Fisika Modul Lengkap [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1 MODUL I BESARAN, SATUAN, DAN MATEMATIKA PENDAHULUAN 1.1. Besaran dan Sistem Pengukuran Besaran (quantity) merupakan sesuatu yang sangat esensial dalam konsep dasar fisika. Besaran dapat didefinisikan sebagai sesuatu/hal yang secara konsep memiliki harga/nilai. Sebagai contoh kita menyebut umur si A 25 tahun, atau tinggi badan si B 1,70 m. Umur dan tinggi merupakan dua contoh besaran. Besaran dapat dikelompokkan atas 2 (dua) besaran yakni pokok (dasar) dan besaran turunan. Dalam fisika, terdapat 7 besaran pokok (primary quantity) dan 2 besaran tambahan. Untuk besaran pokok meliputi panjang, massa, waktu, temperatur, arus listrik, kuat cahaya, dan jumlah molekul zat, Sedangkan besaran turunan (derived quantity) adalah besaran yang diturunkan dari besaran pokok seperti volume, luas kecepatan, percepatan, gaya, dll. 1.2. Ketidakpastian Pengukuran dan Angka Signifikan Ketepatan pengukuran merupakan bagian penting dari fisika. Akan tetapi, tidak ada pengukuran yang secara mutlak tepat, pasti selalu terdapat ketidakpastian dalam setiap pengukuran. Hasil dari suatu pengukuran yang kita lakukan mungkin lebih besar atau kecil daripada yang kita catat. Oleh karena itu, pemberian hasil dari suatu pengukuran harus disertai dengan estimasi ketidakpastian (estimated uncertainty). Misalkan lebar papan tulis ditulis 5.2 ± 0.1 cm. Angka 0.1 cm menyatakan estimasi ketidakpastian dalam pengukuran. Pada umumnya estimasi ketidakpastian berhubungan dengan nilai skala terkecil alat ukur, dalam hal ini papan diukur menggunakan mistar). Angka-angka di dalam suatu bilangan yang turut mempengaruhi hasil-hasil perhitungan dikenal sebagai angka signifikan. Hasil perkalian, pembagian, pengurangan, dan penjumlahan dua bilangan atau lebih hendaknya ditulis dalam jumlah angka yang signifikan terkecil dari bilangan induk. 2 Bilangan induk hendaknya dalam keadaannya yang semula (tidak mengurangi angka signifikan) pada saat mengalami operasi matematik. 1.3. Sistem Satuan dan Dimensi 1.3.1. Sistem Satuan



Pada mulanya satuan pengukuran hanya dinyatakan dengan perasaan atau organ tubuh manusia, misalnya depah atau langkah kaki untuk alat atau satuan pengukuran panjang. Sebenarnya metode pengukuran ini masih sering digunakan di daerah pedalaman di seluruh dunia. Akan tetapi, dalam ranah ilmiah di hampir semua negara, Sistem Satuan Internasional (SI) telah umum digunakan. Sistem ini didasarkan pada sistem MKS (meter, kilogram, second) yang menggantikan sistem CGS (centimeter, gram, second). 1.3.2. Dimensi Dimensi dari satuan besaran fisis adalah cara menyatakan suatu besaran fisis yang tersusun dari besaran dasar (besaran pokok). Persamaan matematis yang menghubungkan besaran-besaran fisis harus memenuhi prinsip kehomogenan dimensi. Sedangkan besaran dasar adalah besaran yang dimensinya ditentukan secara defenisi seperti pada tabel berikut: Tabel 1.1a Besaran dasar dan Satuan Fundamental SI No Besaran Dasar Satuan Lambang Simbol Dimensi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Panjang



Massa Waktu Arus Listrik Suhu Jumlah Zat Int. Cahaya Besaran Tambahan Sudut Datar Sudut Ruang meter kilogram sekon ampere kelvin mole kandela radian steradian m kg s A K mol cd rad



sr [L] [M] [T] [I] [] [N] [J] 3 Tabel 1.1b Besaran Turunan dan Satuan Fundamental SI NO BESARAN TURUNAN RUMUS DIMENSI SATUAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



10. 11. Luas Volume Massa Jenis Kecepatan Percepatan Gaya Usaha Energi Tekanan Daya Impuls & Momentum Panjang x Lebar Panjang x Lebar x Tinggi Massa / Volume Jarak / Waktu Kecepatan / Waktu Massa x Percepatan Gaya x Jarak Massa x (Kecepatan)2 Gaya / Luas Usaha / Waktu Gaya x Waktu [L][L]=[L]2



[L][L][L]=[L]3 [M]/[L]3= [M][L]-3 [L]/[T]=[L][T]-1 [L][T]-1/[T]=[L][T]-2 [M][L][T]-2 [M][L][T]-2[L]=[M][L]2[T]-2 [M]([L][T]-1)2=[M][L]2[T]-2 [M][L][T]-2/[L]2 =[M][L]-1[T]-2 [M][L]2[T]-2/[T]= [M][L]2[T]-3 [M][L][T]-2[T]= [M][L][T]-1 m2 m3 kg.m-3 m.s-1 m.s-2 kg.m.s-2 Newton (N) Joule (J) Pascal (Pa) Watt (W) N.s Setiap nilai/angka yang terlalu kecil atau terlalu besar dapat disingkat dengan lambing dan nilai tertentu seperti terlihat pada tabel 1.2. Tabel 1.2 Awalan untuk satuan SI Faktor



Awalan Lambang Faktor awalan Lambang 1018 1015 1012 109 106 103 eksa peta tera giga mega kilo E PTGMK 10-3 10-6 10-9 10-12 10-15 10-18



milli mikro nano piko femto atto m  n p f a 1.4. Fungsi Hubungan matematis dari fungsi biasanya ditulis: y = f(x) Tabel 1.3 Beberapa fungsi dan bentuk grafiknya Fungsi Bentuk Grafik Linier : y=a+bx Eksponensial : y = a ex y a x



y a x 4 Logaritmik : y = ln x Trigonometrik : y = sin x y = cos x 1.5. Differensiasi “Differensial” atau sering diterjemahkan sebagai “turunan” suatu fungsi didefinisikan sebagai “laju perubahan suatu peubah / variabel terhadap peubah lain” atau “laju perubahan fungsi terhadap perubah bebasnya”. Gambar 1.1 Skema grafik proses differensiasi Misalkan pada suatu fungsi y = f(x), maka defenisi turunan adalah dxdyxxfxxf0xlimxy (1.1) Persamaan garis singgung pada Gambar 1.1 (garis lurus) diberikan oleh : bxaxfy (1.2) bxxfxxf0xlimx'f'ydxdy (1.3) = gradien arah garis lurus (garis singgung kurva). x a garis singgung



0 x y y x+Δx x y x -1 y x 1 Cos x sin x 5 Tabel 1.4 Beberapa Rumus Diferensiasi f(x) F(x) = df(x)/dx Dalil f(x) F(x) = df(x)/dx Dalil C (konstan) 0 1



f(g(x)) (df/dg)(dg/dx), dalil rantai 6 Xn n xn-1, n adalah konstanta 2 sin x ; sin f(x) cos x ; f’(x) cos f(x) 7 a f(x) a f’(x), a adalah konstanta 3 cos x ; cos f(x) -sin x ; -f(x) sin f(x) 8 f(x) + g(x) f’(x) + g’(x) 4 ln x; ln f(x) 1/x ; 1/f(x) f’(x) 9 f(x) . g(x) f’(x)g(x) + f(x)g’(x) 5 ex ; ef(x)



ex ; f’(x) ef(x) 10 1.6. Integrasi Secara fisis, differensiasi berarti memperkecil atau menurunkan dimensi/orde dan sebaliknya integrasi memperbesar/menaikkan orde kebergantungan besaran turunan terhadap besaran dasar. Secara operasi matematis, integrasi bisa berarti penjumlahan, mencari luas di bawah kurva, atau mencari fungsi turunan yang diberikan. Jika kita mempunyai fungsi turunan df(x)/dx = f(x) maka untuk mencari fungsi asal F(x) dilakukan integrasi, yaitu : CxFdxxf (1.4) Integral semacam ini disebut ”integral tidak tentu”, dimana C mempunyai harga sembarang dan bisa disebut konstanta integrasi. Jika harga F(x) diketahui untuk harga x tertentu, harga konstanta C dapat ditentukan. Jika pada integral diberi batas atas (misalnya x = b) dan batas bawah (misalnya x = a), maka baaFbFaxbxxFdxxf (1.5) Integral berbentuk rumus disebut ”integral tentu” 6 Tabel 1.5 Beberapa integral tidak tentu (a,b,C = konstan) dx)x(f C)x(F Dalil  f (x)dx  F(x) C Dalil dx xn (1/(n+1))xn+1 + C, n  -1 11



dx ex ex + C 17 dx x1 ln (x) + C 12 dx e abx (a/b) ebx + C 18 dx x cos sin x + C 13 dx f(x) a dx f(x)a 19 dx (ax) cos (1/a) sin (ax) + C 14 dx f(x)] + [g(x) dx f(x) +dx g(x) 20 dxsin x -cos x + C 15 dv(x) u(x)



duvuv 21 dx (ax)sin -(1/a) cos (ax) + C 16 Tabel 1.6 Beberapa sifat integral tentu Jenis Kesamaan Dalil Keterangan aadx f(x) 0 22 Integral keliling badx f(x) abdx f(x) 23 Integral batas balik badx f(x) + cadx f(x) cadx f(x) 24 Integral batas bersambung 1.7. Vektor Operator



Besaran-besaran yang memerlukan informasi arah disebut besaran vektor, antara lain: kecepatan, pergeseran, gaya, percepatan dan momentum. Sedangkan besaranbesaran yang tidak memerlukan informasi arah disebut besaran skalar, antara lain : massa, temperatur dan kerapatan. Penjumlahan, pengurangan dan perkalian besaranbesaran vektor sangat dipengaruhi oleh arah dari masing-masing besaran vektor tersebut. Umumnya besaran vektor ditulis dengan menggunakan simbol yang bergaris panah di atasnya atau ditulis dengan menggunakan simbol huruf tebal, dan digambarkan secara grafis dengan garis berpanah. Arah panah menyatakan arah vektor. Dalam sistim koordinat kartesian tiga dimensi, suatu vektor dapat diuraikan dalam tiga komponen. Vektor satuan i, j dan k didefinisikan sebagai vektor yang mempunyai besar sama dengan satu dan arah sejajar dengan sumbu x, y dan z berturut-turut. Suatu vektor A dapat diuraikan sebagai 7 kˆAjˆAiˆ AAzyx (1.6) dengan Ax, Ay dan Az masing-masing komponen vektor A dalam arah x, y dan z. Besar vektor A ditulis dengan A atau A (tanpa garis panah di atasnya) dan bila komponen-komponen kartesian diketahui maka A diberikan berdasarkan A A AAA2z2y2x (1.7) Gambar 1.2 Komponen Vektor 1.7.1. Penjumlahan dan Pengurangan Vektor Jika dua buah vektor masing-masing A dan B dijumlahkan maka menghasilkan sebuah vektor resultan C. BAC (1.8) cosBA2BAC222



(1.9) ABBAC (1.10) cosBA2BAC222 (1.11) Pengurangan dua buah vektor didefinisikan sebagai : BABA (1.12) 1.7.2. Perkalian Vektor Operasi perkalian vektor ada dua macam. Yang pertama adalah ”perkalian titik”, diberi tanda ”  ” antara dua vektor, hasilnya adalah skalar. cosABcosBABA (1.13) dengan  adalah sudut antara vektor A dan B. Jika komponen-komponen kartesian dari A dan B diketahui, maka: k j i x y z 8 zzyyxxzyxzyxBABABAkˆ B jˆB iˆ Bkˆ A jˆA iˆ ABA



(1.14) dengan: 1kˆ kˆjˆjˆiˆ iˆ ; 0kˆ iˆkˆjˆjˆiˆ  karena ketiga vektor satuan saling tegak lurus. Operasi perkalian vektor yang kedua adalah”perkalian silang”, diberi tanda”x” antara dua vektor, hasilnya adalah vektor eˆsinABeˆsinBABA (1.15) dengan  adalah sudut antara vektor A dan B. Jika diuraikan dalam komponen-komponen kartesian : kˆ B jˆ B iˆ Bkˆ A jˆ A iˆ ABAzyxzyx zˆBABAjˆBABAiˆ BABAxyyxzxxzyzzy (1.16) dengan : i x j = -j x i = k ; j x k = -k x j = i ; k x i = -i x k = j Arah vektor A x B senantiasa tegak lurus dengan luasan yang dibentuk oleh perkalian silang tersebut. 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika merupakan salah satu cabang dari ilmu pengetahuan alam eksakta (Natural Sciences). Berbeda dengan awal masa sejarah dan masa pertengahan, kajian fisika pada masa kini bertumpu pada metoda ilmiah dan tidak lagi sekedar berdasar pada



filsafat murni, yakni misalnya dengan pertanyaan dari mana, untuk apa, mengapa begini dan bukan begitu dan seterusnya. Hingga pada abad ke 18 ilmu fisika meliputi ilmu alam yang wilayah cakupannya lebih luas daripada apa yang ada sekarang; yakni meliputi bidang astronomi, astrologi, biologi, kesehatan, meteorologi dan bidang lainnya. Sedangkan kini bidang kajian fisika semakin menyempit, seperti bidang mekanika, balistik dan optika geometri yang telah mulai dipelajari secara intensif dalam bidang matematika. Fisika meneliti dan mengkaji fenomena alam tidak hidup. Bidang ini membatasi dirinya pada proses yang dapat diamati dan dapat dihasilkan ulang, serta menganalisisnya melalui sekumpulan istilah, seperti panjang, waktu, massa, muatan listrik dan medan magnet. Dalam fisika klasik, kecepatan pertikel yang diteliti dianggap sangat kecil dibanding kecepatan cahaya, dan selain itu besaran aksi dan energinya sangat besar dibanding bilangan kuantum Planck. Awal sejarah fisika modern secara umum ditandai pada tahun 1900 saat Max Planck mempublikasikan teori kuantumnya. Teori kuntum ini tidak dilukiskan secara konkrit. Interpretasi naif dari ruang dan waktu tidak lagi berlaku. Wilayah kajian fisika modern meliputi mekanika kuantum, teori relatifitas, fisika atom, fisika inti dan fisika partikel elementer serta optika elektron. Peningkatan kuantitas pengetahuan fisika selama 20 tahun terakhir telah mengakibatkan pertambahan jumlah bidang dalam fisika. Meski hukum Newton terdapat pada seluruh bidang fisika dan membuat formulasi dalam beberapa bidang, hal itu tidak mungkin lagi dilakukan kini. Ada dua fisikawan yang berperan penting dalam pengembangan pilar utama fisika yaitu Galileo Galilei (1564-1642) sebagai pendiri fisika eksperimental modern dan Isaac Newton (1643-1727) yang mengembangkan pemodelan dalam fisika dengan bantuan matematika. 10 B. Ruang Lingkup Dalam modul ini akan dipelajari tentang sistem pengukuran, besaran, satuan, dimensi, fungsi, differensial, integral, dan vektor. Yang paling penting dalam pembahasan modul ini adalah bagaimana mengetahui dimensi suatu besaran dengan analisis satuan serta bagaimana menyelesaikan persamaan dasar matematika dalam fisika. C. Kaitan Modul Modul ini merupakan modul pertama dari beberapa modul dalam matakuliah Fisika Dasar dan dilaksanakan pada pertemuan pertama. Modul ini adalah dasar untuk penyelesaian berbagai permasalahan dalam modul berikutnya, terutama penggunaan satuan yang tepat pada setiap besaran yang dipelajari.



