Full PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



CITRA DIRI WANITA TOKOH UTAMA DALAM NOVEL REVOLUSI DI NUSA DAMAI KARYA K’TUT TANTRI: KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia



Oleh Pipit Priya Atmaja NIM: 06 4114 013



PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2012



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



CITRA DIRI WANITA TOKOH UTAMA DALAM NOVEL REVOLUSI DI NUSA DAMAI KARYA K’TUT TANTRI: KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia



Oleh Pipit Priya Atmaja NIM: 06 4114 013



PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2012



i



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



v



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala lindungan dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat dalam menempuh ujian sarjana dan memperoleh gelar S-1 Fakultas Sastra, Jurusan Santra Indonesia, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin berterima kasih terhadap pihak yang mendukung dan membantu terselesaikannya skripsi ini, yaitu: 1. SE Peni Adji, S.S, M.Hum. sebagai dosen pembimbing I yang telah membimbing, membantu, dan meluangkan waktunya untuk memberi saran dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Drs. B. Rahmanto, M.Hum. sebagai dosen pembimbing II yang telah membimbing dan memberi masukan kepada penulis sehingga skripsi ini terselesaikan. 3. Seluruh dosen jurusan Sastra Indonesia yang berbagi ilmu selama penulis menempuh pendidikan di Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma. 4. Dra. Sugihastuti, M.S. yang berkenan meminjamkan buku sehingga skripsi ini terselesaikan.



vi



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



5. Bapak-Ibu tercinta dan seluruh keluarga yang memberi dukungan sepenuhnya sehingga penulis dapat menyeselaikan skripsi ini. 6. Margaretha Nuri Karisma yang telah mendukung dan memberi semangat sehingga terselesaikannya skripsi ini. 7. Cindil, Doler, Parji, Domex, Bitbit, Gembes, Pak Ndut, Hedwiq, dan teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu yang memberi semangat dan masukan selama proses penyusunan skripsi. 8. Keluarga besar Bengkel Sastra yang menampung penulis selama perkuliahan dan teman-teman seperjuangan Sastra Indonesia 2006 atas kebersamaan selama perkuliahan. 9. Seluruh karyawan Universitas Sanata Dharma yang telah memberi pelayanan selama ini. 10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun banyak memberi dukungan dari awal perkuliahan hingga tersusunya skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Untuk itu, segala saran dan kritik dari berbagai pihak akan penulis terima dengan segala kerendahan hati dan harapan dapat lebih menyempurnakan penelitian ini. Penulis juga berharap skripsi ini bermanfaat bagi pembaca. Yogyakarta, 26 November 2012



Penulis



vii



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



MOTTO DAN PERSEMBAHAN Dalam dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. (Yohanes, 1:4)



Kehidupan tak akan lancer tanpa adanya usaha dan tanpa campur tangan Tuhan, usaha tidak akan pernah menuju keberhasilan.



Skripsi ini kupersembahkan untuk: Tuhan Yesus Kristus Bapak dan Ibu tercinta Serta semua orang yang kukasihi dan yang berada disampingku



viii



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .........................................................................................



i



HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................



ii



HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................... iv HALAMAN



PERNYATAAN



PERSETUJUAN



PUBLIKASI



KARYA



ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK .......................................



v



KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... viii DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix ABSTRAK ......................................................................................................... xiii ABSTRACT ........................................................................................................ xiv BAB I



PENDAHULUAN ......................................................................



1



1.1 Latar Belakang ......................................................................



1



1.2 Rumusan Masalah .................................................................



4



1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................



4



1.4 Manfaat Penelitian ................................................................



5



1.5 Tinjauan Pustaka ...................................................................



5



ix



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



1.6 Kerangka Teori......................................................................



6



1.6.1 Teori Struktur Alur .......................................................



6



1.6.2 Sosiologi Sastra ............................................................



8



1.6.3 Citra Diri Wanita ..........................................................



9



1.7 Metode Penelitian.................................................................. 10 1.7.1 Metode Pengumpulan Data .......................................... 10 1.7.2 Metode Analisis Data ................................................... 11 1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data ......................... 11 1.7.4 Sumber Data ................................................................. 11 1.8 Sistematika Penyajian ........................................................... 12 BAB II



ANALISIS STRUKTUR ALUR NOVEL REVOLUSI DI NUSA DAMAI KARYA K’TUT TANTRI ......................................... 13 2.1 Alur ....................................................................................... 13 2.1.1 Tahap Penyituasian ...................................................... 14 2.1.2 Tahap Pemunculan Konflik.......................................... 18 2.1.3 Tahap Peningkatan Konflik.......................................... 23 2.1.4 Tahap Klimaks ............................................................. 64 2.1.5 Tahap Penyelesaian ...................................................... 66 x



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



2.2 Rangkuman ........................................................................... 70 BAB III



CITRA DIRI WANITA TOKOH UTAMA DALAM NOVEL REVOLUSI DI NUSA DAMAI ................................................. 73 3.1 Citra Diri Wanita ................................................................... 73 3.1.1 Citra Diri Wanita Tokoh K’tut Tantri dalam Aspek Fisik .............................................................................. 74 3.1.2 Citra Diri Wanita Tokoh K’tut Tantri dalam Aspek Psikis ............................................................................ 76 3.1.2.1 Merindukan Kedamaian ................................... 76 3.1.2.2 Memiliki Percaya Diri karena Prinsip dan Semangat yang besar ........................................ 81 3.1.2.3 Memiliki Sikap Sopan-Santun ......................... 87 3.1.2.4 Berpikir Positif ................................................. 89 3.1.2.5 Memiliki Ketakutan dan Kegelisahan .............. 92 3.1.2.6 Mencintai Bali dan Indonesia .......................... 96 3.1.2.7 Memiliki Sikap Peduli dengan Sesama ............ 99 3.1.2.8 Memegang Janji ............................................... 103 3.1.2.9 Memiliki Sikap Waspada ................................. 105 xi



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



3.1.2.10 Haru dan Tabah .............................................. 106 3.1.2.11 Pandai Menyiasati Situasi .............................. 108 3.2 Rangkuman ........................................................................... 111 BAB IV



PENUTUP .................................................................................. 114 4.1 Kesimpulan ........................................................................... 114 4.2 Saran ...................................................................................... 116



DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 117 BIODATA PENULIS ........................................................................................ 118



xii



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



ABSTRAK



Atmaja, Pipit Priya. 2012. Citra Diri Wanita Tokoh Utama dalam Novel Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri. (Kajian Sosiologi Sastra). Skripsi S-1. Yogyakarta: Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.



Penelitian ini mengkaji citra diri wanita dalam novel Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis dan mendeskripsikan unsur alur yang terdapat dalam novel Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri dan menganalisis citra diri wanita yang terdapat di dalamnya. Penelitian ini menggunakan kajian sosiologi sastra yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelitian. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskripsi dan metode analisis isi. Tahap awal penelitian ini adalah melakukan analisis unsur alur dan hasilnya digunakan untuk menganalisis citra diri wanita dalam novel Revolusi di Nusa Damai. Hasil dalam penelitian ini adalah analisis alur dalam bab II dan citra diri wanita dalam bab III. Alur dalam novel Revolusi di Nusa Damai adalah alur lurus atau maju. Peristiwa-peristiwa penting yang menyusun pergerakan alur dalam novel ini berjalan secara kronologis. Dalam bab III, dianalisis citra diri wanita dalam aspek fisik dan aspek psikis. Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek fisik terdeskripsi sebagai wanita bersuku Man (Amerika), berambut pirang, dan berkulit putih, mengecat rambur menjadi hitam karena tuntutan rakyat Bali. Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis terdeskripsi sebagai wanita yang merindukan kedamaian, percaya diri karena memiliki prinsip dan semangat yang besar, memiliki sikap sopan-santun, berfikir positif, mengalami kegelisahan dan ketakutan, cinta terhadap Bali dan Indonesia, peduli sesama, memegang janji, waspada, haru dan tabah, dan pandai mensiasati situasi.



xiii



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



ABSTRACT Atmaja, Pipit Priya. 2012. Women’s Portrait in the Novel Entitled Revolusi di Nusa Damai by K’tut Tantri. (The Research of Literature Sociology). Undergraduate Thesis. Yogyakarta: Indonesian Literature Study Program, Indonesian Literature Department, Faculty of Literature, Sanata Dharma University. The study carried out women’s portrait in the novel entitled Revolusi di Nusa Damai by K’tut Tantri. It aimed to analyze and to describe the plot in Revolusi di Nusa Damai by K’tut Tantri and to analyze women’s portrait in the novel. The research employed the research of literature sociology focusing on literature text. Data analysis method used in the study was descriptive and analysis method. The first step in the research was analyzing the plot and the result was used to analyze women’s portrait in Revolusi di Nusa Damai by K’tut Tantri. The result of the research was the plot analysis in chapter II and women’s portrait in chapter III. The plot in the novel was progressive plot. The crucial events which arranged the movement of novel’s plot ran chronologically. In chapter III, women’s portrait was analyzed in physics and psychic aspects. K’tut Tantri as a main character in physics aspect was figured out as a blond and fairskinned Man lady. Her portrait in psychic was figured out as a lady who yearned a peace, had self-confidence as she had the rules and enormous spirit, behaved well, taught positively, experienced discomfort and fear, loved Bali and Indonesia, cared about others, kept promises, was wary, touched and patient, and planned investigation well.



xiv



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 1



BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar belakang Sastra merupakan salah satu tempat untuk mencurahkan isi atau pikiran si



pengarang. Pengarang dapat membuat cerita berdasarkan imajinasi atau realitas yang dihadapi pengarang. Karya sastra yang berdasarkan pada imajinasi atau realitas mengandung struktur yang terdiri dari bagian-bagian yang bermakna. Struktur karya sastra mengarah pada pengertian hubungan antarunsur (intrinsik) yang bersifat timbal balik, saling menentukan, saling mempengaruhi secara bersamaan membentuk kesatuan yang utuh (Nurgiyantoro, 2007:36). Karya sastra yang bercerita tentang realitas sosial di Indonesia memiliki sudut pandang berbeda. Hal tersebut tergantung pada gender, pribumi dan non pribumi. K’tut Tantri dalam novel Revolusi di Nusa Damai sebagai pelancong yang non pribumi mencoba menggambarkan pengalaman hidup (biografinya) selama berada di Indonesia. K’tut Tantri adalah seorang perempuan berkebangsaan Amerika. K’tut Tantri merupakan nama yang diberikan oleh seorang Raja Bali. K’tut Tantri datang ke Bali pada tahun 1930-an. Ia juga diangkat anak oleh Raja Bali dan tinggal di puri sebagai putri raja yang keempat. Bermula ketika K’tut Tantri berteduh dari hujan di Hollywood Boulevard. Persis di depan bioskop, mata seorang gadis kelahiran Pulau Man (sebuah pulau di Inggris), melihat pada poster film "Bali, Surga Terakhir." Film yang



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2



mempromosikan keindahan dan keeksotisan Bali pada 1930-an sehingga para turis tertarik untuk datang. Seperti orang-orang kulit putih umumnya pada masa itu, K’tut Tantri melihat "timur" merupakan tempat eksotis yang harus dikunjungi. Ia pun tertarik datang. Maka, pada November, di tengah musim dingin yang menggigit, berangkatlah nona Amerika ini dari New York menuju Timur Jauh dengan menumpang kapal Batavia. Perjalanan ini di tempuhnya untuk mencari "surga terakhir" dengan seperangkat alat lukis. Setelah perjalanan yang panjang, K’tut Tantri akhirnya tiba di pulau Bali. Ia menyaksikan perempuan-perempuan Bali yang bertelanjang dada. Ini terlihat dalam kutipan berikut: (1) Aku melihat mereka di mana-mana. Di sepanjang jalan maupun di sawah, para wanita dengan polos memperagakan payudara yang sintal, sementara mereka berjalan beriringan satu-satu sambil menjunjung beban yang tidak kecil ukurannya di atas kepala (hal 28).



Selain itu, ia juga harus menghadapi keangkuhan si tuan putih Belanda sebagai penguasa dengan berbagai aturan: (2) Ini bukan Bali, melainkan Holland dalam ukuran kecil di mana setiap orang termasuk Anda wajib mematuhi undang-undang Belanda," ujar seorang aspirant controleur Distrik Denpasar di Bali Hotel. Ketika K’tut Tanri mengutarakan keinginannya untuk tinggal bersama orang Bali, pejabat Belanda melarangnya untuk tidak bergaul dengan si sawo matang. Ia pun menjawab: Saya di sini karena ingin melihat Bali, bukan untuk hidup di hotel Deluxe sambil menonton manusia-manusia kolonial minum-minum dan main tenis (hal 32).



Setelah menghadapi si tuan putih Belanda, K’tut Tantri melanjutkan perjalanannya. Ia berniat berhenti ketika bensin mobilnya habis. Ternyata, mobilnya berhenti di depan puri raja. K’tut Tantri diterima baik oleh sang Raja



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3



dan keluarga. Putera Raja yang bernama Anak Agung Nura bertanya kepada K’tut Tantri “Anda kan turis Amerika? Bagaimana bisa sampai di sini? K’tut Tantri menjawab: (3) Tidak, Anak Agung Nura. Saya bukan turis. Saya datang ke pulau Anda ini dengan maksud untuk menetap selama-lamanya di sini. Saya berharap bisa melukis di sini dan mengikuti cara hidup rakyat di sini yang damai dan tenteram. Saya sudah tidak tahan lagi tinggal di hotel Belanda yang penuh dengan turis, dan karenanya berangkat ke pedalaman dengan ikrar bahwa dengan bantuan dewata saya akan tinggal di mana mobil saya berhenti karena kehabisan bensin (hal 38).



Setelah mendengar percakapan K’tut Tantri dengan Anak Agung Nura, Raja berkata: (4) Apa yang sudah tersurat di langit, harus menjadi kehendak Dewata kadangkadang sulit penafsirannya. Tetapi begitu sudah dimengerti, bahkan orang tolol pun takkan berani menganggapnya sepi. Kursa kau tidak kebetulan saja tiba di sini. Ini sudah tersurat, lama sebelum kau dilahirkan. Selamat datang,anakku (hal 39).



K’tut Tantri menerima uluran tangan Raja. Raja tersenyum lebar mengetahui K’tut Tantri menerima tawarannya untuk tinggal di purinya. Tidak berselang lama, Raja mengangkat K’tut Tantri sebagai anaknya yang keempat. (5) Sekarang aku mempunyai seorang putera dan tiga putri. Kau kami namakan K’tut yang dalam bahasa Bali berarti anak keempat. Segera akan kupanggil pedanda. Menurut adat leluhur kami, kau akan kami beri nama lain, yang akan merupakan nama yang ditakdirkan untukmu (hal 40).



Peristiwa – peristiwa seperti diatas yang menarik penulis untuk mengangkat novel Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri sebagai objek penelitian. Dalam beberapa kutipan di atas, K’tut Tantri dihadirkan oleh pengarang sebagai wanita yang memiliki karakter khas. K’tut Tantri dihadirkan sebagai wanita yang tidak suka kehidupan glamour layaknya turis-turis asing.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4



K’tut Tantri diceritakan sebagai wanita yang memiliki karakter kuat untuk mencapai tujuan. Hal inilah yang membuat penulis memilih topik Citra Diri Wanita dalam Novel Revolusi di Nusa Damai.Penulis akan mengkaji struktur alur dan citra diri wanita dalam novel Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri. Kajian ini akan diawali dengan kajian struktur alur. Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan pendekatan sosiologi sastra untuk mencari dan mengetahui tentang citra diri wanita dalam novel Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri.



1.2



Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang ada di atas, masalah yang akan dibahas dalam



penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.2.1



Bagaimana analisis struktur alur dalam novel Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri?



1.2.2



Bagaimana citra diri wanita tokoh utama dalam novel Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri?



1.3



Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penulis dalam



penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.3.1



Mendeskripsikan struktur alur dalam novel Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri.



1.3.2



Mendeskripsikan citra diri wanita tokoh utama dalam novel Revolusi di Nusa Damai Karya K’tut Tantri.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5



1.4



Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka dapat disimpulkan manfaat



dari penelitian ini yaitu: 1.4.1



Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai studi analisis terhadap karya sastra, terutama dalam bidang penelitian novel yang memanfaatkan teori sosiologi sastra.



1.4.2



Hasil penelitian ini dapat menambah referensi penelitian karya sastra dan menambah wawasan kepada pembaca tentang citra diri wanita dengan tinjauan sosiologi sastra.



1.5



Tinjauan Pustaka Novel ini pernah diresensi oleh Ratna Ariani di sebuah blog wordpress 17



Agustus 2008. Ratna Ariani menuliskan bahwa novel Revolusi di Nusa Damai adalah novel biografi dari penulis, yaitu K’tut tantri. Ia juga memaparkan dengan singkat tentang isi dari novel Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri (synopsis). Selain itu, Ratna Ariani juga memaparkan pendapatnya mengenai novel Revolusi di Nusa Damai. Menurutnya, novel ini cukup berharga sebagai sebuah dokumentasi sejarah. Banyak hal yang tidak kita temui diversi sejarah resmi kita. Tidak hanya sampai disitu, Ratna Ariani mengatakan bahwa bangsa Indonesia tidak dapat memahami sisi humanisme.Humanisme dan idealisme kalau terbentuknya dengan materialisme jadinya kalah atau menang manusia sekarang harus tanpa hati (http://tulisanperempuan.wordpress.com/2008/08/17/ktut-tantriperempuan-pejuang-indonesia-yang-bukan-indonesia/#more-213).



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6



Sejauh pengamatan penulis belum ada yang menganalisis novel Revolusi di Nusa Damai dengan topik citra diri wanita pada tokoh K’tut Tantri. Novel Revolusi di Nusa Damai merupakan pengalaman hidup (biografi) pengarang. Hal inilah yang menarik penulis untuk mengangkat novel Revolusi di Nusa Damai dengan topik citra diri wanita pada tokoh K’tut Tantri.



1.6



Kerangka Teori Dalam melakukan suatu penelitian, khususnya dalam bidang sastra,



diperlukan teori-teori atau pendekatan yang tepat sesuai dengan objeknya. Pendekatan ini dapat digunakan sebagai cara analisis karya sastra yang diharapkan mendukung keberhasilan sebuah penelitian.



1.6.1



Teori Struktur Alur Alur adalah urut-urutan cerita dalam sebuah kaya sastra yang membangun



terjadinya kesinambungan isi sebuah karya sastra. Menurut Nurgiyantoro (2007:149), tahapan alur dibedakan menjadi lima bagian tahapan, yaitu (1) tahap situation atau tahap penyituasian, (2) tahap generating circumstances atau tahap pemunculan konflik, (3) tahap rising action atau tahap peningkatan konflik, (4) tahap climax atau tahap klimaks, (5) tahap denouement atau tahap penyelesaian.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7



Tahap penyituasian adalah tahap yang berisi tentang pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembuka cerita, pemberi informasi awal, dan lain-lain yang terutama berfungsi untuk melandasi cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya (Nurgiyantoro, 2007:149). Tahap pemunculan konflik adalah tahap awal munculnya masalah dan peristiwa yang menimbulkan terjadinya konflik. Konflik itu sendiri akan berkembang atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. Pemunculan konflik pada tahap ini akan berkesinambungan dengan konflikkonflik pada tahap berikutnya (Nurgiyantoro, 2007:149). Tahap peningkatan konflik akan memicu terjadinya konflik-konflik yang semakin menegangkan dan intensitasnya semakin ditingkatkan. Peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita semakin mencekam dan menegangkan. Konflik yang terjadi meliputi, internal, eksternal, ataupun keduanya (Nurgiyantoro, 2007:149). Tahap klimaks adalah tahap ketika konflik atau pertentangan-pertentangan ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan terjadinya komflik utama. Sebuah fiksi yang panjang mungkin saja memiliki lebih dari satu klimaks (Nurgiyantoro, 2007:150).



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8



Tahap penyelesaian muncul ketika konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan dikendorkan. Konflik-konflik lain juga diberi jalan keluar untuk penyelesaian (jika ada), seperti sub-sub konflik atau konflikkonflik tambahan (Nurgiyantoro, 2007:150).



1.6.2



Sosiologi Sastra Sosiologi mempelajari masyarakat dalam keseluruhannya, bukan suatu



segi khusus masyarakat. Terutama berhubungan dengan studi tentang interaksi dan interelasi antar manusia. Sosiologi sastra dengan sendirinya mempelajari masyarakat dan mempelajari sifat hubungan antar anggota masyarakat sastra (Sumarjo, 1979:11). Sosiologi sastra merupakan suatu ilmu interdisipliner antara sosiologi dengan ilmu sastra (Wiyatmi, 2006:30). Sosiologi sastra mempelajari kaya sastra dari aspek teori dan fenomena sastra dan sekitarnya. Aspek-aspeknya meliputi norma-norma dan kecenderungan-kecenderungan dalam karya sastra, sedangkan ruang lingkupnya adalah karya sastra dan kehidupan sosial. Sosiologi sastra adalah studi ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat,



studi



mengenai



lembaga-lembaga



dan



proses-proses



sosial



(Swingewood via Faruk, 2005:1). Menurut pendekatan sosiologi sastra, karya sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan. Kenyataan di sini mengandung arti yang cukup luas, yaitu segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra. Metode sosiologi sastra berdasarkan prinsip bahwa karya sastra merupakan refleksi masyarakat pada zaman karya sastra itu ditulis, yaitu masyarakat yang



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9



melingkungi penulis, sebab sebagai anggotanya penulis tidak dapat lepas darinya (Pradopo, 2002:22). Metode yang dipergunakan dalam sosiologi sastra ini adalah analisis teks untuk mengetahui strukturnya, untuk kemudian dipergunakan memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang di luar sastra. Pendekatan ini mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan (Damono, 1978:2).



1.6.3



Citra Diri Wanita Citra adalah rupa, gambar, gambaran. Citra merupakan gambaran yang



dimliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi, atau produk. Citra juga disebut kesan mental atau bayangan visual yang ditimbukan oleh subuah kata, frasa, atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas di karya prosa dan puisi (KBBI, 1990:169). Citraan berarti cara membentuk citra mental pribadi atau gambaran sesuatu (Moeliono via Sugihastuti, 2000:44). Citraan adalah gambaran-gambaran angan atau pikiran. Setiap gambaran pikiran disebut citra. Citra artinya rupa, gambaran; dapat berupa gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, atau kesan mental (bayangan) visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frasa, atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa dan puisi. Yang dimaksud citra wanita adalah semua wujud gambaran mental spiritual dan tingkah laku keseharian yang terekspresi oleh wanita (Sugihastuti, 2000:45). Citra diri wanita terwujud sebagai sosok individu yang mempunyai pendirian dan pilihan sendiri atas berbagai aktivitasnya berdasarkan kebutuhan-



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10



kebutuhan pribadi maupun sosialnya. Wanita mempunyai kemampuan untuk berkembang dan membangun dirinya. Berdasarkan pola pilihannya sendiri, wanita bertanggung jawab atas potensi diri sendiri sebagai makhluk individu. Citra diri wanita memperlihatkan bahwa apa yang dipandang sebagai prilaku wanita bergantung pada bagaimana aspek fisik dan psikis diasosiasikan dengan nilai yang berlaku dalam masyarakat (Sugihastuti, 2000:112-113).



1.7



Metode penelitian Metode adalah suatu cara untuk mencapai suatu tujuan penelitian dalam



menyampaikan hasil analisis menggunakan metode deskripsi. Metode deskripsi yaitu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan



subjek



atau



objek



penelitian.



Metode



deskripsi



dilakukan



mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis (Ratna, 2008:53).



1.7.1



Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah



metode studi pustaka. Data-data yang penulis dapat melalui metode studi pustaka dengan cara membaca buku-buku referensi yang mendukung penelitian. Dalam metode ini digunakan metode catat, yaitu dengan mencatat hal-hal yang berkaitan dengan topik penelitian.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11



1.7.2



Metode Analisis Data Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini



adalah metode deskripsi dan metode analisis isi. Dalam metode ini penulis membuat



deskripsi



dengan



mencata,



kemudian



menganalisis



dan



menginterpretasikan data yang diteliti. Untuk melakukan metode deskripsi penulis sebelumnya membaca novel yang akan dianalisis dan mencari rumusan masalah yang akan diteliti. Metode analisis isi digunakan untuk memaparkan gambaran citra diri wanita dalam novel Revolusi di Nusa Damai (Ratna, 2008:53,48-49).



1.7.3



Metode Penyajian Hasil Analisis Data Pasca menganalisis data, penulis menggunakan metode deskripsi untuk



menyajikan hasil analisis data. Dalam penelitian ini digunakan metode deskripsi untuk memaparkan keseluruhan hasil penelitian.



1.7.4



Sumber Data



Judul buku



: Revolusi di Nusa Damai



Pengarang



: K’tut Tantri



Penerbit



: PT Gramedia Pustaka Utama



Tahun terbit



: 2006



Tebal halaman : 363 halaman



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12



1.8



Sistematika Penyajian Untuk mempermudah pemahaman tentang penelitian ini, peneliti



menyusun ke dalam empat bab, yaitu : Bab I merupakan pendahuluan, yang berisi uraian tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sumber data, dan sistematika penyajian. Bab II merupakan pembahasan yang berisi analisis struktur alur dalam novel Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri. Bab III merupakan pembahasan citra diri wanita pada tokoh K’tut Tantri dalam novel Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri. Bab IV merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13



BAB II ANALISIS STRUKTUR ALUR NOVEL REVOLUSI DI NUSA DAMAI KARYA K’TUT TANTRI Untuk dapat mengetahui citra diri wanita, penulis terlebih dahulu menganalisis struktur dari novel Revolusi di Nusa Damai. Karya sastra terbagi dalam berbagai macam unsur yang terkandung dalam sebuah struktur novel. Pada bab ini penulis hanya akan memaparkan analisis unsur alur dalam novel Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri. Analisis unsur alur dilakukan agar dapat mendeskripsikan citra diri wanita yang terdapat dalam novel Revolusi di Nusa damai. Alur merupakan kerangka dari karya sastra. Di dalam alur terkandung semua unsur yang membentuk karya sastra. Misalnya, tokoh, alur, tema, latar, dan sebagainya. Oleh karena itu, penulis menganalisis unsure alur dalam novel Revolusi di Nuda Dalai karya K’tut Tantri. 2.1



Alur Analisis unsur alur dibagi menjadi beberapa tahap. Menurut Nurgiyantoro



(2007:149), tahap analisis alur dibagi menjadi lima tahap, yaitu (1) tahap situation atau tahap penyituasian, (2) tahap generating circumstances atau tahap pemunculan konflik, (3) tahap rising action atau tahap peningkatan konflik, (4) tahap climax atau tahap klimaks, (5) tahap denouement atau tahap penyelesaian.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14



2.1.1



Tahap Situation (tahap penyituasian) Novel Revolusi di Nusa Damai menggunakan sudut pandang orang



pertama atau “Aku-an”, dengan “aku” sebagai tokoh utama, yaitu K’tut Tantri. Tahap situation berisi gambaran mengenai keluarga dan nenek moyangnya K’tut Tantri. Ia menceritakan perihal nenek moyangnya, perempuan yang dimasukkan ke dalam tong dan digulingkan ke dalam lereng Snaefell. Nenek moyangnya dituduh atau diduga sebagai seorang penyihir. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (6) Salah satu kisah yang pertama-tama kudengar dari ibuku semasa aku masih kanakkanak, ialah tentang tong yang jatuh berguling-guling sampai ke dasar lereng Snaefell. Sisi dalam lorong itu penuh paku yang tertancap mengarah ke dalam. Tong itu tidak kosong. Moyangku yang perempuan meringkuk di dalamnya. Ia dimasukkan ke situ hidup-hidup, karena didakwa bahwa ia penyihir. Menurut kisah orang Man, di tempat tong itu berhenti berguling, dimana tanah gersang tak berair, tiba-tiba terjelma sebatang pohon yang indah sekali. Ketika masih kanak-kanak, aku merasa bisa melihat pohon itu. (hlm. 9).



