Gangguan Pendengaran Dan Penglihatan Pda Lansia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pendengaran merupakan salah satu sistem indera manusia yang sangat penting untuk menjalin komunikasi sesama manusia dalam kehidupan seharihari. Jika seseorang memiliki gangguan pendengaran, maka dia akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain, terutama bagi lingkungan di sekitarnya. World Health Organization (WHO) telah memperkirakan bahwa saat ini terdapat 360 juta (5,3%) orang di seluruh dunia mengalami gangguan pendengaran, 328 juta (91%) diantaranya adalah orang dewasa (183 juta laki-laki, 145 juta perempuan) dan 32 juta (9%) adalah anakanak. Prevalensi gangguan pendengaran akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia (Kemenkes RI, 2013). Seringkali individu dengan gangguan pendengaran tidak menyadari jika sedang mengalami gangguan pendengaran, sehingga mereka tetap merasa baikbaik saja dan menjalankan aktivitasnya sebagaimana mestinya. Gangguan dalam berkomunikasi dan bersosialisasi merupakan masalah atau kecacatan yang dapat timbul akibat gangguan pendengaran. Skrining adanya gangguan pendengaran perlu dilakukan pada suatu individu, terutama pada usia lanjut walaupun mereka merasa baik-baik saja (Astari, 2014). Mata dapat dikatakan sebagai bagian dari pancaindra yang paling penting, dari mata kita dapat melihat, belajar dan melakukan semua kegiatan dengan optimal. Mata merupakan jendela otak karena 90% informasi yang di peroleh otak berasal dari mata. Jika pada system penglihatan mengalami gangguan maka akan berdampak besar dalam kehidupan sehari-hari. WHO memperkirakan 12 orangmenjadi buta setiap menit di dunia, dan 4 orangdiantaranya berasal dari asia tenggara. Bila dibandingkan dengan angka kebutaan Negara-negara di regional Asia Tenggara,angka kebutaan di Indonesia (1,5%) adalah yang tertinggi (Bangladesh 1%,India 0,7%,Thailand 0,3%). Menurut Badan Penelitian dan Pengembanga Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2008)



1



B. Tujuan penulisan 1. Mahasiswa mengetahui penegrtian gangguan pendengaran dan penglihatan pada lansia 2. Mahasiswa mengetahui klasifikasi gangguan pendengaran dan penglihatan pada lansia 3. Mahasiswa



mengetahui



patofisiologi



gangguan



pendengaran



dan



penglihatan pada lansia 4. Mahasisawa mengetahui manifestasi klinis gangguan pendengaran dan penglihatan pada lansia 5. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan diagnostik gangguan pendengaran dan penglihatan pada lansia 6. Mahasiswa mengatahui penatalaksanaan gangguan pendengaran dan penglihatan pada lansia 7. Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan gangguan pendengaran dan penglihatan pada lansia



2



BAB II KONSEP DASAR



A. Proses penuaan pada sistem pendengaran dan penglihatan Proses penuaan merupakan suatu proses biologis yang tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap orang. Proses penuaan sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf dan jaringan lain sehingga tubuh ‘mati’ sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak ada batasan yang tegas, pada usia berapa kondisi kesehatan seseorang mulai menurun. Setiap orang memiliki fungsi fisiologis alat tubuh yang sangat berbeda, baik dalam hal pencapaian puncak fungsi tersebut maupun saat menurunnya. Setelah mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh beberapa saat, kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai dengan bertambahnya usia (Mubarak,et al, 2011). 1. Proses penuaan sistem pendengaran Kehilangan pendengaran pada lansia disebut presbikusis. Mhoon menggambarkan fenonema tersebut sebagai suatu penyakit simetris bilateral pada pendengaran yang berkembang secara progresif lambat terutama memengaruhi nada tinggi dan dihubungkan dengan penuaan. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi berbagai faktor yang telah diteliti adalah: nutrisi, faktor dan arteriosklerosis. Penurunan pendengaran terutama berupa sensorineural, tetapi juga dapat berupa komponen konduksi yang berkaitan dengan presbiskusis. Penurunan pendengaran sensorineural terjadi saat telinga bagian dalam dan komponen saraf tidak berfungsi dengan baik (saraf pendengaran). Penyebab dari perubahan dengan konduksi tidak diketahui, tetapi masih mungkin berkaitan dengan perubahan pada tulang di dalam tulang mastoid (Stanley, 2007).



3



2. Proses penuaan sistem penglihatan a. Sfingter pupil timbul sklerosis dan respons terhadap sinar menghilang b. Kornea lebih berbentuk sferis (bola) c. Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa), menjadi katarak, jelas mengakibatkan gangguan penglihatan d. Meningkatkan ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lebih lambat, susah melihat dalam gelap e. Penurunan/hilangnya daya akomodasi, dengan memanifestasi presbiopia, seseorang sulit melihat dekat yang dipengaruhi berkurangna elastisitas lensa f. Lapang pandang menirun: luas pandangan berkurang g. Daya membedakan warna menurun, terutama warna biru atau hijau pada sekala (Nugroho,2008).



