Fullpaper - Groundwater Flow Model CAT Magelang-Temanggung [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEMODELAN ALIRAN AIR TANAH PADA CEKUNGAN AIR TANAH DI ANTARA BEBERAPA GUNUNGAPI; STUDI KASUS CEKUNGAN AIR TANAH MAGELANGTEMANGGUNG, JAWA TENGAH, INDONESIA GROUNDWATER FLOW MODEL OF GROUNDWATER BASIN AMONG VOLCANOES; A CASE STUDY OF MAGELANG-TEMANGGUNG GROUNDWATER BASIN, CENTRAL JAVA, INDONESIA Sri Editya Ginanjar Saputra1 , Doni Prakasa Eka Putra1, Rilo Restu Surya Atmaja1 Wahyu Wilopo1 1



Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Indonesia Tel.+62-274-513668, Fax.+62-274-546039, [email protected] 1 Department of Geological Engineering, Faculty of Engineering, Universitas Gadjah Mada, Indonesia, Tel.+62-274-513668, Fax.+62-274-546039, [email protected]



ABSTRAK (ABSTRACK) Cekungan air tanah Magelang-Temanggung, Jawa Tengah, Indonesia terletak di antara 4 Gunungapi aktif antara lain Merapi, Merbabu, Sumbing dan Sindoro. Cekungan air tanah ini terletak pada daerah administrasi Magelang, Kota Magelang, Temanggung dan Semarang yang bertanggungjawab pada pemanfaatan dan perlindungan air tanah. Permasalahan air tanah muncul karena kurangnya koordinasi dan pemahaman mengenai sistem air tanah antara pihak-pihak yang berwenang. Untuk menanggulangi pengelolaan air tanah yang keliru, dikembangkan model air tanah regional pada cekungan air tanah tersebut. Survei dan analisis geologi dan hidrogeologi dilakukan untuk membangun model konseptual sistem air tanah dan pendekatan numerik diterapkan untuk membangun model aliran air tanah 3D. Proses kalibrasi model air tanah numerik menunjukkan bahwa faktor masukan struktur geologi sebagai konduit pada model menghasilkan pemodelan yang lebih baik. Kata kunci : cekungan air tanah, gunungapi, model aliran air tanah, Jawa Tengah



Central Java, Indonesia is located between four active volcanoes namely Merapi, Merbabu, Sumbing and Sindoro. On this groundwater basin area, there are four administrative area which are Magelang, Magelang City, Temanggung and Semarang which responsible on the groundwater use and protection management. Problems of groundwater occur due to lack of coordination and understanding of the groundwater system between responsible authorities reveal miss management of groundwater. In order to reduce the missmanagement of groundwater, a regional groundwater model is developed for the groundwater basin. Geological and hydrogeological survey and analysis was conducted to build a conceptual model of the groundwater system and numerical approach is applied to develop a 3D groundwater flow modeling. Calibration process of the numerical groundwater model shows that inputting factor of structural geology as water conduit to the model results a better performing model. Key words :groundwater basin, volcanoes, groundwater flow model, Central Java



