Geologi Jawa Timur Kelompok 6 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

GEOLOGI JAWA TIMUR



DOSEN PENGAMPU BIGHARTA BEKTI SUSETYO, S.Pd, M.Pd



KELOMPOK 6



1. Dian Jordan Simamora



( 19045010 )



2. Fajri



( 19045067 )



3. Nadya Hendri Zulkarnain



( 19045083 )



4. Jihan Fathia Khairunnisa



( 19045136 )



JURUSAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2020



KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan rahmat, hidayah dan karunian-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Dalam makalah ini, kami akan membahas mengenai tentang geologi Jawa Timur. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada bapak Bigharta Bekti Susetyo, S.Pd, M.Pd selaku dosen mata kuliah Geologi Indonesia yang memberikan tugas ini. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, saran atau kritikan yang dapat membangun dari pembaca sangat kami harapkan guna menyempurnakan makalah selanjutnya. Harapan kami semoga makalah ini bisa menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya lebih baik. Demikian makalah ini kami buat, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.



Padang, Maret 2020



Penyusun



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG B. RUMUSAN MASALAH C. TUJUAN PENULISAN BAB II PEMBAHASAN A. FISIOGRAFI REGIONAL JAWA TIMUR B. STRUKTUR GEOLOGI REGIONAL C. SEJARAH GEOLOGI REGIONAL D. GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN JAWA TIMUR BAGIAN UTARA E. STRATIGRAFI CEKUNGAN JAWA TIMUR UTARA F. SISTEM MINYAK BUMI DI CEKUNGAN JAWA TIMUR G. BENCANA DI JAWA TIMUR BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA



BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jawa Timur secara geografis  terletak di antara 111 00 Bujur Timur – 11404’ Bujur Timur  dan 70 12’Lintang  Selatan  – 8048”Lintang Selatan , dengan luas wilayah sebesar 47.963 km2 yang meliputi dua bagian utama. Yaitu Jawa Timur daratan dan Kepulauan Madura.  Wilayah daratan Jawa Timur sebesar 88,70 persen atau 42.541 km2, sementara luas Kepulauan Madura  memiliki luas 11.30 persen atau sebesar 5.422 km2. Jumlah penduduknyapadatahun2010mencapai  37.476.757jiwa



.



Secara  administratif Jawa Timur terbagi menjadi 29 kabupaten dan 9 kota,  dengan  Kota Surabaya sebagai ibukota provinsi.  Ini menjadikan Jawa Timur sebagai provinsi yang memiliki jumlah kabupaten/kota terbanyak di Indonesia.   Jawa Timur terbagi dalam 4 Badan Koordinasi  Wilayah (Bakorwil ), sebagai berikut Bakorwil I Madiun meliputi Kota Madiun, Kab. Madiun, Kab. Magetan, Kab. Ponorogo, Kab. Ngawi, Kab. Trenggalek, Kab. Tulungagung, Kota Blitar, Kkab. Blitar, dan Kab. Nganjuk.  Bakorwil II Bojonegoro meliputi Kab. Bojonegoro, Kab. Tuban, Kota Mojokerto, Kota Kediri, kab. Kediri, Kab. Jombang, dan Kab. Lamongan.  Bakorwil III Malang, meliputi Kota Malang, Kab. Malang, Kota Batu, Kota Pasuruan, Kab. Pasuruan, Kota Probolinggo, kab. Probolinggo, kab. Lumajang, kab. Jember, Kab. Bondowoso, Kab. Situbondo dan Kab. Banyuwangi.  Bakorwil IV  Pamekasan meliputi,  Kota Surabaya, Kab. Sidoarajo, kab. Gresik, kab. Bangkalan, Kab. Sampang, Kab. Pamekasan, dan kab Sumenep. Mayoritas  penduduk Jawa Timur adalah Suku Jawa, namun demikian, entitas di Jawa Timur lebih heterogen. Suku Jawa menyebar hampir di seluruh wilayah Jawa Timur daratan.  Umumnya Suku Jawa menganut agama Islam, sebagian menganut agama Kristen,  Katolik, Hindu dan Buddha. Jawa timur memiliki keadaan geologi yang unik dan akan dibahas dalam makalah ini. B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana fisiografi regional Jawa Timur? 2. Bagaimana Struktur Geologi Regional?



