Formulasi Masker Sheet Yang Mengandung Kefir Susu Kambing Etawa Sebagai Anti-Aging [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

FORMULASI MASKER SHEET YANG MENGANDUNG KEFIR SUSU KAMBING ETAWA SEBAGAI ANTI-AGING



SKRIPSI



OLEH: VENNY C. S. SITOMPUL NIM 141524016



PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017



Universitas Sumatera Utara



FORMULASI MASKER SHEET YANG MENGANDUNG KEFIR SUSU KAMBING ETAWA SEBAGAI ANTI-AGING



SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakuktas Farmasi Universitas Sumatera Utara



OLEH: VENNY C. S. SITOMPUL NIM 141524016



PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017



Universitas Sumatera Utara



PENGESAHAN SKRIPSI



FORMULASI MASKER SHEET YANG MENGANDUNG KEFIR SUSU KAMBING ETAWA SEBAGAI ANTI-AGING OLEH: VENNY C. S. SITOMPUL NIM 141524016 Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal: 10 Februari 2017 Pembimbing I,



Panitia Penguji,



Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001



Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt. NIP 195201171980031002



Pembimbing II,



Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001



Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. NIP 195111021877102001



Drs. Suryanto, M.Si., Apt. NIP 196106191991031001



Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. NIP 195111021877102001 Medan, Maret 2017 Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara Dekan,



Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt. NIP 195707231986012001



Universitas Sumatera Utara



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Formulasi Masker Sheet yang Mengandung Kefir Susu Kambing Etawa sebagai Anti-Aging”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Kefir susu kambing etawa merupakan suatu komponen yang banyak dimanfaatkan dalam produk perawatan kulit karena mengandung AHA (Alpha Hydroxyl Acids), vitamin B3 dan provitamin B5. Formulasi kefir susu kambing etawa dalam sediaan masker sheet dimaksudkan untuk dapat digunakan lebih praktis dibanding dengan bentuk sediaan masker lain dan mampu meningkatkan penetrasi zat aktif ke dalam kulit wajah sebagai anti-aging. Hendaknya hasil penelitian ini menjadi masukan kepada penulis tentang manfaat dan daya guna dari kefir susu kambing etawa dalam bidang kosmetika. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab, memberikan petunjuk dan saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dra. Tuti Roida, M.Si., Apt., selaku dosen iv Universitas Sumatera Utara



pembimbing akademik, Bapak Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt., selaku ketua penguji, Bapak Drs. Suryanto, M.Si., Apt., selaku anggota penguji yang telah memberikan saran untuk menyempurnakan skripsi ini, serta Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesai. Penulis juga mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada keluarga, Bapak Drs. H. Sitompul, Ibu Y. Purba, S.Si., M.Si., dan adikku, Ingrid Sitompul tercinta atas limpahan kasih sayang, doa dan semangat yang tak ternilai dengan apa pun. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman Farmasi Ekstensi angkatan 2014 untuk kebersamaan dan dorongan semangatnya, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu hingga selesainya penulisan skripsi ini.



Medan, Penulis,



Februari 2017



Venny C. S. Sitompul NIM 141524016



v Universitas Sumatera Utara



SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT



Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama



: Venny C. S. Sitompul



NIM



: 141524016



Program Studi



: S-1 Ekstensi Farmasi



Judul Skripsi



: Formulasi Masker Sheet yang Mengandung Kefir Susu Kambing Etawa sebagai Anti-Aging



Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dan hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat karena kutipan yang ditulis setelah disebutkan sumbernya didalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam skripsi ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima sanksi apapun oleh Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggng jawab pembimbing. Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk dapat digunakan jika diperlukan sebagai mana mestinya.



Medan, Februari 2017 Yang Membuat Pernyataan



Venny C. S. Sitompul NIM 141524016



vi Universitas Sumatera Utara



FORMULASI MASKER SHEET YANG MENGANDUNG KEFIR SUSU KAMBING ETAWA SEBAGAI ANTI-AGING ABSTRAK Latar belakang: Kefir susu kambing etawa merupakan suatu komponen yang banyak dimanfaatkan dalam produk perawatan kulit karena mengandung AHA (Alpha Hydroxyl Acids), vitamin B3 dan provitamin B5 yang bekerja sebagai antiaging. Formulasi kefir susu kambing etawa dalam sediaan masker sheet dimaksudkan untuk dapat digunakan lebih praktis dan mampu meningkatkan penetrasi zat aktif ke dalam kulit. Tujuan: Menformulasikan sediaan masker sheet menggunakan zat aktif kefir susu kambing etawa sebagai anti-aging serta uji efektivitasnya terhadap kulit wajah. Metode: Penelitian dilakukan secara eksperimental. Kefir susu kambing etawa didapat dengan memfermentasikan susu kambing etawa segar yang telah dipasteurisasi pada suhu 80º-90ºC dan setelah dingin ditambahkan starter kefir dan diinkubasi 48 jam dihasilkan kefir. Kefir yang diperoleh diuji kualitasnya (uji pH, viskositas dan kadar asam laktat) kemudian dikeringkan di freeze dryer pada suhu -40ºC menghasilkan serbuk kefir. Sediaan masker sheet dibuat dengan menambahkan pengawet dan kefir susu kambing etawa dengan konsentrasi 2% (F1), 4% (F2), 6% (F3), dan blanko (tanpa zat aktif/F0) ke dalam lembaran masker. Pengujian terhadap sediaan masker sheet yang mengandung kefir susu kambing etawa meliputi uji stabilitas sediaan kefir susu kambing etawa dengan atau tanpa masker sheet, uji iritasi, dan uji efektivitas anti-aging masker menggunakan alat skin analyzer terhadap kulit wajah. Parameter yang diukur, yaitu kadar air, kehalusan, besar pori, banyaknya noda, dan kerutan. Perawatan dilakukan selama empat minggu dengan mengaplikasikan masker satu kali seminggu. Hasil pengukuran dianalisis dengan menggunakan SPSS 21. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa kefir susu kambing etawa dapat diformulasikan menjadi sediaan masker sheet dengan penambahan pengawet. Sediaan homogen dengan pH 4,56-4,83, viskositas 325-400 cps, tidak mengiritasi kulit dan stabil selama penyimpanan 12 minggu. Pemulihan kulit yang paling baik adalah konsentrasi kefir susu kambing etawa 6% yaitu meningkat kadar air kulit (30,69%), kulit semakin halus (32,17%), pori-pori yang semakin mengecil (28,12%), berkurangnya jumlah noda (24,99%) serta kerutan yang semakin berkurang (23,33%) setelah 4 minggu perawatan, dengan parameter yang paling baik adalah kehalusan kulit dan kelembaban. Kesimpulan: Kefir susu kambing etawa dapat diformulasi dalam sediaan masker sheet sebagai anti-aging dengan konsentrasi kefir susu kambing etawa 6% menunjukkan perubahan kondisi kulit yang paling baik. Kata kunci: formulasi, kefir susu kambing etawa, masker sheet, anti-aging.



vii Universitas Sumatera Utara



FORMULATION OF SHEET MASK CONTAINING KEFIR OF ETAWA GOAT MILK AS ANTI-AGING ABSTRACT Background: Kefir of etawa goat milk is a component that is widely used in skin care products because it contains AHA (Alpha Hydroxyl Acids), vitamin B3 and provitamin B5 which work as anti-aging activity. Kefir of etawa goat milk formulations in the preparation of the sheet mask is intended to be used more practical and able to increase the penetration of active substances into the skin. Purpose: To formulate an anti-aging sheet mask by using kefir of etawa goat milk and examining its effectiveness against the skin. Methods: The study was carried out experimentally. The kefir was obtained by fermenting etawa goat fresh milk by pasteurized to a temperature 80-900C and after cooled down, kefir starter was added and incubated for 48 hours to produced kefir. The kefir was examined of its quality (pH test, viscosity and amount of lactic acid) then dried using freeze dryer at -40ºC to produce kefir powder. The preparation of sheet mask was made by adding preservatives and kefir of etawa goat milk with a concentration of 2% (F1), 4% (F2), 6% (F3), and blank (without active substance / F0) to the sheet mask. Evaluation of sheet mask containing kefir of etawa goat milk preparation included stability test of the kefir of etawa goat milk preparation with or without sheet mask, irritation test, and anti-aging effect on facial skin by using skin analyzer. The measured parameters was moisture, evenness, pores, spots, and wrinkles. The treatment was observed for four weeks by applying a mask once a week. The obtained result was analyzed using SPSS 21. Results: The results showed that kefir of etawa goat milk can be formulated into a sheet mask with the addition of preservatives. The kefir of etawa goat milk preparation was homogen with pH raging from 4.56-4.83, viscosity 325-400 cps, did not irritate the skin and stabled during 12 weeks storage. The best skin recovery was at concentration of kefir of etawa goat milk 6% which increased skin moisture (30.69%), the evenness (32.17%), minimized pores (28.12%), reduced the number of spot (24.99%) and reduced wrinkles (23.33%) after 4 weeks of treatment, which the best recovery that showed was the evenness and moisture. Conclusion: The kefir of etawa goat milk can be formulated into sheet mask and showed the best anti-aging activity on 6% concentration of kefir of etawa goat milk. Keywords: formulation, kefir of etawa goat milk, sheet mask, anti-aging.



viii Universitas Sumatera Utara



DAFTAR ISI



Halaman JUDUL ......................................................................................................



i



HALAMAN PENGESAHAN



............................................................



iii



KATA PENGANTAR ..............................................................................



iv



SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ..........................................



vi



ABSTRAK ................................................................................................



vii



ABSTRACT ..............................................................................................



viii



DAFTAR ISI .............................................................................................



ix



DAFTAR TABEL .....................................................................................



xiii



DAFTAR GAMBAR ................................................................................



xiv



DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................



xv



BAB I PENDAHULUAN ......................................................................



1



1.1 Latar Belakang .....................................................................



1



1.2 Perumusan Masalah .............................................................



3



1.3 Hipotesis Penelitian .............................................................



3



1.4 Tujuan Penelitian .................................................................



3



1.5 Manfaat Penelitian ...............................................................



4



BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................



5



2.1 Susu Kambing Etawa ...........................................................



5



2.2 Kefir .....................................................................................



6



2.2.1 Starter kefir .................................................................



7



2.2.2 Proses pembuatan kefir ..............................................



8



2.3 Alpha Hydroxy Acid (AHA) .................................................



8



ix Universitas Sumatera Utara



2.4 Vitamin B3 dan Vitamin B5 ................................................ 2.5



9



Kulit ...................................................................................



10



2.5.1 Anatomi dan fisiologi kulit ....................................



10



2.5.1.1 Epidermis .................................................



10



2.5.1.2 Dermis .....................................................



11



2.5.1.3 Lapisan subkutis ......................................



12



2.5.2 Fungsi kulit ............................................................



12



Penuaan Dini



...................................................................



13



2.6.1 Tanda-tanda penuaan dini .......................................



14



2.6.2 Penyebab penuaan dini ...........................................



14



2.7



Anti-aging ...........................................................................



16



2.8



Masker Sheet ......................................................................



16



2.9



Essence ...............................................................................



18



2.10 Skin Analyzer ......................................................................



18



2.10.1 Pengukuran kondisi kulit dengan skin analyzer .....



19



2.10.2 Parameter pengukuran ............................................



20



BAB III METODE PENELITIAN ............................................................



22



Alat dan Bahan ...................................................................



22



3.1.1 Alat .........................................................................



22



3.1.2 Bahan ......................................................................



22



3.2



Sukarelawan .......................................................................



23



3.3



Pengambilan dan Pengolahan Sampel ................................



23



3.3.1 Pembuatan kefir susu kambing etawa (Sampel) ....



23



3.3.2 Penentuan mutu kefir susu kambing etawa ............



24



3.3.2.1 Pengujian kadar asam laktat .....................



24



2.6



3.1



x Universitas Sumatera Utara



3.3.2.2 Pengukuran pH ................................................



24



3.3.3.3 Pengukuran viskositas .....................................



25



3.4 Formulasi Sediaan Masker Sheet ...........................................



25



3.4.1 Formula standar ..........................................................



25



3.4.2 Formula modifikasi ......................................................



25



3.4.3 Formulasi masker sheet kefir susu kambing etawa .....



26



3.4.4 Prosedur pembuatan sediaan masker sheet kefir susu kambing etawa .....................................................



26



3.4.5 Pengemasan masker sheet ...........................................



27



3.5 Penentuan Mutu Fisik Sediaan ...............................................



27



3.5.1 Pengujian homogenitas sediaan kefir masker sheet



27



stabilitas sediaan kefir masker 3.5.2 Pengamatan sheet ............................................................................



27



3.5.3 Pengamatan stabilitas masker sheet yang telah diberi sediaan kefir .....................................................



27



3.5.4 Pengukuran pH ............................................................



27



3.5.5 Pengujian viskositas sediaan kefir masker sheet .........



28



3.5.6 Pengujian kadar asam laktat dalam sediaan masker sheet ...............................................................



28



3.6 Uji Iritasi terhadap Kulit Sukarelawan ..................................



28



3.7 Pengujian Efektivitas .............................................................



29



3.8 Analisis Data ..........................................................................



30



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................



31



4.1 Hasil Penetuan Mutu Kefir Susu Kambing Etawa ................



31



4.1.1 Hasil pengujian kadar asam laktat ..............................



31



4.1.2 Pengukuran pH ............................................................



31



4.1.3 Pengukuran viskositas ..................................................



31



xi Universitas Sumatera Utara



4.2 Hasil Penentuan Mutu Fisik Sediaan .....................................



32



4.2.1 Hasil pengujian homogenitas sediaan kefir masker sheet ................................................................



32



4.2.2 Hasil pengamatan stabilitas sediaan kefir masker sheet .............................................................................



32



4.2.3 Hasil pengamatan stabilitas masker sheet yang telah diberi sediaan kefir .............................................



34



4.2.4 Pengukuran pH ............................................................



34



4.2.5 Hasil pengujian viskositas sediaan kefir masker sheet .............................................................................



35



4.2.6 Hasil pengujian kadar asam laktat dalam sediaan kefir masker sheet ........................................................



36



4.3 Uji Iritasi terhadap Kulit Sukarelawan ..................................



36



4.4 Hasil Pengujian Efektivitas Masker Sheet terhadap Sukarelawan ..........................................................................



37



4.4.1 Kadar air (moisture) .....................................................



37



4.4.2 Kehalusan (evenness) ...................................................



40



4.4.3 Pori (pore) ....................................................................



41



4.4.4 Banyaknya noda (spot) ................................................



44



4.4.5 Keriput (wrinkle) ..........................................................



46



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................



49



5.1 Kesimpulan ...........................................................................



49



5.2 Saran ........................... ..........................................................



49



DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................



50



LAMPIRAN ..............................................................................................



53



xii Universitas Sumatera Utara



DAFTAR TABEL



Halaman



Tabel 2.1



Tipe-tipe essence ............................................................................



18



2.2



Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer ........................



21



3.1



Formula sediaan kefir masker sheet ...............................................



26



4.1



Data organoleptis sediaan yang telah dibuat ..................................



33



4.2



Data pengamatan kestabilan sediaan kefir selama 90hari (3bulan)



33



4.3



Data pengukuran pH sediaan kefir masker sheet setelah dibuat ..............................................................................................



34



Data pengukuran pH sediaan kefir masker sheet selama penyimpanan ..................................................................................



35



4.5



Data pengujian viskositas sediaan kefir selama 90 hari (3 bulan) .



35



4.6



Data pengujian kadar asam laktat sediaan kefir selama 90 hari (3 bulan) .............................................................................



36



4.7



Hasil uji iritasi terhadap sukarelawan ............................................



37



4.8



Hasil pengukuran kadar air (moisture) pada kulit sukarelawan ....................................................................................



38



Hasil pengukuran kehalusan (evenness) pada kulit sukarelawan ....................................................................................



40



4.10 Hasil pengukuran pori (pore) pada kulit sukarelawan ............ .......



42



4.11 Hasil pengukuran banyak noda (spot) pada kulit sukarelawan ....................................................................................



44



4.12 Hasil pengukuran keriput (wrinkle) pada kulit sukarelawan ..........



47



4.4



4.9



xiii Universitas Sumatera Utara



DAFTAR GAMBAR



Gambar



Halaman



2.1



Struktur kulit .................................................................................



13



4.1



Hasil uji homogenitas sediaan ........................................................



32



4.2



Grafik hasil pengukuran kadar air (moisture) pada kulit wajah sukarelawan ........................................................................



39



Grafik hasil pengukuran kehalusan (evenness) pada kulit wajah sukarelawan ........................................................................



41



Grafik hasil pengukuran pori (pore) pada kulit wajah sukarelawan ...................................................................................



43



Grafik hasil pengukuran banyaknya noda (spot) pada kulit wajah sukarelawan ........................................................................



45



Grafik hasil pengukuran keriput (wrinkle) pada kulit wajah sukarelawan ...................................................................................



48



4.3



4.4



4.5



4.6



xiv Universitas Sumatera Utara



DAFTAR LAMPIRAN



Halaman



Lampiran 1



Surat pernyataan persetujuan ......................................................



