Fraktur  [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR FEMUR



OLEH : I MADE ARI PUTRA 18.321.2869 / A12 B KELOMPOK VII



PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI DENPASAR 2021



LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR FEMUR TANGGAL 15 JANUARI 2021



Mengetahui, Clinical Teacher/ CT



Mahasiswa



(Ns. Ni Luh Putu Thrisna Dewi, S.Kep., M.Kep.) NIDN. 0829098801



(I Made Ari Putra) NIM. 18.321.2869



LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR FEMUR



A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Definisi / Pengertian Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsug, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Brunner & Suddarth, 2013). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2014). Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali terganggu. Radiografi (sinar-x) dapat menunjukkan keberadaan cedera tulang, tetapi tidak mampu menunjukkan otot atau ligamen yang robek, saraf yang putus, atau pembuluh darah yang pecah sehingga dapat menjadi komplikasi pemulihan klien (Black dan Hawks, 2014). Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi tertentu, seperi degenarasi tulang atau osteoporosis (Muttaqin, 2008).



2. Klasifikasi Klasifikasi fraktur secara umum : a. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan cruris dst). b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur: 1) Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang). 2) Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang tulang). c. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah : 1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan. 2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan. 3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang samaa d. Berdasarkan posisi fragmen : 1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh. 2) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen e. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan): 1) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu: a) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya. b) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.



c) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan. d) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman sindroma kompartement. (Wahid, 2013) 2) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu : a) Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm. b) Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif. c) Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif. f. Berdasarkan bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma : 1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung. 2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga. 3) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi. 4) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain. 5) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang. g. Berdasarkan kedudukan tulangnya : 1) Tidak adanya dislokasi. 2) Adanya dislokasi : a) At axim : membentuk sudut. b) At lotus : fragmen tulang berjauhan. c) At longitudinal : berjauhan memanjang. d) At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.



h. Berdasarkan posisi frakur Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian : 1) 1/3 proksimal 2) 1/3 medial 3) 1/3 distal 4) Fraktur Kelelahan : Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang. 5) Fraktur Patologis : Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang. i. Fraktur kelelahan : fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang j. Fraktur patologis : fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.



3. Penyebab / Etiologi Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh kendaraan bermotor. Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada anak-anak, apabila tulang melemah atau tekanan ringan. (Doenges, 2013:627). Fraktur femur dapat terjadi mulai dari proksimal sampai distal. Untuk mematahkan batang femur pada orang dewasa, diperlukan gaya yang besar. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pra muda yang mengalami kecelakaan bermotor atau jatuh dari ketinggian. Biasanya, klien ini mengalami trauma multipel. Pada fraktur femur ini klien mengalami syok hipovolemik karena kehilanagan banyak darah maupun syok neurogenik karena nyeri yang sangat hebat. Penyebab fraktur femur menurut (Wahid, 2013) antara lain : a. Kekerasan Langsung Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.



b. Kekerasan Tidak Langsung Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan. c. Kekerasan Akibat Tarikan Otot Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.



4. Patofisiologi Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem dan juga kondisi



patologis



layaknya



osteoporosis.



Fragmen



tulang



yang



bergeser/rusak akibat fraktur dapat menimbulkan nyeri (akut). Hal ini juga mengakibatkan tekanan sum-sum tulang lebih tinggi di kapiler lalu melepaskan katekolamin yang mengakibatkan metabolisme asam lemak yang pada akhirnya dapat menyebabkan emboli dan penyumbatan pembuluh darah. Spasme otot juga menyebabkan protein plasma hilang karena dilepasnya histamine akibat peningkatkan tekanan kapiler yang pada akhirnya menyebabkan edema. Fragmen tulang yang rusak bergeser juga mengakibatkan gangguan fungsi eksermitas. Laserasi kulit atau luka terbuka dapat menimbulkan infeksi, karena hilang bagian pelindung tubuh paling luar (kulit).



Pathway Trauma langsung



Trauma tidak langsung



Kondisi patologis



Fraktur



Diskontinuitas tulang



Pergeseran fragmen tulang



Kerusakan fragmen tulang



Perubahan jaringan sekitar



Pergeseran fragmen tulang



Spasme otot



Deformitas



Peningkatan tekanan kapiler



Gangguan fungsi ekstermitas



Nyeri Akut



Pelepasan histamin



Tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari kapiler Melepaskan katekolamin Metabolisme asam lemak



Gangguan Mobilitas Fisik



Protein plasma hilang



Laserasi kulit



Edema



Emboli



Penekanan pembuluh darah



Menyumbat pembuluh darah



Gangguan Integritas Kulit



Perfusi Perifer Tidak Efektif



Mengenai jaringan kutis dan sub kutis



Bergabung dengan trombosit



Perdarahan Resiko Infeksi Kehilangan volume cairan



Resiko Syok (Hipovolemik) A. Patofisiologis



Akan dilakukan pembedahan



Pasien tampak cemas, pasien bertanya-tanya dengan kondisi yang dialaminya



Ansietas



Patofisiologi Fraktur : NANDA NIC NOC 2015 (Modifikasi)



5. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna. Gejala umum fraktur adalah rasa sakit, pembengkakan, dan kelainan bentuk. a. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmentulang dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. b. Setelah terjadi fraktur,bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada struktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot. c. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi). d. Saat eksremitas diperiksa dengan tangan,teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat. e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setetlah cedera (Wijaya dan Putri, 2013).



