6 0 4 MB
ANALISIS PENGARUH GETARAN TANAH AKIBAT PELEDAKAN TERHADAP KESTABILAN LERENG MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA DI LOWWALL PIT C2 TAMBANG SAMBARATA PT BERAU COAL
TUGAS AKHIR Disusun sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana Teknik Pertambangan Institut Teknologi Bandung
OLEH: WAHYUDI YASMAN 12108021
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2013
ANALISIS PENGARUH GETARAN TANAH AKIBAT PELEDAKAN TERHADAP KESTABILAN LERENG MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA DI LOWWALL PIT C2 TAMBANG SAMBARATA PT BERAU COAL
TUGAS AKHIR
Bandung, Maret 2013 Disetujui untuk Program Studi Teknik Pertambangan Oleh: Pembimbing
Wahyudi Yasman NIM. 12108021
Dr. Eng. Ganda M. Simangunsong, ST., MT. NIP. 19760513 200604 1 018
ABSTRAK
Kegiatan peledakan di Tambang Sambarata PT Berau Coal berpotensi mengganggu kestabilan lereng Pit C2 Tambang Sambarata. Untuk menjaga kestabilan lereng Pit C2, perlu dilakukan studi mengenai pengaruh getaran tanah akibat peledakan terhadap kestabilan lereng. Pengamatan di lapangan dilakukan dari tanggal 7 Oktober hingga 24 November 2012 dan menghasilkan 32 data peledakan dan getaran tanah. Data tersebut kemudian digunakan untuk membuat kurva peluruhan getaran dengan parameter yang digunakan adalah Peak Particle Acceleration (PPA). Kurva tersebut dibuat dengan confidence line 90% dan mengikuti persamaan: R −0.663 PPA = 6590 × W dengan R adalah jarak antara peledakan dan titik pengukuran, W adalah muatan bahan peledak per waktu tunda. Nilai percepatan getaran horizontal maksimum (amaks) adalah nilai percepatan getaran pada saat Peak Particle Displacement (PPD) pada arah horizontal. Selanjutnya didapatkan hubungan antara amaks dan PPA, yaitu: amaks = 0.666 × PPA Hubungan yang didapatkan tersebut berdekatan dengan rekomendasi yang diberikan Matsuo (1984) yang menyatakan nilai amaks 65% dari nilai PPA. Analisis kestabilan lereng dilakukan dengan menentukan Strength Reduction Factor (SRF) melalui metode elemen hingga pada variasi amaks 0 hingga 0,8 g. Hubungan antara SRF dan amaks dapat dinyatakan dalam persamaan: SRF = -111.1amaks 6 +291.8amaks5 -290.6amaks 4 +131.2amaks 3 -21.46amaks 2 -2.818amaks +1.516 Dari penelitian ini dapat disimpulkan jumlah muatan bahan peledak minimum yaitu 46 kg pada jarak peledakan terhadap lereng 150 m dan muatan bahan peledak maksimum yaitu 325 kg pada jarak 400 m. Kata kunci: peledakan, getaran tanah, kestabilan lereng.
i
ABSTRACT
Blasting activities in Sambarata Mine PT Berau Coal could influence the slope stability of Pit C2 Sambarata. In order to maintain the slope stability of Pit C2 slope, it is necessary to study the effect of ground vibrations from blasting to slope stability. Field investigation had been performed from October 7th to November 24th , 2012 resulting 32 blasting operations and ground vibrations data. This data are used to obtain vibration attenuation curve in term of Peak Particle Acceleration (PPA). The curve are made with confidence line of 90% and can be written as follow, R −0.663 PPA = 6590 × W where R is denoted as distance between blasting source and monitoring point, W is denoted as explosive weight initiated per delay. The maximum horizontal acceleration (amax ) was derived from the horizontal acceleration at the time of Peak Particle Displacement (PPD) occurred. Relationship between amax and PPA was obtained as follow, amax = 0.666 × PPA The obtained relationship is similar with Matsuo recommendation (1984) that amax equal to 65% of PPA. Strength Reduction Factor (SRF) by using finite element method was performed in this study to analyze the slope stability of Pit C2 Sambarata with variation of amax from 0 to 0,8 g. The relationship between the SRF and amax can be written as follow, SRF = -111.1amax 6 +291.8amax 5 -290.6amax 4 +131.2amax 3 -21.46amax 2 -2.818amax +1.516 The result of this study conclude that the minimum explosive weight is 46 kg when blasting operation within the distance of 150 m from the particular slope and the maximum explosive weight is 325 kg at distance of 400 m. Keywords: blasting, ground vibration, slope stability.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. karena atas karunia-Nya penulis dapat menyeleasaikan tugas akhir yang berjudul “Analisis Pengaruh Getaran Tanah Akibat Peledakan Terhadap Kestabilan Lereng Menggunakan Metode Elemen Hingga di Lowwall Pit C2 Tambang Sambarata PT Berau Coal” dengan sebaik-baiknya. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini, terutama kepada: 1. PT Berau Coal yang telah membantu dan menerima penulis untuk melakukan penelitian di dalam wilayah tambangnya. 2. Dr. Eng. Ganda Marihot Simangunsong, ST., MT., selaku dosen pembimbing atas arahan, bimbingan dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis. 3. Dr. Eng. Syafrizal, ST., MT., selaku Ketua Program Studi Teknik Pertambangan yang memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis. 4. Prof. Dr. Ir. Rudy Sayoga Gautama selaku Dosen Wali atas dukungan dan arahan yang diberikan selama perkuliahan. 5. Seluruh staf pengajar dan tata usaha Program Studi Teknik Pertambangan ITB atas bantuan dan ilmu pengetahuan yang diberikan selama perkuliahan. 6. Kedua orangtua dan saudara tercinta yang senantiasa memberikan dorongan, dukungan dan doa kepada penulis. 7. Teman-teman Tambang 2008 yang selalu ada di saat senang maupun susah. Tambang 2008 berjayalah selalu! 8. Teman-teman Generasi Pelajar Angkatan Delapan atas kebersamaan dan kenangan indah yang kita lalui bersama. 9. Para staf dan teknisi Laboratorium Geomekanika dan Peralatan Tambang, Pak Sudibyo, Pak Gito, Kang Iwan, Pak Kurnia dan Mbak Sari atas dukungan dan kebersamaan selama proses penyelesaian tugas akhir.
iii
10. Teman-teman Laboratorium Geomekanika dan Peralatan Tambang, Viqri, Felix, Ronnie, Ikhsan, Hartanto, Heru, Gadhang, Bob, Doni dan Monang atas canda dan tawa selama proses penyelesaian tugas akhir. 11. Teman-teman Himpunan Mahasiswa Tambang atas pembelajaran dan pengalaman yang diberikan. 12. Semua pihak yang membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, sangat diharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Bandung, Maret 2013
Wahyudi Yasman
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................
