GAPI [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up

GAPI [PDF]

TUGAS SEJARAH PERGERAKAN KEBANGSAAN INDONESIA

FRAKSI NASIONAL , PETISI SUTARDJO DAN GAPI

OLEH KELOMPOK IV : NOVITA JAY

17 0 110 KB

Report DMCA / Copyright

DOWNLOAD FILE


File loading please wait...
Citation preview

TUGAS SEJARAH PERGERAKAN KEBANGSAAN INDONESIA



FRAKSI NASIONAL , PETISI SUTARDJO DAN GAPI



OLEH KELOMPOK IV : NOVITA JAYA 1106552/2011 FITRI HANDAYANI 1106580/ 2011 MINA KRISTINA 1106570/ 2011 RENZA PUTRA 131219 RIKRAL DINATA



JURUSAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2013



FRAKSI NASIONAL , PETISI SUTARDJO DAN GAPI A. FRAKSI NASIONAL Pembentukan ini dari Ide Moh. Husni Thambrin sebagai anggota Volksraad ( ketua perkumpulan kaum Betawi , dikarenakan Sikap Pemerintah HB terhadap gerakan politik diluar volksraadd , terutama terhadap PNI, anggapan dan perlakuan yang sama oleh pemerintah terhadap semua gerakan nasional baik Co maupun non Co, didirikan VC tahun 1929 sebagai protes terhadap ethisch Beleid “ Gubernur Jendral de Graef. Dalam tindakanya fraksi1 nasional lebih memusatkan usaha



dalam lingkungan



volksraad , tujuan dari fraksi ini yaitu “ Menjamin adanya kemerdekaan nasionald alam waktu yang sesingkat – simgkatnya melalui : pertama



mengushakan perubaham



ketatanegaraan , kedua berusaha menghapuskan perbedaan – perbedaan politik , ekonomi dan intelektual sebagai antithese kolonial kedua hal itu dilakukan dengan cara yang tidak bertentangan dengan hukum. Hal yang pertama yang dilakukan fraksi nasional yaitu pembelaaan terhadap pemimpin PNI yang ditangkap dalam sidang volksraad , terutama sebelum mereka diadili dalam Agustus 1930 , anggota ini menyatakan tindakan pemerintah melakukan penangkapan tidak dapat dipertanggungjawabkan , yang membuktikan ketidakadilan pemerintah HB terhadap pergerakan rakyat Indonesia . tetapi usaha – usaha Thamrin dalam volksraad ditolak nantinya. Selain itu dalam volksraad fraksi nasional juga menentang pembicaraan mengenai peningkatan pertahanan taun 1930 , dikarenkan Indonesia tidak ada yang harus dipertahankan, sebab masih berada dalam penjajahan, sehingga hanya akan membuang biaya dan lebih baik digunakan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Keadaan negeri yang dipengaruhi krisis malaise dan terlebih setelah diangkatnya seorang gubernur jendral yang reaksioner d Jonge tahun 1931 , membuat kehidupan sosial dan ekonomi Indonesia semakin memburuk , keadaan ini juga mmebuat Fraksi nasional melakuka kegiatan untuk perbaikan hal sosial – ekonomi rakyat . salah satu upaya yang dilakukan fraksi nasional dalam bidang sosial yaitu menunutut agar pemerintah menghapuskan peraturan “ Wilde Scholden ordonnantie “ bahkan demi memperjuaangkan hal ini benar benar dikabulkan Belanda anggota fraksi nasional rela untuk keluar dalam Volksraad 2, sehingga Pemerintah terpaksa menghapuskannya. 1 2



Fraksi dalam volksraad berarti suatu golongan Hal ini mengacam belanda karena volksraad kan kehilangan artinya karena wakil indonesia tidak ada lagi



