Franchise [PDF]

  • Author / Uploaded
  • hazby
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Perkembangan usaha melalui sistem franchise (waralaba) di Indonesia saat ini mulai tumbuh dengan pesat. Sebagai suatu cara pemasaran dan distribusi,



franchise



merupakan



alternatif



lain



di



samping



saluran



konvensional yang dimiliki perusahaan sendiri. Cara ini memungkinkan untuk mengembangkan saluran eceran yang berhasil tanpa harus membutuhkan investasi besar-besaran dari perusahaan induknya. Bisnis francishing bagaimanpun bentuknya, bertujuan untuk memperpanjang atau memperlebar dunia bisnis dan industri. Hal ini tidak dapat disamakan dengan bisnis penyewaan seragam ataupun dokter gigi. Aktivitas ini dapat digunakan di banyak kegiatan ekonomis dimana sistemnya terbentuk karena ada manufacturer, proses, dan/atau distribusi barang-barang atau usaha pemberian jasa. Dalam perkembangan ekonomi pasar di banyak negara, penjualan barang dan jasa melalui model franchising tumbuh dengan pesat sejak tahun 1950-an. Di Amerika Serikat misalnya, banyaknya bentuk franchising terdapat lebih dari tiga digit retail sales yang berkembang. Di Australia diperkirakan banyaknya franchise fast food untuk 90% atau lebih dari total penjualan dalam suatu pasar. Ini semua merupakan laporan yang setidaknya mewakili bahwa franchising dipraktikkan secara bersamaan oleh lebih dari 70 negara di selurug negara (Suyud Margono dan Amir Angkasa, 2002: 67).



Cepatnya perkembangan dan suksesnya bisnis waralaba ini disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor yang paling mendasar adalah bisnis ini merupakan kombinasi dari pengetahuan dan kekuatan satu usaha bisnis yang sudah ada/mapan. Pemilik nama bisnis franchising (franchisor) dengan semangat entrepreneur sebagai pelaku bisnis di satu pihak. Di lain pihak, terdapat penerima franchising (franchisee) yang dengan segala kemungkinan dapat mengembangkan beberapa bisnis franchising berdasarkan kondisi pasar setempat. Bagaimanapun juga, bisnis ini hanya dapat dijalankan oleh organisasi yang stabil yang dapat berkembang, termotivasi, dan sungguhsungguh menjalankan inti bisnis kecil dengan penuh semangat. Pada saat sekarang ini, franchising yang ada merupakan “generasi kedua”, yang biasa disebut dengan ”format bisnis franchise.” Format bisnis franchise pada dasarnya adalah suatu pembiakan komersial dimana franchisor yang mempunyai produk atau jasa yang ingin dijual, lalu perusahaan tersebut memilih untuk tidak memperluas usahanya sendiri, melainkan menjual hak untuk menggunakan namanya, produk atau jasanya kepada franchisee yang menjalankan tokonya secara semi-independen. Dalam hal ini, franchisor menyediakan paket yang mencakup pengetahuan (know-how) dari usahanya (Wirjono Prodjodikoro, 1992: 11). Prosedur operasi penyediaan produk dan cara promosi penjualan. Sedangkan franchisee umumnya membayar sejumlah uang kepada franchisor dan menyediakan dana untuk menyiapkan toko, mengadakan sediaan, membeli peralatan, dan membayar royalty. Di antara beberapa usaha di Tulungagung yang mengembangkan usaha dan bisnis secara franchise atau waralaba adalah Fried chicken “Ayam Super”.



Dalam beberapa bulan terakhir, fried chicken “Ayam Super” ini secara ekspansif telah melakukan pengembangan usaha franchise di kota marmer. Hal ini dapat dilihat dengan tumbuhnya gerai baru hingga ke pelosok desa. Keberadaan gerai-gerai baru dan yang sudah ada sebelumnya dari bisnis ini menandakan suatu perkembangan bisinis franchise yang semakin subur B. Permasalahan Didasarkan atas latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka pokok permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah: bagaimanakah sejarah dan perkembangan usaha sistem franchise di Indonesia dan bagaimanakah sistem franchise “Ayam Super” di Tulungagung?



