Fraktur Costae [PDF]

  • Author / Uploaded
  • okta
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. M DENGAN KASUS FRAKTUR COSTAE DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT RS PUTRA WASPADA TULUNGAGUNG



Mahasiswa :



( ANGGUN SANDIA SAKTI ) NIM : A3R21004



PEMBIMBING RUANGAN



PEMBIMBING AKADEMIK



( Angga Miftakhul Nizar, S.Kep., Ners., M. Kep )



(



)



LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR COSTAE



A. DEFINISI



Fraktur Costa adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang / tulang rawan yang disebabkan oleh rudapaksa pada spesifikasi lokasi pada tulang costa. Fraktur costa akan menimbulkan rasa nyeri, yang mengganggu proses respirasi, disamping itu adanya komplikasi dan gangguan lain yang menyertai memerlukan perhatian khusus dalam penanganan terhadap fraktur ini. Pada anak fraktur costa sangat jarang dijumpai oleh karena costa pada anak masih sangat lentur (Almazini, 2012). Fraktur tulang rusuk (rib fracture) merupakan patah tulang tulang rusuk/kosta yang umumnya disebabkan trauma pada dinding dada. Benturan kecepatan tinggi atau kecepatan rendah dapat menyebabkan fraktur tulang rusuk, baik karena trauma kecelakaan maupun nonkecelakaan seperti kekerasan pada anak atau pada rumah tangga. Fraktur tulang rusuk juga dapat disebabkan oleh stres dan kondisi patologi yang mendasari (Kowalak, 2011). Fraktur iga (costae) merupakan kelainan tersering yang diakibatkan trauma tumpul pada dinding dada. Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur iga oleh karena luas permukaan yang sempit sehingga gaya trauma dapat melalui sela iga (Ruhyanudin, 2013).



B. ETIOLOGI Costa merupakan tulang pipih dan memiliki sifat yang lentur. Oleh karena tulang ini sangat dekat dengan kulit dan tidak banyak memiliki pelindung, maka setiap ada trauma dada akan memberikan trauma juga kepada costa. Fraktur costa dapat terjadi dimana saja disepanjang costa tersebut. Dari keduabelas pasang costa yang ada, tiga costa pertama paling jarang mengalami fraktur hal ini disebabkan karena costa tersebut sangat terlindung. Costa ke 4-9 paling banyak mengalami fraktur, karena posisinya sangat terbuka dan memiliki pelindung yang sangat sedikit, sedangkan tiga costa terbawah yakni costa ke 10-12 juga jarang mengalami fraktur oleh karena sangat mobile. Secara garis besar penyebab fraktur costa dapat dibagi dalam 2 kelompok : a. Disebabkan trauma - Trauma tumpul 2



Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur costa antara lain : kecelakaan lalu lintas, kecelakaan pada pejalan kaki, jatuh dari ketinggian, atau jatuh pada dasar yang keras atau akibat perkelahian. - Trauma tembus Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa : luka tusuk dan luka tembak - Trauma tajam Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur iga, oleh karena luas permukaan trauma yang sempit, sehingga gaya trauma dapat melalui sela iga. Fraktur iga terutama pada iga IV-X (mayoritas terkena). Perlu diperiksa adanya kerusakan pada organ-organ intra-toraks dan intra abdomen. Kecurigaan adanya kerusakan organ intra abdomen (hepar atau spleen) bila terdapat fraktur pada iga VIII-XII. Kecurigaan adanya trauma traktus neurovaskular utama ekstremitas atas dan kepala (pleksus brakhialis, subklavia),bila terdapat fraktur pada iga I-III atau fraktur klavikula. b. Disebabkan bukan trauma Yang dapat mengakibatkan fraktur costa ,terutama akibat gerakan yang menimbulkan putaran rongga dada secara berlebihan atau oleh karena adanya gerakan yang berlebihan dan stress fraktur, seperti pada gerakan olahraga : lempar martil, soft ball, tennis, golf.



C. KLASIFIKASI a. Menurut jumlah costa yang mengalami fraktur dapat dibedakan : 



Fraktur simple : bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih karena kulit masih utuh tanpa komplikasi







Fraktur multiple : Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak padda tulang yang sama.



b. Menurut letak fraktur dibedakan : 



Superior (costa 1-3 ) 1. Fraktur costa atas (1-3) dan fraktur scapula diakibatkan dari tenaga yang besar 2. Meningkatnya resiko trauma kepala dan leher, spinal cord, paru, pembuluh darah besar 3. Mortalitas sampai 35%.







