3 0 5 MB
Pemanfaatan Teknologi Citra Satelit dan Drone untuk Pengelolaan Pertanahan di Wilayah Perbatasan Indonesia Budi Jaya Silalahi, Faus Tinus Handi Feryandi, Pandapotan Sidabutar Received: May 3, 2021 | Reviewed: July 7, 2021 | Accepted: July 29, 2021
PEMANFAATAN TEKNOLOGI CITRA SATELIT DAN DRONE UNTUK PENGELOLAAN PERTANAHAN DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA IMPLEMENTING REMOTE SENSING AND DRONE TECHNOLOGY FOR LAND MANAGEMENT IN INDONESIA’S BOUNDARY ZONE Budi Jaya Silalahi , Faus Tinus Handi Feryandi , Pandapotan Sidabutar 1
2
3
123
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN RI), Jakarta, Indonesia Koresponden E-mail: [email protected]
ABSTRAK Indonesia merupakan negara kepulauan yang berbatasan dengan negara lain baik di darat, laut, maupun di udara. Di laut, Indonesia berbatasan langsung dengan sepuluh negara yaitu: India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste, dan Papua Nugini. Sedangkan untuk daratan, Indonesia berbatasan langsung dengan tiga negara yaitu Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Sebagaimana kita ketahui, masyarakat Indonesia yang tinggal di zona perbatasan umumnya berada dalam kondisi yang memprihatinkan dengan minimnya pelayanan publik, seperti: pelayanan dan fasilitas sosial, transportasi dan pendidikan. Namun, perubahan paradigma pemerintahan dalam dua dekade terakhir telah mendorong perhatian yang lebih besar pada bidang ini. Belakangan ini berbagai program pemerintah didorong ke wilayah perbatasan, terutama di provinsi yang memiliki perbatasan darat, yaitu Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. Makalah ini akan memaparkan tentang kegiatan pertanahan secara umum yang dilakukan di wilayah perbatasan Indonesia, yakni di Entikong, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat, dan Motaain, Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Fokus utama dalam makalah ini adalah penggunaan data penginderaan jauh dan drone atau pesawat tak berawak (UAV). Lebih jauh, dengan meningkatkan kerjasama dengan instansi lain dan mendorong partisipasi masyarakat di zona perbatasan, kegiatan pertanahan tersebut dapat berhasil. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemanfaatan data drone dan citra merupakan kunci utama inovasi dalam aspek pertanahan guna mendukung percepatan pembangunan berkelanjutan di kawasan perbatasan. Kata kunci :
Perbatasan, Pengelolaan Lahan, Drone (pesawat udara tanpa awak), Penginderaan Jauh, Paradigma
ABSTRACT Indonesia is an archipelagic state, which has border with other states on the land, sea, as well as on the air. In the sea, Indonesia has direct borders with ten countries, namely: India, Malaysia, Singapore, Thailand, Vietnam, Philippines, Republic of Palau, Australia, East Timor, and Papua New Guinea. As for the land, Indonesia has direct borders with three countries, namely Malaysia, Papua New Guinea and Timor Leste. As we know, Indonesian people who live in boundary zone are generally in poor conditions with lack of public services, such as: social, transportation and education service and facilities. However, the changing of government paradigm in the last two decades has prompted greater attention to this area. Recently, various government programs are driven to the border region, notably in provinces that have land borders, that is West Kalimantan, East Kalimantan, East Nusa Tenggara, and Papua Provinces. This paper will present about the land management programs in general which carried out in the Indonesia’s border area, for example in Entikong, Sanggau Regency, West Kalimantan Province, and Motaain, Belu Regency, East Nusa Tenggara Province. The main focus in this paper is the using of remote sensing and drones or unmanned aerial vehicle (UAV) data for supporting those programs. Furthermore, by promote
12
JURNAL PERTANAHAN
Vol. 11 No. 1
Juli 2021
12-22
the cooperation with other agencies and encourage community participation in the border zone, those programs can be succeeding in result. The conclusion of the study shows that the utilization of drones and imagery data is the key point of innovation in land management program in order to support the acceleration of sustainable development in the border region. Keywords :
Border, Land Management, Drones (Unmanned Aerial Vehicle), Remote Sensing, Government Paradigms
I. PENDAHULUAN
ketimpangan
Selama satu dekade terakhir, pembangunan di kawasan perbatasan mendapat perhatian serius pemerintah.
Pergeseran
tanah
sekaligus
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
A. Latar Belakang
dari
kepemilikan
paradigma
yang
menempatkan wilayah perbatasan sebagai wilayah etalase bangsa dan bukanlah hanya wilayah paling luar dan jauh, telah mendorong pengembangan setiap sektor pembangunan yang terkait dengan wilayah tersebut. Pola pikir baru ini diperkuat oleh visi dan misi pemerintah yang mengedepankan pembangunan dari daerah etalase negara tersebut.
