yang dianggap paling bisa dan siswa hanya menyalin jawaban yang ada di papan tulis. Untuk meningkatkan antusiasme dan mengoptimalkan hasil pembelajaran Fisika banyak faktor yang harus diperhatikan, salah satunya penggunaan media pembelajaran. Pembelajaran dengan model pembelajaran langsung menggunakan media berbasis komputer dapat memberikan pengalaman yang lebih berarti bagi siswa serta dapat membawa siswa kepengalaman yang lebih nyata terhadap materi-materi yang sulit untuk dibayangkan. Media yang diberikan adalah media dengan sajian menarik dan animatif sehingga sayang untuk dilewatkan. Media pembelajaran berbasis komputer adalah media yang cocok untuk diterapkan



pada proses pembelajaran dengan materi Alat-alat Optik. Penelitian Tindakan Kelas dengan menerapkan model pembelajaran langsung dengan berbantuan media berbasis komputer di kelas X-B SMAK Diponegoro Blitar pada pokok bahasan alat-alat optik dilakukan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Dalam penelitian ini prestasi belajar siswa diukur melalui skor hasil tes siswa. KAJIAN PUSTAKA Teori Pembelajaran Howard L Kingsly yang dikutip oleh Wasty Sumanto (1998:104) menyatakan bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku dalam arti luas ditumbuhkan atau diubah melalui praktek atau latihan-latihan. Dengan demikian belajar memang erat hubungannya dengan perubahan tingkah laku seseorang, karena adanya perubahan dalam tingkah laku seseorang, karena adanya perubahan dalam tingkah laku seseorang menandakan telah terjadi belajar dalam diri orang tersebut. Dalam hal ini maka dapat dikatakan belajar tidak hanya penambahan ilmu pengetahuan namun juga belajar dapat dikaitkan sebagai usaha mengubah tingkah laku seperti ketrampilan, sikap, minat serta penyesuaian diri guna mencapai tujuan belajar yang membuahkan hasil. Hasil Belajar Menurut Djamarah (2000: 45), hasil adalah prestasi dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Hasil tidak akan pernah dihasilkan selama orang tidak melakukan sesuatu. Untuk menghasilkan sebuah prestasi dibutuhkan perjuangan dan pengorbanan yang sangat besar. Hanya dengan keuletan, sungguh– F 13



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



sungguh, kemauan yang tinggi dan rasa optimisme dirilah yang mampu untuk mancapainya. Nasution ( 1995 : 25) mengemukakan bahwa hasil adalah suatu perubahan pada diri individu. Perubahan yang dimaksud tidak halnya perubahan pengetahuan, tetapi juga meliputi perubahan kecakapan, sikap, pengrtian, dan penghargaan diri pada individu tersebut. Sementara itu, Arikunto ( 1990:133) mengatakan bahwa hasil belajar adalah hasil akhir setelah mengalami proses belajar, perubahan itu tampak dalam perbuatan yang dapat diamati, dan dapat diukur. Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction) Model pembelajaran langsung adalah model pembelajaran yang menekankan pada penguasaan konsep dan/atau perubahan perilaku dengan mengutamakan pendekatan deduktif dan lebih berpusat pada guru. Ciri-ciri pembelajaran langsung adalah sebagai berikut : 1. Transformasi dan ketrampilan secara langsung. 2. Pembelajaran berorientasi pada tujuan tertentu 3. Materi pembelajaran yang telah terstuktur 4. Lingkungan belajar yang telah terstruktur 5. Distruktur oleh guru. Guru berperan sebagai penyampai informasi, dan dalam hal ini guru sesebaiknya menggunakan berbagai media yang sesuai, misalnya film, tape recorder, gambar, peragaan, dan sebagianya. Informasi yang disampaikan dapat berupa pengetahuan prosedural (yaitu pengetahuan tentang bagaimana melaksanakan sesuatu) atau pengetahuan deklaratif, (yaitu pengetahuan tentang sesuatu dapat berupa fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi). Model pembelajaran langsung dikembangkan untuk mengefisienkan materi ajar agar sesuai dengan waktu yang diberikan dalam suatu periode tertentu. Dengan model ini cakupan materi ajar yang disampaikan lebih luas dibandingkan dengan model-model pembelajaran yang lain. Arti Media Pembelajaran Kata media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari medium. Medium dapat didefinisikan sebagai perantara atau pengantar terjadinya komunikasi dari pengirim menuju penerima (Daryanto,2010). Pengertian umumnya adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi. Dalam hal ini kita membatasi pada media pendidikan saja yakni media yang digunakan sebagai alat dan bahan kegiatan pembelajaran. Pada hakekatnya proses belajar mengajar adalah proses komunikasi, penyampaian pesan dari pengantar ke penerima. Pesan berupa isi atau ajaran yang dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi baik verbal (kata-kata dan tulisan) maupun non verbal, proses ini dinamakan encoding. Penafsiran simbolsimbol komunikasi tersebut oleh siswa dinamakan decoding. Dalam penafsiran tersebut ada kalanya berhasil dan ada kalanya gagal. Dengan kata lain



dapat dikatakan kegagalan/keberhasilan itu disebabkan oleh gangguan yang menjadi penghambat komunikasi yang dalam proses komunikasi dikenal dengan barries atau noise. Oleh karena itu media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa media, komunikasi tidak akan terjadi dan proses pembelajaran sebagai proses komunikasi juga tidak akan bisa berlangsung secara optimal (Daryanto, 2010). Media Berbasis Komputer Komputer sudah tidak asing lagi ditelinga masyarakat. Komputer seakan menjadi primadona seiring dengan perkembangan kualitas hidup seseorang. Komputer tidak hanya digunakan sebagai sarana pengolahan kata, namun komputer dapat juga menjadi sarana multimedia untuk mengoptimalkan tampilan teks, grafik, gambar, dan suara. Dengan tampilan yang dapat mengkombinasikan berbagai unsur, komputer dapat digunakan sebagai media teknologi yang efektif untuk pengajaran materi pembelajaran yang relevan. Oleh karena itu, dalam bidang pendidikan juga menggunakan komuter sebagai alat bantu dalam administrasi sekolah bahkan alat bantu dalam proses belajar mengajar. Komputer sangat membantu dalam proses belajar mengajar. Komputer dapat menjadi sarana proses pembelajaran dengan sajian multimedia berbasis komputer. Multimedia berbasis komputer dapat pula dimanfaatkan dalam penjelasan materi, melakukan simulasi, dan melatih ketrampilan atau kompetensi tertentu yang tidak bisa dilakukan sesungguhnya. Komputer dapat juga menghasilkan program animasi yang digunakan sebagai media pembelajaran. Misalnya, program animasi yang dibuat oleh Ermond Darmoyo, S.Pd alumni dari Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Program animasi yang dibuat oleh Ermond menggunakan flash. Program animasi ini berisi tentang tayangan materi alat-alat optik meliputi mata, cacat mata, lup, mikroskop, dan jenis-jenis teropong. Dalam program animasi ini yang dibuat oleh Ermond juga terdapat simulasi yang menunjukkan anatomi mata, cacat mata yang dapat menunjukkan penggunaan kacamata pada orang yang cacat mata, simulasi tentang lup, mikroskop, dan teropong. Tidak hanya tayangan materi dan simulasi, program animasi ini dilengkapi dengan video praktikum tentang cermin. Oleh karena itu program animasi yang dibuat oleh Ermond cocok digunakan sebagai media pembelajaran. Materi Pembelajaran Dalam penelitian ini materi pembelajaran yang disampaikan pada siswa mengacu pada pokok bahasan alat-alat optik yang terdapat pada buku Fisika 2000 Jilid 1b Untuk Smu Kelas 1 (Marthin Kanginan,2000) Materi pembelajaran ini menjadi



F 14



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



bagian dari RPP yang dikembangakan pada tahap persiapan pelaksanaan PTK METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK) yang modelnya dikembangkan oleh Kemmis dan McTaggart (1988) yang meliputi serangkaian siklus yang saling terkait (berkesinambungan). Setiap siklus mencakup empat tahapan, yaitu: persiapan tindakan (plan), tindakan (action), observasi (Observe), dan refleksi (reflect). Setelah satu siklus berakhir, dilanjutkan dengan siklus berikutnya dengan memanfaatkan hasil refleksi pada siklus sebelumnya. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan di SMAK Diponegoro, Jalan Diponegoro Blitar dengan subyek penelitian ini adalah siswa kelas X-B SMAK Diponegoro Blitar dengan jumlah 37 siswa. Siklus dalam penelitian ini meliputi : 1. Penyiapan skenario pembelajaran yang dituangkan dalam pembentukan RPP. Penyiapan sarana pendukung yang meliputi : buku paket, lembar pertanyaan, media berbasis komputer. Penyiapan instrumen penelitian yang terdiri dari: instrumen pengukur hasil belajar dan instrumen untuk refleksi. Penyiapan sarana observasi : Catatan untuk guru, Catatan interaksi guru-siswa, Kamera/handycam, Kertas untuk mencatat halhal khusus, ulangan harian. 2. Tindakan pembelajaran akan dilaksanakan di kelas nyata sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dibuat. Jadi, tindakan akan dilakukan dalam situasi pembelajaran yang aktual sehingga tidak menuntut kekhususan waktu maupun tempat, artinya, guru mengajar seperti biasa dalam hal waktu dan tempat, sesuai dengan jadwal pelajaran yang berlaku saat itu. 3. Observasi (pengamatan) dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung. Observasi menggunakan instrumen seperti yang telah diuraikan pada tahap persiapan. Observasi dilakukan oleh guru pengajar (partisipasi) dan guru pengamat. Shooting memakai handycam. Shooting dilakukan oleh guru pengamat atau tenaga administrasi. Pengambilan foto memakai kamera, dilakukan pengamat atau tenaga administrasi. 4. Persiapan Refleksi yang dilakukan pada setiap akhir pertemuan kelas dan ditutup dengan refleksi yang dilakukan opada akhir siklus. Refleksi meliputi refleksi proses dan refleksi hasil belajar. Bahan refleksi proses adalah semua hasil observasi, yaitu: catatan-catatan selama pembelajaran di kelas berlangsung, perekaman handycam, foto, hasil angket yang telah diisi siswa,dll. Sedangkan bahan refleksi hasil belajar adalah skor kuis, bentuk-bentuk kesalahan yang dialami siswa, dan jumlah (presentase) siswa yang masih mengalami kesalahan. Indikataor dari tercapainya tujuan penelitian adalah:



1. Minimal nilai rata-rata kelas X-B SMAK Diponegoro Blitar adalah 80. 2. Minimal 70% siswa kelas X-B SMAK Diponegoro Blitar mencapai SKM (SKM=75). Jika hasil refleksi menunjukkan bahwa indikator keberhasilan belum tercapai, maka penelitian akan dilanjutkan pada siklus 2. Hasil observasi dan refleksi didokumentasi dengan baik, dokumen ini akan digunakan untuk perbandingan siklus berikutnya. Hasil penelitian di analisis secara deskriptif, melalui tahapan: reduksi data, penyajian data dalam table, menghitung rata-rata dan presentase, kemudian dilakukan pemaknaan terhadap hasil hitungan. HASIL DAN PEMBAHASAN Observasi Awal Pada tahap observasi awal peneliti mengidentifikasikan permasalahan yang muncul di kelas agar dapat dipenuhi langkah untuk mengatasi permasalahan tersebut. Peneliti melakukan observasi awal dengan cara mengikuti kegiatan pembelajaran secara langsung, mencari informasi tentang keberagaman kemampuan akademik siswa melalui guru bidang studi, serta mencari informasi pendapat siswa tentang pelajaran fisika yang dilakukan melalui wawancara. Pada observasi awal ini ditemukan bahwa waktu tersita untuk menyalin catatan materi dipapan tulis, siswa kurang memperhatikan ketika guru menjelaskan, dan siswa mengandalkan teman dengan meminjam catatan dan tugas teman. Dari observasi awal ini diperoleh data bahwa nilai rata-rata kelas adalah 54,70 dan siswa yang mencapai SKM adalah 16,22%. Siklus 1 Siklus I dilakukan pada tanggal 11 April 2012, 17 April 2012, dan 20 April 2012 dengan materi mata dan lup. Dalam tiap siklus terdiri atas 4 tahapan yaitu : perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Pada tahap perencanaan peneliti melakukan persiapan komponen belajar yang meliputi, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Mempersiapkan media pembelajaran, Mempersiapkan lembar pertanyaan, soal-soal latihan, soal evaluasi dan mempersiapkan lembar pengamatan guru. Pelaksanaan pada siklus 1 dilakukan dua kali pertemuan: 1. 11 April 2012 : penjelaskan materi dengan bantuan media 2. 17 April 2012 : pembahasan soal latihan Dengan melakukan tes belajar pada tanggal 20 April 2012 diperoleh data bahwa nilai rata-rata kelas adalah 64,62 dan siswa yang mencapai SKM adalah 35,14%. Hasil yang diperoleh pada siklus 1 belum sesuai dengan indikator yang diharapkan, maka dengan merujuk pada refleksi yang dilakukan di siklus 1 penelitian dilanjutkan ke siklus 2. Refleksi pada siklus 1 mendapatkan hasil sebagai berikut : F 15



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



1.



2.



3.



4. 5.



Peneliti kurang terampil menggunakan kalimat yang lebih sederhana agar siswa lebih mudah menangkap maksud yang disampaikan peneliti. Peneliti sebaiknya sesekali berjalan di antara siswa saat penjelasan materi agar siswa merasa diperhatikan. Peneliti kurang menyediakan waktu yang lebih lama agar siswa dapat mencoba program simulasi yang terdapat dalam media. Peneliti kurang memotivasi siswa agar siswa aktif dalam proses pembelajaran. Peneliti harus lebih berusaha untuk membimbing siswa dalam mengerjakan soal-soal latihan.



Siklus 2 Melihat hasil refleksi pada siklus 1 maka dilakukan perbaikan pada pelaksanaan siklus 2. Perbaikan yang harus dilakukan pada siklus 2 adalah sebagai berikut : 1. Menyusun kalimat yang singkat dan lebih sederhana dalam menyampaikan materi dan instruksi dari peneliti. 2. Sesekali Berjalan diantara siswa pada saat penjelasan materi. 3. Menyediakan waktu yang lebih lama untuk siswa dalam mencoba program simulasi yang terdapat dalam media. 4. Memotivasi siswa agar lebih aktif dalam proses pemblajaran. 5. Membimbing siswa dalam mengerjakan soal-soal latihan. Siklus 2 dilakukan pada tanggal 25 April 2012, 27 April 2012, 2 Mei 2012. Materi yang disampaikan pada siklus kedua adalah mikroskop dan teropong. Pada tahap perencanaan peneliti melakukan persiapan komponen belajar yang meliputi, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Mempersiapkan media pembelajaran, Mempersiapkan lembar pertanyaan, soal-soal latihan, soal evaluasi dan mempersiapkan lembar pengamatan guru. Pelaksanaan pada siklus 2 dilakukan dua kali pertemuan: 1. 25 April 2012 : penjelaskan materi dengan bantuan media 2. 17 April 2012 : pembahasan soal latihan dan mencoba program simulasi pada media Dengan melakukan tes belajar pada tanggal 2 Mei 2012 diperoleh data bahwa nilai rata-rata kelas adalah 81,30 dan siswa yang mencapai SKM adalah 70,27%. Berdasarkan refleksi dapat disimpilkan bahwa pelaksanaan siklus kedua mampu meningkatkan prestasi belajar siswa pada pelajaran fisika pokok bahasan alat-alat optik sesuai dengan indikator yang ditetapkan sehingga PTK dapat dihentikan. Pembahasan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pada siklus I, diperoleh data prestasi belajar siswa meningkat. Hal ini terlihat dari hasil evaluasi yang dilaksanakan terdapat peningkatan 35,14% siswa yang mencapai SKM walaupun masih rendah



yaitu dengan rata-rata kelas 64,62. Untuk memperbaikinya lagi maka dilakukan siklus II. Siswa terlihat mulai terbiasa dan menikmati metode belajar yang digunakan peneliti. Hal tersebut mempengaruhi hasil evaluasi yang meningkat dari 35,14% menjadi 70,27% siswa yang lulus SKM dengan rata-rata kelas 81,30. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa indikator keberhasilan sudah terpenuhi. 2. Berdasarkan PTK yang telah dilakukan melalui dua siklus diperoleh kesimpulan bahwa tujuan dari penelitian ini telah tercapai. Siswa tampak bersemangat dan senang dalam mengikuti proses pembelajaran mengunakan media pembelajaran berbasis komputer yang dilengkapi dengan lembar pertanyaan. KESIMPULAN Penerapan model pembelajaran langsung (Direct Instruction) dengan berbantan media berbasis komputer dan lembar pertanyaan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas X-B SMAK Diponegoro Blitar pada mata pelajaran Fisika pokok bahasan alatalat optik yang dapat dilihat melalui peningkatan prosentase siswa yang lulus SKM dari 16,22% menjadi 70,27% dan peningkatan skor rata-rata kelas dari 54,70 menjadi 81,30. UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti menyampaikan terima kasih kepada IMHERE UKWMS yang telah membiayai penelitian ini melalui program Student Grant. DAFTAR PUSTAKA Anonymous.2011.Pengertian Belajar dan Hasil Belajar. http://duniabaca.com/pengertianbelajar-dan-hasil-belajar.html. diakses tanggal 31 Maret 2012. Astari, Runi. 2011. Penerapan Model Pengajaran Langsung Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Prestasi Belajar Siswa pada Subpokok Bahasan Difraksi Cahaya Di Kelas XII IPA 2 SMA YPPI I Surabaya (Skipsi Mahasiswa, tidak dipublikasikan) Darmoyo, Ermond.2008.Pembuatan Program Eksperimen Efek Fotolistrik Sebahai Media Pembelajaran Fisika Modern Daryanto. 2010. Media Pembelajaran. Iskandar. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Jones, Edwin R. dan Richard L. Childers. 1990. Contemporary College Physics. Kanginan, M.1995.Fisika 2000 Jilid 1b Untuk Smu Kelas 1. Sudrajat, Akhmad. 2011. Model Pembelajaran Langsung. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/01/ diakses 27/model-pembelajaran-langsung/. tanggal 07 Mei 2012.



F 16



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



PEMANFAATAN PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS WEB DALAM MENINGKATKAN INTERAKSI BELAJAR MAHASISWA Heni Safitri1, Herawati2, Widiasih3 1,2,3 Program Studi Pendidikan Fisika PMIPA FKIP Universitas Terbuka Email : [email protected]



Abstrak Pembelajaran fisika menuntut metode pembelajaran yang menarik sehingga mahasiswa dapat mudah mengerti gejala dan peristiwa atau fenomena yang terjadi di alam. Disisi lain, era teknologi dan informasi saat ini menuntut seseorang untuk dapat beradaptasi dengan pemanfaatan komputer dan internet. Untuk itu, diperlukan suatu metode pembelajaran fisika yang sejalan dengan hal tersebut. Universitas Terbuka dengan karakteristiknya sebagai perguruan tinggi jarak jauh telah menyediakan layanan bantuan belajar yang berbasis web dengan berbagai fasilitas yang telah disediakan pengajar untuk dimanfaatkan mahasiswa.Layanan bantuan belajar ini berupa web suplemen, dry lab, tutorial online, latihan mandiri dan ruang baca virtual. Salah satu fasilitas bantuan belajar yang dapat melihat interaksi belajar mahasiswa yaitu tutorial online. Fasilitas pada tutorial online yang diberikan dapat berupa materi, tugas dan diskusi. Untuk materi tutorial, pengajar menyediakan layanan bantuan belajar dalam bentuk text, presentasi, video, animasi dan atau simulasi. Makalah ini memberikan gambaran tentang kegiatan belajar-mengajar dengan tutorial online pada pembelajaran fisika dimana mahasiswa dapat terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuannya dengan menempatkan pengajar sebagai fasilitator, akan dijelaskan pula pemanfaatan tutorial online bagi mahasiswa. Kata kunci : Pembelajaran Fisika, Interaksi Mahasiswa, Pembelajaran Berbasis Web PENDAHULUAN Tidak dapat dipungkiri, saat ini kemajuan teknologi dan informasi merambah dengan sangat cepat ke seluruh dunia, khususnya penggunaan internet. Berbagai informasi yang kita inginkan akan dapat mudah kita dapatkan hanya dengan mengetikkan kata satu kata saja. Begitu mudah dan sangat menarik. Di sisi lain, pendidik memerlukan metode pembelajaran yang mampu menarik perhatian peserta didik sehingga dalam proses pentransferan ilmu kepada peserta didik lebih mudah dimengerti. Untuk diperlukan sebuah system pembelajaran yang lebih menarik dengan disajikan melalui sebuah sistem pembelajaran yang berbasis teknologi informasi yang dirasa akan lebih mudah dimengerti. Fisika, merupakan salah satu mata pelajaran sains yang mungkin bagi banyak kalangan dirasa sulit, oleh karenanya dengan metode pembelajaran yang lebih menarik, diharapkan dapat lebih memotivasi para pelajar untuk mempelajari fisika dengan lebih menarik dan mudah dimengerti, sehingga dapat berguna untuk mempercepat pengembangan sains di Indonesia terutama dalam mata pelajaran fisika. Lebih jauh, Pat Brogan (1999) mengemukakan tentang keuntungan yang diperoleh sistem belajarmengajar yang terintegrasi secara online, sebagai berikut: Sistem belajar-mengajar secara online akan memberikan kebebasan kepada siswa untuk menentukan dan merencanakan kompetensi apa yang akan mereka kembangkan. Lebih lanjut, dikatakan bahwa keuntungan yang disediakan dari lingkungan belajar-mengajar terintegrasi adalah ekstensif: berjalan cepat, tantangan dan kepuasan siswa



meningkat, fleksibel dalam penyebaran materi pelajaran, instruksi menjadi lebih personal ber-dasarkan pada tingkat pembebanan, dan efektivitas biaya meningkat bagi suatu institusi. Dengan sistem belajar online, institusi dapat menciptakan kampus maya, yakni mahasiswa, pendidik dan yang lainnya dapat berkolaborasi. Universitas Terbuka dengan karakteristiknya sebagai perguruan tinggi negeri jarak jauh telah menyediakan layanan bantuan belajar yang berbasis web dengan berbagai fasilitas yang telah disediakan pengajar untuk dimanfaatkan mahasiswa. Layanan bantuan belajar ini berupa web suplemen, dry lab, tutorial online, latihan mandiri dan ruang baca virtual. Salah satu fasilitas bantuan belajar yang dapat melihat interaksi belajar mahasiswa yaitu tutorial online (tuton). Fasilitas pada tuton yang diberikan dapat berupa materi, tugas dan diskusi. Untuk materi tutorial, pengajar dapat menyediakan layanan bantuan belajar dalam bentuk text, presentasi, video, animasi dan atau simulasi serta teleconference (openmeeting). Yunus (2004) menyatakan dalam pembelajaran di UT, tuton merupakan bagian integral dari proses pembelajaran mahasiswa, dan dalam tutorial terkandung berbagai aspek, yaitu bantuan belajar, interaksi tutor dengan mahasiswa, dan interaksi mahasiswa dengan mahasiswa. Manfaat lain dari Tuton menurut W Zhang, K Perris, E Kwok (2005) adalah bersifat fleksibel karena tidak memerlukan jadwal yang ketat seperti jadwal didalam kelas, disamping itu juga tidak mengganggu waktu bekerja bagi pegawai. Sehingga, Tuton memberikan keleluasaan kepada mahasiswa untuk belajar dan F 17



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



dapat menyesuaikan waktu belajar dengan waktu pekerjaannya maupun kehidupan pribadinya. Makalah ini memberikan gambaran tentang kegiatan belajar-mengajar dengan tutorial online pada pembelajaran fisika dimana mahasiswa dapat terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuannya dengan menempatkan pengajar sebagai fasilitator. Pengamatan terhadap pemanfaatan tutorial online bagi mahasiswa dalam pembelajaran fisika dilakukan pada mahasiswa yang mengikuti matakuliah di program studi pendidikan. Fisika Universitas Terbuka (PFISUT) masa registrasi 2012.1. Tuton didisain dalam 8 inisiasi selama 8 minggu (1 inisiasi setiap minggu), dalam minggu 3,5, dan 7 tuton tidak cuma berisi materi pelajaran tapi juga berisi tugas-tugas untuk mahasiswa, tugas tersebut harus dikerjakan dan kemudian dikirim kepada tutor. Disamping itu mahasiswa juga diharapkan terlibat dalam diskusi berkaitan dengan materi Tuton. Observasi dilakukan terhadap pemanfaatan tutorial online (tuton) dilihat dari keaktifan mahasiswa dalam mengakses inisiasi, berdiskusi dan mengerjakan tugas-tugas Tuton. TUTORIAL ONLINE UNIVERSITAS TERBUKA Tutorial online (Tuton) mulai dilaksanakan di UT sejak tahun 1997. Dengan perkembangan Open Source Software, pada tahun 2002 Learning Management system yang digunakan oleh UT dalam mengembangkan aplikasi tuton adalah Manhattan Virtual Classroom dan sejak tahun 2004 sampai sekarang UT telah menggunakan software Moodle (Modular Object-Oriented Dynamic). Moodle adalah salah satu aplikasi e-learning yang Open Source. Moodle merupakan paket software yang diproduksi untuk kegiatan belajar berbasis internet dan website. Moodle tersedia dan dapat digunakan secara bebas sebagai produk open source dibawah lisensi publik GNU. [5] Dalam membangun e-learning, Moodle mempunyai keunggulan, antara lain adalah 1) sederhana, efisien, dan kompatibel dengan banyak browser; 2) mudah cara instalasinya serta mendukung banyak bahasa, termasuk bahasa Indonesia; 3) tersedianya manajemen situs untuk pengaturan situs keseluruhan, mengubah theme,menambah module, dan sebagainya; 4) membutuhkan satu database. Database yang ada di aplikasi tuton dapat di hubungkan dihubungkan dengan sistem database mahasiswa UT. Hal ini akan memudahkan pengelolaan data mahasiswa peserta tuton, sehingga mahasiswa yang akan mengikuti tuton adalah mahasiswa yang hanya benar-benar telah meregistrasikan mata kuliah pada semester berjalan.



Gambar 1. Tampilan Tuton UT



TUTORIAL ONLINE PEMBELAJARAN FISIKA Pada awal perencanaan PFIS-UT, matakuliah yang disediakan tuton memiliki kriteria antara lain: tingkat kesulitan matakuliah, tingkat kepentingan mata kuliah dalam program studi, jumlah mahasiswa yang meregistrasi matakuliah cukup banyak serta ketersediaan tutor di fakultas. Namun dengan berjalannya waktu, semua mata kuliah yang ditawarkan program studi pendidikan fisika Universitas Terbuka harus menyediakan tuton, sehingga mata kuliah yang disediakan tuton terus bertambah sesuai dengan keadaan pengampu atau pengelola tutorial. Untuk masa registrasi 2012.1 program studi Pendidikan Fisika Universitas Terbuka menawarkan tuton pada 23 matakuliah biasa dan 1 matakuliah tugas akhir program (TAP). Tabel berikut merupakan rincian data peserta tuton setiap mata kuliah masa registrasi 2012.1. Tabel 1. Jumlah peserta tuton 2012.1 Kode MK PEFI4101 PEFI4102 PEFI4201 PEFI4204 PEFI4205 PEFI4207 PEFI4302 PEFI4303 PEFI4310 PEFI4312 PEFI4313 PEFI4314 PEFI4315 PEFI4316 PEFI4327 PEFI4405 PEFI4418 PEFI4419 PEFI4420 PEFI4421 PEFI4422 PEFI4425 PEFI4500 PEFI4525 Total



Jumlah registrasi 349 152 83 22 22 23 73 51 32 77 79 115 63 43 119 114 92 110 129 113 56 145 74 97 2233



Jumlah peserta tuton 83 22 33 7 6 4 20 22 7 11 35 13 12 6 23 11 30 30 11 13 3 35 35 34 506



% 23,78 14,47 39,76 31,82 27,27 17,39 27,40 43,14 21,88 14,29 44,30 11,30 19,05 13,95 19,33 9,65 32,61 27,27 8,53 11,50 5,36 24,14 47,30 35,05 22,66



Menurut Mery Noviyanti dan Sri Wahyuni (2005), Mekanisme dalam mengelola tutorial online meliputi langkah-langkah sebagai berikut. F 18



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



inisiasi yang diberikan tutor hanya berupa artikel saja atau presentasi. Sedangkan pada gambar 4, terlihat jumlah mahasiswa yang aktif berpartisipasi dalam setiap diskusi pada tuton. Terlihat bahwa jumlah mahasiswa yang ikut aktif dalam diskusi pada diskusi pertama relatif lebih banyak dibandingkan dengan mahasiswa yang aktif daripada diskusi kedua dan ketiga, Gambar 2. Mekanisme pengelolaan tutorial online



Dalam mekanisme ini terjadinya interaksi antara tutor/dosen dimungkinkan saat diskusi. Dalam diskusi mahasiswa dapat memberikan pertanyaan terhadap bahan pertemuan yang berupa presentasi, video, artikel atau mahasiswa diberikan kesempatan dengan mahasiswa lain untuk saling berdiskusi. HASIL DAN DISKUSI Berdasarkan tabel 1 tersebut, dari keseluruhan mata kuliah yang ditawarkan tidak sampai 50% mahasiswa yang aktif mengikuti tuton mata kuliah. Hal ini menurut Errington (2001) dalam Padmo dan Julaeha (2007) dapat terjadi karena dipengaruhi oleh faktor yang menentukan penerapan flexible learning yaitu kompetensi atau kemampuan pengguna, dukungan sarana, dan kecukupan infrastruktur. Sedangkan untuk melihat aktifitas mahasiswa dalam berinteraksi didalam tuton dari tabel 1, kami mengobservasi 1 mata kuliah biasa dan 1 mata kuliah TAP pada program PFIS-UT. Untuk mata kuliah fisika kuantum (PEFI4419) diawal pertemuan tutor banyak memberikan fasilitas yang dapat dimanfaatkan berupa video, presentasi maupun artikel tentang topik yang dibahas. Sedangkan pada mata kuliah Tugas Akhir Program (PEFI4500) tutor memberikan problem solving dan case study yang akan berusaha dipecahkan mahasiswa. Gambar 3 memberikan gambaran partispasi siswa yang aktif dalam tuton tersebut,



Gambar 4. Jumlah mahasiswa yang aktif diskusi pada setiap pertemuan tuton



Dari gambar 4. Keaktifan Mahasiswa dalam Diskusi, terlihat bahwa, mahasiswa yang mengikuti diskusi terlihat kecenderungan menurun dan pada diskusi 6 dan 7 mahasiswa yang terlibat diskusi semakin sedikit.



Gambar 5. Jumlah mahasiswa yang mengerjakan tugas tutorial.



Gambar 3. Jumlah mahasiswa yang aktif membaca materi setiap pertemuan tuton



Gambar tersebut menjelaskan bahwa diawal pertemuan tuton mahasiswa cukup antusias mengikuti tuton namun dengan berjalannya pertemuan dapat dilihat terjadi penurunan partisipasi mahasiswa. Hal ini dimungkinkan terjadi dikarenakan tutor pada saat awal-awal pertemuan memberikan fasilitas lengkap (video, presentasi dan artikel), namun ternyata diakhir tutorial terutama pertemuan ketujuh dan delapan



Jika dilihat dari ketiga gambar tersebut, dapat dilihat partisipasi mahasiswa bahwa kecenderungan mengalami penurunan diakhir-akhir pertemuan tuton. Hal ini dimungkinkan terjadi dikarenakan kendala saat mahasiswa mengikuti pelaksanaan tuton, yaitu pertama kesulitan dalam mengakses internet, kedua, inisiasi tidak menarik untuk dibaca dan terlambat diberikan serta tidak ada tanggapan atas jawaban mahasiswa, dan ketiga tidak dapat menggunakan komputer berbasis internet. Hal ini sesuai dengan pendapat Bandalaria (2003) yang mengemukakan bahwa terdapat tiga masalah utama yang menghambat partisipasi mahasiswa dalam belajar online. Pertama, dispositional problems, yaitu masalah yang mengacu pada pribadi mahasiswa, seperti sikap, rasa percaya diri, dan gaya belajar. Kedua, circumstansial problems, yaitu masalah yang berkaitan dengan F 19



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



kondisi khusus seperti geografis, ketersediaan waktu, dan sebagainya. Ketiga, teknical problems, yaitu masalah yang berkaitan dengan hardware dan program software yang digunakan dalam belajar online. Untuk itu diperlukan beberapa upaya yang dapat meningkatkan pemanfaatan tuton bagi mahasiswa dalam pembelajaran fisika, seperti perlunya tutor memberikan penyediaan konten dan materi yang menarik sehingga mahasiswa termotivasi untuk ikut serta dalam tuton. Lebih lanjut C Bianco (2005 ) menyatakan bahwa itu tutor dalam mengembangkan materi belajar dalam Tuton, harus mendesain materi sejelas mungkin, sehingga dapat mengakomodasi berbagai cara belajar mahasiswa. Interaksi dan komunikasi antara mahasiswa dengan dosen merupakan aspek yang penting dalam pendidikan, bahwa, tutorial adalah suatu proses pemberian bantuan dan bimbingan belajar dari seseorang kepada orang lain. KESIMPULAN Pemanfaatan Pembelajaran Fisika Berbasis Web yaitu tutorial online dapat meningkatkan Interaksi Belajar Mahasiswa. Namun Ketidakbiasaan dan ketidaksiapan pengajar dan peserta didik dalam memanfaatkan pembelajaran berbasis web akan mengakitbatkan pembelajaran tersebut tidak berfungsi secara optimal. Untuk itu, hendaknya pengajar dan peserta didik dapat menyikapi secara optimis. Perlu kekonsistenan dari pendidik sebagai fasilitator dalam menyiapkan bahan pembelajaran berbasis web dengan baik dan memotivasi mahasiswa agar interaksi mahasiswa dalam tutorial online tetap terjaga sehingga kualitas dan kuantitas mahasiswa yang memanfaatkan layanan bantuan belajar ini lebih meningkat.



DAFTAR PUSTAKA Bandalaria, M.dP. (2003). Shifting to online tutorial support system: A syntesis of experience. Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, 4 (1), 32 – 41 C Bianco, (2005), Online Tutorial: Tips from the Literature. Library Philosophy and Practice, 8 (1). diunduh 23 Juli, 2008, dari http://www.webpages.uidaho.edu/~mbolin/bia nco2.html Dewi Padmo, Siti Julaeha, (2007). Tingkat Kepedulian dan Self Efficacy Mahasiswa Universitas Terbuka Terhadap E-Learning, Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh,Volume 8 no. 1 Maret 2007 Mery Noviyanti, Sri Wahyuni (2005), The Readiness Of Universitas Terbuka Tutors In Managing The Online Tutorial. AAOU Conference 5th. Jakarta 2005. Muhamad Yunus,(2004), Perkembangan Sistem Layanan Bantuan Belajar, Universitas Terbuka Dulu, Kini, dan Esok. Jakarta: Universitas Terbuka. Pat Brogan. (1999), Using The Web for Interactive Teaching and Learning, The Imperative for the New Millennium, A White Paper (Internet): Macromedia Corporate Research Studio, London W Zhang, K Perris, E Kwok, (2003), Use of Tutorial Support: experinces from Hong Kong distance learners. Asian Journal of Distance Education. 1 (1), 12-19, 2003. Diunduh 30 Mei, 2005, dari http://www.AsianJDE.org



F 20



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



PENGEMBANGAN PROGRAM DRY LAB DALAM PEMBELAJARAN FISIKA SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN JARAK JAUH Herawati1, Heni Safitri2, Widiasih3 1,3 Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam 2 UniversitasTerbuka Email : [email protected]; [email protected]; [email protected]



Abstrak Universitas Terbuka sebagai universitas yang menerapkan sistem belajar jarak jauh membutuhkan suatu media pembelajaran untuk menyampaikan materi perkuliahan kepada mahasiswanya. Salah satu materi yang harus disampaikan adalah materi praktikum. Guna membantu pemahaman mahasiswa dalam kegiatan praktikum maka dikembangkanlah dry laboratorium (percobaan kering). Dry lab adalah praktikum yang dilakukan secara visual melalui simulasi komputer. Tujuan dari dikembangkannya dry lab adalah untuk membantu mahasiswa dalam melaksanakan praktikum secara mudah, menyenangkan, serta efektif dan efesien. Makalah ini menggambarkan tentang prosedur pengembangan dry lab mulai dari pengertian, materi yang dikembangkan dalam dry lab, serta bagaimana mengoperasikan dry lab tersebut. Studi ini dilakukan di program studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Terbuka. Studi ini merupakan studi literatur yang dilengkapi dengan contoh aplikasi dari program dry lab. Implikasi dari pengembangan ini adalah program dry lab yang siap diimplementasikan kepada mahasiswa pendidikan fisika dan dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa dalam hal praktikum. Kata kunci : PENDAHULUAN Fisika adalah ilmu yang menyelidiki gejala-gejala alam, sehingga membutuhkan sejumlah metode untuk digunakan sebagai dasar melakukan observasi dan prediksi. Objek dan kejadian alam harus diselidiki melalui eksperimen dan observasi serta dicari kejelasannya melalui proses pemikiran untuk mendapatkan alasan atau argumentasinya (Prasetyo:1998). Untuk membelajarkan konsep-konsep fisika ke dalam pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa, maka dilakukan suatu kegiatan praktik yang bertujuan untuk membuat siswa bekerja melalui olah pikir dan olah tangan. Menurut Kerr dalam Prasetyo (1998) dalam bukunya “practical work in school science” kegiatan praktik merupakan percobaan yang ditampilkan oleh guru dalam bentuk demonstrasi secara kooperatif oleh sekelompok siswa, maupun perorangan dan observasi oleh siswa dimana kegiatan tersebut dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan praktikum. Universitas Terbuka (UT) sebagai perguruan tinggi yang menerapkan Sistem Pendidikan Jarak Jauh (SPJJ), dimana terdapat keterpisahan fisik antara dosen dan mahasiswanya membutuhkan media pembelajaran sebagai penyampai materi kepada mahasiswanya. Bahan Ajar Cetak (BAC) dalam bentuk modul dan Bahan Ajar Non Cetak (BANC) dalam bentuk Computer Assissted Instructional (CAI), Video Interaktif dan Web Suplemen, merupakan bahan ajar pokok dan suplemen materi yang berperan sebagai pengganti dosen untuk



menyampaikan materi perkuliahan kepada mahasiswanya. Sementara itu, untuk mata kuliah yang membutuhkan praktek dan praktikum, UT bekerjasama dengan universitas – universitas penyelenggara tatap muka yang memiliki laboratorium untuk menyediakan tempat, waktu, dan tenaga ahli kepada mahasiswa yang akan melakukan praktikum. Selain itu, UT juga menyediakan layanan bantuan belajar dalam bentuk tutorial tatap muka untuk melaksanakan mata kuliah yang membutuhkan praktek dan praktikum. Guna meningkatkan layanan kepada mahasiswanya dalam hal akses praktek dan praktikum, UT mengembangkan suatu program bantuan belajar untuk mata kuliah berpraktek dan praktikum yaitu program “dry lab” atau laboratorium kering. Makalah ini menggambarkan tentang pengembangan dry lab di Universitas Terbuka mulai dari pengertian, manfaat, tahapan pengembangan serta evaluasi yang dilakukan oleh ahli media yang berguna untuk menilai kelayakan program dry lab yang telah dikembangkan. Dry Lab sebagai Media Pembelajaran Berbasis Komputer dalam SPJJ Media pembelajaran merupakan hal yang penting dalam SPJJ yang berperan sebagai pengganti dosen dalam menyampaikan materi kepada mahasiswanya. Peran ini diharapkan dapat menimbulkan terjadinya interaksi langsung antara dosen dan mahasiswa serta dapat memberikan umpan balik yang dibutuhkan peserta didik dengan segera sehingga tercipta proses pembelajaran yang efektif dan terjalin komunikasi F 21



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



dua arah (Hannafin dan Peck dalam Budiastra, 2004). Salah satu media yang dapat mengakomodasi interaktivitas dan umpan balik yang dibutuhkan dalam pembelajaran adalah media komputer. Media berbasis komputer inilah yang dimanfaatkan UT dalam mengembangkan drylab yang dapat membantu mahasiswa untuk melaksanakan praktikum. Melalui media inilah dikembangkan suatu program yang dapat mensimulasikan materi – materi yang akan dipraktekkan yang sesuai dengan situasi yang sebenarnya dalam lab basah (wet lab). Terminologi dry lab tidak secara spesifik dapat didefinisikan. Namun definisi awal diberikan oleh Wikipedia sebagai “a laboratory where computational or applied mathematical analyses are done on a computer – generated model to simulate a phenomenon in the physical realm...” Terminologi lain diberikan oleh Harran Research Group sebagai a laboratory for making computer simulation or for data analysis especially by computers. Dari definisi yang diberikan dapat dinyatakan bahwa dry lab merupakan simulasi praktikum yang menggunakan komputer untuk dapat diambil data dan dilakukannya analisis. Menurut Learmonth (1996) tujuan dikembangkannya dry lab diharapkan dapat 1) mendukung dalam persiapan praktikum. Mahasiswa dapat mempersiapkan dan merencanakan kegiatan praktikum sebelum praktikum sebenarnya dimulai. Hal ini dapat membantu mahasiswa sehingga terbiasa dengan konsep, data, dan aspek numerik dalam eksperimen sebelum mahasiswa masuk ke laboratorium sebenarnya. Di sisi lain, hal ini ditujukan bagi pengembang dry lab itu sendiri yang harus memperhatikan program dengan melengkapi software program dry lab dengan simulasi yang mudah digunakan oleh mahasiswa 2) Membantu dalam perhitungan dan analisis data, melalui dry lab mahasiswa dapat menggunakan data logging by computer dan menghitung serta menganalisisnya, baik sebelum, selama atau setelah melaksanakan praktikum. 3) membantu mensimulasikan hasil perolehan data. Program dry lab yang dikembangkan diharapkan dapat mengakomodasi contoh – contoh yang mencakup simulasi data dari praktikum yang di lakukan di wet lab, sehingga mahasiswa dapat dibantu dalam memperluas analisis dimana hal ini tidak dapat dilakukan pada saat praktikum berlangsung. Lebih lanjut, hal lain yang dapat dilakukan adalah program dry lab ini dapat menirukan data eksperimental yang mesti direkam dalam cara tradisional, bahkan mungkin dapat memberikan bantuan lebih lanjut dalam analisis data yang akan disimulasikan. Sementara itu, Learmonth juga menyatakan bahwa peran dry lab tidak dimaksudkan untuk menggantikan peran praktikum tradisional di laboratorium basah (wet lab), namun dimaksudkan untuk melengkapi dan meningkatkan pengalaman mahasiswa sebelum, selama, dan setelah pelaksanaan praktikum.



Selain itu, dikembangkannya dry lab diharapkan dapat mengurangi permasalahan yang terjadi pada saat eksperimen di laboratorium seperti biaya alat dan bahan, tekanan yang dialami siswa pada saat praktikum, dan kesulitan dalam melakukan praktikum tertentu seperti yang berkaitan dengan racun kimia, bahan radioaktif, dan praktikum hewan. (Johnston&Pets,1996) Pengembangan Dry Lab di Universitas Terbuka Materi pada dry lab yang dikembangkan dalam pengembangan ini adalah materi tentang topik gaya gesek pada mata kuliah praktikum Fisika 1 (PEFI4309). Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan angket kepada ahli media untuk mengevaluasi produk Dry lab yang sudah jadi. Beberapa tahapan pengembangan dry yang dilakukan di UT adalah sebagai berikut. Tahap penilaian kebutuhan belajar peserta didik. Pada tahap ini dilakukan proses penilaian kebutuhan belajar peserta didik. Sebagai mahasiswa SPJJ, mahasiswa UT memiliki kendala dalam hal akses praktikum. Hal ini terjadi karena Unit Program Belajar Jarak Jauh (UPBJJ) yang tersebar di 37 propinsi sampai saat ini tidak dilengkapi dengan laboratorium. Disamping itu, lokasi dan ketersediaan alat dan bahan praktikum tidak dapat ditemukan di sebarang tempat. Dengan kondisi seperti itu, mahasiswa harus tetap melaksanakan praktikum di tempat di mana UT melakukan kerjasama dengannya seperti di universitas pembina atau tempat yang memiliki fasilitas laboratorium yang memadai. Berdasarkan kebutuhan mahasiswa akan praktikum, maka UT mengembangkan dry lab yang memungkinkan mahasiswa dapat mencoba program simulasi praktikum yang ada di modul praktikum sebelum mahasiswa melakukan praktikum yang sebenarnya. Pada tahap ini dikembangkan pula beberapa produk yang berupa peta kompetensi melalui analisis instruksional. Tujuan analisis ini untuk menetapkan tujuan yang diharapkan dimana pengembang program harus mempertimbangkan kemampuan pengguna program. Selain itu. Penentuan tujuan instruksional ini dituangkan ke dalam Garis Besar Program Media (GBPM) Dry lab. Tahap Disain. Pada tahap ini dikembangkan alur flowchart yang mengilustrasikan urutan penyajian materi program Dry lab. Urutan ini harus dapat dilihat secara global dan mudah dituangkan dalam pembuatan story board yang kemudian diterjemahkan ke dalam naskah frame demi frame. Frame dibuat agar rancangan tampilan gambar dan sajian pembelajaran sesuai dengan alur materi pada flowchart. Dalam penulisan frame naskah, semua komponen yang akan muncul seperti teks, gambar, animasi, audio, atau video, tombol serta hubungan navigasi yang akan digunakan F 22



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



harus disertakan. Selain itu, dipertimbangkan pula strategi penyampaiannya agar display yang dihasilkan nantinya menarik untuk dilihat dan tidak terkesan monoton. Tahap Pengembangan Produk. Pada tahap ini dilakukan perakitan seluruh elemen media yang meliputi teks, gambar, animasi, audio dan video. Peralatan yang diperlukan seperti perangkat keras yang berupa kamera foto digital, kamera video digital, ataupun perangkat lunak yang digunakan.



benda yang bergerak pada bidang miring namun dalam animasinya yang bergerak adalah benda miringnya, masih ada beberapa navigasi yang membuat pengguna harus bolak – balik mengoperasikannya, serta belum adanya kebenaran isian data laporan dari respon pengguna. Masukan – masukan tersebut memberikan peluang akan adanya perbaikan bagi program dry lab yang sudah jadi atau yang sedang dikembangkan. TABEL 1. HASIL TELAAH DARI AHLI MEDIA Aspek Tampilan dan Interaktivitas dalam Program Dry lab



Tahap Evaluasi. Setelah produk dry lab jadi, maka dilakukan evaluasi terhadap materi dan dalam bentuk penyajian media yang dilakukan oleh ahli materi dan ahli media. Ahli materi menelaah dan mengkaji tentang konsep – konsep yang dikembangkan dalam naskah dry lab meliputi ketercapaian kompetensi, kebenaran konsep, keluasan dan kedalam konsep, sistematika penyajian materi. Evaluasi terhadap media dilakukan oleh Ahli media yang menelaah dan mengkaji dari sisi program dry lab meliputi unsur visual terdiri dari tampilan grafis yang meliputi pemilihan pemilihan huruf, teks dan keterbacaan gambar, simulasi, petunjuk melakukan praktikum, dan menginput data. Unsur suara yang dilihat dari kualitas suara pada video ataupun dari narasi materi serta sound effect pada tiap tampilan program. Selain itu, dari unsur format penyajian yaitu tentang tata letak program, konsistensi penyajian turut dievaluasi. Selanjutnya kemudahan navigasi bagi pengguna juga turut ditelaah. Sebanyak tiga orang ahli media telah mengevaluasi program dry lab yang sudah jadi. Hasil telaah terlihat pada Tabel I. Tabel 1 mengungkapkan hasil penilaian dari ahli media dengan skala yang digunakan adalah skala 1 = sangat kurang bagus, skala 2 = kurang bagus dan skala 3 = cukup bagus, skala 4 = bagus, dan skala 5 = sangat bagus. Hasil menunjukkan bahwa penilaian terhadap unsur visual, format penyajian, suara, interaktivitas, dan navigasi yang memiliki skala 4 dengan kategori bagus adalah efesiensi teks, gambar dan tampilannya dan disertai dengan keserasian warna background dengan teks, konsistensi penyajian, dan kemudahan memilih menu sajian, kebebasan menu sajian, dan kemudahan dalam menggunakan data praktikum serta kemudahan dalam menginput data praktikum. Sedangkan untuk unsur yang memiliki skala 2 dengan kategori kurang bagus adalah keterbacaan petunjuk melakukan praktikum, kerapian tampilan slide, tata letak, dan kualitas penanganan respon siswa. Beberapa masukan juga diberikan oleh penelaah media diantaranya adalah pemanfaatan ruang dalam tampilan yang kurang optimal, terdapat kesalahan pengucapan dalam narasi penjelasan dan juga ada penjelasan narasi yang tidak tuntas yang belum diedit, tidak adanya petunjuk praktikum dan penggunaan alat dan bahan, pada animasi disebutkan



Skala



Unsur Visual Pemilihan jenis huruf Pemilihan ukuran huruf Penggunaan jarak (baris, alinea, dan karakter) Keterbacaan teks Efisiensi teks Efisiensi gambar Tampilan gambar Penempatan gambar Keterbacaan tujuan praktikum keterbacaan alat dan bahan keterbacaan petunjuk melakukan praktikum keterbacaan menginput data praktikum keterbacaan simulasi praktikum Keserasian warna background dengan teks



3,7 3,3 3,7 3,0 4,0 4,0 4,0 3,7 0,0 0,0 2,7 3,0 3,7 4,0



Unsur Format Penyajian Kerapian tampilan slide Tata letak (layout) Konsistensi penyajian



2,3 2,7 4,3



Unsur Suara Kualitas suara



3,7



Unsur Interaktivitas Tingkat interaktivitas siswa dengan media Kualitas penanganan respon siswa



3,7 2,3



Unsur Navigasi Kemudahan navigasi Kemudahan memilih menu sajian Kebebasan memilih menu sajian Kemudahan dalam penggunaan kemudahan menggunakan data praktikum kemudahan menginput data praktikum kemudahan hasil input data praktikum kelayakan sebagai media praktikum virtual



3,7 4,3 4,3 4,0 3,7 4,0 3,0 3,3



Penelaahan yang dilakukan oleh ahli media sesuai dengan faktor – faktor yang perlu diperhatikan dalam pengembangan dry lab. Menurut Learmonth F 23



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



(1996) beberapa elemen kunci dalam pengembangan lab kering berbasis komputer (computer based ’dry’ laboratories) adalah pertimbangan software yang digunakan yang meliputi validitas, ketepatan, kemudahan dalam menggunakan, fleksibilitas, dan kualitas. Validitas mencakup data base yang digunakan dalam program simulasi. Apakah program simulasi tersebut tepat dan lebih baik utuk menyajikan materi atau justru lebih tepat disajikan dalam bentuk media lainnya. Faktor fleksibilitas meliputi disain dalam penyajian termasuk variasi data atau tahapan – tahapan yang membuat pengunna tidak menjadi bosan. Software juga harus mengakomodasi pengguna yang dapat dengan mudah menggunakan program dry lab. KESIMPULAN Pengembangan Dry lab mata kuliah Praktikum Fisika 1 telah dilakukan dengan hasil yang cukup bagus. Namun perlu ada tindak lanjut berdasarkan masukan dari ahli media berupa revisi sehingga menghasilkan program yang lebih baik dan siap diimplementasikan oleh mahasiswa.



DAFTAR PUSTAKA Budiastra, Ketut A.A. (2004). Laboratorium Kering dan Laboratorium Basah. Universitas Terbuka. Jakarta. Johnston, Ian. & Peat, Mary. (1996). What Did We Learns From Dry Labs Workshop in Proceedings Of Dry Labs Workshop. University of Sydney. Learmonth, roberta. (1996). IT in Teaching Experimental Science: the Scientific Perspective in Proceedings Of Dry Labs Workshop. University of Sydney. Prasetyo, Zuhdan. (1998). Kapita Selekta pembelajaran Fisika. Universitas Terbuka. Jakarta. http://en.wikipedia.org/wiki/Dry_lab akses tanggal 3 Agustus 2012. http://www.merriam-webster.com/medical/dry%20lab akses tanggal 5 Agustus 2012. http://www.molnarinstitut.com/HP/Software/DryLab.php akses tanggal 2012.



Ucapan terima kasih Penulis mengucapkan terima kasih pada ahli media: Bapak Pak Elang Krisnadi, Pak Edi Syarif, dan Ibu mestika sekar Winahyu atas masukan dan dikusinya yang bermanfaat.



F 24



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



PEMANFAATAN LABORATORIUM FISIKA SMA RSBI DI KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN 2012 Heru Wahyudi SMA Islam 3 Sleman Jl. Turi Km 0.5 Pakem, Sleman, Yogyakarta, 55582.Telp/Faks 0274-895167 Email: [email protected]



Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pemanfaatan laboratorium fisika dalam membantu pembelajaran fisika, mengetahui kondisi daya dukung SDM dan sarana prasarana laboratorium fisika, mengetahui standar mutu yang telah ditetapkan SMA berstatus RSBI dalam pemanfaatan laboratorium fisika. Penelitian menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Subjek penelitian ini adalah kepala sekolah, guru fisika, laboran dan siswa kelas XI IPA yang berjumlah 127 siswa. Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data dengan observasi, angket, dan wawancara. Adapun teknik untuk menganalisis data adalah teknik analisis data deskriptif. Setting penelitian mengambil tempat di SMA Negeri 1 Sleman pada waktu semester genap tahun pelajaran 2011/2012. Berdasarkan hasil analisis diskriptif menunjukkan bahwa pemanfatan laboratorium fisika di SMA Negeri 1 Sleman dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Angket siswa menunjukkan bahwa praktikum di laboratorium sangat membantu dalam pemahaman konsep fisika. Kelengkapan sarana prasarana laboratorium memiliki kategori sangat baik. Penggunaan sarana prasarana memiliki kategori baik/ layak pakai. Kinerja guru fisika memiliki kategori sangat baik. Adanya standar mutu pengadaan alat/bahan dan pelaksanaan praktikum yang jelas dan sistematis. Kata kunci : SMA-RSBI, Pemanfaatan laboratorium fisika PENDAHULUAN Penyelenggaraan sekolah berstatus “Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional” (RSBI) yang efektif dan efisien menjadi tuntutan di era globalisasi saat ini. Sehingga pada kenyataannya dibutuhkan profesionalisme sumber daya manusia yang kompetitif dan memiliki daya saing tinggi. Kompetisi ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat maupun pemerintah dalam mengembangkan dan menyelenggarakan program pendidikan sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Pembelajaran fisika merupakan pembelajaran yang mengembangkan ranah kognitif, afektif, sekaligus psikomotor secara simultan. Oleh karena itu rancangan pembelajaran fisika harus dapat memuat pengembangan ketiga ranah tersebut. Untuk mengembangkan ranah afektif dan psikomotor tidak cukup hanya mengandalkan pembelajaran di kelas, tetapi perlu ditunjang dengan pembelajaran di luar kelas, baik dalam bentuk praktikum maupun eksperimen yang terarah. Keberadaan laboratorium fisika di sekolah sangat penting dalam mendukung keberhasilan pembelajaran agar pemahaman siswa terhadap materi menjadi utuh dan komprehensif. Permasalahan yang sering muncul di lapangan adalah peralatan laboratorium fisika jumlah dan macamnya terbatas di suatu sekolah. Persoalan lain, selain keterbatasan peralatan adalah masalah manajemen pengelolaan laboratorium yang kurang terfokus pemanfaatannya untuk pembelajaran fisika.



Analisis pemanfaatan laboratorium fisika dilaksanakan dengan harapan agar dapat memenuhi tuntutan kebutuhan untuk menciptakan efektifitas, efisiensi pembelajaran fisika sehingga sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan oleh Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) khususnya di SMA Negeri 1 Sleman. Hasil dari analisis pemanfaatan laboratorium fisika adalah adanya tolok ukur sejauh mana kebermanfaatan laboratorium sebagai bagian dari pembelajaran fisika dalam kaitannya meningkatkan prestasi akademik agar mampu bersaing dengan sekolah-sekolah lain. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mengambil judul: “Pemanfaatan Laboratorium Fisika SMA RSBI Di Kabupaten Sleman Yogyakarta Tahun 2012”. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah pemanfaatan laboratorium fisika dalam membantu pembelajaran fisika di SMA Negeri 1 Sleman? 2. Bagaimanakah kondisi daya dukung SDM dan sarana prasarana laboratorium fisika di SMA Negeri 1 Sleman? 3. Bagaimanakah standar mutu SMA Negeri 1 Sleman sebagai sekolah berstatus Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dalam pemanfaatan laboratorium fisika?



F 25



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui pemanfaatan laboratorium fisika dalam membantu pembelajaran fisika di SMA Negeri 1 Sleman. 2. Mengetahui kondisi daya dukung SDM dan sarana prasarana laboratorium fisika di SMA Negeri 1 Sleman 3. Mengetahui standar mutu yang telah ditetapkan SMA Negeri 1 Sleman sebagai sekolah berstatus Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dalam pemanfaatan laboratorium fisika. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi guru dan siswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat mengungkap pentingnya menggunakan laboratorium dalam pembelajaran fisika. 2 Bagi kepala sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam pelaksanaan tugasnya sehingga dapat bekerja secara profesional. 3. Bagi Pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai referensi pemerintah (instansi terkait), khususnya untuk menindak lanjuti atau mengevaluasi sekolah yang memiliki status Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Ruang Lingkup Penelitian Dalam ruang lingkup penelitian ini, penulis membahas tentang analisis pemanfaatan laboratorium fisika SMA RSBI di Kabupaten Sleman tahun 2012. Untuk mempermudah dalam melakukan penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup pembahasan yang meliputi : 1. Pemanfaatan laboratorium fisika yang dibatasi pada keadaaan, penggunaan dan kondisi sarana prasarana laboratorium 2. Kesiapan sumber daya manusia dibatasi pada kinerja guru fisika dan sikap siswa dalam kegiatan laboratorium fisika 3. Standar mutu laboratorium fisika dibatasi pada pengadaan alat/ bahan dan pelaksanaan praktikum. KAJIAN PUSTAKA Pengertian dan Tujuan RSBI/SBI Sekolah bertaraf internasional (SBI) adalah sekolah yang sudah memenuhi standar nasional pendidikan (SNP) yang diperkaya dengan keunggulan mutu tertentu yang berasal dari negara anggota the Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) atau negara maju lainnya (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 78 Tahun 2009 tentang penyelenggaraan sekolah bertaraf



internasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah). Tujuan penyelenggaran SBI yang tertuang dalam Permendiknas Nomor 78 Tahun 2009 yaitu untuk menghasilkan lulusan yang memiliki: 1) Kompetensi sesuai dengan standar lulusan dan diperkaya dengan standar kompetensi pada salah satu sekolah terakreditasi di negara anggota OECD atau negara maju lainnya; 2) Daya saing komparatif tinggi yang dibuktikan dengan kemampuan menampilkan keunggulan lokal di tingkat internasional; 3) Kemampuan bersaing dalam berbagai lomba internasional yang dibuktikan dengan perolehan medali emas, perak, perunggu, dan bentuk penghargaan internasional lainnya; 4) Kemampuan bersaing ke luar negeri terutama bagi lulusan sekolah menengah kejuruan; 5) Kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris (skor TOEFL>7,5 (Permendiknas Nomor78 Tahun 2009) dalam skala internet based test) dan/atau bahasa asing lainnya; 6) Kemampuan berperan aktif secara internasional dalam menjaga kelangsungan hidup dan perkembangan dunia dari perspektif ekonomi, sosio-kultural, dan lingkungan hidup; dan 7) Kemampuan menggunakan dan mengembangkan teknologi komunikasi dan informasi secara internasional. Laboratorium Menurut Kertiasa (2006) Laboratorium adalah tempat bekerja untuk mengadakan percobaan atau penyelidikan dalam bidang ilmu tertentu seperti fisika, kimia, biologi dan sebagainya. Dalam pengertian terbatas laboratorium adalah suatu ruangan tempat dimana percobaan dan penelitian dilakukan, tempat ini dapat merupakan suatu ruangan tertutup, kamar atau ruangan terbuka, misalnya kebun. Menurut John W. Hansen & Gerald G. Lovedahl (2004) ”belajar dengan melakukan” merupakan sarana belajar yang efektif, artinya seseorang akan belajar efektif bila ia melakukan. Pemahaman peserta didik terhadap materi ajar akan lebih efektif jika ia tidak hanya memperoleh konsepnya, tetapi ia juga mampu menemukan konsep itu sendiri. Confucius menyatakan bahwa “what I do, I understand” apa yang saya lakukan, saya paham (Mel Silberman, 2002), artinya ketika seorang guru banyak memberikan aktivitas yang bersifat keterampilan, maka anak didik akan memahaminya secara lebih baik, dan itu hanya dapat diperoleh melalui praktikum atau eksperimen. Pengelolaan Laboratorium Menurut Nuryani (2005), garis besar pengelolaan laboratorium dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu: 1) kegiatan pemeliharaan, 2) penyediaan alat-alat dan bahan yang diperlukan, 3) peningkatan daya guna laboratorium. Sebagai pengelola laboratorium, seseorang harus benar-benar menaati tata tertib laboratorium agar F 26



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



fungsi laboratorium dapat tercapai secara optimal. Adapun peraturan tata tertib bagi pengelola laboratorium/guru adalah sebagai berikut : 1) menjelaskan tata tertib, 2) menegakkan disiplin, 3) melakukan kontrol kegiatan, 4) mempersiapkan alat dan bahan, 5) menjelaskan fungsi alat-alat dan bahayanya, 6) menjaga kebersihan dan kerapian, 7) memandu penggunaan alat-alat listrik, 8) mengusahakan keamanan zat-zat berbahaya, 9) memberikan petunjuk dan larangan, 10) menyediakan kotak PPPK, 11) mengecek semua lampu dan peralatan sebelum meninggalkan laboratorium. Mengingat peran penting yang dimiliki oleh laboratorium sebagai sarana pembelajaran, maka dipandang perlu untuk dilakukan penelitian berkenaan pemanfaatan laboratorium fisika di SMA Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) Kabupaten Sleman Yogyakarta. Hal ini ditinjau dari kemampuan guru, kelengkapan sarana prasarana laboratorium dalam mendukung pembelajaran dan teknis pengelolaan laboratorium fisika dengan mempertimbangkan aspek minat/ sikap siswa terhadap pembelajaran fisika menggunakan laboratorium.