Dalam kutipan di atas terdeskripsikan jika nenek moyang K’tut Tantri diduga sebagai seorang penyihir. Dalam kutipan di atas, terdeskripsikan juga peristiwa dimasukkannya si nenek ke dalam tong. Dalam bercerita, penulis tidak memaparkan nama asli tokoh utama. Setelah bercerita tentang keluarga dan nenek moyangnya, K’tut Tantri bercerita tentang bagaimana ia bisa tertarik dengan Bali. Dalam novel, dideskripsikan jika suatu sore saat hujan pada tahun 1932, K’tut Tantri berjalan di depan sebuah gedung bioskop kecil yang saat itu sedang memutar sebuah film luar negeri yang berjudul Bali, Surga Terakhir. Ia tertegun dan tertarik untuk menonton. Setelah menonton, K’tut Tantri memberikan suatu komentar. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut:



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15



(7) Aku terpesona. Film itu penuh dengan kedamaian, kelegaan hati, keindahan, dan rasa kasih yang dipancarkan kehidupan petani di desa. Ya, saat itulah aku menemukan bentuk kehidupan yang kudambakan. Saat itu kukenali kehidupan yang kuidamkan. Keputusanku datang dengan tiba-tiba, tetapi tidak bisa diubah lagi. Saat itu aku merasa bahwa takdirku sudah menentukan demikian. Aku merasakan adanya suatu dorongan, yang sama sekali tak ingin kuelakkan (hlm. 11).



K’tut Tantri benar-benar tertarik untuk pergi ke Bali. Akhirnya ia berangkat menuju Bali. Dari New York ia berangkat dengan menumpang kapal menuju Batavia. Kisah perjalanan dimulai dengan mengendarai mobil seorang diri menyusuri jalan di Pulau Jawa yang gelap dan rawan dengan perampok yang kapan saja siap merampok. Beruntung K’tut Tantri bertemu dengan seorang anak kecil yang bernama Pito, seorang anak yang menjadi penunjuk jalannya menuju pulau dewata, Bali. Namun, Pito tidak bisa menemani perjalanan K’tut Tantri sampai di Pulau Bali. Pito hanya mengantar sampai pelabuhan, ia merasa Bali bukan tempatnya dan Bali tidak pantas untuknya. K’tut Tantri melanjutkan perjalanan menuju Bali seorang diri dengan menumpang sebuah kapal. K’tut Tantri melanjutkan perjalanan dengan mengendarai mobil. Sepertinya kehidupan K’tut Tantri sudah ditentukan oleh dewa-dewa Bali ketika bahan bakar mobilnya habis dan berhenti di sebuah puri Kerajaan di Bali. Seperti yang tergambar berikut: (8) Akhirnya mobilku terbatuk-batuk sebentar, lalu berhenti meluncur. Saat itu aku berada di sebuah desa kuno yang indah, tinggal di atas daerah berbukit, di sisi luar tembok batu bata merah berukir-ukir, dengan gerbang tak berambang yang kedua sisinya dijaga empat patung dewa Bali yang terbuat dari batu. Di balik tembok batu bata itu tampak bangunan yang kelihatannya seperti pura misterius, terlindung di balik dedaunan rimbun. Sambil tersenyum aku berkata dalam hati, pasti aku sudah ditakdirkan hidup bersama dewa-dewa dalam swargaloka (hlm. 34-35).



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16



Pengarang memaparkan kejadian saat tokoh utama memasuki puri dan bertemu dengan seorang lelaki. Lelaki itu adalah Anak Agung Nura, putra raja Bali. K’tut Tantri merasa heran jika ada seorang pribumi Bali yang bisa berbahasa Inggris. Hal ini tergambar dalam kutipan berikut: (10) Ah, Anda bisa berbahasa Inggris? Mata hitamnya yang besar berkilat jenaka. Yah, apanya yang aneh jika orang bias berbahasa Inggris? Katanya. Kami ada juga yang pernah bersekolah di luar negeri. Betul, kataku. Saya tadi hanya agak heran, mendengar orang berbahasa Inggris di desa yang begitu terpencil (hlm. 37).



K’tut Tantri ditawari untuk tinggal di puri ayahnya. Dengan malu dan perasaan tidak enak, K’tut Tantri menolak tawaran Anak Agung Nura. K’tut Tantri merasa tidak enak kalau harus tinggal di puri dan tinggal bersama keluarga raja Bali. Meskipun Anak Agung Nura sudah menjelaskan bahwa nasib K’tut Tantri telah ditentukan oleh para dewa, K’tut Tantri tetap merasa tidak enak untuk menerima permintaan Anak Agung Nura dengan begitu saja. K’tut Tantri mengutarakan keinginannya untuk tinggal di desa saja. Dengan berbincang-bincang, K’tut Tantri dibimbing Anak Agung Nura ke pelataran tempat ayahnya duduk bersama para bangsawannya. Anak Agung Nura bercerita dengan singkat kepada ayahnya mengenai percakapan singkatnya dengan K’tut Tantri. Ia juga bercerita tentang pembangkangan K’tut Tantri terhadap birokrasi Belanda. Setelah mendengar cerita singkat dari anaknya, raja diam sejenak dan berkata:



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17



(11) Apa yang sudah tersurat di langit, harus menjadi kehendak Dewata kadangkadang sulit penafsirannya. Tetapi begitu sudah dimengerti, bahkan orang tolol pun takkan berani menganggapnya sepi. Kurasa kau tidak kebetulan saja tiba di puriku ini. Ini sudah tersurat, lama sebelum kau dilahirkan. Selamat datang, anakku (hlm. 39).



Setelah mendengar ucapan raja, K’tut Kantri tidak berani untuk menolak uluran tangan raja (bantuan Raja). Ia tidak berani karena akan menimbulkan kemurkaan Dewata. K’tut Tantri merasa harus tinggal di puri raja selaku anak seorang raja Bali seperti yang tergambar berikut: (12) Tawaran itu kuterima dengan ucapan terima kasih berkali-kali. Dengan segera aku dibawa raja serta putranya ke bagian lain dari pekarangan puri itu, di mana aku secara resmi diperkenalkan pada istrinya yang pertama. Wanita itu baik hati, tetapi sangat pemalu. Ia ditemani dua putrinya. Dua gadis belasan tahun yang manis-manis. Keduanya belum menikah dan sama pemalunya seperti ibu mereka (hlm. 40).



Setelah memperkenalkan K’tut Tantri secara resmi pada istrinya yang pertama, raja tersenyum lebar dan mengatakan: (13) Sekarang aku mempunyai seorang putra dan tiga putri. Gaya bahasa laki-laki tua begitu riang, sehingga aku cenderung beranggapan bahwa ia hanya berkelakar. Tetapi kemudian suaranya menjadi serius. Kau kami namakan K’tut, yang dalam bahasa Bali berarti anak ke empat. Segera akan kupanggil pendana. Menurut adat leluhur kami, kau akan kami beri nama lain, yang akan merupakan nama yang ditakdirkan untukmu (hlm. 40).



Akhirnya K’tut Tantri menjadi anak ke empat raja Bali dan menjadi bagian dari keluarga Anak Agung Nura. Ia benar-benar merasa bahwa takdirnya adalah menjadi bagian dari keluarga raja seperti yang telah ditakdirkan oleh Dewata. K’tut tantri tidak bisa memungkiri takdir yang telah diberikan oleh Dewata kepadanya.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18



Pada tahap penyituasian novel ini mendeskripsikan tentang memori K’tut Tantri mengenai nenek moyangnya. Selain itu, penulis mengisahkan tentang tokoh utama yang tertarik dengan Pulau Bali. Ketertarikan tokoh utama dengan Pulau Bali mengakibatkan keinginan tokoh utama pergi dan melakukan perjalanan menuju Pulau Bali. Penulis memaparkan dengan jelas mengenai perjalanan tokoh utama saat tiba di Pulau Bali dan tinggal di puri raja Bali. 2.1.2



Tahap generating circumstances (tahap pemunculan konflik) Tahap pemunculan konflik yang terdapat dalam novel Revolusi di Nusa



Damai berisi kisah K’tut Tantri ketika mendapat surat resmi dari Kontrolir Klungkung. Kontrolir Klungkung telah mengetahui keberadaan K’tut Tantri di puri raja Bali seperti yang tergambar berikut: (14) Pada hari kami akan berjalan-jalan di desa, seorang pesuruh datang mengantarkan sepucuk surat yang kelihatannya resmi. Surat itu disampaikan pada Nura, yang melihat alamat yang tertulis di situ sepintas lalu. Ini untukmu! Katanya dengan nada agak heran. Kubuka sampul surat itu. Isinya dalam bahasa Belanda. Coba tolong katakana maksudnya! Nura membaca surat itu, lalu menoleh ke arahku. Cepat sekali berita tersirat. Kontrolir klungkung sudah tahu bahwa kau ada di sini. Kau dimintanya selekas mungkin datang ke kantornya, dengan membawa paspor (hlm. 43-44).



K’tut Tantri menjelaskan kepada Nura bahwa K’tut sudah menunjukkan paspornya pada kontrolir di Denpasar. Ia merasa jengkel dan merasa bahwa ini adalah tindakan sewenang-wenang. K’tut tidak mau pergi ke Klungkung untuk menghadap kontrolir hanya untuk menunjukkan paspor. Anak Agung Nura dan K’tut Tantri berdebat mempermasalahkan keputusan K’tut yang tidak mau menghadap kontrolir klungkung. Nura



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19



menjelaskan bahwa Belanda yang menentukan segala seseuatu di sini, Bali. Ia juga menjelaskan bahwa K’tut Tanti tidak boleh remeh mereka, Belanda. Seluruh masyarakat Bali dan keluarga raja sudah menyadari bahwa sebaiknya bersikap diplomatis. Nura menjelaskan degan tegas, Belanda bisa merepotkan seluruh masyarakat Bali, keluarga raja, maupun K’tut Tantri. Orang Belanda tidak suka jika ada wanita kulit putih bergaul akrab dengan orang Bali. K’tut Tantri mulai menyadari hal itu dan memutuskan untuk berangkat menghadap kontrolir Klungkung seperti yang tergambar berikut: (15) Aku bingung. Tetapi kusadari saat itu, tidak ada pilihan lain bagiku. aku mengisi bensin dari persediaan yang ada di puri, lalu berangkat dengan perasaan enggan ke Klungkung. Aku tidak tahu apa yang akan kudengar di situ. Mungkin kediamanku di puri hanya merupakan impian indah belaka (hlm. 44).



Setelah kedatangannya di Klungkung, K’tut Tantri tidak dibiarkan menunggu terlalu lama karena kontrolir ingin cepat-cepat berbicara dengan K’tut. Kontrolir berbicara dengan agak terbata-bata ketika menjelaskan alasan K’tut di panggil ke Klungkung. Kontrolir Klungkung menjelaskan bahwa pemerintah kolonial Belanda tidak suka jika ada orang kulit putih berbaur dengan masyarakat pribumi. Bangsa Belanda memerintah masyarakat pribumi dan menentukan kedudukan mereka dan membiarkan mereka sendiri. Penjelasan Kontrolir tersebut tergambar dalam kutipan berikut: (16) Anda diminta datang ke kantor ini atas perintah kontrolir Denpasar, katanya. Ia telah memberitahu Anda bahwa pemerintah kolonial Belanda akan menaggapi secara serius kepergian Anda dari Den Pasar, untuk hidup di kalangan penduduk pribumi di pedalaman pulau ini. Kami bangsa Belanda memerintah mereka



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20



dengan jalan menentukan kedudukan mereka lalu membiarkan mereka sendiri. Apa yang akan terjadi menurut pendapat Anda, apabila mereka sampai beranggapan bahwa bangsa kulit putih memandang mereka sederajat? Anda, seorang wanita kulit putih, mau menerima ajakan keluarga pribumi…” Ia terbatabata, seperti mobil kehabisan bensin (hlm. 45).



Perdebatan K’tut dengan kontrolir berjalan begitu panjang dan tetap pada pendirian masing-masing. Kontrolir juga menjelaskan, raja Bali identik dengan istri banyak atau istri lebih dari satu. Ia berusaha menakuti K’tut dengan cara memberi wacana kepada K’tut tentang kebiasaan raja memiliki istri banyak atau lebih dari satu. Kontrolir memberikan contoh raja Karangasem yang memiliki istri paling sedikit empat puluh. Kontrolir juga menjelaskan apakah K’tut tidak takut jika santet karena kecemburuan dari perempuan pribumi. Dengan berlagak bijak, kontrolir berkata bahwa pihak resmi berkewajiban untuk melindungi orang kulit putih dari hal semacam itu. Menurut kontrolir, K’tut menempatkan diri dalam kedudukan yang sangat berbahaya, karena tinggal di dalam puri raja. Wanita di situ sangat pandai bermain santet, apalagi K’tut tidak bisa memahami bahasa mereka. Ucapan kontrolir dibantah oleh K’tut tantri. K’tut membalas ucapan kontrolir dengan mengatakan kalau dengan berjalannya waktu bisa belajar bahasa Bali. K’tut Tantri juga tidak akan pernah meninggalkan puri dan tidak takut dengan yang disampaikan kontrolir kepadanya. K’tut Tantri tetap pada pendiriannya dengan tinggal di puri. Hal ini terlihat pada kutipan berikut:



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21



(17) Saya akan tetap menjadi tamu di puri. Dan percayalah, saya akan menjaga tutur bahasa saya sebaik-baiknya. Karena itu, Tuan kontrolir, saya anjurkan agar Anda tidak menyulitkan saya atau tuan rumah saya, karena apabila itu terjadi, saya akan menghadap konsul Amerika di Surabaya. Ia akan mengatakan pada Anda bahwa saya tidak bisa diusir tanpa alasan. Dan saya takkan membuat Anda mendapat alasan (hlm. 48).



Setelah mengatakan seperti itu kepada kontrolir, K’tut Tantri lalu meninggalkan kantor kontrolir Klungkung. K’tut Tantri bergegas pulang ke puri. Ternyata raja dan putranya telah menunggu kedatangan K’tut Tantri dari kantor kontrolir Klungkung. Raja dan anaknya tidak sabar ingin mendengar cerita K’tut Tantri. K’tut Tantri menceritakan semua percakapannya dengan kontrolir Klungkung tanpa menambah dan menguranginya. Mendengar cerita dari K’tut Tantri, raja mengutarakan keinginanya agar K’tut tetap mau tinggal di puri. Seluruh keluarga raja berpikiran seperti itu, mereka berharap K’tut tetap mau tinggal di puri dan tidak perlu merasa takut. Jika kontrolir mengusir K’tut dari puri, raja sendiri yang akan menghadapi dan akan menghadap Gubernur untuk membicarakan hal ini. Raja juga menjelaskan bahwa seluruh masyarakat kulit putih akan memperlakukan raja sebagai sesuatu yang hina. Bangsawan Bali sekali pun tidak akan diterima sebagai tamu di rumah orang Belanda. Orang Bali tidak bergaul dengan bangsa kulit putih, kecuali beberapa seniman asing. Anak Agung Nura menambahkan ucapan ayahnya dengan mengatakan K’tut nantinya akan merasa sepi, karena tidak bergaul dengan bangsa kulit putih lainnya. Namun, saat itu K’tut tahu, bahwa ia tidak akan pernah sepi. K’tut merasa



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22



mempunyai teman-teman yang begitu baik seperti mereka, raja, Anak Agung Nura, dan keluarganya. Setelah kejadian di Klungkung, K’tut mulai mempelajari bahasa, adat istiadat, dan terutama agar K’tut bisa menerima cara hidup yang asing baginya. Selain itu, Nura juga memaksa K’tut untuk mempelajari bahasa Kawi dan kesusastraan kuno. (18) Nura juga mendesak agar aku mempelajari bahasa Kawi sedikit-sedikit, serta kesusastraan kuno. Menurut pendapatnya, agar bisa memahami suatu bangsa, aku harus mengenal kebudayaan mereka. Ia menerjemahkan untukku catatan dan kisah-kisah yang tertulis pada daun lontar. Dengan segera aku sudah mendalami sejarah negeri itu, begitu pula buah karya pujangganya. Ternyata kisah-kisah rakyat Bali mirip sekali dengan dongeng-dongeng Barat (hlm. 52).



Ada pula tentang pakaian adat Bali. Semula K’tut ingin sekali memakainya, namun K’tut segan untuk mengatakan hal tersebut. Kedua adik Nura datang membawakan kain, setagen, serta sandal dan kebaya sesuai dengan keinginan K’tut. Putri Ara membantu K’tut memakai kain, menyusul setagen yang terbuat dari kain sutra tebal sepanjang empat atau lima meter. K’tut merasa sesak nafas karena kencangnya lilitan kain sutra itu. Kedua adik Nura mengatakan bahwa memang harus erat memakai kain sutra, karena semuanya harus serba datar, tidak boleh ada yang menonjol. Selain itu, bagian belakang K’tut tidak selurus kedua adik Nura. Dengan cepat Agung Ara mengatakan, “tetapi iti bagus,” masih kelihatan dan itu yang dikagumi kaum pria seperti tergambar berikut:



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23



(19) “Tetapi itu bagus, kata Agung Ara cepat-cepat, dan masih tetap kelihatan, walau sudah dibalut erat-erat. Itu yang paling dikagumi kaum pria kami. Kalau kami berjalan, tidak ada yang bisa merangsang. Kalau wanita kulit putih, lain (hlm. 52).”



Tahap pemunculan konflik diceritakan penulis mengenai tokoh utama yang menghadapi kontrolir Belanda. Konflik cerita ini dimulai ketika pemerintah Belanda yang tidak menyetujui tokoh utama berbaur dengan masyarakat pribumi. Selai itu, penulis mengisahkan tokoh utama yang tetap ingin tinggal di puri raja Bali. 2.1.3



Tahap rising action (tahap peningkatan konflik) Impian K’tut Tantri mulai terlaksana untuk memiliki hotelnya sendiri. Ia



dibantu tiga temannya, yaitu Wayan, Nyoman, dan Made. Dana untuk membangun hotel diperoleh dari sumbangan masyarakat Bali yang sangat mengenal K’tut Tantri. Dalam pembangunan hotel, K’tut juga dibantu oleh seorang yang paling pintar di Bali, yaitu Bagus. K’tut dan Wayan mendatangi Bagus untuk meminta bantuan membangun hotel. Wayan yang sudah mengenal Bagus mengatakan tanpa basa-basi seperti yang tergambar berikut: (20) Kami sangat memerlukan bantuanmu, Bagus. Terus terang saja, aku tak tahu apa yang harus kami lakukan, apabila kau tidak ada. Wayan pandai sekali membujuk orang. Kami tidak memintamu agar merencanakan bangunan hotel yang biasa, seperti kepunyaan Belanda di Denpasar, melainkan bangunan istimewa yang akan bisa memamerkan bakatmu yang sesungguhnya (hlm. 100).



Setelah pengerjaan hotel yang dibantu oleh Bagus selesai, hotel itu dinamakan Swara Segawa. Suasana persahabatan tercipta di Swara Segawa, tamu-



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24



tamu bebas berkeliaran di mana saja. Di dapur, tamu dapat belajar masak masakan Bali. Pihak Belanda merasa tidak senang dan sudah waktunya bertindak tegas. Suatu hari ketika hotel sedang penuh, polisi Belanda datang untuk menangkapi para pelayan tanpa terkecuali. Dengan segera K’tut mengirimi surat ke konsul Amerika berharap bantuan. Pihak Belanda selalu ingin memulangkan K’tut ke negara asalnya dan selalu bertindak apa saja agar K’tut tidak betah di Bali. Konsul Amerika menaggapi surat yang dikirim oleh K’tut. Tidak sampai 24 jam, para pelayan sudah dipulangkan. Para pelayan mengatakan bahwa mereka dipaksa oleh polisi Belanda agar mengaku bahwa hotel milik K’tut adalah tempat percabulan. Segala usaha dilakukan Belanda, pihak Belanda kemudian memutuskan untuk melancarkan berbagai tindakan. Langkah awal yang dilakukan adalah untuk pembersihan kaum homo yang diperintah oleh Gubernur Jendral Belanda di seluruh wilayah jajahan Hindia Belanda. Semua orang diperiksa tanpa terkecuali. Dengan segera pemeriksaan sampai di Bali, beberapa orang lari meninggalkan pulau. K’tut bersama kawan-kawannya dan para tamu hotel diperiksa, tetapi iklim moral di hotel tanpa cacat cela. Polisi tidak dapat menemukan sesuatu yang tidak beres. Akhirnya untuk sementara Belanda tidak mengganggu lagi. Untuk sementara waktu semua berjalan lancar. K’tut tidak diganggu lagi dan kepercayaan dirinya pulih. Namun, suatu hari seorang polisi Belanda Indo datang ke hotel K’tut dan membawa surat dengan sampul yang besar. Awalnya



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25



K’tut mengira ada kontrolir yang memintanya menghadap, tetapi itu keliru. Surat itu berisi perintah pengusiran K’tut. Jika dalam batas waktu satu minggu tidak meninggalkan Bali, K’tut akan ditangkap dan ditaruh di atas kapal pertama yang berangkat ke Amerika Serikat. Surat pengusiran itu sama sekali tidak disertai penjelasan. Dengan segera K’tut mendatangi kantor kontralir di Denpasar. Ia menanyakan, alasan pengusiran K’tut. Kontrolir tidak dapat menjelaskan alas an pengusiran. Hal ini tergambar dalam kutipan berikut: (21) “Pemerintah Belanda tidak berkewajiban untuk mengemukakan alasan. Anda orang asing di sini, dan kami pasti berhasil mengusir Anda dari pulau ini.” K’tut menjawab, Silahkan mencobanya. Sama-sama tidak akan berniat pergi, kalau tidak ada alasan sama sekali. Ini namanya tindakan sewenang-wenang. Coba saja menaikkan diri saya ke kapal dengan jalan paksa. Anda pasti menyesal, lihat saja nanti (hlm. 107).



Keesokan harinya, K’tut terbang ke Jawa untuk menemui konsul Amerika di Surabaya. Di sana dijelaskan bahwa K’tut tidak mungkin bisa diusir begitu saja tanpa alasan. Kecuali memang di hotel K’tut terbukti biasa terjadi hal-hal yang melanggar tindakan tata susila atau ketahuan menyebarkan paham komunisme. Di akhir nasehatnya, konsul Amerika mengatakan bahwa K’tut harus mengusahakan pembela dan persoalan ini harus segera diajukan pada Gubernur Jenderal di Batavia. Awalnya, K’tut ingin memakai pengacara bangsa Indonesia. Namun, ketika ditanyakan ke Agung Nura tentang pengacara yang akan dipakai K’tut, Agung Nura menyarankan untuk memakai pengacara Belanda. Kalau pengacara



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26



Indonesia pasti tidak akan bisa berbuat apa-apa. Atas desakan Nura, K’tut mendatangi Daan untuk mengusulkan pengacara. Daan mengusulkan seorang pengacara hukum kenalannya. Dengan segera persyaratan formalitas dilengkapi. Pihak penguasa Belanda diberitahu bahwa kasus K’tut Tantri akan diajukan ke hadapan Gubernur Jenderal. Dan selama keputusan belum dijatuhkan, K’tut tidak bisa ditahan atau diusir dari Bali. Berminggu-minggu tanpa ada keputusan. Sementara itu, dari penjuru dunia mengalir surat-surat dari orang-orang yang pernah tinggal di hotel K’tut. Surat itu ditujukan ke Gubernur Jenderal, yang berisi memprotes perlakuan yang dialami K’tut. Seorang wanita Belanda yang akrab dengan Ratu Wilhelmina menulis, jika gadis K’tut Tantri dari Amerika sampai diusir dari Bali, kami akan mengundang K’tut ke Belanda dimana K’tut akan mendapatkan kesempatan untuk membuka mulut. Sementara surat-surat itu terus berdatangan, hotel K’tut dikosongkan. Pihak Belanda tidak mengizinkan seorang pun tinggal di hotel. Di sisi lain, pengacara yang membela K’tut dalam kasus ini menasehati. Pihak Belanda tidak akan menemukan kata sepakat untuk mengusir K’tut. Bergaul akrab dengan penduduk pribumi dan memakai pakaian adat bukan suatu tindakan kejahatan. Bahkan tinggal di tengah keluarga pribumi bukan sebagai kejahatan. Pengacara berusaha menenangkan K’tut seperti yang tergambar berikut: (22) Mereka tidak bisa menemukan kata sepakat untuk mengusir Anda. Kata pengacara menenangkan diriku. Bergaul akrab dengan penduduk pribumi, mengenakan pakaian seperti penduduk setempat, tidak merupakan kejahatan. Bahkan tinggal di tengah keluarga pribumi pun tidak! Justru memburu-buru orang, sikap picik, dan prasangka rasiallah yang merupakan kejahatan (hlm. 108).



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27



Suatu pagi, Agung Nura menemui K’tut. Nura menemui K’tut bermaksud untuk melamar K’tut agar menjadi istrinya yang kedua. Nura mengatakan kalau K’tut mau menjadi istrinya, ia akan selamat dan tenang tidak diganggu oleh pihak Belanda lagi. K’tut pun terkejut saat mendengarnya. Dengan alasan keselamatan dan tidak diganggu oleh pihak Belanda, K’tut tidak bisa menerima alasan itu. Walau Nura benar-benar sayang kepada K’tut. Banyak pertimbangan dan berbagai hal mengapa K’tut tidak mau menerima lamaran Nura. (23) Tidak, Nura. Itu tidak mungkin. Aku tidak bisa menerima pengorbanan yang sebegitu besar darimu. Belanda pasti takkan memaafkan dirimu. Kau akan terpaksa melepaskan segala cita-cita demi bangsamu. Tidak, perjuanganku harus kuselesaikan sendiri. Sekarang pu keadaanmu sudah lebih berbahaya daripada aku, apa pun yang terjadi nanti. Kau sahabat baikku. Saudaraku! Aku tidak bisa menyebabkan dirimu terancam. Aku ini datang ke Bali karena ingin mendapat kebebasan untuk diriku sendiri. Bukan untuk merebut kebebasan orang-orang yang kusayangi (hlm. 109).



