Geologi Regional [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Geologi Regional Zona Kendeng (Kendeng Zone) 17 Januari 2015 Geologi, Geologi Indonesia, Geologi Regional



Berdasarkan morfologi tektonik (litologi dan pola struktur), maka wilayah Jawa bagian timur (meliputi Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur) dapat dibagi mejadi beberapa zona fisografis (van Bemmelen, 1949) yakni : Zona Pegunungan Selatan, Zona Solo atau Depresi Solo, Zona Kendeng, Depresi Randublatung, dan Zona Rembang (lihat gambar dibawah). Pemetaan geologi sendiri meliputi salah satu zona fisiografis yaitu Zona Kendeng pada wilayah bagian barat.



Pembagian fisiografi Jawa Tengah dan Jawa Timur menurut van Bemmelen (1949) dengan modifikasi.



I. Geomorfologi Regional Zona Kendeng



Zona Kendeng meliputi deretan pegunungan dengan arah memanjang barat-timur yang terletak langsung di sebelah utara Sub Zona Ngawi. Pegunungan ini tersusun oleh batuan sedimen laut dalam yang telah mengalami deformasi secara intensif membentuk suatu antiklinorium. Pegunungan ini mempunyai panjang 250 km dan lebar maksimum 40 km (de Genevraye & Samuel, 1972) membentang dari Gunungapi Ungaran di bagian barat ke timur melalui Ngawi hingga daerah Mojokerto. Di bawah permukaan, kelanjutan zona ini masih dapat diikuti hingga di bawah selatan Madura.



Morfologi Zona Kendeng dicirikan oleh jajaran perbukitan rendah dengan morfologi bergelombang, dengan ketinggian berkisar antara 50 hingga 200 meter. Jajaran yang berarah barat-timur ini mencerminkan adanya perlipatan dan sesar naik yang berarah barat-timur pula. Intensitas perlipatan dan anjakan yang mengikutinya mempunyai intensitas yang sangat besar di bagian barat dan berangsur melemah di bagian timur. Akibat adanya anjakan tersebut, batas dari satuan batuan yang bersebelahan sering merupakan batas sesar. Lipatan dan anjakan yang disebabkan oleh gaya kompresi juga berakibat terbentuknya rekahan, sesar dan zona lemah yang lain pada arah tenggara-barat laut, barat daya-timur laut dan utara-selatan.



Proses eksogenik yang berupa pelapukan dan erosi pada daerah ini berjalan sangat intensif, selain karena iklim tropis juga karena sebagian besar litologi penyusun Zona Kendeng adalah batulempung, napal, dan batupasir yang mempunyai kompaksitas rendah, misalnya pada Formasi Pelang, Formasi Kerek dan Napal Kalibeng yang total ketebalan ketiganya mencapai lebih dari 2000 meter.



Proses tektonik yang terus berjalan mulai dari zaman Tersier hingga sekarang, banyak dijumpai adanya terasteras sungai yang menunjukkan adanya perubahan dasar sedimentasi berupa pengangkatan pada Zona Kendeng. Sungai utama yang mengalir di atas Zona Kendeng adalah Sungai Bengawan Solo yang mengalir mulai dari utara Sragen ke timur hingga Ngawi, ke utara menuju Cepu dan membelok ke arah timur hingga bermuara di Ujung Pangkah, utara Gresik. Sungai lain adalah Sungai Lusi yang mengalir ke arah barat dimulai dari Blora ke arah Purwodadi dan terus ke barat hingga bermuara di pantai barat Demak hingga Jepara.



II. Stratigrafi Regional Zona Kendeng



Stratigrafi penyusun Zona Kendeng merupakan endapan laut dalam di bagian bawah yang semakin ke atas berubah menjadi endapan laut dangkal dan akhirnya menjadi endapan non laut. Endapan di Zona Kendeng merupakan endapan turbidit klastik, karbonat dan vulkaniklastik. Stratigrafi Zona Kendeng terdiri atas 7 formasi batuan, urut dari tua ke muda sebagai berikut:



Kolom stratigrafi regional daerah penelitian (Harsono, 1983).



1. Formasi Pelang



Terdiri dari Gray Marly Mudstone with Lenticular Intercalation Limestone yang mengandung Foraminifera Besar Eulepidina sp. Lapisan-lapisan ini merupakan lapisan tertua atau lapisan terbawah dari seri perlapisan Neogen yang dijumpai di sebelah barat Perbukitan Kendeng. Formasi Pelang ditindih secara selaras oleh Formasi Kerek diatasnya. Lokasi tipe formasi ini berada kira-kira 1 km dari Juwangi, di dekat Kedungjati, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Distribusi formasi ini berada di lokasi tipe dan juga bukit batugamping kecil yang berada di Mrisi, bagian utara dari Perbukitan Kendeng sebelah Barat, Jawa Tengah. Formasi Pelang merupakan formasi yang berumur Miocene.



2. Formasi Kerek Merupakan seri yang seragam dari batulempung napalan (marly clays) yang mengandung Globigerina, Radiolaria, sponge spicules dan Discoaster, berselingan dengan calcareous tuff-sandstone, dan juga batupasir kuarsa yang mengandung foraminifera besar. Ketebalan rata-ratanya kira-kira 1000 m, tetapi karena perlipatan yang intensif dan juga sesar-sesar yang terjadi menyebabkan tidak ada lapisan yang menunjukkan ketebalan yang sesungguhnya atau asli.



Bagian atas dari Formasi Kerek didominasi oleh volcanic intercalations dibandingkan dengan pada bagian bawah. Pada bagian bawah dapat dikorelasikan dengan flysch seperti Merawu Series dan bagian atas dapat dikorelasikan dengan Penyatan Series yang merupakan bagian dari Pegunungan Serayu Utara. Umur dari Formasi Kerek diestimasikan berumur Lower – Middle Miocene. Formasi Kerek menumpang di atas Formasi Pelang secara selaras dan ditumpangi oleh Formasi Banyak yang merupakan produk vulkanik secara tidak selaras menurut Van Bemmelen (1949a, hal.572) bagian dari Zoan Serayu Selatan. Lokasi tipe dari Formasi Kerek tidak terindikasi. Distribusinya adalah di sepanjang Zona Kendeng antara Semarang (Barat) dan Gundih (Timur), Jawa Tengah. Fosil yang ditemukan antara lain Cycloclypeus (Katacycloclypeus) annulatus Martin.



3. Formasi Kalibeng Formasi Kalibeng dibagi menjadi 2 yaitu Kalibeng Atas dan Kalibeng Bawah. Formasi Kalibeng Bawah memiliki lapisan yang seragam yaitu Unbedded Globigrina-Marls pada bagian Barat Zona Kendeng. Sedangkan Formasi Kalibeng Atas memperlihatkan perubahan fasies dari barat ke timur. Pada bagian barat terdiri dari batugamping koralin batugamping Globigerina, yang mana menuju ke arah timur berubah menjadi bedded sandy marls mengandung glauconite dan Foraminifera kecil dan terkadang berubah menjadi bedded diatomaceous tipis.



Pada bagian barat Zona Kendeng, Kalibeng Bawah memiliki ketebalan kurang lebih 500 m. Kalibeng Atas yang terdiri dari batugamping memiliki ketebalan yang bervariasi antara 50 m hingga 300 m. Ke arah selatan, ketebalan galuconiferous sandy marls semakin menebal menumpangi batugamping, dimana berkembang



juga fasies batupasir yang merupakan endapan batupasir vulkanik dengan ketebalan yang juga bervariasi antara 25 m hingga 150 m.



Batupasir ditumpangi oleh Diatomaceous Marls, dengan ketebalan total (termasuk Batupasir) maksimum 700 m. Fasies Diatomaceous juga berkembang di daerah Surabaya, tetapi menuju ke arah utara fasies kembali berubah menjadi batugamping koralin, dimana batugamping digunakan untuk industri semen. Ketebalan batugamping kira-kira 200 meter. Di Pulau Madura, Formasi Kalibeng Atas juga hadir berupa batugamping Lithothamnium Reef.



Perubahan fasies yang cepat pada Formasi Kalibeng Atas menunjukkan bahwa fasies tersebut diendapkan di lingkungan pantai dengan perubahan kondisi yang signifikan. Formasi Kalibeng menumpangi lapisanlapisan yang mengandung Lepidocyclina (Trybliolepidina) sp. dan forminifera besar lainnya yang mengindikasikan umur Miocene (Formasi Rembang, menurut Duyfjes ; Formasi Kerek, menurut Van Bemmelen). Formasi Kalibeng dapat dikorelasikan, menurut Van Bemmelen (1949) dengan Formasi Banyak/Cipluk (Kalibeng Bawah) dan Formasi Damar Bawah (Kalibeng Atas) di bagian barat Perbukitan Kendeng (Semarang-Ungaran), atau dapat juga dikorelasikan dengan Formasi Wonocolo Atas, Formasi Ledok, dan Formasi Mundu di daerah Rembang. Lokasi tipenya berada di Sungai Kali Beng, 14 km barat laut Jombang pada koordinat 112o 8’ 50’’ E dan 7o 26’ 20’’ S. Distribusinya tersebar di Perbukitan Kendeng antara Surabaya (Jawa Timur) dan Trinil (Jawa Tengah) pada pusat-pusat antiklin, termasuk yang ada di Pulau Madura. Umur dari Formasi Kalibeng adalah Pliocene.



Formasi Kalibeng Atas terdiri dari Anggota Klitik dan Anggota Sonde. Anggota Sonde merupakan Fasies Marls dari Formasi Kalibeng Atas. Marls tersebut hanya berkembang secara lokal, dan secara lateral berkembang menjadi Fasies Batugamping yang merupakan anggota Klitik. Lapisan-lapisan tersebut menumpang di atas Formasi Kalibeng Bawah dan ditumpangi oleh Formasi Pucangan yang berumur Pleistocene. Anggota-anggota formasi tersebut mengandung fosil yang mana 53% diantaranya masih bisa dijumpai hingga sekarang, mengindikasikan umur lapisan adalah Upper Pliocene. Endapan yang berumur sama dapat dijumpai di dekat Padasmalang dan Pengkol, di dekat Sonde dan Sangiran, Utara Surakarta. Napal (Marls) tersebut banyak mengandung fosil-fosil moluska. Tipe lokasi dari Anggota Sonde berada di Sonde dekat Trinil, Kabupaten Ngawi, Lembah Sungai Bengawan Solo, Jawa Timur. Distribusinya secara umum berada di sebelah utara Perbukitan Kendeng. Ditemukan banyak fosil penciri dari Anggota Sonde seperti Turritella angulata cicumpeiensis (Oosting), Terebra verbeeki Martin, T. Insulinidae, Conus sondeianus Martin.



4. Formasi Pucangan



Pada formasi ini dapat dibagi menjadi 2 macam fasies yaitu fasies marine clayey dan fasies volcanic tuffaceous-sandy. Fasies yang kedua merupakan fasies yang banyak mengandung fosil vertebrata. Fasies vulkanik berkembang di perbukitan Kendeng Bagian Barat, dimana semakin ke arah timur berkembang semakin banyak marine intercalations yang menyebabkan di dekat Surabaya, formasi ini terdiri dari batulempung dan tuff vulkanik yang mengandung fosil moluska dari laut. Salah satu bagian paling timur dari Formasi ini adalah di Perning, utara Mojokerto dimana fosil Homo mojokertensis ditemukan. Dari bagian bawah dapat dijabarkan lapisan-lapisan batuan Formasi Pucangan, antara lain: a. Batupasir tuf tipis dan batupasir tuf lempungan, terkadang mengandung fosil moluska laut dan sulit dibedakan dengan “b”. Lapisan ini disebut juga sebagai Zona Moluska I. Tebal lapisan 25 m. b. Napal dan Batulempung, terkadang dijumpai batupasir tuff konglomeratik dengan fosil moluska laut dan secara lokal berkembang coral-bioherms. Terdapat juga boulder-boulder andesit. Disebut juga Zona Moluska II yang sulit dibedakan dengan Zona Moluska I. c. Batupasir tuf berukuran halus yang mengandung variasi lempung, merupakan lapisan-lapisan yang tipis dengan ketebalan 10 m. d. Lapisan tebal batupasir kasar dengan lensa konglomerat tak beraturan disertai boulder andesit, interkalasi tuf halus lempungan. Pada bagian bawah dijumpai lapisan tipis batupasir tuf halus. Pada lapisan ini dijumpai fragmen fosil vertebrata dan merupakan lapisan dimana Homo mojokertensis ditemukan. Ketebalan lapisan 100 m. e. Batulempung Hijau, penyebarannya lokal. Ketebalan 5 m. f. Batupasir tuf lempungan-napalan dengan fosil moluska laut dan Echinoid. Disebut juga sebagai Zona Moluska III. Ketebalan lapisan 10 m. g. Batupasir Tufan. Ketebalan 35 m.



Di daerah Gunung Butak, memiliki perbedaan lapisan, dari bawah ke atas dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Breksi tuf dengan ketebalan 200 m. b. Lapisan Tuf dan Batupasir tufan dengan ketebalan 40 m. c. Breksi tuf dengan ketebalan 75 m. d. Lapisan tuf dan Batupasir tufan dengan ketebalan 125 m.



Anggota vulkanik bagian atas dari formasi ini yaitu Anggota Butak menumpang di atas anggota lapisan marine yang disebut Anggota Nngronan yang terdiri dari napal dan batupasir tuf vulkanik gampingan, mengandung moluska, dengan ketebalan lapisan 100 m. Total ketebalan dari Formasi Pucangan adalah 540 m. Semakin ke arah barat, di Trinil, Formasi Pucangan direpresentasikan dengan 100 m breksi vulkanik, dengan interkalasi batupasir, tuf, dan batulempung hitam tufan yang mengandung moluska air tawar.