BAB II PEMBAHASAN



A. Tinjauan Umum tentang Franchise 1. Peristilahan dan Definisi Franchise Franchise dalam bahasa Indonesia disebut dengan istilah waralaba. Franchise berasal dari bahasa Perancis, yang berarti bebas atau bebas dari penghambaan atau perbudakan. Bila dihubungkan dalam konteks usaha, franchise berarti kebebasan yang diperoleh seseorang untuk menjalankan sendiri suatu usaha tertentu di wilayah tertentu. Sehingga pewaralabaan (franchising) merupakan suatu aktivitas dengan sistem waralaba (franchise)



yaitu



suatu



sistem



keterkaitan



usaha



yang



saling



menguntungkan antara pemberi waralaba (franchisor) dan penerima waralaba (franchisee) (Iman Sjahputra Tunggal, 2004:1). Sedangkan PH Collin (Gunawan Widjaja, 2001:7) dalam Law dictionary mendefinisikan Franchise sebagai “Lisence to trade using a brand name and paying a royalty for it” dan Frachising untuk pewaralabaan didefinisikan sebagai “Act of selling a lisence to trade as a franchise”. Definisi tersebut menekankan pada pentingnya peran nama dagang dalam pemberian waralaba dengan imbalan royalti.



Berbeda dengan definisi yang terdapat dalam Black’s Law Dictionary, Franchise didefinisikan sebagai: A special privilege granted or sold, such as to use name or to sell products or services. In its simple terms, a franchise is a licence from owner of a trademark or trade name permitting another to sell a product or service under that name or mark. More broadly stated, a franchise has involved into an elaborate agreement under which the franchisee undertakes to conduct a business or sell a product or service in accordance with methods and procedures prescribed by the franchisor, and the franchisor undertakes to assist the franchisee trough advertising, promotion and other advisory services. Pada rumusan tersebut ditunjukan waralaba menekankan pada pemberian hak untuk menjual produk berupa barang atau jasa dengan memanfaatkan merek dagang franchisor (pemberi waralaba) di mana pihak franchisee (penerima waralaba) berkewajiban untuk mengikuti metode dan tata cara atau prosedur yang telah ditetapkan oleh pemberi waralaba. Dalam kaitannya dengan pemberian izin dan kewajiban pemenuhan standar dari pemberi waralaba, pemberi waralaba akan memberikan bantuan pemasaran, promosi maupun bantuan teknis lainnya agar penerima waralaba dapat menjalankan usaha dengan baik. Menurut Black’s Law Dictionary, pemberian waralaba ini didasarkan pada suatu franchisee agreement (Gunawan Widjaja, 2001:7). Menurut IFA (International Franchise Association) Franchise atau Waralaba merupakan : “…Continuing relationship in which the franchisor provides a licensed privilege to do business, plus assistance in organizing, training, merchandising and management…” . Waralaba adalah suatu hubungan yang terus menerus dimana franchisor memberikan ijin istimewa untuk melakukan bisnis beserta bantuan untuk mengorganisir, melatih, menjual dan mengatur. Sementara dalam pertemuan ilmiah yang dilaksanakan di Jakarta oleh IPPM pada tanggal 25 Juni 1991 mengenai konsep perdagangan baru yang disebut dengan istilah waralaba yang merupakan sistem pemasaran vertikal, dikemukakan beberapa definisi waralaba, sebagai berikut:



a. Franchise atau waralaba adalah sistem pemasaran atau distribusi barang dan jasa, dimana sebuah perusahaan induk (franchisor) memberikan kepada individu atau perusahaan lain (franchisee) yang berskala kecil dan menengah, hak istimewa untuk melakukan suatu sistem usaha tertentu dengan cara tertentu, waktu tertentu, dan disuatu tempat tertentu. b. Franchise atau waralaba adalah sebuah metode pendistribusian barang dan jasa kepada masyarakat konsumen, yang dijual kepada pihak lain yang berminat. Pemilik dari metode yang dijual ini disebut franchisor sedang pembeli hak untuk menggunakan metode itu disebut franchisee. c. Franchising atau Waralaba adalah suatu hubungan berdasarkan kontrak antara franchisor dan franchisee. Franchisor menawarkan dan berkewajiban menyediakan perhatian terus menerus pada bisnis dari franchisee melalui penyediaan pengetahuan dan pelayanan. Franchisee beroperasi dengan menggunakan nama dagang, format, atau prosedur yang dipunyai serta dikendalikan oleh franchisor. Kata “Waralaba” kali pertama diperkenalkan oleh lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (LPPM) sebagai padanan kata Franchise. Amir Karamoy menyatakan bahwa waralaba bukan terjemahan langsung konsep franchise. Dalam konteks bisnis, Franchise berarti kebebasan untuk menjalankan usaha secara mandiri di wilayah tertentu (Lindawaty S. Sewu, 2004:12). Sementara Pasal 1 Peraturan Pemerintah (PP) No. 16 tahun 1997 tentang Waralaba dikatakan: “Franchise adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau mengunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa”. Lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Pemberi Waralaba adalah badan



usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimilikinya. Dalam penjelasan Peraturan Pemerintah ini, pemberi waralaba lazim disebut Franchisor. Selanjutnya, yang dimaksud dengan Penerima Waralaba adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba. Dalam penjelasan peraturan pemerintah ini, Penerima waralaba lazim disebut Franchisee. 2. Tipe-Tipe Waralaba Mencermati perkembangan dan penggolongan usaha waralaba, menurut Iman Sjahputra Tunggal, berikut dapat disebutkan beberapa tipe usaha waralaba, antara lain; a. Product Franchising (trade name-franchising) Dalam pengaturan ini, dealer diberi hak untuk mendistribusikan produk



untuk



pabrikan.



Untuk



hak



tersebut,



dealer



(franchisee/penerima waralaba) membayar fee untuk hak menjual kepada produsen (franchisor/pemberi waralaba) b. Manufacturing franchising (Product-distribution franchising) Pengaturan ini sering digunakan dalam industri minuman ringan (Pepsi, Coca-Cola). Dengan menggunakan ini franchisor memberi dealer (bottler) hak ekslusif memproduksi dan mendistribusikan produk di daerah tertentu. c. Business-format franchising (Pure/comprehensive franchising) Yaitu suatu pengaturan dengan jalan franchisor menawarkan serangkaian jasa yang luas kepada franchisee, mencakup pemasaran, advertensi, perencanaan strategi, pelatihan, produksi dari manual dan standar operasi (Iman Sjahputra Tunggal, 2004:16). Ada dua tipe dasar waralaba, pertama adalah Waralaba Produk, dimana pada waralaba tipe ini penerima waralaba menjual suatu produk manufaktur atau mendistribusikan barang-barang yang diproduksi oleh pemberi waralaba. Tipe yang kedua adalah Waralaba Rencana Usaha,



yaitu suatu jasa atau rencana usaha yang dijadikan elemen utama untuk dijual. . Menurut IFA (Intenational Franchise Association) terdapat 4 jenis Franchise mendasar yang biasa digunakan di Amerika Serikat. 1) Product Franchise Produsen menggunakan produk waralaba untuk mengatur bagaimana cara pedagang eceran menjual produk yang dihasilkan oleh produsen. Produsen



memberikan



hak



kepada



pemilik



toko



untuk



mendistribusikan barang-barang milik pabrik dan mengijinkan pemilik toko untuk menggunakan nama dan merek dagang pabrik. Pemilik toko harus membayar biaya atau membeli persediaan minimum sebagai timbal balik dari hak-hak ini. Contoh terbaik dari jenis waralaba ini adalah toko ban yang menjual produk dari franchisor atau pemberi waralaba, menggunakan nama dagang, serta metode pemasaran yang ditetapkan oleh franchisor atau pemberi waralaba. 2) Manufacturing Franchises Jenis waralaba ini memberikan hak pada suatu badan usaha untuk membuat suatu produk dan menjualnya pada masyarakat, dengan menggunakan