53



2



Bagan pembuatan serbuk kefir susu kambing etawa ...................



54



3



Bagan pembuatan basis masker sheet kefir susu kambing etawa ...........................................................................................



55



Bagan pembuatan sediaan kefir susu kambing etawa masker sheet .................................................................................



56



5



Gambar alat dan bahan yang digunakan ......................................



57



6



Gambar proses pengemasan sediaan masker sheet ......................



59



7



Gambar sediaan kefir masker sheet .............................................



61



8



Gambar hasil dan evaluasi sediaan kefir tanpa masker sheet .............................................................................................



62



Gambar hasil dan evaluasi masker sheet dengan sediaan kefir ..............................................................................................



63



10 Uji iritasi dan aplikasi sediaan masker sheet ...............................



64



11 Data hasil pengujian efektivitas masker sheet .............................



65



12 Data hasil pengukuran kadar asam laktat .....................................



72



13 Data hasil uji statistik ...................................................................



73



4



9



xv Universitas Sumatera Utara



BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Wajah merupakan bagian tubuh yang menggambarkan keseluruhan kondisi



seseorang. Kulit wajah yang cantik, segar dan mulus berseri merupakan dambaan setiap orang terutama kaum wanita. Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan untuk dapat memperoleh kulit wajah yang cantik dan mulus. Setiap individu memiliki jenis kulit wajah berbeda, karena dipengaruhi oleh kadar air dan produksi minyak dalam kulit, kecepatan pergantian sel-sel lapisan tanduk, dan faktor lingkungan (Sukmawati, 2013). Gangguan kesehatan kulit wajah dapat menyebabkan kulit menjadi kering, keriput, dan terlihat kusam (Septiani, 2012). Seiring bertambahnya usia, seluruh aspek dalam tubuh kita menunjukkan efek dari penuaan. Perubahan tersebut terjadi secara alami (Beale dan Jensen, 2004). Penuaan dini bisa terjadi pada siapa saja. Terutama di Indonesia yang merupakan daerah beriklim tropis dengan sinar matahari yang intensitasnya lebih tinggi. Proses degeneratif pada kulit yang terlalu sering terpapar sinar ultraviolet berlangsung lebih cepat (Muliyawan dan Suriana, 2013). Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan kosmetik, penurunan dan penghambatan penuaan dapat dilakukan agar kulit dapat terlihat lebih muda (Reveny, dkk., 2016). Masker merupakan salah satu jenis kosmetik perawatan yang cukup dikenal dan banyak digunakan. Masker biasanya digunakan pada tahap akhir dalam rangkaian perawatan kulit wajah. Masker bekerja mendalam untuk mengangkat sel-sel tanduk yang sudah mati pada kulit (Muliyawan dan Suriana, 2013). Masker



1 Universitas Sumatera Utara



wajah memiliki kemampuan meremajakan kulit dan menghambat penuaan dini (Noormindhawati, 2013). Jenis-jenis sediaan masker yaitu tipe tear-off, tipe washoff dan tipe sheet. Masker sheet umumnya terbuat dari bahan non-woven, bahan kertas, bio selulosa, dan sebagainya, masker ini sangat cocok digunakan karena sangat praktis dibanding sediaan masker lain (Lee, 2013). Dibanding bentuk sediaan masker lain, masker sheet mempunyai sifat menutup atau melekat yang baik sehingga meningkatkan efek melembabkan, memutihkan serta anti-aging dari zat aktif. Penggunaan masker dapat membuat suhu kulit meningkat, pori secara perlahan-lahan akan membesar sehingga essence dapat terabsorbsi ke dalam kulit. Penggunaan masker dapat meningkatkan penyerapan zat aktif 5-50 kali lipat (Lee, 2013). Kefir adalah susu fermentasi yang memiliki rasa, warna dan konsistensi yang menyerupai yoghurt dan memiliki aroma khas yeasty (seperti tape). Kefir diperoleh melalui proses fermentasi susu pasteurisasi menggunakan starter berupa butiran atau biji kefir (kefir grain/kefir granul), yaitu butiran-butiran putih atau krem dari kumpulan bakteri, antara lain Streptococcus sp., Lactobacilli dan berbagai jenis ragi/khamir nonpatogen. Kefir mengandung AHA (Asam Alfa Hidroksil) yang bekerja dengan cara eksfoliasi sehingga memungkinkan sel-sel kulit mati mengelupas dan mempercepat regenerasi sel-sel kulit baru, sehingga kulit menjadi lebih cerah, segar, dan kenyal. Oleh karena itu, eksfoliasi juga mampu menghilangkan flek hitam maupun warna kulit yang tidak merata. Kefir susu kambing memiliki tingkat keasaman yang menyamai kulit. Efeknya terasa lembut di kulit dan tidak menim bulkan iritasi (Suhartanti dan Iqbal, 2014). Susu kambing mengandung vitamin B, terutama niacin dan asam pantotenat yang bekerja sebagai anti-aging (Surjanto, dkk., 2016). 2 Universitas Sumatera Utara



Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian mengenai formulasi sediaan masker sheet berbahan dasar kefir susu kambing etawa sebagai anti-aging. Dengan demikian dapat menambah manfaat dan daya guna dari kefir susu kambing etawa dalam bidang kosmetika, yaitu sebagai masker sheet.



1.2



Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat



dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah kefir susu kambing etawa dapat diformulasikan dalam sediaan masker sheet sesuai standar 2. Apakah kefir susu kambing etawa mampu meningkatkan efektivitas masker sheet sebagai anti-aging.



1.3



Hipotesis Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini



adalah sebagai berikut: 1. Kefir susu kambing etawa dapat diformulasikan dalam sediaan masker sheet sesuai dengan standar. 2. Kefir susu kambing etawa mampu meningkatkan efektivitas masker sheet sebagai anti-aging.



1.4



Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk membuat sediaan masker sheet dari kefir susu kambing etawa sesuai dengan standar. 3 Universitas Sumatera Utara



2. Untuk mengetahui kemampuan kefir susu kambing etawa dalam meningkatkan efektivitas masker sheet sebagai anti-aging.



1.5



Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh pada penelitian ini adalah meningkatkan daya dan



hasil guna dari kefir susu kambing etawa sebagai zat aktif anti-aging yang dimanfaatkan dalam bidang kosmetik, yaitu sebagai masker sheet.



4 Universitas Sumatera Utara



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1



Susu Kambing Etawa Taksonomi dari kambing Etawa adalah sebagai berikut:



Kingdom



: Animalia



Filum



: Chordata



Class



: Mamalia



Ordo



: Bovidae



Genus



: Capra



Spesies



: C. hircus



Kambing Etawa atau juga disebut kambing Jamnapari merupakan jenis kambing unggul yang didatangkan dari India. Kambing ini memiliki dua fungsi: sebagai kambing penghasil susu dan penghasil daging (Andoko, 2013). Salah satu ciri spesifik kambing etawa adalah memiliki wajah cembung dan rahang bawahnya menonjol. Daun telinga panjang dan lebar, terkulai ke bawah. Kambing etawa, baik jantan maupun betina, mempunyai tanduk yang mengarah ke belakang dan samping. Ciri khas lain kambing etawa adalah adanya gelambir di lehernya, seperti gelambir sapi. Gelambir adalah lipatan kulit melebar yang terdapat di sepanjang bagian bawah leher. Gelambir kambing etawa jantan umumnya lebih lebar daripada kambing etawa betina (Moeljanto dan Wiryanta, 2002). Susu kambing telah dikenal sejak dahulu, tetapi ketenarannya masih kalah dengan susu sapi. Jika dibandingkan susu sapi, susu kambing memiliki beberapa perbedaan dalam segi warna dan bentuk globular lemak. Susu kambing memiliki warna yang lebih putih dan globular lemak susu yang lebih kecil daripada susu 5 Universitas Sumatera Utara



sapi, sehingga dapat diminum oleh orang yang mengalami gangguan pencernaan, warna putih pada susu kambing berasal dari cahaya yang direfleksikan oleh globula-globula lemak (Blakely dan Bade, 1991). Secara umum, komposisi gizi susu kambing dibandingkan susu sapi tidak terlalu jauh berbeda. Susu sapi mengandung 3,2% protein, 3,6% lemak, 4,7% laktosa, dan 0,7% mineral. Susu kambing mengandung 3,4% protein, 3,8% lemak, 4,1% laktosa, dan 0,8% mineral. Vitamin A yang ada pada susu kambing lebih tinggi dibandingkan dengan vitamin A pada susu sapi. Kambing juga memiliki kemampuan mengubah seluruh kandungan karoten menjadi vitamin A. Susu kambing lebih banyak mengandung vitamin B, terutama riboflavin, niacin, asam pantothenic, sedangkan vitamin B6 dan B12 lebih unggul pada susu sapi. Sementara itu, kandungan vitamin C dan D, kedua jenis susu sama rendah atau tidak berbeda jauh. Selain itu, susu kambing juga kaya akan mineral, seperti kalsium, kalium, magnesium, selenium, fosfor, klorin, dan mangan, tetapi rendah natrium, sulfur, seng, tembaga dan zat besi (Moeljanto dan Wiryanta, 2002).



2.2



Kefir Kefir adalah susu fermentasi yang memiliki rasa, warna dan konsistensi



yang menyerupai yoghurt dan memiliki aroma khas seperti tape. Kefir diperoleh melalui proses fermentasi susu pasteurisasi menggunakan starter berupa butir atau biji kefir (kefir grain/kefir granul), yaitu butiran-butiran putih atau krem dari kumpulan bakteri, antara lain Streptococcus sp., lactobacilli dan beberapa jenis ragi khamir nonpatogen. Bakteri berperan menghasilkan asam laktat dan komponen flavor, sedangkan ragi menghasilkan gas karbon dioksida dan sedikit alkohol. Itulah sebabnya rasa kefir asam dan juga ada sedikit rasa alkohol dan 6 Universitas Sumatera Utara



soda, dan kombinasi karbon dioksida dan alkohol menghasilkan buih yang menciptakan karakter mendesis pada produk (Usmiati, 2007). Kefir merupakan produk fermentasi susu yang mempunyai karakteristik yang khas, yaitu campuran rasa asam, alkoholik, dan karbonat yang dihasilkan dari proses fermentasi bakteri dan khamir (Hidayat, dkk., 2006). 2.2.1 Starter kefir Kultur starter kefir disebut butiran kefir, mengandung mikroba yang terdiri dari bakteri dan khamir yang masing-masing berperan dalam pembentukan cita rasa dan struktur kefir. Bakteri menyebabkan terjadinya asam, sedangkan khamir menghasilkan alkohol dan CO2 pada proses fermentasi. Spesies mikroorganisme dalam bibit kefir di antaranya Lactocococcus lactis, Lactobasillus acidophilus, Lactobasillus kefir, Lactobasillus kefirgranum, dan Lactobasillus parakefir yang berfungsi



dalam



pembentukan



asam



laktat



dari



laktosa.



Lactobasillus



kefiranofaciens sebagai pembentuk lendir (matriks butiran kefir), Leuconostoc sp. membentuk diasetil dari sitrat, dan Candida kefir pembentuk etanol dan karbondioksida dari laktosa. Selain itu juga ditemukan Lactobasillus brevis, dan khamir jenis Torulopsis holmii dan Saccharomyces delbrueckii (Hidayat, dkk., 2006). Bakteri asam laktat dan khamir yang hidup bersimbiosis dan tumbuh di dalam biji kefir berada dalam perbandingan yang seimbang. Bakteri asam laktat yang berbentuk batang akan menempati lapisan perifer (luar) biji, sedangkan ragi ada di dalam intinya. Biji kefir yang diinokulasikan ke dalam susu akan mengembang (diameternya membesar) dan warnanya menjadi kecoklatan karena diselubungi partikel-partikel susu (Usmiati, 2007). Starter kefir tidak dapat dikeringkan dengan pemanasan karena sebagian 7 Universitas Sumatera Utara



mikroorganisme di dalamnya akan mati. Bibit kefir masih aktif jika diawetkan dengan cara pengeringan beku (freeze drying). Cara terbaik menyimpan kefir adalah memindahkan bibit kefir lama ke dalam susu yang dipasteurisasi secara berkala, diinkubasi semalam dan disimpan dalam lemari es bersuhu 4º-7ºC (Hidayat, dkk., 2006). 2.2.2 Proses pembuatan kefir Menurut Usmiati (2007), langkah-langkah pembuatan kefir adalah susu segar dipasteurisasi atau dipanaskan pada suhu 85º-90ºC selama 30 menit. Proses pasteurisasi susu sebelum fermentasi bertujuan untuk: 1. Mendenaturasi whey protein agar susu dihasilkan lebih kental. 2. Menghilangkan kandungan mikroba awal yang terdapat dalam susu agar pertumbuhan dari mikroba starter tidak tersaingi pada masa pertumbuhan. 3. Mengurangi jumlah O2 dalam susu yang secara normal sehingga bakteri kefir dapat berkembang biak dengan baik (Tamine dan Robinson, 1989). Kemudian didinginkan, dimasukkan 3-5% butir-butir kefir dan diaduk merata. Diinkubasi pada suhu kamar agar proses fermentasi berlangsung. Selama proses fermentasi ini akan terjadi pembentukan asam laktat, alkohol, CO 2, dan senyawa-senyawa yang menghasilkan flavor dan aroma. Bila susu sudah menggumpal lalu disaring dengan menggunakan saringan untuk mendapatkan butir-butir kefir kembali. Kefir yang sudah disaring siap untuk diminum. Butirbutir kefir yang diperoleh dicuci dengan air matang dingin untuk dipakai lagi pada waktu lain (Hidayat, dkk., 2006).



8 Universitas Sumatera Utara



2.3



Alpha Hydroxy Acid (AHA) AHA adalah asam organik yang terdiri dari 2 (dua) rantai karbon atau lebih



yang semakin panjang rantai karbonnya akan semakin berat molekulnya. Efektivitas AHA dalam kosmetik dipengaruhi oleh pH dan konsentrasi. Alpha Hydroxy Acid (AHA) terdiri dari asam glikolat, asam laktat, asam malat, asam tartrat, asam mandelat dan asam sitrat (Ditjen POM RI, 2006). Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan teknologi, faktor- faktor yang menyebabkan penuaan kulit, seperti berkurangnya kelembaban kulit dan elastisitas kulit dapat diatasi dengan penggunaan kosmetik yang mengandung bahan aktif Alpha Hydroxy Acid (AHA) yang pada umumnya digunakan sebagai pelembab dan exfoliant (Ditjen POM RI, 2006). Asam laktat merupakan salah satu dari Alpha Hydroxy Acid (AHA), yaitu komponen yang mengandung rantai hidroksi di posisi alfa. Asam laktat sangat direkomendasikan untuk mencerahkan dan melembabkan kulit. Asam ini sangat mudah diserap dan tidak berbahaya bagi kulit (Sweetman, 2007).



2.4



Vitamin B3 dan Vitamin B5 Niacinamida (Vitamin B3) merupakan bagian dari koenzim nicotinamide



adenine dinucleotide (NAD), NAD phosphate (NADP) dan bentuk reduksinya (NADH dan NADPH) yang penting bagi reaksi biokimia pada kulit (Surjanto, dkk., 2016). NADPH merupakan kofaktor dalam sintesis ceramide dan NADH berfungsi menghambat sintesis glikosaminoglikan. Selain itu, niasinamida juga dapat meningkatkan produksi lapisan protein pelindung kulit, menghambat transfer melanosom menuju keratinosit dan efek antimikroba (Wohlrab dan Kreft, 2014; Draelos, 2016). Makanan sumber vitamin B3 di antaranya susu, telur, 9 Universitas Sumatera Utara



daging, ikan dan kacang-kacangan (Bangun, 2005). Pro-vitamin B5 (D-Panthenol), analog alkohol asam pantotenat dan merupakan provitamin dari komponen B-kompleks untuk fungsi normal kulit dan rambut. Dokter kulit telah lama mengetahui fungsi panthenol dalam menjaga kesehatan kulit (Surjanto, dkk., 2016). Makanan sumber vitamin B5 antara lain, padi-padian, roti, susu dan sereal (Sutomo dan Anggraini, 2010). D-panthenol meningkatkan proliferasi fibroblas di lapisan dermis yang merupakan lapisan tengah kulit dimana kerutan terbentuk, aktivitas fibroblas biasanya tidak hanya menaikkan jumlah tetapi juga meningkatkan sintesis dari semua komponen matriks kulit, seperti kolagen, elastin dan glycans serta memperbaiki kulit secara keseluruhan seperti daerah yang terluka atau matriks kulit yang tidak teratur seperti keriput ataupun garis-garis halus (Todorov, 2015).