Dengan alasan apa pun dan bagaimana pun, K’tut tidak bisa menerima apa yang diutarakan oleh Anak Agung Nura. Percakapan terhenti karena datang kabar yang menyatakan bahwa Gubernur Jendral Hindia Belanda memerintahkan pembatalan perintah pengusiran terhadap K’tut. K’tut menang, tidak jadi diusir. Namun, K’tut tetap merasa tidak tenang. Ia merasa tertekan, kejadian yang baru saja dialami oleh K’tut tidak bisa dilupakan begitu saja. K’tut seperti mendapat firasat bahwa akan ada kejadian yang lebih besar lagi.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28



Hotel yang dimiliki K’tut mulai dibuka kembali. Namun, keadaan sudah berubah. Saat itu musim hujan dan angin bertiup kencang. Saat itu bukan saat tamu berdatangan, hotel mulai sepi karena musim hujan dan angin kencang. Untuk mengisi waktu luang, K’tut mencoba membaca buku-buku dan mempelajari ilmu politik ekonomi. Ia membaca buku-buku tentang sistem kolonial, K’tut tidak menyukainya berdasarkan pengalamannya sendiri dengan sistem seperti itu. Beberapa saat kemudian perang pecah di Eropa. Balatentara Hitler menyerang Polandia. Kabar itu terdengar sampai Bali. Namun, kejadian itu sangat jauh dari Bali. Orang Bali merasa aman. Tetapi, orang Inggris yang ada di Bali dan di Jawa pulang ke negara asalnya. Orang Belanda yang ada di Indonesia seolah-olah sama sekali tak mengacuhkan kejadian itu, walau Belanda bersekutu dengan Inggris. Kemudian angkatan perang Hitler menyerbu negara Belanda. Rotterdam dihujani bom. Ratu Wilhelmina menyingkir ke Inggris bersama para anggota pemerintahan Belanda. Seketika saat itu, seorang jendral Inggris yang sudah tua datang ke hotel K’tut. Ia orang Skot, berasal dari pulau Skye. Kerjanya hanya duduk di teras yang menghadap ke laut sambil merajut. K’tut heran, ia baru pertama melihat laki-laki merajut. Lelaki tua itu berpendapat: (24) “Kesibukan ini menenangkan saraf dan membantu pemusatan pikiran.” Katanya pendapatku keliru, mengira kejadian di Eropa takkan ada pengaruhnya terhadap Indonesia. Kurasa lebih banyak yang kupelajari dari dia, dibandingkan dengan apa yang bisa kuperoleh dari buku-buku yang kubaca selama itu (hlm. 111).



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29



Setelah negara Belanda diduduki, orang Belanda di Indonesia tidak bisa lagi tak bersikap netral terhadap peperangan. Tetapi mereka tetap kelihatan serba santai. Orang Indonesia tampak jauh lebih prihatin. Pimpinan politik terangterangan bersikap pro-sekutu. Mereka meminta pada Belanda agar sebagian rakyat dipersenjatai dan dilatih. Namun, itu dianggap sepi oleh Belanda. Di kalangan Belanda ada suatu kelompok yang pro-Nazi. Mereka aktif di pulau Jawa, sedang di Bali masih tetap seperti biasa. Tamu-tamu mulai berdatangan lagi ke hotel K’tut. Saat itu musim mulai kembali normal. Kebanyakan tamu di hotel berasal dari pulau-pulau yang lain, atau dari Singapura. Begitu pula dengan seorang perwira Angkatan Laut Amerika yang sudah pensuin, Captain Kilkeny yang juga mendatangi hotel K’tut Tantri. Hotel K’tut semakin sering mendapat tamu militer. Keadaan keuangan mulai pulih kembali dan semakin bertambah. Beberapa waktu berlalu, K’tut menerima telegram dari Lord Norwich. Negarawan dari Inggris yang lebih terkenal dengan julukan Duff Cooper memberitahukan perjalanan menuju Australia bersama istrinya. Duff Cooper ingin singgah beberapa hari di hotel milik K’tut. Namun, lagi-lagi K’tut mengalami kesulitan dengan pihak kolonial Belanda. Pihak resmi Belanda memberitahu K’tut bahwa tamu yang kedudukannya tinggi wakil Mahkota Inggris, tidak bisa menginap di hotel milik K’tut. Duff Cooper dan istrinya harus menginap di Residen Bali dan di jemput perutusan resmi di pelabuhan udara.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30



K’tut mengabaikan peringatan dari pihak kolonial Belanda dan tetap mempersiapkan untuk mmenyambut dan menjemput kedatangan Duff Cooper dengan istrinya, Lady Diana Manners. Nyoman dan Made menghias mobil untuk menjemput mereka, bendera Inggris dipasang di depan mobil. Persiapan sudah selesai. K’tut bersama kedua temannya, Wayan dan Nyoman berangkat ke pelabuhan udara. Di pelabuhan udara, para pejabat Belanda datang semuanya. Mereka datang dengan menggunakan mobil limusin hitam yang mengkilat. Orang-oarang Belanda yang ada di pelabuhan udara melongo melihat gaya jemputan K’tut. Sepuluh menit berlalu, pesawat akhirnya mendarat dan orang Belanda langsung mengerubungi menyambut. Salah seorang Belanda mengatakan bahwa Duff Cooper dan istri akan diantar ke Istana Gubernur. Namun, Doff Cooper menolak karena tidak sedang bertugas. (25) Terimakasih atas segala kehormatan ini, katanya, tetapi saat ini saya sedang cuti, dan saya telah mengatur rencana sendiri. Saya dan Lady Diana akan menjadi tamu Miss K’tut Tantri di Pantai Kuta. Harap tunjukkan orangnya pada saya. Yang Mulia, hotel itu hotel rakyat. Yang Mulia takkan merasa senang di situ. Seorang belanda menyela. Dari apayang saya dengar tentang hotelnya, saya tentu akan merasa nyaman dan senang di situ. Duff Cooper tersenyum. Disamping itu, saya memang ingin merasakan hidup seperti pribumi (hlm. 113).



Akhirnya seorang wakil perusahaan penerbangan mengamati agar K’tut mendekat. Duff Cooper serta istrinya ramah sekali pada K’tut. Wayan dan Nyoman membukakan pintu mempersilahkan mereka masuk mobil. Mereka bergegas menuju hotel.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31



Setelah sampai di hotel, mereka berbincang asik. Perbincangan itu terputus karena ada pemuda dari kampung tempat para penari datang memberi kabar buruk. Para penari diancam oleh manajer Bali Hotel dan wakil perusahaan perkapalan Belanda. Para penari diancam kalau mereka menari di tempat K’tut, mereka tidak akan pernah dipanggil menari di Denpasar. Sesaat setelah laporan pemuda itu, K’tut langsung pergi mendatangi Asisten Residen yang kedudukannya di atas kontrolir. K’tutu mengancam jika ancamam kepada para penari tidak dicabut, ia akan membeberkan kejadian itu pada para pers di Inggris. Belanda pasti akan merasakan pembalasan yang datang dari pemerintah Inggris. K’tut juga mengancam akan mengirim surat pada Gubernur Jendral Belanda di Batavia. Siang harinya, saat K’tut duduk-duduk di bar bersama suami-istri Pol, seorang pejabat Belanda masuk dan mengajak K’tut berbicara. Ia menjelaskan bahwa penari akan datang. Residen tidak tahu mengenai ancaman dari pihak Bali Hotel dan perwakilan perusahaan perkapalan. Setelah kabar itu, pesta berlangsung malam harinya tanpa kendala. Suatu hari K’tut terbangun pagi-pagi karena ada yang menggedor-gedor pintu. Seorang penerbang membawa kabar bahwa Armada Amerika di Pearl Harbor ditenggelamkan Jepang. Jika Meneer Daan dan Captai Kilkenny ada, sebaiknya K’tut juga menyampaikan kabar ini pada mereka. Malam harinya Daan kembali ke Jawa, ia harus melapor. Ia seorang perwira cadangan. Sedangkan Captain Kilkenny berangkat ke Amerika keesokan



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32



harinya. Saat itu K’tut ditawari untuk pulang, namun Ktut tidak bisa menerima ajakan itu. K’tut tidak bisa membayangkan jika ajakan itu diterimanya, bagaimana Captain Kilkenny akan mengusahakannya. Salah seorang penerbang kenalan K’tut yang biasa terbang bolak-balik ke Jawa datang membawa surat. Surat itu dari Anak Agung Nura yang berisi, K’tut harus segera menutup hotel dan capat-cepat pergi ke puri ayahnya. Nura mengkawatirkan jika Jepang akan segera sampai di Bali. K’tut dinasehati semua kenalannya. Namun, K’tut tetap tidak mau pergi dari Bali. K’tut berpendapat, Belanda saja tidak bisa mengusir. Jepang juga tidak akan bisa seperti yang tergambar berikut: (26) Semua menasehati aku agar dengan segera pergi meninggalkan bali, walau bermacam-macam yang ada mengenai kapan Jepang akan sampai di Jawa. Teteapi aku sudah bertahun-tahun tinggal di Bali. Pulau itu sudah menjadi tanah airku yang kedua. Jika Belanda tidak berhasil memaksaku pergi, masa Jepang akan bisa? Aku datang ke Bali, karena memdambakan kedamaian dan kebebasan. Mingkin kebebasan yang sebenarnya akan kucapai dengan jalan menempatkan diri di garis depan perjuangan (hlm. 116).



Pelabuhan udara sangat dekat dengan hotel K’tut. Setiap minggu ada satu skuadron penerbang yang datang ke Jawa. Sebelumnya, hotel K’tut sangat terbuka untuk mereka. Sekarang K’tut membukanya lebar-lebar, k’tut tahu para penerbang nantinya akan memikul tanggungjawab yang sangat besar. K’tut juga tahu bahwa Swara Segara terancam bahaya, karena di seluruh Bali hanya pelabuhan udara itu saja yang menarik bagi Jepang untuk diserang dan dibom. K’tut membuatkan bendera khusus untuk para penerbang. Bendera itu berbentuk persegi tiga berwarna oranye. Di setiap sudut tertulis huruf “D”



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33



berwarna hitam. Huruf itu singkatan dari Darling, Daring Devils, yang berarti “Setan-setan tersayang yang pemberani”. Bendera ciptaan K’tut terkenal di Bali dan Jawa, para penerbang muda itu gembira memakai bendera itu. Bahkan ada juga yang memadang pada mobilnya. Pejabat kolonial Belanda kemudian menyebarkan desas-desua bahwa K’tut mungkin mata-mata musuh. Sebagai akibatnya, para penerbang dilarang mampir ke hotel milik K’tut. Para penerbang muda memprotes keras larangan itu. Kalangan tinggi Angkatan Udara kerajaan Belanda datang ke hotel K’tut untuk pemeriksaan. K’tut menyelenggarakan pesta untuk menyambut kedatangan mereka. Para perwira tinggi sangat menikmatinya, sedang K’tut sibuk menjelaskan. (27) Saya menjadi mata-mata itu untuk siapa? Tanyaku. Dan apalah yang bisa saya selidiki. Semuanyakan sudah menjadi rahasia umum. Para penerbang itu terbang ke Darwin di Australia, lalu kembali membawa oleh-oleh untuk istri mereka dengan nama took tempat mereka brebelanja masih tertempel, begitu pula kotakkotak korek api dengan nama hotel di mana mereka menginap. Betapa dirahasiakan sekalipun kepergian mereka, tetapi masih kelihatan. Saya sama sekali tidak punya kenalan orang Jepang. Saya warga Negara Amerika kelahiran Inggris. Sudah bertahun-tahun saya tinggal di Bali. Saya mempunyai simpanan sekadarnya, dari hasil usaha hotel. Saya ingin mempergunakan untuk menghibur anak buah Anda, sebagai tanda terimakasih pada mereka yang mungkin nanti akan mengorbankan jiwa dalam mempertahankan Pulau Bali. Janganlag sumbangan saya yang sedikit itu dilarang (hlm. 117).



Sebagai hasilnya, larangan dicabut. Para perwira yang mampir malam itu di hotel milik K’tut, mengirim buah arbei dari Bandung. Sementara itu, bala tentara Jepang semakin dekat ke Jawa. Para penerbang masih sering datang ke hotel milik K’tut. Bendera yang dibuat oleh K’tut masih berkibar. Tidak banyak



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34



dari mereka yang masih hidup. Namun, K’tut tak pernah menyesal bahwa sebelum tirai turun K’tut masih sempat membuat mereka merasa bahagia. Jepang semakin dekat, kini Jepang menduduki Singapura. Belanda kaget mendengar Singapura telah diduduki Jepang. Daerah jajahan Belanda kini terancam. Di pantai Sanur dan Kuta dipasang pagar kawat berduri sampai tiga lapis. Di mana-mana bermunculan kubu-kubu pertahanan dan meriam-meriam. Hotel milik K’tut dipasang juga pagar kawat berduri dan di belakang hotel dibuat lubang perlindungan. Namun, pekerjaan membuat lubang perlindungan dihentikan karena dirasa kurang aman. Hanya sebuah lubang pasir dan berdinding papan. Seorang perwira Belanda meminta dengan sangat agar K’tut mau pergi dari hotel. Namun, saat itu K’tut merasa bahwa ia sudah benar-benar menjadi orang Bali. Masyarakat tidak pergi meninggalkan pulau. Mereka tidak bisa pergi, lagi pula, tidak ada yang tahu apakah Jepang datang sebagai penyelamat atau penindas baru. Lagi-lagi K’tut mendapat surat dari Anak Agung Nura. Surat itu masih sama isinya dengan isi surat sebelumnya, Nura ingin K’tut pergi ke Puri ayahnya untuk menyelamatkan diri. Namun, K’tut tetap ingin tinggal di hotel miliknya. Ia bahkan menambah paviliun lagi. K’tut beranggapan bahwa hotel miliknya merupakan tempat perlindungan yang aman. Ia tidak mau melepasnya. Suatu hari Wayan datang membawa kabar bahwa Jepang sudah di pantai Sanur. Wayang menyarankan agar K’tut cepat pergi berlindung. Orang Belanda sudah berlarian dan mengganti pakaian mereka dengan pakaian pribumi. Kulit mereka dipoles sehingga terlihat cokelat.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35



Akhirnya K’tut menyadari bahwa ia harus pergi. K’tut pergi ke puri Raja. Namun, ia ke puri bukan untuk berlindung. K’tut hanya berpamitan ingin pergi. Ternyata Nura sudah menitipkan surat untuk K’tut yang dialamatkan di puri. Nura ingin K’tut pergi ke Jawa melalui Gilimanuk. K’tut pergi diantar oleh pelayan puri menuju hotel. Di hotel K’tut menemui hotelnya masih utuh. Di hotel, ia hanya berpesan pada Wayan agar menjaga hotelnya. Jika nanti Jepang sampai di Kuta, pasti hotel dipakai untuk beristirahat oleh pasukan perang Jepang. Layanilah mereka dengan baik, pesan K’tut terhadap Wayan. Awalnya, K’tut ingin pergi ke Gilimanuk sendiri dengan menaiki mobil. Namun, Wayan memaksa untuk mengantar K’tut. Sesampainya mereka di Gilimanuk, Wayan menagis tersedu melepas K’tut. K’tut menyebrang dengan menumpang nelayan ikan. Di kapal, K’tut disembunyikan di bawah jala. Selama perjalanan menuju Jawa, banyak pesawat perang Jepang melintas di atas kapal nelayan. Sesampainya di pulau Jawa, K’tut masih harus menunggu kedatangan Nura. Tidak lama kemudian, Nura datang. Mereka hanya duduk menghadap ke pantai dan memandangi asap yang memerah dari seberang pantai, itu Bali. Nura mengatakan bahwa tidak ada yang menyangka kalau Jepang akan mendarat di Bali bukan di Jawa. K’tut dan Nura menunggu mobil milik K’tut yang disusulkan menggunakan perahu dari Gilimanuk. Setelah mobil datang mereka langsung menuju Surabaya dengan melewati jalan kampung menghindari jalur-jalur lalu



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36



lintas utama. Setibanya di Surabaya, semua sudah kacau-balau. Jalanan ramai, kereta yang biasa melintas penuh dengan orang-orang Belanda yang hendak mengungsi. Begitu pula dengan penduduk lokal, mereka bergegas pergi mengungsi ke kampung-kampung. Ternyata, Surabaya telah beberapa kali dibom oleh pesawat tempur Jepang. Kata orang, Sumatera dan Borneo sudah dikuasai Jepang. Tidak lama lagi pasti Jepang akan mendarat di Jawa. Anak Agung Nura merasa cemas akan K’tut Tantri, K’tut pasti akan menjadi bulan-bulanan Jepang. Oleh karena itu, Nura pergi ke Solo untuk melihat kemungkinan K’tut tinggal di Keraton Solo. Sementara itu, K’tut ditinggal di Surabaya. Ia tinggal di hotel Oranje, salah satu hotel yang terkemuka di Surabaya. Untuk sementara, keadaan K’tut nyaman, namun tidak tenang. Orang-orang yang sehotel dengan K’tut kebanyakan orang Jerman dan orang Belanda. Konsulat Amerika sudah ditutup, para personelnya sudah diungsikan. Namun suatu komisi militer Amerika masih ditempatkan di Surabaya. Sambil menunggu Nura datang dari Solo, K’tut menawarkan diri untuk membantu di komisi militer Amerika. Ia dijadikan sopir oleh kolonel yang bernama Yankee Cekakakan. Nama Cekakakan diambil dari kebiasaan kolonel itu yang selalu tertawa terbahak-bahak. Kolonel Yankee berhasil membesarkan hati penduduk yang ketakutan, dengan cara tidak ikut bersembunyi dalam lubang perlindungan apabila ada serangan udara.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37



(28) “Bidikan setan-setan kuning itu payah. Bahkan sisi lumbung Ratu Wilhelmina pun takkan bisa mereka kenai,” serunya mencemooh. Rakyat mengagumi semangatnya. Ke mana pun ia pergi, selalu ada yang mengikuti (hlm. 128).



Dari ketabahan hati kolonel Amerika itu, K’tut belajar untuk bersikap ulet, tawakal menghadapi bahaya yang mengancam. Kolonel itu menasehati K’tut untuk tidak takut. Kemana pun perginya bersembunyi menghindari serangan bom, jika sudah ditakdirkan mati, pasti akan mati juga kena bom. Beberapa hari kemudian setelah nasehat itu, sebuah lubang persembunyian terkena bom. Semua yang ada di dalam lubang persembunyian itu mati. Sejak itu, K’tut tidak mau repot-repot memikirkan keselamatan dirinya. Tugas-tugas kolonel itu berkaitan dengan dua kapal yang berlabuh did ok Surabaya. Kapal-kapal itu berisi makanan, mesiu, dan obat kina. Suatu hari, pesawat tempur Jepang menjatuhkan bom di dekat kapal-kapal itu berlabuh. Untung saja tidak tepat pada sasaran. Kolonel berpikiran bahwa kapal-kapal itu harus segera diberangkatkan sebelum Jepang benar-benar menjatuhkan bom tepat di kapal-kapal itu. Kolonel mengambil sebuah peta, ditunjukannya sebuah teluk kecil dekat Pasuruhan pada K’tut. Ia mengatakan bahwa malam ini kapal-kapal itu akan berangkat menuju teluk kecil itu. Sebelum fajar seharusnya kapal sudah sampai di teluk kecil itu. Ia meminta agar K’tut berangkat menjemput dengan menggunakan mobil.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38



Rencana itu berjalan lancar. Tidak lama setelah pindahnya kapal-kapal itu ke teluk kecil dekat Pasuruhan. Pesawat tempur Jepang menjatuhkan bom tepat di setiap dermaga Surabaya. Dalam hitungan menit, dermaga-dermaga itu telah hancur. Tanggal satu Maret 1942, Jepang akhirnya mendarat di Jawa. Semua anggota militer Belanda, Amerika, Australia, maupun Inggris diperintahkan dengan segera meninggalkan kota. Kebanyakan dari mereka diinstruksikan untuk menuju Australia. K’tut didesak Kolonel agar ikut dengannya terbang ke Sydney. (29) “Di pesawat masih ada tempat untuk Anda,” katanya. “Keselamatan Anda akan sangat terancam jika tetap tinggal di sini, mengingat Anda warga Negara Amerika. Anda kan sudah mendengar di radio, apa yang mereka lakukan dengan tawanan mereka, terutama orang-orang Amerika. Jepang berperang tanpa mengenal tata aturan sama sekali” (hlm. 129).



Namun, K’tut tidak ingin meninggalkan tanah airnya yang kedua itu. K’tut bersikeras untuk tetap tinggal di Indonesia. Ia sadar akan bahaya yang akan datang, namun K’tut telah mempertimbangkan baik-baik keputusannya itu. Banyak hal yang tidak bisa ditinggalkan oleh K’tut. K’tut mengucapkan selamat tinggal pada kolonel yang terbang ke Australia bersama beberapa orang. Setelah itu, K’tut tinggal di sebuah bungalo yang tidak jauh dati hotel Oranje. Ia menunggu kedatangan Nura dari Solo sambil memperhatikan tentara Jepang masuk ke kota Surabaya. Tentara Jepang masuk dengan tertib dan rapi, mereka langsung menempati gedung-gedung kosong yang dulunya ditempati oleh Belanda.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39



K’tut sama sekali tidak mendengar tentang kekerasan yang dilakukan oleh tentara Jepang. Kalau ada perampokan, pemerkosaan, dan tindak kekerasan, jumlahnya pasti sedikit. Mendengar kabar yang seperti itu, orang Indonesia gembira menyambutnya. Bendera merah putih yang dulu dilarang Belanda, kini berdampingan dengan bendera Jepang. Orang Indonesia beranggapan bahwa Jepang datang bukan sebagai penjajah baru, melainkan penyelamat dari jajahan Belanda. Banyak orang yang beranggapan bahwa penyerangan itu sebagai kenyataan ramalan Jayabaya. Jayabaya mengatakan bahwa pulau Jawa akan dijadikan merdeka oleh bangsa kate berkulit kuning yang dating dari utara. Anak Agung Nura datang dari Solo, ia membawa kabar bahwa Jawa bagian barat sangat kacau. Seminggu setelah Surabaya jatuh tanpa pertumpahan darah, lewat radio K’tut mendengar kabar bahwa peperangan di Jawa diakhiri. Panglima pasuka Sekutu, Letnan Jenderal Ter Poorten, dan Angkatan Bersenjata Kerajaan Belanda menyatakan diri takluk. Ternyata tindakan itu diambil tanpa berunding dengan petinggi yang lain. Bangsa Indonesia kaget dan tidak menyangka Belanda akan cepat menyerah. Komandan bala tentara Jepang di Surabaya memerintahkan agar orang Eropa datang mendaftarkan diri mereka ke markas besar. Nura menemani K’tut menghadap komandan itu. Nura meminta agar K’tut diberikan ijin khusus yang membebaskan dari interniran (orang yang diasingkan). Nura juga menjelaskan bahwa K’tut adalah adik angkatnya yang pernah tinggal lama di puri ayah Agung



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40



Nura. Ditambahkannya penjelasan bahwa K’tut tidak ada sangkut pautnya dengan peperangan, K’tut hanya seorang seniman. Komandan itu terkesima dengan cara berpakaian K’tut yang seperti penduduk setempat, begitu pula dengan kakinya yang hanya menggunakan sandal, rambut yang dicat hitam. Apalagi dengan kemampuan K’tut berbahasa Bali dan Melayu. Dengan baik hati dituliskannya perintah pembebasan dari interniran (orang yang diasingkan) serta surat jalan. “Nippon tidak berperang melawan seniman,” kata komandan itu. “Kapankapan kau harus memperlihatkan hasil lukisanmu padaku. Nanti kuperlihatkan koleksiku, lukisan-lukisan Nippon.” Komandan itu ternyata baik hati dan tidak bersikap angkuh serta kasar. Komandan itu peramah dan simpatik (hlm. 132). Hubungan normal Bali dengan Surabaya terputus saat itu. Bali diduduki pasukan Angkatan Laut Jepang, sedangkan Surabaya diduduki pasukan Angkatan Darat Jepang. Keduanya memiliki sikap yang berbeda, dengan segera tampak jelas bahwa keduanya saling cemburu-mencemburui. Agung Nura memutuskan untuk pergi ke Bali sendirian untuk melihat keadaan ayahnya. Sekaligus untuk melihat keadaan apakah mungkin K’tut berada di Bali tinggal di puri ayahnya. K’tut disuruh tetap tinggal di Surabaya, menunggu perkembangan selanjutnya. Setidaknya, komandan tentara Jepang di Surabaya tidak bersikap memusihi. Agung Nura mewanti-wanti agar tidak terlalu berani. Sedapat mungkin harus menghindar dari orang Jepang.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41



Saat itu ada sejumlah orang Australia dan Inggris dari kalangan sipil yang satu demi satu ditangkapi. Mereka bersembunyi di gunung-gunung, mungkin ada yang membocorkan hal itu kepada Jepang. Jepang memberikan imbalan yang besar pada siapa saja yang memberikan informasi tentang pelarian. Suatu hari, ada yang mengetuk pintu tempat tingggal K’tut. Sorang inggris kenalan lama K’tut datang meminta bantuan. Ia mendengar bahwa K’tut memiliki izin untuk bepergian. Kenalan lama K’tut menjelaskan bahwa ia mewakili perusahaan Inggris menitipkan sejumlah mobil dan dokumen penting. Kenalan lama K’tut Tantri meminta agar ia membantu membawa barangbarang seludupan ke Bali. Dengan surat izin, proses pembawaan barang-barang seludupan dipastikan aman. Namun, K’tut menjelaskan bahwa surat izin yang dimilikinya bukan untuk melintas pulau dengan membawa mobil, itu akan menjadi masalah nantinya. Tetapi, teman lama K’tut memiliki taktik untuk mengelabuhi jika ada pemerikaan di jalan. Ia akan membuatkan surat izin palsu lengkap dengan tanda tangan komandan. K’tut menerima tawaran itu. Ia bermaksud untuk menjenguk Raja dan Agung Nura nantinya di Bali. Selain itu, K’tut juga tidak akan terkungkung di Surabaya. Perjalanan itu sama sekali tidak dianggap bahaya. Kemungkinan hanya akan ada pemeriksaan prajurit Jepang sepanjang perjalanan. Itu benar terjadi ketika K’tut berangkat menuju Bali dengan membawa mobil. Selama perjalanan, K’tut dihentikan prajurt Jepang. Namun, dengan surat jalan palsu itu K’tut bisa lolos dan melanjutkan perjalanan.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42



K’tut menyeberangi selat Bali dengan cara biasa. Sesampainya di Bali, K’tut langsung menuju ke tempat kenalan baiknya, saudara Raja yang menikah dengan wanita Prancis. Ia menitipkan barang bawaannya di situ. Setelah itu, K’tut nenyusuri bukit untuk menuju kediaman raja dan Nura. Sesampainya di puri, Raja dan Nura kaget melihat kedatangannya. Raja meminta agar K’tut menghentikan tindakan yang menantang nasib. Namun, K’tut harus kembali lagi ke Jawa. Ada janji yang harus ditepati. K’tut merasa bahwa keberaniannya bertambah ketika tiba di Surabaya. Kepercayaan diri dan keberaniannya sangat besar. K’tut merencanakan untuk melakukan perjalanan yang kedua. Ia merasa bahwa akan gampang untuk melakukannya. Orang Inggris yang kawan lama K’tut menyetujui untuk melakukan perjalanan yang kedua itu. Namun, ia juga memperingatkan jangan sampai tiga kali, itu namanya nekat. K’tut akhirnya melakukan perjalanan menuju Bali yang kedua. Namun, perjalanan yang kedua itu agak lebih berbahaya dari yang pertama. Setibanya di Bali dan telah menyembunyikan barang-barang bawaanya, K’tut pergi ke puri. Raja dan Nura sangat lega ketika melihat K’tut selamat sampai di Bali. Saat itu juga, K’tut berjanji tidak akan lagi berbuat yang akan mengakibatkan keresahan dan kekawatiran Raja dan Nura. Dalam perjalanan, K’tut juga mendengar kabar bahwa hotel miliknya telah hancur. Pelayannya juga telah mengungsi ke kampung mereka.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43



(30)



Perjalananku yang kedua ke Bali, agak lebih berbahaya. Setelah menyembunyikan barang-barang bawaanku, aku pergi ke puri. Raja maupun puteranya kelihatan sangat lega. Aku lantas berjanji pada diriku, takkan berbuat apa-apa yang semakin menggelisahkan perasaan mereka. Dalam perjalanan sekali itu kudengar hotelku di Pantai Kuta telah musnah sama sekali, sedang Wayan, Nyoman, dan Made bersembunyi ddi kampung mereka masing-masing (hlm. 134).