3. Sejarah geologi regional? 4. Geologi regional cekungan Jawa Timur bagian utara? 5. Bagaimana stratigrafi cekungan jawa timur utara? 6. Bagaimana sistem minyak bumi dicekungan Jawa Timur? 7. Bagaimana bencana di Jawa Timur? C. TUJUAN 1. Untuk menjelaskan fisiografi regional Jawa Timur 2. Untuk menjelaskan Struktur Geologi Regional 3. Untuk menjelaskan Sejarah geologi regional 4. Untuk menjelaskan Geologi regional cekungan Jawa Timur bagian utara 5. Untuk menjelaskan



stratigrafi cekungan jawa timur



utara 6. Untuk menjelaskan sistem minyak bumi dicekungan Jawa Timur 7. Untuk mengetahui bencana di Jawa Timur



BAB II PEMBAHASAN



A. FISIOGRAFI REGIONAL JAWA TIMUR



Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Timur menjadi beberapa zona dan subzona fisiografi, yaitu : 1.



Zona Pegunungan Utara, terdiri dari Gunung Muria yang tersusun atas batuan leucite, Gunung Lasem dan Gunung Butak dengan batuan penyusun andesitik. Gunung Muria pada Kala Holosen merupakan gunung yang berdiri sendiri tetapi sekarang dihubungkan dengan Pulau Jawa oleh dataran alluvial Semarang – Demak – Kedu – Pati –Rembang.



2.



Zona



Perbukitan



Rembang-Madura,



merupakan



sebuah



daerah



antiklinorium Rembang Utara dan Cepu yang berada di bagian selatannya, dengan arah memanjang dari barat ke timur. Kedua antiklinorium ini dipisahkan oleh Depresi Blora-Kening. Antiklinorium ini merupakan hasil gejala tektonik Tersier Akhir yang dapat ditelusuri hingga Selat Madura. Zona ini sejajar dengan Zona Kendeng dan dipisahkan oleh Depresi Randublatung. Puncak tertinggi yaitu Gunung Gading (535 m). Zona ini tersusun atas endapan pasir dankerikil.



3.



Zona Depresi Randublatung, merupakan zona depresi fisiografi maupun tektonik yang membentang antara Zona Kendeng dan Rembang. Depresi initerbentuk



pada



Kala



Plistosen



dengan



arah



barat-timur.



Bagian



tersempitnya berada di sekitar Cepu yang melebar kearah timur hingga Selat Madura.Zona ini juga merupakan sinklinisasi yang tersusun atas berbagai batuansedimentebal. 4.



Zona Kendeng, merupakan antiklinorium dengan panjang 250 kilometer, lebar kurang lebih 20 kilometer, dan ketinggiannya kurang lebih 500 meter. Zona ini membentang dari Gunung Ungaran ke arah timur sampai ke daerah Mojokerto, bahkan dapat ditelusuri hingga Madura. Di dekat Ngawi zona ini terpotong oleh Sungai Solo yang mengalir dari selatan ke utara. Di bagian timur terdapat Gunung Pandan yang menembus lapisan berumur Tersier. Pegunungan Kendeng merupakan tulang punggung dari zona ini. Mulai dari daerah ini, lebar dan ketinggiannya berangsur-angsur menurun dan antiklinnya menghilang di bawah endapan delta Brantas di sekitarMojokerto. Berdasarkan intensitas vulkanik dan variasi stratigrafinya, Zona Kendeng dibagi beberapa wilayah: Kendeng Barat mencakup daerah yang berbatasan dengan Gunung Ungaran disebelah barat hingga daerah sekitar Purwodadi, Kendeng Tengah mencakup daerah Purwodadi hingga Gunung Pandan, dan Kendeng Timur mencakup daerah Gunung Pandan hinggaMojokerto.



5.



Zona Solo, merupakan suatu depresi yang secara tektonik dan fisiografi serupa dengan Zona Bandung Jawa Barat. Zona ini tersusun oleh beberapa gunungapi muda dan dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu: - Sub Zona Ngawi-merupakan sebuah depresi sinklin yang berbatasandengan Zona Kendeng di sisi selatan. Batuan alluvial mengisi zona ini mulai dari Delta Brantas sampai Sragen dan Ngawi hingga Jombang. Subzona Solo terbentuk oleh gunungapi-gunungapi kuarter dan dataran intermotan.- Subzona Blitarberbatasan dengan zona pegunungan selatan di selatan JawaTimur.



6.



Zona Pegunungan Selatan Jawa Timur, merupakan suatu blok yang telah terangkat dan tererosi dengan lebar 55 kilometer. Bagian timur terisi oleh batugamping, sedangkan bagian utara terisi oleh sedimen volkanik. Dilihat dari letaknya, maka secara fisiografi daerah penelitian termasuk ke dalam Zona Kendeng bagiantimur.