B. Anatomi dan fisiologi 1. Anatomi telinga Telinga merupakan suatu organ sistem indera yang berfungsi untuk mendengar. Telinga terdiri dari telinga bagian luar, telinga bagian tengah, dan telinga bagian dalam atau labyrinthus. Telinga bagian dalam ini berisi organ-organ pendengaran dan keseimbangan (Snell, 2014). Telinga bagian luar, akan mengumpulkan gelombang suara dan meneruskannya ke bagian dalam. Telinga bagian tengah akan meneruskan gelombang suara ke tingkap oval, dan telinga bagian dalam merupakan tempat reseptor-reseptor untuk pendengaran dan keseimbangan (Tortora, 2012). a. Telinga Luar Telinga luar terdiri atas pinna (daun telinga), meatus akustikus eksterna, dan membran timpani. Pinna berfungsi sebagai tempat untuk mengumpulkan dan menghubungkan getaran suara menuju meatus akustikus eksterna. Bentuknya seperti stuktur menonjol yang terdiri atas kartilago berbalut kulit (Irawati, 2012).



4



b. Telinga Tengah Telinga tengah merupakan ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis temporalis. Ruangan ini berisi 3 tulang pendengaran yang akan menyalurkan getaran dari membran timpani ke ruang perilimfe telinga dalam (Snell, 2014). c. Telinga Dalam Telinga dalam atau labyrinthus terletak di dalam pars petrosa ossis temporalis, medial terhadap telinga tengah. Telinga dalam terdiri dari labyrinthus osseus yang merupakan rongga di dalam tulang dan labyrinthus membraneceus yang tersusun dari sakus dan duktus membranosa di dalam labyrinthus osseus. Labyrinthus osseus terdiri atas tiga bagian: vestibulum, kanalis semisirkularis, dan koklea. Ketiganya dilapisi oleh endosteum dan berisi cairan bening, perilimfa yang merupakan isi dalam labyrinthus membranaceus (Snell, 2014). 2. Ganggua penglihatan Mata adalah organ sensorik yang mentrasmisikan rangsang melalui jaras pada otak ke lobus oksipital dimana rasa penglihatan ini diterima. Sesuai dengan proses penuaan yang terjadi tentunya banyak perubahan yang terjadi. Bagian – bagian mata : a. Organ luar 1) Bulu mata berfungsi menyaring cahaya yang akan diterima. 2) Alis mata berfungsi menahan keringat agar tidak masuk ke bola mata. 3) Kelopak mata berfungsi untuk menutupi dan melindungi mata. b. Organ dalam 1) Kornea Merupakan bagian terluar dari bola mata yang menerima cahaya dari sumber cahaya. 2) Pupil dan Iris. Dari kornea, cahaya akan diteruskan ke pupil. Pupil menentukan kuantitas cahaya yang masuk ke bagian mata yang lebih



5



dalam. Pupil mata akan melebar jika kondisi ruangan yang gelap, dan akan menyempit jika kondisi ruangan terang. Lebar pupil dipengaruhi oleh iris di sekelilingnya.Iris berfungsi sebagai diafragma. Iris inilah terlihat sebagai bagian yang berwarna pada mata. 3) Lensa mata Lensa mata menerima cahaya dari pupil dan meneruskannya pada retina. Fungsi lensa mata adalah mengatur fokus cahaya, sehingga cahaya jatuh tepat pada bintik kuning retina. Untuk melihat objek yang jauh (cahaya datang dari jauh), lensa mata akan menipis. Sedangkan untuk melihat objek yang dekat (cahaya datang dari dekat), lensa mata akan menebal. 4) Retina Retina adalah bagian mata yang paling peka terhadap cahaya, khususnya bagian retina yang disebut bintik kuning. Setelah retina, cahaya diteruskan ke saraf optik. 5) Saraf optik Saraf yang memasuki sel tali dan kerucut dalam retina, untuk menuju ke otak.



C. Pengertian 1. Pengartian gangguan pendengaran Gangguan pendengaran adalah salah satu dari enam kontributor penyakit yang menjadi be ban di negara industri bersama dengan penyakit jantung iskemik, depresi, penyakit Alzheimer. Gangguan pendengaran menjadi masalah terpenting yang ada di masyarakat luas, karena bukan hanya pada populasi orang tua saja, namun pada populasi dewasa mudapun terjadi peningkatan akibat banyaknya pajanan suara keras di waktu-waktu luang mereka (Zahnert, 2011).