Suatu pagi ketika sedang asik ngobrol, K’tut dikagetkan dengan pembicaraan Raja yang menyarankan agar ia menikah dengan Nura. Selain itu, pernikahan bisa menyelamatkannya dari ancaman behaya dari Jepang. Namun, K’tut dengan sikap rendah menolak permintaan Raja. Walau telah dijelaskan oleh Raja bahwa di Bali seorang laki-laki boleh beristri sebanyak yang seorang lakilaki itu mampu, K’tut tetap menolak. K’tut tidak akan mengecewakan dan mempermalukan Ratri, istri Nura. Selain itu, ia juga telah menganggap Nura sebagai abangnya. Dengan desakan yang demikian, K’tut mengatakan bahwa akan memikirkan permintaan ini. Namun, K’tut harus kembali ke Surabaya. Setibanya di Surabaya, K’tut mendengar kabar bahwa temannya yang orang Inggris itu telah ditangkap oleh Jepang dan dibawa ke kamp tawanan dekat Bandung. Mendengar kabar itu, K’tut bergegas untuk memusnahkan surat-surat palsu dengan cara dibakar dan abunya dimasukkan ke WC. K’tut merasa apabila surat-surat itu sampai ketahuan, orang Inggris itu pasti dihukum mati. Sementara, Jepang mengumumkan bahwa orang Belanda Indo tidak akan ditawan. Namun, mereka harus membuktikan bahwa mereka benar-benar memiliki darah campuran. Berbondong-bondong orang Belanda yang mulanya



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44



tidak mau mengakui bahwa mereka Indo, pergi untuk mendaftarkan diri pada Jepang dan menyatakan bahwa mereka memiliki darah campuran. Setelah Jawa jatuh, Jepang mengajak orang Belanda sipil untuk membantu mengurus negara. Jepang menawarkan apabila orang Belanda sipil yang mau membantu tidak akan dipenjarakan. Namun, sikap seperti itu tidak berlangsung lama. Jepang hanya ingin melihat sistem kerja dan segera mengambil alih. Orang Belanda sipil yang membantu mengurus negara akhirnya dijebloskan ke penjara tahanan Jepang. Sementara Belanda merasakan tekanan dari pihak Jepang, orang Indonesia merasakan kekecewaan yang sangat besar terhadap Jepang. Jepang memaksa setiap orang yang berpapasan dengan Jepang harus membungkuk dalam-dalam dan melepas kopiah yang dikenakan. Jika itu tidak dilakukan atau dilakukan dengan lambat, mereka akan dipukul oleh tentara Jepang. Jepang juga mulai merampasi makanan dan hasil perkebunan dengan alasan untuk peperangan yang mendesak. Dahulu semasa Jepang menduduki Sumatera, mereka membebaskan tawanan orang Indonesia yang ditawan oleh Belanda. Diantaranya adalah Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta serta Sutan Syahrir. Jepang menyadari kepopuleran Soekarno, sehingga Soekarno diberi kedudukan sebagai pemimpin pemerintahan sipil dengan wakil Hatta. Suara Soekarno sering terdengar di radio berpidato mendukung Jepang. Namun, sebenarnya Soekarno menyokong gerakan bawah tanan yang dipimpin oleh Mr. Amir Syarifuddin. Gerakan bawah tanah itu



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45



bertujuan untuk menyiapkan Indonesia ke pemerintahan yang dipimpin sendiri oleh bangsa Indonesia. Anak Agung Nura ternyata juga bergerak dalam gerakan bawah tanah. Gerakan bawah tanah berpusat di Jakarta. Untuk komunikasi, mereka mengandalkan kurir. Sementara itu, Nura mengatakan bahwa, ia akan pergi ke Jakarta dan Bandung untuk rapat rahasia. Setelah rapat, ia juga akan mampir ke Jogja dan Solo. Sementara Nura pergi, K’tut berjanji tidak akan pergi jauh-jauh sampai Nura kembali. Beberapa hari setelah Nura berangkat, datang seorang Jepang dengan pakaian sipil. Orang Jepang itu bertanya dengan menggunakan bahasa Inggris, padahal Jepang melarang siapa saja menggunakan nahasa Inggris. K’tut merasa curiga dan waspada. Dengan sikap waspada, K’tut mempersilahkan orang Jepang itu masuk. Orang Jepang itu mengaku sebagai orang yang kelahiran Amerika dari San Fransisco, katanya ia masih warga negara Amerika. Walau ia orang Jepang, ia menolok kelakuan Jepang dan sedang membentuk suatu kelompok kecil yang akan melakukan perlawanan terhadap Jepang. K’tut tidak bisa langsung percaya, ia masih curiga. Orang Jepang itu bermaksud untuk mengajak bergabung dengan kelompok kecilnya. K’tut menolak ajakan itu, ia juga menjelaskan bahwa sebenarnya mendukung Jepang. Namun, orang Jepang itu tidak percaya, ia mengatakan kenal baik dengan Anak Agung Nura dan ia juga tahu siapa K’tut tantri. Dengan



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46



penolakan yang dilakukan K’tut, orang Jepang itu pergi sambil tertawa dan berkata bahwa akan kembali lagi. Kemudian, K’tut melihat seorang Cina mondar-mandir di samping jalan sambil menawarkan sarung dagangannya. Suatu pagi, pedagang Cina itu mengetuk pintu rumah K’tut. Ia menawarkan sarung. K’tut yang saat itu bersama pelayannya, merasa tidak enak jika tidak mempersilahkan untuk memamerkan barang dagangannya. Pelayan K’tut pun memilih dan akhirnya membeli dua sarung. Pedagang Cina itu menjual barang dagangannya dengan sangat murah. K’tut merasa curiga, biasanya tidak ada pedagang Cina yang menjual dengan harga murah. Sambil membungkus barang dagangan, orang Cina itu mengatakan bahwa meminta maaf atas segala tipu dayannya terhadap K’tut. Ia ditugaskan mengantar surat dari Anak Agung Nura. K’tut membaca surat itu, dengan segera ia mengetahui gaya tulisan itu. Isi dari surat itu adalah untuk memperkenalkan orang Cina yang mengantar surat. Ternyata, orang Cina itu adalah guru besar bahasa Jepang di sebuah Universitas di daratan Cina. Orang Cina itu juga anggota gerakan bawah tanah dan bisa dipercaya. Dalam surat itu, Nura juga menambahkan bahwa ia akan segera kembali dan berharap akan adanya perubahan pikiran mengenai permintaanya untuk menikah. K’tut berterimakasih kepada mahaguru yang bersedia mengantarkan surat itu, K’tut juga bercerita tentang orang Jepang yang menemuinya. Mahaguru hanya tertawa dan menjelaskan bahwa orang Jepang itu adalah anggota gerakan bawah



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47



tahah. Ia juga menambahkan bahwa mahaguru bekerja di bawah orang Jepang itu. Nama orang Jepang itu adalah Frisco Flip. Anak Agung Nura kembali dari Jawa bagian Barat. Ia membawa berbagai berita megenai perkembangan gerakan bawah tanah yang semakin rapi di bawah pimpinan Amir Syarifuddin. Dengan dorongan Soekarno dan Hatta secara sembunyi-sembunyi, gerakan bawah tanah semakin meluas. Bukan hanya di Jawa, gerakan bawah tanah juga meluas ke pulau-pulau luar Jawa. Jika cengkraman Jepang mulai mengendor, para pemimpin yang berpengalaman luas di bidang politik dan memiliki mutu kepemimpinan akan siap sedia untuk menyatakan kemerdekaan Indonesia. Sang professor, Ktut, Frisco Flip, dan Agung Nura mengadakan diskusi untuk mengatur rencana. Sang Profesor akan tetap menjadi pedagang kain, itu akan mempermudah gerak-gerik untuk mencari informasi mengenai tindakan Jepang. Frisco Flip akan bertugas untuk mengusahakan dana. Nura akan berangkat ke Bali untuk membentuk kelompok perlawanan. K’tut akan bertugas sebagai pacar Frisco Flip dan akan tetap melukis gadis-gadis Bali dan akan menjualnya dengan harga murah pada orang Jepang. Mereka menyepakati kata sandi tertentu. Mereka juga bersumpah bahwa jika ada salah satu tertangkap, lebih baik mati dari pada harus melibatkan yang lain atau membocorkannya. Di saat itu, K’tut menyadari bahwa dirinya telah terlibat dalam peperangan yang sesungguhnya.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48



Sejak perencanaan itu, K’tut sibuk membuat lukisan yang akan dijual pada Orang Jepang. Malam harinya, K’tut menjadi wanita yang haus akan hiburan. Ia pergi mendatangi tempat-tempat hiburan terkenal yang ada di Surabaya. Di tempat hiburan itu, tidak hanya orang Jepang. Orang Jerman, Swiss, Swedia, dan tentunya orang-orang Belanda golongan pro-Nazi. Bagi kebanyakan orang berkulit putih yang ada di hiburan malam itu, termasuk K’tut dimasukkan golongan orang yang mau bekerja sama dengan Jepang. Saat awal pendudukan Jepang di Jawa, para wanita Belanda yang ditawan di Surabaya diizinkan untuk keluar selama dua jam untuk membeli perbekalan. Saat itu Jepang belum mengatur penyediaan pangan untuk para tawanan yang jumlahnya mencapai ribuan, kelaparan merajalela. Suatu hari, K’tut didatangi dua wanita Belanda yang ditawan Jepang. Mereka adalah orang-orang yang dulu sempat dikenal baik oleh K’tut selama di Bali. Saat itu K’tut merasa gembira, namun juga merasa kaget ketika mendengar tuturan dari kedua wanita Belanda tentang keadaan di kamp tawanan Jepang. Mereka kelaparan, terutama anak-anak. Mereka membutuhkan uang untuk membeli bahan pangan. Kedua wanita Belanda itu meminta bantuan agar bisa diusahakan mendapat uang. Mereka juga merencanakan akan merajut kaos kaki serta pembungkus pinggang yang sering dipakai orang Jepang. Hasil kerajinan akan dujual dan hasilnya dibelikan bahan makanan. Mendengar tuturan dari kedua wanita Belanda itu, K’tut menyerahkan seluruh uang yang ia miliki. K’tut juga berpesan agar mereka tidak datang lagi ke



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49



rumahnya. Itu akan menyulitkan semua. K’tut juga berjanji akan mengusahakan cara agar dapat mengirim uang ke kamp tawanan Jepang. Berminggu-minggu telah berlalu, K’tut tidak mendengar kabar dari Agung Nura. Perasaannya mulai cemas. Kemudian datang seorang kurir yang mengantarkan surat dari Bali. K’tut merasa pernah bertemu dengan kurir pengantar surat itu. Ia pun menanyakan apakah mereka pernah bertemu. Ternyata kurir itu Pito, anak kecil yang dulu menjadi penunjuk jalan semasa K’tut pertamakali melintas di Jawa menuju Bali. Mereka berbincang-bincang, K’tut menanyakan tentang ayah Pito yang dulu ditawan di Tanah Merah. Pito menjelaskan bahwa ayahnya dibebaskan setelah Jepang datang. Pito berjanji akan selalu mampir jika melewati Surabaya. Isi surat dari Nura mengatakan bahwa, Nura meminta Flip untuk mengirimkan uang dan persenjataan. Karena di Bali bank sudah dibekukan pihak Jepang dan senjata sulit didapat. K’tut langsung menyampaikan kabar itu pada Flip. Flip menyetujui permintaan itu. Rencana disusun untuk mengirim uang dan senjata. Uang dan senjata dimasukkan ke dalam peti dan diatasnya diisi bukubuku



untuk



menutupi



uang



dan



senjata.



K’tut



menawarkan



untuk



mengantarkannya dengan mengendarai mobil. Namun, Flip tidak menyetujui gagasan itu. Flip mengatakan bahwa semua mobil telah disita Jepang dan mobil telah menjadi langka. Beberapa hari setelah penyusunan rencana, ada kabar bahwa akan ada rombongan teater dan geisha yang akan menuju Bali untuk menghibur Angkatan



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50



Laut Jepang. Rencana disusun, akhirnya K’tut berangkat ke Bali dengan cara menumpang rombongan itu. Stelah sampai di Bali, K’tut langsung menuju tempat yang telah disepakati dengan Nura. Ketika sampai tujuan, ternyata Nura sudah menunggu dan kaget melihat yang mengantar uang dan senjata itu adalah K’tut. Nura sedikit marah mengapa Flip membiarkan K’tut yang mengantar itu. Namun, kemarahan Nura reda ketika mendengar penjelasan dari K’tut bahwa, ia aman selama di perjalanan menuju Bali. Nura menginginkan, K’tut untuk tinggal di puri. Ia merasa cemas, jika K’tut tetap tinggal di rumah orang Swiss itu. Karena tahu pasti permintaannya ditolak, Nura mengatakan bahwa hanya beberapa hari saja tinggal di puri. (31) “Kau harus ke puri ayahku, lalu tinggal di situ,” Kata Agung Nura. Karena sudah menduga aku akan menolak, ia cepat-cepat menambahkan, “setidak-tidaknya untuk beberapa hari. Aku merasa cemas. Tinggallah dulu di puri, sampai aku sudah tahu apakah Jepang merasa curiga padamu atau tidak” (hlm. 148).



Namun, K’tut menolak ajakan itu untuk tinggal di puri. K’tut tetap ingin tinggal di rumah temannya yang orang Swiss itu. K’tut sangat berhati-hati, jika ia tinggal di puri pasti akan meninggalkan jejak dan akan membahayakan Raja dan Nura. Dengan pertimbangan yang seperti itu, K’tut menolak ajakan dari Nura. Akhirnya, Nura mengalah dan membiarkannya tetap tinggal di rumah orang Swiss itu. Menjelang malam, K’tut merasa gelisah. Ia ingin tahu keadaan yang sebenarnya di Bali dan apa yang dilakukan Jepang pada Bali. Akhirnya, K’tut memutuskan untuk pergi ke restoran orang Cina kenalannya untuk mencari



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51



informasi. Setibanya di restoran kenalannya, pemilik restoran itu kaget melihat K’tut berada di Bali. Menurut kabar yang beredar di Bali, K’tut telah tewas dibunuh Jepang pada saat di pulau Jawa. Tidak lama K’tut dipersilahkan masuk. K’tut langsung mengutarakan beberapa pertanyaan yang membuatnya gelisah. Kenalannya itu pun menuturkan bahwa keadaan di Bali sangat kacau. Jepang menyita semua bahan pangan dan memaksa penduduk baik pria dan wanita untuk kerja paksa atau romusha. Tidak berhenti di situ, Jepang juga menutup semua hotel dan para golongan orang yang berpangkat diperlakukan seperti kacung. Akibatnya, gerakan pemberontak meluas dan semakin kokoh. Menurut kabar, ribuan orang Indonesia golongan cerdik-cendekia ditangkap dan ditembak mati oleh Jepang. Setelah mendengar cerita dari kenalannya, K’tut berniat untuk menginap di restoran itu. Namun, K’tut dilarang karena nanti akan menimbulkan bahaya dan kecurigaan bagi Jepang. Saat itu pikiran K’tut langsung tertuju pada hotel dan para pelayan sahabatnya. Ia kepikiran pada Wayan, Nyoman, dan Made. Keesokan harinya, K’tut berangkat untuk melihat keadaan hotel yang didirikannya di dekat pantai Kuta dengan menumpang dokar. Namun, K’tut merasa sedih ketika mendapati di sana tidak ada satupun bangunan yang berdiri. Hotelnya telah hancur dan rata dengan tanah. Tidak ada satu pun barang miliknya yang tersisa. Menurut kusir dokar, yang tersisa hanyalah lukisan. Tetapi lukisan itu diangkut di sebuah kapal Jepang.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52



Sore harinya, rumah orang Swiss didatangi dua orang perwira Jepang. Ternyata Jepang mengetahui kedatangan K’tut. Mereka ingin memeriksa barang bawaan dan mereka juga tahu mengenai peti. K’tut mempersilahkan kedua perwira Jepang itu untuk memeriksa. Namun, yang mereka temui hanya peti yang berisi dengan buku-buku. Mereka malu karena telah melakukan peggeledahan, lalu mereka meminta diri untuk pergi. Saat itu, K’tut langsung merasa cemas karena perbuatannya telah dicium Jepang. Dengan perasaan gelisah, K’tut langsung



pergi



ke



puri



untuk



menemui



Nura.



Ia



bermaksud



untuk



memberitahukan keinginannya agar segera meninggalkan Bali. Setibanya di puri, K’tut merasa heran melihat Nura santai dan seolah tidak terjadi apa-apa. Nura menenangkan hati K’tut, ia berkata bahwa semua beres karena senjata dan uang itu tidak ada pada K’tut. Ia menyuruh K’tut untuk tinggal beberapa hari lagi di Bali. Akhirnya, K’tut kembali lagi ke rumah temannya. Sesaat setelah datang dari puri, ada seorang kurir pengantar surat. Surat itu ditujukan kepada K’tut. Isi dari surat itu adalah undangan pesta dari komandan Angkatan Laut Jepang. K’tut menolak datang ke pesta itu dengan alasan sakit kepala. Namun, penolakan itu tidak berhasil, karena ada seorang ajudan menjemputnya. K’tut tidak bisa menolak dan akhirnya berangkat ke pesta yang diadakan oleh komandan Angkatan Laut Jepang. Dipesta itu, K’tut ditawari untuk mengurus hotel yang dikelola oleh Jepang. Mereka mengetahui bahwa, K’tut berpengalaman dalam mengurus hotel. Dengan sikap kewaspadaan yang dimiliki K’tut, ia menolak permintaan itu



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53



dengan alasan bahwa ia harus segera kembali ke Jawa. Selama pesta, K’tut merasa cemas dan takut. Ia merasa lega ketika pesta telah usai dan kembali ke rumah temannya. Keesokan harinya, datang lagi surat yang berisi bahwa K’tut harus menghadap komandan Angkatan Laut Jepang di kantor. K’tut melangkah pergi untuk menghadap komandan. Sesampainya di kantor komandan, tanpa basa-nasi komandan lagsung menawarkan perlindungan dengan cara tinggal dirumahnya. Sekali lagi K’tut menolak dengan sopan dan dengan alasan bahwa ia harus segera kembali ke Jawa. Sesaat sikap yang ramah menjadi kasar, komandan sangat marah mendengar permintaannya ditolak. Ia juga mengatakan bahwa di Jawa K’tut tidak akan mendapat perlindungan lagi karena komandan Jepang yang di Jawa akan segera dipindah ke Makasar. Dengan marah dan heran, komandan bertanya apa hubangan K’tut dengan komandan yang di Jawa. K’tut menjelaskan bahwa tidak ada hubungan apa-apa dengan komandan yang di Jawa. Hubungannya hanya sebatas teman dan sama-sama menyukai lukisan. Komandan Angkatan Laut Jepang langsung marah dan mengeluarkan ancaman bagi K’tut seperti gambaran berikut: (32) “Omong kosong!” bentaknya. “Lagi pula, kau tidak bisa meninggalkan Bali tanpa izin dari Angkatan Laut. Akan kukeluarkan instruksi melarang pemberian izin itu bagimu. Selajutnya, kau juga tidak boleh berjumpa atau bahkan berhubungan dengan Raja serta anaknya” (hlm. 152-153).



K’tut mulai menggigil ketakutan dengan kemarahan komandan. Ia sampai tidak bisa menjawab pertanyaan yang bertubi-tubi. Akhirnya, komandan itu



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54



menyilahkan pulang dengan ucapan terakhir yang mengatakan bahwa suatu saat K’tut pasti akan senang tinggal dirumah komandan. Beberapa saat setelah kejadian penolakan itu, K’tut mendengar kabar bahwa komanda sangat marah. Komandan mengetahui bahwa ia bisa bertahan hidup tanpa bantuan dari komandan. Mendengar kabar yang seperti itu, K’tut memutuskan untuk bergegas pergi meninggalkan Bali. Kebetulan saat itu ada kawan K’tut yang menikah dan akan mengadakan perjalanan bulan madu. K’tut menumpang bus mereka sampai di Gilimanuk. Dari Gilimanuk menyeberang ke Jawa. Setibanya K’tut di Jawa, tepatnya di Surabaya. Ia langsung menuju rumah. Namun, ia baru bisa masuk rumah ketika hari mulai gelap. Ia tidak bisa masuk rumah dengan keadaan siang hari, rasa takut masih menyelimutinya. Saat itu juga, K’tut langsung menghubungi Frisco Flip dan sang professor untuk datang ke tempatnya. Tak lama kemudian, mereka datang. Flip dan sang professor kaget melihat K’tut yang sangat ketakutan dan sangat kaget ketika mendengar kisahnya tentang pemaksaan komandan Angkatan Laut Jepang. Flip dan sang profesor merasa senang melihat K’tut kembali ke Surabaya dengan



selamat.



Flip



mengatakan



mudah-mudahan



Agung



Nura



bisa



memanfaatkan apa yang telah mereka kirim. Ia juga mengatakan bahwa komandan Jepang yang teman baik K’tut benar-benar dipindahtugaskan ke Makasar. Komandan itu dianggap terlalu lemah dalam menghadapi situasi dan kurang tegas. Dengan keadaan seperti itu, Flip, sang professor, dan K’tut harus



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55



diam dulu dan tidak melakukan apa-apa sebelum mengetahui bagaimana komandan yang baru. Namun, sang professor akan pergi ke Jakarta untuk melihat keadaan di Jakarta. Setelah beberapa minggu keberangkatan sang professor ke Jakarta, Flip membawa kabar bahwa sang professor tertangkap oleh tentara Jepang dengan tuduhan mata-mata musuh. Tidak lama lagi pasti akan ada yang datang untuk mengangkat. Oleh karena itu, Flip menyuruh K’tut untuk pergi berlindung. K’tut memutuskan untuk pergi ke Solo. Bersembunyi di keraton, disana ada kenalan Nura. Namun, keberangkatan ditunda karena malam itu sudah tidak ada kereta menuju Solo. Keesokan paginya, K’tut terbangun karena ada orang yang mengetuk pintu. K’tut kaget dan cemas, ia langsung bangun dan menyembunyikan suratsurat ke bawah kasur. Setelah itu, K’tut langsung menuju pintu, ternyata yang datang adalah dua orang perwira Jepang. K’tut merasa akan mudah menghadapi mereka jika berganti pakaian. Tidak ada satu menit, salah seorang dari perwira itu masuk ke kamar K’tut. Perwira itu langsung menuju kasur dan mengambil semua surat-surat yang disembunyikan oleh K’tut. Dua perwira Jepang itu tanpa basa-basi langsung menyuruh K’tut untuk ikut dengan mereka. K’tut pergi dibawa dengan mobil. Setelah perjalanan yang lama, K’tut baru sadar bahwa ternyata saat itu telah tiba di Kediri. Di sebuah penjara milik Jepang. K’tut dibawa masuk ke dalam sel tahanan.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56



Beberapa minggu, K’tut hanya di dalam sel tanpa ada pemeriksaan. Penyiksaan pihak Jepang tidak secara langsung disiksa. Makanan hanya datang dua kali sehari, itu hanya nasi dengan garam. Para tahanan di suruh berlutu dengan tangan didepan perut. Itu akan mudah dilakukan jika hanya beberapa menit. Namun, perlakuan itu dilakukan dari pagi hingga malam hari. Jika tidak berlutut atau telat berlutut, penjaga tidak segan-segan untuk memukul dengan tongkat yang mereka bawa. Suatu pagi, tiba saatnya K’tut keluar dari sel tahanan. Ia dibawa masuk ke tempat pemeriksaan. Ditempat pemeriksaan, ada beberapa orang yang siap memeriksa dengan tampang yang seram. K’tut dihujani beberapa pertanyaan berdasarkan surat-surat yang mereka sita pada saat penangkapan. K’tut dituduh sebagai mata-mata Amerika. Namun, K’tut menolak tuduhan itu. Para pemeriksa tidak puas dengan jawaban itu. Pemimpin pemeriksaan itu langsung marah dan menyuruh ketut untuk membuka baju dan berdiri dengan satu kaki. Namun, K’tut tidak langsung melakukan itu. Salah seorang pemeriksa mendatanginya dan langsung merobek pakaian. K’tut mendapat pukulan karena telat membuka baju. Pada awalnya, K’tut merasa malu untuk membuka baju. Namun, keadaan itu menjadi ringan ketika ia menjadi kebal dengan perlakuan para pemeriksa. Saat pemeriksaan yang selanjutnya, K’tut langsung membuka baju ketika pintu ruang pemeriksaan ditutup. Semua perintah dipatuhi oleh K’tut. K’tut merasa tersiksa batinnya dan merasa terhina dengan keadaan seperti itu.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57



(33) Kupatuhi perintahnya, sambil menangis karena merasa terhina. Lama-kelamaan aku menjadi kebal, sehingga lagsung membuka pakaian begitu pintu kamar pemeriksaan ditutup setelah aku digiring masuk ke dalamnya. Tetapi pagi hari pertama itu, siksaan batin yang kualami terasa lebih berat daripada pukulan atau siksaan badan yang mana pun juga (hlm. 161).