D. Sasaran Modul Setelah menyelesaikan modul ini, diharapkan mahasiswa mampu: 1. Menjelaskan besaran dasar dan besaran turun serta dimensi masing-masing. 2. Menyelesaikan problem set fungsi dasar matematika dalam fisika. BAB II PEMBELAJARAN A. Kompetensi Pembelajaran Kompetensi Utama : Mampu memahami konsep basic sains, khususnya bidang studi fisika serta aplikasi dan terapannya dalam bidang studi di Fakultas masing-masing Kompetensi Pendukung : Mampu berkomunikasi, beradaptasi dan bekerjasama dalam pengembangan ilmu di bidang masing-masing Kompetensi lainnya : Mampu mengembangkan diri berdasarkan prinsip budaya bahari serta menjunjung tinggi norma tata nilai moral, agama, etika dengan rasa tanggung jawab. B. Model Pembelajaran Matakuliah : Fisika Dasar I Pendekatan SCL : Small Group and Collaboration 11 C. Tugas Mahasiswa I. Tugas di kelas 1. Hitunglah, ada berapa kilometer dalam 20 mil, hanya dengan menggunakan faktor konversi berikut: 1 mil = 5280 kaki, 1 kaki = 12 inchi, 1 inchi = 2,54 cm, 1 meter = 100 cm, dan 1 km = 1000 meter



2. Tentukan dimensi dari besaran berikut berdasarkan analisis satuan! a. Daya per luas b. Energi per volume c. Kalor per penjang 3. Sebuah grafik memiliki persamaan y = 3 cos2 2x + 5x2 – 1. Buat grafik tersebut! 4. Selesaikan turunan dan integral persamaan pada no (3)! 5. Diketahui tiga buah vektor masing-masing kˆ3iˆ 2A dan kˆ2jˆ4B , dan kˆjˆiˆ C , tentukanlah: a. Buat kombinasi untuk penjumlahan ketiga vektor tersebut! b. Buat kombinasi untuk pengurangan ketiga vektor tersebut! D. Proses Pembelajaran 1. Mahasiswa peserta matakuliah ini dibagi menjadi beberapa kelompok kecil 2. Mencari dimensi dan satuan dari suatu pengukuran, menyelesaikan soal persamaan, integral, diferensial, dan vektor 3. Salah satu wakil dari setiap kelompok memaparkan tugas yang diselesaikan, kemudian ditanggapi dan dikoreksi oleh kelompok lain E. Strategi Pembelajaran 1. Tatap muka (kuliah) 2. Diskusi kelompok tanpa tutor 3. Diskusi kelompok dengan tutor 4. Aktivitas pembelajaran individual menggunakan sumber-sumber belajar lainnya F. Kriteria Penilaian 1. Mampu membedakan dimensi satuan dasar dan satuan turunan



2. Mampu menjawab dengan benar 5 soal 12 BAB III PENUTUP Setelah menyelesaikan modul ini, anda berhak mengikuti tes evaluasi untuk uji kompetensi yang telah anda pelajari. Apabila anda telah mempelajari dan memahami modul ini hingga dinyatakan memenuhi syarat kelulusan dari hasil evaluasi, maka anda berhak mendapatkan apresiasi sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Apabila anda telah menyelesaikan seluruh evaluasi dari setiap modul, maka hasil yang berupa nilai dari fasilitator dapat dijadikan sebagai bahan rujukan sebagai penentu standar kelulusan mata kuliah Fisika Dasar. DAFTAR PUSTAKA TIM Dosen Fisika-FMIPA, Fisika Dasar 1, Edisi Pertama, Makassar 2010 Halliday, D. and Resnick,R.,1992 ; Fisika (terjemahan oleh Pantur Silaban dan Erwin Sucipto), Jilid I, Edisi ke 3, Erlangga, Jakarta. Young, H.D and Freedman, R.A., 2002: Fisika Universitas (terjemahan oleh Endang Juliastuti), Jilid I dan II, Edisi ke-10, Erlangga, Jakarta.



Kinematika Zarrah II.1 MODUL II KINEMATIKA ZARRAH 2.1 Pendahuluan Setiap hari kita melihat Matahari bergerak dari Timur ke Barat, sebuah bus berjalan dari halte ke halte, dan gerak benda lainnya. Bagaimana Anda menjelaskan peristiwaperistiwa tersebut? Studi mengenai gerak benda, konsep-konsep gaya dan energy yang berhubungan membentuk satu bidang ilmu yang disebut mekanika. Secara garis besar mekanika dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu kinematika yang menerangkan tentang gerak dan dinamika yang membahas hubungan antara gerak dan penyebabnya. 2.2 Kinematika dalam Satu Dimensi



2.2.1. Kerangka Acuan dan Perpindahan Dalam pengukuran posisi, jarak, atau laju suatu benda, kita perlu membuat suatu kerangka acuan. Salah satu kerangka acuan yang sering digunakan adalah sumbu koordinat untuk menyatakan posisi suatu benda. Kita dapat selalu menempatkan titik asal pada titik 0, dan arah sumbu x dan y, sesuka kita agar lebih mudah. Dengan demikian semua titik posisi benda dapat dispesifikasikan dengan memberinya koordinat x dan y. Untuk gerak satu dimensi, kita sering memilih sumbu x sebagai garis di mana gerakan tersebut terjadi. Sehingga posisi benda setiap saat dapat dinyatakan dengan koordinat x-nya. Jika kita telah menempatkan posisi benda pada sumbu koordinatnya maka kita akan lebih mudah untuk menentukan jarak yang ditempuh benda tersebut setelah bergerak. Sebagai contoh bila seseorang berjalan sejauh 60 m ke arah barat lalu berbalik (ke arah timur) dan berjalan menempuh jarak 20 m, maka jarak total yang ditempuh adalah 80 m. Tetapi orang tersebut hanya berpindah sebesar 40 m dari titik awalnya. Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa jarak total yang ditempuh suatu benda berbeda dengan perpindahannya. Sebenarnya jarak dan perpindahan adalah dua besaran (kuantitas) dengan maksud yang sama tetapi dengan definisi dan arti yang berbeda. Secara garis besar jarak dan perpindahan dapat kita definisikan sebagai berikut:  Jarak adalah besaran skalar yang menyatakan bagaimana jauhnya sebuah benda telah bergerak. Kinematika Zarrah II.2  Perpindahan adalah besaran vektor yang menyatakan seberapa jauh benda telah berpindah dari posisi awalnya. 2.2.2. Kecepatan Rata-rata dan Kecepatan sesaat Pada bagian ini kita hanya memandang benda bergerak dalam suatu garis lurus dan tidak berotasi. Gerak seperti ini disebut gerak translasi. Dalam suatu kerangka acuan atau sistem koordinat (kartesian), gerak satu dimensi digambarkan dalam sumbu-x saja. Aspek yang paling nyata dari gerak suatu benda adalah seberapa cepat benda tersebut bergerak. Hal ini dapat dinyatakan sebagai laju atau kecepatan. Seringkali kita tidak dapat membedakan kata kecepatan dan laju. Ada beberapa perbedaan mendasar antara dua kata tersebut, yaitu kecepatan adalah besaran vektor sedangkan laju belum tentu vektor. Laju rata-rata didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh sepanjang lintasannya dibagi waktuyang diperlukan untuk menempuh jarak tersebut. Sedangkan



kecepatan rata-rata didefinisikan sebagai perpindahan dibagi dengan waktu yang dibutuhkan untuk menempuh perpindahan tersebut. Perpindahan telah didefinisikan dalam bagian sebelumnya. Misalkan mula-mula suatu objek berada pada posisi x1 pindah ke x2 (Gambar 2.1). Maka perubahan posisi adalah (simbol x), x = x2 – x1. Gambar 2.1 Perubahan posisi sebagai fungsi waktu Waktu yang dibutuhkan oleh obyak untuk berpindah dari posisi x1 ke x2 adalah t = t2 t1. Maka kecepatan rata-rata didefenisikan sebagai: txttxxv1212 (2.1) dengan v adalah kecepatan dan tanda garis datar ( - ) diatas v berarti rata-rata. Kinematika Zarrah II.3 Kecepatan sesaat didefinisikan sebagai kecepatan rata-rata pada selang waktu yang sangat pendek. Dalam hal ini persamaan (2.1) dihitung dalam limit t secara infinitisimal sangat kecil, mendekati nol. dtdxtxitvt0lim (2.2) Notasi txitt rasio berarti lim0 dihitung dalam limit t mendekati nol, tetapi tidak sama dengan nol. Gambar 2.2 Dalam limit t  0, kemiringan dari perubahan posisi mendekati kemiringan tangen dari kurva x-t Contoh 1: Sebuah truk polisi bergerak ke kiri sepanjang lintasan (Gambar 2.5). Truk berada di x1 = 277 m pada saat t1 = 16,0 s dan berada di x2 = 19 m saat t2 = 25,0 s. Berapakah kecepatan rata-rata pelari? Gambar 2.3 Posisi truk polisi pada dua selang pergerakannya Jawab x = x2 – x1 =19 m – 277 m = -258 m dan t = t2 – t1 = 25,0 s – 16,0 s = 9,0 s. maka v = (x /t) = (-258m) / (9,0s) = -29 m/s.



2.2.3. Percepatan Rata-rata dan Sesaat Benda yang kecepatannya berubah dikatakan mengalami percepatan. Bila kecepatan menggambarkan laju perubahan posisi terhadap waktu, maka percepatan menggambarkan laju perubahan kecepatan terhadap waktu. Sama seprti kecepatan, percepatan juga merupakan besaran vektor. Kinematika Zarrah II.4 Marilah kita perhatikan gerak sebuah partikel di sepanjang sumbu x. Misalkan pada t1 partikel berada di titik P1 dan mempunyai komponen x dari kecepatan (sesaat) v1, dan waktu berikutnya t2, partikel tersebut terletak di titik P2 dan komponen x dengan kecepatan v2. Maka komponen x dari perubahan kecepatan ditunjukkan oleh nilai v = v2 – v1 selama selang waktu t = t2 – t1. Kita mendefinisikan percepatan rata-rata dari partikel saat bergerak dari titik P1 ke titik P2 sebagai besaran vektor yang komponen x-nya adalah v, perubahan komponen x dari kecepatan dibagi dengan selang waktu t. tvttvva1212 (2.3) Untuk mendefinisikan percepatan sesaat pada titik P1, kita ambil titik ke dua P2 bergerak mendekati dan makin mendekati titik P1 sehingga percepatan rata-ratanya dihitung pada selang waktu yang makin lama makin kecil. Percepatan sesaat adalah limit dari percepatan rata-rata pada saat selang waktu mendekati nol atau dengan kata lain percepatan sesaat sama dengan laju perubahan sesaat dari kecepatan terhadap waktu. dtdvtvitat0lim (2.4) dengan v menyatakan perubahan kecepatan yang kecil secara infinitesimal selama selang waktu t yang singkat secara infinitesimal. Sesungguhnya persamaan diatas adalah defenisi dari komponen x vektor percepatan, pada gerak digaris lurus, semua komponen lain dari vektor ini adalah nol. Percepatan sesaat memainkan peranan yang sangat penting dalam hukum mekanika. Mulai sekarang dan seterusnya ketika kita menggunakan kata percepatan kita akan selalu mengartikannya sebagai percepatan sesaat, bukan percepatan rata-rata.



Pada umumnya konsep kecepatan dikaitkan dengan kecepatan ataupun laju. Percepatan yang membuat kecepatan suatu benda atau sistem makin kecil disebut “perlambatan”. Contoh 2: Persamaan gerak suatu zarrah dinyatakan oleh fungsi x(t)= 0,1 t3, dengan x dalam meter dan t dalam detik. Hitunglah; a. Kecepatan rata-rata dalam selang waktu t = 3 s ke t = 5 s b. Kecepatan pada saat t = 4 s c. Percepatan rata-rata dalam selang waktu t = 3 s ke t = 5 s Kinematika Zarrah II.5 d. Percepatan pada saat t = 4 s Jawab. a. x(t = 5s) = 0,1 (5)3m = 12,5m dan x(t = 3s) = 0,1 (3)3m = 2,7m, maka: smsmmtstxstxv/8,917,25,12)3()5( b. smttdtddttdxvx/8,4)4(3,03,0)1,0()(223 c. vx(t = 4s) = 0,3(5)2 =7,5m/s dan vx(t =3s) = 2,7 m/s, maka 2/8,41/)7,25,7()3()5(smssmtstvstvaxxx d. maka; ,6,0)3,0()()(2ttdtddttdvtaxx 2/4,2)4(6,0)5(smstax 2.2.4. Gerak dengan Percepatan Konstan Tinjaulah sebuah benda mula-mula (t0 = 0) berada pada posisi x0 dengan kecepatan v0. Pada saat t1 benda berada pada posisi x1 = x dengan kecepatan v1 = v. Kecepatan rata-rata dan percepatan rata-rata objek selama selang waktu t1 - t0 = t diberikan oleh: txxtxxttxxvo012120 (2.5)



tvvttvva01212 (2.6) atau: x = x0 + vt (2.7) v = v0 + at (2.8) Oleh karena kecepatan berubah secara beraturan (uniform), maka kecepatan rata-rata v akan berada di tengah-tengah antara kecepatan awal dan akhir, yaitu: 20vvv (2.9) Jika persamaan (2.9) disubtitusi ke dalam persamaan (2.7) diperoleh: 22)2(0000vttvxtvvxx (2.10) Persamaan (2.8) disubtitusi ke persamaan (2.10), diperoleh: Kinematika Zarrah II.6 Gambar 2.4 Multiflash bola jatuh bebas 2200attvxx (2.11) Persamaan (2.11) ini dapat diperoleh dengan mengintegralkan persamaan (2.8) sebagai fungsi waktu. Selanjutnya persamaan (2.6) dapat ditulis menjadi avvt0 dan jika persamaan ini disubtitusi ke dalam persamaan (2.10) diperoleh: 2))(2(2020000vvxavvvvxx , atau v2 = vo2 + 2a(x - x0) (2.12)



