Fungsi Dan Ciri Khas Kesenian Tarling [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

FUNGSI DAN CIRI KHAS KESENIAN TARLING PADA MASYARAKAT PANTURA Aji Sofian Febrianto Abstrak Musik tarling merupakan salah satu dari genre music tradisional yang berkembang di pesisir Pantai Utara bagian barat. Komunitas musik tarling banyak di temui di daerah Subang, Majalengka, Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, dan Pemalang. Tarling memiliki materi penyajian yang khas pantura. Musik Tarling adalah salah satu jenis kesenian daerah yang memiliki karakteristik lagu yang unik, baik segi komposisi musik, materi lagu, serta perkembangannya yang menarik untuk dijadikan bahan kajian dan penelitian, dalam memahami eksistensinya di lingkungan masyarakat pendukungnya. Tarling merupakan hasil dari buah pemikiran masyarakat wilayah Pantura yang mewarnai kehidupan mereka. Fungsi hiburan timbul secara eksplisit dan pada akhirnya mempersatukan kekerabatan mereka lewat seni itu sendiri. Seiring berkembangnya pemikiran manusia, mereka merasa perlu unutk mengikutsertakan seni kedalam ritual atau bagian dari seremonial. Sehingga dapat disimpulkan bahwa music tarling memiliki fungsi hibura, ritual dan presentasi estetis. Kata Kunci : Kesenian Tarling, Fungsi,Ciri Khas Tarling, Masyarakat Pantura A. Pendahuluan Kesenian tradisional merupakan bentuk seni yang berakar dari masyarakat dan telah menjadi milik masyarakat dilingkungan kesenian itu berkembang. Kehidupan dan pengolahan seni tradisiaonal didasarkan atas cita rasa masyarakat pendukungnya, meliputi pandangan hidup, nilai kehidupan tradisi, rasa etis, estetis serta ungkapan budaya lingkungan yang kemudian diwariskan pada generasi penerusnya. Kesenian tradisional biasanya terkait dengan adat istiadat masyarakatnya seperti



halnya



kesenian tarling yang berkembang pada masyarakat pantura (Slamet dalam Sinaga,2006)



Menurut



Bastomi



(dalam



Aesijah,



2011:21),



musik



tradisional



merupakan bentuk kesenian yang dilakukan dari waktu ke waktu dan diwariskan secara turun temurun. Karya seni yang ada tidak diketahui penciptanya atau penciptanya secara kolektif pada suatu kelompok masyarakat di daerah tertentu. Menurut Rohidi (2000:101) Kesenian merupakan salah satu isi dari kebudayaan.Kesenian adalah produk manusia. Seni lahir dari proses kemanusiaan artinya bahwa eksistensi seni merupakan cerminan dari nilai estetis dari oleh cipta, rasa dan karsa manusia dalam ruang dan waktu. Bidang seni ini tidak bias lepas dari si pembuatnya yaitu manusia, baik secara individu maupun kelompok. Dalam kaitannya dengan corak dan gaya dari suatu musik tradisional, Mustopo (1983:67) memaparkan ciri-ciri dari musik tradisional antara lain: a)



Karya seni tersebut berkembang dalam suatu masyarakat.



b)



Meng gambarkan kepribadian komunal



c)



Karya tersebut



menyuarakan



semangat



dan



spirit



kebersamaan



masyarakat yang bersangkutan d)



Karya tersebut senantiasa bersangkutan dengan kehidupan shari-hari anggota komunitas.



e)



Bersif at fungsional



f)



Prose s pewarisannya tidak mengenal cara-cara tertulis.