Dengan melaksanakan reforma agraria di wilayah perbatasan negara mempunyai arti strategis yaitu Negara hadir dan memberikan rasa percaya dan rasa cinta tanah air bagi masyarakat yang tinggal di wilayah perbatasan. Kesan selama ini bahwa pembangunan hanya dirasakan di wilayah perkotaan ataupun di wilayah yang dekat dengan pusat perekonomian perlahan dapat dirasakan juga oleh masyarakat di wilayah perbatasan negara sehingga dapat mendorong peningkatan kesejahteraannya.
Memang, tujuan itu harus diwujudkan dengan
B. Tujuan
upaya luar biasa dari setiap pemangku kepentingan
Meskipun teknologi pemetaan UAV telah banyak
yang terlibat, termasuk Kementerian Agraria dan
digunakan di Indonesia dan masih berkembang
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/
beberapa
BPN). Upaya tersebut dapat ditunjukkan dengan
penerapannya bagi kegiatan penataan pertanahan
menggalakkan program pertanahan di wilayah
belum begitu optimal. Hal ini seharusnya tidak
tersebut.
terjadi, karena penggunaan teknik ini kemungkinan
Dalam RPJMN 2015-2019, Kementerian ATR/ BPN diberi mandat untuk melaksanakan Reforma Agraria di seluruh wilayah Indonesia. Reforma Agraria dalam konteks Indonesia pada dasarnya merupakan
gabungan
dari
program
reformasi
aset dan reformasi akses secara bersamaan. Reformasi aset dapat dianggap sebagai upaya pemerintah untuk menata ulang struktur penguasaan dan
pemilihan
tanah
dengan
salah
tahun
ke
depan,
hingga
saat
ini
besar akan memberikan keuntungan bagi institusi yang mengelola tanah. Maka, menjadi penting bagi lembaga pengelola untuk mengeksplorasi keunggulan yang ditawarkan oleh teknologi ini untuk membantu mereka menjalankan programnya. Dalam makalah ini, kami mengeksplorasi keuntungan menggunakan UAV untuk teknik pemetaan guna mendukung program pertanahan dalam arti luas. Keunggulannya
satunya
akan
dengan
kesenjangan
antara
meredistribusikan tanah kepada petani tak bertanah
pertama,
atau petani kecil yang membutuhkan tanah, serta
kebutuhan dan ketersediaan peta dasar pertanahan
memberikan kepastian hukum kepada pemilik tanah
di
dengan mendaftarkan haknya. Reformasi akses
penggunaan drone untuk teknik pemetaan untuk
dapat diartikan sebagai upaya pemerintah untuk
menutup gap tersebut dengan melakukan analisis
mendukung
sesuatu
sederhana mengenai kelebihan dan kekurangan
dari tanahnya, dengan mengorganisir dan melatih
teknologi tersebut dari dua studi kasus di wilayah
masyarakat,
dengan
perbatasan, yakni Entikong, Kalimantan Barat, dan
penyedia modal dan pasar, serta membangun
Tasifeto Timur, Nusa Tenggara Timur, dimana kedua
infrastruktur
area tersebut direncanakan untuk program reforma
masyarakat
menghasilkan
menghubungkan yang
dibutuhkan.
mereka Secara
umum,
Reforma Agraria bermaksud untuk mengurangi
menganalisis
dijelaskan
Indonesia.
Kedua,
melihat
keuntungan
agraria wilayah perbatasan.
13
Pemanfaatan Teknologi Citra Satelit dan Drone untuk Pengelolaan Pertanahan di Wilayah Perbatasan Indonesia Budi Jaya Silalahi, Faus Tinus Handi Feryandi, Pandapotan Sidabutar
II. METODE
pelaksanaan
A. Penggunaan Citra Satelit dan Pesawat Nir Awak (Unmanned Aerial Vehicle/ UAV) Penggunaan citra satelit untuk berbagai keperluan bukanlah hal baru di Indonesia. Ini sudah dimulai sejak tahun 1980-an, utamanya dalam rangka memenuhi kebutuhan pemerintah dalam pembuatan peta. Citra satelit saat ini telah digunakan untuk aplikasi yang lebih luas seperti transportasi, pemantauan cuaca, penelitian sumber daya alam, dll. Khususnya untuk sektor pertanahan, citra satelit digunakan sebagai bahan pembuatan peta dasar pertanahan bagi pendaftaran tanah, pembuatan peta tematik, peta penggunaan lahan, peta potensi lahan, dan banyak tema terkait lainnya. Dalam beberapa tahun terakhir, berkembang suatu teknik pembuatan peta lain, yang dikenal sebagai pembuatan peta dengan memanfaatkan drone atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV). Dengan menggunakan kamera tertentu yang dapat dipasang
program
pertanahan
tidak
dapat
diharapkan.