2.5



Kulit Kulit merupakan organ terbesar, terluas pada tubuh kita. Rata-rata orang



dewasa memiliki luas kulit sekitar 170-200cm2 dengan berat antara 15-17kg (Tabor dan Blair, 2009). Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan lokasi tubuh (Wasitaatmadja, 1997).Kulit merupakan target utama produk kosmetik.Konsumen menggunakan produk kosmetik pada kulit mereka untuk membersihkan, melindungi, melembabkan, dan sebagainya (Baki dan Alexander, 2015). 2.5.1 Anatomi dan fisiologi kulit Menurut Djuanda (2007), pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu :



10 Universitas Sumatera Utara



2.5.1.1 Epidermis Lapisan epidermis terdiri atas : a. Lapisan basal atau stratum germinativum Lapisan basal merupakan lapisan epidermis paling bawah dan berbatas dengan dermis. Dalam lapisan basal terdapat melanosit. Melanosit adalah sel dendritik yang membentuk melanin. Melanin berfungsi melindungi kulit terhadap sinar matahari. b. Lapisan malpighi atau stratum spinosum Lapisan malpighi atau disebut juga prickle cell layer merupakan lapisan epidermis yang paling kuat dan tebal. Terdiri dari beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda akibat adanya mitosis serta sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Pada lapisan ini banyak mengandung glikogen. c. Lapisan granular atau stratum granulosum Lapisan granular terdiri dari 2 atau 3 lapis sel gepeng, berisi butir-butir (granul) keratohialin. Stratum granulosum juga tampak jelas di telapak tangan dan kaki. d. Lapisan lusidum atau stratum lusidum Lapisan lusidum terletak tepat di bawah lapisan korneum. Terdiri dari selsel gepeng tanpa inti. e. Lapisan tanduk atau stratum korneum Lapisan tanduk merupakan lapisan terluar yang terdiri dari beberapa lapis sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin. Pada permukaan lapisan ini sel-sel mati terus menerus mengelupas tanpa terlihat. 11 Universitas Sumatera Utara



2.5.1.2 Dermis Lapisan dermis adalah lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Terdiri dari lapisan elastis dan fibrosa padat dengan elemenelemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yakni: a. Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis dan berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah. b. Pars retikulaare, yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke arah subkutan. Bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang seperti serabut kolagen, elastin, dan retikulin. Lapisan ini mengandung pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea. 2.5.1.3 Lapisan subkutis Lapisan ini merupakan lanjutan dermis, tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis. Terdiri dari jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Jaringan subkutan mengandung syaraf, pembuluh darah dan limfe, kantung rambut, dan di lapisan atas jaringan subkutan terdapat kelenjar keringat. Fungsi jaringan subkutan adalah penyekat panas, bantalan terhadap trauma, dan tempat penumpukan energi. 2.5.2 Fungsi kulit Kulit



mempunyai



banyak



fungsi



esensial



yang



penting



bagi



keberlangsungan hidup manusia, yaitu: 1. Sebagai pelindung. Pentingnya fungsi pelindung ini diilustrasikan dalam suatu konteks properti penghalang (barrier). Hal ini memungkinkan kelangsungan hidup manusia dalam suhu dan kelembaban yang bervariasi, dan adanya 12 Universitas Sumatera Utara



bahaya dari lingkungan seperti zat-zat kimia, bakteri, alergen, jamur atau radiasi. 2. Mempertahankan homeostasis. Kulit adalah organ utama untuk menjaga kondisi homeostasis tubuh, terutama dalam hal regulasi panas, tekanan darah dan eksresi. 3. Organ sensori utama terhadap kondisi lingkungan, seperti panas, tekanan dan rasa sakit (Walters, 2007).



Gambar 2.1 Struktur kulit (Shai, et al., 2009).



2.6



Penuaan Dini Aging atau penuaan adalah proses alamiah pada kehidupan manusia, karena



adanya radikal bebas yang secara terus menerus terbentuk baik melalui proses metabolisme maupun akibat dampak negatif lingkungan (Ardhie, 2011). Seiring 13 Universitas Sumatera Utara



dengan bertambah usia, seluruh aspek dalam tubuh kita menunjukkan efek dari penuaan. Perubahan tersebut terjadi secara alami. Penuaan dini bisa terjadi pada siapa saja. Terutama di Indonesia yang merupakan daerah beriklim tropis dengan intensitas sinar matahari yang tinggi (Muliyawan dan Suriana, 2013). Penuaan dini adalah proses penuaan kulit yang lebih cepat dari waktunya. Bisa terjadi saat umur kita memasuki usia 20-30 tahun. Penuaan dini dapat terjadi kapan saja. Pada usia muda, regenerasi kulit terjadi setiap 28-30 hari. Regenerasi semakin melambat seiring dengan bertambahnya usia. Memasuki usia 50 tahun, regenerasi kulit terjadi setiap 37 hari (Noormindhawati, 2013). 2.6.1 Tanda-tanda penuaan dini Proses penuaan kulit yang berlangsung lebih cepat dari yang seharusnya dikenal dengan penuaan dini yang memiliki tanda-tanda pada kulit, antara lain: 1. Kulit menjadi sangat kering akibat dari berkurangnya aktivitas kelenjar minyak dan keringat kulit serta penurunan kemampuan kulit untuk menahan air serta kulit kehilangan kelembapan di dalam sel kulit (sawar kulit). 2. Kulit menjadi tipis akibat berkurangnya kemampuan untuk membentuk sel baru di lapisan kulit. Gangguan pada rambut menyebabkan kerontokan rambut. 3. Sebaliknya kulit terasa kasar, kusam dan bersisik akibat berkurangnya kemampuan kulit untuk melepaskan sel kulit lama untuk diganti sel kulit baru. 4. Kulit menjadi kendor dan tidak elastis akibat menurunannya kemampuan meregenerasi serat kulit terutama kolagen, sehingga menimbulkan kerut dan gelambir. 5. Warna kulit berbercak-bercak akibat berkurangnya daya pigmentasi sel melanosit dan daya distribusi melanin ke seluruh lapisan kulit (Wasiaatmadja, 1997). 14 Universitas Sumatera Utara



2.6.2 Penyebab penuaan dini Banyak faktor yang ikut berpengaruh dalam proses penuaan dini, baik faktor intrinsik (dari dalam tubuh sendiri) maupun faktor ekstrinsik (lingkungan). Beberapa faktor tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: a. Faktor intrinsik (intrinsic aging) Penuaan yang terjadi secara alami. Penuaan intrinsik terjadi secara lambat, terus menerus dan degradasi jaringan yang ireversibel. Tidak banyak yang dapat dilakukan untuk mencegah penuaan secara intrinsik. Ada berbagai faktor internal yang berpengaruh pada proses penuaan kulit, yaitu umur, ras, genetik, hormonal dan faktor lainnya b. Faktor ekstrinsik (extrinsic aging) Lingkungan hidup manusia yang tidak nyaman bagi kulit dapat berupa suhu, kelembaban, polusi, dan terutama sinar UV. Sinar matahari adalah faktor lingkungan terbesar yang dapat mempercepat proses penuaan dini karena dapat merusak serabut kolagen kulit dan matriks dermis sehingga kulit menjadi tidak elastis, kering, dan keriput atau sering disebut dengan photoaging. Kontak dengan bahan kimia tertentu dalam waktu yang cukup lama dapat mempercepat penuaan kulit, seperti pemakaian detergen dan pembersih yang mengandung alkohol berlebihan akan menghilangkan lemak permukaan kulit sehingga menyebabkan kekeringan kulit. Beberapa gaya hidup juga memicu terbentuknya kerutan pada wajah, di antaranya adalah konsumsi alkohol yang berlebihan menyebabkan kulit terdehidrasi sehingga mempermudah munculnya kerutan. Posisi tidur yang salah juga berperan dalam terbentuknya kerutan. Kerutan di area pipi dan dagu pada umumnya muncul akibat posisi tidur yang menyamping sedangkan posisi tidur 15 Universitas Sumatera Utara



telungkup dapat menyebabkan terbentuknya kerutan di area dahi. Banyaknya frekuensi kedipan mata serta kebiasaan menyipitkan mata menyebabkan otot-otot di sekitar alis dan dahi bekerja lebih keras sehingga memperparah kerutan di area dahi (Putro, 1997; Wasitaatmadja, 1997; Setiabudi, 2014)



2.7



Anti-aging Anti-aging adalah proses untuk mencegah atau memperlambat efek



penuaan. Terapi anti-aging akan lebih baik jika dilakukan sedini mungkin, ketika sel-sel tubuh masih sehat dan berfungsi dengan baik. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan kosmetik, penurunan dan penghambatan penuaan dapat dilakukan agar kulit dapat terlihat lebih muda (Reveny, dkk., 2016). Manfaat sediaan anti-aging menurut Muliyawan dan Suriana (2013), yaitu: 1. Mencegah kulit dari kerusakan degeneratif yang menyebabkan kulit terlihat kusam dan keriput. 2. Kulit tampak lebih sehat, cerah, dan awet muda. 3. Kulit tampak kenyal, elastis, dan jauh dari tanda-tanda penuaan dini.



2.8



Masker Sheet Masker sheet telah banyak digunakan pada Asia Timur, lembaran masker



umumnya terbuat dari kain non woven, serat kertas, bioselulosa, dan sebagainya. Dapat meningkatkan efek melembabkan, memutihkan dan anti-aging, tetapi kurang mampu membersihkan dan mengangkat sel kulit mati (Lee, 2013). Menurut Lee (2013), jenis-jenis lembaran masker adalah sebagai berikut: a. Tipe non woven Menggunakan bahan tekstil seperti polypropylene dan viscose rayon. 16 Universitas Sumatera Utara



Keuntungan: fleksibel, tidak mudah robek, bersifat hidrofil sehingga mampu meresap essence, dan tidak meninggalkan sisa essence di dalam kemasan. Kerugian: penggunaan yang terlalu lama dapat menyebabkan kulit kering. b. Tipe serat kertas (pulp) Awalnya serat kertas merupakan bahan dasar pembuatan masker sheet, tetapi telah diganti dengan bahan non woven. Keuntungan: tipis dan mampu melekat baik dengan kulit. Kerugian: tingkat peresapan essence terbatas dan mudah robek karena tipis. c. Tipe bioselulosa Merupakan teknologi terbaru pembuatan masker sheet, menggunakan selulosa alami dari hasil fermentasi mikroorganisme, dan tidak mengiritasi kulit. Keuntungan: sangat mampu melekat pada kulit sehingga tidak mudah terlepas. Kerugian: biaya pembuatan relatif lebih mahal. d. Tipe charcoal Menggunakan serbuk arang dari bambu moso yang endemik di Taiwan yang dicampurkan dengan bahan non woven dalam proses pembuatannya. Keuntungan: fleksibel, mampu meresapi essencedengan baik, kandungan serbuk arang dapat meningkatkan penyerapan essence ke dalam kulit. Kerugian: biaya pembuatan lebih mahal dibanding tipe non woven. e. Tipe jeli Dibuat dengan mencampurkan essence dan gelling agent, kemudian dicetak dengan cetakan masker menghasilkan jeli yang transparan dengan bentuk menyerupai wajah. Keuntungan: penggunaannya lebih praktis dibanding tipe masker lainnya. Keru gian: kemampuan penetrasi essence ke dalam kulit lebih kurang 17 Universitas Sumatera Utara



dibandingkan jenis masker sheet lainnya.



2.9



Essence Essence bukan merupakan tipe sediaan kosmetik baru. Alasan yang



membuat essence laku di pasaran adalah perubahan gaya hidup konsumen, sebagai contoh, masyarakat ingin menyederhanakan rutinitas kosmetik harian mereka untuk menghemat waktu, gambaran bahwa konsentrat berarti produk tersebut memiliki efek yang lebih baik, nyaman digunakan karena pengembangan desain wadah, pengembangan fungsi bahan pelembap, dan bahan farmasetik (Mitsui, 1997). Tabel 2.1 Tipe-tipe essence (Mitsui, 1997). Tipe



Teknologi



Keistimewaan Secara umum mengandung humektan lebih banyak dari Tipe losion Solubilisasi, losion. Teksturnya dapat diatur dengan pemilihan transparan/ mikroemulsi, humektan dan polimer larut air serta variasi kombinasi liposom semi keduanya. Tipe ini merupakan tipe essence paling transparan umum. Tipe ini mengandung banyak emolien (komponen Tipe m/a Tipe emulsi minyak), sangat cocok untuk sediaan yang mengandung Tipe a/m banyak bahan penyerap UV dan bahan minyak lainnya. Tipe a/m/a Tipe a/m cocok untuk sediaan yang waterproof. Tipe ini telah digunakan sejak lama. Teksturnya diatur kombinasi minyak padat atau semi-padat dan lemak Tipe minyak hewan atau minyak tumbuhan dengan proporsi yang berbeda. Tipe ini tidak sebagus tipe essencelain sehingga sudah tidak ada di pasaran. Essence untuk T-zone yang banyak mensekresi sebum. Tipe losion Mengandung serbuk penyerap sebum agar riasan wajah dengan Tipe lain bertahan lebih lama serbuk Essence yang mempunyai efek germisida untuk sediaan Tipe alkohol jerawat



2.10 Skin Analyzer Pada analisis konvensional, diagnosis dilakukan dengan mengandalkan kemampuan pengamatan semata. Hal ini dapat menjadikan diagnosis menjadi bersifat 18 Universitas Sumatera Utara



subjektif dan bergantung pada persepsi para dokter. Pemeriksaan seperti ini memiliki kekurangan pada sisi analisis secara klinis-instrumental dan tidak adanya rekaman hasil pemeriksaan yang mudah dipahami pasien (Aramo, 2012). Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk mendiagnosis keadaan pada kulit. Skin analyzer mempunyai sistem terintegrasi untuk mendukung diagnosis dokter yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas, melainkan juga mampu memperlihatkan sisi-sisi kulit yang lebih dalam dari lapisan kulit (Aramo, 2012). 2.10.1 Pengukuran kondisi kulit dengan skin analyzer Menurut Aramo (2012), beberapa pengukuran yang dapat dilakukan dengan menggunakan skin analyzer, yaitu: 1. Moisture (Kadar air) Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan alat moisture checker yang terdapat dalam perangkat skin analyzer Aramo. Caranya dengan menekan tombol power dan dilekatkan pada permukaan kulit. Angka yang ditampilkan pada alat merupakan persentase kadar air dalam kulit yang diukur. 2. Sebum (Kadar minyak) Pengukuran kadar minyak dilakukan dengan menggunakan alat oil checker yang terdapat dalam perangkat skin analyzer Aramo. Caranya dengan menempelkan bagian sensor yang telah dipasang spons pada permukaan kulit. Angka yang ditampilkan pada alat merupakan persentase kadar minyak dalam kulit yang diukur. 3. Evenness (Kehalusan) Pengukuran kehalusan kulit dilakukan dengan perangkat skin analyzer pada lensa perbesaran 60x dan menggunakan lampu sensor biru (normal). Kamera 19 Universitas Sumatera Utara



diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan kondisi kulit yang didapatkan akan tampil pada layar komputer. 4. Pore (Pori) Pengukuran besarnya pori pada kulit secara otomatis akan ke luar pada saat melakukan pengukuran pada kehalusan kulit. Gambar yang telah terfoto pada pengukuran kehalusan kulit juga akan ke luar pada kotak bagian pori-pori kulit. Hasil berupa angka dan penentuan ukuran pori akan secara otomatis ke luar pada layar komputer. 5. Spot (Noda) Pengukuran banyaknya noda dilakukan dengan perangkat skin analyzer pada lensa perbesaran 60x dan menggunakan lampu sensor jingga (terpolarisasi). Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan penentuan banyaknya noda yang didapatkan akan tampil pada layar komputer. 6. Wrinkle (Keriput) Pengukuran keriput dilakukan dengan perangkat skin analyzer pada lensa perbesaran 10x dan menggunakan lampu sensor biru (normal). Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan kondisi kulit yang didapatkan akan tampil pada layar komputer. Pada pengukuran ini, tidak hanya jumlah keriput yang dapat diukur, akan tetapi kedalaman keriput juga dapat terdeteksi dengan alat skin analyzer. 2.10.2 Parameter pengukuran Pengukuran kulit dengan menggunakan skin analyzer secara otomatis akan 20 Universitas Sumatera Utara



menampilkan hasil dalam bentuk angka dan angka yang didapatkan akan secara langsung disesuaikan dengan parameter yang telah diatur sedemikian rupa pada alat. Parameter hasil pengukurannya dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer Pengukuran



Parameter (%)



Kadar air (Moisture)



Dehidrasi



Normal



Hidrasi



0 – 29



30 – 50



51 – 100



Kehalusan (Evenness)



Halus



Normal



Kasar



0 – 31



32 – 51



52 – 100



Kecil



Beberapa besar



Sangat besar



0 – 19



20 – 39



40 – 100



Sedikit



Beberapa noda



Banyak noda



0 – 19 Tidak berkeriput



20 – 39 Berkeriput



40 – 100 Berkeriput parah



0 – 19



20 – 52



53 – 100



Pori (Pore) Noda (Spot) Keriput (Wrinkle)



21 Universitas Sumatera Utara



BAB III METODE PENELITIAN



Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental. Penelitian meliputi pembuatan kefir susu kambing etawa, pengujian kulaitas kefir (uji pH, viskositas dan kadar asam laktat), pembuatan sediaan kefir susu kambing etawa, penentuan mutu fisik sediaan yang mengandung kefir susu kambing etawa (pengamatan organoleptis, uji homogenitas, pengukuran pH, pengukuran total asam laktat dalam sediaan kefir, dan penentuan viskositas), uji iritasi dan pengujian efektivitas sediaan masker sheet yang mengandung kefir susu kambing etawa. Penelitiaan ini dilakukan di Laboratorium Kosmetologi dan Farmasi Fisik Fakultas Farmasi Sumatera Utara, Medan.