Groundwater basin of Magelang-Temanggung, 1



PENDAHULUAN (INTRODUCTION) Cekungan air tanah Magelang-Temanggung terletak di antara 4 Gunungapi, antara lain Merapi, Merbabu, Sumbing, dan Sindoro. Cekungan air tanah ini berperan sebagai sumber air tanah untuk 4 daerah administrasi yaitu Magelang, Kota Magelang, Temanggung dan Semarang. Berdasarkan data Badan Pusat Statistika Kabupaten Magelang, Kota Magelang dan Kabupaten Temanggung, terjadi pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 1 % pertahun. Pertumbuhan penduduk menyebabkan meningkatnya kebutuhan air bersih yang berasal dari air tanah. Menurut Hendrayana (1994) pemanfaatan air tanah secara berlebihan akan menimbulkan dampak negatif terhadap sumber daya air tanah dan lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan prediksi pemanfaatan air tanah yang sesuai kapasitas cekungan air tanah dengan membuat model aliran air tanah Cekungan Air Tanah (CAT) Magelang-Temanggung. Model hidrogeologi ini dapat bermanfaat sebagai alat pengelolaan air tanah dan alat bantu dalam menentukan kebijakan pengelolaan air tanah (Hendrayana, 1994). Beberapa penelitian mengenai air tanah di CAT MagelangTemanggung sudah dilakukan, namun penelitian mengenai pemodelan air tanah belum dilakukan. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai dasar pengambilan kebijakan dalam pemanfaatan dan pengelolaan air tanah pada CAT Magelang-Temanggung. LOKASI PENELITIAN (STUDY AREA), Lokasi penelitian terletak pada cekungan air tanah Magelang-Temanggung yang meliputi daerah administrasi Kabupaten Magelang, Kota Magelang, Kabupaten Temanggung serta sebagian Kabupaten Semarang, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Wonosobo. CAT Magelang-Temanggung dikelilingi oleh pegunungan dan gunung. Di bagian utara terdapat G. Watu dan G. Blawong, bagian barat terdapat G. Sumbing dan G. Sindoro, bagian timur terdapat G. Merbabu dan G. Merapi, serta di bagian selatan terdapat pegunungan Kulonprogo. Secara geomorfologi, CAT Magelang-Temanggung tersusun atas 6 satuan geomorfologi antara lain, satuan kerucut gunungapi, satuan lereng gunungapi, satuan kaki 2



gunungapi, satuan dataran kaki gunungapi, satuan perbukitan sisa gunungapi dan satuan perbukitan berlereng landai.



Gambar 1. Kenampakan morfologi; Satuan dataran kaki gunungapi (A), Satuan perbukitan berlereng landai (B), Satuan perbukitan sisa gunungapi (C) (kamera menghadap timur laut)



Menurut Thaden dkk. (1975) dan Rahardjo dkk. (1995) secara regional litolgi daerah penelitian tersusun atas Formasi Penyatan, Andesit dan Dasit, Breksi Gunungapi, Endapan Gunung Sumbing Tua, Endapan Gunung Merapi Tua, Lahar dan Andesit Porfiri, Batuan Gunungapi Condong, Batuan Gunungapi Gianti, Batuan Gunungapi Gilipetung, Batuan Vulkanik Andong dan Kendil, Batuan Gunungapi Kekep, Batuan Gunungapi Telomoyo, Endapan Gunung Sindoro Tua, Endapan Gunung Sindoro Muda, Endapan Gunung Sumbing Muda, Endapan Gunung Merbabu, Endapan Gunung Merapi Muda, Endapan Kerucut Abu, Kubah Lava, Endapan Longsoran Awan Panas, Kubah Lava dan Leleran dan Kuarter Aluvium (Gambar 2). Menurut Djaeni (1982), Effendi (1985) dan Said dan Sukrisno (1988) secara regional, hideogeologi CAT Magelang-Temanggung tersusun atas daerah air tanah langka, akuifer dengan produktivitas kecil setempat berarti, setempat; akuifer produktif, akuifer dengan produktivitas sedang dengan penyebaran luas, akuifer dengan produktivitas tinggi dengan penyebaran luas dan akuifer produktivitas sedang dengan penyebaran luas. Berdasarkan data rata-rata curah hujan hingga 2013 menurut BPS Kabupaten Magelang dan Kabupaten Temanggung tahun 2014, CAT Magelang-Temanggung dibagi menjadi 5 zona antara lain, zona I 1750-2500 mm/tahun; zona II 2500-3000 mm/tahun; zona III 3000-3500 mm/tahun; zona IV 3500-4000 mm/tahun; zona V 4000-4500 mm/tahun.



Gambar 2. Peta geologi regional CAT Magelang-Temanggung (Thaden dkk. (1975) dan Rahardjo dkk. (1995)