Dengan demikian musik tradisional adalah suatu jenis musik dari seni tradisional yang bertumpu pada kehidupan pada tradisi suatu masyarakat. Musik tradisional mempunyai ciri dan sifat yang dapat membedakan dari daerah mana musik tradisional itu berasal. Oleh karena musik tradisional dalam banyak hal digunakan untuk keperluan hidup suatu komunitas, menyebabkan musik tradisional identik dengan identitas suatu daerah. Ada beragam menyarakat pelestari sekaligus pendukung kesenian tradisional yang ada di Indonesia hasil dari pengaruh budaya masyarakat. Adanya etnisitas dan komunitas menjadikan kesenian tradisional berbeda satu dengan yang lainnya, contohnya etnis cina yang member corak tersendiri dalam music atau kesenian barongsai ataupun etnis arab dengan kesenian hadrah maupun rebananya. Kesenian rebana yang hadir ditengah tengah masyarakat pendukung dan pelestariannya juga memiliki keunikan dan



estetika



tersendiri



ataupun



ciri



khas



tersendiri



karena



terjadi



penyesuanan dengan budaya local maupun perkembangan zaman sehingga terjadi akulturasi. Kesenian tarling merupakan salah satu kesenian tradisional yang berkembang di pesisir Pantai Utara bagian barat. Komunitas musik tarling banyak di temui di daerah Subang, Majalengka, Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, dan Pemalang. Bentuk kesenian ini pada dasarnya adalah pertunjukan musik, namun biasanya disertai dengan drama pendek sebagai selingan musik tarling. Nama "tarling" diambil dari singkatan dua alat musik dominan: gitar dan suling. Kesenian tarling memiliki keunikan dalam tangga nadanya yaitu dengan memindahkan nada-nada pentatonis gamelan ke dawai-dawai gitar yang bernada diatonis. Keindahan itupun semakin lengkap setelah petikan dawai gitar di isi dengan lit-litan suling bambu, pertunjukan tarling juga sering disertai dengan pergelaran drama pendek. Tarling adalah salah



satu jenis kesenian daerah yang memiliki karakteristik lagu yang unik, baik segi komposisi musik, materi lagu, serta perkembangannya.



Hal itu



menyebabkan cukup menarik untuk dijadikan bahan kajian dan penelitian, dalam memahami eksistensinya di lingkungan masyarakat pendukungnya. B. Sejarah Kesenian Tarling Berdasarkan Noorachman



keterangan



Sudibyo



dari



seorang



budayawan



pantura



(http://www.teropong-news.com/2011/06/sejarah-



tarling-dan-perkembangannya.html)



yang



mengungkapkan



bahwa



penggunaan Gitar dan Suling dimulai sejak jaman masyarakat Eropa membawa Alat musik Gitar melalui jalan perdagangan di Pelabuhan Cimanuk. Belanda berkuasa di Muara Cimanuk dengan membangun Stasiun kereta terakhir di Paoman, Gudang Beras Bramasta di Bawah Randu Gede Sebelah Timur Sungai Cimanuk dan Sebelah baratnya pusat pemerintahan Belanda di abad 16. Saat itu Belanda memperkenalkan irama stambul setelah sebelumnya membawa tanjidor (jidur) selama ratusan tahun. Dikisahkan dimasa masyarakat Belanda mendekati akhir kekuasaannya, ada seorang bangsa Belanda gitarnya rusak terjatuh. Lalu dibetulkan oleh kalangan masyarakat pribumi ahli kayu di desa Kepandean yang merupakan nenek buyut Pa Sugra, warga Desa Kepandean, yang hingga akhir hayatnya beberapa tahun lalu (2003) dikukuhkan sebagai penemu Tarling. Karena ia adalah keturunan terakhir ahli kayu dan juga pembuat gitar yang meniru gitar jaman Belanda. Pada saat kakek buyut Pa Sugra membetulkan gitar yang pecah itu, ia iseng memetik dawai gitar. Ternyata saat dipetik suaranya ada yang mirip dengan suara gamelan. Adapun masyarakat pada zaman itu rata-rata faseh dengan irama gamelan sebagai alat hiburan yang digunakan dalam bermain musik dengan laras kiser, bendrong, bayeman, kasmaran, macan ucul dll.