Tanda vektor sudah dihilangkan karena pada gerak satu dimensi vektor arah hanya dipengaruhi oleh tanda positif dan negatif. Jika efek dari udara dapat diabaikan, maka semua benda yang jatuh dari tempat tertentu akan mempunyai percepatan ke bawah yang sama dan tidak tergantung ukuran atau beratnya. Hal ini dapat kita lihat pada Gambar 2.4. Gambar tersebut merupakan foto dari bola jatuh yang diambil dengan selang waktu yang sama. Perhatikan bahwa bola jatuh semakin jauh dalam selang yang berurutan, yang berarti terjadi percepatan. Pengukuran yang teliti memperlihatkan bahwa perubahan kecepatan selalu sama pada setiap selang waktu. Jadi percepatan bola yang jatuh bebas adalah konstan. Contoh 3: Kecepatan sebuah mobil bergerak ke arah timur mengalami pengurangan kecepatan (perlambatan) dari 45 km/jam menjadi 30 km/jam dalam jarak 300 m. (a). Berapakah besar dan arah dari perlambatan mobil (b). Berapa waktu yang ditempuh mobil tersebut selama terjadi perlambatan (c). Jika diasumsikan bahwa mobil tersebut secara kontinu mengalami perlambatan, maka hitunglah waktu dan jarak yang ditempuh oleh mobil tersebut sampai berhenti Jawab. (a) Besar dan arah dari perlambatan mobil Diambil arah ke timur sebagai sumbu x positif vxo = 45 km/jam = 12,5 m/s dan vx = 30 km/jam = 8,3 m/s, maka Kinematika Zarrah II.7 2220202/14,0)300(2)/5,12()/3,8()(2smmsmsmxxvvaxxx tanda minus berarti arah berlawanan dengan arah mobil ( ke arah barat) (b). Waktu yang ditempuh mobil tersebut selama terjadi perlambatan: ssmsmsmavvtxxx30/14,0)/5,12()/3,8(20 (c). Ketika mobil berhenti 0xv



dan diasumsikan bahwa mobil tersebut secara kontinu mengalami perlambatan, maka waktu dan jarak yang ditempuh oleh mobil : mssmssmattvsssmsmavvtxxxx558)3,89)(/14,0()3,89) (/5,12(3,89/14,0)/5,12()0(2221221020 2.3 Kinematika Dalam Dua atau Tiga Dimensi 2.3.1. Analisis Vektor Untuk menyatakan gerak partikel di dalam ruang (3D), terlebih dahulu kita perlu menyatakan posisi dari partikel. Tinjau sebuah partikel di titik P pada suatu saat tertentu. Vektor posisi r dari partikel adalah vektor yang pergi dari titik pusat koordinat menuju titik P. Dalam koordinat kartesian, vektor posisi r  dinyatakan dalam fungsi x, y, dan z, ditulis: kzjyixrˆˆˆ (2.13) Apabila dalam arah z memiliki nilai sama dengan nol, maka gerak tersebut dinamakan gerak dua dimensi (2D). Gerak dalam dua dimensi dapat berupa antara lain: gerak pada bidang miring, gerak peluru dan gerak melingkar. Pembahasan gerak dalam dua dimensi memerlukan konsep vektor. Besaran-besaran vektor yang membentuk sudut (misalkan ) terhadap sumbu-x, sumbu-y maupun sumbu-z dalam koordinat kartesia, dapat diproyeksikan berdasarkan defenisi fungsi trigonometri berdasarkan Gambar 2.5. ABCACBtancos ,sin (2.14) C A B 



Gambar 2.5 Proyeksi untuk fungsi trigonometri Kinematika Zarrah II.8 dan 222222222cossinCAOCACB , karena; C2 = A2 + B2 (dalil Phytagoras) (2.15) maka sin2  + cos2  = 1 (2.16) Pandang dua buah vektor D1 dan D2 (Gambar 2.6). Komponen-komponen vektor dapat diuraikan menjadi: D = D1 + D2 = iDx + jDy (2.17) dengan: D1 = iD1x + jD1y D2 = iD2x + jD2 Dx = D1x + D2x Dy = D1y + D2 Berdasarkan Dalil Phytagoras: )(22yxDDD (2.18) dan berdasarkan persamaan (2.15) diperoleh: xyDDtan (2.19) Dx = D cos  Dy = D sin  o2,44)833,0arctan(



arah tenggara 2.3.2. Gerak peluru Gerakan bola yang dilemparkan atau ditendang, peluru yang ditembakkan dari moncong senapan, atau benda yang dijatuhkan dari pesawat udara yang sedang terbang merupakan contoh-contoh dari gerak peluru. Gerak peluru menggambarkan gerak benda yang dilepaskan ke udara dengan kecepatan awal yang membentuk D1y D1x D2x D2y D1 D2 D Dx Dy y x D Dx Dy  Gambar 2.6 Uraian komponen vektor Kinematika Zarrah II.9 sudut tertentu terhadap horizontal. Apabila benda dilepaskan dari suatu ketinggian dengan kecepatan awal v0 = 0, maka benda dikatakan jatuh bebas.



Pandang jejak suatu obyek yang bergerak di udara dengan kecepatan v0 dan membentuk sudut  terhadap sumbu-x (gambar 2.8). Gambar 2.7 Gerak peluru Untuk menentukan persamaan gerak dari gerak peluru dapat kita uraikan komponenkomponen vertikal dan horizontal dari gerak tersebut. Persamaan-persamaan ini ditunjukkan secara terpisah untuk komponen-komponen x dan y pada Tabel 2-1, untuk kasus umum gerak dua dimensi. Tabel 2-1 Persamaan umum kinematika dalam dua dimensi Komponen-x (horizontal) Berdasarkan Persamaan Komponen-y (vertikal) vx = vxo + axt x = xo + vxot + (½)axt2 vx2 = vxo2 + 2ax(x-xo) (2.8) (2.11) (2.12) Vy = vyo + ayt y = yo + vyot + (½)ayt2 vy2 = v2oy+ 2ay(y - yo) Kita dapat sederhanakan persamaan dalam Tabel 2-1 untuk kasus gerak peluru karena kita dapat menentukan 0xa . Persamaan umum untuk gerak peluru disajikan pada Tabel 2-2. Kinematika Zarrah II.10 Tabel 2-2 Persamaan umum kinematika untuk gerak peluru



(arah x positif, ax = 0 dan ay = -g) Komponen-x (horizontal) Berdasarkan persamaan Komponen-y (vertikal) vx = vxo x = xo + vxot vx2 = vxo2 (2.8) (2.11) (2.12) Vy = vyo – gt y = yo + vyot - (½)gt2 vy2=vyo2 - 2g(y - yo) Umumnya diambil y-yo = h untuk gerak peluru dan gerak jatuh bebas. Dari persamaan (2.19), vx0 = vo cos α0 dan vyo = vo sin α0. Contoh 4: Sebuah bola ditendang sehingga memiliki kecepatan awal 20,0 m/s dan membentuk sudut 37,0o, hitunglah: a) Tinggi maksimum bola, b) Waktu lintasan bola hingga menyentuh tanah, c) Jarak horizontal bola menyentuh tanah, d) Vektor kecepatan pada tinggi maksimum , dan e) Vektor percepatan pada tinggi maksimum Jawab vxo = vo cos 37o = (20 m/s)(0,799) = 16,0 m/s vyo = vo sin 37o =(20 m/s)(0,602) = 12 m/s a. Pada tinggi maksimum vy = 0 vy = vyo – gt, maka t = vyo/g = 12 / 9,8 =1,22 s y = vyot – (½) gt2 = (12)(1,22) - ( ½)(9,8)(1,22)2 =7,35 m atau y = (vyo2 - vy2)/(2g)=[(12)2 - (0)2] / 2(9,8) = 7,35 m b. Pada saat ditendang yo = 0, setelah menyentuh tanah kembali y = 0, maka



y = yo + vyot – (½)gt2 0 = 0 + vyot – (½)gt2, maka t = (2vyo)/g = [(2)(12)]/ 9,8 = 2,45 s c. Jarak horizontal x = xo + vxot, dengan xo = 0 X = vxot = (16,0 m/s)(2,45 s) = 39,2 m d. Pada titik tertinggi, v = vx + vy , dengan vy = 0 v = vx = vxo = vo cos 37o =16,0 m/s e. a = -g = -9,8 m/s2 Kinematika Zarrah II.11 2.3.3. Gerak Melingkar Sebuah benda yang bergerak pada lintasan berbentuk lingkaran mendapat percepatan yang dapat diuraikan menjadi komponen yang normal dan tangensial terhadap lintasan tersebut. Dua segitiga pada Gambar 2.8 adalah sebangun. Sudut antara v1 dan v2 pada Gambar 2.8b adalah  sama dengan sudut pada Gambar 2.8a karena v1 tegak lurus terhadap R di P1 dan v2 menyinggung lingkaran di P2. Oleh karena itu kita dapat menulis: srvvrsvvNNatau dimana v = v1 = v2 sebab harga kecepatan dianggap tidak berubah (hanya arahnya saja yang berubah terus menerus). Percepatan normal rata-rata aN diberikan oleh: tsRvtvaNN (2.20) Percepatan normal saat aN makin kecil menuju nol. tsRvtsRvlattN00limitimit   RvvRvtsRvatN20.limit



    Gambar 2.8 Komponen gerak melingkar Kecepatan objek yang bergerak melingkar apabila telah menempuh jarak satu kali putaran selama satu periode (T), adalah: TRv2 Jadi sebuah obyek yang bergerak dalam satu lingkaran dengan jari-jari r dan laju v konstan mempunyai percepatan yang arahnya menuju pusat lingkaran dan Kinematika Zarrah II.12 besarnya adalah v2/r. Karena arahnya menuju pusat lingkaran sehingga percepatan ini disebut “percepatan sentripetal” (sentripetal = mencari pusat) atau “percepatan radial” karena arahnya sepanjang jari-jari lingkaran. RvaaaRcpN2 (2.21) Contoh 5: Bulan mengelilingi bumi dalam satu putaran penuh dalam waktu 27.3 hari. Diasumsikan bahwa orbitnya adalah sebuah lingkaran dengan radius 3.85 x 108 m. Tentukanlah percepatan bulan yang mengelilingi bumi tersebut. Jawab Percepatan bulan yang mengelilingi bumi 2822686/00273,0)1085,3()/1020(/1020)10(2,36)1085,3) (14,3(22102,36detik60menit60jam24hari3,27smmsmrvasmsmTrvsT  SOAL LATIHAN 1. Sebuah mobil bergerak sepanjang jalan lurus (arah sumbu x) dengan kecepatan 54 km/jam. Kemudian sopir menginjak pegas sehingga setelah 5 detik kecepatan mobil naik menjadi 18 km/jam. Berapakan percepatan rata-rata mobil?



2. Seorang anak melempar koin lurus ke atas dengan laju sekitar 15 m/s. (a) Berapa ketinggian yang dicapai koin tersebut? (b) Berapa lama koin tersebut berada di udara? 3. Dalam sebuah wahana putar di karnaval, penumpang bergerak dengan laju konstan dalam sebuah lingkaran berjari-jari 4,0 m. Mereka meyelesaikan satu putaran selama 3,0 detik. Berapa percepatan penumpang? 4. Seorang atlit melakukan lompat jauh meninggalkan tanah dengan sudut 30 dan melewati 7,80 m. (a) Berapa laju awal atlit tersebut? (b) Jika laju itu bertambah 5,0 persen saja, seberapa jauh lebihnya lompatan tersebut dibandingkan sebelumnya? Kinematika Zarrah II.13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kinematika benda/partikel merupakan cabang dari mekanika yang memppelajari gerak suatu benda tanpa meninjau penyebab dari benda tersebur bergerak. Gerak suatu benda ditentukan melalui kecepatan, percepatan, perpindahanbenda dari posisi awal ke posisi akhir. Aspek yang paling nyata dari gerak suatu benda adalah seberapa cepat benda tersebut bergerak. Hal ini dapat dinyatakan sebagai laju atau kecepatan. Seringkali kita tidak dapat membedakan kata kecepatan dan laju. Ada beberapa perbedaan mendasar antara dua kata tersebut, yaitu kecepatan adalah besaran vektor sedangkan laju belum tentu vektor. Laju rata-rata didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh sepanjang lintasannya dibagi waktuyang diperlukan untuk menempuh jarak tersebut. Sedangkan kecepatan rata-rata didefinisikan sebagai perpindahan dibagi dengan waktu yang dibutuhkan untuk menempuh perpindahan tersebut. Perpindahan telah didefinisikan dalam bagian sebelumnya. Misalkan mula-mula suatu objek berada pada posisi x1 pindah ke x2 Maka perubahan posisi adalah (simbol x), x = x2 – x1. Untuk menentukan kecepatan rata-rata adalah menghitung berapa perubahan posisi awal terhadap posisi akhir persatuan waktu (detik). Demikian pula untuk menentukan percepatan rata-rata adalah berapa besar perubahan kecepatan rata-rata per satuan waktu. B. Ruang Lingkup Dalam modul ini akan dipelajari tentang system kerangka acuan dalam menentukan kecepatan dan percepatan rata-rata dengan meninjau perubahan posisi suatu benda dan perubahan kecepatan, Juga dalam modul ini, akan dihitung C. Kaitan Modul



Modul ini merupakan modul pertama dari beberapa modul dalam matakuliah Fisika Dasar dan dilaksanakan pada pertemuan ke dua. Modul ini adalah dasar untuk penyelesaian berbagai permasalahan tentang kinematika benda/partikel yang berkaitan langsung dengan kecepatan rata-rata dan seseat, percepatan rata-rata dan percepatan sesaat, gerak dua dimensi eperti gerak parabola dan gerak melingkar beraturan. Kinematika Zarrah II.14 D. Sasaran Modul Setelah menyelesaikan modul ini, diharapkan mahasiswa mampu: 1. Mendefinisikan dan menjelaskan secara komprehensif tentang kinematika dan aplikasinya 2. Menyelesaikan sola-soal kinematika BAB II PEMBELAJARAN A. Kompetensi Pembelajaran Kompetensi Utama : Mampu memahami konsep gerak kinematika berupa kecepatan, percepatan dan gerak dua dimensidalam aplikasi bidang studi di Fakultas masing-masing. Kompetensi Pendukung : Mampu berkomunikasi, beradaptasi dan bekerjasama dalam pengembangan ilmu di bidang masing-masing Kompetensi lainnya : Mampu mengembangkan diri berdasarkan prinsip budaya bahari serta menjunjung tinggi norma tata nilai moral, agama, etika dengan rasa tanggung jawab. B. Model Pembelajaran Matakuliah : Fisika Dasar I



Pendekatan SCL : Small Group and Collaboration C. Tugas Mahasiswa a. Menyelesaikan soal-soal yang berhubungan dengan gerak kinematika dalam kelompok kecil b. Menyelesaikan soal-soal yang didiskusikan dalam panel D. Proses Pembelajaran 1. Mahasiswa peserta matakuliah ini dibagi menjadi beberapa kelompok kecil 2. Salah satu wakil dari setiap kelompok memaparkan tugas yang diselesaikan, kemudian ditanggapi dan dikoreksi oleh kelompok lain E. Strategi Pembelajaran 1. Tatap muka (kuliah) 2. Diskusi kelompok tanpa tutor Kinematika Zarrah II.15 3. Diskusi kelompok dengan tutor 4. Aktivitas pembelajaran individual menggunakan sumber-sumber belajar lainnya F. Kriteria Penilaian 1. Mampu membedakan dimensi satuan dasar dan satuan turunan 2. Tingkat pemahaman dalam menggunakan besaran, dimensi dan satuan. 3. Tingkat pemahaman keterkaitan materi perkuliahan pada setiap bidang studi. 4. Kemampuan menyelesaikan problem set 5. Keaktifan dalam diskusi kelompok BAB III PENUTUP Setelah menyelesaikan modul ini, anda berhak mengikuti tes evaluasi untuk uji kompetensi yang telah anda pelajari. Apabila anda telah mempelajari dan memahami modul ini hingga dinyatakan memenuhi syarat kelulusan dari hasil evaluasi, maka anda berhak mendapatkan apresiasi sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.