3.1



Alat dan Bahan



3.1.1 Alat Alat-alat yang digunakan adalah neraca analitik, alat-alat gelas, lumpang, cawan porselin, stamfer, kertas perkamen, penangas air, spatula, sudip, toples kaca, alat penyegel, batang pengaduk, panci, penyaring, pH meter (Hanna Instrument), pipet tetes, tisu, serbet, pot plastik, viscometer Brookfield, termometer, alat skin analyzer dan moisture checker (Amaro Huvis). 3.1.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan adalah susu kambing etawa, starter kefir, etanol 96%, gliserin, butilen glikol, xanthan gum, nipagin, nipasol, aqua DM, parfum (cuddle-baby powder), PLG 40 Hydrogenated Castor Oil, larutan dapar pH asam (4,01), larutan dapar pH netral (7,01) dan foil bag. 22 Universitas Sumatera Utara



3.2



Sukarelawan Sukarelawan yang dipilih adalah 12 orang mahasiswi di Fakultas Farmasi



USU dengan kriteria sebagai berikut: 1. Wanita berbadan sehat 2. Usia antara 20-30 tahun 3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi 4. Bersedia menjadi sukarelawan



3.3



Pengambilan dan Pengolahan Sampel Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling purposif yang



dikenal sebagai sampling pertimbangan dimana sampel ditentukan atas pertimbangan bahwa populasi sampel adalah homogen dan sampel yang tidak diambil mempunyai karakteristik yang sama dengan sampel yang sedang diteliti. 3.3.1 Pembuatan Kefir Susu Kambing Etawa (Sampel) Pembuatan kefir pada penelitian ini dilakukan dengan metode tradisional Sebelum dilakukan pembuatan kefir, terlebih dahulu dilakukan sterilisasi alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan kefir, kemudian susu dipasteurisasi hingga suhu 80-900C selama 15 menit. Kemudian susu dimasukkan kedalam toples, didinginkan hingga suhu 22-180C. Tahap selanjutnya starter kefir dimasukkan ke dalam toples susu, diinkubasi pada suhu ruang selama 48 jam. Setelah itu dilakukan penyaringan untuk memisahkan kefir dan biji kefir. Kefir yang didapatkan dari penyaringan diambil untuk dilakukan uji kualitas, yaitu kadar asam laktat, nilai pH, viskositas, lalu kefir yang sudah dipanen dapat dikeringkan menggunakan freeze dryer pada suhu -400C hingga menjadi serbuk kefir susu kambing etawa. 23 Universitas Sumatera Utara



3.3.2 Penentuan Mutu Kefir Susu Kambing Etawa 3.3.2.1 Pengujian Kadar Asam Laktat Menurut Underwood (1989), uji metode tritrasi ini dilakukan dengan mengisi buret dengan NaOH 0,1 N perlahan-lahan sehingga tidak ada gelembung udara didalamnya. Susu ditimbang dalam Erlenmeyer sebanyak 18 gram, lalu ditambahkan 0,5 (10 tetes) phenolpthalein 1% sebagai indikator. Kemudian dilakukan titrasi dengan NaOH 0,1 N sambil dikocok sampai terbentuk warna merah muda yang stabil. Setelah itu pemakaian titer dicatat dan asiditas susu dihitung sebagai persen asam laktat. Sebelum freeze dryer: % 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡 =



𝑚𝑙 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁 × 90 × 100% 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ × 1000



Setelah freeze dryer: % 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡 =



𝑚𝑙 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁 × 90 × 100% (𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ × 𝑓𝑝) × 1000



N = normalitas larutan NaOH yang digunakan sebagai pentiter fp = faktor pengencer 3.3.2.2 Pengukuran pH Penentuan pH sediaan sebelum dan sesudah freeze dryer dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Alat terlebih dahulu dilakukan kalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan tisu. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1 %, yaitu ditimbang 1 g sediaan dan dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml. Kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter



24 Universitas Sumatera Utara



merupakan pH sediaan (Rawlins, 2003). 3.3.3.3 Pengukuran viskositas Pengujian viskositas dilakukan dengan menggunakan alat viskometer Brookfield dengan cara ditimbang 100 g kefir susu kambing etawa, kemudian diatur spindel dan kecepatan yang digunakan viskometer Brookfield dijalankan. Viskositas dari kefir susu akan terbaca. Viskositas dihitung dengan persamaan: Viskositas (cP) = skala yang terbaca x faktor konversi



3.4



Formulasi Essence Sediaan Masker Sheet



3.4.1 Formula standar Formula standar yang digunakan (Daito Kasei, 2015): R/



Sacran-05 BG



2,00%



Makigreen Feel (Pentilen Glikol)



5,00%



Makilene GC (Butilen Glikol)



5,00%



PEG-60 Hydrogenated Castor Oil



0,05%



Makimousse 12 (Sodium Polyacrylate)



0,20%



Pengawet



0,30%



De-Ionized Water



87,45%



3.4.2 Formula modifikasi R/



Kefir



2-6%



Gliserin



5,00%



Butilen glikol



5,00%



PEG-40 Hydrogenated Castor Oil



0,50%



Xanthan Gum



0,30%



Nipagin



0,18%



Nipasol



0,02%



Etanol 96%



3,00%



Parfum (cuddle-baby powder)



q.s



Aqua DM ad



100% 25 Universitas Sumatera Utara



3.4.3 Formulasi sediaan kefir dari masker sheet kefir susu kambing etawa Konsentrasi kefir susu kambing etawa yang digunakan adalah 2% (F1), 4% (F2) dan 6% (F3). Formula sediaan tanpa kefir susu kambing etawa dibuat sebagai blanko (F0). Formulasi masker sheet dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Formula sediaan kefir masker sheet No



Konsentrasi (%)



Bahan



F0



F1



F2



F3



1.



Kefir susu kambing etawa



-



2



4



6



2.



Gliserin



5



5



5



5



3.



Butilen Glikol



5



5



5



5



4.



PEG-40 Hydrogenated Castor Oil



0,5



0,5



0,5



0,5



5.



Xanthan Gum



0,3



0,3



0,3



0,3



6.



Nipagin



0,18



0,18



0,18



0,18



7.



Nipasol



0,02



0,02



0,02



0,02



8.



Etanol 96%



3



3



3



3



9.



Parfum Cuddle-Baby Powder



q.s



q.s



q.s



q.s



10.



Aqua DM ad



100



100



100



100



3.4.4 Prosedur pembuatan sediaan masker sheet kefir susu kambing etawa Xanthan gum dilarutkan dengan aqua dm dalam lumpang. Ditambahkan dengan butilen glikol dan gliserin kemudian digerus hingga homogen (campuran I). Nipagin dan nipasol dilarutkan dalam sebagian air panas (campuran II). Kefir susu kambing etawa dan PEG-40 Hydrogenated castor oil dilarutkan dengan sebagian aqua dm (campuran III). Campuran II dicampurkan sedikit demi sedikit ke dalam campuran I hingga membentuk massa yang homogen. Kemudian dicampurkan campuran III dan digerus hingga homogen. Ditambahkan etanol 96% dan 3 tetes parfum cuddle-baby powder ke dalam campuran dan diaduk hingga homogen.



26 Universitas Sumatera Utara



3.4.5 Pengemasan masker sheet Masker sheet dilipat sesuai ukuran dan dimasukkan ke dalam foil bag. Sediaan kefir masker ditimbang 20 g dan dituang ke dalam foil bag. Kemudian foil bag disegel dengan alat penyegel dan diberi keterangan dengan marker.



3.5



Penentuan Mutu Fisik Sediaan



3.5.1 Pengujian homogenitas sediaan kefir masker sheet Sejumlah tertentu sediaan jika diperoleh pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susuan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM RI, 1979). 3.5.2 Pengamatan stabilitas sediaan kefir masker sheet Sebanyak 100 g dari masing-masing formula sediaan dimasukkan ke dalam wadah. Kemudian dilakukan pengamatan meliputi bentuk, perubahan warna dan bau dari sediaan masker sheet setelah selesai dibuat dan dalam penyimpanan selama 12 minggu. 3.5.3 Pengamatan stabilitas masker sheet yang telah diberi sediaan kefir Sediaan masker sheet yang telah diberi sediaan kefir dilakukan pengamatan meliputi bentuk, perubahan warna dan bau dari sediaan masker sheet setelah selesai dibuat dan dalam penyimpanan selama 12 minggu (setiap pengamatan dengan 1 kemasan baru, setiap 3 minggu sekali). Pengamatan dilakukan dengan cara masker sheet dibentangkan di atas alas (kaca). 3.5.4 Pengukuran pH Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. 27 Universitas Sumatera Utara



Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1 %, yaitu ditimbang 1 g sediaan dan dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml. Kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2003). 3.5.5 Pengujian viskositas sediaan kefir masker sheet Pengujian viskositas dilakukan dengan menggunakan alat viskometer Brookfield dengan cara ditimbang 100 g sediaan kefir masker sheet kefir susu kambing etawa, kemudian diatur spindel dan kecepatan yang digunakan viskometer Brookfield dijalankan. Viskositas dari sediaan kefir akan terbaca. 3.5.6 Pengujian kadar asam laktat dalam sediaan kefir masker sheet Menurut Underwood (1989), uji metode tritrasi ini dilakukan dengan mengisi buret dengan NaOH 0,1 N perlahan-lahan sehingga tidak ada gelembung udara didalamnya. Sediaan kefir ditimbang dalam erlenmeyer sebanyak 20 gram, lalu ditambahkan 0,5 (10 tetes) phenolpthalein 1% sebagai indikator. Kemudian dilakukan titrasi dengan NaOH 0,1 N sambil dikocok sampai terbentuk warna merah muda yang stabil. Setelah itu pemakaian titer dicatat dan asiditas sediaan dihitung sebagai persen asam laktat. % 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡 =



3.6



𝑚𝑙 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁 × 90 × 100% 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ × 1000



Uji Iritasi terhadap Kulit Sukarelawan Uji iritasi dilakukan terhadap sediaan masker sheet kefir susu kambing



etawa dengan maksud untuk mengetahui bahwa masker sheet yang dibuat dapat menimbulkan iritasi pada kulit atau tidak. Iritasi dapat dibagi menjadi 2 kategori, 28 Universitas Sumatera Utara



yaitu iritasi primer yang akan segera timbul sesaat setelah terjadi pelekatan atau penyentuhan



pada kulit, dan



iritasi sekunder yang reaksinya baru timbul



beberapa jam setelah penyentuhan dan pelekatan pada kulit (Ditjen POM RI, 1985). Sukarelawan yang akan menggunakan kosmetika baru dapat dilakukan uji tempel preventif (patch test), yaitu dengan memakai kosmetik tersebut di tempat lain, misalnya dibagian lengan bawah atau di belakang daun telinga. Setelah dibiarkan selama 24-48 jam tidak terjadi reaksi kulit yang diinginkan, maka kosmetik tersebut dapat digunakan (Wasiatatmadja, 1997).



3.7



Pengujian Efektivitas Pengujian efektivitas dlakukan terhadap sukarelawan sebanyak 12 orang



dan dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu: a. Kelompok I



: 3 sukarelawan untuk masker sheet F0 (blanko)



b. Kelompok II : 3 sukarelawan untuk masker sheet F1 (2%) c. Kelompok III : 3 sukarelawan untuk masker sheet F2 (4%) d. Kelompok IV : 3 sukarelawan untuk masker sheet F3 (6%) Semua sukarelawan diukur kondisi awal kulit pada area uji yang telah ditandai yang meliputi kehalusan (eveness), pori (pore), dan noda (spot) dengan menggunakan skin analyzer serta kadar air diukur dengan moisture checker. Perawatan mulai dilakukan dengan mengaplikasi masker sheet pada wajah, diaplikasikan berdasarkan kelompok yang telah ditetapkan diatas selama 20 menit. Setelah itu masker dilepas dan wajah didiamkan selama 5 menit agar sisa essence dapat meresap hingga sempurna. Perubahan kondisi kulit diukur saat sebelum dan setelah aplikasi masker sheet setiap minggu selama 4 minggu dengan 29 Universitas Sumatera Utara



menggunakan alat skin analyzer. 3.8



Analisis Data Data hasil penelitian dianalisis menggunakan program SPSS (Statistical



Product and Service Solution) 21.



30 Universitas Sumatera Utara



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN



4.1



Hasil Penentuan Mutu Kefir Susu Kambing Etawa



4.1.1 Hasil pengujian kadar asam laktat Hasil pengujian kadar asam laktat terhadap kefir susu kambing etawa sebelum freeze dryer pada penelitian ini adalah 1,97% dan setelah freeze dryer adalah 1,81%. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) yoghurt, total asam yang sesuai standar kualitas adalah 0,5-2%. Kadar asam ini sangat menentukan cita rasa kefir, sekaligus menentukan kualitas kefir yang dihasilkan. Suasana asam pada proses fermentasi susu diakibatkan perubahan laktosa menjadi asam laktat oleh aktivitas enzim yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat (Lactobacillus, beberapa Acetobacter, dan Streptococcus), serta senyawa-senyawa yang terkandung dalam susu, seperti albumin, kasein, dan fosfat (Buckles et al, 1987). 4.1.2 Pengukuran pH Nilai pH kefir susu kambing etawa sebelum freeze dryer pada penelitian ini adalah 3,8 dan setelah freeze dryer adalah 3,6. Menurut SNI, nilai pH yang sesuai standar kualitas adalah 3,5-4,4. Pengukuran nilai pH atau derajat keasaman kefir secara langsung menggunakan pH meter. Nilai pH didapat oleh adanya kandungan asam oleh bakteri starter dalam sampel. 4.1.3 Pengukuran viskositas Nilai viskositas kefir susu kambing etawa pada penelitian ini adalah 1250 cps. Kekentalan kefir susu disebabkan adanya proses koagulasi susu dari aktivitas mikroba dalam starter kefir oleh pemanfaatan laktosa dan kasein yang 31 Universitas Sumatera Utara



diwujudkan pada kekentalan. Mikroba



dalam starter yang mempunyai



kemampuan untuk mendenaturasi protein dan lemak susu sehingga menyebabkan koagulasi dan tekstur susu menjadi kental.



4.2



Hasil Penentuan Mutu Fisik Sediaan



4.2.1 Hasil pengujian homogenitas sediaan kefir masker sheet Hasil pengujian homogenitas terhadap sediaan kefir masker dengan penambahan pengawet menunjukkan bahwa semua sediaan tidak memperlihatkan adanya butiran-butiran kasar pada saat sediaan dioleskan pada kaca transparan. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan yang dibuat memiliki susunan yang homogen (Ditjen POM RI, 1985). Hasil homogenitas dapat dilihat pada Gambar 4.1



Gambar 4.1 Hasil uji homogenitas sediaan Keterangan: F0: Masker Sheet formula blanko F1: Masker Sheet formula I (konsentrasi kefir susu kambing etawa 2%) F2: Masker Sheet formula II (konsentrasi kefir susu kambing etawa 4%) F3: Masker Sheet formula III (konsentrasi kefir susu kambing etawa 6%) 4.2.2 Hasil pengamatan stabilitas sediaan kefir masker sheet Hasil pengamatan organoleptis yang didapat dari sediaan kefir masker sheet dengan penambahan pengawet pada berbagai variasi konsentrasi kefir susu 32 Universitas Sumatera Utara



kambing etawa menunjukkan bahwa sediaan berwarna kuning lemah dan aroma (cuddle-baby powder) dan tanpa kefir susu kambing etawa sebagai blanko menunjukkan sediaan tidak berwarna dan aroma tetap. Data organoleptis sediaan yang telah dibuat dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan data hasil pengamatan kestabilan sediaan selama 90 hari (3 bulan) dapat dilihat pada Tabel 4.2 di bawah ini. Tabel 4.1 Data organoleptis sediaan yang telah dibuat Formula F0 F1 F2 F3



Penampilan Aroma Cuddle-baby powder Cuddle-baby powder Cuddle-baby powder Cuddle-baby powder



Warna Tidak berwarna Kuning lemah Kuning lemah Kuning lemah



Konsistensi Cairan kental Cairan kental Cairan kental Cairan kental



Keterangan: F0: Masker Sheet formula blanko F1: Masker Sheet formula I (konsentrasi kefir susu kambing etawa 2%) F2: Masker Sheet formula II (konsentrasi kefir susu kambing etawa 4%) F3: Masker Sheet formula III (konsentrasi kefir susu kambing etawa 6%) Tabel 4.2 Data pengamatan kestabilan kefir sediaan selama 90 hari (3 bulan) Formula F0 F1 F2 F3