Dalam hal fraksi nasional permasalalahn terjadi ketika adanya perpecahan suara dalam menanggapi petisi Sutardjo nantinya. B. PETISI SUTARDJO Dalam usaha perjuangan politik secara non Co tidak memungkinkanlagi Gerakan nonkooperatif yang tidak mendapat jalan, sementara gerakan kooperatif mendapat persetujuan pemerintah Hindia Belanda. Karena itu masih ada jalan untuk meneruskan perjuangan lewat Dewan Rakyat dengan membangkitkan kesadaran nasional serta gerakan – gerakan atau aksi bersama yang dapat meningkatkan solidaritas antar partai., salah satu bentuk ini yaitu petisi Sutardjo. Petisi ini dikemukan oleh Sutardjo Kartohadikoesoemo , sebagai ketua dari Persatuan Pengawai Bestuur ( pamong praja bumi Putra / PPBB) Juli 1936 , dia mengajukan usul pada pemerintah Hindia Belanda agar diadakan konferensi Kerajaan Belanda yang membahas status politik yang berupa otonomi meskipun masih ada dalam batas pasal 1 UUD Kerajaan Belanda. Yang menjelaskan bahwa dibutukannya kerjasama antara Belanda dan IndonesiA , agar tidak merugikan kedua belah pihak serta mendorong rakyat untuk memajukan negerinya dalam menentukan kebijakan politik, sosial, dan ekonomi yang disesuaikan dengan kebutuhan masing – masing pihak . keadaan demikian mengambarkan bahwa petisi ini bersifat sangat moderat tidak hany mencerminkan nada co , namun sikap hati – hati yang bersifat legal . Petisi ikut ditandatangani oleh I. J. Kasimo, Ratulangi, Datoek Toemengoeng, dan Kwo Kwat Tiong dapat dilihat sebagai upaya untuk jalan keluar dari masalah yang dilalui para nasionalis, tetapi berbagai pihak memberikan kritik bahwa petisi tersebut sama halnya dengan meminta-minta untuk dikasihani, lain pihak memandang petisi tersebut dapat mengurangi perjuangan otonomi yang dilakukan pihak lain. Pada umumnya pihak Belanda monolak petisi itu dan Vaderlandse Club (VC) menganggap hal itu belum waktunya karena daerah jajahan dianggap belum matang untuk memperoleh itu semua. C. GAPI ( Gabungan Politik Indonesia ) Adanya Penolakan terhadap petisi Sutarjo membuat para pemimpin nasional menjadi kecewa, yang membuat lemahnya



semangat mereka dan mulai muncul perbedaan



pendapat. Untuk mengatasi krisis kekuatan nasional, M. H. Thamrin mencari suatu jalan yang ditempuhnya melalui pembentukan organisasi baru dengan rapat awal Maret 1939 dan pada bulan 21Mei 1939 GAPI baru didirikan , yang mencakup gabungan dari



Parindra, Gerindo, Persatuan Minahasa, Partai Islam Indonesia, Partai Katolik Indonesia, Pasundan dan PSII. Dalam anggaran dasar GAPI berdasarkan hak untuk menentukan diri sendiri , persatuan nasional dari seluruh bangsa Indonesia , dengan berdasarkan kerakyatan dalam paham politik ekonomi dan sosial , persatuan seluruh aksi pergerakan Indonesia . Dalam tahap perkembanganya GAPI mengadakan konfrensi pertama Juli 1939 yang membicarakan bahwa aksi GAPI “ dengan Indonesia berpalemen” , yang tidak menuntut kemerdekaan penuh , melainkan suatu parlemen yang berdasarkan kepada sendi – sendi demokrasi. Pada tanggal 24 Desember 1939 Gapi membentuk sebuah badan Kongres Rakyat Indonesia (KRI) yang bertujuan untuk menyejahterakan penduduk. Kegiatan GAPI selanjutnya dilakukan oleh KRI yang kemudian mengadakan kongres-kongres ―Indonesia Berparlemen tetap merupakan tujuan utama GAPI, selain memajukan masalah-masalah sosial ekonomi. GAPI juga menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi, lagu ―Indonesia Raya menjadi lagu kebangsaan dan bendera merah putih menjadi bendera Indonesia. Pemerintah memberikan reaksi dingin terhadap resolusi GAPI, Untuk menjawab ini semua pemerintah hanya membentuk Komisi Visman. Meski demikian GAPI terus menempuh demi tercapainya ―Indonesia Berparlemen. Untuk mengefektifkan perjuangan GAPI, KRI diubah menjadi Majelis Rakyat Indonesia (MRI) dalam sebuah konferensi di Yogyakarta tanggal 14 September 1941. Sebagai satu federasi, maka yang duduk dalam dewan pimpinan adalah GAPI, MIAI dan PVPN, berturut-turut mewakili federasi organisasi politik, organisasi Islam, dan frderasi serikat pekerja dan pegawai negeri. Setiap organisasi yang menjadi wadah federasi partai politik mempunyai organ-organ pelaksana dan hal ini dapat dibanding-bandingkan PPKI dengan Kongres Indonesia Raya, GAPI dengan KRI, dan Dewan Pimpinan dengan MRI. Kongres memilih Mr. Sartono sebagai ketua MR Satu-satunya tuntutan kaum nasionalis yang di penuhi pemerintah adalah pembentukan komisi visman dalam bulan Maret 1941. Panitia bertugas menyelidiki sejauhmana kehendak rakyat Indonesia sehubungan dengan perubahan pemerintah. Akan tetapi pelaksanaan komisi ini sangat mengecewakan karena dari hasil yang dicapai komisi itu adalah hanya keinginan orang-orang Indonesia dimana masih tetap dalam ikatan dengan kerajaan Belanda.



DAFTAR PUSTAKA Sartono, Kartodirdjo. ( 1990 ). Pengatar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah Pergerakan Nasional : Dari Kolonialisme sampai Nasionalisme. Jilid 2. Jakarta: Gramedia



AK. Pringgodigdo. ( 1986) Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia Jakarta: Dian Rakyat Nugroho Noto Susanto, dkk. ( 1993). Sejarah Nasional Indonesia V. Jakarta : Balai Pustaka