Selain itu, menurut Wahid (2013) ada beberapa manifestasi klinis fraktur femur : a. Deformitas Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti : 1) Rotasi pemendekan tulang 2) Penekanan tulang b. Bengkak muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur c. Pada tulang traumatik dan cedera jaringan lunak biasanya disertai nyeri. Setelah terjadi patah tulang terjadi spasme otot yang menambah rasa nyeri. Pada fraktur stress, nyeri biasanya timbul pada saat aktifitas dan hilang pada saat istirahat. Fraktur patologis mungkin tidak disertai nyeri. d. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya syaraf atau pendarahan) e. Pergerakan abnormal biasanya kreapitas dapat ditemukan pergerakan persendian lutut yang sulit digerakaan di bagian distal cidera.



6. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang Menurut (PERMENKES RI, 2014) pemeriksaan diagnosik meliputi: a. Foto polos Umumnya dilakukan pemeriksaan dalam proyeksi AP dan lateral, untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur. b. Pemeriksaan radiologi lainnya Sesuai indikasi dapat dilakukan pemeriksaan berikut, antara lain: radioisotope scanning tulang, tomografi, artrografi, CT-scan, dan MRI, untuk memperlihatkan fraktur dan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.



c. Pemeriksaan darah rutin dan golongan darah Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma. 1) Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal. 2) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah.



Menurut Istianah (2017) Pemeriksan Diagnostik antara lain: a. Foto rontgen (X-ray) untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur. b. Scan tulang, temogram, atau scan CT/MRIB untuk memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. c. Anteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler. d. Hitung darah lengkap, hemokonsentrasi mungkin meningkat atau menurun pada perdarahan selain itu peningkatan leukosit mungkin terjadi sebagai respon terhadap peradangan.



7. Komplikasi Komplikasi fraktur menurut Black dan Hawks (2014) antara lain : a. Komplikasi Awal 1) Kerusakan Arteri Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan. 2) Kompartement Syndrom Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala –



gejalanya mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan dengan tekanan yang berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif pada otot yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi lebih sering pada fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta (radius atau ulna). 3) Fat Embolism Syndrom Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh – pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor), tachycardia, demam, ruam kulit ptechie. 4) Infeksi System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat. 5) Avaskuler Nekrosis Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik.Hal ini paling sering mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia keluar dari



rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal yang penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat menahan beban 6) Shock Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur. 7) Osteomyelitis Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh).Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur – fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis yang lebih besar b. Komplikasi Dalam Waktu Lama 1) Delayed Union (Penyatuan tertunda) Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang. 2) Nonunion (tak menyatu) Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa. Kadang-kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan nonunion adalah tidak adanya imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari fragmen contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis. 3) Malunion 4) Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran.



8. Penatalaksanaan Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi dan kekuatan. a. Rekognisi (Pengenalan) Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka. b. Reduksi fraktur (setting tulang) Mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis.Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya dengan manipulasi dan traksi manual. Reduksi terbuka dilakukan dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi alat fiksasi interna (ORIF) dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. c. Retensi (Imobilisasi fraktur) Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna (OREF) meliputi : pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu pin, dan tehnik gips atau fiksator ekterna.Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna



(ORIF)



yang



berperan



sebagai



bidai



interna



untuk



mengimobilisasi fraktur yang dilakukan dengan pembedahan. d. Rehabilitasi (Mempertahankan dan mengembalikan fungsi) Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Latihan isometric dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan aliran darah.Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri.



Menurut Istianah (2017) penatalaksanaan medis antara lain : a. Diagnosis dan penilaian fraktur Anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan dilakukan untuk mengetahui dan menilai keadaan fraktur. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan. b. Reduksi Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran garis tulang yang dapat dicapai dengan reduksi terutup atau reduksi terbuka. Reduksi tertutup dilakukan dengan traksi manual atau mekanis untuk menarik fraktur kemudian, kemudian memanipulasi untuk mengembalikan kesejajaran garis normal. Jika reduksi tertutup gagal atau kurang memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi terbuka. Reduksi terbuka dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi internal untuk mempertahankan posisi sampai penyembuhan tulang menjadi solid. Alat fiksasi interrnal tersebut antara lain pen, kawat, skrup, dan plat. Alat-alat tersebut dimasukkan ke dalam fraktur melalui pembedahan ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Pembedahan terbuka ini akan mengimobilisasi fraktur hingga bagian tulang yang patah dapat tersambung kembali. c. Retensi Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen dan mencegah pergerakan yang dapat mengancam penyatuan. Pemasangan plat



atau traksi



dimaksudkan



untuk mempertahankan



reduksi



ekstremitas yang mengalami fraktur. d. Rehabilitasi Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin. Setelah pembedahan, pasien memerlukan bantuan untuk melakukan latihan. Menurut Kneale dan Davis (2011) latihan rehabilitasi dibagi menjadi tiga kategori yaitu :



1) Gerakan pasif bertujuan untuk membantu pasien mempertahankan rentang gerak sendi dan mencegah timbulnya pelekatan atau kontraktur jaringan lunak serta mencegah strain berlebihan pada otot yang diperbaiki post bedah. 2) Gerakan aktif terbantu dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan pergerakan, sering kali dibantu dengan tangan yang sehat, katrol atau tongkat 3) Latihan penguatan adalah latihan aktif yang bertujuan memperkuat otot. Latihan biasanya dimulai jika kerusakan jaringan lunak telah pulih, 4-6 minggu setelah pembedahan atau dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan ekstremitas atas.