6



2. Jenis-jenis Gangguan Pendengaran pada Lansia Ada tiga gangguan pendengaran, yaitu gangguan pendengaran konduktif, gangguan pendengaran sensorineural dan gangguan pendengaran campuran atau kombinasi (Supramaniam, 2011). a. Tuli konduktif Individu dengan umur dewasa muda, dapat menderita gangguan pendengaran baik sebagian maupun total. Tuli konduktif atau gangguan pendengaran konduktif disebabkan dengan adanya obstruksi atau gangguan mekanik pada telinga bagian luar atau telinga bagian dalam (Punnoose, 2012). Selain karena obstruksi pada telinga bagian luar, tuli konduktif dapat disebabkan oleh terkumpulnya cairan serumen atau terjadi atresia pada kanal telinga. Apabila terdapat atresia di kedua meatus akustikus eksterna pada bayi baru lahir, maka diperlukan alat bantu pendengaran pada dua sampai tiga bulan pertama bayi lahir agar perkembangan dari pendengaran maupun percakapan dapat berjalan normal (Zahnert, 2011). Gejala yang dapat ditemukan pada gangguan pendengaran jenis ini adalah seperti berikut: 1) Terdapat riwayat infeksi telinga dahulu maupun keluarnya cairan telinga. 2) Adanya sensasi cairan dalam telinga baik yang bergerak maupun tidak pada perubahan posisi kepala. 3) Adanya suara-suara bising atau dengung yang terjadi (tinitus). 4) Apabila gangguan telinga terjadi bilateral, biasanya individu dengan gangguan pendengran jenis ini berbicara dengan suara lembut terutama pada penderita otosklerosis. 5) Terkadang dalam suasana yang ramai penderita akan lebih jelas dalam mendengar (Supramaniam, 2011).



7



b. Tuli Sensorineural Tuli



sensorineural



dapat



diartikan



sebagai



gangguan



pendengaran akibat disfungsi pada koklea; gangguan pendengaran saraf akibat disfungsi pada saraf koklea; dan gangguan saraf pusat dapat disebabkan oleh disfungsi dari jalan pendengaran pusat atau korteks pendengaran. Tuli sensorineural dapat disimpulkan dengan gangguan pendengaran yang diakibatkan oleh disfungsi kombinasi koklea dan sarafnya (Zahnert, 2011). Tuli sensorineural umunya bersifat irreversibel dengan gejala yang dapat ditemukan sebagai berikut: 1) Suara percakapan pasien terdengar lebih keras apabila gangguan sudah bilateral dan terjadi lama. 2) Susah mengartikan dan mendengar suara apabila berada di tempat yang gaduh. 3) Terdapat riwayat trauma, pemakaian obat yang bersifat ototoksik, dan adanya penyakit sistemik dahulu (Supramaniam, 2011). c. Tuli Campuran/Kombinasi Gangguan pendengaran jenis ini merupakan kombinasi dari gangguan pendengaran tipe konduktif dan tipe sensorineural. Gejala yang timbul juga merupakan campuran dari gejala yang ada pada kedua jenis pendengaran diatas. Tanda-tanda gangguan pendengaran tipe sensorineural dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik atau otoskopi. Pasien dengan gangguan pendengaran jenis ini tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan sulit mendengar suara baik dengan nada rendah maupun tinggi dalam pemeriksaan tes bisik (Supramaniam, 2011). 3. Pengertian gangguan penglihatan Gangguan penglihatan adalah kondisi yang ditandai dengan penurunan tajam penglihatan ataupunmenurunnya luas lapangan pandang, yang dapat mengakibatkan kebutaan (Quigley dan Broman,2006).



8



4. Jenis –jenis gangguan penglihata pada lansia Pada lansia, gangguan penglihatan yang sering menyerang antara lain : a. Hyperopia (rabun dekat) kondisi penglihatan yang umum dimana kita dapat melihat benda – benda yang jauh dengan jelas namun benda – benda di dekatnya mungkin buram. Rabun dekat lebih sering terjadi pada orang yang berusia di atas 40 tahun. b. Presbiopi (mata tua) Disebabkan karena daya akomodasi lensa mata tidak bekerja dengan baik, akibatnya lensa mata tidak dapat memfokuskan cahaya ke titik kuning dengan tepat, sehingga mata tidak bisa melihat yang jauh maupun dekat. Presbiopi berhubungan erat dengan usia, prevalensinya berhubungan langsung dengan orang – orang di atas usia 40 tahun. c. Degenerasi macula (AMD) Suatu keadaan dimana macula mengalami kemunduran sehingga terjadi penurunan ketajaman penglihatan dan kemungkinan akan menyebabkan hilangnya fungsi penglihatan sentral. d. Glaukoma merupakan terjadi penumpukan cairan di bagian depan mata. Cairan tersebut meningkatkan tekanan intra okuler yang merusak saraf optic. Paling rentan terjadi pada orang – orang di atas 40 tahun. e. Katarak merupakan keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahanlensa didalam kapsul lensa. Umumnya terjadi akibat proses penuaan yang terjadi pada semua orang yang berusia lebih dari 65 tahun. (Muttaqin, 2009). 5. Pengertian katarak Katarak adalah istilah kedokteran untuk setiap keadaan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau dapat juga akibat dari keduaduanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi.



9



D. Klasifikasi 1. Gangguan pendengaran Klasifikasi gangguan pendengaran berdasarkan audiometri nada murni menurut WHO. Klasifikasi umum yang biasanya dipakai dalam klinis berdasarkan pengukuran audiometri nada murni, topografi, dan fungsional adalah tuli konduktif, tuli sensorineural, dan tuli sentral (Zahnert, 2011).