i
KATA PENGANTAR........................................................................................... iii DAFTAR ISI ......................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii DAFTAR TABEL ................................................................................................. viii BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1 1.2 Tujuan Penelitian............................................................................................. 1 1.3 Batasan Masalah.............................................................................................. 2 1.4 Metodologi Penelitian ..................................................................................... 2 1.5 Sistematika Penulisan...................................................................................... 4 BAB II TINJAUAN UMUM ................................................................................ 5 2.1 Profil Perusahaan............................................................................................. 5 2.2 Lokasi dan Kesampaian Daerah Tambang Sambarata .................................... 6 2.3 Keadaan Geologi Tambang Sambarata ........................................................... 8 2.3.1 Fisiografi ................................................................................................ 8 2.3.2 Stratigrafi................................................................................................ 9 2.3.3 Struktur Geologi ..................................................................................... 10 2.4 Iklim dan Curah Hujan .................................................................................... 11 2.5 Sumberdaya dan Cadangan Batubara.............................................................. 12 2.6 Kualitas Batubara ............................................................................................ 13 2.7 Proses Penambangan ....................................................................................... 14 BAB III TEORI DASAR ...................................................................................... 17 3.1 Kegiatan Peledakan ......................................................................................... 17 3.2 Getaran Tanah Akibat Peledakan .................................................................... 18 3.2.1 Faktor yang Mempengaruhi Getaran Tanah........................................... 18 3.2.2 Pengukuran Getaran Tanah Akibat Peledakan ....................................... 20
v
3.2.3 Karakteristik Getaran Tanah Akibat Peledakan ..................................... 21 3.2.4 Percepatan Getaran Horizontal Maksimum ........................................... 22 3.3 Kestabilan Lereng ........................................................................................... 23 3.3.1 Faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Lereng..................................... 23 3.3.2 Longsoran Lereng Akibat Percepatan Getaran ...................................... 25 3.4 Metode Elemen Hingga................................................................................... 26 3.4.1 Prosedur Analisis.................................................................................... 27 3.4.2 Strength Reduction Factor ..................................................................... 28 BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN ............................................................... 30 4.1 Penampang Melintang dan Material Properties ............................................. 30 4.2 Rancangan Peledakan di Pit C2 ...................................................................... 33 4.3 Hasil Pengukuran Getaran Tanah.................................................................... 34 4.4 Perhitungan Scaled Distance........................................................................... 38 4.5 Perhitungan Percepatan Getaran Horizontal Maksimum ................................ 39 BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN ......................................................... 45 5.1 Kestabilan Lereng Lowwall Pit C2.................................................................. 45 5.2 Hubungan Scaled Distance dengan PPA ........................................................ 47 5.3 Hubungan PPA dengan amaks ........................................................................... 48 5.4 Hubungan amaks dengan Kestabilan Lereng ..................................................... 49 5.5 Perangkat Lunak Analisis Getaran Tanah ....................................................... 51 5.6 Rekomendasi Muatan Bahan Peledak ............................................................. 52 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 54 6.1 Kesimpulan...................................................................................................... 54 6.2 Saran ................................................................................................................ 55 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 56 LAMPIRAN .......................................................................................................... 58
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Diagram Alir Penelitian..................................................................... 3 Gambar 2.1 Peta Wilayah Konsesi PT Berau Coal ............................................... 6 Gambar 2.2 Peta Situasi Tambang Sambarata ...................................................... 7 Gambar 2.3 Sketsa Cekungan Tarakan ................................................................. 8 Gambar 2.4 Sketsa Struktur Geologi Daerah Sambarata ...................................... 11 Gambar 2.5 Sketsa Proses Penambangan Tambang Sambarata............................ 16 Gambar 3.1 Klasifikasi Energi Hasil Peledakan ................................................... 17 Gambar 3.2 Blasmate® III ...................................................................................... 20 Gambar 3.3 Variasi Gerakan Partikel Akibat Getaran Tanah ............................... 21 Gambar 3.4 Pengaruh Percepatan Getaran Terhadap Kesetimbangan Gaya ........ 25 Gambar 3.5 Model Lereng dengan Mesh 6 Noded Triangle................................. 27 Gambar 4.1 Peta Lokasi Penampang Melintang pada Pit C2 ............................... 30 Gambar 4.2 Sketsa Penampang Melintang AA’ Pit C2 ........................................ 31 Gambar 4.3 Peta Lokasi Pengukuran pada Pit C2 ................................................ 35 Gambar 4.4 Contoh Rancangan Peledakan dengan ShotPlus-i............................. 38 Gambar 4.5 Contoh Pengolahan Data Getaran dengan Blastware 8..................... 40 Gambar 5.1 Hasil Perhitungan SRF Lereng tanpa Getaran .................................. 46 Gambar 5.2 Hasil Perhitungan SRF Lereng dengan Getaran 0,039 g................... 46 Gambar 5.3 Kurva Hubungan Scaled Distance dan PPA ..................................... 47 Gambar 5.4 Kurva Hubungan PPA dan amaks........................................................ 48 Gambar 5.5 Kurva Hubungan amaks dan SRF ........................................................ 50 Gambar 5.6 Perangkat Lunak Analisis Getaran Tanah ......................................... 52
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Stratigrafi Regional Anak Cekungan Berau.......................................... 9 Tabel 2.2 Data Curah Hujan Daerah Tambang Sambarata ................................... 12 Tabel 2.3 Sumberdaya dan Cadangan Batubara PT Berau Coal........................... 12 Tabel 2.4 Kualitas Rata-rata Batubara Insitu PT Berau Coal ............................... 13 Tabel 3.1 Nilai FK Menggunakan Berbagai Tipe Elemen.................................... 27 Tabel 4.1 Material Properties Bor Geologi B-05-20............................................ 32 Tabel 4.2 Data Rancangan Peledakan di Pit C2.................................................... 33 Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Getaran Tanah Akibat Peledakan ............................ 36 Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Scaled Distance ....................................................... 38 Tabel 4.5 Hasil Pengolahan Getaran Tanah Akibat Peledakan............................. 41 Tabel 4.6 Rekapitulasi Pengolahan Getaran Tanah Akibat Peledakan ................. 43 Tabel 5.1 Rekapitulasi Material Properties Lereng Lowwall............................... 46 Tabel 5.2 Nilai n dan β pada Confidence Line 10% - 90% ................................... 48 Tabel 5.3 Hasil Perhitungan SRF dengan amaks Bervariasi ................................... 49 Tabel 5.4 Rekomendasi Muatan Bahan Peledak ................................................... 53
viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang PT Berau Coal merupakan salah satu perusahaan tambang batubara terbesar di Indonesia dengan target produksi mencapai 20 juta ton batubara pada tahun 2012. Untuk
mencapai jumlah produksi tersebut PT Berau Coal melakukan
penambangan batubara pada tiga area penambangan yaitu Sambarata, Lati, dan Binungan. Salah satu kegiatan dalam aktivitas penambangan yang dilakukan PT Berau Coal adalah kegiatan peledakan. Kegiatan peledakan ini menghasilkan energi yang akan memecahkan batuan. Namun, tidak semua dari energi yang dihasilkan bahan peledak digunakan untuk memecahkan batuan. Sisa dari energi yang dihasilkan tersebut dapat berupa getaran tanah. Getaran tanah akibat peledakan dapat mengganggu kestabilan lereng yang dapat berakibat terjadinya longsoran. PT Berau Coal sebagai perusahaan yang melakukan kegiatan peledakan tidak terlepas dari permasalahan tersebut. Kegiatan peledakan yang dilakukan PT Berau Coal diperkirakan dapat mengganggu kestabilan lereng di wilayah pertambangan PT Berau Coal. Untuk dapat mengontrol getaran tanah yang dihasilkan dari kegiatan peledakan agar kondisi lereng tetap stabil, perlu dilakukan studi mengenai pengaruh getaran tanah akibat peledakan terhadap kestabilan lereng. Dalam penelitian ini, analisis dilakukan terhadap kestabilan lereng lowwall pit C2 tambang Sambarata PT Berau Coal ditinjau dari getaran tanah yang dihasilkan oleh kegiatan peledakan. 1.2 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengukur getaran tanah akibat peledakan pada lereng lowwall pit C2 tambang Sambarata PT Berau Coal.