B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN Menurut NANDA (2018) pengkajian merupakan tahap pertama yang paling penting dalam proses keperawatan. Pengkajian diedakan menjadi dua jenis yaitu pengkajian skrining dan pengkajian mendalam. Kedua pengkajian ini membutuhkan pengumpulan data dengan tujuan yang berbeda. Menurut PPNI (2016) pada pengkajian terdapat lima kategori dan empat belas subkategori yang diantaranya yaitu fisiologis meliputi : respirasi, sirkulasi, nutrisi dan cairan, eliminasi, aktivitas dan istirahat, neurosensory, reproduksi dan seksualitas, pada psikologis meliputi : nyeri dan kenyamanan, integritas ego, pertumbuhan & perkembangan, pada perilaku meliputi : kebersihan diri, penyuluhan & pembelajaran, pada relasional meliputi : interaksi social, dan pada lingkungan meliputi : keamanan



dan proteksi.



Keberhasilan proses keperawatan sangat



bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:



Pengumpulan Data a. Anamnesa 1) Identitas Klien Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis. 2) Keluhan Utama Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan: a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri. b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk. c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi. d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan menerangkan



seberapa



jauh



rasa



skala nyeri atau klien sakit



mempengaruhi



kemampuan fungsinya. e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari. 3) Riwayat Penyakit Sekarang Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan



mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain. 4) Riwayat Penyakit Dahulu Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang. 5) Riwayat Penyakit Keluarga Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetic. 6) Riwayat Psikososial Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. 7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan Menurut (Wahid, 2013) sebagai berikut : a) Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak



b) Pola Nutrisi dan Metabolisme Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi



terhadap



menentukan



pola



nutrisi



penyebab



masalah



klien



bisa



membantu



muskuloskeletal



dan



mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang



merupakan



faktor



predisposisi



masalah



muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien c) Pola Eliminasi Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan



pada



pola



eliminasi



uri



dikaji



frekuensi,



kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. d) Pola Tidur dan Istirahat Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur. e) Pola Aktivitas Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain



f) Pola Hubungan dan Peran Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap g) Pola Persepsi dan Konsep Diri Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image). h) Pola Sensori dan Kognitif Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur i) Pola Reproduksi Seksual Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya j) Pola Penanggulangan Stress Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif. k) Pola Tata Nilai dan Keyakinan Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien



8) Pemeriksaan Fisik Menurut (wahid, 2013) pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam. a) Gambaran Umum, Perlu menyebutkan:Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti : 1. Kesadaran



penderita:



apatis,



sopor,



koma,



gelisah,



komposmentis tergantung pada keadaan klien. 2. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut. 3. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk. b) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin 1. Sistem Integumen Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan. 2. Kepala Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala. 3. Leher Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada. 4. Muka Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema. 5. Mata Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi perdarahan).



6. Telinga Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan. 7. Hidung Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung. 8. Mulut dan Faring Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat. 9. Thoraks Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris. 10. Paru Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru. Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama. Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya. Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi. 11. Jantung Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung. Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba. Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur. 12. Abdomen Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi : Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba. Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi : Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit. 13. Inguinal-Genetalia-Anus Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.



c) Keadaan Lokal Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama



mengenai



status



neurovaskuler



(untuk



status



neurovaskuler : 5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah: (1) Look (inspeksi) Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain: 1. Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi). 2. Cape au lait spot (birth mark). 3. Fistulae. 4. Warna



kemerahan



atau



kebiruan



(livide)



atau



hyperpigmentasi. 5. Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan halhal yang tidak biasa (abnormal). 6. Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas) 7. Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa) (2) Feel (palpasi) Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien. Yang perlu dicatat adalah: 1. Perubahan



suhu



disekitar



trauma



(hangat)



dan



kelembaban kulit. Capillary refill time Normal > 2 detik. 2. Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian. 3. Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal). Otot : tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada



tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan



permukaannya,



konsistensinya,



pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya. 4. Move (pergerakan terutama lingkup gerak) Setelah



melakukan



pemeriksaan



feel,



kemudian



diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi



keadaan sebelum



dan sesudahnya.



Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.



2. DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik b. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kerusakan integritas tulang, penurunan kendali, kekuatan, dan masa otot, gangguan musculoskeletal dan neuromuscular, nyeri c. Perfusi Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan kekurangan volume cairan, kurang aktivitas fisik d. Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi, kekurangan volume cairan, penurunan mobilitas, faktor mekanis (fraktur femur) e. Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan, kurang terpapar informasi f. Resiko Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan, kehilangan cairan secara aktif



g. Resiko



Infeksi



berhubungan



dengan



efek



prosedur



infasif,



ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer (kerusakan integritas kulit)



3. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN Diagnosa Keperawatan Nyeri