Siksaan seperti itu datang hampir setiap hari. Pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan dengan diiringi pukulan dari tongkat yang dibawa pemeriksa. K’tut sama sekali tidak pernah merasakan perlakuann yang istimewa, yang ada hanya pukulan dan siksaan. Dari sekian banyak orang Jepang yang jahat, ada juga yang baik hati. Suatu malam, K’tut didatangi seorang penjaga yang berniat menghibur dengan menyanyikan sebuah lagu. Keberanian penjaga itu dikarenakan, semua perwira sedang pergi menghadiri pesta. K’tut merasa senang dengan hiburan dari penjaga. Kesenangannya bertambah ketika keesokan harinya, K’tut ditawari untuk mandi. Pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak Jepang tidak menghasilkan sesuatu. Akhirnya, mereka melepaskan K’tut tanpa alasan. K’tut diantarkan oleh seorang perwira yang masih muda. Mereka berangkat menggunakan kereta. Diperjalanan, perwira muda itu mengatakan bahwa perang tidak ada gunanya. Hanya akan menimbulkan permasalahan baru. K’tut merasa senang mendengar ungkapan dari perwira itu. Perwira itu berpikir menggunakan akal sehat. Sesampainya dirumah K’tut, perwira itu mengatakan hal yang tidak dipikirkan dan disangka oleh K’tut. Perwira merasa bahwa, ia dan K’tut berteman. K’tut mengatakan hal yang sama.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58



Saat itu, K’tut merasa senang sekali karena telah bebas dari penjara dan kembali ke rumah. Namun, kegembiraan itu tidak berlangsung lama. Selang tiga hari dari pembebasan, K’tut dipanggil lagi oleh pihak Jepang. Tetapi, kali ini yang memanggil bukan kempetai. Dinas intelejen kepolisian Jepang yang menanggil dengan mengutus dua orang perwira untuk menjemput. Setibanya K’tut di gedung tempat dinas intelejen kepolisian, ia langsung dibawa masuk ke sebuah ruangan yang didalamnya telah menunggu seorang kepala polisi. Kepala polisi mengatakan bahwa K’tut adalah mata-mata Yankee. Tidak selang lama, para perwira masuk. Mereka masuk dengan mata melotot sambil menyenggol dan menjentikkan abu rokok kearah muka K’tut. Sebelum pertanyaan-pertanyaan melayang, sebuah sirene meraung-raung tanda bahaya muncul. Seketika, kepala polisi dan para perwira berlarian keluar. Tinggal K’tut dan satu orang perwira. K’tut disuruh berlutul dengan ditodong senapan yang mengarah tepat dikepala. Sekitar satu jam suara bom berjatuhan, akhirnya bom-bom itu berhenti. Kepala polisi dan para perwira kembali lagi. Kepala polisi masuk sambil menampar dan mengatakan kepada K’tut dengan nada membentak. “Kau senang ya?”sergahnya. “Kau tahu, itu tadi pesawat-pesawat terbang Amerika” (hal 169). K’tut membantah yang dikatakan kepala polisi itu. K’tut mengatakan, tidak mungkin merasa senang melihat orang-orang tidak bersalah mati terkena bom. Setelah mereka tidak mendapatkan apa-apa, K’tut langsung digiring menuju mobil yang akan berangkat ke sel penjara kempetai Surabaya. K’tut



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59



dimasukkan ke dalam tahanan lagi. Beberapa hari baru ada pemeriksaan, K’tut dijemput seorang perwira menuju ruang pemeriksaan atau tepatnya ruang penyiksaan. Di dalam ruangan itu, pertanyaan-pertanyaan mulai dilontarkan dari pemeriksa. Setiap pertanyaan diiringi tempelengan. Karena terlalu banyak mendapat tempelengan, tubuh K’tut mulai lemas. Tidak ada jawaban yang membikin puas para pemeriksa. Akhirnya, K’tut merasakan penyiksaan yang sangat keras. Kedua tangannya diikat dan dikaitkan dilangit-langit ruangan itu, K’tut digantung sampai pingsan dan dibawa ke dalam sel tahanan lagi. Suatu hari, ada seorang wanita yang dibawa dan dimasukkan ke dalam sel jadi satu bersama K’tut. Wanita itu adalah wanita Polandia, seorang dokter di rumah sakit Surabaya. Ia ditangkap karena mendengarkan siaran radio BBC dan meneruskan kabar yang didengarnya kepada kawan-kawannya sesama dokter. Wanita itu ditangkap di rumahnya, ia disiksa dan dibawa ke penjara. Ke dua anaknya yang masih kecil dibawa pergi orang Jepang. Ia gelisah memikirkan keadaan anaknya itu. Siksaan yang dialami oleh K’tut berlangsung terus-menerus. K’tut ditangani oleh penyiksa yang baru. Oleh K’tut, penyiksa itu dijuluki Monyet Hijau. Ia gemar memelihara burung, sambil memeriksa selalu bermain dengan burung miliknya. Penyiksa itu suka sekali memukul sambil menyulutkan api rokok ke kulit. Namun, kata-katanya tidak kasar seperti pemeriksa yang lain. Ketika ia tidak mendapat jawaban yang puas atau tidak ada jawaban, ia langsung memukul dan menyulutkan api rokok ke kulit.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60



Larut malam disel, K’tut didatangi beberapa orang perwira. Mereka mengatakan bahwa pemeriksaan ini tidak akan berjalan lancar. Mereka juga mengatakan bahwa tahu persis, kalau K’tut adalah mata-mata. Oleh karena itu, K’tut akan dijatuhi hukuman mati keesokan harinya. (34) Larut malam aku didatangi beberapa perwira Jepang, uang dengan nada pelan dan serius mengatakan,”Kami sudah memutuskan bahwa tak ada gunanya begini terus-menerus. Penyelidikan kami tidak bisa maju,karena kau tidak mau berterus terang. Kami tahu pasti bahwa kau mata-mata. Besok subuh kau akan ditembak mati” (hlm. 177).



Pagi-pagi sekali, penjaga datang untuk menjemput dan membawanya ke tempat hukuman mati akan dilaksanakan. K’tut diikat disebuah pohon beringin dengan mata ditutup. Sebelum hukuman dilaksanakan, seorang perwira yang bertugas membisikkan sesuatu. Jika mau berterus terang, hukuman tidak akan lanjutkan. K’tut akan dibebaskan dan dikirim ke Bali di tempat Raja. Namun, K’tut tetap dalam pendiriannya. Para penembak bersiap dengan hitungan mereka, suara ledakan dari senjata terdengar diiringi lontaran yang mengenai dada. K’tut tidak mati, ia hanya pingsan. K’tut dibawa lagi ke dalam sel. Di sel,, wanita Polandia yang dokter berhasil meyakinkan penjaga. Kalau tidak segera dibawa ke rumah sakit, K’tut akan mati. Usaha itu berhasil, K’tut dibawa ke rumah sakit simpang Surabaya. Ternyata, Jepang tidak benar-benar melakukan hukuman mati. Mereka hanya menenbakkan senapan ke udara dan diiringi lemparan batu menggunakan ketapel yang mengenai dada.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61



Beberapa hari dirawat, K’tut mulai sadar. Ia merasa senang karena bisa melihat orang Indonesia. Para perawat dan dokter di rumah sakit itu ramah-ramah, mereka orang Indonesia. Dokter berusaha menguatkan hati K’tut, ia mengatakan bahwa harus ada semangat jika mau sembuh. Dokter juga menambahkan kabar seperti gambaran berikut: (35) “Anda kurang berusaha agar bisa sembuh kembali,” kata dokter Indonesia yang merawatku suatu hari. “Anda harus berjuang! Harus ada kemauan hidup. Mungkin semangat Anda bisa pulih sedikit mendengar kabar-kabar yang saya dengar. Amerika memenangkan beberapa pertempuran sengit di darat dan di laut, dekat New Guinea dan di kawasan Pasifik tengah. Sedang di Eropa, Jerman terus-menerus dipukul mundur diberbagai front melawan Inggris. Rusia berhasil mempertahankan kedudukan mereka. Melihat gelagatnya, pihak Sekutu kini mempunyai harapan baik akan bisa memenagkan peperangan” (hlm. 179).



Namun, kabar itu kurang bisa menggembirakan hati K’tut. Ia masih harus berurusan dengan Jepang. Statusnya, K’tut masih tawanan Jepang yang dirawat di rumah sakit. Beberapa hari setelah perawatan di rumah sakit, K’tut dijemput pihak Jepang untuk kembali lagi ke sel. Namun kali ini bukan di sel penjara kempetai Surabaya, melainkan di sel penjara Surabaya. K’tut dikurung seorang diri di sebuah sel. Selama dua tahun, K’tut meringkuk di dalam sel penjara Surabaya. Ia merasa senang karena tidak ada lagi kekerasan yang dialaminya. K’tut juga diizinkan keluar dari sel selama sepuluh menit. Hal itu bisa menenangkan hati seorang K’tut. Di dalam sel, K’tut membuat sebuah kartu yang digunakan untuk meramalkan nasipnya sendiri. Kartu itu terbuat daun palem yang menjadi alas tikarnya, cat terbuat dari batu bata yang ditumbuk sampai halus dicampur dengan minyak.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62



Suatu ketika, ada seorang perwira yang datang ke sel. Ia langsung membawa K’tut pergi dengan mengggunakan mobil. Saat itu, K’tut merasa ketakutan. Tidak tahu mau dibawa kemana oleh perwira. Ternyata, perwira itu bermaksud baik, ia membawa K’tut ke rumahnya. Di rumah perwira, K’tut dipersilahkan mandi. Selesai K’tut mandi, mereka bercakap-cakap. Ternyata, perwira itu bersimpatik terhadap K’tut. Ternyata, saat itu semua perwira sedang berpesta. Setelah bercakap-cakap lama, K’tut dibawa kembali ke sel tahanan. K’tut sangat berterimakasih terhadapnya. Selama dua tahun tidak mendapatkan siksaan, tiba saatnya akibat dari siksaan masa lalu muncur. K’tut jatuh sakit parah, dokter Jepang yang datang memeriksa dua kali sehari. Suatu saat, K’tut dinyatakan mati oleh dokter Jepang. Rencana penguburan telah disiapkan. Pagi harinya, beberapa penjaga datang siap untuk menguburkan. Namun, seorang dari penjaga melihat bahwa Ktut masih hidup, matanya terbuka. Semua penjaga dan perwira kaget mendengar kabar itu. Jepang sangat percaya akan tahyul. Mereka mengira, K’tut bangkit lagi dari kematian. Sebenarnya, K’tut sama sekali tidak mati. K’tut hanya pingsan selama dua puluh empat jam. Jepang menganggap bahwa K’tut bangkit dari kematian. Oleh karena itu, K’tut mendapat perlakuan istimewa. Seorang perwira memberikan kasur, dan juga menyuruh untuk memberikan makanan yang enak, telur dan susu untuk K’tut. Keadaan K’tut yang pingsan setengah mati setengah hidup membuat para perwira



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63



memutuskan untuk membawa ke rumah sakit di Ambarawa. Selain itu, Jepang sudah hampir dipukul mundur. Mereka tidak mau ketahuan ada seorang Amerika ditahan dan disiksa. Pada tahap peningkatan konflik, penulis mengawali dengan mengisahkan tokoh utama memiliki hotel dengan nama Swara Segara. Pihak Belanda merasa tidak senang dan merasa sudah waktunya bertindak tegas. Penulis juga mengisahkan tentang tokoh utama yang menghadapi pemerintah Belanda. Belanda memerintahkan supaya tokoh utama pergi dari Pulau Bali. Selain itu, mengisahkan tentang Anak Agung Nura yang berniat menikahi tokoh utama dan kedatangan Duff Cooper beserta istri. Penulis mengisahkan tentang tokoh utama pergi ke Pulau Jawa karena Jepang mendarat di Bali. Pada tahap ini, penulis mengisahkan tentang kekejaman Jepang terhadap masyarakat pribumi dan Jepang menyarankan supaya warga Eropa datang mendaftar. Penulis juga mengisahkan tentang bergabungnya tokoh utama dengan gerakan bawah tanah dan tentang perjalanan tokoh utama menuju Bali dengan misi penyelundupan barang. Di Bali, tokoh utama diminta oleh komandan Angkatan Laut Jepang untuk tetap tinggal bersamanya. Tokoh utama menolak permintaan itu dan mengakibatkan kemarahan komandan Angkatan Laut Jepang. Selain itu, penulis mengisahkan tentang tokoh utama yang menghadapi penyiksaan Jepang saat dipenjara. Tokoh utama jatuh sakit karena penyiksaan dan dianggap mati oleh seorang dokter Jepang. Mengetahui tokoh utama tidak mati, Jepang membawa tokoh utama ke rumah sakit Ambarawa.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64



2.1.4



Tahap climax (tahap klimaks) Pada tahap ini diawali dengan kisah menyerahnya Jepang pada bulan



Agustus 1945. Semua rakyat Indonesia bergembira. Semua bersorak-sorak menyuarakan Jepang menyerah. Keadaan di rumah sakit Ambarawa ramai dan diselimuti rasa bahagia. Tepatnya tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyerah. Saat yang ditunggu seluruh rakyat Indonesia tiba. Soekarno dan Hatta didesak untuk segera memproklamasikan kemerdekaan. Para petinggi Indonesia takut jika tidak segera diproklamasikan, Belanda akan masuk menguasai Indonesia lagi. Namun, Soekarno mempunyai pertimbangan sendiri. Soekarno akan memproklamasikan kemerdekaan beberapa hari lagi seperti yang tergambar berikut: (36) “Jika kita menunggu lebih lama lagi,” demikian pertimbangan yang diajukan, “kesempatan baik ini mungkin akan lenyap.” Tetapi Soekarno tidak mau bertindak tergesa-gesa. Ia menyarankan untuk menunggu beberapa hari, untuk melihat keadaan. Ia masih ingin mengetahui sikap pihak Sekutu, yang dalam bernagai berita yang disiarkan menyebut dirinya kaki tangan Jepang, serta pada umumnya memberi gambaran yang keliru mengenai keadaan di Indonesia. Soekarno yang menghendaki revolusi tanpa pertumpahan darah, bersikap tegas menghadapi tekanan-tekanan yang datang (hlm. 202).



Dengan sikap seperti itu, tanggal 16 Agustus 1945 Soekarno dan Hatta diculik oleh sekelompok mahasiswa. Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok. Sekelompok mahasiswa itu mendesak Soekarno dan Hatta untuk segera menyatakan kemerdekaan. Atas desakan itu, tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno menyatakan kemerdekan. Masyarakat sangat gembira mendengar proklamasi kemerdekaan itu.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65



Namun, Hubertus van Mook, letnan gubernur Belanda yang melarikan diri ke Australia ketika Jepang menduduki Jawa mengirimkan pesan rahasia kepada panglima pasukan Sekutu di Asia Tenggara. (37) Hubertus van Mook, letnan gubernur Belanda yang melarikan diri ke Australia ketika Jepang menduduki Jawa, mengirim pesan rahasia pada panglima pasukanpasukan Sekutu di Asia Tenggara,Laksamana Louis Mountbatten. Isi pesan itu mengatakan bahwa para pemimpin Indonesia hanya merupakan para pemberontak ekstrimis yang tidak didukun rakyat Indonesia, begitu pula bahwa republik yang baru lahir tidak perlu ditanggapi secara serius dan hendaknya jangan sampai mendapat pengakuan dari pihak Sekutu. Van Mook mendesak Mountbatten agar mau menbantu melenyapkannya secepat mungkin (hlm. 204).



Pesan rahasia itu ditanggapi, pasukan Inggris dikirim ke Jawa dengan perintah melucuti senjata Jepang dan mengembalikan republik yang dulu dirampas Jepang kepada Belanda. Namun, mereka tidak sadar bahwa Belanda menipu. Itu mengakibatkan pihak Inggris serba salah. Ketika pasukan Inggris mendarat di Jawa, mereka kaget karena senjata Jepang telah dilucuti oleh pejuang Indonesia. Tindakan itu sangat dikecam dan mendapat banyak kritikan dari banyak pihak. Tahap klimaks diawali penulis yang mengisahkan tentang menyerahnya Jepang dan Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Penulis juga mengisahkan tentang Hubertus van Mook yang mengirim pesan rahasia kepada panglima sekutu. Surat rahasia itu ditanggapi dan pasukan Inggris dikirim ke Jawa untuk melucuti Jepang. Sekutu tidak sadar bahwa Belanda menipu. Pasukan Inggris terkejut karena senjata Jepang telah dilucuti oleh pejuang Indonesia. Tindakan itu dikecam dan mendapat banyak kritikan dari banyak pihak.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66



2.1.5



Tahap denouement (tahap penyelesaian) Tahap denouement atau tahap penyelesaian dalam novel Revolusi di Nusa



damai ini, diawali tentang kisah K’tut yang akan pergi ke Australia untuk menyuarakan keadaan Indonesia. Saat itu, keadaan Indonesia masih dalam pengaruh Belanda. Sejak Indonesia menyatakan merdeka dari Jepang pada tanggal 17 Agustus 1945, Belanda berusaha untuk mengambil alih kepemimpinan. Sambutan di Australia sangat baik. Terbukti ketika K’tut mengadakan ceramah tentang Indonesia di Sydney University. Para mahasiswa sangat antusias dan sangat peduli terhadap Indonesia. Kenyataan itu diiringi dengan beberapa pertanyaan, para mahasiswa bertanya bagaimana mereka sebagai mahasiswa Australia bisa membantu Indonesia seperti yang tergambar berikut: “Bagaimana caranya supaya kami bisa membantu?” Tanya seorang mahasiswa. “Kami mengakui hak setiap bangsa untuk hidup merdeka. Kami mau membantu, jika Anda menunjukkan caranya” (hlm. 351). K’tut Tantri menyetujui usulan itu dan memberikan cara supaya para mahasiswa bisa membantu. Ia menyarankan supara para mahasiswa mengadakan pawai protes ke konsulat Belanda dan juga mengajukan protes terhadap agresi Belanda di Indonesia. K’tut juga menyarankan agar para mahasiswa mengirim telegram kepada Perdana Menteri Australia yang isinya agar Perdana Menteri Australia mengajukan persoalan Indonesia ke depan sidang Perserikatan BangsaBangsa. Cara yang diusulkan oleh K’tut disetujui oleh para mahasiswa.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67



Pawai protes itu berlangsung. Namun, campur tangan polisi yang datang karena dipanggil oleh pihak konsulat Belanda mengakibatkan huru-hara. Peristiwa itu ternyata membawa akibat yang merugikan Belanda. Pers Australia dengan tajam mengutuk tindakan keras yang dilancarkan polisi. Orangtua para mahasiswa marah besar. Di antara mereka ada beberapa tokoh penting Australia. Mereka mendukung tuntutan agar Australia mengajukan masalah Indonesia ke depan sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dari India, Nehru megajukan seruan senada. Tidak lama setelah itu Belanda diminta oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa agar menghentikan aksi bersenjatanya di Indonesia, dan seluruh persoalan Indonesia diajukan ke hadapan mejelis Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk dibahas. Suatu hari setelah pawai protes itu berlangsung, K’tut didatangi seorang Belanda kolonialis reaksioner. Ia mengatakan bahwa, K’tut harus segera meninggalkan Australia dan pergi ke Amerika atau Inggris. Orang Belanda itu juga menegaskan, K’tut tidak diizinkan lagi untuk ikut dalam urusan Indonesia. K’tut ditawari upah seratus ribu gulden jika mau menuruti. (38) Anda harus sadar bahwa Anda hanya diperalat saja oleh orang-orang Indonesia itu. Begitu mereka sudah merdeka, Anda pasti akan mereka lupakan. Kalau sudah begitu, bagaimana dengan Anda? Tetapi mereka takkan lama memperoleh kemerdekaan yang mereka teriak-teriakkan. Sebentar lagi kami orang Belanda akan berkuasa lagi di sana. Anda boleh yakin bahwa kami takkan mengizinkan Anda tinggal di Indonesia nanti (hlm. 355).



Namun, K’tut sama sekali tidak menghiraukan yang diutarakan oleh orang Belanda itu. Semula, K’tut hanya diam saja ketika orang Belanda itu menggebugebu dengan pembicaraannya. K’tut merasa bahwa orang Belanda itu hanya menggeretak saja dan akhirnya K’tut mengusir orang Belanda itu.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68



Beberapa hari setelah kejadian itu, K’tut akhirnya memutuskan untuk kembali ke negara asalnya Amerika. Namun, ia hendak ke Singapura untuk berpamitan dengan kawan-kawannya dan mendapatkan paspornya. Setelah tiba di Singapura, K’tut langsung pergi untuk mendapatkan paspor dan berpamitan dengan kawan-kawannya. Namun, K’tut saat itu hanya memiliki uang yang cuma cukup untuk membeli tiket kapal. Dengan tekad yang bulat dan ingin mendapatkan ketenangan, K’tut berangkat pulang ke negara asalnya. Dua kawan baik K’tut yang orang Inggris dan seorang reporter harian Straits Times beserta istrinya mengantarkan ke pelabuhan. Saat kapal mulai perlahan berlayar, hanya mereka yang mengantar keberangkatan. Ketika melintasi Samudra Atlantik, berhari-hari kapal dilanda badai. Akibatnya kapal terlambat masuk ke pelabuhan Boston. Ketika kapal berlabuh didermaga, K’tut menyadari semua telah berubah. K’tut meninggalkan Amerika sudah lima belas tahun dan saat itu adalah malam menjelang natal. Pelabuhan sangat sepi, semua menyambut datangnya hari natal. Taksi sama sekali tidak kelihatan, akhirnya K’tut menemukan bilik telepon dan memesan taksi untuk pergi ke stasiun kereta api. Saat itu uang tinggal lima dolar dan yang tiga dolar untuk membayar taksi termasuk persen untuk sopir taksi. Setibanya di stasiun kereta api, semangat K’tut lenyap. Ia tidak mengenal siapa-siapa dan tidak bisa menghubungi siapa pun untuk meminta tolong. Namun, keadaan saat itu berubah ketika seorang Cina mengenalinya. Seorang Cina itu bermaksud baik akan menolongnya dan membelikan karcis kereta api.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69



(39) “Izinkan saya membelikan karcis Anda,” katanya. “Saya kesepian, karena baru sekali ini ke Amerika. Saya akan senang sekali apabila Anda mau menemani saya.” Aku dipandangnya sambil tersenyum lebar. “Kita orang Asia harus bersatu” (hlm. 362).



Lewat tenggah malam kereta yang mereka tumpangi memasuki Stasiun Grand Central. Orang Cina itu mendatangi sebuah hotel, namun ia mendapat keterangan bahwa tidak ada kamar kosong. Hotel yang berikutnya sama saja. Saat itu, K’tut menduga bahwa penolakan itu karena ada hubungannya dengan warna kulit orang Cina itu. Setelah K’tut yang bertanya, akhirnya dengan mudah mendapatkan dua kamar. Bagi K’tut, natal bersama orang Cina itu merupakan pengalaman yang membangkitkan semangat. Hari natal ke dua, K’tut berhasil mengusahakan uang untuk menukar orang Cina itu karena telah membelikan karcis. K’tut juga membelikan sebuah tas kerja, itu sebagai hadiah natal untuk orang Cina yang menolong. Setelah memberikan uang dan tas hadiah natal, K’tut langsung pergi. Ia merasa rindu pada Indonesia, merasa kehilangan hangatnya sinar matahari dan warna-warna yang serba manyala. Bintang berkelip jauh di atas gemerlap lampu-lampu kota. K’tut terkenang pada suatu dongeng Cina yang pernag didengarnya semasa kanak-kanak. Menurut dongeng itu, barang siapa yang ingin mencari kedamaian, sebelumnya harus berani meninggalkan segala kenikmatan dan harta milik duniawi. Setelah itu pergi mencarinya di negeri bintang lembayung. Pencarian itu akan berakhir ketika bintang lembayung muncul di atas kepala. Namun, hanya yang sudah berkorban



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70



saja yang bisa melihatnya. K’tut mengatakan sesuatu seperti yang tergambar berikut: (40) Sudah di berbagai Negara kucari bintang lembayung itu. Tetapi belum juga menemukannya. Kini, di sela dingin dan cemerlang di atas kota New York, adakah bintang lembayung yang kucari itu? Dan akan bisakah aku melihatnya? Sementara hatiku penuh harap, kuselusuri cakrawala malam dengan mataku (hlm. 363).



Sekian banyak bintang yang bersinar, harapan K’tut untuk mendapat kedamaian perlahan muncul. Natal di rumah sendiri, di negara asal Amerika. Saat itu, ia merasakan kedamaian yang selama di Indonesia belum dirasakannya. Ia bangga menjadi orang Indonesia yang bukan Indonesia. Pada tahap penyelesaian, penulis mengisahkan tentang tokoh utama yang pergi ke Australia untuk menyuarakan tentang Indonesia.di Australia, tokoh utama mendapatkan respon yang baik. Namun, ada seorang Belanda yang tidak suka dengan kedatangannya ke Australia. Penulis juga mengisahkan tentang perjalanannya kembali ke negara asalnya dan di negara asalnya tokoh utama mendapat ketenangan. 2.2



Rangkuman Pada tahap penyituasian ini, pengarang mengisahkan tentang nenek



moyang tokoh utama. Selain itu, penulis mengisahkan tentang tokoh utama yang tertarik dengan Pulau Bali. Ketertarikan tokoh utama dengan Pulau Bali mengakibatkan keinginan tokoh utama pergi dan melakukan perjalanan menuju



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71



Pulau Bali. Penulis memaparkan dengan jelas mengenai perjalanan tokoh utama saat tiba di Pulau Bali dan tinggal di puri raja Bali. Tahap pemunculan konflik diceritakan pengarang mengenai tokoh utama yang menghadapi kontrolir Belanda. Pengarang mengisahkan tentang pemerintah Belanda yang tidak menyetujui tokoh utama berbaur dengan masyarakat pribumi. Selai itu, pengarang mengisahkan tokoh utama yang tetap ingin tinggal di puri raja Bali. Pada



tahap



peningkatan



konflik,



pengarang



mengawali



dengan



mengisahkan tokoh utama memiliki hotel dengan nama Swara Segara. Pihak Belanda merasa tidak senang dan merasa sudah waktunya bertindak tegas. Penulis juga mengisahkan tentang tokoh utama yang menghadapi pemerintah Belanda. Belanda memerintahkan supaya tokoh utama pergi dari Pulau Bali. Selain itu, dikisahkan tentang Anak Agung Nura yang berniat menikahi tokoh utama dan kedatangan Duff Cooper beserta istri. Penulis mengisahkan tentang tokoh utama pergi ke Pulau Jawa karena Jepang mendarat di Bali. Pada tahap ini, pengarang mengisahkan tentang kekejaman Jepang terhadap masyarakat pribumi dan Jepang menyarankan supaya warga Eropa datang mendaftar. Penulis juga mengisahkan tentang bergabungnya tokoh utama dengan gerakan bawah tanah dan tentang perjalanan tokoh utama menuju Bali dengan misi penyelundupan barang. Di Bali, tokoh utama diminta oleh komandan Angkatan Laut Jepang untuk tetap tinggal bersamanya. Tokoh utama menolak permintaan itu dan mengakibatkan kemarahan komandan Angkatan Laut Jepang.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72



Selain itu, penulis mengisahkan tentang tokoh utama yang menghadapi penyiksaan Jepang saat dipenjara. Tokoh utama jatuh sakit karena penyiksaan dan dianggap mati oleh seorang dokter Jepang. Mengetahui tokoh utama tidak mati, Jepang membawa tokoh utama ke rumah sakit Ambarawa. Tahap klimaks diawali pengarang yang mengisahkan tentang menyerahnya Jepang dan Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Penulis juga mengisahkan tentang Hubertus van Mook yang mengirim pesan rahasia kepada panglima sekutu. Surat rahasia itu ditanggapi dan pasukan Inggris dikirim ke Jawa untuk melucuti Jepang. Sekutu tidak sadar bahwa Belanda menipu. Pasukan Inggris terkejut karena senjata Jepang telah dilucuti oleh pejuang Indonesia. Tindakan itu dikecam dan mendapat banyak kritikan dari banyak pihak. Pada tahap penyelesaian, pengarang mengisahkan tentang tokoh utama yang pergi ke Australia untuk menyuarakan tentang Indonesia.di Australia, tokoh utama mendapatkan respon yang baik. Namun, ada seorang Belanda yang tidak suka dengan kedatangannya ke Australia. Penulis juga mengisahkan tentang perjalanannya kembali ke negara asalnya dan di negara asalnya tokoh utama mendapat ketenangan. Dari analisis unsur alur pada bab II ini, tergambar adanya citra diri wanita yang sangat kuat dari tokoh utama, yaitu K’tut Tantri. Secara rinci, citra diri wanita itu akan dipaparkan pada bab III.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73



BAB III CITRA DIRI WANITA TOKOH UTAMA DALAM NOVEL REVOLUSI DI NUSA DAMAI KARYA K’TUT TANTRI Setelah melakukan analisis alur terhadap novel Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri, maka hasil analisis tersebut juga akan memberikan gambaran tentang citra diri wanita dalam novel Revolusi di Nusa damai. Dari penggambaran alur yang ada, Novel ini juga memberikan ilustrasi citra wanita pada tokoh K’tut Tantri. 3.1



Citra Diri Wanita Citra diri wanita terwujud sebagai sosok individu yang mempunyai pendirian



dan pilihan sendiri atas berbagai aktivitasnya berdasarkan kebutuhan-kebutuhan pribadi maupun sosialnya. Wanita mempunyai kemampuan untuk berkembang dan membangun dirinya. Berdasarkan pola pilihannya sendiri, wanita bertanggung jawab atas potensi diri sendiri sebagai makhluk individu. Citra diri wanita memperlihatkan bahwa apa yang dipandang sebagai prilaku wanita bergantung pada bagaimana aspek fisik dan psikis diasosiasikan dengan nilai yang berlaku dalam masyarakat (Sugihastuti, 2000:112-113). Berikut akan dipaparkan citra diri wanita dari aspek fisik dan psikis dalam novel Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74



3.1.1



Citra Diri Wanita Tokoh K’tut Tantri dalam Aspek Fisik Dalam aspek fisik, citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dideskripsikan sebagai



wanita bersuku Man(Amerika), berambut pirang, dan berkulit putih. K’tut Tantri fisiknya sangat glamor dipadukan dengan pakaian adat Bali. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (41) Lipatan kain yang lurus jatuhnya dari pinggul sampai ke mata kaki, warna kontras dari setagen, lalu kesederhanaan potongan kebaya di atasnya, memberi keluwesan dan keanggunan pada diriku, yang tak pernah bisa kucapai apabila berpakaian Barat. Warna kulit yang putih, dugabungkan dengan kombinasi busana Bali yang warnawarni, menimbulkan kesan mencolok. Kurasa saat itu, rambutku juga sangat indah kelihatannya. Merah menyala sepanjang bahu. Tak kuragukan lagi, penjelmaan itu memberikan sentuhan glamor pada diriku (hlm. 53).