Secara umum fasies Formasi Pucangan sangat bervariasi yang diakibatkan oleh proses terbentuknya. Lapisan-lapisan vulkanik diendapkan dari Gunung Wilis yang mana sekarang (sejak Pleistocene bawah) sangat aktif. Bagian bawah dari endapan vulkanik tersebut mencapai laut Cekungan Kendeng dimana pada saat yang sama batugamping dan juga batulempung marine diendapkan. Aktivitas vulkanik dan tubuh dari gunung api meningkat selama proses deposisi berlangsung sehingga menyebabkan pada bagian bawah endapan marine sangat lebar dan semakin sedikit ke arah atas. Pada zona transisi dimana tiga Zona Moluska berada telah dapat dipisahkan, satu pada bagian bawah, dua pada bagian tengah dan tiga pada bagian atas.



Fasies vulkanik banyak mengandung fosil vertebrata yang menempatkan lapisan pada umur Lower Pleistocene. Di daerah Dome Sangiran, Formasi Pucangan berkembang sebagai batulempung hitam kaya akan fosil vertebrata dan juga moluska air tawar. Ketebalan lempung hitam mencapai 300 m. Formasi Pucangan menumpang di atas Formasi Kalibeng secara tidak selaras dan ditumpangi oleh Formasi Kabuh secara selaras. Lokasi tipe berada di Gunung Pucangan, 20 km dari Jombang, Jawa Timur, koordinat 112o 17’ 7’’ E dan 7o 23’ 10’’ S.



Distribusi formasi berada di sepanjang Zona Kendeng dari barat ke timur sepanjang 200 km, di Dome Sangiran 15 km Utara Surakarta, dan di dekat jalan kerata api Kalioso. Fosil-fosil penciri Formasi ini antara lain Manis paleojavanicus Dubois, Ephimachairodus zwierzyckii Von Koenigswald, Stegodon trigonocephalus, Hippopotamus (Hexaprotodon) antiquus Von Koenigswald, Servus zwaani Von Koenigswald, Antilope modjokertensis Von Koenigswald, Leptobos cosijni Von Koenigswald, Tapirus pandanicus Dubois.



5. Formasi Kabuh Terdiri dari batupasir vulkanik dengan ukuran kasar dan konglomerat, yang mengandung moluska air tawar dan fosil vertebrata Trinil. Mengindikasikan bahwa formasi ini berumur Middle Pleistocene. Pada bagian paling timur di dekat Surabaya terdapat interkalasi batuan sedimen marine.



Formasi Kabuh merupakan formasi yang utamanya terdiri dari fasies fluviatil, terdapat kehadiran crossbedding pada lapisan-lapisannya. Fasies-fasiesnya berubah ketebalannya secara cepat. Di sebelah barat dari kehadirannya, pada antiklin Sangiran di dekat Solo, terdiri dari batupasir fluviatil cross-bedded dengan pada bagian atasnya terdapat interkalasil lapisan pebble dan juga vulkanik tuf halus, dengan ketebalan kurang lebih 100 m. Di dekat Trinil, lebih ke timur, fasiesnya sama dengan ketebalan 175 m. Vertebrata ditemukan pada bagian bawah lapisan, di atas Formasi Pucangan (Breksi vulkanik).



Pada lapisan tersebut ditemukan fosil Pithecantropus Dubois bersama dengan banyak fosil vertebrata dari Von Koenigswald. Lebih ke arah timur (50 km) di daerah Gunung Butak, Formasi Kabuh berkembang



menjadi batupasir andesitik kasar dan konglomerat, cross bedded, tetapi dengan beberapa interkalasi dari napal yang mengandung Globigerina (salah satunya dengan ketebalan 30 m, di dekat Kedungbrubus, Gunung Butak). Pada jarak 50-100 km lagi ke arah Timur, Formasi Kabuh berkembang menjadi batulempung dengan interkalasi lapisan batupasir tipis sedimen laut. Menuju ke arah selatan, fasies marine berubah kembali menjadi fasies fluviovulkanik.



Ketebalan total dari Formasi ini adalah 400 m. Formasi Kabuh menumpang secara selaras di atas Formasi Pucangan dan ditumpangi oleh Formasi Notopuro secara selaras dan tidak selaras pada beberapa bagian, maupun ditumpangi oleh endapan Holocene secara tidak selaras. Di daerah selatan dari Sidoarjo, Formasi Kabuh ditumpangi oleh Formasi Jombang yang merupakan produk vulkanik. Lokasi tipe dari Formasi Kabuh adalah di daerah Desa Kabuh, 18 km dari utara Jombang dan juga dapat dijumpai di Kali Sumberingin, 3,5 km di sebelah timur Kabuh pada koordinat 112o 14’ 47’’ E dan 7o 23’ 45’’ S.



Distribusi formasi berada di beberapa antiklin kecil kira-kira 15 km dari Surakarta: Sangiran Antiklin, Gemolong Antiklin dan juga sepanjang antiklinorium Perbukitan Kendeng yang mencapai 200 km dari barat ke timur diantara Semarang dan Surabaya. Fosil-fosil penciri dari Formasi Kabuh antara lain Cervus lydekkeri Martin, Duboisia kroesenii Dubois, Mececyon trinilensis Stremme, Stegodon trigonocephalus Martin, Elephas namadicus Falconer, Sus macronathus Stremme, Sus brachygnatus Dubois, Hippopotamus namadicus Falconer, Bos bubalis palaeokerabau Dubois, Pithecantropus erectus Dubois.



6. Formasi Notopuro Terdiri dari tuf, batupasir tuf, konglomerat dan aglomerat dari vulkanik ataupun dari batuan vulkanik yang telah tertransportasi, ditumpangi oleh Formasi Kabuh secara selaras dan pada beberapa bagian tidak selaras akibat adanya hiatus dari Formasi Kabuh. Semakin ke arah timur, pada posisi yang sama sengan formasi ini disebut sebagai Formasi Jombang yang memiliki kemiripan komposisi dan dimungkinkan justru sama dengan Formasi Notopuro. Pada formasi ini sangat jarang ditemukan fosil, di daerah Sangiran (Kalioso) utara Surakarta, beberapa fragmen vertebrata ditemukan yang dimungkinkan sebagai hasil erosi dari Formasi Kabuh dibawahnya yang secara lokal memang tidak selaras terhadap Formasi Notopuro.



Pada teras sepanjang Sungai Bengawan Solo, utara Ngawi, banyak ditemukan fosil vertebrata yang berumur Upper Pleistocene. Endapan-endapan teras tersebut menumpang di atas lipatan-lipatan berumur Pliocene secara tidak selaras. Begitu juga dengan Formasi Notopuro dan Formasi Jombang yang mengalami perlipatan pada Middle Pleistocene, dimana Formasi Notopuro lebih tua dari endapan teras dan lebih muda dari Formasi Kabuh yang berumur Middle Pleistocene. Pada lain hal, deposit sungai seperti konglomerat dan batupasir kasar Formasi Notopuro mengindikasikan fasies synorogenic yang memilki umur kurang lebih



sama dengan teras bagian paling atas dari Sungai Bengawan Solo. Formasi Notopuro ditumpangi oleh endapan vulkanik Holocene dan endapan aluvial.



Lokasi tipe dari Formasi Notopuro adalah di Desa Notopuro, 35 km timur laut Madiun, Jawa Timur, Barat Gunung Pandan. Distribusinya ada di bagian barat dari antiklinorium Perbukitan Kendeng, terutama sepanjang slope bagian utara, diantara Gunung Pandan di timur dan Semarang di barat, dan juga terdapat pada beberapa antiklin kecil sepanjang 15 – 20 km utara dari Surakarta (Sangiran Antiklin, Gemolong Antiklin).



7. Endapan Teras Bengawan Solo dan Endapan Aluvial Terdiri dari pasir dan gravel yang menutupi kelerengan dari bukit, terutama di sepanjang Sungai Bengawan Solo antara Ngawi dan Cepu, pada ketinggian bervariasi dari 38-71 m di atas permukaan laut (ketebalan lapisan sungai mencapai 38 m) yang merepresentasikan deposisi selama prose kenaikan progresif dari Perbukitan Kendeng yang mana sungai memotong secara anteseden. Pada banyak tempat gravel juga mengandung fosil vertebrata termasuk manusia Solo (Homo neanderthalensis soloensis Oppenoorth) di daerah Ngandong dan Watumalang. Umur dari endapan teras ini adalah Uppermost Pleistocene. Endapan Aluvial sendiri berumur Holocene yang menumpang secara tidak selaras di atas Formasi Notopuro dan berumur paling muda.



III. Struktur Geologi Regional Zona Kendeng



Deformasi pertama pada Zona Kendeng terjadi pada akhir Pliosen (Plio – Plistosen), deformasi merupakan manifestasi dari zona konvergen pada konsep tektonik lempeng yang diakibatkan oleh gaya kompresi berarah relatif utara – selatan dengan tipe formasi berupa ductile yang pada fase terakhirnya berubah menjadi deformasi brittle berupa pergeseran blok – blok dasar cekungan Zona Kendeng. Intensitas gaya kompresi semakin besar ke arah bagian barat Zona Kendeng yang menyebabkan banyak dijumpai lipatan dan sesar naik dimana banyak zona sesar naik juga merupakan kontak antara formasi atau anggota formasi.



Deformasi Plio – Plistosen dapat dibagi menjadi tiga fase/ stadia, yaitu; fase pertama berupa perlipatan yang mengakibatkan terbentuknya Geantiklin Kendeng yang memiliki arah umum barat – timur dan menunjam di bagian Kendeng Timur, fase kedua berupa pensesaran yang dapat dibagi menjadi dua, yaitu pensesaran akibat perlipatan dan pensesaran akibat telah berubahnya deformasi ductile menjadi deformasi brittle karena batuan telah melampaui batas kedalaman plastisnya. Kedua sesar tersebut secara umum merupakan sesar naik bahkan ada yang merupakan sesar sungkup. Fase ketiga berupa pergeseran blok – blok dasar cekungan Zona Kendeng yang mengakibatkan terjadinya sesar – sesar geser berarah relatif utara – selatan.



Deformasi kedua terjadi selama kuarter yang berlangsung secara lambat dan mengakibatkan terbentuknya struktur kubah di Sangiran. Deformasi ini masih berlangsung hingga saat ini dengan intensitas yang relatif kecil dengan bukti berupa terbentuknya sedimen termuda di Zona Kendeng yaitu Endapan Undak. Secara umum struktur – struktur yang ada di Zona Kendeng berupa :



1) Lipatan Lipatan yang ada pada daerah Kendeng sebagian besar berupa lipatan asimetri bahkan beberapa ada yang berupa lipatan overturned. Lipatan – lipatan di daerah ini ada yang memiliki pola en echelon fold dan ada yang berupa lipatan – lipatan menunjam. Secara umum lipatan di daerah Kendeng berarah barat – timur.



2) Sesar Naik Sesar naik ini biasa terjadi pada lipatan yang banyak dijumpai di Zona Kendeng, dan biasanya merupakan kontak antar formasi atau anggota formasi.



3) Sesar Geser Sesar geser pada Zona Kendeng biasanya berarah timur laut- barat daya dan tenggara -barat laut.



4) Struktur Kubah Struktur Kubah yang ada di Zona Kendeng biasanya terdapat di daerah Sangiran pada satuan batuan berumur Kuarter. Bukti tersebut menunjukkan bahwa struktur kubah pada daerah ini dihasilkan oleh deformasi yang kedua, yaitu pada Kala Plistosen.



BACA JUGA : Geologi Regional Pegunungan Selatan



Daftar Pustaka : 1) Bemmelen, R.W. Van, 1949, The Geology of Indonesia, Vol. 1 A, Government Printing Office, The Hauge, Amsterdam. 2) Panitia Pelaksana Pemetaan geologi 2014, 2014, Buku Panduan Geologi Lapangan Pemetaan Geologi 2014, Jurusan Teknik Geologi UGM, Yogyakarta.



Stratigrafi & Aktifitas Mandala Kendeng by suhendar triantoNovember 16, 2015



Stratigrafi Berdasarkan Peta Geologi Regional Lembar Bojonegoro, Jawa Timur, skala 1:100.000 (H. Pringgoprawiro dan Sukido, 1992).Secara regional, daerah survei panasbumi Pandan merupakan bagian dari Mandala Kendeng pada Lembar Bojonegoro di bagian selatan, berumur dari Miosen Tengah hingga Kuarter. 1. Formasi Kerek berumur Miosen Tengah hingga Miosen Atas bagian bawah, adalah formasi tertua di Lembar Bojonegoro ini.Batuannya terdiri atas perselingan batupasir, batulempung, tufa, batulempung karbonat (napal), dan batugamping kalkarenit. 2. Formasi Kalibeng menindih secara selaras di atas Formasi Kerek, berumur Miosen Atas hingga Pliosen Bawah tersusun oleh batulempung karbonat (napal) setempat bersisipan tufa, batulempung, batupasir tufaan dan batugamping kalkarenit. 3.Formasi Klitik secara selaras menindih Formasi Kalibeng, berumur Pliosen Tengah, batuannya terdiri atas batugamping berlapis dan terumbu sisipan batulempung karbonat (napal) dan batulempung. 4.Formasi Sonde Secara membaji di atas Formasi Klitik terdapat Formasi Sonde yang berumur Pliosen Tengah terdiri atas perselingan batulempung dan batupasir tufaan bersisipan batugamping. 5. Formasi Pucangan Formasi ini menindih tidak selaras diatasnya, berumur Plio-Plistosen dan terdiri atas breksi dan batupasir tufaan. 6. Formasi Kabuh berumur Plistosen Tengah menindih secara selaras Formasi Pucangan.Formasi Kabuh terdiri atas konglomerat, batupasir dengan sisipan batulempung dan batulempung karbonat (napal). 7.Formasi Notopuro Secara selaras di atasnya terdapat Formasi Notopuro berumur Plistosen Atas dan terdiri atas tufa, batupasir tufaan dan konglomerat. 8.Gunung Api muda Pada Mendala Kendeng ini terdapat Batuan Gunungapi Muda yang berumur Plistosen Akhir terdiri atas endapan lahar.