Apabila anda telah menyelesaikan seluruh evaluasi dari setiap modul, maka hasil yang berupa nilai dari fasilitator dapat dijadikan sebagai bahan rujukan sebagai penentu standar kelulusan mata kuliah Fisika Dasar. DAFTAR PUSTAKA Giancoli, DC., 2001, Fisika (terjemahan Yuhilza Hanum, Irwan Arifin), Jilid II, Edisi ke-5, Erlangga, Jakarta. Halliday, D. and Resnick,R.,1992 ; Fisika (terjemahan oleh Pantur Silaban dan Erwin Sucipto), Jilid I, Edisi ke 3, Erlangga, Jakarta.



Dinamika Zarrah III. 1 BAB III DINAMIKA ZARRAH 3.1 Pendahuluan Pada bab II telah dibahas bagaimana gerak dinyatakan dalam kecepatan dan percepatan tanpa memperhatikan penyebabnya. Sekarang akan kita tinjau gerak benda dilihat dari sudut yang menyebabkannya. Kita dapat mengatakan bahwa diperlukan sebuah gaya untuk menggerakkan benda. Ilmu yang menyelidiki hubungan antara gaya dan gerak kita sebut dinamika. Lalu apa sebenarnya gaya itu? Secara intuisi kita dapat menyatakan bahwa gaya merupakan dorongan atau tarikan terhadap sebuah benda. Ketika kita mendorong meja atau kereta belanja berarti kita memberikan gaya pada meja atau kereta belanja itu. Akan tetapi tidak semua gaya dapat menyebabkan gerak. Misalkan, saat kita mendorong batu yang besar walau dengan sekuat tenaga batu tersebut bisa saja tetap tidak bergerak. 3.2 Hukum Newton I Bagaimana hubungan yang tepat antara gaya dan gerak? Galileo Galilei (1564 – 1642) mencoba memikirkan hal tersebut. Apa yang dipikirkan Galileo adalah andaikan sebuah benda diletakkan di atas lantai yang licin, sehingga gesekan antara benda dengan lantai tidak ada sama sekali, kemudian benda tersebut didorong sedikit kuat dan dilepas, maka benda akan bergerak lurus tanpa berhenti. Gerak yang demikian dikatakan benda bergerak lurus beraturan.



Berdasarkan pemikiran Galileo di atas, Isaac Newton (1642 – 1727) membangun teori geraknya yang terkenal, yaitu Hukum Newton I, yang menyatakan bahwa Setiap benda akan tetap berada dalam keadaan diam atau bergerak lurus dengan laju konstan, kecuali jika diberi gaya total yang tidak nol. Hukum Newton I juga memberikan pengertian bahwa suatu benda akan tetap diam atau bergerak lurus beraturan, jika tidak ada gaya yang bekerja padanya. Sifat ini disebut sebagai Inersia atau lembam. Jadi kata inersia adalah sifat benda yang menyatakan kecenderungan benda untuk mempertahankan keadaan diam atau gerak tetapnya pada garis lurus. Dalam Hukum Newton II sifat inersia ini diberi definisi Dinamika Zarrah III. 2 yang kuantitatif yaitu massa. Jadi massa suatu benda tidak lain merupakan pengertian kuantitatif dan operasional dari sifat inersia benda dan mempunyai satuan kilogram (menurut satuan internasional). Hukum Newton I berlaku penuh pada kerangka inersial yaitu kerangka yang berada dalam keadaan diam atau bergerak lurus beraturan. 3.3 Hukum Newton II Hukum Newton I menyatakan bahwa jika tidak ada gaya total yang bekerja pada sebuah benda, maka benda tersebut akan tetap diam atau bergerak lurus beraturan. Tetapi apa yang terjadi jika sebuah gaya total diberikan pada benda tersebut? Newton berpendapat bahwa apabila terdapat gaya total yang bekerja pada sebuah benda maka kecepatan berubah sehingga menyebabkan adanya percepatan. Hubungan antara gaya dan percepatan oleh Newton dirangkum sebagai berikut: Percepatan sebuah benda berbanding lurus dengan gaya total yang bekerja padanya dan berbanding terbalik dengan massanya. Arah percepatan sama dengan arah gaya total yang bekerja padanya. Pernyataan di atas dikenal dengan Hukum Newton II. Jika dirumuskan dalam bentuk persamaan dapat dituliskan mFa (3.1) di mana



a adalah percepatan, m adalah massa, dan F merupakan gaya total, jumlah vektor dari semua gaya yang bekerja pada benda tersebut. Kita ketahui bahwa gaya itu merupakan besaran vektor, sehingga secara umum dapat ditulis sebagai: F = m a. Jika pada benda bekerja lebih dari sebuah gaya maka Hukum Newton II dapat ditulis dalam bentuk komponen-komponennya sebagai berikut: xxmaF , yymaF , zzmaF . Jika 0F , maka a = 0 dan berarti bahwa benda dalam keadaan diam atau bergerak lurus beraturan. Tampak bahwa Hukum Newton I adalah hal khusus dari Hukum Newton II. Jadi sebetulnya Hukum Newton I dan II saling berhubungan. Dinamika Zarrah III. 3 Contoh 1 Perkirakan gaya total yang dibutuhkan untuk mempercepat mobil dengan massa 1000 kg sebesar g21 . Jawab Percepatan (a) = g21



= 21 (9,8 m/s2)  5 m/s2 Dari Hukum Newton II kita dapatkan gaya total yang dibutuhkan: maF = (1000 kg)(5 m/s2) = 5000 N 3.4 Hukum Newton III Seorang anak mendorong batu, palu mendorong paku, dan magnet menarik besi. Dari peristiwa-peristiwa tersebut dapat kita simpulkan suatu gaya yang bekerja pada suatu benda selalu berasal dari benda lain. Tetapi Newton menyadari bahwa hal tersebut tidak sepenuhnya seperti itu. Benda yang mengalami gaya akan melakukan gaya perlawanan yang mempunyai besar yang sama dan arahnya berlawanan. Hal inilah yang menjadi inti dari Hukum Newton III: Ketika suatu benda memberikan gaya pada benda kedua, benda kedua tersebut memberikan gaya yang sama besar tetapi berlawanan awah terhadap benda pertama. Arti lain dari hukum Newton ini adalah untuk setiap aksi ada reaksi yang sama dan berlawanan arah sehingga dapat ditulis: reaksiaksiFF (3.2) 3.5 Berat Semua benda yang jatuh di permukaan Bumi akan mengalami percepatan yang sama. Percepatan tersebut disebabkan oleh gaya gravitasi Bumi. Jika kita terapkan hukum Newton kedua untuk gaya gravitasi akan kita peroleh persamaan berikut: mgFG (3.3) Dengan g adalah percepatan gravitasi dan FG merupakan gaya gravitasi yang besarnya biasa disebut berat. Dinamika Zarrah III. 4



Dalam dinamika, pengertian massa dan berat harus dibedakan. Massa sebuah benda merupakan sifat hakiki dari sebuah benda yang harganya sama untuk tempat yang berbeda, sedangkan berat bergantung pada besar percepatan gravitasi di tempat tersebut. 3.6 Hukum Gravitasi Newton Selain ketiga hukum geraknya yang telah kita bahas, Newton juga memikirkan masalah gravitasi. Dari pemikirannya tersebut terbentuklah Hukum Gravitasi Universal Newton yang menyatakan: Semua partikel di dunia ini menarik semua partikel lain dengan gaya yang sebanding dengan hasil kali massa partikel-partikel itu dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak di antaranya. Gaya ini bekerja sepanjang garis yang menghubungkan kedua partikel itu. Besar gaya gravitasi dapat ditulis sebagai 221rMMGF (3.4) huruf G menyatakan konstanta gravitasi yang mempunyai harga sama untuk setiap pasangan partikel. Dari eksperimen diperoleh bahwa harga G = 6,673 x 10-11 Nm2/kg2. Sedangkan r adalah jarak antara M1 dan M2. Persamaan (3.4) disebut sebagai Hukum Gravitasi Newton. 3.6.1. Perubahan percepatan Gravitasi dengan ketinggian Jika pada persamaan (3.4) M1 diganti dengan Mb (massa bumi) dan M2 diganti dengan m (massa benda), maka akan diperoleh: 2rmMGFb dimana r adalah jarak benda ke pusat bumi. Gaya tarik ini tidak lain merupakan berat benda. Sebagai reaksi terhadap berat benda, bumi ditarik oleh benda dengan gaya yang sama. Karena massa bumi sangat besar, maka percepatan yang dialami tidak seberapa. Menurut Hukum Newton II, gaya tarik bumi akan menyebabkan percepatan g menurut hubungan: F = mg. Sehingga percepatan gravitasi g dapat ditulis sebagai: 2rMGgb (3.5)



Dinamika Zarrah III. 5 Karena jari-jari bumi mempunyai harga 6371km, maka ketinggian sekitar 20km saja, tidak akan banyak merubah harga g. Tetapi bila dicari perubahan terhadap ketinggian, maka akan dapat dihitung penurunannya terhadap r sebagai berikut. rdrgrdrGMdgb223 atau rdrgdg2 . Tanda minus menyatakan bahwa jika jarak bertambah sebesar dr, maka percepatan gravitasi akan berkurang sebesar dg. Misalkan: untuk kegiatan 20km, akan diperoleh: dg/g = 2dr/r = (2 x 20)100% / 6371 = 0,63% Karena bumi tidak benar-benar berupa bola, harga g di permukaan bumi bergantung pada lintang. Di khatulistiwa yaitu untuk lintang 0°, harga g = 9,75039 m/s2, dan untuk lintang 60° harga g = 9,81918 m/s2. Harga-harga tersebut hanyalah harga rata-rata g. Harga g masih berubah dari suatu tempat ke tempat lain pada lintang yang sama, karena sifat lapisan-lapisan bumi. Perbedaan harga ini digunakan dalam eksplorasi bahan galian bumi. 3.7 Gaya 3.7.1 Gaya Gesekan Gaya gesekan akan terjadi pada permuakaan antara dua benda yang bersinggungan pada waktu benda yang satu bergerak atau akan bergerak terhadap yang lainnya. Gaya gesekan selalu melawan arah gerak benda atau dengan kata lain gaya gesekan selalu berusaha menghentikan benda yang bergerak, dan selalu terjadi walaupun tidak ada gerak relatif antara dua benda bersinggungan. Gaya gesekan yang bekerja antara dua permukaan yang berada dalam keadaan diam relatif satu terhadap lainnya disebut gaya gesekan statis dan diberi simbol fs. Gaya gesekan statik mencapai maksimum bila benda mulai bergerak atau gaya gesekan statik maksimum adalah gaya terkecil yang menyebabkan benda bergerak, dan besarnya tidak bergantung pada luas permukaan kontak yang bersinggungan, melainkan sebanding dengan besar gaya normal antara



kedua benda yang bergesekan. Gaya normal adalah gaya tekan yang terjadi antara kedua permukaan singgung dari bendaDinamika Zarrah III. 6 benda yang bersangkutan. Jadi gaya gesekan statik dapat dituliskan dalam persamaan: Nfss (3.6) dalam pers.(3.6) s menyatakan koefisien gesekan statik dan N adalah gaya normal. Bila benda mulai bergerak, maka gaya gesekan yang bekerja bukan lagi gaya gesekan statik melainkan gaya gesekan kinetik. Seperti juga pada gaya gesekan statik, gaya gesekan kinetik tidak bergantung pada luas permukaan kontak, tetapi sebanding dengan gaya normal. Persamaan gaya gesekan kinetik dapat dituliskan sebagai: Nfkk (3.7) dan k adalah koefisien gesekan kinetik. Koefisien gesekan kinetik dan kofisien gesekan statik adalah konstanta dan tanpa satuan. Umumnya mempunyai harga lebih kecil dari satu, tetapi untuk permukaan tertentu dapat lebih besar dari satu. Pada umumnya dipenuhi hubungan sebagai: ks Contoh 2 Tiga buah balok masing-masing mempunyai massa 2kg, 1kg, dan 0,5kg dihubungkan dengan tali. Benda ketiga kemudian ditarik ke kanan dengan gaya 42 N. Bila koefisien gesekan antara benda dengan permukaan horizontal sama, yaitu 0,2 maka tentukan percepatan benda tersebut. Jawab amfT111 (1) amfTT2212 (2)



amfTF332 (3) dari persamaan (1),(2), dan (3) dapat diperoleh hubungan 2321321/10)()(smmmmfffFa Dinamika Zarrah III. 7 3.7.2 Gaya Sentripetal Bila benda melakukan gerak melingkar dengan laju konstan, maka ia akan mempunyai percepatan sentripetal yang menuju pusat lingkaran. Besar percepatan sentripetal tersebut adalah rvasp2 Di sini r menyatakan jari-jari lingkaran dan v menyatakan laju benda. Akibatnya besar gaya sentripetal adalah: rvmF2 (3.8) Arah r adalah keluar lingkaran. Gaya ini menyebabkan benda berbelok karena gaya ini selalu tegak lurus pada vektor kecepatan benda. Gerak melingkar dapat dideskripsikan dalam jumlah putaran per detik (frekuensi f) atau waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu putaran (periode T). Hubungan antara frekuensi dan periode dapat ditulis fT1 (3.9) Karena dalam satu putaran benda menempuh satu keliling lingkaran (2r), maka laju v benda Trv2 (3.10) Contoh 3



Sebuah bola 150 g di ujung sebuah tali diputar secara beraturan membentuk lingkaran horisontal dengan radius 0,60 m. Bola membuat 2,00 putaran dalam waktu satu detik. Berapa percepatan sentripetalnya? Jawab Bola membuat dua putaran penuh per detik sehingga periode bola tersebut untuk menempuh satu putaran sebesar 0,50 detik. Dengan demikian laju bola tersebut 54,750,0)60,0)(14,3(22Trv m/s Percepatan sentripetalnya adalah 8,9460,0)54,7(22rvasp m/s2. Dinamika Zarrah III. 8 a. Uraian 1. Gaya gravitasi pada batu 2 kg adalah dua kali lipat dari batu 1 kg. Mengapa batu yang lebih berat tidak jatuh lebih cepat? 2. Sebuah balok massa 1,5 kg yang meluncur pada bidang miring dengan sudut kemiringan 30°. Berapa percepatannya jika koefisien gesekan antara balok dan bidang miring 0,35? 3. Sebuah helikopter 6500 kg dipercepat ke atas sebesar 0.6 m/s2 dengan mengangkat mobil 1200 kg. (a) Berapa gaya angkat yang diberikan oleh udara pada baling-baling? (b) Berapa tegangan tali (abaikan massanya) yang menghubungkan mobil dengan helikopter? 4. Sebuah mobil bermassa 400 kg tergelincir di pinggir jalan dan ditarik dengan sebuah mobil derek massa 800 kg dengan gaya 5000 N. Bila koefisien gesekan antara ban mobil derek dengan jalan 0,2 dan antara ban mobil dengan bidang miring 0,5 dengan kemiringan sudut 30°, tentukan: a. Percepatan sistem; b. Tegangan tali penderek! Dinamika Zarrah