1
2. Mengetahui karakteristik peluruhan getaran tanah akibat peledakan terhadap lereng. 3. Mengetahui dampak getaran tanah akibat peledakan terhadap lereng dengan menghitung nilai faktor keamanan lereng. 4. Memberikan rekomendasi jarak peledakan dan muatan bahan peledak terhadap kestabilan lereng. 1.3 Batasan Masalah Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Data rancangan peledakan berdasarkan laporan harian kontraktor pelaksana operasi peledakan. 2. Pengaruh peledakan yang dianalisis adalah getaran tanah dengan hanya memperhatikan kecepatan partikel puncak, percepatan partikel puncak dan percepatan horizontal maksimum. 3. Parameter kuat geser batuan yang digunakan berdasarkan metode perhitungan Mohr-Coulomb. 4. Perhitungan faktor keamanan lereng menggunakan perangkat lunak Phase2 dengan metode shear strength reduction, tipe material plastic dan tipe geometri elemen Six Noded Triangle (T6). 5. Tinggi muka air tanah diasumsikan mengikuti tinggi permukaan lere ng. 6. Hasil analisis dan rekomendasi yang diberikan tidak memperhitungkan aspek ekonomi. 1.4 Metodologi Penelitian Metodologi penelitian yang dilakukan yaitu dengan cara melakukan studi literatur yang berasal dari buku diktat kuliah, buku materi acuan, dan jurnal yang terkait. Kemudian dilakukan penelitian lapangan untuk mendapatkan data-data seperti geometri peledakan, pola penyalaan, getaran tanah, geometri lereng dan litologi lereng. Selanjutnya dilakukan pengolahan data-data yang telah didapatkan untuk mendapatkan kesimpulan. Dalam mengolah data menggunakan pendekatan
2
statistik. Pengolahan data getaran tanah menggunakan perangkat lunak Blastware dan ShotPlus-i dan untuk menemukan faktor keamanan lereng menggunakan perangkat lunak Phase2 . Adapun alur berpikir pada penelitian ini dapat digambarkan dalam diagram alir sebagai berikut: Pengumpulan Data Data Peledakan: Rancangan peledakan Peta peledakan Peak particle velocity (mm/s)
Data Geoteknik: Litologi lereng Desain lereng Material properties o Berat spesifik (kN/m3 ) o Modulus Young (kPa) o Poisson’s ratio o Kohesi (kPa) o Sudut gesek dalam (°)
Scaled Distance (R/W0.5 ) Peak Particle Acceleration (PPA) Maximum Horizontal Acceleration (a maks)
PPA = n . (SD)-β
amaks = z . (PPA)
Strength Reduction Factor (SRF)
SRF = fungsi (amaks)
Perangkat lunak analisis getaran tanah akibat peledakan
Rekomendasi muatan bahan peledak dan jarak peledakan
Kesimpulan dan saran Gambar 1.1 Diagram Alir Penelitian
3
1.5 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan Bab ini berisikan latar belakang penelitian, tujuan penelitian, batasan masalah, metodologi penelitian dan sistematika penulisan laporan penelitian.
Bab II Tinjauan Umum Bab ini berisikan kondisi umum yang berlaku pada daerah penelitian, meliputi profil perusahaan, lokasi dan kesampaian daerah penelitian, kondisi geologi, kondisi geografis, metode penambangan, dan kualitas batubara.
Bab III Dasar Teori Bab ini berisi rujukan teori yang menunjang proses analisis dari tugas akhir ini. Berbagai rujukan teori tersebut diperoleh dari berbagai literatur yang berhubungan dengan penelitian penulis.
Bab IV Data dan Pengolahan Bab ini berisi data yang digunakan pada penelitian, serta hasil pengolahan data tersebut dengan bantuan beberapa perangkat lunak. Data yang disajikan berupa rancangan peledakan, hasil pengukuran getaran tanah, litologi lereng dan geometri lereng.
Bab V Analisis dan Pembahasan Bab ini berisikan analisis dan pembahasan terhadap data yang didapatkan dan hasil pengolahan yang dilakukan. Analisis dan pembahasan yang dilakukan meliputi analisis dampak getaran tanah akibat peledakan terhadap kestabilan lereng dan rekomendasi jarak peledakan dan muatan bahan peledak terhadap kestabilan lereng.
Bab VI Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi kesimpulan dari analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dan saran yang dapat dijadikan masukan untuk penelitian selanjutnya.
4
BAB II TINJAUAN UMUM
2.1 Profil Perusahaan PT Berau Coal didirikan pada tahun 1983 untuk melakukan survei, eksplorasi, mengembangkan dan melakukan penambangan batubara, serta memindahkan, menyimpan, menjual dan mengeksplor batubara dari area yang menjadi wilayah konsesinya. Pada tahun 1983, PT Berau Coal menandatangani Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dengan PT Perusahaan Umum Tambang Batubara (PUTB), perusahaan milik negara yang memiliki kewenangan untuk memberikan konsesi pertambangan batubara. Sesuai PKP2B tersebut PT Berau Coal memperoleh izin untuk melakukan kegiatan penambangan di wilayah konsesinya yang meliputi 487.217 hektar di Kalimantan Timur, Indonesia. Setelah melakukan studi kelayakan penambangan, ternyata di dalam Keputusan tentang Penciutan dan Perluasan Wilayah Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Batubara dalam Tahap Kegiatan PT Berau Coal yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral, pada 7 April 2005 PT Berau Coal melepaskan dengan sukarela sebagian wilayah konsesinya, sehingga hanya memiliki 118.400 hektar sisa wilayah konsesi. PT Berau Coal pada saat ini mengoperasikan tiga tambang aktif di daerah Lati, Binungan, dan Sambarata, dimana cadangan batubara yang tersedia diperkirakan sebesar 346 juta ton per 31 Desember 2009 menurut laporan dari Minarco-Mine Consult. Wilayah konsesi PT Berau Coal yang sebesar 118.400 hektar juga terdiri dari tiga lokasi pencadangan yang lain, yaitu Binungan Blok 8-9-10, Gurimbang, dan Punan. PT Berau Coal menyediakan batubara, baik secara langsung maupun melalui agen pemasaran, kepada pelanggan-pelanggan di Indonesia dan negara-negara lainnya di Asia. Pelanggan-pelanggannya sebagian besar merupakan perusahaan utilitas dan perdagangan batubara yang membeli batubara untuk dijual kembali. Dalam 5
beberapa tahun terakhir, PT Berau Coal menghasilkan kurang lebih 40% dari total penjualannya berasal dari penjualan domestik dan sekitar 60% sisanya dari penjualan ke luar negeri. PT Berau Coal mengekspor batubaranya ke pelanggan di China, Hong Kong, India, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan Thailand. PT Berau Coal memproduksi batubara dari tiga lokasi penambangannya yang dipasarkan menggunakan enam jenis, yaitu Ebony, Mahoni, Mahoni- B, Agathis, Sungkai, Sungkai HS, dengan kualitas kalori berkisar antara 5000-5700 kcal/kg dan dengan kualitas abu dan sulfur yang sesuai untuk pembangkit batubara di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya. 2.2 Lokasi dan Kesampaian Daerah Tambang Sambarata PT Berau Coal memiliki daerah konsesi tambang batubara seluas 118.400 Ha yang meliputi hampir seluruh wilayah Kabupaten Tanjung Redeb, Kalimantan Timur. Secara geografis, wilayah PT Berau Coal berada pada posisi 01°52’26,74” LU - 02°25’09,78” LU dan 117°07’44,52” BT - 117°38’26,46” BT.
Gambar 2.1 Peta Wilayah Konsesi PT Berau Coal (Berau Coal, 2010) PT Berau Coal memiliki tiga tambang aktif beroperasi, yaitu Lati, Binungan dan Sambarata. Daerah tambang Sambarata berada di wilayah Desa Tasuk, Kecamatan Gunung Tabur. Secara geografis, wilayah Sambarata berada pada posisi 117°21’18” BT - 117°31’42” BT dan 01°20’00” LU - 02°09’32” LU. Tambang
6
Sambarata terbagi dalam tiga blok besar, yaitu Sambarata Blok A, Sambarata Blok B, dan Sambarata Blok B1. Sambarata Blok A dan B memiliki luas area sebesar 10.021,84 Ha dan Blok B1 memiliki luas area sebesar 6.155,49 Ha.