B. Ketersediaan Peta Dasar Pertanahan dan Penataan Pertanahan di Indonesia Dalam Renstra Kementerian ATR/BPN 2015 2019, salah satu fokus pada pengelolaan sumber daya lahan adalah peningkatan efisiensi penataan ruang dan sumber daya lahan, pengembangan dan
penguatan
peraturan
perundang-undangan
terkait, serta peningkatan ketersediaan peta dasar pertanahan hingga 60%. luas lahan di luar kawasan hutan. Perencanaan ini muncul sebagai amanat dari Agenda Pembangunan Sembilan Prioritas (Nawacita) yang digagas oleh Presiden. Agenda keempat Nawa Cita dengan tegas menyatakan bahwa negara harus eksis untuk mereformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya. Selain agenda
program
akan
pengelolaan
memastikan
pertanahan,
kepastian
ke UAV, gambar permukaan bumi dari ketinggian
kepemilikan tanah dengan mewujudkan:
yang terbatas dapat dihasilkan. Layaknya konsep
a.
hukum
Cakupan peta dasar pertanahan sampai den-
foto udara, gambar yang diperoleh kemudian diolah
gan 60% dari luas lahan di luar kawasan ke-
dengan menggunakan software untuk mendapatkan
hutanan;
standar kartografi yang dibutuhkan dalam pembuatan peta.
b.
70% dari luas daratan nasional, dan;
Di Indonesia, teknik ini telah digunakan untuk berbagai keperluan seperti pemetaan wilayah dan
c.
lokasi.
potensi pajak, pemetaan infrastruktur, pemetaan DAS, pemetaan hutan dan mangrove, dll. Frasa “Drone for Villagers” atau “Drone untuk Penduduk Desa” telah disuarakan dan dipromosikan oleh pemerintah, untuk mendorong beberapa warga desa di Indonesia, khususnya membuat pemetaan sawah di desanya sendiri. Di Kementerian ATR/BPN pun teknologi UAV telah digunakan untuk pembuatan peta dasar yang sangat berperan dalam mendukung pelayanan
pertanahan.
Peta
dasar
pertanahan yang biasanya dalam format raster dapat digunakan sebagai dasar pemetaan pada kegiatan pendaftaran
tanah,
Inventarisasi
Penguasaan,
Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) maupun kegiatan-kegiatan lainnya. Tanpa drone, peta dasar pertanahan skala besar yang representatif dan cepat dihasilkan untuk mendukung
14
Cakupan peta dasar pertanahan untuk mendukung Rencana Detail Tata Ruang di 1.931
potensi desa, pemetaan fasilitas urban, pemetaan
kegiatan
Cakupan peta kadaster tanah sampai dengan
Berdasarkan data, pada tahun 2015 Direktorat Jenderal Infrastruktur Keagrariaan yang bertanggung jawab dalam penyusunan dan penyediaan peta dasar pertanahan di Kementerian ATR/BPN telah menghasilkan
peta
dasar
pertanahan
seluas
38.598.799 hektar dalam berbagai skala. Jumlah tersebut kurang lebih 20,2% dibandingkan total luas daratan Indonesia yang sekitar 191 juta hektar. Dengan menggunakan data tahun 2015 yang menjadi titik awal pembuatan peta dasar pertanahan dalam skala besar, total peta dasar pertanahan yang dihasilkan adalah sekitar 15.335.000 hektar atau 22,88 persen dari total luas di luar kawasan hutan. 1.
Citra Satelit dan Peta Dasar Pertanahan Dalam rangka memenuhi kebutuhan data terkait
pertanahan,
Kementerian ATR/BPN
JURNAL PERTANAHAN
bertanggung jawab dalam merumuskan, men-
Vol. 11 No. 1
2.
etapkan dan melaksanakan kebijakan kelemba-
Juli 2021
Pengumpulan
Data
12-22
sebelum
Peraturan
Presiden No. 6 Tahun 2012.
gaan dalam penyediaan infrastruktur keagrariaan. Jelaslah bahwa salah satu tujuan utama Kementerian ATR/BPN adalah menyediakan data spasial pertanahan. Berbagai teknik dan teknologi telah diterapkan untuk tugas ini; Foto udara dan pemetaan citra satelit banyak digunakan oleh Kementerian ATR/BPN untuk menghasilkan peta dasar pertanahan. Selama dua dekade terakhir, penginderaan jauh memainkan peran strategis dalam pengembangan peta dasar pertanahan di Indonesia. Sebagaimana diketahui, di masa lalu, seba-
Sumber: Hasil pendataan penulis. Gambar 1 Koleksi Citra Satelit dari Tahun 2006 2012
gian besar pemetaannya didasarkan pada data resolusi spasial rendah hingga sedang seperti
sampai
Sebelum tahun 2012, setiap instansi pemer-
Landsat TM dan ETM, SPOT dan IKONOS. Na-
intah di Indonesia dapat memperoleh data
mun, karena resolusi dan akurasi spasial yang
citra dengan resolusi tinggi. Sejak tahun 2006
rendah, data penginderaan jauh ini hampir tidak
hingga 2012 Direktorat Pemetaan Dasar telah
memenuhi standar ketelitian dan keakuratan
mengumpulkan data citra yang dipisahkan dari
peta pendaftaran tanah untuk program legal-
resolusi rendah, sedang dan tinggi seperti Spot,
isasi tanah. Untungnya, belakangan ini keterse-
Ikonos, Quick Bird dan Peta Basis Global. Luas
diaan citra satelit resolusi tinggi semakin men-
total dari data citra tersebut dapat ditunjukkan
ingkat seperti dari Citra Digital Globe Aerial dan
pada Gambar 1 dan Tabel 1.