Kutipan di atas mendeskripsikan tentang citra diri wanita tokoh K’tut Tantri secara fisik yang menggunakan pakaian adat Bali. K’tut Tantri merasakan kekaguman dan bangga terhadap penampilan barunya yang menggunakan pakaian adat Bali. K’tut Tantri merasa bahwa harus mengubah penampilan rambutnya setelah mendapat saran dari raja. Rambut pirang digambarkan negatif oleh masyarakat Bali, rambut pirang identik dengan setan dan penyihir. K’tut Tantri menerima permintaan raja, ia mengubah warna rambutnya. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (42) Rambutku yang merah, terasa sekali tidak cocok dengan usana Bali yang kupakai sehari-hari. Akhirnya raja menyarankan, sebaiknya dicat saja menjadi hitam. Dikatakannya di Bali hanya setan, penyihir, dan Rangda saja yang berambut merah. Penduduk yang percaya pada takhyul akan takut padaku, sehingga aku tidak bisa benar-benar diterima sebagai satu dari mereka. Akhirnya saran itu kuturuti, walau dengan perasaan agak segan (hlm. 56).



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75



Terlihat sangat jelas citra diri wanita dalam aspek fisik yang terkandung dalam kutipan di atas. K’tut Tantri memutuskan untuk mengubah warna rambutnya untuk dapat diterima di masyarakat Bali. Aspek fisik yang terkandung dalam kutipan di atas menunjukkan bahwa K’tut Tantri ingin sekali menjadi wanita Bali dan ingin diterima oleh masyarakat Bali. Keadaan fisik K’tut Tantri yang menggambarkan jelas bahwa ia bukan orang Asia sangat membantu ketika mencari hotel saat di New York. Awalnya orang Cina yang menanyakan hotel, namun tidak ada kamar yang kosong. K’tut Tantri merasa itu ada kaitannya dengan warna kulit orang Cina. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (47) Teman seperjalananku mendatangi sebuah hotel. Ia mendapat keterangan bahwa tidak ada kamar kosong. Hotel berikut yang didatangi, sama saja jawabannya. Saat itu timbul dugaanku, jangan-jangan penolakan itu ada hubungannya dengan warna kulitnya. Ketika aku sendiri yang menanyakan, ternyata dengan gampang aku memperoleh dua buah kamar(hlm. 362-363).



Dalam kutipan di atas, K’tut Tantri tertolong dengan warna kulitnya sebagai orang asing. Warna kulit putih telah membantu untuk mendapatkan kamar hotel di New York. Citra diri wanita dalam aspek fisik yang tergambar dalam sub bab ini terlihat bahwa, K’tut Tantri seorang keturunan Man (Amerika), berambut pirang, dan berkulit putih. Ia memiliki penampilan fisik baru. Rambut yang pirang digambarkan negatif oleh masyarakat Bali, rambut pirang identik dengan setan dan penyihir. K’tut Tantri



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76



mengubah warna rambutnya menjadi hitam. Hal ini menunjukkan citra diri wanita dalam aspek fisik bahwa, K’tut Tantri berkeinginan untuk menjadi wanita Bali yang sesungguhnya. 3.1.2



Citra Diri Wanita Tokoh K’tut Tantri dalam Aspek Psikis



3.1.2.1 Merindukan kedamaian Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis digambarkan sebagai wanita yang tertarik pada dunia luar. Ia tertarik pada sebuah pulau yang berada di Indonesia, yaitu Pulau Bali. K’tut Tantri tertarik setelah menonton sebuah film yang berjudul Bali, Surga Terakhir. Setelah menonton film tersebut, ia sangat tertarikterhadap Bali. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (48) Aku terpesona. Film itu penuh dengan kedamaian, kelegaan hati, keindahan, dan rasa kasih yang dipancarkan kehidupan petani di desa. Ya, saat itulah aku menemukan bentuk kehidupan yang kudambakan. Saat itu kukenali kehidupan yang kuidamkan. Keputusanku datang dengan tiba-tiba, tetapi tidak bisa diubah lagi. Saat itu aku merasa bahwa takdirku sudah menentukan demikian. Aku merasakan adanya suatu dorongan, yang sama sekali tak ingin kuelakkan (hlm. 11).



Kutipan di atas menunjukkan seorang wanita yang sangat merindukan kedamaian dalam hidupnya. K’Tut Tantri merasa kagum dengan visualisasi Bali yang digambarkan dalam film. K’tut Tantri merasa jika kehidupan yang didambakannya ada di Pulau Bali. K’tut Tantri mempunyai dorongan yang akan membawanya ke sebuah pulau di Indonesia, yaitu Pulau Bali. Film itu sangat mempengaruhinya dan



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77



K’tut Tantri merasa bahwa takdirnya telah ditentukan. Film itu telah membawa K’tut Tantri sampai di Pulau Bali. Citra diri wanita dalam aspek psikis terdeskripsi juga ketika K’tut Tantri mengendarai mobilnya di daerah terpencil yang berada di Bali, mobilnya terhenti di depan sebuah puri raja Bali karena kehabisan bahan bakar. Ia memutuskan untuk memasuki puri. K’tut Tantri melihat dengan heran dan kagum akan sebuah pesta. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (49) Aku menjadi saksi suatu pesta dunia Timur yang bergelimang kemewahan. Gentagenta berdenting, sementara musik gamelan terdengar lirih, memperdengarkan nadanada kuno yang memesona. Para pedanda duduk bersila di atas panggung bambu yang tingginya sekitar dua meter dari tanah, dikelilingi tumpukan buah tersusun rapi serta bunga dan dedaunan pakem yang dibentuk serbaneka. Semuanya sesajen berbentuk fantastis, untuk para dewa. Di belakang setiap pedanda, duduk seorang perempuan yang menyodorkan bermacam-macam bunga yang diperlukan untuk memurnikan air suci. Para pedanda bertelanjang dada (hlm. 35).



K’tut Tanti terdeskripsi merasakan keheranan dan kekaguman yang sangat besar. Ia merasakan bahwa pesta yang begitu mewah ternyata ada di pedalaman Bali. Kutipan di atas menunjukkan bahwa, K’tut Tantri sangat tertarik pada Pulau Bali yang baru didatanginya. Kekaguman dan keheranan yang dialami membawanya semakin mengenal Pulau Bali. Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis terdeskripsi lagi ketika K’tut Tantri dipenjarakan lagi ke penjara Surabaya dan mendapatkan sel sendiri. Kesendirian yang dialami K’tut Tantri membuat dirinya merasa tenang. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut:



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78



(50) Lebih dari dua tahun lamanya aku terkurung sendiri dalam sel itu. Aku boleh dibilang tak pernah melihat orang lain, kecuali seorang babu yang biasa datang dua kali sehari, membawakan nasi sepiring serta secangkir cairan yang dikatakan kopi. Kesendirian yang bagi tawanan lainnya mungkin dirasakan sangat menyiksa, bagiku malah merupakan idam-idaman. Dalam kesendirian itu aku bisa menemukan ketenangan, yang didambakan jiwaku yang tersiksa. Saat itu aku membenci seluruh umat manusia. Tubuhku terlalu menderita, sehingga tidak lagi terganggu kesepian. Bagiku merupakan rahmat bahwa aku takkan dipanggil lagi untuk diperiksa Kempetai, setidak-tidaknya untuk sementara waktu. Aku tidak lagi harus mendengar teriakan kesakitan yang datang dari arah ruang penyiksaan. Aku takkan lagi menjadi saksi bisu, betapa seorang ditendangi sampai mati. Aku takkan lagi hanya bisa menatap tanpa daya, sementara tahanan demi tahanan terkapar mati di depan hidungku. Aku mengucapkan sukur bahwa aku dimasukkan ke dalam sel yang terpisah, dan bukan dijebloskan dalam kamp tawanan bersama wanita-wanita Belanda. Kalu itu yang terjadi, kuduga aku pasti akan edan (hlm. 182).



Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis terdeskripsi pada kutipan di atas merasakan ketenangan karena berada di dalam sel sendiri dan tidak disiksa lagi. Ia sangat mendambakan ketenangan, dan memperolehnya di dalam sel tahanan itu. Hal ini terdeskripsi sangat jelas dalam kutipan di atas. K’tut Tantri sangat bersyukur karena berada dalam sel tahanan sendiri tanpa harus mendengar dan melihat penyiksaan lagi. Dalam kesendiriannya selama dua tahun di dalam sel penjara, K’tut Tantri mendapatkan ketenangan yang diidamkannya. Selain itu, K’tut Tantri kagum atas rencana yang disusun oleh temantemannya. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (51) Aku merinding mendengar rencananya itu. Aku sudah sering menyaksikan sendiri atau mendengar kabar tentang berbagai rencana, atau “operasi”, menurut istilah yang digemari kalangan geriliawan. Tetapi belum ada yang kedengarannya begitu luar biasa. Aku menatap para pejuang itu dengan heran bercampur kagum (hlm. 235).



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79



Kutipan di atas mendeskripsikan citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis tentang kekaguman yang bercampur perasaan heran. Ia sangat terpukau dengan rancana yang disusun oleh para pejuang Indonesia, hal ini terlihat jelas pada kutipan di atas. K’tut Tantri terkejut ketika mengetahui bahwa yang didatanginya adalah sebuah Istana raja Bali, bukan sebuah pura. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (52) Istana? Kataku kaget. Ini kan pura? Saya tadi masuk karena mendengar bunyi genta pura dan melihat sedang ada upacara agama disini. Saya dengar, orang Bali tidak merasa berkeberatan apabila pura mereka dimasuki orang asing. Saya tadi masuk karena ingin mendengar musik yang indah, serta mengagumi sesajen yang bagusbagus. Rasanya seperti memasuki alam dongeng atau kayangan (hlm. 37).



Kutipan yang terdeskripsi diatas menunjukkan rasa keingintahuan tokoh utama, yaitu K’tut Tantri dan pengetahuan yang belum cukup banyak tentang Pulau Bali. Citra wanita dalam aspek psikis yang tergambar di sini adalah citra seorang wanita pendatang yang takjub dalam melihat keunikan budaya di Pulau Bali. K’tut Tantri merasa jika bangunan dan kebudayaan di Bali tampak seperti kehidupan di alam dongeng. Citra diri wanita dalam aspek psikis tokoh K’tut Tantri kembali terlihat ketika zaman pergerakan kemerdekaan. Perjuangan K’tut Tantri di Surabaya harus berakhir, karena ia harus pindah ke Yogya. Sebenarnya, K’tut Tantri lebih memilih di Surabaya



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80



di bawah pimpinan Bung Tomo, ia kagum dengan sosok Bung Tomo. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (53) Aku tidak ingin pindah ke Yogya. Aku sudah merasa akrab dengan teman-temanku para geriliawan. Aku lebih senang tetap berada bersama kelompok kecil di bawah pimpinan langsung Bung Tomo, yang dikuasai dan kukagumi. Dengan semangatnya yang menyala-nyala, kebersihan tujuannya, ketabahannya yang luar biasa, dan terutama sikapnya yang manusiawi terhadap para pengikutnya, ia merupakan tokoh yang paling gilang-gemilang, semacam “Scarlet Pimperner” Jawa, Robi Hood daerah pegunungann. Kalangan yang percaya mistik menganggapnya semacam dewa yang selalu bernasib baik. Menurut desas-desus, guna membingungkan Belanda yang menyebarkan mata-mata untuk memburunya. Kalau ada yang tertangkap, selalu kemudian ternyata bahwa itu Bung Tomo yang palsu. Seperti para gerilyawan pada umumnya, Bung Tomo bersumpah takkan memotong rambutnya sebelum kemerdekaan dicapai (hlm. 243).



Kutipan di atas mendeskripsikan keinginan K’tut Tantri yang sebenarnya tidak ingin pindah ke Yogya. Ia lebih nyaman berada di Surabaya dan di bawah pimpinan Bung Tomo. Kutipan di atas juga mendeskripsikan mengenai kekaguman K’tut Tantri terhadap sosok Bung Tomo. Ia menganggap Bung Tomo adalah sosok yang patut dibanggakan dan sangat dikaguminya. Hal ini terdeskripsi dalam kutipan di atas sanggat jelas. K’tut Tantri sanggat mengagumi Bung Tomo, sehingga ia dapat menceritakan segalanya tentang Bung Tomo. Selain kekaguman, K’tut Tantri telah menemukan sedikit ketenangan dan berharap akan mendapatkan ketenangan selamanya. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut:



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81



(54) Sudah berbagai negara kucari bintang lembayung itu. Tetapi aku belum juga menemukannya. Kini, di sela dingin dan cemerlang di atas kota New York, adakah bintang lembayung yang kucari itu? Dan akan bisakah aku melihatnya? Sementara hatiku penuh harap, kutelusuri cakrawala malam dengan mataku (hlm. 363).



Kutipan di atas mendeskripsikan keinginan K’tut Tantri yang berharap akan mendapatkan ketenangan di negara asalnya. Telah lama ia mencari ketenangan itu, namun belum juga ditemukannya. Sejak lama ia mendapatkan kesengsaraan dalam membantu kemerdekaan Indonesia. Kini, K’tut Tantri berharap akan mendapatkan ketenangan di negaranya sendiri. Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis terdeskripsi yang sedang merindukan kedamaian dan ketenangan. 3.1.2.2 Memiliki percaya diri karena prinsip dan semangat yang besar Citra diri wanita K’tut Tantri dalam aspek psikis terlihat ketika ia memberikan penjelasan supaya tidak dituduh sebagai orang yang lancang karena memasuki istana Raja Bali yang ia anggap sebagai pura. K’tut Tantri memberikan alasan yang sejujurnya dan tidak berbohong mengenai alasannya memasuki istana Raja Bali. Rasa keingintahuan yang sangat besar mendorongnya untuk lebih mengetahui segala sesuatu yang ada di Pulau Bali. K’tut Tantri dianggap sebagai turis yang akan menikmati segala sesuatu yang ada di Pulau Bali. Namun, anggapan Anak Agung Nura sebagai putera Raja Bali salah. K’tut Tantri bukan seorang turis, ia adalah seniman yang berharap akan dapat tinggal di Pulau Bali selamanya dan dapat melukis. Ia merasa tidak tahan tinggal di



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82



hotel orang Belanda dan ingin segera meninggalkan hotel itu. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (55) Tidak, Anak Agung Nura. Saya bukan turis. Saya datang ke pulau Anda ini dengan maksud untuk menetap selama-lamanya di sini. Saya berharap akan bisa melukis di sini dan mengikuti gaya hidup rakyat di sini yang damai dan tenteram. (56) Kujelaskan bahwa aku sudah tidak tahan lagi tinggal dalam hotel Belanda yang penuh dengan turis, dan karenanya berangkat ke pedalaman dengan ikrar bahwa aku akan tinggal di mana mobilku berhenti karena kehabisan bensin (hlm. 38).



Kutipan di atas mendeskripsikan bahwa, K’tut Tantri adalah orang yang sangat penuh dengan kepercayaan diri dan memiliki prinsip hidup yang kuat serta yakin dengan apa yang dijalaninya. Ia menjelaskan mengenai maksud dan tujuan datang ke Pulau Bali. Dengan rasa percaya diri, ia menjelaskan segala sesuatunya tanpa rasa takut. Hal seperti ini menggambarkan citra diri wanita dalam aspek psikis seorang tokoh utama yang memegang teguh perinsip hidupnya. Sikap percaya diri dan tetap dalam pendirian terdeskripsi ketika K’tut Tantri mendapat surat pengusiran dari pihak Belanda. Tetapi, K’tut Tantri yang memiliki sifat percaya diri dan tetap dalam pendirian menolak surat pengusiran itu, penolakan itu langsung di hadapan kontrolir Denpasar. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (57) Silahkan mencobanya, tukasku. Sama-sama sekali tidak berniat pergi, kalau tidak ada alasan sama sekali. Ini namanya tindakan sewenang-wenang. Coba saja menaikkan diri saya ke kapal dengan jalan paksa. Anda pasti menyesal! Lihat saja nanti! (hlm. 107).



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83



Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri yang terdeskripsi pada kutipan di atas adalah seorang yang keras kepala terhadap hal yang bertentangan dengan penjajahan. K’tut Tantri tetap dalam pendirian dan percaya diri saat menghadapi kontrolir. Sikap yang seperti ini yang digambarkan pengarang untuk karakter tokoh utama dalam novel Revolusi di Nusa Damai. K’tut Tantri sangat menyadari tindakannya yang sangat berbahaya dan akan menimbulkan masalah bagi dirinya. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (58) Aku sebenarnya sudah sejak awal menyadari bahwa kegiatanku mendukung gerakan kemerdekaan Indonesia, suatu saat akan menimbulkan kesulitan besar bagi diriku. Namun seperti sekian banyak pejuang, aku hanya memikirkan bahaya yang mungkin mengancam teman-teman seperjuangan. Saat itu aku masih tetap merasa aman. Padalah ada desas-desus kuat yang berasal dari sumber yang bisa dipercaya, yaitu para pelawan perwira Jepang yang tinggalnya di blog yang bersebelahan, bahwa di daerah situ sering diadakan pemeriksaan dari rumah ke rumah (hlm. 158).



Kutipan di atas mendeskripsikan mengenai citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis yang menyadari atas tindakannya untuk mendukung kemerdekaan Indonesia. Namun, ia masih tetap merasa aman karena belum ada tindakan yang cukup berarti dari Jepang kepadanya. K’tut Tantri juga terlihat sangat tenang, walau saat itu terdengar kabar bahwa di daerah tempat tinggalnya sering diadakan pemeriksaan oleh Jepang. Hal ini menunjukkan ketenangan hati seorang K’tut Tantri. Ketabahan dan keteguhan hati K’tut Tantri terlihat jelas pada saat ia ditahan dan diperiksa oleh Jepang. Ia tidak melibatkan siapa saja dalam pengakuannya saat



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84



diperiksa. Hal ini menunjukkan bahwa, K’tut Tantri adalah orang yang tidak suka ingkar janji. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (59) Agen rahasia Amerika! Aku hampir tertawa, kalau tidak sedang setengah mati ketakutan saat itu. Itu kan tidak masuk akal, sama sekali tidak benar. Jawabku. Frisco Flip pernah beberapa kali mengatakan padaku bahwa kami beraksi atas tanggung jawab sendiri, tanpa pertalian sedikit pun dengan dinas rahasia Amerika. Flip selalu mengatakan, ia hanya melakukan kewajibannya selaku warga Negara Amerika, seperti halnya sang professor yang melakukan kewajibannya untuk Cina, sekutu Amerika Serikat. Tetapi tentu saja itu tidak kukatakan pada para pemeriksa (hlm. 161).



Disaat K’tut Tantri merasa ketakutan, ia tetap tidak mau mengatakan yang sebenarnya kepada pemeriksa Jepang. Hal ini terlihat jelas pada kutipan di atas. Apa saja yang diketahu oleh K’tut Tantri, ia tetap tidak memberitahukan kepada para pemeriksa Jepang. Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis terdeskripsikan dalam kutipan di atas sebagai orang yang selalu dalam pendirian dan tidak suka ingkar janji. Setelah ditawan di penjara selama tiga minggu tanpa alasan yang jelas, ia dibebaskan. Namun, sebelum dibebaskan K’tut Tantri ditawari rumah dan segala kemewahan jika mau menjadi penyiar radio Jepang. K’tut Tantri sama sekali tidak menyetujui permintaan kerjasama itu. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (60) Mempertimbangkannya saja aku tidak mau. Saat itu tubuhku sudah lemah sekali karena perlakuan kasar yang kualami. Tetapi aku masih cukup memiliki kekuatan untuk bersikap tegar mengenai persoalan itu. Bagaimana pendapat Anda tentang wanita Nippon yang menjadi penyiar radio untuk Amerika dalam perang sekarang ini? Tanyaku (hlm. 166).



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85



Keteguhan hati yang tidak mudah tergoda membuat K’tut Tantri tidak menerima



permintaan



kerjasama



yang



ditawarkan



oleh



Jepang.



Hal



ini



terdeskripsikan sangat jelas dalam kutipan di atas. K’tut Tantri ditawari menjadi penyiar radio Jepang yang ditujukan untuk Amerika, ia saat itu sama sekali tidak tertarik. K’tut Tantri sama sekali tidak memikirkan permintaan itu, permintaan itu langsung ditolak. Selain keteguhan hati, K’tut Tantri merasa semangatnya mulai tumbuh lagi ketika dijenguk oleh Pito dan kawan-kawannya. Ia menawarkan diri untuk bergabung dan membaur dengan rakyat Indonesia. K’tut Tantri menegaskan bahwa dirinya akan menjadi mata dan lidah untuk Pito. Hal ini terdeskripsi dalam kutipan berikut: (61) Apa pun yang akan terjadi kemudian hari, aku hendak membaurkan nasibku dengan rakyat kalian, kataku pada para pemuda yang masih berdiri sambil menunggu dihadapanku. Tidak ada pilihan lain bagiku, kecuali mendampingi Indonesia yang sedang menghadapi saat-saat menentukan ini. Pada Pito kutambahkan, ajaklah aku, Pito manis, karena kini akulah yang akan menjadi mata dan lidahmu. Aku akan menolongmu memperoleh penukaran yang benar, dan akan kutunjukan jalan padamu. Aku akan melakukannya, atau mati dalam usahaku itu (hlm. 213).



Kutipan di atas mendeskripsikan bahwa, citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis memiliki semangat lagi dan bersedia membantu Indonesia. Ia merasa bersemangat lagi karena didatangi Pito dan kawan-kawannya. Kecintaan K’tut Tantri pada Indonesia tidak pernah luntur, itu terbukti dalam kutipan di atas. Ia sama sekali tidak memperdulikan apa yang akan terjadi nanti, penyiksaan Jepang tidak mempengaruhinya.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86



Selain semangat, K’tut Tantri memiliki keteguhan hati. Hal ini terbukti ketika ia mendapat tawaran uang jika mau untuk tidak mencampuri urusan Indonesia lagi. Namun, dengan sikap tegas dan sangat mencintai Indonesia, K’tut Tantri menolak tawaran itu. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (62) Rupanya besar sekali kepentingan kalian di Indonesia, sehingga mau mencoba taktik seperti ini, kataku mencemooh. Rakyat Indonesia berjumlah tujuh puluh juta jiwa. Biarpun Anda serta konco-konco Anda bersedia menawarkan sejuta gulden untuk setiap orang Indonesia, aku masih tetap takkan bisa dibujuk untuk menghianati tanah air pilihanku itu. Mungkin saja orang Indonesia akan melupakan diriku apabila Negara itu sudah benar-benar merdeka. Kenapa tidak? Aku kan hanya ombak kecil ditengan alun banjir semangat kemerdekaan. Bertahun-tahun lamanya aku hidup di bawah kekuasan penjajahan Belanda. Sedikit sekali kebajikan yang kualami waktu itu, sedang keburukan bertumpuk-tumpuk. Apa sebabnya orang Belanda di Holland berteriak marah ketika Nazi melanda negeri itu dan merampasnya habis-habisan, tetapi kini setelah Sekutu membebaskan Holland mereka hendak melakukan tindakan serupa terhadap Indonesia? Tiga abad lamanya kekaraan Indonesia mengalir ke Negeri Belanda. Tidakkah kini sudah waktunya arus itu harus dikembalikan ke Indonesia, setidak-tidaknya sebagian daripadanya (hlm. 355). (63) Aku sudah tidak bisa mengendalikan diriku lagi. Begitu ia keluar, kubanting pintu keras-keras. Air mataku berlinang-linang. Terbayang dimataku wajah-wajah ramah Bung Karno, serta kawan-kawanku Bung Amir, Pito dan para pejuang di Jawa Timur. Terngiang ditelingaku suara mereka yang hangat, penuh kasih sayang, serta rasa percaya pada diriku. Itulah hartaku yang sejati. Dibandingkan dengannya, seratus ribu perak uang Belanda sama sekali tak ada artinya (hlm. 355-356).



Kedua kutipan di atas mendeskripsikan citra diri wanita dalam aspek psikis tentang keteguhan hati K’tut Tantri yang tidak tergoda akan tawaran uang. Ia juga tidak akan merasa marah jika Indonesia melupakannya ketika nanti telah merdeka. Sikap rendah hati K’tut Tantri membuatnya tabah menghadapi semua peristiwa yang dihadapinya. Ia berpendapat bahwa sudah saatnya kekayaan Indonesia yang dulu dirampas Belanda dikembalikan lagi ke Indonesia.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87



3.1.2.3 Memiliki sikap sopan-santun Keinginan K’tut Tantri untuk tinggal di Pulau Bali untuk selamanya terwujud. Namun, bukan hanya tinggal di Pulau Bali. Ia juga diangkat sebagai anak Raja Bali yang keempat dan tinggal di dalam puri keluarga Raja Bali. K’tut Tantri sangat berterimakasih atas kehormatan yang diberikan Raja Bali terhadapnya. Ia sungguh sangat berterimakasih kepada keluarga Raja Bali terutama Raja Bali dan putranya. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (64) Tawaran itu kuterima dengan ucapan terimakasih berkali-kali. Dengan segera aku dibawa Raja serta puteranya ke bagian lain dari pekarangan puri itu, dimana aku secara resmi diperkenalkan pada istrinya yang pertama. Wanita itu baik hati, tetapi sangat pemalu. Ia ditemani dua puterinya. Dua gadis belasan tahun yang manismanis. Keduanya belum menikah dan sama pemalunya seperti ibu mereka (hlm. 40).



Citra diri wanita dalam aspek psikis tokoh K’tut Tantri terdeskripsikan sebagai wanita asing yang sangat tahu mengenai cara berterimakasih dan mampu mengenali sifat seseorang dengan pertemuan yang cukup singkat. Ia mampu mendeskripsikan mengenai istri Raja dan dua orang putri Raja yang baru dikenalnya. Sikap sopan-santun K’tut Tantri terdeskripsi ketika akan melakukan perjalanan menuju Singapura, ia mendapatkan paspor Indonesia. Ia berpikiran bahwa paspor itu tidak ada gunanya. Namun, agar tidak menyinggung Bung Amir, ia menerima dan menyimpannya. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (65) Beberapa hari setelah itu aku sudah memegang buku paspor Indonesia dengan nomor urut 1. Paspor itu ditandatangani sendiri oleh Bung Amir. Agar tidak menyinggung perasaannya, kuterima surat identitas yang sebetulnya tak berguna itu dan kutaruh



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88



bersama barang-barang milikku yang lain. Setidak-tidaknya aku memiliki suatu suvener yang lucu dari Indonesia. Saat itu aku belum tahu bahwa paspor itu kemudian ternyata sangat menolong diriku (hlm. 305).