Adapun lagu-lagunya merupakan bentuk lagu-lagu pengungkapan hati dan perasaan masyarakat disaat itu. Atas jasa sesepuh Pak Sugra itulah kemudian alat tradisional gamelan,gendang dan suling yang biasanya dipikul secara berkeliling dari-desa ke desa disaat ngamen, diubah atau dipindahkan pada gitar (secara migrasi) dengan menggunakan Gitar dan suling saja. Karena pada jaman mudanya Pak Sugra dikenal sebagai pelatih tembang dan pandai bermain gitar dengan laras gemelan , maka ia disebut tokoh yang pertama memindahkan irama gamelan ke Gitar dan Suling. Namun demikian namanya saat itu bukan tarling namun dikenal dengan sebutan kesenian Teng-dung. Dalam pentas kesenian ini yang digelar dari rumah ke rumah acara keluarga dan pertemanan kemudian ditambahi alat gendang, kecrek dan kemlong sebagai pengiring. Namanya juga belum diebut Tarling. Padahal saat itu Jayana (tokoh dalang Tarling asal Semaya Krangkeng) dan Dadang Darniah (sinden Tarling asal Bogor Sukra Indramayu) di saat mudanya sering berkumpul di rumah Pak Sugra belajr dan berlatih tembang dan music tengdung sekitar tahun 1940 an. Pada pertengahan tahun 60 hingga 70-an tarling mulai digemari oleh masyarakat Cirebon dan Indramayu. Saat itu dijaman kejayaan Sunarto ia menyebut dan mempropagandakan kesenian yang telah dimunculkan Jayana itu dengan Nama “Tarling”. Sebutan dari Gitar dan Suling sebagai alat musik yang mendominasi kesenian tersebut. Sunarto Marta Atmaja, berhasil mengangkat nama kesenian Tarling manakala ia pentas bareng dengan pesinden terkenal asal Indramayu Mimi Dadang Darniah di tahun 1971 melalui Radio Republik Indonesia (RRI) Perwakilan Cirebon, sebagai satu-satunya Corong komunikasi dan alat hiburan masarakat di Wilayah 3 Cirebon yang meliputi; Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Majalengka, Kuningan dan Indramayu.



C. Fungsi Kesenian Tarling bagi Masyarakat Pantura Jazuli (1994:60), Hakekatnya fungsi kesenian adalah sebagai sarana member hiburan, namun di dalam kesenian tradisional yang masih ada sekarang ini mempunyai ciri khas tersendiri sesuai dengan kondisi kelompok masyarakat pendukungnya. Alan P.Merriam dalam bukunya The Anthropology of Musik (1964 dan 1987) yang menggeluti musik etnis mengatakan ada 10 fungsi penting dari musik etnis yaitu:(1). Sebagai ekspresi emosional; (2). Kenikmatan estetis; (3). Hiburan; (4). Komunikasi; (5). Representasi simbolis; (6). Respon fisik; (7). Memperkuat konformitas norma-norma sosial; (8). Pengesahan institusiinstitusi sosial dan ritual-ritual; (9). Sumbangan pada pelestarian serta stabilitas kebudayaan; (10). Membangun pula integritas masyarakat. Seni pertunjukan



secara



kontekstual



berkaitan



dengan



berbagai



bentuk



kepentingan kehidupan budaya manusia, sehingga seni pertunjukan lebih cenderung bersifat multifungsi. Berikut ini merupakan fungsi musik tradisional tarling bagi masyarakat Pantura terkait dengan fungsi pokok seni pertunjukan musik menurut Soedarsono (2002:3), antara lain: 1. Sebagai Sarana Hiburan Pribadi Sebagai sarana hiburan, dimaksudkan musik tarling Cirebon dapat meberikan hiburan khususnya bagi penanggap dan masyarakat Desa Karanganyar Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes.Di setiap rumah yang ada di Desa Karanganyar Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes biasanya memiliki koleksi kaset lagu-lagu tarling Cirebonan yang setiap hari dapat menjadi hiburan gratis yang tidak memerlukan biaya. Ketika ada acara hajatan pernikahan maupun khitanan tak jarang masyarakat yang mempunyai hajatan menanggap musik tarling