Gambar 2.2 Peta Situasi Tambang Sambarata (Berau Coal, 2010)
7
Tambang Sambarata mulai berproduksi pada tahun 2001 dan terbagi dalam empat blok produksi, yaitu Blok A, Blok B East, Blok B West, dan Blok B1. Untuk mencapai daerah tambang Sambarata dapat menggunakan speedboat dari dermaga head office PT Berau Coal di Tanjung Redeb menyusuri Sungai Segah menuju dermaga Sambarata dengan waktu tempuh 30 menit. 2.3 Keadaan Geologi Tambang Sambarata 2.3.1 Fisiografi Daerah Berau terletak pada cekungan tarakan dengan pegunungan yang umumnya rendah dengan bukit yang bergelombang. Daerah tambang Sambarata terletak pada Anak Cekungan Berau yang merupakan anak cekungan dari Cekungan Tarakan, yang terletak pada pantai timur laut Kalimantan Utara dan sebagian kecil di bagian tenggara Sabah. Bagian selatan dibatasi oleh Tinggian Mangkalihat yang merupakan pemisah antara Cekungan Tarakan dan Cekungan Kutai, bagian utara dibatasi oleh Tinggian Sebuku, bagian barat oleh Tinggian Sekatak dan Laut Sulawesi di bagian timur.
Gambar 2.3 Sketsa Cekungan Tarakan (Situmorang, 1995)
8
2.3.2 Stratigrafi Secara regional, daerah Anak Cekungan Berau merupakan bagian dari Cekungan Tarakan dan tersusun oleh batuan sedimen, batuan vulkanik, dan batuan beku dengan kisaran umur dari tersier hingga kuarter. Formasi yang menyusun stratigrafi Anak Cekungan Berau terdiri dari empat formasi utama. Urutan formasi batuan dari yang tertua yaitu Formasi Birang, Formasi Latih, Formasi Laba nan, dan Formasi Sinjin. Tabel 2.1 Stratigrafi Regional Anak Cekungan Berau (Situmorang, 1995) Umur Batuan Formasi Batuan
Litologi
Tebal
Formasi Sinjin
Tuff, aglomerat dan batulempung
> 500 m
Formasi Labanan
Konglomerat, batupasir, batulanau, batulempung, batugamping dan batubara
450 m
Formasi Latih
Batupasir, batulempung, batulanau, batubara dan batugamping
600 m
Formasi Birang
Napal, batugamping, tuff, rijang, konglomerat dan batupasir
> 110 m
Pliosen
Miosen
Oligosen
Gambaran mengenai formasi batuan yang menyusun Anak Cekungan Berau adalah sebagai berikut:
Formasi Birang Formasi Birang tersusun dari selang-seling antara napal, batugamping, dan tuff di bagian atas, serta selang-seling antara napal, rijang, konglomerat, batupasir, batugamping di bagian bawah. Formasi ini disebut juga Formasi Globigerina Marl dan menunjukkan kisaran umur oligosen – miosen yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal. Ketebalan formasi ini lebih dari 110 meter.
Formasi Latih Formasi Latih tersusun dari selang-seling antara batupasir, batulempung, batulanau dan batubara di bagian atas serta bersisipan dengan serpih pasiran 9
dan batugamping di bagian bawah. Batubara pada formasi ini berwarna coklat hingga hitam dengan tebal lapisan mencapai 5,5 meter. Formasi ini disebut juga Formasi Batubara Berau dan menunjukkan kisaran umur miosen tengah yang diendapkan pada lingkungan delta, estuarin, dan laut dangkal. Ketebalan formasi ini mencapai 600 meter.
Formasi Labanan Formasi Labanan tersusun dari selang-seling antara konglomerat, batupasir, batulanau, batulempung, sisipan batugamping dan batubara. Batubara pada formasi ini berwarna coklat hingga hitam dengan tebal lapisan mencapai 1,5 meter. Formasi ini disebut juga Formasi Domaring dan menunjukkan kisaran umur miosen akhir yang diendapkan pada lingkungan fluviatil dan terletak secara tidak selaras di atas Formasi Latih. Ketebalan formasi ini mencapai 450 meter.
Formasi Sinjin Formasi Sinjin tersusun dari selang-seling antara tuff, aglomerat dan batulempung. Formasi ini terletak secara tidak selaras di atas Formasi Labanan dengan kisaran umur pliosen. Ketebalan formasi ini lebih dari 500 meter.
2.3.3 Struktur Geologi Daerah Berau memiliki struktur utama berupa sesar normal, sesar mendatar dan sesar naik yang mempunyai arah umum barat laut – tenggara dan barat daya – timur laut. Struktur geologi yang terdapat di daerah Sambarata adalah struktur lipatan dan sesar. Pola struktur lipatan dan sesar naik cenderung dominan pada arah relatif utara – selatan dibagian utara Sambarata (Blok B) dan arah relatif tenggara – barat laut di bagian selatan Sambarata (Blok B1), sedangkan pola struktur sesar mendatar berada pada arah barat daya – timur laut. Terdapat dua struktur sesar mendatar, yaitu pada bagian utara Sambarata dan bagian selatan Sambarata dan pada daerah Birang (Blok B1) terdapat struktur lipatan.
10
Gambar 2.4 Sketsa Struktur Geologi Daerah Sambarata (Berau Coal, 1996) 2.4 Iklim dan Curah Hujan Daerah Berau berada pada kawasan beriklim tropis dengan dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Berdasarkan klasifikasi Koppen, iklim daerah berau termasuk golongan iklim A (iklim hujan tropis) dan menurut klasifikasi Schmidt-Ferguson iklim daerah berau termasuk tipe iklim A (sangat basah) dengan jenis vegetasinya hutan hujan tropis. Keadaan iklim rata-rata di Berau, yaitu suhu 28°C, kelembaban udara 88%, curah hujan 2672 mm/tahun, dan kecepatan angin 5-7 knot. Dari data rerata pengamatan curah hujan periode tahun 2005 hingga 2012 yang dilakukan PT Berau Coal terlihat bahwa curah hujan bulanan maksimum terdapat pada bulan Januari dengan curah hujan rata-rata 254,1 mm dan curah hujan bulanan minimum pada bulan Agustus dengan curah hujan rata-rata 108,8 mm. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.2.