TABEL I. Instrumen Penelitian No



3.



Guru Fisika



7.



Metode Obser- Kiner- Angket vasi ja v v



Wawancara v v



v



v



v



v



v



v



v



v v



v v



Kepala Laboratorium Fisika Laboran Siswa Kondisi Laboratorium Fisika, Sarpras, Alat dan Bahan



v



Kinerja Guru Untuk mengetahui kompetensi pendidik khususnya kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional diperoleh melalui angket. Angket tersebut berisi serangkaian pertanyaan dengan skala skor 1 – 4. Kriteria yang dipakai dalam penilaian kinerja guru adalah sebagai berikut: TABEL II. Skor Penilaian Aspek Kompetensi



Aspek Kompetensi



Skor X



Pedagogik (18 item)



Kepribadian (6 item)



Sosial (9 item)



HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN



Pada penelitian ini menggunakan instrumen penelitian seperti terlihat pada tabel 1 sebagai berikut:



Kepala Sekolah Teman Sejawat



5. 6.



Analisis pemanfaatan laboratorium fisika SMA Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di Kabupaten Sleman ini seharusnya dilakukan di semua SMA yang memiliki status RSBI. Di Kabupaten Sleman ada 2 (dua) sekolah yang berstatus RSBI antara lain SMA Negeri 1 Sleman dan SMA Negeri 1 Kalasan. Akan tetapi dengan mempertimbangan waktu, tempat dan biaya maka peneliti menentukan subjek penelitian di SMA Negeri 1 Sleman. Untuk mengungkap sikap siswa, pengambilan data dilakukan dengan sampel keseluruhan siswa kelas XI IPA berjumlah 127 siswa terdiri dari 48 laki-laki dan 79 perempuan. Sedangkan variabel penelitian adalah sikap siswa, kemampuan kinerja guru, kelengkapan sarana dan prasarana laboratorium fisika dan teknis pengelolaan laboratorium fisika. Pengambilan data dilakukan pada semester genap tahun pelajaran 2011/2012. Data dan informasi yang terkumpul dari penelitian ini dianalisis dengan menggunakan Statistika Deskriptif.



Instrumen Penelitian



1. 2.



4.



METODE PENELITIAN



Hasil penelitian yang berkaitan dengan analisis pemanfaatan laboratorium fisika diperoleh dari observasi, angket dan wawancara di SMA Negeri 1 Sleman. Berdasarkan data yang terkumpul diperoleh data sebagai berikut:



Responden/ Subyek Penelitian



Profesional (16 item)



Kriteria Sangat baik



54



36



X



54



Baik



18



X



36



Cukup



X



18



Tidak baik



X



18



Sangat baik



12



X



18



Baik



6



X



12



Cukup



X



6



Tidak baik



X



27



Sangat baik



18



X



27



Baik



9



X



18



Cukup



X



9



Tidak baik



X



48



Sangat baik



32



X



48



Baik



16



X



32



Cukup



X



16



Tidak baik



Penilaian Diri Berdasarkan hasil analisis angket penilaian kinerja guru fisika SMA Negeri 1 Sleman memberikan penilaian diri pada aspek kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan kompetensi profesional yang secara umum hasilnya sebagai berikut:



F 27



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



TABEL III. Skor Penilaian Aspek Kompetensi Guru



No



Aspek Kompetensi



1



Pedagogik



2



Kepribadian



3



Sosial



4



Profesional



Interpretasi Sangat baik Baik Cukup Tidak baik Sangat baik Baik Cukup Tidak baik Sangat baik Baik Cukup Tidak baik Sangat baik Baik Cukup Tidak baik



Persentase (%) 90,27 95,83 88,88 87,50 -



Penataan Alat Laboratorium Penataan (ordering) alat di laboratorium dengan maksud agar alat tertata dengan baik. Dalam menata alat tersebut berkaitan erat dengan keteraturan dalam penyimpanan (storing) maupun kemudahan dalam pemeliharaan (maintenance). Keteraturan penyimpanan dan pemeliharaan memerlukan cara tertentu agar petugas laboratorium dengan mudah dan cepat dalam pengambilan alat. Dengan demikian penataan alat laboratorium bertujuan agar alat-alat tersebut tersusun secara teratur, indah dipandang (estetis), mudah dan aman dalam pengambilan dalam arti tidak terhalangi atau mengganggu peralatan lain, terpelihara identitas dan presisi alat, serta terkontrol jumlahnya dari kehilangan. Gambar berikut menunjukkan penatan alat laboratorium fisika di SMA Negeri 1 Sleman. TABEL V. Beberapa alat percobaan fisika di SMA Negeri 1 Sleman dan cara penyimpanannya No



Penilaian dari atasan, dan juga teman sejawat Dari hasil angket yang diisi oleh guru mata pelajaran fisika kelas XI SMA Negeri 1 Sleman. Penilaian dari atasan dan teman sejawat tanpa sepengetahuan guru yang bersangkutan ini diharapakan dapat memberikan penilaian yang lebih obyektif tentang aspek kompetensi guru. Data yang tercantum pada penilaian ini merupakan rerata (triangulasi data) yang berasal dari penilaian diri, penilaian atasan (kepala sekolah) dan juga penilaian dari teman sejawat. Teman sejawat yang dimaksud adalah sesama guru fisika yang diasumsikan mengetahui aktifitas guru yang bersangkutan. Jika dibuat tabulasi data, dari aspek pedagogik, kepribadian, sosial serta profesional sebagai berikut:



Neraca/ Timbangan



Gambar Alat 1



TABEL IV. Penilaian dari guru, teman sejawat, dan kepala sekolah



Presentase Interpretasi No (%) Sangat baik 85,18 Baik 1 Pedagogik Cukup Tidak baik Sangat baik 92,59 Baik 2 Kepribadian Cukup Tidak baik Sangat baik 87,04 Baik 3 Sosial Cukup Tidak baik Sangat baik 82,81 Baik 4 Profesional Cukup Tidak baik Dari tabel diatas, ternyata semua aspek tetap cenderung ke arah sangat baik, meskipun terjadi penurunan rerata persentase.



Nama Alat



Fungsi



menentukan massa benda



Penyimpanan



ruang almari/ rak



Nama Alat



Voltmeter DC



Gambar Alat



Aspek Kompetensi



2



Fungsi



menentukan tegangan listrik arus searah



Penyimpanan



ruang almari/ rak



Kelengkapan Sarana Hasil analisis observasi terhadap kelengkapan sarana laboratorium fisika dalam mendukung kegiatan praktikum di SMA Negeri 1 Sleman diperoleh data sebagai berikut:



F 28



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



TABEL VI. Kelengkapan sarana laboratorium dan kondisinya



No



1 2 3 4 5 6 7



Sarana



Alarm Kebakaran Alat kebersihan



Tidak ada / tidak layak pakai v



Kondisi Ada / Ada / kurang cukup layak layak pakai pakai



Ada / baik layak pakai



v



Bak Tempat Cuci Alat Kotak P3K Isi Lengkap Lemari Es



TABEL VII. Kelengkapan prasarana laboratorium beserta kondisinya



No



1 2 3 4



v v v



Penerangan Ruangan Ruangan Alat



v



Ruangan Pengelola Ruangan Penimbangan Ruangan Persiapan Ruangan Praktikum



v



5 6 7



v



8 8 9 10 11 12



Sanitasi



13



Stop Kontak Listrik Tabung Pemadam Kebakaran Tempat Sampah



14 15 16



v v v



v



No



v v 0



5



Ada / baik layak pakai v v v v v v



v v v v v 0



0



v 10



2



TABEL VIII. Hasil angket siswa



v



1



Jam dinding Kipas angin Komputer Kursi praktikum LCD Lemari alat Lemari ATK Meja praktikum Papan tulis Rak alat Rak bahan Televisi 29” Jumlah



Kondisi Ada / Ada / kurang cukup layak layak pakai pakai



Angket Siswa



v



Ventilasi Ruangan Jumlah



9 10 11 12



Prasarana



Tidak ada / tidak layak pakai



10



Kelengkapan sarana yang terdapat di SMA Negeri 1 Sleman tahun 2012 berdasarkan hasil observasi menunjukkan hasil sebagai berikut: 1) belum tersedia alarm kebakaran, 2) ada 5 item yang memiliki kondisi ada/ layak pakai, 3) ada10 item memiliki kondisi ada/ baik layak pakai. Dengan demikian kelengkapan sarana penunjang laboratorium fisika dapat dikategorikan sangat baik. Kelengkapan Prasarana Hasil analisis observasi terhadap kelengkapan prasarana laboratorium fisika dalam mendukung kegiatan praktikum diperoleh data seperti Tabel VII. Kelengkapan prasarana berdasarkan hasil observasi sebagi berikut: 1) ada 2 item yang memiliki kondisi ada/ cukup layak pakai, 2) ada 10 item memiliki kondisi ada/ baik layak pakai. Dengan demikian kelengkapan prasarana penunjang laboratorium fisika dapat dikategorikan sangat baik.



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10



Sikap Siswa (%)



Pernyataan Menurut pendapat saya penggunaan laboratorium untuk raktikum/ eksperimen pada pembelajaran fisika dapat: Membantu menemukan dan merumuskan konsep fisika Membantu membuktikan konsep fisika Meningkatkan keterampilan motorik Membantu menginterpretasikan konsep fisika Membantu menguji hipotesis Menumbuhkan motivasi belajar Menumbuhkan kerjasama dalam kelompok Memperlancar kegiatan proses pembelajaran Mengenali benda-benda fisis Menumbuhkan daya kreatifitas Rata-rata



B



SBB



SKB



TB



57,48



33,07



7,09



2,36



77,17



13,39



7,87



1,57



65,35



15,75



14,17



4,72



71,65



12,60



8,66



7,09



59,84



35,43



3,15



1,57



63,78



29,13



3,94



3,15



60,63



25,98



8,66



4,72



58,27



29,92



9,45



2,36



70,08



18,90



7,87



3,15



44,09



40,94



9,45



5,51



62,83



25,51



8,03



3,62



Keterangan : B = Benar, SBB = Sebagian Besar Benar, SKB = Sebagian Kecil Benar, dan TB = Tidak Benar Berdasarkan hasil angket pada tabel di atas menggambarkan bahwa dari 127 siswa, sebanyak 62,83 % siswa menyatakan benar terhadap 10 pernyataan yang berkaitan dengan laboratorium fisika. F 29



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Selanjutnya sebanyak 25,51% menyatakan setuju sebagian besar benar, 8,03 % menyatakan sebagian kecil benar dan 3,62 % menyatakan tidak benar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan laboratorium fisika mendapat tanggapan atau respon sangat positif dari siswa sehingga penggunaanya dapat dinyatakan efektif. Berikut ini grafik presentase angket siswa:



Standar Mutu Standar mutu pengadaan alat dan bahan serta pelaksanaan praktikum di SMA Negeri 1 Sleman meliputi aspek pelaksana, aktivitas, dan dikumen/ catatan mutu yang telah tersusun secara sistematis. Standar mutu ditetapkan sebagi pedoman dalam melakukan kegiatan pemanfaatan laboratorium fisika agar efisien dan efektif. Berikut ini disajikan foto dokumentasi pada saat melakukan pengambilan data di SMA Negeri 1 Sleman selama semester genap tahun pelajaran 2012



Grafik 1. Rata-rata presentase angket siswa



Keterangan Grafik: 1 = Benar, 2 = Sebagian Besar Benar, 3 = Sebagian Kecil Benar, 4 = Tidak Benar



Gambar 1. Foto dokumentasi pengambilan data angket siswa di kelas



Administrasi Laboratorium Fisika TABEL IX. Hasil pengadministrasian laboratorium



No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17



Ket:



Komponen



kondisi



Daftar Inventaris Alat/Bahan Daftar Inventaris Prasarana Daftar Inventaris Sarana Daftar Peminjaman Alat Daftar Pengembalian Alat Jadwal Kegiatan Pengelola Lab. Jadwal Kerja Kepala Lab. Jadwal Penggunaan Lab. Jadwal Praktikum Kartu Praktikum Program Kerja Kepala Lab. Standar Mutu Pelaksanaan Praktikum Standar Mutu Pengadaan Alat/Bahan Struktur Organisasi Tata Tertib Guru/ Laboran Tata Tertib Siswa Kartu Perbaikan Alat



1 1 1 2 2 1 1 1 1 2 1



PENUTUP



1



Simpulan



1



Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Dari hasil analis pemanfaatan laboratorium fisika di SMA Negeri 1 Sleman dapat dikategorikan sangat baik, sehingga mampu mendukung proses pembelajaran pada mata pelajaran fisika 2. kondisi daya dukung SDM berdasarkan hasil supervisi memiliki kategori sangat baik, sarana prasarana laboratorium fisika memiliki kategori sangat baik, penggunaan sarana prasarana memiliki kategori baik/ layak pakai 3. Adanya standar mutu yang telah ditetapkan oleh SMA Negeri 1 Sleman sebagai sekolah berstatus RSBI mengenai pengadaan alat/ bahan dan pelaksanaan praktikum fisika



1 1 1 1



1. Ada/ baik lengkap 2. Ada/ cukup lengkap 3. Ada/ kurang lengkap 4. Tidak ada/ tidak lengkap



Berdasarkan hasil observasi kelengkapan administrasi laboratorium fisika seperti terlihat pada tabel di atas menunjukkan: 1) ada 3 item yang memiliki kondisi ada/ cukup lengkap layak pakai, 2) ada 14 item memiliki kondisi ada/ baik lengkap. Dengan demikian kelengkapan administrasi laboratorium fisika dapat dikategorikan sangat baik.



Gambar 2. Foto dokumentasi observasi di laboratorium fisika



F 30



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Saran 1.



2.



3.



Kepada Pemerintah (Dinas Dikpora Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) untuk meningkatkan pengawasan atau evaluasi kepada sekolah-sekolah RSBI di Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya berkaitan dengan sarana dan prasarana laboratorium fisika/ IPA agar memenuhi standar bagi rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) Kepada Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi daerah Istimewa Yogyakarta agar meningkatkan kompetensi guru-guru di sekolah RSBI melalui diklat pengelolaan laboratorium fisika/ IPA Kepala sekolah bersama-sama komite sekolah RSBI Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta turut membantu dalam meningkatkan kelengkapan sarana prasarana dan pemanfaatan laboratorium fisika/ IPA agar lebih berdaya guna dan berhasil guna.



UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak yang telah mendukung menyelesaikan makalah ini, khususnya keluarga besar SMA Negeri 1 Sleman Yogyakarta.



DAFTAR PUSTAKA Departemen Pendidikan Nasional: Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 78 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional: Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 26 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Laboratorium Sekolah Departemen Pendidikan Nasional: Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana Sekolah John W.Hansen & Gerald G. Lovedahl. (2004).Developing Technology Teachers: Questio-ning the Industrial Tool Use Model. Journal of Technology Education Mel Silberman. (2002). Active Learning : 101 Strategies to Teach any Subject (Terjemahan Sarjuli, Adzfar Ammar, Sutrisno, et. Al.). Boston : Allyn and Bacon Nana Sudjana. (2002). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung Remaja Rosda Karya Nuryani, R., 2005, Strategi Belajar Mengajar Biologi, Malang : UM Press Nyoman Kertiasa. (2006). Laboratorium Sekolah dan Pengelolaannya. Jakarta: Pudak Scientific Pusat Kurikulum (2003).Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Balitbang Depdiknas Sugiyono. (2008), Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Penerbit Alfabeta, Bandung



F 31



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF BERBASIS KOMPUTER TENTANG KINEMATIKA GERAK LURUS Jane Koswojo, Nyoman Arcana, J.V. Djoko Wirjawan Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya Email: [email protected]



Abstrak Kinematika gerak lurus merupakan bagian kecil namun sangat penting dari mekanika. Cukup banyak siswa SMA yang masih kesulitan memahami kinematika gerak lurus dikarenakan bosan terhadap penyampaian materi kinematika gerak lurus dikelas yang kurang didukung dengan media yang memadai. Diperlukan adanya media pembelajaran multimedia interaktif tentang kinematika gerak lurus yang dilengkapi dengan audio, video, animasi, dan simulasi. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab kebutuhan tersebut. Dalam penelitian ini, pengembangan media pembelajaran akan memanfaatkan program Adobe flash yang dilengkapi dengan action script 3 sebagai program utama mendukung pembelajaran disekolah. Media yang dikembangkan melalui penelitian ini dilengkapi pula dengan latihan-latihan soal yang dirancang untuk meningkatkan pemahaman kinematika gerak lurus siswa SMA (pengguna program). Sebelum digunakan oleh siswa SMA, media pembelajaran ini diujicobakan pada 15 mahasiswa di Program Studi Pendidikan Fisika Unika WIdya Mandala Surabaya. Dari ujicoba tersebut dapat disimpulkan bahwa lebih dari 90% dari responden menyatakan media yang dibuat menarik, lebih dari 90% dari responden menyatakan media yang dibuat dapat sebagai media pembelajaran mandiri, lebih dari 90% dari responden menyatakan media yang dibuat dapat mempercepat pemahaman, dan lebih dari 90% dari responden menyatakan media yang dibuat dapat digunakan sebagai sarana pengayaan. Kata Kunci: media pembelajaran interaktif, kinematika gerak lurus, flash, audio, video, simulasi



PENDAHULUAN Pada mata pelajaran Fisika SMA kelas X, siswa mengenal pokok bahasan Kinematika Gerak Lurus. Siswa perlu memperkuat konsep dasarnya supaya tidak mengalami kesulitan memperdalam materi ini saat duduk di kelas XI. Secara umum, pokok bahasan Kinematika Gerak Lurus bukanlah suatu materi yang sulit, hanya saja banyak guru yang menghadapkan siswa langsung pada rumus sehingga materi menjadi tidak menarik, bahkan siswa menjadi kehilangan motivasi belajar. Oleh karena itu perlu dicari media pembelajaran sedemikian rupa sehingga siswa tidak menyadari bahwa mereka telah diarahkan kepada rumus-rumus. Media pembelajaran yang dirasa cocok di antaranya adalah media pembelajaran dengan memanfaatkan komputer. Pada tahun-tahun belakangan ini, komputer mendapatkan perhatian besar dalam kegiatan pembelajaran/ instruksional (CAI atau Computer Assisted Instruction), dengan kecepatan penguasaan materi yang dapat diatur sendiri oleh pemakainya. Komputer nampaknya sangat cocok untuk belajar secara individual, pengembangannya sebagai alat instruksional sangat dipengaruhi oleh kemajuan pembelajaran terprogram. Kurikulum KTSP memiliki prinsip kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa dan siswa diharapkan mampu untuk belajar mandiri. Tetapi sampai saat ini masih banyak guru yang mengajar dengan cara yang konvensional yakni dengan metode



ceramah dimana guru sebagai pusat informasi sedangkan siswa hanya duduk menerima secara pasif informasi pengetahuan dan keterampilan. Hal ini menyebabkan kemampuan bernalar siswa juga kurang berkembang karena tidak ada kebebasan siswa untuk mengungkapkan pendapatnya sehingga siswa cenderung diam dan kurang berani menyatakan gagasannya. Situasi ini bertentangan dengan prinsip Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang menghendaki guru inovatif dan siswa kreatif. Dengan menggunakan media pembelajaran computer, diharapkan motivasi siswa untuk belajar meningkat, sehingga siswa mampu untuk belajar mandiri sesuai dengan kecepatan penguasaan materi masing-masing. Untuk itu diperlukannya suatu media pembelajaran computer yang memiliki karakteristik stand alone yaitu program dikembangkan tidak bergantung pada media lain, dan mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik siswa maupun guru/ instruktur. Berdasarkan alasan-alasan itulah maka penelitian ini dilakukan. LANDASAN TEORI Media Pembelajaran Media berasal dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan (Sadiman, 2002: 6). Secara umum media pembelajaran dalam pendidikan disebut media, yaitu berbagai jenis komponen dalam lingkungan F 32



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



siswa yang dapat merangsangnya untuk berpikir (Gagne dalam Sadiman, 2002: 6). Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah diberikan, maka media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran agar dapat merangsang pikiran, perasaan, motivasi dan perhatian siswa sehingga proses interaksi komunikasi edukasi antara guru (atau pembuat media) dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berdayaguna. Interaktif Interaktif didefinisikan bersifat saling melakukan aksi, antar-hubungan, saling aktif. Multimedia interaktif adalah suatu tampilan multimedia yang dirancang oleh desainer agar tampilannya memenuhi fungsi menginformasikan pesan dan memiliki interaktifitas kepada penggunanya (user). Pembelajaran Mandiri Belajar mandiri merupakan suatu sistem belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar sendiri dari bahan cetak, program siaran dan bahan rekaman yang telah disiapkan sebelumnya. Ciri utama belajar mandiri adalah adanya pengembangan kemampuan siswa untuk melakukan proses belajar yang tidak tergantung pada faktor guru, teman, kelas dll Kinematika Gerak Lurus Gerak termasuk bidang yang dipelajari dalam mekanika yang merupakan cabang dari Fisika. Mekanika sendiri dibagi atas tiga cabang ilmu yaitu kinematika, dinamika dan statika. Kinematika adalah ilmu yang mempelajari gerak tanpa mempedulikan penyebab timbulnya gerak. Dinamika adalah ilmu yang mempelajari penyebab gerak yaitu gaya. Statika adalah ilmu yang mempelajari tentang keseimbangan statis benda. Kinematika gerak lurus hanya membahas kinematika gerak yang memiliki lintasan lurus. Karena bentuk lintasan lurus ini, kinematika gerak lurus sering disebut sebagai kinematika gerak 1 dimensi. Secara umum, gerak lurus dibedakan atas tiga kelompok, yaitu Gerak Lurus Beraturan (GLB), Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB), dan Gerak Lurus Tidak Beraturan (GLTB)







objek dituliskan sebagai r t  dimana t merupakan variabel waktu yang dalam SI memiliki satuan sekon (s). Ketika objek menjalani geraknya, posisi objek selalu berubah terhadap waktu. Titik-titik yang dilewati objek selama geraknya dapat membentuk suatu kurva yang biasa dikenal dengan nama lintasan gerak objek. Bentuk lintasan objek dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menentukan jenis gerak benda tersebut. Gerak dengan bentuk lintasan garis lurus dikenal dengan nama gerak lurus, gerak dengan lintasan berbentuk melingkar dinamakan gerak melingkar, dan seterusnya. Pada gerak lurus, posisi sesaat suatu benda (terhadap 



acuan) cukup dinyatakan sebagai x (t) dimana t menyatakan variabel waktu yang dalam SI memiliki satuan sekon (s). Posisi merupakan besaran vektor. Pada gerak lurus hanya terdapat dua kemungkinan arah yang dapat diwakili oleh tanda “+” dan “-“ pada sistem bilangan real sehingga notasi vektor pada gerak lurus boleh tidak digunakan. Namun demikian, posisi sesaat x(t) harus tetap diartikan sebagai besaran vektor. Jarak tempuh adalah panjang lintasan yang ditempuh oleh suatu objek yang bergerak, mulai dari posisi awal dan selesai pada posisi akhir. Perpindahan adalah perubahan posisi suatu benda karena adanya perubahan waktu



x t   x t 2   x t 1 



Perbedaan jarak dan perpindahan adalah: 1) Jarak didefinisikan sebagai panjang lintasan yang ditempuh oleh suatu benda dalam selang waktu tertentu. Jarak tempuh merupakan besaran skalar yang nilainya selalu positif 2) Perpindahan didefinisikan sebagai perubahan kedudukan suatu benda dalam selang waktu tertentu. Perpindahan merupakan besaran vektor. Kecepatan dan Kelajuan Kelajuan didefinisikan sebagai jarak tempuh suatu benda dibagi selang waktu untuk menempuh jarak itu. Dengan demikian diperoleh



kelajuan



Posisi, Lintasan, Jarak Tempuh, dan Perpindahan Suatu benda dikatakan bergerak apabila kedudukannya berubah terhadap suatu titik acuan tertentu. Kedudukan (posisi) adalah letak suatu benda pada suatu waktu tertentu terhadap suatu acuan tertentu. Titik acuan adalah titik patokan yang dipakai untuk menyatakan kedudukan suatu benda pada suatu saat. Dalam kinematika, vektor posisi disimbolkan 



sebagai r dan secara SI dinyatakan dengan satuan meter (m). Posisi objek yang bergerak selalu berubah terhadap waktu sehingga vektor posisi sesaat dari



(1)



jarak tempuh waktu tempuh



Jika kelajuan dinyatakan sebagai u, jarak yang ditempuh sebagai s dan waktu tempuh sebagai t, maka akan diperoleh s u (2) t Kelajuan merupakan besaran yang tidak bergantung pada arah sehingga kelajuan termasuk besaran skalar. Selain itu, nilai dari kelajuan selalu positif. Alat untu mengukur kelajuan dinamakan speedometer. Kelajuan rata-rata didefinisikan sebagai kelajuan dari sebuah benda untuk menempuh jarak tertentu F 33



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



dalam tempo waktu tertentu. Secara matematis, definisi kelajuan rata-rata dapat ditulis sebagai s u  (3) t Kelajuan sesaat adalah besar jarak yang ditempuh per satuan waktu pada satu waktu tertentu. Definisi kelajuaan sesaat, sering disederhanakan sebagai besar dari kecepatan sesaat atau kecepatan sesaat tanpa arah. Sehingga secara matematis, kelajuan sesaat dapat dituliskan sebagai:



ds u t   dt



Percepatan rata-rata deidefinisikan sebagai perbandingan antara perubahan kecepatan dengan selang waktu



a



kecepatan 



perpindahan perubahan waktu



x t x  x1 vt   2 t 2  t1 vt  



(9)



`Percepatan sesaat didefinisikan sebagai perubahan kecepatan yang berlangsung dalam waktu singkat. Definisi ini secara matematis dapat dituliskan sebagai:



v d  vt  t 0 t dt



a t   lim



(4)



Kecepatan adalah perpindahan suatu benda dibagi selang waktu untuk menempuhnya. Secara matematis, kecepatan dapat dituliskan sebagai



v t



(10)



Gerak Lurus Beraturan Gerak Lurus Beraturan (GLB) adalah gerakan benda pada lintasan berupa garis lurus dan kecepatannya tetap. Karena kecepatannya konstan, maka percepatannya sama dengan nol. Berdasarkan definisi dari kecepatan maka diperoleh:



x  v0 t  x 0



(5)



(11) Bentuk grafik dari kecepatan terhadap waktu adalah grafik mendatar dengan gradien garis sama dengan nol.



Kecepatan rata-rata adalah besar perpindahan total yang dilakukan oleh sebuah benda dalam selang waktu tertentu. Secara matematis, kecepatan rata-rata adalah:



v



x t



(6)



kecepatan sesaat adalah besar kecepatan benda, besar perpindahan per satuan waktu, tepat pada satu waktu tertentu. Dengan demikian, kecepatan sesaat ditemukan dengan menggunakan definisi kecepatan rata-rata dengan memperkecil selang waktu hingga mendekati nol (limit mendekati nol). Dengan demikian, secara matematis kecepatan sesaat dapat dituliskan sebagai:



vt   lim



t 0



x d  x t  t dt



Percepatan Percepatan yang dalam bahasa inggrisnya acceleration didefinisikan sebagai perubahan kecepatan dibagi dengan perubahan waktu.



v t



Bentuk grafik dari jarak terhadap waktu adalah grafik linier dengan gradien konstan.



(7)



Berdasarkan definisi yang sudah dijelaskan diatas, dapat diketahui bahwa speedometer yang ada pada kendaraan adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengukur kelajuan sesaat (atau kelajuan) dari kendaraan, bukan kecepatan sesaat (atau kecepatan) karena speedmeter tersebut tidak dapat mengidentifikasikan arah gerakan yang dilakukan oleh kendaraan.



a t  



Gambar 1. Grafik kecepatan versus waktu pada GLB



(8)



Gambar 2. Grafik jarak versus waktu pada GLB



Gerak Lurus Berubah Beraturan Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) adalah gerakan benda pada lintasan berupa garis lurus dengan kecepatan berubah secara beraturan tetapi percepatannya tetap. Berdasarkan definisi percepatan diperoleh v  v 0  at (12) Berdasarkan definisi kecepatan diperoleh 1 x  v 0 t  at 2  x 0 (13) 2 Atau F 34



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



1 x  v 0 t  at 2 2 Jika persamaan



v  v 0  at dan x  v 0 t 



1 2 at 2



digabungkan maka akan diperoleh persamaan baru



v 2  v 0  2ax 2



(14) Bentuk grafik dari percepatan terhadap waktu adalah grafik mendatar dengan gradien garis sama dengan nol.



Gambar 3. Grafik percepatan versus waktu pada GLBB



Bentuk grafik dari kecepatan terhadap waktu adalah grafik linier dengan gradien konstan.



Gambar 6. Grafik kecepatan versus waktu pada gerak perpaduan antara GLB dan GLBB



Gerak Vertikal Gerak vertikal merupakan gerak lurus berubah beraturan dimana percepatannya disebabkan karena gaya tarik bumi dan disebut percepatan gravitasi bumi (g) dengan arah kebawah (kepusat bumi). Pada kenyataannya, besar percepatan gravitasi bergantung pada jarak antara benda kepusat bumi, tetapi untuk benda-benda yang dekat dengan permukaan bumi, besar percepatan gravitasinya dianggap konstan. Berdasarkan persamaan 12, 13, dan 14, maka persamaan untuk gerak vertikal dapat dituliskan:



v y  v 0  gt 1 y  y 0  v 0 t  gt 2 2 v y  v 0  2gy 2



2



Gerak vertikal dibedakan menjadi 3, yaitu gerak vertikal ke atas, gerak vertikal ke bawah dan gerak jatuh bebas. a. Gambar 4. Grafik kecepatan versus waktu pada GLBB



Bentuk grafik dari jarak terhadap waktu adalah grafik parabola.



Gambar 5. Grafik jarak versus waktu pada GLB



Gerak Lurus Tidak Beraturan (GLTB) merupakan perpaduan antara Gerak Lurus Beraturan (GLB) dan Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB). Namun, gerak ini tidak termasuk dalam gerak parabola. Biasanya gerak ini terjadi pada gerak kendaraan seperti pergerakan sepeda motor, mobil, kereta dll. Oleh karena itu, bentuk grafik dari gerak ini merupakan perpaduan dari grafik GLB dan GLBB.



Gerak Vertikal ke Atas



Sebuah bola yang dilepar keatas, Selama bola bergerak ke atas, gerakan bola melawan gaya gravitasi yang menariknya ke bumi. Akhirnya bola bergerak diperlambat. Akhirnya setelah mencapai ketinggian tertentu yang disebut tinggi maksimum, bola tak dapat naik lagi. Pada saat ini kecepatan bola nol. Oleh karena tarikan gaya gravitasi bumi tak pernah berhenti bekerja pada bola, menyebabkan bola bergerak turun. Pada saat ini bola mengalami jatuh bebas, bergerak turun dipercepat. Jadi bola mengalami dua fase gerakan. Saat bergerak ke atas bola bergerak GLBB diperlambat dengan kecepatan awal tertentu lalu setelah mencapai tinggi maksimum bola jatuh bebas yang merupakan GLBB dipercepat dengan kecepatan awal nol. Dalam hal ini berlaku persamaan-persamaan GLBB.



v y  v 0  gt



y  y0  v0 t 



(15)



1 2 gt 2



v y  v 0  2gy 2



(16)



2



(17)



b. Gerak Vertikal ke Bawah Gerak vertikal ke bawah yang dimaksudkan adalah gerak benda-benda yang dilemparkan vertikal ke bawah dengan kecepatan awal tertentu. Jadi seperti F 35



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



gerak vertikal ke atas hanya saja arahnya ke bawah. Sehingga persamaan-persamaannya sama dengan persamaan-persamaan pada gerak vertikal ke atas, hanya saja arah kecepatannya karena kebawah berharga negatif (-v y ). Sebab gerak vertikal ke bawah adalah GLBB yang dipercepat dengan percepatan yang sama untuk setiap benda yakni -g. Maka persamaan GLBB masih berlaku pada bagian ini, sehingga persamaan yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan GVB adalah persamaan GLBB. Berdasarkan definisi kecepatan dimana percepatan (a) digantikan dengan percepatan gravitasi (-g), maka diperoleh



v y  v 0  gt



3.



4. 5.



Tempat tinta (karbon) yang berfungsi sebagai tempat cetak ketikan-ketikan pada kertas pita (ticker tape). Stylus (plat baja) yang berfungsi sebagai pengetik rekaman waktu pada kertas karbon. Ticker tape (kertas pita) merupakan tempat hasil cetakan yang berupa titik-titik yang berasal dari kertas karbon.



(18)



Berdasarkan definisi kecepatan diperoleh



1 y  v 0 t  gt 2  y 0 2



Gambar 7. Bagian-bagian ticker timer



(19)



Atau



y  v 0 t 



1 2 gt 2



Jika persamaan



1 v  v 0  at dan x  v 0 t  at 2 2



digabungkan maka akan diperoleh persamaan baru



v y  v 0  2gy 2



c.



2



(20)



Gerak Jatuh Bebas



Gerak jatuh bebas ini merupakan gerak lurus berubah beraturan tanpa kecepatan awal (v0), dimana percepatannya disebabkan karena gaya tarik bumi dan disebut percepatan gravitasi bumi (g). Sebuah benda dikatakan mengalami jatuh bebas, jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Kecepatan awal nol (v 0 =0)  benda dilepaskan b. Gesekan udara diabaikan c. Benda dijatuhkan dari tempat yang tidak terlalu tinggi (percepatan gravitasi dianggap tetap) Rumus-rumus yang digunakan seperti halnya Gerak Vertikal ke Bawah hanya saja v 0 =0 sehingga:



v y  gt



(21)



1 y  gt 2  y 0 2



(22)



v y  2gy



(23)



2



Ticker Timer Ticker timer adalah alat yang berfungsi untuk merekam perubahan kecepatan pada suatu benda. Bagian-bagian dari ticker timer antara lain: 1. Suatu besi yang dililiti kumparan yang berfungsi menghasilkan elektromagnet untuk menggetarkan stylus (plat baja). 2. Magnet U yang berfungsi untuk menginduksi.



Misalkan ticker timer dihubungkan ke sumber tegangan ac 50 Hz, maka jarum baja akan melakukan 50 getaran tiap sekon. ini berarti bilah memerlukan waktu 1/50 sekon untuk satu getaran. Waktu satu getaran ini disebut satu ketikan. Secara umum jika ticker timer dihubungkan ke sumber tegangan listrik ac dengan frekuensi f Hz, maka berlaku:



1 waktu 1 ketikan  sekon f



(24)



Cara kerja ticker timer adalah sebagai berikut. Pada ujung bilah getar dipasang sebuah ujung runcing. Arah ujung runcing ini tegak lurus bilah. dibawah ujung runcing ini diletakan sehelai kertas karbon yang berbentuk lingkaran. Bila bilah bergetar, ujung runcing itu melakukan ketikan pada kertas karbon. Ketikan ini menimbulkan titik hitam dibawah kertas karbon. Dibawah karbon dipasang pita kertas yang disebut pita ketik. Pita ketik ini dapat bergeser pada sebuah alur menurut arah memanjangnya. Apabila pewaktu ketik kita jalankan dan pita ketik ini kita tempelkan pada benda yang sedang bergerak, maka diatas pita ketik akan kita dapatkan tanda titiktitik pada jarak tertentu. Jarak antara titik-titik itu bergantung pada cepat atau lambatnya gerak benda. Jarak antara dua titik yang berdekatan disebut satu ketikan. Sebuah benda yang sedang bergerak lurus berubah beraturan dengan percepatan tetap a. Percepatan a dihubungkan ke kecepatan awal dan kecepatan pada saat t melalui persamaan



a



v v - v 0  t t - t0



METODOLOGI PENELITIAN Media pembelajaran yang dibuat meliputi teori mengenai kinematika gerak lurus yang dilengkapi dengan animasi, simulasi gerak maupun grafik, video praktikum, latihan soal untuk meningkatkan



F 36



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



pemahaman siswa mengenai materi kinematika gerak lurus, soal evaluasi, dan games. Adapun metodologi dari penelitian ini adalah: a) Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan untuk mempelajari materi kinematika gerak lurus dari beberapa buku SMA maupun Perguruan Tinggi. Uraian yang akan disajikan dalam media pembelajaran interaktif disusun rapi dan diseleksi terlebih dahulu. b) Pembuatan Media Pembelajaran Media pembelajaran yang dibuat meliputi teori, simulasi, video, latihan soal, evaluasi, dan games. Tampilan teori kinematika gerak lurus dan games dibuat menggunakan Adobe Flash CS3. Semua uraian teori yang terseleksi dimasukan ke program Adobe Flash CS3. Uraian yang diberikan juga dilengkapi simulasi dan animasi agar dapat memberi gambaran yang jelas dengan konsep yang ada. Tampilan soal latihan dan evaluasi tentang kinematika gerak lurus dibuat menggunakan Adobe Flash CS3. Soal yang dikerjakan oleh siswa (pengguna media pembelajaran) dapat dinilai secara otomatis oleh program soal yang dibuat. Skor yang diperoleh siswa dapat disimpan dalam eksternal file melalui php yang diolah menggunakan macromedia dreamweaver 8 dan XAMPP win32 1.6.6. Tampilan video praktikum dibuat menggunakan Adobe Flash CS3, sedangkan proses pembuatan video menggunakan handycam dan program editing video seperti Ulead Video Studio 11 dan semua sound yang dimasukan kedalam media pembelajaran di edit menggunakan Sony Sound Forge 8.0. c) Validasi Ahli Validasi media pembelajaran bertujuan untuk mengetahui apakah media pembeajaran yang dibuat layak digunakan atau tidak (Arcana, 2008). Kelayakan ini dapat dilihat dari kesesuaian antara produk dengan tujuan yang ingin dicapai. Berdasarkan tujuan dari pengembangan media pembelajaran ini, maka media pembelajaran ini akan mengalami pengujian yang menyangkut tiga aspek yaitu: 1) Aspek ketepatan isi pembelajaran berkaitan dengan kebenaran materi, kedalaman materi, keluasan materi, kelengkapan materi. 2) Aspek instruksional berkaitan dengan kejelasan standar kompetensi yang ingin dicapai, kejelasan petunjuk belajar, kemudahan memahami materi, ketepatan urutan penyajian, kemampuan untuk digunakan secara mandiri, kemampuan untuk meningkatkan motivasi dan gairah belajar siswa, bersahabat dengan user/ pemakai (user friendly). 3) Aspek tampilan komputer meliputi kejelasan petunjuk penggunaan, keterbacaan, sistematika, kualitas tampilan gambar dan animasi, komposisi warna dan kualitas animasi. Keseluruhan aspek yang divalidasi dan indicator disajikan pada table 3.1.



Tabel 1. Variable dan Indikator



Variabel Ketepatan materi pembelajaran



1. 2. 3. 4. 1. 2. 3.



Instruksional



4. 5. 6. 7. 1.



Tampilan komputer



2. 3. 4. 5. 6.



Indikator kebenaran konsep yang diamati dalam CD kedalaman materi keluasan materi kelengkapan materi kejelasan standar kompetensi yang ingin dicapai kejelasan petunjuk belajar kemudahan memahami materi ketepatan urutan penyajian kemampuan untuk digunakan secara mandiri kemampuan untuk meningkatkan motivasi dan gairah belajar siswa bersahabat dengan user/ pemakai (user friendly) kejelasan petunjuk penggunaan keterbacaan sistematika kualitas tampilan gambar dan animasi komposisi warna kualitas animasi



Media pembelajaran yang telah dibuat diuji validitasnya. Validitas ahli dilakukan oleh para ahli dalam bidang yang terkait dengan tiga aspek tersebut, yaitu ahli dalam hal materi pembelajaran, ahli dalam hal instruksional, dan ahli dalam hal tampilan komputer. Dari para ahli ini dapat diperoleh masukan yang direkam melalui wawancara terstruktur. Revisi Revisi dilakukan berdasarkan masukan dari uji ahli yang direkam melalui wawancara terstruktur. Masukan dari para ahli dapat digunakan untuk perbaikan media pembelajaran sebelum uji lapangan Uji terbatas Uji terbatas adalah uji penggunaan produk terhadap sebagian subjek yang menjadi sasaran. Uji terbatas dilakukan kepada 15 mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Katolik Widya Mandala SUrabaya. Saran dari sasaran pengembangan digunakan untuk penyempurnaan media pembelajaran yang akan diujicobakan kepada pengguna. d) Revisi Revisi dilakukan berdasarkan masukan dari uji terbatas yang direkam melalui hasil angket. Masukan dari responden dapat digunakan untuk perbaikan media pembelajaran sebelum dilakukan uji lapangan .



F 37



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



e)



Uji Lapangan Uji lapangan adalah uji penggunaan produk terhadap subjek yang menjadi sasaran. Subjek yang menjadi sasaran pengembangan adalah siswa SMAK Santa Agnes Surabaya yang sedang mempelajari pokok bahasan kinematika gerak lurus. Saran dari sasaran pengembangan digunakan untuk penyempurnaan media pembelajaran. Subjek yang menjadi sasaran pengembangan adalah siswa SMAK Santa Agnes Surabaya yang sedang mempelajari subpokok bahasan kinematika gerak lurus. Media pembelajaran ini dapat dikatakan baik bila lebih dari 80% hasil angket menyatakan baik. Disamping mengisi angket, peneliti juga melakukan wawancara pada beberapa siswa. Hasil observasi, diskusi, angket, dan wawancara dapat digunakan untuk perbaikan media pembelajaran. f) Revisi Revisi dilakukan berdasarkan masukan dari uji lapangan yang direkam melalui hasil angket. Masukan dari pengguna dapat digunakan untuk perbaikan media pembelajaran sebelum dikemas dalam produk akhir media pembelajaran berupa CD pembelajaran . Pembuatan Produk Akhir dalam Bentuk CD Pembelajaran Produk akhir media pembelajaran meliputi teori, simulasi, video, latihan soal, evaluasi, dan games yang telah direvisi dari hasil uji ahli dan uji lapangan. Hasil akhir media pembelajaran disimpan dalam bentuk CD sehingga siap dipergunakan pada setiap saat. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian berupa CD (Compact Disk) yang berisikan media pembelajaran mengenai kinematika gerak lurus. Secara umum, isi program yang terdapat dalam CD adalah teori yang dilengkapi animasi agar dapat memberi gambaran yang jelas dengan konsep yang ada, simulasi, video, latihan soal, evaluasi, dan games. Adapun print out dari beberapa halaman yang ada pada layer monitor adalah sebagai berikut:



Gambar 8. Preview media pembelajaran



Ujicoba dilakukan kepada siswa-siswi SMAK St Agnes. Cara pengujian dilakukan dengan angket. Data yang diperoleh dari angket dirangkum kemudian diolah menjadi bentuk persentase (%) yang terbagi atas dua kolom pilihan (SS+S dan TS+STS)



F 38



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Tabel 2. data angket siswa



KESIMPULAN



PILIHAN (%) No 1 2



3 4



5



6 7 8 9



10



PERNYATAAN Tidak ada kesulitan membuka program Tidak ada kesulitan mengoperasikan program Mengasyikan dengan adanya animasi/ simulasi Dapat mempercepat pemahaman Peristiwa kinematika gerak lurus mudah diamati melalui animasi Mudah diingat dengan adanya animasi Tampilan program cukup menarik Dapat dipelajari sendiri Dapat digunakan sebagai sarana pengayaan Program ini menambah kebingungan



SS+S



TS+STS



100



0



100



0



100



0



100



0



100



0



100



0



100



0



100



0



93.33



6.67



0



100



Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa 100% dari responden menyatakan media yang dibuat menarik, 100% dari responden menyatakan media yang dibuat dapat sebagai media pembelajaran mandiri, 100% dari responden menyatakan media yang dibuat dapat mempercepat pemahaman, dan 93.33% dari responden menyatakan media yang dibuat dapat digunakan sebagai sarana pengayaan. Hasil angket yang menyatakan SS+S dari pernyataan nomor satu sampai sembilan dan TS+STS dari pernyataan nomor sepuluh adalah: (SS  S)  (STS  TS) 134  15  100%   100% 150 150  99.33%



Media pembelajaran berbasis computer tentang kinematika gerak lurus telah berhasil dibuat dan diujicobakan. Dari hasil ujicoba terbatas secara umum mengatakan bahwa program sudah cukup bagus. Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran interaktif berbasis komputer menarik, dapat sebagai media pembelajaran mandiri, dapat mempercepat pemahaman, dan dapat digunakan sebagai sarana pengayaan. UCAPAN TERIMAKASIH Peneliti menyampaikan terimakasih kepada IMHERE UKWMS yang telah membiayai penelitian ini sesuai dengan kontrak nomor 013/IMHEREUKWMS/A01/KONTRAK/SG/III/2012 DAFTAR RUJUKAN A. Education. 2007. Computer Assisted Instruction (CAI). http://blog.persimpangan.com/blog/2007/08/14 (diakses /computer-assisted-instruction-cai/ pada tanggal 10 Desember 2011) A. Sadiman. 2002. Media Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada Administrator. 2010. Pengertian Media Pembelajaran. http://forum.upi.edu/index.php?topic=15693.0 (diakses pada tanggal 10 Desember 2011) Admin. 2010. Pengertian Prestasi Belajar. http://belajarpsikologi.com/pengertianprestasi-belajar (diakses pada tanggal 10 Desember 2011) B. Foster. 2006. Terpadu Fisika SMA untuk Kelas X. Jakarta: Erlangga G. Seran. 2007. Fisika Untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Grasindo Halliday dan Resnick. 1991. Fisika Jilid I (terjemahan). Jakarta: Erlangga M. Kanginan. 2004. Fisika untuk SMA kelas X. Jakarta: Erlangga Mulyadi. 1991. Psikologi Pendidikan, Malang: Biro Ilmiah, FT. IAIN Sunan Ampel. Nasution S., 2004, Didaktik Asas-asas Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara. S. Zemansky. 1991. Fisika untuk Universitas 1 (Terjemahan). Jakarta: Bina Cipta



Ini berarti bahwa 99.33% mahasiswa menyatakan bahwa media pembelajaran ini baik dan bermanfaat, hanya saja berdasarkan hasil komentar dari mahasiswa ada yang menyatakan untuk memperbaiki sedikit kekurangan sehingga media pembelajaran yang akan diujicobakan ke lapangan menjadi lebih sempurna.



F 39



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS VIDEO TENTANG USAHA DAN ENERGI Martha Kustiani1, Sugimin W. Winata2, Herwinarso3 Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya e-mail1: [email protected]



Abstrak Usaha dan energi muncul dalam berbagai fenomena dalam kehidupan sehari-hari, namun kurang disadari oleh sebagian besar siswa yang mempelajari fisika. Penelitian ini dilakukan untuk menampilkan berbagai fenomena yang terkait dengan usaha dan energi dalam bentuk media pembelajaran berbasis video. Penelitian pengembangan ini meliputi penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), pembuatan buku ajar, penyusunan skrip video, pengambilan gambar, pengisian suara (dubbing), pengeditan gambar dan suara dengan ULEAD Pro 8, dan pembuatan animasi dengan Macromedia Flash 8. Hasil akhir media pembelajaran digabung dalam format avi yang disimpan dalam DVD yang siap dijalankan dengan DVD player. Uji coba awal yang telah dilakukan pada 26 siswa kelas XI memberikan masukan bahwa 92,31% siswa menyatakan media yang telah dibuat dapat membantu siswa memahami usaha dan energi. Kata kunci : media pembelajaran berbasis video, usaha dan energi. PENDAHULUAN Kualitas sumber daya manusia tidak terlepas dari satuan pendidikan. Kualitas tersebut juga dipengaruhi oleh proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah. Menurut Mulyasa (2004: 3), untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia khususnya peserta didik yang menjadi subyek untuk menampilkan keunggulan dirinya yang tangguh, kreatif, mandiri, dan profesional dalam bidangnya masing-masing. Hal ini tidak terlepas dari proses pembelajaran yang dilakukan di kelas. Menurut standar proses pendidikan (PP No. 19 Tahun 2005 pasal 19) proses pembelajaran pada satuan pendidikan perlu dilaksanakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, mampu memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang lingkup yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Fisika termasuk salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam yang memiliki makna yang luas dan yang mempelajari segala aspek dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kegiatan pembelajaran fisika seorang guru harus dapat menguasai materi, mampu menyampaikannya pada peserta didik, dan juga harus mampu memilih metode dan model pembelajaran yang sesuai dengan keadaan peserta didik. Usaha dan Energi adalah salah satu pokok bahasan pelajaran fisika yang memiliki dan mencakup banyak materi pembahasan dan juga perlu ditunjang dengan praktikum serta kejadian nyata yang terjadi sehari-hari. Salah satu cara yang dilakukan peneliti untuk meningkatkan kualitas peserta didik dalam mengajarkan konsep fisika khususnya pokok bahasan



usaha dan energi yaitu dengan membuat media pembelajaran video yang inovatif, menyenangkan, dan interaktif. Dalam video dijelaskan kejadian sehari-hari yang berhubungan dengan fisika khususnya pada pokok bahasan usaha dan energi, dan dilengkapi dengan simulasi praktikum serta soal-soal pada buku ajar siswa untuk melatih peserta didik dalam menyelesaikan permasalahan pada pokok bahasan ini. Dengan menggunakan media video, siswa lebih mudah belajar tidak hanya di sekolah namun juga bisa di rumah. Selain itu, dengan memanfaatkan media video semua materi usaha dan energi dapat divisualisasikan sehingga peserta didik dapat termotivasi untuk lebih senang belajar fisika. Berdasarkan uraian di atas, penelitian yang dilakukan berjudul ”Pembuatan Media Pembelajaran Fisika Berbasis Video dengan Pokok Bahasan Usaha dan Energi”. LANDASAN TEORI Teori Pembelajaran Ilmu pengetahuan alam yang sering dikenal dengan istilah sains, merupakan ilmu dasar yang erat dengan kehidupan kita sehari-hari. Menurut Boleman et. al (1995:1), sains merupakan pengetahuan yang digunakan untuk menjelaskan fenomena-fenomena alam. Secara khusus sains menggunakan suatu pendekatan empiris untuk mencari penjelasan alami tentang fenomena yang diamati di alam semesta (Depdiknas, 2008:4). Berdasarkan berbagai pengertian tentang sains maka dapat dikatakan bahwa Sains adalah cabang keilmuan yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis. Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa sains bukan hanya penguasaan F 40



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



kumpulan pengetahuan berupa fakta, konsep atau prinsip saja tetapi juga suatu proses penemuan ilmiah yang telah diuji kebenarannya. Menurut Puskur (Trianto, 2007b), definisi sains meliputi empat unsur utama yang meliputi sikap, proses, produk dan aplikasi. Sikap yaitu rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup serta hubungan sebab-akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar. Proses yaitu suatu prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah yang meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen, evaluasi, pengukuran dan penarikkan kesimpulan. Produk adalah hasil dari kegiatan ilmiah berupa fakta, prinsip, teori dan hukum. Sedangkan aplikasi yaitu penerapan metode ilmiah dan konsep sains dalam kehidupan sehari-hari. Fisika adalah salah satu cabang ilmu dari sains. Fisika memiliki pengertian bahwa sains yang mempelajari gejala alam yang tidak hidup atau materi dalam lingkup ruang dan waktu. Beberapa sifat yang dipelajari dalam fisika merupakan sifat yang dipelajari dalam semua sistem materi yang ada, seperti hukum kekekalan energi. Fisika merupakan ilmu pengetahuan yang berusaha menguraikan serta menjelaskan hukumhukumalam dan kejadian-kejadian alam dengan gambaran menurut pemikiran manusia. Tujuan pembelajaran fisika tidak selalu membuat peserta didik menjadi Fisikawan. Namun memberi ide pada peserta didik tentang cara Fisikawan memandang dunia untuk mendapatkan kepuasan dalam memahami dan meramalkan hasil kegiatan yang terjadi di alam sekitar, mendapatkan penghargaan dalam dunia teknologi, mampu mengambil keputusan, dan belajar cara bertanya (Zitzewitz: 1995:54). Dalam pembelajaran Fisika, peserta didik perlu diajarkan secara utuh kemampuan sains yang meliputi sikap ilmiah, proses ilmiah maupun produk ilmiah sehingga peserta didik dapat belajar mandiri untuk mendapatkan hasil optimal. Sesuai dengan hakekat sains, maka sains sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup (Depdiknas, 2006b:377) Arti Media Pembelajaran Istilah media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari medium. Secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Pengertian umumnya adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi. Dalam dunia pendidikan, media sering digunakan untuk menunjang pembelajaran. Istilah pembelajaran lebih menggambarkan usaha guru untuk membuat belajar para peserta didiknya. Kegiatan pembelajaran tidak akan berarti jika tidak menghasilkan kegiatan belajar pada para peserta didiknya. Kegiatan belajar



hanya akan berhasil jika si belajar secara aktif mengalami sendiri proses belajar. Seorang guru tidak dapat mewakili belajar peserta didiknya. Seorang peserta didik belum dapat dikatakan telah belajar hanya karena ia sedang berada dalam satu ruangan dengan guru yang sedang mengajar. Pekerjaan mengajar tidak selalu harus diartikan sebagai kegiatan menyajikan materi pelajaran. Meskipun penyajian materi pelajaran memang merupakan bagian dari kegiatan pembelajaran, tetapi bukanlah satu-satunya. Masih banyak cara lain yang dapat dilakukan guru untuk membuat peserta didik belajar. Peran yang seharusnya dilakukan guru adalah mengusahakan agar setiap peserta didik dapat berinteraksi secara aktif dengan berbagai sumber balajar yang ada. Media pembelajaran adalah media yang digunakan dalam pembelajaran, yaitu meliputi alat bantu guru dalam mengajar serta sarana pembawa pesan dari sumber belajar ke penerima pesan belajar (peserta didik). Sebagai penyaji dan penyalur pesan, media belajar dalam hal-hal tertentu bisa mewakili guru menyajiakan informasi belajar kepada peserta didik. Jika program media itu didesain dan dikembangkan secara baik, maka fungsi itu akan dapat diperankan oleh media meskipun tanpa keberadaan guru. Peranan media yang semakin meningkat sering menimbulkan kekhawatiran pada guru. Namun sebenarnya hal itu tidak perlu terjadi, masih banyak tugas guru yang lain seperti: memberikan perhatian dan bimbingan secara individual kepada peserta didik yang selama ini kurang mendapat perhatian. Kondisi ini akan terus terjadi selama guru menganggap dirinya merupakan sumber belajar satu-satunya bagi peserta didik. Jika guru memanfaatkan berbagai media pembelajaran secara baik, guru dapat berbagi peran dengan media. Peran guru akan lebih mengarah sebagai fasilitator pembelajaran dan bertanggung jawab menciptakan kondisi sedemikian rupa agar peserta didik dapat belajar. Untuk itu guru lebih berfungsi sebagai penasehat, pembimbing, motivator dalam Kegiatan Belajar Mengajar. Media Berbasis Video Menurut Daryanto (2011 ; 79) video merupakan media yang sangat efektif untuk membantu proses pembelajaran baik secara individu, kelompok maupun massal. Video memiliki karakteristik yang dapat menampilkan gambar bergerak dan disertai suara. Video juga dapat dikombinasikan dengan animasi dan pengaturan kecepatan untuk mendemonstrasikan perubahan dari waktu ke waktu. Video dapat disajikan dalam CD (compact disk) ataupun DVD (digital vertile disc) sehingga mempermudah guru dan peserta didik untuk menontonnya melalui komputer/notebook, VCD player dan DVD player. Video juga dapat membantu proses pembelajaran langsung maupun tidak langsung (saat guru tidak hadir dalam kelas). F 41



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Sebelum memulai pembuatan video, hal pertama yang dilakukan adalah membuat naskah video atau lebih dikenal dengan script. Pembuatan naskah video dilakukan Dalam pembuatan video diperlukan proses editing. Proses editing ini bermanfaat agar video yang disajikan dapat bagus secara teknik dari sudut pandang seni. Pengeditan video membutuhkan perangkat lunak khusus, misalnya Microsoft Movie Maker, iMovie, Adobe Premier, Ullead, Vegas, dan masih banyak lagi. Hal yang paling utama adalah keahlian pengeditan yang menentukan hasil akhir sebuah sajian video. Video editing adalah suatu proses memilih atau menyunting gambar dari hasil shooting dengan cara memotong gambar ke gambar (cut to cut) atau dengan menggabungkan gambar-gambar dengan menyisipkan sebuah transisi. Usaha Usaha adalah hasil kali besar perpindahan terhadap gaya yang searah dengan perpindahan tersebut. Bila sebuah benda dikerjakan oleh gaya yang membentuk sudut  terhadap arah perpindahannya, maka



B



W AB   dW A



  W AB   F  ds B



A



B



W AB   F cos  ds A



Bila sudut α adalah sudut tumpul maka usahanya negatif. Gaya yang usahanya bergantung pada lintasan yang ditempuhnya tidak sama dengan nol disebut gaya non-konservatif. Gaya yang usahanya tidak bergantung pada lintasan yang ditempuhnya dan hanya bergantung pada letak titik awal dan titik akhir disebut gaya konservatif. Usaha oleh gaya tersebut ketika benda berpindah dari x1 ke x2



  W   F  dl x2



W   F ( x )ˆi  dxˆi x1



x2



W   F ( x )  dx x1



Berdasarkan persamaan diatas diperoleh lintasan di bawah kurva F (x) yang dibatasi oleh x1 dan x2.



W AB  F cos s Dengan notasi vektor:



  W AB  F  s



Usaha merupakan besaran SKALAR dengan satuan Nm (newton meter) atau sering disebut J (joule). Energi Setiap benda yang bergerak memiliki energi kinetik. Energi kinetik dipengaruhi oleh besarnya massa benda dan besar kecepatan benda. F adalah gaya yang berubah-ubah baik besar maupun arahnya. Benda mengalami perpindahan . Kerja oleh pada perpindahan adalah



  dW  F  ds dW  F cos  ds



Kerja oleh



pada perpindahan dari A ke B adalah



EK  12 mv 2 Energi Potensial Bila gaya-gaya yang bekerja dari lingkungan pada benda adalah gaya konservatif maka usaha dari gaya-gaya ini tidak bergantung kepada lintasan yang ditempuh, dan hanya bergantung pada posisi titik awal dan titik akhir. Karena itu dapat didefinisikan suatu fungsi U yang hanya bergantung pada posisi sedemikian rupa hingga: F 42



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Perhatikan bahwa lintasan tidak perlu dituliskan lagi karena hasilnya tidak bergantung pada lintasan. Sehingga untuk lintasan tertutup dipenuhi:



Fungsi U disebut energi potensial dari sistem. Tanda minus pada energi potensial menunjukkan bahwa melakukan usaha untuk melawan gaya dari lingkungan sistem. Perlu diperhatikan, energi potensial bukan milik benda sendiri melainkan milik benda dan lingkungannya bersama-sama. Hukum Kekekalan Energi Mekanik Usaha yang dilakukan oleh gaya luar pada benda sama dengan selisih energi kinetik, dan energi gaya konservatif usahanya sama dengan selisih energi potensial. Hubungan dari kedua persamaan tersebut adalah: F = gaya luar



Pada hukum Kekekalan Energi Mekanika memiliki gaya luar sama dengan nol, maka:



Jumlah energi kinetik dan energi potensial disebut energi mekanik. Bentuk ringkas dari hukum kekekalan energi mekanik:



Berdasarkan persamaan diatas dapat dibuktikan bahwa energi mekanik tidaklah kekal. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini berupa kaset DVD yang berisikan video USAHA dan ENERGI. Video ini berisi tentang materi USAHA dan ENERGI serta pratikum yang berhubungan dengan USAHA dan ENERGI. Untuk memberikan gambaran secara umum yang terdapat dalam DVD tersebut, peneliti memberi beberapa bagian yang terdapat dalam video. Berikut adalah gambar-gambar yang terdapat dalam bagian video.



Bersama dengan media pembelajaran video ini, disertai dengan Buku Ajar Siswa dan naskah film untuk melengkapi media pembelajaran video. Ujicoba video ini dilakukan kepada siswa-siswi kelas XI SMA St. Agnes Surabaya sebanyak 26 orang. Ujicoba dilakukan dengan menggunakan angket. Data yang diperoleh dirangkum dan diolahmenjadi bentuk presentase dan dirangkummenjadi dua kolom ( SS + S dan TS + STS)



Usaha total oleh gaya resultan dapat dipilah atas bagian konservatif dan bagian non konservatif, misalnya pada gaya gesek.



F 43



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



No. 1 2 3



4



5



6 7



8



9



10



Pernyataan Media mudah dioperasikan Suara yang dihasilkan video baik Penyampaian materi oleh presenter jelas Video dapat meningkatkan pemahaman materi Usaha dan Energi Eksperimen dalam video mudah dilakukan sendiri Tampilan video menarik Penggunaan bahasa dalam video mudah dimengerti Eksperimen dalam video menarik Video layak digunakan sebagai media pembelajaran mandiri Media ini menambah pengetahuan



Pilihan SS+S



TS+STS 100% 100%



100%



7,69%



92,31%



100%



34,62%



65,38%



100%



11,54%



88,46%



100%



100%



KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan diskusi yang telah dijabarkan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pembuatan media pembelajaran fisika berbasis video dengan pokok bahasan Usaha dan Energi yang baik berorientasi pada karakteristik video yaitu media video yang mudah dioperasikan, suara yang dihasilkan jelas, tampilan video yang menarik, penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, eksperimen juga cukup menarik. Selain berorientasi pada karakteristik, media video ini juga memberi pengaruh pemahaman kepada peserta. Pengaruh yang diberikan meliputi: peserta didik dapat memahami materi dengan penyampaian materi yang jelas dari presenter, eksperimen yang dapat dilakukan secara mandiri, menambah pengetahuan dan media video juga dapat digunakan sebagai sarana belajar mandiri. UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti menyampaikan terima kasih kepada IMHERE Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (IBRD Load No 4789-IND & IDA Load No 4077-IND) yang telah membiayai penelitian ini, DAFTAR PUSTAKA Daryanto. 2010. Media Pembelajaran. Yogyakarta : Gava Media Giancoli, Douglas C. 1998. Fisika Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Kanginan, Marthen. 2006. Fisika untuk SMA 2. Jakarta: Erlangga. Mulyasa, E. 2004. KBK, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosda Karya. Sears & Zemansky, Physics University. Young, Hugh D., Roger A. Freedman, T.R. Sandin, dan A. Lewis Ford. 2002. Sears and Zemansky Fisika Universitas: Edisi Kesepuluh. Alih Bahasa Endang Juliastuti. Jakarta: Erlangga.