Tabel 1. Klasifikasi Gangguan Pendengaran menurut WHO berdasarkan Nilai Ambang Batas Tingkat dari Gangguan Pendengaran 0 – tidak ada gangguan



Rerata NAB di Audiogram Nada Murni 0 - 25 dB



Gejala Klinis



Rekomendasi



Tidak ada atau sedikit masalah pendengaran Dapat mendengar Bisikan



Konseling, follow-up pemeriksaan, jika terdapat tuli konduktif, evaluasi indikasi untuk operasi Konseling, penggunaan alat bantu dengar disarankan, jika terdapat tuli konduktif maupun tuli campuran, indikasi untuk operasi mungkin disarankan Rekomendasi alat bantu dengar, jika terdapat tuli konduktif maupun tuli campuran, indikasi untuk operasi



1 – gangguan 26 – 40 dB ringan



Dapat mendengar dan mengulang kata pada suara normal dengan jarak 1 meter



2 – gangguan 41- 60 dB sedang



Dapat mendengar dan mengulang kata pada suara yang ditinggikan dengan jarak 1 meter



10



mungkin disarankan Dapat Butuh alat banru mendengar dengar, jika tidak beberapa kata bisa dipasang alat yang bantu eksternal, diteriakkan pertimbangkan pada alat bantu implan telinga yang atau koklea lebih implan, membaca sehat gerakan bibir dan tanda untuk pengobatan suportif Tidak dapat Umumnya mendengar dan terdapat mengerti suara kegagalan dalam teriak pemasangan alat bantu dengar, dan dipertimbangkan untuk implantasi koklear atau batang otak, membaca gerakan bibir dan tanda dapat diajari sebagai tambahan pengobatan



3 gangguan 61 – 80 dB berat



4 gangguan ≥ 81 dB sangat berat termasuk total



2. Gangguan penglihatan katarak Berdasarkan garis besar katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut : a. Katarak perkembangan ( developmental ) dan degenerative. b. Katarak trauma : katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata. c. Katarak komplikata (sekun der) : penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti DM dapat mengakibatkan timbulnya kekeruhan pada lensa yang akan menimbulkan katarak komplikata.



11



d. Berdasarkan usia pasien, katarak dapat di bagi dalam : 1) Katarak kongeniatal : katarak yang di temukan pada bayi ketika lahir (sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun) 2) Katarak juvenil : katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun dan di bawah usia 40 tahun 3) Katarak presenil, yaitu katarak sesudah usia 30-40 tahun 4) Katarak senilis : katarak yang terjadi pada usia lebih dari 40 tahun. Jenis katarak ini merupakan proses degeneratif ( kemunduran ) dan yang paling sering ditemukan.



E. Etiologi 1. Gangguan pendengaran Paparan suara yang sangat keras pada periode waktu yang lama, infeksi bakteri maupun virus, penyakit hati atau struk, trauma kepala, tumor, pemakaian obat-obat dengan efek samping ototoksik, genetik, atau perubahan pada telinga akibat penuaan merupakan etiologi dari gangguan pendengaran (Kemker, 2011). Individu dengan gangguan pendengaran mungkin tidak lagi dapat mendengar orang lain mendekat, suara mesin mobil, ketukan suara pintu, dan kegiatan lain yang membuatnya merasa aman (Kemker, 2011). Individu dengan gangguan pendengaran pada onset awal akan dapat beradaptasi dengan keadaannya, seperti meningkatkan volume radio maupun televisi atau mengarahkan telinga yang sehat ke arah sumber suara. Pada saat gangguan pendengarannya meningkat, penglihatan biasanya digunakan sebagai alat bantu dalam mengidentifikasi gerakan mulut. Seringkali individu dengan gangguan pendengaran akan meminta mengulangi apa yang belum didengarnya secara jelas, kesalahan dalam menjawab pertanyaan yang salah didengar, dan berbicara dengan suara yang sangat keras (Zahnert, 2011). Akibatnya dengan keadaan yang seperti ini akan menimbulkan individu tersebut menjauh dari aktivitas normal seharihari atau bahkan dapat menyebabkan paranoid (Kemker, 2011).



12



2. Gangguan penglihatan katarak a. Ketuaan ( Katarak Senilis ) Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada usia 60 tahun keatas. b. Trauma Cedera mata dapat mengenai semua umur seperti pukulan keras, tusukan benda, terpotong, panas yang tinggi, dan bahan kimia dapat merusak lensa mata dan keadaan ini disebut katarak traumatik. c. Penyakit mata lain ( Uveitis ) d. Penyakit sistemik ( Diabetes Mellitus ) e. Defek congenital