Median (costa 4-9) 1. Peningkatan signifikansi jika multiple 2. Fraktur kosta simple tanpa komplikasi dapat ditangani pada rawat jalan 3. MRS jika pada observasi 4. Penderita dispneu 5. Mengeluh nyeri yang tidak dapat dihilangkan 6. Penderita berusia tua 3



7. Memiliki preexisting lung function yang buruk 



Inferior (costa 10-12 ) Fraktur costae bawah terkait dengan resiko injury pada hepar dan spleen



d. Menurut posisi : 



Anterial : tulang costae bagian depan







Lateral : tulang costae bagian samping







Posterior : tulang costae bagian belakang



D. MANIFESTASI KLINIS a. Sesak napas Pada fraktur costa terjadi pendorongan ujung-ujung fraktur masuk ke rongga pleura sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan struktur dan jaringan pada rongga dada lalu dapat terjadi pneumothoraks dan hemothoraks yang akan menyebabkan gangguan ventilasi sehingga menyebabkan terjadinya sesak napas. b. Tanda-tanda insuffisiensi pernapasan: Sianosis, takipnea Pada fraktur costa terjadi gangguan pernapasan yang disertai meningkatnya penimbunan CO2 dalam darah (hiperkapnia) yang bermanifestasi menjadi sianosis c. Nyeri tekan pada dinding dada Pada fraktur costa terjadi pendorongan ujung-ujung fraktur masuk ke rongga pleura sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan struktur dan jaringan pada rongga dada dan terjadi stimulasi pada saraf sehingga menyebabkan terjadinya nyeri tekan pada dinding dada. d. Kadang akan tampak ketakutan dan kecemasan Rasa takut dan cemas yang dialami pada pasien fraktur costa diakibatkan karena saat bernapas akan bertambah nyeri pada dada. e. Adanya gerakan paradoksal Proses bernafas melibatkan gerakan otot diafragma yang menekan kebawah untuk membuat paru-paru mengembang sehingga memungkinkan udara dari luar terhirup masuk ke dalam. Namun, kelainan otot bisa membuat diafragma dan paru justru bekerja sebaliknya. kondisi ini disebut paradoxical breathing atau pernafasan paradoksal.



4



E. WOC



5



F. MASALAH YANG LAZIM MUNCUL 1. Nyeri akut b/d agen pencedera fisik (trauma) d/d mengeluh nyeri, tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, TD meningkat, nafsu makan berubah. 2. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan integritas struktur tulang d/d mengeluh sulit menggerakkan ekstermitas,kekuatan otot menurun, ROM menurun, nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa cemas saat bergerak, sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, fisik lemah. 3. Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi d/d dispnea, PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun, takikardia, pH arteri menurun/ meningkat, bunyi nafas tambahan, pusing, penglihatan kabur, sianosis, gelisah, nafas cuping hidung, pola nafas abnormal (cepat/lambat, reguler/irreguler, dalam/dangkal), warna kulit abnormal (pucat, kebiruan), kesadaran menurun 4. Risiko infeksi d/d kerusakan integritas kulit 5. Gangguan integritas kulit b/d kekurangan volume cairan d/d kerusakan jaringan atau lapisan kulit, nyeri, perdarahan, kemerahan, hematoma 6. Risiko disfungsi neurovaskuler d/d fraktur



G. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1) Rontgen thorax Rontgen thorax anteroposterior dan lateral dapat membantu diagnosis hematothoraks dan pneumothoraks ataupun contusio pulmonum, mengetahui jenis dan letak fraktur costae. Foto oblique membantu diagnosis fraktur multiple pada orang dewasa. Pemeriksaan Rontgen toraks harus dilakukan untuk menyingkirkan cedera toraks lain, namun tidak perlu untuk identifikasi fraktur iga. 2) X-ray menentukan lokasi/luasnya fraktur 3) Scan tulang memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak 4) Arteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler 5) Hitung darah lengkap hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada pendarahan, peningkatan leukosit sebagai respon terhadap peradangan. Profil koagulasi, perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi atau cidera hati 6) Kretinin trauma otot meningkatkan kreatinin untuk klirens ginjal.



H. PENATALAKSANAAN 1. Fraktur iga tanpa adanya penyulit/kelainan lain : konservatif (analgetika)



6



2. Fraktur >2 iga : waspadai kelainan lain (flail chest, edema paru, hematotoraks, pneumotoraks) 3. Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa penyulit pneumotoraks, hematotoraks, atau kerusakan organ intratoraks lain, adalah : •



Analgetik yang adekuat (oral/ iv / intercostal block)







Bronchial toilet







Cek Lab berkala : Hb, Ht, Leko, Tromb, dan analisa gas darah







Cek Foto Ro berkala



4. Dengan blok saraf interkostal, yaitu pemberian narkotik ataupun relaksan otot merupakan pengobatan yang adekuat. Pada cedera yang lebih hebat, perawatan rumah sakit diperlukan untuk menghilangkan nyeri, penanganan batuk, dan pengisapan endotrakeal.