11
Tabel 2.2 Data Curah Hujan Daerah Tambang Sambarata (Berau Coal, 2012) Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Rerata
Jan 48 138 490 324 390 230 269 144 254
Feb Mar Apr Mei Jun 24 154 235 204 200 353 217 133 271 168 258 159 266 231 283 306 230 297 225 228 383 207 225 226 193 217 251 236 302 182 182 320 143 266 50 246 343 101 172 125 246 235 204 237 178
Jul Agu Sep 170 125 43 189 102 102 192 44 71 194 100 195 158 60 129 142 170 317 138 117 188 107 152 194 161 109 155
Okt Nov Des 176 468 317 173 166 121 132 139 209 195 246 305 369 365 191 172 149 238 216 206 200 151 198 248 226
*data dalam satuan mm
2.5 Sumberdaya dan Cadangan Batubara Estimasi sumberdaya dan cadangan batubara PT Berau Coal dilakukan secara independen dengan menggunakan JORC Code 2004 edition yang diterbitkan oleh AusIMM sebagai panduan estimasi. Estimasi total sumberdaya batubara PT Berau Coal adalah sebesar 2.157 juta ton dengan 658 juta ton diklasifikasikan sebagai sumberdaya terukur, 1.017 juta ton diklasifikasikan sebagai sumberdaya terindikasi dan 481 juta ton diklasifikasikan sebagai sumberdaya tereka. Estimasi total cadangan batubara PT Berau Coal adalah sebesar 509 juta ton dengan 211 juta ton diklasifikasikan sebagai cadangan terbukti dan 298 juta ton diklasifikasikan sebagai cadangan terkira. Berikut data estimasi sumberdaya dan cadangan batubara PT Berau Coal per 31 Desember 2011. Tabel 2.3 Sumberdaya dan Cadangan Batubara PT Berau Coal (Berau Coal, 2011) Area
Sumberdaya Batubara Terukur Terindikasi
Cadangan Batubara
Tereka Total
Terbukti Terkira
Total
Lati Seam PQRT Seam A - O Subtotal
83 53 136
96 133 229
63 112 175
242 298 541
64 24 88
76 25 100
139 49 188
Sambarata Blok A Blok BC Blok B1 Subtotal
2 50 25 77
1 67 34 103
0 60 4 64
3 177 63 244
0 24 15 39
0 23 13 36
0 48 28 76
12
Sumberdaya Batubara
Area
Terukur Terindikasi
Cadangan Batubara
Tereka Total
Terbukti Terkira
Total
Binungan Parapatan Blok 1 - 2 Blok 3 - 4 Blok 5 - 6 Blok 7 Barat Blok 7 Timur Blok 8 Blok 9 Subtotal
30 23 1 8 13 24 68 278 445
51 46 4 43 23 99 259 160 685
23 17 5 8 1 15 71 101 242
104 87 10 59 37 138 398 539 1372
9 9 0 1 3 20 20 23 85
13 12 1 11 5 44 63 13 162
22 21 1 12 9 64 83 36 246
Total
658
1017
481
2157
211
298
509
*data dalam satuan juta ton
Untuk tambang Sambarata estimasi total sumberdaya batubara adalah sebesar 244 juta ton dengan 77 juta ton diklasifikasikan sebagai sumberdaya terukur, 103 juta ton diklasifikasikan sebagai sumberdaya terindikasi dan 64 juta ton diklasifikasi sebagai sumberdaya tereka. Estimasi total cadangan batubara adalah sebesar 76 juta ton batubara dengan 39 juta ton diklasifikasikan sebagai cadangan terbukti dan 36 juta ton batubara diklasifikasikan sebagai cadangan terkira. 2.6 Kualitas Batubara Batubara insitu yang dimiliki PT Berau Coal digolongkan sebagai sub-bituminous dengan kualitas batubara yang beragam di seluruh area kerja. Batubara kualitas tinggi terdapat di tambang Sambarata dan tambang Binungan Blok 1-7. Batubara kualitas rendah terdapat di tambang Lati dan tambang Binungan Blok 8 dan 9. Berikut data kualitas rata-rata batubara insitu PT Berau Coal. Tabel 2.4 Kualitas Rata-rata Batubara Insitu PT Berau Coal (Berau Coal, 2011) Area
TM % IM % Ash % TS % CV kcal/kg (ar) (adb) (adb) (adb) (adb) (gar)
RD gm/cc
Lati Seam PQRT Seam A – O
24,7 23,8
18,9 18,5
4,6 5,2
1,27 2,04
5.455 5.470
5.065 5.115
1,35 1,35
Sambarata Blok A
15,7
12,5
2,9
0,35
6.240
6.010
1,33
13
Area Blok BC Blok B1 Binungan Parapatan Blok 1 – 2 Blok 3 – 4 Blok 5 – 6 Blok 7 Barat Blok 7 Timur Blok 8 Blok 9
TM % IM % Ash % TS % CV kcal/kg RD (ar) (adb) (adb) (adb) (adb) (gar) gm/cc 14,1 11,2 4,1 1,19 6.270 6.065 1,34 20,5 16,3 3,8 0,84 5.660 5.500 1,29 22,0 16,7 16,1 22,9 19,7 22,7 26,3 37,4
15,3 12,4 12,3 17,9 16,0 17,5 16,0 20,2
4,0 4,7 4,2 4,1 4,8 4,4 4,3 4,8
0,67 2,23 1,47 0,28 0,61 0,49 0,39 0,33
5.840 6.090 6.070 5.490 5.685 5.530 5.290 5.095
5.420 5.795 5.815 5.155 5.430 5.185 4.640 4.000
1,31 1,34 1,34 1,32 1,33 1,32 1,31 1,34
Rangkuman dari data kualitas rata-rata batubara insitu PT Berau Coal adalah sebagai berikut:
Total Moisture (TM) bervariasi dari 14,1% ar di tambang Sambarata Blok BC hingga 37,4% ar di tambang Binungan Blok 9.
Calorific Value (CV) bervariasi dari 6.065 kcal/kg gar di tambang Sambarata Blok A hingga 4.000 kcal/kg gar di tambang Binungan Blok 9.
Ash tergolong rendah dengan variasi dari 2,9% hingga 5,2% air dried basis (adb).
Total Sulphur (TS) bervariasi dari 0.28% hingga 2,23% air dried basis (adb).
2.7 Proses Penambangan Metode Penambangan yang dilakukan pada tambang Sambarata adalah metode penambangan terbuka (Open Pit). Pada metode open pit, tanah penutup dikupas dan diangkut ke suatu daerah pembuangan yang tidak ada endapan ekonomis di bawahnya. Aktivitas pengupasan dan penggalian dilakukan pada suatu front kerja yang berbentuk satu atau beberapa jenjang. Proses penambangan terdiri dari kegiatan pembersihan lahan (land clearing), pengupasan lapisan penutup (overburden removal), pengambilan batubara (coal getting) yang dilakukan secara bersamaan. Batubara yang diambil dari front kerja selanjutnya diangkut menuju crushing plant untuk diolah, kemudian batubara
14
yang sudah diolah ditampung pada suatu stockpile atau dapat langsung dilakukan pengapalan. Berikut uraian tahapan penambangan yang dilakukan pada tambang Sambarata.
Pembersihan lahan Pembersihan lahan (land clearing) merupakan kegiatan pembersihan vegetasi. Kegiatan land clearing dimulai dengan melakukan pembersihan semak belukar dan penumbangan pohon yang berdiameter lebih kecil dari 30 cm dengan cara didorong menggunakan bulldozer. Untuk pohon dengan diameter lebih besar dari 30 cm dapat menggunakan chainsaw. Jika lokasi merupakan daerah rawa, materialnya lunak atau kemiringan curam, maka dapat
menggunakan excavator.
Setelah pohon-pohon berhasil
ditumbangkan kemudian dikumpulkan pada suatu untuk kemudian diangkut. Jika kegiatan pembersihan lahan telah selesai dilakukan, maka akan dihasilkan suatu lahan yang terdiri dari tanah penutup tanpa vegetasi di atasnya.
Pengupasan tanah penutup Pengupasan tanah penutup (overburden removal) merupakan kegiatan pengupasan lapisan penutup di atas batubara yang terdiri dari soil dan non soil. Kegiatan overburden removal dimulai dengan menggali lapisan soil. Lapisan soil terdiri dari top soil dengan ketebalan hingga 15 cm dan sub soil dengan ketebalan lebih dari 1 m. Lapisan soil yang telah digali oleh excavator kemudian diangkut menggunakan dumptruck menuju stock soil yang merupakan tempat penimbunan soil sementara. Penggalian lapisan non soil dilakukan dengan menggunakan excavator. Untuk material yang tidak bisa langsung digali dilakukan pemberaian dengan menggunakan metode peledakan. Material non soil yang telah digali kemudian diangkut menggunakan dumptruck menuju disposal untuk ditimbun.
Pengambilan batubara Penggalian batubara (coal getting) merupakan suatu rangkaian kegiatan untuk menggambil batubara yang meliputi kegiatan cleaning, ripping, loading, hauling, penimbangan hingga dumping
di ROM. Kegiatan coal getting 15
dimulai dengan membersihkan batubara dari material dilusi dan kontaminasi dengan menggunakan excavator dengan cutting edge, kemudian dilakukan ripping dengan menggunakan bulldozer jika batubara cukup keras. Batubara yang telah siap dapat dimuat ke dumptruck menggunakan excavator sesuai dengan kapasitas vessel dumptruck, kemudian batubara dapat diangkut menuju ROM untuk ditimbun sesuai dengan kualitasnya atau dapat langsung ditumpahkan ke hopper untuk diolah menggunakan crusher.
Pengolahan batubara Batubara yang sudah diangkut ke ROM, kemudian diolah menggunakan crusher sehingga didapatkan ukuran batubara sesuai dengan yang diharapkan. Hasil dari pengolahan batubara akan dipindahkan dengan menggunakan belt conveyor menuju stockpile untuk ditimbun sementara sebelum dilakukan pengapalan.