F. Patofisiologi 1. Gangguan penglihatan katarak Menurut Kowalak (2003), patofoiologi katarak dapat bervariasi menurut masing-masing bentuk katarak. Katarak senilis memperlihatkan bukti adanya agregasi protein, cedera oksidatif dan peningkatan pigmentasi di bagian tengah lensa, selain itu pada katarak traumatika dapat terjadi inflamasi atau fagositosis lensa ketika lensa mata mengalami rupture (Kowalak, 2003). Sedangkan mekanisme katarak komplikasi bervariasi menurut proses penyakitnya, sebagai contoh pada penyakit diabetes mellitus akan terjadi peningkatan kadar glukosa dalam lensa yang kemudian menyebabkan lensa mata menyerap air (Kowalak, 2011) sedangkan katarak kongenital merupakan bentuk yang memberikan tantanggan khusus. Tamsuri



(2003)



mengungkapkan



bahwa



secara



kimiawi



pembentukan katarak ditandai dengan berkurangnya ambilan oksigen dan bertambahnya kandungan air yang kemudian diikuti dengan dehidrasi. Kandungan natrium dan kalsium bertambah, sedangkan kalium, asam askorbat serta protein menjadi berkurang.



13



Menurut Istiqomah (2003), lensa mata berisi 65% air, sisanya berupa protein dan mineral penting. Katarak terjadi pada saat penurunan ambilan oksigen dan penurunan air. Dilain sisi terjadi peningkatan kadar kalsium dan berubahnya protein larut menjadi tidak dapat larut. Pada kondisi tersebut akan menyebabkan gangguan metabolisme pada lensa mata. Gangguan metabolisme ini akan mengakibatkan perubahan kandungan bahan-bahan yang ada di dalam lensa. Perubahan inilah yang pada akhirnya menyebabkan kekeruhan lensa.Kekeruhan dapat berkembang sampai di berbagai bagian lensa atau kapsulnya.



G. Manifestasi klinis 1. Gangguan pendenganran a. Berkurangnya pendengaran secara perlahan dan progresif perlahan pada kedua telinga dan tidak disadari oleh penderita b. Suara suara terdengar seperti bergumam, sehinggga mereka sulit untuk mengerti pembicaraan c. Sulit mendengar pembicarann di sekitarnya, terutama jika berada ditempat yang ramai d. Suar berfrekuensi rendah, seperti suara laki laki, lebih mudah di dengar daripada suara berfrekuensi tinggi e. Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri ditelinga f. Telinga terdengar berdenging (tintisus) (Aspiani, 2014) 2. Gangguan penglihatan katarak a. Kehilangan penglihatan secara bertahap dan tidak nyeri b. Penglihatan baca yang buruk c. Pandangan silau yang mengganggu dan penglihatan buruk pada sinar matahari yang terang. d. Pandangan silau yang membutakan akibat lampu sorot mobil pada saat mengemudi pada malam hari. e. Kemungkinan memiliki penglihatan yang baik pada cahaya yang redup dibandingkan pada cahaya yang terang (dengan kekeruhan pada sentral)



14



f. Pupil berwarna putih susu g. Area putih keabu-abuan di belakang pupil (dengan katarak lanjut)



H. Pemeriksaan diagnostik 1. Gangguan pendenganran a. Uji Rinne Untuk membandingkan hantaran/konduksi suara melalui hantaran tulang pendengaran dengan hantaran udara. Pemeriksaan ini dilakukan di dalam ruangan yang tenang dan tidak bising. Sebelum dilakukan pemeriksaan, terlebih dahulu peneliti akan menjelaskan prosedur, tujuan, dan manfaat pemeriksaan kepada pasien. Cara pemeriksaan: garpu penala digetarkan, kemudian dasar penala diletakkan pada prosesus mastoideus telinga yang akan diperiksa, jika op tidak mendengar bunyi lagi, penala dipindahkan ke depan liang telinga ± 2,5 cm dari liang telinga. Pada orang normal, konduksi udara berlangsung lebih lama dari konduksi tulang. Bila ada gangguan konduktif, konduksi tulang akan melebihi konduksi udara, “begitu konduksi tulang menghilang, pasien tidak mampu lagi mendengar mekanisme konduksi yang biasa”. Bila ada gangguan sensori, suara yang dihantarkan melalui udara lebih baik dari tulang, meskipun keduanya merupakan konduktor yang buruk dan segala suara diterima seperti sangat jauh dan lemah. b. Uji Weber Untuk



mengetahui



aliran



udara



melalui



tulang,



serta



membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan dengan cara meletakkan garpu tala yang sudah dibunyikan pada bagian tengah dahi pasien. Pemeriksaan dilakukan di dalam ruangan yang tenang, nyaman, dan tidak bising. Setelah peneliti menjelaskan tentang pemeriksaan, manfaat, dan tujuannya, peneliti langsung memulai tindakan. Cara pemeriksaan: garpu penala digetarkan dan ditaruh di verteks, kemudian dibandingkan pendengaran telinga kanan dan kiri.