I. KOMPLIKASI a. Syok Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra. b. Sindrom emboli lemak Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjasinya globula lemak pada aliran darah. c. Sindroma Kompartement Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran kompartement otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi kompatement otot karena edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya : iskemi,dan cidera remuk). d. Kerusakan Arteri Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak ada nadi, CRT menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan. e. Infeksi Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat. 7



f. Avaskuler nekrosis Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan adanya Volkman’s Ischemia (Smeltzer dan Bare, 2015).



J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1. Anamnesa 1) Identitas Klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku



bangsa, status



pernikahan, pendidikan, pekerjaan, alamat. 2) Identitas Penanggung jawab: Nama, umur, jenis kelamin, hubungan dengan keluarga, pekerjaan, alamat. 2. Riwayat Kesehatan a. Keluhan Utama Keluhan yang paling utama dirasakan oleh pasien fraktur costae, misalnya lemah, nyeri, lemas. b. Riwayat penyakit sekarang Kaji penyebab keluhan yang dirasakan oleh pasien , faktor-faktor yang menyebabkan penyakit ini muncul, serta kaji perjalanan penyakit. c. Riwayat penyakit dahulu Tanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah diderita dan jenis pengobatan yang dilakukan, tanyakan penggunaan obat-obatan, tanyakan tentang riwayat alergi. d. Riwayat penyakit keluarga Tanyakan kepada keluarga apakah ada anggota keluarga mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes melitus, hipertensi, jantung, dan penyakit kronis lainnya. e. Faktor Psikososial 1) Tanyakan tentang persepsi pasien mengenai penyakitnya, faktor- faktor budaya yang mempengaruhi, tingkat pengetahuan yang dimiliki pasien fraktur costae, dan tanyakan mengenai seksualitas dan perawatan yang pernah dilakukan. 2) Tanyakan tentang konsep diri : Body image, ideal diri, harga diri, peran diri, personal identity, keadaan emosi, perhatian dan hubungan terhadap orang lain atau tetangga, kegemaran atau jenis kegiatan yang di sukai pasien intoksikasi metanol, mekanisme pertahanan diri, dan interaksi sosial pasien intoksikasi metanol dengan orang lain. f. Pola kebiasaan sehari-hari Pola nutrisi sebelum dan sesudah mengalami fraktur costae yang harus dikaji adalah frekuensi, jumlah, tanyakan perubahan nafsu makan yang terjadi. g. Pola eliminasi 8



Tanyakan



tentang



frekuensi,



waktu,



konsitensi,



warna,



BAB



terakhir.



Sedangkan pada BAK yang harus di kaji adalah frekuensi, warna, dan bau. h. Pola aktivitas, latihan, dan bermain Tanyakan jenis kegiatan dalam pekerjaannya, jenis olahraga dan frekwensinya, tanyakan kegiatan perawatan seperti mandi, berpakaian, eliminasi, makan minum, mobilisasi i. Pola istirahat dan tidur Tanyakan waktu dan lamanya tidur pasien saat siang dan malam hari, masalah yang ada waktu tidur. 3. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan Umum Kaji tingkat kesadaran pasien fraktur costae b. Tanda-tanda vital : Tekanan darah, nadi,suhu, pernapasan. c. Pemeriksaan Fisik Head to toe 1) Kepala dan rambut : lihat kebersihan kepala dan keadaan rambut. 2) Mata : lihat konjungtiva anemis, pergerakan bola mata simetris 3) Hidung : lihat kesimetrisan dan kebersihan, lihat adanya pembengkakan konka nasal/tidak 4) Telinga : lihat kebersihan telinga. 5) Mulut : lihat mukosa mulut kering atau lembab, lihat kebersihan rongga mulut, lidah dan gigi, lihat adanya penbesaran tonsil. 6) Leher dan tenggorokan : raba leher dan rasakan adanya pembengkakan kelenjar getah bening/tidak. 7) Dada atau thorax : paru-paru/respirasi, jantung/kardiovaskuler dan sirkulasi, ketiak dan abdomen 8) Abdomen Infeksi:



bentuk dan ukuran, ada tidak adanya luka/lesi,



Palpasi: terdapat nyeri tekan pada abdomen / tidak Perkusi: timpani, pekak Auskultasi: bagaimana bising ususnya 9)



Ekstremitas/ muskoluskletal apakah terjadi pembengkakan pada costae depan, samping atau belakang, apakah ada luka atau lesi pada costae



10) Genetalia dan anus perhatikan kebersihan,adanya luka atau lesi.