Tujuan dan Kriteria Hasil



Akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24



berhubungan



agen jam, diharapkan tingkat



dengan



pencedera fisik



Rencana Intervensi Manajemen Nyeri a. Identifikasi



lokasi, a. Mengetahui nyeri pasien untuk



karakteristik,



durasi,



nyeri pasien berkurang,



frekuensi,



dengan kriteria hasil :



intensitas nyeri, skala



a. TTV dalam batas normal - TD : 110-125/60-70



kualitas,



b. Berikan



nonfarmakologis



- Nadi : 700-80



nyeri, misalnya teknik



x/menit



relaksasi dan distraksi



- Suhu : 36-36,9o C



(teknik



- Respirasi : 16-20



genggam jari, terapi



berkurang c. Pasien tidak gelisah dan meringis kesakitan d. Nafsu makan dan pola tidur pasien membaik



dalam



pemberian intervensi yang tepat



teknik b. Mengurangi intensitas nyeri pada



untuk mengurangi rasa



b. Keluhan nyeri pasien



mengidentifikasi



nyeri



mmHg



x/menit



Rasional



pijat,



pasien dan pasien rileks



relaksasi



terapi



teknik



musik, imajinasi



terbimbing). c. Jelaskan



penyebab, c. Agar



pasien



mampu



dan



periode, pemicu nyeri,



memahami mengenai nyeri yang



dan



dialami dan cara meredakan nyeri



strategi



meredakan nyeri



tersebut



d. Kolaborasi pemberian d. Merupakan analgesik, jika perlu



salah



satu



management nyeri/terapi lanjutan untuk pasien



Gangguan



Fisik keperawatan selama …x 24



Mobilitas berhubungan dengan integritas



Setelah dilakukan asuhan



jam, diharapkan mobilitas



kerusakan fisik pasien kembali normal, tulang, dengan kriteria hasil :



Dukungan Mobilisasi a. Identifikasi nyeri



atau



fisik lainnya b. Fasilitasi



adanya a. Mengetahui adanya nyeri atau keluhan



keluhan lain agar dapat diberikan intervensi yang tepat



aktivitas b. Alat bantu digunakan agar nyeri



penurunan kendali, kekuatan, dan masa otot,



gangguan



musculoskeletal dan neuromuscular, nyeri



a. Pergerakan ekstremitas pasien meningkat b. Kekuatan otot pasien meningkat c. Rentang gerak (ROM)



mobilisasi dengan alat



yang dirasakan pasien berkurang



bantu misalnya pagar



dan kondisi pasien tidak semakin



tempat tidur



parah



c. Jelaskan tujuan dan c. Menjelaskan prosedur mobilisasi



pasien meningkat d. Nyeri yang dirasakan



prosedur



dilakukannya



mobilisasi



pasien



keluarga



serta



agar pasien



mengetahui manfaat dan tujuan



pasien



dilakukannya latihan mobilisasi



berkurang/hilang e. Pasien tidak mengalami kelemahan fisik



d. Ajarkan



mobilisasi d. Mobilisasi sederhana dilakukan



sederhana yang harus



agar kondisi pasien tidak semakin



dilakukan,



parah



misalnya



duduk ditempat tidur, duduk disisi tempat tidur,



pindah



dari



tempat tidur ke kursi e. Kolaborasi



Perfusi



Perifer Setelah dilakukan asuhan



Tidak



Efektif keperawatan selama …x24



berhubungan



ahli fisioterapi, jika



management nyeri/terapi lanjutan



perlu



untuk pasien



Perawatan Sirkulasi a. Monitor



panas, a. Mengetahui kondisi pasien untuk



kemerahan, nyeri, atau



dapat melakukan intervensi lenih



dengan kekurangan perifer pasien kembali



bengkak



lanjut



volume



ekstremitas



kurang fisik



jam, diharapkan perfusi



dengan e. Kolaborasi merupakan salah satu



cairan, normal, dengan kriteria aktivitas hasil: a. Nyeri ekstremitas berkurang b. Pasien tidak



pada



b. Hindari



pemasangan b. Tujuan menghindari hal tersebut



infus,



pengambilan



adalah agar kondisi pasien tidak



darah,



pengukuran



semakin parah setelah dilakukan



tekanan



mengalami kelemahan



penekanan



otot



pemasangan



c. Akral ekstremitas pasien membaik d. Turgor kulit pasien kembali elastis



tourniquet ekstremitas



darah,



intervensi



dan



pada dengan



keterbatasan perfusi c. Anjurkan melakukan c. Diharapkan kulit pasien tetap



perawatan kulit yang



lembab



tepat,



terjadinya



misalnya



melembabkan



kulit



kering



pada



untuk



mengurangi



kerusakan



pada



integritas kulit pasien



ekstremitas d. Kolaborasi dokter



dengan d. Kolaborasi merupakan alternatif



jika



kondisi



pasien semakin parah Gangguan



Setelah dilakukan asuhan Kulit keperawatan selama …x24



Integritas berhubungan



jam, diharapkan integritas



lanjutan yang diberikan kepada pasien



Perawatan Integritas Kulit a. Identifikasi penyebab a. Agar



dapat



menentukan



gangguan



integritas



intervensi yang akan diberikan



dengan perubahan kulit pasien kembali



kulit



misalnya



selanjutnya



sirkulasi,



penurunan mobilitas



normal, dengan kriteria



kekurangan volume hasil: cairan,



penurunan



mobilitas, mekanis



faktor (fraktur



femur)



a. Kulit pasien kembali elastis



b. Lakukan



pemijatan b. Pemijatan



pasien berkurang



dengan



pada area penonjolan



gerakan ringan dan diharapkan



tulang, jika perlu



mampu mengurangi terjadinya



b. Kerusakan lapisan kulit dan jaringan



dilakukan



kerusakan pada kulit c. Ubah posisi 2 jam jika c. Agar kulit pasien terjaga dan tirah baring