Berdasarkan tabel diatas, 26 siswa menilai bahwa media mudah dioperasikan, suara yang dihasilkan video baik, penyampaian materi oleh presenter jelas, eksperimen dalam video mudah dilakukan sendiri, penggunaan bahasa dalam video mudah dimengerti, video layak digunakan sebagai media pembelajaran mandiri, media ini menambah pengetahuan. Pada pernyataan video dapat meningkatkan pemahaman materi Usaha dan Energi (92,31%), tampilan video menarik (65,38%), dan eksperimen dalam video menarik (88,46%).



F 44



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



PENENTUAN JENIS DAN KADAR RADIONUKLIDA PADA AIR DI SEPANJANG DAERAH ALIRAN SUNGAI BRANTAS DENGAN METODE ANALISIS PENGAKTIVAN NEUTRON(APN) *



Nur Aini Maftukhah*, Suryani Dyah Astuti*, Arif Wibowo* Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Email: [email protected]



Abstrak Telah dilakukan penelitian tentang Penentuan Jenis Dan Kadar Radionuklida Pada Air Di Sepanjang Daerah Aliran Sungai Brantas Dengan Metode Analisis Pengaktivan Neutron(APN). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui jenis dan kadar radionuklida yang ada di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Brrantas serta untuk uji keamanan kualitas air di sepanjang DAS Brantas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Aktivasi Neutron (APN) untuk menganalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisi kualitatif untuk mengetahui jenis radionuklida dan analisis kuantitatif untuk mengetahui kadar radionuklidanya. Penelitian dimulai dengan pengambilan sampel air pada 4 titik, yaitu di sumber sungai Brantas di Batu, Mojokerto, Porong, dan Rungkut. Sampel yang terkumpul dipreparasi, kemudian diaktivasi dengan reaktor nuklir, setelah itu dilakukan pencacahan dengan menggunakan spektrometer gamma. Hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa air di DAS Brantas mengandung unsur Arsen(As), Stronsium(Sr), Perak(Ag), Ferum(Fe), dan Kobalt(Co). Analisis kuantitatif menunjukkan kadar unsur tersebut yaitu: As(0,006-0,301 ppm), Sr (0,842-2,866 ppm), Ag (0,043-0,365 ppm), Fe (1,000-18,678 ppm), dan Co (0,006-0,016) ppm. Kata Kunci: DAS Brantas, APN, Radionuklida PENDAHULUAN Sungai merupakan salah satu sumber air yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia untuk memenuhi kebutuhan hidup. Di Indonesia terdapat banyak sungai besar yang sangat berpotensi digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, seperti untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan irigasi. Salah satu sungai besar yang ada di Indonesia adalah sungai Brantas. Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas terletak di Jawa timur, memiliki panjang 320 km yang melewati 10 kabupaten dan 7 kota(BP DAS Brantas, 2006). Seiring peningkatan pertumbuhan industri, maka semakin banyak pula limbah yang dihasilkan yang memberi kontribusi terhadap pencemaran lingkungan air di sekitar DAS Brantas. Sehingga diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui kandungan unsur yang terdapat di dalam air DAS Brantas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis dan kadar radionuklida yang terkandung pada air di sepanjang DAS Brantas. Penelitian yang telah dilakukan oleh Sudianto(2006) pada sedimen DAS Brantas menunjukkan adanya beberapa jenis radionuklida yang terkandung dalam sedimen tersebut. Radionuklida yang terdapat pada sedimen DAS Brantas yang paling banyak adalah Fe59, Gd153, Sc46, Co60, dan Cr51. Metode analisis telah banyak digunakan untuk menganalisis kandungan radionuklida dalam suatu sampel, diantaranya adalah metode analisis serapan atom(AAS) dan analisis pengaktifan neutron(APN). APN adalah suatu metode yang memanfaatkan prinsip



reaksi inti dengan neutron. Kelebihan metode APN adalah dapat mendeteksi unsur secara serentak dengan sensitivitas yang tinggi. APN mampu mencirikan unsur kualitatif dalam orde 10-9 gram, bahkan mampu mencapai ketelitian hingga orde 10-12 gram(Krane, 2008). Pada APN, kontaminasi yang tinggi tidak akan menimbulkan masalah asalkan kontaminasi terjadi setelah penyinaran. Metode ini dapat digunakan untuk menganalisis cuplikan dalam bentuk padat, cair, dan gas. Sedangkan AAS hanya mampu menganalisis cuplikan dalam bentuk cair dan metodenya mono unsur. APN merupakan teknik analisis unsur-unsur kelumit (trace element). Analisis ini didasarkan pada pembentukan radionuklida sebagai hasil reaksi dari nuklida-nuklida dalam bahan yang dianalisis. Radiasi gamma yang dipancarkan oleh suatu sampel yang telah diaktifasi mengandung energi tertentu yang menunjukkan unsurnya. Dari radiasi gamma ini maka akan didapatkan data kualitatif maupun kuantitatif dari unsur yang telah diaktivasi tersebut (Susetyo,1988). Inti atom unsur-unsur yang berada dalam cuplikan akan menangkap neutron dan berubah menjadi unsur radioaktif pemancar sinar γ dan lainnya. Sinar γ yang dipancarkan oleh berbagai unsur dalam cuplikan yang telah diradiasi, dapat dianalisis kualitatif dan kuantitatif secara spektrometer gamma.



F 45



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Tabel I. Hasil analisis kualitatif



METODE PENELITIAN Stasiu n



Lokasi



As7 6



Sr8 5



Isotop Ag110 Fe5



m



5



Co6 0



A B



Batu √ √ √ √ √ Mojokert √ √ √ √ √ o C Porong √ √ √ √ √ D Rungkut √ √ √ √ √ E Jagir √ √ √ √ √ Ket: √= terdeteksi Radionuklida yang terdeteksi dari kelima titik tersebut adalah Arsen (As76), Stronsium (Sr85), Perak (Ag110m), Ferum (Fe55), dan Kobalt (Co60). Analisis kuantitatif dilakukan untuk menghitung kadar dari unsur-unsur yang telah diketahui tersebut. Hasil dari analisis kuantitatif sampel air DAS Brantas adalah: Tabel II. Hasil analisis kualitatif Stasiun



Gambar 1. Diagram alir penelitian



Sampel diambil dari 5 titik yaitu Batu, Mojokerto, Porong, Rungkut, dan Jagir, Banyaknya sampel masing-masing sebanyak 2 liter. Sampel yang telah terkumpul kemudian dipreparasi dan diaktivasi. Sampel yang telah diaktivasi tersebut kemudian dicacah dengan menggunakan spektrometer gamma. Analisis yang digunakan ada 2 macam, yakni analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk menentukan jenis radionuklida yang terdapat dalam sampel, sedangkan analisis kuantitatiif berguna untuk menentukan kadar radionuklida yang terdapat dalam sampel.



Kadar (ppm) As76



Sr85



Ag110m



Fe55



Co60



A



0,006±0,000 1,136±0,321 0,122±0,029 8,838±1,786



0,011±0,005



B



0,021±0,001 0,842±0,070 0,106±0,012 9,783±4,612



0,016±0,006



C



0,009±0,000 1,135±0,401 0,139±0,010 16,304±3,843 0,012±0,006



D



0,301±0,001 2,010±0,073 0,043±0,030 1,000±0,000



E



0,040±0,005 2,866±0,259 0,365±0,129 18,678±2,032 0,006±0,008



0,014±0,003



Dari hasil tersebut,dapat diketahui bahwa konsentrasi As76 adalah 0,006-0,301 ppm, kadar Sr85 adalah 0,842-2,866 ppm, konsentrasi Ag110m 0,0430,365 ppm, konsentrasi Fe55 1,000-18,678 ppm, dan konsentrasi Co60 0,006-0,016 ppm. Pola Persebaran As76



HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pencacahan berupa spektrum energi-γ. Berdasarkan spektrum yang muncul tersebut kemudian dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif ditentukan dengan cara menentukan puncak-puncak spektrum energi gamma, kemudian dicocokkan dengan Neutron Activation Tabel sehingga dapat diketahui jenis unsurnya. Dari penelitian yang telah dilakukan, hasil analisis kualitatifnya adalah sebagai berikut:



Gambar 2. Pola Persebaran As dalam air sungai Brantas



Arsenik memiliki memiliki sifat fisis dalam fase padat dan massa jenisnya 5,727 gr cm-3, dan berwarna abu-abu metalik. Arsenik biasanya berasal dari bahan pestisida, insektisida, herbisida, atau bahan anorganik pada pertanian (Ismunandar, 2004). Konsentrasi yang terdeteksi berkisar antara 0,006-0,301 ppm. Pada diagram diatas, Arsen terdapat paling banyak pada daerah D. Pada daerah D, air sungai memang terlihat lebih hitam daripada yang lainnya. Hal ini mengindikasikan terdapatnya kandungan Arsenik yang memang cukup tinggi dibandingkan yang lain. F 46



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Pola Persebaran Sr85



Pola Persebaran Fe55



Gambar 3. Pola Persebaran Sr dalam air sungai Brantas



Stronsium merupakan isotop yang memiliki kesamaan sifat dengan kalsium. Sehingga ketika masuk ke dalam tubuh manusia akan terakumulasi dalam tulang (Shadilly, ). Ketika jumlahnya terlalu banyak, maka akan dapat menyebabkan kanker. Proses produksinya: Sr85 + n  Sr84 + γ, tenaganya 514 keV. Kadar stronsium terbanyak terdapat pada daerah E(Jagir). Dan kadar terendah pada daerah B(Mojokerto). Pola Persebaran Ag110m



Gambar 5. Pola Persebaran Fe dalam air sungai Brantas



Berdasarkan gambar 4.5 dapat dilihat pola persebaran Fe dalam air sungai lebih tinggi jika dibandingkan dengan konsentrasi unsur yang lainnya. Konsentrasi Fe semakin merapat di daerah hilir. Konsentrasi tertinggi terdapat di daerah E (Jagir) yakni sebesar 18,678 ppm. Sedangkan konsentrasi terendah terdapat pada daerah D (Rungkut) yakni sebesar 1 ppm. Pola Persebaran Co60



Gambar 6. Pola Persebaran Co dalam air sungai Brantas



Gambar 4. Pola Persebaran Ag dalam air sungai Brantas



Menurut Rahmalia dkk (2004) Perak (Ag) merupakan salah satu jenis logam berat yang pada batas-batas tertentu bersifat polutan bagi lingkungan. Pencemaran logam berat perak (Ag) dalam bentuk ion logamnya jarang terjadi, tapi perak sering dijumpai dalam bentuk mineral atau berasosiasi dengan unsur lain di lingkungan seperti sulfida atau bergabung dengan sulfida logam lainnya terutama logam timbal (Pb), tembaga (Cu), besi (Fe) dan emas (Au). Dari sifat fisis, Perak(Ag) memiliki fase padat, berwarna putih mengkilap, dan memiliki massa jenis 10,49 gr cm-3. Unsur Ag tertinggi terdapat didaerah E(Jagir). Ag banyak masuk ke perairan kebanyakan berasal dari industri fotografi (Suhendrayatna, 2001).



Kobalt (Co) memiliki sifat fisis warna abu-abu metalik dan massa jenisnya 8,9 gr cm-3. Konsentrasi terendah terdapat pada daerah E yaitu 0,006 ppm dan konsentrasi tertinggi terdapat pada daerah B yaitu 0,016 ppm. Kadar Co cenderung meningkat menuju samapai daerah Mojokerto. Di Mojokerto, sungai terbelah menjadi 2, yakni ke Porong dan Surabaya. Di Porong dan Surabaya terjadi penurunan konsentrasi Co. Tenaga Co adalah sebesar 1173,2 keV. Reaksinya adalah Co59+nCo60+γ. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa radionuklida yang terkandung dalam Sungai Brantas yaitu Arsen (As76), Stronsium (Sr85), Perak (Ag110m), Ferum (Fe55), dan Kobalt (Co60). Kadar dari masing masing radionuklida tersebur yaitu: As76 (0,006-0,301 ppm), Sr85 (0,8422,866 ppm), Ag110m (0,043-0,365 ppm), Fe55 (1,00018,678 ppm), dan Co60 (0,006-0,016 ppm).



F 47



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ditjen DIKTI yang telah membiayai penelitian ini, Ibu Dyah dan Bapak Arif yang mendampingi penyusun dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Anonim. Statistik BP DAS Brantas. 2006. Cember, H. 1983. Introduction to Health Physics. Second Edition. Pergamon Press Dwijananti, P. Widarto. Darmawati, Y. 2010. Penentuan Kadar Radionuklida pada Limbah Cair Pabrik Galvanis dengan Metode Analisis Aktivasi Neutron Thermal Reaktor Kartini. J. Pend Fis. Ind., Vol. 6, No. 1 Dyson, N.A. 1993. Radiation Physics With Application in Medicine and Biology. 2nd edition. England: Ellis Horwood Limited Krane, K. 2008. Fisika Modern Terjemah. Jakarta: UI-Press Rahmalia, W, Yulistra, F, Ningrum, J, Qurbaniah, M. Iamadi, M. 2004. Pemanfaatan Potensi Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elais guineensis Jacq) Sebagai Bahan Dasar C-Aktif Untuk Adsorpsi Logam Perak Dalam Larutan. Pontianak: Universitas Tanjungpura Shadily, Hasan. . 2012. http://books.google.co.id/ books?id=BJrFsQ0SwzgC&pg=PA1042&lpg= PA1042&dq=bahaya+strontium&source=bl&o ts=vJjS5mvNpJ&sig=OyFktOxJLRWyAOnjr5 ElxEG3COg&sa=X&ei=roYzUJ_RFI6HrAfB v4CgAQ&ved=0CBMQ6AEwATgK#v=onepa ge&q&f=false. Diakses tanggal 21 Agustus 2012.



Sudianto. 2006. Penentuan Aktivitas dan Distribusi Radionuklida Pada Sedimen Daerah Aliran(DAS) Brantas. Skripsi S1. Surabaya: UNAIR Suhendrayatna 2001. Heavy Metal Bioremoval by Microorganisms : A Literature Study. Japan: Department of Applied Chemistry and Chemical Angineering. Faculty of Engineering. Kagoshima University 1-21-40 Korimoto. Kagoshima 890-0065 Susetyo, W., 1988, Spektrometri Gamma dan Penerapannya Dalam Analisis Pengaktifan Neutron. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Turner, James E. 2007. Atom, Radiation, and Radiation Protection. 3rd edition. Weinheim: Wiley-VCH Urbanusa, Dody. 2012. Sungai Brantas, Kediri. http://tripwow.tripadvisor.com/slideshowphoto/sungai-brantas-kediri-jakartaindonesia.html?sid=15317562&fid=upload_12 980517760-tpfil02aw-24791. Diakses tanggal 12 Januari 2012 Zaman, B. Taftazani, A. Retnaningrum, R.P.S. 2007. Studi Analisa dan Pola Persebaran Radioaktivitas Perairan dan Sedimen. Jurnal Berkala Teknik Keairan Vol. 13, No.4Desember 2007



F 48



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



PENELITIAN REKAYASA KOMPOR WAJAN LISTRIK BATIK CAP Suharyanto Balai Besar Kerajinan Dan Batik Kementererian Perindustrian Republik Indonesia Jl. Kusumanegara No. 7. Yogyakarta Email : [email protected]



Abstrak Telah dilakukan penelitian rekayasa kompor wajan listrik batik cap . Krisis energi dan kebijakan konversi dari minyak tanah ke gas yang digulirkan pemerintah menyebabkan pengrajin batik cap mengalami kesulitan untuk bersaing di pasar global. Perajin batik cap selama ini menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar utama pada kompor untuk mencairkan liln batik perintang pewarnaan pada proses pembatikan . Dengan program konversi energi tersebut pengrajin batik mengalami penurunan produksi dan daya saing. Penelitian ini dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut, dengan merancang dan membuat kompor wajan cap listrik menggunakan sistem pemanasan secara konduksi. Hasil penelitian adalah sebuah prototype kompor wajan listrik batik cap dengan spesifikasi daya listrik 700 Watt, tegangan listrik 220 Volt, frekuensi 50 Hz . Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa kompor wajan listrik batik cap hasil rekayasa mampu mencairkan lilin batik dengan baik pada rentang suhu 85 0 C – 95 0 C dan penghematan konsumsi energi atas penggunaan kompor wajan listrik batik cap adalah sebesar 90,14 % bila dibandingkan dengan menggunakan kompor wajan cap yang berbahan bakar minyak tanah. Kata kunci : rekayasa, kompor wajan cap, listrik, batik. 1. PENDAHULUAN



1.3.Sasaran



1.1.Latar Belakang



Kompor Wajan listrik batik cap diharapkan mampu menjadi solusi bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah khususnya pengrajin batik cap dalam menghadapi kelangkaan dan mahalnya bahan bakar minyak tanah serta mendukung program pemerintah dalam rangka menurunkan emisi global warming.



Ketergantungan masyarakat perajin batik cap terhadap kompor minyak tanah sangat tinggi. Sejak kebijakan yang digulirkan pemerintah mengkonversi minyak tanah ke LPG maka sejak itu pula kelangsungan wirausahawan batik cap dikalangan Usaha Mikro Kecil dan Menegah (UMKM) terancam gulung tikar. Kelangkaan dan mahalnya minyak tanah sebagai bahan bakar utama kompor minyak tanah yang digunakan perajin batik cap untuk mencairkan liin batik sebagai perintang zat pewarna pada proses pengecapan menyebabkan para perajin batik cap tidak mampu melangsungkan usahanya. Apalagi untuk bersaing di pasar global, dan bahkan gulung tikar dari usahanya sebagai perajin batik cap. Penelitian rekayasa ini bertujuan untuk merancang dan membuat kompor wajan listrik batik cap yang hemat energi dan sumber energi yang digunakan cukup tersedia serta bisa digunakan sebagai subtitusi kompor minyak tanah. Teknologi yang digunakan adalah memanfaatkan panas dari sumber panas (heater) yang dibuat sedekat mungkin (sistem konduksi) dengan wajan cap sebagai media pencair lilin batik sehingga diperoleh effisiensi yang tinggi dan tidak banyak energi yang terbuang. 1.2.Tujuan Penelitian rekayasa ini bertujuan untuk merancang dan membuat kompor wajan listrik batik cap menggunakan energi listrik yang effisien dan effektif.



1.4.Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam perekayasaan ini meliputi : studi literatur yaitu mempelajari hasil – hasil penelitian terdahulu untuk dijadikan referensi dalam perekayasaan, pengumpulan data dilakukan untuk mengetahui variable apa saja yang diperlukan dalam perekayasaan perancangan dan pembuatan kompor wajan listrik batik cap. Kemudian dilkaukan perancangan untuk mendapatkan disain yang ergonomis , pemakaian energi yang minimalis dan pengoperasian serta perawatan yang mudah. Selanjutnya dilakukan pembuatan berikut uji coba dari hasil perekayasaan tersebut. 1.5. Hasil Yang Diharapkan Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebuah prototype kompor wajan listrik batik cap yang effisien dan mampu menggantikan wajan kompor batik cap berbahan bakar minyak tanah atau yang lainnya. 1.6.Tinjauan Pustaka Perekayasaan untuk mengatasi permasalahan kelangkaan dan mahalnya minyak tanah sebagai bahan bakar utama pada kompor pernah dilakukan oleh Taufik dkk.(BPPT 2010) dengan inovasinya F 49



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



yang berjudul kompor batik effisien , namun hasilnya masih belum optimal karena sistem pemanasannya mengguankan sistem radiasi dengan sumber panas belitan nikelin (spiral) terbuka sehingga masih banyak energi yang terbuang dan pemanas mudah sekali putus ( rusak). Nurul Eksanti (1996) juga telah melakukan penelitian dengan judul ”Bio Etanol Sebagai Bahan Bakar Kompor ” hasilnya menunjukkan bahwa kompor Bio etanol cukup effisien dibandingkan dengan kompor minyak tanah, tetapi masyarakat terkendala dalam proses pembuatan gas bio etanol. Penggunaan kompor gas berbahan bakar LPG yang dijadikan program konversi energi oleh pemerintah akhir-akhir ini menimbulkan ketakutan di kalangan masyarakat, hal tersebut dikarenakan adanya banyak kejadian ledakan yang terjadi diberbagai daerah akibat kebocoran gas. Keengganan masyarakat khususnya pengrajin batik cap menggunakan kompor Gas disamping masalah tersebut juga disebabkan karena harga LPG juga terus mengalami kenaikan, sehingga program tersebut belum diterima oleh masyarakat sepenuhnya. Oleh karena itulah dalam penelitian rekayasa ini perlu dilakukan terobosan inovasi untuk mencari alternatif pengganti kompor wajan cap minyak tanah yang lebih effisien, efektif dan terjangkau sehingga dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh para pengrajin khususnya IKM batik cap.



2.2. Metode Penelitian rekayasa kompor wajan listrik batik cap dilaksanakan di Laboratorium Engineering Balai Besar Kerajinan dan Batik Yogyakarta. Kecuali satu hal yaitu wajan cap dicetak di pengrajin almunium di Kampung Nitikan Kotagede Yogyakarta dengan material seperti yang biasa digunakan oleh pengrajin tersebut yaitu limbah aluminium yang dicetak sesuai dengan pesanan dari pemesan. Beberapa data diperoleh dari pengrajin yang dilakukan dengan interfiew untuk mendapatkan variabel apa saja yang diperlukan dalam perancangan dan pembuatan kompor wajan listrik batik cap. Agar penelitian Rekayasa ini dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan perencanaan maka disusunlah diagram alur proses penelitian perekayasaan sebagaimana terlihat pada gambar 1. Berikut :



2. BAHAN DAN METODE 2.1.Bahan Bahan yang digunakan dalam perekayasaan diklasifikasikan menjadi dua (2) bagian yaitu bahan dan alat. 2.1.1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian rekayasa kompor wajan listrik batik cap diantaranya adalah limbah alumunium yang dirancang sebagai wajan tempat lilin, thermostat sebagaipengatur suhu, rangkaian pengatur tegangan untuk mengatur daya listrik yang dikehendaki, lampu indikator sebagai penanda kompor hidup dan mati , pemanas type tubular sebagai sumber panas dan pipa black steel yang digunakan sebagai body kompor untuk dudukan wajan cap. 2.1.2. Alat Proses penelitian rekayasa kompor wajan listrik batik cap memerlukan peralatan bantu untuk mewujudkan desain rancangan dan pembuatan prototype. Adapun alat dimaksud diantaranya adalah Saeperangkat komputer dengan soft ware Auto Cad dan Finite Element, multimeter , Osiloskop, sebagai alat ukur , Gergaji mesin, Meisn Las, Mesin bubut yang dipergunakan untuk pembuatan perekayasaan wajan kompor listrik batik cap.



Gambar 1. Diagram alur proses rekayasa kompor wajan listrik batik cap.



Penelitian rekayasa diawali dengan membuat rancangan terlebih dahulu dan mensimulasi sistem pemanasan menggunakan software finite elemen untuk mengestimasi rambatan panas dari sumber panas sampai ke wajan cap sebagai media pencair lilin batik. Selanjutnnya rancangan tersebut diwujudkan dengan membuat prototipe (kompor wajan cap) dan dilanjutkan dengan uji coba untuk mendapatkan setingan pengatur daya masuk ke kompor sehingga F 50



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



didapatkan panas lilin batik yang sekualitas dengan jika menggunakan kompor minyak tanah. Uji coba dilakukan dengan mencoba kompor hasil rekayasa untuk pembuatan batik cap kemudian dibandingkan dengan hasil batik cap yang menggunakan wajan serta kompor minyak tanah dalam proses pembuatannya. Hasil uji coba dicatat dan dianalisa untuk mengetahui tingkat effisiensi dan efektifitas hasil perrekayasaan. Perancangan rekayasa kompor wajan listrik batik cap dilakukan dengan bantuan software Auto Cad untuk memperoleh gambar desain yang akan diwujudkan. Adapun gambar desain tersebut sebagaimana disajikan pada Gambar 2. Berikut:



VR



R



D C F



T H



IN PUT 220 V , 50 Hz



L1



L2



S TS



Gambar 3. Diagram rangkaian pengaturan tegangan AC



Prinsip kerja dari rangkaian pada Gambar 3. Adalah sebagai berikut; jika tegangan AC 220 V dihubungkan ke input rangkaian pengatur tegangan AC maka tegangan Out put akan diatur oleh sudut picu yang di trigerkan melalui gate Triac (T) dan besar kecilnya tegangan Out put akan mengikuti persamaan berikut .



Gambar 2. Desain kompor wajan listrik batik cap



Wajan (1) terbuat dari limbah aluminium yang dicetak menggunakan moulding dengan ukuran yang sudah ditentukan yaitu diameter 40 Cm, tinggi 5 Cm dan ketebalan wajan 0,65 Cm, pemanas (2) terbuat dari lilitan nikelin yang dimasukkan dalam selubung pipa dengan diameter 1 Cm dengan jenis tubular heater 700 watt (exs china), Lampu indikator(3) difungsikan sebagai penanda bahwa ada arus yang mengalir masuk ke pemanas jika lampu dalam kondisi hidup (”On), Body atau Casing (4) sebagai tumpuan wajan cap serta pelindung komponen pengatur tegangan agar tidak tersentuh oleh manusia, Thermostat (5) sebagai pengatur suhu yang dikehendaki untuk pengecapan, Saklar (6) berfungsi untuk meng-hidup dan matikan kompor wajan listrik batik capsesuai dengan yang dikehendaki. Sedangkan Kaki (8) adalah merupakan tumpuan dari keseluruhan badan kompor wajan listrik batik capagar secara ergonomis menarik untuk dipandang. Perancangan kompor wajan listrik batik capini dilengkapi dengan pengatur tegangan yang digunakan untuk mengontrol tegangan masuk ke pemanas (heater) menggunakan pengaturan tegangan AC. Hal ini dimaksudkan untuk mengatur besaran daya yang disuplay kepemanas. Adapun rangkaian selengkapnya sebagaimana terlihat pada Gambar 3. berikut :



ωt d (ωt) ½.............. (1) Vo = Perancangan kompor wajan listrik batik cap juga dilengkapi dengan Thermostat yang digunakan untuk mengontrol suhu secara otomatis. Jika suhu kompor wajan listrik batik cap sudah sesuai dengan suhu yang dikehendaki diharapkan pemanas tidak perlu hidup secara terus menerus. Setelah tahapan demi tahapan dikerjakan maka selanjutnya adalah pekerjaan finishing, Finishing adalah pekerjaan akhir dari serangkaian proses pembuatan wajan kompor listrik batik cap. Agar hasil dapat menarik secara ergonomi maka pekerjaan finishing dirancang menggunakan cat hamertone dengan warna ocean blue. 3.HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Hasil rekayasa kompor wajan listrik batik cap disajikan pada Gambar 4. berikut :



Gambar 4. Hasil rekayasa kompor Wajan listrik batik Cap.



Adapun spesifikasi kompor wajan listrik batik cap hasil rancang bangun disajikan pada tabel sebagai berikut : F 51



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8 Tabel 1. Spesifikasi kompor wajan listrik batik cap.



Catu daya listrik



:



Daya listrik Pengatur panas Panas yang dihasilkan Diameter wajan Dimensi kompor Berat kompor



: : : : : :



110 - 220 Volt AC,1 Fase 700 Watt Elektronis 85 – 135 0 C 40 Cm 40 Cm x 37 Cm 7 Kg



Data Hasil Pengujian Hasil pengujian kompor wajan listrik batik capdisajikan pada gambar berikut :



thermostat ini disebabkan karena jenis thermostat yang digunakan adalah jenis capillary thermostat yaitu thermostat yang menggunakancairan air raksa atau silikon dalam tabung sensor. Ketika suhu benda naik maka suhu sensor juga akan ikut naik sehingga mengakibatkan volume cairan didalamnya mengembang. Tekanan akibat volume yang naik ini disalurkan ke suatu membran sehingga terdesak dan menyebabkan saklar putus. Pengaturan suhu lilin pada suhu 95 0 C hal ini dimaksudkan bahwa pada suhu tersebut diperoleh hasil pengecapan yang optimal yaitu hasil ketebalan pola cap konsisten dan tembus (tidak mbleber) sebagaimana hasil penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa suhu lilin optimal untuk proses pengecapan batik adalah 95 0 C. Berikut contoh hasil uji pengecapan pola batik :



Gambar 6. Sampel hasil pengujian pengecapan



3.2.1. Aspek Teknologi Gambar 5. Grafik hasil pengujian



3.2. Pembahasan Dari Gambar 5. Grafik trend waktu dalam menit terhadap suhu dalam 0 C , dengan suhu adalah derajat panas dari lilin menunjukkan bahwa dari t = 0 (start) temperatur suhu lilin menunjukkan pada angka 36 0 C hal ini sesuai dengan suhu lingkungan sekitar. Seiring dengan berjalannya waktu berubah secara linier sampai dengan pada suhu pengaturan thermostat yaitu sebesar 95 0 C yang diperoleh pada waktu menit ke 16 ( enam belas) dari saat wajan kompor mulai dihidupkan (start). Setelah suhu lilin mencapai pada pengaturan suhu yang dikehendaki yaitu 95 0 C , arus listrik yang masuk ke pemanas akan mati dengan sendirinya, dimana kondisi ini di lakukan oleh switch yang dikendalikan oleh thermostat. Pada kondisi berikutnya yaitu pada menit ke 16 (enam belas) suhu lilin turun sampai pada batas 85 0 C pada waktu menit ke 18 (delapan belas) Thermostat melalui switchnya akan menghubungkan kembali sumber arus yang masuk ke pemanas, begitu seterusnya. Perbedaan suhu lilin dengan pengaturan pada thermostat cukup signifikan hal ini disebabkan oleh pemasangan thermostat pada kompor wajan listrik batik capyang diletakkan pada bagian bawah wajan, sedangkan suhu pada saat pengukuran dilakukan dengan alat ukur thermostat sejenis yang dicelupkan langsung pada lilin batiknya . Kelembaman tanggapan dari



Kompor wajan listrik batik capsecara teknologi dapat diklasifikasikan sebagai kategori Low Teknologi, karena teknologinya sangat sederhana dan mudah untuk pengoperasian serta perawatannya. Hal ini memang di desain sedemikian rupa sehingga diharapkan rekayasa ini dapat menggantikan wajan kompor cap batik berbahan bakar minyak tanah yang selama ini digunakan oleh para pengrajin UMKM batik cap yang bisa dikatakan hampir semua pengrajin batik cap diseluruh pelosok nusantara gagap dengan teknologi. 3.2.2. Aspek Ekonomis Kompor wajan listrik batik cap ini layak digunakan dalam industri batik cap. Industri batik cap yang selama ini menggunakan bahan bakar minyak tanah untuk pengecapan kain batik dengan harga bahan bakar minyak tanah Rp. 2.500,00 per liter (Permen ESDM No. 01 Th. 2009). Kenyataan dilapangan harga jual minyak tanah tembus sampai harga Rp. 12.000/ liter dan asumsi penggunaan waktu kerja 24 hari per bulan, maka ratarata kebutuhan minyak tanah 2 liter per hari ( interview pengrajin) . Jadi penggunaan bahan bakar minyak tanah = 2 liter x 24 hari x Rp. 12.000,00 atau sebesar Rp. 576.000,00 per bulan. Produk kompor wajan listrik batik cap menggunakan metode pemanasan lilin batik F 52



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



yang mengubah energi listrik menjadi energi panas wajan cap batik tertambat pada suhu 93 oC atau tidak perlu mengubah tombol pengatur suhu sehingga mudah digunakan, dan penggunaan kompor wajan listrik batik cap akan meminimalkan terbentuknya asap sehingga memperkecil timbulnya polusi udara. Penggunaan produk ini akan membutuhkan biaya energi listrik sebagai berikut: - Pada saat pencairan lilin batik: Kebutuhan energi listrik selama 30 menit = 30 menit x 700 Watt / 60 menit x Rp. 790,00 per Kwh (tarif dasar listrik gol. tarif R-1/ TR 1.300VA Pra Bayar PERPRES. No. 8 Th. 2011) / 1000 Wh atau sebesar Rp. 147,46 per hari. - Pemakaian selanjutnya: Kebutuhan energi listrik selama 8/2 jam (asumsi kompor listrik 5 menit hidup dan 5 menit mati) = 8/2 jam x 700 Watt x Rp. 790,00 per Kwh / 1000 atau sebesar Rp. 2.212,00 per hari. - Kalkulasi biaya energi listrik per bulan: Kebutuhan energi listrik selama 1 bulan = 24 hari x (Rp. 147,46 + Rp. 2.212,00) per hari atau sebesar Rp. 56.760,00 per bulan. Penghematan yang terjadi atas penggunaan kompor wajan listrik batik cap sebesar = 100 % - (Rp. 56.760,00 / Rp. 576.000 x 100 %) atau sebesar 90,14 % (signifikan). Keunggulan kompor wajan listrik batik cap hasil rekayasa adalah energi yang digunakan jauh lebih effisien dibanding dengan wajan kompor cap baik yang berbahan bakar minyak tanah maupun LPG. Hal ini bisa dilihat pada tabel perbandingan biaya investasi dan operasional pertahun penggunaan dari berbagai jenis kompor wajan cap batik sebagai berikut: Tabel 1. Perbandingan biaya operasional kompor wajan cap



Harga Kompor (Rp) 225.000



LPG Listrik



750.000 1.250.000



4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Penelitian rekayasa kompor wajan listrik batik cap telah berhasil diwujudkan dengan spesifikasi suplay tegangan listrik 220 Volt, 50 Hz, 1 fase, daya input 700 Watt, panas yang dihasilkan maksimum 135 0 C , berat kompor 7 Kg dilengkapi dengan pengkondisian suhu secara otomatis dan pengatur tegangan untuk mengendalikan daya wajan kompor listrik batik cap. Kompor wajan listrik batik captelah berhasil diuji coba untuk proses pengecapan pada kain primisima dan menghasilkan hasil yang terbaik dengan suhu lilin berkisar pada 85 0 C – 95 0 C. Kompor wajan listrik batik cap juga mempunyai effisiensi jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan wajan kompor minyak tanah yaitu sebesar 90,14 %. 4.2. Saran



3.2.3. Keunggulan



Jenis Wajan kompor Cap Minyak



2012 dengan programnya yaitu pengadaan 150 unit Wajan kompor listrik bekerjasama dengan Balai Besar Kerajinan dan Batik Yogyakarta sebagai inventor perekayasaan. Selanjutnya akan dilakukan desiminasi untuk seluruh UMKM pengrajin Batik cap diseluruh pelosok nusantara, dengan harapan bahwa hasil penelitian rekayasa ini dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah kelangkaan dan mahalnya minyak tanah bagi UMKM pengrajin batik cap.



Biaya Operasional ./bulan (Rp)



Operasional /Tahun (Rp)



576.000



6.912.000



240.000 56.760



2.880.000 681.120



Disamping keunggulan tersebut diatas, kompor wajan listrik batik cap hasil rekayasa mempunyai kelebihan yaitu tidak menimbulkan pencemaran lingkungan yang berwujud polusi udara sebagaimana yang terjadi pada wajan kompor cap berbahan bakar minyak tanah dan wajan kompor cap berbahan bakar LPG. Penerapan kompor wajan listrik batik cap hasil rekayasa pertama akan dilakukan di UMKM pengrajin batik cap, khusunya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagimana telah dicanangkan oleh Deperindakop Propinsi DIY pada bulan Juni tahun



Penelitian rekayasa serupa perlu dilanjutkan dengan berbagai variasi bahan wajan cap (aluminium, tembaga, kuningan ) untuk mendapatkan effisiensi yang lebih tinggi. 5. DAFTAR PUSTAKA Adrosko, R.J. (1971) “Natural Dyes and Home Dyeing”, Copy right of original, Daver Publicatioon, Inc. New York. Dedy, dkk, (2008) Rancang Bangun Kompor Tenaga Surya”, Proceeding Seminar Nasional Universitas Sultan Agung, Semarang. H. Rasyid M. (1993). Power Electronics, Circuit, Devices and Aplications . Prentice Hall. Inc . A Simon & Schuster Company. Englewood Clifts, New Jersey Holman, J. P., (1990),”Heat Transfer “ McGraw-Hill Publishing Company, New York. Suprapto, H., (2000),”Penggunaan Zat Warna Alami Untuk Batik”, Balai Batik dan Kerajinan Yogyakarta W.l. Mc Cabe, J.C. Smith dan P. Hariott (1990),” Operasi Teknik Kimia Jilid 2”, PenerbitErlangga Jakarta. Nurul Eksanti (1996),” Kompor Berbahan Bakar Bio Etanol” Proceeding Seminar Nasional Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta. Taufik, dkk (2010),”Rekayasa Kompor Batik Effisien” Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Yogyakarta.



F 53



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



ANALISIS PENGETAHUAN MASYARAKAT TERHADAP PENTINGNYA SIKAP TANGGAP BENCANA DI WILAYAH RAWAN BENCANA PESISIR JAWA TIMUR Eko Hariyono Jurusan Fisika FMIPA-UNESA ABSTRAK Pentingnya pengetahuan tentang kebencanaan sangat diperlukan bagi masyarakat utamanya yang bertempat tinggal di wilayah rawan bencana. Pesisir Jawa Timur memiliki potensi bencana yang cukup besar dengan karakteristik bencana yang berbeda dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia. Banyuwangi, Trenggalek dan Pacitan merupakan reprentasi kabupaten di wilayah pesisir yang memiliki potensi bencana yang relatif tinggi. Permasalahan yang mendasar adalah kurangnya pengetahuan warga masyarakat dengan sikap tanggap bencana yang sering terjadi di wilayah tersebut. Kondisi ini akan berdampak pada rendahnya sikap tanggap bencana yang beresiko terhadap tingginya korban jiwa saat terjadi bencana alam. Pemetaan pengetahuan masyarakat tentang kebencanaan dinilai sangat penting karena akan sangat membantu dalam memberikan layanan pra bencana, saat bencana dan pasca bencana sesuai dengan karakteristik bencana di wilayah pesisir Jawa Timur. Kata Kunci: pengetahuan masyarakat, sikap tanggap bencana, wilayah rawan bencana berdasarkan pengalaman, potensi tsunami sering PENGANTAR muncul bersamaan dengan gempa yang terjadi di Bencana dapat terjadi kapan saja dan dimana wilayah tersebut. Keadaan ini dikuatkan lagi oleh saja, namun dengan pengetahuan dan keterampilan pemberitaan Koran Tempo 15 Desember 2009 bahwa yang baik, resiko terbesar sebagai konsekuensi masyarakat pesisir Jawa Timur diminta waspadai bencana dapat dihindari. Banyaknya korban jiwa gempa. Berdasarkan informasi di atas pada setiap bencana alam pada umumnya disebabkan menggambarkan bahwa wilayah Jawa Timur adalah karena ketidak tahuan masyarakat tentang bencana wilayah yang tergolong rawan bencana. Sehingga dan bagaimana cara bertindak ketika terjadi bencana pengkajian dan penelitian ini sangat perlu dilakukan (Wicaksono:2007). Cara bertindak ketika terjadi mengingat pentingnya teknik mitigasi dan tanggap bencana disebut teknik mitigasi. Coburn, A.W., bencana bagi masyarakat yang ada di wilayah pesisir Spence, R.J.S., Pomonis, A. (1994) mendefinisikan Jawa Timur sehingga perlu ada pembekalan sejak dini mitigasi sebagai langkah untuk mengambil tindakan tentang mitigasi dan sikap tanggap bencana untuk mengurangi pengaruh-pengaruh sebelum bencana terjadi. Dengan penguasaan teknik mitigasi yang baik dan adanya sikap tanggap pada bencana maka untuk bisa terhindar dari bencana alam sangat mungkin dilakukan. Jawa Timur merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki potensi terjadinya bencana. Utamanya bagi daerah di sepanjang pesisir pantai selatan khususnya Banyuwangi, Trenggalek dan Pacitan. Sejak tahun 1836 sampai dengan tahun 2003 tercatat 13 kali peristiwa gempa yang melanda Jawa Timur dengan keadaan terparah terjadi pada tahun 1972 di Blitar-Trenggalek, disusul tahun 1994 di Banyuwangi, dan tahun 2003 di Pacitan yang menewaskan ratusan orang dan mengakibatkan rusaknya pemukiman penduduk. Pada bulan Oktober 2009, berdasarkan hasil penelitian LIPI menyatakan bahwa daerah Jawa Timur memiliki potensi dilanda gempa besar sehingga gubernur Jawa Timur Soekarwo meminta seluruh kabupaten/kota di daerah Jawa Timur untuk melakukan siaga bencana melalui early warning system atau system peringatan dini terutama bagi wilayah pesisir yang memiliki potensi terjadinya tsunami. Informasi itu banyak menimbulkan kepanikan bagi masyarakat Jawa Timur umumnya dan khususnya yang terletak di wilayah pesisir. Karena



bagi masyarakat.



Sikap Tanggap Bencana Mitigasi adalah sebuah tindakan untuk mengurangi pengaruh sebelum bencana terjadi. Antara mitigasi dan tanggap bencana merupakan serangkain komponen yang harus dimiliki oleh siapapun supaya dapat terhindar dari bencana yang akan menimpa. Yang perlu diperhatikan terkait dengan teknik mitigasi adalah subyek bencana, yaitu masyarakat. Masyarakat yang mengerti, terlatih, dan tanggap dalam mengantisipasi ancaman bencana geologis merupakan factor penentu dalam mitigasi bencana geologis (www://findpdf.com). Terkait dengan bentuk bencana, ada beberapa teknik mitigasi yang dapat dilakukan sesuai dengan karakteristik bencana. Mitigasi bencana gerakan tanah, yang dapat dilakukan adalah relokasi masyarakat yang bermukim dan beraktivitas di alur lembah yang terancam bencana. Mitigasi bencana gempa bumi, yang dapat dilakukan adalah penataan ruang dengan memperhatikan kawasan rawan bencana gempa bumi. Mitigasi bencana letusan gunung berapi, yang dapat dilakukan adalah menerapkan system peringatan dini, secara stuktural melakukan penataan ruang dengan memperhatikan kawasan rawan bencana. Mitigasi untuk bencana tsunami, yang dapat



F 54



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



dilakukan adalah merelokasi pemukiman di kawasan rawan tsunami, penataan ruang di wilayah pantai dan pembangunan jalur hijau. Jika relokasi tidak mungkin dilakukan, upaya yang dapat dilakukan adalah penentuan rute untuk penyelamatan diri, pembangunan selter (bangunan tinggi), serta pembuatan bukit buatan. Secara non structural antara lain melalui sosialisasi, pendidikan dan pelatihan penanggulangan bencana tsunami yang melibatkan seluruh warga masyarakat. Untuk dapat melaksanakan teknik mitigasi, diperlukan sikap tanggap bencana. Pemahaman terhadap bencana mencakup sikap-sikap, antara lain: 1. bagaimana bahaya-bahaya itu muncul 2. kemungkinan terjadi dan besarnya 3. mekanisme fisik kerusakan 4. elemen-elemen dan aktivitas-aktivitas yang paling rentan terhadap pengaruh-pengaruhnya 5. konsekuensi-konsekuensi kerusakan. (Coburn, A.W., Spence, R.J.S., Pomonis, A:1994) Dari uraian di atas, hal menarik untuk dilakukan dalam menyelamatkan korban bencana alam utamanya gempa bumi dan tsunami adalah melatih warga masyarakat untuk bisa mengenali karakteristik bencana, peluang terjadinya, kuantitas dan kualitasnya, mekanisme fisik kerusakan dan konsekuensi kerusakan akibat bencana. Teknik mitigasi dan sikap tanggap bencana merupakan implementasi dari sikap posistif dan kesadaran bahwa bencana alam merupakan sebuah fenomena yang tidak bisa dikalahkan. Yang bisa dilakukan adalah menyikapi bencana tersebut secara arif dengan mencegah kemungkinan paling buruk yang bisa terjadi dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seperti yang dikemukakan oleh Coburn, A.W., Spence, R.J.S., Pomonis, A. (1994), ada banyak cara untuk mengurangi dampak dari suatu bencana, dan untuk melakukan mitigasi dari pengaruh-pengaruh dari suatu kemungkinan bahaya atau kecelakaan. Caracara yang dimaksudkan oleh Coburn dkk adalah dengan epidemiologi pengetahuan yang sistematis sehingga bencana-bencana tersebut dapat dihindari. Ada dua cara yang dapat dilakukan dalam menghindari kerusakan akibat bencana yaitu pencegahan dan penangan. Dalam pencegahan yang dapat dilakukan adalah menjaga hubungan yang harmonis antara manusia dan lingkungan tanpa harus membuat kerusakan. Dengan lingkungan yang terjaga baik maka akan memberikan dampak yang baik juga bagi kehidupan manusia. Sedangkan untuk bencana yang tidak mampu dicegah dapat dihindari dengan mengenali gejalanya dan memilih tindakan penyelamatan yang efektif. Karakteristik dan Potensi Bencana di Wilayah Pesisir Jawa Timur memiliki potensi gempa dan tsunami yang besar karena memiliki beberapa gunung berapi seperti Semeru dan Bromo dan wilayah Jawa Timur juga terletak di patahan Samudra Indonesia sehingga



memiliki potensi terjadinya gempa tektonik dan tsunami bagi daerah-daerah yang ada di wilayah pesisir Jawa Timur. Diketahui bahwa di bagian selatan Jawa Timur, tepatnya di Samudra Hindia, terdapat pertemuan lempeng tektonik Indian Australian dan lempeng tektonik Eurasian sehingga mengakibatkan kondisi wilayah Jawa Timur mempunyai seismisitas yang tinggi atau “aktif” ditinjau dari frekuensi kejadian gempa bumi (http://www.d-infokom-jatim.go.id). Wilayah Banyuwangi memiliki potensi gempa besar dan tsunami, terutama pada pada 7 kecamatan Banyuwangi di bagian selatan yaitu: Pasanggaran, Siliragung, Tegaldelimo, Purwoharjo, Rogojampi, Muncar dan Glenmore. Sedangkan untuk Kabupaten Trenggalek dan Pacitan harus lebih waspada karena hampir seluruh bagian dari kota tersebut dekat dengan garis pantai dan kota tersebut berdekatan dengan jalur lintas gempa. Terjadinya gempa dan tsunami selalu diikuti dengan korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Seperti juga yang pernah dialami oleh Kabupaten Blitar, Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Pacitan. Kurangnya pemahaman tentang resiko bencana mengakibatkan gempa bumi yang terjadi pada tahun 1972, 1994 dan tahun 2003, ratusan orang meninggal dunia, rusaknya tempat pemukiman dan hilangnya mata pencaharian sebagian besar masyarakat pesisir Jawa Timur. Bencana memiliki beberapa karakteristik, antara lain: tidak dapat ditebak, musibah dan bagian dari resiko hidup sehari-hari. Konsentrasi orang-orang dan tingkat populasi yang meningkat di seluruh dunia ini meningkatkan pula resiko bencana dan melipatgandakan konsekuensi-konsekuensi bahaya alam ketika bahaya itu muncul. Akan tetapi epidemiologi bencana suatu ilmu pengetahuan yang sistematis dari apa yang terjadi dalam suatu bencana menunjukkan bahwa bencana-bencana itu sebagian besar bisa dicegah. Coburn, A.W., Spence, R.J.S., Pomonis, A. (1994). METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif sesuai dengan permasalahan yang ingin diselesaikan tentang tingkat pengetahuan masyarakat di daerah rawan bencana di wilayah pesisir Jawa Timur. Dalam mengidentifikasi pengetahuan masyarakat tentang kebencanaan di wilayah pesisir Jawa Timur digali dengan angket yang dikembangkan peneliti dan disebarkan pada masyarakat di beberapa daerah di tiga kabupaten yaitu Banyuwangi, Trenggalek dan Pacitan yang menurut Badan Nasional Kebencanaan memiliki potensi bencana yang cukup besar. Dalam melaksanakan kegiatan penelitian diawali kegiatan pemetaan untuk menentukan daerah-daerah yang dianggap paling rawan bencana dan masyarakatnya sudah pernah mengalami peristiwa bencana. Kemudian dilakukan penyebaran kuisener pada beberapa orang yang dianggap mewakili kondisi



F 55



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



masyarakat di wilayah tersebut. Kuisener berisi pertanyaan tentang pengetahuan masyarakat tentang pengalaman mendapatkan pelatihan tentang mitigasi, jenis pelatihan yang pernah dilakukan tentang tindakan penyelamatan saat terjadi bencana, memiliki keterampilan mengenali tanda-tanda bencana, kesesuaian tindakan yang dilakukan saat terjadi bencana, tindakan yang dilakukan untuk meminimalkan resiko bencana, Data yang diperoleh kemudian dijabarkan secara deskriptif untuk dapat disimpulkan terkait dengan pengetahuan masyarakat di masing-masing daerah tersebut.



diidentifikasi rawan bencana dapat di lihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2. Gambaran pengetahuan masyarakat terhadap materi kebencanaan No 1.



2.



HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian dapat diidentifikasi wilayah di tiga kabupaten yang memiliki potensi bencana dengan karakteristik bencana yang berbedabeda dengan data sebagai berikut:



3.



Tabel 1. Daerah rawan bencana di wilayah pesisir Jawa Timur No



Kabupaten



1.



Banyuwangi



Jenis Bencan a Banjir, sunami, tanah longsor



2.



Trenggalek



Banjir, gempa, tanah longsor, sunami, angin putting beliung, kebakar an,



3.



Pacitan



Tanah longsor, gelomba ng pasang abrasi/ banjir, banjir dan tanah longsor



Wilayah Penelitian



Ds. Buluagung Kec. Siliragung, Ds. Sarongan Kec. Pesanggaran, Ds. Pesanggaran Kec. Pesanggaran, Ds. Sumberagung Kec. Pesanggaran, Ds. Pancer Kec. Pesanggaran. Ds. Gading Kec. Watulimo, Ds. Panggul Kec. Panggul, Ds. Bogoran Kec. Kampak, Ds. Timahan Kec. Kampak, Ds. Bendoagung Kec. Kampak, Ds. Nglebeng Kec. Panggul, Ds. Sawahan Kec. Panggul, Ds. Prigi Kec. Watulimo, Ds. Wonocoyo Kec. Panggul, Ds. Prigi Kec. Watulimo, Ds. Tasik Madu Kec Watulimo, Ds. Sidoharjo Kec Pacitan, Ds. Ngreco Kec. Tegalombo, Ds. Mbaran Kec. Tegalombo, Ds. Ploso Kec. Pacitan, Ds. Krajan Kec. Tegalombo,



Ketiga wilayah tersebut dipandang memiliki potensi bencana yang paling besar dibandingkan dengan wilayah-wilayah yang lain. Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap masyarakat di wilayah rawan bencana untuk 3 Kabupaten yaitu Banyuwangi, Trenggalek dan Pacitan untuk diketahui tingkat pengetahuan masyarakat terhadap teknik mitigasi dan sikap tanggap bencana di wilayah yang



4



Fokus pertanyaan Masyarakat yang mendapatkan kegiatan pelatihan mitigasi dan tanggap bencana Pelatihan tindakan penyelamatan saat terjadi bencana Memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam mengenali tanda-tanda alam Kesesuaian tindakan yang dilakukan saat terjadi bencana



Kabupaten Banyuwangi 92,31%



Trenggalek 36,84%



Pacitan 45,45%



16,67%



62,50%



0,00%



23,08%



26,32%



72,72%



61,54%



42,11%



63,63%



Berdasarkan data di atas daerah yang relatif minim mendapatkan pelatihan tentang kebencanaan adalah Kabupaten Trenggalek 36,84% dan Pacitan 45,45%. Sedangkan Kabupaten Banyuwangi melakukan kegiatan pelatihan tentang kebencanaan sangat tinggi mencapai 92,31%. Kondisi ini termotivasi dengan tingginya frekuensi bencana di Kabupaten Banyuwangi yang relatif lebih banyak terjadi dibandingkan dengan daerah-daerah yang lain. Rata-rata pelatihan yang pernah dilakukan untuk tiga kabupaten tersebut adalah 58,2%. Namun pelatihan yang diberikan masih sebatas pada tindakan pertolongan pada korban bencana alam tidak ditekankan pada tindakan penyelamatan diri saat terjadi bencana. Hal ini bisa dilihat dari data tentang jenis pelatihan yang dilakukan. Di Kabupaten Pacitan belum pernah diberikan pelatihan tindakan penyelamatan saat terjadi bencana. Terkait dengan pengetahuan masyarakat tentang kebencanaan juga relatif masih rendah. Hasil penelitian juga menunjukkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat untuk mengenali tandatanda alam terkait dengan bencana yang akan terjadi. Rata-rata kurang dari 50%.Cenderung masyarakat masih menunggu informasi terkait dengan apa yang dilakukan saat terjadi bencana. Tidak kalah pentingnya adalah kesesuain tindakan untuk penyelamatan saat terjadi bencana rata-rata 55,76%. Angka ini relatif masih rendah dan menggambarkan kemampuan masyarakat di wilayah pesisir terkait dengan tindakan saat terjadi bencana. Beberapa temuan yang bisa dikomunikasikan adalah sebagian masih berpandangan bahwa bencana



F 56



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



tidak perlu dihindari karena sudah menjadi kehendak alam. Selain itu masih ada yang memprioritaskan untuk menyelamatkan harta benda saat terjadi bencana sebelum menyelamatkan diri dan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang potensi dan karakteristik bencana di daerah masing-masing. Berdasarkan data-data tersebut dapat dijelaskan bahwa banyaknya korban saat terjadi bencana disebabkan oleh rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap potensi dan karakteristik bencana serta tindakan penyelamatan saat terjadi bencana. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan paparan dapat disimpulkan bahwa pengetahuan masyarakat di wilayah pesisir tentang masalah kebencanaan masih rendah utamanya mengenali karakteristik dan potensi bencana di wilayah tersebut serta ketepatan tindakan penyelamatan pada saat terjadi bencana. Untuk meminimalkan korban yang terjadi karena bencana maka di sarankan: 1. Masyarakat diberikan pengetahuan tentang karakteristik dan potensi bencana di wilayahnya masing-masing. 2. Pelatihan yang dilakukan lebih ditekankan pada bagaimana tindakan penyelamatan saat terjadi bencana. 3. Keterampilan mengenali tanda-tanda alam harus diberikan sehingga dapat diambil langkah antisipasi sebelum terjadi bencana. 4. Pembinaan masyarakat untuk selalu menjaga keseimbangan alam.



REFERENSI Coburn, A.W., Spence, R.J.S., dan Pomonis, A. 1994. Mitigasi Bencana. Edisi ke dua. Cambridge Architectural Research United The Oast House. http://www.d-infokom-jatim.go.id. Terjadi Gempa Bumi Tektonik di Blitar. Rabu 11 Juni 2009. Ilyas, T. 2006. Mitigasi Gempa dan Tsunami di Daerah Perkotaan. Makalah seminar bidang Kerekayasaan Fakultas Teknik Unsrat. Laksono, S.M., 2008. Pengembangan Kurikulum Pembelajaran Konversi, Lingkungan Hidup dan Mitigasi Bencana Alam. Prodi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang Banten. PNPM Mandiri dan DPM Dirjen Cipta Karya, 2008. Pengelolaan Penanganan Bencana Modul Khusus Fasilitator Pelatihan Utama. Wicaksono, 2007. Pedoman Menghadapi Bencana Gempa dan Tsunami. Jakarta: Kreasi Jakarta.



F 57



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



PEMISAHAN BANYAK SUMBER SUARA MESIN BERPUTAR DENGAN METODE LI-TIFROM BLIND SOURCE SEPARATION Galih A(1), Dhany Arifianto(2) Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (2) Jurusan Teknik Fisika-FTI ITS



(1)



email : [email protected], [email protected]



Abstrak Industri secara operasional beroperasi terus-menerus menggunakan mesin-mesin berputar. Maintenance mesin secara berkala sangatlah diperlukan untuk menjaga kontinuitas produksi. Teknik yang lazim dipakai adalah operator langsung ke lapangan mengecek satu persatu keadaan mesin-mesin. Padahal dalam suatu industri mesin yang digunakan tidak hanya satu, puluhan mesin digunakan untuk proses produksi. Hal ini mempersulit operator. Pada penelitian ini diusulkan teknik monitoring tanpa sentuh yaitu dengan menganalisa sinyal suara yang diemisikan oleh mesin berputar. Karena mesin yang digunakan berjumlah banyak, maka suara dari mesinmesin akan tercampur. Diperlukan teknik untuk memisahkan suara tercampur menjadi komponen penyusunnya, yaitu metode Li-Tifrom Blind Source Separation (Li- Tifrom BSS). Penelitian ini menggunakan microphone array sebagai sensornya, dimana jumlahnya sama dengan jumlah sumber mesinnya. Berdasarkan eksperimen yang dilakukan, performansi pemisahan sinyal suara mesin dari sinyal campuran secara instantaneous linear mixture dilihat dari nilai MSE. MSE yang diperoleh sebesar 0,0243, menunjukkan hasil yang sangat Kata kunci: Li-Tifrom, BSS, Instantaneous Mixture, SIR PENDAHULUAN Metode yang digunakan dalam mendeteksi kerusakan mesin di industri masih secara manual. Operator harus mengecek satu per satu mesin-mesin dalam jumlah yang banyak. Oleh karena itu, diperlukan perkembangan penelitian terhadap analisa sinyal suara mesin yang diemisikan oleh mesin-mesin berputar untuk mempermudah monitoring tanpa sentuh. Alasan lain yang melatar belakangi penelitian ini yaitu adanya penelitian tentang pemisahan banyak sumber bunyi dari mikrofon. Bunyi campuran dari mesin mampu dipisahkan menjadi bunyi tunggal sesuai dengan bunyi aslinya. Dari pemecahan masalah inilah kemudian dikembangkan penelitian dengan jumlah sensor yang digunakan sama dengan jumlah sumber mesinnya. Dari latar belakang tersebut maka tujuan dari penelitian ini yaitu mampu memisahkan banyak sumber suara mesin dari mikrofon dengan metode Li-Tifrom-BSS. Hasil pemisahan (sinyal estimasi) ini akan dibandingkan dengan sinyal sumber (baseline) dengan menghitung nilai SIR (Signal to Interference Ratio). Dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi praktisi industri dalam penentuan kerusakan mesin dengan analisa pola suara. Blind Source Separation (BSS) Blind Source Separation merupakan suatu metode yang digunakan untuk memisahkan sinyal campuran dari banyak sumber suara tanpa mengetahui banyak informasi mengenai sumber tersebut dan bagaimana proses pencampurannya [1].



Unknown mixing system



S



m



A



Separation system



X n



W



y



m



Gambar 1. Diagram Blind Source Separation[2



]



Gambar 2 Diagram pencampuran dan pemisahan sinyal[2]



X = AS (1) Y = WX (2) Pada gambar 1 terdapat dari 2 proses yaitu proses pencampuran sinyal dan proses pemisahan sinyal. Dalam proses pencampuran, S ditunjukkan sebagai sinyal sumber sedangkan A adalah matrik pencampur dimana kedua hal ini tidak diketahui sebelumnya. Karena tidak diketahui kedua hal tersebut maka disebut Blind. Untuk proses pemisahan sinyal, adanya variable X menunjukkan sinyal observasi atau sinyal hasil pengukuran sedangkan W menunjukkan matrik invers dari A dan y adalah sinyal estimasi (hasil pemisahan). Sinyal estimasi ini diperoleh dari perkalian matrik W dan X. Diagram detail dalam pencampuran dan pemisahan sinyal dapat dilihat pada gambar 2. Dari diagram ini terlihat bahwa sensor satu (X1) menerima sinyal dari S1 dan S2 begitupula X2.



F 58



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Kemudian X1 dan X2 akan dipisahkan dengan dikalikan matrik W sehingga menjadi sinyal estimasi Y1 dan Y2. LI-TIFROM Proses pencampuran disini menggunakan pencampuran instantaneous linier. (3) 𝑥1 (𝑡)𝑎11 𝑠1 (𝑡) + 𝑎12 𝑠2 (𝑡) (4) 𝑥2 (𝑡) = 𝑎21 𝑠1 (𝑡) + 𝑎22 𝑠2 (𝑡) Dimana a ij koefisien matrix pencampur A yang bernilai real, konstan dan tidak nol. x (t) h h12 s1 (t) �� � 1 � = � 11 � h21 h22 s2 (t) x2 (t) X(t) = HS(t) (5) LI-TIFROM adalah suatu metode pemisahan sumber secara buta berdasarkan pada analisa frekwensiwaktu. Prinsip kerjanya yaitu : 1. Menghitung Short Time fourier Transform (STFT) dari Sumber 2. Menemukan zona sumber tunggal frekuensiwaktu, dimana sumber tunggal adalah sumber yang aktif. 3. Kemudian, setiap zona tersebut,diestimasi kolom dari matrik campurannya 4. Ketika semua kolom dari matrik campurannya telah diestimasi, langkah selanjutnya yaitu recovering sumber. LI-TIFROM ditulis dalam MATLAB 7.0 Signal Processing Toolbox. Parameter inputan : 1. x : matrik 2 dimensi dari sensor yang digunakan. 2. N_sumber : jumlah sumber yang dideteksi. 3. nb_samp_in_win : jumlah samples windows pada perhitungan STFT 4. overlap : overlap antara dua window dalam domain frekuensi - waktu. 5. nb_win : jumlah window dalam domain frekuensi-waktu. 6. fs : frekuensi sampling STFT (Short Time Fourier Transform) Memberikan solusi berdasarkan window yang akan memfilter sinyal bunyi. STFT (Short Time Fourier Transform) merupakan algoritma pengembangan dari FFT (Fast Fourier Transform). Algoritma STFT akan mencuplik sinyal masukan dalam rentang waktu t tertentu. Sinyal masukan awal masih dalam domain frekuensi. Sinyal hasil cuplikan tersebut akan menempati domain waktu dan frekuensi. Untuk pencuplikan sinyal, STFT menggunakan fungsi window dengan lebar window (T) sesuai dengan sinyal hasil cuplikan. Fungsi window diletakkan pada sinyal yang pertama untuk tiap frekuensi yang berbeda.Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keakuratan dari window pada STFT (Short Time Fourier Transform) terhadap pemisahan bunyi berdasarkan frekuensi. Mean Square Error (MSE) MSE di dalam statistik merupakan kuadrat ratarata dari error. MSE adalah perbedaan antara sinyal asli dengan sinyal estimasi. sinyal estimasi merupakan



sinyal output dari sistem (http://en.wikipedia.org). Semakin kecil nilai MSE maka sinyal asli dengan sinyal estimasi mempunyai kesamaan. MSE digunakan untuk mengukur rata-rata kesalahan yang berasal dari kuantitas yang akan diestimasi. 1 MSE = ∑ni−1(S − Se )2 (6) n dimana : MSE = mean square error n = banyaknya sample S = sinyal asli Se = sinyal estimasi Kuantitas dari MSE dapat menilai kualitas akan tiap-tiap teknik BSS algoritma EM dalam memisahkan sinyal dan menyusunnya kembali, dengan harapan akan terdapat kesesuaian dengan sinyal asli (baseline). Microphone Array Microphone array merupakan sekumpulan mikrofon yang terhubung menjadi satu kesatuan untuk menerima serta mentransmisikan sinyal suara. Dengan menggunakan susunan mikrofon daripada satu mikrofon, maka dapat dicapai seleksi spasial, memperkuat propagasi sumber dari arah tertentu dan melemahkan propagasi sumber dari arah lainnya. Faktor penting yang harus diperhatikan dalam teknik microphone array adalah : 1. 1.Frekuensi Sampling Syarat penentuan frekuensi sampling (7) fs ≥ 2fmax dimana : fs = frekuensi sampling fmax = frekuensi sumber =



1



λmin



2. Jarak antar Mikrofon Jarak antar mikrofon (d) dapat ditentukan dengan persamaan : λ d < min (8) 2 3. Sudut Datang antara Sumber dan Mikrofon. Perhitungan ketiga faktor tersebut menjadi dasar dalam desain ekperimental. Apabila perhitungan ini diabaikan maka dapat terjadi peristiwa spatial aliasing pada saat pengambilan data perekaman sinyal suara. Kemungkinan juga terdapat sinyal suara yang tidak akan terdeteksi oleh mikrofon. METODE PENELITIAN Proses Perekaman Proses perekaman merupakan tahapan penting penelitian ini, yaitu dengan merekam bunyi mesin. Suara motor akibat dari motor yang bergerak dan menimbulkan getaran. Proses perekaman suara mesin dibagi menjadi 2 tahap yaitu : 1. Single channel (perekaman baseline) Perekaman bunyi setiap satu mesin. 2. Multi channel (perekaman sinyal campuran). Proses perekaman ini dilakukan di ruang Semi Unechoic Lab. Akustik dan Fisika Bangunan dimana



F 59



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



derau latar dapat diabaikan. Data perekaman untuk mesin kondisi normal dan bearing fault. Perekaman hanya dilakukan untuk jumlah sensor sama dengan jumlah sumbernya (kasus determined) Tabel 1. Konfigurasi Perekaman Sinyal Baseline No. 1. 2.