METODE (METHODS) Metode penelitian yang dilakukan antara lain pengumpulan data primer dan sekunder meliputi observasi geologi, observasi hidrogeologi, uji pemompaan sumur dan hidroklimatologi. Observasi geologi meliputi analisis geomorfologi, litologi dan struktur geologi untuk mengetahui ketebalan dan pelamparan lateral akuifer. Observasi hidrogeologi meliputi muka air tanah, mata air, elevasi dan lebar sungai pada 105 stasiun titik amat. Uji pemompaan sumur dilakukan pada 4 sumur untuk mengetahui karakteristik akuifer meliputi konduktivitas hidrolika (K), transmisivitas (T), storativitas (S) dan specific yield (µ). Pengumpulan data hidroklimatologi meliputi temperatur dan curah hujan untuk mengetahui zona curah hujan, nilai evapotranspirasi dan nilai run-off yang selanjutnya menentukan nilai imbuhan. Seluruh data dan analisis dikorelasikan untuk mengetahui sistem alamiah yang selanjutnya dapat dibangun model konseptual CAT Magelang-Temanggung. Seluruh data dan analisis yang diperoleh sebagai faktor masukan dimasukan dalam pemodelan numerik dan simulasi aliran air tanah CAT Magelang-



Temanggung menggunakan aplikasi Visual ModFlow 3.1. Pemodelan membandingkan antara pemodelan dengan dipengaruhi struktur dan pemodelan tidak dipengaruhi struktur. Hasil simulasi selanjutnya dilakukan kalibrasi. HASIL DAN PEMBAHASAN (RESULT AND DISCUSIONS) Sistem Hidrogeologi Alamiah Litologi pada CAT Magelang-Temanggung ditentukan sifatnya terhadap air tanah (Tabel 1). Nilai konduktivitas hidrolika berdasarkan hasil uji pompa dan nilai konduktivitas hidrolika pada batuan tertentu menurut Spitz dan Moreno (1996). Ketebalan maksimum akuifer lebih dari 2000 m pada akuifer Sumbing Muda dimana cenderung menipis ke arah Sungai Progo di bagian tengah. Nilai evapotranspirasi dihitung berdasarkan persamaan menurut Putra et al. (2013) berkisar 300,75 – 1030,7 mm/tahun. Nilai run-off diketahui berkisar 971,36 – 3716,1 mm/tahun. Sehingga diketahui nilai imbuhan air tanah sebesar 464 – 2605,7 mm/tahun. 26 – 60 % air 3



hujan menjadi imbuhan air tanah. Tabel 1. Sifat batuan terhadap air tanah dan konduktivitas hidrolika Satuan Batuan



Sifat Batuan terhadap Air Tanah



Konduktivita s Hidrolika (m/s)



Formasi Penyatan



Akuifer 1



1,9027×10-7



Endapan Gunung Sindoro Tua-Muda



Akuifer 2



5,7393×10-5



Endapan Gunung Merapi



Akuifer 3



9,594×10-5



Endapan Aluvium



Akuifer 4



1,38882×10-4



Endapan Gunung Merbabu



Akuifer 5



8,52×10-6



Breksi Gunungapi



Akuifer 6



3,96×10-6



Endapan Gunung Sumbing Muda



Akuifer 7



7,83×10-5



Endapan Gunung Sumbing Tua



Akuitar 1



4,05×10-6



Batuan Gunung Gilipetung



Akuitar 2



8,1×10-6



Batuan Gunung Andong dan Kendil



Akuitar 3



4,29×10-6



Endapan Kerucut Abu



Akuitar 4



7,5×10-7



Batuan Gunung Api Condong, Gianti, Kekep, Lahar dan Andesit Profiri (Asosiasi Batuan Gunungapi Tua)



Akuitar 5



5,1×10-7



Kubah Lava, Endapan Longsoran Awan Panas, Kubah Lava dan Leleran, batuan Tersier



Akuifug



-



Sistem akuifer dibagi menjadi 6 layer dimana (1) layer 1 membatasi kedalaman air sungai (2) layer 2 yaitu akuitar 4 (3) layer 3 yaitu akuifer 7 (4) layer 4 dan 5 mempresentasikan sistem akuifer dan akuitar (5) layer 6 yaitu akuifug. Faktor masukan meliputi elevasi permukaan tanah, geometeri akuifer, konduktivitas hidrolika tiap akuifer dan akuitar, inactive zone (akuifug), kondisi batas constant head (muka air tanah dan sungai Progo), head controlled boundary (Sungai Progo, Sungai Tangsi dan Sungai Pabelan di bagian tengah), data hidroklimatologi serta nilai laju imbuhan tiap zona dimasukan dalam penyusunan model numerik Visual ModFlow 3.1. Model Tidak Dipengaruhi Struktur Geologi