Berdasarkan fisiografi dan kondisi Geologi, Wilayah Jawa Timur dibagi 3 bagian, yaitu : 1. Bagian Utara, potensi Migas serta Gamping 2. Bagian Tengah, potensi Air Tanah, Bahan Galian Konstruksi, Energi Air serta Panas Bumi 3. Bagian Selatan, potensi Energi Air dan Bahan Galian Mineral B. STRUKTUR GEOLOGI REGIONAL Pola umum tektonik Pulau Jawa dihubungkan dengan konsep tektonik wrench fault (Moody & Hill 1956) yang disebabkan oleh gaya lateral utara-selatan, menghasilkan dua patahan berarah baratlaut-tenggara dan timurlaut-baratdaya. Terdapat tiga tahap orogenesa yang berpengaruh pada wilayah cekungan Jawa Timur Utara, yaitu : 1.



Kapur Atas sampai Eosen Tengah. Pada Kapur Akhir terjadi deformasi kompresi mengikuti ”collision” lempeng Laut Jawa bagian timur dengan Paparan Sunda. Pada Kala Eosen terjadi rifting yang diikuti oleh pengaktifan kembali sesar naik pre-Eosen dan pembentukan sesar normal.



2. Miosen Tengah, ditandai oleh peristiwa regresi. Fase ini juga ditandai oleh hiatus didaerah Cepu dan dicirikan oleh perubahan fasies dari transgresi menjadi regresi diseluruh Zona Rembang. Pada tahap ini juga terbentuk zona sesar RMKS (Rembang-Madura-Kangean-Sakala) yang merupakan Wrenching Left Lateral. 3. Plio-Plistosen, pada kala ini terbentuk lipatan-lipatan hingga Plistosen Akhir. Aktivitas vulkanik busur Sunda – Jawa dimulai pada Pliosen Akhir berlanjut hingga sekarang. Van Bemellen (1949) mengemukakan bahwa Cekungan Jawa Timur Utara mengalami dua kali pengangkatan yaitu Kala Intra Miosen dan Kala Plio-Plistosen yang membentuk antiklinorium dan patahan-patahan. Berdasarkan pengangkatan yang kedua, van Bemmelen membagi cekungan ini menjadi 3 zona tektonofisiografi berturut-turut dari utara-selatan: A.



Zona Perbukitan Kendeng, memanjang dengan arah timurbarat terutama dicirikan oleh struktur lipatan, sesar normal, dan banyak terdapat sesar naik.



B. Zona Rembang Selatan dan Randublatung, merupakan zona negatif dengan pola struktur berarah timur-barat dan terutama dicirikan oleh pola lipatan. Juga terdapat struktur kubah yang berasosiasi dengan struktur sesar seperti antiklin Ngimbang. C. Zona Rembang Utara dan Madura Utara, merupakan daerah struktur antiklinorium yang terangkat dan tererosi pada Plio-Plistosen, berasosiasi



dengan sistem sesar mendatar mengiri berarah timurlaut-baratdaya yang menerus kekawasan Kalimantan Selatan. Sedangkan menurut Samuel L dan de. P Genevraye (1972), pengangkatan pertama Antiklinorium Kendeng terjadi pada Kala Pliosen Akhir. Pengangkatan ini diiringan dengan adanya patahan-patahan dan atau lipatan-lipatan berarah barat timur yaitu sejajar dengan poros Pulau Jawa (Sitomorang, 1976). Antiklin sempit dijumpai pada Formasi Sonde dan Formasi Mundu, antiklin lebar terdapat pada Formasi Ledok, sedangkan sinklin lebar dijumpai pada Formasi Pucangan dan Formasi Kabuh. Beberapa sumbu antiklin dan sinklin tersebut tergeser oleh adanya patahanIII-8patahan berarah baratlaut-tenggara dan baratdayatimurlaut (Noya dkk, 1992). Umumnya di Cekungan Jawa Timur Utara patahanpatahan berarah baratdaya-timurlaut pula menggeser lipatan baik sinklin maupun antiklin yang berarah barat-timur. D. SEJARAH GEOLOGI REGIONAL Selama Zaman Kapur, Laut Jawa merupakan suatu daratan (Pringgoprawiro, 1983). Suatu regresi besar yang datang dari arah selatan, tenggara, timur, dan sebagian Jawa Tengah terjadi pada Zaman Tersier sehingga endapan Kala Eosen lebih bersifat litoral hingga sub-litoral pinggir. Pada Kala Oligosen, Zona Kendeng ditutupi oleh laut dalam dengan endapannya bersifat material volkanik klastik yang berasal dari old andesite volcanoes di sebelah selatan. Sedangkan di Laut Jawa terbentuk paparan stabil sampai daerah Dataran Kujung. Di daerah ini terbentuk pula terumbu batugamping (Suparjadi et al, 1975, dalam Soejanto, F.X dan Sumantri, R.Y., 1977). Selama Miosen Awal di Jawa Tengah terjadi regresi yang menyebabkan kegiatan tektonik yang sangat aktif.Keadaan ini menyebabkan pula terjadinya penurunan cekungan secara cepat. Cekungan ini ditutupi oleh laut dalam sehingga terbentuklah endapan flysh (Formasi Pelang). Sedangkan di daerah utara terbentuk sesar-sesar aktif yang menyebabkan Dataran Kujung menjadi tidak stabil. Kondisi ini sangat menghambat perkembangan terumbu dan di laut dangkal sampai laut dalam diendapkan materialmaterial klastik halus yang bersifat karbonatan (Formasi Kujung) berupa napal dan karbonatan. Pada Kala Miosen Tengah terjadi pengangkatan di daerah utara yang mengakibatkan Dataran Kujung terangkat. makin ke arah selatan ditempati oleh laut dangkal ( laut neritik-paralik ) dengan endapan sedimen klastik yang berasal dari Dataran