Aktivitas Vulkanik Sejarah cekungan sedimentasi Mendala Geologi Kendeng, terbentuk pada Paleogen, yang terdapat pada lajur belakang.Mendala Geologi Kendeng dicirikan oleh batuan bersifat vulkanik dengan endapan tipe flysch dan turbidite, terutama pada formasi yang terdapat di bagian bawah dengan struktur geologi yang lebih kompleks. Pada zaman Plistosen di Mendala Geologi Kendeng terjadi pengangkatan dan pensesaran yang cukup kuat, sehingga pada Plistosen Akhir terbentuk suatu daratan yang disusul oleh pengendapan sedimen berfasies darat hingga kini.Pada kala Plistosen Akhir-Holosen, muncul batuan terobosan berupa andesit piroksen dan breksi Gunung Pandan (andesit bongkah), yang merupakan kegitan vulkamik muda.Sebaran vulkanik muda ini dijumpai mulai dari Gunung Takir di selatan, menerus ke utara berupa Gunung Pandan, Gunung Buntung, dan Gunung Nangka. Nama lain dari komplek yang berkembang dari selatan ke arah utara daerah survei ini adalah Pandan Volcanics (van Bemmelen 1949), dan Young Volcanicsmenurut Marks (1957). Fase akhir dari vulkanik muda ini memberikan jalan bagi kelua



Selama ratusan tahun, pembentukan permukaan daratan terjadi karena berbagai hal. Permukaan bumi terbentuk dari berbagai lapisan tanah yang terbentuk sejak jutaan tahun yang lalu. Pembentukan tanah tersebut dapat terbentuk dikarenakan oleh berbagai hal, faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan permukaan bumi ada yang bersifat endogen dan eksogen. Endogen adalah tenaga pembentuk muka bumi yang berasal dari dalam, contohnya tektonik, vulkanik, dan gempa bumi. Sedangkan eksogen adalah tenaga pembentuk muka bumi yang berasal dari luar seperti pelapukan, pengikisan, dan pengendapan. Di daerah Sangiran yang menjadi tempat berlangsungnya penelitian tentang kehidupan manusia purba di masa lampau, menjelaskan tentang pembentukan permukaan bumi dan lapisan-lapisan pembentuknya. Lapisan ini dibagi menjadi lima lapisan, yaitu formasi kalibeng, formasi pucangan, formasi grenzbenk, formasi kabuh, dan formasi notopuro. Formasi paling dasar dan yang paling tua yang ada di desa Sangiran adalah formasi kalibeng. Sebelumnya, Sangiran merupakan lingkungan dasar laut yang kemudian sekitar 1,8 juta tahun yang lalu mengalami pengendapan lapisan yang menyebabkan perubahan lingkungan dasar laut menjadi lingkungan rawa-rawa (swamps). Perubahan ini juga menyebabkan terbentuknya sumber mata air asin yang muncul di desa Pablengan di daerah Sangiran.



( Gambar 1. Lapisan Kalibeng dan fosil yang ditemukan di lapisan ini) Sejarah geologi Sangiran ini dimulai ketika terjadi sedimentasi Formasi Kalibeng yang berusia 2,4 juta tahun. Formasi ini memiliki material berupa lempung biru dengan analisis polen menunjukkan bahwa Sangiran pada saat ini dibatasi oleh hutan bakau lebat. Kondisi lingkungan ini tidak memungkinkan penemuan mamalia kontinental (Iwan dkk, 2006). Formasi kalibeng terbentuk pada masa Miosen akhir-pilosen yang merupakan suatu formasi yang terdiri dari beberapa anggota dengan lingkungan marine yang bervariasi dari neritik sampai batial. Sisa moluska laut ditemukan di Formasi Kalibeng pada masa pleiosen (Tim Jurnalis Kompas, 2008). Himpunan batuan yang lebih tua merupakan batu lempung anggota formasi kalibeng dengan ciri tidak berlapis, merupakan fasies laut dalam. Bagian paling atas dari anggota ini terlihat di bagian utara Desa Pentuk yaitu lempung abu-abu kekuningan yang mengandung foraminifera plangtonik yang diindikasikan berumur awal Pliosen. Di atas anggota batulempung terdapat anggota batulanau dan batu gamping yang merupakan endapan laut dangkal. Batulanau mengandung moluska dan foraminifera bentonik. Sementara batu gamping pada bagian bawah terdapat coral dan moluska, dan bagian paling atas merupakan marl (napal) fragen karbonat terdapat



foraminifera plangtonik. Berdasarkan data analisis foraminifera, lapisan ini termasuk dalam Formasi Kalibeng yang berumur Pliosen. Setelah terbentuk batulanau dan batugamping tersebut, terendapkan anggota batulempung lain dalam formasi yang sama. Berwarna abu-abu kebiruan yang terdapat fragmen berbentuk bulat berupa batuan karbonatan berukuran millimeter hingga 5 cm dan mengandung foraminifera plangtonik (Fathoni, 2015)



(Gambar 2. Lapisan-lapisan tanah yang ada di Sangiran) Sayangnya, selama kami melakukan proses pembelajaran lapangan di situs Sangiran, kami hanya menikmati lapisan ini hanya di Museum Dayu karena memang lapisan ini merupakan lapisan yang sangat jarang ditemukan karena lapisan ini berada di lapisan paling bawah. (Agustina Wening Sekar Ratri Mahasiswa Teknologi Pangan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UKSW)



Daftar Pustaka Fathoni, M. Rais. Jurnal Sangiran No 4 tentang Perubahan Lingkungan Situs Trinil Sejak Kala Pliosen. BPSMP Sangiran, 2015



Iwan dan Duwiningsih. Langkah- Langkah Kemanusiaan. Karanganyar : Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, 2016 Tim Jurnalis Kompas. Ekspedisi Bengawan Solo, Laporan Jurnalistik Kompas, Kehancuran Peradaban Sungai Besar. Jakarta : Penerbit Buku Kompas, 2008



Geologi Pegunungan Kendeng 3 January 2009Prihatin Tri SetyobudiLeave a commentGo to comments



Geologi Pegunungan Kendeng Fisiografinya



Zona Kendeng juga sering disebut Pegunungan Kendeng dan adapula yang menyebutnya dengan Kendeng Deep, adalah antiklinorium berarah barat-timur. Pada bagian utara berbatsan dengan Depresi Randublatung, sedangkan bagian selatan bagian jajaran gunung api (Zona Solo). Zona Kendeng merupakan kelanjutan dari Zona Pegunungan Serayu Utara yang berkembang di Jawa Tengah. Mandala Kendeng terbentang mulai dari Salatiga ke timur sampai ke Mojokerto dan menunjam di bawah alluvial Sungai Brantas, kelanjutan pegunungan ini masih dapat diikuti hingga di bawah Selat Madura. Menurut Van Bemmelen (1949), Pegunungan Kendeng dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian barat yang terletak di antara G.Ungaran dan Solo (utara Ngawi), bagian tengah yang membentang hinggaJombang dan bagian timur mulai dari timur Jombang hingga Delta Sungai Brantas dan menerus ke Teluk Madura. Daerah penelitian termasuk dalam Zona Kendeng bagian barat. Stratigrafi Menurut Harsono P. (1983) Stratigrafi daerah kendeng terbagi menjadi dua cekungan pengendapan, yaitu Cekungan Rembang (Rembang Bed) yang membentuk Pegunungan Kapur Utara, dan Cekungan Kendeng (Kendeng Bed) yang membentuk Pegunungan Kendeng. Formasi yang ada di Kendeng adalah sebagi berikut: 1. Formasi Kerek Formasi ini mempunyai ciri khas berupa perselingan antara lempung, napal lempungan, napal, batupasir tufaan gampingan dan batupasir tufaan. Perulangan ini menunjukkan struktur sedimen yang khas yaitu perlapisan bersusun (graded bedding) yang mencirikan gejala flysch. Berdasarkan fosil foraminifera planktonik dan bentoniknya, formasi ini terbentuk pada Miosen Awal – Miosen Akhir ( N10 – N18 ) pada lingkungan shelf. Ketebalan formasi ini bervariasi antara 1000 – 3000 meter. Di daerah Lokasi Tipe, formasi ini terbagi menjadi 3 anggota (de Genevreye & Samuel, 1972), dari tua ke muda masing-masing : a. Anggota Banyuurip Tersusun oleh perselingan antara napal lempungan, napal, lempung dengan batupasir tuf gampingan dan



batupasir tufaan dengan total ketebalan 270 meter. Pada bagian tengah perselingan ini dijumpai batupasir gampingan dan tufaan setebal 5 meter, sedangkan bagian atas ditandai oleh adanya perlapisan kalkarenit pasiran setebal 5 meter dengan sisipan tipis dari tuf halus. Anggota ini berumur N10 – N15 (Miosen Tengah bagian tengah – atas). b. Anggota Sentul Tersusun oleh perulangan yang hampir sama dengan Anggota Banyuurip, tetapi lapisan yang bertufa menjadi lebih tebal. Ketebalan seluruh anggota ini mencapai 500 meter. Anggota Sentul diperkirakan berumur N16 (Miosen Tengah bagian bawah). c. Batugamping Kerek Anggota teratas dari Formasi Kerek ini tersusun oleh perselang-selingan antara batugamping tufan dengan perlapisan lempung dan tuf. Ketebalan dari anggota ini adalah 150 meter. Umur dari Batugamping Kerek ini adalah N17 (Miosen Atas bagian tengah). 2. Formasi Kalibeng Formasi ini terletak selaras di atas Formasi Kerek. Formasi ini terbagi menjadi dua anggota yaitu Formasi Kalibeng Bawah dan Formasi Kalibeng Atas. Bagian bawah dari Formasi Kalibeng tersusun oleh napal tak berlapis setebal 600 meter berwarna putih kekuningan sampai abu-abu kebiruan, kaya akan foraminifera planktonik. Asosiasi fauna yang ada menunjukkan bahwa Formasi Kalibeng bagian bawah ini terbentuk pada N17 – N21 (Miosen Akhir – Pliosen). Pada bagian barat formasi ini oleh de Genevraye & Samuel, 1972 dibagi menjadi Anggota Banyak, Anggota Cipluk, Anggota Kalibiuk, Anggota Batugamping, dan Anggota Damar. Di bagian bawah formasi ini terdapat beberapa perlapisan batupasir, yang ke arah Kendeng bagian barat berkembang menjadi suatu endapan aliran rombakan debris flow, yang disebut Formasi Banyak (Harsono, 1983, dalam Suryono, dkk., 2002). Sedangkan ke arah Jawa Timur bagian atas formasi ini berkembang sebagai endapan vulkanik laut yang menunjukkan struktur turbidit. Fasies tersebut disebut sebagai Formasi Atasangin, sedangkan bagian atas Formasi Kalibeng ini disebut sebagai Formasi Sonde yang tersusun mula – mula oleh Anggota Klitik, yaitu kalkarenit putih kekuningan, lunak, mengandung foraminifera planktonik maupun foraminifera besar, moluska, koral, alga, bersifat napalan atau pasiran dan berlapis baik. Bagian atas bersifat breksian dengan fragmen gamping berukuran kerikil sampai karbonat, kemudian disusul endapan bapal pasiran, semakin ke atas napalnya bersifat lempungan, bagian teratas ditempati napal lempung berwarna hijau kebiruan. 3. Formasi Pucangan Di bagian barat dan tengah Zona Kendeng formasi ini terletak tidak selaras di atas Formasi Sonde. Formasi ini penyebarannya luas. Di Kendeng Barat batuan ini mempunyai penyebaran dan tersingkap luas antara Trinil dan Ngawi. Ketebalan berkisar antara 61 – 480 m, berumur Pliosen Akhir (N21) hingga Plistosen (N22). Di Mandala Kendeng Barat yaitu di daerah Sangiran, Formasi Pucangan berkembang sebagai fasies vulkanik dan fasies lempung hitam. 4. Formasi Kabuh Formasi Kabuh terletak selaras di atas Formasi Pucangan. Formasi ini terdiri dari batupasir dengan material non vulkanik antara lain kuarsa, berstruktur silangsiur dengan sisipan konglomerat dan tuff, mengandung fosil Moluska air tawar dan fosil – fosil vertebrata berumur Plistosen Tengah, merupakan endapan sungai teranyam yang dicirikan oleh intensifnya struktur silangsiur tipe palung, banyak mengandung fragmen berukuran kerikil. Di bagian bawah yang berbatasan dengan Formasi Pucangan dijumpai grenzbank. Menurut Van Bemmelen (1972) di bagian barat Zona Kendeng (daerah Sangiran), formasi ini diawali lapisan konglomerat gampingan dengan fragmen andesit, batugamping konkresi, batugamping Globigerina, kuarsa, augit, hornblende, feldspar dan fosil Globigerina. Kemudian dilanjutkan dengan pembentukan batupasir tuffaan berstruktur silangsiur dan berlapis mengandung fragmen berukuran kecil yang berwarna putih sampai cokelat kekuningan. 5. Formasi Notopuro Terletak tidak selaras di atas Formasi Kabuh. Litologi penyusunnya terdiri dari breksi lahar berseling dengan batupasir tufaan dan konglomerat vulkanik. Makin ke atas, sisipan batupasir tufaan makin banyak. Juga terdapat sisipan atau lensa – lensa breksi vulkanik dengan fragmen kerakal, terdiri dari andesit dan batuapung, yuang merupakan ciri khas Formasi Notopuro. Formasi ini pada umumnya merupakan endapan lahar yang terbentuk pada lingkungan darat, berumur Plistosen Akhir dengan ketebalan mencapai lebih dari 240 meter. 6. Formasi Undak Bengawan Solo Endapan ini terdiri dari konglomerat polimik dengan fragmen batugamping, napal dan andesit di samping batupasir yang mengandung fosil-fosil vertebrata, di daerah Brangkal dan Sangiran, endapan undak tersingkap baik sebagai konglomerat dan batupasir



andesit yang agak terkonsolidasi dan menumpang di atas bidang erosi pad Formasi Kabuh maupun Notopuro.