Kondisi Mesin Normal Bearing Fault



Skema eksperimental ini dapat dilihat pada gambar 3.



Setelah pengolahan sinyal baseline, dilakukan pengolahan terhadap sinyal campuran dari dua sinyal suara mesin dengan karakteristik berbeda tersebut. Asumsi pada saat pencampuran sinyal tersebut adalah instantaneous mixture. Hasil dari pemisahan sinyal tersebut kemudian di-plot 1 gambar dengan sinyal baseline-nya sehingga perbedaan antara sinyal estimasi dan sinyal baseline dapat dengan jelas dilihat secara visualisasi. Plot gambar sinyal estimasi dan baseline ditampilkan pada gambar 5. Sinyal estimasi ditunjukkan dengan warna merah sedangkan sinyal warna biru ditunjukkan warna biru.



RUANG SEMI UNECHOIC LABORATORIUM AKUSTIK DAN FISIKA BANGUNAN



Source 1 (original: blue - estimated: red) 1



amplitudo



0.5 0 -0.5



3.5 m



-1



30 cm



2000



4000



6000



2000



4000



6000



8000 10000 12000 waktu Source 2 (original: blue - estimated: red)



14000



16000



14000



16000



1 15 cm



amplitudo



0.5 N



B 30 cm



0 -0.5



3m -1



Gambar 3. Skema Eksperimen Determinded BSS



HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, pemisahan sinyal suara dari jumlah mikrofon sama dengan dari jumlah sumber bunyi mesin berhasil dilakukan dengan metode LI-TIFROM Blind Source Separation. hasil yang diperoleh dari pengambilan data dengan perekaman baseline ditampilkan seperti gambar 4.



Sinyal Estimasi 1 1



Sinyal Baseline Bearing



0.5 0 -0.5 -1



0



2000



4000



6000



0



2000



4000



6000



0



1



-0.5



0.5



2000



4000



6000



8000 10000 waktu Sinyal baseline normal



12000



14000



Amplitudo



amplitudo



0.5



0



16000



1



8000 10000 Waktu Sinyal Estimasi 2



12000



14000



16000



12000



14000



16000



0 -0.5 -1



0.5



amplitudo



12000



Sinyal estimasi (merah) terlihat rapat dengan sinyal baseline-nya (biru) sehingga pemisahan ini dapat dikatakan sangat baik. Hal ini diperkuat dengan nilai MSE yang ada pada tabel 2. Untuk MSE sinyal estimasi mesin bearing fault sebesar 0.0243, sinyal estimasi mesin normal 0.0317. Pada gambar (6), sinyal estimasi 1 adalah sinyal untuk mesin bearing fault dan sinyal estimasi 2 untuk mesin sinyal normal.



1



-1



10000



Gambar 5. Plotting Sinyal Estimasi dan Baseline dengan 2 mikrofon dan 2 sumber bunyi mesin



Amplitudo



Setelah data diperoleh, maka proses selanjutnya yaitu pengolahan data dengan software matlab. Dalam pengolahan tersebut faktor utama dalam mengeksekusi program yaitu panjang data. Panjang data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebesar 16000. Sedangkan frekuensi samplingnya didownsample menjadi 16.000Hz.



8000 waktu



8000 waktu



10000



0



Gambar 6. Plotting Sinyal Estimasi -0.5 -1



0



2000



4000



6000



8000 waktu



10000



12000



14000



16000



Gambar 4 Sinyal Suara Baseline dengan panjang data 16000 Bearing Fault (b) Normal



Metode yang digunakan untuk mengukur besarnya varians dari dua sinyal tersebut yaitu MSE (Mean Square Error). Nilai MSE ini ditampilkan dalam tabel 2. Nilai MSE ini merupaka nilai error terkecil hasil perbandingan sinyal estimasi masing-



F 60



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



masing mesin dengan sinyal baseline masing-masing mesin juga. Tabel 2. MSE perbandingan sinyal baseline dengan sinyal estimasi dari 2 mikrofon dan 2 sumber bunyi mesin MSE Sinyal estimasi



Instantaneous Linear Mixture



Bearing



0.0243



Normal



0.0317



Kemudian hasil ekstraksi sinyal estimasi dari LiTifrom BSS ini dibandingkan dengan tfBSS. Untuk membandingkan dua metode ini konfigurasi yang digunakan haruslah sama sehingga konfigurasi yang dipilih adalah 2 sensor dan 2 sumber (jumlah sensornya sama dengan jumlah sumbernya (m=n)). Asumsi pencampuran yang dipakai dalam dari LiTifrom BSS dan tfBSS di sini adalah instantaneous mixture. Uji varians dari sinyal estimasi dan baseline dari kedua metode ini ditampilkan pada tabel 3 dengan ditentukan besarnya nilai MSE masing-masing sinyal. Dari tabel tersebut, terlihat bahwa nilai MSE LiTifrom lebih kecil dibandingkan nilai MSE tfBSS. Dengan demikian, hasil pemisahan sinyal suara dengan pencampuran instantaneous mixture lebih baik dengan algoritma Li-Tifrom Tabel 3 MSE hasil sinyal suara mesin antara ICA dengan TFBSS dengan konfigurasi 2 sensor - 2 sumber MSE



Li-Tifrom



tfBSS



Bearing



0.0243



1.6692



Normal



0.0317



0,0304



DAFTAR PUSTAKA Fevotte, Cedric., Doncarli, Christian. 2004. “Two Contribution to Blind Source Separation Using Time-Frequency Distribution”. IEEE Signal Processing Letters vol 11 no.3 March. Processing, vol. 46, pp. 2888–2897, Nov 1998. Cardoso JF. 1998. Blind Signal Separation: Statistical Principles. Proceedings of IEEE. 86: 2009-2025 Atmaja, B.,T., 2009 ”Machines Sound Separation from Microphone Array using Independent Component Analysis (ICA) for Fault Detection” Indonesia: Teknik Fisika-ITS Wang F, Li H, Zhang Y and Li R. 2006. Novel ICA Algorithm with Nonparametric Estimation Based on GGD Kernel. International Journal of Innovative Computing. Information and Control Abrard F., Deville Y., 2003, Blind Separation of Dependent Sources Using The “TimeFrequency Ratio of Mixtures” Approach. Proceedings of IEEE. 7803-7946 Puigt Matthieu, Deville Y., 2008, Signal Separation Campain Principles and Performance of the Li-Tifrom Software, Laboratoire of Astrophysique de Toulouse-Tarbes, France Deville Y., Puigt M., and Albouy B., 2004 Timefrequency blind signal separation : extended methods, performance evaluation for speech sources, Proceedings of the IEEE International Joint Conference on Neural Networks (IJCNN 2004), pp. 255-260, Budapest, Hungary



KESIMPULAN Dari eksperimen yang telah dilakukan maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu sebagai berikut : 1. Sinyal suara campuran instantaneous mixture berhasil dipisahkan dengan metode Li-Tifrom blind source separation 2. Dalam pengolahan data, untuk kasus jumlah sensor sama dengan jumlah sumber, metode LiTifrom lebih baik dibandingkan tfBSS dengan MSE terkecil 0,0243



F 61



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



PENGEMBANGAN BAHAN AJAR FISIKA SMA KELAS X PADA MATERI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK DENGAN APLIKASI SPREADSHEET EXCEL Heru Edi Kurniawan1) Pascasarjana Pendidikan Sains Universitas Sebelas Maret Surakarta [email protected]



Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah buku ajar Fisika pada materi gelombang elektromagnetik dengan aplikasi Spreadsheet Excel terhadap pemahaman siswa tentang kemampuan komunikasi ilmiah siswa kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Surakarta.Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (Research and Development) yang meliputi tahap (1) Analisis Kebutuhan (2) Pengembangan Produk Awal dan (3) Uji Coba dan Revisi. Analisis kebutuhan meliputi analisis siswa dan kurikulum. Pengembangan produk awal meliputi pengembangan buku ajar dan pengembangan perangkat penilaian. Uji coba dan revisi meliputi : uji pakar, uji lapangan siswa kelompok kecil, kelompok terbatas, dan kelompok besar. Data dikumpulkan melalui lembar kerja siswa (LKS), lembar penilaian buku ajar, tes, observasi, dan wawancara. Data dari LKS, lembar penilaian buku ajar, tes,dan observasi dianalisi dengan deskriptif prosentase. Hasil wawancara dianalisis dengan deskriptif kualitatif. Data pre test dan post test dianalisis dengan rumus Hake (gain ternormalisasi).Hasil uji pakar menunjukan bahwa draft awal bahan ajar yang diajukan tergolong baik untuk kelayakan isi, kebahasaan, sajian, dan kegrafisan. Rata-rata skor menurut pakar pada aspek isi bahan ajar mencapai 90 % (baik), kebahasaan mencapai 95% (baik), sajian mencapai 96 % (baik), kegrafisan mencapai 100 % (sangat baik). Penelitian pengembangan ini telah menghasilkan model buku ajar Fisika berbasis Spreadsheet Excel yang berdampak positif di sekolah. Hasil uji siswa kelompok kecil menghasilkan rata-rata skor 86,25% yang tergolong baik. Hasil uji siswa kelompok kecil menghasilkan secara rata-rata 86,25% yang tergolong baik. Hasil uji coba kelompok terbatas mengalami pengembangan dan kenaikan yang cukup baik yaitu dari rata-rata 67,9% menjadi 88%, Kemudian pada pengujian di kelompok besar menghasilkan rata-rata 82,3%. Pengujian kemampuan berkomunikasi ilmiah menunjukan hasil pre test adalah 38,08% dan post test 85% sehingga dapat dihasilkan nilai gain 0,75 yang berarti ada peningkatan kemampuan komunikasi ilmiah siswa. Melalui serangkaian uji dan revisi tersebut maka telah dapat dihasilkan bahan ajar fisika berbasis Spreadsheet Excel berdampak positif bagi siswa dalam kemampuan berkomunikasi ilmiah. Penelitian ini dapat ditindaklanjuti dengan penelitian pengembangan berikutnya untuk meningkatkan kualitas bahan ajar. Selain itu produk bahan ajar yang dihasilkan dapat dibandingkan dengan produk lain melalui penelitian eksperimen komparatif. Kata kunci: Spreadsheet, Fisika, Excel, buku, ajar,penelitian,pengembangan.



PENDAHULUAN Saat ini kurikulum yang diterapkan di Indonesia pada semua jenjang pendidikan adalah KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Dalam perkembangan terkini Menteri Pendidikan Nasional 2011 juga mengeluarkan suatu slogan ”Pendidikan Berkarakter”. Hal ini memacu kreativitas di tingkat satuan pendidikan untuk senantiasa mengembangkan kreatvitasnya dalam pembelajaran. Pembelajaran pada umumnya menggunakan media pembelajaran baik berupa alat peraga ataupun media presentasi. Media presentasi dapat berupa Chart, OHP maupun LCD. Alat peraga yang dapat digunakan cukup beragam dari peralatan sesungguhnya sampai dengan simulasi dan animasi. Berkaitan dengan pembelajaran di kelas saat ini, telah dikembangkan berbagai media pembelajaran inovatif. Salah satu media pembelajaran yang sedang populer adalah bahan ajar berupa Spreadsheet Excel (Microsoft Exce)l. Berdasarkan hasil peneletian



sebelumnya telah dilakukan wawancara tentang pemanfaatan Spreadsheet Excel dalam pembelajaran Fisika terhadap beberapa guru SMA yang menjadi anggota MGMP Fisika di Kabupaten Sukoharjo yaitu : 1) Pada umumnya siswa SMA telah mengenal Spreadsheet Excel. Di tingkat SLTP siswa telah belajar tentang Spreadsheet Excel dari ekstrakurikuler Komputer atau pelajaran TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi). 2) Pengalaman siswa menggunakan Spreadsheet Excel umumnya untuk mengelola keuangan atau administrasi perkantoran. 3) Siswa telah mengenal cara membuat grafik dengan manual (kertas milimeter) atau dengan komputer (dengan program Word atau Spreadsheet Excel). Namun grafik tersebut umumnya merupakan grafik berbentuk batang atau lingkaran sebagai deskriptif atas data suatu laporan dalam bentuk tabel. Tidak ada siswa yang menggunakannya untuk membantu memahami suatu persamaan dalam Fisika. Grafik yang menjelaskan hubungan antara dua variabel fisis (scatter diagram) sangat penting dalam Fisika. Namun



F 62



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



jenis grafik ini tidak banyak diketahui atau digunakan siswa. (4) Laporan praktikum umumnya ditulis siswa pada blangko manual atau ada yang diketik siswa dengan komputer. Untuk yang menggunakan komputer, pada bagian teks ditulis dengan program Word namun tabel atau grafik masih ditulis manual, walaupun pada tingkat yang sederhana. Sedangkan dipihak guru, jarang sekali ditemui guru Fisika yang menggunakan Spreadsheet Excel dalam pembelajaran Fisika. Tidak berbeda dengan siswanya, Guru biasanya hanya menggunakan Spreadsheet Excel dalam kepentingan administrasi maupun laporan keuangan saja. Hal ini menandakan bahwa guru dan siswa belum secara maksimal menggunakan Spreadsheet Excel untuk mendukung belajarnya khusunya belajar Fisika. Potensi Spreadsheet Excel sebagai alat bantu untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan berkomunikasi ilmiah belum dimanfaatkan secara maksimal. Hasil survey yang dilakukan oleh Lim (2005:31) menunjukan bahwa terjadi penurunan kemampuan menggunakan Spreadsheet dikalangan mahasiswa dibandingkan saaat duduk di sekolah menegah. Lim juga menemukan bahwa kemampuan siswi lebih rendah daripada siswa. Temuan lain lain kemampuan mahasiswa di kampus yang jauh dari pusat kota lebih renda daripada mahasiswa yang kampusnya di perkotaan. Informasi ini dapat digunakan sebagai bahan per timbangan penyusunan bahan ajar menyangkut gender dan ketersediaan sarana. Kemudian hasil penelitian Hasil penelitian Song Tae Pak (2005:32) menunjukan bahwa : ” 70% guru merasa mendapatkan ide baru pembelajaran dengan pemanfaaatan Microsoft Excel dan 80% siswa merasa terbantu belajar fisikanya.” Guru-guru yang belum berpengalaman menggunakan pemprograman menyatakan eksperimen berbasis komputer menyatakan bahwa model dengan spreadsheet ini tidak sulit. Dalam penelitian tersebut belum diungkapakan secara eksplisit kemampuan siswa dalam berkomunikasi ilmiah (dalam hal ini memplot grafik), yang diukur hanyalah respon siswa dan guru. Hasil akhir dari penelitian tindakan kelas oleh Haryono (2006:54), menyimpulkan bahwa : ”siswa kelas XII SMA telah dapat menggunakan Microsoft Excel untuk memplot grafik peluruhan radioaktif baik dengan solusi numerik maupun analitik. Rerata skor yang diperoleh siswa untuk aplikasi Microsoft Excel sebesar 81.” Dalam penelitian tersebut juga diungkapkan kesulitan yang dihadapi menyangkut waktu pelaksanaan. Siswa kelas XII pada semester II dihadapkan pada persiapan ujian. Kegiatan seperti uji coba, ujian praktek, tes-tes masuk perguruan tunggi dan lain-lain menggangggu kelancaran penelitian. Informasi ini menunjukan bahwa sebaiknya pengenalan Spreadsheet Excel yang terpadu dengan pembelajaran Fisika tidak di kelas XII melainkan kelas X atau XI. Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran Fisika



dengan memanfaatkan Spreadsheet Excel dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, perlu digalakan penggunaaan Spreadsheet Excel dalam pembelajaran Fisika. Dengan tersedianya bahan ajar Fisika berbasis Spreadsheet Excel ini diharapakan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas pembelajaran Fisika yang pada giliranya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini sejalan dengan maksud penelitian ini untuk mengembangkan bahan ajar Fisika berbasis Spreadsheet Excel yang memadai. Mempertimbangkan alasan-alasan yang telah diuraikan, maka peneliti bermaksud untuk mengadakan penelitian pengembangan bahan ajar Fisika pada siswa kelas X Sekolah Menengah Atas. Adapun judul penelitian tersebut adalah Pengembangan Bahan Ajar Fisika SMA Kelas X Pada Materi Gelombang Elektromagnetik Dengan Aplikasi Spreadsheet Excel. Metodologi Penelitian Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian pengembangan (Research and Development). “Penelitian pengembangan digunakan untuk mendesain produk atau prosedur baru yang teruji secara sistematis di lapangan, dievaluasi, dikembangkan sedemikian sehingga memenuhi kriteria efektivitas, kualitas atau kemiripan dengan suatu standar” (Borg dan Gall, 2003:569). Model pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model yang dikembangkan oleh Sukmadinata. Model ini meliputi 2 tahap pengembangan yaitu studi pendahuluan dan pengembangan buku ajar. (Syaodih 2007:187) Tahaptahap penelitian pengembangan yang dilakukan adalah :tahap studi pendahuluan terdiri atas: studi pustaka,survei lapangan, analisis kebutuhan. Analisi kebutuhan dilakukan terhadap siswa dan kurikulum. Analisis siswa dimaksudkan untuk mengetahui keadaan siswa, yang dalam penelitian ini adalah keadaan dapat atau tidaknya berkomuikasi ilmiah. Untuk mengetahui hal ini maka dilakukan tes kemampuan berkomunikasi ilmiah sebagai pre test. Jika berdasarkan pre test pada pokok bahasan tertentu ternyata siswa mampu berkomunikasi ilmiah, maka dilakukan pre test untuk pokok bahasan yang lain. Jika pada pokok bahasan berikutnya ternyata siswa tidak mampu berkomuniaksi ilmiah, maka penelitian dilanjutkan ke analisis kurikulum. Analisis kebutuhan selanjutnya adalah terhadap kurikulum yang berlaku.Kurikulum yang berlaku untuk siswa SMA saat ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Telah dititikberatkaan pada pokok bahasan yang terpilih berdasarkan hasil analisis siswa. Telaah materi meliputi : Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD) dan Indikator pada pokok bahasan tersebut serta Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Penyusunan produk awal atau draft buku ajar meliputi pengembangan draft bahan ajar dan pengembangan alat penialian. Bahan ajar berupa buku ajar disususn dengan memperhatikan



F 63



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



kaidan penyusunan buku ajar dalam buku pandiuan pengembangan bahan ajar departemen pendidikan nasional tahun 2008. Berdasarkan data-data yang diperoleh dari survei lapangan dengan mengacu pada dasar-dasar teori atau konsep dan hasil-hasil penelitian terdahulu, maka peneliti menyusun draft awal buku ajar yang dikembangkan serta proses pengembangannya. Rancangan buku ajar yang akan dikembangkan mencakup: 1. Tujuan penggunaan buku ajar. 2. Pengguna buku ajar yang akan dikembangkan. 3. Deskripsi komponen-komponen buku ajar dan penggunaannya. Komponen-komponen buku ajar yang akan dikembangkan mencakup: 1. Tujuan buku ajar 2. Materi buku ajar 3. Proses pembelajaran dan media alat bantu Pembelajaran 4. Tugas dan evaluasi hasil pembelajaran 5. Sumber-sumber belajar Setelah draft awal buku ajar disusun maka sebelum diujicobakan di lapangan dilakukan evaluasi atau uji coba di atas meja. Uji coba atau evaluasi ini semata-mata bersifat perkiraan atau judgement berdasarkan analisis dan pertimbangan logika peneliti dan ahli. Selama melalui proses pembelajaran, dilakukan pengamatan siswa dalam berkomunikasi ilmiah melalui melihat cara menggambar grafik. Setelah pembelajaran diadakan tes komunikasi ilmiah berupa pemberian soal yang berisi kemampuan komunikasi ilmiah yaitu membuat tabel dan grafik, serta menintepretasikan grafik untuk mengetahui sejauh mana terjadi peningkatan komunikasi ilmiah siswa terhadap materi dalam pengembangan. Pre tes dan post tes dilakukan dengan menggunakan tes. Grafik rerata pencapaian pemahaman konsep siswa sebelum dan sesudah pembelajaran untuk siswa kategori tinggi, sedang dan rendah. Untuk setiap tahapan uji coba, diadakan evaluasi untuk mengetahui peningkatan komunikasi ilmiah setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dengan buku ajar yang menggunakan aplikasi Spreadsheet Excel dengan menggunakan gain ternormalisasi yaitu dengan mengukur gain nilai siswa sebelum dan setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dengan persamaan gain ternormalisasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan kurikulum yang berlaku di sekolah maka pokok bahasan yang relevan dengan waktu penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu ada semester genap. Pokok bahasan yang sesuai dengan kondisi analisis terhadap kondisi siswa adalah materi pada pokok bahasan gelombang elektromagnetik, oleh karena dalam pok bahasan tersebut banyak konsep Fisika yang dibutuhkan dalam hal visualisasinya dan pengingatan akan pra konsep yang seharusnya dikuasai sebelum siswa masuk ke dalam materi bab



gelombang elektromagnetik seperti konsep gelombang secara umum, gelombang mekanik, dan sebagainya. Berdasasarkan analisis siswa dan kurikulum yang diterapkan di sekolah. Analisis ini dilakukan dengan melihat hasil test yang dilakukan oleh guru pada materi di semester II kelas X SMA, kemudian dlakukan pre trest awal. Pre test dilakukan di kelas X.1 dan X.2 yang berjumlah masing-masing 34 siswa. Pre test dilakukan pada tanggal 12 April 2011 selama 1 jam pelajaran (45 menit). Diperoleh hasil pada kelas X.2 analisis bahwa hampir semua siswa sulit mengkomunikasikan persamaan y=Asin(ωt) beberapa temuannya antara lain grafik y-t berdasarkan persamaan y=Asin(ωt) di plot berbentuk garis lurus linier miring kekanan (75%) kesalahan tersebut menyebabkan intepretasi grafik kurang tepat. Sehingga siswa SMA 3 Surakarta masih belum bisa berkomunikasi ilmiah pada pokok bahasan gelombang terkhusus gelombang elektromagnetik.



Gambar 1 Diagram Batang Hasil Pre Test kelas X.2



Hasil uji komunikasi ilmiah siswa yatiu dengan mengukur hasil melalui proses pembelajaran, dilakukan pengamatan siswa dalam berkomunikasi ilmiah melalui melihat cara menggambar grafik. Setelah pembelajaran diadakan tes komunikasi ilmiah berupa pemberian soal yang berisi kemampuan komunikasi ilmiah yaitu membuat tabel dan grafik, serta menintepretasikan grafik untuk mengetahui sejauh mana terjadi peningkatan komunikasi ilmiah siswa terhadap materi dalam pengembangan. Pre tes dan post tes dilakukan dengan menggunakan tes. Grafik rerata pencapaian pemahaman konsep siswa sebelum dan sesudah pembelajaran untuk siswa kategori tinggi, sedang dan rendah. Untuk setiap tahapan uji coba, diadakan evaluasi untuk mengetahui peningkatan komunikasi ilmiah setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dengan buku ajar yang menggunakan aplikasi Spreadsheet Excel dengan menggunakan gain ternormalisasi yaitu dengan mengukur gain nilai siswa sebelum dan setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dengan persamaan gain ternormalisasi Hake berikut:



dengan:



〈𝑔〉 =



〈𝑆 𝑝𝑜𝑠𝑡 𝑡𝑒𝑠𝑡 〉 − 〈𝑆 𝑝𝑟𝑒 𝑡𝑒𝑠𝑡 〉 100% − 〈𝑆 𝑝𝑟𝑒 𝑡𝑒𝑠𝑡 〉



< g > = gain atau peningkatan pemahaman konsep Fisika 𝑆 𝑝𝑟𝑒 𝑡𝑒𝑠𝑡 = nilai rata-rata pre test (%)



F 64



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



𝑆 𝑝𝑜𝑠𝑡 𝑡𝑒𝑠𝑡 = nilai rata-rata post test (%) Keputusan uji: 1. Jika () ≥ 0.7 maka gain dikategorikan tinggi; 2. Jika 0.7 > () ≥ 0.3 maka gain dikategorikan sedang; 3. Jika () < 0.3 maka gain dikategorikan rendah.



〈𝑆 𝑝𝑜𝑠𝑡 𝑡𝑒𝑠𝑡 〉 − 〈𝑆 𝑝𝑟𝑒 𝑡𝑒𝑠𝑡 〉 100% − 〈𝑆 𝑝𝑟𝑒 𝑡𝑒𝑠𝑡 〉 𝟖𝟓 − 𝟑𝟖, 𝟎𝟖 〈𝒈〉 = 𝟏𝟎𝟎% − 𝟑𝟖, 𝟎𝟖 〈𝒈〉 = 𝟎, 𝟕𝟓 Nilai gain (peningkatan) komunikasi ilmiah sebesar 0,75 yaitu tegolong tinggi Rekapitulasi hasil Evaluasi buku ajar sebagai berikut : 〈𝑔〉 =



Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Evaluasi Buku Ajar No



Komponen KELAYAKAN ISI Kesesuaian dengan SK dan KD Kesesuaian dengan kebutuhan siswa Kesesuaian dengan kebutuhan bahan ajar Kebenaran substansi materi Manfaat untuk penambahan wawasan pengetahuan Kesesuaian dengan nilai moralitas, social KEBAHASAAN Keterbacaan Kejelasan informasi Kesesuaian dengan kaidah Bahasa Indonesia Penggunaan bahasa secara efektif dan efisien SAJIAN Kejelasasan tujuan Urutan Penyajian Pemberian motivasi Interaktivitas ( stimulus dan respon) Kelengkapan informasi KEGRAFISAN Penggunaan font ( jenis dan ukuran) Lay out, tata letak Illustrasi , grafis, gambar, foto Desain tampilan



Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat disimpulkan bahwa rata-rata skor menurut pakar pada aspek isi bahan ajar mencapai 90 % (baik), kebahasaan mencapai 95% (baik), sajian mencapai 96 % (baik), kegrafisan mencapai 100 % (sangat baik). Hasil uji komunikasi ilmiah siswa yatiu dengan mengukur hasil melalui proses pembelajaran, dilakukan pengamatan siswa dalam berkomunikasi ilmiah melalui melihat cara menggambar grafik. Setelah pembelajaran diadakan tes komunikasi ilmiah berupa pemberian soal yang berisi kemampuan komunikasi ilmiah yaitu membuat tabel dan grafik, serta menintepretasikan grafik untuk mengetahui sejauh mana terjadi peningkatan komunikasi ilmiah siswa terhadap materi dalam pengembangan. Pre tes dan post tes dilakukan dengan menggunakan tes sebesar 〈𝒈〉 = 𝟎, 𝟕𝟓 Nilai gain (peningkatan) komunikasi ilmiah tersebut tegolong tinggi. Dengan memperhatikan hasil-hasil dari langkah pengembangan di atas maka dapat dikatakan penelitian ini telah menghasilkan model buku ajar Fisika berbasis Spreadsheet Excel yang berdampak positif terhadap kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi ilmia siswa di sekolah. Selanjutnya berdasarkan tolok ukur keberhasilan penelitianyang dikemukakan pada bab III yaitu apabila gain yang diperoleh lebih dari 0,3 maka penelitian pengembangan ini dikatakan berhasil. Jika tidak demikian maka penelitian pengembangan ini dikatakan belum berhasil dan gain diperoleh



Skor



Skor Maks



% Skor



4 5 4 5 5 4



5 5 5 5 5 5



80 100 80 100 100 80



5 5 4 5



5 5 5 5



100 100 80 100



5 5 5 5 5



5 5 5 5 5



100 100 80 100 100



5 5 5 5



5 5 5 5



100 100 100 100



Rata-Rata (%) 90



95



96



100



ternyata sebesar 0,7 artinya lebih dari 0,3 maka secara umum penelitian pengembangan ini secara umum dikatakan berhasil.



Gambar 2 Diagram Batang Hasil Pengembangan Buku Ajar



KESIMPULAN Pengembangan bahan ajar Fisika berbasis Spreadsheet Ecxel dapat meningkatkan kemampuan komunikasi ilmiah siswa yaitu dapat dilihat dalam penggunaan Microsoft Excel, siswa mudah dalam membuat tabel perhitungan dan memplot grafik. Kesimpulan ini didukung dengan setelah pembelajaran diadakan tes komunikasi ilmiah berupa pemberian soal yang berisi kemampuan komunikasi ilmiah yaitu membuat tabel dan grafik, serta menintepretasikan grafik untuk mengetahui sejauh mana terjadi peningkatan komunikasi ilmiah siswa terhadap materi dalam pengembangan. Hasil Pre tes (38,08%) dan post tes (85%) kemudian dilakukan perhitungan gain sebesar 〈g〉=0,75 Nilai gain



F 65



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



(peningkatan) komunikasi ilmiah tersebut tegolong tinggi. DAFTAR PUSTAKA Ahmad Fauzi. 2009. Pengembangan Bahan Ajar Fisika dengan Aplikasi Spreadsheet. Thesis. Semarang : Universitas Negeri Semarang. Nana Saoudih Sukmadinata. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Rosda. Suharsimi Arikunto. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2007. Sutardi. 2008. Pengembangan Bahan Ajar Fisika Berbasis Spreadsheet untuk Meningkatkan Kemampuan Berkomunikasi Ilmiah. Thesis. Semarang : Universitas Negeri Semarang Zaenudin.2005. Pengembangan Bahan Ajar Fisika Menggunakan Komputer Berbasis Web Pada Mata Kuliah Fisika Sekolah Menengah Pokok Bahasan Listrik Statis. Skripsi. Semarang : Universitas Negeri Semarang.



F 66



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



PERANCANGAN STRATEGI PROGRAM PERKULIAHAN FISIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGANALISIS DAN MENGEVALUASI MAHASISWA JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG I Gede Rasagama1, Kunlestiowati Hadiningrum.2,Mukhtar Ghozali3 1,2, Unit Pelayanan Mata Kuliah Umum, Politeknik Negeri Bandung 3 Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Bandung Jln. Gegerkalong Hilir, Ds. Ciwaruga, Bandung INDONESIA Email: [email protected]



Abstrak Tujuan penelitian adalah mengetahui strategi perkuliahan fisika yang mampu meningkatkan kemampuan menganalisis dan mengevaluasi mahasiswa Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Bandung (POLBAN). Metode penelitian adalah metode deskriptif analitik meliputi: menganalisis landasan pengembangan strategi perkuliahan; merumuskan struktur program perkuliahan; menganalisis landasan penyusunan pedoman perkuliahan (uraian materi, analisis konsep, kemampuan menganalisis dan mengevaluasi); merumuskan pedoman perkuliahan (rencana pelaksanaan perkuliahan, petunjuk kegiatan dosen, tugas pendahuluan, lembar kerja mahasiswa dan petunjuk praktikum); menyusun format monev kegiatan perkuliahan mahasiswa (tugas pendahuluan, lembar kerja mahasiswa, laporan praktikum dan hasil diskusi laporan praktikum); dan menyusun instrumen evaluasi program perkuliahan (kisi dan soal tes kemampuan berpikir, lembar observasi aktivitas dosen-mahasiswa dalam perkuliahan, kisi dan soal kuesioner penjaring tanggapan mahasiswa terhadap strategi perkuliahan, angket pemahaman mahasiswa terhadap lembar kerja mahasiswa (LKM) dan petunjuk praktikum, serta angket penilaian mahasiswa terhadap tugas pendahuluan. Hasil penelitian menunjukkan strategi perkuliahan fisika untuk meningkatkan kemampuan menganalisis dan mengevaluasi mahasiswa tersusun atas 5 komponen dan 19 sub-komponen. Kata kunci: strategi perkuliahan fisika, menganalisis, mengevaluasi dan jurusan teknik kimia politeknik.



PENDAHULUAN Tiga pilar kurikulum, Universitas Purdue (Jamieson, 2007 dalam Redish, 2008) yaitu sebuah rencana reformasi kurikulum untuk The Engineer of 2020 (National Academy of Engineering, 2004 dalam Redish, 2008) tampak dimunculkan pendidikan sains (fisika) sebagai salah satu pilar bidang pengetahuan (kognitif) penting yang dianggap mampu memberi pengalaman belajar dan membentuk sikap (afektip) dan keterampilan (skill) yang dibutuhkan mahasiswa prodi keteknikan. Melalui konsistensi penerapan strategi perkuliahan yang tepat, materi fisika dapat berkontribusi besar bagi mahasiswa prodi keteknikan dalam mencapai kompetensi lulusan masa depan seperti diharapkan. Hasil survey (2011) prihal strategi perkuliahan fisika melalui e-mail terhadap 12 alumnus Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Bandung (POLBAN) yang bekerja di industri, menyatakan bahwa 50% responden menyatakan strategi perkuliahan fisika di Jurusan Teknik Kimia POLBAN belum mampu memberi dukungan bagi terbentuknya kompetensi lulusan yang dibutuhkan ketika bekerja di Industri, dan 100% responden menyetujui pendapat bahwa kemampuan menganalisis dan mengevaluasi sangat penting dikembangkan dalam perkuliahan untuk kepentingan pekerjaan di industri. Kemampuan



mengevaluasi termasuk salah satu tipe kompetensi lulusan bagi prodi D3 Teknik Kimia dan D4 Teknik Kimia Produksi Bersih, sedang kemampuan menganalisis juga termasuk salah satu tipe kompetensi lulusan prodi D4 Teknik Kimia Poduksi Bersih dan D3 Analis Kimia, Jurusan Teknik POLBAN (Website Polban, 2011). Perguruan tinggi politeknik sebagai bagian satuan pendidikan vokasional bertugas mendidik mahasiswa, tidak hanya menekankan penguasaan pengetahuan semata, namun juga menekankan penguasaan keterampilan berbasis pengalaman kerja memakai peralatan di laboratorium, terkait program studi, di mana mahasiswa belajar. Bidang teknik kimia politeknik merupakan bidang studi yang mempelajari teknik proses konversi dari bahan baku atau bahan mentah menjadi produk, melalui proses kimia dan fisika di dalam suatu kegiatan industri proses. Lulusan ke-4 prodi di jurusan teknik kimia Polban (Program Studi D3 Teknik Kimia, Program Studi D4 Teknik Kimia Produksi Bersih, Program Studi D3 Analis Kimia, Program Studi D4 Teknik Perancangan Sanitasi Pemukiman (kerjasama POLBAN dengan Departemen KIMPRASWIL) tampak memiliki profil kompetensi berbeda-beda (Website Polban, 2011). Ini berarti mahasiswa di setiap prodi membutuhkan konten mata kuliah bervariatif dan kemampuan berpikir tertentu yang khas untuk terbentuknya



F 67



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



kemampuan mengolah bahan baku atau bahan mentah berbasis teknologi menjadi suatu produk tertentu. Proses perkuliahan bagi mahasiswa setiap prodi harus dilaksanakan melalui konten dan strategi yang tepat agar dihasilkan lulusan sesuai dengan profil kompetensi lulusan setiap prodi dan lulusan yang kompetitif serta lulusan yang mampu terjun di dunia kerja global yang berubah dengan cepat. Dari sudut pandang lain, tampak ada peran strategis yang mampu diperankan oleh tipe kemampuan menganalisis dan mengevaluasi terhadap pengembangan kemampuan profesional mahasiswa jurusan teknik kimia politeknik, baik untuk kepentingan mahasiswa selama menempuh pendidikan di kampus maupun setelah lulus dan terjun di industri. Dengan demikian pengembangan kemampuan menganalisis dan mengevaluasi sangat relevan dengan misi pendidikan politeknik, khususnya prodi-prodi di jurusan teknik kimia politeknik. METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah metode deskriptifanalitik. Aspek dan dokumen yang dianalisis berupa: landasan pengembangan strategi program perkuliahan fisika (PPF) Jurusan Teknik Kimia POLBAN, struktur PPF berbasis materi PPF Prodi D3 Teknik Kimia, D4 Teknik Kimia Produksi Bersih dan D3 Analis Kimia Jurusan Teknik Kimia POLBAN, landasan penyusunan pedoman perkuliahan (uraian materi, analisis konsep, dan analisis kemampuan berpikir dan langkah pembelajaran), pedoman perkuliahan (rencana pelaksanaan perkuliahan, petunjuk kegiatan dosen, tugas pendahuluan, LKM dan petunjuk praktikum), format monev kegiatan perkuliahan mahasiswa (format monev tugas pendahuluan, laporan praktikum dan lembar kerja mahasiswa), dan instrumen evaluasi PPF (kisi dan soal tes kemampuan berpikir, lembar observasi aktivitas dosen dan mahasiswa dalam pelaksanaan PPF, kisi dan soal kuesioner penjaring tanggapan mahasiswa terhadap pelaksanaan PPF, angket pemahaman dan keterbacaan terhadap tugas pendahuluan, LKM dan petunjuk praktikum). TEMUAN DAN PEMBAHASAN Kajian Interactive Lecture Demonstration (ILD) sebagai metode pembelajaran tampak mempunyai sejumlah kegiatan penting yang mempermudah ketercapaian sasaran pembelajaran (Crouch, 2004; Sokoloff, Thornton, dan Laws, 2004 dalam Bolotin, 2007), yaitu: mengerjakan tugas pendahuluan, mengamati, memprediksi, merundingkan, merefleksikan dan memakai perangkat alat penunjuk gejala fisika. Sementara itu, lulusan politeknik dipastikan bekerja dalam suatu bidang yang berbasiskan sebuah sistem peralatan, dan keberhasilan lulusan dalam menangani pekerjaan sangatlah ditentukan oleh penguasaan konsep dan keterpaduan antar konsep dalam sistem peralatan. Dengan demikian, implementasi ILD akan memberi



pengalaman bekerja awal dan latihan kebiasaan berpikir awal berupa kemampuan menganalisis konsep. Kajian pembelajaran kooperatif (PK) sebagai metode pembelajaran tampak juga mengarahkan pebelajar pada kondisi pengembangan kemampuan mengevaluasi pebelajar, antara lain: a) Fokus pada penggunaan tim kecil saling bekerjasama untuk optimalisasi pencapaian tujuan pembelajaran (Nurhadi, 2004). Sesama anggota tim dan antar tim saling mengevaluasi; b) Memberi peluang pengajar melakukan intervensi positif demi kemajuan komunikasi antar tim dan antar anggota tim (Yusuf, 2003). Peluang ini dapat harus dimanfaatkan untuk pengembangan kemampuan mengevaluasi; c) Mengkondisikan pebelajar harus mempunyai keterampilan sosial (Lungdren dalam Karuru, 2003), sebagai keterampilan dasar untuk pengembangan kemampuan mengevaluasi; d) Menciptakan situasi pengembangan keterampilan yang amat dibutuhkan ketika lulusan bekerja seperti: kemampuan tatap muka, kebergantungan positif, akuntabilitas individual dan menjalin hubungan antar pribadi (Ibrahim, 2000), responsibiltas (Yusuf, 2003), rasa kebersamaan dalam keberagaman (Ibrahim, 2000). Praktikum sebagai metode pembelajaran juga tampak memberi peluang besar bagi pengembangan kemampuan berpikir, yaitu melalui reformasi isi job sheet khusus untuk pengembangan kemampuan menganalisis dan mengevaluasi berbasiskan data eksperimen dan konsep fisika. Hal ini selaras dengan pendapat Wiyanto (2005) bahwa pelaksanaan praktikum dapat menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah pebelajar. Peran aktif pebelajar melalui kegiatan berpikir (mind on) dan kegiatan bekerja (hand on) dalam bentuk praktikum adalah selaras dengan esensi tuntutan kurikulum yang berlaku saat ini. Dengan demikian, memasukkan metode ILD kedalam kerangka metode PK sebagai strategi perkuliahan tipe I (model pembelajaran DIBeK) sangatlah tepat. Metode ILD sangat tepat untuk penyajian masalah dan kerangka penyelesaian masalah kasar, dan metode PK yang didominasi kegiatan diskusi (kelompok dan kelas) sangat tepat untuk merumuskan penyelesaian masalah di bawah bimbingan dosen sebagai moderator. Baik kegiatan demonstrasi maupun diskusi senantiasa diarahkan pada pengembangan kemampuan berpikir berbasis gejala fisika dalam peralatan demonstrasi. Model pembelajaran DIBeK , diperlihatkan pada Tabel 1..



F 68



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8 Tabel 1. Sintaks Model Pembelajaran Demonstrasi Interaktif Berbasis Kooperatif A. Pendahuluan Dosen meminta tagihan Tugas Pendahuluan XXX untuk dikumpulkan, menjelaskan tujuan kegiatan, mengorganisasi mahasiswa ke dalam kelompok-kelompok belajar, membagikan LKM XXX dan membangkitkan motivasi dengan tanya jawab/diskusi tentang peristiwa dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan konsep XXX. B. Kegiatan Inti Tahap I: Menyajikan masalah dan skema penyelesaian masalah kasar dengan kegiatan demonstrasi interaktif . − Kegiatan demonstrasi dilakukan dengan melibatkan beberapa mahasiswa dan mengikuti Petunjuk Kegiatan Dosen XXX, yang telah dipersiapkan. − Dosen mengarahkan kegiatan demonstrasi kepada pengembangan ke-5 sub-indikator kemampuan berpikir terkait konsep XXX sehingga mahasiswa mampu: 1. Membedakan konsep relevan dari tidak relevan berbasis gejala fisika dalam sistem peralatan demonstrasi; 2. Menentukan keberfungsian suatu konsep berbasis gejala fisika dalam sistem peralatan demonstrasi; 3. Menentukan titik tinjauan suatu konsep berbasis gejala fisika dalam sistem peralatan demonstrasi; 4. Menguji sebuah gejala fisika sebagai kesalahan untuk kriteria/standar tertentu terkait sistem peralatan demonstrasi; dan 5. Mempertimbangkan beberapa gejala fisika setipe untuk kriteria/standar tertentu terkait sistem peralatan demonstrasi. Tahap II: Bekerja dan Diskusi Kelompok. − Tiap kelompok berdiskusi untuk mengerjakan tugas sesuai tagihan LKM XXX dan dosen memberi bimbingan bagi kelompok, yang mengalami kesulitan menjawab pertanyaan yang ada di LKM XXX. Tahap III: Presentasi Kelompok dan Diskusi Kelas. − Dosen memberi kesempatan individu dalam kelompok menyampaikan gagasan (berargumentasi), dimana anggota wakil kelompok secara bergantian mempresentasikan hal-hal esensial terkait hasil kerja kelompok, yaitu jawaban pertanyaan pada LKM XXX. − Dosen melakukan evaluasi terhadap peningkatan ke-5 sub-indikator kemampuan berpikir mahasiswa, sesuai tuntutan kegiatan demonstrasi pada tahap I. − Berdasarkan hasil diskusi yang berlangsung, dosen mengakhiri tahap ini dengan merumuskan tiap jawaban pertanyaan terkait ke-5 sub indikator kemampuan berpikir untuk kategori terbaik Tahap IV: Memberikan penghargaan. − Dosen mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok. C. Penutup − Dosen memberi kesempatan mahasiswa menanyakan kembali konsep XXX yang belum dipahami. − Dosen meminta mahasiswa mempelajari kembali materi XXX dan mengaitkan dengan materi berikutnya. − Dosen meminta mahasiswa mengumpulkan LKM XXX yang telah diisi selama kegiatan pembelajaran dan memberi tugas pendahuluan baru untuk pertemuan berikutnya.



Praktikum sebagai kegiatan terpisah dari model pembelajaran DIBeK, dianggap pengganti ILD tipe perkuliahan ke-1. Mahasiswa melakukan praktikum di laboratorium dan dipandu petunjuk praktikum, sehingga mahasiswa memperoleh pemahaman konsep dalam gejala fisika seperti ditunjukkan perangkat peralatan praktikum. Praktikan menyusun laporan sebagai langkah penguasaan konsep awal A.



B.



dan pembentukkan landasan kemampuan berpikir awal. Melalui implementasi metode PK, penguasaan konsep dan landasan kemampuan berpikir awal diperkuat sehingga terjadi peningkatam kemampuan berpikir (menganalisis dan mengevaluasi) dalam personal mahasiswa. Strategi ini disebut tipe perkuliahan ke-2 atau metode praktikum plus diskusi, seperti diperlihatkan pada Tabel 2.



Tabel 2. Sintaks Metode Praktikum Plus Diskusi Diterapkan kegiatan praktikum di Laboratorium Fisika dengan sintaks sebagai berikut: − Mengorganisasi mahasiswa ke dalam kelompok-kelompok belajar. Dosen menjelaskan kepada mahasiswa prihal caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar dapat melakukan transisi secara efisien. − Dosen meminta tagihan Tugas Pendahuluan XXX untuk ditunjukkan sebagai persyaratan mengikuti kegiatan praktikum. − Membimbing kelompok mahasiswa mengikuti kegiatan praktikum sesuai tagihan kegiatan yang ada dalam petunjuk praktikum XXX sehingga mahasiswa mampu menguasai konsep-konsep fisika sebagai landasan pengembangan ke-5 sub-indikator kemampuan berpikir, meliputi: a) Membedakan konsep relevan dari tidak relevan; b) Menentukan keberfungsian suatu konsep; c) Menentukan titik tinjauan suatu konsep; d) Menguji sebuah fenomena fisika sebagai suatu kesalahan untuk mendapat standar atau kriteria tertentu; dan e) Mempertimbangkan beberapa fenomena fisika setipe yang memenuhi standar/kriteria tertentu. Implementasi kegiatan diluar perkuliahan formal dan tiap tim melakukan bergantian sesuai jadual, karena keterbatasan alat. Diterapkan kegiatan diskusi berbasis hasil kegiatan praktikum, dengan sintaks sebagai berikut: . − Penyajian masalah oleh dosen. Dosen menyajikan masalah dan skema penyelesaian masalah kasar, disesuaikan konten subindikator kemampuan berpikir yang dikembangkan. − Bekerja dan Diskusi kelompok. Tiap kelompok berdiskusi untuk mengerjakan tugas sesuai tagihan LKM XXX dan dosen memberi bimbingan bagi kelompok, yang mengalami kesulitan menjawab pertanyaan yang ada di LKM XXX. − Presentasi Kelompok dan Diskusi Kelas. Dosen memberi kesempatan individu dalam kelompok menyampaikan gagasan (berargumentasi) dan sekaligus melakukan evaluasi terhadap peningkatan ke-5 sub-indikator kemampuan berpikir mahasiswa, sesuai tagihan dalam LKM XXX. Anggota selaku wakil kelompok secara bergantian mempresentasikan hal-hal esensial terkait hasil kegiatan pengembangan ke-5 sub-indikator kemampuan berpikir. Berdasarkan hasil diskusi, dosen merumuskan jawaban pertanyaan terkait, yang masuk kategori terbaik. − Memberi Penghargaan. Dosen mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok. Implementasi kegiatan dalam perkuliahan formal, khusus membahas kelanjutan hasil kegiatan praktikum terkait.



F 69



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Berdasarkan alur berpikir di atas, maka perlu dirumuskan komponen dan sub-komponen strategi PPF (DIBeK dan praktikum-PK), dimana komponennya meliputi: landasan pengembangan strategi PPF, struktur PPF berbasis materi PPF hasil penelitian, landasan penyusunan pedoman perkuliahan, pedoman perkuliahan, format monev kegiatan perkuliahan, dan instrumen evaluasi PPF. Landasan Pengembangan Strategi Perkuliahan Landasan filosofis: Pengembangan didasarkan pada pentingnya dampak penggunaan model pembelajaran DIBeK dan metode praktikum plus diskusi terhadap peningkatan kemampuan menganalisis dan mengevaluasi mahasiswa. Landasan psikologis: Pengembangan didasarkan pada 2 aspek bidang psikologi pendidikan, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan, yaitu: kondisi mahasiswa sebagai peserta didik telah berada pada fase perkembangan matang dalam segenap aspek, baik fisik, sosial, emosional, nilai dan intelektual (Sukmadinata, 2005). Psikologi belajar, yaitu: proses belajar mengajar harus berdasarkan teori dan hakekat belajar. Melihat adanya sejumlah tahapan proses belajar dalam model pembelajaran DIBeK dan metode praktikum plus diskusi, maka keduanya telah sesuai dengan teori dan hakekat belajar. Di sisi lain tampak ada kematangan mahasiswa dalam segenap aspek perkembangan sehingga strategi PPF yang dikembangakn mempunyai landasan psikologis yang kokoh untuk pengembangan kemampuan menganalisis dan mengevaluasi mahasiswa. Landasan sosiologis: Pengembangan dilakukan dalam koridor mempersiapkan mahasiswa agar mampu terjun di masyarakat. Implementasi model pembelajaran DIBeK dan metode praktikum plus diskusi diarahkan pada pemberian pengalaman belajar bagi mahasiswa baik dalam aktivitas bekerja maupun berpikir sehingga tumbuh kemampuan menganalisis dan mengevaluasi dalam diri mahasiswa, yang nantinya berperan penting ketika mahasiswa mengikuti mata kuliah lanjutan maupun ketika mahasiswa telah terjun di industri. Landasan berpikir untuk perancangan strategi PPF adalah materi perkuliahan fisika, hasil studi kelayakan pada 14 dosen Prodi D3 Teknik Kimia, 12 dosen Prodi D4 Teknik Kimia Produksi Bersih, dan 7 dosen Prodi D3 Analis Kimia Jurusan Teknik Kimia POLBAN. Setiap komponen PPF dideskripsikan secara bertahap dan diusahakan agar selalu fokus pada 3 aspek penting yaitu: kemampuan menganalisis, kemampuan mengevaluasi dan penguasaan konsep fisika sebagai dasar pengembangan kemampuan berpikir (menganalisis dan mengevaluasi). Struktur Strategi Perkuliahan Struktur PPF merupakan hasil kajian materi dan konsep fisika yang harus dikuasai dalam perkuliahan. Struktur PPF terdiri dari struktur PPF Teori dan struktur PPF Praktek. Di dalam struktur PPF terdapat



komponen seperti pokok dan sub-pokok bahasan, proses pembelajaran, tujuan pembelajaran, strategi pembelajaran, tagihan tugas dan kegiatan ekstra. Isi setiap komponennya merupakan deskripsi ringkas setiap komponen. Tujuan penyusunannya adalah untuk mengetahui isi setiap komponen dan keterkaitan antar komponen guna kepentingan implementasi PPF ½ semester. Struktur PPF praktek mengandung komponen seperti judul praktikum, sub-indikator kemampuan berpikir yang dikembangkan, konsep fisika yang disajikan, kegiatan praktikum dan tagihan tugas. Isinya adalah deskripsi ringkas setiap komponen. Tujuan utama penyusunannya adalah untuk mengetahui materi, target, jenis dan tagihan tugas dari kegiatan praktikum yang mendukung perkuliahan tatap-muka untuk implementasi PPF praktek selama ½ semester. Selain itu untuk mengetahui keterkaitan antar komponen dalam mendukung pelaksanaan struktur PPF teori. Konten total struktur ini hanya sebagian dari struktur PPF teori. Landasan Penyusunan Pedoman Perkuliahan Landasan ini terdiri atas uraian materi pokok bahasan esensial bagi ketiga prodi Jurusan Teknik Kimia POLBAN, analisis konsep dan analisis kemampuan berpikir serta langkah pembelajarannya. Uraian materi (hasil kajian materi dan konsep fisika yang harus dikuasai dalam perkuliahan) merupakan deskripsi lengkap atas sejumlah konsep penyusun setiap pokok bahasan PPF. Sesuai temuan penelitian, hanya perlu disusun 11 tipe uraian materi pokok bahasan ke-3 prodi Jurusan Teknik Kimia POLBAN, yaitu: besaran, satuan, pengukuran dan ketidakpastian; kalkulus dasar; dinamika; usahaenergi; fluida; suhu-kalor; teori kinetik gas; termodinamika; listrik dinamis; optika fisis; dan gelombang elektromagnetik. Berdasarkan suatu uraian materi dapat diketahui rincian seluruh konsep, kedudukan setiap konsep, dan keterkaitan antar konsep dalam sebuah pokok bahasan. Kegiatan ini berperan penting sebagai landasan teori (berpikir) dalam mendesain analisis konsep dan analisis kemampuan berpikir, khususnya materi atau konsep fisika yang mendasari kegiatan pengembangan kemampuan berpikir mahasiswa. Analisis konsep (hasil kajian materi dan konsep fisika yang harus dikuasai dalam perkuliahan) terdiri atas komponen seperti label, definisi, atribut (kritis, variabel), hirarki (super-ordinat, ko-ordinat, subordinat), dan jenis konsep. Tujuan penyusunannya adalah untuk mengetahui karakteristik sebuah konsep yang muncul dalam suatu pokok bahasan. Dengan melaksanakan kegiatan ini diharapkan tidak ada lagi miskonsepsi muncul terkait penggunaan konsep dalam kegiatan pembelajaran untuk pengembangan kemampuan berpikir mahasiswa. Analisis kemampuan berpikir merupakan hasil kajian kemampuan berpikir yang menjadi target dan harus dikuasai mahasiswa dalam pelaksanaan PPF. Komponen yang perlu ditelusuri dalam melakukan



F 70



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



analisis indikator kemampuan berpikir adalah: a) konsep dalam pokok bahasan fisika sebagai materi pembelajaran, b) indikator kemampuan berpikir sebagai target pembelajaran umum, c) sub-indikator kemampuan berpikir sebagai target pembelajaran khusus, d) metode pembelajaran untuk mencapai target pembelajaran dan e) rencana evaluasi untuk mengukur ketercapaian target pembelajaran. Indikator kemampuan berpikir (menganalisis dan mengevaluasi) dianalisis berdasarkan pengertian versi Anderson, L.W., dkk. (2001). Analisis kemampuan berpikir dibatasi dalam lingkup konsep fisika sebuah pokok bahasan. Artinya kemampuan berpikir yang dikembangkan dicari keterkaitannya dengan sub-sub pokok bahasan penyusun sebuah pokok bahasan fisika sebagai materi pembelajaran. Selanjutnya dimunculkan suatu target pembelajaran berdasarkan 2 hal saling mendukung dan terkait, yaitu konsep fisika dan sub-indikator kemampuan berpikir. Hasilnya berupa tujuan pembelajaran khusus yang akan dicapai melalui pembelajaran. Untuk mencapai tujuan ini maka disusun langkah pembelajaran, dengan memperhatikan 3 hal penting, yaitu: pokok bahasan fisika sebagai materi pembelajaran, model pembelajaran DIBeK dan metode praktikum plus diskusi sebagai strategi perkuliahan, dan konten evaluasi sebagai target pembelajaran. Hasil analisis indikator kemampuan berpikir merupakan landasan teori (berpikir) dalam menyusun rencana pelaksanaan perkuliahan (RPP) setiap pokok bahasan, seperti tercantum dalam struktur PPF teori dan praktek. Berdasarkan hasil analisis kemampuan berpikir dapat diketahui deskripsi lengkap prihal target utama dan langkah pembelajaran tiap perkuliahan pokok bahasan. Pedoman Perkuliahan Berdasarkan hasil analisis indikator kemampuan berpikir, terutama target pembelajaran setiap perkuliahan yang disusun berdasarkan konsep fisika dan sub-indikator kemampuan berpikir tertentu, maka dapat disusun RPP setiap pokok bahasan, dengan mengikuti tahapan-tahapan model pembelajaran DIBeK dan metode praktikum plus diskusi. Untuk menjamin keterlaksanaan RPP di lapangan maka perlu disusun fasilitas pendukungnya berupa: petunjuk kegiatan dosen, petunjuk praktikum, tugas pendahuluan dan LKM. Setiap RPP suatu pokok bahasan didukung dengan satu perangkat fasilitas perkuliahan. Komponen RPP meliputi: a) indikator dan subindikator kemampuan berpikir terkait konsep fisika tertentu, sebagai deskripsi target pembelajaran; b) materi pembelajaran fisika yang mendapat penekanan utama dalam pembelajaran, sehingga kondisi pembelajaran selalu dikaitkan dan disesuaikan dengan konten evaluasi; (c) kegiatan pembelajaran yang mendeskripsikan tahapan-tahapan kegiatan, dengan tetap fokus kepada penyajian semua materi pembelajaran yang telah dirumuskan; dan d) alokasi waktu setiap tahapan perkuliahan. Tujuan penyusunan instrumen ini adalah untuk mengetahui semua jenis



aktivitas dosen dan mahasiswa selama pembelajaran berlangsung. Berdasarkan RPP setiap pokok bahasan, diharapkan dosen mampu mengendalikan seluruh kegiatan perkuliahan, sehingga terwujud efektivitas dan efisiensi kegiatan dari sudut pandang penggunaan waktu, kapasitas materi pembelajaran yang disajikan dan strategi perkuliahan yang mengarah kepada konten evaluasi. Selain itu, melalui kegiatan penyusunan instrumen ini akan mengkondisikan dosen selaku implementor lebih yakin dalam mengeksekusi metode perkuliahan di lapangan. Petunjuk kegiatan dosen merupakan petunjuk yang disusun secara khusus untuk kepentingan dosen dalam melaksanakan startegi PPF yang dikembangkan. Pembuatan petunjuk ini merupakan tuntutan dari strategi tipe perkuliahan ke-1 seperti tercantum dalam kegiatan inti pada tahap I dan tuntutan dari strategi tipe perkuliahan ke-2 seperti tercantum dalam kegiatan diskusi pada tahap penyajian masalah dan kerangka penyelesaian masalah kasar, sehingga pelaksanaan strategi PPF dapat berlangsung seperti diharapkan. Dalam petunjuk ini dipaparkan tujuan kegiatan, daftar peralatan, gambar perangkat peralatan dan cara kerja. Instrumen ini mendeskripsikan kegiatan penyajian masalah dan kerangka penyelesaian masalah kasar yang fokus pada kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan menganalisis dan mengevaluasi mahasiswa. Tugas pendahuluan adalah kumpulan soal uraian yang disusun per pokok bahasan dan fokus terhadap penguasaan konsep yang menjadi landasan utama pengembangan kemampuan berpikir mahasiswa. Tugas pendahuluan dapat dianggap sebagai penguasaan materi pra-perkuliahan yang diharapkan mampu mengkondisikan mahasiswa belajar di luar kegiatan formal dengan cara bekerja mandiri (penelusuran dalam referensi relevan) dan, atau berdiskusi sesama rekan sehingga mahasiswa memiliki persiapan dalam melaksanakan model pembelajaran DIBeK dan metode Praktikum plus Diskusi. Berbekal kegiatan ini, mahasiswa diharapkan telah memiliki pengetahuan awal untuk kegiatan pengembangan kemampuan berpikir yang akan diikutinya. LKM merupakan fasilitas pendukung yang dirancang secara khusus untuk kepentingan mahasiswa dalam mengikuti kegiatan inti model pembelajaran DIBeK (tahap II: Bekerja dan Diskusi Kelompok dan tahap III: Presentasi Kelompok dan Diskusi Kelas) dan kegiatan diskusi dalam metode praktikum plus diskusi. Melalui LKM, mahasiswa dibimbing mengikuti tahapan pembelajaran melalui aktivitas berpikir dan bekerja. Aktivitas berpikir seperti meramalkan kebenaran sebuah hipotesa atau jawaban pertanyaan sementara yang mungkin berlaku, merefleksikan hasil pengamatan atas kegiatan demonstrasi/praktikum, menganalisis hal-hal seperti konsep relevan, keberfungsian konsep, dan titik tinjauan konsep, serta mengevaluasi gejala fisika berbasis kriteia/standar. Selain beberapa mahasiswa



F 71



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



terlibat dalam kegiatan demonstrasi, aktivitas mahasiswa lainnya adalah memperhatikan demontrasi, berdiskusi dengan cara mengajukan atau menjawab pertanyaan terkait konten kegiatan demonstrasi/praktikum, menuliskan jawaban pertanyaan sesuai tuntutan LKM. Semua kegiatan dalam LKM selalu didasarkan pada pertanyaan yang fokus ke pengembangan kemampuan menganalisis dan mengevaluasi. Melalui aktivitas ini, diharapkan kemampuan berpikir mahasiswa meningkat. Tujuan utama kegiatan praktikum adalah memberi landasan kognitif mahasiswa sebelum mengikuti kegiatan pengembangan kemampuan berpikir (menganalisis dan mengevaluasi). Oleh karena itu, acuan penyusunan petunjuk praktikum adalah kegiatan yang dapat memperdalam penguasaan konsep implisit dalam perangkat peralatan eksperimen. Komponen petunjuk praktikum meliputi konsep fisika yang disajikan, tujuan kegiatan, tagihan tugas, daftar peralatan, cara kerja dan pertanyaan untuk penguasaan konsep dasar pengembangan kemampuan berpikir. Format Monev Kegiatan Perkuliahan Mahasiswa Untuk menghantarkan dan menjamin mahasiswa mampu mengikuti pelaksanaan model pembelajaran DIBeK dan metode praktikum plus diskusi, khususnya dalam memenuhi tagihan tugas, maka perlu dilakukan monev oleh dosen selaku implementor PPF. Kegiatan monev diharapkan mampu memotivasi mahasiswa mengerjakan tugas PPF. Monev juga diharapkan mampu mengarahkan kegiatan mahasiswa dalam koridor mengembangkan kemampuan menganalisis dan mengevaluasi, memberi umpan balik bagi dosen dan mahasiswa, serta memberi informasi ketuntasan belajar setiap mahasiswa. Motivasi, bimbingan dan rekonstruksi kognitif tersebut diharapkan mampu menciptakan pencapaian hasil belajar mahasiswa optimal. Semakin tinggi kualitas monev maka dijamin pencapaian hasil belajar mahasiswa semakin berkualitas. Di sisi lain, kegiatan monev mampu menghantarkan mahasiswa memperoleh kemampuan profesional yang dibutuhkan dalam dunia kerja. Kegiatan mahasiswa yang dimonev adalah kegiatan mengerjakan tugas pendahuluan, LKM, dan laporan praktikum. Dalam kegiatan ini, mahasiswa mendapat pemeriksaan kualitas konten jawaban dari semua tagihan tugas yang dikerjakan/dikumpulkan oleh mahasiswa. Untuk mahasiswa dengan jawaban kurang berkualitas, dianjurkan membaca catatan dosen dalam berkas tagihan-tugas sebagai pedoman melakukan kegiatan revisi. Tagihan tugas yang telah direvisi diminta untuk dikumpulkan kembali guna mendapat pemeriksaan ulang. Agar mahasiswa termotivasi dan mengetahui kemampuan yang dimilikinya dalam mengerjakan tugas-tugas PPF maka dosen pembimbing harus mencantumkan hasil evaluasi pada berkas pekerjaan tagihan tugas mahasiswa. Penilaian dilakukan berdasarkan acuan penilaian yang telah ditetapkan.