B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri akut b/d agen pencedera fisik (trauma) d/d mengeluh nyeri, tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, TD meningkat, nafsu makan berubah.



9



2. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan integritas struktur tulang d/d mengeluh sulit menggerakkan ekstermitas,kekuatan otot menurun, ROM menurun, nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa cemas saat bergerak, sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, fisik lemah. 3. Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi d/d dispnea, PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun, takikardia, pH arteri menurun/ meningkat, bunyi nafas tambahan, pusing, penglihatan kabur, sianosis, gelisah, nafas cuping hidung, pola nafas abnormal (cepat/lambat, reguler/irreguler, dalam/dangkal), warna kulit abnormal (pucat, kebiruan), kesadaran menurun 4. Risiko infeksi d/d kerusakan integritas kulit 5. Gangguan integritas kulit b/d kekurangan volume cairan d/d kerusakan jaringan atau lapisan kulit, nyeri, perdarahan, kemerahan, hematoma 6. Risiko disfungsi neurovaskuler d/d fraktur C. INTERVENSI No 1.



Diagnosa Keperawatan Nyeri Akut D. 0077



SLKI



SIKI



Tingkat Nyeri L.08066 Manajemen Nyeri I.08238 setelah dilakukan tindakan Observasi keperawatan 3x24 jam 1. lokasi, karakteristik, durasi, diharapkan tingkat nyeri frekuensi, kualitas, intensitas menurun dengan kriteria nyeri hasil sbb : 2. Identifikasi skala nyeri 1. Keluhan nyeri 3. Identifikasi respon nyeri non verbal menurun Terapeutik 2. Meringis menurun teknik 3. Sikap protektif 4. Berikan nonfarmakologis untuk menurun mengurangi rasa nyeri (mis. 4. Gelisah menurun TENS, hypnosis, akupresur, 5. Kesulitan tidur terapi musik, biofeedback, menurun terapi pijat, aroma terapi, teknik 6. Frekuensi nadi imajinasi terbimbing, kompres membaik hangat/dingin, terapi bermain) 7. Pola nafas membaik 5. Control lingkungan yang 8. Tekanan darah memperberat rasa nyeri (mis. membaik Suhu ruangan, pencahayaan, 9. Nafsu makan kebisingan) membaik Edukasi 10. Pola tidur membaik 6. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri 7. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat 8. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi 10



9.



2.



Gangguan Mobilitas Fisik D.0054



Mobilitas Fisik L.05042 setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 24 jam diharapkan mobilitas fisik meningkat dengan kriteria hasil sbb : - pergerakaan ekstermitas meningkat, kekuatan otot meningkat, rentang gerak (ROM) meningkat - nyeri menurun - kaku sendi menurun - cemas menurun - gerakan tidak terkoordinasi menurun - gerakan terbatas menurun - kelemahan fisik menurun



3.



Gangguan Pertukaran Gas D.0003



Pertukaran Gas L.01003 setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan pertukaran gas meningkat dengan kriteria hasil sbb : 1. Tingkat kesadaran meningkat 2. Dispnea menurun 3. Bunyi nafas tambahan menurun 4. Pusing menurun 5. Penglihatan kabur menurun 6. Gelisah menurun



11



Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu



Dukungan Ambulasi I.06171 Observasi 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya 2. Idetifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi 4. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi 5. Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi Terapeutik 6. Fasilitasi aktifitas ambulasi dengan alat bantu (missal : tongkat,kruk) 7. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik jika perlu 8. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi Edukasi 9. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi 10. Anjurkan melakukan ambulasi dini 11. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (missal : jalan dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toeransi) TERAPI OKSIGEN I.01026 Observasi 1. Monitor kecepatan aliran oksigen 2. Monitor posisi alat terapi oksigen 3. Monitor aliran oksigen secara periodic dan pastikan fraksi yang diberikan cukup 4. Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. oksimetri, analisa gas darah ), jika perlu 5. Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan 6. Monitor tanda-tanda hipoventilasi 7. Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelectasis 8. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen



7. Nafas cuping hidung 8. 9. 10. 11. 12.



4.



5.