Gambar Stratigrafi Kendeng (Harsono, 1983) Struktur Geologi Deformasi pertama pada Zona Kendeng terjadi pada akhir Pliosen (Plio – Plistosen), deformasi merupakan manifestasi dari zona konvergen pada konsep tektonik lempeng yang diakibatkan oleh gaya kompresi berarah relatif utara – selatan dengan tipe formasi berupa ductile yang pada fase terakhirnya berubah menjadi deformasi brittle berupa pergeseran blok – blok dasar cekungan Zona Kendeng. Intensitas gaya kompresi semakin besar ke arah bagian barat Zona Kendeng yang menyebabkan banyak dijumpai lipatan dan sesar naik dimana banyak zona sesar naik juga merupakan kontak antara formasi atau anggota formasi. Deformasi Plio – Plistosen dapat dibagi menjadi tiga fase/ stadia, yaitu; fase pertama berupa perlipatan yang mengakibatkan terbentuknya Geantiklin Kendeng yang memiliki arah umum barat – timur dan menunjam di bagian Kendeng Timur, fase kedua berupa pensesaran yang dapat dibagi menjadi dua, yaitu pensesaran akibat perlipatan dan pensesaran akibat telah berubahnya deformasi ductile menjadi deformasi brittle karena batuan telah melampaui batas kedalaman plastisnya. Kedua sesar tersebut secara umum merupakan sesar naik bahkan ada yang merupakan sesar sungkup. Fase ketiga berupa pergeseran blok – blok dasar cekungan Zona Kendeng yang mengakibatkan terjadinya sesar – sesar geser berarah relatif utara – selatan. Deformasi kedua terjadi selama kuarter yang berlangsung secara lambat dan mengakibatkan terbentuknya struktur kubah di Sangiran. Deformasi ini masih berlangsung hingga saat ini dengan



intensitas yang relatif kecil dengan bukti berupa terbentuknya sedimen termuda di Zona Kendeng yaitu Endapan Undak.



Secara umum struktur – struktur yang ada di Zona Kendeng berupa : 1. Lipatan Lipatan yang ada pada daerah Kendeng sebagian besar berupa lipatan asimetri bahkan beberapa ada yang berupa lipatan overturned. Lipatan – lipatan di daerah ini ada yang memiliki pola en echelon fold dan ada yang berupa lipatan – lipatan menunjam. Secara umum lipatan di daerah Kendeng berarah barat – timur. 2. Sesar Naik Sesar naik ini biasa terjadi pada lipatan yang banyak dijumpai di Zona Kendeng, dan biasanya merupakan kontak antar formasi atau anggota formasi. 3. Sesar Geser Sesar geser pada Zona Kendeng biasanya berarah timur laut- barat daya dan tenggara -barat laut. 4. Struktur Kubah Struktur Kubah yang ada di Zona Kendeng biasanya terdapat di daerah Sangiran pada satuan batuan berumur Kuarter. Bukti tersebut menunjukkan bahwa struktur kubah pada daerah ini dihasilkan oleh deformasi yang kedua, yaitu pada Kala Plistosen.



posted by: pt_budie ([email protected]) Advertisements



Kata geologi berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu geos(yang berarti bumi) dan logos (yang berarti ilmu). Jadi, geologi adalah ilmu yang mempelajari bumi dan fenomena yang terjadi didalamnya. Geologi secara umum membahas mengenai material pembentuk bumi dan segala proses yang terjadi baik di dalam bumi (bawah permukaan) maupun yang terjadi di atas permukaan bumi. Gaya yang bekerja di dalam bumi (endogen) menghasilkan gempa bumi dan aktivitas vulkanik, sementara itu gaya eksternal (eksogen) menyebabkan terjadinya pelapukan, erosi, dan pembentukan bentang alam (Anonim, 2016).



1.2.SEJARAH PERKEMBANGAN BUMI Bumi terbentuk dimulai 4,6 miliar tahun yang lalu dan mengalami beberapa perkembangan sampai terbentuk seperti saat ini. Pada awal terbentuknya, bumi masih berupa bola api yang mengalami akulasi panas akibat kontraksi gravitasi peluruhan radioaktif dan hujan mikroit. Masa Arkeozoikum merupakan awal pembentukan batuan kerak bumi yang berkembang menjadi protokinten. Batuan masa ini ditemukan dibagian dunia yang berumur 3,8 miliar tahun yang lalu. Pada masa ini pula tercatat sebagai awal munculnya kehidupan primitif. Masa Protozoikum adalah masa terjadinya perkembangan hidrosfer dan atmosfer serta dimulainya kehidupan yang lebih kompleks. Berikut beberapa hipotesa mengenai pembentukan bumi : 1. Hipotesa Nebula Dikemukakan oleh Immanuel Kant, Pierre Marquis de Laplace dan Helmholtz menjelaskan adanya suatu bintang yang berbentuk kabut raksasa dengan suhu yang tidak terlalu panas karena penyebarannya yang sangat terpencar. Benda tersebut yang kemudian disebutnya sebagai awal mula dari matahari, digambarkannya sebagai suatu benda yang bergaris tengah 2 bilyun mil yang berada dalam keadaan berputar. 2. Hipotesa Planetisimal Dikemukakan oleh Thomas C. Chamberlin dan Forest R. Moulton. Teori ini mengemukakan adanya suatu bintang yang besar yang menyusup dan mendekati matahari. Akibat dari gejala ini, maka sebagian dari bahan yang membentuk matahari akan terkoyak dan direnggut dari peredarannya. Mereka berpendapat bahwa bumi kita ini terbentuk dari bahan-bahan yang direnggut tersebut yang kemudian memisahkan diri dari matahari. 3. Hipotesa Pasang Surut Bintang Hipotesa pasang surut bintang pertama kali dikemukakan oleh James Jeans pada tahun 1917. Planet dianggap terbentuk karena mendekatnya bintang lain kepada matahari. Keadaan yang hampir bertabrakan menyebabkan tertariknya sejumlah besar materi dari matahari dan bintang lain tersebut oleh gaya pasang surut bersama mereka, yang kemudian terkondensasi menjadi planet. Namun astronom Harold Jeffreys membantah bahwa tabrakan yang sedemikian itu tidak mungkin terjadi. 4. Hipotesa Kondensasi Hipotesa kondensasi mulanya dikemukakan oleh astronom Belanda yang bernama G.P. Kuiper pada tahun 1950. Hipotesa kondensasi menjelaskan bahwa tata surya terbentuk dari bola kabut raksasa yang berputar membentuk cakram raksasa. 5. Hipotesa Bintang Kembar



Dikemukakan oleh Fred Hoyle pada tahun 1956. Hipotesa mengemukakan bahwa dahulunya tata surya kita berupa dua bintang yang hampir sama ukurannya dan berdekatan yang salah satunya meledak meninggalkan serpihan-serpihan kecil. (Noor, 2009)



1.3.



RUANG LINGKUP ILMU GEOLOGI Ruang lingkup ilmu geologi meliputi susunan bumi secara umum, yang terdiri dari lapisanlapisan penyusun bumi yaitu inti bumi (core), mantel (mantle), kerak bumi (crust).



1. Inti bumi (core) Terletak mulai dari kedalaman 2.883 km sampai ke pusat bumi. Densitasnya berkisar dari 9,5 gr/cc di dekat mantel dan membesar ke arah pusat hingga 14,5 gr/cc. Berdasarkan besarnya densitas ini, inti bumi diperkirakan memiliki campuran dari unsur-unsur yang memiliki densitas besar, yaitu nikel (Ni) dan besi (Fe). Oleh karena itu, inti bumi juga sering disebut sebagai lapisan NiFe. a. Inti dalam (inner core) mempunyai kedalaman 5.140-6.371 km. Berfasa padat, berat, dan sangat panas. b. Inti luar (outer core) mempunyai kedalaman 2.883-5.140 km. Berfasa cair dan sangat panas.



2. Mantel (mantle) Merupakan lapisan yang menyelubungi inti bumi. Merupakan bagian terbesar dari bumi, 82.3 % dari volume bumi dan 67.8 % dari massa bumi. Ketebalannya 2.883 km. Densitasnya berkisar dari 5.7 gr/cc di dekat inti dan 3.3 gr/cc di dekat kerak bumi. 3. Kerak bumi (crust) Merupakan lapisan terluar yang tipis, terdiri batuan yang lebih ringan dibandingkan dengan batuan mantel di bawahnya. Densitas rata-rata 2.7 gr/cc. Ketebalannya tidak merata, perbedaan ketebalan ini menimbulkan perbedaan elevasi antara benua dan samudra. Pada daerah pegunungan ketebalannya lebih dari 50 km dan dan beberapa samudra kurang dari 5 km. Berdasarkan data kegempaan dan komposisi material pembentuknya, para ahli membagi menjadi kerak benua dan kerak samudra. a. Kerak benua, terdiri dari batuan granitik, ketebalan rata-rata 45 km, berkisar antara 30–50 km. Kaya akan unsur Si (Silikon) dan Al (Aluminium), maka disebut juga sebagai lapisan SiAl.



b. Kerak samudra, terdiri dari batuan basaltik, tebalnya sekitar 7 km. Kaya akan unsur Si (Silikon) dan Mg (Magnesium), maka disebut juga sebagai lapisan SiMa. (Anonim, 2016)



1.4.MANFAAT ILMU GEOLOGI Hampir semua bidang ilmu yang berhubungan dengan bumi selalu membutuhkan pengetahuan tentang geologi. Geologi sangatlah berpengaruh dalam sejarah perkembangan bumi. Berikut manfaat ilmu geologi : 1. Ilmu geologi dapat membantu untuk mengetahui dan memahami awal terjadi dan struktur dari bumi sebagai planet khususnya daratan dan lautan yang menyusun kerak bumi.



2.



3. 4.



5. 6.



Ilmu geologi dapat membantu menjelaskan karakteristik dan bentuk alam yang sangat bervariasi dan bagaimana bentang yang sangat berbeda ini dapat terbentuk dan dimanfaatkan oleh manusia. Pengetahuan geologi sangat membantu untuk mengetahui dimana mineral dan batuan berharga dapat di jumpai. Keberadaan material bangunan sangat tergantung pada kondisi geologi suatu daerah. Pengetahuan geologisangat membantu para ahli bangunan untuk mendapatkan material bahan bangunan. Ilmu geologi sangat penting dalam hubungannya dengan sumber daya air, karena keberadaan air sangat tergantung juga pada jenis atau macam batuannya. Pengetahuan geologi sangat membantu untuk memprediksikan atau meramalkan kemungkinan-kemungkinan terjadinya bencana alam seperti longsor. (Amin, 2014)



1.5.CABANG-CABANG ILMU GEOLOGI Geologi merupakan ilmu multidisiplin yang mempelajari mengenai bumi dan sejarahnya. Seorang sarjana geologi harus mampu menguasai lintas disiplin yang ada pada ilmu geologi dan implikasinya terhadap kebutuhan masyarakat. Cabang-cabang ilmu geologi tersebut antara lain: 1. Geomorfologi adalah studi mengenai proses dan deskripsi dari bentang alam. 2. Kristalografi dan Mineralogi adalah studi mengenai geometri dan susunan atom di dalam mineral, proses pembentukan, dan jenis-jenis mineral pembentuk batuan. 3. Petrologi adalah studi mengenai batuan, termasuk mineralogi, klasifikasi, dan proses keterjadiannya. 4. Mineral optik dan Petrografi adalah studi mengenai parameter sifat-sifat optik mineral yang dilihat menggunakan mikroskop petrografi. 5. Paleontologi adalah studi mengenai kehidupan purba (fosil), termasuk paleobotany, paleontologi vertebrata serta invertebrata. 6. Sedimentologi adalah studi mengenai faktor lingkungan yang mengontrol pembentukan sedimen dan batuan sedimen, termasuk perkembangan dan model pengendapannya. 7. Stratigrafi adalah studi mengenai perlapisan batuan yang menekankan pada hubungannya terhadap waktu dan keterjadiannya. 8. Geologi struktur adalah studi mengenai struktur yang terlihat pada permukaan bumi sebagai produk dari kegiatan tektonik. 9. Geologi terapan adalah penerapan geologi untuk kepentingan manusia pada bidang tertentu. (Amin, 2014).



Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magmayang mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai batuan intrusif (plutonik) maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik). Magma ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan yang sudah ada, baik di mantel ataupun kerak bumi. Umumnya, proses pelelehan terjadi oleh salah satu dari proses-proses berikut: kenaikan temperatur, penurunan tekanan, atau perubahan komposisi. Lebih dari 700 tipe batuan beku telah berhasil dideskripsikan, sebagian besar terbentuk di bawah permukaan kerak bumi.



Singkapan batuan beku vulkanik, Sukabumi, Indonesia.