Cirebon. Hal ini tentunya dapat menjadi sarana hiburan bagi para tamu undangan serta masayarakat yang ada di sekitar acara tersebut yang dipertunjukan gratis tanpa dipungut biaya. 2. Sebagai Sarana Ritual BrebesTarling Cirebon merupakan salah satu usaha untuk menyiarkan agama Islam yang dibawa oleh wali songo. Dahulu ajaran tarling Cirebon yang dibawa oleh Wali Songo berupa tembang-tembang Islam dengan aliran Musik Tarling Cirebon Tarling Cirebon merupakan akulturasi kebudayaan antara Islam dengan kebudayaan setempat. Bahasa yang digunakkan adalah bahasa daerah Cirebon, membuat keberadaan tarling Cirebon mudah diterima dan dipahami oleh masyarakat Cirebon serta masyarakat PANTURA sekitar wilayah Cirebon



termasuk



di



Desa



Karanganyar



Kecamatan



Larangan



Kabupaten . Ritual Panen raya kerap diadakan sampai saat ini namun acara hiburan musiknya kini sudah bergeser menjadi musik dengan lagu-lagu bukan tembang Islam melainkan lagu tarling Cirebon yang mengikuti perkembangan zaman. Tarling Cirebon mempunyai makna “natar eling” yang artinya suatu tuntunan atau pengantar. Selain itu, mengandung filosofi lain yakni “yen wis mlatar kudu eling” artinya jika sudah berbuat negatif maka harus bertobat. 3.



Sebagai Sarana Presentasi Estetis Presentasi estetis dapat berfungsi untuk memenuhi kebutuhan eststika dan berekspresi serta berapresiasi seni dan ketika dipertontonkan akan menimbulkan rasa takjub dan senang pada diri penonton.



D. Eksistensi Kesenian Tarling di Pantura Tarling sebagai karya intelektual music turut memberikan andil mengangkat nilai-nilai budaya lokal, dalam perkembangannya diperkirakan



telah mengalami perubahan bentuk dan cara pengekspresian. Perubahan tersebut ditandai oleh beragamnya jenis irama musik Tarling, seperti : klasik, tarling dangdut, pop, dan tarling disko. Tarling klasik oleh sebagian pengamat seni Tarling di Cirebon, dianggap sebagai sebagai musik identitas dan jati diri melodi Kota Udang (sebutan bagi kota Cirebon). Beragamnya musik Tarling yang terus berubah dan berkembang di masyarakat luas, dikhawatirkan mengurangi fungsi identitas, serta mengalami distorsi bentuk yang akhirnya bukan mustahil akan semakin jauh dan kehilangan bentuk aslinya. E. Ciri Khas Bentuk Penampilan Tarling Tarling merupakan salah satu jenis kesenian daerah Pantura, bercirikan permainan instrumen musik gitar dan suling. Musik dan vokal yang dihasilkan berlaras pelog. Tarling senantiasa akan berubah, seperti yang telah terjadi dan diamati pada beberapa karya seni/musik Tarling, sejak awal perkembangannya hingga sekarang. Pergeseran atau perubahan tersebut, tidak hanya menyangkut materi musik saja, melainkan pada pergeseran minat atau pandangan masyarakat pendukungnya terhadap musik Tarling. Tarling saat ini mengalami kesulitan untuk kembali menjadi primadona kesenian dalam masyarakat pendukungnya. Kehadiram musik selain musik Tarling, dilain pihak dapat menambah atau memperkaya modifikasi bentuk karya musik Tarling seperti masuknya unsur-unsur asing yang dianggap positif diasimilisasikan ataupun dikawinkan dengan musik Tarling yang telah ada. Pengertian Tarling dibawah ini lebih mendekati pengertian Tarling yang lebih lengkap, jika dilihat dari sudut pandang pendekatan sejarah dan teori musik, adalah sebagaimana yang terdapat pada Ensiklopedi Indonesia, yakni :