data Multispektral, yang memungkinkan untuk menghasilkan peta dasar daratan dalam skala besar. Tabel 1 Koleksi citra satelit dari tahun 2006 s.d. 2012 No
Jenis citra satelit/foto udara
1
Resolusi Tinggi a. Foto udara b. Citra satelit (Quick Bird) c. Citra satelit /Global Base Map (World View 1 & 2) Resolusi menengah d.SPOT 5
Tahun dan luasan (dalam ribuan Ha) s.d. 2006
2
2007
2,8312 150 1.490,825 10.000 0
0
45.000.000
0
2008
2009
0 120
0 0
0
0
200 2.000
2010 0 900
Total
2011
2012
2013
0 0
0 0
0 0
2.981,2 12.510,825
0 53.000
0
0
53.000
0
0
49.575 118.067,025
2.375
0
Sumber: Kompilasi penulis
15
Pemanfaatan Teknologi Citra Satelit dan Drone untuk Pengelolaan Pertanahan di Wilayah Perbatasan Indonesia Budi Jaya Silalahi, Faus Tinus Handi Feryandi, Pandapotan Sidabutar
3.
Tabel di atas menunjukkan bahwa pengadaan
satelit tinggi harus menjadi persyaratan pertama.
citra satelit berlangsung dari tahun 2006 hingga
Meskipun banyak jenis citra satelit tersedia dengan
2011, kemudian dihentikan pada tahun 2012.
penuh semangat, seperti resolusi rendah untuk akses
Hal ini terjadi karena adanya Peraturan Pres-
gratis di internet (Landsat, MODIS) dan resolusi tinggi
iden Nomor 6 Tahun 2012 yang membatasi dan
untuk pembelian (World View, Pleiades, dan Quick
membatasi pengadaan citra satelit hanya pada
Birds), semuanya terkadang tidak dapat menawarkan
dua lembaga saja, yaitu adalah Lembaga Pen-
resolusi yang cukup tinggi, mencakup area tertentu,
erbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dan
atau menangkap deret waktu, yang diperlukan untuk
Badan Informasi Geospasial (BIG).
memenuhi permintaan dari area yang lebih luas.
Pengumpulan data setelah Peraturan Presiden
Di sisi lain, ada teknik pemetaan alternatif
No 6 Tahun 2012
untuk memenuhi kebutuhan wilayah yang lebih
Ketentuan bagi instansi pemerintah lain untuk
luas. Penggunaan kendaraan udara tak berawak
memperoleh data dari LAPAN atau BIG telah dikeluarkan oleh Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 187 / PMK.05 / 2014 tentang Biaya pada Biro Layanan Umum
(UAV) atau drone untuk pemetaan, akhir-akhir ini menjadi alternatif yang lebih menjanjikan. Pemetaan menggunakan UAV memberikan peluang untuk meningkatkan kecepatan dan akurasi, serta biaya
Pusat Pemanfaatan Teknologi Dirgantara di
murah untuk survei dan pemetaan kadaster.
LAPAN. Berdasarkan peraturan ini, setiap in-
1.
Pembuatan Peta Dasar Pertanahan Skala
stansi pemerintah termasuk Kementerian ATR/
Besar dari Citra Satelit
BPN dapat memperoleh data tanpa dipungut
Ada dua jenis data citra satelit berdasarkan
biaya. Namun seringkali data yang dibutuhkan
sumber pengumpulan data, yakni data arsip
tidak tersedia atau tidak sesuai dengan tujuan
dan data multitasking. Untuk mengesahkan
Kementerian ATR/BPN. Akibatnya, beberapa
Agenda Keempat dari Nawacita, dalam 5 tahun
program strategis Kementerian ATR/BPN tidak
ke depan, Kementerian ATR/BPN harus menye-
dapat didukung oleh data spasial yang mema-
diakan peta dasar pertanahan baik dalam skala
dai dari data citra satelit resolusi tinggi. Kondisi
besar maupun cakupan wilayah yang masif.
ini berdampak dalam menjalankan programnya.
Sebagai penanggung jawab penyusunan kebijakan tata ruang dan pertanahan di Kemente-
C. PERBANDINGAN ANTARA CITRA SATELIT DAN FOTO UDARA UAV
rian ATR/BPN, Direktorat Jenderal Infrastruktur Keagrariaan berencana mengembangkan tidak hanya peta dasar pertanahan dalam skala be-
Salah satu tujuan utama Direktorat Pemetaan Dasar
sar, tetapi juga peta tematik dalam skala me-
adalah menghasilkan peta dasar pertanahan berskala
nengah. Rencana waktu pembuatan peta dasar
tinggi yang mencakup 60% kawasan non hutan atau
pertanahan dari tahun 2015 hingga 2019 dapat
sekitar 67 juta hektar. Untuk memenuhi kebutuhan
dilihat pada tabel di bawah ini.
dasar peta dasar pertanahan, ketersediaan data citra Tabel 2 Rencana Pembuatan Peta Dasar Pertanahan Skala Besar
Program Kepastian pemilikan lahan
Tindakan Membangun peta dasar pertanahan dan peta rencana detil tata ruang dalam skala besar.