K’tut Tantri terdeskripsikan dalam kutipan di atas tidak mempercayai mengenai paspor Indonesia itu. Ia tidak yakin jika nanti paspor itu akan berguna baginya. Namun, agar tidak menyinggung Bung Amir paspor itu diterima K’tut Tantri. Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri terdeskripsi selalu memikirkan tindakan orang terhadapnya dan ia selalu berpikir agar tidak mengecewakan orang lain. Sikap



sopan-santun



selanjutnya



adalah



ketika



K’tut



Tantri



sangat



berterimakasih terhadap orang Cina yang menolongnya membelikan karcis kereta. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (66) Hari Natal kedua aku berhasih mengusahakan uang untuk mengembalikan harga karcis yang dibayarkannya dulu untukku, serta membelikannya sebuah tas kerja, hadiah Natalnya yang pertama di Amerika. Malamnya aku mengantarkannya naik ke kereta api, yang akan membawanya ke Indiana di mana ia akan bersekolah. Kemudian aku pergi. Hatiku rindu pada Indonesia. Aku merasa kehilangan hangatnya sinar matahari, serta warna-warna yang serba menyala (hlm. 363).



Dalam kutipan di atas mendeskripsikan citra diri wanita dalam aspek psikis tentang K’tut Tantri yang berterima kasih terhadap orang Cina yang menolongnya dengan cara mengembalikan uang dan memberikan hadiah natal berupa tas kerja. K’tut Tantri sangat tahu mengenai cara berterimakasih atas tindakan orang lain terhadapnya.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89



3.1.2.4 Berfikir positif K’tut Tantri terlihat berani saat menghadapi kontrolir klungkung yang kurang suka terhadap orang asing bergaul dengan rakyat pribumi. K’tut Tantri bersikeras akan tetap tinggal di puri Raja Bali dan akan tetap menjadi tamu di puri. Selain itu, ia juga mengancam kontrolir klungkung agar tidak menyulitkannya dan menyulitkan Raja Bali serta keluarganya. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (67) Saya akan tetap menjadi tamu di puri. Dan percayalah, saya akan menjaga tutur bahasa saya sebaik-baiknya. Kerena itu, Tuan kontrolir, saya anjurkan agar Anda tidak menyulitkan saya atau tuan rumah saya, karena apabila itu terjadi, saya akan menghadap konsul Amerika di Surabaya. Ia akan mengatakan pada Anda bahwa saya tidak bisa diusir tanpa alasan. Dan saya takkan membuat Anda mendapat alasan (hlm. 48).



Kutipan di atas mendeskripsikan mengenai citra diri wanita dalam aspek psikis yang dimiliki K’tut Tantri. Ia memiliki pendirian dan keberanian yang sangat besar dalam menghadapi segala sesuatu. Pendirian yang cukup kuat ditunjukan pada kalimat yang menyatakan bahwa ia akan tetap menjadi tamu di puri Raja Bali. Keberanian K’tut Tantri ditunjukan pada kalimat yang menyatakan bahwa jika terjadi sesuatu terhadapnya dan Raja Bali, maka ia akan melapor ke konsul Amerika. Selain itu, K’tut Tantri memiliki keberanian untuk tinggal di kampung dan ia merasakan sesuatu yang belum pernah didapatkannya. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut:



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90



(68) Walau dilingkungi kejorokan, keadaan serbakurang termasuk makanan yang menyebabkan aku selalu merasa lapar, tetapi bagiku kampung-kampung itu merupakan taman firdaus yang menyebabkan aku pergi dari Hollywood. Bagiku, kampung-kampung mengandung kedamaian yang tidak kujumpai di puri raja-raja (hlm. 82).



K’tut Tantri merasakan hal yang belum pernah dirasakannya di puri raja-raja, yaitu kedamaian. Sejak awal, K’tut Tantri pergi untuk mencari kedamaian seperti yang ditonton melalui film Bali, Surga Terakhir. Dari kutipan di atas yang mendeskripsikan tentang citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis, dapat disimpulkan bahwa K’tut Tantri bukan orang asing yang hanya akan menjadi turis di Pulau Bali. Ia benar-benar akan tinggal dan menyatu dengan penduduk serta kehidupan di Bali. Kutipan di atas mendeskripsikan bahwa K’tut Tantri memiliki keberanian yang sangat besar untuk tinggal di pedalaman Bali. Selain keberanian, K’tut Tantri juga selalu berfikir positif. Setelah perlakuan Jepang terhadapnya, itu tidak membuat K’tut Tantri untuk membenci Jepang. Hal ini terdeskripsi dalam kutipan berikut: (69) Kisahku yang panjang lebar tentang kehidupanku menjadi tahanan Kempetai ini tidaklah lantas berarti bahwa aku membenci orang Jepang. Kesimpulan demikian tidak tepat. Memang, aku sangat membenci para penyiksaku. Tetapi setiap Jepang berwatak kejam yang kujumpai, diimbangi dua atau tiga yang baik budi. Aku yakin manusia Jepang yang baik jauh lebih banyak jumlahnya daripada yang jahat. Sama saja halnya seperti bangsa-bangsa lain (hlm. 196).



Kutipan di atas mendeskripsikan bahwa citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis adalah orang yang mengerti keadaan dan selalu berpikir positif. Ia



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91



beranggapan tidak semua orang Jepang jahat, hanya orang-orang tertentu yang memiliki sifat jahat seperti para penyiksanya. Hal ini menunjukkan bahwa K’tut Tantri dapat berpikir jernih dalam keadaan yang seperti apa saja. Keberanian selanjutnya yang terdeskripsi adalah mengenai K’tut Tantri mengambil tindakan yang tidak diketahui akibatnya. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (70) Aku menyadari bahwa kataku itu dipercaya mengingat ketenaran namaku, begitu pula karena artikel-artikelku mengenai para pemimpin Indonesia. Pihak Inggris menyadari bahwa aku kenal baik dengan tokoh-tokoh itu. Tetapi aku sendiri agak gelisah, karena tidak tahu apa kata mereka nanti tentang tindakanku yang lancing itu. Kalu Bung Amir, pasti ia mau mengerti. Tetapi bagaimana dengan yang lain-lainnya? Aku tidak punya hubungan resmi dengan kementrian yang mana pun di Indonesia (hlm. 341).



Dalam kutipan di atas, mendeskripsikan citra diri wanita dalam aspek psikis tentang keberanian K’tut Tantri membawa nama kementrian Indonesia. Namun, ia juga gelisah membayangkan kemungkinan yang akan terjadi jika tindakannya diketahui kementrian Indonesia. K’tut Tantri menyadari bahwa dirinya tidak memiliki hubungan resmi dengan kementrian Indonesia. Ia berani mengambil resiko itu karena untuk Indonesia juga. Dalam keadaan apa saja, K’tut Tantri tetap seorang wanita asing yang mencintai Indonesia.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92



3.1.2.5 Memiliki ketakutan dan kegelisahan Citra diri wanita dalam aspek psikis terdeskripsi ketika kegelisahan K’tut Tantri mulai muncul karena mendengar segala sesuatu yang sebenarnya dari Anak Agung Nura. Ia mendengar kenyataan mengenai penjajahan Belanda terhadap Pulau Bali. Kegelisahannya terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (71) Tetapi bukan itu yang menyebabkan kegelisahan hatiku. Aku mulai menyadari bahwa aku selama itu tidak memanfaatkan segala peluang yang ada untuk melihat Bali yang sebenarnya. Aku membiarkan diriku dininabobokkan oleh kesenangan dan kenyamanan. Padalah bukan itu tujuanku berkelana begitu jauh. Ya, memang aku sudah melihat desa penduduk Bali Aga. Aku sudah melihat kampung-kampung. Aku juga sudah menghadiri upacara-upacara primitif, begitu pula berbagai tarian dan pesta rakyat jelata. Tetapi semuanya itu selalu ditemani orang-orang yang diperajakan oleh rakyat setempat. Tentang apa yang sebetulnya ada di situ, aku sama sekali buta. Aku tidak tahu apa-apa (hlm. 77).



Kegelisahan atau tepatnya penyesalan yang terdeskripsi dalam kutipan di atas menunjukkan bahwa, K’tut Tantri melupakan tujuannya yang semula. Ia terpengaruh oleh lingkungan Raja. K’tut Tantri melupakan tujuannya yang bukan hanya sekedar turis di Pulau Bali. Ia terlena akan gaya hidup raja. K’tut



Tantri



merasakan



kecemasan



dan



merasa



kedamaian



yang



mengakibatkannya datang ke Bali sudah tidak ada lagi. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (72) Aku menang. Aku tidak jadi diusir. Mestinya itu besar sekali artinya bagiku. tetapi aku masih tetap merasa tertekan. Kejadian yang baru saja kualami, tidak bisa kulupakan begitu saja. Tetapi kurasa ada lagi alasan yang menyebabkan perasaanku begitu. Aku seperti mendapat firasat akan ada bencana yang lebih hebat lagi dari pada yang pernah kualami. Kedamaian yang menyebabkan aku datang ke Bali, sudah



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93



tidak ada lagi. Setidak-tidaknya untuk sementara. Perasaanku gelisah, sekaligus capek. Banyak sekali kejadian di dunia, tetapi aku tidak ikut terlibat didalamnya (hlm. 110).



Di dalam kutipan di atas, terdeskripsi citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis yang merasakan kegelisahan tentang apa yang dialaminya. Ia merasa tertekan dengan apa yang baru dialaminya dan seperti mendapat firasat mengenai apa yang akan terjadi selanjutnya. K’tut Tantri merasakan kedamaian yang menyebabkannya datang ke Bali sudah tidak ada. Ia merasa gelisah kerena banyak kejadian di dunia yang tidak diketahuinya dan tidak terlibat di dalamnya. Dalam perjuangan membantu bangsa Indonesia untuk merdeka, K’tut Tantri mulai merasa cemas dan gelisah ketika didatangi orang-orang Cina, Indonesia, Arab, dan Belanda Indo. Keprecayaan diri mulai berubah dengan rasa cemas yang dirasakan K’tut Tantri saat itu. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (73) Aku merasa cemas, bercampur bingung. Aku berniat akan berhati-hati sekali, dan takkan pergi kemana-mana sampai Anak Agung Nura sudah kembali. Aku tidak mau berbicara dengan siapa pun juga, kecuali para pelayanku sendiri. Mereka kuwantiwanti, jangan mau diajak bicara orang yang tidak mereka kenal (hlm. 139).



Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis dideskripsikan dalam kutipan di atas sedang mengalami kecemasan dan rasa bingung. Hal ini mengakibatkan tindakan yang berhati-hati atau waspada. K’tut Tantri menyadari bahaya yang sedang dialaminya, hal ini membuatnya sangat waspada dan berhati-hati



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94



terhadap orang yang belum dikenalnya. K’tut Tantri telah menjadi bagian dari perjuangan bangsa Indonesia. Perjuangan K’tut Tantri mengakibatkannya dipenjarakan. Keadaan sel penjara yang kotor dan makanan yang kurang, mengakibatkan K’tut Tantri sakit dan pingsan selama 24 jam. Dokter Jepang yang memeriksa mengatakan bahwa, K’tut Tantri telah mati. Namun, sebenarnya K’tut Tantri sama sekali tidak mati. Ketika tersadar dari pingsan, K’tut Tantri mengetahui bahwa dirinya dianggap mati dan akan dikuburkan, itu membuatnya menjertit dan mengamuk. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (74) Pikiranku masih kacau. Aku masih beranggapan bahwa Jepang-Jepang itu hendak menguburku hidup-hidup. Aku menjerit, mengamuk. Aku tidak bisa lagi dikendalikan. Petugas Kempetai sebenarnya hendak memindahkan aku ke Porong, rumah sakit jiwa yang ada di situ. Tetapi dokter yang merawatku menyatakan agar sebaiknya ditunggu dulu sampai aku sudah pulih kembali dari keterkejutannku. Berhari-hari aku terbaring dalam keadaan setengah pingsan, mengambang antara hidup dan mati. Namun ketenangan dalam selku, begitu pula makanan tambahan yang diberikan, akhirnya berpengaruh juga terhadap keadaan kesehatanku. Pikiranku jernih sehingga aku dapat mengangkat lenganku lebih tinggi dari sebatas pinggang (hlm. 195).



Keadaan yang dialami K’tut Tantri seperti yang terdeskripsi di kutipan atas, menunjukkan bahwa K’tut Tantri mengalami ketakutan yang sangat hebat. Ia berpikiran akan dikubur hidup-hidup oleh Jepang. Hal ini membuat jiwa K’tut Tantri mengalami tekanan yang kuat sehingga mengakibatkannya tidak terkontrol. Kegelisahan yang terdeskripsi selanjutnya adalah ketika K’tut Tantri akan melaksanakan tugas untuk pergi ke Singapura. Namun, ia cemas tentang bagaimana



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95



caranya untuk pergi ke Singapura. Banyak yang tewas dalam lautan, hal ini menyebabkan kegelisahan K’tut Tantri. Namun, semangatnya bangkit ketika mengingat bahwa pejuang Indonesia selalu semangat dan selalu mendapatkan cara untuk melakukan rencana mereka. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (75) Aku sadar, hidup di Jawa bagiku mulai tidak aman. Apabila Belanda sekali waktu berhasil maju sampai di Yogya, aku pasti akan ditangkap dan mungkin dihukum tembak. Tetapi bagaimana caranya bisa ke Singapura, sementara Jawa dan Sumatera dikepung blockade Belanda? Sudah ratusan patriot Indonesia yang tewas terkubur tengah laut, dalam usaha menebusnya. Tetapi dalam hati kecilku aku yakin bahwa orang Indonesia pasti mampu merencanakan siasat untuk pergi keluar masuk neraka, apabila tekad mereka sudah bulat untuk melakukannya. Mereka gemar bertualang dan tidak terlalu banyak pikir. Semangat begitulah yang akhirnya menyebabkan perjuangan mereka berhasil (hlm. 300).



Kutipan di atas mendeskripsikan citra diri wanita dalam aspek psikis mengenai perasaan K’tut Tantri yang saat itu sedang mengalami kegelisahan. Kegelisahan itu disebabkan kerena di Jawa sudah tidak aman. Selain itu, ia juga berpikir mengenai bagaimana caranya untuk melakukan perjalanan ke Singapura dengan selamat. Sikap waspada dan kehati-hatian K’tut Tantri selalu membuatnya gelisah dan kawatir. Namun, semangat para pejuang yang selalu menyiapkan siasat dalam setiap rencana mereka membuat K’tut Tantri bersemangat dan meyakini bahwa para pejuang pasti memiliki siasat untuk melakukan apa saja.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96



3.1.2.6 Mencintai Bali dan Indonesia K’tut Tantri menyadari bahwa dirinya sudah melupakan tujuan utama datang ke Pulau Bali. Setelah mendengar kisah dari Anak Agung Nura yang mengisahkan tentang penjajahan Belanda di Bali, K’tut Tantri menyadari hal itu dan menyesalinya karena tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Pulau Bali. Karena itu, K’tut merasa perlu mengetahui lebih banyak tentang Bali. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (76) Saat itu aku sudah merasa pasti, tempatku yang sebenarnya di dunia ini memang di Bali, tanah air pilihanku. Aku berpendapat bahwa lebih banyak lagi yang perlu kuketahui. Lebih banyak lagi dari yang bisa kuperoleh dengan memakai sudut pandang puri. Aku harus pergi sendiri, hidup di tengah rakyat kampung. Kata-kata Agung Nura sangat menyentuh perasaanku (hlm. 78).



Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis terdeskripsi jelas pada kutipan di atas. Sikap K’tut Tantri semakin menunjukkan bahwa dirinya semakin mencintai Bali. Ia merasa bahwa dirinya harus lebih banyak lagi mengetahui tentang Bali. K’tut Tantri memutuskan untuk tinggal di tengat-tengah rakyat kampung dan hidup menyatu dengan rakyat Bali. Kutipan di atas menunjukkan bahwa K’tut Tantri seorang yang rasa keingintahuannya sangat besar dan semakin lama ada dorongan untuk lebih mengenal tentang Pulau Bali. Ia merasa keputusannya sudah tidak bisa ditunda lagi dan benar-benar pergi. Ketika mendapat kabar bahwa Jepang akan segera mendarat di Jawa, banyak yang menyarankan agar K’tut Tantri lekas pergi. Namun, ia merasa tidak dapat pergi



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97



karena Bali telah menjadi tanah airnya yang ke dua. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (77) Semua menasehati aku agar dengan segera pergi meninggalkan Bali, walau bermacam-macam pendapat yang ada mengenai kapan Jepang akan sampai di Jawa. Tetapi aku sudah bertahun-tahun tinggal di Bali. Pulau itu sudah menjadi tanah airku yang ke dua. Jika Belanda tidak berhasil memaksa aku pergi, masakan Jepang akan bisa? Aku datang ke Bali, karena mendambakan kedamaian dan kebebasan. Mungkin kebebasan yang sebenarnya bagiku akan bisa kucapai dengan jalan menempatkan diri di garis depan perjuangan (hlm. 116).



Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis terdeskripsi sebagai wanita yang kecintaannya sangat besar terhadap Pulau Bali sehingga ia tidak akan pergi meninggalkan tanah airnya yang ke dua. Ia merasakan bahwa kedamaian dan kebebasan akan datang jika ikut dalam perjuangan di Bali. Keyakinan dan kecintaan K’tut Tantri terhadap Pulau Bali yang dianggapnya sebagai tanah air yang ke dua membuatnya tidak ingin pergi atau meninggalkan Pulau Bali hanya demi keselamatannya. K’tut Tantri marah ketika mendengar kabar bahwa Surabaya telah dibom oleh tentara Inggris. K’tut Tantri bertekad untuk berjuang demi kemerdekaan Indonesia. Ia merasa malu dengan tindakan bangsanya, Inggris. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (78) Kurasa pemboman terhadap Surabaya merupakan titik balik dalam perkembangan revolusi Indonesia. Sebelumnya, aku hanya memakai ban lenganku di stasiun pemancar radio. Tetapi sejak kejadian itu, ke mana-mana aku selalu memakainya. Merdeka atau mati. Aku bertekad memakainya dengan banga dan tanpa kenal takut, tanpa memedulikan nyawa. Menang atau kalah, aku akan tetap mendampingi rakyat Indonesia. Selaku wanita kelahiran Inggris, mungkin aku bisa menyumbangkan



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 98



darma baktiku untuk sedikit mengimbangi penderitaan yang ditimbulkan orang-orang yang sebangsa dengan aku (hlm. 231).



K’tut Tantri terdeskripsikan dalam kutipan di atas sangat merasa marah dengan tindakan Inggris, negara sebangsanya. Kejadian itu membuat K’tut Tantri bertekad selalu membela Indonesia. Ia juga tidak memikirkan menang atau kalah, mati atau selamat. K’tut Tantri merasa bahwa, ia harus menjadi orang kelahiran Inggris yang baik dan berjuang demi kemerdekaan Indonesia. Sikap ini menunjukkan bahwa, citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis terdeskripsi sebagai wanita asing yang sangat mencintai Indonesia. Kecintaan K’tut Tantri terhadap Indonesia membawanya pergi ke Australia untuk menyuarakan kemerdekaan Indonesia. Di Sydney, K’tut Tantri banyak menyuarakan tentang keadaan Indonesia yang sebenarnya. Hal ini menunjukkan bahwa, K’tut Tantri adalah wanita asing yang benar-benar mencintai Indonesia. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (79) Walau ada serangan yang bertubi-tubi dalam surat kabar atau mungkin pula justru karena itu, aku dibanjiri undangan di Sydney. Aku begitu sibuk, sehingga menolak berbagai undangan yang sebetulnya ingin kuterima. Aku berbicara di depan sejumlah pertemuan serikat buruh. Dengan kata-kata sederhana kupaparkan kisah perjuangan bangsa Indonesia, yang ingin semerderka bangsa Australia. Kulukiskan keadaan sengsara yang diakibatkan karena adanya blokade Belanda, begitu pula tentang peralatan dan bahan obat-obatan yang sangat langka. Kuceritakan nasib orang-orang tak bersalah yang menjadi korban (hlm. 350).



Kutipan di atas mendeskripsikan mengenai citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis yang menunjukkan bahwa dirinya benar-benar orang Indonesia.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99



K’tut Tantri terlihat sangat memahami dan mengerti apa yang terjadi dan dialami serta yang diinginkan Indonesia. Ia juga dapat dengan cepat memberi saran kepada mahasiswa ketika berpidato di Sydney University. Para mahasiswa bertanya apa yang bisa mereka lakukan untuk Indonesia. K’tut Tantri menjawab dengan tegas dan memberikan saran kepada mahasiswa. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (80) Akan kukatakan bagaimana kalian bisa membantu perjuanganrakyat Indonesia, kataku. Kalian mahasiswa Sydney University, visa mengadakan pawai ke konsulat Belanda di kota ini. Kalian mengajukan suatu petisi, memprotes agresi Belanda di Indonesia. Kalian juga bisa mengirim telegram pada Perdana Menteri Australia, dengan permintaan agar ia mengajukan persoalan Indonesia ke depan sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (hlm. 351).



Dalam kutipan di atas, K’tut Tantri terdeskripsikan tetap melakukan perjuangan untuk Indonesia dengan cara memberikan saran terhadap para mahasiswa yang ingin membantu perjuangan rakyat Indonesia. Selain itu, ia juga terdeskripsi dapat dengan cepat membuat rencana untuk membantu perjuangan Indonesia. 3.1.2.7 Memiliki sikap peduli dengan sesama Anak Agung Nura mengambil keputusan untuk menikahi K’tut Tantri. Anak Agung Nura menganggap bahwa, K’tut Tantri adalah wanita yang patut untuk dilindungi. Namun, K’tut Tantri tidak bisa menerima lamaran dari Anak Agung Nura. Ia tidak mau kalau sampai harus mengorbankan orang lain demi keselamatan dirinya sendiri. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut:



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 100



(81) Di Bali kami diperolehkan beristri lebih dari satu. Lagi pula, kau kan tahu bagaimana hubungannya dengan Ratri. Ya, aku tahu ini mengandung beberapa hal yang merugikan, mungkin untuk kita berdua. Tetapi kau akan aman. Kau akan menjadi orang Bali. Belanda takkan berani menjamahmu lagi. Di sinilah tempatmu. Kau sudah menciptakan tempat di sini untukmu (hlm. 109). (82) Tidak, Nura-itu tidak mungkin. Aku tidak bisa menerima pengorbanan yang sebegitu besar darimu. Belanda pasti takkan memaafkan dirimu. Kau akan terpaksa melepaskan segala cita-cita demi bangsamu. Tidak, perjuanganku harus kuselesaikan sendiri. Sekarang pun keadaanmu sudah lebih berbahaya dari pada aku, apa pun yang terjadi nanti. Kau sahabat baikku. Saudaraku! Aku tidak bisa menyebabkan dirimu semakin terancam. Aku ini datang ke Bali karena ingin mendapat kebebasan untuk diriku sendiri. Bukan untuk merebut kebebasan orang-oarng yang kusayangi (hlm. 109).



Anak Agung Nura menganggap bahwa K’tut Tantri adalah wanita asing yang patut mendapat pertolongan. Secara tidak langsung, Anak Agung Nura menganggap K’tut Tantri adalah wanita yang lemah. Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis yang terdeskripsi pada kutipan di atas menunjukkan bahwa, ia tidak mau melibatkan orang lain dalam masalah yang sedang dihadapinya. Ia tidak rela jika harus melibatkan orang lain yang disayanginya demi keselamatan sendiri. Dalam kutipan, K’tut Tantri terdeskripsi sebagai orang yang bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya, sehingga ia tidak mau melibatkan siapa saja demi keselamatannya. K’tut Tantri tidak ingin mengulangi kesedihannya. Ia tidak ingin kehilangan Pito, orang yang juga disayanginya. K’tut Tantri berusaha untuk menghalangi Pito pergi ke Sulawesi. Kepergian Pito ke Sulawesi untuk tugas menyelidiki Kapten Westerling yang terkenal sangat kejam. Kapten Westerling merupakan utusan Belanda yang ditugaskan di Sulawesi. Oleh karena itu, K’tut Tantri berusaha untuk



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101



menghalangi kepergian Pito dengan cara meminta Bung Amir mengganti Pito dengan orang yang lebih tua. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (83) Aku bergedik, membayangkan seorang pemuda yang belum berpengalaman diutus ke Sulawesi untuk menyelidiki perbuatan seorang gila. Bagaimana kalau Pito sampai jatuh ke tangan Westerling? Kucacat dalam hati untuk meminta Bung Amir agar mempergunakan pengaruhnya untuk mengganti Pito dengan orang lain yang lebih tua. Tetapi tentu saja aku tidak bilang apa-apa pada Pito sendiri (hlm. 297).



Dalam kutipan di atas terdeskripsikan mengenai ketidakinginan dan ketakutan K’tut Tantri akan kehilangan seseorang yang disayanginya. K’tut Berusaha untuk mencegah atau menggagalkan kepergian Pito ke Sulawesi. Kutipan di atas mendeskripsikan bahwa, K’tut Tantri mengalami ketakutan akan kehilangan seorang yang disayanginya. Ia berusaha mencegah kepergian Pito dengan cara meminta Bung Amir mengganti Pito dengan orang yang lebih tua. Hal ini terlihat sekali bahwa K’tut Tantri masih terbayang ketakutan karena kehilangan Anak Agung Nura dan tidak ingin hal ini menimpa Pito. Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis terdeskripsi selalu melindungi orang yang disayanginya. K’tut Tantri merupakan wanita asing yang begitu mencintai Indonesia, ia rela mengambil resiko untuk membantu gerakan kemerdekaan Indonesia. K’tut Tantri juga rela untuk membantu para pejuang Indonesia. Ia membagi kamarnya untuk tempat beristirahat para pejuang. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (84) Aku merasa malu ketika memandang kamarku yang luas dan nyaman. Dua tempat tidur yang besar-besar dalam kamar, serta sebuah dipan di beranda. Masing-masing tempat tidur besar itu bisa ditempati empat pemuda bertubuh kecil itu. Aku tidak bisa menyerahkan kamarku, karena di hotel tidak ada wanita lain dengan siapa aku



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 102



bbisa tinggal sekamar. Tetapi aku bisa saja membagi kamarku dengan para pejuang kemerdekaan yang sudah capek berperang itu. Akhirnya sebelum aku bisa berubah pikiran atau bahkan merenungkan perbuatanku, kamar tidurku sudah terisi dengan sepuluh pejuang yang tidur pulas. Delapan di dua tempat tidur, dan dua lagi di atas tikar (hlm. 269).