15



Pasien diminta mendengarkan dan menentukan pada telinga mana terdengar bunyi yang lebih keras. Pada orang normal pendengaran telinga kanan dan kiri sama/seimbang (tidak ada lateralisasi). Bila ada gangguan konduksi, tejadi lateralisasi kearah telinga yang sakit. Bila ada gangguan sensori, terjadi lateralisasi ke telinga yang sehat. Hasil dinyatakan sebagai lateralisasi ke kanan/ke kiri atau lateralisasi negatif (-). c. Uji Schwabach Untuk



mengetahui



membandingkan pendengaran



antara



pemeriksa



hantaran pendengaran yang



melalui orang



tulang,



dengan



sakit/pasien



pendengarannya



normal.



dan Cara



pemeriksaan: garpu penala digetarkan, kemudian ditempelkan pada tulang mastoid penderita. Bila penderita sudah tidak mendengar lagi, garputala tersebut segera dipindahkan ke mastoid pemeriksa. Hasil pemeriksaan schwabach dinyatakan normal apabila hantaran tulang telinga penderita sama dengan hantaran tulang pemeriksa. Bila pemeriksa masih mendengar, maka penderita mengalami tuli sensori (memendek). Bila hantaran tulang telinga penderita lebih besar dari hantaran telinga pemeriksa, maka penderita mengalami tuli konduktif (memanjang). 2. Gangguan penglihatan katarak a. Pemeriksaan darah lengkap, LED : menunjukkan anemia sistemik. b. Pengukuran tonografi : mengkaji tekanan intra okuler (TIO) (Normalnya 12-25 mmHg). c. Pemeriksaan lapang pandang : untuk mengetahui visus. d. Pemeriksaan oftalmoskop : mengkaji struktur intraocular, mencatat atrofi lempeng optic, papil edema, perdarahan retina. e. Pemeriksaan slit-lamp. f. Biometri g. USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak



16



I. Penatalaksanaan 1. Gangguan pendengaran Terdapat beberapa terapi untuk pasien presbikusis yaitu: a. Kurangi paparan terhadap bising b. Gunakan pelindung telinga (ear plegs ear muffs) untuk mencegah kerusakan lebih lanjut c. Gunakan alat bantu dengar d. Lakukan latian untuk meningkatkan keterampilan membaca gerak bibir dan latian e. Berbicaralah kepada pasien presbikusis dengan nada rendah dan jelas



Dengan memahai kondisi yang dialami oleh lansia dan memberikan terapi yang tepat bagi mereka, diharapkan kita dapat membantu maengatasi masalah sosial yang mngkin mereka alami akibat adanya keterbatasan fungsi pendengaran mereka. 2. Gangguan penglihatan katarak a. Extracapsular Cataract Ekstraktie (ECCE) Menggunakan tehnik ini terdapat ruangan bebas ditempat bekas lensa sehingga memungkinkan menempatkan lensa pengganti yang disebut lensa tanam bilik mata belakang (posterior chamber intraocular lens). Dengan tehnik ini sayatan lebbih kecil (10-11 mm), sedikit jahitan dan waktu penyembuhan lebih pendek. b. Intracapsula Cataract Extractie (ICCE) Adalah mengeluarkan lensa dalam keadaan utuh. Dilakukan dengan membuka /menyarat selaput bening dan memasukan alat melalui pupi, kemudoan mnarik lensa keluar. Seluruh lensa dengan pembungkus atau dibuat sayatan selaput bening yang cukup luas, jahitan yang banyak (14-15 mm) sehingga penyembuhan lukanya cukup lama.



17



c. Fakoemulsifikasi Untuk mencegah astigmatisme pasca beda EKE, maka luka dapat diperkecil dengan tindakan bedah fakoemulsifikasi. Tujuan perawatan post operasi katarak adalah mencegah 1) Peningkatan tekanan intra okular (TIO) 2) Tegangan pada jahitan 3) Perdarahan pada ruang anterior 4) Infeksi (Aspiani, 2014).



J. Pengkajian dengan gangguan sistem panca indra : penglihatan dan pendengaran 1.



Identitas Identitas klien biasadukaji pada gangguan panca indra adalah usia karena ada beberapa penyakit/gangguan panca indra banyak pada klien di atas usia 60 tahun.



2.



Keluhan utama Keluhan utama yang serig ditemukan pada klien gangguan panca indra penglihatan adalah penurunan ketajaman penglihatan sedangkan pada gangguan pendengaran adalah penurunan kemampua mendengar.



3. Riwayat penyakit sekarang Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai penyakit yang diderita oleh klien dari mulai timbulnaya keluhan yang dirasakan sampai klien dibaea kerumah sakit, dan apakah prnah memeriksakan diri ke tempat lain selain rumah sakit umum serta pengobatan apa yang pernah dilakukan dan bagaimana perubahannya dan data yang didapatkan saat pengkajian. 4.



Riwayat penyakit dahulu Riwaya penyakit yang dulu seperti riwayat gangguan penglihatan dan pendengaran



sebelumnya,



riwayat



pekerjaan



pada



pekerja



yang



berhubungan dengan adanya riwayat gangguan pada sistem penglihatan dan pendengaran, pengaruh obat-obatan, konsumsi alkohol dan merokok.



18



5.



Riwayat penyakit keluarga Yang dikaji apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit yang sama karena faktor genetik/keturunan.



6.