Pengapalan batubara Pemindahan batubara dari stockpile menuju tongkang dilakukan dengan menggunakan belt conveyor. Setelah dimuat, tongkang yang berkapasitas 5000 ton akan ditarik menyusuri Sungai Segah menggunakan tug boat sejauh 74,4 mil menuju muara pantai hingga mencapai lokasi pengapalan. Di muara pantai, batubara akan dipindahkan dari tongkang ke kapal pembeli dengan menggunakan derek terapung (floating crane).
Gambar 2.5 Sketsa Proses Penambangan Tambang Sambarata 16
BAB III TEORI DASAR
3.1 Kegiatan Peledakan Peledakan merupakan proses pemberaian massa batuan dalam volume yang besar dengan menggunakan bahan peledak agar massa batuan mudah untuk digali dan diangkut. Hasil dari kegiatan peledakan adalah sebagai berikut:
Fragmentasi batuan
Perpindahan muckpile dan bentuknya
Loss dan dilution
Ground vibrations dan air blast
Fly rock dan fumes
Pada saat peledakan, bahan peledak yang diledakkan melepaskan dua jenis energi, yaitu work energy dan waste energy. Work energy merupakan energi hasil peledakan yang menyebabkan pecahnya batuan. Energi ini terdiri dari shock energy dan gas energy. Pada saat peledakan, tidak semua dari energi yang dihasilkan digunakan untuk memecahkan batuan, energi sisa ini disebut waste energy. Waste energy terdiri dari light, heat, sound dan seismic energy. Seismic energy apabila tidak dikontrol dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan, seperti longsoran dan kerusakan bangunan.
Gambar 3.1 Klasifikasi Energi Hasil Peledakan (Konya, 1990) 17
3.2 Getaran Tanah Akibat Peledakan Getaran tanah (ground vibration) merupakan gerakan bumi yang terjadi akibat perambatan gelombang seismik. Getaran tanah terjadi pada daerah elastis akibat tegangan karena peledakan yang diterima material lebih kecil daripada kekuatan material tersebut sehingga hanya menyebabkan perubahan bentuk dan volume. Sesuai dengan sifat elastis material, bentuk dan volumenya akan kembali seperti semula setelah tidak ada tegangan yang bekerja. 3.2.1 Faktor yang Mempengaruhi Getaran Tanah Faktor-faktor yang mempengaruhi getaran tanah akibat peledakan dapat dibagi menjadi dua faktor utama, yaitu faktor terkontrol dan faktor tak terkontrol. Faktor terkontrol terdiri dari muatan bahan peledak, jenis bahan peledak, akurasi detonator, dan arah peledakan. Faktor tak terkontrol terdiri dari karakteristik massa batuan dan struktur geologi.
Faktor terkontrol Faktor terkontrol yang dapat mempengaruhi getaran tanah akibat peledakan adalah sebagai berikut: Muatan bahan peledak Besarnya getaran tanah akibat peledakan memiliki kaitan yang erat denga n muatan bahan peledak per waktu tunda atau jumlah bahan peledak yang meledak bersamaan dalam rentang waktu 8 ms. Semakin besar jumlah bahan peledak yang meledak bersamaan, maka akan semakin besar getaran tanah yang dihasilkan. Oleh karena itu, perlu diperhatikan waktu tunda yang digunakan dalam peledakan agar jumlah lubang ledak dengan interval waktu tunda 8 ms sedikit. Jenis bahan peledak Terdapat beberapa jenis bahan peledak yang digunakan dalam kegiatan peledakan, seperti ANFO, heavy ANFO dan emulsi. Tiap jenis bahan peledak memiliki karateristik yang berbeda-beda. Karakteristik dari bahan peledak seperti densitas, kecepatan detonasi (VoD) dan tekanan detonasi memiliki hubungan dengan getaran tanah yang dihasilkan. Bahan peledak 18
yang memiliki tekanan detonasi besar akan menghasilkan getaran tanah yang besar pula. Jarak peledakan Jarak peledakan dari titik pengukuran memberikan pengaruh terhadap hasil getaran tanah yang dirasakan. Semakin dekat titik pengukuran dengan sumber ledakan, maka akan semakin besar getaran tanah yang dirasakan. Akurasi detonator Pada detonator terdapat blasting cap yang terdiri dari high sensitive explosive, delay element dan primer. Akurasi detonator bergantung pada keadaan blasting cap. Kesalahan pada blasting cap dapat menyebabkan detonator meledak lebih cepat atau lebih lambat. Ketidakakuratan ini dapat menyebabkan jumlah lubang ledak yang meledak bersamaan meningkat sehingga getaran yang dihasilkan lebih besar. Arah peledakan Arah peledakan mempengaruhi besarnya getaran yang ditimbulkan. Arah peledakan yang memotong strike perlapisan massa batuan, penyebaran energi seismiknya akan terhambat oleh beberapa lapisan batuan. Arah peledakan yang searah strike perlapisan massa batuan, penyebaran energi seismiknya akan melalui satu arah penyebaran batuan. Oleh karena itu, getaran peledakan akan lebih besar pada arah peledakan searah strike daripada memotong strike perlapisan massa batuan.
Faktor tak terkontrol Faktor tak terkontrol yang juga dapat mempengaruhi getaran tanah akibat peledakan adalah sebagai berikut: Karakteristik batuan Getaran tanah yang merambat pada massa batuan akan menghasilkan perilaku yang berbeda-beda. Tingkat getaran tanah yang merambat bergantung pada massa batuan yang dilewatinya selaku media perambatan getaran. Semakin banyak lapisan batuan yang dilewati getaran, maka tingkat getaran tanah yang dihasilkan akan berkurang. 19
Struktur Geologi Struktur geologi yang terdapat pada massa batuan dapat mempengaruhi tingkat getaran tanah yang dihasilkan. Struktur geologi pada massa batuan seperti sesar atau rekahan dapat menghambat perambatan getaran tanah. Struktur geologi yang kompleks dapat memperbesar kemungkinan terhambatnya perambatan getaran tanah sehingga getaran tanah yang dihasilkan akan berkurang. 3.2.2 Pengukuran Getaran Tanah Akibat Peledakan Pengukuran getaran tanah akibat peledakan dilakukan dengan menggunakan Blastmate®III. Blastmate® III dirancang untuk dapat mengukur dan mencatat getaran tanah akibat peledakan dengan tepat. Peralatan ini disebut dengan seismograf yang terdiri dari dua bagian penting, yaitu sensor dan recorder.
Gambar 3.2 Blasmate® III Kotak sensor memiliki tiga unit independent sensor yang letaknya saling tegak lurus antara satu unit dengan unit yang lain. Dua unit dipasang dengan posisi horizontal dan saling tegak lurus, sedangkan satu unit lainnya dipasang secara vertikal. Ketiga sensor tersebut mencatat tiga arah komponen getaran tanah, yaitu arah transversal, vertikal dan longitudinal.
20
Gerakan transversal merupakan gerakan partikel tanah atau batuan dari satu sisi ke sisi yang lain. Gerakan vertikal merupakan gerakan partikel tanah atau batuan ke atas dan bawah. Gerakan longitudinal merupakan gerakan partikel tanah atau batuan ke depan dan belakang.
Gambar 3.3 Variasi Gerakan Partikel Akibat Getaran Tanah (Dowding, 1985) 3.2.3 Parameter Getaran Tanah Akibat Peledakan Parameter getaran merupakan sifat dasar dari gerakan gelombang yang digunakan untuk mengetahui tingkat getaran tanah yang dihasilkan. Parameter dari getaran tanah yang dihasilkan oleh kegiatan peledakan adalah sebagai berikut:
Perpindahan merupakan jarak pergerakan partikel dari kedudukan semula dalam waktu tertentu yang dinyatakan dalam satuan mm. Jarak maksimum dari pergerakan partikel disebut Peak Particle Displacement (PPD).
Kecepatan merupakan besarnya perpindahan yang terjadi dari kedudukan semula dalam waktu tertentu yang dinyatakan dalam satuan mm/s. Kecepatan maksimum dari pergerakan partikel disebut Peak Particle Velocity (PPV).