Resiko Infeksi D.0142



Gangguan Integritas Kulit D.0129



menurun PCO2 membaik PO2 membaik Takikardia membaik Ph arteri membaik Sianosis membaik



Tingkat Infeksi L. 14137 setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan tingkat infeksi menurun dengan kriteria hasil sbb : 1. Nafsu makan meningkat 2. Nyeri menurun 3. Cairan berbau busuk menurun 4. Kadar sel darah putih membaik 5. Kultur darah membaik 6. Kultur area luka membaik Integritas kulit dan jaringan L.14125 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan integritas kulit dan jaringan meningkat dengan kriteria hasil : 1. elastisitas meningkat 2. hidrasi meningkat 3. perfusi jaringan meningkat 4. kerusakan jaringan menurun 5. kerusakan lapisan kulit menurun 6. nyeri, perdarahan, hematoma menurun 12



9. Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen Terapeutik 10. Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trachea, jika perlu 11. Pertahankan kepatenan jalan nafas 12. Berikan oksigen tambahan, jika perlu 13. Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi 14. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengat tingkat mobilisasi pasien Edukasi 15. Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen dirumah Kolaborasi 16. Kolaborasi penentuan dosis oksigen 17. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau tidur PENCEGAHAN INFEKSI I.14539 Observasi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik Terapeutik 2. Batasi jumlah pengunjung 3. Berikan perawatan kulit pada area edema 4. Pertahankan teknik aseptik pada px beresiko tinggi Edukasi 5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 6. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar



PERAWATAN LUKA I.14564 Observasi 1. Monitor karakteristik luka (mis: drainase,warna,ukuran,bau 2. Monitor tanda –tanda inveksi Terapeutik 3. lepaskan balutan dan plester secara perlahan 4. Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu 5. Bersihkan dengan cairan NACL atau pembersih non toksik,sesuai kebutuhan 6. Bersihkan jaringan nekrotik 7. Berika salep yang sesuai di kulit /lesi, jika perlu 8. Pasang balutan sesuai jenis luka



7. suhu kulit membaik



6.



Risiko disfungsi neurovaskuler D. 0067



Neurovaskuler perifer L. 06051 setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan neurovaskuler perifer meningkat dengan kriteria hasil sbb : 1. sirkulasi arteri meningkat 2. sirkulasi vena meningkat 3. pergerakan sendi meningkat 4. nyeri menurun 5. perdarahan menurun 6. nadi membaik 7. suhu tubuh membaik



13



9. Pertahan kan teknik seteril saaat perawatan luka 10. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase 11. Jadwalkan perubahan posisi setiap dua jam atau sesuai kondisi pasien 12. Berika diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan protein1,251,5 g/kgBB/hari 13. Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis vitamin A,vitamin C,Zinc,Asam amino),sesuai indikasi 14. Berikan terapi TENS(Stimulasi syaraf transkutaneous), jika perlu Edukasi 15. Jelaskan tandan dan gejala infeksi 16. Anjurkan mengonsumsi makan tinggi kalium dan protein 17. Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri Kolaborasi 18. Kolaborasi prosedur debridement(mis: enzimatik biologis mekanis,autolotik), jika perlu 19. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu Manajemen sensasi perifer I. 06195 Observasi 1. identifikasi penyebab perubahan sensasi 2. identifikasi penggunaan alat pengikat, prostesis, sepatu, pakaian 3. periksa perbedaan sensasi tajam dan tumpul 4. periksa perbedaan sensasi panas atau dingin 5. periksa kemampuan mengidentifikasi lokasi dan tekstur benda 6. monitor terjadinya parestesia, jika perlu 7. monitor perubahan kulit 8. monitor adanya tromboflebitis dan tromboemboli vena Terapeutik 9. hindari pemakaian benda-benda yang berlebihan suhunya (terlalu dingin atau panas) Edukasi 10. anjurkan penggunaan termometer untuk menguji suhu air 11. anjurkan pengguanaan sarung tangan termal saat memasak



12. anjurkan memakai sepatu lembut dan bertumit rendah Kolaborasi 13. kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu 14. kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu



D. IMPLEMENTASI Merupakan pelaksanaan tindakan yang sudah direncanakan dengan tujuan kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal dalam rencana keperawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri (independent), saling ketergantungan/kolaborasi, dan tindakan rujukan/ ketergantungan (dependent).



E. EVALUASI Menurut (Tartowo & Wartonah, 2015) Adalah proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak dan perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan.



14



DAFTAR PUSTAKA



Smeltzer (2015). Buku Ajar Keperawatan medikal Bedah Edisi 8 volume 2. Jakarta : EGC Kowalak (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC Ruhyanudin (2013). Asuhan keperawatan penyakit dalam. Bengkulu. PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI



15