Galangan 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Studi Kelaikan Pengembangan Industri Galangan Kapal Perikanan di Provinsi Aceh Oleh: Rizwan Abstrak . Banyaknya kapal perikanan di Provinsi Aceh dewasa ini, tidak diikuti dengan sarana pendukung yang memadai, seperti galangan kapal yang modern, sehingga kapal–kapal tersebut masih dibangun ataupun melakukan perawatan di galangan kapal tradisional. Oleh karena itu diperlukan sebuah kajian tentang pengembangan Industri Galangan Kapal Perikanan. Kata kunci: kapal perikanan, industri, galangan kapal



BAB I. PENDAHULUAN Melihat kondisi geografis, oseanografis dan geologis yang ada tersebut maka salah satu sektor unggulan yang dapat dikembangkan di Kabupaten Pidie Jaya adalah usaha industri perikanan tangkap yang dapat dipacu pertumbuhannya dengan pengembangan industri galangan kapal perikanan. Hal ini dikarenakan sumber daya laut yang berlimpah baik di perairan Provinsi Aceh pada umumnya segera dapat di optimalkan kembali. Kondisi armada kapal penangkapan ikan di Aceh lebih didominasi oleh kapalkapal kecil yang berukuran < 6 GT (Gross Tonnage) yang biasanya hanya beroperasi di daerah sekitar pantai. Berdasar data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh (2011), jumlah kapal perikanan di Provinsi Aceh 16.656 unit kapal yang terdiri dari 0 sampai dengan 60 GT (Gross Tonase), sedangkan kapal dengan bobot 5 sampai dengan 60 GT sebanyak 8.905 unit. Pembangunan kapal perikanan yang ada di Provinsi Aceh masih menggunakan galangan tradisional dengan teknik tradisional, sehingga umur kapal tersebut lebih rendah. Oleh karena itulah perlu adanya sebuah galangan kapal perikanan modern, ini dikarenakan pembangunan kapal perikanan bukan hanya berkonstruksi kayu, tetapi juga dengan konstruksi fiber, laminasi maupun baja.



Dalam mengoptimalisasi pemanfaatan sumber daya laut yang ada dijelaskan di atas harus didukung kembali oleh jumlah armada kapal ikan, dengan memperhatikan perkembangan beragam jenis ukuran dan kebutuhan kapalnya. Dalam memenuhi kebutuhan akan kembali kapal ikan yang memadai, dan mendorong pihak industri galangan kapal untuk kembali berperan dalam mengantisipasi akan kebutuhan kapal ikan, dengan sendirinya peran industri galangan kapal akan mendukung perekonomi daerah khususnya di sektor kelautan.



BAB II. PERUMUSAN MASALAH



Provinsi Aceh dikenal dengan kekayaan alam yang melimpah, salah satunya adalah kekayaan bahari. Kekayaan yang berada di kawasan perairan laut tidak hanya berupa kekayaan alam mineral, gas dan minyak bumi, tetapi juga kekayaan alam hayatinya. Kondisi perairan laut Aceh yang berada di antara pertemuan Samudera Hindia, Laut Andaman dan Selat Malaka menyebabkan suatu pola sirkulasi massa air yang unik. Hal ini tentunya memberi berkah tersedianya keanekaragaman hayati yang tinggi, tetapi di samping itu juga menyediakan tantangan bagi nelayan Aceh. Berdasarkan kondisi geografis tersebut maka dibutuhkan sebuah pola pendekatan khusus bagi nelayan agar bisa terus melaut dan memanfaatkan hasil kekayaan alam. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah merancang dan membangun kapal yang mampuberoperasi dengan baik di sekitar perairan laut Aceh. Melihat vitalnya fungsi armada penangkapan bagi nelayan, maka salah satu elemen terpenting sarana penangkapan, yakni kapal, maka perlu adanya perhatian yang lebih penting terhadap elemen tersebut. Salah satu kekurangan yang dirasakan saat ini di Provinsi Aceh adalah tidak adanya industri galangan kapal Perikanan yang mampu menjawab semua tantangan yang sudah disebutkan sebelumnya. Salah satu kendala dalam upaya pembangunan sarana galangan kapal perikanan adalah belum pastinya prospek secara ekonomis terhadap usaha tersebut. Sehingga diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat meyakinkan para calon investor untuk menggerakkan usaha galangan kapal Perikanan di Provinsi Aceh.