21
Percepatan merupakan besarnya perubahan kecepatan dalam waktu tertentu yang dinyatakan dalam satuan mm/s2 . Percepatan maksimum dari pergerakan partikel disebut Peak Particle Acceleration (PPA).
Frekuensi merupakan jumlah gelombang getaran yang terukur dalam waktu satu detik yang dinyatakan dalam satuan Hz. Peningkatan besarnya frekuensi sebanding dengan peningkatan besarnya batas nilai PPV yang diperbolehkan.
3.2.4 Percepatan Getaran Horizontal Maksimum Karakteristik peluruhan getaran tanah akibat peledakan didefinisikan dalam kurva hubungan peak particle velocity dan scaled distance. Scaled distance merupakan perbandingan jarak dengan muatan bahan peledak per waktu tunda. Menurut US Bureau of Mines, hubungan peak particle velocity dan scaled distance dapat dinyatakan dalam persamaan: PPV = k × SD−α = k ×
R
−α
W
dengan k adalah koefisien peluruhan getaran, R adalah jarak pengukuran, W adalah muatan bahan peledak per waktu tunda dan α adalah konstanta kondisi massa batuan. Bentuk persamaan tersebut juga berlaku untuk hubungan antara peak particle acceleration dan scaled distance (Ho, 1998 dan Zhao, 2000) yang dapat dinyatakan dalam persamaan: PPA = n × SD−β = n ×
R
−β
W
dengan n adalah koefisien peluruhan getaran dan β adalah konstanta kondisi massa batuan. Besarnya nilai percepatan getaran horizontal maksimum (a maks) berhubungan dengan nilai peak particle acceleration (PPA). Kesalahan yang sering dilakukan dalam analisis adalah menggunakan nilai PPA dari hasil pengukuran sebagai nilai amaks, nilai amaks berbeda dengan nilai PPA. Kenyataannya nilai a maks tidak didapat dari pengukuran dan masih belum ada cara sederhana yang dapat diterima secara universal untuk menghitungnya. Nilai amaks yang digunakan dalam analisis hanyalah nilai perkiraan saja.
22
Perhitungan besarnya nilai amaks diusulkan oleh beberapa penulis, kebanyakan berdasarkan analisis balik dari kasus yang sebenarnya dan kumpulan data empiris. Marcuson (1981) merekomendasikan nilai amaks berada di ⅓ dan ½ dari PPA. Matsuo (1984) merekomendasikan nilai amaks 0,65 dari nilai PPA. Seed (1979) mengatakan nilai amaks berkisar 13% - 20% PPA. California Department of Mines and Geology (1997) menyatakan nilai amaks sebesar 50% PPA. Hubungan antara percepatan getaran horizontal maksimum (a maks) dan peak particle acceleration (PPA) dinyatakan oleh Wong (1992) dalam persamaan: amaks = z × PPA dengan z adalah koefisien yang diperoleh dari respon analisis. 3.3 Kestabilan Lereng Dalam kondisi alami massa batuan ataupun tanah pada umumnya berada dalam keadaan stabil atau seimbang. Perubahan kestabilan yang terjadi dapat diakibatkan oleh erosi, penggalian, penimbunan, peledakan, dan gempa bumi. Untuk kembali dalam keadaan stabil, lereng akan mengalami proses pengurangan beban dalam bentuk longsoran. Gaya-gaya yang mempengaruhi kestabilan lereng dapat dibagi menjadi dua, yaitu gaya penahan dan gaya penggerak. Gaya penahan merupakan gaya yang berusaha mempertahankan kondisi stabil lereng, sedangkan gaya penggerak merupakan gaya yang berusaha mengganggu kondisi stabil lereng. Oleh karena itu, dapat disimpulkan apabila gaya penahan lebih besar dari gaya penggerak maka lereng akan stabil, sedangkan apabila gaya penahan lebih kecil dari ga ya penggerak maka lereng menjadi tidak stabil. 3.3.1 Faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Le reng Kestabilan dari suatu lereng, baik lereng alami maupun lereng buatan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng adalah sebagai berikut:
23
Geometri lereng Geometri lereng yang terdiri dari kemiringan dan ketinggian lereng sangat mempengaruhi kestabilan dari suatu lereng. Semakin besar kemiringan dan ketinggian lereng, maka kestabilan lereng akan semakin berkurang.
Sifat fisik dan mekanik batuan Sifat fisik dari batuan yang mempengaruhi kestabilan lereng, yaitu bobot isi, porositas, dan kandungan air. Sifat mekanik dari batuan yang mempengaruhi kestabilan lereng, yaitu kuat tekan, kuat tarik, dan kuat geser batuan.
Struktur geologi Struktur geologi yang mempengaruhi kestabilan lereng, yaitu sesar (fault), kekar (joint), lipatan (fold), bidang perlapisan (bedding plane), dan rekahan (crack). Struktur geologi tersebut merupakan bidang-bidang lemah yang dapat menjadi tempat masuknya air sehingga dapat terjadi longsoran.
Keadaan hidrologi Keberadaan air tanah pada lereng dapat mempengaruhi kestabilan dari suatu lereng. Air tanah memiliki tekanan yang dapat menimbulkan gaya angkat yang dapat mempengaruhi kuat geser batuan sehingga dapat terjadi longsoran.
Pelapukan Proses pelapukan pada batuan mempengaruhi sifat fisik maupun mekanik dari batuan, seperti bobot isi, kuat tekan, kuat geser dan lain- lain. Semakin tinggi tingkat pelapukan, semakin besar kekuatan batuan berkurang.
Gaya-gaya dari luar Gaya-gaya dari luar dapat meningkatkan maupun menurunkan kestabilan dari suatu lereng. Gaya yang berasal dari penyangga batuan dapat meningkatkan kestabilan lereng, sedangkan gaya yang berasal dari gempa atau peledakan dapat menurunkan kestabilan lereng.
24
3.3.2 Longsoran Lereng Akibat Percepatan Getaran Percepatan getaran yang biasanya diterima lereng berasal dari aktivitas peledakan ataupun gempa bumi. Percepatan getaran yang diterima oleh lereng menambah besarnya gaya penggerak dan mengurangi besarnya gaya penahan.
Gambar 3.4 Pengaruh Percepatan Getaran Terhadap Kesetimbangan Gaya Gaya penggerak yang bekerja pada massa batuan yang akan longsor dapat dinyatakan dalam persamaan: Fpenggerak = w sin ψ + m.a cos ψ sedangkan besarnya gaya normal yang bekerja pada massa batuan yang akan longsor dapat dinyatakan dalam persamaan: Fnormal = w cos ψ – m.a sin ψ sehingga besarnya tegangan normal (σn ) dan kuat geser (τ) menjadi: w cos ψ − m . a sin ψ A w cos ψ − m . a sin ψ τ=c+ tan ϕ A σn =
dengan A adalah besarnya luas permukaan dasar bidang yang akan longsor. Jika diketahui Fpenahan = τ . A , maka besarnya Fpenahan adalah: Fpenahan = c . A + (w cos ψ – m.a sin ψ) tan ϕ dengan a adalah percepatan horizontal dalam satuan g. Dari persamaan tersebut terlihat bahwa penambahan gaya penggerak dan pengurangan gaya penahan pada
25
massa batuan yang akan longsor dikontrol oleh besarnya percepatan horizontal dan besarnya kemiringan bidang longsoran terhadap bidang horizontal. 3.4 Metode Elemen Hingga Metode elemen hingga (finite element method) merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menghitung tegangan dan perpindahan pada material. Konsep dasar metode elemen hingga adalah membagi suatu sistem struktur menjadi elemen-elemen kecil yang disebut elemen hingga (finite element). Tiap elemen-elemen tersebut secara eksplisit menggambarkan reaksi dari material yang ada di dalamnya. Elemen hingga memiliki bentuk geometri tertentu dimana masing- masing elemen tersebut dianalisis secara terpisah untuk selanjutnya diadakan
penggabungan
berdasarkan prinsip continuity, compability, equilibrium, boundary condition, dan convergence. Analisis kemantapan lereng dengan menggunakan metode elemen hingga akan memberikan gambaran mengenai besarnya perpindahan pada tiap titik simpul dan besarnya tegangan pada tiap elemen serta faktor keamanannya. Phase2 merupakan salah satu perangkat lunak untuk analisis desain terowongan, analisis kestabilan lereng, dan ekstraksi bijih yang menggunakan metode elemen hingga. Phase2 memiliki empat jenis geometri elemen yang dapat digunakan untuk perhitungan, yaitu Three Noded Triangle (T3), Six Noded Triangle (T6), Four Noded Quadrilaterals (Q4), dan Eight Noded Quadrilaterals (Q8). Dari percobaan perhitungan faktor keamanan menggunakan empat tipe geometri elemen pada suatu lereng yang sama, didapatkan kesimpulan perbedaan nilai faktor keamanan yang dihasilkan menggunakan tipe geometri T3 dan Q4 lebih besar dari 5% sedangkan nilai faktor keamanan menggunakan tipe geometri T6 dan Q8 mendekati perhitungan dengan metode Griffiths dan Bishop. Oleh karena itu, perhitungan faktor keamanan kestabilan lereng sebaiknya menggunakan tipe geometri T6 atau Q8 (Tabel 3.1).