Tarling : musik tradisional muda khas Cirebon, alat musiknya yang utama terdiri dari gitar dan suling. Singkatan dari gi – tar su – ling inilah asal nama musik Tarling itu. Lagu-lagu yang dimainkan adalah laras pelog yang swarantaranya didekatkan kepada skala diatonik. Dalam nyanyian vokal, laras pelognya tetap dipertahankan seasli mungkin. Dari Ansambel, Tarling lama- kelamaan berkemebang menjadi suatu komedi serta tari-tarian yang sederhana ( Van Hoove :1984 : 3457). Definisi Tarling yang lain terdapat dalam makalah yang disajikan pada lokakarya



“Potensi



Pembinaannya”



Kesenian



Daerah



yang



kutip



Cirebon



dan oleh



Pola



Pokok Hidayat



(https://riyanhidayat28.wordpress.com/) , yang diselenggarakan pemerintah Daerah Kabupaten Cirebon, yaitu : ”Tarling adalah kesenian khas daerah Cirebon. Asal kata dari gitar dan suling yang mulai menjadi media hiburan setelah dilengkapi denga waditra lain, seperti : gendang, tutukan, dan kecrek”. Musik Tarling pada hakikatnya dapat digolongkan menjadi dua bentuk musik Tarling, yakni : 



Musik/lagu-lagu Tarling Klasik







Musik/lagu-lagu Tarling Irama Modern (kreasi baru) Dari segi irama musik, musik Tarling dapat digolongkan menjadi



beberapa jenis: Tarling Klasik, Tarling Tengdung, Tarling Dangdut, Tarling Pop, Tarling Disko, dan Tarling Disko Dangdut. Pola lagu Tarling Klasik umumnya tetap, namun dalam praktiknya tidak selalu sama persis, karena jenis musik tarling ini memberikan kebebasan untuk improvisasi. Dalam nyanyian ini dibutuhkan kemempuan penyanyi untuk mampu secara kreatif dan berinprovisasi, namun tidak keluar dari pola irama dan melodi khas Tarling.



Pada awal perkembangannya Tarling disajikan dalam bentuk yang masih sederhana dan monoton. Lagu-lagu dinyanyikan oleh seorang pesinden



dan



gitaris.



Namun,



seiring



perkembangan



waktu



dan



berkembanganya pemikiran masyarakat, tarling mengalami metamorfosa secara integral. Umumnya, Hidayat (https://riyanhidayat28.wordpress.com/) menyebutkan tarling ini dimainkan pada malam hari, dan belum menjadi pergelaran pentas. Pergelaran Tarling secara lengkap, biasanya pada siang hari (pukul 10.00 sampai dengan 15.00), dan pada malam hari (pukul 20.00 sampai dengan 03.00 pagi). Adapun susunan acara pergelaran Tarling adalah sebagai berikut :  Tetalu  Lagu Instrumentalia  Lagu-lagu Modern : terutama Tarling Dangdut, dangdut Indonesia, dan lain-lain.  Drama humor  Drama pokok  Penutup. Acara pergelaran Tarling tidak mutlak disajikan seperti bentuk di atas, yakni di sesuaikan dengan kondisi tempat, waktu dan kebutuhan yang ada. Tentunya pergelaran Tarling di panggung ‘hajatan’ keluarga akan berbeda dengan pergelaran Tarling di radio ataupun televisi dalam siaran hiburan musik yang disiarkan secara lokal atau nasional. Karena televisi atau radio hanya memberikan waktu penyiaran yang sangat terbatas.