X -



7 hari Y -



Z -



X -



Pengamatan setelah 30 hari 60 hari Y Z X Y -



Z -



X -



90 hari Y -



Z -



Keterangan: F0: Masker Sheet formula blanko F1: Masker Sheet formula I (konsentrasi kefir susu kambing etawa 2%) F2: Masker Sheet formula II (konsentrasi kefir susu kambing etawa 4%) F3: Masker Sheet formula III (konsentrasi kefir susu kambing etawa 6%) X: perubahan warna Y: perubahan aroma Z: perubahan konsistensi - : tidak terjadi Berdasarkan data yang diperoleh di atas menunjukkan bahwa masingmasing formula yang telah diamati selama 90 hari (30 bulan) memberikan hasil 33 Universitas Sumatera Utara



yang baik, yaitu tidak mengalami perubahan warna, aroma, dan konsistensi. Dengan demikian sediaan kefir masker sheet dari kefir susu kambing etawa dengan penambahan pengawet stabil dalam penyimpanan. 4.2.3 Hasil pengamatan stabilitas masker sheet yang telah diberi sediaan kefir Sediaan masker sheet yang telah diberi sediaan kefir menunjukkan bahwa masing-masing formula yang telah diamati di atas alas (kaca) selama 90 hari memberikan hasil yang baik, yaitu tidak mengalami perubahan warna, aroma, dan konsistensi. Dengan demikian masker sheet dalam sediaan kefir susu kambing etawa dengan penambahan pengawet stabil dalam penyimpanan. 4.2.4 Pengukuran pH Nilai pH pada sediaan kefir masker sheet dari kefir susu kambing etawa dengan penambahan pengawet pada penelitian ini berkisar antara 4,6 – 4,9. Hasil pengukuran pH sediaan saat setelah selesai dibuat dan selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4. Tabel 4.3 Data pengukuran pH sediaan kefir masker sheet saat selesai dibuat Formula F0 F1 F2 F3



pH 1 7,0 4,9 4,8 4,6



2 7,0 4,9 4,7 4,6



3 7,0 4,9 4,8 4,6



Rata-rata 7,00 4,90 4,76 4,60



Pada Tabel 4.4 didapatkan hasil bahwa formula F0 mempunyai pH 7,00; formula F1 mempunyai pH 4,90; formula F2 mempunyai pH 4,76; formula F3 mempunyai pH 4,60. Setelah penyimpanan 12 minggu, dapat dilihat pada Tabel 3.5, pH yang diperoleh sedikit turun dibandingkan pH setelah dibuat yaitu formula F1 mempunyai pH 4,83; formula F2 mempunyai pH 4,73; formula F3 mempunyai pH 4,56. Meskipun terjadi penurunan pH, sediaan tersebut masih 34 Universitas Sumatera Utara



aman digunakan, pH sediaan masih dalam pH fisiologis kulit yaitu 4,5-6,5 (Tranggono dan Latifah, 2007). Tabel 4.4 Data pengukuran pH sediaan kefir masker sheet selama penyimpanan Formula F0 F1 F2 F3



pH rata-rata selama 12 minggu I



II



III



IV



V



VI



VII



VIII



IX



X



XI



XII



7,00 4,90 4,76 4,60



7,00 4,90 4,76 4,60



7,00 4,90 4,76 4,60



7,00 4,90 4,76 4,60



7,00 4,90 4,76 4,60



7,00 4,90 4,76 4,60



7,00 4,90 4,76 4,60



7,00 4,90 4,76 4,60



7,00 4,90 4,76 4,60



7,00 4,90 4,73 4,56



7,00 4,83 4,73 4,56



7,00 4,83 4,73 4,56



Keterangan: F0: Masker Sheet formula blanko F1: Masker Sheet formula I (konsentrasi kefir susu kambing etawa 2%) F2: Masker Sheet formula II (konsentrasi kefir susu kambing etawa 4%) F3: Masker Sheet formula III (konsentrasi kefir susu kambing etawa 6%) 4.2.5 Hasil pengujian viskositas sediaan kefir masker sheet Hasil pengujian viskositas sediaan



kefir masker sheet dilakukan



menggunakan viskometer Brookfield dengan spindel nomor 63 dan kecepatan 12. Hasil penentuan viskositas sediaan dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Data pengujian viskositas sediaan selama 90 hari (3 bulan) Formula F0 F1 F2 F3



Nilai viskositas rata-rata pada hari ke- (centipoise) Selesai dibuat 7 30 60 325 325 325 325 350 350 350 350 375 375 375 375 400 400 400 400



90 325 350 375 400



Keterangan: F0: Masker Sheet formula blanko F1: Masker Sheet formula I (konsentrasi kefir susu kambing etawa 2%) F2: Masker Sheet formula II (konsentrasi kefir susu kambing etawa 4%) F3: Masker Sheet formula III (konsentrasi kefir susu kambing etawa 6%) Berdasarkan hasil di atas dapat dilihat viskositas sediaan kefir dari masker sheet kefir susu dengan penambahan pengawet selama penyimpanan semakin menaik dengan bertambahnya konsentrasi kefir susu kambing etawa karena jumlah basis yang semakin berkurang seiring bertambahnya konsentrasi kefir susu 35 Universitas Sumatera Utara



kambing etawa sehingga meningkatkan viskositas sediaan. Nilai viskositas sediaan dengan berbagai konsentrasi kefir susu kambing etawa tidak mengalami perubahan selama penyimpanan. 4.2.6 Hasil pengujian kadar asam laktat dalam sediaan kefir masker sheet Kadar asam laktat dalam sediaan kefir masker sheet dengan penambahan pengawet dilakukan dengan metode tritrasi. Kadar asam laktat sediaan dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Data pengujian kadar asam laktat sediaan selama 90 hari (3 bulan) Formula F0 F1 F2 F3



Kadar asam laktat pada hari ke- (%) Selesai dibuat 7 30 60 0 0 0 0 0,30 0,30 0,30 0,30 0,49 0,49 0,49 0,49 0,68 0,68 0,68 0,68



90 0 0,30 0,49 0,68



Keterangan: F0: Masker Sheet formula blanko F1: Masker Sheet formula I (konsentrasi kefir susu kambing etawa 2%) F2: Masker Sheet formula II (konsentrasi kefir susu kambing etawa 4%) F3: Masker Sheet formula III (konsentrasi kefir susu kambing etawa 6%) Berdasarkan hasil di atas dapat dilihat bahwa kadar asam laktat dalam sediaan kefir masker sheet dengan penambahan pengawet tidak mengalami perubahan kadar asam laktat.



4.3



Uji Iritasi terhadap Kulit Sukarelawan Hasil uji iritasi terhadap 12 kulit sukarelawan yang ditempelkan masker



sheet pada kulit belakang telinga dibiarkan selama 24 jam dilakukan pengamatan terhadap gejala iritasi (kemerahan, gatal pada kulit, dan kulit menjadi kasar) dapat dilihat pada Tabel 4.7. Berdasarkan hasil uji iritasi yang dilakukan, menunjukkan bahwa semua 36 Universitas Sumatera Utara



sukarelawan memberikan hasil negatif terhadap parameter reaksi iritasi. Ini berarti bahwa sediaan masker sheet susu kefir kambing etawa dengan penambahan pengawet yang dibuat aman untuk digunakan. Tabel 4.7 Hasil uji iritasi terhadap sukarelawan No 1. 2. 3.



Pengamatan Kemerahan pada kulit Gatal pada kulit Kulit menjadi kasar



1



2



3



4



Sukarelawan 5 6 7 8 9 10



-



-



-



-



-



-



-



-



-



-



-



-



-



-



-



-



-



-



-



-



-



-



-



-



-



11



12



-



-



-



-



-



-



-



-



-



-



-



Keterangan: + : Terjadi iritasi - : Tidak terjadi iritasi



4.4



Hasil Pengujian Aktivitas Masker Sheet terhadap Sukarelawan Pengukuran efektivitas masker sheet dilakukan dengan tujuan agar dapat



melihat pengaruh masker sheet kefir susu kambing etawa yang digunakan dalam memulihkan kulit yang mengalami penuaan dini. Berdasarkan uji normalitas dengan Shapiro-Wilk test, diperoleh nilai p < 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa data tidak terdistribusi normal, sehingga dilakukan uji non parametrik Kruskal-Wallis untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antar formula dalam memulihkan kulit kemudian dilanjutkan dengan Uji Mann-Whitney untuk mengetahui pada formula mana yang terdapat perbedaan secara signifikan. 4.4.1 Kadar air (moisture) Data hasil pengukuran kadar air pada kulit semua kelompok sukarelawan dapat dilihat pada Tabel 4.8. Pada Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa perawatan yang dilakukan menunjukkan adanya efek peningkatan kadar air kulit sukarelawan setelah pemakaian masker sheet kefir susu



kambing etawa. Persentasi



37 Universitas Sumatera Utara



peningkatan kadar air kulit F1 dan F2 masing-masing 14,16% dan 23,11%. Persentase peningkatan kadar air kulit paling tinggi ditunjukkan oleh kelompok sukarelawan dengan perawatan menggunakan formula 3 yaitu sebesar 30,69% bila dibandingkan dengan blanko yang hanya naik



sebesar



6,5%. Grafik



pengaruh pemakain masker sheet terhadap kadar air kulit sukarelawan selama empat minggu perawatan dapat dilihat pada Gambar 4.2. Tabel 4.8 Hasil pengukuran kadar air (moisture) pada kulit wajah sukarelawan Kadar Air Kulit Formula Relawan Kondisi Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Awal 1 31 31 32 33 33 2 31 32 32 32 33 F0 3 31 32 32 32 33 31.0 ± 31.7 ± 32.0 ± 32.3 ± 33.0 ± Mean 0,00 0,58 0,00 0,58 0,00 4 31 32 33 34 35 5 31 33 34 35 35 F1 6 30 32 34 34 35 30,7 ± 32,3 ± 33,7 ± 34,3 ± 35,0 ± Mean 0,58 0,58 0,58 0,58 0,00 7 30 32 35 36 37 8 30 33 34 36 38 F2 9 31 34 34 37 37 30,3 ± 33,0 ± 34,3 ± 36,3 ± 37,3 ± Mean 0,58 1,00 0,58 0,58 0,58 10 29 31 33 35 38 11 29 31 34 36 38 F3 12 30 32 34 37 39 29,3 ± 31,3 ± 33,7 ± 36,0 ± 38,3 ± Mean 0,58 0,58 0,58 1,00 0,58



% Pemulihan 6.5% 6.5% 6.5% 6.5% 12,90% 12,90% 16,67% 14,16% 23,33% 26,67% 19,35% 23,11% 31,03% 31,03% 30,00% 30,69%



Keterangan: Dehidrasi 0-29; Normal 30-44; Hidrasi 45-100 (Aramo, 2012). F0: Masker Sheet formula blanko F1: Masker Sheet formula I (konsentrasi kefir susu kambing etawa 2%) F2: Masker Sheet formula II (konsentrasi kefir susu kambing etawa 4%) F3: Masker Sheet formula III (konsentrasi kefir susu kambing etawa 6%) Kulit untuk fungsi fisiologisnya memerlukan lemak dan air. Lapisan lemak di permukaan kulit dan bahan-bahan dalam stratum korneum yang bersifat



38 Universitas Sumatera Utara



higroskopis dapat menyerap air dan berada dalam hubungan yang fungsional disebut Natural Moisturizing Factor. Kemampuan stratum korneum untuk mengikat air sangat penting bagi fleksibilitas dan kelenturan kulit (Tranggono dan Latifah, 2007). Kemampuan kulit dalam menyerap (absorbs) sangat dipengaruhi oleh metabolisme, kelembapan dan ketebalan kulit (Darmawan, 2013). Bila kulit dehidrasi dalam waktu lama, keratinisasi dapat terjadi. Sel-sel kulit mati akan terbentuk pada permukaan kulit hingga menutupi kulit sehingga pelembab sulit untuk mencapai kulit (Beale dan Jensen, 2004).



Kadar Air (Moisture)



45



% Kadar Air



40 F0 35



F1 F2



30



F3



25 Awal



Minggu1



Minggu2



Minggu3



Minggu4



Waktu



Gambar 4.2 Grafik hasil pengukuran kadar air (moisture) pada kulit wajah sukarelawan Keterangan: Dehidrasi 0-29; Normal 30-44; Hidrasi 45-100 (Aramo, 2012). F0: Masker Sheet formula blanko F1: Masker Sheet formula I (konsentrasi kefir susu kambing etawa 2%) F2: Masker Sheet formula II (konsentrasi kefir susu kambing etawa 4%) F3: Masker Sheet formula III (konsentrasi kefir susu kambing etawa 6%) Grafik di



atas



menunjukkan



bahwa



pemakaian masker



sheet



memberikanefek terhadap peningkatan kadar air kulit wajah sukarelawan. Kadar air kulit meningkat setelah penggunaan masker sheet kefir susu kambing etawa selama empat minggu perawatan.



39 Universitas Sumatera Utara



4.4.2 Kehalusan (evenness) Data hasil pengukuran kehalusan kulit sukarelawan selama empat minggu dapat dilihat pada Tabel 4.9. Tabel 4.9 Hasil pengukuran kehalusan (evenness) kulit wajah sukarelawan Kehalusan Kulit



% Formula Relawan Kondisi Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Pemulihan Awal 1 34 33 32 32 33 2,94% 2 37 36 36 35 36 2,70% F0 3 35 34 34 35 35 0,00% 35,3 ± 34,3 ± 34,0 ± 34,0 ± 34,7 ± Mean 1,88% 1,53 1,53 2,00 1,73 1,53 4 38 37 35 34 33 13,16% 5 39 38 36 34 32 17,95% F1 6 37 35 34 32 31 16,21% 38,0 ± 36,7 ± 35,0 ± 33,3 ± 32,0 ± Mean 15,77% 1,00 1,53 1,00 1,15 1,00 7 36 33 31 29 27 25,00% 8 29 27 25 23 21 27,58% F2 9 34 32 30 28 25 26,48% 33,0 ± 30,7 ± 28,6 ± 26,6 ± 24,3 ± Mean 26,35% 3,61 3,21 3,21 3,21 3,06 10 37 34 31 28 25 32,43% 11 39 36 32 30 27 30,77% F3 12 36 33 29 26 24 33,33% 37,3 ± 34,3 ± 30,6 ± 28,0 ± 25,3 ± Mean 32,17% 1,53 1,53 1,53 2,00 1,53 Keterangan: Halus 0-31; Normal 32-51; Kasar 52-100 (Aramo, 2012). F0: Masker Sheet formula blanko F1: Masker Sheet formula I (konsentrasi kefir susu kambing etawa 2%) F2: Masker Sheet formula II (konsentrasi kefir susu kambing etawa 4%) F3: Masker Sheet formula III (konsentrasi kefir susu kambing etawa 6%) Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa kondisi awal kehalusan kulit sukarelawan berkisar antara 29-39 yaitu pada kondisi normal. Setelah penggunaan masker sheet, kelompok blanko tidak menunjukkan peningkatan kehalusan kulit yang cukup berarti (1,88%), sedangkan pada F1, F2, dan F3 menunjukkan peningkatan kehalusan kulit dengan persentase pemulihan masing-masing sebesar



40 Universitas Sumatera Utara



15,77%, 26,35%, dan 32,17%. Formula 3 menunjukkan peningkatan kehalusan kulit dari kondisi normal menjadi halus. Grafik pengaruh pemakaian masker sheet terhadap peningkatan kehalusan kulit sukarelawan selama empat minggu perawatan dapat dilihat pada Gambar 4.3.



Tingkat Kehalusan



Kehalusan (Evenness) 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0



F0 F1 F2 F3 Awal



Minggu1



Minggu2



Minggu3



Minggu4



Waktu



Gambar 4.3 Grafik hasil pengukuran kehalusan (evenness) pada kulit wajah sukarelawan Keterangan: Halus 0-31; Normal 32-51; Kasar 52-100 (Aramo, 2012). F0: Masker Sheet formula blanko F1: Masker Sheet formula I (konsentrasi kefir susu kambing etawa 2%) F2: Masker Sheet formula II (konsentrasi kefir susu kambing etawa 4%) F3: Masker Sheet formula III (konsentrasi kefir susu kambing etawa 6%) Kulit kering dan kasar merupakan tanda umum yang dialami saat kulit mengalami penuaan dini. Ketika kulit terlalu sering terpapar oleh sinar matahari, kolagen dan elastin dalam lapisan kulit akan rusak, sehingga sel-sel mati yang bertumpuk pada stratum korneum menyebabkan permukaan kulit menjadi kurang halus, akibatnya kulit tampak lebih kasar (Wasitaatmadja, 1997). 4.4.3 Pori (pore) Hasil pengukuran besar pori semua kelompok sukarelawan selama empat minggu dapat dilihat pada Tabel 4.10. 41 Universitas Sumatera Utara



Tabel 4.10 Hasil pengukuran ukuran pori (pore) kulit wajah sukarelawan Pori Kulit % Formula Relawan Kondisi Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Pemulihan Awal 1 39 38 38 38 39 0,00% 2 34 35 35 35 34 0,00% F0 3 38 38 38 37 37 2,63% 37,0 ± 37,0 ± 37,0 ± 36,7 ± 36,7 ± Mean 0,88% 2,65 1,73 1,73 1,53 2,52 41 41 40 40 39 4 4,88% 5 41 41 40 39 38 7,32% F1 6 36 35 35 34 33 8,33% 39,3 ± 39,0 ± 38,3 ± 37,7 ± 36,7 ± Mean 6,84% 2,89 3,46 2,89 3,21 3,21 38 36 35 33 31 7 18,42% 8 36 35 34 32 30 16,67% 38 37 35 33 30 F2 9 21,10% 37,3 ± 36,0 ± 34,7 ± 32,7 ± 30,3 ± Mean 18,73% 1,15 1,00 0,58 0,58 0,58 10 36 34 32 29 25 30,55% 40 38 35 32 29 11 27,50% F3 12 38 37 34 32 28 26,32% 37,3 ± 34,3 ± 30,6 ± 28,0 ± 25,3 ± Mean 28,12% 2,00 2,08 1,53 1,73 2,08 Keterangan: Pori berukuran kecil 0-19; Pori berukuran sedang 20-39; Pori berukuran besar 40100 (Aramo, 2012). F0: Masker Sheet formula blanko F1: Masker Sheet formula I (konsentrasi kefir susu kambing etawa 2%) F2: Masker Sheet formula II (konsentrasi kefir susu kambing etawa 4%) F3: Masker Sheet formula III (konsentrasi kefir susu kambing etawa 6%) Analisa besar pori menggunakan perangkat skin analyzer yang sama dengan pengukuran kehalusan, pada waktu melakukan analisa kehalusan kulit, secara otomatis hasil analisa besar pori ikut terbaca (Aramo, 2012). Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa F1 dan F2, menunjukkan adanya pengecilan ukuran pori masing-masing sebesar 6,84% dan 18,73%. Pada F3 pengecilan ukuran pori sukarelawan sebesar 28,12%. Grafik pengaruh pemakaian masker sheet terhadap ukuran pori kulit sukarelawan selama empat



42 Universitas Sumatera Utara



minggu perawatan dapat dilihat pada Gambar 4.4.