Menurut para ahli seperti Turner dan Verhoogen (1960), F. F Groun (1947), Takeda (1970), magma didefinisikan sebagai cairan silikat kental yang pijar terbentuk secara alamiah, bertemperatur tinggi antara 1.500–2.5000C dan bersifat mobile (dapat bergerak) serta terdapat pada kerak bumi bagian bawah. Dalam magma tersebut terdapat beberapa bahan yang larut, bersifat volatile (air, CO2, chlorine, fluorine, iron, sulphur, dan lain-lain) yang merupakan penyebab mobilitas magma, dan non-volatile (non-gas) yang merupakan pembentuk mineral yang lazim dijumpai dalam batuan beku. Pada saat magma mengalami penurunan suhu akibat perjalanan ke permukaan bumi, maka mineral-mineral akan terbentuk. Peristiwa tersebut dikenal dengan peristiwa penghabluran. Berdasarkan penghabluran mineral-mineral silikat (magma), oleh NL. Bowen disusun suatu seri yang dikenal dengan Bowen’s Reaction Series. Dalam mengidentifikasi batuan beku, sangat perlu sekali mengetahui karakteristik batuan beku yang meliputi sifat fisik dan komposisi mineral batuan beku. Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk di permukaan bumi pada kondisi temperatur dan tekanan yang rendah. Batuan ini berasal dari batuan yang lebih dahulu terbentuk, yang mengalami pelapukan, erosi, dan kemudian lapukannya diangkut oleh air, udara, atau es, yang selanjutnya diendapkan dan berakumulasi di dalam cekungan pengendapan, membentuk sedimen. Material-material sedimen itu kemudian terkompaksi, mengeras, mengalami litifikasi, dan terbentuklah batuan sedimen.[1] Batuan sedimen meliputi 75% dari permukaan bumi. Diperkirakan batuan sedimen mencakup 8% dari total volume kerak bumi.[2] Studi tentang urutan strata batuan sedimen adalah sumber utama untuk pengetahuan ilmiah tentang sejarah bumi, termasuk Paleogeografi, paleoklimatologi dan sejarah kehidupan. Disiplin ilmu yang mempelajari sifat-sifat dan asal batuan sedimen disebut sedimentologi. Sedimentologi adalah bagian dari baik geologi maupun geografi fisik dan tumpang tindih sebagian dengan disiplin lain dalam ilmu bumi, seperti pedologi, geomorfologi, geokimia dan geologi struktur. Batuan sedimen terjadi akibat pengendapan materi hasil erosi. Materi hasil erosi terdiri atas berbagai jenis partikel yaitu ada yang halus, kasar, berat dan ada juga yang ringan. Cara pengangkutannya pun bermacam-macam seperti terdorong (traction), terbawa secara melompatlompat (saltation), terbawa dalam bentuk suspensi, dan ada pula yang larut (solution)



Batuan metamorf (atau batuan malihan) adalah salah satu kelompok utama batuan yang merupakan hasil transformasi atau ubahan dari suatu tipe batuan yang telah ada sebelumnya, protolith, oleh suatu proses yang disebut metamorfisme, yang berarti "perubahan bentuk".[1]Batuan asal atau protolith yang dikenai panas (lebih besar dari 150 °Celsius) dan tekanan ekstrem (1500 bar), [2] akan mengalami perubahan fisika dan/atau kimia yang besar. Protolith dapat berupa batuan sedimen, batuan beku, atau batuan metamorf lain yang lebih tua. Batuan metamorf membentuk bagian yang cukup besar dari kerak bumi dan diklasifikasikan berdasarkan tekstur, selain juga oleh susunan mineral dan susunan kimianya (fasies metamorfik). Batuan jenis ini dapat terbentuk secara mudah akibat berada dalam kedalaman tinggi, mengalami suhu tinggi dan tekanan besar dari lapisan batuan di atasnya. Mereka dapat terbentuk dari proses tektonik seperti tabrakan benua, yang menyebabkan tekanan horisontal, gesekan dan distorsi. Mereka juga terbentuk ketika batuan terpanaskan oleh intrusi dari batuan cair dan panas yang disebut magma dari interior bumi. Studi tentang batuan metamorf ( yang sekarang tersingkap di permukaan bumi akibat erosi dan pengangkatan) memberikan informasi tentang suhu dan tekanan yang terjadi pada kedalaman yang besar dalam kerak bumi. Beberapa contoh batuan metamorf adalah slate, filit, sekis, gneis, dan lain-lain.



Geologi struktur adalah studi mengenai distribusi tiga dimensi tubuh batuan dan permukaannya yang datar ataupun terlipat, beserta susunan internalnya. Geologi struktur mencakup bentuk permukaan yang juga dibahas pada studi geomorfologi, metamorfisme dan geologi rekayasa. Dengan mempelajari struktur tiga dimensi batuan dan daerah, dapat dibuat kesimpulan mengenai sejarah tektonik, lingkungan geologi pada masa lampau dan kejadian deformasinya. Hal ini dapat dipadukan pada waktu dengan menggunakan kontrol stratigrafi maupun geokronologi, untuk menentukan waktu pembentukan struktur tersebut. Secara lebih formal dinyatakan sebagai cabang geologi yang berhubungan dengan proses geologi di mana suatu gaya telah menyebabkan transformasi bentuk, susunan, atau struktur internal batuan kedalam bentuk, susunan, atau susunan intenal yang lain. Geologi struktur dapat diaplikasikan pada: 



Dalam Vulkanologi, terbentuknya rangkaian gunung api dilatarbelakangi zona lemah (akibat struktur dan proses tektonik)







Terakumulasinya MIGAS Bumi di bawah permukaan, salah satuny dikontrol oleh struktur Antiklin maupun struktur sesar.







Dalam penambangan tertutup, Geologi struktur berguna untuk pembuatan terowongan (Tunnel).







Perencanaan lahan untuk daerah pemukiman perlu peninjauan struktur Geologi terlebih dahulu. Apakah daerah tersebut dilalui jalur sesar atau tidak.







Keterdapatan logam mulia (emas dan perak) salah satunya dijumpai dalam struktur kekar. Berupa batuan yang telah mengalami retakan/celah.



Stratigrafi merupakan salah satu cabang dari ilmu geologi, yang berasal dari bahasa Latin, Strata (perlapisan, hamparan) dan Grafia (memerikan, menggambarkan). Jadi pengertian stratigrafi yaitu suatu ilmu yang mempelajari tentang lapisan-lapisan batuan serta hubungan lapisan batuan itu dengan lapisan batuan yang lainnya yang bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan tentang sejarah bumi. PRINSIP-PRINSIP DASAR STRATIGRAFI Prinsip-prinsip yang digunakan dalam penentuan urut-urutan kejadian geologi adalah sebagai berikut: 1. Prinsip Superposisi Prinsip ini sangat sederhana, yaitu pada kerak bumi tempat diendapkannya sedimen, lapisan yang paling tua akan diendapkan paling bawah, kecuali pada lapisan-lapisan yang telah mengalami pembalikan.



Umur Relatif Batuan Sedimen



2. Hukum Datar Asal (Original Horizontality)



Prinsip ini menyatakan bahwa material sedimen yang dipengaruhi oleh gravitasi akan membentuk lapisan yang mendatar (horizontal). Implikasi dari pernyataan ini adalah lapisan-lapisan yang miring atau terlipatkan, terjadi setelah proses pengendapan. Pengecualian : Pada keadaan tertentu (lingkungan delta, pantai, batugamping, terumbu, dll) dapat terjadi pengendapan miring yang disebut Kemiringan Asli (Original Dip) dan disebut Clinoform. 3. Azas Pemotongan (Cross Cutting) Prinsip ini menyatakan bahwa sesar atau tubuh intrusi haruslah berusia lebih muda dari batuan yang diterobosnya. 4. Prinsip Kesinambungan Lateral (Continuity) Lapisan sedimen diendapkan secara menerus dan berkesinambungan sampai batas cekungan sedimentasinya. Penerusan bidang perlapisan adalah penerusan bidang kesamaan waktu atau merupakan dasar dari prinsip korelasi stratigrafi. Dalam keadaan normal suatu lapisan sedimen tidak mungkin terpotong secara lateral dengan tiba-tiba, kecuali oleh beberapa sebab yang menyebabkan terhentinya kesinambungan lateral, yaitu :



- Pembajian Menipisnya suatu lapisan batuan pada tepi cekungan sedimentasinya



Penipisan Lapisan Sedimen pada Tepian Cekungan Perubahan Fasies Perbedaan sifat litologi dalam suatu garis waktu pengendapan yang sama, atau perbedaan lapisan batuan pada umur yang sama (menjemari).



Penghilangan Lapisan Secara Lateral Pemancungan atau Pemotongan karena Ketidakselarasan Dijumpai pada jenis ketidakselarasan Angular Unconformity di mana urutan batuan di bawah bidang



ketidakselarasan membentuk sudut dengan batuan diatasnya. Pemancungan atau pemotongan terjadi pada lapisan batuan di bawah bidang ketidakselarasan.



Gambar Pemancungan Dislokasi karena sesar Pergeseran lapisan batuan karena gaya tektonik yang menyebabkan terjadinya sesar atau patahan.



Gambar Dislokasi 5. Azas Suksesi Fauna (Faunal Succesions) Penggunaan fosil dalam penentuan umur geologi berdasarkan dua asumsi dalam evolusi organik. Asumsi pertama adalah organisme senantiasa berubah sepanjang waktu dan perubahan yang telah terjadi pada organise tersebut tidak akan terulang lagi. Sehingga dapat dikatakan bahwa suatu kejadian pada sejarah geologi adalah jumlah dari seluruh kejadian yang telah terjadi sebelumnya. Asumsi kedua adalah kenampakan-kenampakan anatomis dapat ditelusuri melalui catatan fosil pada lapisan tertua yang mewakili kondisi primitif organisme tersebut. 6. Teori Katastrofisme (Catastrophism) Teori ini dicetuskan oleh Cuvier, seorang kebangsaan Perancis pada tahun 1830. Ia berpendapat bahwa flora dan fauna dari setiap zaman itu berjalan tidak berubah, dan sewaktu terjadinya revolusi maka hewan-hewan ini musnah. Sesudah malapetaka itu terjadi, maka akan muncul hewan dan tumbuhan baru, sehingga teori ini lebih umum disebut dengan teori Malapetaka. 7. Teori Uniformitarianisme (Uniformitarianism) Teori ini dicetuskan oleh James Hutton, teori ini berbunyi “The Present is The Key to The Past “, yang berarti kejadian yang berlangsung sekarang adalah cerminan atau hasil dari kejadian pada zaman dahulu, sehingga segala kejadian alam yang ada sekarang ini, terjadi dengan jalan yang lambat dan proses yang berkesinambungan seragam dengan proses-proses yang kini sedang berlaku. Hal ini menjelaskan bahwa rangkaian pegunungan-pegunungan besar, lembah serta tebing curam tidak terjadi oleh suatu malapetaka yang tiba-tiba, akan tetapi melalui proses alam yang berjalan dengan sangat lambat. Catatan buat adik-adik : Kesimpulan dari teori Uniformitarianisme adalah :  Proses-proses alam berlangsung secara berkesinambungan.  Proses-proses alam yang terjadi sekarang ini, terjadi pula pada masa lampau namun dengan intensitas yang berbeda. 8. Siklus Geologi Siklus ini terdiri dari proses Orogenesa (Pembentukan Deretan Pegunungan), proses Gliptogenesa (Proses-proses Eksogen/ Denudasi) dan proses Litogenesa (Pembentukan Lapisan Sedimen). Bumi tercatat telah mengalami sembilan kali siklus geologi, dan yang termuda adalah pembentukan deretan pegunungan Alpen.



Gambar Siklus Geologi UNSUR – UNSUR STRATIGRAFI Stratigrafi terdiri dari beberapa elemen penyusun, yaitu : 1. Elemen Batuan, pada stratigrafi batuan yang lebih diperdalam untuk dipelajari adalah batuan sedimen, karena batuan ini memiliki perlapisan, terkadang batuan beku dan metamorf juga dipelajari dalam kapasitas yang sedikit.



2. Unsur Perlapisan (Waktu), merupakan salah satu sifat batuan sedimen yang disebabkan oleh proses pengendapan sehingga menghasilkan bidang batas antara lapisan satu dengan yang lainnya yang merepresentasikan perbedaan waktu/periode pengendapan. Gambar Perlapisan Bidang perlapisan merupakan hasil dari suatu proses sedimentasi yang berupa:  Berhentinya suatu pengendapan sedimen dan kemudian dilanjutkan oleh pengendapan sedimen yang lain. 



Perubahan warna material batuan yang diendapkan.







Perubahan tekstur batuan (misalnya perubahan ukuran dan bentuk butir).







Perubahan struktur sedimen dari satu lapisan ke lapisan lainnya.



 Perubahan kandungan material dalam tiap lapisan (komposisi mineral, kandungan fosil, dll). Pada suatu bidang perlapisan, terdapat bidang batas antara satu lapisan dengan lapisan yang lain. Bidang batas itu disebut sebagai kontak antar lapisan. Terdapat dua macam kontak antar lapisan, yaitu :  Kontak Tajam, yaitu kontak antara lapisan satu dengan lainnya yang menunjukkan perbedaan sifat fisik yang sangat mencolok sehingga dapat dengan mudah diamati perbedaannya antara satu lapisan dengan lapisan lain. Perbedaan mencolok tersebut salah satu contohnya berupa perubahan litologi.  Kontak Berangsur, merupakan kontak lapisan yang perubahannya bergradasi sehingga batas kedua lapisan tidak jelas dan untuk menentukannya mempergunakan cara–cara tertentu. Terdapat dua jenis kontak berangsur, yaitu : 1. Kontak Progradasi 2. Kontak Interkalasi  Kontak erosional, merupakan kontak antar lapisan dengan kenampakan bidang perlapisan yang tergerus/tererosi baik oleh arus maupun oleh material yang terbawa oleh arus. Untuk skala yang lebih luas, kontak antar formasi ataupun antar satuan batuan yang memiliki karakteristik yang sama, dikenal dengan istilah hubungan stratigrafi. Kontak / hubungan stratigrafi ini terdiri dari dua jenis, yaitu kontak selaras dan kontak tidak selaras.  Kontak Selaras atau disebut Conformity yaitu kontak yang terjadi antara dua lapisan yang sejajar dengan volume interupsi pengendapan yang kecil atau tidak ada sama sekali. Jenis kontak ini terbagi dua, yaitu kontak tajam dan kontak berangsur.  Kontak Lapisan Tidak Selaras atau disebut Unconformity yaitu merupakan suatu bidang ketidakselarasan antar lapisan. Terdapat empat macam bidang ketidakselarasan, yaitu: 1. Angular Unconformity, disebut juga ketidakselarasan sudut, merupakan ketidakselarasan yang kenampakannya menunjukan suatu lapisan yang telah terlipatkan dan tererosi, kemudian di atas lapisan tersebut diendapkan lapisan lain. 2. Disconformity, kenampakannya berupa suatu lapisan yang telah tererosi dan di atas bidang erosi tersebut diendapkan lapisan lain. 3. Paraconformity, disebut juga keselarasan semu, yang menunjukkan suatu lapisan di atas dan di bawahnya yang sejajar, dibidang ketidakselarasannya tidak terdapat tanda-tanda fisik untuk membedakan bidang sentuh dua lapisan berbeda. Untuk menentukan perbedaannya harus dilakukan analisis Paleontologi (dengan memakai kisaran umur fosil). 4. Nonconformity, merupakan ketidakselarasan yang yang terjadi dimana terdapat kontak jelas antara batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf.