mendapatkan sirkulasi udara yang



c. Nyeri pasien berkurang



cukup



d. Tidak terjadi pendarahan kan



d. Anjurkan



d. Diharapkan kulit pasien tidak



kemerahan pada kulit



menggunakan



lembab



pasien



pelembab,



lotion



e. Perfusi jaringan pasien meningkat



misalnya



setelah



menggunakan



lotion e. Kolaborasi dokter



dengan e. Kolaborasi merupakan alternatif



jika



kondisi



pasien semakin parah



lanjutan yang diberikan kepada pasien



Ansietas



Setelah dilakukan asuhan



berhubungan



keperawatan selama …x24



dengan



jam, diharapkan tingkat



kekhawatiran



ansietas/kecemasan pasien



agar dapat menentukan intervensi



mengalami



berkurang, dengan kriteria



selanjutnya



kegagalan, kurang hasil: terpapar informasi



a. Pasien tidak gelisah



Reduksi Ansietas a. Monitor



tanda-tanda a. Perlu diketahui bagaimana tanda-



ansietas



tanda pasien mengalami ansietas



b. Motivasi mengidentifikasi



b. Diharapkan



kecemasan



pasien



berkuang saat diberikan motivasi



dan tegang b. Verbalisasi kebingungan dan



situasi yang memicu



oleh orang terdekat pasien



kecemasan c. Informasikan



secara c. Diharapkan



kecemasan



saat



faktual



yang dihadapi



diagnosis, pengobatan,



diberikan



menurun



dan prognosis



kondisi yang dialami oleh pasien



d. Latih teknik relaksasi



normal - TD : 110-125/60-70 mmHg - Nadi : 700-80



mengalami



tidak



khawatir akibat kondisi



c. TTV dalam batas



mengenai



pasien



d. Diharapkan



informasi



mengenai



relaksasi



dapat



mengurangi kecemasan pasien e. Kolaborasi pemberian e. Kolaborasi merupakan alternatif obat antiansietas, jika



lanjutan yang diberikan kepada



perlu



pasien



x/menit - Suhu : 36-36,9o C - Respirasi : 16-20 x/menit d. Pola tidur pasien membaik



Resiko



Setelah dilakukan asuhan



Hipovolemia



keperawatan selama …x24



berhubungan



jam, diharapkan status



Manajemen Hipovolemia a. Periksa



tanda



gejala



dan a. Mengetahui tanda dan gejala



hipovolemia



dengan kekurangan cairan pasien kembali



(misalkan



intake



cairan, normal, dengan kriteria



nadi meningkat, nadi



kehilangan



cairan



teraba lemah, tekanan



secara aktif



hasil: a. Frekuensi nadi pasien membaik b. Tekanan darah dan nadi pasien membaik c. Membrane mukosa pasien lembab d. Kadar Hb dan Ht pasien membaik



terjadinya hipovolemia



frekuensi



darah



menurun,



tekanan



nadi



menyempit,



turgor



kulit



menurun,



membran



mukosa



kering) b. Hitung cairan



kebutuhan b. Diharapkan mampu menambah dan



berikan



asupan cairan oral



kebutuhan



cairan



pasien



dan



mengetahui status cairan pasien



c. Anjurkan



c. Diharapkan



memperbanyak



kebutuhan



cairan



pasien dapat terpenuhi



asupan cairan oral d. Kolaborasi pemberian d. Diharapkan cairan IV



pasien



kebutuhan terpenuhi



cairan dengan



diberikannya cairan tambahan Resiko



Infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x24



berhubungan dengan kronis



penyakit jam, diharapkan tingkat dan



efek infeksi pasien berkurang,



prosedur invasif



dengan kriteria hasil: a. Pasien tidak demam (suhu normal menurut o



WHO : 36-36,9 C) b. Nyeri pasien berkurang



Pencegahan Infeksi a. Monitor gejala



tanda infeksi



kemerahan



lokal



pasien mengalami suatu infeksi



dan sistemik b. Cuci



tangan b. Mencegah terjadinya infeksi pada



sebelumdan



sesudah



kontak dengan pasien



pasien maupun tenaga kesehatan lainnya



dan lingkungan pasien c. Jelaskan



tanda



gejala infeksi



c. Ekstremitas pasien tidak bengkak dan



dan a. Mengetahui tanda dan gejala



dan c. Diharapkan pasien mengetahui tanda dan gejala infeksi yang dialami



d. Kolaborasi pemberian d. Merupakan terapi lanjutan yang imunisasi



diberikan kepada pasien



4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai peningkatan kesehatan baik yang dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi dan rujukan (Nursallam, 2011). Berikut ini metode dan langkah persiapan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat : 1) Memahami rencana keperawatan yang telah ditentukan, 2) Menyiapkan tenaga dan alat yang diperlukan. 3) Menyiapkan lingkungan terapeutik. 4) Membantu dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. 5) Memberikan asuhan keperawatan langsung. 6) Mengkonsulkan dan memberi penyuluhan pada klien dan keluarganya. Implementasi



dari



asuhan



keperawatan



juga



membutuhkan



pengetahuan tambahan keterampilan dan personal. Setelah implementasi, perawat menuliskan dalam catatan klien deskripsi singkat dari pengkajian keperawatan, Prosedur spesifik dan respon klien terhadap asuhan keperawatan atau juga perawat bisa mendelegasikan implementasi pada tenaga



kesehatan lain termasuk memastikan bahwa



orang yang



didelegasikan terampil dalam tugas dan dapat menjelaskan tugas sesuai dengan standar keperawatan.