Kujung. Sedangkan di daerah selatan lebih bersifat napal dan karbonan. Kemudian di bagian yang terdalam terendapkan endapan flysh ( Formasi Kerek ). Transgresi baru terjadi kembali pada Kala Miosen Tengah bagian Atas sampai Miosen Akhir. Dataran Kujung yang sebelumnya merupakan daerah aktivitas tektonik menjadi sebuah tinggian yang stabil sehingga terumbu (Batugamping Kerren) berkembang sangat baik, sedangkan napal dan karbonat terendapkan di daerah yang lebih dalam. Zona Kendeng kembali mengalami pensesaran dan penurunan cekungan sehingga endapan turbidit dan slumping menjadi ciri-ciri sedimennya ( Formasi Kerek ). Pada Kala Pliosen , kondisi berubah dengan terjadinya pengangkatan geoantiklin di sebelah selatan dan pendangkalan lantai samudra di Zona Kendeng. Di daerah selatan terendapkan endapan hasil gunug api klastik dan di tempat yang jauh dari pengaruh klastik muncul terumbu (Batugamping Dander). Daerah utara lebih stabil kecuali Daerah Bojonegoro. Pertumbuhan terumbu (Batugamping Karren) terus berkembang baik di Dataran Kujung. Sedangkan di sebelah selatan tinggian hasil pengangkatan geoantiklin menjadi suatu paparan laut terbuka dengan system pengendapan karbonat klastik. Tektonik regional Plio-Pleistosen terjadi di Pulau Jawa bagian utara akibat pendangkalan samudra di daerah utara. Kegiatan tektonik berangsur melemah dan berlangsung terus hingga Kuarter dengan menghasilkan lipatan dan sesar-sesar yang melibatkan endapan material klastik halus sampai kasar pada Formasi Lidah, Formasi Pucangan dan Formasi Kabuh. Pada Kala Pleistosen Akhir kegiatan gunungapi meningkat sehingga menghasilkan endapan piroklastik (Formasi Notopuro) pada lingkungan darat dan kegiatan tektonik tidak mengalami pergerakan yang begitu berarti sehingga membentuk morfologi seperti sekarang ini.



E. GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN JAWA TIMUR BAGIAN UTARA Cekungan Jawa Timur bagian Utara merupakan salah satu cekungan belakang busur (backarc) berumur tersier di Indonesia bagian Barat yang memanjang dari arah barat hingga timur kurang lebih 250 kilometer. Zona cekungan meliputi Pantai Utara Jawa yang membentang dari Tuban ke arah timur melalui Lamongan, Gresik, dan hampir keseluruhan Pulau Madura. Kerangka Tektonik Cekungan Jawa Timur Utara Perkembangan tektonik yang berkembang di Cekungan Jawa Timur tidak terlepas dari aktivitas tektonik wilayah Asia Tenggara, yaitu pergerakan Lempeng



