Fisiologi Tulang [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Fisiologi Tulang Proses kalsifikasi tulang yang kompleks belum diketahui secara pasti, namun secara garis besar sebagai berikut. Kalsifikasi tulang tidak terlepas dari proses metabolisme kalsium dan fosfat. Bahan-bahan mineral yang akan diendapkan semula berada dalam aliran darah. Osteoblas berperan dalam mensekresikan enzim alkali fosfatase. Dalam keadaan normal, darah mengandung cukup ion fosfat dan kalsium untuk pengandapan kalsium Ca3(PO4)2 apabila terjadi penambahan ion fosfat dan kalsium. Penambahan ion-ion tersebut dipengaruhi oleh enzim alkali fosfatase dari osteoblas, hormon paratiroid dan pemberian vitamin D. serabut kolagen yang ada di sekitar osteoblast merupakan inti pengendapan, sehingga kristal-kristal kalsium akan tersusun sepanjang serabut. Proses berikutnya adalah proses resopsi tulang. Resopsi tulang sama pentingnya dengan proses klasifikasi, karena tulang dapat tumbuh membesar dengan cara menambah jaringan tukang baru dari permukaan luarnya bersamaan dengan pengikisan tulang dari permukaan dalamnya. Resopsi tulang erat hubungannya dengan sel-sel osteoklas. Dalam kaitannya dengan resopsi tulang tersebut terdapat 3 kemungkinan yaitu : a. Osteoklas bertindak primer dengan cara melepaskan mineral yang disusul dengan depolimerisasi molekul-molekul organik b. Osteoklas menyebabkan depolimerisasi mukopolisakarida dan glikoprotein sehingga garam mineral yang melekat menjadi bebas c. Osteoklas berpengaruh terhadap serabut kolagen Pada manusia, tulang berfungsi sebagai berikut : a. b. c. d. e.



Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan jaringan lunak. Sebagai alat gerak pasif Membentuk sel-sel darah merah dan darah putih (hematopoesis) Menyimpan mineral, misalnya kalsium dan fosfor.



Sumber : Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:EGC; 2007



Histologi tulang



Histologi tulang berdasarkan jenis tulangny adalah sebagai berikut: a. Kartilago Kartilago atau tulang rawan ditandai dengan suatu matriks ekstrasel (ECM) yang banyak mengandung glikosaminoglikan dan proteoglikan, yaitu makromolekul yang berinteraksi dengan serat kolagen dan elastin. Variasi dari komposisi komponen matriks inilah yang menghasilkan tiga jenis tulang rawan. Akibat adanya kebutuhan fungsional, tulang rawan terbagi ke dalam tiga bentuk, yaitu sebagai berikut. 1



Tulang rawan hialin, yaitu bentuk yang paling umum dijumpai, sebagian besar terdiri



2



dari kolagen tipe II Tulang rawas elastis, lebih lentur dan dapat teregang, sebagian besar terdiri dari serat



3



elastin. Fibrokartilago, umum dijumpai pada bagian-bagian tubuh yang mengalami tarikan. Ditandai dengan suatu matriks yang mengandung anyaman padat serat kolagen tipe I yang kasar. Tulang rawan terdiri dari sel yang disebut kondrosit dan kondroblas. Jika dilihat



dengan mikroskop, kondrosit itu terlihat seakan-akan terdapat dua sel (ukurannya besar), sedangkan kondroblas ukurannya lebih kecil dan terlihat cuma satu sel. 1



Tulang Rawan Hialin Tulang rawan hialin merupakan tulang rawan yang paling umum dijumpai, serta



berwarna putih-kebiruan dan bening. Pada embrio tulang rawan berfungsi sebagai kerangka sementara, sampai tulang ini secara berangsur diganti oleh tulang sejati melalui proses yang disebut osifikasi endokondral. Tulang rawan hialin dapat ditemukan pada hidung, laring, trakea, bronkus. 2 Tulang Rawan Elastis Tulang rawan elastis serupa dengan tulang rawan hialin, namun memiliki lebih banyak serat elastin yang bercabang di dalam matriksnya. Tulang rawan elastis ini bersifat sangat lentur dan terdapat di telinga luar, dinding tuba auditorius, epiglotis, dan laring. 3 Fibrokartilago Fibrokartilago ditandai oleh adanya berkas-berkas serat kolagen kasar yang padat dan tidak teratur dalam jumlah besar. Berbeda dari tulang hialin dan elastic, fibrokartilago terdiri atas matriks tulang rrawan yang diselingi lapisan serat kolagen tipe I padat. Serat



kolagen ini berorientasi sesuai arah tegangan fungsional. Distribusi fibrokartilago di tubuh terbatas dan ditemukan di diskus intervertebralis, simfisis pubis, dan sendi tertentu. Untuk membedakan ketiga tulang pada pemeriksaan mikroskopis, yaitu pada tulang rawan hialin, matriks cenderung homogeny; tulang rawan elastin, matriksnya tidak homogeny;



sedangkan



pada



fibrokartilago,



tidak



ditemukannya



perikondrium.