5. EVALUASI KEPERAWATAN Evaluasi keperawatan menurut Tarwoto & Wartonah (2015), merupakan tindakan akhir dalam proses keperawatan. Menurut Deswani (2011), evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil. Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan perawat untuk



menentukan



apakah



intervensi



keperawatan



telah



berhasil



meningkatkan kondisi pasien. Menurut Nursalam, 2011, evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu : a. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai b. Evaluasi sumatif, merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini menggunakan SOAP : S



: Data yang didapatkan melalui keluhan pasien



O : Data yang diamati atau di observasi oleh perawat dan tenaga medis lainnya A : Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan tindakan P : Rencana yang akan dilakuakan, bila tujuan tersebut tidak tercapai No. Dx.



Evaluasi Diagnosa Nyeri Akut diharapkan memenuhi kriteria hasil, yaitu : a. TTV dalam batas normal - TD : 110-125/60-70 mmHg - Nadi : 700-80 x/menit



1



- Suhu : 36-36,9o C - Respirasi : 16-20 x/menit b. Keluhan nyeri pasien berkurang c. Pasien tidak gelisah dan meringis kesakitan d. Nafsu makan dan pola tidur pasien membaik



Diagnosa Gangguan Mobilitas Fisik diharapkan memenuhi kriteria hasil, yaitu : a. Pergerakan ekstremitas pasien meningkat 2



b. Kekuatan otot pasien meningkat c. Rentang gerak (ROM) pasien meningkat d. Nyeri yang dirasakan pasien berkurang/hilang e. Pasien tidak mengalami kelemahan fisik Diagnosa Perfusi Perifer Tidak Efektif diharapkan memenuhi kriteria hasil, yaitu :



3



a. Nyeri ekstremitas berkurang b. Pasien tidak mengalami kelemahan otot c. Akral ekstremitas pasien membaik d. Turgor kulit pasien kembali elastis Diagnosa Gangguan Integritas Kulit diharapkan memenuhio kriteria hasil, yaitu : a. Kulit pasien kembali elastis



4



b. Kerusakan lapisan kulit dan jaringan pasien berkurang c. Nyeri pasien berkurang d. Tidak terjadi pendarahan kan kemerahan pada kulit pasien e. Perfusi jaringan pasien meningkat Diagnosa Ansietas diharapkan memenuhi kriteria hasil, yaitu : a. Pasien tidak gelisah dan tegang b. Verbalisasi kebingungan dan khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun c. TTV dalam batas normal



5



- TD : 110-125/60-70 mmHg - Nadi : 700-80 x/menit - Suhu : 36-36,9o C - Respirasi : 16-20 x/menit d. Pola tidur pasien membaik



Diagnosa Resiko Hipovolemia diharapkan memenuhi kriteria hasil, yaitu : 6



a. Frekuensi nadi pasien membaik b. Tekanan darah dan nadi pasien membaik c. Membrane mukosa pasien lembab d. Kadar Hb dan Ht pasien membaik Diagnosa Resiko Infeksi diharapkan memenuhi kriteria hasil, yaitu :



7



a. Pasien tidak demam (suhu normal menurut WHO : 3636,9o C) b. Nyeri pasien berkurang c. Ekstremitas pasien tidak bengkak dan kemerahan



DAFTAR PUSTAKA



Brunner, Suddarth. 2015. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3.EGC. Jakarta Carpenito, LJ. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC Heather, Herdman. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 20122014. Jakarta: EGC. Mansjoer, A dkk. 2013. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius Smeltzer, S.C., 2013, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta. Carpenito (2013), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6, EGC, Jakarta Doenges at al (2015), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta Herman Santoso, dr., SpBO (2016), Diagnosis dan Terapi Kelainan Sistem Muskuloskeletal, Diktat Kuliah PSIK, tidak dipublikasikan. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1, Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1, Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Muttaqin,



Arif.



2008.



Asuhan



Keperawatan



Klien



Gangguan



Sistem



Muskuloskletal. Jakarta; EGC. Wahid, Abdul. 2013. Asuhan



Keperawatan Dengan



Gangguan



Sistem Muskuloskeletal. Jakarta; Trans Info Media. Wijaya, Andra Saferi dan Yessie Mariza Putri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh ASKEP. Jakarta :Nuha Medika.



FORMAT LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN FORMAT GORDON



ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. T DENGAN DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR FEMUR DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WANGAYA TANGGAL 11-17 JANUARI 2021



I. PENGKAJIAN 1. Identitas 1. Identitas Pasien Nama



: Tn. T



Umur



: 43 Tahun



Agama



: Hindu



Jenis Kelamin



: Laki-Laki



Status



: Menikah



Pendidikan



: SMA



Pekerjaan



: Pegawai Swasta



Suku Bangsa



: Indonesia



Alamat



: Dusun Mengwi, Badung



Tanggal Masuk



: 11 Januari 2021



Tanggal Pengkajian : 11 Januari 2021 No. Register



: 1932129



Diagnosa Medis



: Fraktur Femur



2. Identitas Penanggung Jawab Nama



: Ny. S



Umur



: 43 tahun



Hub. Dengan Pasien : Istri Pasien Pekerjaan



: Ibu Rumah Tangga



Alamat



: Dusun Mengwi, Badung



2. Status Kesehatan 1. Status Kesehatan Saat Ini 1. Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini) Saat MRS



: pasien datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya dalam keadaan kesakitan karena mengalami kecelakaan lalu lintas