Pemain musik (player) pertunjukan musik tarling terdiri dari beberapa pemain, yaitu:(1) Pemain gitar, (2) Pemain suling, (3) Pemain keyboard, (4) Pemain gendang atau tabla, (5) Pemain bass gitar. Dalam beraktifitas di atas panggung, pemain (player) musik tarling berdiri menghadap penonton dan mencari posisi yang sesuai dan nyaman untuk memainkan alat musik yang dimainkan. Untuk kostum pemain biasanya menggunakan menggunakan kaos oblong. Penggunaan busana seperti ini lebih menimbulkan kesan sederhana dan rapi. Penyajian lagu dalam pertunjukan musik tarling secara garis besar ada dua macam yaitu (1) materi lagu tarling asli (asli bahasa jawa “ngoko”) seperti demen-demen sepira, dan kucing garong yang merupakan lagu asli tarling Cirebon, (2) materi lagu populer modern yang diaransir kedalam musik tarling. Adapun alasan mengaransir lagu populer kedalam irama tarling merupakan salah satu upaya pelestarian musik tarling agar dapat diterima oleh generasi muda sekarang. Dirangkai dengan gaya bahasa yang unik menjadikan lagu tarling mudah diterima oleh masyarakat pada umumnya, (www.perkembanganmusiktarling.com). F. Simpulan Kesenian Tarling sampai saat ini masih berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Terdapat corak khas masyarakat pantura dalam kesenian tarling. Tentunya perlu adanya keseriusan dalam menangani beragamnya musik Tarling yang terus berubah dan berkembang di masyarakat luas, dikhawatirkan mengurangi fungsi identitas, serta mengalami distorsi bentuk yang akhirnya bukan mustahil akan semakin jauh dan kehilangan bentuk aslinya. Di samping itu kesenian Tarling menurut pengamatan penulis masih ada dan berkembang, tetapi keberadaannya kurang mendapat perhatian dari masyarakat pendukungnya sendiri, terutama generasi muda yang nota bene



sebagai generasi penerus kesenian Tarling. Disamping itu, kualitas dan kuantitas Tarling yang didukung kondisi budaya yang menghargai tarling, diharapkan dapat mengangkat citra budaya daerah pendukunnya. Tarling merupakan hasil dari buah pemikiran masyarakat wilayah Pantura yang mewarnai kehidupan mereka. Fungsi hiburan timbul secara eksplisit dan pada akhirnya mempersatukan kekerabatan mereka lewat seni itu sendiri. Seiring berkembangnya pemikiran manusia, mereka merasa perlu unutk mengikutsertakan seni kedalam ritual atau bagian dari seremonial. Sehingga dapat disimpulkan bahwa music tarling memiliki fungsi hiburan, ritual dan presentasi estetis.



DAFTAR PUSTAKA Aesijah, Siti. 2011. Musik Kotekan : Ekspresi Estetik Masyarakat Desa Ledok Di Kecamatan Sambong Kabupaten Blora. Tesis pada program Pascasarjana Program Studi Pendidikan Seni Universitas Negeri Semarang. Alan p. Meriam. The Antropoogy of Music, Chicago: Norwestern University Press, 1987. Pp.219-227 Hidayat. Riyan.2013.” Makalah Tentang Tarling”. https://riyanhidayat28.wordpress.com/makalah-tentang-tarlingdikembangkan-dari-pemikiran-beberapa-narasumber-dan-literatur/ (diunduh pada 17 November 2015) Jazuli. 1994. M. Diktat : Teori Kebudayaan. Semarang . Unnes Press. Mustopo. 1983, dalam Susetyo, Bagus. 2009. Handout Materi Pembelajaran: Kajian Seni Pertunjukan.Semarang.Unnes press. Rohidi, T.R. 2000. Kesenian dalam Pendekatan Kebudayaan. Bandung: STSI Press Sinaga, Syahrul Syah.2006. “Fungsi dan Ciri Khas Kesenian Rebana di Pantura Jawa Tengah”. Jurnal Harmonia FBS UNNES Vol. VII No. 3 Soedarsono, R.M. 1998 . Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi. Jakarta: Depdikbud. Sudibyo, Noorachman. 2011. “Sejarah Tarling dan Perkembangannya Kini”. Artikel http://www.teropong-news.com/2011/06/sejarah-tarling-danperkembangannya.html. ( diunduh pada 17 November 2015) Hove, Van. 1984. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru



www.perkembanganmusiktarling.com (diunduh pada 17 November 2015)