BAB III. TINJUAN PUSTAKA



Globalisasi menciptakan diversivikasi pasar, persaingan yang banyak, serta pilihan pasar yang semakin variatif. Perkembangan teknologi yang begitu cepat akan menjadi salah satu pendorong tekanan persaingan bagi suatu wilayah. Dalam hal ini hanya wilayah-wilayah yang berdaya saing tinggi yang mampu membangun strateginya melalui harmonisasi pengembangan sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi yang tepat serta eksplorasi dan pemamfaatan sumber daya alam yang optimal. Sebelum mengambil keputusan, dunia usaha perlu mengkaji secara cermat bagaimana kompetesi inti dan peluang ekonomi dapat di sesuaikan dengan keaadaan. Strategi ini membutuhkan dukungan yang mencakup pandangan jauh kedepan mengenai pasar, termasuk dalam mengantisipasi kebutuhan kosumsi dan impor. keunggulan daya saing suatu wilayah ditentukan oleh empat faktor pokok, yaitu kondisi faktor produksi (factor conditions), kondisi permintaan pasar (demand conditions), industri tekait dan pendukung (related and supprting industries) serta strategi perusahaan, struktur dan persaingan (firm stategy, structur, and rivalry). Industi galangan kapal di Aceh masih berbasis pekerjaan skala konvensional, tanpa mempertimbangkan kesesuaian desain dengan kondisi geografis, perkiraan ketersediaan bahan baku di masa mendatang, tingkat efesiensi waktu dan tenaga kerja yang dibutuhkan, dan perhitungan cash flow yang belum baik. Sehingga kemudian masalah-masalah kerap terjadi terkait hal-hal tersebut di atas. Selain diharapkan mampu menangani permasalahan yang ada, galangan kapal perikanan modern diharapkan mampu menjembatani berbagai kebijakan pemerintah terkait kegiatan penangkapan ikan khususnya di Aceh. Penelitian ini diajukan dalam rangka melakukan pengembangan industri galangan kapal perikanan,salah satu faktor yang berpengaruh pada pengambilan keputusan untuk sebuah pengembangan tersebut adalah sumberdaya. Selain itu dalam pengambilan keputusan yang realistis umumnya melibatkan banyak kriteria, dan perumusannya dapat dijadikan pertimbangan. Pengembangan Industri galangan kapal perikanan yang direncanakan dilakukan dengan mengunakan pendekatan yang layak sesuai potensi



kawasan, dengan kondisi lokasi, pangsa pasar, teknologi dan kapasitas produksi dari galangan. 3.1. Industri Galangan kapal Galangan merupakan suatu industri yang didalamnya terjadi proses pruduksi, yaitu proses transformasi masukan berupa material (besi baja, kayu atau fiber glass) manjadi suatu keluaran (Output) yang dapat berupa kapal atau bangunan lepas pantai dan bangunan apung lainnya. Industri galangan produk akhirnya termasuk dalam klasifikasi Product Orientied atau Job Shops Production (Stroch, 1995). Suatu Product Orientied atau Job Shops Production sering kali dapat juga disebut sebagai industri yang bekerja berdasarkan pesanan (Job order). Jumlah atau volume produksi yang dihasilkan sering kali rendah dan umumnya digunakan untuk memenuhi pesanan yang spesifik dan oleh karenanya banyak variasi pekerjaan yang harus dilaksanakan. Galangan adalah suatu tempat untuk membangun atau mereparasi kapal-kapal, jadi galangan harus memiliki ; tanah atau lahan dan water from atau garis pantai. Berdasarkan aktifitasnya galangan, maka dapat dibagi menjadi sebagai berikut (Andreasson, ER ,1980) - Galangan khusus yang baru - Galangan khusus reparasi - Galangan bangunan baru dan reparasi Orientasi bangunan baru merupakan jenis galangannya melakukan pembuatan kapal-kapal baru sesuai dengan pesanan dari owner. Orientasi reparasi adalah merupakan jenis galangan yang melakukan pekerjaan perawatan perbaikan kapal. Orientasi bangunan baru dan reparasi adalah merupakan galangan berfungsi multi yaitu melakukan pembuatan kapal baru dan perawatan/perbaikan serta modifikasi kapal (Ahyari, A, 1996).



3.2. Areal Produksi dan Layout Layout adalah pengaturan serta penempatan alat-alat, manusia maupun fungsifungsi lainnya dalam kegiatan produksi dengan tujuan untuk memperoleh penggunaan ruangan yang efisien dan aliran proses yang optimal (Ahyari, A, 1996). Sedangkan menurut (Ansori, 1996) layout adalah pengaturan semua fasilitas produksi guna memperlancar proses produksi yang efektif dan efisien.