merek



dagang



dan



merek



pemberi



waralaba



(Franchisor). Jenis Waralaba ini seringkali ditemukan dalam industri makanan dan minuman. Kebanyakan pembuat minuman botol menerima waralaba dari perusahaan dan harus menggunakan bahan baku yang sama jenisnya seperti yang digunakan oleh pemberi waralaba



untuk



memproduksi,



mengemas



dalam



botol



dan



mendistrubusikan minuman tersebut. 3) Business Opportunity Ventures Bentuk ini secara khusus mengharuskan pemilik bisnis untuk membeli dan mendistribusikan produk-produk dari suatu perusahaan tertentu. Perusahaan harus menyediakan pelanggan atau rekening bagi pemilik bisnis, dan sebagai timbal-baliknya pemilik bisnis harus membayarkan suatu biaya atau prestasi sebagai kompensasinya. 4) Business Format Francising



Ini merupakan bentuk waralaba yang paling populer, di dalam praktek. Melalui pendekatan ini, perusahaan menyediakan suatu metode yang telah terbukti untuk mengoperasikan bisnis bagi pemilik bisnis dengan menggunakan nama dan merek dagang dari perusahaan. Umumnya perusahaan menyediakan sejumlah bantuan tertentu bagi pemilik bisnis untuk memulai dan mengatur perusahaan. Sebaliknya, pemilik bisnis membayar sejumlah biaya atau royalty. Terkadang perusahaan juga mengharuskan pemilik bisnis untuk membeli persediaan dari perusahaan. 3. Unsur-unsur dari Pewaralabaan Pada setiap model bisnis franchise sekurang-kurangnya terdapat unsur-unsur sebagai berikut. a. Adanya minimal 2 (dua) pihak, yaitu pihak franchisor dan pihak franchisee. Pihak franchisor sebagai pihak yang memberikan franchise, sementara pihak franchisee merupakan pihak yang diberikan/menerima franchise atau waralaba tersebut. b. Adanya penawaran paket usaha dari pemberi waralaba. c. Adanya kerjasama pengelolaan unit usaha antara pihak pemberi waralaba dengan pihak penerima waralaba. d. Dimilikinya unit usaha tertentu (outlet) oleh pihak penerima waralaba yang akan memanfaatkan paket usaha miliknya dari pihak pemberi waralaba. e. Seringkali terdapat kontrak tertulis antara pihak pemberi waralaba dengan pihak penerima waralaba (Munir Fuady , 2002:339). 4. Manfaat dan Keunggulan Serta Kelemahan Sistem Waralaba Sistem waralaba sebagai strategi perluasan dari suatu usaha yang telah berhasil dan ingin bermitra dengan pihak ketiga yang serasi dan ingin berusaha sendiri, selain memberi keuntungan kepada pelaku usaha tersebut (Pemberi dan Penerima waralaba) juga memberikan manfaat yang lebih luas dalam dunia perekonomian.



Seperti yang dikatakan oleh Anang Sukandar, Ketua Asosiasi Franchise Indonesia dalam seminar di Universitas Gajah Mada, 2 Oktober 2004, bahwa ada beberapa manfaat luas dari sistim usaha waralaba, yakni: a. Menggiatkan perekonomian b. Menciptakan lapangan pekerjaan c. Secara konsisten menjaga mutu/ produk/jasa yang ditawarkan. d. Memberi pemerataan kesempatan pada semua pihak. Dijelaskan pula oleh Anang Sukandar dalam bukunya yang berjudul Franchising di Indonesia, bahwa keunggulan dari pola franchise dapat dilihat dari peningkatan efektivitas dan efisiensi dari operasinya melalui jaringan yang terbentuk dan mendapatkan efek skala ekonomi, karena pembelian dalam partai besar, berpromosi dan memasarkan dalam skala yang besar pula. Meskipun banyak keuntungan yang dapat diperoleh seperti diuraikan di atas, namun sebagai suatu pranata ekonomi, sistem waralaba tidak bebas dari kelemahan-kelemahan, yakni adanya kemungkinan kerugian yang dapat terjadi baik pada pemberi waralaba maupun pada penerima waralaba. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain: a. Beberapa