Format monev kegiatan mahasiswa yang dibutuhkan selama pelaksanaan PPF di lapangan mempunyai kriteria sebagai berikut: a. Lembar monev pengerjaan tugas pendahuluan. Lembar ini menekankan monev kualitas kebenaran atau kesalahan konsep dan keputusan revisi atas jawaban setiap pertanyaan tugas pendahuluan. Lembar terdiri dari komponen hasil monitoring dan hasil evaluasi. Dalam komponen hasil monitoring diketahui jumlah jawaban yang benar, keputusan revisi, dan masukan dosen untuk pedoman revisi. Dalam komponen hasil evaluasi diketahui bobot penilaian setiap pertanyaan, skor setiap pertanyaan dan skor total mahasiswa. b. Lembar monev pengerjaan LKM. Lembar ini hanya menekankan monev kegiatan pengembangan kemampuan berpikir baik dalam implementasi model pembelajaran DIBeK maupun implementasi metode praktikum plus diskusi. Dua komponen utamanya adalah hasil monitoring dan hasil evaluasi. Dalam komponen hasil monitoring ditampilkan hasil monitoring berupa kebenaran konsep setiap jawaban pertanyaan berbasis hasil diskusi kelas, keputusan revisi dan keterangan sebagai tempat catatan dosen untuk pedoman revisi. Dalam komponen hasil evaluasi dicantumkan bobot penilaian setiap kesimpulan jawaban pertanyaan, skor tiap kesimpulan jawaban pertanyaan mahasiswa dan skor total mahasiswa. c. Lembar monev laporan praktikum. Lembar ini terdiri dari komponen hasil monitoring dan hasil evaluasi. Hasil monitoring utnuk komponenkomponen laporan praktikum mahasiswa sesuai tagihan tugas. Berdasarkan hasil monitoring dapat diketahui: keputusan revisi dan komentar dosen pedoman revisi. Dalam komponen hasil evaluasi dapat diketahui bobot penilaian setiap komponen laporan, skor tiap komponen laporan dan skor total laporan mahasiswa. Implementasi semua instrumen monev ini bertujuan untuk mencapai target utama PPF yaitu mahasiswa mampu meningkatkan kemampuan menganalisis dan mengkreasi. Instrumen Evaluasi Untuk mengetahui sejauh mana efektivitas dan dampak PPF di lapangan maka perlu disusun instrumen evaluasi sebagai berikut: (a) 40 soal tes untuk mengetahui peningkatan kemampuan menganalisis dan kemampuan mengevaluasi mahasiswa; (b) Lembar observasi aktivitas dosen dan mahasiswa untuk mengetahui kinerja dosen dan mahasiswa selama melakukan kegiatan pembelajaran sesuai tuntutan skenario pembelajaran; (c) Angket pemahaman dan keterbacaan tugas pendahuluan, petunjuk praktikum dan LKM; dan (d) Kuesioner pengukur respon mahasiswa terhadap pelaksanaan strategi PPF.



F 72



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Untuk menyusun soal tes, harus disusun lebih dulu kisi-soal sebagai pedoman pembuatan soal. Di dalam kisi-soal diperoleh deskripsi tentang nomor dan jumlah soal yang dirumuskan, materi evaluasi dan tingkat kemudahan butir soal. Materi evaluasi efektivitas PPF adalah sub-indikator kemampuan berpikir yang terkait konsep fisika. Sub-indikator ini diperoleh dengan cara mengkaitkan konsep fisika sebuah pokok bahasan dengan sub-indikator kemampuan berpikir yang dicapai melalui pelaksanaan strategi PPF. Berbekal kisi-soal maka dapat diketahui karakter tiap butir soal yang ditulis sesuai kepentingan. Lembar observasi aktivitas dosen dan mahasiswa didesain berdasarkan aspek-aspek aktivitas dosen dan mahasiswa yang muncul dalam implementasi strategi PPF. Penyusunan dilakukan dengan mempelajari tahapan kegiatan yang ada dalam strategi PPF. Setiap aspek yang diobservasi mendapat penilaian dalam skala 0 (terendah) sampai dengan 5 (tertinggi). Berdasarkan lembar ini, seorang observer dapat memberi penilaian dosen selaku implementor strategi PPF dan seluruh mahasiswa selaku objek dan target pembelajaran. Hasil penilaian diolah secara kuantitatif untuk mengetahui indeks penilaian terhadap aktivitas dosen dan mahasiswa secara keseluruhan. Angket penilaian tugas pendahuluan, pemahaman petunjuk praktikum dan pemahaman LKM disusun untuk kegiatan evaluasi konten terkait, melalui kegiatan ujicoba terbatas pada beberapa mahasiswa. Kegiatan ini sangat penting untuk mendapat masukan atau saran perbaikan agar fasilitas pendukung PPF sesuai peruntukannya, yaitu mampu mengembangkan kemampuan menganalisis dan mengevaluasi pebelajar. Fasilitas pendukung berkualitas akan mengkondisikan mahasiswa sebagai pebelajar secara mudah mencapai sasaran pembelajaran. Angket pemahaman LKM dan petunjuk praktikum untuk menjaring pendapat mahasiswa prihal B: Bisa dipahami atau S: Sulit dipahami dan saran perbaikannya. Sedangkan angket penilaian tugas pendahuluan untuk menjaring pendapat mahasiswa prihal tingkat kesulitan, tingkat keterbacaan, tingkat efektivitas kalimat soal, dan tingkat keterkaitan soal dengan materi yang disajikan. Penilaian dalam kategori Tinggi, Sedang dan Rendah. Kuesioner penjaring tanggapan mahasiswa terhadap pelaksanaan strategi PPF didesain berdasarkan kisi-kuesioner, yang menjelaskan aspek yang diukur berdasarkan pendapat mahasiswa. Berdasarkan informasi ini dapat ditentukan jumlah pernyataan penyusun isi kuesioner. Kuesioner dilaksanakan dengan meminta pendapat langsung, yaitu mahasiswa membaca setiap pernyataan dalam kolom uraian, lalu memberi check list berupa: SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju). Berdasarkan hasil rekap dapat ditentukan persentase tanggapan mahasiswa terhadap pelaksanaan strategi PPF.



SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis deskriptif di atas dapat disimpulkan: 1. Strategi PPF untuk meningkatkan kemampuan menganalisis dan mengevaluasi mahasiswa Jurusan Teknik Kimia POLBAN terdiri atas 5 komponen dan 20 sub-komponen. 2. Implementasi strategi PPF melalui model pembelajaran DIBeK, metode Praktikum plus Diskusi dan monev aktivitas mahasiswa. Evaluasi melalui tes kemampuan berpikir, observasi aktivitas dosen dan mahasiswa, angket tanggapan mahasiswa terhadap strategi PPF, angket pemahaman mahasiswa terhadap petunjuk praktikum dan lembar kerja mahasiswa dan angket penilaian mahasiswa terhadap tugas pendahuluan. 3. Skenario model pembelajaran DIBeK terdiri atas tahap pendahuluan, kegiatan inti dan tahap penutup. Kegiatan inti terdiri atas: menyajikan masalah dan skema penyelesaian masalah kasa dengan demonstrasi, bekerja dan diskusi kelompok, presentasi kelompok dan diskusi kelas, memberi penghargaan. 4. Skenario Metode Praktikum plus Diskusi terdiri atas kegiatan praktikum dan kegiatan diskusi secara terpisah. Kegiatan praktikum dipandu petunjuk praktikum dan diakhiri dengan pembuatan laporan. Kegiatan diskusi terdiri atas: dosen menyajikan masalah secara lisan, bekerja dan diskusi kelompok, presentasi kelompok dan diskusi kelas, dan memberi penghargaan. Saran bagi kegiatan setipe, ketika menganalisis aspek penting sebagai dasar berpikir untuk perancangan strategi program perkuliahan fisika, sebaiknya juga memperhatikan referensi peralatan laboratorium yang ada di prodi terkait. Ini memberi peluang bagi terlaksananya kegiatan pembelajaran fisika yang mendukung pelaksanaan pembelajaran mata kuliah lanjutan di prodi. SUMBER PENDANAAN Karil ini bagian diseminasi riset multi-tahun Hiber Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Tahun 2012 SK Direktur POLBAN No. 0841/PL1.R/PL/2011 Tanggal 7 Maret 2012. DAFTAR PUSTAKA Anderson, L.W. et. al. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. New York: Addison Wesley Longman Inc. Bolotin, M. M. (2007). Can Student Learn from Lecture Demonstrations? The Role and Place of Interactive Lecture in Large Introductory Science Course. Journal of College Science Teaching. 36, (4), 45-49.



F 73



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Ibrahim, Muslimin dkk. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya Press. Karuru, Perdi. (2003). Meningkatakan Ketrampilan Proses Siswa Melalui Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement. (www.depdignas.go.1d/jurnal/45, 15 Maret 2009). Kompetensi Lulusan Prodi Jurusan Teknik Kimia POLBAN, (2011). Website: www.polban.ac.id/jurusan.html diakses tanggal 1 Oktober 2011. Nurhadi. (2004). Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: Grasindo.



Redish, Edward F. and K. Smith. (2008). “Looking Beyond Content: Skill Development for Engineers,” Journal of Engineering Education, 97, (3), 295-307. Sukmadinata, N.S. (2005). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT Rosdakarya Wiyanto, Kiswanto & Linuwih, S. (2005). “Pengembangan Kompetensi Dasar Bersikap Ilmiah melalui Kegiatan Laboratorium Berbasis Inkuiri bagi Siswa SMA.” Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 3, (3). Yusuf. (2003). Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. (www.damandiri.or.id/file/yusufunsbab2.pdf, 15 Maret 2009).



F 74



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Berpikir Tingkat Rendah Menuju Berpikir Tingkat Tinggi Kus Andini Purbaningrum1 Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas PGRI Palembang



1



Email: [email protected]



Abstrak Dalam berpikir, manusia akan melibatkan keseluruhan kepribadian, perasaan dan kehendaknya dalam memahami sesuatu yang dialami atau menemukan solusi dari masalah yang dihadapi. Secara sederhana, berpikir adalah memproses informasi secara mental atau kognitif yang dimulai dari tingkat rendah (lower order thinking) menuju tingkat tinggi (higher order thinking). Pada tulisan sederhana ini, dibahas sekilas tentang bagaimana memproses informasi secara mental atau kognitif yang sesuai dengan kedua tingkatan tersebut. Kata kunci : berpikir, berpikir tingkat rendah, berpikir tingkat tinggi



PENDAHULUAN Perkembangan yang sangat pesat pada Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini, dilandasi oleh penguasaan terhadap keterampilan berpikir. Kemampuan dalam meningkatkan keterampilan berpikir tidak lepas dari kemampuan seseorang dalam memproses informasi secara mental atau kognitif, yang dimulai dari level yang rendah hingga level yang tinggi. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan acuan yang dapat mengungkapkan level dari kemampuan seseorang dalam berpikir. Untuk kepentingan tersebut, Benyamin S. Bloom dan kawan-kawan membagi daerah kognitif menjadi 6 aspek yang tersusun berurutan mulai dari yang sederhana (mudah) hingga yang kompleks (sukar), yaitu: 1. pengetahuan (knowledge), 2. pemahaman (comprehension), 3. aplikasi (application), 4. analisis (analysis), 5. sintesis (synthesis), 6. evaluasi (evaluation). (Djaali, 2008) Sementara itu, Lorin Anderson, seorang mantan mahasiswa Bloom, meninjau kembali ranah kognitif dalam taksonomi bloom pada pertengahan sembilan puluhan dan membuat beberapa perubahan, dengan dua hal yang paling menonjol, yaitu mengubah nama dari ke-enam aspek tersebut dari kata benda (noun) ke bentuk kata kerja (verb), dan sedikit menata ulang keenam aspek tersebut. Taksonomi baru ini mencerminkan bentuk yang lebih aktif berpikir dan mungkin lebih akurat dibandingkan sebelumnya. Anderson menempatkan menciptakan (creating) sebagai level keterampilan berpikir tertinggi. Menurutnya, keterampilan menciptakan adalah implementasi dan aktualisasi dari kreativitas berpikir. Berikut ini (Gambar 1) adalah perubahan dari ranah kognitif dalam taksonomi bloom tersebut. (Krathwohl, 2002)



Gambar 1. Perubahan Taksonomi Bloom



BERPIKIR (THINKING) Berpikir merupakan suatu proses dari kegiatan mental yang melibatkan fungsi kerja otak. Walaupun demikian, sesungguhnya pikiran seseorang lebih dari sekedar fungsi kerja salah satu jaringan tubuh tersebut. Hal ini disebabkan oleh adanya keterkaitan antara keseluruhan sifat kepribadian seseorang dengan perasaan dan kehendaknya untuk menentukan kepentingannya dalam berpikir. Dalam berpikir, seseorang akan memusatkan pikiran tentang perihal tertentu, baik nyata maupun tidak nyata, sehingga secara sadar memiliki pengetahuan mengenai perihal tersebut. Sebagai contoh, seorang ilmuwan terkemuka, Albert Einstein memikirkan dirinya sedang berada pada seberkas cahaya. Sehingga, segala sesuatu yang terpusat dalam pikiran merupakan suatu perihal yang tidak nyata, namun mengetahui secara sadar bagaimana keadaan perihal tersebut terjadi. Berpikir juga berarti suatu proses yang rutin dalam memahami sesuatu yang dialami atau mencari jalan keluar dari persoalan yang sedang dihadapi. Berjerih-payah secara mental untuk memecahkan masalah dengan menghubungkan suatu pengetahuan dengan yang lain sehingga memperoleh solusi dari masalah tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut, terdapat tiga pandangan dasar tentang berpikir, yaitu (1) berpikir adalah kognitif, yaitu timbul secara internal dalam pikiran tetapi dapat diperkirakan dari perilaku, (2) berpikir merupakan sebuah proses yang melibatkan beberapa manipulasi pengetahuan dalam sistem kognitif, dan (3) berpikir diarahkan dan menghasilkan



F 75



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



perilaku yang memecahkan masalah atau diarahkan pada solusi (Ismienar. 2009). Secara sederhana, berpikir adalah memproses informasi secara mental atau secara kognitif. Secara lebih formal, berpikir adalah penyusunan kembali atau manipulasi kognitif baik informasi maupun simbol-simbol yang tersimpan dalam memori jangka panjang pada ingatan seseorang. Namun, ketika informasi yang dibutuhkan untuk proses pemecahan masalah belum dapat dihadirkan dalam pikiran kita, maka akan timbul masalah di dalam proses pemecahan masalah tersebut. Oleh sebab itu, mengingat suatu pengetahuan tentang perihal tertentu merupakan landasan utama dalam berpikir. Sehingga, level keterampilan berpikir terendah adalah mengingat (remembering) terhadap perihal tertentu. Berdasarkan tingkatan proses, berpikir dibagi menjadi 2 tingkat yaitu berpikir tingkat rendah (lower-order thinking) dan berpikir tingkat tinggi (higher-order thinking). Pada dasarnya kedua tingkatan berpikir tersebut mengacu pada taksonomi bloom yang terdiri dari 6 aspek (Ganbar 2). Tiga aspek pertama yaitu mengingat (remembering), memahami (understanding), dan menerapkan (applying) merupakan kemampuan berpikir tingkat rendah (LOT). Tiga aspek berikutnya yaitu menganalisis (analyzing), mengevaluasi (evaluating), dan mengkreasi (creating) merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOT). (Anderson, 2001) BERPIKIR TINGKAT RENDAH (LOT) Mengingat (Remembering) Berdasarkan penjelasan sebelumnya, mengingat tentang perihal tertentu merupakan tingkat keterampilan berpikir paling rendah/dasar. Sehingga dalam berpikir, seseorang akan dituntut untuk memiliki aspek kognitif yang paling dasar ini. Dengan kata lain, mengingat merupakan kebutuhan mendasar dalam berpikir.



Gambar 2. LOT dan HOT



Dalam mengingat, seseorang akan berusaha mengenali atau mendapatkan kembali pengetahuan dari memori jangka panjang yang sesuai dengan sesuatu yang dihadirkan dalam benaknya. Sehingga, terdapat dua hal yang berkaitan dengan proses



kognitif dasar ini yaitu mengenali (recognizing) dan memanggil kembali (recalling). Sedangkan pengetahuan yang diperoleh kembali dalam proses kognitif dasar ini adalah fakta, konsep, prosedur, atau kombinasi diantaranya. Sebagai contoh, jika seseorang mempelajari padan kata bahasa Inggris dari kata bahasa Indonesia, maka sebuah pengujian diberikan untuk mengingat perihal tersebut. Pengujian tersebut dapat berupa pencocokan kata-kata bahasa Indonesia dalam satu daftar dengan padan kata bahasa Inggris dalam daftar kedua (berkaitan dengan mengenali) atau menulis kata bahasa Inggris yang sesuai dengan kata-kata bahasa Indonesia dalam satu daftar (berkaitan dengan memanggil kembali). Mengenali (Recognizing) Mengenali merupakan upaya mengidentifikasi informasi yang dihadirkan. Dalam proses mengenali, seseorang menyelusuri ingatan yang dimiliki untuk sebuah bagian informasi yang memiliki kesamaan dengan informasi yang dihadirkan. Ketika dihadirkan dengan informasi yang baru, seseorang akan menentukan apakah informasi itu dapat disamakan dengan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya atau tidak. Sehingga, seseorang akan mencari kecocokan antara informasi yang baru dengan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya. Terdapat tiga metode utama dalam menerapkan sebuah proses mengenali, yaitu dengan pembuktian, pencocokan, dan pilihan yang terbatas. Dalam proses mengenali dengan pembuktian, seseorang dihadirkan dengan informasi, kemudian diminta untuk menentukan benar atau salah terhadap informasi tersebut. Format penilaian dengan benar atau salah adalah contoh yang paling biasa digunakan. Sebagai contoh, dalam bidang sosial, informasi yang dikenali oleh seseorang tentang tanggal yang benar dari suatu peristiwa penting dalam sejarah Indonesia. Pertanyaan yang sesuai adalah: benar atau salah, pernyataan kemerdekaan Indonesia adalah pada tanggal 17 Agustus 1945. Dalam proses mengenali dengan pencocokan, seseorang dihadirkan dengan dua daftar yang berbeda, kemudian diminta untuk memilih setiap bagian dari salah satu daftar yang cocok /sesuai dengan satu bagian dari daftar yang lain. Sebagai contoh, dalam bidang olahraga, informasi yang dikenali oleh seseorang tentang olahragawan Indonesia dengan olahraga yang dikuasai. Pertanyaan yang sesuai adalah tes mencocokan setiap nama olahragawan dalam daftar yang satu dengan sebuah daftar lain yang berisi olahraga yang dikuasai. Dalam proses mengenali dengan pilihan ganda, seseorang dihadirkan dengan sebuah pokok soal (stem of item) dengan pilihan jawaban (option) yang tersedia. Pokok soal berupa pernyataan/informasi dan pertanyaan sedangkan pilihan jawaban berupa kunci jawaban dan pengecoh (distracters). Seluruh pilihan jawaban harus memiliki kemungkinan yang sama untuk dipilih, sehingga seseorang harus memilih



F 76



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



jawaban yang paling benar dari pilihan jawaban lainnya. (Sukardi, 2010) Sebagai contoh, dalam matematika, informasi yang dikenali oleh seseorang tentang jumlah bidang dalam bentuk geometri ruang. Pertanyaan yang sesuai adalah sebuah tes pilihan ganda dengan pokok soal sebagai berikut: ‘Berapa banyak sisi yang dimiliki oleh sebuah prisma segiempat?’ dengan pilihan jawaban: (a) 5, (b) 6, (c) 7 dan (d) 8. Memanggil Kembali (Recalling) Memanggil kembali merupakan upaya mendapatkan kembali informasi yang relevan dari memori jangka panjang ketika diberikan sesuatu yang mendesak untuk diselesaikan. Sering kali hal yang mendesak itu adalah sebuah pertanyaan. Dalam proses memanggil kembali, seseorang menyelusuri memori jangka panjang untuk mencari suatu bagian informasi dan membawa bagian informasi tersebut ke dalam memori kerja dimana semua informasi itu diproses. Terdapat berbagai metode dalam menerapkan proses memanggil kembali. Namun, terdapat dua jenis pertanyaan yang dapat menimbulkan proses memanggil kembali tersebut, yaitu dengan perkenalan rendah dan perkenalan tinggi. Dengan perkenalan rendah, seseorang tidak diberikan tanda/petunjuk atau informasi yang berhubungan. Sebagai contoh, “apa yang dimaksud dengan elektron?’. Sedangkan dengan perkenalan tinggi, seseorang diberikan tanda/petunjuk atau informasi yang berhubungan. Sebagai contoh, “Dalam sistem atomik, sebuah elektron adalah …”. Mengerti (Understanding) Jika sasaran utama berpikir adalah meningkatkan ingatan, maka semua proses dalam berpikir akan terpusat hanya pada Mengingat (Remembering). Namun, ketika sasaran utama dalam berpikir adalah meningkatkan transaksi antara sesuatu yang dihadirkan dengan memori yang dimiliki, maka proses berpikir akan terpusat pada pergerakan menuju lima proses kognitif selanjutnya, yakni Memahami (Understanding) menuju Mengkreasi (Creating). Sehingga, kategori paling dasar dalam transaksi tersebut adalah Memahami (Understanding). Seseorang dapat dikatakan memahami terhadap sesuatu, jika mampu membangun arti dari sesuatu tersebut, baik secara lisan, tulisan/gambar maupun komunikasi yang sebenarnya. Dengan kata lain, mampu membangun hubungan antara suatu pengetahuan baru yang diperoleh dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Secara lebih rinci, pengetahuan baru yang diterima akan dihubungkan dengan skema/bagan yang telah ada. Proses kognitif dalam kategori memahami mencakup beberapa kognitif berikut ini. Menginterpretasikan (Interpreting) Ketika seseorang mampu mengubah informasi dari suatu gambaran manjadi gambaran lain, maka dia telah Menginterprestasikan (Interpreting) informasi tersebut. Menginterpretasikan merupakan kegiatan mengubah kata menjadi kata lain, gambaran menjadi



kata atau sebaliknya, angka menjadi kata atau sebaliknya, dan seterusnya. Sebagai contoh, ketika seseorang diberikan informasi dalam bentuk data yang berupa angka, maka dia akan mampu mengganti informasi itu menjadi bentuk lain, seperti misalnya dengan rangkaian kata-kata yang dikarang sendiri. Terdapat dua jenis pertanyaan yang dapat menimbulkan proses menginterpretasikan, yaitu membangun respon (memberikan jawaban) dan memilih respon (memilih jawaban). Informasi diberikan dalam satu daftar, kemudian diminta untuk memberikan jawaban atau memilih jawaban dalam daftar yang berbeda. Sebagai contoh, pertanyaan untuk membangun respon adalah: “Tuliskan sebuah persamaan yang sesuai dangan pernyataan berikut! Misalkan Y melambangkan total biaya dan X melambangkan massa dalam satuan pon. Sedangkan diketahui total biaya untuk mengeposkan sebuah paket adalah Rp.20.000,00 untuk pon pertama, kemudian akan ditambah Rp.15.000,00 untuk tambahan pon selanjutnya.” Sedangkan pertanyaan untuk memilih jawaban adalah: “Misalkan Y melambangkan total biaya dan X melambangkan massa dalam satuan pon. Sedangkan diketahui total biaya untuk mengeposkan sebuah paket adalah Rp.20.000,00 untuk pon pertama, kemudian akan ditambah Rp.15.000,00 untuk tambahan pon selanjutnya. Persamaan yang sesuai dengan pernyataan tersebut adalah … (a) T=Rp.35.000+P, (b) T=Rp.20.000+ Rp.15.000(P), (c) T= Rp.20.000+ Rp.15.000(P-1)”. Seseorang akan menginterprestasikan informasi tertentu jika informasi tersebut merupakan sesuatu yang baru baginya. Sesuatu yang baru disini adalah informasi yang tidak ditemui dalam proses belajar menginterprestasikan informasi sebelumnya. Kerena jika tidak demikian, maka kemungkinan besar akan muncul proses kognitif yang berupa mengingat (remembering) saja. Sehingga diperlukan sesuatu hal yang baru untuk dapat terus mengasah kemampuan menginterpretasikan seseorang. Kondisi ini berlaku juga bagi kategori lain dalam proses kognitif selain mengingat (remembering). Sehingga, jika ingin membuka jalan menuju proses kognitif yang lebih tinggi, maka seseorang harus membiasakan diri untuk tidak mengandalkan ingatan saja. Menerangkan dengan contoh (Exemplifying) Menerangkan dengan contoh terjadi ketika seseorang mampu memberikan suatu gambaran yang merupakan contoh atau perumpamaan dari suatu konsep atau prinsip tertentu. Menerangkan dengan contoh terkait dengan melukiskan ciri-ciri dari suatu konsep atau prinsip tersebut dan menggunakan ciriciri tersebut untuk menyeleksi atau membangun sebuah contoh yang spesifik. Sebagai contoh, jika seseorang telah mampu melukiskan ciri-ciri dari sebuah segitiga siku – siku dan mampu menyeleksi segitiga mana saja yang merupakan segitiga siku – siku, maka dia telah mampu memahami ciri-ciri dari



F 77



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



segitiga siku – siku dalam kategori menerangkan dengan contoh. Untuk dapat menimbulkan suatu proses kognitif memahami dalam kategori menerangkan dengan contoh tersebut, seseorang diberikan sebuah konsep atau prinsip tertentu kemudian diminta untuk menyeleksi atau memberikan suatu contoh atau perumpamaan dari konsep atau prinsip tertentu. Permintaan tersebut tentunya tidak ditemui selama mempelajari konsep atau prinsip tersebut. Kerena jika tidak demikian, maka seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa akan ada kemungkinan besar memunculkan proses kognitif yang berupa mengingat (remembering) saja. Permintaan menerangkan dengan contoh juga dapat berupa pertanyaan yang membangun respon (memberikan jawaban) atau memilih respon (memilih jawaban). Pertanyaan dengan format membangun respon, mengharuskan seseorang menciptakan sebuah contoh atau perumpaan baru yang berbeda dari sebelum, sedangkan pertanyaan dengan format memilih respon, mengharuskan seseorang untuk memilih sebuah contoh dari pilihan yang diberikan. Sebagai contoh, dalam ilmu fisika material, jika seseorang telah mampu menentukan zat yang mudah terbakar dan dapat mengatakan alasan mengapa demikian, maka dia telah mampu menerangkan dengan contoh dari pertanyaan dengan format membangun respon. Sedangkan untuk pertanyaan dengan format memilih respon dapat seperti: “Mana yang merupakan suatu zat yang mudah terbakar? (a) besi, (b) minyak, (c) air. Menggolongkan (Classifying) Menggolongkan terjadi ketika seseorang mampu mengenali sesuatu untuk masuk dalam kategori tertentu. Menggolongkan terkait dengan mendeteksi ciri-ciri atau pola yang ada sehingga tergolong dalam kategori tertentu. Menggolongkan adalah sebuah proses yang dapat melengkapi proses menerangkan dengan contoh (Exemplifying). Diketahui bahwa menerangkan dengan contoh dimulai dengan konsep umum atau prinsip dan diakhiri dengan permintaan untuk menemukan contoh atau perumpamaan yang sesuai, sedangkan menggolongkan dimulai dengan contoh atau perumpamaan dan diakhiri dengan permintaan untuk menemukan konsep umum atau prinsip yang sesuai. Permintaan menggolongkan juga dapat berupa pertanyaan yang membangun respon (memberikan jawaban) atau memilih respon (memilih jawaban). Pertanyaan dengan format membangun respon, mengharuskan seseorang menempatkan suatu contoh atau perumpamaan yang diberikan ke dalam satu dari banyak kategori yang ada. Sebagai contoh, dalam ilmu biologi, jika seseorang telah mampu menggolongkan spesies dari berbagai hewan prasejarah yang dimulai dengan memberikan



beberapa gambar dari hewan prasejarah, maka dia telah mampu menggolongkan dari pertanyaan dengan format membangun respon. Sedangkan untuk pertanyaan dengan format memilih respon, diminta untuk memilih beberapa jawaban yang diberikan. Seluruh pilihan jawaban tersebut berupa macammacam spesies hewan prasejarah. a. Meringkaskan (Summarizing)



Meringkas terjadi ketika seseorang mampu membuat rangkuman atau intisari yang dapat menunjukkan gambaran dari informasi yang dihadirkan. Meringkas terkait dengan membangun suatu gambaran dari informasi, seperti membangun rangkaian kata yang menunjukkan maksud dari adegan dari suatu pertunjukan, atau menentukan intisari dari suatu rangkaian kata itu, seperti menentukan sebuah tema dari suatu paragraf. Permintaan meringkas juga dapat berupa pertanyaan dengan format membangun respon (memberikan jawaban) atau memilih respon (memilih jawaban). Pertanyaan dengan format membangun respon, mengharuskan seseorang menentukan intisari atau tema dari suatu rangkaian kata, sedangkan pertanyaan dengan format memilih respon, mengharuskan seseorang untuk memilih sebuah intisari atau tema dari pilihan yang diberikan. Sebagai contoh, seluruh format permintaan dimulai dengan membaca sebuah karangan yang tidak memiliki judul. Untuk pertanyaan dengan format membangun respon, diakhiri dengan permintaan untuk menuliskan judul yang tepat, Sedangkan, pertanyaan dengan format memilih respon, diakhiri dengan memilih judul yang tepat dari sebuah daftar berisi empat kemungkinan judul atau barisan judul yang disusun menurut kecocokannya dengan tema dari karangan tersebut. Menduga (Inferring) Menduga terjadi ketika seseorang mampu memperkirakan sesuatu setelah menentukan intisari dari suatu konsep atau prinsip. Menduga terkait dengan menemukan suatu pola dari sebuah rangkaian contoh atau perumpamaan dan menggunakan pola tersebut untuk menentukan rangkaian contoh atau perumpamaan selanjutnya. Sebagai contoh, ketika diberikan sebuah rangkaian bilangan seperti 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, seseorang mampu untuk fokus pada urutan nilai setiap angka dibanding ciri-ciri yang menyimpang, seperti bentuk dari setiap angka atau apakah setiap angka adalah ganjil atau genap. Kemudian, dia mampu membedakan pola dalam rangkaian bilangan, seperti setelah 2 bilangan yang pertama, setiap bilangan berikutnya adalah jumlah dari dua bilangan terdahulu. Terdapat tiga metode utama dalam menerapkan proses kognitif ini, yaitu dengan penyelesaian,



F 78



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



analogi, dan pilihan yang sesuai. Dalam metode penyelesaian, diberikan sebuah rangkaian dari meteri yang mengharuskan untuk menentukan apa yang akan datang selanjutnya, seperti rangkaian bilangan dari contoh sebelumnya. Dalam metode analogi, diberikan sebuah analogi dari kondisi A yang akan berarti B sehingga jika C maka D, seperti “negara” berarti “presiden sehingga jika “provinsi” maka…. Sehingga dalam metode ini, memberikan atau memilih sebuah hubungan yang pas pada bagian titik-titik tersebut sehingga dapat melengkapi analogi tersebut, seperti “gubernur”. Dalam metode pilihan yang sesuai, diberikan tiga atau lebih materi dan harus menentukan yang mana yang tidak sesuai/termasuk. Sebagai contoh, diberikan tiga masalah fisika, dimana 2 diantaranya terkait dengan satu prinsip dan lainnya terkait dengan prinsip yang berbeda. Membandingkan (Comparing) Membandingkan terkait dengan mendeteksi persamaan dan perbedaan antara dua atau lebih objek, kejadian, ide, masalah, atau situasi, seperti mendeteksi begaimana sebuah kejadian terkenal seperti suatu kejadian yang biasa terjadi. Membandingkan mencakup menemukan satu per satu hubungan antara elemen/unsur dan pola dalam satu objek, kejadian atau ide dengan elemen/unsur dan pola dalam satu objek, kejadian atau ide yang lain. Dalam membandingkan, ketika diberikan pengetahuan baru, seseorang akan menemukan hubungannya dengan banyak dari pengetahuan yang telah dikenal. Sebagai contoh, “Bagaimana suatu sambungan listrik seperti air yang mengalir melalui sebuah pipa?” Membandingkan juga terkait dengan menemukan hubungan antara dua atau lebih objek yang dihadirkan, kejadian atau ide. Sebagai contoh, seseorang diminta untuk mengatakan dengan rinci bagaimana baterai, kawat/kabel, dan resistor dalam sambungan listrik serupa dengan pompa, pipa, dan susunan pipa, berturut-turut dalam sistem aliran air. Menjelaskan (Explaining) Menjelaskan terjadi ketika seseorang mampu membangun dan menggunakan model/bentuk yang menunjukkan sebab dan akibat dari suatu sistem. Model ini bisa berasal dari suatu formal teori (seperti kasus dalam sains dasar) atau bisa berdasar pada penelitian atau ekperimen (seperti kasus dalam sains sosial dan kemanusiaan). Suatu penjelasan yang lengkap terkait dengan membangun suatu model sebab dan akibat, mencakup setiap bagian dasar/utama dalam suatu sistem atau setiap kejadian utama dalam rangkaian, dan menggunakan model/bentuk itu untuk menentukan bagaimana suatu perubahan dalam satu bagian sistem atau satu “mata rantai” dalam rangkaian berakibat pada suatu perubahan dalam bagian lainnya. Dalam menjelaskan, ketika diberikan suatu gambaran dari suatu sistem, seseorang menghasilkan dan menggunakan model/bentuk sebab akibat dari sistem. Sebagai contoh, seseorang yang telah



mempelajari hukum Omh, diminta untuk menjelaskan perubahan dengan kecepatan arus ketika suatu baterai kedua ditambahkan dalam rangkaian. Beberapa tugas yang bisa menjadi sasaran atas menaksirkan kemampuan siswa dalam menjelaskan, yaitu memberi alasan, menebak masalah, merancang kembali, dan meramalkan. Pada memberi alasan, siswa diminta untuk memberikan alasan untuk suatu kejadian yang diberikan. Sebagai contoh, “Mengapa udara masuk ke sebuah pompa ban sepeda ketika anda menarik keatas pada tangkai pompa?” Dalam menebak masalah, siswa diminta untuk mendiagnosa apa yang salah pada suatu sistem yang gagal. Sebagai contoh, “Andaikan anda menarik ke atas dan menekan ke bawah pada tangkai dari pompa ban sepeda beberapa waktu tetapi tidak ada udara yang datang keluar. Apa yang salah?” Dalam merancang kembali, siswa diminta untuk mengubah suatu sistem untuk menyelesaikan beberapa tujuan. Sebagai contoh, “bagaimana bisa anda memperbaiki sebuah pompa ban sepeda sedemikian hingga pompa tersebut lebih efesien?” Dalam meramalkan, siswa diminta bagaimana suatu perubahan dalam satu bagian sistem akan mengakibatkan suatu perubahan pada satu bagian lain dari sistem tersebut. Sebagai contoh, “Apa yang akan terjadi jika anda meningkatkan diameter dari silinder di pompa ban sepeda?” Menerapkan (Applying) Menerapkan terkait dengan memainkan penggunaan prosedur dalam memecahkan masalah. Sehingga, dalam menerapkan harus memenuhi persyaratan mendasar yakni memahami pengetahuan dari suatu prosedur. Suatu latihan adalah suatu tugas yang telah diketahui prosedur yang tepat untuk digunakan, sedangkan suatu masalah adalah suatu tugas yang pada awalnya tidak tahu prosedur apa yang akan digunakan, sehingga siswa harus menemukan suatu prosedur untuk memecahkan masalah tersebut. Sehingga kategori menerapkan dari dua jenis tugas diatas adalah melaksanakan (executing) – ketika tugas adalah suatu latihan yang dikenal – dan mengimplementasikan (implementing) – ketika tugas masalah yang tidak dikenal. Melaksanakan (Executing) Dalam melaksanakan, tugas yang dikenal sering cukup petunjuk untuk menuntun pilihan terhadap prosedur yang tepat untuk digunakan. Karena dalam tugas yang dikenal tersebut telah diketahui prosedur apa yang harus digunakan untuk menyelesaikan tugas tersebut. Sehingga dengan mudah membawa keluar suatu prosedur pengetahuan untuk menyelesaikan tugas. Sebagai contoh, “Tentukan himpunan pernyelesaian dari f(x): x2 + 3x + 2 = 0 dengan menggunakan teknik melengkapkan persamaan. Karena adanya ketentuan prosedur yang digunakan dalam menjawab, maka diwajibkan tidak hanya untuk



F 79



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



menemukan jawaban tetapi juga untuk menunjukkan hasil kerja dalam meyelesaikan tugas tersebut. Mengimplementasikan (Implementing) Mengimplementasikan terjadi ketika seseorang memilih dan menggunakan suatu prosedur untuk menyelesaikan sebuah tugas yang tidak dikenal. Karena pilihan prosedur yang akan digunakan merupakan langkah awal dalam menyelesaikan tugas tersebut, maka seseorang harus menggali maksud yang diinginkan dari tugas tersebut. Dikarenakan dihadapkan dengan tugas yang tidak dikenal, maka tidak secara langsung tahu prosedur mana yang ada untuk digunakan. Lagipula, tidak hanya satu prosedur yang memiliki kemungkinan untuk digunakan dalam menyelesaikan masalah, melainkan mungkin dibutuhkan beberapa modifikasi antara prosedur yang ada. Sebagai contoh, suatu situasi sehari-hari yang merujuk pada suatu persamaan linear yang harus dselesaikan terlebih dahulu sebelum menjawab tugas tersebut. BERPIKIR TINGKAT TINGGI (HOT) Menganalisis (Analyzing) Menganalisis terkait dengan menguraikan materi ke dalam bagian utama materi tersebut dan menentukan begaimana bagian tersebut berhubungan satu bagian yang lain dan dengan keseluruhan struktur. Kategori dari proses kognitif ini mencakup Membedakan (differentiating), Mengorganisasikan (organising) dan Melengkapkan (attributing). Kategori pertama dari proses kognitif ini menentukan bagian yang relevan atau bagian penting pada materi yang dihadirkan. Sedangkan kategori kedua, mempelajari bagaimana cara materi tersebut diatur. Dan ketegori ketiga, mempelajari tujuan yang mendasari materi tersebut. Membedakan (Differentiating) Kategori ini terkait dengan membedakan bagian dari keseluruhan struktur dalam sudut pandang kepentingan dan kesesuaian dari bagian itu. Membedakan terjadi ketika seseorang membedakan informasi yang relevan dari yang tidak, atau penting dari yang tidak, dan kemudian fokus pada informasi relevan atau penting tersebut. Kategori ini berbeda dengan kategori membandingkan (comparing), karena dalam membedakan akan menentukan bagaimana struktur dari bagian yang relevan atau penting saja, sedangkan dalam membandingkan akan menentukan bagian apa saja yang dapat dibandingkan dari keseluruhan struktur tersebut. Sebagai contoh, dalam membedakan apel dan jeruk dalam konteks buah, bagian dalam buah menjadi bagian terpenting dan warna dan bentuk buah menjadi bagian yang tidak penting. Sedangkan dalam membandingkan, semua aspek dalam buah tersebut adalah bagian yang penting untuk dibandingkan.



Mengorganisasikan (Organising) Kategori ini terkait dengan mengidentifikasi unsur/elemen dari komunikasi atau situasi yang diberikan dan mengetahui bagaimana unsur/elemen tersebut menjadi suatu struktur yang logis. Dalam mengorganisasi, seseorang membangun hubungan/ koneksi yang teratur dan logis diantara bagian dari informasi yang dihadirkan. Mengorganisasikan biasanya selalu disertai dengan membedakan (differentiating) terlebih dulu. Sehingga awalnya menentukan beberapa unsur/elemen yang penting atau relevan kemudian membangun hubungan yang teratur dan logis. Sebagai contoh, setelah menentukan bagian dalam buah menjadi bagian terpenting, kemudian membangun hubungan dari unsur-unsur pada bagian dalam tersebut. Melengkapkan (Attributing) Kategori ini terjadi ketika seseorang mampu memastikan unsur-unsur dari gambaran, dugaan, nilai, atau tujuan yang mendasari suatu hubungan. Kategori ini terkait dengan suatu proses menentukan tujuan /maksud dari penulis pada unsur/materi yang dihadirkan. Dalam kategori menginterprestasikan dari proses kognitif memahami, seseorang diminta untuk memahami maksud dari materi yang dihadirkan. Sedangkan dalam melengkapkan, seseorang diminta memperluas pemahaman dasar untuk menduga tujuan atau poin dari gambaran yang mendasari materi/unsur tersebut. Sebagai contoh, menentukan motivasi sebuah rangkaian aksi dari karakter/ tokoh dalam sebuah cerita. Mengevaluasi (Evaluating) Proses kognitif ini menegaskan tentang membuat suatu pendapat dalam kriteria dan standar. Dalam kriteria yang sering digunakan adalah mutu, keefektifan, dan konsisten. Sedangkan dalam standar yang digunakan adalah kuantitatif (jumlah) dan kualitatif (kualitas). Kategori dalam mengevaluasi adalah mengecek (checking) – pendapat tentang ketetapan internal – dan meninju (critiquing) – pendapat berdasar pada kriteria eksternal. Mengecek (Checking) Kategori ini terkait dengan menguji ketidaktetapan internal atau kekeliruan dalam suatu proses atau produk. Kategori ini terjadi ketika seseorang menguji apakah suatu kesimpulan mengikuti dasar pikiran yang ada atau tidak, apakah suatu data mendukung atau memperkuat suatu hipotesis atau tidak, atau apakah materi/unsur yang dihadirkan memuat bagian yang saling bertentangan satu dengan lainnya. Sebagai contoh, menentukan apakah suatu kesimpulan dari seorang ilmuwan mengikuti data pengamatan yang diperoleh. Seperti, ketika membaca suatu laporan dari eksperimen fisika kemudian menentukan apakah kesimpulan yang ada mengikuti hasil dari eksperimen yang dilakukan tersebut.



F 80



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Meninjau (Critiquing) Kategori ini terkait dengan menilai suatu produk atau operasi (tindakan) berdasar pada kriteria dan standar. Dalam kategori ini, seseorang mampu menuliskan segi positif dan negatif dari suatu produk dan membuat suatu penilaian berdasarkan sedikit bagian saja dari segi tersebut. Kategori ini berada pada inti dari sesuatu yang disebut berpikir kritis. Sebagai contoh, menilai dari dua metode pilihan untuk menentukan metode mana yang lebih effektif dan effisien untuk memecahkan masalah yang diberikan. Seperti, menilai apakah metode ini paling baik untuk menemukan semua faktor prima dari 60 atau untuk menghasilkan suatu persamana aljabar yang dapat memecahkan suatu masalah. Mengkreasi (Creating) Proses kognitif ini terkait dengan mengajukan beberapa elemen secara bersamaan pada keseluruhan bentuk yang logis atau masuk akal. Dalam proses ini, seseorang mampu membuat suatu produk baru yang berasal dari penyusunan kembali beberapa elemen atau bagian menjadi suatu pola atau struktur yang tidak secara jelas dihadirkan sebelumnya. Proses ini bisa terbagi menjadi tiga kategori, yaitu penggambaran masalah – usaha untuk mengerti tugas dan menghasilkan suatu kemungkinan solusi, perencanaan solusi – memeriksa berbagai kemungkinan dan menemukan sebuh rencana yang dapat dikerjakan, dan pelaksanaan solusi – melaksanakan rencana dengan sukses. Sehingga, proses ini dimulai dengan memenuhi apa yang diharapkan dengan alternatif hipotesis berdasarkan pada kriteria (generating), kemudian diikuti dengan merencanakan suatu prosedur untuk memenuhi beberapa tugas (planning), dan diakhiri dengan menemukan suatu produk yang baru (producing). Membangkitkan (Generating) Kategori ini terkait dengan mewakili masalah dan mencapai pada pilihan atau hipotesis yang memenuhi kriteria tertentu. Seringkali, jalannya suatu masalah pada awalnya mewakili suatu gambaran dari kemungkinan solusi, namun terkadang hadir dengan gambaran baru dari masalah yang mungkin memberikan kesan suatu solusi yang berbeda. Ketika membangkitkan melebihi batasan-batasan atau pembatas dari pengetahuan terdahulu dan teori yang tersedia, maka akan terkait dengan berpikir yang berbeda dan membentuk inti dari apa yang disebut berpikir kreatif. Sebagai contoh, metode alternatif apa yang bisa digunakan untuk menemukan sekumpulan angka yang menghasilkan 60 ketika semua angka itu dikalikan satu sama lain? Atau suatu hipotesis untuk menjelaskan fenomena yang teramati dengan menuliskan sebanyak mungkin hipotesis yang menjelaskan pertumbuhan stroberi yang mencapai ukuran luar biasa.



Perencanaan (Planning) Ketegori ini terkait dengan merencanakan suatu metode solusi yang memenuhi suatu criteria dari masalah tersebut atau mengembangkan suatu rencana untuk memecahkan masalah. Perencanaan berhenti sejenak pada pelaksanaan langkah-langkah untuk menghasilkan solusi yang sesungguhnya untuk masalah yang diberikan. Sebagai contoh, merencanakan suatu rencana untuk menentukan volume dari sebuah limas terpotong. Rencana yang akan dilakukan mungkin terkait dengan menghitung volume dari limas yang besar dan kecil, kemudian mengurangi volume limas yang kecil dari volume limas yang besar. Memproduksi (Producing) Kategori ini terkait dengan melaksanakan rencana untuk memecahkan masalah yang diberikan dengan memenuhi beberapa spesifikasi tertentu. Dalam memproduksi, seseorang diberikan suatu gambaran fungsional dari suatu tujuan/sasaran dan harus menghasilkan suatu produk yang memenuhi gambaran tersebut. Ini semua adalah melaksanakan suatu rencana pemecahan dari masalah yang diberikan. Sebagai contoh, mendesain habitat dari spesies tertentu dengan tujuan tertentu pula. DAFTAR PUSTAKA Anderson, dkk. 2001. A Taxonomi for Learning Teaching and Assessing. New York. Wesley Longman, Inc. Djaali. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta. Bumi Aksara Ismienar, dkk. 2009. Thinking. Malang. Universitas Negeri Malang Krathwohl, dkk. 2002. A revision of Bloom’s Taxonomy: an overview-Theory Into Practice, College of Education, The Ohio State University Learning Domain or Bloom’s Taxonomy: The Three Types of Learning. (diakses: www.nwlink.com/donclark/hrd/bloom.html) Sukardi. 2010. Evaluasi Pendidikan: Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta. Bumi Aksara



F 81



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN FISIKA SMP PADA MATERI HUKUM-HUKUM NEWTON YANG MENGINTEGRASIKAN PERILAKU BERKARAKTER Laily Maghfirotunnisa Email: [email protected]



ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan Perangkat Pembelajaran yang mengintegrasikan Perilaku Berkarakter dalam Pembelajaran Fisika SMP dengan menggunakan model pengembangan 4-D yang direduksi menjadi 3-D, yaitu Define, Design, and Develop. Kualitas Perangkat Pembelajaran yang dihasilkan meliputi: validitas berkategori baik dan layak digunakan. Uji tingkat kesulitan Buku Ajar Siswa (BAS) dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) masing–masing sebesar 9 %, dan 9 %. Uji keterbacaan BAS dan LKS masing-masing sebesar 98,7 % dan 97,3 %. Hasil Implementasi pembelajaran meliputi: keterlaksanaan RPP selama tiga kali pertemuan berkategori baik, Perilaku berkarakter berkategori positif, dan siswa melakukan penilaian diri yang positif. Diperoleh perangkat yang valid serta mampu menanamkan karakter yang baik pada siswa dan meningkatkan hasil belajar siswa SMP. Kata kunci: Perangkat Pembelajaran, Perilaku Berkarakter dan Pembelajaran Fisika SMP A. PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) harus diselenggara kan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Namun, dalam dunia pendidikan masih ada kalangan pendidik yang menyatakan bahwa keberhasilan pendidikan hanya diukur dari tercapainya target akademis siswa. Karena itu wajar jika sebagian mereka ada yang me ngajar hanya dengan orientasi bahwa siswa harus mendapatkan nilai akademis setinggi-tingginya jika ingin dianggap telah berhasil. Karena itulah, keberadaan pembelajaran nilai-nilai moral dan karakter mulai dipertanyakan kembali. Pendidikan karakter hendaknya ditanamkan secara terintegrasi ke dalam setiap pembelajaran. Pendidikan pada hakikatnya adalah perubahan perilaku. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadi kan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku. Perilaku individu peserta didik dipengaruhi oleh perilaku kelompok, lingkungan dan kualitas kehidupan di sekolah. Kualitas kehidupan sekolah biasanya dapat tertampilkan dalam bentuk bagaimana pemimpin sekolah, pendi dik, dan tenaga kependidikan bekerja, belajar, dan berhubungan satu sama lainnya, sebagai mana telah menjadi tradisi



sekolah (Kemdiknas, 2010), dan dalam setiap tradisi sekolah, idealnya memiliki nilai–nilai tertentu di dalamnya. Perkembangan kognitif anak usia SMP, terutama kelas VIII pada hakikatnya berada dalam operasi formal. Siswa sudah dapat memahami konsep-konsep fisika sangat sederhana, dan dipengaruhi oleh obyekobyek visual. Di sisi lain anak-anak kelas VIII SMP rata-rata berusia 14 tahun dimana masa pubertas terjadi, tidak ada kesenjangan lagi pergaulan antara siswa laki-laki dan perem puan, dan daya tangkap terhadap pelajaran sangat heterogen (ada yang cepat dan ada yang sangat lambat). Pada usia remaja biasanya keadaan ini akan mendorong remaja berperi laku negatif, maka tidak heran kalau kita lihat perilaku siswa yang senang keluar kelas saat pelajaran, sering terlambat, dan pada giliran nya adalah menurunnya mutu lulusan SMP. Jadi, pendidikan karakter adalah suatu hal yang urgen untuk dilakukan. Meningkatkan mutu lulusan SMP tanpa pendidikan karakter nampaknya adalah usaha pendidikan yang sia-sia. Berikut merupakan data lulusan di SMP Muhammadiyah 7 Cerme Gresik, seperti terlihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Lulusan SMP Muhammadiyah 7 Cerme Gresik dalam 5 tahun (2005-2009) No



Tahun



Lulus(%)



1



2005



100



2



2006



99



3



2007



100



4



2008



100



5



2009



99



Keterangan Semua siswa lulus 1 siswa tidak lulus Semua siswa lulus Semua siswa lulus 1 siswa tidak lulus



Sumber: Data SMP Muhammadiyah 7 Cerme Gresik



F 82



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Terlepas dari banyak faktor yang menyebabkan masalah-masalah tersebut timbul khususnya dikelas VIII, sesungguhnya banyak materi IPA di kelas VIII mengajarkan perilaku-perilaku berkarakter, misal materi fisika pada topik hukum-hukum Newton. Hukum-Hukum Newton merupakan materi pelajaran yang diajarkan pada siswa SMP kelas VIII semester ganjil. Ditinjau dari karakteristik materinya, maka proses pembelajaran yang dapat diterapkan adalah pembelajaran yang berbasis pada keterampilan proses dan aktivitas siswa. Jika keterampilan proses ditanamkan dengan baik dan sistematis, besar kemungkinan dapat membantu penanaman karakter. Sadar akan hal tersebut, salah satu faktor penentu yang mempengaruhi hasil belajar adalah perangkat pembelajaran atau bahan ajar. Peneliti memandang perlu untuk melakukan suatu penelitian yang berkaitan dengan perilaku berkarakter dalam pembelajaran fisika dengan judul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Fisika SMP pada Materi Hukum-Hukum Newton yang Mengintegrasikan Perilaku Berkarakter”. II. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang di atas maka permasalahan yang timbul dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana kualitas perangkat pembelajaran yang mengintegrasikan perilaku berkarakter pada Materi Hukum-Hukum Newton? Kualitas disini dapat diukur dan didapatkan dari sejumlah pertanyaan penelitian berikut: a. Bagaimana validitas isi/kebenaran konsep perangkat pembelajaran yang mengintegrasikan perilaku berkarakter pada Materi Hukum-Hukum Newton? b. Bagaimana tingkat kesulitan Buku Ajar Siswa (BAS) dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang mengintegrasikan perilaku berkarakter pada Materi Hukum-Hukum Newton? c. Bagaimana tingkat keterbacaan Buku Ajar Siswa (BAS) dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang mengintegrasikan perilaku berkarakter pada Materi Hukum-Hukum Newton? 2. Bagaimana proses pembelajaran yang mengintegrasikan perilaku berkarakter pada Materi Hukum-Hukum Newton? a. Bagaimana keterlaksanaan pembelajaran fisika yang mengintegrasikan perilaku berkarakter pada Materi Hukum-Hukum Newton? b. Bagaimana perilaku berkarakter siswa selama pembelajaran fisika yang mengintegrasikan perilaku berkarakter pada Materi Hukum-Hukum Newton? c. Bagaimana penilaian diri siswa setelah penerapan pembelajaran fisika yang



mengintegrasikan perilaku berkarakter pada Materi Hukum-Hukum Newton? d. Bagaimana hasil belajar siswa setelah penerapan pembelajaran fisika yang mengintegrasikan perilaku berkarakter pada Materi Hukum-Hukum Newton? III. TUJUAN PENELITIAN Bertolak dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan kualitas perangkat pembelajaran yang mengintegrasikan perilaku berkarakter pada Materi Hukum-Hukum Newton. a. Mendeskripsikan validitas isi/kebenaran konsep perangkat pembelajaran yang mengintegrasikan perilaku berkarakter pada Materi Hukum-Hukum Newton. b. Mendeskripsikan tingkat kesulitan BAS dan LKS yang yang mengintegrasikan perilaku berkarakter pada Materi Hukum-Hukum Newton. c. Mendeskripsikan tingkat keterbacaan BAS dan LKS yang mengintegrasikan perilaku berkarakter pada Materi Hukum-Hukum Newton. 2. Mendeskripsikan proses pembelajaran yang mengintegrasikan perilaku berkarakter pada Materi Hukum-Hukum Newton. a. Mendeskripsikan keterlaksanaan pembelajaran fisika yang mengintegrasikan perilaku berkarakter pada Materi HukumHukum Newton. b. Mendeskripsikan perilaku berkarakter siswa selama penerapan pembelajaran fisika yang mengintegrasikan perilaku berkarakter pada Materi Hukum-Hukum Newton. c. Mendeskripsikan penilaian diri siswa setelah penerapan pembelajaran fisika yang mengintegrasikan perilaku berkarakter pada Materi Hukum-Hukum Newton. d. Mendeskripsikan hasil belajar siswa setelah penerapan pembelajaran fisika yang mengintegrasikan perilaku berkarakter pada Materi Hukum-Hukum Newton. B. KAJIAN PUSTAKA Karakter dapat diartikan sebagai tabiat yaitu sifatsifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain. Sejatinya tujuan pendidikan secara umum adalah menghasilkan pribadi cerdas dan berkarakter baik (KBBI, 2010). Karakter merupakan kepribadian utuh yang mencerminkan keselarasan dan keharmonisan dari olah hati (jujur, bertanggung jawab), pikir (cerdas), raga (sehat dan bersih) serta rasa dan karsa (peduli dan kreatif). Dengan demikian pendidikan berkarakter merupakan proses pemberian tuntunan peserta/anak didik agar menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Peserta didik diharapkan memiliki karakter yang baik meliputi kejujuran, tanggung



F 83



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



jawab, cerdas, bersih dan sehat, peduli, dan kreatif (Kemdiknas, 2010). Pembelajaran fisika adalah penerapan ilmu fisika di kelas dalam berbagai disiplin ilmu dalam bentuk metode pengajaran. Ilmu yang ditemukan dalam berbagai kajian fenomena kehidupan dunia. Telaah ilmu fisika meluas dari jagad mikro sampai jagad makro, mulai dari benda-benda kecil sampai bendabenda besar. Konsep-konsep dasar fisika yang diajarkan di kelas adalah mekanik, fluida, kinetik, kalor, optik, dan sebagainya (Utomo, 2008). Hukum-Hukum Newton adalah gagasan-gagasan Newton yang dituangkan melalui Hukumnya dalam Buku Ajar Siswa berjudul Philosophiae Naturalis Principia Mathemathica atau yang lebih dikenal sebagai Principia, merupakan hukum tentang gerak dan gaya, mengikuti gagasan yang dikemukakan oleh Galileo (Krisno, 2007). Teori belajar perilaku dikembangkan oleh Ivan Pavlov yang dikenal dengan Classical Conditioning (Pengkondisian Klasik). Pavlov dalam (Budayasa, 2000) mengklasifikasikan stimulus menjadi: - Stimulus tak terkondisi (unconditioned stimulus): respon tanpa pengkondisian atau tanpa latihan terlebih dulu. - Stimulus netral (neutral stimuli): respon yang tidak mempunyai efek. - Stimulus terkondisi (conditioned stimulus): Stimulus yang mulanya netral dipasangkan dengan stimulus tak terkondisi, stimulus netral itu menjadi. Pavlov menunjukkan bagaimana belajar dapat mempengaruhi apa yang sebelumnya dipikirkan orang sebagai perilaku refleksif. Dalam kegiatan pembelajaran, guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi yang ditargetkan, juga dirancang dan dilakukan untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari, dan menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku. Untuk menentukan nilai-nilai karakter yang perlu dikembangkan di SMP, khususnya dalam pembelajaran fisika dan ditargetkan untuk diinternalisasi peserta didik, maka SKL SMP dan SKL mata pelajaran fisika dapat menjadi rujukan. Tabel 2.1 berikut merupakan substansi nilai karakter berdasar SKL SMP/MTs/SMPLB/PaketB (Kemdiknas, 2010). Tabel 2.1 Substansi Nilai/Karakter pada SKL SMP/MTs/SMPLB/Paket B No 1 2 3



Rumusan SKL Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap pengembangan Menunjukkan sikap percaya diri Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih



Nilai karakter Iman dan taqwa



4



5



6



7



8 9 10



11



12 13



14 15 16 17 18



19



20



luas Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumbersumber lain secara logis, kritis, dan kreatifitas Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari Mendeskripsikan gejala alam dan sosial Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Menghargai karya seni dan budaya nasional Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan dimasyarakat Menghargai adanya perbedaan pendapat Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana Menunjukkan keterampilan menyiamak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasan inggris sederhana Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah



Nasionalistik Bernalar dan kreatif



Bernalar dan kreatif Gigih, tanggung jawab Bernalar



Terbuka, bernalar Tanggung jawab Nasionalistik, gotong royong



Peduli, nasionalistik Tanggung jawab, kreatif Bersih dan sehat Santun, bernalar Terbuka, tanggung jawab Terbuka, adil Gigih, kreatif Gigih, kreatif



Bervisi, bernalar



(Kemdiknas, 2010).



INTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN Integrasi pendidikan karakter di dalam proses pembelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. a..Perencanaan Pembelajaran Pada tahap ini silabus, RPP, dan bahan ajar disusun dan dirancang , agar muatan maupun kegiatan pembelajarannya memfasilitasi dan atau berwawasan pendidikan karakter. b. Pelaksanaan Pembelajaran Tim Pendidikan Karakter (2010) menyebutkan bahwa kegiatan pembelajaran dari tahapan kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup.



Adil Disiplin



F 84



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



1) Pendahuluan Berdasarkan Standar Proses, pada kegiatan pendahuluan, guru: a) Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran. b) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari; c) Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai dan. d) Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus. 2) Inti Berdasarkan (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007), kegiatan inti pembelajaran terbagi atas tiga tahap, yaitu eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Pada tahap eksplorasi, peserta didik difasilitasi untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan dan mengembangkan sikap melalui kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pada tahap elaborasi, peserta didik diberi peluang untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan serta sikap lebih lanjut melalui sumbersumber dan kegiatan-kegiatan pembelajaran lainnya sehingga pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik lebih luas dan dalam. Pada tahap konfirmasi, peserta didik memperoleh umpan balik atas kebenaran, kelayakan, atau keberterimaan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh oleh siswa. 3) Penutup Kemdiknas (2010) menyebutkan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar internalisasi nilai-nilai terjadi dengan lebih intensif selama tahap penutup. a) Selain simpulan yang terkait dengan aspek pengetahuan, agar peserta didik difasilitasi membuat pelajaran moral yang berharga yang dipetik dari pengetahuan/keterampilan dan/atau proses pembelajaran yang telah dilaluinya untuk memperoleh pengetahuan dan/atau keterampilan pada pelajaran tersebut. b) Penilaian tidak hanya mengukur pencapaian siswa dalam pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga pada perkembangan karakter mereka. c) Umpan balik baik yang terkait dengan produk maupun proses, harus menyangkut baik kompetensi maupun karakter, dan dimulai dengan aspek-aspek positif yang ditunjukkan oleh siswa. d) Karya-karya siswa dipajang untuk mengembangkan sikap saling menghargai karya orang lain dan rasa percaya diri. e) Kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok diberikan dalam rangka tidak hanya terkait dengan pengembangan kemampuan intelektual, tetapi juga kepribadian. f) Berdoa pada akhir pelajaran.