Samudera Indo -Australia ke arah utara, Lempeng Samudera Filipina dan Pasifik bergerak ke arah barat, dan Lempeng Eurasia yang relatif stabil. Batuan dasar Cekungan Jawa Timur terbentuk selama penunjaman Lempeng Samudra Indo – Australia terhadap Lempeng Benua yang berada sepanjang timurlaut – baratdaya arah Sutura Meratus. Pada lepas pantai Cekungan Jawa Timur dicirikan oleh rangkaian tinggian batuan dasar dan bagian rendahan (graben) yang memuat akumulasi sedimen Tersier hingga ribuan meter. Pola tinggian dan rendahan ini menerus hingga bagian daratan Cekungan Jawa Timur dengan arah relatif terbelokkan ke arah barat membentuk pola kelurusan timurlaut – baratdaya. Pembelokkan pola ini dipengaruhi oleh struktur inversi berarah timur – barat yang terjadi pada periode selanjutnya disepanjang pantai utara Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Pulau Madura yang disebut Zona Sesar Rembang – Madura – Kangean (RMK). Terdapat tiga tahap orogenesa yang berpengaruh di cekungan Jawa Timur Utara, yaitu : 1. Kapur Atas – Eosen Tengah; Pada Kapur Akhir terjadi deformasi kompresi mengikuti tumbukan lempeng Laut Jawa bagian timur dengan Paparan Sunda. Pada Eosen terjadi rifting yang diikuti oleh pengaktifan kembali sesar naik pra – Eosen dan pembentukan sesar normal. 2. Miosen Tengah; Orogenesa ditandai oleh peristiwa regresi dan hiatus di daerah Cepu yang dicirikan oleh perubahan fasies dari transgresi menjadi regresi di seluruh Zona Rembang. Pada tahap ini terbentuk zona sesar RMKS (Rembang – Madura – Kangean – Sakala) yang merupakan wrenching left lateral.6 3. Pliosen – Plistosen; Pada Pliosen Akhir terbentuk lipatan – lipatan hingga Plistosen Akhir. Aktivitas vulkanik busur Sunda – Jawa dimulai pada pliosen akhir hingga saat ini. Secara geologi, terbentuknya cekungan Jawa Timur Utara dikontrol oleh dua sistem sesar yaitu sistem sesar mendatar mengiri berarah timurlaut – baratdaya dan arah timur – barat. Cekungan ini dibentuk oleh beberapa elemen struktur utama dari selatan ke utara, yaitu : 1. Zona Kendeng – Selat Madura, memanjang dengan arah timur – barat, dicirikan oleh struktur lipatan, sesar normal dan banyak terdapat sesar naik. 2. Zona Rembang Selatan dan Randublatung yang merupakan zona negatif dengan pola struktur berarah timur – barat dicirikan oleh pola lipatan. Terdapat struktur kubah yang berasosiasi dengan struktur sesar.



3. Zona Rembang Utara dan Madura Utara, struktur antiklinorium yang terangkat dan tererosi pada Pliosen – Plistosen berasosiasi dengan sistem sesar mendatar mengiri berarah timurlaut – baratdaya yang menerus hingga Kalimantan Selatan.



Cekungan Jawa Timur berada di ujung tenggara Paparan Sunda yang dibatasi oleh Busur Karimunjawa dibagian barat, Tinggian Meratus dibagian utara, Tinggian Masalembo dibagian timur, dan Jalur Vulkanik Jawa dibagian selatan (Sribudiyani, 2003). Cekungan Jawa Timur dipisahkan menjadi tiga mandala struktur (structural provinces) dari utara ke selatan (Satyana, 2003), yaitu : 1. Paparan Utara yang terdiri dari Busur Bawean, Paparan Madura Utara dan Paparan Kangean Utara. 2. Bagian tengah yaitu Tinggian Sentral yang terdiri dari Jawa Barat Laut – Madura – Kangean – Tinggian Lombok. 3. Bagian selatan dikenal sebagai Cekungan Selatan yang terdiri dari Zona Rembang – Selat Madura – Sub-Cekungan Lombok. F. STRATIGRAFI CEKUNGAN JAWA TIMUR UTARA Stratigrafi Cekungan Jawa Timur Bagian Utara dibagi menjadi beberapa Formasi (berdasarkan Mudjiono, et. al, 2001), yaitu : 1. Batuan dasar Pra – Tersier Batuan dasar Pra – Tersier yang mengalasi batuan sedimen di Cekungan Jawa Timur Utara terdiri atas batuan beku, ofiolit, metasedimen, dan metamorf yang dipisahkan oleh tinggian – tinggian berarah timurlaut – baratdaya. Terdapat variasi persebaran litologi dari barat ke timur. 2. Formasi Pra – Ngimbang Batuan berumur Eosen Awal ini terdiri atas batupasir sisipan serpih, batulanau, dan batubara yang merupakan endapan synrift dan tidak selaras Formasi Ngimbang di atasnya. Pada Cekungan Jawa Timur, formasi ini hanya ditemukan pada bagian timur, yaitu daerah Lepas Pantai Bali Utara dan Kangean Timur.