Gambar Angular Unconformity



Gambar Disconformity



Gambar Paraconformity



Gambar Nonconformity Untuk hubungan stratigrafi ini, sangat sulit untuk diobservasi dalam skala singkapan. Hubungan stratigrafi ini dapat diketahui dari rekonstruksi peta pola jurus. Elemen Struktur Sedimen, struktur sedimen ini merupakan suatu kenampakan yang terdapat pada batuan sedimen di mana kenampakannya itu disebabkan oleh proses sedimentasi pada batuan tersebut, seperti aliran air, deformasi, aktivitas biogenik (oleh hewan dan tumbuhan), serta aliran gravitasi sedimen. Struktur sedimen ini harus dianalisa langsung di lapangan, dengan tujuan untuk menentukan lingkungan pengendapan batuan serta untuk menentukan posisi atas dan bawah dari suatu lapisan.



Palu geologi



Semua mahasiswa geologi pasti sudah tau apa itu palu geologi dan gunanya untuk mengambil sampel batuan, palu geologi di bagi menjadi 2 jenis yaitu palu sedimen yang ujungnya ramping dan palu beku yang ujungnya runcing, panjang pegangan palu beku juga lebih panjang, karena untuk mengambil sampel batuan beku butuh tenaga yang lebih kuat dan pukulan yang lebih keras, sehingga tenaga yang dikeluarkan juga lebih banyak, maka dari itu peganganya lebih panjang dari palu sedimen.Namun ada sedikit catatan disini, bahwa kita sebaiknya selalu membawa kedua jenis palu itu ke lapangan, karena kita tidak tau batuan apa saja yang akan dijumpai di lapangan, walaupun kita tau juga batuan yang kita jumpai kebanyakan sedimen, tapi sebaiknya tetap membawa palu beku, karena siapa tau kita juga menjumpai batu beku dan harus mengambil sampelnya. 2. Kompas geologi



Alat yang satu ini juga pasti sudah tau, dan gunanya adalah untuk mengukur strike/dip dari kemiringan lapisan batuan, atau hanya sebagai penunjuk arah utara dan arah sungai, pokoknya gunanya banyak banget, dan sebaiknya kita harus belajar menggunakan kompas geologi karena jangan sampai di lapangan kita bingung, karena ada posisi srtike/dip yang posisi kemiringan batuanya itu susah di jangkau. berdasarkan dari sumber ada beberapa bagian utama kompas geologi yaitu : 



Jarum Kompas



Ujung jarum kompas selalu mengarah ke kutub utara megnetik bumi, biasanya diberi tanda warna kuning.







Lingkaran Pembagian Derajat P



Dibagi dua, yaitu kompas azimuth dan kompas kwardan. – Kompas azimuth, mempunyai pembagian derajat, mulai dari 0 derajat (utara) sampai 360 derajat (kembali ke utara) yang ditulis berlawanan arah jarum jam, dan pembacaannya juga demikian – Kompas kwardan, mempunyai pembagian derajat mulai dari derajat pada arah utara dan selatan sampai 90 derajat pada arah timur dan barat. pembacaan dimulai dari arah utara atau selatan kea rah timur atau barat sesuai kedudukan jarum kompas. 



Klinometer



Merupakan rangkaian alat yang digunakan untuk mengukur besarnya kemiringan bidang. rangkaian alat tersebut terdiri dari Nivo tabung, penunjuk skala, busur setengah lingkaran berskala. pada bagian atas busur bernilai 00 di tengahnya. pada bagian tepinya bernilai 900. pada bagian bawah busur, skala bernilai 0% dan di tengah dan 100% tepat pada 450 (tan 45=1=100%). klinometer dapat digerakkan dengan menggerakkan tangkai di belakang kompas. 



Pengatur Horizontal



Alatnya adalah sebuah nivo bulat yang bergandengan dengan klinometer. kedudukan kompas horizontal bila gelembung udara tepat di tengah lingkaran. 



Pengatur Arah



Rangkaian alatnya terdiri dari sighting arm, peep sigh, axial line, felding sight, dan sight window. alat-alat tersebut dibantu dengan cermin. bila kompas ditembakkan ke sasaran, semua rangkaian alat tersebut harus bearada di garis sasaran. 3. Lup



Lup sebuah benda kecil yang biasa digunakan untuk melihat komposisi mineral batuan, karena kadang kita menemukan batuan dengan ukuran mineral yang kecil jadi harus butuh alat bantu untuk melihatnya, namun kemarin waktu aku membantu seniorku di lapangan seingatku dia tidak menggunakan lup, karena memang deskripsi saat di lapangan tidak terlalu detail, jadi lup tidak begitu dibutuhkan. 4. Global Positioning System (GPS)



GPS juga sangat penting untuk digunakan di lapangan lho, bayangkan saja, jika tidak ada GPS kita tidak dapat menentukan dimana posisi koordinat kita dan tentu saja kita tidak dapat menge-plot posisi kita di peta, ya walaupun kita bisa melakukan orientasi medan, namun jika ada GPS kita gunakan saja, GPS juga dapat digunakan untuk tracking yaitu agar kita tau jalan yang sudah kita lewati, dan mengurangi kemungkinan tersesat apabila memang jalurnya jauh dan susah dan. Catatan buat penggunaan GPS jangan lupa bawa baterai cadangan, sangat tidak lucu apabila saat di lapangan ternyata baterai GPS kita habis dan mati, masa harus terpaksa pulang Cuma gara-gara GPS mati.. 5. Buku lapangan



Perlengkapan geologi lainya yang sangat penting adalah buku lapangan,yang namanya buku jelas buat mencatat, dan buku lapangan gunanya untuk mencatat apa yang dijumpai di lapangan, deskripsi batuan, letak singkapan, hasil pengukuran struktur, cuaca dan lain yang perlu dicatat, buku lapangan juga dapat digunakan buat membantu mengukur strike/dip, dan juga digunakan buat menggambar sketsa singkapan yang kita jumpai. 6. Peta



Sempet lupa sama perlengkapan yang satu ini, padahal tadi dibahas waktu ngomongin GPS, hehe.. ya peta, peta itu agar kita tau posisi kita setelah di ploting oleh GPS, dan agar kita tau sampai mana batas kapling untuk pemetaan kita, jangan sampai gara-gara kita tidak membawa peta luas daerah yang akan kita lakukan pemetaan bertambah atau berkurang, hehe., peta yang waktu dibawa seniorku saat pemetaan Cuma peta topografi lengkap dengan koordinat GPS, jadi lebih mudah, dan bisa tau bagaimana keadaan kontur tempat yang akan kita datangi.Ada catatan juga buat peta, kalau takut basah lebih baik dibungkus menggunakan plastik, itu juga dapat menghindari dari kotor. 7. Plastik sampel



plastik sampel dugunakan untuk tempat buku Plastik sampel digunakan untuk membungkus sampel batuan yang diambil di lapangan, sebaiknya plastik sampel yang dibawa adalah yang berukuran besar, jadi kalau dibutuhkan bisa untuk membungkus benda lainya seperti handphone atau dompet, dan kalau besar juga bisa membawa sampel batuan dalam jumlah banyak, jangan lupa juga setiap singkapan di masukan dalam plastik sampel yang berbeda dan di beri nama pada plastik sampelnya sesuai lokasi singkapan dan nama batuanya. 8. Sepatu boot/lapangan



Sepatu lapangan harus yang benar-benar bisa melindungi kaki saat di lapangan karena kaki adalah bagian tubuh kita yang pertama menyentuh tanah, jangan yang licin apalagi sepatu kuliah yang digunakan, karena waktu aku membantu di lapangan aku menggunakan sepatu kuliahku karena sepatu lapanganku di bawa adiku ke semarang, dan akibatnya sudah dapat ditebak, baru hari kedua sepatuku sudah rusak, untung saja ada warga asli salem yang mau meminjamkan sepatu boot dari hari ketiga sampai selesai, jadi kesimpulanya jangan sampai meremehkan sepatu saat di lapangan, karena apapun bisa terjadi. 9. Kamera



Ada alat yang kelupaan lagi, padahal waktu membantu di lapangan tugasku yang mengambil gambar, kamera ini juga penting, hampir sama pentingnya seperti yang lain, kamera jelas digunakan untuk mempublikasikan semua singkapan di lapangan, dan lokasi-lokasi pengamatan, atau bisa buat narsis saat kita beristirahat, hehe..!!Seperti halnya GPS untuk kamera juga jangan lupa bawa baterai cadangan, karena bisa saja tiba-tiba mati, dan jangan lupa juga mengosongkan semua isi memorinya sebelum dibawa ke lapangan, karena lebih lucu lagi kalau di lapangan tiba-tiba memori kamera penuh dan terpaksa ambil gambar menggunakan HP, ya kalau saja hp nya bagus, kalo tidak itu kan masalah. 10. Alat Tulis



Alat tulis juga alat yang perlu dibawa saat ke lapangan, karena buat apa ada buku kalau yang buat nulis ga ada, bawa aja pensil yang penting dapat buat mencatat di lapangan. 11.Tas ransel



Palu geologi



Semua mahasiswa geologi pasti sudah tau apa itu palu geologi dan gunanya untuk mengambil sampel batuan, palu geologi di bagi menjadi 2 jenis yaitu palu sedimen yang ujungnya ramping dan palu beku yang ujungnya runcing, panjang pegangan palu beku juga lebih panjang, karena untuk mengambil sampel batuan beku butuh tenaga yang lebih kuat dan pukulan yang



lebih keras, sehingga tenaga yang dikeluarkan juga lebih banyak, maka dari itu peganganya lebih panjang dari palu sedimen.Namun ada sedikit catatan disini, bahwa kita sebaiknya selalu membawa kedua jenis palu itu ke lapangan, karena kita tidak tau batuan apa saja yang akan dijumpai di lapangan, walaupun kita tau juga batuan yang kita jumpai kebanyakan sedimen, tapi sebaiknya tetap membawa palu beku, karena siapa tau kita juga menjumpai batu beku dan harus mengambil sampelnya. 2. Kompas geologi



Alat yang satu ini juga pasti sudah tau, dan gunanya adalah untuk mengukur strike/dip dari kemiringan lapisan batuan, atau hanya sebagai penunjuk arah utara dan arah sungai, pokoknya gunanya banyak banget, dan sebaiknya kita harus belajar menggunakan kompas geologi karena jangan sampai di lapangan kita bingung, karena ada posisi srtike/dip yang posisi kemiringan batuanya itu susah di jangkau. berdasarkan dari sumber ada beberapa bagian utama kompas geologi yaitu : 



Jarum Kompas



Ujung jarum kompas selalu mengarah ke kutub utara megnetik bumi, biasanya diberi tanda warna kuning. 



Lingkaran Pembagian Derajat P



Dibagi dua, yaitu kompas azimuth dan kompas kwardan. – Kompas azimuth, mempunyai pembagian derajat, mulai dari 0 derajat (utara) sampai 360 derajat (kembali ke utara) yang ditulis berlawanan arah jarum jam, dan pembacaannya juga demikian – Kompas kwardan, mempunyai pembagian derajat mulai dari derajat pada arah utara dan selatan sampai 90 derajat pada arah timur dan barat. pembacaan dimulai dari arah utara atau selatan kea rah timur atau barat sesuai kedudukan jarum kompas. 



Klinometer



Merupakan rangkaian alat yang digunakan untuk mengukur besarnya kemiringan bidang. rangkaian alat tersebut terdiri dari Nivo tabung, penunjuk skala, busur setengah lingkaran berskala. pada bagian atas busur bernilai 00 di tengahnya. pada bagian tepinya bernilai 900. pada bagian bawah busur, skala bernilai 0% dan di tengah dan 100% tepat pada 450 (tan 45=1=100%). klinometer dapat digerakkan dengan menggerakkan tangkai di belakang kompas.







Pengatur Horizontal



Alatnya adalah sebuah nivo bulat yang bergandengan dengan klinometer. kedudukan kompas horizontal bila gelembung udara tepat di tengah lingkaran. 