Tujuan utama yang ingin dicapai dalam perencanaan tata letak industri galangan pada adasarnya adalah meminimumkan biaya atau meningkatkan efisiensi dalam pengaturan segala fasilitas produksi dan areal kerja. secara spesifik tata letak galangan yang baik akan dapat memberikan manfat-manfaat dalam sistem produksi, yaitu sebagai berikut : 



Meningkatkan jumlah produksi







Mengurangi waktu tunggu







Mengurangi proses pemindahan bahan







Penghematan pengunaan ruangan







Efisiensi penggunaan fasilitas







Mempersingkat waktu proses







Kepuasan dan keselamatan







Fleksibilitas







Pemeliharaan dan perawatan



3.3. Metode Pengambilan Keputusan Dalam pemilihan alternatif pengembangan industria galangan kapal perikanan yang baik atau tepat, hal ini merupakan statu proses pengambilan keputusan yang tidak boleh dianggap mudah (komplek). Pengambilan keputusan terhadap persoalan yang cukup rumit dan kompleks atau dengan sebutan lain berkriteria majemuk senantiasa terjadi pada aplikasi rekayasa alokasi sumber daya. Selain hal tersebut, pengambila keputusan yang realistis umumnya melibatkan beberapa kriteria. Perumusan kriteria majemuk memungkinkan perencanaan keputusan untuk mempertimbnagkan beberapa kriteria secara bersamaan menurut struktur preferensi tertentu dan mengintegrasikannya ke dalam proses rancangan (Rosyid, 1993)



3.4. Analytical Hierarchy Process Metode analytical hierarchy process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty dengan menggunakan perbandingan berpasangan untuk menentukan tingkat kepentingan kriteria yang digunakan. Jika kriteria yang digunakan lebih dari tiga, diperlukan syarat konsistensi, tetapi dalam AHP tidak ada syarat konsistensi mutlak. Tiadanya syarat



konsistensi yang mutlak didasarkan pada kenyataan bahwa keputusan yang diambil sesorang tidak didasarkan atas logika saja, tetapi juga didasarkan atas perasaan, intuisi, maupun pengalaman yang dimiliki. Batasan inkonsistensi suatu matriks yang dapat diterima dalam AHP tidak ada yang baku, tetapi menurut pengalaman, inkonsistensi standar yang masih dapat diterima adalah 10% ke bawah. Pengukuran kualitatif menjadi penting karena semakin kompleks permasalahan di dunia dan tingkat ketidakpastian yang tinggi. Langkah – langkah model AHP meliputi : 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. 2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan subtujuan – subtujuan dan kriteria – kriteria. 3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing – masing tujuan. Tabel 2.1 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan Intensitas



Keterangan



kepentingan 1 3 5 7 9 2,4,6,8 Kebalikan



Kedua elemen sama pentingnya Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen lainnya Elemen yang satu lebih penting daripada elemen lainnya Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya Nilai – nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan Jika untuk aktivitasi i mendapat satu angka dibanding dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya dibanding dengan I



4. Menentukan geometric mean dan eigen vektor 5. Menentukan nilai maks



maks



Eigenvector , n = 1, 2, 3, … = ordo matriks n



..............(2.3)



6. Menentukan Consistency Index (CI) Pengukuran konsistensi dilakukan untuk tiap matriks perbandingan dengan ukuran ≥3. Penilaian dinyatakan konsisten 100% jika CI = 0. Jika CI ≤ 0,1, maka penilaian dinyatakan dapat diterima. Jika CI > 0,1, maka penilaian harus diulang kembali.



CI



maks



n



............. (2.4)



n



7. Menentukan Consistency Ratio (CR) CR



CI RI



............. (2.5)



Consistency Ratio diperoleh dari perbandingan Consistency Index terhadap Random Index (RI). CR dapat diterima jika CR < 0,01. Nilai RI dapat dilihat pada Tabel 2.2 Tabel 2.2 Random Index Ordo matriks



3



4



5



6



7



8



9



10



Random Index



0.58



0.9



1.12



1.24



1.32



1.41



1.45



1.49



DAFTAR PUSTAKA







Ahyari, A, (1996), Manajemen Produksi Perencanaan Sistem Produksi, Balai Penerbit Fakultas Ekonomi (BPFE), Yokyakarta, edisi IV







Ansori, M, (1996), Manajemen Produksi dan Operasi Konsep dan Kerangka Dasar, Bina Ilmu







Andreasson, ER (1980), Managing Shi Production, Coures Notes, University of Strathclyde, Glasgow.







EL marghraby,







DKP Prov NAD, (2011), Statistik Perikanan Tangkap







Stroch, R.L., (1995), Ship Production, Cornell Maritime Press, 2nd edition, Contreville, Maryland.







Saaty, L, (2001), The Analytic Hierarchi Process (AHP) for Decision Making with Dependence and Feedback, University of Pittsburgs, RWS Publication







Husnan, (1999), Studi Kelayakan Proyek, UPP AMP YKPN, Jokyakarta, Edisi IV.







Thomas,EV, William,L.B, Whybark, D.C, (1992), Manufacturing Planning and Control System, Irwin Professional Publishing, NewyorkUSA,3rd



(1966),



Design of Production system Departemen of industrial Administration, Yole University.