Sumber: Renstra Kementerian ATR/BPN 2015 – 2019
16
Tahun 2015
2016
2017
2018
2019
15,3 juta Ha; 75 lokasi
8,5 juta Ha; 75 lokasi
10,8 juta Ha; 75 lokasi
13,8 juta Ha; 75 lokasi
18,4 juta Ha; 75 lokasi
JURNAL PERTANAHAN
Vol. 11 No. 1
12-22
Salah satu aspek yang perlu diperhatikan
tanahan skala besar adalah menggunakan
adalah bahwa semua proses pembuatan peta
pesawat udara tak berawak (UAV) atau drone.
dasar pertanahan dalam skala besar dengan
UAV dapat didefinisikan sebagai “sistem pe-
menggunakan citra satelit sangat bergantung
sawat bertenaga yang dioperasikan dari jarak
pada karakteristik datanya sendiri. Karakteris-
jauh, baik secara manual atau semi-otonom
tik satelit meliputi keragaman data citra satelit,
dengan remote control atau secara otonom
prosedur, resolusi citra, cakupan minimum, dan
melalui penggunaan sistem navigasi komputer
estimasi anggaran, seperti terlihat pada tabel di
di pesawat atau stasiun kontrol darat yang men-
bawah ini.
girimkan perintah secara nirkabel ke pesawat”
Tabel 3 Karakteristik citra satelit yang digunakan untuk pemetaan skala besar.
Jenis
Prosedur Resolusi Minimum Estimasi perolehan Coverage biaya (km2)
High Pengadaan 0.5-06 Resolution meter (World View 1,2 &3), Quick Bird, etc
Least coverage: 25 for archive; 100 for multitasking
Archive: ± 13 USD/ Hectare; MultiTasking: ± 22 USD/ Hectare)
Sumber: Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No 187/PMK.05/2014
2.
Juli 2021
Pembuatan Peta Dasar Pertanahan Skala Besar menggunakan UAV (Drones)
(Bailey , 2012). Saat ini orang menggunakan drone karena dapat membuat peta dengan lebih akurat, mesti, otomatis, dan lebih kompetitif dalam penganggaran. Karena model drone yang berbeda-beda, begitu pula jenis kamera atau sensor untuk mengambil gambar atau informasi permukaan bumi. Perlengkapan pencitraan standar di papan terdiri dari kamera digital dan sensor multispektral. Karena drone memiliki bobot yang bervariasi, waktu penerbangan mereka juga berbeda tergantung pada kapasitas bahan bakar (Papilaya, 2015). UAV berpotensi digunakan untuk memetakan area yang tidak tercakup oleh citra satelit. Tabel di bawah ini menunjukkan karakteristik pemetaan UAV.
Alternatif lain untuk membuat peta dasar perTabel 4 Karakteristik Pemetaan menggunakan UAV
Tipe drone Jarak dekat
Coverage Needed (KM2) Sesuai kebutuhan
Procedure Toward Procurement or SelfManaging
Resolusi spasial 10-40 cm
Coverage minimum (KM2) 0-10
Estimasi biaya 1-10 USD /Ha
Sumber: Wawancara dengan praktisi
17
Pemanfaatan Teknologi Citra Satelit dan Drone untuk Pengelolaan Pertanahan di Wilayah Perbatasan Indonesia Budi Jaya Silalahi, Faus Tinus Handi Feryandi, Pandapotan Sidabutar
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS 1.
Observasi lokasi Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat dua kecamatan batas yang dijadikan lokasi observasi yaitu Entikong dan Tasifeto Timur. Kedua lokasi tersebut memiliki karakteristik yang serupa. Pertama, mereka berada di daerah perbatasan. Kedua, keduanya dibagi menjadi kawasan hutan dan non-hutan. Ketiga, masing-masing dibagi menjadi beberapa desa.
Sumber:
Data Kawasan Hutan 2015, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Data Tata Guna Lahan 2011, Direktorat PWP3WT, Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional.
Gambar 3 Status Wilayah di Kecamatan Entikong (kiri) dan Tata Guna Lahan di Kabupaten Entikong (kanan). Tabel 5 Deskripsi Umum Entikong berdasarkan area hutan
No
Desa
Area Kawasan Hutan (Ha)
Area Non Kawasan Hutan (Ha)
Total Area (Ha)
Gambar 2 Letak Lokasi Kecamatan Entikong dan Tasifeto Timur
1
Entikong
8257
6635
14892
a.
Kecamatan Entikong
2
Nekan
5230
616
5846
Entikong terletak di Sanggau, sebuah kabu-
3
Palapasang
9480
68
9548
4
Semanget
9376
2666
12042
5
Suruh Tembawang
22095
461
22556
Total
54438
10446
64884
paten di Provinsi Kalimantan Barat. Kabupaten ini dapat dicapai dari Pontianak, ibu kota Kalimantan Barat dengan perjalanan darat sekitar 5 jam. Entikong berbatasan dengan Negara Bagian Serawak, Malaysia. Ada pos perlintasan perbatasan antara Indonesia dan Malaysia di
Sumber: Data Batas Wilayah 2010 dan Hasil Analisis
b.