Saat ini



: saat dilakukan pengkajian, pasien mengatakan nyeri dengan skala 6 dan semakin sakit jika kaki kanan pasien digerakkan



2. Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan penyakit saat ini Pasien dibawa ke UGD RSUD Wangaya karena kecelakaan lalu lintas. Saat dilakukan pengkajian, pasien tampak kesakitan, skala nyeri 6, kaki pasien tampak bengkak, pasien mengatakan nyeri yang dirasakan semakin hebat dika kaki kanannya digerakkan. Saat ini pasien sudah dipindahkan ke ruang bedah untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut oleh dokter maupun tenaga medis lainnya.



3. Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah mengalami kecelakaan yang menyebabkan pasien harus dibawa ke rumah sakit. Pasien mengatakan sebelumnya jika pasien mengalami nyeri, pasien minum obat pereda nyeri.



2. Satus Kesehatan Masa Lalu 1. Penyakit yang pernah dialami Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah mengalami penyakit yang serius.



2. Pernah dirawat Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah dirawat dirumah sakit manapun.



3. Alergi Pasien mengatakan tidak memiliki alergi makanan ataupun obat-obatan.



4. Kebiasaan (merokok/kopi/alkohol dll) Pasien mengatakan memiliki kebiasaan minum kopi pada pagi hari.



3. Riwayat Penyakit Keluarga Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit keluarga



4. Diagnosa Medis dan therapy Diagnosa Medis : Fraktur Femur Nama Obat Infus RL



Dosis 20 tpm



Rute Intravena



Indikasi Sebagai cairan hidrasi dan elektrolit serta sebagai agen alkalisator



Ceftriaxone



2 x 1 gram



Injeksi



Untuk



mengobati



infeksi



Intravena



bakteri



seperti



kencing



nanah (gonore) dan infeksi bakteri lainnya. Obat ini juga



digunakan



operasi



untuk



sebelum mencegah



infeksi. Keterolac



3 x 30 mg



Injeksi



Untuk



Intravena



jangka



penatalaksanaan pendek



terhadap



nyeri akut sedang sampai berat setelah prosedur bedah



3. Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual) a.Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan Pasien mengatakan bahwa penyakit yang diderita adalah penyakit medis dan jika pasien mengalami kondisi yang semakin memburuk, pasien dan keluarga pasien akan berobat ke klinik maupun rumah sakit terdekat dengan rumahnya.



b. Pola Nutrisi-Metabolik • Sebelum sakit



:



Sebelum sakit, pasien mengatakan dapat makan dan minum seperti biasanya dan secara normal yaitu 3x sehari • Saat sakit



:



Saat pengkajian, pasien mengatakan tidak nafsu makan, hanya saja saat ini pasien merasakan nyeri pada kaki kanannya



c. Pola Eliminasi 1) BAB • Sebelum sakit



:



Sebelum sakit, pasien mengatakan dapat BAB seperti biasanya, tidak memiliki masalah apapun • Saat sakit



:



Saat pengkajian pasien mengatakan belum dapat BAB dikarenakan asupan makanannya kurang dan tidak bisa kekamar mandi oleh karena nyeri yang dialami pasien



2) BAK • Sebelum sakit



:



Sebelum sakit, pasien mengatakan dapat BAK secara normal dan tidak memiliki masalah apapun • Saat sakit



:



Saat pengkajian, pasien mengatakan BAK tidak teratur. Pasien mengatakan jika ingin BAK, Pasien meminta bantuan keluarganya



d. Pola aktivitas dan latihan 1) Aktivitas Kemampuan



0



1



2



3



4



Perawatan Diri Makan dan minum







Mandi



√ √



Toileting Berpakaian Berpindah



√ √



0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4: tergantung total



2) Latihan • Sebelum sakit Sebelum sakit, pasien mengatakan dapat beraktivitas sesuai kebutuhan dan kemampuannya. • Saat sakit Saat pengkajian, pasien mengatakan tidak dapat beraktivitas banyak dikarenakan setiap ingin berubah posisi, nyeri yang dialaminya semakin bertambah



e. Pola kognitif dan Persepsi Pasien mengatakan kondisi yang dialami oleh pasien yaitu fraktur, baru diketahui saat pasien diberikan penanganan dan diperiksa di rumah sakit. Fungsi panca indra pasien tampak normal, tidak ada gangguan.



f. Pola Persepsi-Konsep diri -



Citra diri : pasien mengatakan tidak merasa malu dengan dirinya sendiri



-



Harga diri : pasien mengatakan tidak merasa malu dengan penyakit yang dialaminya



-



Ideal diri : pasien berharap agar penyakit yang dialaminya saat ini dapat segera sembuh



-



Identitas diri : pasien berjenis kelamin laki-laki



-



Peran diri : pasien mengatakan bahwa beliau adalah seorang ayah dan bekerja sebagai pegawai swasta



g. Pola Tidur dan Istirahat • Sebelum sakit



:



Sebelum sakit, pasien mengatakan tidur teratur dirumah pada malam hari kira-kira dari pukul 21.00-06.00 setiap harinya. Hanya saja pada siang hari pasien tidak dapat beristirahat dikarenakan pasien bekerja sebagai pegawai swasta • Saat sakit