Pemodelan Air Tanah Berdasarkan data geologi, hidrogeologi dan hidroklimatologi di atas, dibangun model konseptual CAT Magelang-Temanggung (lihat Gambar 3). Sungai perennial sebagai river boundary, sungai intermitten sebagai drain boundary. G. Sindoro, G. Sumbing, G. Merapi, G. Merbabu sebagai no flow boundary. Di bagian utara diberi batas no flow boundary serta di bagian selatan pada ujung Sungai Progo sebagai constant head boundary. Pemodelan menggunakan Visual ModFlow 3.1 4



dengan metode finite difference. Luas daerah 35,1 × 52 km2 dideskritisasi dengan ukuran 130 × 130 m, sebanyak 270 kolom dan 400 baris.



Hasil simulasi mendapatkan nilai Root Mean Square (RMS) sebesar 68,231 m dengan koefisien korelasi sebesar 0,932 (Gambar 4). Ketinggian muka air tanah terhitung dan terukur menyimpang dari garis perfect match. Oleh karena itu, dilakukan kalibrasi nilai konduktivitas hidrolika akuifer seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Kalibrasi nilai konduktivitas hidrolika



Sifat Batuan terhadap Air Tanah



Konduktivitas Hidrolika Kalibrasi (m/s)



Akuifer 1



6,309×10-6



Akuifer 2



1,913×10-5



Akuifer 3



3,1976×10-5



Akuifer 4



4,6293×10-6



Akuifer 5



8,52×10-5



Akuifer 6



3,96×10-4



Akuifer 7



7,83×10-5



5



Akuitar 1



4,05×10-5



Akuitar 2



8,1×10-5



Akuitar 3



4,29×10-5



Akuitar 4



7,5×10-7



Akuitar 5



5,1×10-6



Gambar 3. Model konseptual CAT Magelang-Temanggung



Gambar 4. Hasil simulasi pemodelan tidak dipengaruhi struktur geologi sebelum kalibrasi



Hasil kalibrasi simulasi mendapatkan nilai RMS 59,642 m dengan korelasi koefisien 0,945. Ketinggian muka air tanah terukur dan terhitung masih menyimpang dari perfect match. Sensitivity Analysis



6



Sensitivity analysis dilakukan untuk mengetahui pengaruh faktor masukan yang belum diketahui pada model (Spitz & Moreno, 1996). Sensitivity analysis dilakukan dalam 2 skenario. Skenario 1 yaitu menaikan 10 kali lipat dan menurunkan 10 kali lipat nilai konduktivitas. Skenario 2 yaitu



menaikan 10 kali lipat dan menurunkan 10 kali lipat nilai imbuhan. Hasil 2 skenario tersebut menyimpang jauh lebih buruk dibandingkan hasil model awal. Model Dipengaruhi Struktur Geologi Pada



beberapa



bagian



CAT



Magelang-



Temanggung dijumpai kerapatan struktur geologi yang besar, hal ini dapat berpengaruh pada konduktivitas hidrolika akuifer. Pada model ini ditambahkan kelurusan struktur geologi dengan nilai konduktivitas hidrolika sebesar 1,383 × 10-5 m/s (lihat Gambar 5).



Gambar 5. Perbandingan model; (A) tidak dipengaruhi struktur geologi, (B) dipengaruhi struktur geologi



Gambar 6. Grafik kalibrasi model dipengaruhi struktur geologi



Hasil kalibrasi menunjukkan nilai RMS sebesar 45,7 m, dengan koefisien korelasi sebesar 0,966 (Gambar 6). Kontur muka air tanah terhitung lebih mendekati kontur muka air tanah terukur. Hasil model dengan pengaruh struktur geologi



lebih baik dan lebih mendekati kondisi alam daripada model tidak dipengaruhi struktur geologi. Hal ini menunjukkan bahwa struktur geologi berpengaruh terhadap aliran air tanah di CAT Magelang-Temanggung. 7



Tabel 3. Perbandingan model tidak dipengaruhi dan dipengaruhi struktur geologi Parameter