Kecamatan Tasifeto Timur
kabupaten ini. Entikong terbagi menjadi 5 kelu-
Kabupaten Tasifeto Timur terletak di Kabupaten
rahan, yakni Entikong, Nekan, Palapasang, Se-
Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur Timur. Ka-
manget, dan Suruh Tembawang. Luas wilayah
bupaten ini dapat dicapai dari Kupang, ibu kota
Entikong adalah 64.884 hektar yang terdiri
provinsi melalui perjalanan darat dalam waktu
dari 54.438 hektar hutan dan 10.446 hektar
sekitar 12 jam. Tasifeto Timur berbatasan den-
kawasan non hutan. Penggunaan lahan seba-
gan Republik Demokratik Timor Leste. Ada pos
gian besar terdiri dari hutan, lahan pertanian,
lintas batas antara Indonesia dan Timor Leste
pemukiman, dan semak belukar. Distribusi kat-
di Motaain di kabupaten ini. Tasifeto Timur terb-
egori tersebut dapat dilihat pada Gambar 3 dan
agi menjadi 12 desa administratif yaitu, Bauho,
proporsinya pada Tabel 4 berikut ini.
Davala, Fatuba’a, Halimondok, Manleten, Sadi, Sarabau, Silawan, Takirin, Tialai, Tulakadi, dan
18
JURNAL PERTANAHAN
Vol. 11 No. 1
Juli 2021
12-22
en ini tergolong kawasan hutan, namun pada kenyataannya terdapat juga penguasaan tanah Umaklaran. Luas wilayah Kecamatan Tasifeto Timur adalah 20.892 hektar yang terdiri dari 2.888 hektar kawasan hutan dan 18.004 hektar kawasan non hutan. Pemanfaatan lahan di Tasifeto Timur sebagian besar terdiri dari hutan, semak belukar, praire, pemukiman, dan sawah. Distribusi luas dari kategori-kategori tersebut dapat dilihat pada Gambar 4, karena proporsinya dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.
Sumber:
masyarakat atau perorangan di dalam lokasi tersebut. Kepemilikan ini biasanya ditandai dengan kawasan yang dimanfaatkan manusia, seperti pemukiman, lahan pertanian, sawah, dan banyak lainnya. Dengan membandingkan status dan data penggunaan lahan, informasi tentang penguasaan masyarakat atau individu di lokasi-lokasi ini dapat dihasilkan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5 di bawah ini.
Data Kawasan Hutan 2015, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Data Tata Guna Lahan 2011, Direktorat PWP3WT, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
Gambar 4 Status Wilayah di Distrik Tasifeto Timur (kiri) dan Tata Guna Lahan Distrik Tasifeto Timur (kanan). Tabel 6 Deskripsi Umum Tasifeto Rimur berdasarkan area hutan.
Village No
Forest Area (Ha)
NonForest Area (Ha)
Total Area (Ha)
1
Bauho
232
897
1129
2
Dafala
642
1849
2491
3
Fatuba'a
2
1654
1656
4
Halimondok
436
1284
1720
5
Manleten
0
4336
4336
6
Sadi
0
1096
1096
7
Sarabau
82
1511
1594
8
Silawan
267
1711
1978
9
Takirin
1096
655
1751
10
Tialai
0
339
339
11
Tulakadi
130
1041
1171
12
Umaklaran
0
1632
1632
kemungkinan lokasi tersebut berada di lokasi
2888
18004
20892
yang berbeda, di mana masing-masing bera-
Total
Sumber: Data Batas Wilayah 2010 dan Hasil Analisis
2.
Penguasaan tanah di area kawasan hutan
Sumber: Hasil Analisis Gambar 5 Areal Kemungkinan Yang Dimiliki Masyarakat atau Individu di Dalam Kawasan Hutan di Kecamatan Entikong (kiri) dan Kecamatan Tasifeto Timur (kanan).
Gambar di atas menunjukkan areal yang menunjukkan indikasi penguasaan kolektif dan individu atas tanah di dalam kawasan hutan di Distrik Entikong dan Distrik Tasifeto Timur. Seperti yang terlihat, kemungkinan area tersebut, yang ditandai dengan titik merah, tersebar di seluruh distrik ini secara acak. Bahkan di setiap desa,
da di wilayah yang berukuran relatif kecil. Besar kecilnya kemungkinan penguasaan lahan masyarakat atau individu di dalam kawasan hu-
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya,
tan di Kecamatan Entikong dan Kabupaten Ta-
meskipun beberapa wilayah di kedua kabupat-
sifeto Timur dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.
19
Pemanfaatan Teknologi Citra Satelit dan Drone untuk Pengelolaan Pertanahan di Wilayah Perbatasan Indonesia Budi Jaya Silalahi, Faus Tinus Handi Feryandi, Pandapotan Sidabutar
Tabel 7 Penguasaan lahan masyarakat atau individu di dalam kawasan hutan di Kecamatan Entikong dan Kabupaten Tasifeto Timur.