Pengatur Arah



Rangkaian alatnya terdiri dari sighting arm, peep sigh, axial line, felding sight, dan sight window. alat-alat tersebut dibantu dengan cermin. bila kompas ditembakkan ke sasaran, semua rangkaian alat tersebut harus bearada di garis sasaran. 3. Lup



Lup sebuah benda kecil yang biasa digunakan untuk melihat komposisi mineral batuan, karena kadang kita menemukan batuan dengan ukuran mineral yang kecil jadi harus butuh alat bantu untuk melihatnya, namun kemarin waktu aku membantu seniorku di lapangan seingatku dia tidak menggunakan lup, karena memang deskripsi saat di lapangan tidak terlalu detail, jadi lup tidak begitu dibutuhkan. 4. Global Positioning System (GPS)



GPS juga sangat penting untuk digunakan di lapangan lho, bayangkan saja, jika tidak ada GPS kita tidak dapat menentukan dimana posisi koordinat kita dan tentu saja kita tidak dapat menge-plot posisi kita di peta, ya walaupun kita bisa melakukan orientasi medan, namun jika ada GPS kita gunakan saja, GPS juga dapat digunakan untuk tracking yaitu agar kita tau jalan yang sudah kita lewati, dan mengurangi kemungkinan tersesat apabila memang jalurnya jauh dan susah dan. Catatan buat penggunaan GPS jangan lupa bawa baterai cadangan, sangat



tidak lucu apabila saat di lapangan ternyata baterai GPS kita habis dan mati, masa harus terpaksa pulang Cuma gara-gara GPS mati.. 5. Buku lapangan



Perlengkapan geologi lainya yang sangat penting adalah buku lapangan,yang namanya buku jelas buat mencatat, dan buku lapangan gunanya untuk mencatat apa yang dijumpai di lapangan, deskripsi batuan, letak singkapan, hasil pengukuran struktur, cuaca dan lain yang perlu dicatat, buku lapangan juga dapat digunakan buat membantu mengukur strike/dip, dan juga digunakan buat menggambar sketsa singkapan yang kita jumpai. 6. Peta



Sempet lupa sama perlengkapan yang satu ini, padahal tadi dibahas waktu ngomongin GPS, hehe.. ya peta, peta itu agar kita tau posisi kita setelah di ploting oleh GPS, dan agar kita tau sampai mana batas kapling untuk pemetaan kita, jangan sampai gara-gara kita tidak membawa peta luas daerah yang akan kita lakukan pemetaan bertambah atau berkurang, hehe., peta yang waktu dibawa seniorku saat pemetaan Cuma peta topografi lengkap dengan koordinat GPS, jadi lebih mudah, dan bisa tau bagaimana keadaan kontur tempat yang akan kita datangi.Ada catatan juga buat peta, kalau takut basah lebih baik dibungkus menggunakan plastik, itu juga dapat menghindari dari kotor. 7. Plastik sampel



plastik sampel dugunakan untuk tempat buku Plastik sampel digunakan untuk membungkus sampel batuan yang diambil di lapangan, sebaiknya plastik sampel yang dibawa adalah yang berukuran besar, jadi kalau dibutuhkan bisa untuk membungkus benda lainya seperti handphone atau dompet, dan kalau besar juga bisa membawa sampel batuan dalam jumlah banyak, jangan lupa juga setiap singkapan di masukan dalam plastik sampel yang berbeda dan di beri nama pada plastik sampelnya sesuai lokasi singkapan dan nama batuanya. 8. Sepatu boot/lapangan



Sepatu lapangan harus yang benar-benar bisa melindungi kaki saat di lapangan karena kaki adalah bagian tubuh kita yang pertama menyentuh tanah, jangan yang licin apalagi sepatu kuliah yang digunakan, karena waktu aku membantu di lapangan aku menggunakan sepatu kuliahku karena sepatu lapanganku di bawa adiku ke semarang, dan akibatnya sudah dapat ditebak, baru hari kedua sepatuku sudah rusak, untung saja ada warga asli salem yang mau meminjamkan sepatu boot dari hari ketiga sampai selesai, jadi kesimpulanya jangan sampai meremehkan sepatu saat di lapangan, karena apapun bisa terjadi.



9. Kamera



Ada alat yang kelupaan lagi, padahal waktu membantu di lapangan tugasku yang mengambil gambar, kamera ini juga penting, hampir sama pentingnya seperti yang lain, kamera jelas digunakan untuk mempublikasikan semua singkapan di lapangan, dan lokasi-lokasi pengamatan, atau bisa buat narsis saat kita beristirahat, hehe..!!Seperti halnya GPS untuk kamera juga jangan lupa bawa baterai cadangan, karena bisa saja tiba-tiba mati, dan jangan lupa juga mengosongkan semua isi memorinya sebelum dibawa ke lapangan, karena lebih lucu lagi kalau di lapangan tiba-tiba memori kamera penuh dan terpaksa ambil gambar menggunakan HP, ya kalau saja hp nya bagus, kalo tidak itu kan masalah. 10. Alat Tulis



Alat tulis juga alat yang perlu dibawa saat ke lapangan, karena buat apa ada buku kalau yang buat nulis ga ada, bawa aja pensil yang penting dapat buat mencatat di lapangan. 11.Tas ransel



V



Bentang alam dan relief di muka bumi ini tidak muncul begitu saja. Adanya keragaman bentuk muka bumi yang selalu berubah dari waktu ke waktu disebabkan oleh tenaga pembentuk muka bumi yang disebut dengan tenaga geologi. Tenaga geologi tersebut terdiri dari dua jenis yakni tenaga endogen dan tenaga eksogen. Berikut adalah pembahasan mengenai tenaga endogen dan eksogen yang membentuk muka bumi.



Tenaga Endogen Tenaga endogen adalah tenaga yang berasal dari dalam bumi yang bersifat membangun(konstruktif). Tenaga endogen ini dikelompokkan menjadi 3 yaitu : 1. Tektonisme Tektonisme merupakan peristiwa yang menyebabkan perubahan bentuk kulit bumi. Tenaga tektonik merupakan tenaga pembentuknya. Tenaga tektonik terbagi menjadi 2 jenis gerak yakni gerak epirogenetik dan gerak orogenetik. 



Gerak epirogenetik Gerak epirogenetik adalah gerak atau pergeseran kulit bumi yang yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama dan meliputi daerah yang luas sehingga menyebabkan naik- turunnya daratan. Epirogenetik terbagi menjadi 2 yaitu epirogenetik positif dan negatif. Epirogenetik positif menyebabkan turunnya daratan sehingga permukaan laut naik. Sedangkan epirogenetik negatif adalah gerak naiknya daratan sehingga permukaan laut terlihat turun.







Gerak orogenetik Gerak orogenetik merupakan gerak yang menyebabkan terjadinya relief muka bumi daratan seperti gunung dan pegunungan. Gerak ini relatif lebih cepat dari pada gerak epirogenetik. Gerak orogenetik juga menyebabkan tekanan pada kulit bumi secara vertikal maupun horizontal sehingga menyebabkan dislokasi atau perpindahan letak lapisan kulit bumi. Dislokasi tersebut mengakibatkan lipatan pada kulit bumi yang membentuk relief muka bumi berupa pegunungan. Selain menimbulkan macam- macam lipatan kulit bumi, dislokasi juga menyebabkan retakan atau patahan pada kulit bumi. Diantara jenis jenis patahan yaitu tanah turun (graben), tanah naik (horst), dan tanah bungkuk (fleksur).



2. Vulkasnisme, Vulkanisme merupakan peristiwa yang berhubungan dengan gunung berapi yakni berupa naiknya magma dari dalam perut bumi. Magma sendiri adalah campuran batu- batuan dalam keadaan cair dan sangat panas. Penyebab adanya aktivitas magma dalam dapur magma adalah tingginya suhu dan banyaknya jumlah gas yang terkandung dalam magma. (baca : Proses Terjadinya Magma) . Gunung berapi terdiri atas beberapa bagian yaitu diaterma (pipa kawah), kawah, sumber kawah dan batholit. Ada beberapa jenis gunung berapi, yaitu gunung api perisai, gunung api kaldera, gunung api maar dan gunung api strato. Contoh gunung api di Indonesia yakni Gunung Sinabung, Gunung Merapi, Gunung Agung dan Gunung Kelud. (baca : Penyebab Gunung Meletus) 3. Gempa bumi(seisme) Gempa bumi adalah getaran permukaan bumi yang disebabkan oleh kekuatan- kekuatan dari dalam bumi dan merambat sampai ke permukaan bumi. Gempa bumi diklasifikasikan menjadi 3 berdasarkan sebab terjadinya yakni gempa tektonik, gempa vulkanis dan gempa runtuhan.







 



Gempa tektonik adalah gempa yang terjadi karena adanya gerak orogenetik. Gempa tektonik biasa terjadi di daerah pegunungan lipatan muda yaitu daerah rangkaian Pegunungan Mediterania dan Sirkum Pasifik. Indonesia adalah salah satu negara yang berada dalam deretan pegunungan tersebut. Gempa jenis ini termasuk dalam kategori gempa dengan bahaya yang sangat besar karena dapat menyebabkan retakan dan pergeseran tanah. Oleh karena itu, masyarakat harus tahu cara melakukan mitigasi gempa bumi untuk mengurangi dampak akibat gempa bumi. Gempa vulkanis adalah getaran yang terjadi ketika terjadi letusan gunung api maupun karena aktivitas magma. (baca : Ciri Ciri Gunung Api Akan Meletus) Gempa runtuhanatau disebut dengan gempa guguran adalah jenis gempa yang terjadi karena runtuhnya tanah. Gempa ini biasanya terjadi di daerah bertanah kapur dan daerah pertambangan yang mempunyai terowongan.



Tenaga Eksogen Tenaga eksogen adalah tenaga pembentuk muka bumi yang berasal dari luar yakni berupa tenaga air, angin, sinar matahari maupun tenaga dari makhluk hidup. (baca : Akibat Tenaga Eksogen) Tenaga endogen dikelompokkan menjadi 4 yaitu : 1. Pelapukan Pelapukan ialah proses hancurnya batuan dari bongkahan besar menjadi bagian yang lebih kecil sehingga menjadi tanah. Pelapukan terjadi karena dipengaruhi oleh faktor cuaca, misalnya suhu. Jenis jenis pelapukan diataranya yaitu pelapukan mekanik, pelapukan kimia dan pelapukan biologis. 



 



Pelapukan mekanik yaitu proses melapuknya batuan yang tidak disertai dengan perubahan susunan kimia. Pelapukan ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah pengaruh suhu, sinar matahari, daya erosi dan gelombang laut yang memukul pantai. Pelapukan kimia adalah proses pelapukan batuanyang diikuti dengan perubahan susunan zat dari batuan induk. Pelapukan biologis ialah proses pelapukan yang disebabkan oleh aktifitas makhluk hidup seperti hewan, tumbuhan dan manusia.



2. Pengikisan(erosi) Pengikisan adalah proses pengikisan permukaan bumi oleh media yang melibatkan pengangkatan partikel batuan. Berdasarkan penyebabnya, erosi dikelompokkan menjadi 4 yakni : 







Erosi air yakni proses pengikisan tanah oleh air yang mengangkut batu- batuan yang telah hansur. Erosi air juga disebut dengan korasi. Korasi dipengaruhi oleh daya angkut air, keadaan permukaan yang tererosi dan kecepatan gerak air. Erosi es, juga disebut dengan erosi glasial yakni erosi yang terjadi di daerah pegunungan tinggi yang mempunyai salju abadi (es).



 



Erosi angin merupakan peristiwa pengikisan yang terjadi karena pergerakan angin. Pengikisan tanah oleh anginmempunyai dampak terbentuknya lubang- lubang kecil di batuan. Erosi gelombang laut sering disebut dengan abrasi pantaiatau erosi pantai. Besarnya kecepatan angin laut atau gelombang dapat menyebabkan terjadinya perubahan bentuk pantai. Bentangan alam yang muncul karena erosi gelombang laut meliputi cliff, relung, morena, ngarai.



3. Pengendapan (sedimentasi) Sedimentasi merupakan proses pengendapan massa batuan atau material yang terbawa oleh angin, air atau pun es. Ada beberapa jenis proses sedimentasi menurut tempat mengendapnya, diantaranya yaitu sedimentasi fluvial dan marine.   o o o



Sedimentasi fluvial adalah sedimentasi yang terjadi di sungai dan disebabkan oleh air sungai. Sedimentasi marine yakni sedimentasi yang terjadi karena abrasi oleh air laut dan menghasilkan bentangan alam seperti : tombolo – jembatan pasir yang menghubungkan dua buah pulau, yakni pulau besar dan pulau kecil gosong – suatu daratan sempit di tengah- tengah laut spit – daratan pasir yang memanjang dengan satu ujung di lautan dan ujung lainnya menyambung daratan



4. Amblesan Amblesan merupakan perpindahan material atau pergesaeran tanah secara vertikal dan perlahan ke arah bawah tanpa adanya permukaan bebas. Penyebab tanah ambles ini diantaranya adalah hujan deras yang menimpa tanah yang kurang padat. Tanah yang kuragn padat ini biasanya berupa tanah lempung atau tanah liat yang mudah lembek ketika terkena air. Penyebab lain dari amblesnya tanah adalah adanya timbunan lahan, penggunaan air tanah yang berlebihan, adanya beban berat di atas tanah yang kurang tebal dan juga erosi.



Kekar (Joint) Kekar adalah suatu retakan pada batuan yang tidak/belum mengalami pergerakan. Kekar dapat menjadi tempat tersimpannya sumber mineral industri tertentu, atau sebagai jalan bagi aliran air tanah. Kekar dapat terbentuk sebagai: 1. Kekar pengkerutan, disebabkan oleh gaya pengkerutan yang timbul karena pendinginan atau pengeringan, biasanya berbentuk poligonal yang memanjang. 2. Kekar lembaran, sekumpulan kekar yang sejajar dengan permukaan tanah, terutama pada batuan beku. Terbentuk karena hilangnya beban di atasnya. 3. Kekar tektonik, terbentuk karena proses tektonik, atau gaya-gaya akibat pergerakan permukaan bumi. a. Berdasarkan genesanya 1. Kekar gerus: kekar yang terbentuk oleh gaya kompresi. Biasanya berpasangan, pada breksi memotong fragmen, bidang kekar lurus dan rata. Batuan akan menjadi terkoyak atau menjadi rapuh. 2. Kekar tarik : terbentuk oleh gaya tarik. Biasanya tidak berpasangan, tiak memotong fragmen pada breksi, bidang kekar biasanya tidak lurus dan tidak rata. Batuan menjadi terbuka b. Kedudukan terhadap bidang lain 1. Dip joint, Jurusnya relatif sejajar dengan arah kemiringan lapisan batuan 2. Strike joint, Jurusnya sejajar dengan arah kemiringan lapisan batuan 3. Bedding joint, Bidangnya sejajar dengan bidang perlapisan batuan di sekitarnya 4. Diagonal joint, Jurusnya memotong miring bidang perlapisan batuan sekitarnya 2.2 Sesar/Patahan (Fault) Adalah kekar/retakan batuan yang telah mengalami perpindahan atau pergeseran. Beberapa bukti adanya sesar adalah:  Cermin sesar dan gores garis  Pergeseran bidang pelapisan batuan, urat, dsb.  Zona hancuran atau breksiasi  Perulangan lapisan yang sama  Hilangnya lapisan yang seharusnya ada (disebut hiatus)  Bukti-bukti fisiografi, misalnya kelurusan sungai, gawir sesar, dsb. Macam-macam Sesar : 1. Berdasarkan Gerak Hanging Wall Terhadap Foot Wall a. Sesar Turun/Normal = cirinya adalah adanya pemanjangan, ada lapisan hilang b. Sesar Naik = cirinya adanya pemendekan, ada lapisan yang menumpuk 2. Berdasarkan Ada Tidaknya Gerakan Rotasi a. Sesar Translasi, Masing-masing blok tidak ada gerak rotasi. Garis yang sejajar dengan blok lain tetap sejajar. b. Sesar Rotasi, Terdapat gerak rotasi antara blok yang satu dengan yang lainnya. Ada titik yang tidak mengalami pergeseran. 3. Berdasarkan Rake Net Slip a. Strike Slip Fault : Arah gerakan sejajar bidang sesar b. Dip Slip Fault : Arah gerakan tegak lurus bidang sesar c. Diagonal Fault 4. Berdasarkan Pergerakan Sesar