Mata pelajaran fisika secara umum dipersepsi sebagai sesuatu yang membosankan, bahkan menakutkan bagi siswa SMP. Kesan yang timbul pada sebagian besar anggapan siswa adalah akibat telah bergesernya cara pembelajaran fisika ke arah yang lebih bersifat abstrak (Basar,2004). Menurut Utomo (2008) fisika adalah ilmu tentang alam dalam makna yang terluas. Fisika mempelajari gejala alam yang tidak hidup atau materi dalam lingkup ruang dan waktu. Para fisikawan atau ahli fisika mempelajari perilaku dan sifat materi dalam bidang yang sangat beragam, mulai dari partikel submikroskopis yang membentuk segala materi (fisika partikel) hingga perilaku materi alam semesta sebagai satu kesatuan kosmos. Fisika juga berkaitan erat dengan matematika. Teori fisika banyak dinyatakan dalam notasi matematis, dan matematika yang digunakan biasanya lebih rumit daripada matematika yang digunakan dalam bidang sains lainnya. Hakekat fisika sebagai produk dan hakekat fisika sebagai proses, yakni bahwa penyusunan pengetahuan fisika diawali dengan kegiatan-kegiatan kreatif seperti pengamatan, pengukuran dan penyelidikan atau praktikum. Penelitian Rustaman (2008) yang dilakukan pada tingkat mahasiswa hasilnya menunjukkan bahwa praktikum memberikan sumbangan nyata dan lebih bermakna untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (kritis dan logis) daripada perkuliahan. Praktikum dilakukan untuk memeriksa apakah kesahihan dari teori tentang kejadian dan gejala alam benar terjadi. Memikirkan tentang gejala alam memerlukan penalaran dengan matematika, tidak mungkin gejala alam yang tingkatannya rumit tanpa perumusan matematika. Untuk merumuskan gejala alam dalam bentuk matematika diperlukan pengetahuan untuk menterjemahkan gejala-gejala itu kedalam lambanglambang yang terkait dengan hukum-hukum alam. Penalaran ini memerlukan pengetahuan tentang fisika, dimana dalam menalar gejala alam selalu dinyatakan dalam besaran-besaran. Besaran dinyatakan dengan lambang-lambang, kemudian dikaji hubungan antar besaran-besaran yang dinyatakan dalam lambanglambang itu, selanjutnya dirumuskan dalam bentuk persamaan matematika. Menurut Soegimin (2011), ada beberapa tahapan dalam menalar karakter alam: 1. Gejala yang ada dinyatakan dengan lambanglambang yang bermakna yang mendeskripsikan gejala-gejala itu. 2. Mengkaji hubungan antara besaran-besaran yang telah dinyatakan dalam lambang-lambang itu dengan hukum-hukum alam/fisika dinyatakan dalam bentuk persamaan matematika. 3. Menyelesaikan persamaan matematika itu dengan aturan–aturan yang berlaku dalam matematika. 4. Menentukan syarat batas berlakunya gejala alam itu karena tidak semua penyelesaian matematika itu dapat terjadi di alam.



F 85



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Memeriksa apakah yang dihasilkan dalam penyelesaian persamaan matematika beserta syarat-syarat batasnya benar terjadi di alam atau tidak, dilakukan eksperimen dengan alat-alat yang memenuhi syarat. C. METODE ANALISIS DATA Analisis mengenai kualitas perangkat pembelajaran dan analisis mengenai proses serta hasil belajar dapat diuraikan sebagai berikut: 1.Analisis mengenai Kualitas Perangkat Pembelajaran a. Analisis Validitas Perangkat Pembelajaran Analisis data validitas komponen perangkat pembelajaran dilakukan dengan deskriptif kuantitatif yaitu dengan merata-rata skor tiap-tiap komponen. Hasil skor rata-rata dideskripsikan sebagai berikut:



Tabel 3.4 Skor Rata-rata Keterlaksanaan Pembelajaran



5.



Tabel 3.3 Skor Rata-rata Validitas Perangkat Pembelajaran Rentang Skor Validasi



Kesimpulan



Keterangan



1,0-1,5



Tidak baik



Belum dapat digunakan, memerlukan konsultasi



1,6-2,5



Kurang baik



2,6-3,5



Baik



3,6-4,0



Sangat baik



Dapat digunakan dengan banyak revisi Dapat digunakan dengan revisi sedikit Dapat digunakan dengan tanpa revisi



(Hasanah, 2008)



b. Analisis Tingkat Kesulitan Perangkat Pembelajaran Tingkat kesulitan pembelajaran diukur dengan mempresentasekan banyak kata yang dimengerti siswa dibagi dengan banyak kata yang diberi tanda dikalikan 100%. Nilai yang didapatkan dianalisis secara deskriptif kuantitatif. c. Analisis Keterbacaan Perangkat Pembelajaran Nilai presentase tingkat keterbacaan BAS dan LKS dianalisis secara deskriptif berdasarkan level tingkat keterbacaan perangkat sebagai berikut: 1) Di atas 50 % “ Mudah” dalam arti pembaca mengerti isi bacaan 2) Di antara 35 % hingga 50% Agak sukar dalam arti pembaca perlu bantuan 3) Kurang dari 35 % hingga 35 % sangat sukar dalam arti pembaca tidak mengerti isi bacaan (Heaton, dalam Sitepu, 2010) 2.Analisis mengenai Proses dan Hasil Belajar Siswa a.Analisis Keterlaksanaan Pembelajaran Penyajian penilaian disajikan dalam bentuk terlaksana atau tidak terlaksana, dengan pemberian skor: 1 : tidak terlaksana 2 : dilaksanakan tapi belum selesai 3 : dilaksanakan tapi masih kurang tepat 4 : dilaksanakan, sistematis dan selesai Hasil skor rata-rata dideskripsikan pada Tabel 3.4 sebagai berikut:



Rentang Skor Validasi



Kesimpulan



1,0-1,5



Tidak baik



1,6-2,5



Kurang baik



2,6-3,5



Baik



3,6-4,0



Sangat baik



Keterangan Kurang dari 20 % komponen terlaksana Lebih dari 80% komponen dilaksanakan tetapi masih belum selesai Lebih dari 80% komponen dilaksanakan tetapi masih kurang tepat Lebih dari 80% komponen dilaksanakan sistematis dan selesai



(Hasanah, 2008)



Adapun skala presentase untuk menentukan keterlaksanaan RPP menggunakan rumus: ∑𝐴 P = ∑ X 100 % (Hasanah, 2008) 𝐵



P = Presentase ∑ 𝐴 = Jumlah skor yang diperoleh ∑ 𝐵 = Jumlah total skor b. Analisis Data Pengamatan Perilaku Berkarakter Perilaku berkarakter siswa dianalisis secara deskriptif kuntitatif oleh pengamat sesuai skala berikut: D = memerlukan perhatian C = menunjukkan kemajuan B = memuaskan A = sangat baik (Johnson and Johnson, 2002) c. Analisis Penilaian Diri Siswa Kegiatan analisis ini dilakukan menganalisis secara deskriptif kualitatif dengan persentase. Adapun skala persentase yang diperoleh dengan rumus: ∑𝐴 P = ∑ X 100 % (Hasanah, 2008) 𝐵



P = Presentase ∑ 𝐴 = Jumlah skor yang diperoleh ∑ 𝐵 = Jumlah total skor d.Analisis Penilaian Hasil Belajar Siswa Kegiatan analisis ini dilakukan dengan cara mengolah data yang diperoleh diolah dalam bentuk presentase. Adapun skala persentase yang diperoleh dengan rumus: P = F X 100 % (Syukur, 2009) N Keterangan : P = Presentase F = Jumlah nilai yang didapat N = Jumlah nilai maksimal D. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian disusun berdasarkan data yang diperoleh dari kegiatan ujicoba I yang telah dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 7 Gresik dengan subyek penelitian siswa kelas VIII-A. Pada ujicoba I ini bertujuan memperoleh data untuk mengetahui kelayakan perangkat pembelajaran dan pengaruh penerapan perangkat pembelajaran yang mengintegrasikan perilaku berkarakter yang dikembangkan terhadap proses dan hasil



F 86



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



pembelajaran. Berikut ini akan dijabarkan hasil dari penelitian ujicoba I. A.Kualitas Perangkat Pembelajaran 1.Validitas Perangkat Pembelajaran Penilaian secara garis besar diberikan pada validitas isi, kontruksi penyajian, dan kepatutan bahasa. Komentar/saran dan hasil penilaian validator terhadap perangkat pembelajaran fisika diabstraksikan pada Tabel 4.1 berikut. Tabel 4.1 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran No



Jenis perangkat



Skor rata-rata



Kategori



1.



RPP



3,83



Baik



2.



BAS



3,66



Baik



3.



LKS



3,80



Baik



4.



THB



3,00



Cukup Baik



Keterangan perbaikan Perbaikan kata kerja operasional pada Indikator RPP Perbaikan warna dasar Peta Konsep Perbaikan bentuk Lembar Kegiatan Siswa Perbaikan kata kerja operasional pada tujuan



2.Tingkat Kesulitan Perangkat Pembelajaran Skor rata–rata hasil uji tingkat kesulitan perangkat pembelajaran , yang meliputi BAS dan LKS sebagai berikut :



B.Proses dan Hasil Pembelajaran Analisis proses pembelajaran dimaksudkan untuk mendeskripsikan proses berlangsungnya kegiatan belajar mengajar, yang meliputi: pengamatan keterlaksanaan pembelajaran fisika, pengamatan perilaku berkarakter serta pengisian angket penilaian diri siswa. 1. Keterlaksanaan Pembelajaran Untuk menilai kemampuan guru mengelola pembelajaran Fisika dinyatakan dengan skor ratarata. Ringkasan analisis data hasil pengamatan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran disajikan pada Tabel 4.5 Dalam ujicoba I ini peneliti bertindak sebagai guru yang diamati oleh dua orang pengamat. Pengamat I adalah Siti Zulaikah, S.Pd guru fisika kelas VII SMP Muhammadiyah 7 Gresik dan pengamat II Muhammad Syarifudin, S.Si adalah guru fisika kelas IX SMP Muhammadiyah 7 Gresik yang mempunyai kemampuan fisika dan matematika yang baik. Sedangkan pengamatan keterlaksanaan pembelajaran menggunakan instrumen pada Lampiran 3a halaman 214. Analisis data keterlaksanaan pembelajaran secara rinci terdapat pada Lampiran 3b halaman 216.



Tabel 4.3 Hasil Tingkat Kesulitan Perangkat pembelajaran Jenis perangkat BAS LKS



Tingkat Kesulitan( %) No. Subyek Sampel 1 2 3 4 10 7 12 8 8 8 10 8



5 10 8



6 7 10



Rata- rata 9 9



Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui bahwa rata–rata persentase tingkat kesulitan BAS adalah 9 % sedangkan tingkat keterbacaan LKS sebesar 9 %. Jumlah kata pada BAS dari 60 kata yang diberi tanda yang tidak dapat dipahami oleh siswa serta terdapat 9 % yang diberi tanda yang tidak dapat dipahami oleh siswa. 3. Tingkat Keterbacaan Perangkat Pembelajaran Skor rata–rata hasil uji keterbacaan perangkat pembelajaran, yang meliputi BAS dan LKS sebagai berikut :



2.Pengamatan Perilaku Berkarakter Pengamatan Perilaku Berkarakter Siswa diamati dengan menggunakan instrumen pada Lampiran 3d halaman 219. Hasil pengamatan perilaku berkarakter dan presentasenya oleh pengamat pada tiga kali pertemuan disajikan pada Tabel 4.6, Gambar 4.2, Gambar 4.3, Gambar 4.4 dan Gambar 4.5 berikut ini.



Tabel 4.4 Hasil Tingkat Keterbacaan Perangkat Pembelajaran



Tabel 4.6 Pengamatan Perilaku Berkarakter pada RPP1/RPP2/RPP3



Jenis perangkat BAS LKS



Tingkat Keterbacaan ( %) No . Subyek Sampel 1 2 3 4 98 100 98 100 100 96 98 94



Gambar 4.1 Skor Rata-rata Keterlaksanaan Pembelajaran



Skor dan Kategori Perilaku Berkarakter yang diamati pada RPP1/RPP2/RPP3 5 96 100



6 100 96



Rata- rata 98.7 97.3



Hasil perhitungan uji tingkat keterbacaan perangkat pembelajaran pada Tabel 4.4 diatas menyebutkan nilai rata–rata persentase tingkat keterbacaan BAS adalah 98,7 %. Terdapat rata – rata 97,3 % jumlah kata yang dapat diisi dengan benar oleh siswa dari 50 kata yang dihilangkan pada BAS. Hasil uji keterbacaan BAS dapat dilihat pada Lampiran 2h halaman 213.



No Siswa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10



F 87



Teliti RPP 1 2 2 3 2 3 4 4 4 4 2 2 2 2 3 4 3 4 2 2 2 2



3 3 3 4 4 2 2 3 3 3 3



Jujur RPP 1 2 2 3 2 3 3 4 3 4 2 2 2 2 4 3 4 3 1 2 1 2



3 3 3 4 4 2 2 4 4 2 2



Disiplin RPP 1 2 3 3 3 3 4 4 4 4 2 2 2 2 4 4 4 4 1 2 1 2



3 3 3 4 4 2 2 4 4 2 2



Kerja sama RPP 1 2 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 2 3 3 2 3 3



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8 c d 2 a b c Gambar 4.2 Presentase Perilaku Berkarakter Teliti



d 3 a b



c



d



4 a



Gambar 4.3 Presentase Perilaku Berkarakter Jujur



b c d



Siswa menulis nilai gaya yang ditunjukkan neraca pegas Siswa menulis nilai massa yang ditunjukkan neraca o-hauss Disiplin Siswa mengumpulkan tugas yang diberikan guru sesuai jadwal Siswa kelompok aktif bekerja dari awal hingga akhir praktikum Siswa datang ke sekolah tepat waktu Siswa mengerjakan tugas-tugas pelajaran IPA Teliti Siswa menuliskan satuan pada setiap akhir dari besaran Siswa menekan tombol stopwatch, tepat ketika troli bergerak Saat menimbang massa dengan neraca o-hauss, Siswa mengamati kedudukan kedua piringan Siswa menekan tombol reset pada stopwatch ketika akan melakukan percobaan selanjutnya Kerja sama Siswa mengerjakan tugas saya untuk kebaikan kelompok Siswa dan kelompok bersaing secara kompak Siswa membagi tugas antara tiaptiap anggota kelompok Siswa adalah teman yang baik dan dapat membantu orang lain



10



100



0



0



10



100



0



0



7



70



3



30



6



60



4



40



9



90



1



10



10



100



0



0



10



100



0



0



9



90



1



10



9



90



1



10



8



80



2



20



9



90



1



10



2



20



8



80



10



100



0



0



10



100



0



0



4.Hasil Belajar Tes hasil belajar siswa dilakukan dengan menggunakan metode Pretest and Posttest design. Pretest dilakukan sebelum proses belajar mengajar dengan pembelajaran fisika dengan menggunakan soal pretest. Setelah proses pembelajaran dilakukan posttest dengan menggunakan soal posttest. Ketuntasan siswa diperoleh berdasarkan ketuntasan pencapaian indikator. Berikut ini pada Tabel 4.8 disajikan data ketuntasan hasil belajar siswa.



Gambar 4.4 Presentase Perilaku Berkarakter Disiplin



Tabel 4.8 Data Ketuntasan Hasil Belajar Siswa



Gambar 4.5 Presentase Perilaku Berkarakter Kerjasama



3.Penilaian diri siswa Penilaian diri siswa setelah pelaksanaan pembelajaran fisika dapat dilihat pada Lampiran 3g halaman 223. Sedangkan persentase penilaian diri siswa disajikan pada Tabel 4.7 berikut ini. Tabel 4.7 Presentase Penilaian diri Siswa N o 1 a b



Uraian Pertanyaan Jujur Siswa tidak mencontek ketika ujian Siswa menulis nilai waktu yang ditunjukkan stopwatch



Jawaban Ya F %



Tidak F %



10



100



0



0



9



90



1



10



No



NIS



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10



7504 7512 7526 7527 7538 7539 7547 7566 7569 7570



Presentase Indikator yang dicapai (%) Pretest Posttest 61 70 52 72 72 89 44 72 51 78 56 75 40 77 75 81 49 76 43 75



Ketuntasan Pretest TT TT T TT TT TT TT T TT TT



Posttest T T T T T T T T T T



Keterangan : NIS = Nomor Induk Siswa T = Tuntas TT = Tidak tuntas Dari Tabel 4.8, di atas dapat diketahui bahwa dalam pretest hanya 2 siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) di SMP Muhammadiyah 7 Cerme Gresik yaitu ≥ 70%. Sedangkan 8 siswa yang lain belum dapat mencapai KKM yang



F 88



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



diharapkan. Pada posttest siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 atau telah mencapai ketuntasan belajar secara individu sebanyak 10 siswa.



2.



Gambar 4.6 Nilai Pretest



Deskripsi proses dan hasil pembelajaran, meliputi: a. Keterlaksanaan pembelajaran fisika yang mengintegrasikan perilaku berkarakter pada materi Hukum-Hukum Newton menunjukkan kategori baik. b. Perilaku berkarakter siswa selama pembelajaran fisika yang mengintegrasikan perilaku berkarakter pada Materi HukumHukum Newton menunjukkan kriteria memuaskan dan menunjukkan kemajuan. c. Penilaian diri siswa setelah penerapan pembelajaran fisika yang mengintegrasikan perilaku berkarakter pada Materi HukumHukum Newton dalam penelitian ini bernilai positif. d. Penerapan perangkat pembelajaran fisika yang mengintegrasikan perilaku berkarakter dapat menuntaskan hasil belajar siswa.



DAFTAR PUSTAKA



Persentase ketuntasan…



Gambar 4.7 Nilai Posttest



100 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0



20



1



2



Test Gambar 4.8 Presentase Ketuntasan Belajar



E. PENUTUP 1.



Deskripsi Kualitas Perangkat Pembelajaran Pembelajaran fisika yang mengintegrasikan perilaku berkarakter yang dikembangkan, meliputi: a. Validitas perangkat pembelajaran fisika yang mengintegrasikan perilaku berkarakter pada KD: Memahami peranan usaha, gaya, dan energi dalam dalam kehidupan sehari-hari. Perangkat yang telah divalidasi meliputi RPP, BAS, LKS, Lembar Pengamatan Perilaku Berkarakter, Lembar Penilaian diri siswa dan Tes Hasil Belajar (THB) dengan nilai validasi berkategori baik dan layak digunakan. b. Tingkat kesulitan perangkat pembelajaran meliputi: BAS dan LKS yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah tergolong rendah. c. Tingkat keterbacaan BAS dan LKS yang dikembangkan dalam penelitian ini dikategorikan pada level bebas, berarti siswa mampu membaca apa yang tertulis sehingga perangkat pembelajaran yang dikembangkan sesuai untuk diterapkan dalam pembelajaran.



Basar, K. 2004. Mengkaji Kembali Pengajaran Fisika di Sekolah Menengah (SMP dan SMA) di Indonesia. Jurnal Inovasi, Vol.2, No XVI, November BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan). 2007. Model Silabus dan Rencana Pembelajaran. Mata Pelajaran: Ilmu Pengetahuan Alam. SMP/MTS. Digandakan oleh kegiatan penyelenggaraan Sosialisasi/ Diseminasi/ Seminar/Workshop/ Publikasi Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Budayasa, I Ketut. 2000. Teori Belajar Perilaku.Surabaya: IKIP Surabaya Bueche, F.J. 2006. Schaum’s Outline of Theory and Problem of College Physics Tenth Edition. New York: McGraw Hill Companies ,Inc Djamarah, Bahri, S., dan Zain, A. 2002. Strategi belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta Ibrahim, M, Rachmadiarti, F. Ismono. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa University Press Ibrahim, M. 2002. Assessment Berkelanjutan. Konsep Dasar, Tahapan Pengembangan dan Contoh. Surabaya: Unesa University Press Ibrahim, M. 2008. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model 4-D. Surabaya: Unesa University Press Johnson, David W. Johnson& Roger T. 2002. Meaningful Assessment A Managaeble and Cooperative Process. Boston: Allyn&Bacoon. Koesoema A, D. 2007. Pendidikan Karakter. Jakarta: PT Grasindo Hasanah. 2008. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Biologi Dengan Model Inkuiri Di Sma Nahdatul Ulama I Gresik. Tesis Magister Pendidikan, tidak dipublikasikan. Surabaya: Pascasarjana UNESA



F 89



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Kanginan, M. 2004. Sains Fisika 1B KBK. Jakarta: Erlangga Kardi, S. dan Nur, M. 2000. Pengantar pada Pengajaran dan Pengelolaan Kelas. Surabaya: UNESA University Press. Kartini, K. 2005. Teori kepribadian. Bandung: Penerbit CV Mandala Maju Kemdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Kemdiknas http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbb i/ind diakses tanggal 15 Januari 2011 Kemdiknas. 2010. Standar Kompetensi Lulusan SMP. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Kemdiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Rosda Nur, M. 1997. Buku Panduan Keterampilan Proses dan Hakikat Sains. Surabaya: UNESA University Press Nur, M. 2002. Teori-teori Perkembangan. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah Unesa Nur, M. 2003. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah Unesa Nur, M. 2010. Inovasi Pembelajaran Sains Menuju Pendidikan Karakter . Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah Unesa Nur, M. 2010. Lembar Penilaian diri Siswa. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah Unesa Samani, M. 2010. Diskusi Seminar Pendidikan Karakter Sebuah Gerakan Nasional dan Implikasinya pada Pemberdayaaan Profesionalisme Guru, tema Pengembangan Budaya dan Karakter Bangsa. Surabaya: UNESA Press



Sitepu,



B.P. 2010. Keterbacaan. http://bintangsitepu.wordpress.co m/2010/09/11/ keterbacaan/. Diakses tanggal 15 januari 2011 Soegimin. 2011. Gejala Alam sebagai Model Karakter Manusia. Surabaya: Buku belum dipublikasikan Sudjana, N. 1989. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta Surya, E. 2010. Visual Thingking dalam Memaksimalkan Pembelajaran Matematika Siswa dapat Membangun Karakter Bangsa. Jurnal UPI, Vol IV, No.2, Juli Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta Syukur, A. 2009. Penerapan Pendekatan Bermain Peran untuk Meningkatkan Pemahaman Kosakata pada Anak Tuna Grahita kelas IX SMPLBC Alpha Kumara II Wardhana Surabaya. Skripsi tidak dipublikasikan. Surabaya: UNESA Thiagarajan, S., Semmell, DS. & Semmell, M.I. 1974. Instructional Development for the training Teacher of Exceptional Childrens. A. Sourcebook Bloomington: Center for Innovation on Teaching the Handicapped. Indiana University Tim Pendidikan Karakter. 2010. Grand Desain Pendidikan Karakter. Jakarta: Kemdiknas (http://kabar.in/2010/indonesia-headline/rilis-beritadepkominfo). diakses tanggal 15 Desember 2010 (http://pendidikankarakter.org/index.php?p=2_2 ) diakses tanggal 15 Desember 2010



F 90



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Pembuatan Media Pembelajaran Fisika SMA Berbasis Komputer untuk Subpokok Bahasan Tegangan Permukaan Zat Cair Laurensius Prasanna Eko Murti Widodo1, Herwinarso2, Tjondro Indrasutanto3 1,3Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan P.MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya Email : [email protected]



Abstrak Tegangan permukaan adalah kemampuan atau kecenderungan zat cair untuk selalu menuju ke keadaan dengan luas permukaan yang sekecil-kecilnya. Secara kuantitatif, tegangan permukaan didefinisikan sebagai penambahan usaha per satuan penambahan luas permukaan. Pada pengamatan secara langsung, sering terjadi salah persepsi mengenai konsep tegangan permukaan, sehingga menyebabkan siswa tidak memahami arti fisis dari konsep tersebut. Untuk itu, dibutuhkan suatu media yang dapat menjelaskan dan mempraktikumkan konsep tagangan permukaan zat cair. Penelitian ini bertujuan membuat media pembelajaran berbasis komputer yang berkaitan dengan pengajaran fisika sub pokok bahasan tegangan permukaan zat cair yang dilengkapi dengan simulasi eksperimen. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode perancangan dan pembuatan media. Prosedur penelitian dilakukan melalui penelaahan materi fisika (penyusunan materi kohesi dan adhesi, tegangan permukaan, dan kapilaritas), analisis data, pembuatan media, uji coba, dan perbaikan sehingga terbentuk CD media pembelajaran fisika berbasis komputer sub pokok bahasan Tegangan Permukaan Zat Cair. Alat yang digunakan berupa komputer beserta perangkatnya. Hasil penelitian berupa CD media pembelajaran fisika berbasis komputer sub pokok bahasan tegangan permukaan zat cair. Kata kunci: tegangan permukaan zat cair, kohesi, media pembelajaran, simulasi eksperimen.



PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam, mata pelajaran fisika merupakan mata pelajaran yang tidak hanya membutuhkan penjelasan teori secara lengkap tapi juga dalam mempelajari dan memahaminya membutuhkan imajinasi, ketrampilan matematika dan implementasi dari teori-teori tersebut. Untuk mencapai itu semua dibutuhkan media pembelajaran yang dapat dengan mudah digunakan untuk memperjelas pemahaman terkait materi yang akan dijelaskan. Media pembelajaran berbasis komputer adalah salah satu contoh media yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran. Dengan menggunakan media komputer, seseorang dapat mengembangkan visualisasi siswa tentang materi, animasi, maupun simulasi eksperimen tanpa harus ikut serta dalam kegiatan praktikum di laboratorium. Pada mata pelajaran fisika, terdapat banyak sekali pokok bahasan yang mengasyikan. Akan tetapi siswa kurang bisa membayangkan hal-hal yang berkaitan. Salah satu sub pokok bahasan yang menarik dalam fisika, yang dapat dijelaskan dengan menggunakan media komputer adalah tegangan permukaan zat cair. Tegangan permukaan zat cair merupakan materi yang sangat sederhana dan banyak ditemui pada kehidupan sehari-hari. Sifat dari materi ini adalah untuk memahaminya mengharuskan siswa untuk mengamatinya melalui kejadian sehari-hari atau praktikum. Sebab yang terjadi pada konsep tegangan permukaan di sini adalah bagaimana suatu benda



dapat meninggalkan permukaan zat cair dengan gaya tertentu. Memang praktikum untuk menentukan tegangan permukaan zat cair tidak cukup sulit untuk dilaksanakan, namun melalui praktikum juga belum tentu dapat menghasilkan data yang tepat yang disebabkan oleh beberapa faktor. Selain itu, melalui pengamatan langsung pun belum tentu memberikan garansi kepada siswa untuk dapat memahami konsep tegangan permukaan zat cair, karena tidak ada sarana yang menjelaskan mengapa hal tersebut dapat terjadi. Untuk itu , diperlukan suatu media yang dapat digunakan untuk menjelaskan melalui visualisasi dan animasi sehingga mempermudah siswa untuk memahami konsep tegangan permukaan zat cair. Saat ini, media pembelajaran fisika berbasis komputer sudah banyak digunakan di dunia pendidikan. Namun, penulis belum menjumpai pembahasan materi beserta simulasi eksperimen tentang tegangan permukaan suatu zat cair. Kenyataan ini membuat peneliti termotivasi untuk membuat sebuah media pembelajaran berbasis komputer beserta simulasi eksperimen tegangan permukaan zat cair. LANDASAN TEORI Media Pendidikan Media pendidikan merupakan alat, metode atau teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah yang digunakan untuk memperjelas keterangan, memberikan tekanan, memberikan variasi



F 91



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



dalam penyajian dan merupakan cara terbaik untuk menyampaikan informasi. Simulasi Eksperimen Simulasi merupakan suatu teknik meniru operasioperasi atau proses- proses yang terjadi dalam suatu sistem dengan bantuan perangkat komputer dan dilandasi oleh beberapa asumsi tertentu sehingga sistem tersebut bisa dipelajari secara ilmiah (Law and Kelton, 1991). Macromedia Flash Macromedia Flash adalah software yang dipakai secara luas oleh profesional web karena kemampuannya dalam menampilkan multimedia, gabungan antara grafis, animasi dan suara, serta interaktifitas bagi pengguna internet (Wijaya & Hutasoit, 2003). Materi Tegangan Permukaan Kohesi dan Adhesi Zat terdiri atas pertikel-partikel yang dapat berpindah ke segala arah. Akibatnya, antara partikel yang satu dengan partikel yang lain akan saling bertumbukan dan bersinggungan. Akan tetapi, antar partikel terdapat gaya tarik menarik. Gaya tarikmenarik antar partikel zat yang sejenis disebut dengan gaya kohesi. Gaya kohesi ini dapat memperbesar tegangan permukaan. Di pihak lain, gaya tarik menarik antar partikel yang tidak sejenis disebut dengan gaya adhesi. Tegangan Permukaan Tegangan permukaan (γ) adalah kemampuan atau kecenderungan zat cair untuk selalu menuju ke keadaan dengan luas permukaan yang sekecilkecilnya. Seraca kuantitatif, tegangan permukaan didefinisikan sebagai penambahan usaha (dW) per satuan penambahan luas permukaan (dA). dW γ = (1) dA Yang dimaksudkan dengan penambahan usaha (dW) disini adalah besarnya gaya tarik F yang menyebabkan zat cair tertarik sepanjang dx. Sedangkan luas permukaan dA adalah luasan zat cair yang tercelup dalam air, yaitu l dikalikan dengan dx. Sebagai contoh, dalam kasus berikut. Sebuah preparat yang tercelup dalam zat cair ketika tepat akan meninggalkan zat cair akan mengalami gaya F yang menyebabkan zat cair tersebut terangkat sepanjang dx. Zat cair yang tertarik ini akan menimbulkan dua buah luasan (depan dan belakang) sebesar l dikalikan dengan dx.



Dari penjabaran tersebut maka akan didapatkan : dW F .dx γ= = dA 2.l.dx F ...............(2) γ= 2l Dalam kasus lain, misalkan jika sebuah benda pejal berbentuk segiempat dengan panjang p dan lebar l dicelupkan kedalam zat cair, kemudian diangkat pelan-pelan sehingga tepat akan meninggalkan permukaan zat cair. Apabila gaya tambahan yang diperlukan untuk mengangkat benda segiempat tersebut adalah F, maka: F .dx γ = dx (2 p + 2l ) )



γ=



F ........ (3) 2 (p + l)



Gambar 2 Tegangan permukaan zat cair pada luasan segi empat



Makin kecil nilai tegangan permukaan zat cair, makin besar kemampuan zat cair untuk membasahi benda. Tegangan permukaan zat cair juga dipengaruhi oleh suhu. Makin tinggi suhu air, makin kecil tegangan permukaannya, dan ini berarti makin baik air itu membasahi benda. Sudut Kontak Sudut kontak (θ) yaitu sudut yang dibatasi oleh 2 bidang batas yaitu dinding tabung dan permukaan zat cair. Dengan pemahaman bahwa, • dinding tabung : sebagai bidang batas antara zat cair dan tabung, • permukaan zat cair : sebagai bidang batas antara zat cair dan uapnya (θ = 1800) Menurut sudut kontaknya bentuk-bentuk permukaan zat cair dalam bejana adalah sebagai berikut. 1. Meniskus Cekung = keadaan dimana zat cair dalam tabung berbentuk cekung, 0º < θ < 90º , zat cair membasahi dinding. Contohnya air dengan dinding kaca.



Gambar 3 Meniskus cekung



Gambar 1 Tegangan permukaan pada zat cair pada preparat.



F 92



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



2.



Meniskus Cembung = keadaan dimana zat cait dalam tabung berbentuk cembung, 0º < θ < 90º, zat cair tidak membasahi dinding. Contohnya air raksa dengan dinding kaca.



Gambar 6 (a) setetes air murni diletakkan di atas lilin yang bersih. (b) setetes air yang mengandung detergen diletakkan di atas lilin.



Kapilaritas Kapilaritas adalah peristiwa naik turunnya permukaan zat cair dalam pipa kapiler. Pipa kapiler adalah sebuah pipa dengan jejari yang relatif kecil.



Gambar 4 Meniskus cembung



3.



Datar = air dengan dinding perak, θ = 90º Gambar 7 Gejala kapilaritas dalam pipa kapiler



Gambar 5 Permukaan mendatar pada zat cair



γ cos θ =



Tabel IBeberapa Sudut Kontak Zat Cair Air



Methylin Yodida



Parafin Dinding perak Gelas pirex



Sudut Kontak 107° 90° 63°



Gelas kali Timah hitam Pirex



29° 30° 29°



Dinding



Bila sebuah pipa kapiler dicelupkan ke dalam zat cair maka permukaan zat cair yang berada di dalam pipa kapiler tersebut akan naik (Gambar 2.7), hal ini disebabkan adanya gaya adhesi yang lebih besar daripada gaya kohesi. Pada permukaan zat cair dalam pipa kapiler terdapat tegangan pernukaan (γ) yang membentuk sudut θ terhadap dinding kaca pipa kapiler. Pada Gambar 7, secara matematis tegangan permukaan dapat dinyatakan sebagai berikut:



Efek pengurangan sudut kontak karena bahan pembasah kotoran atau campuran yang terdapat di dalam zat cair dapat merubah besarnya sudut kontak. Oleh pabrik banyak dibuat bahan-bahan kimia yang sangat tinggi potensinya sebagai zat pembasah. Contoh : deterjen, rinso, dan lain-lain. Senyawasenyawa ini merubah besarnya sudut kontak yang semula besarnya dari 90° menjadi lebih kecil 90°. Pengaruh detergen dapat dilihat dengan meneteskan air murni dan air yang mengandung detergen ke atas lilin yang bersih. Air murni tidak membasahi lilin dan bentuk butirannya tidak banyak berubah (gambar 2.3 (a)). Akan tetapi, tetes air yang mengandung detergen akan membasahi lilin, dan butir air akan menyebar (gambar 2.3(b)). Tampak bahwa detergen memperkecil tegangan permukaan air, sehingga mampu membasahi lilin.



F 2π r



(4)



HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang telah dilakukan berupa suatu CD yang berisi media pembelajaran berbasis komputer. Secara garis besar isi program yang telah dibuat berisi media pembelajaran yang juga dapat mensimulasikan tegangan permukaan zat cair. Beberapa print out dari tampilan program yang terlihat pada layar monitor, dapat dilihat pada gambar 8 – 15.



Gambar 8 Tampilan Pembuka Program



F 93



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Gambar 13 Tampilan Media Pembelajaran yang Berisi Soal-Soal



Gambar 9 Tampilan Media Pembelajaran yang Menjelaskan Mengenai Kohesi dan Adhesi



Gambar 14 Tampilan Simulasi Eksperimen Pipa Kapiler Gambar 10 Tampilan Media Pembelajaran yang Menjelaskan Mengenai Tegangan Permukaan



Gambar 15 Tampilan Penutup Media Pembelajaran Gambar 11 Tampilan Media Pembelajaran yang Menjelaskan Mengenai Sudut Kontak



Gambar 12 Tampilan Media Pembelajaran yang Menjelaskan Mengenai Kapilaritas



Hasil penelitian ini diperoleh melalui langkahlangkah sebagai berikut : 1. Melakukan studi pustaka berkaitan dengan materi tegangan permukaan zat cair. 2. Melaksanakan eksperimen untuk menentukan nilai tegangan permukaan zat cair. 3. Merancang media pembelajaran tegangan permukaan zat cair. 4. Merancang program simulasi eksperimen sesuai dengan eksperimen yang telah dilakukan. 5. Membuat program dengan actionscript. 6. Mengadakan evaluasi program dengan cara diujicobakan. CD media pembelajaran yang dibuat telah diujicobakan melalui dua tahap. Pada tahap pertama, dilakukan uji ahli untuk mengetahui kebenaran materi dalam program. Dari masukan-masukan yang telah diterima, dilakukan revisi program. Tahap kedua, program yang telah direvisi diujicobakan pada 26 siswa SMA Katolik Santa Agnes Surabaya.



F 94



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Data yang diperoleh dirangkum dalam tabel II.



dari



angket



tersebut



Tabel IIData Angket dari 26 Siswa NO 1. 2.



3. 4. 5.



6. 7. 8. 9. 10.



PERNYATAAN Tidak ada kesulitan membuka program Tidak ada kesulitan mengoperasikan program Mengasyikan dengan adanya animasi Dapat mempercepat pemahaman Peristiwa tegangan permukaan mudah diamati melalui animasi Mudah diingat dengan adanya animasi Tampilan program cukup menarik Dapat dipelajari sendiri Dapat digunakan sebagai sarana pengayaan Program ini menambah kebingungan



SS



PILIHAN S TS



24



2



-



-



23



3



-



-



10



15



1



-



5



19



2



-



8



17



1



-



6



20



-



-



STS



9



16



1



-



6



14



6



-



4



18



4



-



-



3



19



4



Sumber : angket ujicoba program kepada siswa SMA Katolik Santa Agnes Surabaya



Data yang diperoleh dari angket ujicoba kepada siswa SMA Katolik Santa Agnes Surabaya yang diambil sebagai sampel seperti terlihat pada tabel II kemudian diolah menjadi bentuk presentase (%) dan dirangkum menjadi dua kolom pilihan (SS + S) dan TS + STS) seperti yang terlihat pada tabel III. TABEL III Data Angket dari 26 Siswa dalam Persen setelah dirangkum menjadi dua kolom pilihan (SS + S dan TS + STS) NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.



PERNYATAAN Tidak ada kesulitan membuka program Tidak ada kesulitan mengoperasikan program Mengasyikan dengan adanya animasi Dapat mempercepat pemahaman Peristiwa tegangan permukaan mudah diamati melalui animasi Mudah diingat dengan adanya animasi Tampilan program cukup menarik Dapat dipelajari sendiri Dapat digunakan sebagai sarana pengayaan Program ini menambah kebingungan



PILIHAN SS + S TS + STS 100



-



100



-



96



4



92



8



96



4



100



-



96



4



77



23



85



15



12



88



Sumber : Tabel II



Berdasarkan tabel III, data yang diperoleh dari mahasiswa yang diambil sebagai sampel adalah sebagai berikut. 1. 96% menyatakan program menarik karena melalui komputer dan lebih mudah mengingat karena adanya animasi,



2.



92% menyatakan program dapat mempercepat pemahaman mengenai konsep tegangan permukaan zat cair dan 77% dapat dipelajari sendiri, 3. 100% menyatakan tidak ada kesulitan dalam membuka dan mengoperasikan program, 4. dan ada 12% siswa yang menyatakan program media pembelajaran ini menambah kebingungan bagi mereka karena siswa kurang memahami proses yang terjadi pada media pembelajaran. Namun secara umum dinyatakan program ini sudah cukup bagus. Dari tabel 2 pilihan sangat setuju (S) atau setuju (S) pada pernyataan no. 1 – 9 berjumlah 219, sedangkan pada pernyataan no. 10 ada 3 yang memilih. Pilihan tidak setuju (TS) atau sangat tidak setuju (STS) pada pernyataan no. 1 – 9 berjumlah 15, sedangkan pada pernyataan no. 10 berjumlah 23. Secara matematis dituliskan : Untuk pernyataan no. 1 – 9:SS + S = 219 TS + STS = 15 Untuk pernyataan no. 10: SS + S = 3 TS + STS = 23 + Jumlah = 260 Yang mengidentifikasikan program ini baik atau tidak adalah peserta quisioner memilih SS atau S pada pernyataan no. 1 – 9 dan memilih TS dan STS pada no. 10 dalam angket. Dari data yang diperoleh persentase yang mengidentifikasikan program ini baik = ((219 + 23)/260) x 100% = 93%. Dengan demikian, Media Pembelajaran Fisika SMA Berbasis Komputer untuk Mempermudah Pemahaman tentang Subpokok Bahasan Tegangan Permukaan Zat Cair yang telah dibuat dapat dikatakan baik. KESIMPULAN Media Pembelajaran Fisika SMA Berbasis Komputer untuk Mempermudah Pemahaman tentang Subpokok Bahasan Tegangan Permukaan Zat Cair, telah dibuat dan diujicobakan melalui dua tahap. Tahap pertama telah diperiksa oleh dosen sebagai uji ahli dan tahap kedua diujikan kepada beberapa siswa SMA. Hasil dari uji coba secara umum mengatakan program cukup bagus, siswa dapat menggambarkan tentang peristiwa tegangan permukaan zat cair. Saran untuk pengguna program, sebelum menjalankan program membaca tentang tegangan permukaan zat cair terlebih dahulu supaya tidak begitu abstrak dalam pengoperasiannya. Saran untuk peneliti dalam penyempurnaan program, diberi petunjuk pengoperasian jalannya media supaya bisa dijalankan oleh pengguna dengan lancar. UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu menuntun dan memberikan rahmat kepada penulis, Departemen



F 95



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) melalui program I-MHERE atas biaya yang dihibahkan untuk penelitian ini melalui Hibah Student Grant (IBRD Loan No. 4789-IND & IDA Loan No 4077-IND). DAFTAR PUSTAKA Kanginan, Marthen. (2004). Fisika Untuk SMA. Jakarta: Erlangga. Laboratorium Fisika (2006). Petunjuk Praktikum Fisika Dasar 2. Soeharto, dkk. (1989). Fisika Dasar 2. Jakarta: APTIK. http://id.shvoong.com/socialsciences/education/2183936-kelebihanmacromedia-flash/#ixzz1fYne25sr http://www.scribd.com/doc/57521941/PengertianSimulasi http://www.scribd.com/doc/47175546/4/SudutKontak http://www.scribd.com/doc/50848429/4/Kapilaritas http://www.scribd.com/doc/82938656/GEJALAKAPILARITAS



F 96



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Meningkatkan Respons dan Prestasi Belajar Siswa Melalui Pengajaran Langsung dan Interaktif pada Bahasan Gerak Nanik Fuji Lestari1, I Nyoman Arcana1, dan J.V. Djoko Wirjawan1 1 Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya e-mail1: [email protected]



Abstrak Observasi awal pada pembelajaran di kelas VII-F SMP IPIEMS memberikan informasi bahwa ketuntasan belajar siswa pada matapelajaran fisika hanya 35,9%. Salah satu penyebab yang teridentifikasi adalah rendahnya respons siswa selama proses pembelajaran. Untuk meningkatkan respons dan prestasi belajar siswa telah dilakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) melalui pengajaran langsung dengan Interaktif pada bahasan gerak di kelas tersebut. Setelah melewati dua siklus PTK, pada akhir siklus kedua ketuntasan belajar fisika siswa meningkat menjadi 89,74 % dan respons siswa terhadap pertanyaan lisan guru menjadi 84,46%. Kata kunci: Pengajaran langsung, pengajaran interaktif, fisika, gerak lurus. KAJIAN PUSTAKA PENDAHULUAN Pengajaran Langsung Pada saat ini fisika merupakan salah satu mata pelajaran wajib di SMP kelas VII. Bagi siswa SMP Menurut penelitian yang dilakukan oleh Daniel kelas VII, fisika merupakan salah satu mata pelajaran Muijs dan David Reynolds, salah satu metode yang baru. Selama di SD mereka mempelajari ilmu mengajar yang paling efektif digunakan adalah direct fisika yang dikemas dalam pelajaran ilmu instruction (pengajaran langsung). Pengajaran ini pengetahuan alam, sehingga di kelas pertama ini memungkinkan guru melakukan kontak langsung mereka dikenalkan dan diajarkan tentang ilmu fisika. dengan masing-masing siswa dibanding dengan Dalam mengenalkan ilmu fisika, tidaklah mudah memberikan tugas secara individu. Dengan karena selama ini ilmu fisika dikenal sebagai salah menggunakan pengajaran langsung ini siswa akan satu matapelajaran yang menakutkan, sehingga siswa terlibat dalam tugas selama proses pembelajaran dan malas dan tidak ada motivasi dalam belajar fisika. guru dapat memantau siswa dan seluruh kelas sambil Tidak adanya motivasi ini yang mengakibatkan siswa mengajarkan materi selangkah demi selangkah atau kurang merespon pelajaran fisika baik materinya bertahap. maupun gurunya. Hal ini yang dialami oleh siswa Kelebihan pengajaran langsung menurut Good kelas VII-F SMP IPIEMS Surabaya. Berdasarkan dan Brophy (1986) pengajaran langsung merupakan hasil ulangan terakhir, hanya 35,9% dari 39 siswa metode terbaik untuk mengajarkan tentang aturan, yang mencapai SKM (SKM = 70). prosedur, dan ketrampilan dasar serta dapat digunakan Rendahnya prestasi belajar disebabkan oleh sebagai salah satu strategi mengajar yang efektif. banyak faktor, diantaranya: siswa tidak mau bertanya Kelemahan pengajaran langsung yaitu, kurang walaupun belum mengerti, guru kurang intensif dalam efisien bila digunakan pada pelajaran yang lebih memancing pertanyaan dari siswa, kurang interaksi kompleks atau bersifat terbuka (misalnya, antara guru dan siswa, siswa takut salah atau malu mengembangkan ketrampilan berpikir siswa, atau mengemukakan pendapat atau menjawab pertanyaan mendiskusikan keunggulan berbagai macam sistem guru, suasana kelas sering ramai karena mereka pemilihan umum) serta dapat menyebabkan berbicara sendiri sesama teman dan tidak adanya ketergantungan siswa kepada guru. Hal ini akan respon dari siswa. Semua ini menunjukkan bahwa membuat siswa mengalami kekurangan dalam siswa tidak memusatkan perhatian pada pelajaran, dan ketrampilan belajar mandiri. kurang merespon guru pada saat pembelajaran Pengajaran Interaktif berlangsung. Pengajaran interaktif menurut Daniels Muijs dan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan David Reynolds merupakan bagian dari pengajaran menerapkan pengajaran langsung dan interaktif di langsung. Pengajaran interaktif merupakan bagian kelas VII-F SMP IPIEMS Surabaya pada pokok yang penting dalam pengajaran langsung dan menjadi bahasan gerak lurus dilakukan untuk meningkatkan salah satu kegiatan utama guru. Pengajaran Interaktif respon siswa dan prestasi belajar fisika siswa. Dalam merupakan pengajaran tanya jawab yang terencana. penelitian ini respons siswa diukur melalui skor Pengajaran Interaktif memiliki persyaratan, respons dan prestasi belajar diukur melalui skor yaitu: ulangan harian fisika pada pokok bahasan gerak lurus. 1. Semua siswa diusahakan mendapat dan menjawab pertanyaan yang diberikan.



F 97



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



2. Waktu menunggu jawaban siswa adalah 15 detik untuk pertanyaan tingkat rendah (penerapan atau fakta-fakta) dan 3 menit untuk pertanyaan tingkat tinggi (ketrampilan berpikir). 3. Memberikan pujian kepada siswa yang menjawab pertanyaan dengan benar, keliru, maupun salah. Kelebihan Pengajaran Interaktif antara lain, siswa dapat menguasai materi yang diajarkan sebelum pindah ke materi berikutnya, siswa dapat mengungkapkan pemahaman dan pemikiran mereka serta pengajaran interaktif dapat membangkitkan respon siswa. Namun, disisi lain Pengajaran Interaktif memiliki kekurangan, yaitu siswa yang selalu dipuji akan merasa dirinya paling benar sehingga dapat menimbulkan sifat sombong, waktu yang akan terbuang karena digunakan untuk menunggu jawaban dari siswa, dan pengajaran interaktif harus dilakukan sesuai dengan tahap bila tidak, hasilnya tidak akan maksimal. Respon Respon merupakan salah satu bagian yang penting dalam hal pembelajaran karena dengan respon guru akan mengetahui bagaimana tanggapan siswa terhadap mata pelajaran yang disampaikan. Respon dalam penelitian ini bermaksud untuk menumbuhkan stimulus siswa baik terhadap guru maupun mata pelajarannya. Materi Pembelajaran Dalam penelitian ini materi pembelajaran yang disampaikan pada siswa mengacu pada pokok bahasan gerak lurus pada buku Pelajaran Learning more Physics 1 for grade VII (S. Rositawaty & Djundjunan P.S, 2010) Materi pembelajaran ini menjadi bagian dari RPP yang dikembangakan pada tahap persiapan pelaksanaan PTK. METODOLOGI Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK) yang modelnya dikembangkan oleh Kemmis dan McTaggart (1988). Metode ini mempunyai 4 tahapan siklus yang saling terkait yaitu : persiapan tindakan (plan), tindakan (action), observasi (Observe), dan refleksi (reflect). Apabila siklus yang dilakukan belum memenuhi indikator keberhasilan maka harus dilakukan siklus berikutnya dengan memanfaatkan hasil refleksi pada siklus sebelumnya. Perencanaan Tindakan 1.



2.



Perencanaan Tindakan yang dilakukan antara lain: Menyiapkan skenario pembelajaran, yang disiapkan dalam perencanaan ini adalah pembuatan Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Menyiapkan saran pendukung, yang perlu disiapkan dalam perencanaan ini adalah dafar pertanyaan, soal evaluasi dan buku pegangan siswa.



3.



Menyiapkan instrumen penelitian , yang perlu disiapkan dalam perencanaan ini adalah instrumen untuk observasi proses/kegiatan, instrumen pengukur prestasi belajar, instrumen pengukur respons dan instrumen untuk refleksi. 4. Menyiapkan sarana refleksi, yang perlu disiapkan dalam perencanaan ini adalah tabel untuk mencatat skor tes prestasi belajar (ulangan harian) dan tabel penilaian respons. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan pembelajaran dilaksanakan di kelas nyata sesuai dengan RPP yang telah dibuat. Jadi, tindakan akan dilakukan dalam situasi pembelajaran yang aktual sehingga tidak menuntut kekhususan waktu maupun tempat, artinya, guru mengajar seperti biasa dalam hal waktu dan tempat, sesuai dengan jadwal pelajaran yang berlaku saat itu. Observasi Observasi dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung. Observasi menggunakan instrumen seperti yang telah diuraikan pada tahap persiapan. Observasi dilakukan oleh guru pengajar (partisipasi) dan guru pengamat. Pengambilan foto memakai kamera, dilakukan pengamat atau tenaga administrasi. Refleksi Refleksi diawali dengan evaluasi proses dan prestasi belajar. Evaluasi terhadap hasil belajar dilakukan dengan cara memberikan ulangan harian kepada siswa. Alat evaluasi menggunakan instrumen seperti yang telah diuraikan pada bagian persiapan instrumen. Data yang diperoleh dari observasi (pengamatan) dan hasil penilaian terhadap prestasi belajar siswa serta nilai respon siswa digunakan sebagai bahan refleksi. Refleksi bertujuan untuk mengetahui apakah indikator sudah tercapai, apakah proses sudah dilaksanakan dengan benar, dan menginventarisasi perbaikan-perbaikan yang diperlukan untuk siklus berikutnya. Refleksi meliputi refleksi proses dan refleksi hasil belajar. Bahan refleksi proses adalah semua hasil observasi, yaitu: catatan-catatan selama pembelajaran di kelas berlangsung, pengambilan foto, dll. Sedangkan bahan refleksi hasil belajar adalah skor kuis, bentuk-bentuk kesalahan yang dialami siswa, dan jumlah (presentase) siswa yang masih mengalami kesalahan. Indikator yang digunakan adalah: 1. Minimal 75% siswa kelas merespon pertanyaan dari guru. 2. Minimal nilai rata-rata kelas adalah 70. 3. Minimal 75% siswa mencapai SKM (SKM=70). Hasil penelitian dianalisis secara deskriptif, melalui tahapan: reduksi data, penyajian data dalam table, menghitung rata-rata dan presentase, kemudian dilakukan pemaknaan terhadap hasil hitungan.



F 98



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



memperbaiki pelaksanaan sesuai dengan refleksi pada siklus II. Dari siklus II diperoleh prestasi belajar siswa sebesar 89,74% siswa yang mencapai SKM dengan rata-rata kelas 78,13 dan respons siswa sebesar 84,46%. Di siklus II ini indikator keberhasilan telah tercapai sehingga siklus penelitian dapat dihentikan.



Observasi Awal Observasi awal dilakukan untuk mengetahui masalah dan penyebab munculnya masalah di kelas. Dengan demikian, akan diketahui apa yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah yang muncul di kelas. Observasi awal dilakukan dengan mengikuti proses belajar mengajar secara langsung di kelas dan mencari informasi tentang kemampuan akademik setiap siswa. Dari observasi awal yang dilakukan diperoleh 35,9% siswa yang mencapai SKM dengan rata-rata kelas 58,59. Siklus I



HASIL DAN PEMBAHASAN 1.



Pada siklus I dilakukan perencanaan tindakan sebagai berikut: 1. Menyiapkan RPP dengan menerapkan model pengajaran langsung dan interaktif mengenai Gerak Lurus Beraturan. 2. Menyiapkan daftar pertanyaan dan jawaban yang akan di gunakan untuk tanya jawab. 3. Menyiapkan dan memperbanyak lembar evaluasi. 4. Menyiapkan dan memperbanyak lembar observasi guru pada pembelajaran Gerak Lurus Beraturan. Pelaksanaan tindakan yang dilakukan sesuai dengan RPP yang telah dibuat sebelumnya. Dari siklus I diperoleh prestasi belajar siswa sebesar 73,68% siswa yang mencapai SKM dengan rata-rata kelas 79,24 dan respons siswa sebesar 76,32%. Di siklus I ini prosentase prestasi belajar siswa kurang dari indikator keberhasilan dan harus dilanjutkan ke siklus II, namun pada siklus I terdapat refleksi yang harus diperbaiki dan di gunakan di siklus II, yaitu: 1. Perlu adanya penguasaan kelas yang lebih terarah sehingga tidak ada siswa yang ramai. 2. Mengajar ditengah-tengah kelas supaya suara peneliti dapat terdengar oleh seluruh siswa di kelas. 3. Perlu adanya pengurangan jumlah pertanyaan dan soal evaluasi karena waktu yang terbatas. 4. Perlu adanya pendekatan kepada siswa yang belum angkat tangan dan menjawab pada proses interaktif pengecekan pemahaman, hal ini dilakukan agar siswa lebih aktif dan termotivasi. Siklus II Pada siklus I dilakukan perencanaan tindakan sebagai berikut: 1. Menyiapkan RPP dengan menerapkan model pengajaran langsung dan interaktif mengenai Gerak Lurus Berubah Beraturan. 2. Menyiapkan daftar pertanyaan dan jawaban yang akan di gunakan untuk tanya jawab. 3. Menyiapkan dan memperbanyak lembar evaluasi. 4. Menyiapkan dan memperbanyak lembar observasi guru pada pembelajaran Gerak Lurus Berubah Beraturan. Pelaksanaan tindakan yang dilakukan sesuai dengan RPP yang telah dibuat sebelumnya dan



2.



Hasil yang diperoleh dari penelitian diatas yaitu: Pada siklus I, prosentase hasil belajar siswa untuk mencapai SKM meningkat dari yang semula 35,9% menjadi 73,68% dengan rata-rata kelas 79,24. Prosentase respon siswa meningkat dari 67% menjadi 76,32%. Pada siklus II, prosentase hasil belajar siswa untuk mencapai SKM meningkat dari yang semula 73,68% menjadi 89,74% dengan rata-rata kelas 78,10. Prosentase respon siswa meningkat dari 76,32% menjadi 84,46% .



KESIMPULAN Sesuai dengan tujuan penelitian, telah terjadi peningkatan respon siswa dari 67% menjadi 84,46% dan peningkatan jumlah siswa yang mencapai SKM dari 35,9% sampai 89,74%. SARAN • Pembelajaran dengan menerapkan model pengajaran langsung (Direct Instruction) dan Interaktif dapat membangkitkan respon dan meningkatkan hasil belajar siswa, namun sebaiknya perlu dikembangkan metode pengajaran lain. • Pengajaran Interaktif pada pengecekan pemahaman membutuhkan banyak waktu sehingga peneliti harus bisa mengatur waktu supaya setiap siswa memperoleh pertanyaan untuk dijawab. • Sebaiknya peneliti mempersiapkan peralatan dokumentasi sebelum melakukan penelitian supaya tidak tertinggal. UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti menyampaikan terima kasih kepada IMHERE UKWMS yang telah membiayai penelitian ini melalui program Student Grant. DAFTAR RUJUKAN Aisyah (2012), Model Pengajaran Langsung (Skripsi Mahasiswa, tidak dipublikasikan). Universitas Sriwijaya. (didownload dari http://aisyahyazid.blogspot.com/2012/01/ model-pengajaran-langsung.html). I.N. Arcana (2010), Bahan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Bagian I, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. R. Astari (2011), Penerapan Model Pengajaran Langsung Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Prestasi Belajar Siswa pada Subpokok Bahasan Difraksi Cahaya Di Kelas XII IPA 2 SMA YPPI I Surabaya Surabaya (Skipsi Prodi Pendidikan Fisika UKWMS, tidak



F 99



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



dipublikasikan), Surabaya: Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. D. Muijs, D. Reynalds (2008), Effective Teaching, PUSTAKA PELAJAR. S. Rositawaty, Djundjunan P.S (2010), Learning more Physics 1 for grade VII, Bandung: Grafindo. A. Taranggono, H. Subagya (2004), Sains Fisika kelas 1 SMA, Jakarta: Bumi Aksara. Tim Fisika (1997), Fisika 3A SMU, Jakarta: Yudhistira. M. Yasinta (2008), Penggunaan Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction/DI) Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas VII E (Skipsi Prodi Pendidikan Fisika UKWMS, tidak dipublikasikan), Surabaya: Universitas Katolik Widya Mandala.



N.F. Lestari (2012), Meningkatkan Respon dan Prestasi Belajar Siswa Melalui Pengajaran Langsung dengan Interaktif pada Bahasan Gerak Lurus di Kelas VII-F SMP IPIEMS Surabaya (Skipsi Prodi Pendidikan Fisika UKWMS, tidak dipublikasikan), Lampiran RPP S. Zemansky (1983), Fisika Untuk Universitas 1 (terjemahan oleh Ir. Soedjana dan Drs. Amir Achmad), Bandung: BINACIPTA. ______ (2011), Pengertian Pengajaran Langsung (Direct Insruction = DI). (didownload dari http://id.shvoong.com/writing-andspeaking/2113398-pengertian-pengajaranlangsung-direct-insruction/#ixzz1sMLUcUj6).



F 100



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN IM3 DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERFIKIR SISWA Nasrul Rofiah H, Jeffry Handhika2 1,2 IKIP PGRI Madiun [email protected]



Abstrak Penelitian ini bertujuan : (1) Perbedaan penggunaan media pembelajaran IM3 berbasis flash dan media MS. Power Point terhadap prestasi belajar IPA-Fisika, (2) Perbedaan Kemampuan abstrak tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA-Fisika, (3) Interaksi media pembelajaran, Kemampuan berfikir, terhadap prestasi belajar IPA-Fisika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan penggunaan media pembelajaran IM3 berbasis flash dan media MS. Power Point terhadap prestasi belajar IPA-Fisika (p-value = 0,026), Siswa yang diajar menggunakan media IM3 berbasis flash memberikan rata-rata prestasi lebih baik (80,63) dibandingkan dengan siswa yang diajar menggunakan power point (76,18). terdapat perbedaan antara Kemampuan Berfikir Abstrak dan konkrit terhadap prestasi belajar IPA-Fisika, p-value = (0,00). Siswa dengan Kemampuan Abstrak mengasilkan rata-rata prestasi lebih baik (82,31) daripada siswa dengan Kemampuan konkrit (rata-rata prestasi = 75,75). Terdapat interaksi Kemampuan Berfikir dengan media pembelajaran terhadap prestasi belajar IPA-Fisika (p-value = 0,001). Kata Kunci: Media Pembelajaran IM3, Kemampuan Berfikir Siswa Uraian diatas memberikan inspirasi bagi kami untuk PENDAHULUAN melakukan penelitian dengan tema “Efektivitas media pembelajaran Interaktif, menarik, menantang dan Banyak aspek yang dapat mempengaruhi kualitas menyenangkan (IM3). Media pembelajaran tidak akan pendidikan, antara lain: pengajar (guru atau dosen) mendapatkan perhatian dari siswa ketika media yang yang professional dan berkualitas dengan kualifikasi dibuat bersifat tidak interaktif, menarik, menantang yang diamanahkan oleh undang-undang guru dan dan menyenangkan. Interaktif, menarik, menantang dosen, penggunaan metode mengajar yang menarik dan menyenangkan merupakan syarat pokok yang dan bervariasi, perilaku belajar peserta didik yang harus dipenuhi dalam pengembangan media. positif, kondisi dan suasana belajar yang kondusif Interaktif memberikan kesan apa yang dapat untuk belajar dan penggunaan media pembelajaran dilakukan siswa atau mahasiswa terhadap media, yang tepat dalam mendukung proses belajar. menarik berkaitan dengan visualisasi dan kejelasan Seringkali dalam penelitian pendidikan penggunaan media dalam menyampaikan informasi yang bersifat metode, model, pendekatan, perilaku peserta didik abstrak menjadi konkret, dan menantang memberikan dan suasana belajar dijadikan subjek penelitian dalam makna konflik kognitif dan rasa keingintahuan siswa, mengatasi permasalahan pembelajaran maupun menyenangkan mengubah situasi belajar jadi lebih peningkatan kualitas pembelajaran. Komponen media hidup dan bermakna. De porter et al dalam (Winarno, seringkali dikesampingkan, kalaupun digunakan, dkk:2009) mengungkapkan “manusia dapat menyerap fungsinya hanya sebagai pelengkap dan alternatif suatu materi sebanyak 70% dari apa yang dikerjakan, pengganti alat dan pembandingnya. 50% dari apa yang didengar dan dilihat (audio visual), Media pembelajaran memiliki manfaat khusus sedangkan dari yang dilihatnya hanya 30%, dari yang yang dapat kita jadikan pertimbangan sebagai subjek didengarnya hanya 20%, dan dari yang dibaca hanya penelitian, diantaranya: (1) Penyampaian materi dapat 10%”. Hasil penelitian ini memperkuat kami untuk diseragamkan, (2) Proses pembelajaran menjadi lebih melakukan pengembangan media pembelajaran. menarik, (3) Proses belajar siswa, mahasiswa lebih Banyaknya pengertian media, yang masing-masing interaktif, (4) Jumlah waktu belajar mengajar dapat memberi tekanan pada hal-hal tertentu, maka Sri dikurangi, (5) kualitas belajar siswa, mahasiswa dapat Anitah (2008:11), mendefinisikan “media adalah ditingkatkan, (5) Proses belajar dapat terjadi dimana setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang dapat saja dan kapan saja, (6) Peran Guru, dosen dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan pebelajar berubah kearah yang lebih posiif dan produktif. untuk menerima penetahuan, ketrampilan, dan sikap”. Kemajuan teknologi dan komputerisasi berdampak Dari pengertian tersebut berarti bahwa guru atau pada perkembangan media visual. Media visual yang dosen, buku ajar, dan lingkungan adalah media. hanya berupa gambar mati berevolusi dalam bentuk Setiap media merupakan sarana untuk menuju ke gambar bergerak (animasi) yang dapat ditambahkan suatu tujuan. Di dalamnya terkandung informasi yang suara (audio) (audiovisual) dan dapat menyajikan dapat dikomunikasikan kepada orang lain. Informasi tampilan multidimensional. Perkembangan perangkat itu mungkin didapatkan dari buku-buku, rekaman, lunak (software) juga memberikan dampak positif, internet, film, mikrofilm dan sebagainya. diantaranya. animasi lebih jelas, simulasi dapat dikembangkan dan media lebih bersifat interaktif.