Perikondrium merupakan selubung jaringan ikat padat yang mengelilingi tulang rawan di kebanyakan tempat, yang membentuk tempat pertemuan antara tulang rawan dan jaringan yang disangga tulang rawan tersebut. Perikondrium ini mengandung pembuluh darah yang memasok tulang rawan (avaskular) dan juga memiliki saraf dan pembuluh limfe. Tulang rawan sendi, yang menutupi permukaan tulang sendi yang dapat digerakkan, tidak memiliki perikondrium, dan dipertahankan oleh difusi oksigen dan nutrient dari cairan sinovia. Junqueira L.C. Histologi Dasar Edisi 10. Jakarta : EGC; 2007



Mekanisme gerak otot Neuromuscular Junction Neuron-neuron yang menstimulasi sel otot rangka untuk berkontraksi disebut motor neuron somatik. Setiap motor neuron somatik ini memiliki akson seperti benang yang memanjang dari otak atau medulla spinalis ke selsel otot rangka. Sel otot berkontraksi sebagai bentuk tanggapan terhadap potensial aksi yang berjalan dari sarkolema menuju tubulus T. Potensial aksi dari sistem saraf pusat di neuromuscular junction (NMJ), sinaps antara motor neuron somatik dan sel otot rangka. Di NMJ, ujung motor neuron akan memisah menjadi bulbus-bulbus. Di sitosol setiap bulbus ini terdapat ratusan kantung-kantung yang disebut vesikel. Di dalam setiap vesikel ada ribuan molekul asetilkolin (Ach), neurotransmitter yang dilepaskan di NMJ.



Daerah sarkolema di seberang bulbus ini merupakan bagian dari sel otot dan disebut juga sebagai motor end plate. Di setiap motor end plate terdapat 30-40 juta reseptor Ach, protein transmembran yang mengikat Ach. Reseptor-reseptor ini merupakan kanal ion ligand-gated. Dapat disimpulkan bahwa NMJ meliputi bulbus pada saraf dan motor end plate pada sel otot. Impuls saraf memicu potensial aksi pada otot dengan cara berikut. 1. Pelepasan ACh. Tibanya impuls pada bulbus saraf menyebabkan vesikelvesikel di ujung sinaps melakukan eksositosis. Selama eksositosis, vesikel menyatu dengan membran plasma neuron dan mengakibatkan pelepasan ACh ke celah sinaps. ACh kemudian berdifusi menyebrangi celah sinaps antara motor neuron dan motor end plate. 2. Aktivasi reseptor ACh. Pengikatan dua molekul ACh pada reseptornya di motor end plate akan membuka kanal ion pada reseptor tersebut. Dengan terbukanya kanal ini, kation-kation kecil seperti Na+ dapat mengalir melewati membran. 3. Produksi potensial aksi otot. Aliran masuk Na+ akan menyebabkan muatan di dalam sel otot lebih positif. Perubahan potensial membran ini akan memicu potensial aksi otot. Setiap impuls dari saraf biasanya akan memicu satu potensial aksi otot. Potensial aksi ini kemudian akan melalui sarkolema menuju tubulus T dan akan menyebabkan pelepasan Ca2+ dari reticulum sarkoplasma ke sarkoplasma. 4. Terminasi aktivitas ACh. Efek pengikatan ACh hanya berlangsung secara singkat



karena



ACh



dipecahkan



dengan



cepat



oleh



enzim



asetilkolinesterase (AChE). Enzim ini menempel pada serat kolagen di matriks ekstraseluler pada celah sinaps. AChE memecah ACh menjadi asetil dan kolin, senyawa yang tidak dapat mengaktivasi reseptor ACh. Jika tidak ada lagi potensial aksi di motor neuron, ACh akan berhenti dilepaskan dan AChE memecah ACh yang sudah ada pada celah sinaps. Berakhirlah produksi potensial aksi otot, dan kanal Ca2+ pada membran reticulum sarkoplasma tertutup. Excitation-Contraction Coupling