:



Saat pengkajian, pasien mengatakan waktu istirahatnya terganggu dikarenakan nyeri yang dirasakan serta kondisi rumah sakit yang selalu bising. Pasien juga mengatakan selalu merasa gelisah, cemas dan takut.



h. Pola Peran-Hubungan Pasien mengatakan bahwa pasien dapat berinteraksi dengan baik dan pasien tidak memiliki masalah dengan anggota keluarganya maupun tetangga disekitar rumahnya



i. Pola Seksual-Reproduksi • Sebelum sakit



:



Pasien mengatakan bahwa pasien berjenis kelamin laki-laki dan tidak pernah mengalami masalah pada alat genetalianya • Saat sakit



:



Pasien mengatakan mempunyai 2 orang anak, 1 orang laki-laki dan 1 orang perempuan



j. Pola Toleransi Stress-Koping Pasien mengatakan jika pasien mempunyai suatu masalah, beliau akan membicarakan masalah tersebut kepada istri, anak, maupun anggota keluarganya yang lain. Saat dilakukan pengkajian, pasien mengatakan cemas terhadap kondisi yang dialaminya, pasien takut ia tidak akan bisa beraktivitas seperti biasanya. Selain itu pasien juga tampak bertanya-tanya terkait kondisi yang dialaminya saat ini.



k. Pola Nilai-Kepercayaan Pasien mengatakan menganut agama Hindu dan selalu berdoa kepada tuhan untuk kesembuhannya



4. Pengkajian Fisik a. Keadaan umum : lemah Tingkat kesadaran : komposmetis / apatis / somnolen / sopor/ koma GCS



: verbal : 5, Motorik : 6, Mata : 4



b. Tanda-tanda Vital : Nadi = 110 x/menit, Suhu = 36,7o C, TD = 100/60 mmHg, RR = 24 x/menit c. Keadaan fisik a. Kepala dan leher -



:



Kepala Inspeksi : kepala pasien bersih, tidak ada lesi, persebaran rambut merata, rambut pasien tampak adanya uban Palpasi



-



: tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan



Mata Inspeksi : mata pasien simetris, konjungtiva an anemis, sklera an ikterik, pergerakan bola mata simetris Palpasi



-



: tidak ada nyeri tekan ataupun benjolan pada mata pasien



Hidung Inspeksi : lubang hidung pasien simetris, persebaran rambut hidung merata, hidung pasien tampak bersih, tidak ada cairan yang keluar dari hidung pasien Palpasi



: tidak ada nyeri tekan pada ketiga sinus



-



Telinga Inspeksi : telinga pasien simetris, telinga pasien bersih, tidak ada lesi Palpasi



-



: tidak ada nyeri tekan maupun benjolan pada telinga pasien



Mulut Inspeksi : mukosa mulut kering, gigi tampak bersih, tidak ada karies gigi, tidak ada pembesaran tonsil Palpasi



-



: tidak ada nyeri tekan ataupun benjolan pada mulut pasien



Leher Inspeksi : leher pasien simetris, tidak ada lesi Palpasi



: tidak ada nyeri tekan pada leher pasien, tidak ada pembengkakan vena jugularis, tidak ada benjolan pada leher pasien



b. Dada : • Paru Inspeksi



: Bentuk dan kesimetrisan kanan dan kiri sama, tidak terdapat jejas (luka) kedalaman retraksi tidak ada, pernafasan meningkat



Palpasi



: Vokal premitus (Tujuh puluh jutuh ) getaran kanan dan kiri sama, tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan



Perkusi



: ICS 2,4,6 Suara normal sonor



Auskultasi : Suara nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan • Jantung Inspeksi



: Tidak tampak iktus jantung



Palpasi



: letak jantung pada ICS 4-6 linea midclavikularis kiri, tidak ada nyeri tekan maupun benjolan, nadi meningkat



Perkusi



: ICS 4,5 Sinistra suara normal dallnes



Auskultasi : ICS 5,6 Mid clavicula sinistra suara normal S1+S2 tunggal reguler



c. Payudara dan ketiak : -



Payudara Inspeksi : payudara simetris antara kanan dan kiri, persebaran rambut payudara merata Palpasi



-



: tidak ada nyeri tekan maupun benjolan pada payudara pasien



Ketiak Inspeksi : persebaran ramput ketiak pasien merata, tidak terdapat lesi Palpasi



d. Abdomen Inspeksi



: tidak terdapat nyeri tekan ataupun benjolan pada ketiak pasien : : perut pasien tampak simetris, tidak ada penonjolan yang tampak, tidak tampak adanya hernia



Auskultasi



: terdengar sising usus pasien 22x/menit



Perkusi



: terdengar suara timpani



Palpasi



: tidak ada nyeri tekan, tidak ada penonjolan, hepar teraba



e. Genetalia



:



Genetalia pasien bersih, tidak ada masalah f. Integumen : Inspeksi



: Kulit pasien berwarna sawo matang, persebaran rambut merata, tidak ada lesi, akral teraba hangat



Palpasi g. Ekstremitas •



: tidak ada nyeri tekan, tidak ada odem :



Atas Inspeksi



: tangan pasien simetris, tidak ada luka, tidak ada odem



Palpasi



: turgor kulit elastis, tidak ada nyeri tekan, CRT