III. 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada Modul 2 telah dibahas bagaimana gerakan/perpindahan suatu benda dinyatakan dalam kecepatan dan percepatan tanpa memperhatikan penyebabnya. Pada modul 3 akan dijelaskan secara komprehensih gerak suatu benda dengan memperhatikan factor-faktor yang menyebabbkan benda tersebut bergerak atau berpinda. Kita dapat mengatakan bahwa diperlukan sebuah gaya untuk menggerakkan benda. Ilmu yang berkaitan antara gaya dan gerak benda benda tersebut disebut dinamika. Lalu apa sebenarnya gaya itu? Secara intuisi kita dapat menyatakan bahwa gaya merupakan dorongan atau tarikan terhadap sebuah benda. Ketika kita mendorong meja atau kereta belanja berarti kita memberikan gaya pada meja atau kereta belanja itu. Akan tetapi tidak semua gaya dapat menyebabkan gerak. Misalkan, saat kita mendorong batu yang besar walau dengan sekuat tenaga batu tersebut bisa saja tetap tidak bergerak. B. Ruang Lingkup Dalam modul ini akan dipelajari tentang Hukum-hukum Newton tentang gerak seperti, Hukum Pertama Newton (Inertia), Hukum Kedua Newton tentang hubungan antara gaya dan percepatan serta Hukum ketiga Newton tentang aksi dan reaksi. Selain itu diberikan juga aplikasi dari hukum Newton tersebut.. C. Kaitan Modul Modul ini merupakan modul ketiga dari beberapa modul dalam matakuliah Fisika Dasar dan dilaksanakan pada pertemuan ke tiga. Modul ini adalah dasar untuk penyelesaian berbagai permasalahan tentang dinamika yang berkaitan erat hubungan antara gaya dan percepatan benda serta aksi dan reaksi. D. Sasaran Modul Setelah menyelesaikan modul ini, diharapkan mahasiswa mampu: 1. Menjelaskan dan menganalisis secara tuntas hukum hukum Newton tentang gerak dinamik. 2. Menyelesaikan problem set tentag gaya dan percepatan serta aplikasinya pada gaya sentripetal Dinamika Zarrah



III. 10 BAB II PEMBELAJARAN A. Kompetensi Pembelajaran Kompetensi Utama : Mampu memahami dan menjelaskan konsep dasar tentang penyebab suatu benda bergerak dan relasi antara aksi dan reaksi. Kompetensi Pendukung : Mampu berkomunikasi, beradaptasi dan bekerjasama dalam pengembangan ilmu di bidang masing-masing Kompetensi lainnya : Mampu mengembangkan diri berdasarkan prinsip budaya bahari serta menjunjung tinggi norma tata nilai moral, agama, etika dengan rasa tanggung jawab. B. Model Pembelajaran Matakuliah : Fisika Dasar I Pendekatan SCL : Small Group and Collaboration C. Tugas Mahasiswa I. Tugas di kelas 1) Gaya gravitasi pada batu 2 kg adalah dua kali lipat dari batu 1 kg. Mengapa batu yang lebih berat tidak jatuh lebih cepat? 2) Sebuah balok massa 1,5 kg yang meluncur pada bidang miring dengan sudut kemiringan 30°. Berapa percepatannya jika koefisien gesekan antara balok dan bidang miring 0,35? 3) Sebuah helikopter 6500 kg dipercepat ke atas sebesar 0.6 m/s2 dengan mengangkat mobil 1200 kg. (a) Berapa gaya angkat yang diberikan oleh udara pada baling-baling? (b) Berapa tegangan tali (abaikan massanya) yang menghubungkan mobil dengan helikopter?



4) Sebuah mobil bermassa 400 kg tergelincir di pinggir jalan dan ditarik dengan sebuah mobil derek massa 800 kg dengan gaya 5000 N. Bila koefisien gesekan antara ban mobil derek dengan jalan 0,2 dan antara ban mobil dengan bidang miring 0,5 dengan kemiringan sudut 30°, tentukan: a. Percepatan sistem; b. Tegangan tali penderek! Dinamika Zarrah III. 11 II. Tugas Mandiri Untuk tugas mandiri mahasiswa dapat mengunduh file Tugas pada LMS D. Proses Pembelajaran 1. Mahasiswa peserta matakuliah ini dibagi menjadi beberapa kelompok kecil 2. Masing-masing kelompok meyelesaikan soal-soal dinamika 3. Salah satu wakil dari setiap kelompok memaparkan tugas yang diselesaikan, kemudian ditanggapi dan dikoreksi oleh kelompok lain E. Strategi Pembelajaran 1. Tatap muka (kuliah) 2. Diskusi kelompok tanpa tutor 3. Diskusi kelompok dengan tutor 4. Aktivitas pembelajaran individual menggunakan sumber-sumber belajar lainnya F. Kriteria Penilaian 1. Mampu menjelaskan dengan tuntas dalam penyelsaian soal-soal yang diberikan 2. Tingkat pemahaman dalam menggunakan Hukum-hukum Newton 3. Tingkat pemahaman keterkaitan materi perkuliahan pada setiap bidang studi. 4. Keaktifan dalam diskusi kelompok BAB III PENUTUP



Setelah menyelesaikan modul ini, anda berhak mengikuti tes evaluasi untuk uji kompetensi yang telah anda pelajari. Apabila anda telah mempelajari dan memahami modul ini hingga dinyatakan memenuhi syarat kelulusan dari hasil evaluasi, maka anda berhak mendapatkan apresiasi sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Apabila anda telah menyelesaikan seluruh evaluasi dari setiap modul, maka hasil yang berupa nilai dari fasilitator dapat dijadikan sebagai bahan rujukan sebagai penentu standar kelulusan mata kuliah Fisika Dasar. DAFTAR PUSTAKA Halliday, D. and Resnick,R.,1992 ; Fisika (terjemahan oleh Pantur Silaban dan Erwin Sucipto), Jilid I, Edisi ke 3, Erlangga, Jakarta.



IV.1 BAB IV KERJA DAN ENERGI 4.1 Kerja Dan Energi Kinetik Anda mungkin setuju bahwa diperlukan kerja keras untuk mendorong mobil mogok, mengangkat air gallon ke atas dispenser, mengangkat sekarung beras ke atas truk angkutan. Semua contoh ini memang berhubungan dengan pengertian kerja seharihari, beberapa aktivitas yang membutuhkan kekuatan otot dan dukungan mental. Dalam setiap kasus di atas, Anda melakukan kerja dengan memberi gaya pada benda saat benda tersebut bergerak dari satu tempat ke tempat lain, dengan kata lain mengalami perpindahan. Kerja didefinisikan sebagai produk skalar antara vektor gaya dan vektor perpindahan, merupakan suatu besaran skalar. Dan juga merupakan perpindahan energi dari suatu sistem ke sistem lainnya melalui gaya yang mengakibatkan pergeseran posisi benda. Perpindahan energi semacam ini dikenal dengan kerja mekanik atau disebut kerja saja. Sedangkan perpindahan energi karena adanya perbedaan temperatur disebut kalor. Satuan dari kerja dalam sistem internasional (SI) adalah Joule (Newton meter), untuk menghormati ahli Fisika Inggeris abad ke-19 James Prescott Joule. Sistem satuan lain adalah erg (dyne cm). Hubungan antara satuan kerja tersebut adalah 1 Joule = 107 erg. Dalam sistem Inggeris, satuan gaya adalah pound (lb), satuan jarak adalah foot, dan satuan kerja adalah foot-pound (ft.lb). Konversi ke sistem SI adalah 1 ft.lb = 1,356 Joule.



Pada dasarnya kerja sama dengan besarnya energi yang dipindahkan. Dalam hal ini bila sebuah gaya (F) bekerja pada suatu benda yang menyebabkan benda tersebut berpindah sejauh x, maka kerja yang dilakukan adalah: Gambar 4.1 Gaya yang menyebabkan perpindahan benda sejauh x F cosF  F sin θ x F  IV.2 cosxFxFW (4.1) dengan: W adalah kerja (Joule), F = gaya (Newton), x = perpindahan (meter),  adalah sudut antara arah gaya F dengan arah perpindahan. Perhatian : jangan salah membedakan antara W (kerja) dengan w (berat). Meskipun simbolnya hampir sama, kerja dan berat adalah besaran yang berbeda. Kerja adalah transfer energi. Gaya yang bergantung waktu mengubah kerja menjadi energi kinetik sedangkan gaya yang hanya bergantung posisi mengubah kerja menjadi energi potensial. Contoh 1. Tangkai alat pembersih (pel) bermassa m = 3 kg membentk sudut Θ =30o terhadap vertikal. Jika koefisien gesekan kinetik antara pel dengan lantai adalah 0,2 (abaikan



massa tangkai pel), maka tentukan besar kerja yang dibutuhkan untuk menggerakkan pel dengan kecepatan konstan sejauh 10 m. Jawab: NmgFmgFF405,1887,02,05,01032,030cos30sin0)30cos(30sin Jadi usaha atau kerja untuk menggerakkan pel adalah JoulesFW025,92105,0405,1830sin Kerja total yang dilakukan pada sebuah benda oleh gaya-gaya luar berkaitan dengan perpindahan benda. Akan tetapi kerja total juga berkaitan dengan perubahan laju benda. Secara umum resultan gaya yang bekerja pada setiap benda tidak perlu sama dengan nol atau benda bergerak dipercepat dengan percepatan konstan sehingga F = m a. Misalkan laju berubah dari v1 ke v2 ketika benda melakukan perpindahan sejauh 12xxs . Dengan menggunakan persamaan kinematika θ IV.3 svvaasvv2221222122 Jika mengalikan persamaan ini dengan m (massa), gaya total diperoleh: 2122212221212mvmvFsWsvvmmaF (4.2) Karena yang dilakukan oleh gaya pada benda adalah memindahkan energi, akibatnya terjadi perubahan pada besaran ½ m v2. Perubahan tersebut haruslah merupakan pertambahan atau pengurangan energi. Karena kerja adalah suatu perpindahan energi, maka jelas besaran ½ m v2 merupakan besaran energi, yakni bentuk energi yang berhubungan dengan gerak benda, sehingga besaran ½ mv2 disebut sebagai energi gerak atau energi kinetik. Dengan demikian kerja total yang dilakukan oleh gaya total F pada sebuah partikel adalah sama dengan perubahan energi kinetik. Analisa di atas dapat pula dilalui melalui pendekatan integral, yakni: 21222121mvmvmvdvdvdtdxmdxdtdvmdxtFW Contoh 2:



Sebuah traktor menarik beban beratnya 15.000 N sejauh 20 meter. Traktor tersebut memberikan gaya konstan 5000 N pada sudut 36,9o di atas horizontal. Terdapat gaya gesekan 3500 N yang berlawanan dengan arah gerak. a. Carilah kerja yang dilakukan oleh masing-masing gaya yang bekerja pada beban dan kerja total yang dilakukan oleh semua gaya. b. Berapa laju akhir jika laju awal 2,0 m/s. Jawab: a. Kerja oleh gaya berat Wg dan gaya normal Wn adalah nol, karena tidak ada perpindahan ke arah tegak lurus. Kerja oleh traktor JmNsFWtt4108)20)(8,0)(5000(9,36cos IV.4 Kerja oleh gaya gesek JmNsfWgf4107)20)(1)(3500(180cos Kerja total JWWWWWftngT44410110710800 b. Energi kinetik awal adalah: JmvT3000)2)(1500(21212211 Energi kinetik akhir adalah: 22222)1500(2121vmvT Persamaan (4.2) memberikan: smvJmvmvTTWT/2,41500000.132000.13000.3000.1021300021000.10222212  4.2 Energi Potensial Dan Hukum Kekekalan Energi Bila suatu gaya bekerja pada sebuah benda yang menyebabkan benda tersebut berpindah sejauh dx maka akan menghasilkan kerja sebesar xdFdW



. Bila xd cukup kecil, F dalam pergeseran ini dianggap tetap. Jika pergeseran cukup besar maka besar dan arah gaya F(x) akan berubah. Bila gaya yang berubah tersebut mengakibatkan perpindahan antara x1 dan x2 dan dibagi dalam interval kecil x. Dalam setiap interval yang terjadi (x), gaya F dianggap tetap sehingga setiap pergeseran x1 menghasilkan kerja: W1 = F(x1) x1 (4.3) Gambar 4.2 Gaya sebagai fungsi dari pergeseran x1 x1 x2 F(x) x1 x2 F(x) (a) (b) IV.5 Karena antara x1 dan x2 terdapat N buah interval, kerja yang dilakukan adalah: NixxFWW111 (4.4) Bila x1 0, kurva F(x) sepanjang x1 sampai x2 dipandang sebagai sistem yang kontinu, sehingga kerja yang dihasilkan adalah: )(1221xxFdxxFWxxi (4.5)



ingat x2 - x1 = s adalah perpindahan total partikel. Jadi, kasus gaya konstan F , kerja adalah luas di bawah kurva F sebagai fungsi x. Kemampuan melakukan kerja karena posisi disebut energi potensial. Pengertian energi potensial hanya dapat dihubungkan dengan gaya-gaya tertentu yang disebut gaya konservatif. Di sini akan dibahas dua jenis energi potensial mekanik yakni energi potensial gravitasi dan energi potensial pegas (osilator harmonik) 4.2.1 Energi Potensial Pegas Dalam keadaan posisi setimbang (kendur) panjang pegas x0. Pegas kemudian diberi gaya F sehingga pegas bertambah panjang menjadi x maka pegas akan memberikan gaya perlawanan sebesar F = -k (x – x0) yang berarti bahwa gaya yang diberikan pada pegas F = -F’ = k(x – x0), yaitu kerja yang dilakukan untuk merubah panjang pegas dari x0 menjadi x diberikan oleh: Gambar 4.3 Perubahan panjang pegas menghasilkan kerja xxoooxxkdxxxkW2)(21)( (4.6) Bila pada x=xo dipandang sebagai posisi awal benda (x=0), akan diperoleh: 221kxW (4.7) Menurut persamaan (4.7), untuk mengubah panjang pegas sejauh x maka harus dilakukan usaha sebesar (1/2)kx2. Bila pegas dilepaskan dari kedudukan simpangannya, maka pada pegas terdapat potensi (kemampuan) untuk   X X0 IV.6 mengendalikan pegas ke keadaan awal. Ini berarti perubahan panjang pegas sejauh x, pegas menyimpan energi potensial (Ep) sebesar 221kx .