F 101



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Dalam proses pembelajaran IPA- Fisika, seringkali siswa dihadapkan pada materi yang bersifat abstrak. Konsekwensinya materi menjadi sulit disampaikan oleh guru dan sulit dipahami oleh siswa. Prestasi belajar siswa dapat dipengaruhi oleh tingkat kemampuan berfikir siswa. Kemampuan berpikir abstrak adalah kemampuan menemukan pemecahan masalah tanpa hadirnya objek permasalahan itu secara nyata, dalam arti siswa melakukan kegiatan berpikir secara simbolik atau imajinatif terhadap objek permasalahan itu. Untuk menyelesaikan masalah yang bersifat abstrak akan mudah dilakukan oleh orang yang memiliki kemampuan berpikir abstrak dan kemampuan dapat dicapai oleh anak yang sudah mencapai tahap operasional formal yang baik. Bagi siswa yang memiliki kemampuan konkrit, akan mengalami kesulitan dalam memahami permasalahan dan menemukan pemecahan masalah. Berdasarkan analisis yang telah kami paparkan, tema diatas kami persempit menjadi penelitian yang berjudul “Efektivitas Media Pembelajaran IM3 ditinjau dari Kemampuan Berfikir Siswa. Untuk menjawab perumusan masalah, maka tujuan penelitian kami adalah untuk mengetahui: 1. Perbedaan penggunaan media pembelajaran IM3 berbasis flash dan media MS. Power Point terhadap prestasi belajar IPA-Fisika. 2. Perbedaan Kemampuan berfikir abstrak dan kongkrit terhadap prestasi belajar IPA-Fisika. 3. Interaksi media pembelajaran, Kemampuan berfikir, terhadap prestasi belajar IPA-Fisika. Pada penilitian ini objek penelitian adalah siswa SMPN 1 Madiun, materi ajar difokuskan pada bidang IPA sub bab Model atom, media pembelajaran yang digunakan berupa animasi, simulasi, Lembar kerja siswa (LKS), quis dan permainan berbasis flash. Permasalahan pembelajaran yang dikaji adalah Hasil belajar ranah kognitif ditinjau dari Kemampuan berfikir siswa. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen yang melibatkan dua kelompok yaitu kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II. Kedua kelompok tersebut diasumsikan sama dalam segala segi yang relevan dan hanya berbeda dalam pemberian perlakuan media pembelajaran. Kelompok eksperimen I diberikan perlakuan dengan media pembelajaran IM3 berbasis flash, sedangkan kelas eksperimen II diberikan perlakuan media pembelajaran menggunakan MS. Power Point. Kedua kelompok tersebut di atas sebelum proses belajar mengajar dimulai diberikan tes Kemampuan berfikir. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP 1 Madiun. Dari populasi tersebut diambil 3 kelas yang memiliki kemampuan awal yang homogen dan terdistribusi normal dua kelas sebagai sampel (kelas eksperimen I dan II) dan satu kelas digunakan untuk uji instrumen. Sesuai dengan variabel penelitian yang telah disebutkan diatas, ada lima sumber yang akan dijaring untuk keperluan penelitian ini. Data tersebut antara



lain : prestasi belajar ranah kognitif, kemampuan berfikir yang dijaring melalui Tes. Sebelum tes prestasi ranah kognitif, dijadikan alat pengumpulan data, terlebih dahulu diadakan analisis validitas, reabilitas, uji beda dan taraf kesukaran soal instrumen. Analisis ini dilakukan melalui ujicoba instrumen. Pelaksanaan uji coba instrumen dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan instrumen untuk dijadikan sebagai instrumen penelitian. Uji coba instrumen dilakukan pada seluruh variabel. Media pembelajaran berbasis flash diuji validitasnya oleh pakar. Media dinyatakan valid apabila dua dari tiga pakar menyatakan media tersebut layak. Analisis data yang digunakan adalah uji variansi 2x2. Desain faktorial analisis varian 2 jalan 2x2 dapat dilihat pada tabel 1.1. Tabel 1. Desain faktorial 2x2 A B B1 B2



A1 A1 A1B1 A1B2



A2 A2B1 A2B2



Keterangan : A 1 = perlakuan dengan media pembelajaran IM3 A 2 = perlakuan menggunakan media MS. PPT, B 1 = Kemampuan Abstrak, B 2 = Kemampuan Konkrit. Uji prasarat yang digunakan dalam analisis variansi adalah uji normalitas dan uji homogenitas. Terdapat tiga hipotesis dalam penelitian ini: 1. Terdapat perbedaan penggunaan media pembelajaran IM3 berbasis flash dan media MS. Power Point terhadap prestasi belajar IPA- Fisika. 2. Terdapat perbedaan Kemampuan Abstrak dan konkrit terhadap prestasi belajar IPA- Fisika. 3. Terdapat interaksi media pembelajaran dengan Kemampuan berfikir terhadap prestasi belajar IPA- Fisika. Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan anova dua jalan dengan bantuan software Minitab. Uji anova memiliki ketentuan Ho diterima ketika Pvalue>0,05. berbasis flash,



HASIL PEMBAHASAN Hipotesis pertama Media visual power point maupun flash dapat membuat proses belajar lebih efisien. Fasilitator tidak perlu menulis ataupun memvisualisasikan informasi di papan tulis. (Clark, R:2006) mengungkapkan bahwa ”Experienced researchers recognize that the use of technology and multimedia, resources, and lessons can vary in the level of interactivity, modality, sequencing, pacing, guidance, prompts, and alignment to student interest, all of which influence the efficiency in learning”. Power point maupun flash dapat menampilkan gambar, grafik, suara video maupun tulisan. Media flash maupun power point memiliki kelebihan yang hampir sama dalam menyampaikan informasi. While Clark (1983) dalam Kozma, R.B. (1991) mengungkapkan bahwa: contends that even if there are differences in learning outcomes, they are due to the method used, not the



F 102



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



medium. With this distinction, Clark creates an unnecessary schism between medium and method. Medium and method have a more integral relationship; both are part of the design. Within a particular design, the medium enables and constrains the method; the method draws on and instantiates the capabilities of the medium. Media dan metode memiliki hubungan yang saling berkaitan dan terintegrasi dan merupakan satu kesatuan dalam desain pembelajaran. Media yang sama, diterapkan pada kelas yang berbeda (kedua kelas homogen) maka akan menghasilkan prestasi belajar yang sama, kalaupun terjadi perbedaan prestasi belajar, penyebab utamanya adalah penggunaan metode yang berbeda. Berdasarkan argumen ini, maka peneliti menggunakan metode yang sama pada kedua kelas eksperimen dengan tenaga pengajar yang sama. Hasil perhitungan dengan program Minitab 15, menunjukkan bahwa P-value untuk hipotesisi pertama = 0,000, sehingga P-value < 0,05. karena Pvalue < 0,05 maka Ho tidak diterima, sehingga H 1 diterima, yaitu terdapat perbedaan penggunaan media pembelajaran IM3 berbasis flash dan media MS. Power Point terhadap prestasi belajar IPA-Fisika. Hasil uji lanjut dengan menggunakan main effect Plot dapat dilihat pada gambar 1. Siswa yang diajar menggunakan media IM3 berbasis flash memberikan rata-rata prestasi lebih baik (80,625) dibandingkan dengan siswa yang diajar menggunakan power point (76,176). Main Effects Plot for prestasi Data Means



81



80



Mean



79



78



77



76 IM3



PPT media



Gambar 1. Hasil uji lanjut anova untuk media



Media pembelajaran IM3 berbasis flash, memiliki keunggulan dibandingkan dengan media power point. Dengan menggunakan media pembelajaran berbasis flash, guru dapat mengembangkan media sesuai dengan karakter siswa. Selain animasi, simulasi juga dapat dibuat melalui program flash. Power point juga dapat menampilkan animasi dan simulasi, akan tetapi tidak dapat dikembangkan hanya dapat ditampilkan menggunakan hyperlink. Tombol navigasi yang dibuat melalui program flash juga lebih menarik dan dapat dikembangkan. Flash dapat mengintegrasikan semua fasilitas dalam membuat media pembelajaran, sehingga siswa yang diajar dengan menggunakan media berbasis flash menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajar menggunakan media power point. Hasil ini sesuai dengan kesimpulan penelitian (Adegoke:2010)



”Integrating animations, narratives, and textual information in computer based enivorment may help to improve students learning outcomes in physics”. Penelitian lain yang mendukung hasil ini antara lain: (Astuti Salim, Ishafit, Moh. Toifur:2011) dengan kesimpulan “Hasil yang lebih baik diperoleh kelompok pembelajaran kontruktivis menggunakan media pembelajaran macromedia flash dengan nilai rata-rata 20,94 sedangkan untuk kelompok pembelajaran kontruktivis yang tanpa menggunakan media pembelajaran macromedia flash nilai rataratanya sebesar 18,87”. Walaupun memiliki keunggulan media flash memiliki kelemahan. Berdasarkan pengalaman peneliti, pembuatan media pembelajaran berbasis flash membutuhkan waktu relatif lama dibandingkan dengan power point. Hipotetsis Kedua Berdasarkan penelitian piace (dalam Karplus, 1977), tingkat kemampuan berpikir konkrit seseorang dapat dibagi menjadi 3 kategori, yaitu: kategori C 1 , C 2 , dan C 3 . Kemampuan berpikir abstrak dibagi menjadi 5 kategori, yaitu: kategori A 1 , A 2 , A 3 , A 4 dan A 5 . Siswa akan memproses kategori tertentu ketika menghadapi suatu permasalahan sesuai dengan kemampuan berfikirnya. Guna memudahkan pengukuran, kami hanya mengunakan C1, C2, A1 dan A2. Kemampuan berfikir konkrit C1 dan C2 kami kelompokkan dalam kemampuan konkrit, Sedangkan kemampuan berpikir abstrak A 1 dan A 2 kami kategorikan kemampuan abstrak. Kategori berpikir konkrit C1, pada kategori ini seorang hanya dapat melakukan klasifikasi sederhana dan generalisasi berdasarkan kriteria-kriteria yang tampak atau dapat direspon oleh alat indera (observable), Kategori berpikir konkrit C2, pada kategori ini seseorang sudah dapat melakukan konservasi logis. Kategori berpikir abstrak A 1 , seseorang yang sudah mencapai kategori ini dapat melakukan klasifikasi ganda (multiple classification), konservasi logis, serial ordering, memahami sifat konsep abstrak, aksiomal dan teori. Kategori berpikir abstrak A 2 , yang ditandai dengan kemampuan berpikir kombinasi. Katergori berpikir abstrak A 3 , seseorang mulai memiliki kemampuan menginterpretasi hubungan fungsional dalam persamaan matematika. Kategori berpikir abstrak A 4 , seseorang mulai dapat mengidentifikasi variabelvariabel dalam suatu desain eksperimen. Kategori berpikir abstrak A 5 , seseorang dapat memahami konsistensi atau pertentangan antara satu teori dengan teori lain atau dengan pemahamannya atau pengetahuan lain yang diakui masyarakat ilmiah. Seseorang dapat membuat teori, hukum atau prinsipprinsip. Pengkategorian kemampuan berpikir abstrak ditentukan melalui skor tes kemampuan berpikir yang mencakup 9 aspek kemampuan berpikir antara lain: classification reasoning, seriational reasoning, conservational reasoning, probability reasoning, combinatorial reasoning, correlational reasoning dan controlling variable. Setiap anak dinyatakan telah



F 103



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



mencapai kemampuan berpikir C1 jika mendapat skor 0 – 6 dalam tes SCDT (Science Cognitive Development Test), kemampuan berpikir C2 jika mendapat skor 7 – 14 dalam tes SCDT, kemampuan berpikir A1 jika mendapat skor 15 – 20 dalam tes SCDT dan kemampuan berpikir A2 jika mendapat skor 21 – 22 dalam tes SCDT (Nordland, Lawson dan De Vito, 1974). Pada penelitian ini, seseorang memiliki kemampuan konkrit jika hasil tes SCDT 014, dan memiliki kemampuan abstrak jika skor SCDT 15-22. Main Effects Plot for prestasi Data Means



83 82 81



Mean



80 79



1. Terdapat perbedaan penggunaan media pembelajaran IM3 berbasis flash dan media MS. Power Point terhadap prestasi belajar IPA-Fisika. Hasil uji lanjut dengan menggunakan main effect Plot dapat dilihat pada gambar 1. Siswa yang diajar menggunakan media IM3 berbasis flash memberikan rata-rata prestasi lebih baik (80,63) dibandingkan dengan siswa yang diajar menggunakan power point (76,18). 2. Terdapat perbedaan antara kemampuan berfikir abstrak dan konkrit terhadap prestasi belajar IPAFisika. Siswa dengan kemampuan abstrak mengasilkan rata-rata prestasi (82,31), sedangkan siswa dengan Kemampuan konkrit menghasilkan rata-rata prestasi (75,75). 3. Terdapat interaksi Kemampuan berfikir dengan media pembelajaran terhadap prestasi belajar IPAFisika.



78



DAFTAR PUSTAKA



77 76 75 0



1 kemampuan abstak



Gambar 2. Hasil uji lanjut anova Kemampuan Siswa terhadap prestasi



Berdasarkan hasil analisis lanjut dapat disimpulkan bahwa kemampuan abstrak (82,31) memberikan rata-rata prestasi yang lebih baik daripada kemampuan Konkrit (75,75). Hasil Penelitian ini didukung oleh (Mohammad Adib:2009): “Terdapat pengaruh signifikan kemampuan berfikir abstrak terhadap prestasi belajar siswa”. Hipotetsis Ketiga Salah satu faktor penentu keberhasilan belajar siswa adalah media pembelajaran yang digunakan oleh seorang guru. Media pembelajaran ini tidak menjadi masalah bagi siswa yang mempunyai kemampuan abstrak. Tetapi, bagi siswa yang kemampuan konkrit media pembelajaran ini dapat menjadi masalah bagi mereka, ketika media yang digunakan tidak mampu mengejewantahkan permasalahan abstrak menjadi konkrit. Hasil perhitungan dengan program Minitab 15, menunjukkan bahwa P-value untuk hipotesis kedua = 0,001, sehingga P value < 0,05. karena P-value < 0,05 maka Ho tidak diteima, sehingga H 1 diterima, yaitu terdapat interaksi Kemampuan berfikir dengan media pembelajaran terhadap prestasi belajar IPA-Fisika. UCAPAN TERIMAKASIH Penelitian ini didanai oleh LPPM IKIP PGRI Madiun KESIMPULAN Berdasarkan hasil disimpulkan bahwa:



penelitian



diatas



dapat



Adegoke, A.B (2010), Integrating Animations, Narratives, And Textual Information For Improving Physics Learning, Electronic Journal of Research in Educationak Pschology, 8(2), 725-748. (no 21). ISSN: 1696-2095 Astuti Salim, dkk (2011), Pemanfaatan Media Pembelajaran (Macromedia Flash) Dengan Pendekatan Kontruktivis Dalam Meningkatkan Efektifitas Pembelajaran Fisika Pada Konsep Gaya, Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, UNY. Clark, R., Nguyen, F., and Sweller, J (2006),. Efficiency in Learning. Evidence-based Guidelines to Manage Cognitive Load. Pfeiffer. Karplus, R (1977), Science Teaching and The Deveploment of Reasoning, Journal of Research in Science Teaching, 14, 169 – 175. Kozma, R.B (1991), Learning with media. Review of Educational Research, 61(2), 179-212. Mohammad Adib (2009), Model Pembelajaran Student Team Tournament Division (STAD) pada mata pelajaran kimia dengan media animasi dan molymod ditinjau dari kemampuan berfikir abstrak dan kreativitas siswa. Thesis PPs UNS Nordland, H.F., Lawson, E.A. and De Vito, 1974, A Study of Levels of Concrete and Formal Reasoning Ability in Disadvantaged Junior and Senior High School Science Students, Journal of Science Education, 58, 569 – 575. Winarno. dkk.2009. Teknik Evaluasi Pembelajaran. Genius Prima Media. Tella A (2007), The Impact of Motivation on Student’s Academic Achievement and Learning Outcomes in Mathematics among Secondary School Students in Nigeria. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 3(2), 149-156



F 104



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Mendeley for Scientific Research Support: a Review Rahma Martiana1, Rizal Arifin2, and Irawati3 1,2 Department of Informatics Engineering Muhammadiyah University of Ponorogo,Ponorogo, Indonesia 3 SMAN 1 Kalidawir Tulungagung, Indonesia 1



[email protected], [email protected], [email protected]



Abstract: The quality of research and scientific writing is strongly influenced by the references. The good management of references will greatly assist the scientific activities. Some rules of writing citation and references are appointed by journal publishers. Mendeley offers some facilities to manage journals as well as to write citation automatically. Moreover, Mendeley is freeware which is able to be downloaded and to be used by everyone. Based on the cloud computing system, the users are able to store and to access the data wherever and whenever they are. By the principle of academic networking, the researchers in the same research interest can make connection and there are possibilities to share the idea, to make collaboration, and to share the citations between them. Keyword: scientific research, citation, Mendeley Desktop. 1. INTRODUCTION Research is the one of the main academic and scientific activities. The quality of research and scientific writing is strongly influenced by the reference which is better to cite up to date scientific journal or articles. In the research activities, the reference plays a crucial part as a guidance avoiding the scientist away from research objective. The reference can be a book, journal, article, proceeding paper, thesis, magazine, webpage, etc. Reference can be in the format of printed paper or digital file. Recently, the publishers, such as: Dover, McGrawHill, American Physical Society, etc., provide the digital file in addition to printed paper of books, journal, and scientific articles. Further, many of the old articles and journals printed in the paper are converted into the digital file. There are some benefits of the changes from printed paper to the digital file as out of the first benefit is to make the archives process easier and the second benefit is paperless which mean less paper used. Digital file also can be accessed quite easy by transferring the file instead of the printed paper [1]. The library which has the books collection in the digital file format is so called digital library. There are several social networking focus on the book collection between their user such as LibraryThing [2], Shelfari, and GoodReads which do not include scientific publication like journal, proceeding, thesis, etc. The comprehensive research of digital library research community has been reported by Liu et.al. [3] which shows the number of article published by each author, the number of international networking, distribution of the author for each country, the list of the author with equal or more than eight paper, and distribution of author in his papers. Several digital library software available as reference manager and citation manager including research networking facilities. Mendeley Desktop is one of the digital



library software providing many useful features which are presented in this paper to support the scientific research work. 2. WHY MENDELEY IS DIFFERENT Mendeley which is developed by Victor Henning, Jan Reichelt and Paul Fokcler since 2007 is freeware designed to be an academic networking tool as well as a platform-independent citation tools that syncs the data across all the connected computer. Mendeley consist of two main component i.e. Mendeley Desktop and Mendeley Web [4]. Mendeley Desktop can be used to select the documents to be located on the library, to extract meta data of documents, to make index for each documents, to view the documents, to make note on the documents, and to make citation in word documents. Using Mendeley web, indexed documents are added to user library. The more innovative feature of Mendeley is that it aggregates and exposes all user’s citation, while maintaining user’s privacy, so the entire set of citations can be searched to find related to the research and add them to their own citation library. Workgroup allow a user to take the networking further by both public and private spaces where user and collegues can share citations, in both public and private groups, as well as papers, in private group only. Private workgroup members can also share note commends on articles [4]. 3. INNOVATIVE FEATURES ON MENDELEY DESKTOP In this section, we present several innovative features on Mendeley Desktop which are taken from the official Mendeley tutorial [5]. 3.1. Creating user library The PDF document can be added to Mendeley by clicking Add Document button or it can be done by dragging and dropping (fig. 1) PDFs into content



F 105



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



pane. Bibliographic data of the document will be detected by Mendeley automatically. For any details Mendeley is uncertain about will be added to the Needs Review Section for manual verification or using Mendeley documents detail lookup or Google Scholar Search to complete missing details.



Figure 3. Example of note in document



Figure 1. Drag and drop to add PDF file to library



3.2. Import/export library Switching from other reference management software to Mendeley is simple. The user needs to export library as .xml and import it to Mendeley. The most common library data format, such as: .xml, .ris, and BibTex files, should be chosen when the user want to import or export their data. 3.3. One-Click web importer The references can be imported easily with a single click from services , such as ACM Portal; ACS Publications; Google Scholar; arXiv; PubMed; ScienceDirect; Scirus; and so on, by installing Web Importer (Fig. 2).



Adding highlights and notes is possible within Mendeley Desktop by clicking on the Highlight Text or Add Note buttons on the menu (Fig 3). 3.5. Citing References This feature, in fact, is the standard feature for any reference management software. Every document in the Mendeley Desktop can be cited within MsWord® and OpenOffice® easily. To integrate Mendeley within MsWord® and OpenOffice® can be done by Installing MsWord Plugin (Fig. 2). Once installed, a set of the toolbar buttons will include in MsWord® that allow user to cite a document, generate a bibliography, or manually edit any entry, saving the time and effort in scientific writing process. The steps to make a citation in MsWord® from Mendeley Desktop are as shown in Fig 4.



Figure 2. Step to install Web Importer



3.4. Document viewer and annotation Mendeley built in with document viewer which means that the user can open the document in Mendeley Desktop instead of using external document viewer such as Acrobat Reader™, Foxit Reader ™, etc. Figure 4. Inserting citation to MsWord



Bibliography can be generated by clicking Insert Bibliography toolbar which is the one of the set of Mendeley toolbar on MsWord® (see Fig 4-1). 3.6 Sharing documents and references The ability of Mendeley to sharing documents and references is the most impressive feature as a reference management software. It can help



F 106



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



collaborative research activities between the Mendeley’s users. Collaborative research is every activities of the research project involving at least two researchers [6]. Multidiscipline research project normally has a number of collaborative researchers. Collaborative activities are in the vicinity of sharing the idea, methodology, literatures, furthermore writing the report and scientific publication which already covered in Mendeley. First of all, a group which is simple way for user to collaborate and share the a collection of documents should be created. Any member of a group may upload documents to it. A group can be created by clicking on Create Group in the left hand pane. Further, the user should enter the details of group (Fig. 5). Group name is used to specify the name of the group, Group description is used to enter details about group, the section Privacy settings is used to choose the type of group to be created, and to add Tags or to assign a Research Discipline in the group can be done by clicking on Add additional info.



In Mendeley group, a user is allowed to see updated on who has joined, who said what, and which papers have been added by whom. A user also can post status updates as well as post a comment to discuss the research (see Fig. 6). By using Mendeley groups, collaborative research is possible to be conducted with ease. 4. THE BOTTOM LINE Mendeley offers interesting services to create and manage citation as well as for sharing resources with groups. Both online component as well as a desktop application permit the user to work offline and sync later moreover workgroup functionality would be very useful in collaborative research. Mendeley blog shows that since beta release in spring 2008, they have come a very long way toward making this a serious tool for scholars. The citation database of Mendeley will grow over time, even if the citations are deleted from personal library, the citation remain in the cloud which become important for other to search references in their field. 5. CONCLUSION Mendeley offers interesting services to help the scholars to manage their references and to conduct collaborative scientific research. By the principle of academic networking, the researchers in the same research interest can make connection and there are possibilities to share the idea, to make collaboration, and to share the citations between them. REFERENCES:



Figure 5. Detail of group form



In Mendeley, there are three types of groups i.e. Private Groups which are invite-only groups whose content will only be visible to members of the group, Public Invite-only Groups which are visible to anyone, but only members can contribute to them, and Public Open Groups which open to anyone to join and to contribute in it. Members and documents can be added once the group created.



Fang, Q.H., 2009, “Construction of University Digital Library Resources under The Network Environtment”, IEEE Computer Society Proceedings of International Conference on Networking and Digital Society, pp. 12-15. Maness, J.M., 2006, Library 2.0 Theory: Web 2.0 and Its Implications for Libraries, Webology Journal, 3,2, http://www.webology.ir/2006/v3n3/a25.html Liu, X., Bollen, J, Nelson M.L., and de Sompel, H.V., 2008, Co-Authorship Networks in The Digital Library Research Community, Preprinted submitted paper to Elsevier Science. Y. Prayudi, 2011, Aplikasi Cloud Computing untuk Mendukung Collaborative Research pada Pembimbingan Tugas Akhir di Jurusan Teknik Informatika FTI UII, Proceeding on Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Teknologi Informasi 2011, Yogyakarta 17-18 Juni 2011, ISSN: 1907-5022. Mendeley, 2011, Getting Started with Mendeley, Last updated: January 2011, www.mendeley.com K.D. Pimple, 2005, Collaborative Research, http://gsn.newark.rutgers.edu/RCRDonwloads/ CollaborativeResearch.pdf



Figure 6. Overview tab of group



F 107



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Penerapan Game Puzzle untuk Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII A SMP Katolik Santo Stanislaus I Surabaya pada Materi Hukum Newton Ria Tekat Puspitaningrum1, I Nyoman Arcana1, J.V. Djoko Wirjawan1 1 Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Katolik Widya Manadala Surabaya Email : [email protected]



Abstrak Rendahnya skor rata-rata ulangan fisika sebesar 43,93, merupakan indikasi adanya kendala dalam proses pembelajaran dalam mata pelajaran fisika. Oleh sebab itu, perlu dilakukan upaya memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya tersebut melalui suatu Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dalam penelitian ini peneliti menerapkan Game Puzzle dalam metode STAD di mana dalam permainan ini siswa harus menata potongan-potongan kartu yang terdiri dari soal dan jawaban sedemikian rupa sehingga terbentuk suatu bentuk bangun yang populer, menarik dan mudah dimainkan. Setelah melalui dua siklus PTK disimpulkan bahwa penerapan Game Puzzle dalam metode STAD dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar fisika siswa kelas VIII A SMP Katolik St. Stanislaus I Surabaya. Pada akhir siklus kedua PTK, prosentase tingkat motivasi belajar fisika siswa meningkat dari 49% menjadi 61% dan skor rata-rata kelas dalam ulangan harian pelajaran fisika meningkat menjadi 70,17. Kata kunci : penelitian tindakan kelas, game puzzle, motivasi belajar, prestasi belajar.



PENDAHULUAN Prestasi belajar siswa kelas VIII A SMP Katolik St.Stanislaus I Surabaya pada mata pelajaran fisika kurang memuaskan. Hal ini terlihat dari hasil ulangan harian pertama, dimana rata-rata kelasnya hanya mencapai 43,93 dengan 27% siswa yang mencapai Standart Ketuntasan Minimum (SKM). SKM di sekolah tersebut adalah 70. Pada observasi awal, terlihat banyak siswa yang tidak aktif bertanya dan atau menanggapi pertanyaan guru, tidak mengumpulkan tugas dan kurang bersemangat dalam menerima mata pelajaran dari guru. Hal tersebut disebabkan siswa tidak berkonsentrasi dalam belajar, ada siswa yang melamun, berbicara dengan teman sebangku dan bahkan ada juga yang bermain sendiri pada saat latihan soal di kelas. Dari fenomena ditemukan bahwa tingkat motivasi siswa dalam proses belajar mata pelajaran fisika hanya 49% sehingga perlu dicari cara pembelajaran yang mampu mengaktifkan siswa, mampu bekerja sama dalam kelompok, memberi kesenangan dan menimbulkan kompetisi yang sehat dalam belajar. Menurut Kimpraswil (Muhammad, 2009) permainan adalah usaha olah diri (olah pikiran dan olah fisik) yang sangat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan motivasi, kinerja, dan prestasi dalam melaksanakan tugas dengan lebih. Berdasarkan pendapat ini, maka peneliti akan menerapkan Game Puzzle. Game Puzzle adalah suatu permainan dalam kelompok dimana siswa harus menata potonganpotongan kartu yang terdiri dari soal dan jawaban sedemikian rupa sehingga terbentuk suatu bentuk bangun yang populer, menarik dan mudah dimainkan. Dalam permainan ini siswa dituntut bekerja sama, saling mendukung dan mengerti dengan teman sekelompok.



Untuk membantu pemahaman terhadap konsep materi yang cukup sulit yang telah dipersiapkan, materi tersebut telah dirancang menggunakan penerapan Game Puzzle. Agar pemahaman siswa bisa menyeluruh dan sekaligus menyenangkan dalam prosesnya, peneliti menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) yang dikembangkan oleh Slavin dkk. Alasan dipilih pembahasan pembelajaran kooperatif tipe STAD karena pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. KAJIAN PUSTAKA Motivasi Belajar Kata motivasi berasal dari bahasa latin yaitu movere yang berarti menggerakkan. Motivasi dalam hal ini dapat pula diartikan proses menggerakkan atau mendorong seseorang. Hakim (2011) berpendapat motivasi merupakan dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa seseorang melaksanakan sesuatu karena ada dorongan dalam dirinya untuk mencapai sesuatu. Makin kuat dorongan tersebut maka makin optimal pula ia berupaya untuk mencapai tujuannya itu sehingga jika tujuannya dapat tercapai dan merasa puas. Dalam kaitannya dengan teori moyivasi, peneliti akan menampilkan suatu model yang dapat merangsang tumbuhnya motivasi siswa di dalam proses pembelajaran. Model ini dikemukakan Keller seperti yang di kutip oleh Prasetya, Suciati, danWardani melalui model ARCS (Attention, Relevance, Confidance,and Satisfaction). a. Perhatian (Attention)



F 108



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Perhatian siswa didorong oleh rasa ingin tahu. Oleh karena itu, rasa ingin tahu ini perlu mendapat rangsangan sehingga siswa akan memberikan perhatian selama proses pembelajaran. Rasa ingin tahu ini dapat dirangsang atau dipancing melalui halhal baru, aneh, dan berbeda dari yang sudah ada. Apabila hal-hal baru tersebut dimasukan dalam rancangan pembelajaran, diharapkan akan menstimulir rasa ingin tahu siswa. Namun jangan berlebihan pula, sebab akan menjadi kurang efektif.



mengarahkan perilaku tersebut. Setiap manusia berbeda antara satu dengan lainnya, perbedaan itu selain pada kemampuannya dalam bekerja juga tergantung pada keinginannya, dorongan dan kebutuhannya untuk bekerja. Keinginan untuk bekerja dalam hal ini disebut motivasi. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD TABEL I Sintaks Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD



b. Relevan (Relevance) Relevan menunjukkan adanya hubungan antara materi pelajaran dengan kebutuhan dan kondisi siswa. Motivasi akan terpelihara apabila siswa menganggap apa yang dipelajari memenuhi kebutuhan pribadi atau bermanfaat dan sesuai dengan nilai yang dipegang. Kebutuhan pribadi dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu motivasi pribadi, instrumental, dan kultural.



Berkaitan dengan hal ini jelas sekali bahwa seseorang yang melakukan suatu tindakan pasti mempunyai suatu alasan yang dijadikan dasar. Salah satu dasar motivasi adalah kebutuhan. Seseorang yang melakukan suatu tindakan pasti ada tujuan yang ingin dicapai untuk pemenuhan kebutuhan baik dalam belajar maupun kehidupan pada umumnya. Setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan yang secara sadar maupun tidak, berusaha untuk mewujudkannya. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan merupakan awal timbulnya suatu perilaku. Diperlukan adanya suatu dorongan yang mampu menggerakkan atau



Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memo-tivasi siswa.



Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar. Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan. Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk ke-lompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien. Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempre-sentasikan hasil kerjanya. Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.



Fase 3 Mengorganisasi siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.



Merasa diri kompeten atau mampu merupakan potensi positif untuk dapat berinteraksi dengan lingkungan. Konsep ini berhubungan dengan keyakinan pada pribadi siswa bahwa dirinya memiliki potensi untuk melakukan suatu tugas yang diberikan padanya. Prinsip menunjukkan bahwa motivasi akan meningkat sejalan dengan meningkatnya harapan untuk berhasil. Hal ini seringkali pula dipengaruhi oleh pengalaman sukses di masa yang lampau. Dengan demikian motivasi dapat menghasilkan ketekunan yang membawa keberhasilan (prestasi), dan selanjutnya pengalaman sukses tersebut akan memotivasi siswa untuk mengerjakan tugas berikutnya.



Keberhasilan dalam mencapai suatu tujuan akan menghasilkan kepuasan, dan siswa akan termotivasi untuk terus berusaha mencapai tujuan serupa. Kepuasan atas pencapaian tujuan dipengaruhi oleh konsekuensi yang diterima, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar diri siswa. Untuk memelihara dan meningkatkan motivasi siswa, guru dapat menggunakan pemberian penguatan berupa penghargaan, kesempatan dan lain-lain.



Perilaku Guru



Fase 2 Menyajikan informasi.



c. Kepercayaan Diri (Confidance)



d. Kepuasan (Satisfaction)



Fase



Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar. Fase 5 Evaluasi.



Fase 6 Memberikan penghargaan.



Ada beberapa tipe pembelajaran kooperatif yang sudah dikemukakan oleh beberapa ahli seperti Slavin (1985), Lazarowitz (1988), atau Sharan (1990). Tipetipe tersebut adalah tipe Jigsaw, tipe NHT (Numbered Heads Together), tipe TAI (Team Assited Individualization), dan tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Alasan dipilih pembahasan pembelajaran kooperatif tipe STAD karena pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Selain itu, tipe STAD membantu memberikan pemahaman sederhana pada konsep materi yang sulit kepada siswa, dimana materi yang telah dipersiapkan guru melalui lembar kerja atau perangkat pembelajaran yang lain. Permainan dalam Pembelajaran Menurut Hans Daeng (dalam Ismail, 2009) permainan adalah bagian mutlak dari kehidupan anak dan permainan merupakan bagian integral dari proses pembentukan kepribadian anak. Selanjutnya Andang Ismail menuturkan bahwa permainan ada dua



F 109



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



pengertian. Pertama, permainan adalah sebuah aktifitas bermain yang murni mencari kesenangan tanpa mencari menang atau kalah. Kedua, permainan diartikan sebagai aktifitas bermain yang dilakukan dalam rangka mencari kesenangan dan kepuasan, namun ditandai pencarian menang-kalah. Menurut Kimpraswil mengatakan bahwa definisi permainan adalah usaha olah diri (olah pikiran dan olah fisik) yang sangat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan motivasi, kinerja, dan prestasi dalam melaksanakan tugas dan kepentingan organisasi dengan lebih baik (Muhammad, 2009). Lain halnya dengan Joan Freeman dan Utami Munandar yang mendefinisikan permainan sebagai suatu aktifitas yang membantu anak mencapai perkembangan utuh, baik fisik, intelektual, sosial, moral, dan emosional (Ismail, 2009). Dari beberapa pendapat para ahli tersebut peneliti menyimpulkan definisi permainan adalah suatu aktifitas yang dilakukan oleh beberapa anak untuk mencari kesenangan yang dapat membentuk proses kepribadian anak dan membantu anak mencapai perkembangan fisik, intelektuan, sosial, moral dan emosional. Game Puzzle Game Puzzle adalah suatu permainan menata potongan-potongan karton yang terdiri dari soal dan jawaban sehingga menjadi bentuk tertentu, menarik dan mudah dimainkan. Pada pelaksanaannya akan tercipta pembelajaran kooperatif karena Game Puzzle dikerjakan dalam kelompok sehinggga menuntut kerjasama, saling membantu, saling menghargai, dan saling memberi masukan antar anggota kelompok yang dengan sendirinya siswa juga telah belajar ketrampilan sosial. Dalam setiap kartu potongan puzzle memuat soal dan jawaban pada sisi-sisinya. Bentuk kartu potongan puzzle tersebut ada yang berupa segitiga dan segiempat. Jika disusun akan membentuk berbagai bangun, seperti heksagonal, jajaran genjang, belah ketupat, dan sebagainya. Siswa bertugas mengerjakan soal-soal tersebut dan mencocokan jawabannya. Puzzle akan terbentuk dengan benar jika siswa dapat menjawab soal dan memasangkan dengan jawaban yang sesuai. Setiap siswa harus bisa memahami dan mengerjakan soal-soal tersebut dengan langkahlangkah berurutan sesuai yang telah dijelaskan oleh guru sebelumnya, karena guru akan meminta penjelasan atas jawaban dari soa-soal yang ada dalam potongan-potongan puzzle secara acak. Dengan demikian diharapkan Game Puzzle ini siswa lebih termotivasi dala belajar fisika karena merasa senang dan menjadi semangat dalam latihan soal fisika. Pembuatan kartu potongan puzzle dapat dilakukan dengan menggunakan program komputer (software) Tarsia. Guru hanya perlu mengetik sejumlah soal dan jawaban, kemudian program Tarsia akan memasangkannya sesuai bentuk pilihan puzzle.



Pilihan bentuk puzzle yang ada dalam program Tarsia ini beragam, sehingga guru akan mempunyai variasi bentuk puzzle yang bisa menarik perhatian siswa. Selain itu juga ada output yang bisa dicetak oleh program Tarsia dan guru tinggal mengguntingnya sehingga mendapat kartu potongan puzzle yang siap dimainkan siswa dalam belajar fisika.



Gambar 1 Pilihan bentuk puzzle pada program Tarsia



Hukum Newton Gerak suatu benda ditentukan oleh lingkungannya. Lingkungan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang mempengaruhi benda. Kemudian persoalannya adalah bagaimana keadaan benda selanjutnya? Isaac Newton (1642-1727) telah memecahkan persoalan ini ketika ia mengemukakan tiga hukum tentang gerak yang dinamakan hokum Newton. Hukum Newton menghubungkan percepatan sebuah benda dengan massanya dan gaya-gaya yang bekerja padanya. Sebelum membahas tiga hukum Newton, mari kita mengenal konsep gaya terlebih dahulu. Gaya Seperti penjelasan di atas benda bergerak karena dipengaruhi oleh lingkungannya. Dalam pembahasan kali ini, hal tersebut dinyatakan dalam konsep gaya. Dalam bahasa sehari-hari gaya sering diartikan sebagai dorongan atau tarikan. Gaya merupakan besaran vektor, yang mempunyai besar dan arah serta  disimbolkan sebagai F . Besar dan arah gaya bergantung pada sumberyang menghasilkan gaya tersebut. Setiap sumber akan memberikan pengaruh gaya yang berbeda. Jika suatu benda mengalami gaya dari beberapa sumber maka gaya yang dialami benda adalah jumlah vektor (resultan) dari gaya-gaya yang bekerja padanya yang disimbulkan sebagai ∑ F . Dalam SI, satuan gaya dinyatakan dalam newton (N). 1 N merupakan gaya yang memberikan percepatan sebesar 1m/s2 pada benda bermassa 1kg. Sedangkan, dalam sistem cgs (centimeter, gram, sekon), satuan gaya dinyatakan dalam dyne, dimana 1 N = 105dyne. Gaya dapat diukur dengan neraca pegas. Neraca pegas terdiri dari sebuah pegas yang diberi skala. Ketika pegas itu ditarik, jarum akan menunjukkan berapa besar gaya tarik tersebut.



F 110



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Hukum I Newton Jika sebuah balok diluncurkan di bidang datar, lama kelamaan geraknya berkurang dan berhenti. Gerak buku akan berhenti jika gaya luar, dalam hal ini gaya dorong oleh tangan ditiadakan. Namun, jika balok yang digunakan lebih halus dan bidang datar yang lebih licin dan diberi minyak pelumas, maka pengurangan kecepatannya lebih lambat daripada yang sebelumnya. Apabila balok dan bidang diperhalus lagi dengan minyak pelumas yang lebih baik maka pengurangan kecepatannya semakin lambat dan balok meluncur semakin jauh. Oleh karena itu dapat disimpulkan, untuk keadaan yang benar-benar tanpa gesekan maka benda akan terus bergerak sepanjang garis lurus dengan kecepatan konstan. Untuk mengubah kecepatan gerak bend dibutuhkan gaya luar, tetapi untuk mempertahankan keadaannya (kecepatannya) tidak dibutuhkan gaya luar sama sekali. Hal inilah yang dikenal sebagai sifat kelembaman sebuah benda. Dari peristiwa tersebut Newton mengungkapkan hukum pertamanya, yaitu “Setiap benda akan tetap berada dalam keadaan diam atau bergerak lurus beraturan jika gaya total yang bekerja pada benda tersebut sama dengan nol.” Secara matematis, Hukum I Newton dapat ditulis sebagai berikut:   1 ∑F = 0



kita terasa sakit karena adanya gaya aksi-reaksi dari peristiwa tersebut. Sifat gaya ini dinyatakan oleh Newton dalam hokum ketiganya: “Ketika benda A memberikan gaya pada benda B, maka benda B memberikan gaya pada benda B dengan besar yang sama tetapi arahnya berlawanan.” Atau secara matematis adalah:   6 Faksi = − Freaksi METODOLOGI PENELITIAN Metode Penelitian Penelitian tindakan kelas (PTK) yang digunakan dalam penelitian ini adalah PTK yang dikembangkan oleh Kemmis dan McTaggart (1988). Metode ini terdiri dari serangkaian siklus yang saling berkesinambungan yang melalui tahapan: perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi. Setelah satu siklus berakhir, dilanjutkan siklus berikutnya dengan menggunakan refleksi pada siklus sebelumnya untuk melakukan perbaikan. Siklus berhenti jika hasilnya telah mencapai indikator yang telah ditetapkan.



Sesungguhnya hukum I Newton ini memberikan pernyataan tentang kerangka acuan karena pada umumnya kecepatan suatu benda bergantung pada kerangka acuan (inersial) yang dipakai. Hukum II Newton Hubungan antara gaya, massa, dan percepatan dinyatakan dalam hokum keduanya oleh Newton. Dimana percepatan benda berbanding lurus dengan resultan gaya yag bekerja padanya dan berbanding terbalik dengan massanya. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: 







∑F = m a



2



Bagaimanakah pengaruh gaya yang sama terhadap benda yang berbeda? Berdasarkan pengalaman sehari-hari terihat bahwa, sebuah sepeda akan mendapat percepatan yang lebih besar daripada sebuah mobil jika didorong dengan gaya yang sama. Itu berarti gaya yang sama akan menimbulkan percepatan yang berbeda pada benda yang massanya berbeda. Hukum III Newton Ketika kita memukul tembok, maka tangan kita terasa sakit. Menurut fisika, kalau tangan kita memberi gaya pada tembok, maka tembok akan bereaksi memberikan gaya pada tangan kita. Gaya ini besarnya sama dengan gaya yang kita berikan. Tangan



Gambar 2. Model PTK yang dikembangkan oleh Kemmis dan McTaggart



Persiapan Penelitian Untuk memperlancar kegiatan PTK, peneliti melakukan persiapan sebagai berikut: 1. Melakukan observasi awal untuk mengidentifikasi masalah dan analisis akar masalah dengan memantau kegiatan belajar mengajar di kelas serta memberi angket kepada siswa. 2. Melakukan koordinasi dengan guru fisika dan berkolaborasi untuk menentukan tindakan pemecahan masalah, yaitu menerapkan game puzzle. 3. Mempersiapkan perangkat pembelajaran (rencana pembelajaran dan kartu potongan puzzle) 4. Membuat lembar observasi untuk siswa dan guru. 5. Menyusun soal tes hasil belajar siswa.



F 111



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



5. Memasukkan setiap satu bentuk puzzle ke dalam amplop. 6. Menyiapkan lembar pengamatan aktivitas siswa. 7. Menyusun lembar pengamatan aktivitas guru dalam pembelajaran.



Siklus Penelitian Persiapan yang dilakukan sebelum pelaksanaan PTK ini adalah identifikasi masalah dalam proses pembelajaran dengan melakukan observasi di kelas VIII A SMP Katolik St. Stanislaus I Surabaya. Observasi yang dilakukan dengan mengikuti proses pembelajaran fisika dan memberikan angket kepada siswa untuk mengetahui tingkat motivasinya dalam belajar fisika. Berdasarkan hasil observasi diperoleh informasi bahwa permasalahan yang terjadi dalam kelas adalah siswa kurang berkonsentrasi dalam mengikuti proses pembelajaran, siswa ramai dengan dengan temannya saat proses belajar, siswa tidak memperhatikan penjelasan guru, tingkat keaktifan dan prestasi belajar siswa rendah. Rendahnya motivasi dan prestasi belajar siswa menjadi suatu masalah yang penting untuk dicari pemecahannya. Rumusan masalah dalam PTK ini adalah Bagaimana game puzzle dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa. Oleh karena itu diharapkan prestasi belajar siswa kelas VIII A SMP Katolik St. Stanislaus I Surabaya pada pelajaran fisika meningkat. Adapun langkah-langkah pelaksanaan penelitian tindakan kelas pada setiap siklus dapat dijelaskan sebagai berikut: a.



Perencanaan



Langkah pertama dalam penelitian tindakan kelas adalah perencanaan. Perencanaan merupakan langkah penting dalam memulai tindakan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan ini adalah: 1. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) 2. Menyusun soal-soal dan kunci jawabannya 3. Memasukkan soal-soal dan jawabannya yang telah disusun ke dalam program Tarsia. Program Tarsia akan mengacak data soal dengan sendirinya sesuai dengan bentuk solusi yang diinginkan. Di dalam program ini terdapat menu pilihan: input, table, output, dan solution. Pada pilihan input, peneliti memasukkan data soal dan jawaban. Pada pilihan table, peneliti dapat melihat tabel daftar keseluruhan soal dan jawabannya, sehingga dengan mudah dikoreksi kalau ada kesalahan soal atau jawaban. Pada pilihan output, peneliti mencetak kartu-kartu puzzle. Pada pilihan solution, peneliti dapat melihat hasil jadi bentuk puzzle.



Gambar 3. Puzzle



4. Mencetak hasil output kemudian menggunting hasil cetakan dari program Tarsia sehingga menjadi kartu potongan puzzle yang memuat soal-soal dan jawabannya.



b.



Pelaksanaan Tindakan



Pada tahap ini, peneliti memberikan pelajaran di kelas berdasarkan rencana pelaksanaan pembelajaran yang sudah disiapkan. Kemudian melakukan tahaptahap sebagai berikut: 1. Peneliti membagi siswa dalam 6 kelompok, dimana setiap satu kelompok terdiri dari 5 orang. 2. Peneliti memberi amplop kartu puzzle yang sudah disiapkan kepada setiap kelompok. 3. Siswa mengerjakan soal-soal yang terdapat pada kartu potongan puzzle kemudian memasangkan dengan jawabannya sehinggga membentuk sebuah bentuk istimewa seperti heksagonal, jajaran genjang, belah ketupat, dan sebagainya. 4. Peneliti membimbing dan mengamati proses permainan agar tercipta kelancaran diskusi dalam kelompok. 5. Peneliti mengevaluasi hasil pekerjaan kelompok. 6. Peneliti memberi penghargaan kepada kelompok yang berhasil menyelesaikan game puzzle dengan baik. c.



Pengamatan



Guru Fisika dan Peneliti sebagai observer mengobservasi pelaksanaan tindakan. Observasi dilaksanakan untuk mengetahui sejauh mana game puzzle dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa, serta memantau kesesuaian mengajar guru dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan. d.



Refleksi



Hasil analisis yang diperoleh dari hasil observasi dan kendala-kendala yang ditemui selama pelaksanaan tindakan digunakan sebagai bahan refleksi. Hasil refleksi kegiatan menjadi dasar untuk mengetahui perubahan yang terjadi selama pembelajaran dengan menerapkan game puzzle. Hasilnya digunakan untuk menilai kesempurnaan pelaksanaan kegiatan, memperbaiki langkah yang salah pada tiap siklus dan menentukan apakah perlu dilakukan siklus selanjutnya.



Metode Pengumpulan Data Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII A SMP Katolik St. Stanislaus I Surabaya serta lingkungan yang mendukung pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa dan



F 112



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



tingkat motivasi siswa. Data tersebut dikumpulkan dengan cara sebagai berikut: 1. Data jumlah siswa yang mengikuti penelitian dan data kondisi awal siswa diambil melalui observasi dan dokumentasi proses belajar siswa. 2. Hasil belajar siswa dilakukan dengan memberikan tes tertulis kepada siswa serta penilaian motivasi belajar siswa melalui angket motivasi pada setiap akhir siklus. (http://suhadinet.files.wordpress.com) Indikator kinerja yang merupakan penilaian dalam penelitian ini adalah: 1) Hasil belajar siswa rata-rata 70. 2) Minimal 50% siswa dapat memenuhi SKM. 3) Minimal 60% siswa mempunyai motivasi belajar fisika. HASIL DAN PEMBAHASAN Fisika merupakan mata pelajaran yang sulit karena dibutuhkan kemampuan dalam aritmatik maupun aljabar serta diperlukan pemahaman dalam menganalisa soal. Sehingga fisika merupakan mata pelajaran yang kurang digemari yang mempengaruhi motivasi belajar siswa.



Pada siklus I, diperoleh data motivasi belajar siswa meningkat. Hal ini terlihat dalam pengamatan dimana sebagaian siswa antusias dalam mengikuti pelajaran apalagi ketika latihan soal menggunakan game puzzle walaupun masih ada beberapa siswa yang masih berbuat gaduh. Prestasi belajar siswa pun meningkat, terlihat pada hasil evaluasi yang dilaksanakan terdapat peningkatan 17% siswa yang mencapai SKM walaupun masih rendah yaitu dengan rata-rata kelas 58,33. Untuk memperbaikinya lagi maka dilakukan siklus II. Siswa terlihat mulai terbiasa dan menikmati metode belajar yang digunakan peneliti. Tingkat motivasi siswa pun menjadi 60%. Hal tersebut mempengaruhi hasil evaluasi yang meningkat dari 43% menjadi 53% siswa yang lulus SKM dengan rata-rata kelas 70,17. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa indikator keberhasilan sudah terpenuhi. Berdasarkan PTK yang telah dilakukan melalui dua siklus diperoleh kesimpulan bahwa tujuan dari penelitian ini telah tercapai. Siswa tampak bersemangat dan senang dalam mengikuti proses pembelajaran apalagi ketika latihan soal menggunakan game puzzle.



80,00



TABEL II Hasil PTK



60,00



Observasi awal



Siklus I



Siklus II



Rata-rata kelas



43,93



58,33



70,17



20,00



Prosentase kelulusan



27%



43%



53%



0,00



Motivasi



49%



57% peningkatan rata-rata kelas 14,40 peningkatan prosentase kelulusan 17% peningkatan motivasi 8% rata-rata kelas dan prosentase kelulusan belum sesuai indikator walaupun motivasi sudah sesuai indikator maka dilanjutkan siklus II karena belum mencapai tujuan



61% peningkatan rata-rata kelas 11,83 peningkatan prosentase kelulusan 10% peningkatan motivasi 3% rata-rata kelas, prosentase, dan motivasi sudah sesuai indikator maka tujuan penelitian sudah tercapai dan siklus dapat dihentikan



Keterangan



Keterangan



40,00



awal



siklus I siklus II



Gambar 4. Diagram skor rata-rata ulangan harian



60% 40% 20% 0%



awal



siklus I siklus II



Gambar 5. Diagram prosentase ketuntasan



80% 60% 40% 20% 0%



awal



siklus I siklus II



Gambar 6. Diagram tingkat motivasi belajar siswa



F 113



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



KESIMPULAN Berdasarkan penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan di kelas VIII A SMP Katolik St. Stanislaus I Surabaya diperoleh kesimpulan dengan penerapan game puzzle dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa kelas VIII A SMPK St. Stanislaus I Surabaya pada mata pokok bahasan Gaya dan Percepatan. Hal ini terlihat meningkatnya jumlah siswa yang termotivasi untuk belajar fisika dari 49% menjadi 61%, meningkatkan skor rata-rata kelas dari 43,93 menjadi 70,17, dan meningkatkan jumlah siswa yang mencapai SKM dari 27% menjadi 53%. UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti mengucapkan terima kasih kepada IHERE yang telah membantu secara finansial sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar



DAFTAR PUSTAKA A. Lie (2007), Cooperative Learning. Halliday dan Resnick (1996), Fisika Edisi ke ,3 Jilid 1. Ismail (2003), Media Pembelajaran (Model-model Pembelajaran). I.M. Midawati (2009), Peningkatan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Matematika dengan Game Puzzle Plus Plus pada Kelas IX IPA-1 di SMAK St. Albertus Malang. I.N. Arcana (2010), Bahan Penelitian Tindakan Kelas(PTK) Bagian I, Penyusunan Proposal. Muslimin, dkk (2000), Pembelajaran Kooperatif. M. Syah (2006), Psikologi Belajar. M.K.E. Lebuan (2010), Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pokok Bahasan Kalor di SMPK Marsudiwi Malang. Prasetya, Irawan dan Suciati (2001), Teori Belajar dan Motivasi. P.A. Tipler (1998), Fisika untuk Sains dan Teknik. R.E. Slavin (1995), Cooperative Learning. Theory, Research, and Practice: Second Edition.. T. Hakim (2011), Belajar Secara Efektf . Y. Surya (2008), IPA Fisika Gasing SMP/MTs Kelas VIII.



F 114



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Pengembangan Media Pembelajaran Fisika SMA Bilingual READ PRO pada Bahasan Radiasi Benda Hitam Theresia Anata1, I Nyoman Arcana, J.V. Djoko Wirjawan Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya e-mail1: [email protected]



Abstrak Dengan bertambahnya jumlah sekolah nasional plus, dirasakan perlunya media pembelajaran fisika bilingual. Media pembelajaran fisika pada topik radiasi benda hitam sangat terbatas dan umumnya tersedia dalam bahasa Inggris. Masih belum tersedia media pembelajaran fisika yang sepenuhnya merupakan media pembelajaran bilingual pada topik tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk merespons kebutuhan tersebut. Media pembelajaran yang dikembangkan, READ PRO, mengakomodasi REading, Animation, Dictionary, dan PROnunciation dalam satu paket media pembelajaran. Komponen reading menampilkan teks bacaan tentang teori radiasi benda hitam, animation menampilkan proses fisika untuk membantu pemahaman teori, dictionary untuk menampilkan arti kata-kata sukar dalam bacaan, dan pronunciation untuk memperdengarkan bagaimana pengucapan kata-kata yang muncul dalam bacaan secara tepat. Kata kunci : blackbody radiation, READ PRO, media pembelajaran fisika bilingual PENDAHULUAN Pada zaman sekarang, kita telah memasuki era globalisasi dimana banyak terjadi kemajuan zaman. Kemajuan itu nampak di berbagai aspek seperti aspek kemajuan teknologi yang kian canggih, ilmu pengetahuan yang semakin diperbarui dan komplit, pendidikan yang kian berkembang di bidang kurikulum dan pengajarannya, kemajuan bahasa yang semakin meluas sehingga perbedaan bahasa tak lagi jadi masalah untuk memahami apa yang dimaksudkan oleh orang lain yang berbeda bahasa, dan lain-lain. Kemajuan di berbagai aspek kehidupan itu membawa efek ataupun dampak bagi kehidupan kita pula. Seperti yang telah kita ketahui bersama, bahasa Inggris merupakan bahasa international yang digunakan oleh berbagai orang di segala penjuru dunia. Hal ini berdampak juga di Indonesia, bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi setelah bahasa Indonesia. Tak hanya itu saja, melainkan banyak buku-buku ditulis dalam bahasa Inggris. Terkait dengan perubahan itu, sekolah beradaptasi dengan dampak globalisasi tersebut. Oleh karena itu, beberapa sekolah telah menerapkan pendidikan bilingual (dwibahasa) dalam pembelajarannya dan beberapa sekolah juga ada yang menyiapkan pondasi untuk menuju ke pembelajaran bilingual tersebut. Banyak juga pengarang buku yang menyiapkan dan mencetak buku pelajaran dengan versi yang baru, yakni versi bilingual (dwibahasa). Seringnya dijumpai buku versi yang baru mengikuti arus kemajuan zaman, namun belum ditemukan media pembelajaran dalam versi serupa yakni versi bilingual (dwibahasa). Meninjau fakta-fakta yang ada dalam masyarakat, memang diperlukan untuk menerapkan media pembelajaran bilingual dalam dunia pendidikan. Buku



bilingual saja tidak cukup untuk pembelajaran bilingual. Hal ini disebabkan karena pembelajaran bilingual juga menuntut untuk memahami bahasa Inggris. Pembelajaran bilingual yang seperti apa yang mampu memberikan jawaban dari permasalahan yang muncul? Pembelajaran bilingual ”READ PRO” yang merupakan singkatan dari REading, Animation, Dictionary, PROnounciation. Keunggulan dari media pembelajaran bilingual READ PRO adalah adanya materi pembelajaran Fisika dalam bahasa Inggris yang dilengkapi dengan animasi, cara pengucapan kata-kata bahasa Inggris dan juga kamus mini yang memuat kata-kata sukar yang terkait dengan materi, dalam hal ini materinya adalah radiasi benda hitam (Black Body Radiation). Hal ini mampu membantu pengguna untuk memahami materi dan juga mempermudah pengguna yang memiliki kesulitan dalam bahasa Inggris. Pengembangan model pembelajaran ini merupakan judul skripsi dari salah satu tim PKM-M ini dan mampu mengatasi dampak dari kemajuan arus di bidang pendidikan. Pengembangan pembelajaran bilingual ini mampu membantu siswa dalam mempelajari Fisika dan juga bahasa Inggris, khususnya siswa yang bersekolah di sekolah yang akan mengembangkan menuju ke pembelajaran bilingual. Oleh karena itulah, kami ingin membantu beberapa instansi terlait (sekolah-sekolah) yang menemui kesulitan dalam pembelajaran bilingual. Kami berkomitmen untuk memberdayagunakan media yang telah dibuat tersebut sebagai alat bantu untuk membantu dalam pengembangan pembelajaran bilingual di mata pelajaran Fisika tingkat Sekolah Menengah Atas dalam pengembangan pembelajaran bilingual. Kami bertekad sebagai satu tim untuk



F 115



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



mengabdikan diri kami guna menyebarkan guna atau manfaat media pembelajaran bilingual ini.Sebelumnya, kami juga akan melakukan training penggunaan media berbasis Flash ini kepada siswa dan guru pengguna media ini agar mereka tahu bagaimana cara menggunakan media ini sehari sebelum mendemonstrasikan pengembangan media pembelajaran bilingual”READ PRO”. LANDASAN TEORI Pembelajaran Bilingual READ PRO READ PRO adalah media pembelajaran bilingual yang dilengkapi dengan kamus dan pengucapan. Pembelajaran bilingual ”READ PRO” yang merupakan singkatan dari REading, Animation, Dictionary, PROnounciation. Keunggulan dari media pembelajaran bilingual READ PRO adalah adanya materi pembelajaran Fisika dalam bahasa Inggris yang dilengkapi dengan animasi, cara pengucapan kata-kata bahasa Inggris dan juga kamus mini yang memuat kata-kata sukar yang terkait dengan materi, dalam hal ini materinya adalah radiasi benda hitam (Black Body Radiation). Hal ini mampu membantu pengguna untuk memahami materi dan juga mempermudah pengguna yang memiliki kesulitan dalam bahasa Inggris. Radiasi Panas Panas (kalor) dari matahari sampai ke bumi melallui gelombang elektromagnetik. Perpindahan ini disebut radiasi, yang dapat berlangsung dalam ruang hampa. Radiasi yang dipancarkan oleh sebuah benda sebagai akibat suhunya disebut radiasi panas (thermal radiation). Setiap benda secara kontinu memancarkan radiasi panas dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Bahkan sebuah kubus es pun memancarkan radiasi panas, sebagian kecil dari radiasi panas ini ada dalam daerah cahaya tampak. Walaupun demikian kubus es ini tak dapat dilihat dalam ruang gelap. Serupa dengan kubus es, badan manusia pun memancarkan radiasi panas dalam daerah cahaya tampak, tetapi intensitasnya tidak cukup kuat untuk dapat dilihat dalam ruang gelap. Benda Hitam Teori kuantum diawali oleh fenomena radiasi benda hitam. Istilah “benda hitam” pertama kali diperkenalkan oleh Gustav Robert Kirchhoff pada tahun 1862. Dalam Fisika, benda hitam (atau blackbody) adalah sebutan untuk benda yang mampu menyerap kalor radiasi (radiasi termal) dengan baik. Radiasi termal yang diserap akan dipancarkan kembali oleh benda hitam dalam bentuk radiasi gelombang elektromagnetik, sama seperti gelombang radio ataupun gelombang cahaya. Untuk zat padat dan cair, radiasi gelombangnya berupa spektrum kontinu, dan untuk gas berupa spektrum garis. Meskipun demikian, sebenarnya secara teori dalam Fisika klasik, benda hitam memancarkan setiap panjang gelombang energi yang mungkin agar



supaya energi dari benda tersebut dapat diukur. Temperatur benda hitam itu sendiri berpengaruh terhadap jumlah dan jenis radiasi elektromagnetik yang dipancarkannya. Benda hitam bersuhu di bawah 700 Kelvin dapat memancarkan hampir semua energi termal dalam bentuk gelombang inframerah, sehingga sangat sedikit panjang gelombang cahaya tampak. Jadi, semakin tinggi suhu benda hitam, semakin banyak energi yang dapat dipancarkan dengan pancaran radiasi dimulai dari panjang gelombang merah, jingga, kuning hingga putih. Meskipun namanya benda hitam, objek tersebut tidak harus selalu berwarna hitam. Sebuah benda hitam dapat mempunyai cahayanya sendiri sehingga warnanya bisa lebih terang, walaupun benda itu menyerap semua cahaya yang datang padanya. Sedangkan temperatur dari benda hitam itu sendiri berpengaruh terhadap jumlah dan jenis radiasi elektromagnetik yang dipancarkannya.Dalam percobaan Fisika sederhana, benda atau objek yang paling mirip radiasi benda hitam adalah radiasi dari sebuah lubang kecil pada sebuah rongga. Dengan mengabaikan bahan pembuat dinding dan panjang gelombang radiasi yang masuk, maka selama panjang gelombang datang lebih kecil dibandingkan dengan diameter lubang, cahaya yang masuk ke lubang itu akan dipantulkan oleh dinding rongga berulang kali serta semua energinya diserap, yang selanjutnya akan dipancarkan kembali sebagai radiasi gelombang elektromagnetik melalui lubang itu juga. Lubang pada rongga inilah yang merupakan contoh dari sebuah benda hitam. Intensitas Radiasi Benda Hitam Pada tahun 1859, Gustav Kirchoff membuktikan suatu teorema yang sama pentingnya dengan teorema rangkaian listrik tertutupnya ketika ia menunjukkan argumen berdasarkan pada termodinamika bahwa setiap benda dalam keadaan kesetimbangan termal dengan radiasi daya yang dipancarkan adalah sebanding dengan daya yang diserapnya. Untuk benda hitam, teorema kirchoff dinyatakan oleh 𝐼𝜆 = 𝐽 (𝜆, 𝑇) Dengan J(𝜆 T) adalah suatu fungsi universal (sama untuk semua benda) yang bergantung hanya pada f , panjang gelombang cahaya, dan T, suhu mutlak benda. Persaman tersebut menunjukkan bahwa daya yang dipancarkan persatuan luas persatuan frekuensi oleh suatu benda hitam bergantung hanya pada suhu dan frekuensi cahaya dan tidak bergantung pada sifat fisika dan kimia yang menyusun benda hitam, dan ini sesuai dengan hasil pengamatan. Perkembangan selanjutnya untuk memahami karakter universal dari radiasi benda hitam datang dari ahli fisika Austria, Josef Stefan (1835-1893) pada tahun 1879. Ia mendapatkan secara eksperimen bahwa daya total persatuan luas yang dipancarkan pada semua frekuensi oleh suatu benda hitam panas, Itotal (intensitas radiasi total), adalah sebanding dengan



F 116



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



pangkat empat dari suhu mutlaknya. Karena itu, bentuk persamaan empiris hukum Stefan ditulis sebagai ∞



𝐼 = � 𝐼𝜆 𝑑𝜆 = 𝜎 𝑇 4 0



dengan Itotal adalah intensitas (daya persatuan luas) radiasi pada permukaan benda hitam pada esmua frekuensi, 𝐼𝜆 adalah intensitas radiasi persatuan frekuensi yang dipancarkan oleh benda hitam, T adalah suhu mutalak benda, dan 𝜎 adalah tetapan Stefan-Boltzmann,yaitu _ = 5,67 × 10-8 W m-2 K-4. untuk benda panas yang bukan benda hitam akan memenuhi hukum yang sama hanya diberi tambahan koefisien emisivitas, e, yang lebih kecil dari 1: 𝐼 = 𝑒 𝜎 𝑇4 I=



P = 𝑒 𝜎 𝑇4 A



𝑃 = 𝐴 𝑒 𝜎 𝑇4



Hukum Pergeseran Wien



Pada tahun 1893, Wilhelm Wien mengusulkan suatu bentuk umum untuk hukum distribusi benda hitam J(f,T) yang memberikan hubungan _maks dan T yang sesuai dengan hasil eksperimen. Hubungan ini disebut sebagai pergeseran Wien dan ditulis sebagai 𝜆𝑝𝑒𝑎𝑘 𝑇 = 𝐶 = 2.90 𝑥 10−3 𝑚 𝐾



ngetaran molekul dalam-dinding-dinding rongga benda hitam (pada saat itu elektron belum ditemukan). anggapan baru ini sangat radikal dan bertentangan dengan fisika klasik, yaitu sebagai berikut: 1. Radiasi yang dipancarkan oleh getaran molekulmolekul tidaklah kontinu tetapi dalam paket-paket energi diskret, yang disebut kuantum (sekarang disebut foton). Besar energi yang berkaitan denagn foton adalah E = hf, sehingga untuk n buahb foton maka energinya dinyatakan oleh E=nhf dengan n = 1, 2, 3, …..(bilangan asli), dan f adalah frekuensi getaran molekul-molekul. Energi dari molekul-molekul dikatakann terkuantisasi dan energi yang diperkenankan disebut tingkat energi. Ini berarti bahwa tingkat energi bisa hf, 2hf, 3hf, ……sedanh h disebut tetpaan Planck, denganh = 6,6 34 10− × J s (dalam dua angka penting) 2. Molekul-molekul memancarkan ataumenyerap energi dalam satuan diskret dari energy cahaya, disebut kuantum (sekarang disebut foton). Molekulmolekul melekukan itu dengan “melompat” dari satu tingkat energi ke tingkat energi lainnya. Jika bilangan kuantum n berubah dengan satu satuan, Persamaan (810) menunjukkan bahwa jumlah energi yang dipancarkan atau diserap oleh molekul-molekul sama dengan hf. Jadi, beda energi antaradua tingkat energi yang berdekatan adalah hf. Molekul akan memancarklan atau meyerap energi hanya ketika molekul mengubah tingkat energinya. Jika molekul tetap tinggal dalam satu tingkat energy tertentu, maka tidak ada energi yang diserap atau dipancarkan molekul. Penelitian Terdahulu Banyak penelitian terdahulu yang pernah ada di Widya Mandala tentang pembelajaran bilingual, diantaranya: Ika lilyana Soesilo (2011) and Ermond Darmoyo (2008). METODOLOGI PENELITIAN



Gambar 1. Menunjukkan pergeseran panjang gelombang pada kurva intensitas fungsi panjang gelombang (sumber: www.pas.rochester.edu)



Teori Planck Teori Wien cocok dengan spektrum radaisi benda hitam untuk panjang gelombang yang pendek, dan menyimpang untuk panjang gelombang yang panjang. Teori Rayleigh-Jeans cocokdengan spektrum radiasi benda hitam untuk panjang gelombnag yang panjang, dan menyimpang untuk panjang gelombang yang pendek. Jelas bahwa fisika klasik gagal menjelaskan tentang radiasi benda hitam. Inilah dilema fisika klasik di mana Max Planck mencurahkan seluruh perhatiannya. Pada tahun 1900, Planck memulai pekerjaannya membuat suatu angapan baru tentang sifat dasar dari



Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian pengembangan yang berorientasikan pada produk. Subyek penelitian Subyek penelitian adalah siswa Sekolah Menengah Atas di tiga sekolah, yaitu SMA St. Louis I Surabaya, SMA St. Carolus Surabaya, dan SMAN 6 Surabaya. Prosedur penelitian Studi Pustaka Merancang Pembelajaran Bilingual Mengembangkan Pembelajaran Bilingual Validasi Revisi Uji coba Kesimpulan



F 117



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Teknik Pengumpulan Data Siswa diminta untuk mengoperasikan program pembelajaran bilingual READ PRO kemudian mengisi angket yang telah disediakan. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan adalah program pembelajaran bilingual READ PRO dan angket atau kuisioner. Teknik Analisis Data Menghitung presentase setiap pernyataan pada angket bagi yang menjawab sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS). Hasil dan Pembahasan



Gambar 4. Animasi



Hasil penelitian berupa CD pembelajaran yang berisikan program media pembelajaran bilingual Fisika READ PRO. Secara garis besar, isi program yang terdapat dalam CD meliputi teori, berisikan materi radiasi panas, benda hitam, hokum pergeseran wien, teori Planck dan kamus serta pengucapannya. Untuk memberikan gambaran secara umum tentang apa yang terdapat dalam CD, print out dari beberapa halaman yang ditampilkan di layar monitor, terlihat seperti gambar di bawah ini.