Model Tidak Dipengaruhi Struktur Geologi



Model Dipengaruhi Struktur Geologi



Standar Kesalahan



8,408 m



6,274 m



RMS



63,231 m



45,7 m



Normalized RMS



9,475 %



6,377 %



0,932



0,966



Koefisien Korelasi



Hasil Pemodelan Air Tanah Model yang digunakan untuk mengetahui air tanah CAT Magelang-Temanggung model dipengaruhi stuktur geologi. pemodelan menunjukkan muka air



aliran yaitu Hasil tanah



semakin rendah dari utara ke selatan (lihat Gambar 7). Muka air tanah tertinggi di bagian utara dengan ketinggian 950 meter di atas permukaan laut (mdpl), dan terendah di bagian selatan dengan ketinggian 250 mdpl. Arah aliran air tanah pada CAT MagelangTemanggung mengalir dari 4 puncak gunungapi besar yang terdapat di bagian barat dan timur. Aliran air tanah memusat ke bagian tengah yang selanjutnya mengalir ke arah selatan. Air tanah mengalir ke sungai, hal ini menunjukkan bahwa air tanah memasok air ke tubuh sungai. Sungaisungai pada CAT Magelang-Temanggung bersifat sebagai gaining stream.



Gambar 7. Hasil pemodelan aliran air tanah CAT Magelang-Temanggung



KESIMPULAN (CONCLUSION)



tanah di CAT Magelang-Temanggung.



Model yang memasukan nilai konduktivitas hidrolika pada kelurusan struktur geologi lebih mendekati kondisi alamiah dibandingkan dengan model tidak dipengaruhi struktur geologi. Stuktur geologi berpengaruh pada aliran air



Arah aliran air tanah mengikuti morfologi gunungapi, mengalir dari puncak-puncak gunungapi di bagian barat dan timur ke Sungai Progo di bagian tengah, lalu mengalir ke arah selatan.



8



UCAPAN TERIMAKASIH (ACKNOWLEDGEMENT) Penulis mengucapkan terima kasih kepada Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada yang telah membantu dan mendukung penelitian ini.



Guide to Groundwater and Solute Transport Modelling, John Wiley & Sons, New York, 461 pp. Thaden, R.E., Sumadirdja, H., Richards, P.W., 1975. Peta Geologi Lembar Magelang dan Semarang, Jawa skala 1:100.000. Direktorat Geologi.



DAFTAR PUSTAKA (REFERENCES) BPS Kabupaten Magelang, 2014, Kabupaten Magelang dalam Angka 2014, Badan Pusat Statistik Kabupaten Magelang, Magelang. BPS Kabupaten Temanggung, 2014, Kabupaten Temanggung dalam Angka 2014, Badan Pusat Statistik Kabupaten Temanggung, Temanggung. BPS Kota Magelang, 2014, Kota Magelang dalam Angka 2014, Badan Pusat Statistik Kota Magelang, Magelang. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah, 2014, Penyusunan Zona Pemanfaatan dan Konservasi Air Tanah pada CAT Bumiayu dan CAT MagelangTemanggung, Dinas ESDM Jawa Tengah, Semarang. Djaeni, A., 1982. Peta Hidrogeologi Indonesia, Lembar Yogyakarta (Jawa) skala 1:250.000. Direktorat Geologi Tata Lingkungan. Effendi, A. T., 1985. Peta Hidrogeologi Indonesia, Lembar Pekalongan (Jawa) skala 1:250.000. Direktorat Geologi Tata Lingkungan. Hendrayana, H., 1994, Pengantar Model Aliran Airtanah, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 85 pp.



Putra, D. P. E., Iqbal, M., Hendrayana, H., Putranto, T. T., 2013, Assesment of Optimum Yield of Groundwater Withdrawal in the Yogyakarta City, Indonesia, SE Asian Appl. Geol., Jan-Jun 2013 Vol. 5(1), 41-49. Rahardjo, W., Sukandarrumidi, Rosidi, 1995. Peta Geologi Lembar Yogyakarta (Jawa) skala 1:100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Said,



H.D., dan Sukrisno, 1988. Peta Hidrogeologi Indonesia, Lembar Semarang (Jawa) skala 1:250.000. Direktorat Geologi Tata Lingkungan.



Spitz, K., and Moreno, J., 1996, A Practical 9