Contoh 3: Sekarung buah jeruk dengan berat 600 N ditimbang menggunakan timbangan pegas, hingga pegas tersebut bergeser dari titik seimbangnya sebesar 1,0 cm. Tentukan konstanta pegas dan kerja total yang dilakukan pada pegas tersebut saat penimbangan. Jawab: Jadi berat sekarung jeruk dan gaya pegas mempunyai besar yang sama 600 N tetapi arah yang berlawanan. Konstanta pegas adalah: mNxFk000.60010,0600 Kerja total JoulekxW3)01,0)(000.60(212122 Contoh lain dari gerak harmonik, tinjaulah suatu partikel yang massa m yang bergantungan pada ujung yang seutas tali tanpa berat dengan panjang l. Sistem ini disebut bandul sederhana seperti pada gambar berikut: Gambar 4.4 (a). Sistem bandul sederhana, (b). gaya yang bekerja pada bandul sederhana Misalkan partikel digeser sepanjang lintasan berbentuk busur-lingkaran berjejari l dari simpangan sudut  = 0 sampai  = 0. Kita dapat melakukan gaya seperti ini dengan menarik beban melalui seutas tali yang diusahakan selalu horizontal. Akibatnya beban tersebut akan berubah posisi vertikalnya sebesar h. Anggap bahwa selama gerak ini tidak ada percepatan, jadi dalam kenyataannya gerak ini haruslah sangat perlahan. Gaya F selalu pada horizontal, akan tetapi pergeseran ds terletak pada suatu busur. Arah ds bergantung pada nilai  yang menyinggung h m ds l o  F



mg T a b IV.7 lingkaran pada setiap titik. Gaya F akan berubah besarnya sedemikian rupa sehingga selalu mengimbangi komponen horizontal dari gaya tarik T. Dari hukum Newton I diperoleh: m g = T cos  dan F = T sin  Dengan menghilangkan T dari kedua persamaan di atas, diperoleh: F = m g tan  Kerja yang dilakukan untuk perpindahan ds adalah: dsmgsdFdW)(costan = m g sin  ds Perhatikan bahwa sudut antara ds dan F adalah . Untuk menghitung kerja pada perpindahan dari  = 0 sampai pada  = 0, kita harus melakukan integrasi sepanjang lintasan. Pada lintasan ini kita mempunyai hubungan ds = 1 d. Sehingga diperoleh: oooomglldmgdsmgsdFW000)cos1(sin sin akan tetapi mghWlho sehingga ),cos1( 4.2.2 Energi Potensial Garvitasi Dekat Permukaan Bumi Besar gaya gravitasi (gaya berat) yang dialami oleh sebuah benda yang berada dekat permukaan bumi ditulis sebagai: gmF (4.8)



Di dekat permukaan bumi g dianggap konstan. Kerja diperlukan untuk memindahkan suatu benda dari ketinggian h1 ke ketinggian h2 diatas permukaan bumi diperoleh sebagai: Gambar 4.5 Kerja oleh perpindahan benda dari h1 ke h2. h2 h1 IV.8 21)(12hhhhmgmgdhW (4.9) Dalam hal ini besaran mgh, merupakan besaran energi yang tersimpan pada benda tersebut pada posisi ketinggian h. Oleh karena itu besaran mgh dinamakan energi potensial graviatasi suatu benda yang massanya m dibawah percepatan gravitasi g yang terletak pada jarak h dari suatu kerangka acuan. Ep = mgh (4.10) 4.3 Hukum Kekekalan Energi Kerja yang dilakukan oleh gaya-gaya yang bersifat konservatif adalah memindahkan energi dari perilaku gaya menjadi energi tersimpan. Jika bendanya bergerak, maka energi kinetiknya akan dirubah menjadi energi potensial. Jadi dalam persoalan ini ada transfer (alih) energi dari energi kinetik menjadi energi potensial atau sebaliknya tanpa adanya kehilangan energi. Jadi kerja melawan gaya tidak membuang energi, atau dengan kata lain jumlah energi kinetik dan energi potensial selalu konstan. Ciri khas dari gaya konservatif adalah bahwa kerja yang dilakukan pada suatu lintasan tertutup adalah sama dengan nol atau: 0)(rdrF (4.11) Arti fisis dari persamaan (4.13), energi yang lenyap dalam suatu proses tertutup senantiasa sama dengan nol sejauh gaya-gaya yang bekerja adalah gaya konservatif. Ini berarti bahwa: (EK+Ep) = 0 atau, EK+EP = konstan (4.12) Untuk dua keadaan yang kondisi mekaniknya berbeda akan berlaku:



EK1+EP1 = EK2+EP2 (4.15) Persamaan (4.15) dikenal dengan hukum kekekalan energi. IV.9 Contoh 4. Sebuah benda massa 0,2 kg dijatuhkan dari ketinggian 50 cm menimpah sebuah pegas yang dipasang vertikal dengan konstanta k = 150 N/m. Percepatan gravitasi g = 10 m/s2 Hitunglah: a. Kecepatan benda pada saat mengenai ujung pegas a. Berapa jauh pegas akan tertekan. Jawab. a. pBkBpAkAEEEE smvghvmgxmvxhmgoBo015,0102221)(2 b. mkmvxkxmvb036,01502,010212122 4.4 Daya Defenisi dari kerja tidak mengambil acuan terhadap jalannya waktu. Jika Anda mengangkat balbel seberat 400 N melalui jarak vertikal 50 cm dengan kecepatan konstan, berarti Anda melakukan kerja (400N)(0,5cm) = 200 Joule tanpa peduli Anda menghabiskan waktu 1 detik, 1 jam ataupun 1 tahun untuk melakukan hal itu. Seringkali kita ingin tahu seberapa cepat kerja dilakukan. Hal ini dinyatakan dalam daya. Dalam percakapan sehari-hari “daya” sering diartikan sebagai “energi” atau “gaya”. Dalam fisika digunakan defenisi yang lebih presisi, yaitu daya (power) adalah laju waktu yang digunakan kerja, dan merupakan besaran skalar. Dalam pemakaian energi seringkali menarik, bila digunakan besaran laju transfer energi dibanding dengan energi total yang dilakukan atau dengan kata lain kecepatan transfer dari suatu pelaku gaya. Menurut defenisi, daya adalah banyaknya kerja yang dilakukan persatuan waktu. Daya rata-rata yang diberikan pada suatu benda adalah kerja total yang dilakukan benda dibagi dengan waktu total yang dipergunakan untuk melakukan kerja. tWP



, Daya sesaat vFdtxdFdtdWP.. IV.10 Dalam sistem satuan internasional satuan daya dinyatakan dengan Joule/detik yang disebut Watt. Satuan lain yang sering digunakan untuk peralatan berat adalah satuan tenaga kuda (Horse Power) Hp dimana 1 Hp 746 Watt. Dari hubungan diatas maka kerja dapat pula dinyatakan daya kali waktu dan yang sering digunakan adalah kiloWatt (KWh). Satu kilo watt adalah kerja yang dilakukan oleh suatu sistem yang bekerja dengan daya konstan 1 kilowatt selama satu jam. Contoh 5: Sebuah mobil menggunakan daya sebesar 150 hp bergerak dengan kecepatan 72 km/jam. Berapakah gaya dorong mesin pada saat tersebut. Jawab: Daya ;FvtWP 150 x746 Watt = det360072000mF Sehingga F = 5595 N Contoh 6: Sebuah elevator massa 500 kg, dirancang untuk mengangkut penumpang maksimum 25 orang dengan massa rata-rata perorang 60 kg, pada suatu gedung bertingkat 25 dalam waktu 20 detik. Bila tinggi gedung untuk tiap tingkatnya 4 m. a. Berapa daya minimum yang diperlukan elevator b. Bila efisiensi mesin 50 % berapa daya diperlukan Jawab: a. Berat elevator G = m g = 5000 N, berat penumpanng = 60 x 10 x 25 = 15.000 N Berat sistem = berat elevator + Berat penumpang = 20.000 N Kerja yang diperlukan untuk mencapai lantai 25 adalah



W = 20.000 x 25 x 4 = 2 x 106 Joule, Jadi daya minimum yang diperlukan adalah: 201026xP watt = 100 Kwatt. b. Bila efesiensi 50% maka diperlukan daya 200 kwatt IV.11 SOAL LATIHAN 1. Sebuah benda yang dapat bergerak sepanjang sumbu x ditarik menuju titik asalnya oleh gaya dengan besar 3xF , dimana  = 4 N/m3. Berapa gaya F ketika benda berada pada titik x = 1 m dan berapa kerja yang dilakukan gaya F ketika benda bergerak dari x = 1 m ke x = 2 m. 2. Seorang mahasiswa menghabiskan sebagian harinya dengan berjalan diantara kelas atau dengan berekreasi, dimana ia mengeluarkan energi dengan rata-rata 280 watt. Sisa harinya dihabiskan duduk dalam kelas belajar atau beristrahat. Selama melakukan aktivitas ini ia mengeluarkan energi rata-rata 100 watt. Jika ia mengeluarkan total energi 1,1x107 joule dalam 24 jam, berapa hari ia habiskan untuk berjalan. 3. Suatu benda tergelincir tanpa gesekan melalui suatu lintasan yang kedua ujungnya melengkung, bagian tengahnya datar dan permukaannya kasar dengan koefisien gesek μ (lihat gambar disamping). Jika benda dilepas dititik A yang tingginya 1 m dan berhenti persis ditengah bagian datar yang panjangnya 2 m maka hitunglah koefisien geseknya (μ). 4. Sebuah balok bermassa 10 kg didorong keatas bidang miring dengan sudut kemiringan 37o dengan kecepatan awal 5 m/s. Balok berhenti setelah menempuh jarak 2 m kemudian meluncur kembali ke kaki bidang miring. Hitunglah; a. Koefisien gesekan antara balok dan bidang miring b. Kecepatan dan percepatan balok pada saat mencapai kaki bidang miring. 5. Balok bermassa m (lihat gambar di samping) mula-mula bergerak dengan kecepatan vo ke kanan. Balok bergerak kekanan sejauh l kemudian berhenti.



A m h l  k vo l



Modul 5 Momentum Linier dan Tumbukan 5.1. Momentum dan Hubungannya dengan Gaya Momentum linier dari sebuah partikel didefinisikan sebagai hasil kali antara massa dan kecepatan partikel tersebut. Momentum linier umumnya dinyatakan dengan simbol p. Jika m menyatakan massa partikel dan v adalah kecepatannya, maka momentum linier (selanjutnya disebut saja “momentum”) p adalah: mvp (5.1) Karena kecepatan adalah sebuah vektor, maka momentum haruslah merupakan vektor. Arah momentum sama dengan arah kecepatan, dan besar momentum adalah mvp . Sebuah gaya diperlukan untuk mengubah momentum dari sebuah partikel, baik besar maupun arahnya. Statemen Newton dari persamaan gerak kedua dapat ditafsirkan dalam bahasa momentum sebagai berikut: “Laju perubahan momentum dari sebuah partikel sebanding dengan gaya resultan yang bekerja padanya”. Secara matematis ditulis: tpF (5.2) dengan F adalah gaya total yang bekerja pada obyek dan p adalah perubahan momentum resultan yang terjadi selama selang waktu t. Jika sistem terdiri dari sebuah partikel bermassa m konstan, maka dengan memasukkan persamaan (5.1) ke



persamaan (5.2) kita dapatkan bentuk hukum kedua Newton yang lazim kita gunakan selama ini. tvamatvmtvvmtmvmvtpFoo karena ,)( Pada sistem partikel banyak yang terdiri dari n partikel dengan massa masing-masing m1, m2, m3…..mn, sistem secara keseluruhan memiliki momentum total p. Momentum total didefinisikan sebagai jumlah vektor semua momentum partikel dalam kerangka acuan yang sama, yaitu; p = p1 + p2 + …. + pn V.1 p = m1v1 + m2v2 +…+ mnvn (5.3) dengan v1 adalah kecepatan m1, v2 adalah kecepatan m2, dan vn adalah kecepatan partikel ke-n bermassa mn. 5.2. Kekekalan Momentum Prinsip kekekalan momentum adalah prinsip besar kedua tentang kekekalan yang telah kita jumpai, yang pertama adalah prinsip kekekalan energi. Pada pertengahan abad ke17 ditemukan bahwa jumlah momentum dari dua obyek yang bertumbukan adalah konstan. Contoh tumbukan dua bola billiard (Gambar 5.1). Andaikan gaya eksternal total pada sistem ini adalah nol. Meskipun momentum dari tiap-tiap bola berubah karena tumbukan, ternyata jumlah momentumnya ditemukan sama sebelum dan sesudah tumbukan. Jika m1v1 adalah momentum dari bola 1 dan m2v2 adalah momentum dari bola 2, keduanya diukur sebelum tumbukan, maka momentum total kedua bola sebelum tumbukan adalah m1v1+m2v2. Gambar 5.1 Tumbukan dua buah bola billiard Setelah tumbukan, tiap-tiap bola mempunyai kecepatan dan momentum yang berbeda, yakni 11vm dan 22vm . Momentum total setelah tumbukan adalah



2211vmvm . Dengan demikian tanpa gaya eksternal berlaku: 22112211vmvmvmvm (5.4) Dalam hal ini, vektor momentum total dari sistem dua bola adalah kekal atau konstan. Meskipun prinsip kekekalan momentum ditemukan secara eksperimental, namun kita dapat juga menurunkannya dari hukum gerak Newton. Dari Gambar 5.1, anggap gaya F terdapat pada satu bola dan mendorong bola lain selama tumbukan. Gaya rata-rata selama waktu tumbukan t diberikan oleh: m1v1 m2v2 m1v’1 m2v’2 V.2 F = p/t atau F t =p (5.5) Jika persamaan (5.5) diterapkan pada bola 1 (gambar 5.1) dengan mengambil kecepatan bola 1 adalah v1 dan v’1 adalah kecepatan bola 1 setelah tumbukan, maka 1111vmvmtF (5.6) Dalam hubungan diatas, F adalah gaya pada bola 1 mendorong bola 2, dan t adalah waktu kontak kedua bola selam tumbukan. Bilamana persamaan (5.6) diterapkan pada bola 2, berdasarkan hukum Newton ketiga, gaya pada bola 2 terhadap bola 1 adalah F, sehingga ditulis 2222vmvmtF . Kombinasi persamaan untuk bola 1 dan bola 2 diperoleh: )(12221111vmvmvmvm atau 22112211vmvmvmvm