Gambar 5. Kamus dan pengucapan Tabel I. Perhitungan hasil angket siswa (dalam persentase) No 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Gambar 2. Menu pembuka



7. 8. 9. 10.



Gambar 3. Tampilan materi



F 118



Pernyataan Tidak ada kesulitan membuka media pembelajaran bilingual. Desain media pembelajaran bilingual ini menarik. Kamus mini dapat memperkaya kosakata. Pronunciation membantu pelafalan. Animasi ini dapat memvisualisasikan konsep Fisika. Mengasyikkan karena pembelajaran melalui komputer. Dapat dipelajari sendiri. Tidak ada kesulitan mengoperasikan media pembelajaran bilingual. Pembelajaran Fisika bilingual menjadi mudah dipahami. Tepat dalam membantu pembelajaran bilingual di sekolah.



SS&S (%)



TS& STS (%)



92,5



7,5



95,83



4,17



95,83



4,17



90



10



98,33



1,67



92,5



7,5



86,67



13,34



90,83



9,17



89,17



10,83



92,5



7,5



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8 Tabel II. Hasil angket siswa No 1.



2. 3. 4. 5.



6. 7. 8.



9.



10.



Pernyataan Tidak ada kesulitan membuka media pembelajaran bilingual. Desain media pembelajaran bilingual ini menarik. Kamus mini dapat memperkaya kosakata. Pronunciation membantu pelafalan. Animasi ini dapat memvisualisasikan konsep Fisika. Mengasyikkan karena pembelajaran melalui komputer. Dapat dipelajari sendiri. Tidak ada kesulitan mengoperasikan media pembelajaran bilingual. Pembelajaran Fisika bilingual menjadi mudah dipahami. Tepat dalam membantu pembelajaran bilingual di sekolah.



UCAPAN TERIMA KASIH



SS



S



TS



STS



40



71



8



1



39



76



5



0



DAFTAR PUSTAKA



37



78



3



2



30



78



11



1



43



75



2



0



43



68



8



1



29



75



14



2



40



69



11



0



36



71



12



1



33



78



9



0



Arcana, N. (2009). Pengembangan Software Efisiensi Pelaksanaan Evaluasi Integral Tak Tentu (Laporan Penelitian). Surabaya: UNIKA Widya Mandala. Arcana, N. (2008). Pengembangan Media Pembelajaran Mandiri Berbantuan Komputer untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Kalkulus II (Laporan Penelitian PPKP). Jakarta: Dikti, Arcana, N, dkk. (2008). Eksperimen Fenomena Fisika yang Gerakannya Sulit Diamati dan Pembuatan Program Animasi untuk Menunjukkan Prosesnya (laporan Penelitian). Jakarta: Dikti. Darmoyo, Ermond. (2008). Pembuatan Media Pembelajaran Mandiri Fisika SMA Berbasiskan Komputer Pokok Bahasan Optika Geometri dan Alat Optik (Skripsi). Surabaya: UNIKA Widya Mandala Surabaya. Echols, JM, Shadily, H. 1981. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia. Kanginan, Marthen. 1994. Fisika 3B Untuk SMA Kelas XII Semester 2. Jakarta : Erlangga Soesilo, Ika lilyana. (2011). Pembuatan Media Pembelajaran Interaktif Berbasis Komputer Untuk Sub Pokok Bahasab Hukum Gauss (Skripsi). Surabaya: UNIKA Widya Mandala Surabaya. Sunardi dan Etsa Indra Irawan. 2006. Fisika Bilingual Untuk SMA/MA Kelas XII.Bandung : Yrama Widya Zemansky, Sears. 1994. Fisika Untuk universitas 3. Bandung : Binacipta www.pas.rochester.edu www.wikipedia.com



Ditunjukkan pada Tabel I bahwa lebih dari 86,67 % dari responden (siswa SMA) mengatakan bahwa media ini baik dan bermanfaat. Berdasarkan Tabel II, jumlah responden yang menyatakan sangat setuju (SS) dan setuju (S) 370 dan 739 dan jumalah responden yang menyatakan tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS) adalah sebanyak 83 dan 8. Oleh karena itu, kita dapat menghitung hasil kuisioner atau angket yang mengindikasikan bahwa media ini baik dan bermanfaat yaitu sebagai berikut: 𝑆𝑆+𝑆 370+739 1109 𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 = = = = 𝑆𝑆+𝑆+𝑇𝑆+𝑆𝑇𝑆



1200



1200



0,924166667 = 92, 4166667 % = 92, 42%



Dengan demikian, media pembelajaran bilingual Fisika READ PRO yang telah dibuat dapat dikatakan baik.



Peneliti menyampaikan terima kasih kepada Proyek I-MHERE UKWMS yang telah membiayai penelitian ini sesuai dengan IBRD Loan No. 4789IND & IDA Loan No 4077-IND.



KESIMPULAN DAN SARAN Program media pembelajaran bilingual Fisika READ PRO telah dibuat dan diujicobakan. Dari hasil ujicoba secara umum mengatakan bahwa program baik dan bermanfaat. Terbukti dari hasil angket yang menyatakan 92,42 % siswa SMA setuju bahwa program ini baik. Saran yang paling sering muncul adalah peneliti diharapkan menambahkan latihan soal pada READ PRO, mengembangkan READ PRO pada topik pembelajaran Fisika lainnya, dan membuat desain READ PRO yang lebih menarik.



F 119



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Penerapan Pembelajaran Berbasis Kegiatan Laboratorium dengan Pendekatan Tutor Sebaya untuk Meningkatkan Kompetensi Mahasiswa dalam Kuliah Fisika Terapan Usmeldi Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang Email: [email protected]



Abstrak Fisika Terapan merupakan salah satu mata kuliah pendukung di jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang (FT UNP). Survei awal menunjukkan bahwa mahasiswa kurang menguasai konsep fisika, sehingga sulit menerapkannya dalam mata kuliah keahlian yang relevan. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi fisika mahasiswa. Penelitian menggunakan metode eksperimen kuasi dengan desain satu grup pre-test post-test. Subyek penelitian adalah mahasiswa jurusan Teknik Elektro FT UNP yang mengikuti kuliah Físika Terapan, sebanyak 26 orang. Data dikumpulkan dengan menggunakan lembaran observasi, lembaran penilaian proses pembelajaran, dan tes penguasaan konsep fisika. Untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran disusun satuan acara perkuliahan, petunjuk praktikum, dan handout. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan mahasiswa dalam: (1) menguasai konsep fisika termasuk kategori baik, (2) memecahkan masalah termasuk kategori baik, (3) berdiskusi dalam kelompok termasuk kategori cukup, (4) melakukan praktikum termasuk kategori sangat baik, (5) mempresentasikan hasil praktikum termasuk kategori baik. Peningkatan penguasaan konsep fisika mahasiswa termasuk kategori sedang. Pembelajaran fisika terapan berbasis kegiatan laboratorium dengan pendekatan tutor sebaya dapat meningkatkan kompetensi fisika mahasiswa. Saran diajukan kepada dosen fisika terapan untuk dapat menerapkan pembelajaran berbasis kegiatan laboratorium dengan pendekatan tutor sebaya dalam kuliah fisika terapan. Kata kunci: Kegiatan laboratorium, tutor sebaya, kompetensi fisika. PENDAHULUAN Sejalan dengan perkembangan ilmu pengeta-huan dan teknologi pendidikan banyak menghadapi berbagai tantangan, diantaranya adalah peningkatan mutu pendidikan. Rendahnya mutu pendidikan dapat dilihat dari kemampuan peserta didik, meskipun memperoleh nilai tinggi tetapi mereka kurang mampu menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu faktor penyebabnya adalah proses pembelajaran yang bersifat informatif sehingga pelajaran kurang bermakna. Peserta didik kurang dilibatkan dalam kegiatan pembelajaran kontekstual. Mata kuliah Fisika Terapan di Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang (FT UNP) berfungsi sebagai mata kuliah pendukung bagi mata kuliah keahlian (MKK) yang relevan. Diharapkan mahasiswa dapat menguasai konsep fisika dan memiliki keterampilan dalam melakukan kegiatan praktikum fisika terapan. Kemampuan menguasai konsep fisika dan melakukan praktikum fisika terapan diperlukan oleh mahasiswa pada saat mengikuti MKK yang relevan. Dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menguasai konsep fisika dan melakukan praktikum fisika terapan, telah dilakukan survei terhadap perkuliahan fisika terapan bagi mahasiswa jurusan Teknik Elektro FT UNP. Hasil survei menunjukkan bahwa: (1) Perkuliahan fisika terapan dilaksanakan secara teori dan praktikum untuk beberapa pokok bahasan. (2) Kegiatan praktikum fisika terapan di laboratorium bersifat verifikasi (pengujian teori atau hukum-hukum fisika).



(3) Dalam kegiatan praktikum fisika terapan, mahasiswa menggunakan buku petunjuk praktikum. Buku petunjuk praktikum berisi langkah-langkah kegiatan yang diuraikan secara rinci dan disediakan tabel pengamatan/data praktikum. (4) Dosen membimbing mahasiswa pada setiap langkah kegiatan praktikum. (5) Penguasaan konsep fisika mahasiswa masih rendah. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata nilai fisika terapan adalah C (56-65). Untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menguasai konsep fisika dan melakukan praktikum fisika terapan, salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran berbasis kegiatan laboratorium dengan pendekatan tutor sebaya (disingkat model PBKLTS). Model PBKLTS memiliki karakteristik: (1) mengintegrasikan pembelajaran teori dan praktikum untuk memantapkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap, (2) kondisi belajar yang kondusif untuk mengembangkan kreativitas, motivasi, dan wawasan, (3) memanfaatkan mahasiswa sebagai tutor (Usmeldi, 2011). Penerapan metode belajar aktif dan tutorial efektif digunakan dalam perkuliahan. Pelaksanaan tutorial teman sebaya dapat membantu mahasiswa dalam mengatasi kesulitan belajar terutama dalam mengerjakan soal-soal latihan (Yakub, 2005). Tutor sebaya merupakan salah satu solusi yang diharapkan dapat mengaktifkan mahasiswa dalam pembelajaran fisika terapan. Hal ini didasarkan atas hasil penelitian Riyono (2006) yang menyatakan bahwa model pembelajaran tutor sebaya dalam kelompok kecil dapat meningkatkan hasil belajar siswa, semua siswa



F 120



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



aktif, siswa antusias dalam mengerjakan tugas, perwakilan kelompok berani mengerjakan tugas di depan kelas, dan siswa berani bertanya. Hasil penelitian Akrom (2007) menyatakan bahwa pembelajaran dengan memanfaatkan tutor sebaya ternyata mampu mengoptimalkan pembelajaran komputer, yang pada akhirnya mampu meningkatkan kemampuan siswa sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar. Pembelajaran adalah suatu proses yang rumit karena tidak sekedar menyerap informasi dari dosen, tetapi juga melibatkan berbagai kegiatan dan tindakan yang harus dilakukan terutama bila diinginkan hasil belajar yang baik. Rendahnya hasil belajar fisika mahasiswa diduga disebabkan oleh kesulitan memahami konsep fisika. Fakta menunjukkan pada saat pembelajaran berlangsung sebagian besar mahasiswa kurang antusias menerimanya, mahasiswa bersifat pasif, enggan, tidak berani mengemukakan pendapatnya. Pendekatan pembelajaran tutor sebaya merupakan suatu proses dimana seorang mahasiswa memberikan bantuan atau bimbingan belajar kepada mahasiswa lainnya baik secara perseorangan maupun secara kelompok. Seorang mahasiswa lebih mudah menerima bantuan pengajaran dari temannya daripada menerima bantuan dari dosen. Mahasiswa tidak merasa enggan untuk bertanya maupun minta bantuan pada temannya. Berdasarkan pada kondisi perkuliahan fisika terapan yang telah diuraikan di atas maka dilakukan penelitian tentang penerapan model pembelajaran berbasis kegiatan laboratorium dengan pendekatan tutor sebaya untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa dalam menguasai konsep fisika dan melakukan praktikum fisika terapan. Masalah dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana kemampuan mahasiswa menguasai konsep fisika dan melakukan praktikum fisika terapan dalam pembelajaran berbasis kegiatan laboratorium dengan pendekatan tutor sebaya? Tujuan penelitian adalah untuk mengungkapkan kemampuan mahasiswa menguasai konsep fisika dan melakukan praktikum fisika terapan dalam pembelajaran berbasis kegiatan laboratorium dengan pendekatan tutor sebaya. Dengan bekal penguasaan konsep fisika, mahasiswa dapat menerapkan konsep fisika ke dalam MKK yang relevan. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimen kuasi dengan desain one group pretest-posttest (Creswell, 1994). Pre-test dan post-test diberikan pada mahasiswa kelas eksperimen dengan menggunakan soal yang setara. Penelitian dilaksanakan pada mahasiswa jurusan Teknik Elektro FT UNP yang mengikuti kuliah Fisika Terapan yang berjumlah 26 orang. Materi fisika terapan yang disajikan dalam penelitian adalah konsep listrik arus searah, rangkaian listrik, dan hukum dasar rangkaian.



Langkah-langkah pelaksanaan penelitian adalah: (1) melakukan survei pendahuluan, (2) menyiapkan perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian, (3) memvalidasi perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian, (4) melakukan ujicoba instrumen penelitian, (5) menganalisis data ujicoba, (6) memberikan pre-test, (7) memberikan perlakuan dengan melaksanakan pembelajaran model PBKLTS, (8) memberikan post-test (9) menganalisis data, dan (10) menginterpretasi hasil yang diperoleh. Instrumen yang digunakan dalam penelitian berupa: lembaran observasi, lembaran penilaian proses pembelajaran, dan tes penguasaan konsep fisika. Lembaran observasi digunakan dalam survei pendahuluan. Lembaran penilaian proses pembelajaran digunakan untuk menilai kemampuan mahasiswa dalam memecahkan masalah, berdiskusi dalam kelompok, melakukan praktikum, dan mempresentasikan hasil praktikum. Tes penguasaan konsep fisika berbentuk tes esei dengan mengutamakan pertanyaan konsep fisika daripada penyelesaian soal berupa perhitungan dengan menggunakan rumus-rumus fisika. Naskah soal ini disusun oleh peneliti dengan bantuan penimbang ahli (expert judgment) untuk mengetahui validitas isi tes. Validitas konstruksi dan reliabilitas tes diperoleh melalui ujicoba instrumen penelitian. Data penguasaan konsep fisika dianalisis secara kuantitatif untuk mengetahui penguasaan konsep fisika mahasiswa dalam pembelajaran. Peningkatan penguasaan konsep fisika mahasiswa dianalisis dengan menghitung rata-rata skor gain dinormalisasi dari skor pre-test dan post-test. Data penilaian proses pembelajaran dianalisis dengan membandingkan ratarata skor dengan kategori skor. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kemampuan Mahasiswa dalam Pembelajaran Dalam pembelajaran berbasis kegiatan laboratorium dengan pendekatan tutor sebaya dilakukan penilaian proses. Hasil penilaian proses pembelajaran digunakan untuk mengetahui kemampuan mahasiswa dalam pembelajaran, yakni kemampuan dalam; (1) memecahkan masalah, (2) berdiskusi dalam kelompok, (3) melakukan praktikum, (4) mempresentasikan hasil praktikum. Data yang diperoleh melalui lembaran penilaian proses pembelajaran dikelompokkan berdasarkan pada aspek kemampuan mahasiswa dalam pembelajaran. Rata-rata skor kemampuan mahasiswa dalam pembelajaran disajikan dalam Tabel 1. TABEL 1 Kemampuan Mahasiswa dalam Pelaksanaan Pembelajaran No. 1 2 3 4



F 121



Aspek Kemampuan Memecahkan masalah (MM) Berdiskusi dalam kelompok (BK) Melakukan praktikum (MP) Mempresentasikan hasil prkt (MH)



Rata-rata 68,17 62,28 81,69 78,83



Std. Dev 11,94 4,91 10,42 8,35



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Merujuk pada Tabel 1 dan kategori penilaian dalam buku pedoman Universitas Negeri Padang dapat dinyatakan bahwa kemampuan mahasiswa dalam: (1) memecahkan masalah termasuk kategori baik, (2) berdiskusi dalam kelompok termasuk kategori cukup, (3) melakukan praktikum termasuk kategori sangat baik, (5) mempresentasikan hasil praktikum termasuk kategori baik. Rata-rata skor kemampuan mahasiswa dalam pembelajaran dalam Tabel 1 dapat divisualisasikan dengan grafik (Gambar 1). 100



dan post-test (Tabel 2). Setelah melalui proses analisis data diperoleh rata-rata skor NG sebesar 0,35. Peningkatan penguasaan konsep fisika mahasiswa termasuk kategori sedang. TABEL 2Penguasaan Konsep Fisika Mahasiswa No. 1 2 3



Kelompok Uji Pre-test Post-test NG



Rata-rata 59,42 73,08 0,35



Standar deviasi 8,87 9,70 0,11



Rata-rata skor penguasaan konsep fisika mahasiswa dalam Tabel 2 dapat divisualisasikan dengan grafik (Gambar 2).



60



100



40



80 Rata-rata



Rata-rata



80



20 0



MM



BK



MP



MH



40 20



Aspek Kemampuan



0



Gambar 1. Grafik Kemampuan Mahasiswa dalam Pelaksanaan Pembelajaran



Kemampuan mahasiswa dalam pembelajaran berbasis kegiatan laboratorium dengan pendekatan tutor sebaya didukung oleh McDermott (1975) yang menyatakan bahwa mahasiswa harus mampu melakukan kegiatan laboratorium di samping menguasai konsep esensial. Kemampuan mahasiswa dalam memecahkan masalah, melakukan praktikum, dan mempresentasikan hasil praktikum telah memenuhi kriteria ketiga ABET (Lattuca, 2006). Kemampuan mahasiswa dalam melakukan praktikum (yang bersifat inkuiri) termasuk kategori sangat baik. Temuan penelitian ini didukung oleh penelitian Cox (2002) yang menemukan bahwa kegiatan laboratorium inkuiri dapat meningkatkan kinerja mahasiswa dalam melakukan praktikum. Deters (2005) dalam penelitiannya menemukan bahwa kegiatan laboratorium inkuiri dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam berpikir logis, memecahkan masalah, dan memberikan pengalaman kegiatan laboratorium yang mengesankan. Peningkatan Penguasaan Konsep Fisika Mahasiswa Kemampuan mahasiswa menguasai konsep fisika diperoleh melalui tes penguasaan konsep fisika. Ratarata skor pre-test adalah 59,42 dengan standar deviasi 8,87. Rata-rata skor post-test adalah 73,08 dengan standar deviasi 9,70. Kemampuan mahasiswa dalam menguasai konsep fisika termasuk kategori baik (73,08). Peningkatan penguasaan konsep fisika mahasiswa dapat diketahui dengan menghitung ratarata skor gain dinormalisasi (NG) dari skor pre-test



60



Pre-test Post-test NG (%)



Gambar 2. Grafik Penguasaan Konsep Fisika Mahasiswa



Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan tutor sebaya dapat meningkatkan penguasaan konsep fisika mahasiswa. Hasil yang dicapai ini sesuai dengan hasil penelitian Maknun (2010) yang menemukan bahwa penerapan model pembelajaran tutor sebaya telah terbukti efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa yang terbukti signifikan, peningkatan tersebut terlihat dalam setiap siklus belajar. Keunggulan model pembelajaran tutor sebaya juga ditunjukkan oleh ketuntasan belajar siswa yang mengalami peningkatan. Ifah (2010) menyatakan bahwa pembelajaran dengan tutor sebaya dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Teknoogi Informasi dan Komunikasi. SIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan mahasiswa dalam: (1) menguasai konsep fisika termasuk kategori baik, (2) memecahkan masalah termasuk kategori baik, (3) berdiskusi dalam kelompok termasuk kategori cukup, (4) melakukan praktikum termasuk kategori sangat baik, (5) mempresentasikan hasil praktikum termasuk kategori baik. Peningkatan penguasaan konsep fisika mahasiswa termasuk kategori sedang. Pembelajaran fisika terapan berbasis kegiatan laboratorium dengan pendekatan tutor sebaya dapat meningkatkan kompetensi fisika mahasiswa. Saran diajukan kepada dosen fisika terapan untuk dapat menerapkan pembelajaran berbasis kegiatan laboratorium dengan pendekatan tutor sebaya dalam kuliah fisika terapan. Mengingat banyak waktu yang



F 122



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



digunakan untuk membahas satu pokok bahasan, maka perkuliahan fisika terapan yang terdiri atas kegiatan tatap muka, tugas terstruktur, dan tugas mandiri harus dilaksanakan oleh mahasiswa dengan baik. Dosen mata kuliah Fisika Terapan diharapkan dapat memfasilitasi dan memotivasi mahasiswa untuk melaksanakan kegiatan tatap muka, tugas terstruktur, dan tugas mandiri.



Lattuca,L.R., Terenzini,P.T., and Volkwein,J.F. (2006). Engineering Change: A Study of the Impact of EC 2000. Executive Summary. USA: ABET Inc. Tersedia: http:// www.abet.org. [5 Februari 2012]. Maknun, J. dan Toto Hidajat Soehada (2010). “Efektivitas penerapan model pembelajaran tutor sebaya dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran gambar teknik dasar di SMKN 5 Bandung”. Tersedia:



DAFTAR RUJUKAN



http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA/ 196803081993031-JOHAR_MAKNUN/model-tutor-sebayasmk.pdf. [5 Februari 2012].



Akrom (2007). Penerapan Metode Tutor Sebaya dan Penilaian oleh Teman Sebaya dalam upaya mengoptimalkan pembelajaran mata pelajaran Ketrampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi pada siswa kelas SMK. Tersedia: http://smkswadayatmg.wordpress.com/2007/09/27/penerapanmetode-tutor-sebaya-dalam-upayamengoptimalkanpemebelajaran-mata-pelajaran-kkpi/. [5 Februari 2012].



Cox, A.J., Junkin, W.F. (2002). “Enhanced Student Learning in the Introductory Physics Laboratory”. Physics Education. 37(1). 37-44. Creswell, J.W. (1994). Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches. New Delhi: SAGE Publications. Deters, K. (2005). ”An Inquiry Lab on Inclined Planes”. The Physics Teacher. Vol 43. 177-179. Ifah, A., Rusijono (2010). “Pengaruh Penerapan Pembelajaran Tutor Sebaya terhadap Hasil Belajar TIK”. Jurnal Tenologi Pendidikan. Vol 10 No.2. p.26-37. Surabaya: Unesa.



McDermott, L.C. (1975). Improving High School Physics Teacher Preparation. Physics Teacher. Vol 13(9). p.523-529. Riyono (2006). Upaya meningkatkan hasil belajar siswa kelas III G SMP Negeri Ketanggungan Brebes pada pokok bahasan operasi pada bentuk aljabar melalui model pembelajaran tutor sebaya dalam kelompok kecil. Tersedia: http://digilib.unnes.ac.id/gsdl /collect/skripsi/archives/ HASH01f1.dir/ doc_4.pdf. [5 Februari 2012].



Usmeldi (2011). Pengembangan Model Pembelajaran Fisika Berbasis Kegiatan Laboratorium dengan Pendekatan Tutor Sebaya. Laporan Penelitian. Padang: UNP. Yakub,H. dan Sunyono (2005). Peningkatan kualitaspembelajaran mata kuliah ikatan kimia melalui penerapan metode belajar mahasiswa aktif dan konsistensi pelaksanaan evaluasi. Tersedia: http://blog.unila.ac.id/sunyono/ files/2009/06/ jurnal-1-hidir-y2.pdf. [5 Februari 2012].



F 123



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Penerapan Model Pembelajaran STAD dengan Metode Demonstrasi untuk Meningkatkan Keaktifan dan Prestasi Belajar Fisika Vironika1, Herwinarso, I Nyoman Arcana Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya e-mail1: [email protected]



Abstrak Berdasarkan observasi awal di kelas VII A SMPK St Katarina Surabaya diketahui bahwa ketuntasan belajar siswa pada matapelajaran fisika hanya 47%. Hal ini diduga disebabkan oleh rendahnya keaktifan siswa selama pembelajaran yang hanya mencapai 50%. Dalam upaya untuk meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa telah dilakukan penelitian tindakan kelas (PTK) di kelas tersebut dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang dilengkapi dengan metode demonstrasi pada pokok bahasan gerak. Setelah melewati dua siklus PTK, pada akhir siklus kedua diperoleh keaktifan siswa meningkat menjadi 84,8% dan prestasi belajar fisika siswa meningkat menjadi 82,4 % Kata kunci: Gerak lurus, STAD, metode demonstrasi, Penelitian Tindakan Kelas, keaktifan, prestasi belajar fisika.



PENDAHULUAN Fisika adalah salah satu mata pelajaran yang sangat penting dalam pendidikan khususnya SMP dan SMA yang mengambil penjurusan IPA. Fisika menjadi salah satu mata pelajaran yang termasuk kedalam ujian nasional maka diharapkan nilai-nilai Fisika juga sama baiknya dengan nilai-nilai mata pelajaran lainnya. Pencapaian ketuntasan dapat didukung jika dalam proses pembelajaran siswa memiliki keaktifan. Namun kenyataanya tidak demikian, dapat ditunjukkan dari nilai ulangan Fisika khususnya siswa SMPK St Katarina Kelas VII A kurang memuaskan. SKM yang nilainya 63 hanya dipenuhi oleh 47.05% siswa dengan nilai rata-rata kelas 49.85 dan hanya 50% yang aktif dalam proses pembelajaran berlangsung. Rendahnya presentase siswa dengan ketuntasan hanya 47.05% disebabkan karena banyak hal salah satunya adalah saat guru menjelaskan banyak siswa yang berbicara sendiri dengan teman sebangku, melamun dan menggambar di buku pelajaran. Berdasarkan wawancara, siswa mengaku bahwa mereka mengalami kebosanan karena tidak dapat menerima pelajaran yang disampaikan. Guru telah berusaha membantu siswa untuk memahami materi yang disampaikan dengan pengulangan materi yang dirasa belum jelas dengan menggunakan metode ceramah dan disiplin namun hasilnya belum cukup memuaskan. Kendala yang dialami oleh siswa kelas VII A ini akan diatasi dengan mengganti cara penyampaian materi Fisika dengan metode atau model mengajar yang lain. Terdapat banyak model pengajaran yang dikembangkan dan digunakan dalam proses pembelajaran namun yang paling tepat dengan kondisi siswa yang ada adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode demonstrasi. Pada model ini siswa diajak turut berperan aktif dalam proses



pembelajaran, dengan demikian diharapkan siswa juga akan lebih memahami isi materi yang disampaikan. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas VII A pada pokok bahasan Gerak Lurus diharapkan mampu menyampaikan konsep pelajaran Fisika dengan baik. Berdasarkan uraian diatas,maka dilakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran STAD dengan metode Demonstrasi untuk meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Gerak Lurus di Kelas VII A SMPK St Katarina Surabaya “ LANDASAN TEORI



Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Demonstrasi Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkin, merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Student Teams Achievment Divisions (STAD) mengacu pada belajar kelompok yang anggotanya terdiri dari siswa-siswa yang heterogen. Tiap anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk memahami bahan ajar yang dapat melalui tutorial, kuis atau melakukan diskusi. Sedangkan Metode Demonstrasi merupakan metode mengajar dengan menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana berjalannya suatu proses pembentukan tertentu pada siswa. Untuk memperjelas pengertian tersebut dalam prakteknya dapat di lakukan oleh guru atau anak didik itu sendiri.



F 124



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8 Posisi terhadap waktu



GERAK LURUS Gerak dapat dibedakan menurut lintasannya. Salah satunya adalah gerak lurus, yaitu gerak yang lintasannya berupa garis lurus. Pada dasarnya ada 3 macam gerak lurus, yaitu: a. Gerak Lurus Beraturan b. Gerak Lurus Berubah Beraturan c. Gerak Lurus Tak Beraturan



a. Gerak Lurus Beraturan (GLB) Gerak lurus beraturan adalah gerak suatu benda yang lintasannya berupa garis lurus dengan kecepatan konstan. Dengan demikian benda tersebut bergerak tanpa mengalami percepatan. v = v0 = kons tan (tetap ) a=0 Berdasarkan definisi dari kecepatan: dx v= dt ∫ dx = ∫ v dt



x = vt + C Dengan menggunakan syarat batas : pada saat



t = 0, x = x0 dan x = vo t + xo Grafik :



v = v0 diperoleh,



……………………………...(1)



Percepatan terhadap waktu



x= x0 , v> 0



b. Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) Gerak lurus berubah beraturan adalah gerak dari suatu benda yang lintasannya berupa garus lurus dengan kecepatan berubah secara beraturan atau dengan percepatan konstan. v : berubah beraturan a = kons tan (tetap) Berdasarkan definisi percepatan : dv a= dt ∫ dv = ∫ a dt



v = at + C Dengan menggunakan syarat batas : pada saat



v = v0 diperoleh,



t = 0, v = v0 dan



v = v0 + a t ........................................(2) Berdasarkan definisi dari kecepatan: dx v= dt ∫ dx = ∫ v dt



1 2 at + C 2 Dengan menggunakan syarat batas : pada saat x = v0t +



Kecepatan terhadap waktu



t = 0, x = x0 dan



x = v0t +



v = v0 maka diperoleh,



1 2 at + x0 ..........................................(3) 2



Grafik : Percepatan terhadap waktu



v = v0 > 0



F 125



t(s)



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



a>0 -



v=



dx dt



a=



dv dt



Kecepatan terhadap waktu



atau a =



d 2x dt 2



METODOLOGI PENELITIAN



v0 > 0



a>0



Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK) yang modelnya dikembangkan oleh Kemmis dan McTaggart (1988). Metode ini meliputi beberapa siklus yang saling terkait (berkesinambungan). Setiap siklus mencakup empat tahapan yaitu : persiapan tindakan (plan), tindakan (action), observasi (observe), dan refleksi (reflect). Setelah satu siklus berakhir, dilanjutkan dengan siklus berikutnya dengan memanfaatkan hasil refleksi pada siklus sebelumnya. HASIL DAN PEMBAHASAN



Posisi terhadap waktu Ukuran



Tabel 1 Hasil PTK Awal Siklus I



Prosentase keaktifan siswa dalam kelompok Jumlah siswa yang aktif Prosentase tingkat kentuntasan Jumlah siswa yang mencapai SKM Nilai rata-rata



Siklus II



50%



84,8%



17



28



47,85%



67,65%



82,35%



16



23



28



49,84



70,15



77,35



Diagram 1 Diagram Keaktifan Siswa dalam Kelompok



x = x0 , a > 0 Gerak vertical merupakan GLBB dengan percepatan yang ditimbulkan oleh tarikan bumi, yaitu biasa disebut dengan percepatan gravitasi dengan symbol g yang berarah ke bawah (ke pusat bumi). Sebetulnya besar dari percepatan gravitasi bergantung kepada jarak antara benda ke pusat bumi, tetapi untuk benda-benda yang dekat dengan permukaan bumi besar percepatan gravitasinya dianggap konstan atau tetap. Berdasarkan persamaan (2) dan (3) dengan a y = − g , maka persamaan untuk gerak vertical



y = v0t − a.



Siklus I



Siklus I



Diagram 2 Diagram Ketuntasan Siswa Kelas VIIA Setelah Siklus II



dapat dituliskan :



v y = v0 − g t



90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%



....................................(4)



1 2 g t + y0 .............................(5) 2



100,00% 80,00% 60,00% 40,00%



Gerak Lurus Tak Beraturan GLTB adalah gerak dari suatu partikel yang lintasannya berupa garis lurus dengan kecepatan berubah tak beraturan atau percepatannya tidak konstan. v : berubah tak beraturan a = tidak kons tan (berubah)



20,00% 0,00% Sebelum PTK



F 126



Siklus I



Siklus II



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8 Diagram 3 Diagram Nilai Rata-rata Siswa Kelas VII A 100,00% 80,00% 60,00% 40,00% 20,00% 0,00% Sebelum PTK



Siklus I



Siklus II



Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa adanya peningkatan prosentase ketuntasan siswa dari siklus pertama ke siklus kedua. Pada akhir siklus kedua terdapat 82,35% siswa yang berhasil tuntas, lebih dari 70, ini berarti indicator ketuntasan tercapai (diagram 2). Demikian pula telah terjadi peningkatan siswa yang aktif dalam kelompo. Pada siklus I hanya terdapat 50% siswa yang aktif dalam proses pembelajaran dan setelah pada siklus II terdapat 84,8 % siswa yang aktif, lebih dari 75 % yang berarti indicator keaktifan dalam belajar tercapai (diagram 1)



DAFTAR RUJUKAN Arcana, Nyoman. 2010. Bahan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Bagian I . Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya Kanginan, Marten. 2006. IPA Fisika untuk SMP Kelas VII. Lie, anita 2005. Cooperative Learning. Petrik, Klemens.2012.Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Permainan Kartu untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Fisika Siswa Kelas VIIB SMPK Angelus Custos II Surabaya. Skripsi : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Fisika. Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Slavin, Robert E. 1995. Cooperative Learning. Theory, Research, and Practice ; Second Edition. Boston : Allyn and Bacon. Supiyanto. 2006. Fisika untuk SMA/MA Kelas X. . Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori & Aplikasi Paikem. Tim Abdi Guru. 2008.IPA Terpadu SMP Jilid I.



KESIMPULAN Setelah dilaksanakannya penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Penerapan Model Pembelajaran STAD dengan metode Demonstrasi pada pokok bahasan Gerak Lurus ternyata dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa VII A SMPK St Katarina Surabaya. Berdasarkan hasil penelitian yang terdapat pada tabel 1 dapat terlihat bahwa terjadi peningkatan prosentase tingkat ketuntasan siswa, jumlah siswa yang telah mencapai SKM, prosentase keaktifan siswa dalam berdiskusi dan mengerjakan soal dalam kelompok dan juga jumlah siswa yang aktif dalam kelompok. Pada akhir siklus II, terdapat 82.35% siswa yang memperoleh nilai ulangan lebih dari SKM (nilai siswa ≥ 63). Dilain itu jumlah siswa yang aktif dalam proses pembelajaran juga meningkat menjadi 84,8%. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan dari penelitian ini telah terpenuhi. UCAPAN TERIMAKASIH Peneliti menyampaikan terima kasih kepada Proyek I-MHERE yang telah membiayai penelitian ini sesuai dengan kontak nomor 016/MHEREUKWMS/A01/KONTRAK/SG/III/2012.



F 127



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Proses Terintegrasi Dalam Pembelajaran Pendidikan Tinggi: Kajian Kasus Pembelajaran Mata Kuliah Fisika Komputasi Di Jurusan Fisika ITS Widya Utama*, Melania Suweni, Dwa D Warnana, Bagus J Santosa, Syamsul Arifin Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya *Email: [email protected]



Abstrak Tak dapat dipungkiri bahwa ranah pendidikan tidak sesempit ranah pengajaran. Selain materi keilmuan yang sesuai dengan komptensi bidang pembelajaran, apa yang sebaiknya harus pula diajarkan didalam pelaksanaan pendidikan tinggi? Dalam makalah ini akan ditunjukkan parameter-parameter pembelajaran yang hendaknya menjadi kriteria pendidikan yang musti diimplementasikan dalam proses pembelajaran di kelas. Dalam kuliah Fisika Komputasi, bersama mahasiswa sejumlah 44 orang, ditentukan beberapa parameter tujuan pendidikan yang hendak diraih. Parameter tersebut adalah komunikasi, kejujuran, kerjasama, originalitas, ilmu pengetahuan baru, aplikasi ilmu, berorientasi pada proses, menghasilkan karya, effort lebih, mencintai ilmu pengetahuan, kemanfaatan, motivasi diri, fokus, kreatifitas, berkelanjutan, sesuai dengan dunia kerja yang kemudian lalu dirangking tingkat kepentingan relatifnya satu terhadap yang lain. Metode pembelajaran disusun bersama mahasiswa secara bervariasi untuk berusaha mewujudkan fungsi parameter tujuan pendidikan tersebut. Metode pembelajaran diwujudkan dalam kontrak pembelajaran selama 1 semester dan dievaluasi sepanjang semester bersama mahasiswa. Proses pembelajaran terintegrasi ini sangat dinamis dan membutuhkan keajegan terhadap proses creating value antara dosen, asisten dan mahasiswa, serta membutuhkan sumber daya lebih. Hasil yang diperoleh dalam pembejaran di kelas Fisika Komputasi menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan terhadap pembelajaran mata kuliah lain. Kata kunci: pendidikan, pengajaran, fisika komputasi, evaluasi. PENDAHULUAN Proses pembelajaran menuntut peran semua pihak secara aktif, bukan sekedar penyampaian materi pembelajaran. Komunikasi dalam pembelajaran bukan bersifat monolog, melainkan komunikasi timbal balik antara dosen dengan para mahasiswanya. Idealnya dosen mampu membina komunikasi timbal balik dengan masing-masing orang mahasiswa, karena setiap mahasiswa adalah pribadi yang unik dengan latar belakang minat dan kemampuan akademik yang berbeda pula. Pembelajaran adalah proses perangsangan dan peningkatan kemampuan intelektual pada peserta didik yang dilakukan secara ajeg bersama dan terukur. Pembelajaran dilakukan secara ajeg karena proses belajar adalah sebuah proses pembiasaan peserta didik agar mampu secara konstruktif meningkatkan potensi dirinya meguasai materi ajar dan menggunakannya sesuai dengan tujuan pembelajaran. Proses pembelajaran harus terukur karena semua tindakan pembelajaran adalah tindakan berjenjang yang secara bertahap mencapai tingkat pengetahuan dan ketrampilan serta pembentukan sikap dan karakter yang diinginkan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dalam perjalanan proses pembelajaran, evaluasi diperlukan agar pencapaian tujuan dapat dijamin sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya. Evaluasi dilakukan secara berkala untuk mengukur kemajuan proses pembelajaran dan merancang rencana tindak perbaikan proses jika diperlukan. Melalui evaluasi, para pemangku kepentingan (stake holders) pembelajaran dapat



mengukur peran dan fungsi masing-masing dalam peningkatan kualitas pembelajaran secara berkelanjutan. Peran dan fungsi masing-masing pemangku kepentingan harus mampu dihadirkan di dalam kelas di sepanjang proses pembelajaran. Artinya, peserta didik harus memahami peran dan fungsinya diantara kepentingan para pemangku kepentingan yang lain. Bagaimana mengajak para peserta didik memahami kepentingan para pemangku kepentingan yang lain sesuai dengan peran dan fungsi masingmasing? Bagaimana mengimplementasikan proses pemahaman ini dalam pencapaian tujuan belajar dalam maka kuliah Fisika Komputasi? Dalam makalah ini akan ditunjukkan proses pemahaman peran dan fungsi peserta ajar dalam konstelasi peran dan fungsi para pemangku kepentingan yang lain. Pemahaman tersebut menjadi titik tolak perencanaan proses belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran dalam mata kuliah Fisika Komputasi. Melalui pemahaman tersebut para peserta ajar juga diajak untuk merancang rencana evaluasi yang sesuai dalam model pembelajaran yang dibangun bersama antara dosen dengan para mahasiswa. MATA KULIAH FISIKA KOMPUTASI Mata kuliah Fisika Komputasi adalah mata kuliah pada Jurusan Fisika, FMIPA ITS, dengan bobot 4 satuan kredit semester (sks). Fisika Komputasi adalah mata kuliah yang kompetensi komputasi dalam penyelesaian proses fisika melalui aplikasi pemrograman dengan bahasa C++. Mata kuliah ini



F 128



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



merupakan mata kuliah wajib bagi seluruh mahasiswa Jurusan Fisika. Dalam konteks pendidikan fisika di Jurusan Fisika, mata-kuliah Fisika Komputasi diajarkan kepada mahasiswa agar mahasiswa memiliki piranti (tools) komputasi dalam penyelesaian problem fisika yang dihadapinya. Piranti komputasi yang dimaksud adalah kemampuan menggunakan komputer sebagai alat bantu perhitungan dalam penyelesaian model fisis yang dibangun dari sebuah problem fisika. Problem fisika yang ada bisa berasal dari salah satu di antara empat kelompok kelimuan fisika yang diajarkan di Jurusan Fisika: ilmu bahan, instrumentasi dan elektronika, opto-elektronika dan geofisika. Tidak hanya berhenti sebagai piranti, Fisika Komputasi juga telah berkembang sebagai salah satu bidang keilmuan dan teknologi perhitungan, terutama bertujuan untuk memperoleh teknik perhitungan yang akurat dan efisien yang melibatkan secara terintegrasi piranti komputer sebagai perangkat keras dan teknik pendekatan numerik sebagai basis metode perhitungan melalui pemrograman sebagai piranti lunaknya. Dalam silabus, tujuan mata kuliah ini adalah memberikan pengetahuan tentang sistem komputer dan perkembangannya serta ketrampilan pembuatan program sederhana dengan menggunakan bahasa pemrograman tertentu. Aplikasi pemrograman dilakukan untuk menyelesaikan problem fisika sederhana yang melibatkan kemampuan untuk menggunakan data, pengolahan data dan penyajian hasilnya untuk selanjutnya dapat diinterpretasikan. PROSES PEMBELAJARAN 1. Perancangan Proses Pembelajaran Dalam rancangannya, proses pembalajaran matakuliah Fisika Komputasi dibagi atas empat tahap pembelajaran, yaitu pemahaman proses fisika yang melibatkan perhitungan komputasi, pembuatan algoritma, penggunaan kode pemrograman, pemrograman komputasi. Masing-masing tahap tersebut juga direncanakan alokasi waktu pembelajarannya. Evaluasi dilakukan pada setiap tahap pembelajaran di atas. Evaluasi besar dilakukan dengan perencanaan dan pembuatan tugas akhir kuliah, berupa sebuah proyek komputasi dari sebuah proses fisika, yang harus disetujui oleh dosen terlebih dahulu. Rancangan tersebut di atas diskusikan dengan para mahasiswa, mengajak mereka untuk ikut menentukan perencanaan proses pembelajaran. Dalam diskusi perancangan ini, cara komunikasi dan pemaparan ilustrasi sangat penting untuk menggiring pendapat mahasiswa menuju perancangan yang diinginkan. Pendapat mahasiswa perlu diperhatikan, karena bisa dipastikan ada beberapa pendapat bernas yang berguna dalam penyusunan perancangan secara rinci, baik dalam arti penyusunan metode pembelajaran, pengayaan dan penggunaaan contoh problem fisika yang bisa dipakai agar selalu dekat



dengan bidang ilmu fisika yang ditekuni oleh mahasiswa. Pelibatan mahasiswa sejak dini dalam proses pembelajaran sangat penting, karena selain sebagai alat kontrol kemajuan pembelajaran juga sebagai pedoman pembelajaran yang disepakati untuk mencapai tujuan pembelajaran. Rancangan ini berlaku sebagai kontrak pembelajaran selama 1 semester yang akan menentukan penilaian dosen terhadap kemajuan belajar mahasiswa orang perorang dan juga sebaliknya sebagai kriteria penilaian kinerja dosen oleh para mahasiswa peserta didik. Kesiapan dan keterlibatan mental para mahasiswa untuk terlibat dalam perencanaan proses pembelajaran harus diperhatikan, bahkan perlu dirangsang secara aktif. Rangsangan dilakukan dengan cara meminta mahasiswa aktif menyuarakan hal-hal yang dipikirkan terkait dengan pokok diskusi. Dalam hal ini, tanpa mengabaikan mereka yang aktif berpendapat dan berkomentar, dosen sebaiknya meminta mahasiswa yang terlihat pasif dan mendorongnya dengan cara memompakan semangat percaya diri dan kemandirian. Semua pendapat tersebut dituliskan di papan sebagai masukan berharga yang perlu diolah untuk disimpulkan bersama sebagai rencana pembelajaran yang akan dilakukan. Ranah utama pembelajaran dalam setiap tahap dan muara impelmentasi ranah utama tersebut perlu dikemukakan secara jelas. Peran dan fungsi dari pemangku kepentingan lain terutama yang berperan sebagai pengguna kompetensi fisika komputasi perlu ditunjukkan, agar mahasiswa yakin bahwa kompetensi yang dipelajarinya dalam mata-kuliah fisika komputasi sangat penting untuk bidang kerja tertentu dengan karateristik pemangku kepentingan yang juga spesifik. Dengan demikian ada keyakinan pada mahasiswa bahwa kompetensi fisika komputasi itu sangat berharga pada bidang-bidang yang sangat spesifik. Mahasiswa mampu melihat perspektif aplikasi kompetensi fisika komputasi secara jelas, tidak sebagai sesuatu yang mengambang. Mengambang dalam arti belajar namun tidak tahu belajar kompetensi tersebut untuk apa dan dimana penggunaannya. Problem terbesar dalam pembelajaran ilmu-ilmu fisika adalah visualisasi tentang perspektif aplikasi. Peran dan fungsi asisten dosen perlu ditonjolkan. Asisten bertugas membantu para peserta didik untuk menguasai ranah keterampilan penggunaan kode bahasa pemrograman. Interaksi mahasiswa dengan asisten dapat dilakukan di ruang kelas untuk asistensi dan terutama di ruang laboratorium komputasi dalam kegiatan praktikum komputasi. Dalam kuliah fisika komputasi ini, bahasa pemrograman yang dipakai adalah C++. Bahasa C++ adalah bahasa tingkat rendah yang mampu menjadi jembatan antar muka (interface) piranti keras dan piranti lunak dalam perancangan instrumentasi, selain keakurasiannya dalam melakukan komputasi.



F 129



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



2. Tujuan Pendidikan Melalui kriteria berawal dari akhir, pembelajaran Fisika Komputasi sebagai sebuah proses dirancang berdasarkan tujuan pendidikan tinggi yang hendak dicapai. Tujuan pendidikan ini memiliki perspektif yang berbeda dengan tujuan pembelajaran dalam silabus. Jika tujuan pembelajaran dalam silabus ditentukan berdasarkan kriteria penguasaan teknis materi pembelajaran yang mengacu kepada kompetensi yang diharapkan, maka tujuan pendidikan ini adalah mengacu kepada nilai (value) pendidikan yang hendak diraih oleh mahasiswa setelah melakukan pembelajaran Fisika Komputasi. Dengan demikian tujuan pembelajaran (dalam silabus) adalah bagian dan sekaligus cara mencapai tujuan pendidikan tinggi dalam mata kuliah Fisika Komputasi. Karena mahasiswa adalah pelaku dan sekaligus obyek dalam proses pencapaian tujuan ini, adalah selayaknya mahasiswa terlibat aktif menentukan tujuannya.pada kenyataannya, walaupun penentuan tujuan pendidikan ini adalah sebuah langkah yang sangat penting, penentuan perumusan tujuan pendidikan ini jarang dilakukan bersama mahasiswa. Pada Jurusan Fisika kontrak belajar yang dirancang pada awal kuliah adalah umumnya dilakukan oleh dosen dan ditunjukkan kepada mahasiswa pada awal kuliah sebagi suatu bentuk yang sudah jadi. Dalam kondisi tersebut, mahasiswa seolah hanya sebagai obyek yang harus menerima bahwa mereka akan dibawa mencapai tujuan tersebut. Kenapa dibawa ke tujuan tersebut, setelah tujuan tersebut tercapai, apa yang diperoleh sebagai nilai lebih, selain penguasaan kompetensi teknis itu mau apa dan kemana dengan penguasan kompettensi tersebut dalah serangkaian pertanyan yang sering terlewatkan dalam proses pembelajaran. Padahal di sanalah esensi tujuan pendidikan tinggi yang hendak diraih melalui tujuan pembelajaran.



kreatifitas, berkelanjutan, sesuai dengan dunia kerja. Adalah suatu hal yang luar biasa bahwa mahasiswa mampu mengejawantahkan tujuan pendidikan tinggi dalam pembelajaran fisika komputasi secara lengkap dalam perspektif etos kerja, ketrampilan jamak manusia, kejujuran ilmiah dan pengembangan ilmu pengetahuan. HASIL PEMBELAJARAN Secara teknis, kemampuan mahasiswa dapat terukur melalui pemaparan hasil proyek akhir komputasi. Dalam proyek akhir ini semua aspek komputasi terlibat secara instens, mulai dari pemahaman proses fisis, pembuatan algoritma, pengkodean serta pemrograman komputasi. Pemaparan proyek akhir dilakukan secara terbuka, agar mahasiswa mampu mengukur prestasi rekatifnya di kelas. Evaluasinya dapat dilakukan secara mudah dan terukur dengan baik secara teknis, sesuai dengan tuntutan silabus. Dengan demikian, diyakini bawa pencapaian tujuan pembelajaran dapat dipenuhi melalui evaluasi pengerjaan proyek akhir. Pada akhir kuliah setelah presentasi hasil proyek akhir, dilakukan kembali penilaian mahasiswa terhadap pencapaian tujuan pendidikan berdasarkan kriteria yang sudah disetujui pada awal kuliah. Berikut ini, pada tabel 1 adalah hasil jajag pendapat penilaian mereka terhadap kinerja proses pembelajaran Tabel 1. Skor rerata dari masing-masing parameter dengan total responden 29 orang mahasiswa. Skor 1 menyatakan bahwa parameter sangat tidak sesuai, skor 10 menyatakan bahwa parameter sangat sesuai dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.



No



3. Penentuan Parameter Tujuan Pendidikan Dalam kelas Fisika Komputasi terdapat 44 mahasiswa peserta pembelajaran dengan dibantu 3 orang asisten. Setelah uraian materi kuliah dan diskusi penentuan rancangan proses pembelajaran, lihat sub bagian 3.1. di atas, kepada para mahasiswa diminta menuliskan tujuan pendidikan tinggi yang bisa diraih melalui pembelajaran komputasi. Mereka masingmasing menuliskannya secara bebas dan tidak tergantung satu dengan yang lain. Hasil penulisan mereka disajikan kembali di papan dan dikelompokkan untuk beberapa pendapat memiliki value yang sangat sama. Melalui diskusi hangat, hasil jajag pendapat tentang parameter tujuan pendidikan tinggi yang bisa diperoleh melalui pembelajaran fisika komputasi adalah sebagai berikut; komunikasi, kejujuran, kerjasama, originalitas, ilmu pengetahuan baru, aplikasi ilmu, berorientasi pada proses, menghasilkan karya, effort lebih, mencintai ilmu pengetahuan, kemanfaatan, motivasi diri, fokus,



F 130



Parameter



Skor rata-rata



1



Komunikasi



9,0



2



Kejujuran



8,3



3



Kerjasama



8,7



4



Originalitas



7,8



5



Ilmu Pengetahuan Baru



9,0



6



Aplikasi Ilmu



8,3



7



Berorientasi Pada Proses



8,1



8



Menghasilkan Karya



9,2



9



Effort Lebih



9,1



10



Mencintai Ilmu Pengetahuan



7,4



11



Kemanfaatan



7,9



12



Motivasi Diri



8,6



13



Fokus



7,3



14



Kreatifitas



8,6



15



Keberlanjutan Pembelajaran



8,6



16



Sesuai dengan Dunia Kerja Rata-rata



7,3 8,3



Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga Surabaya,15 September 2012 ISBN : 978-979-17494-2-8



Pada tabel 1 di atas terlihat bahwa pembelajaran mata kuliah Fisika Komputasi mampu mencapai kinerja yang sangat baik (dengan skor 8,3 dari 10) dalam pencapaian tujuan pendidikan. Dengan demikian pembelajaran yang telah dilakukan adalah sebuah pembelajaran yang berhasil dengan baik. KESIMPULAN DAN SARAN Proses pembelajaran mata kuliah Fisika Komputasi yang dilakukan pada semester 2 tahun ajaran 20111-2012 yang baru lalu telah mampu mencapai kinerja pencapaian tujuan pembelajaran dan tujuan pendidikan tinggi. Pencapaian kinerja proses pembelajaran ini dilakuakn dengan melibatkan semua komponen sumber daya belajar secara terintegrasi dan dilakukan secara ajeg sejak awal kuliah. Mahasiswa dan asisten dosen perlu dilibatkan dalam semua penyusunan rencana tindak belajar agar diperoleh kesiapan mental dari seluruh komponen proses pembelajaran. Pelaksanaan proses pembelajaran dikontrol oleh perwujudan karya ilmiah dalam bentuk program komputaski yang bisa diaplikasikan, tidak sekedar teori pemrograman. Tingkat kesulitan karya juga disajikan secara bertingkat di sepanjang proses pembelajaran. Melalui pengerjaan karya ilmiah tersebut berhasil dibangun kompetensi, tidak hanya ilmu pengetahuan dan teknologi dalam ranah wawasan dan ketrampilan namun juga dalam ranah sikap. Ranah sikap inilah sesungguhnya yang berperan penting dalam pencapaian tujuan pendidikan. Ke depan, proses pembelajaran ini dilakukan secara lebih terukur dengan lebih rinci dengan sistem didokumentasi yang lebih baik, agar kodifikasi sistem pembelajaran dapat dilakukan dan dikembangkan pada proses pembalajaran mata kuliah lain.



REFERENSI Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning; A. Chaedar Alwasilah (penerjemah), Penerbit MLC (Mizan Learning Center), 2007. Fuad Hassan, Pendidikan Adalah Pembudayaan; Toni D Widiastono (editor), Pendidikan Manusia Indonesia, penerbit Kompas, 2004. Hans N. Weiler, Sarah Guri-Rosenblit, Akilagpa Sawyerr, Universities as Centers of Reseacrh and Knowledge Creation: an Endangered Species; Hebe Vessuri and Ulrich Teichler (editors), Universities as a Center of Research and Knowledge Creation: an Endangered Species, Sense Publisher, Netherland, 2008. Paul Suparno, Pendidikan dan Peran Guru; dalam Toni D Widiastono (editor), Pendidikan Manusia Indonesia, penerbit Kompas, 2004. Renato Jamine Ribeiro, How Universities Could Stop Being an Endangered Species and Become a Major Player in a New World; Hebe Vessuri and Ulrich Teichler (editors), Universities as a Center of Research and Knowledge Creation: an Endangered Species, Sense Publisher, Netherland, 2008. Roger Mills, 2004, Competencies Pocketbook, Management Pocketbooks Ltd, UK. Ulrich Teichler, Higher Education Reforms in Comparative Perspective: Diverse Response to Similar Chalenges, Sense Publisher, Netherland, 2007.



UCAPAN TERIMAKASIH: kami sampaikan penghargaan dan terimakasih sebesarnya kepada para mahasiswa peserta kuliah Fisika Komputasi dan para assiten dosen yang membantu dalam pelaksanaan kuliah.



F 131