3. Formasi Ngimbang Sedimentasi Formasi Ngimbang berlangsung pada pada kala Eosen Tengah hingga Oligosen Awal. Pengendapan Formasi Ngimbang bagian bawah dipengaruhi oleh konfigurasi half-graben pra-Tersier yang berarah timurlaut – baratdaya. Transgresi yang terjadi menyebabkan sedimen pengisi graben yang awalnya dimulai dari endapan silisiklastik laut dangkal menjadi semakin mendalam ke arah atas. Kenaikan air laut mengendapkan batugamping “CD” sebagai endapan Formasi Ngimbang bagian atas, yang terdiri dari batugamping, dengan perselingan serpih dan 10 batupasir. Formasi Ngimbang bagian bawah terdiri dari perulangan batupasir, serpih, dan lanau dengan sisipan tipis batubara. 4. Formasi Kujung Pada Oligosen akhir – Miosen awal diendapkan Formasi Kujung dengan batuan yang didominasi oleh batugamping dan marl dengan sisipan tipis batupasir. Terdapat fosil foraminifera, pecahan koral, dan alga pada batugamping. Formasi Kujung tersebar luas, meliputi daerah Purwodadi menerus ke arah timur ke arah Tuban dan Madura. a. Satuan Kujung III (Oligosen Akhir bagian Awal) Satuan ini terdiri atas perselingan batupasir konglomeratik, sisipan batubara, batugamping dan serpih. Pada daerah rendahan di dominasi oleh serpih, sedangkan daerah tinggian merupakan tempat sedimentasi karbonat paparan dangkal. b. Satuan Kujung II (Oligosen Akhir bagian Akhir) Satuan ini berada selaras diatas satuan Kujung III dan dibedakan berdasarkan



peningkatan



kandungan



karbonat.



Satuan



ini



terdiri



atas



batugamping dan serpih dengan sisipan batupasir dan batulanau. Litologi dan ketebalan satuan ini bervariasi di tiap tempat sesuai konfigurasi batuan dasar purba. Pengendapan satuan Kujung II dan Kujung III sebagian besar dikontrol oleh konfigurasi struktur timurlaut – baratdaya. Pengendapan satuan Kujung I yang terjadi pada fase transgresi 11 telah menutupi hampir seluruh Jawa Timur dengan batugamping tebal yang umumnya berupa terumbu. c. Satuan Kujung I (Oligosen Akhir – Miosen Awal) Satuan Kujung I batugamping masif dan menerus berada selaras diatas satuan Kujung II dengan ketebalan bervariasi sesuai perkembangan terumbu secara lokal. Terumbu berkembang baik pada daerah tinggian batuan dasar purba



tetapi secara cepat berubah menjadi fasies serpih dan mengandung lapisan tipis batugamping dari fasies sedimen energi rendah yang dibentuk di sekitar rendahan. Fasies serpih ini menumpu (onlap) terhadap terumbu satuan Kujung I. Kenampakan paleogeografi yang dominan adalah tepi paparan (shelf edge) berarah timur – barat kurang lebih sejajar dengan garis pantai utara Madura dan Jawa sebelum masuk ke daratan Pulau Jawa. Pada beberapa daerah, terlihat perubahan fasies dari karbonat terumbu tepi paparan satuan Kujung I yang tebal dan bersih menjadi serpih laut dalam yang diendapkan di daratan Jawa dan Madura. 5. Formasi Tuban Bagian bawah dari pengendapan Formasi Tuban didefinisikan sebagai perubahan fasies dari endapan batugamping Formasi Kujung menjadi silisiklastik Formasi Tuban yang dipengaruhi regresi. Periode 12 regresi ini merupakan peristiwa regional terjadi di sebagian besar wilayah Asia Tenggara. Hal ini menyebabkan pengangkatan daerah sumber sedimen kawasan hulu (hinterland) di sebelah utara dan erosi sedimen klastik hingga mengalir ke tempat yang lebih rendah. Setelah itu terjadi transgresi selama pertengahan hingga akhir Miosen Awal kemudian terendapkan serpih dengan perselingan batugamping, napal, dan batupasir. Pada akhir Miosen Awal, bagian atas Formasi Tuban terendapkan batugamping terumbu (Terumbu Rancak) yang dibedakan menjadi fasies terumbu dengan energi pengendapan tinggi dan energi rendah. 6. Formasi Ngrayong Pengangkatan daerah sumber sedimen di kawasan hulu menjadi sumber sedimen di Formasi Ngrayong yang terendapkan selama Miosen Tengah. Formasi ini terdiri atas satuan batupasir kuarsa dengan perselingan batulempung, lanau, lignit, dan batugamping bioklastik. Pada batupasir kuarsa terkadang ditemukan cangkang moluska laut. Lingkungan pengendapan Formasi Ngrayong di paparan laut dangkal hingga lingkungan batial (laut dalam). 7. Formasi Wonocolo Pada Miosen Tengah terjadi pengendapan transgresi. Formasi Wonocolo terdiri dari batulempung karbonat didominasi oleh napal, napal lempungan, dan napal pasiran dan kalkarenit yang tersebar dengan arah timur – barat dan meinipis ke arah timur dan utara.13



8.