Persamaan terakhir diatas menunjukkan bahwa jika jumlah gaya-gaya yang bekerja pada sistem adalah nol, maka p = 0, sehingga tidak ada perubahan momentum total. Jadi pernyataan umum “ hukum kekekalan momentum” adalah “Momentum total dari suatu sistem terisolir adalah konstan”. 5.3. Tumbukan dan Impuls Pada saat dua obyek bertumbukan, kedua obyek umumnya mengalami deformasi melibatkan gaya-gaya yang kuat. Gaya-gaya tersebut adalah gaya kontak berdasarkan hukum Newton kedua, persamaan (5.2), besar vektor gaya tersebut adalah: F = (p/t) (5.7) Persamaan ini tentu saja diterapkan pada masing-masing obyek dalam suatu tumbukan. Kita pahami bahwa tumbukan umumnya terjadi dalam waktu yang sangat singkat sehingga gaya kontak dapat ditulis dalam bentuk infinitesimal t  0, yakni F = dp/dt. Jika kedua ruas persamaan (5.7) dikalikan dengan interval waktu t, diperoleh: Ft = p (5.8) Kuantitas ruas kiri persamaan (5.8), yakni perkalian antara gaya F dengan interval waktut, disebut “impuls”. Kita lihat bahwa perubahan total pada momentum sama dengan impuls. Konsep impuls hanya terdapat pada tumbukan yang berlangsung sangat singkat. Besar impuls dinyatakan oleh luas di bawah kurva Gambar 5.2. V.3 Gambar 5.2 Besar impuls oleh luas kurva 5.4. Kekekalan Energi dan Momentum pada Tumbukan Pada pasal 5.2 telah dikemukakan tentang adanya kekekalanm momentum total pada tumbukan antara dua obyek (bola biliard). Jika kedua obyek sangat keras dan elastis serta tidak ada panas yang dihasilkan pada saat kedua obyek bertumbukan, maka enerhi kinetik adalah kekal. Ini berarti bahwa energi kinetik sebelum dan sesudah tumbukan adalah sama. Tumbukan dimana energi total adalah kekal disebut “tumbukan elastik” sedangkan tumbukan dimana energi kinetik total tidak kekal disebut “tumbukan tidak elastik”. Tumbukan elastik: (½)m1v12 + (½)m2v22 = (½)m1v1’2 + (½)m2v2’2 (5.9) m1v1 + m2v2 = m1v1’ + m2v2’ Tumbukan tidak elastik: (½)m1v12 + (½)m2v22 = (½)m1v1’2 + (½)m2v2’2 + energi termal + energi lain



m1v1 + m2v2 = m1v1’ + m2v2’ Jadi pada tumbukan elastik berlaku hukum kekekalan energi kinetik dan hukum kekekalan momentum, pada tumbukan tidak elastik tidak berlaku hukum kekekalan energi kinetik namun berlaku hukum kekekalan momentum. 5.5. Tumbukan Eleastik dalam Satu Dimensi Pada uraian berikut ini kita menerapkan kekekalan momentum dan energi kinetik buat tumbukan elastik antara dua obyek kecil (partikel) yang saling bertumbukan, sedemikian hingga semua gerak terjadi sepanjang garis lurus. Anggap bahwa kedua partikel bergerak dengan kecepatan awal v1 dan v2 sepanjang sumbu-x (Gambar 5.3a). Setelah tumbukan, kecepatannya masing-masing berubah menjadi v1’ dan v2’ (Gambar 5.3b). t t F V.4 Gambar 5.3 Tumbukan elastik dua obyek kecil a. Sebelum tumbukan, b. setelah tumbukan Kita dapat menuliskan kembali persamaan kekekalan momentum dan energi kinetik sebagai berikut: m1( v1 – v1’) = m2 (v2’-v2) (5.10) m1( v12 – v1’ 2) = m2( v2’ 2 – v22) (5.11) dengan modifikasi matematika, pers. di atas dapat ditulis: ( v1 + v1’) = (v2’+ v2) atau ( v1 – v2) = ( v2’- v1’) (5.12) Dari persamaan (5.10) dan (5.11), dapat dinyatakan kecepatan akhir terhadap kecepatan awal. 2211212112221212121122vmmmmvmmmvvmmmvmmmmv   



5.6. Tumbukan Elastik dalam Dua atau Tiga Dimensi Prinsip kekekalan momentum dan energi dapat juga diterapkan terhadap tumbukan dalam dua atau tiga dimensi. Unstuk kasus demikian, kaidah vektor kembali berperan penting. Contoh tumbukan esemacam ini kita dapat lihat pada permainan billiar, serta tumbukan atom-atom. Gambar 5.4 memperlihatkan partikel 1 bermassa m1 bergerak sepanjang sumbu-x dan menumbuk partikel 2 bermassa m2 yang mula-mula dalam keadaan diam. Setelah kedua partikel terhambur, m1 = membentuk sudut 1 terhadap x dan m2 membentuk sudut 2 terhadap sumbu-x. m1v1 m2v2 m1v’1 m2v’2 x b y x a y V.5 Gambar 5.4 Tumbukan elastik dalam dua dimensi Dari kekekalan energi kinetik diperoleh hubungan: (½)m1v12 + (½)m2v22 = (½)m1v1’2 + (½)m2v2’2 (5.13a) Dari kekekalan momentum diperoleh: p1 = p1’ + p2’ Jika diuraikan dalam komponen vektornya, diperoleh: px = px1’ + px2’ m1v1 = m1v1’cos 1’ + m2v2’cos 2’ (5.13b)



py = py1’ + py2’ 0 = m1v1’sin 1’ + m2v2’sin 2’ (5.13c) Dari ketiga persamaan (5.13a,b dan c) bebas satu sama lain dan dapat ditemukan tiga variabel yang tidak diketahui jika variabel lainnya diketahui. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum kekekalan energi yang dibahas dalam bab terdahulu, hanyalah salah satu hukum kekekalan di dalam fisika. Kuantitas lain yang ditemukan memiliki sifat kekal adalah momentum linier, momentum sudut dan muatan listrik. Pada bab ini akan dibahas momentum linier dan kekekalannya. Selanjutnya dengan menggunakan hukum kekekalan momentum serta hukum kekekalan energi, akan dianalisis tumbukan. Tumbukan terjadi jika ada interaksi “obyek”, sering disebut “partikel”, baik partikel tunggal (seperti ledakan bom), maupun partikel ganda (seperti tumbukan antara dua kelereng). Tumbukan dari interaksi partikel ganda tidak harus bersinggungan satu sama lain. Tumbukan seperti ini disebut “interaksi medan”. p1 m2 p2’ x 2’ y m1 p1’ m1 m2 1’ V.6 B. Ruang Lingkup



Dalam modul ini akan dipelajari tentang momentum, sistem massa berubah, tumbukan dan impuls, kekekalan energi, dan pusat massa. Momentum dikaitkan dengan gaya dan energi sementara tumbukan dapat ditinjau pada tumbukan elestis. C. Kaitan Modul Modul ini adalah modul kelima yang merupakan kelanjutan dari modul IV “Kerja dan Energi”. Modul V ini masih merupakan bagian dari mekanika benda padat yang diselenggarakan pada Minggu V. Modul ”Momentum dan tumbukan” menjadi salah satu dasar untuk penyelesaian modul VI tentang dinamika benda tegar dan hukum kekekalan momentum sudut D. Sasaran Modul Setelah menyelesaikan modul ini, diharapkan mahasiswa mampu: 1. Menjelaskan dan membedakan momentum dan impuls, tumbukan elastik sempurna, sebagian, dan tak elastik. 2. Menyelesaikan problem set tentang momentum dan tumbukan serta aplikasinya yang berkaitan dengan bidang studi masing-masing. BAB II PEMBELAJARAN A. Kompetensi Pembelajaran Kompetensi Utama : Mampu memahami konsep basic sains, khususnya bidang studi fisika serta aplikasi dan terapannya dalam bidang studi di Fakultas masing-masing Kompetensi Pendukung : Mampu berkomunikasi, beradaptasi dan bekerjasama dalam pengembangan ilmu di bidang masing-masing Kompetensi lainnya : Mampu mengembangkan diri berdasarkan prinsip budaya bahari serta menjunjung tinggi norma tata nilai moral, agama, etika dengan rasa tanggung jawab.



V.7 B. Model Pembelajaran Matakuliah : Fisika Dasar I Pendekatan SCL : Small Group and Collaboration C. Tugas Mahasiswa I. Tugas di Kelas 1. Misalkan anda melempar sebuah bola dengan massa 0,40 kg menumbuk dinding batu. Bola menumbuk dinding saat bergerak horizontal ke kiri pada 30 m/s dan memantul horizontal ke kanan pada 20 m/s. a. Carilah impuls dari gaya total pada bola selama tumbukan dengan dinding. b. Jika bola bersentuhan dengan dinding selama 0,010s, carilah gaya horizontal ratarata yang diberikan oleh dinding pada bola selama tumbukan. 2. Seorang penembak memegangi secara tidak erat sebuah senapan dengan massa mS = 3,00 kg ditangannya, agar sentakan baliknya tidak menyakitkan ketika ditembakkan. Ia menembakkan sebuah peluru dengan massa mP = 5,00 gr secara horizontal dengan kecepatan relatif terhadap tanah vP = 300 m/s. Berapakah kecepatan pegas vS dari senapan? Berapakah momentum dan energi kinetik akhir dari peluru dan senapan? 3. Sebuah Mobil mainan bermassa m = 2 kg meluncur sepanjang meja tanpa gesekan dengan laju 10 m/dtk. Di muka mobil mainan tersebut terdapat sebuah mobil ambulance (mainan) yang bermassa M = 5 kg dan bergerak dengan kecepatan 3 m/dtk dalam arah yang sama. Sebuah pegas tak bermassa dengan konstanta pegas k = 1120 N/m dipasang di belakang mobil ambulance M (lihat gambar disamping). Berapa jauh mampatan pegas (pegas tidak bengkok). 4. Dua glider bergerak berhadapan satu sama lain pada jalur udara linear licin sempurna (atas). Sesudah tumbukan, glider B bergerak dengan kecepatan akhir + 2,0 m/s (bawah). Berapah kecepatan akhir glider A? bagaimana perbandingan perubahan momentum dan kecepatan dari kedua glider? v2 v1



M m  V.8 5. Bila gambar pada soal no (4) dianggap tidak terpental melainkan bersatu sesudah tumbukan, maka carilah kecepatan akhirnya dan bandingkan energi kinetik awal dan akhir sistem. D. Proses Pembelajaran 1. Mahasiswa peserta matakuliah ini dibagi menjadi beberapa kelompok kecil 2. Mencari momentum dan impuls dari suatu tumbukan, menyelesaikan soal momentum, impuls, tumbukan lenting, dan pusat massa. 3. Salah satu wakil dari setiap kelompok memaparkan tugas yang diselesaikan, kemudian ditanggapi dan dikoreksi oleh kelompok lain E. Strategi Pembelajaran 1. Tatap muka (kuliah) 2. Diskusi kelompok tanpa tutor 3. Diskusi kelompok dengan tutor 4. Aktivitas pembelajaran individual menggunakan sumber-sumber belajar lainnya F. Kriteria Penilaian 1. Mampu membedakan momentum, impuls, dan tumbukan 2. Pemahaman dalam mengkaitkan kekekalan momentum dan kekekalan energi. 3. Tingkat pemahaman keterkaitan materi perkuliahan pada setiap bidang studi. 4. Kemampuan menyelesaikan problem set 5. Pengumpulan tugas tepat waktu 6. Keaktifan dalam diskusi kelompok BAB III PENUTUP



Setelah menyelesaikan modul ini, anda berhak mengikuti tes evaluasi untuk uji kompetensi yang telah anda pelajari. Apabila anda telah mempelajari dan memahami modul ini hingga dinyatakan memenuhi syarat kelulusan dari hasil evaluasi, maka anda berhak mendapatkan apresiasi sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Apabila anda telah menyelesaikan seluruh evaluasi dari setiap modul, maka hasil yang berupa nilai dari fasilitator dapat dijadikan sebagai bahan rujukan sebagai penentu standar kelulusan mata kuliah Fisika Dasar. V.9 DAFTAR PUSTAKA Giancoli, DC., 2001, Fisika (terjemahan Yuhilza Hanum, Irwan Arifin), Jilid II, Edisi ke-5, Erlangga, Jakarta. Halliday, D. and Resnick,R.,1992 ; Fisika (terjemahan oleh Pantur Silaban dan Erwin Sucipto), Jilid I, Edisi ke 3, Erlangga, Jakarta. Young, H.D and Freedman, R.A., 2002: Fisika Universitas (terjemahan oleh Endang Juliastuti), Jilid I dan II, Edisi ke-10, Erlangga, Jakarta.



MOMENTUM SUDUT BENDA TEGAR VI.1 BAB VI MOMENTUM SUDUT BENDA TEGAR 6.1. PENDAHULUAN Sebelumnya, pembahasan tentang gerak benda hanya berdasarkan pada gerak translasi dan besaran fisis yang digunakan adalah momentum linier. Jika tidak ada gaya luar yang bekerja pada sistem, maka momentum linier merupakan besaran yang kekal. Dalam bab ini dibahas gerak rotasi serta sistem dimana jarak antara kedua partikelnya tetap. Sistem ini disebut “sistem benda tegar”. Seperti halnya dengan gerak translasi, kita mengenal pula kinematika pada gerak rotasi. Besaran-besaran yang ada pada kinematika rotasi diantaranya:  Pergeseran sudut yaitu   Kecepatan sudut sesaat yaitu:



titt0lim arahnya sejajar dengan sumbu putar.  Percepatan sudut sesaat yaitu: titt0lim  Dan hubungan antara kecepatan (tangensial) gerak dan kecepatan sudut diberikan oleh persamaan: v =  x r Sedangkan hubungan antara besaran-besaran dalam kinematika rotasi mempunyai bentuk yang sama dengan antara besaran pada kinematika translasi. Contoh 1: Sebuah batu gerinda memilki percepatan sudut konstan  sebesar 3,0 rad/s2. Gerinda mulai berputar dari keadaan diam, pada keadaan ini sebuah garis, misalkan OP bidang horizontal. Tentukanlah: a. Pergeseran sudut garis OP dan b. Laju sudut batu gerinda 2.0 detik kemudian. Jawab. a. 22tto , Pada t = 0,  = o = 0 dan  = 3,0 rad/s dan setelah 2,0 detik; putaran 96.0rad 0,62)0,2)(/0,3()0,2)(0(2ssradss O P Gambar 6.1 Batu gerinda MOMENTUM SUDUT BENDA TEGAR VI.2 b. 2 = o2 + 2 = 0 + (3,0 rad/s2)(6,0 rad) = 36 rad2/s2  = 6,0 rad/s Analogi Gerak Rotasi dan translasi



Jika dibandingkan antara gerak translasi dan gerak rotasi, terdapat beberapa kesamaan, diantaranya: ROTASI TRANSLASI WPEWLdtIEdWdtdLIImrLIrxFdtddtddkk  Dayasudut momemtum Kek.. impuls2.22 FvPEWpdtFmvEdrFWdtdpFIamFMFdtdvadtdrvdrkk Dayalinier momemtum Kek.. impuls2.2 6.2. MOMEN GAYA (Torka) PADA SEBUAH PARTIKEL Dalam gerak translasi , gaya dikaitkan dengan percepatan linear benda sedangkan dalam gerak rotasi, percepatan sudut benda dikaitkan dengan apa yang dinamakan torka. Jika sebuah gaya F bekerja pada partikel di titik A yang posisinya terhadap titik asal O suatu kerangka acuan inersial diberika oleh vektor pergeseran r, maka torka M yang bekerja pada partikel terhadap titik asal O didefenisikan sebagai: FrM (6.1) MOMENTUM SUDUT BENDA TEGAR VI.3 Karena r dan F terletak dalam bidang x-y, maka torka akan berarah sepanjang sumbuz. Akan tetapi jika r dan F tidak terletak dalam bidang gambar, maka torka τ juga tidak akan sejajar sumbu z dan besarnya adalah: sinrF (6.2) 6.3. MOMENTUM SUDUT 6.3.1. Momentum Sudut Partikel Tunggal Pada pembahasan sebelumnya, kita sudah mengetahui momentum linear. Sekarang akan didefinisikan momentum sudut dalam bentuk vektor. Tinjaulah sebuah partikel bermassa m yang berada pada vektor posisi r dan bergerak dengan kecepatan v. Momentum sudut partikel L terhadap titik asal O didefenisikan sebagai: L = r x p (6.3)



Besarnya diberikan oleh: sinrpL (6.4) Selanjutnya akan diturunkan hubungan yang penting antara torka dan momentum sudut Telah diketahui untuk sebuah partikel berlaku )(dtddp/dt a m Fmv Bila kedua belah ruas dilakukan perkalian silang dengan r, didapatkan: dtpdrprdtdprdtddtpdrFxr  )()( (6.5) maka persamaan (6.3) dapat ditulis menjadi: dtLdFxrM (6.6) Besar r x F disebut  atau torsi atau momen gaya. Hubungan antara momen gaya dengan momentum berlaku hukum Newton kedua, jika resultan gaya yang bekerja pada partikel sama dengan nol, maka momentum sudut kekal, baik besar maupun arahnya. Contoh 2: sebuah benda bermassa m diikat tali ringan yang melalui suatu tabung. Tabung dipegang dengan satu tangan, dan tali dipegang dengan tangan yang lain. MOMENTUM SUDUT BENDA TEGAR VI.4 Benda ini diputar dan bergerak pada suatu lingkaran dengan jejari r1 dan kecepatan v1 pada bidang horizontal. Kemudian tali ditarik, sehingga jejari lingkaran menjadi r2 (Gambar 6.2). Tentukan kecepatan linier v2 dan kecepatan-kecepatan sudut 2 yang baru. Gambar 6.2 Benda pada ujung tali bergerak pada lingkaran Dengan jejari r1dan kecepatan sudut 1 Jawab.