Pori (Pore) 55 50



Besar Pori



45 40



F0



35



F1



30



F2



25



F3



20 15 Awal



Minggu1



Minggu2



Minggu3



Minggu4



Waktu



Gambar 4.4 Grafik hasil pengukuran ukuran pori (pore) pada kulit wajah sukarelawan Keterangan: Pori berukuran kecil 0-19; Pori berukuran sedang 20-39; Pori berukuran besar 40100 (Aramo, 2012). F0: Masker Sheet formula blanko F1: Masker Sheet formula I (konsentrasi kefir susu kambing etawa 2%) F2: Masker Sheet formula II (konsentrasi kefir susu kambing etawa 4%) F3: Masker Sheet formula III (konsentrasi kefir susu kambing etawa 6%) Gambar 4.4 menunjukkan bahwa masker sheet formula 3 lebih cepat mengecilkan pori-pori kulit daripada blanko. Faktor genetik berperan dalam menentukan ukuran pori, namun tidak ada yang dapat dilakukan untuk mengubah faktor tersebut. Minyak pada kulit secara alamiah akan mempengaruhi besarnya pori. Tubuh menghasilkan sebum atau minyak kulit untuk mencegah kulit dari kekeringan. Seiring dengan bertambahnya usia, pori-pori kulit akan menjadi semakin besar karena semakin berkurangnya elastisitas dan adanya penumpukan sel-sel kulit mati. Banyaknya aktivitas meningkatkan suhu tubuh yang akan memperbesar ukuran pori (Anderson, 1996). 43 Universitas Sumatera Utara



4.4.4 Banyaknya noda (spot) Hasil pengukuran banyaknya noda (spot) pada kulit wajah sukarelawan dapat dilihat pada Tabel 4.11. Tabel 4.11 Hasil pengukuran banyaknya noda (spot) kulit wajah sukarelawan Noda Kulit



Formula Relawan Kondisi



F0



1 2 3 Mean



F1



4 5 6 Mean



F2



7 8 9 Mean



F3



10 11 12 Mean



Awal 48 47 50 48,3 ± 1,53 48 48 47 47,7 ± 0,58 49 47 50 48,7 ± 1,53 50 51 51 50,7 ± 0,58



% Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Pemulihan 48 47 51 48,6 ± 2,08 47 47 46 46,7 ± 0,58 47 46 49 47,3 ± 1,53 48 48 48 48,0 ± 0,00



49 48 51 49,3 ± 1,53 45 45 45 45,0 ± 0,00 45 45 47 45,7 ± 1,15 45 45 45 45,0 ± 0,00



49 46 50 48,3 ± 2,08 45 45 44 44,7 ± 0,58 44 45 46 45,0 ± 1,00 42 41 41 41,3 ± 0,58



48 47 50 48,3 ± 1,53 44 44 43 43,7 ± 0,58 41 41 44 42,0 ± 1,73 38 38 38 38,0 ± 0,00



0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 8,33% 8,33% 8,51% 8,39% 16,32% 12,77% 12,00% 13,69% 24,00% 25,49% 25,49% 24,99%



Keterangan: Jumlah noda sedikit 0-19; Jumlah noda sedang 20-39; Jumlah noda banyak 40100 (Aramo, 2012). F0: Masker Sheet formula blanko F1: Masker Sheet formula I (konsentrasi kefir susu kambing etawa 2%) F2: Masker Sheet formula II (konsentrasi kefir susu kambing etawa 4%) F3: Masker Sheet formula III (konsentrasi kefir susu kambing etawa 6%) Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa kelompok blanko tidak menunjukkan pengurangan noda (0,00%), sedangkan pada F1 dan F2, menunjukkan adanya pengurangan noda masing-masing sebesar 8,39% dan 3,69%. Pada F3 pengecilan ukuran pori sukarelawan sebesar 24,99%. Grafik



44 Universitas Sumatera Utara



pengaruh pemakaian masker sheet terhadap banyaknya noda (spot) kulit sukarelawan selama empat minggu perawatan dapat dilihat pada Gambar 4.5.



Noda (Spot)



Jumlah Noda



55 45 F0



35



F1 F2



25



F3 15 Awal



Minggu1



Minggu2



Minggu3



Minggu4



Waktu



Gambar 4.5 Grafik hasil pengukuran banyaknya noda (spot) pada kulit wajah sukarelawan Keterangan: Jumlah noda sedikit 0-19; Jumlah noda sedang 20-39; Jumlah noda banyak 40100 (Aramo, 2012). F0: Masker Sheet formula blanko F1: Masker Sheet formula I (konsentrasi kefir susu kambing etawa 2%) F2: Masker Sheet formula II (konsentrasi kefir susu kambing etawa 4%) F3: Masker Sheet formula III (konsentrasi kefir susu kambing etawa 6%) Hasil pengukuran yang diperoleh memperlihatkan bahwa kondisi awal kulit wajah semua kelompok sukarelawan memiliki sangat banyak noda di kulit (4751). Setelah penggunaan masker sheet dan dilakukan pengukuran pada banyaknya noda pada kulit wajah sukarelawan dapat dilihat bahwa formula blanko tidak memberikan efek pengurangan spot pada kulit wajah sukarelawan dengan persentase pemulihan sebesar 0,0%. Formula 1, formula 2, dan formula 3 menunjukkan adanya efek pengurangan banyaknya noda (spot) pada kulit sukarelawan dengan persentase pemulihan masing-masing sebesar 8,39%, 13,69%, dan 24,99%. Pada formula 2 dan formula 3 memperlihatkan bahwa



45 Universitas Sumatera Utara



terjadi perubahan banyak noda sukarelawan dari jumlah noda banyak menjadi jumlah noda sedang. Mulyawan dan Suriana (2013) menyebutkan bahwa bercak-bercak hitam (hiperpigmentasi) bisa muncul pada kulit yang mulai menua maupun kulit yang belum tua oleh berbagai penyebab. Bercak-bercak hitam yang terdapat pada orang yang masih muda menunjukkan bahwa kulit mengalami penuaan dini.Bercakbercak hitam ini terutama disebabkan oleh sinar ultraviolet.Semakin lama kulit terpapar sinar matahari, menyebabkan pembentukan melanin kulit semakin aktif dan menimbulkan bercak-bercak noda pada kulit (Sumaryati, 2012). 4.4.5 Keriput (wrinkle) Hasil pengukuran keriput (wrinkle) pada kulit wajah sukarelawan dapat dilihat pada Tabel 4.12. Hasil pengukuran yang diperoleh setelah penggunaan masker sheet, banyaknya keriput pada kulit wajah sukarelawan pada formula blanko tidak memberikan efek pengurangan keriput pada kulit wajah sukarelawan dengan persentase pemulihan sebesar 0,00%. Formula 1, formula 2, dan formula 3 menunjukkan adanya efek pengurangan banyaknya keriput pada kulit sukarelawan dengan persentase pemulihan masing-masing sebesar 7,76%, 15,18%, dan 23,33%. Formasi kerutan disebabkan oleh berbagai faktor internal dan eksternal. Sinar UV dikenal menjadi salah satu penyebab, tetapi ada juga penyebab lain seperti tekanan lingkungan pada kulit termasuk kekeringan, stres fisik, dan paparan zat kimia. Keriput diperkirakan terbentuk oleh hilangnya ketegangan dan elastisitas melalui interaksi antara berkurangnya kadar air dari stratum korneum, penebalan stratum korneum, atrofi epidermis, perubahan jumlah dan kualitas kolagen dan serat elastin dalam kulit, perubahan struktur tiga dimensi dermis dan perubahan lain yang dihasilkan dari faktor eksternal dan internal (Mitsui, 1997). 46 Universitas Sumatera Utara



Tabel 4.12 Hasil pengukuran banyaknya keriput (wrinkle) kulit wajah Keriput Kulit (Wrinkle)



Formula Relawan Kondisi Awal 1 49 2 49 F0 3 48 48,7 ± Mean 0,58 47 4 5 47 F1 6 48 47,3 ± Mean 0,58 48 7 8 48 49 F2 9 48,3 ± Mean 0,58 10 51 50 11 F3 12 49 50,0 ± Mean 1,00



% Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Pemulihan 48 48 48 48,0 ± 0,00 47 47 48 47,3 ± 0,58 46 47 48 47,0 ± 1,00 48 47 46 47,0 ± 1,00



48 48 47 47,7 ± 0,58 46 46 47 46,3 ± 0,58 44 44 46 44,7 ± 1,15 45 44 43 44,0 ± 1,00



48 48 48 48,0 ± 0,00 45 44 46 45,0 ± 1,00 42 43 44 43,0 ± 1,00 42 41 40 41,0 ± 1,00



49 49 48 48,7 ± 0,58 43 43 45 43,7 ± 1,15 40 41 42 41,0 ± 1,00 39 38 38 38,3 ± 0,58



0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 8,51% 8,51% 6,25% 7,76% 16,67% 14,58% 14,29% 15,18% 23,53% 24,00% 22,45% 23,33%



Keterangan: Normal 0-19; Sedikit keriput 20-52; Banyak keriput 53-100(Aramo, 2012). F0: Masker Sheet formula blanko F1: Masker Sheet formula I (konsentrasi kefir susu kambing etawa 2%) F2: Masker Sheet formula II (konsentrasi kefir susu kambing etawa 4%) F3: Masker Sheet formula III (konsentrasi kefir susu kambing etawa 6%) Pada Gambar 4.6 menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi kefir susu kambing etawa mempengaruhi penurunan keriput kulit sukarelawan selama empat minggu perawatan. Masker sheet formula 3 lebih efektif dalam menurunkan keriput kulit sukarelawan dibandingkan dengan blanko yang tidak mengalami penurunan keriput kulit. Grafik pengaruh pemakaian masker sheet yang mengandung kefir susu kambing etawa terhadap jumlah keriput (wrinkle) kulit sukarelawan selama empat minggu perawatan dapat dilihat pada Gambar 4.6. 47 Universitas Sumatera Utara



Keriput (Wrinkle) 55



Tingkat Keriput



50 45



F0 F1



40



F2 35



F3



30 Awal



Minggu1



Minggu2



Minggu3



Minggu4



Waktu



Gambar 4.6 Grafik hasil pengukuran banyaknya keriput (wrinkle) pada kulit wajah sukarelawan Keterangan: Normal 0-19; Sedikit keriput 20-52; Banyak keriput 53-100(Aramo, 2012). F0: Masker Sheet formula blanko F1: Masker Sheet formula I (konsentrasi kefir susu kambing etawa 2%) F2: Masker Sheet formula II (konsentrasi kefir susu kambing etawa 4%) F3: Masker Sheet formula III (konsentrasi kefir susu kambing etawa 6%)



48 Universitas Sumatera Utara



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN



5.1



Kesimpulan



Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kefir susu kambing etawa dengan penambahan pengawet dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan masker sheet yang homogen dengan pH 4,56-4,83 dan tidak menimbulkan iritasi. 2. Kefir susu kambing etawa konsentrasi 6% dengan penambahan pengawet yang diformulasikan ke dalam sediaan masker sheet menunjukkan perubahan kondisi kulit yang baik sebagai anti-aging selama 4 minggu perawatan yaitu peningkatan kadar air sebesar 30,69%, peningkatan kehalusan kulit sebesar 32,17%, pengecilan ukuran pori sebesar 28,12%, pengurangan banyak noda sebesar 24,99%, dan pengurangan jumlah keriput sebesar 23,33%.



5.2



Saran



1. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat menguji mikroba pada sediaan kefir yang telah diberi pengawet. 2. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat memformulasikan kefir susu kambing etawa menjadi bentuk sediaan lain. 3. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat memformulasikan masker sheet dengan bahan dasar susu kambing etawa tanpa proses fermentasi untuk dapat dibandingkan efektivitas sediaan.



49 Universitas Sumatera Utara



DAFTAR PUSTAKA



Anderson, P. D. (1996). Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 473. Andoko, A. (2013). Beternak Kambing Unggul. Jakarta: Agro Media Pustaka. Hal. 18. Aramo. (2012). Skin and Hair Diagnosis System. Sungnam: Aram Huvis Korea Ltd. Hal.1-10. Ardhie, M.A. (2011). Radikal Bebas dan Peran Antioksidan dalam Mencegah Penuaan. Scientific Journal of Pharmaceutical Development and Medical Application. 24(1): 1,7,9. Baki, G., dan Alexander, K.S. (2015). Introduction To Cosmetic Formulation And Technology. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Hal. 235-237. Bangun, A.P. (2005). Jus Buah dan Sayuran untuk Mengatasi Kanker. Jakarta: Agro Media Pustaka. Hal. 6. Beale, L., dan Jensen, A. (2004). The Complete Idiot’s Guide To Better Skin. USA: Alpha Books. Hal. 211. Blakely, J., dan Bade, D.H. (1991). Ilmu Peternakan. Edisi Keempat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 45. Buckles, K. A., G. H. Edward, W. Fleet, and M. Wotton. (1987). Food Science. Australia: Vicc. Cauncelors Comitte. Daito Kasei. (2015). Asian Trend & Formula 2015. Japan: Daito Kasei Kogyo CO., LTD. Hal. 2. Darmawan, A. B. (2013). Anti-Aging Rahasia Tampil Muda Di Segala Usia. Yogyakarta: Media Pressindo. Hal.18, 31. Ditjen POM RI. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 33. Ditjen POM RI. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal.22, 356. Ditjen POM RI. (2006). Petunjuk Teknis Pengawasan Alpha Hydroxy Acid (AHA) dalam Kosmetik. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Djuanda, A. (2007). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal. 4-5. 50 Universitas Sumatera Utara



Draelos, Z. D. (2016). Cosmetic Dermatology Products and Procedures. Edisi II. UK: John Wiley & Sons Ltd. Hal. 339-341. Hidayat, N., Padaga, M. C., dan Suhartini, S. (2006). Mikrobiologi Industri. Yogyakarta: Andi Offset. Hal. 25. Lee, C. K. (2013). Assessments Of The Facial Mask Materials In Skin Care. Thesis.Department of Cosmetic Science.Chia-Nan University of Pharmacy and Science. Taiwan. Hal.10-19. Mitsui, T. (1997). New Cosmetic Science. Amsterdam: Elsevier Science B.V. Hal. 354-537. Moeljanto, R.D., dan Wiryanta, B.T.W. (2002). Khasiat dan Manfaat Susu Kambing. Jakarta: Agro Media Pustaka. Hal.9-11,13. Mulyawan, D., dan Suriana, N. (2013).A-Z Tentang Kosmetik.Jakarta: Elex Media Komputindo. Hal.16-17. Noormindhawati, L. (2013). Jurus Ampuh Melawan Penuaan Dini. Jakarta: PT Elex media Komputindo. Hal. 2. Putro, D. S. (1997). Agar Awet Muda. Malang: Universitas Negeri Malang Press. Hal. 21-22. Rawlins, E.A. (2003). Bentley’s Textbook of London: Bailierre Tindall. Hal.22, 355.



Pharmaceutics. Edisi XVIII.