Pemeriksaan fisik a. Keadan umum Keadan umum pada lansia yang mengalami gangguan penglihatan dan pendengaran biasanya lemah. b. Kesadaran Kesadaran klien biasanya adalah composmetis. c. Tanda-tanda vital 1) Suhu normal atau meningkat (< 37°C) 2) Nadi dala batas normal (N: 70-82 x/menit) 3) Tekanan darah normal atau meningkat 4) Pernafasan biasanya normal atau meningkat d. Pemeriksaan Review Of Sistem (ROS) 1) Sistem pernafasan (B1 Breathing) Dapat ditemuakan peningkatan frekuensi nafas atau masih dalam batas normal 2) Sistem sirkulasi (B2 Bleeading) Frekuensi nadi normal kadang meningkat, akral hangat, kulit hangat. 3) Sistem persarapan (B3 Brain) Tidak ada gangguan orientasi, tidak ada gangguan gerakan, tidak ada spasme otot, kaji adanya hilangnya gerakan/sensasi, terdapat penuruna ketajaman penglihatan, penuruna penciuman dan pendengaran. 4) Sistem perkemihan (B4 Bleder) Tidak ada penurunan berkemih seperti inkontinensia urine, disuria, distensi kandung kemih, warna dan bau urine khas.



19



5) Sistem pencernaan (B5 Bowel) Tidak ada konstipasi, konsistensi feses lunak, frekuen si eliminasi normal, auskultasi bising usus normal, tidak ada anoreksia, tidak ada distensi abdomen dan nyeri tekan abdomen. 6) Sistem muskuleskeletal (B6 Bone) Tidak terdapat adanya nyeri berat tiba-tiba atau mungkin terlokalisasi pada area jarngan, dapat berkurang pada imobilitas, kontraktur atrofil otot, laserasi kulit dan perubahan warna. 7.



Pola fungsi kesehatan a.



Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Menggambarkan persepsi, pemeriharaan dam penanganan kesehatan



b.



Pola nutrisi Menggambarkan masukan nitrisi, balance cairan dan elektrolit, nafsu akan, pola makan, diet, kesulitan menelan, mual/muntah, dan makanan kesukaan.



c.



Pola eliminasi Menjelaskan fungsi ekskresi, kandung kemih, defekasi, adak yidanya masalah defekasi, masalah nutrisi dan penggunaan kateter



d.



Pola istirahat dan tidur Menggambarkan pola tidur, istirahat dan persepsi terhadap energi, jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah tidur dan insomnia.



e.



Pola aktivitas dan istirahat Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernapasan, dan sirkulasi, riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan, pengkajian indek KATZ



f.



Pola hubngan dan peran Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien, terhadap anggota keluarga, dan masyarakat dan tempat tinggal, pekerjaan, tidak punya rumah, dan masalah keuanggan. Pengkajian APGAR keluarga.



20



g.



Pola sensori dan kognitif Menjelaskan persepsi dan kognitif. Pola persepsi dan sensori meliput pengkajian penglihatan, pendengaran, perasaan dan pembau.pada klien katarak dapat ditemukan gejala pengguan penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja, dengan merasa diruang gelap. Sedangkan tandanya adalah tampek kecoklatan atau putih susu pada pupil, peningkatan air mata. Pengkajian status mental menggunakan tabel Short Portabel Mental Status Quesioner (SPMSQ)



h.



Pola persepsi dan konsep diri Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan konsep diri menggambarkan gambar diri, harga diri, peran, identitas diri. Manusia sebagai sistem terbuka dan mahluk bio-psikososio-kultural-spiritual, kecemasan, ketkutan dan dampak terhadap sakit. Penkajian depresi menggunakan tabel Inventaris Depresi back.



i.



Pola seksual dan reproduksi Menggambarkan kepuasan/masalah terhadap seksualitas



j.



Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping Menggambarkan kemampuan menangani stres



k.



Pola tata nilai dan keprcayaan Menggambarkan dan menjelaskan pola, nilai keyakinan termasuk spiritual (Aspiani, 2014).



K. Diagnosa keperawatan 1. Gangguan persepsi sensori penglihatan b.d perubahan persepsi sensori ditandai dengan klien mengatakan adanya penurunan penglihatan 2. Gangguan persepsi pendengaran b.d perubahan persepsi sensori ditandai dengan klien mengatakan pendengaran berkurang 3. Resiko jatuh b.d kesulitan penglihatan, kesulitan pendengaran



21



L. Intervensi No



keperawatan Gangguan



1.



Perencanaan



Diagnosa



Tujuan dan kriteria



Interpensi



Setelah melakukan Peningkatan komunikasi:



persepsi sensori pengkajian selama defisit penglihatan penglihatan b.d ... x 24 jam persepsi - identifikasi diri anada perubahan



sensori:



saaat



persepsi sensori penglihatan



memasuki



area



klien



ditandai dengan adekuat



dengan - catat reaksi klien terjkait



klien



kriteria hasil:



mengatakan



1. klien dapat meng -



adanya



intepretasikan



penurunan



yang



penglihataan



penglihatan



dikomunikasikan



- tingkatkan penglihatan



oleh



orang



penurunan penglihatan reaksi



ide terhadap



klien



penurunan



lain klien yang masih tersisa



secara benar 2.



terima



- jangan memindahkan klien barang-barang



mengkompensasi defisit



dikamar



yang



klien



tanpa



sensori pengetahuan klien



dengan



- rujuk klien ke terapi



memaksimalkan



okupasi sesuia kebutuhan



indra yang tidak rusak Peningkatan komunikasi 2.