Gaya yang bekerja pada benda adalah gaya tarikan, dan mempunyai arah radial. Akibatnya FrF , dan momen gaya terhadap pusat lingkaran. 0FrxrFrxrFxrM Maka momentum sudut partikel adalah tetap. Jadi momentum sudut awal = momentum sudut akhir m v1 r1 = m v2 r2 dan 2112rrvv Karena r1 > r2 maka benda bergerak lebih cepat jika ditarik masuk, karena v1 = 1 r1, v2 = 2 r2 maka 12212 rr Contoh 3: Sebuah massa m dikatakan pada ujung tali dan ujung tali lainnya dimasukkan pada lubang di atas meja. Mula-mula bola berputar dengan kecepatan v1 = 2,4 m/s pada jejari r1 = 0,80 m. Kemudian perlahan-lahan tali ditarik ke bawah hingga jari-jari turun menjadi r2 = 0,48 m. berapakah kecepatan kecepatan v2 sekarang? Jawab. F r1 r2 m 1 tarik Gambar 6.3 Sebuah benda diikat pada tali diatas meja MOMENTUM SUDUT BENDA TEGAR



VI.5 Pada sistem tidak terjadi perubahan momentum sudut I11 = I22, Karena I=mr2 (momen inersia partikel tunggal), maka 222121mrmr atau 222112rr , dan rv smmmsmrrvrrrvrrrrrv/448,080,0)/4,2( 2112221112222112222 6.3.2. Momentum Sudut Sistem Partikel Sekarang pembahasan akan meninngkat untuk sistem partikel. Misalkan ada tiga partikel dan tidak ada gaya luar yang bekerja pada sistem. Jadi hanya ada gaya interaksi antara partikel-partikel, sesuai dengan hukum Newton ketiga. Gambar 6.4 Interaksi sistem tiga partikel Partikel (1) mempunyai massa m1 terletak pada posisi r1 dan bergerak pada kecepatan v1. Hal yang sama untuk partikel (2) yaitu massa m2, posisi r2 dan kecepatan v2. Dan partikel (3) massa m3, posisi r3 dan kecepatan v3. Momentum sudut ketiga partikel adalah: L1 = m1 r1 x v1, L2 = m2 r2 x v2, L3 = m3 r3 x v3, Dan momen gaya ketiga partikel adalah: M1 = r1 x F1 = r1 x F12 + r1 x F13 M2 = r2 x F2 = r2 x F21 + r2 x F23 M3 = r3 x F3 = r3 x F31 + r3 x F32 dan dalam bentuk perubahan momentum sudut terhadap waktu untuk ketiga partikel adalah: ,M , ,332211dtdLdtdLMdtdLM atau



m2 m3 x y F32 r1 r2 r3 m1 F23 F31 F13 F12 F21 MOMENTUM SUDUT BENDA TEGAR VI.6 )(321321LLLdtdMMM ,jika dtdLMLLLLMMMMiM maka ,dan 321321 Jika pada sistem tidak ada gaya luar maka torsi sama dengan nol atau laju perubahan momentum sudut total sistem terhadap waktu adalah nol, maka momentum sudut total sistem adalah konstan atau kekal. 6.4. BENDA TEGAR Benda tegar adalah sistem partikel banyak yang mempunyai jarak antara dua partikel sembaran dalam sistem adalah konstan. Setiap partikel dalam sistem bergerak sendirisendiri, akan tetapi jarak antara kedua partikel tetap konstan. Gerak dari benda tegar ini dapat diuraikan menjadi gerak pusat massa dan gerak setiap partikel relatif terhadap pusat massa. Karena jarak antara dua partikel sembarang tetap, maka letak pusat massa pada sistem tetap. Jadi pusat massa akan berada dalam keadaan diam atau bergerak lurus beraturan, jika resultan gaya luar yang bekerja pada sistem adalah nol. Akan tetapi karena jarak antara partikel ke pusat massa tetap, maka setiap partikel



melakukan gerak lingkar dengan pusat massa sebagai pusat lingakaran gerak. Dan kecepatan sudut dari partikel-partikel dalam sistem haruslah sama besarnya. Hal ini disebut sebagai benda tegar melakkukan gerak rotasi terhadap pusat massa . dan untuk distribusi partikel yang kontinu, sistem tersebut dikatakan sebagai benda pejal. 6.4.1. Keseimbangan Benda Tegar Sebuah benda tegar berada dalam keadaan seimbang mekanik, bila suatu kerangka acuan inersial, Jika:  Percepatan linier pusat massanya apm = 0.  Percepatan sudutnya  menngelililngi suatu sumbu tetap dalam kerangka acuan ini sama dengan nol. Gerak translasi suatu benda tegar bermassa m ditentukan oleh persamaan Fluar = m acm Dengan Fluar adalah jumlah vektor dari semua gaya yang bergerak pada sistem. Karena syarat untuk keadaan seimbang acm = 0, maka resultan gaya yang bekarja pada benda sama dengan nol, yakni: MOMENTUM SUDUT BENDA TEGAR VI.7 F =F1 + F2 + F3 +…..+ Fn = 0 Dan untuk syarat yang kedua yaitu  = 0, maka dapat dituliskan bahwa jumlah vektor semua momen gaya luar yang bekerja pada sistem dalam keadaan seimbang sama dengan nol, yakni: M = M1 + M2 + M3 +……….+ Mn = 0 6.4.2. Momentum Sudut Benda Tegar Misalkan kita mempunyai tiga partikel yang membentuk suatu benda tegar. Partikel 1 mempunyai massa m1, terletak pada posisi r1 dan bergerak dengan kecepatan v1. Jika benda tegar tersebut mempunyai kecepatan sudut , maka v =  x r1. Sehingga momentum sudut partikel (1) terhadap titik nol diberikan sebagai: Gambar 6.5 Tiga partikel membentuk benda tegar L1 = r1 x p1 = m1r1 x v1 = m1r1 x (1 x r1) (6.7) Dengan menggunakan persamaan berikut:



r1 x (1 x r1) = 1(r1 . r1) - (1 . r1) r1 dan pusat dari r terletak pada bidang gerak lingkar, maka: r1 .  = r1 cos 90o = 0 r1 x (1x r1) = r12  sehingga momentum sudut partikel pertama dapat ditulis sebagai L1 = m1 r12  (6.8) Dengan cara yang sama kita dapatkan: L2 = m2 r22 , L3 = m3 r32  Dan momentum sudut total adalah L = L1+L2 +L 3 = (m1 r12 + m1 r12 + m1 r12)  = I  (6.9) Besarnya adalah: niiirmrmrmrmI12233222211 m2v2 m3v3 0 m1v1 r3 r2 r1 MOMENTUM SUDUT BENDA TEGAR VI.8 disebut sebagai inersia benda untuk gerak rotasi atau momen inersia benda tegar. Bentuk umum dari moemn inersia benda tegar untuk n partikel adalah: dmrIrmIniii212atau



(6.10) untuk distribusi massa yang kontinu dan ri adalah jarak partikel ke-i dari sumbu putar. 6.4.3. Momen Inersia untuk Beberapa bentuk Benda Tegar a. Batang Batang dengan panjang L dan massa m berputar pada suatu di tengah batang s. Distribusi massa pada batang adalah kontinu dan serba sama, jadi massa persatuan panjang  adalah konstan. Elemen massa dm yang terletak pada jarak x dari sumbu, dengan sumbu diambil sebagai titik asal koordinat. Momen inersia elemen massa adalah: dxxdxxdmxI222 untuk seluruh batang dari x = -L/2 sampai x = L/2; 1212)(3222/2/32/2/2mLLLxdxxILLLL b. Dalil Sumbu Sejajar Seringkali lebih menghitung momen inersia suatu benda terhadap sumbu yang terletak di pusat massa. Selain itu dapat menentukan pula momen inersia benda terhadap sumbu sembarang yang sejajar dengan sumbu putar yang melalui pusat massa. Perhatikan gambar 6.7, momen inersia yang melalui S adalah; dmrI2 , L x=-L/2 x=L/2 dm =dx x Gambar 6.6 Batang dengan sumbu putar ditengah L p



r 0 S Gambar 6.7 Benda untuk dalil sumbu sejajar MOMENTUM SUDUT BENDA TEGAR VI.9 yyxxLpLppLpLpLpLpLrrrpLr22 2)).((. ,22222 maka: yyxxpLpLdmpdmLI2222 mLdmL22 , karena jarak pusat massa ke-x konstan cmIdmp2 , momen inersia dihitung terhadap sumbu melalui pusat massa. 022yyxxpLpL karena proyeksi L terhadap x dan y konstan, dan 0dmpx , yaitu posisi pusat massa dihitung dari pusat massa, sehingga diperoleh 2mhIIo (6.11) Dengan h adalah jarak dari pusat massa ke sumbu dimana benda diputar. Persamaan (6.11) disebut dalil sumbu sejajar. 6.4.4. Gabungan Gerak Rotasi dan Translasi Benda Tegar Gabungan dari gerak rotasi dan translasi pada benda tegar, disebut juga gerak menggelinding. Gerak ini meliputi gerak translasi bersama pusat massa dengan kecepatan vodan gerak rotasi relatif terhadap pusat massa dengan kecepatan sudut . Pandang silinder yang melakukan gerak menggelinding. Titik P berada di tanah, berarti titk P diam, atau vp = 0. Kecuali jika ada slip. vp adalah resultan kecepatan pusat masa



vo dengan kecepatan tangensial vT = R dengan arah yang berlawanan dengan vo. Jadi vp = vo - R = 0 sehingga vo = R Atau kecepatan gerak pusat massa sama dengan kecepatan tangensial pinggir selinder jika hanya ada gerak rotasi saja. Dan kecepatan titik, Q haruslah sama dengan vQ = vo + R = R + R = 2R Dimana gerak silinder dapat dianggap sebagai gerak rotasi bumi terhadap p dengan kecepatan sudut. Besar energi kinetiknya adalah: 22pkpIE dari dalil sumbu sejajar P Gambar 6.8 Silinder pejal berjari-jari R Q R R1 MOMENTUM SUDUT BENDA TEGAR VI.10 opImRI2 Jadi energi kinetik rotasi terhadap titi p adalah; 22222okpImRE (6.12) Suku pertama ruas kanan persamaan (6.12) adalah energi kinetik pusat massa, sedang suku kedua tidak lain adalah energi kinetik rotasi terhadap pusat massa. Titik singgung P disebut juga sumbu sesaat dari gerak menggelinding. Contoh 4:



Berapa laju sebuah bola pejal berjari-jari R dari posisi diam setinggi H dan meluncur di atas bidang miring tanpa gesekan (gambar 2.9) Jawab. Bola pejal yang menggelinding di atas bidang miring dari ketinggian H akan memiliki energi kinetik translasi dan rotasi serta energi potensial. Berdasarkan hukum kekekalan energi: 22222121212222mgyImvmgyImvcmcm pada posisi tertinggi y1 = H, v1 = 1 = 0; pada posisi terendah y2 = 0, maka: 52pejal) bola( ,0220022222mRIImvmgHcmcm dan 2 = v2/R. mgHRvmRmv 2222225/22 2/1222710atau 5121  gHvgHv  H Gambar 6.9 Bola pejal berjari-jari R MOMENTUM SUDUT BENDA TEGAR VI.11 SOAL LATIHAN 1. Sebuah benda meluncur tanpa gesekan dari puncak suatu bukit yang tingginya 10 m. Kecepatan benda mula-mula 10 m/s. Di titik C kecepatan benda mendatar (tinggi titik ini 3,75 m dari tanah). Hitung jarak benda ketika mencapai tanah diukur dari titik A. Ambil g = 10 m/s2 2. (Sama soal no1) Sebuah bola homogen, mulai dari keadaan diam di ujung atas lintasan yang ditunjukkan pada gambar no.1 , menggelinding turun tanpa tergelincir sampai kemudian ia menggelinding jatuh di ujung kanan . Jika ujung atas lintasan H=30 m dan ujung bawah lintasan h=3 m (lintasan di ujung kanan mendatar), tentukanlah jarak jatuhnya bola di sebelah kanan titik A ketika bola menumbuk garis dasar.



3. Sebuah balok kecil bermassa m mula- mula diam (lihat gambar) pada ketinggian 2R dan meluncur tanpa gesekan. a. Tentukan dimana balok meninggalkan lintasan b. Tentukan tinggi maksimum lintasan yang dicapai balok setelah lepas dari lintasan diukur dari lantai acuan. 4. (Sama soal no.3). Sebuah kelereng kecil pejal dengan massa m dan berjari-jari r menggelinding tanpa tergelincir sepanjang lintasan seperti yang ditunjukkan dalam gambar. Kelereng mulai dilepaskan dari keadaan diam dari suatu tempat pada bagian lurus lintasan. a. Dari ketinggian minimum berapa kelereng harus dilepaskan agar pada bagian atas loop ia tetap menempel pada lintasan?( Jejari loop adalah R, anggap R>>r) b. Jika kelereng dilepaskan dari ketinggian 6R dari dasar lintasan, berapakah komponen horizontal gaya yang bekerja padanya dititik Q MOMENTUM SUDUT BENDA TEGAR VI.12 5. Sebuah bola billiard disodok oleh tongkat seperti pada gambar. Garis kerja impulsnya horizontal dan melalui pusat bola. Kecepatan awal bola vo , jejari R, massa M dan koefisien gesekan  antara bola dengan meja. Berapa jauh bola bergerak sebelum akhirnya berhenti meluncur di atas meja. 6. Sebuah balok bermassa m bergerak dengan kecepatan awal V0 di atas bidang datar licin, balok ini menyentuh roda berjari-jari R a) Jika roda bergerak tanpa slip terhadap balok dan kecepatan balok sesudah menyentuh roda V , tentukan kecepatan sudut roda (momen inersia roda I). b) Jika roda mengalami slip, tentukan koefisien gesek antara balok dengan roda jika panjang balok l dan waktu sentuh balok dengan roda t. Kecepatan balok setelah melewati roda adalah V. 7. Sebuah selinder kecil A berjari-jari r bergulir tanpa slip diatas sebuah selinder besar B



berjari-jari R. Sistem bergerak ke kanan dengan percepatan ao. Hitung sudut, θo dimana selinder kecil akan meninggalkan selinder besar? Apa pengaruh percepatan selinder besar pada gerakan selinder kecil? Massa selinder besar M dan selinder kecil m. Momen inersia selinder kecil 252mrI