Peningkatan konsentrasi Ca2+ pada sitosol akan memicu kontraksi, dan penurunan konsentrasinya akan menghentikan kontraksi. Saat sel otot relaksasi, konsentrasi Ca2+ di sitosol hanya sekitar 0,1 um/L. Namun, Ca2+ dalam jumlah besar disimpan di dalam reticulum sarkoplasma. Saat potensial aksi otot dimulai di sarkolema menuju tubulus T, kanal pelepas Ca2+ pada membran reticulum sarkoplasma terbuka dan menyebabkan pelepasan Ca2+ dari reticulum sarkoplasma ke sitosol di sekitar filament tipis dan tebal. Peningkatan konsentrasi Ca2+ ini kemudian akan memulai mekanisme sliding filaments. Excitation-contraction coupling adalah serangkaian mekanisme yang menghubungkan eksitasi (potensial aksi berjalan dari sarkolema ke tubulus T) dan kontraksi (pergeseran filamen). Retikulum sarkoplasma juga memiliki pompa transport aktif Ca2+ yang menggunakan ATP untuk memindahkan Ca2+ dari sitosol kembali ke reticulum sarkoplasma. Setelah potensial aksi berhenti, kanal Ca2+ tertutup. Konsentrasi Ca2+ menurun seiring pompa transport aktif ini memindahkan ion-ion tersebut kembali ke reticulum sarkoplasma. Di dalam reticulum sarkoplasma, molekul pengikat protein yang disebut calsequestrin berikatan dengan Ca2+, yang memungkinkan penyimpanan Ca2+ menjadi lebih efisien. Pengikatan Ca2+ oleh calsequestrin ini menyebabkan konsentrasi Ca2+ di reticulum sarkoplasma menjadi 10.000 kali lebih tinggi dibandingkan di sitosol saat sel otot relaksasi. Dengan penurunan kadar Ca2+ di sitosol



ini,



tropomyosin kembali menutup situs myosin-binding pada aktin dan merelaksasikan sel otot. Kontraksi otot terjadi karena ujung kepala myosin menempel dan “berjalan” sepanjang filament tipis pada kedua ujung sarkomer, yang mengakibatkan ptarikan pada filament tipis menuju garis M dan menyebabkan bertemunya filament-filamen tipis di tengah sarkomer. Filamen-filamen tersebut bahkan bisa tumpang-tindih satu sama lain. Saat filamen-filamen tipis ini bergerak ke tengah, diskus Z pada kedua ujung sarkomer saling mendekat dan memendekkan sarkomer yang diapitnya. Namun panjang setiap filamen tebal maupun tipis tidak berubah. Pemendekkan sarkomer mengakibatkan



pemendekkan



seluruh



sel



otot,



yang



pada



akhirnya



menyebabkan



pemendekkan otot secara keseluruhan. Mekanisme Sliding Filaments Di awal kontraksi, reticulum sarkoplasma melepaskan ion Ca2+ ke dalam sitosol. Ion-ion ini akan berikatan dengan troponin. Troponin kemudian akan memindahkan tropomyosin dari situs myosin-binding pada aktin. Saat situs aktif ini udah bebas, siklus kontraksi -rangkaian raksi yang menyebabkan pergerakkan filamen- dimulai. Siklus ini terdiri atas 4 tahap. Hidrolisis ATP. Kepala myosin memiliki ATPase (enzim yang menghidrolisis ATP menjadi ADP dan fosfat) dan situs ATP-binding. Reaksi hidrolisis ini memberikan energi kepada kepala myosin. ADP dan fosfat yang merupakan hasil dari hidrolisis ini masih menempel di kepala myosin. Penempelan myosin pada aktin untuk membentuk cross-bridge. Kepala myosin kemudian menempel pada situs myosin-binding pada aktin dan melepaskan gugus fosfat. Ikatan antara kepala myosin di aktin saat kontraksi biasa disebut cross-bridge. Power stroke. Setelah cross-bridge terbentuk, terjadilah power stroke. Saat power stroke, situs pada cross-bridge tempat ADP berikatan terbuka. Ini menyebabkan rotasi cross-bridge dan melepaskan ADP. Saat melakukan rotasi ke arah tengah sarkomer, cross-bridge menghasilkan gaya yang menyebabkan pergerakkan filamen tipis ke arah garis M dan pendekatan kedua diskus Z. Saat kontraksi otot maksimal, jarak antara kedua diskus Z bisa mencapai setengah dari jaraknya saat relaksasi. Diskus Z yang saling mendekat ini akan menarik sarkomer-sarkomer di sekitarnya dan memendekkan seluruh sel otot. Pelepasan myosin. Di akhir power stroke, cross-bridge tetap menempel pada aktin sampai molekul ATP berikatan pada situs aktif aktin. Siklus ini berulang selama ATPase menghidrolisis molekul- molekul ATP dan kadar Ca2+ di dekat filament tipis cukup tinggi.



Gerald JT & Bryan D. Principles of Anatomy and Physiology 12th edition. John Wiley & Sons, Inc; 2009