Gangguan



Setelah



persepsi



tindakan



dilakukan



- faasilitasi perlengkapan



pendengaran b.d keperawatan perubahan



selama ..x 24 jam



persepsi sensori persepsi ditandai dengan



22



defisit pendengaran



sensori:



untuk



pemeriksaan



pendengaran kebutuhan



sesuai



klien



pendengaran



- fasilitasi



ppengguaan



mengatakan



adekuat



alat bantu dengar sesuai



pendengaran



1. klien dapat meng



kebutuhan



berkurang



intepretasikan



ide - hindari teriak pada klien



yang



dengan



dikomunikasikan



komunikasi



oleh



orang



lain - berbicara



secara benar 2.



melihat klien



mengkompensasi defisit



gangguan



dengan wajah



klien



langsung, pelan, jelas, dan singkat



sensori - gunakan kat-kata yang



dengan



simpel kalimat pendek



memaksimalkan



sesuai kebtuhan



indra yang tidak - tarik rusak



perhatia



klien



dengan sentuhan



Mencegah jatuh 3.



Resiko jatuh b.d Setelah



dilakukan



kesulitan



tindakan



penglihatan,



keperawatan



kesulitan



selama ... x 24 jam



pendengaran



diharapkan klien



keamanan berdasarkan



1. dapat



bantu



dengan benar 2. klien



dapat



menempatkan penopang untuk mencegah jatuh



23



klien tingkat



fungsi fisik, kognitif dan riwayat



prilaku



sebelumnya



menggunakan alat



- inentifikasi kebutuhan



- idntifiksi prilaku dan faktor yang berpengaruh terhadap resiko jatuh - ajarkan pada klien / keluarga



tindakan



keamanan pada area yang spesifik



3. klien



dapat -



berikan



informasi



emnempatkan



tentang



susunan



lingkungan



pegangan



cirinya (misalnya: tangga,



tangan kebutuhan



sesuai jendela,



bahaya dan



jalan



ciri-



atau



gerbang ) -



ajarkan



pada



klien



bagaimana meminimalkan cidera - pantau emampuan klien untuk pindah dari tempat tidur ke kursi - Gunakan teknik yang tepat untuk memindahkan klien dari dan ke kursi roda, tempat tidur kamar mandi dll



M. Evaluasi 1. Diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori penglihatan a. klien memahami ide yang dikomunikasikan oleh orang lain b. klien dapat memaksimalkan indra yang tidak rusak 2. Diagnosa keperawatan gangguan parsepsi sensori pendengaran a.



klien memahami ide yang dikomunikasikan oleh orang lain



b.



klien dapat memaksimalkan indra yang tidak rusak



3. Diagnoasa keperawatan resiko jatuh a. Klien menggunakan alat bantu dengan benar b. Klien dapat menempatkan penopang untukmencegah jatuh c. Klien dapat menempatkan susunan pegangan tangan sesuai kebutuhan 24



BAB III PENUTUP



A. Kesempulan Pendengaran merupakan salah satu sistem indera manusia yang sangat penting untuk menjalin komunikasi sesama manusia dalam kehidupan sehari hari. Jika seseorang memiliki gangguan pendengaran, maka dia akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain, terutama bagi lingkungan di sekitarnya. Gangguan penglihatan merupakan masalah penting yang menyertai lanjutnya usia dengan berkurangnya penglihatan pada lansia seringkali kehilangan rasa percaya dirinya, berkurangnya keinginan untuk kelua, untuk lebih aktif atau bergerak, mereka kehilangan kemampuan untuk membaca atau menonton televisi.



25



DAFTAR PUSTAKA



Irawati L. 2012. Fisika medik proses pendengaran. Majalah Kedokteran Andalas. 36(2):155-62. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). 2013. Pendengaran sehat untuk hidup bahagia. Jakarta: Kemenkes RI. Snell RS. 2014. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi ke-6. Jakarta: EGC. Supramaniam S. 2011. Prevalensi gangguan pendengaran pada siswa SMA swasta raksana di Kota Medan tahun 2010. Medan: Universitas Sumatera Utara. Zahnert T. 2011. The differential diagnosis of hearing loss. Dtsch Arztebl Int. 108(25):433-44. Kemker BE, Goshorn EL, Sumrall V, Marx CG. 2011. A holistic approach of care for hearing impaired patient. Online Journal of Health Ethics. 7(2):1-12. Stanley, M. & Beare, P.G. (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi ke 2. Jakarta : EGC Nugroho, W (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik Edisi 3. Jakarta : EGC Aspriani, R.Y (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik Aplikasi NANDA, NIC dan NOC Jilid 1. Jakarta TIM



26