Penerima



waralaba



cenderung



menganggap



dirinya



independen. Sehingga pemberi waralaba harus memiliki keyakinan untuk menjamin bahwa standar kualitas barang dan jasa narus terus terjaga melalui rantai waralaba. Pemberi waralaba harus dapat menyediakan staf pendukung lapangan yang akan bertindak sebagai penyelia dari standar-standar tersebut, serta dapat memberikan bantuan bagi penerima waralaba untuk mengatasi masalah yang mungkin dihadapi oleh penerima warlaba dalam operasional pelaksanaan kebijakan yang diberikan oleh pemberi waralaba. b. Ada penerima waralaba yang tidak tertarik pada peluang-peluang yang mereka dapatkan dari bisnis tersebut. Untuk itu hindari timbulnya kemungkinan kekurangpercayaan diantara pemberi waralaba dan penerima waralaba yang berasal dari ketidak seimbangan antara penerima waralaba dan atau individu-individu dalam organisasi



penerima waralaba dengan pihak-pihak yang harus dihubunginya dalam organisasi pemberi waralaba. c. Pemberi waralaba khawatir bahwa semua hasil kerja dan usaha yang ia berikan dalam pelatihan kepada penerima waralaba hanya akan menghasilkan pesaing dimasa mendatang. Dalam hal ini pemberi waralaba harus yakin bahwa orang yang telah diseleksi sebagai waralaba sesuai dengan tipe waralaba tertentu dan mempunyai kapasitas untuk menerima tanggung jawab dan tekanan untuk memiliki dan menjalankan bisnisnya sendiri. Pemberi waralaba menyerahkan sepenuhnya pertumbuhan bisnis milik penerima waralaba kepada penerima waralaba itu sendiri. d. Adanya kemungkinan terjadinya kesulitan untuk mendapatkan kerjasama dari penerima waralaba dalam mendekorasi dan merenovasi tempat-tempatnya,



memperbaharui



perlengkapannya



dan



menyesuaikannya dengan standar lain agar masyarakat selalu diberikan pelayanan yang sesuai dengan cara yang ditetapkan dalam perjanjian waralaba secara konsisten dengan merek dan citra milik pemberi waralaba. B. Sistem franchise Fried Chicken “Ayam Super” Paket Usaha franchise Fried Chicken "Ayam Super " dengan biaya Rp 4.8 JT kita sudah bisa memiliki usaha fried chicken sendiri , dan hebatnya lagi dengan bergabung dengan franchise fried chicken " Ayam Super " kita akan mendapatkan banyak sekali keuntungan antara lain : 1.Tanpa royalty fee 2.Tanpa survey 3.Tanpa biaya franchise 4.Keuntungan 100% milik kita ,tanpa bagi hasil, 5.Tanpa biaya lain,



6.Peralatan dan bahan paket usaha fried chicken jadi hak milik. 7.Jika bahan baku fried chicken habis dapat langsung pesan lalu segera di kirim. 8.kita bisa menjadi agen waralaba " Ayam Super Fried Chicken " di wilayah kita dan mendapatkan keuntungan dari mitra baru dan penjualan bumbu biang fried chicken. Bahan yang di peroleh paket usaha fried chicken : – Meja/Booth Display Alumunium Meja/Booth (PxLxT) 100x60x90 – Banner Display Menu 1 Set – Training Cara Membuat Fried Chicken – Etalase Kaca 1 Pcs – Lampu Etalase 1 set – Saringan Kasar 1 Pcs – Baskom Besar 1 Pcs – Baskom Kecil 1 Pcs – Ayakan Tepung 1 Pcs – Capitan Besar 1 Pcs – Capitan Kecil 1 Pcs – Wajan ukuran 20 cm 1 Pcs – Regulator 1 set – Selang – Kompor + Tungku – Bumbu Marinasi 1 kg ( untuk 50 ekor ayam )



– Tepung Biang Fried Chicken 3 kg – Kantong Ayam Coklat 100 Pcs Kelebihan dari segi biaya produk ini diantaranya: 1. Tidak ada franchise fee 2. Tidak ada royalty fee 3. Modal usaha minimal potensi keuntungan besar. 4. Keuntungan 100 % milik kita ,tidak ada bagi hasil. 5.Suplai bahan baku mudah dan harga terjangkau 6. Semua peralatan menjadi hak milik.