Formasi Ledok (Miosen Awal – Pliosen Awal) Terdiri atas perulangan napal pasiran, kalkarenit dengan napal dan



batupasir. Semakin atas bagian formasi, ukuran butir batupasir karbonatan menjadi lebih kasar dengan kandungan mineral glaukonit meningkat. Formasi ini diendapkan pada lingkungan neritik. Batugamping terumbu pada formasi ini oleh sebagian peneliti disebut Karren Limestone. 9. Formasi Mundu (Pliosen Awal – Pliosen Akhir) Terdiri atas napal berwarna kehijauan, masif dan kaya foraminifera. Bagian atas terdiri dari Anggota Solerejo dengan perselingan batugamping pasiran dan pasir napalan. Penyebaran formasi cukup luas. Diperkirakan formasi ini diendapkan pada laut terbuka, zona batial pada bagian bawah dan berkembang ke arah atas pada lingkungan paparan dangkal dengan kedalaman antara 100-200 meter. 10. Formasi Paciran Dicirikan oleh batugamping terumbu yang menyebar pada zona rembang. Berumur Pleistosen dan diendapkan pada laut dangkal, secara lateral menjemari dengan Formasi Mundu dan Formasi Lidah. 11. Formasi Lidah Transgresi



yang



berlangsung



dari



Pliosen



hingga



Plistosen



mengendapkan Formasi Lidah yang tersusun oleh batulempung hitam dan napal berlapis yang diselingi oleh batupasir. G. SISTEM MINYAK BUMI DI CEKUNGAN JAWA TIMUR Sistem minyak bumi (petroleum system) adalah komponen yang harus dimiliki untuk memungkinkan terkumpul dan terakumulasinya suatu minyak bumi di suatu cekungan. Cekungan Jawa Timur merupakan cekungan tersier penghasil hidrokarbon sejak akhir abad ke – 18, terutama dari daerah Cepu, Bojonegoro, dan Surabaya. Petroleum system terdiri dari komponen penting, yaitu : 1. Batuan Induk (Source Rock) Batuan induk hidrokarbon utama di Cekungan Jawa bagian Timur ini berasal dari serpih karbonatan berasal dari lingkungan marginal marine, deltaik,



dan lakustrin Formasi Ngimbang, terutama berasal dari Central Deep Basin (Manur dan Barraclough, 1994) dengan tipe kerogen II dan III sehingga dapat menghasilkan minyak dan gas. Serpih laut dalam pada bagian bawah Formasi Kujung juga berpotensi sebagai batuan induk. 2. Batuan Reservoar (Reservoir Rock) Reservoar adalah batuan dengan porositas dan permeabilitas yang baik untuk menyimpan dan mengalirnya hidrokarbon. Reservoar utama yang berada pada cekungan ini adalah batuan karbonat Formasi Ngimbang dan Formasi Kujung interval I serta reservoar silisiklastik dari Formasi Ngimbang, Formasi Tuban dan Formasi Ngrayong. 15 3. Batuan Tudung (Seal Rock) Batuan tudung memiliki peran sebagai penyekat yang bersifat tidak permeabel seperti batulempung. Seal rock yang berada pada cekungan ini adalah serpih Formasi Ngimbang, Formasi Tuban, Formasi Wonocolo, dan Formasi Mundu. Shale Formasi Tuban merupakan batuan tudung yang memiliki tebal 500’ – 1500’ di Cekungan Jawa Timur Utara. 4. Migrasi Migrasi hidrokarbon terbagi atas migrasi primer, sekunder, dan tersier. Migrasi primer adalah perpindahan fluida hidrokarbon dari batuan induk menuju batuan reservoar. Migrasi sekunder adalah pergerakan fluida dalam reservoar melalui trap. Migrasi tersier adalah pergerakan fluida hidrokarbon setelah pembentukkan akumulasi yang nyata. Migrasi lateral terjadi pada lapisan batuan dengan permeabilitas lateral yang baik. 5. Perangkap (trap) Jenis perangkap di semua sistem minyak bumi Jawa Timur umumnya memiliki kesamaan. Hal ini disebabkan evolusi tektonik yang terjadi pada semua cekungan sedimen di sepanjang batas selatan dari kraton Sunda sehingga tipe struktur geologi dan mekanisme perangkap menjadi relatif memiliki kesamaan. Perangkap struktur yang berkembang berupa antiklin dan patahan serta perangkap stratigrafi ditemukan ketika unit batupasir menumpu (onlap) dan menutupi bagian tinggian batuan dasar. H. BENCANA DI JAWA TIMUR