Kutipan di atas mendeskripsikan bahwa, citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis merupakan seorang yang peduli dengan sesama. Awalnya, ia tidak rela jika harus menyerahkan kamarnya pada para pejuang. Namun, ia rela berbagi dengan para pejuang itu. Sikap yang seperti itu menunjukkan bahwa, K’tut Tantri memiliki jiwa yang seutuhnya untuk Indonesia. Ia juga rela berkorban untuk Indonesia, mulai dari hal kecil hingga hal yang besar. Dalam kemarahan yang menyelimuti K’tut Tantri, ia masih dapat berpikir jernih. K’tut Tantri juga dapat berpikir secara benar dalam keadaan apa saja. Dalam keadaan sulit, ia masih bisa menasehati seseorang untuk mencari cara lain untuk pergi ke Jawa. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (85) Kita kan mencari jalan lain, kataku membesarkan hatinya. Kita tidak boleh menyerah sekarang. Dalam hati aku berusaha menduga-duga alasan orang Indonesia yang menipuku untuk kedua kalinya. Kenapa ia begitu dipercaya orang-orang yogya? Apakah karena pamannya tergolong salah satu tokoh Republik yang terpenting? Semua indikasi yang ada menunjukkan ia berbohong tentang soal jual beli gula dulu. Dan kini kelihatan mencolok sekali bahwa ia hendak menggagalkan pengakuan terhadap negaranya sendiri. Tetapi kenapa ia begitu? (hlm. 339).



Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis terdeskripsi dalam kutipan di atas sebagai orang yang selalu ingin membesarkan hati seseorang. Ia tidak ingin membuat orang lain kecewa. Kutipan di atas juga mendeskripsikan mengenai



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 103



K’tut Tantri yang merasa bingung tentang orang Indonesia yang berbohong padanya dan berusaha untuk menggagalkan pengakuan atas negaranya sendiri. Ia juga bingung kenapa orang seperti itu dipercaya oleh orang di Yogya. K’tut Tantri sama sekali tidak bisa berpikir tentang kemungkinan itu. 3.1.2.8 Memegang janji Kecintaan K’tut Tantri kepada bangsa Indonesia semakin besar ketika ia ditawari untuk mengungsi ke Australia dan meninggalkan Surabaya. Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis terdeskripsi memiliki sifat yang tidak akan mengingkari janji. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (86) Sebetulnya melegakan juga, apabila bisa mengungsi ke Australia yang jauh dari relatif aman. Tetapi aku merasa tidak bisa meninggalkan pulau yang sedang kacaubalau itu. Bagaimana nasib Agung Nura nanti, serta semua kawan-kawanku bangsa Indonesia? Bagaimana dengan cita-cita Nura, yang ingin membebaskan rakratnya dari penindasan bangsa asing? Bagaimana dengan segala janjiku yang kuucapkan sewaktu di kebun kopinya dulu, untuk ikut berjuang sekuat tenaga demi kemerdekaan Indonesia? Belanda sudah melepaskan tali kekang, mungkin untuk selama-lamanya. Mungkin saja Jepang nanti ternyata mau menyerahkan kekuasaan pada bangsa Indonesia. Tindakan yang demikian pasti akan disambut hangat oleh seluruh bangsa Asia. Dan dengannya, Jepang akan bisa dengan bebas menggerakkan tenaga untuk melakukan tugas di tempat lain, dalam wilayah kekuasaan mereka yang meluas dengan begitu cepat (hlm. 130).



Dalam kutipan di atas terdeskripsi citra diri wanita dalam aspek psikis, K’tut Tantri dideskripsikan sebagai wanita yang memiliki tanggungjawab begitu besar ketika telah mencintai sesuatu. Hal ini ditunjukkan dalam kisahnya yang tidak mau meninggalkan kota Surabaya yang pada saat itu sedang kacau. K’tut Tantri juga dideskripsikan sebagai wanita yang tidak mudah mengingkari janji. Hal ini



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 104



ditunjukkan pada saat ia mengingat janjinya pada Anak Agung Nura di kebun kopi. Ia berjanji akan membantu berjuang bagi bangsa Indonesia. Demi memegang janjinya, K’tut Tantri rela mati untuk tetap bungkam dan tidak mengatakan sesuatu. Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis terdeskripsi merasa tidak ingin hidup lagi. Keadaan yang semakin parah dan daya tahan tubuh berkurang drastis membuat K’tut Tantri putus harapan. Keinginannya untuk tetap hidup sudah sangat kecil. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (87) Aku tidak langsung menangkap maksud kata-kata itu. Tetapi aku juga tidak begitu peduli lagi. Sudah begitu banyak penderitaan yang kualami, sehingga pernyataan bahwa kesengsaraanku akan diakhiri itu kuanggap sesuatu yang menyenagkan. Apalah gunanya aku hidup terus, kalau tidak ada sama sekali harapan akan terbebas dari siksaan yang tidak henti-hentinya merongrong diriku. Rasa sakit selalu menhantui kesadaranku. Saat itu aku sudah tidak tahan lagi menahas pemukulan serta penggantungan. Sudah tiga kali aku mengalami keadaan tergantung dengan lengan ditarik ke atas, dan setiap kali aku sudah jatuh pingsan terlebih dulu, sebelum mulutku melontarkan kata-kata yang ingin didengar Jepang-Jepang penyiksaku. Aku sadar, pengakuanku mengenai urusan dengan kawan-kawanku takkan bisa menyelamatkan diriku dari hukuman mati, sedang kawan-kawanku akan mengalami penyiksaan dan kematian karenanya. Jadi jika aku yang harus mati, lebih baik aku sendiri saja yang mati, tampa membuka rahasia. Aneh, tetapi kini aku tahu bahwa jika kita bisa bertahan terhadap pemeriksaan pada saat awal tanpa mengaku, kita kemudian akan dikebalkan rasa benci, dan penyiksaan yang menyusul setelah itu akan lebih kecil kemungkinannya bisa berhasil memaksa kita mengaku. Awalnyalah yang paling berat. Sementara aku sudah sampai pada titik akhir. Kematian hanya akan berarti pembebasan diri dari Jepang-Jepang itu (hlm. 177).



Kutipan di atas mendeskripsikan citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis yang telah mengalami penyiksaan yang sangat berat. Ketegaran dan keteguhan hati yang dimiliki K’tut Tantri membuatnya mampu bertahan dan tidak membongkar rahasia yang disepakatinya dulu. K’tut Tantri lebih memilih mati



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 105



daripada harus memberitahukan segalanya terhadap Jepang, hal ini terlihat jelas pada kutipan di atas. Ia berpendapat bahwa kematian yang hanya akan membebaskannya dari siksaan Jepang. Hal ini mendeskripsikan citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis mulai jenuh dan merasakan tekanan batin yang cukup berat. 3.1.2.9 Memiliki sikap waspada Ketakutan K’tut Tantri muncul ketika mendapat undangan pesta dari komandan Angkatan Laut Jepang di Bali. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (88) Saat itu aku sudah ketakutan sekali. Aku berusaha keras menyembunyikan ketakutanku dalam pesta. Kupaksakan diri mengobrol dengan kawan-kawanku, para penari. Komandan yang mengundangku kelihatannya ramah-ramah. Tetapi ada sesuatu yang menyuruhku bersikap waspada (hlm. 152).



Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis terdeskripsikan dalam kutipan di atas memiliki ketakutan yang sangat besar. Ia berusaha menyembunyikan ketakutan yang dirasakannya agar tidak dicurigai. Sikap waspada selalu dilakukan K’tut Tantri dalam setiap tindakkannya. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan di atas yang mengisahkan mengenai cara K’tut Tantri agar tidak terlihat ketakutan. Tindakan waspada itu dilakukan K’tut Tantri karena ia merasa ada sesuatu yang membuatnya bersikap waspada. Semangat K’tut Tantri membuatnya mempunyai kekuatan. Ia menggabukkan diri menjadi staf Radio Pemberontakan. Berita pertama yang akan disiarkan K’tut



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 106



Tantri tidak langsung disiarkannya. Ia sangat berhati-hati, karena berita yang diterimanya tidak masuk akal. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (89) Awalnya dimulai dengan suatu berita luar biasa yang disampaikan padaku di stasiun pemancar. Berita itu tidak masuk akal, sehingga aku tidak mau menyampaikannya sebelum bisa memastikan paslu tidaknya. Aku menerima kabar bahwa tentara Inggris yang sebagian besar terdiri dari pasukan-pasukan Gurkha, menyelundupkan pasukanpasukan Belanda ke darat di pelabuhan Surabaya. Begitu turun, pasukan-pasukan itu langsung menuju berbagai tempat dalam kota yang saat itu tidak bersenjata dan tidak diawasi. Ditempat itu mereka diam-diam membangun kekuatan, sementara tentara Inggris sendiri tetap berada di atas kapal dan di pelabuhan. Mereka menunjukkan sikap pura-pura tidak tahu apa-apa (hlm. 225).



Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis terdeskripsikan bahwa, ia sangat berhati-hati ketika akan menyampaikan berita. Jika berita itu tidak masuk akal, K’tut Tantri harus membuktikan berita itu benar atau tidaknya. Hal ini terdeskripsikan sangat jelas pada kutipan di atas. Sikap K’tut Tantri itu sangat berhati-hati, ia tidak ingin menimbulkan salah paham antara Inggris dan Indonesia. Jika berita itu tidak benar keadaannya, K’tut Tantri tidak akan menyiarkannya di radio. 3.1.2.10 Haru dan tabah K’tut Tantri mendapatkan sanjungan yang luar biasa dari presiden Sukarno dalam pidato kepresidenan. Ia mendapatkan sanjungan itu karena telah rela berkorban dan membela kemerdekaan Indonesia tanpa memperdulikan keselamatan sendiri. K’tut Tantri merasa tersanjung dan sampai meneteskan air mata haru. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut:



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 107



(90) Aku benar-benar kaget saat itu, dan tepuk tangan memekik telinga yang menyusul membangkitkan rasa haru dan kikuk dalam hatiku, sehingga air mataku bercucuran. Aku harus memaksa diri untuk tetap bersikap tenang (hlm. 274).



Perasaan haru K’tut Tantri dalam kutipan di atas menunjukkan bahwa, ia merasakan tersanjung yang amat luar biasa. K’tut Tantri tidak dapat berbuat apa-apa selain meneteskan air mata haru. Kutipan di atas juga menunjukkan bahwa K’tut Tantri adalah wanita yang sama dengan wanita lainnya, memiliki rasa haru sebagai wanita. Sifat kewanitaanya dan ketabahan hati muncul ketika mendapatkan kabar dari Pito bahwa orang yang sangat disayanginya telah mati, yaitu Anak Agung Nura. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (91) Tiba-tiba kurasakan diriku sudah tidak lagi berada di dunia ini, pindah ke alam lain yang gelap gulita. Terbayang dalam ingatanku wajah yang kusayangi, tersenyum padaku dengan penuh pandangan rahasia. Aku merasa seolah-olah lumpuh. Bahkan menangis pun tidak bisa (hlm. 283). (92) Tidak, Pito. Aku tidak mau menangis. Aku tidak mau menuruti perasaanku saat ini, jawabku. Jika itu kulakukan, takkan mungkin aku bisa tahan tinggal lebih lama di Indonesia. Agung Nura pasti tidak menghendaki aku bersedih hati. Aku akan berjuang terus, seperti yang diinginkannya. Segalanya yang bisa kuberikan demi perjuangan kubaktikan demi arwahnya (hlm. 284). (93) Aku masih tetap duduk di beranda. Surat Anak Agung Nura terletak dipangkuanku. Hatiku berat rasanya. Aku tidak berani membuka surat itu. Aku merasa pasti takkan tahan lagi apabila saat itu berhubungan dengan Agung Nura, walaupun ia sudah tidak ada lagi di dunia ini. Aku tak mungkin sanggup menahan kepedihan hatiku menatap kalimat-kalimat yang ditulis dengan tangannya. Aku merasa belum mampu. Surat itu tidak jadi kubuka, kumasukkan ke laci meja tulisku. Aku pergi meninggalkan beranda (hlm. 285).



Ketiga kutipan di atas menunjukkan citra diri wanita dalam aspek psikis mengenai perasaan sedih sekaligus tegar dari K’tut Tantri. Ia merasakan bahwa harus



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 108



tetap tegar dan meneruskan perjuangan. K’tut Tantri tidak ingin terbawa perasaan sedih yang akan mengakibatkannya terpuruk dan tidak ingin membuat arwah Anak Agung Nura sedih melihatnya. Ia akan membaktikan perjuangannya untuk arwah Anak Agung Nura. Karena hal ini, K’tut Tantri tidak sanggup untuk membuka atau membaca surat Anak Agung Nura yang dititipkan pada Pito. Hal ini menunjukkan bahwa, K’tut Tantri tidak ingin terbawa perasaan sedih karena orang yang disayanginya telah mati, sehingga mengakibatkannya tidak bisa tetap tinggal di Indonesia. Sifat kewanitaan K’tut Tantri muncul, namun ditutupi dengan sikap yang tegar, sehingga ia tetap berusaha untuk kuat menerima kenyataan itu. 3.1.2.11 Pandai menyiasati situasi Wanita ningrat itu sangat menaruh perhatian terhadap K’tut Tantri yang bisa meramalkan nasib seseorang. K’tut Tantri ditugaskan untuk membuat ramalan palsu tentang wanita nigrat itu. Pertama kali bertemu wanita ningrat itu, ia berusaha meyakinkan wanita ningrat itu mengenai kartu-kartu yang dimilikinya dan dibuat sendiri. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (94) Aku sengaja bersikap enggan. Kartuku bukan kartu biasa-biasa saja, kataku. Masa terkutung seorang diri dalam penjara memberi peluang bagiku untuk mengenali diriku sendiri, dan kartuku merupakan bagian dari perkembangan kejiwaanku, alat bagiku untuk memasuki alam yang lebih tinggi. Kukatakan bahwa kartuku hanya bisa meramalkan nasib orang lain, apabila orang itu dengan diriku ada getaran simpatik yang harmonis. Menurut perasaanku ia simpatik, tetapi tidak banyak orang yang bisa memahami hal itu (hlm. 258).



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 109



Kutipan di atas mendeskripsikan tantang K’tut Tantri yang berusaha untuk membuat wanita ningrat itu percaya. Ia berusaha untuk meyakinkan dengan cara yang dimilikinya. Membuat cerita yang seolah-olah benar adanya. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan di atas yang menjelaskan bahwa, kartunya hanya dapat meramal jika orang lain merasa simpatik. Selain meyakinkan tentang ramalan kartu, K’tut Tantri juga berusaha meyakinkan tentang rencana mereka yang tidak akan berhasil jika tidak ada nama-nama yang terlibat di dalam rencana itu. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (95) Kalau begini saja, rasanya tidak bisa, kataku. Ini takkan meyakinkan bagi pemerintah Amerika. Tak ada artinya sama sekali, kalau tidak disertakan dengan jelas siapa saja yang ikut didalamnya. Supaya rencana ini mengandung bobot yang bisa diterima, perlu ditulis nama para perwira tentara yang bisa diandalkan, begitu pula susunan pasukan-pasukan yang mereka bawahi. Hanya dengan cara begitu pihak Amerika nanti bisa menentukan apakah ini merupakan gerakan serius yang patut didukung, atau hanya akksi kecil-kecilan saja yang tidak punya harapan bisa berhasil. Mereka menginginkan fakta-fakta (hlm. 263).



Kutipan di atas mendeskripsikan K’tut Tantri yang dengan tegas berusaha meyakinkan mereka. Ia begitu keras berusaha agar perkataanya dipercaya tanpa menumbulkan curiga. Kutipan di atas juga mendeskripsikan mengenai K’tut Tantri yang berusaha mendapatkan informasi lebih banyak dari mereka. Untuk menutupi kesedihan K’tut Tantri, ia mengelilingi daerah-daerah untuk menghilangkan rasa sedih sekaligus belajar tawakal pada rakyat Indonesia. Hal ini dilakukan K’tut Tantri untuk menghilangkan rasa sedih yang menyelimuti hatinya saat itu. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut:



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 110



(96) Sejak menerima kabar tentang meninggalnya Agung Nura, aku menyibukkan diri dengan berkelana mengelilingi daerah yang dikuasai republik. Aku sering kepingin menjadi orang Indonesia asli, supaya bisa memandang kematian denagn cara mereka yang penuh dengan ketawakalan, tanpa lama-lama berkabung (hlm. 290).



K’tut Tantri terdeskripsikan dalam kutipan di atas mencoba untuk belajar tawakal dan untuk tidak bersedih terlalu lama. Ia menghindari kesedihan dengan cara berkelana ke daerah yang dikuasai Republik. Selain itu, K’tut Tantri juga menyanjung rakyat Indonesia yang selalu tawakal dalam menghadapi kematian. Karena itulah, ia ingin menjadi orang Indonesia asli. Sikap seperti ini menunjukkan bahwa, citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis selalu ingin memcoba bersikap tegar dalam menghadapi segala sesuatu. Perjalanan yang membuat K’tut Tantri tegang, telah berhasil. Ia berada di Singapura dan sangat terkejut ketika mengetahui bahwa namanya diganti oleh seorang wartawan. K’tut Tantri kaget dan sangat marah mengetahui hal itu. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut: (97) Aku kaget dan tersinggung. Nama konyol itu, cap yang diciptakan seorang wartawan surat kabar, jelas dengan menirukan julukan Shanghai Lin atau Tokyo Roes, dua wanita barat yang ikut mengadakan siaran propaganda semasa perang. Kepingin rasanya memborong semua surat kabar yang memuat berita mengenai diriku itu, lalu membakarnya. Tetapi kemudian aku mengambil langkah yang lebih praktis. Kucari sopir yang mengantarku, lalu kami pulang. Maksudku hendak melaporkan kejadian itu pada tuan rumahku. Tetapi seisi rumah ternyata sedang pergi, menghadiri pernikahan orang Cina kenalan mereka (hlm. 322).



Dalam kutipan di atas mendeskripsikan tentang kekagetan K’tut Tantri dan kemarahan karena merasa tersinggung karena ulah sebuah surat kabar. K’tut Tantri



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 111



merasakan itu sebagai penghinaan dan ingin membeli semua surat kabar itu. Namun, pikiran jernih K’tut Tantri membuatnya berpikir untuk segera pergi dan kembali ke rumah orang Cina itu. Ia ingin meloporkan kejadian yang menyinggungnya di sebuah surat kabar. Kemarahan itu tertutupi oleh pikiran jernih K’tut Tantri. Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis terdeskripsikan sebagai wanita yang tenang dalam menghadapi masalah, walau diselimuti kemarahan. 3.2



Rangkuman Dalam bab III ini mendeskripsikan tentang citra diri wanita tokoh K’tut Tantri



dalam aspek fisik dan aspek psikis. Citra diri wanita dalam aspek fisik yang tergambar dalam tokoh K’tut Tantri adalah bersuku Man(Amerika), berambut pirang, dan berkulit putih. Ia memakai pakaian adat Bali dan merubah warna rambutnya dengan mengecatnya menjadi warna hitam, karena rambut pirang di Bali identik dengan setan dan penyihir. Hal ini menunjukkan citra diri wanita dalam aspek fisik bahwa, K’tut Tantri berkeinginan untuk menjadi wanita Bali yang sesungguhnya Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis adalah seorang wanita asing yang memiliki kedewasaan dalam menjalani setiap kehidupannya. Ia memiliki keinginan untuk mencari kedamaian dan ketenangan di Pulau Bali. Ketertarikan K’tut Tantri pada Pulau Bali diawali ketika melihat film yang mengisahkan tentang Pulau Bali, Bali, Surga Terakhir.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 112



K’tut Tantri kagum dengan pesta yang sangat mewah berada di pedalaman Pulau Bali. Ia memiliki rasa keingintahuan terhadap Pulau Bali yang sangat besar, itu menyebabkan dirinya berada di tengah-tengat masyarakat Bali. K’tut Tantri selalu yakin dengan tindakannya dan memiliki prinsip hidup yang dipegang kuat. Selain yakin dengan tindakannya dan prinsip hidup yang dipegang kuat, K’tut Tantri memiliki keberanian dalam menghadapi setiap masalah yang dihadapinya. Setelah lama tinggal di Pulau Bali, K’tut Tantri mulai mencintai Pulau Bali seperti tanah airnya sendiri. Namun, ia mulai terlena dengan gaya hidup Raja Bali dan terlena dengan lingkungan disekitarnya. K’tut Tantri telah mencintai Pulau Bali seperti tanah airnya sendiri, hal itu menyebabkan keinginan untuk menjadi wanita Bali seutuhnya. Dalam menghadapi setiap masalah, K’tut Tantri selalu tidak ingin melibatkan orang lain dalam masalahnya. Ia mulai gelisah karena banyak kejadian yang tidak diketahuinya dan ia tidak terlibat langsung didalamnya. Oleh karena itu, K’tut Tantri memutuskan untuk bergabung dalam gerakan kemerdekaan Indonesia.



Tindakan



seperti ini menunjukkan bahwa K’tut Tantri sangat mencintai Indonesia yang dianggap sebagai tanah airnya yang kedua. Sebagai wanita asing yang mencintai Indonesia selayaknya mencintai negeranya sendiri, K’tut Tantri terdeskripsikan sebagai wanita yang selalu bertanggung jawab atas segala tindakannya dan jika telah berjanji, ia tidak akan



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 113



mengingkari janjinya. Ia selalu berhati-hati dan waspada dengan tindakan yang dilakukannya. Selain itu, K’tut Tantri adalah orang yang selalu tidak ingin mengecewakan orang lain. K’tut Tantri memiliki kebencian yang sangat besar terhadap penjajahan di Indonesia yang dilakukan Belanda maupun Jepang. Di saat ditawan Jepang, ia merasakan ketekutan karena akan dikubur hidup-hidup. Dokter yang merawat K’tut Tantri mengenggap ia telah mati. Hal ini mengakibatkan K’tut Tantri tidak terkendali dan histeris. Namun, dalam menghadapi setiap masalah ia selalu berpikir positif dan memiliki semangat yang membangkitkan hidupnya. Dalam situasi yang sulit, K’tut Tantri masih bisa peduli terhadap sesama. Ia juga selalu bertindak untuk melindungi orang yang disayanginya. Hal ini dilakukan K’tut Tantri agar tidak mengulangi kesalahan dan tidak ingin kehilangan orang yang disayanginya untuk kedua kali, yaitu kehilangan Anak Agung Nura. Ia selalu belajar dari pengalaman yang telah dilaluinya agar tidak melakukan kesalahan yang sama. Kecintaan K’tut Tantri terhadap Pulau Bali dan Indonesia tidak dapat diragukan lagi. Tindakan yang dilakukannya hanya untuk Bali dan Indonesia. Dari analisis citra diri wanita dalam bab III ini, tergambar adanya citra diri wanita yang sangat kuat dari tokoh utama, yaitu K’tut Tantri. Untuk dapat menyimpulkan secara rinci, maka akan ditarik kesimpulan yang akan dibahas dalam bab IV.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 114



BAB IV PENUTUP 4.1



Kesimpulan Dalam bab IV penulis akan memaparkan kesimpulan dari hasil analisis



bab II dan bab III, serta saran bagi penelitian selanjutnya. Pertama yang akan dipaparkan adalah hasil analisis struktur alur novel Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri. Kemudian yang kedua akan dipaparkan hasil analisis citra diri wanita dalam novel Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri. Serta yang ketiga akan dipaparkan saran dari penulis untuk penelitian selanjutnya. Alur dalam novel Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri adalah alur lurus atau maju. Hasil analisis alur digunakan untuk menganalisis citra diri wanita dalam novel Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri yang meliputi aspek fisik dan aspek psikis. Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek fisik terdeskrepsi sebagai wanita keturunan suku Man(Amerika), berkulit putih, dan berambut pirang. Ia memakai pakaian adat Bali dan mengubah warna rambutnya dengan mengecatnya menjadi warna hitam, karena rambut merah di Bali identik dengan setan dan penyihir. Hal ini menunjukkan citra diri wanita dalam aspek fisik bahwa, K’tut Tantri berkeinginan untuk menjadi wanita Bali yang sesungguhnya. Dalam aspek psikis, K’tut Tantri terdeskripsikan sebagai wanita asing yang tertarik terhadap Pulau Bali. Ia juga memiliki rasa ingin tahu yang sangat



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 115



besar terhadap segala sesuatu yang bersangkutan dengan Bali. K’tut Tantri selalu yakin dengan segala sesuatu yang dilakukannya dan memiliki prinsip hidup yang selalu dipegang teguh dalam menjalali kehidupannya di Pulau Bali. Hal seperti ini yang mengakibatkan K’tut Tantri dapat bertahan di Pulau Bali walau mendapatkan tekanan dan mendapat masalah dari pihak penjajah Belanda dan Jepang. K’tut Tantri mulai mencintai pulau Bali dan terlena dengan gaya hidup raja Bali, serta keinginannya untuk menjadi wanita Bali seutuhnya sangat kuat. K’tut Tantri memiliki keberanian dalam menghadapi setiap masalah. Ia juga memiliki sikap tidak ingin melibatkan orang lain dalam masalahnya. Karena kecintaan K’tut Tantri terhadap Bali dan Indonesia, ia memutuskan untuk bergabung dengan perjuangan Indonesia dalam merebut kemerdekaan dari penjajahan Belanda dan Jepang. K’tut Tantri merupakan wanita asing yang sangat bertanggung jawab, hatihati, dan selalu waspada, serta tegar. Selain itu, ia juga selalu tidak ingin mengecewakan orang lain, peduli dengan sesama, melindungi orang yang disayanginya, selalu berpikir positif, tidak mudah tergoda, dan memiliki semangat. Selain itu, K’tut Tantri sangat benci terhadap penjajahan yang dilakukan Belanda dan Jepang terhadap Indonesia. Ia memiliki kegelisahan dan ketakutan dalam menghadapi setiap masalah, kegelisahan dan ketekutan akan hilang ketika semangatnya mulai muncul.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 116



4.2



Saran Penulis menyadari bahwa masih banyak hal yang dapat dipelajari dan



dianalisis dari novel Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri. Tokoh utama dalam novel Revolusi di Nusa Damai karya K’tut Tantri, yaitu K’tut Tantri. Novel ini masih dapat dianalisis menggunakan citra diri wanita dalam aspek sosial atau menganalisis aspek historis dari novel Revolusi di Nusa Damai dengan menggunakan pendekatan historis.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 117



DAFTAR PUSTAKA Anton, dkk. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Ariani, Ratna. 2008. K’tut Tantri: Perempuan Indonesia Yang Bukan Indonesia. Stable URL: http://tulisanperempuan.wordpress.com/2008/08/17/ktuttantri-perempuan-pejuang-indonesia-yang-bukan-indonesia/#more-213. Diunduh: 01/11/2012, 23:05. Damono, Sapardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud. Faruk. 2005. Pengantar Sosiologi Sastra: dari Strukturalisme Genetik sampai Post-Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada University Press. Pradopo, Rachmat Djoko. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Penerbit Gama Media. Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sugihastuti. 2000. Wanita di Mata Wanita: Perspektif Sajak-Sajak Toeti Heraty. Bandung: Penerbit Nuansa. Sumarjo, Yakob. 1979. Masyarakat dan Sastra Indonesia. Yogyakarta: C.V. Nur Cahaya. Tantri, K’tut. 2006. Revolusi di Nusa Damai. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Wiyatmi. 2006. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 118



BIODATA PENULIS Pipit Priya Atmaja lahir tanggal 13 Desember 1987 di Gunungkidul. Mengawali pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Legundi 1 Gunungkidul pada tahun 19932000 dan dilanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Kanisius Wonosari pada tahun 2000-2003. Penulis melanjutkan studi ke Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Playen pada tahun 2003-2006. Pendidikan terakhir yang ditempuh penulis pada tahun 2006 hingga sekarang di Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.



118