BAB III PENUTUP



Waralaba (franchising), yaitu suatu sistem pemasaran atau distribusi barang dan jasa, di mana sebuah perusahaan induk (franchisor) memberikan kepada individu atau perusahaan lain (franchisee) yang berskala kecil atau menengah dengan hak-hak istimewa untuk melakukan suatu sistem usaha tertentu melalui cara yang sudah ditentukan, selama waktu tertentu dan di suatu tempat tertentu pula. Franchisor biasanya menyediakan peralatan, produk atau jasa yang dijual, dan pelayanan manajerial. Sebagai imbalannya, franchisee harus membayar uang pangkal (initial franchise fee) dan royalti atas penjualan kotor, membayar



management fee. membayar biay a sewa peralatan franchisor (bila ada), serta memasarkan produk dan jasa dengan cara-cara yang ditentukan oleh franchisor. Salah satu keuntungan dari membeli hak waralaba ini adalah tetap independen (meskipun tidak sepenuhnya), tetapi memperoleh manfaat dari nama merek dan dari pengalaman jaringan waralaba tersebut. Ada tiga bentuk sistem waralaba, yaitu pertama, product franchise. Dalam bentuk yang dikenal pula dengan sebutan product distribution franchising atau franchising model perusahaan minuman Coca-Cola, franchisor



memberikan



memproduksi menggunakan



dan



kekeluasaan



mendistribusikan



nama



merek



dan



bagi lini



para



franchisee



produk



tertentu



sistem



pemasaran



untuk dengan yang



ditentukan/dikembangkan oleh franchisor. Misalnya keagenan sepatu, mobil (Ford, Honda), pompa bensin, dan minuman ringan (Coca-Cola). Bentuk kedua yang paling umum dan banyak berkembang dewasa ini adalah business format franchising (entrepreneurship franchising). Dalam bentuk ini, franchisor mengembangkan usahanya dengan membuka outlet yang dikelola oleh franchisee yang berminat membuka usaha dengannya. Franchising bentuk ini banyak berkembang di industri restoran siap santap (misalnya Kentucky Fried Chicken dan McDonald’s) serta toko retail, seperti Minimarket Indomaret dan Minimarket Alfamart. Sedangkan bentuk ketiga adalah business opportunity venture. Franchisor merancang suatu sistem jalur distribusi, lalu franchisee mendistribusikan barang/jasa sesuai dengan sistem yang telah ditetapkan oleh franchisor. Produk/jasa yang didistribusikan tersebut bukanlah produk/jasa yang dihasilkan oleh franchisor. Contohnya adalah distribusi komponen kendaraan bermotor. Di Indonesia kabupaten Tulungagung khususnya, bentuk waralaba mulai banyak diminati dan perkembangannya cukup pesat. Hal ini dibuktikan dengan semakin berkembangnya jumlah gerai fried chicken “Ayam Super”, waralaba ini sudah menyebar hingga ke berbagai pelosok wilayah di Tulungagung.



DAFTAR PUSTAKA



Gunawan Widjaja. 2001. Seri Hukum Bisnis Waralaba. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. Iman Sjahputra Tunggal. 2004. Franchising Konsep dan Kasus. Jakarta: Harvarindo. Lindawaty S.S. 2004. Franchise Pola Bisnis Spektakuler (Dalam Perspektif Hukum dan Ekonomi). Bandung: CV. Utomo. Suyud Margono dan Amir Angkasa. 2002. Komersialisasi Aset Intelektual Aspek Hukum Bisnis. Jakarta: Gramedia. Wirjono Prodjodikoro. 1992. Hukum Perdata tentang Persetujuan-persetujuan Tertentu. Bandung: Sumur. Peraturan Pemerintah (PP) No. 16 tahun 1997 tentang Waralaba.