Di wilayah Jawa Timur terdapat daerah-daerah yang mempunyai tingkat kerawanan terhadap bencana tsunami yaitu meliputi kabupaten Banyuwangi, Jember, Pacitan Trenggalek, Malang Selatan, Blitar Selatan, Lumajang dan Tulungagung selatan. Peristiwa Tsunami pernah terjadi di Banyuwangi pada tahun 1994 yang dipicu oleh gempa bumi dengan kekuatan 7,2 skala Richter mengakibatkan korban 377 jiwa. Daerah-daerah di Jawa Timur yang mempunyai sudut lereng terjal, jenis tanah bertekstur halus dengan ketebalan lebih dari 1 meter serta curah hujan yang cukup tinggi dan pada daerah dengan penutup vegetasi jarang atau gundul dapat berpotensi terjadinya gerakan tanah atau tanah longsor. Daerah-daerah tersebut tidak disarankan sebagai lokasi pemukiman, walaupun pada kenyataannya terjadi sebaliknya, seperti peristiwa longsor yang terjadi di lereng gunung Argopura kecamatan Panti, Balung, dan Sukorambi kabupaten Jember, Jawa Timur pada awal tahun 2006 mengakibatkan korban yang cukup besar selain kerugian harta benda dan ekonomi seperti infrastruktur, bangunan rumah, sekolah. Kawasan yang ditetapkan sebagai daerah kerentanan menengah sampai tinggi terhadap bencana tanah longsor di Jawa Timur adalah Kabupaten Ngawi, Kabupaten Tuban, Kabupaten Magetan, Kabupaten Madiun, Kabupaten Ponorogo, dan Kabupaten Pacitan. Jawa timur juga memiliki banyak Gunung api aktif yang sewaktu-waktu meletus dan menyebabkan bencana alam. Gunung-gunung yang ada di Jawa Timur seperti Gunung lawu, gunung wilis, gunung kelud, gunung bromo,gunung semeru, gunung lamongan, gunung argopuro, gunung raung, gunung arjuna-welirang, serta gunung ijen. Selain dapat menjadi sumber bencana, gunung-gunung di Jawa Timur ini juga berpotensi besar sebagai tempat wisata ketinggian bagi para pendaki gunung yang menyajikan keindahan alam yang sangat memukau. Daerah-daerah yang rentan terhadap bencana gunung merapi di Jawa Timur adalah daaerah-daerah yang berdekatan denan gunung api seperti daerah bondowoso, banyuwangi,kediri, blitar, madiun, ponorogo, probolinggo, pasuruan dan lainnya. Selain bencana alam, jawa Timur juga memiliki bencana sosial yang disebabkan oleh manusia sendiri seperti bencana lumpur lapindo di Kabupaten Sidoarjo yang terjadi karena kesalahan manusia dalam mengeksplor sumber daya sehingga menyebabkan korban harta benda maupun korban jiwa yang cukup besar.



BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Menurut Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Timur menjadi beberapa zona yaitu zona pegunungan utara, zona perbukitan rembang-madura,zona depresi randublatung, zona kendeng, zona solo, dan zona pegunungan selatan jawa timur. Wilayah jawa timur bagian utara berpotensi sumber daya migas serta gamping, jawa timur bagian selatan berpotensi air tanah, bahan galian konstruksi serta panas bumi, sedangkan jawa timur bagian selatan berpotensi energi air dan bahan galian mineral. Jawa timur rentan terhadap berbagai bencana alam maupun bencana sosial seperti gempa bumi, gunung meletus, banjir, tsunami, tanah longsor dan lain-lain. B. SARAN Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis memerlukan saran dan kritik dari pembaca guna menjadikan makalah ini lebih baik untuk kedepannya.



DAFTAR PUSTAKA



https://s.doworkspave.com/d/ACPLoTvXvfYv4WZxuqmFA http://digilib.unil.ac.id/20671/122/bab%20ll.pdf http://media.unpad.ac.id/thesis/270110/2012/270110120127_2_9707.pdf https://www.reseachgate.net/publication/315486479_fieldtrip_geologi_cekungan_jawa_ti mur_utara