Reveny, J., Surjanto., Tanuwijaya, J., dan Lois, C. (2016). Formulation of Aloe Juice (Aloe vera (L) Burm.f.) Sheet Mask as Anti-Aging. International Journal of PharmTech Research. 9(7): 105-111. Septiani, S. (2012). Formulasi Sediaan Masker Gel Antioksidan dari Ekstrak Etanol Biji Melinjo. Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran, Bandung. Hal. 25-26. Setiabudi, H. (2014). Rahasia Kecantikan Kulit Alami. Yogjakarta: Media Pressindo. Hal. 82-90. Shai, A., Maibach, H.I., dan Baran, R. (2009). Handbook of Cosmetic Skin Care. Edisi II. UK: Informa Healthcare. Hal.6-10. Suhartanti, D., dan Iqbal, M. (2014). Perbandingan Aktivitas Antibakteri Kefir Susu Sapi dan Kefir Susu Kambing terhadap Staphylococcus aureus. Jurnal Ekosains. 6(1): 2-6. Sukmawati, A. (2013). Pengaruh Konsentrasi PVA, HPMC, dan Gliserin Terhadap Sifat Fisik Masker Wajah Gel Peel Off Ekstrak Etanol 96% Kulit Buah Manggis. Skripsi. Jurusan Farmasi Universitas Udayana, Bali. 51 Universitas Sumatera Utara



Hal 36-37. Sumaryati, E. (2012). Senam Kecantikan dan Anti Penuaan. Yogyakarta: Citra Media. Hal.34-36. Surjanto., Reveny, J., Tanuwijaya, J., Tias, A., dan Calson. (2016). Comparison of Anti-Aging Effect Between Vitamin B3 and Provitamin B5 Using Skin Analyzer. International Journal of PharmTech Research. 9 (7): 99-104. Sutomo, B., dan Anggraini, D. Y. (2010). Menu Sehat Alami untuk Batita dan Balita. Jakarta: Demedia. Hal.32. Sweetman, S. C. (2007). Martindale: The Complete Drug Reference. London: Pharmaceutical Press. Hal.1944. Tabor, A., dan Blair, R. (2009). Nutritional Cosmetics Beauty from Within. USA: William Andrew. Hal.5-17. Tamine, A. Y., dan Robinson, K. (1989). Youghrt Science and Technology. Canada: Perganon Press. Hal. 35. Todorov, G. (2015). Panthenol For Skin Hydration, Healing, Revitalization and More. Tanggal Akses 7 Januari 2016. http://www.smartskincare.com/ treatments/topical/panthenol.html. Tranggono, R. I., dan Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama. Hal.11-32, 167. Underwood, A. L. (1989). Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi V. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal. 30. Usmiati, S. (2007). Kefir Susu Fermentasi dengan Rasa Menyegarkan. Jurnal Warta Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian. 29 (2). Walters, K.A. (2007). Dermatological and Transdermal Formulations. New York: Informa Healthcare. Hal.5-15. Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Universitas Indonesia. Hal.16-21. Wohlrab, J., dan Kreft, D. (2014). Niacinamide-Mechanisms of Action and Its Topical Use in Dermatology.Skin Pharmacol Physiol. 27: 311.



52 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 1. Surat pernyataan persetujuan



SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN IKUT SERTA DALAM PENELITIAN



Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama



:



Umur



:



Alamat



:



Setelah mendapat penjelasan dari peneliti mengenai prosedur dan manfaat dari penelitian ini maka saya menyatakan SETUJU untuk ikut serta dalam penelitian dari Venny C. S. Sitompul dengan judul “FORMULASI MASKER SHEET KEFIR SUSU KAMBING ETAWA”, sebagai usaha untuk mengetahui apakah sediaan masker sheet dari kefir susu kambing etawa yang dihasilkan mampu meningkatkan efektivitas sediaan masker sheet. Saya menyatakan sukarela dan bersedia untuk mengikuti prosedur penelitian yang telah ditetapkan. Persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak manapun. Demikian surat pernyataan ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.



Medan,



Oktober 2016



Peneliti,



Sukarelawan,



(Venny C. S. Sitompul)



(Nama lengkap)



53 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 2. Bagan pembuatan serbuk kefir susu kambing etawa



2 liter susu kambing etawa segar



← Dipasteurisasi pada suhu 80 - 900C selama 15 menit diatas ta ngas air dengan peralatan yang sudah disterilkan ← Didinginkan susu hingga suhu 22 – 180C ← Dimasukkan susu ke dalam toples ← Dimasukkan 100 g starter kefir



← Diinkubasi pada suhu ruang selama 48 jam ← Disaring susu agar terpisah dari biji kefir Kefir Susu



← Difreeze drying pada suhu -400C



62 g serbuk kefir susu kambing etawa



54 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 3. Bagan pembuatan basis masker sheet kefir susu kambing etawa



Xanthan Gum



Nipagin dan Nipasol



← Ditambahkan dengan air sedikit demi sedikit, digerus ← Ditambahkan butilen glikol dan gliserin ← Digerus hingga homogen



← Dilarutkan dalam air panas ← Diaduk hingga homogen



Larutan (Nipagin dan Nipasol)



Campuran I



← Dicampurkan sedikit demi sedikit larutan nipagi n dan nipasol ke dalam campuran I



← Digerus hingga homogen Campuran II



← Ditambahkan dengan PEG-40 HCO ← Ditambahkan aqua dm ← Diaduk hingga homogen ← Ditambahkan etanol dan parfum ← Digerus hingga homogen Basis Masker Sheet Blanko



55 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 4. Bagan pembuatan sediaan kefir susu kambing etawa masker sheet



Xanthan Gum



Nipagin dan Nipasol



← Diaduk hingga homogen



← Ditambahkan dengan air sedikit demi sedikit, digerus



← Ditambahkan butilen glikol dan gliserin ← Digerus hingga homogen Larutan (Nipagin dan Nipasol)



Campuran I



← Dicampurkan sedikit demi sedikit larutan nipagi n dan nipasol ke dalam campuran I ← Digerus hingga homogen Campuran II



Kefir susu kambing etawa



← Dilarutkan dengan PEG40 HCO ← Ditambahkan aqua dm ← Diaduk hingga Homogen Campuran III



← Ditambahkan sedikit demi sedikit campuran III k e dalam campuran II



← Digerus hingga homogen ← Ditambahkan etanol dan parfum ← Digerus hingga homogen Sediaan Kefir Susu Kambing Etawa Masker Sheet



56 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 5. Gambar alat dan bahan yang digunakan



A



B



C



D



E



F



57 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 5. (Lanjutan)



G



H



I



J



Keterangan: A: Viskometer Brookfield B: pH Meter C: Skin Analyzer D: Timbangan E: Moisture Checker F: Alat Penyegel G: Kambing Etawa H: Starter Kefir I: Kefir Susu Kambing Etawa J: Serbuk Kefir Susu Kambing Etawa



58 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 6. Gambar proses pengemasan sediaan masker sheet



1



2



3



4



5



6



59 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 6. (Lanjutan)



7



8



60 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 7. Gambar sediaan kefir masker sheet



Keterangan: F0: Masker sheet formula blanko F1: Masker sheet formula I (konsentrasi kefir susu kambing etawa 2%) F2: Masker sheet formula II (konsentrasi kefir susu kambing etawa 4%) F3: Masker sheet formula III (konsentrasi kefir susu kambing etawa 6%)



61 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 8. Gambar hasil dan evaluasi sediaan kefir tanpa masker sheet



A



B



Keterangan: A: Sediaan kefir pada awal pembuatan B: Sediaan kefir setelah penyimpanan 90 hari (3 bulan) F0: Masker sheet formula blanko F1: Masker sheet formula I (konsentrasi kefir susu kambing etawa 2%) F2: Masker sheet formula II (konsentrasi kefir susu kambing etawa 4%) F3: Masker sheet formula III (konsentrasi kefir susu kambing etawa 6%)



62 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 9. Gambar hasil dan evaluasi masker sheet dengan sediaan kefir



A



B



Keterangan: A: masker sheet dengan sediaan kefir pada awal pembuatan B: masker sheet dengan sediaan kefir setelah penyimpanan 90 hari (3 bulan)



63 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 10. Uji iritasi dan aplikasi sediaan masker sheet



A



B



Keterangan: A: Uji Iritasi B: Aplikasi Sediaan Masker Sheet



64 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 11. Data hasil pengujian efektivitas masker sheet 1. Kadar Air (Moisture) Kondisi Awal



Minggu Pertama



Minggu Kedua



Minggu Ketiga



Minggu Keempat



65 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 11. (Lanjutan) 2. Kehalusan (Evenness) dan Pori (Pore) Kondisi Awal



Minggu Pertama



Minggu Kedua



66 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 11. (Lanjutan) Minggu Ketiga



Minggu Keempat



67 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 11. (Lanjutan) 3. Noda (Spot) Kondisi Awal



Minggu Pertama



Minggu Kedua



68 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 11. (Lanjutan) Minggu Ketiga



Minggu Keempat



69 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 11. (Lanjutan) 4. Keriput (Wrinkle) Kondisi Awal



Minggu Pertama



Minggu Kedua



70 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 11. (Lanjutan) Minggu Ketiga



Minggu Keempat



71 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 12. Data hasil pengukuran kadar asam laktat Kefir sebelum freeze drying No. Sampel 1. 2. 3.



Kefir Kefir Kefir



Berat bahan (g) 10 g 10 g 10 g



Volume titran/ V titran rataNaOH (ml) rata (ml) 21,9 22,0 21,97 22,0



Kadar Asam Laktat (%) 1,97



Kefir setelah freeze drying Berat bahan (g) 1. Serbuk Kefir 1g 2. Serbuk Kefir 1g 3. Serbuk Kefir 1g



No.



Sampel



Volume titran/ V titran rataNaOH (ml) rata (ml) 20,5 20,0 20,16 20,0



Kadar Asam Laktat (%)



Volume titran/ V titran rataNaOH (ml) rata (ml) 3,3 3,4 3,37 3,4 5,5 5,4 5,47 5,5 7,6 7,6 7,6 7,6



Kadar Asam Laktat (%)



1,81



Kefir dalam sediaan setelah dibuat No.



Konsentrasi (%)



1.



2



2.



4



3.



6



Berat bahan (g) 10 g 10 g 10 g 10 g 10 g 10 g 10 g 10 g 10 g



0,30



0,49



0,68



Kefir dalam sediaan setelah penyimpanan (3 bulan) No.



Konsentrasi (%)



1.



2



2.



4



3.



6



Berat bahan (g) 10 g 10 g 10 g 10 g 10 g 10 g 10 g 10 g 10 g



Volume titran/ V titran rataNaOH (ml) rata (ml) 3,4 3,4 3,4 3,4 5,5 5,5 5,5 5,5 7,6 7,6 7,6 7,6



Kadar Asam Laktat (%) 0,30



0,49



0,68



72 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 13. Data hasil uji statistik A. Kadar Air (Moisture) 1. Uji Normalitas Tests of Normalitya,c,d,e,f,g Formula Kondisi Awal



F1 F2



Kolmogorov-Smirnovb Statistic df Sig. ,385 3 . ,385 3 .



Shapiro-Wilk Statistic df Sig. ,750 3 ,000 ,750 3 ,000



F3 ,385 3 . ,750 3 Moisture F2 ,385 3 . ,750 3 M1 F3 ,385 3 . ,750 3 F1 ,385 3 . ,750 3 Moisture F2 ,385 3 . ,750 3 M2 F3 ,385 3 . ,750 3 F0 ,385 3 . ,750 3 Moisture F1 ,385 3 . ,750 3 M3 F2 ,385 3 . ,750 3 F3 ,175 3 . 1,000 3 F2 ,385 3 . ,750 3 Moisture M4 F3 ,385 3 . ,750 3 a. Kondisi Awal is constant when Formula = F0. It has been omitted. b. Lilliefors Significance Correction c. Moisture M1 is constant when Formula = F0. It has been omitted. d. Moisture M1 is constant when Formula = F1. It has been omitted. e. Moisture M2 is constant when Formula = F0. It has been omitted. f. Moisture M4 is constant when Formula = F0. It has been omitted. g. Moisture M4 is constant when Formula = F1. It has been omitted.



,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 1,000 ,000 ,000



2. Uji Kruskal-Wallis Test Statisticsa,b Kondisi Awal Moisture M1 Moisture M2 Moisture M3 Moisture M4 Chi-Square Df Asymp. Sig.



7,394 3 ,060



8,770 3 ,033



8,362 3 ,039



9,351 3 ,025



10,449 3 ,015



a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Formula



73 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 13. (Lanjutan) 3. Uji Mann-Whitney U F0 – F1 Kondisi Awal Moisture M1 Moisture M2 Moisture M3 Moisture M4 Mann-Whitney U



3,000



,000



,000



,000



,000



Wilcoxon W



9,000



6,000



6,000



6,000



6,000



-1,000



-2,236



-2,121



-2,023



-2,236



Asymp. Sig. (2-tailed)



,317



,025



,034



,043



,025



Exact Sig. [2*(1-tailed



b



b



b



b



,100b



Z



,700



,100



,100



,100



Sig.)] a. Grouping Variable: Formula b. Not corrected for ties.



F0 – F2 Kondisi Awal Moisture M1 Moisture M2 Moisture M3 Moisture M4 Mann-Whitney U



1,500



1,500



,000



,000



,000



Wilcoxon W



7,500



7,500



6,000



6,000



6,000



-1,581



-1,581



-2,121



-2,023



-2,121



Asymp. Sig. (2-tailed)



,114



,114



,034



,043



,034



Exact Sig. [2*(1-tailed



,200b



,200b



,100b



,100b



,100b



Z



Sig.)] a. Grouping Variable: Formula b. Not corrected for ties.



F0 – F3 Kondisi Awal Moisture M1 Moisture M2 Moisture M3 Moisture M4 Mann-Whitney U



,000



1,500



,000



,000



,000



6,000



7,500



6,000



6,000



6,000



-2,121



-1,581



-2,121



-1,993



-2,121



Asymp. Sig. (2-tailed)



,034



,114



,034



,046



,034



Exact Sig. [2*(1-tailed



b



b



b



b



,100b



Wilcoxon W Z



,100



,200



,100



,100



Sig.)] a. Grouping Variable: Formula b. Not corrected for ties.



74 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 13. (Lanjutan) F1 – F2 Kondisi Awal Moisture M1 Moisture M2 Moisture M3 Moisture M4 Mann-Whitney U



3,000



,000



2,000



,000



,000



Wilcoxon W



9,000



6,000



8,000



6,000



6,000



Z



-,745



-2,121



-1,291



-2,023



-2,121



Asymp. Sig. (2-tailed)



,456



,034



,197



,043



,034



Exact Sig. [2*(1-tailed



b



b



b



b



,100b



,700



,100



,400



,100



Sig.)] a. Grouping Variable: Formula b. Not corrected for ties.



F1 – F3 Kondisi Awal Moisture M1 Moisture M2 Moisture M3 Moisture M4 Mann-Whitney U



,500



3,000



4,500



,500



,000



6,500



9,000



10,500



6,500



6,000



-1,826



-1,000



,000



-1,798



-2,121



Asymp. Sig. (2-tailed)



,068



,317



1,000



,072



,034



Exact Sig. [2*(1-tailed



b



b



b



b



,100b



Wilcoxon W Z



,100



,700



1,000



,100



Sig.)] a. Grouping Variable: Formula b. Not corrected for ties.



F2 – F3 Kondisi Awal Moisture M1 Moisture M2 Moisture M3 Moisture M4 Mann-Whitney U



1,000



,500



2,000



3,500



1,000



Wilcoxon W



7,000



6,500



8,000



9,500



7,000



-1,650



-1,826



-1,291



-,471



-1,650



Asymp. Sig. (2-tailed)



,099



,068



,197



,637



,099



Exact Sig. [2*(1-tailed



,200b



,100b



,400b



,700b



,200b



Z



Sig.)] a. Grouping Variable: Formula b. Not corrected for ties.



75 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 13. (Lanjutan) B. Kehalusan (Evenness) 1. Uji Normalitas Tests of Normality Formula



Kondisi Awal



F0 F1 F2



Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig. ,253 3 . ,175 3 . ,276 3 .



F3 ,253 F0 ,253 F1 ,253 Moisture M1 F2 ,328 F3 ,253 F0 ,175 F1 ,175 Moisture M2 F2 ,328 F3 ,253 F0 ,385 F1 ,385 Moisture M3 F2 ,328 F3 ,175 F0 ,253 F1 ,175 Moisture M4 F2 ,253 F3 ,253 a. Lilliefors Significance Correction



3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3



Shapiro-Wilk Statistic df Sig. ,964 3 ,637 1,000 3 1,000 ,942 3 ,537



. . . . . . . . . . . . . . . . .



,964 ,964 ,964 ,871 ,964 1,000 1,000 ,871 ,964 ,750 ,750 ,871 1,000 ,964 1,000 ,964 ,964



3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3



,637 ,637 ,637 ,298 ,637 1,000 1,000 ,298 ,637 ,000 ,000 ,298 1,000 ,637 1,000 ,637 ,637



2. Uji Kruskal-Wallis Test Statisticsa,b Kondisi Awal Moisture M1 Moisture M2 Moisture M3 Moisture M4 Chi-Square Df Asymp. Sig.