No
Desa
Luas tanah yang terindikasi dikuasai (Ha)
Entikong District 1
Entikong
2
Nekan
3
Palapasang
4
Semanget
5
Suruh Tembawang Total
No
Desa
Luas tanah yang terindikasi dikuasai (Ha)
pertanahan akan semakin akurat menampilkan penggunaan lahan yang ada di lokasi tersebut. 1.
East Tasifeto District 510
1
Bauho
4
43
2
Dafala
254
222
3
Fatuba'a
317
4
Halimondok
326
5
Manleten
0
1418
6
Sadi
0
7
Sarabau
0
8
Silawan
9
Takirin
10 11 12
0 31
Gambar 6 Analisis Biaya dan Cakupan Luas
6 113
Dengan menghitung harga standar pembua-
Tialai
0
tan peta dasar pertanahan menggunakan tiga
Tulakadi
0
jenis sumber data, estimasi keseluruhan biaya
Umaklaran
0
untuk area tutupan dapat diplot seperti yang di-
408
tunjukkan pada Gambar 6 di atas. Citra Satelit
Total
Multi Tasking dapat mencakup lebih dari 10.000
Sumber: Hasil Analisis.
hektar. Pemanfaatan arsip Citra Satelit dapat
Seperti terlihat pada tabel di atas, luas indikasi
mencakup luas minimal 2.500 hektar. Dengan
penguasaan tanah oleh masyarakat atau perorangan
cakupan ini, kami dapat mengatakan bahwa
di kawasan hutan pada setiap desa bervariasi antara
dua opsi pertama ini tidak sesuai untuk melaku-
empat hektar sampai 510 hektar. Angka ini akan
kan pemetaan dasar lahan di wilayah kecil. Se-
mempengaruhi bagaimana peta dasar di lokasi ini
baliknya, penggunaan UAV dapat dilakukan di
akan dibuat.
area cakupan manapun. Sehingga bisa diguna-
B. Membandingkan Penggunaan Citra Satelit dan Pemetaan UAV untuk Peta Dasar Pembuatan peta dasar pertanahan dalam rangka penyelenggaraan Program Reforma Agraria perlu memperhatikan beberapa hal. Pertama, luas wilayah yang akan dicakup dalam peta, karena desa memiliki ukuran yang beragam. Kedua, dari segi biaya, meskipun akan lebih baik jika memiliki biaya yang sesuai dalam penyediaan peta dasar pertanahan, penghematan belanja pemerintah di Indonesia saat ini juga merupakan isu penting yang harus diperhatikan. Ketiga, ketepatan waktu proses pengadaan dalam penyediaan peta juga penting, karena program di Kawasan Hutan kemungkinan diadakan pada waktu yang berbeda dengan pelaksanaannya di Kawasan Non Hutan. Selain itu, semakin mutakhir data citra yang digunakan untuk pembuatan peta dasar
20
Biaya dan cakupan luas
kan untuk area berukuran kecil atau area yang relatif lebih luas. Fleksibilitas ini adalah salah satu keuntungan menggunakan UAV. 2.
Pengadaan dan Waktu Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Kementerian ATR/BPN tidak lagi berwenang untuk melakukan pengadaan citra satelit sendiri. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan sendiri dibutuhkan waktu dan prosedur yang lebih lama karena akan melibatkan instansi lain. Akibatnya, kementerian tidak bisa lagi menyediakan secara langsung kebutuhan dinas provinsi maupun kantor pertanahannya. Di sisi lain, belum ada regulasi yang membatasi penggunaan UAV untuk pemetaan. Selain itu, ada banyak lembaga pemerintah dan swasta yang sedang menerapkan teknik ini untuk kepentingan mereka sendiri. Misalnya, banyak
JURNAL PERTANAHAN
Vol. 11 No. 1
Juli 2021
12-22
pemerintah daerah yang mulai menggunakan
Alternatif kedua adalah pengadaan peta dasar
teknik ini untuk pemetaan. Banyak juga lem-
pertanahan menggunakan UAV oleh pihak keti-
baga non-pemerintah dan lembaga komersial
ga. Pada moda ini, proses pemetaan bisa di-
swasta kini dalam tahap pengembangan peng-
lakukan pada tahun yang sama sepanjang telah
gunaan teknik ini untuk lingkungan, transporta-
direncanakan dalam rencana kerja kementerian
si, infrastruktur, dan banyak keperluan lainnya.
pada tahun-tahun sebelumnya. Namun mode
Untuk menunjukkan perbedaan proses pen-
ini tidak mudah untuk disiratkan untuk kebutu-
gadaan menurut waktu dan prosedur, grafik di bawah ini (Gambar 7) menunjukkan perbandin-
han yang lebih taktis, seperti jika lokasi harus dialihkan karena perubahan prioritas yang da-
gan antara tiga alternatif proses yang dapat di-
pat terjadi karena beberapa alasan.
lakukan untuk membuat peta dasar pertanahan.