a. Stick slip (tidak kontinyu), Sesar yang bergerak secara tiba-tiba dengan menyimpan energi besar seperti ini menyebabkan terjadinya gempa bumi. b. Stable sliding (kontinyu), Disebabkan oleh adanya fluida yang menyebabkan gerakan terus berlangsung. Secara umum bentang alam yang dikontrol oleh struktur patahan sulit untuk menentukan jenis patahannya secara langsung. Untuk itu, dalam hal ini hanya akan diberikan ciri umum dari kenampakan morfologi bentang alam struktural patahan, yaitu : a. Beda tinggi yang menyolok pada daerah yang sempit. b. Mempunyai resistensi terhadap erosi yang sangat berbeda pada posisi/elevasi yang hampir sama. c. Adanya kenampakan dataran/depresi yang sempit memanjang. d. Dijumpai sistem gawir yang lurus(pola kontur yang lurus dan rapat). e. Adanya batas yang curam antara perbukitan/ pegunungan dengan dataran yang rendah. f. Adanya kelurusan sungai melalui zona patahan, dan membelok tiba-tiba dan menyimpang dari arah umum. g. Sering dijumpai(kelurusan) mata air pada bagian yang naik/terangkat h. Pola penyaluran yang umum dijumpai berupa rectangular, trellis, concorted serta modifikasi ketiganya. i. Adanya penjajaran triangular facet pada gawir yang lurus. 2.3 Lipatan (Fold) Adalah permukaan pada batuan, baik dalam batuan sedimen maupun batuan metamorf. Bila penekukan membentuk busur, dinamakan antiklin. Jika berbentuk palung disebut sinklin. Lipatan terjadi karena adanya lapisan kulit bumi yang mengalami gaya kompresi (gaya tekan). Pada suatu lipatan yang sederhana, bagian punggungan disebut dengan antiklin, sedangkan bagian lembah disebut sinklin. Unsur-unsur yang terdapat pada struktur ini dapat diketahui dengan menafsirkan kedudukan lapisan batuannya. Kedudukan lapisan batuan(dalam hal ini arah kemiringan lapisan batuan) pada peta topografi, akan berlawanan arah dengan bagian garis kontur. a.



Antiklin Dan Sinklin Pada prinsipnya penafsiran pada kedua struktur ini berdasarkan atas kenampakan fore slope/antidip slope dan back slope/dipslope yang terdapat secara berpasangan. Bila antidip slope saling berhadapan (infacing scarp), maka terbentuk lembah antiklin, sedangkan apabila yang saling berhadapan adalah back slope/dipslope, disebut lembah sinklin. b. Lipatan Tertutup  Kubah, Bentang alam ini mempunyai ciri-ciri kenampakan sebagai berikut : 1. Kedudukan lapisan miring ke arah luar (fore slope ke arah dalam). 2. Mempunyai pola kontur tertutup 3. Pola penyaluran radier dan berupa bukit cembung pada stadia muda 4. Pada stadia dewasa berbentuk lembah kubah dengan pola penyaluran annular.  Cekungan, Bentang alam ini mempunyai kenampakan sebagai berikut : 1. Kedudukan lapisan miring ke dalam (back slope ke arah dalam) 2. Mempunyai pola kontur tertutup 3. Pada stadia muda pola penyalurannya annular. GENESA



3.1 Sesar Dari kenampakan outcrop, ada pergeseran tubuh batuan. Hal ini biasanya, termasuk sesar normal, apabia ada lapisan batuan yang tiba-tiba menghilang. Sedangkan untuk sesar naik atau thrust fault biasanya ada perulangan lapisan. Secara umum, zona sesar itu biasanya tidak nampak jelas, karena ada struktur dilokasi tersebut, yang menandakan bahwa dia termasuk zona lemah. Penciri yg umum itu intensitas kekar gerus dan kekar tarik makin intensif, batuannya semakin hancur, dan kalau kita menemukan 'breksi kataklastika' di lapangan, tidak jauh dari lokasi tersebut bisa dipastikan ada sesar. Pada Peta Topografi sendiri, kenampakan sesar umumnya ditunjukan oleh adanya pola kontur rapat yang menerus lurus, kelurusan sungai dan perbukitan, ataupun pergeseran, dan pembelokan perbukitan atau sungai, dan pola aliran sungai parallel dan rectangular. 3.2 Kekar Untuk Kekar Gerus dilapangan biasanya berpasangan (sistematis), dan rekahannya licin dikarenakan terbentuk terbentuk dari gaya kompresi, sempit. Untuk Kekar Tarik, biasan dilapangan biasanya sendirian (non sistematis) dikarenakan terbentuk dari gaya tensional/tarikan maka rekahannya agak lebar, dan permukaannya kasar. Untuk Kekar Pengerutan, terbentuk akibat proses fisika, dikarenakan pelapukan. Dilapangan kekar ini bisa berpasangan, bisa sendiri, tapi yang paling penting, dia rekahannya hanya dipermukaan. Untuk Kekar Kolom, Kekar ini termasuk struktur primer. Pembentukan disebabkan karena lelehan magma, Dilapangan sendiri paling gampang keliatan, bila ada intrusi basa, hingga intermediet. Pada Peta Topografi sendiri, kenampakan kekar umumnya dicirikan oleh pola aliran sungai rektangular, dan kelurusan-kelurusan sungai dan bukit. 3.3 Lipatan Dari singkapan sendiri sudah kenampakannya, tapi harus dalam skala besar, dan pengukuran strike/dip yang valid. Lipatan itu sendiri dalam dua sayapnya, dip nya saling berlawanan. Adanya lipatan, bisa dipastikan kekar dan sesar mengikuti. Pada Peta Topografi sendiri, kenampakan lipatan umumnya ditunjukan oleh pola aliran sungai trellis atau parallel, dan adanya bentuk-bentuk dip-slope yaitu suatu kontur yang rapat dibagian depan yang merenggang makin kearah belakang. Jika setiap bentuk dip-slope ini diinterpretasikan untuk seluruh peta, muka sumbu-sumbu lipatan akan dapat diinterpretasikan kemudian. Pola dip-slope seperti ini mempunyai beberapa istilah yang mengacu pada kemiringan perlapisannya.



Teori tektonika Lempeng (bahasa Inggris: Plate Tectonics) adalah teori dalam bidang geologi yang dikembangkan untuk memberi penjelasan terhadap adanya bukti-bukti pergerakan skala besar yang dilakukan oleh litosfer bumi. Teori ini telah mencakup dan juga menggantikan Teori Pergeseran Benua yang lebih dahulu dikemukakan pada paruh pertama abad ke-20 dan konsep seafloor spreading yang dikembangkan pada tahun 1960-an. Bagian terluar dari interior bumi terbentuk dari dua lapisan. Di bagian atas terdapat litosfer yang terdiri atas kerak dan bagian teratas mantel bumi yang kaku dan padat. Di bawah lapisan litosfer terdapat astenosfer yang berbentuk padat tetapi bisa mengalir seperti cairan dengan sangat lambat dan dalam skala waktu geologis yang sangat lama karena viskositas dan kekuatan geser (shear strength) yang rendah. Lebih dalam lagi, bagian mantel di bawah astenosfer sifatnya menjadi lebih kaku lagi. Penyebabnya bukanlah suhu yang lebih dingin, melainkan tekanan yang tinggi. Lapisan litosfer dibagi menjadi lempeng-lempeng tektonik (tectonic plates). Di bumi, terdapat tujuh lempeng utama dan banyak lempeng-lempeng yang lebih kecil. Lempeng-lempeng litosfer ini menumpang di atas astenosfer. Mereka bergerak relatif satu dengan yang lainnya di batasbatas lempeng, baik divergen (menjauh), konvergen (bertumbukan), ataupun transform (menyamping). Gempa bumi, aktivitas vulkanik, pembentukan gunung, dan pembentukan palung samudera semuanya umumnya terjadi di daerah sepanjang batas lempeng. Pergerakan lateral lempeng lazimnya berkecepatan 50–100 mm/a.[1]



Strike dan Dip mengacu kepada orientasi atau geometri fitur-fitur geologi. Garis strike perlapisan, patahan, atau fitur planar lainnya, adalah garis yang merepresentasikan perpotongan fitur tersebut di bidang horizontal. Dalam peta geologi, strike dan dip digambarkan dengan garis pendek yang dipotong oleh garis yang lebih pendek tegak lurus dengan garis pertama.



Strike dan Dip perlapisan. 1-Strike, 2-Dip direction, 3-Apparent dip 4-Sudut dip



Garis Strike dan Dip dari bidang mendeskripsikan posisi relatif terhadap bidang horizontal dan bidang vertikal tegak lurus dengan garis strike.



Cara lain untuk merepresentasikan Strike dan Dip adalah dengan Dip dan Dip Direction. Dip Direction adalah azimut dari arah dip yang diproyeksikan ke bidang horizontral (seperti trend dari fitur linear dalam pengukuran trend dan plunge), yang dimana arahnya tegak lurus ( 90°) dari arah strike. Seperti contoh, sebuah dipping 30° ke selatan, akan memiliki strike timur- barat ( dan akan ditulis 090° / 30° S menggunakan strike dan dip ), tetapi akan ditulis sebagai 30/180 menggunakan metode dip dan dip direction Strike dan dip ditentukan di lapangan dengan kompas dan klinometer atau kombinasi keduanya, seperti kompas Brunton yang merupakan nama seorang penambang di Colorado. KompasKlinometer yang mengukur dip dan dip direction dalam satu langkah (seperti di gambar sebelumnya ) sering disebut kompas "stratum" atau " Klar" yang merupakan nama seorang profesor berkebangsaan Jerman. Aplikasi-aplikasi di Ponsel pintar juga tersedia, yang menggunakan akselerometer internal untuk memperoleh pengukuran orientasi. Dikombinasikan dengan GPS, ponsel pintar bisa membaca dan merekam dan lalu mengunggahnya ke peta .[1] Setiap fitur planar bisa diukur oleh strike dan dip, termasuk Perlapisan sedimen, patahan dan kekar, Cuesta, dike dan sill batuan beku, foliasi metamorf, dan fitur planar lainnya di muka bumi. Fitur linear diukur menggunakan metode yang sama, dimana "plunge" adalah sudut dip dan "trend" analog dengan nilai dip direction.



Apparent dip atau Dip semu adalah nama dari setiap dip yang diukur di bidang vertikal yang tidak tegak lurus dengan garis strike. True dip atau dip asli bisa diukur dari apparent dip menggunakan trigonometri bila diketahui nilai strike. Penampang geologi menggunakan apparent dip ketika mereka digambarkan dalam suatu sudut yang tidak tegak lurus trike.



Cara Mengukur Kedudukan Lapisan Jika kita berjalan-jalan, kita yang seorang geologist, pasti akan tertarik jika melihat sebuah singkapan batuan. untuk seorang geologist lapangan, peralatan standar yang dibawa adalah palu geologi, lup, kompas geologi, meteran, HCl, dan buku catatan. sehingga suatu singkapan batuan bisa dideskripsi sementara secara megaskopis sebelum dibawa ke laboratorium untuk analisa petrografi.



Jika kita menemukan batuan sedimen, sepertinya bukan hanya sedimen,tapi semua batuan. bukan hanya deskripsi batuan saja yang perlu kita lakukan. Pertama kita harus menentukan lokasi, bisa plot pada peta, atau catat posisi kita yang tertera pada GPS. Kemudian kita melakukan observasi singkapan dilihat secara keseluruhan agar bisa tertata dalam benak kita bayangannya dalam skala luas. Kemudian deskripsi batuan yang masih segar... Catat apa yang kita lihat... Kemudian korelasi dengan singkapan lain.



Untuk korelasi ini, kita harus mengetahui kedudukan lapisan batuan. Kita perlu mengukur jurus (strike) dan kemiringan (dip). Pertama kita ukur strike-nya. Tempelkan bagian kompas yang bertuliskan arah east pada top lapisan. Posisikan bubbles pada tengah lingkaran. Baca angka yang berimpit dengan arah north. Itulah strike lapisan yang kita ukur. Goreskan kompas sehingga didapatkan garis lurus.Tempelkan bagian kompas berarah west tegak lurus dengan garis yang telah kita buat tadi (sehingga tangan penunjuk mengarah searah dip). Ubah klinometer sehingga bubbles di tengah. Baca sudut yang berimpit dengan angka 0. Cara pengukuran ini adalah default agar kita mendapat besaran standar sesuai aturan tangan kanan.



Penulisan kedudukan ada dua cara. Cara pertama menggunakan azimuth strike dituliskan berapa derajat dari utara berputar ke timur dan dip bisa ditulis menggunakan arah atau aturan tangan kanan. aturan tangan kanan yaitu jika kita berdiri searah strike, maka dipselalu berada di sebelah kanan kita. Misalkan N270°E/23° berarti strike berarah barat dengan dip sebesar 23° berarah utara atau bisa juga dengan dituliskan dengan memberikan arah kemiringan lapisan di belakang besar kemiringan (contoh lain dan tidak menggunakan kaidah tangan kanan) N225°E/35°SE maka strike berarah barat daya dan dip sebesar 35° berarah tenggara. Cara kedua menggunakan kuadran. Arah dibagi menjadi empat kuadran. N-E, N-W, S-E, SW... Penulisan dip-nya menggunakan yang berarah misal S30°W/20°NW. Kita memiliki strike berarah 30° dari selatan menuju barat (barat daya) dan dip sebesar 20° ke arah barat laut. akan tetapi, lebih baik kita mencantumkan dip direction juga untuk menghindari kesalahan pengeplotan pada peta.