6,978 3 ,073



7,569 3 ,056



8,387 3 ,039



8,686 3 ,034



9,238 3 ,026



a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Formula



76 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 13. (Lanjutan) 3. Uji Mann-Whitney U F0 – F1 Kondisi Awal Moisture M1 Moisture M2 Moisture M3 Moisture M4 Mann-Whitney U



,500



1,000



3,000



2,500



,500



6,500



7,000



9,000



8,500



6,500



-1,771



-1,528



-,674



-,913



-1,771



Asymp. Sig. (2-tailed)



,077



,127



,500



,361



,077



Exact Sig. [2*(1-tailed



b



b



b



b



,100b



Wilcoxon W Z



,100



,200



,700



,400



Sig.)] a. Grouping Variable: Formula b. Not corrected for ties.



F0 – F2 Kondisi Awal Moisture M1 Moisture M2 Moisture M3 Moisture M4 Mann-Whitney U



2,500



,500



,000



,000



,000



Wilcoxon W



8,500



6,500



6,000



6,000



6,000



Z



-,886



-1,771



-1,964



-1,993



-1,964



Asymp. Sig. (2-tailed)



,376



,077



,050



,046



,050



Exact Sig. [2*(1-tailed



b



b



b



b



,100b



,400



,100



,100



,100



Sig.)] a. Grouping Variable: Formula b. Not corrected for ties.



F0 – F3 Kondisi Awal Moisture M1 Moisture M2 Moisture M3 Moisture M4 Mann-Whitney U



1,500



4,500



,500



,000



,000



Wilcoxon W



7,500



10,500



6,500



6,000



6,000



-1,328



,000



-1,771



-1,993



-1,964



Asymp. Sig. (2-tailed)



,184



1,000



,077



,046



,050



Exact Sig. [2*(1-tailed



b



b



b



b



,100b



Z



,200



1,000



,100



,100



Sig.)] a. Grouping Variable: Formula b. Not corrected for ties.



77 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 13. (Lanjutan) F1 – F2 Kondisi Awal Moisture M1 Moisture M2 Moisture M3 Moisture M4 Mann-Whitney U



,000



,000



,000



,000



,000



6,000



6,000



6,000



6,000



6,000



-1,964



-1,964



-1,964



-1,993



-1,964



Asymp. Sig. (2-tailed)



,050



,050



,050



,046



,050



Exact Sig. [2*(1-tailed



b



b



b



b



,100b



Wilcoxon W Z



,100



,100



,100



,100



Sig.)] a. Grouping Variable: Formula b. Not corrected for ties.



F1 – F3 Kondisi Awal Moisture M1 Moisture M2 Moisture M3 Moisture M4 Mann-Whitney U



3,000



1,000



,000



,000



,000



Wilcoxon W



9,000



7,000



6,000



6,000



6,000



Z



-,674



-1,528



-1,964



-1,993



-1,964



Asymp. Sig. (2-tailed)



,500



,127



,050



,046



,050



Exact Sig. [2*(1-tailed



b



b



b



b



,100b



,700



,200



,100



,100



Sig.)] a. Grouping Variable: Formula b. Not corrected for ties.



F2 – F3 Kondisi Awal Moisture M1 Moisture M2 Moisture M3 Moisture M4 Mann-Whitney U



,500



,500



2,500



3,500



4,000



6,500



6,500



8,500



9,500



10,000



-1,771



-1,771



-,886



-,443



-,225



Asymp. Sig. (2-tailed)



,077



,077



,376



,658



,822



Exact Sig. [2*(1-tailed



b



b



b



b



1,000b



Wilcoxon W Z



,100



,100



,400



,700



Sig.)] a. Grouping Variable: Formula b. Not corrected for ties.



78 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 13. (Lanjutan) C. Pori (Pore) 1. Uji Normalitas Tests of Normality Formula



Kondisi Awal



Pori M1



Pori M2



Pori M3



Pori M4



F0 F1 F2



Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig. ,314 3 . ,385 3 . ,385 3 .



F3 F0 F1 F2 F3 F0 F1 F2 F3 F0 F1 F2 F3 F0 F1 F2 F3



,175 ,385 ,385 ,175 ,292 ,385 ,385 ,385 ,253 ,253 ,328 ,385 ,385 ,219 ,328 ,385 ,292



3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3



Shapiro-Wilk Statistic df Sig. ,893 3 ,363 ,750 3 ,000 ,750 3 ,000



. . . . . . . . . . . . . . . . .



1,000 ,750 ,750 1,000 ,923 ,750 ,750 ,750 ,964 ,964 ,871 ,750 ,750 ,987 ,871 ,750 ,923



3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3



1,000 ,000 ,000 1,000 ,463 ,000 ,000 ,000 ,637 ,637 ,298 ,000 ,000 ,780 ,298 ,000 ,463



a. Lilliefors Significance Correction 2. Uji Kruskal-Wallis Test Statisticsa,b Kondisi Awal Chi-Square Df Asymp. Sig.



1,718 3 ,633



Pori M1



Pori M2



2,086 3 ,555



6,845 3 ,077



Pori M3 9,212 3 ,027



Pori M4 9,412 3 ,024



a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Formula



79 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 13. (Lanjutan) 3. Uji Mann-Whitney U F0 – F1 Kondisi Awal



Pori M1



Pori M2



Pori M3



Pori M4



Mann-Whitney U



2,000



2,500



2,500



3,000



4,500



Wilcoxon W



8,000



8,500



8,500



9,000



10,500



-1,107



-,913



-,913



-,655



,000



,268



,361



,361



,513



1,000



b



b



b



b



1,000b



Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]



,400



,400



,400



,700



a. Grouping Variable: Formula b. Not corrected for ties.



F0 – F2 Kondisi Awal Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]



Pori M1



Pori M2



Pori M3



Pori M4



4,000



2,500



1,000



,000



,000



10,000



8,500



7,000



6,000



6,000



-,232



-,899



-1,650



-1,993



-1,993



,817



,369



,099



,046



,046



b



b



b



b



,100b



1,000



,400



,200



,100



a. Grouping Variable: Formula b. Not corrected for ties.



F0 – F3 Kondisi Awal



Pori M1



Pori M2



Pori M3



Pori M4



Mann-Whitney U



3,500



3,000



,500



,000



,000



Wilcoxon W



9,500



9,000



6,500



6,000



6,000



Z



-,443



-,696



-1,798



-1,993



-1,964



,658



,487



,072



,046



,050



b



b



b



b



,100b



Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]



,700



,700



,100



,100



a. Grouping Variable: Formula b. Not corrected for ties.



80 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 13. (Lanjutan)



F1 – F2 Kondisi Awal



Pori M1



Pori M2



Pori M3



Pori M4



Mann-Whitney U



2,500



2,500



1,000



,000



,000



Wilcoxon W



8,500



8,500



7,000



6,000



6,000



Z



-,913



-,899



-1,650



-1,993



-1,993



,361



,369



,099



,046



,046



b



b



b



b



,100b



Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]



,400



,400



,200



,100



a. Grouping Variable: Formula b. Not corrected for ties.



F1 – F3 Kondisi Awal



Pori M1



Pori M2



Pori M3



Pori M4



Mann-Whitney U



2,500



2,000



,500



,000



,000



Wilcoxon W



8,500



8,000



6,500



6,000



6,000



Z



-,899



-1,107



-1,798



-1,993



-1,964



,369



,268



,072



,046



,050



b



b



b



b



,100b



Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]



,400



,400



,100



,100



a. Grouping Variable: Formula b. Not corrected for ties.



F2 – F3 Kondisi Awal



Pori M1



Pori M2



Pori M3



Pori M4



Mann-Whitney U



3,500



3,500



2,500



1,000



,000



Wilcoxon W



9,500



9,500



8,500



7,000



6,000



Z



-,471



-,443



-,943



-1,650



-1,993



,637



,658



,346



,099



,046



b



b



b



b



,100b



Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]



,700



,700



,400



,200



a. Grouping Variable: Formula b. Not corrected for ties.



81 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 13. (Lanjutan) D. Noda (Spot) 1. Uji Normalitas Tests of Normalityb,c,d,e Formula



Kondisi Awal



Spot M1



Spot M2



Spot M3



Spot M4



F0 F1 F2



Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig. ,253 3 . ,385 3 . ,253 3 .



F3 F0 F1 F2 F0 F2 F0 F1 F2 F3 F0 F1 F2



,385 ,292 ,385 ,253 ,253 ,385 ,292 ,385 ,175 ,385 ,253 ,385 ,385



3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3



. . . . . . . . . . . . .



Shapiro-Wilk Statistic df Sig. ,964 3 ,637 ,750 3 ,000 ,964 3 ,637 ,750 ,923 ,750 ,964 ,964 ,750 ,923 ,750 1,000 ,750 ,964 ,750 ,750



3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3



,000 ,463 ,000 ,637 ,637 ,000 ,463 ,000 1,000 ,000 ,637 ,000 ,000



a. Lilliefors Significance Correction b. Spot M1 is constant when Formula = F3. It has been omitted. c. Spot M2 is constant when Formula = F1. It has been omitted. d. Spot M2 is constant when Formula = F3. It has been omitted. e. Spot M4 is constant when Formula = F3. It has been omitted.



2. Uji Kruskal-Wallis Test Statisticsa,b Chi-Square Df Asymp. Sig.



Kondisi Awal Spot M1 Spot M2 Spot M3 6,098 4,248 9,312 9,318 3 3 3 3 ,107 ,236 ,025 ,025



Spot M4 9,981 3 ,019



a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Formula



82 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 13. (Lanjutan) 3. Uji Mann-Whitney U F0 – F1 Kondisi Awal



Spot M1



Spot M2



Spot M3



Spot M4



Mann-Whitney U



3,500



1,000



,000



,000



,000



Wilcoxon W



9,500



7,000



6,000



6,000



6,000



Z



-,471



-1,623



-2,087



-1,993



-1,993



,637



,105



,037



,046



,046



b



b



b



b



,100b



Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]



,700



,200



,100



,100



Spot M2



Spot M3



a. Grouping Variable: Formula b. Not corrected for ties.



F0 – F2 Kondisi Awal Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]



Spot M1



Spot M4



4,000



2,500



,000



,500



,000



10,000



8,500



6,000



6,500



6,000



-,225



-,886



-1,993



-1,771



-1,993



,822



,376



,046



,077



,046



b



b



b



b



,100b



1,000



,400



,100



,100



a. Grouping Variable: Formula b. Not corrected for ties.



F0 – F3 Kondisi Awal Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]



Spot M1



Spot M2



Spot M3



Spot M4



,500



4,500



,000



,000



,000



6,500



10,500



6,000



6,000



6,000



-1,798



,000



-2,087



-1,993



-2,087



,072



1,000



,037



,046



,037



b



b



b



b



,100b



,100



1,000



,100



,100



a. Grouping Variable: Formula b. Not corrected for ties.



83 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 13. (Lanjutan) F1 – F2 Kondisi Awal



Spot M1



Spot M2



Spot M3



Spot M4



Mann-Whitney U



2,500



3,500



3,000



3,500



2,000



Wilcoxon W



8,500



9,500



9,000



9,500



8,000



Z



-,899



-,471



-1,000



-,471



-1,179



,369



,637



,317



,637



,239



b



b



b



b



,400b



Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]



,400



,700



,700



,700



a. Grouping Variable: Formula b. Not corrected for ties.



F1 – F3 Kondisi Awal Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]



Spot M1



Spot M2



Spot M3



Spot M4



,000



,000



4,500



,000



,000



6,000



6,000



10,500



6,000



6,000



-2,023



-2,121



,000



-2,023



-2,121



,043



,034



1,000



,043



,034



,100b



,100b



1,000b



,100b



,100b



a. Grouping Variable: Formula b. Not corrected for ties.



F2 – F3 Kondisi Awal Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]



Spot M1



Spot M2



Spot M3



Spot M4



,500



3,000



3,000



,000



,000



6,500



9,000



9,000



6,000



6,000



-1,798



-,696



-1,000



-1,993



-2,121



,072



,487



,317



,046



,034



b



b



b



b



,100b



,100



,700



,700



,100



a. Grouping Variable: Formula b. Not corrected for ties.



84 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 13. (Lanjutan) E. Keriput (Wrinkle) 1. Uji Normalitas Tests of Normalityb,c Formula



Kondisi Awal



F0 F1 F2



F3 F1 Wrinkle M1 F2 F3 F0 F1 Wrinkle M2 F2 F3 F1 Wrinkle M3 F2 F3 F0 F1 Wrinkle M4 F2 F3



Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig. ,385 3 . ,385 3 . ,385 3 .



Shapiro-Wilk Statistic df Sig. ,750 3 ,000 ,750 3 ,000 ,750 3 ,000



,175 ,385 ,175 ,175 ,385 ,385 ,385 ,175 ,175 ,175 ,175 ,385 ,385



3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3



. . . . . . . . . . . . .



1,000 ,750 1,000 1,000 ,750 ,750 ,750 1,000 1,000 1,000 1,000 ,750 ,750



3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3



1,000 ,000 1,000 1,000 ,000 ,000 ,000 1,000 1,000 1,000 1,000 ,000 ,000



,175 ,385



3 3



. .



1,000 ,750



3 3



1,000 ,000



a. Lilliefors Significance Correction b. Wrinkle M1 is constant when Formula = F0. It has been omitted. c. Wrinkle M3 is constant when Formula = F0. It has been omitted. 2. Uji Kruskal-Wallis Test Statisticsa,b Kondisi Awal Wrinkle M1 Wrinkle M2 Wrinkle M3 Wrinkle M4 Chi-Square 8,191 3,483 8,967 10,149 10,495 Df 3 3 3 3 3 Asymp. Sig. ,042 ,323 ,030 ,017 ,015 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Formula



85 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 13. (Lanjutan) 3. Uji Mann-Whitney U F0 – F1 Kondisi Awal Wrinkle M1 Wrinkle M2 Wrinkle M3 Mann-Whitney U



Wrinkle M4



,500



1,500



,500



,000



,000



6,500



7,500



6,500



6,000



6,000



-1,826



-1,581



-1,826



-2,087



-2,023



Asymp. Sig. (2-tailed)



,068



,114



,068



,037



,043



Exact Sig. [2*(1-tailed



b



b



b



b



,100b



Wilcoxon W Z



,100



,200



,100



,100



Sig.)] a. Grouping Variable: Formula b. Not corrected for ties.



F0 – F2 Kondisi Awal Wrinkle M1 Wrinkle M2 Wrinkle M3



Wrinkle M4



Mann-Whitney U



3,000



1,500



,000



,000



,000



Wilcoxon W



9,000



7,500



6,000



6,000



6,000



Z



-,745



-1,549



-2,023



-2,087



-1,993



Asymp. Sig. (2-tailed)



,456



,121



,043



,037



,046



Exact Sig. [2*(1-tailed



,700b



,200b



,100b



,100b



,100b



Sig.)] a. Grouping Variable: Formula b. Not corrected for ties.



F0 – F3 Kondisi Awal Wrinkle M1 Wrinkle M2 Wrinkle M3



Wrinkle M4



Mann-Whitney U



1,000



1,500



,000



,000



,000



Wilcoxon W



7,000



7,500



6,000



6,000



6,000



-1,623



-1,549



-1,993



-2,087



-2,023



Asymp. Sig. (2-tailed)



,105



,121



,046



,037



,043



Exact Sig. [2*(1-tailed



b



b



b



b



,100b



Z



,200



,200



,100



,100



Sig.)] a. Grouping Variable: Formula b. Not corrected for ties.



86 Universitas Sumatera Utara



Lampiran 13. (Lanjutan) F1 – F2 Kondisi Awal Wrinkle M1 Wrinkle M2 Wrinkle M3



Wrinkle M4



Mann-Whitney U



1,000



3,500



1,000



,500



,000



Wilcoxon W



7,000



9,500



7,000



6,500



6,000



-1,650



-,471



-1,650



-1,771



-1,993



Asymp. Sig. (2-tailed)



,099



,637



,099



,077



,046



Exact Sig. [2*(1-tailed



b



b



b



b



,100b



Z



,200



,700



,200



,100



Sig.)] a. Grouping Variable: Formula b. Not corrected for ties.



F1 – F3 Kondisi Awal Wrinkle M1 Wrinkle M2 Wrinkle M3 Mann-Whitney U



Wrinkle M4



,000



3,500



,000



,000



,000



6,000



9,500



6,000



6,000



6,000



-1,993



-,471



-1,993



-1,964



-2,023



Asymp. Sig. (2-tailed)



,046



,637



,046



,050



,043



Exact Sig. [2*(1-tailed



b



b



b



b



,100b



Wilcoxon W Z



,100



,700



,100



,100



Sig.)] a. Grouping Variable: Formula b. Not corrected for ties.



F2 – F3 Kondisi Awal Wrinkle M1 Wrinkle M2 Wrinkle M3 Mann-Whitney U



Wrinkle M4



,500



4,500



3,000



,500



,000



6,500



10,500



9,000



6,500



6,000



-1,798



,000



-,696



-1,771



-1,993



Asymp. Sig. (2-tailed)



,072



1,000



,487



,077



,046



Exact Sig. [2*(1-tailed



b



b



b



b



,100b



Wilcoxon W Z



,100



1,000



,700



,100



Sig.)] a. Grouping Variable: Formula b. Not corrected for ties.



87 Universitas Sumatera Utara