Alternatif terakhir adalah pengadaan peta
Alternatifnya, hanya ada tiga opsi yang mungkin
dasar pertanahan menggunakan UAV secara
dimiliki Kementerian ATR/BPN untuk memenuhi
swakelola. Pada mode ini, diperlukan upaya
kebutuhan peta dasar pertanahan di Indonesia.
yang cukup besar di awal, seperti pengadaan
Alternatif pertama adalah meminta citra satelit
UAV dan pelatihan sumber daya manusia. Na-
dari instansi lain. Modus ini memerlukan proses permintaan yang mungkin memakan waktu beberapa bulan agar lembaga penyedia dapat memasang permintaan tersebut pada rencana pengadaan mereka pada tahun berikutnya. Akibatnya, peta dasar pertanahan tidak bisa langsung dibuat di tahun yang sama. Namun jika proses request ditolak dengan alasan citra satelit wilayah yang diminta sudah tersedia dari proses pengadaan pada tahun-tahun sebelumnya, maka citra satelit tersebut dapat lang-
mun setelah mengalami kesulitan awal, mode ini akan memberikan proses pembuatan peta dasar tanah yang lebih murah, sekaligus menjawab setiap kebutuhan taktis yang kadang-kadang terjadi. Modus ini juga membuat Kementerian ATR/BPN menjadi lebih mandiri, terutama dalam pembuatan peta berbasis bidang tanah yang merupakan salah satu tugas pokoknya. Selain itu, penggunaan moda ini tentunya memberikan penggunaan lahan terkini yang biasanya jarang tersedia dan cukup mahal.
sung diambil dan digunakan untuk proses.
Sumber: Hasil analisis Gambar 7 Tiga alternatif pengadaan peta dasar pertanahan
21
Pemanfaatan Teknologi Citra Satelit dan Drone untuk Pengelolaan Pertanahan di Wilayah Perbatasan Indonesia Budi Jaya Silalahi, Faus Tinus Handi Feryandi, Pandapotan Sidabutar
IV. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Teknik pemetaan UAV akan memberikan beberapa
Bailey, Mark W. 2012, Unmanned Aerial Vehicle
keuntungan bagi pengguna. Pertama, lebih cepat dalam
menghasilkan
peta
dasar
pertanahan.
Kedua, dapat memberikan informasi aktual tentang penggunaan
tanah
yang
ada.
Ketiga,
dapat
dilakukan secara praktis, sehingga akan memberikan kemampuan untuk menyesuaikan perubahan lokasi dalam suatu proyek dengan segera tanpa menghadapi kendala administratif yang berarti. Ini dapat dilakukan dengan murah, lebih murah daripada menggunakan teknik pemetaan lainnya. Keempat, independen dalam memetakan skala cakupan wilayah, terutama di wilayah kecil. Namun, untuk menerapkan teknik ini, dibutuhkan investasi di bidang infrastruktur dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Program
Reforma
Agraria
yang
biasanya berlangsung di berbagai ukuran atau lokasi wilayah yang dituju, terutama di lokasi perbatasan negara.
Ini
akan
memberikan
dampak
Orth Imagery and Digital Surface Model Generation, Thesis, Faculty of Graduate of Vanderbilt University, http://etd.library. vanderbilt.edu; Lilesand. T.M., W. Kiefer., Chipman, J.W. (2004), Remote Sensing and Image Interpretation (Fifth Edition), John Wiley & Sons, Inc., New York; Papilaya, A. 2015, Drone: Foto and Videography, PT. Grasindo, Jakarta; Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No
UAV merupakan solusi yang memadai untuk mendukung
Path Planning and Image Processing For
yang
signifikan bagi kegiatan pertanahan di perbatasan,
187/PMK.05/2014 tentang Standar Biaya; Peraturan Presiden No 6 Tahun 2012 mengenai Ketersediaan,
Penggunaan,
Kontrol
Kualitas, Pemrosesan dan Penyebarluasan Data Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi;
karena citra satelit skala tinggi di lokasi ini jarang
Prahasta, Eddy. 2009, Sistem Informasi Geografis
ditemukan atau diperoleh. Penggunaan teknologi
Konsep – Konsep Dasar, Informatika
ini akan mendorong kekosongan data spasial yang
Bandung.
dibutuhkan dan meringankan beban yang dihadapi banyak kantor pertanahan untuk menghasilkan peta. Memiliki
keunggulan
pemetaan
UAV,
penggunaan data citra satelit yang tersedia tidak boleh dikesampingkan. Kombinasi kedua teknik tersebut bahkan menawarkan keuntungan yang lebih besar. Citra satelit relevan dengan wilayah yang tidak mengalami perubahan penggunaan tanah yang signifikan dalam jangka waktu yang cukup lama seperti di pedesaan atau di desa yang kurang padat, sehingga masih dapat digunakan dengan andal untuk menghasilkan peta dasar pertanahan. Artinya penggunaan kombinasi pemetaan citra satelit dan UAV akan lebih efisien. Akhirnya, dengan meningkatnya tantangan untuk menghasilkan peta dasar pertanahan skala besar dan cukup dilaksanakan dalam waktu yang singkat di tahun-tahun berikutnya, mengadvokasi penggunaan teknik UAV di Kementerian ATR/BPN menjadi semakin penting.
22