26
Tabel 3.1 Nilai FK Menggunakan Berbagai Tipe Elemen (Rocscience, 2004) Phase2 Bishop Griffiths T3 T6 Q4 Q8 1,38 1,40 1,51 1,39 1,47 1,42 3.4.1 Prosedur Analisis Prosedur analisis kestabilan lereng menggunakan metode elemen hingga meliputi tahap-tahap sebagai berikut:
Pembuatan geometri model Pembuatan geometri model meliputi tinggi lereng, kemiringan lereng, material penyusun lereng dan permukaan air tanah. Data karakteristik material terdiri dari sudut gesek dalam (ϕ), kohesi (C), berat spesifik (γ), sudut dilasi (ψ), modulus Young (E), dan Poisson’s ratio (υ).
Diskritisasi dan mesh Setelah model selesai dibuat selanjutnya didiskritisasi, yaitu garis batas pada masing- masing objek dibagi menjadi beberapa segmen. Segmen-segmen hasil diskritisasi akan menjadi kerangka pada pembentukan jaring elemen hingga.
Gambar 3.5 Model Lereng dengan Mesh 6 Noded Triangle
Pembebanan gravitasi Pendefinisian pembebanan gravitasi pada model terdiri dari: Elevasi permukaan dari model. Berat spesifik dari overburden (kN/m3 ). Perbandingan tegangan horizontal dan tegangan vertikal (stress ratio).
27
Kondisi batas Kondisi batas dari model yang akan dianalisis adalah sebagai berikut: Batas kiri dan batas kanan model diasumsikan tidak terjadi perpindahan ke arah horizontal. Batas bawah model diasumsikan tidak terjadi perpindahan ke arah vertikal. Titik ujung kanan dan kiri pada batas bawah model diasumsikan tidak terjadi perpindahan secara vertikal dan horizontal.
Perhitungan dan interpretasi Setelah data selesai dimasukkan selanjutnya data dapat diolah. Hasil dari perhitungan merupakan bahan untuk dianalisis. Hasil da ri pengolahan data kemudian diinterpretasi untuk menganalisis model lebih lanjut, analisis dari model didasarkan pada analisis deformasi.
3.4.2 Strength Reduction Factor Lereng mengalami kelongsoran akibat kuat geser dari material lebih kecil dari kuat geser aktual yang diterimanya. Faktor keamanan merupakan nilai yang digunakan untuk menyatakan tingkat kestabilan dari suatu lereng. Nilai faktor keamanan lebih besar dari 1 berarti lereng stabil, sedangkan nilai faktor keamanan lebih kecil dari 1 berarti lereng tidak stabil. Faktor keamanan dari suatu lereng dapat dihitung dengan persamaan: FoS =
𝜏 𝜏𝑓
dengan τ adalah nilai kuat geser material pada lereng yang dihitung dengan kriteria Mohr-Coulomb: τ = c + σn . tan ϕ dan τf adalah nilai kuat geser pada saat longsor yang dihitung dengan persamaan: τf = cf + σn . tan ϕf dengan parameter kuat geser cf dan ϕf adalah: c SRF tan ϕ ϕ𝑓 = tan −1 SRF c𝑓 =
28
dengan SRF adalah Strength Reduction Factor. Metode ini disebut juga dengan ‘shear strength reduction method’. Kelebihan dari metode shear strength reduction adalah sebagai berikut:
Tidak memerlukan asumsi jenis dan lokasi longsoran untuk analisis kestabilan lereng seperti pada metode kesetimbangan batas.
Dapat digunakan untuk mengetahui deformasi yang terjadi pada lereng dan distribusi tegangan pada lereng beserta arahnya.
Dapat digunakan pada kondisi lereng yang kompleks dalam dua atau tiga dimensi dan memperlihatkan proses kelongsoran.
29
BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN
4.1 Penampang Melintang dan Material Properties Penelitian dilakukan pada lereng lowwall Pit C2 Tambang Sambarata PT Berau Coal. Untuk menganalisis pengaruh getaran tanah akibat peledakan terhadap kestabilan lereng dibutuhkan data penampang melintang dan material properties dari lereng (Gambar 4.1). Penampang melintang diambil dari desain annual tahun 2012 dari pit C2. Parameter lereng lowwall dari desain annual tahun 2012 Pit C2 adalah tinggi lereng 50 m dan kemiringan lereng sebesar 34° (Gambar 4.2).
Gambar 4.1 Peta Lokasi Penampang Melintang pada Pit C2 Litologi lereng diambil dari pengeboran geologi pada lubang bor B-05-20. Data material properties yang dibutuhkan untuk menganalisis kestabilan lereng yaitu, berat spesifik (γ), modulus Young (E), Poisson’s ratio (υ), tensile strength (σt ), kohesi (c) dan sudut gesek dalam (ϕ) (Tabel 4.1).
30
Gambar 4.2 Sketsa Penampang Melintang AA’ Pit C2
31
Tabel 4.1 Material Properties Bor Geologi B-05-20
0.27
c (MPa) Peak Residual 0.158 0.087
ϕ (°) Peak Residual 28.46 18.09
860.26
0.25
0.169
0.093
29.45
18.13
4.99
526.92
0.26
0.142
0.091
27.32
16.16
2.10
0.70
106.41
0.30
0.124
0.070
25.12
14.37
2.04
2.13
-
-
-
0.134
0.082
24.97
15.99
2.04
2.00
2.07
10.55
1157.04
0.25
0.156
0.098
26.74
17.11
Coal
1.37
1.34
1.42
2.73
990.41
0.25
0.140
0.090
40.50
28.34
53.55-54.05
Sandstone
2.27
2.18
2.36
13.34
1366.45
0.27
0.179
0.107
33.81
21.61
B-05-20 SPL9
56.97-57.47
Sandstone
2.28
2.22
2.41
10.71
965.66
0.30
0.166
0.105
31.78
19.63
10
B-05-20 SPL10
58.71-59.21
Sandstone
2.29
2.21
2.40
15.42
1854.48
0.28
0.162
0.109
35.15
21.37
11
B-05-20 SPL11
69.02-69.52
Sandstone
2.26
2.19
2.39
4.25
512.25
0.30
0.129
0.089
30.44
17.40
12
B-05-20 SPL12
76.75-77.25
Sandstone
2.22
2.13
2.32
21.98
3158.81
0.25
0.202
0.112
34.51
22.78
13
B-05-20 SPL13
84.20-84.70
Sandstone
2.25
2.18
2.36
13.20
2233.71
0.29
0.170
0.104
34.55
21.71
Litologi
ρn
ρd
ρs
σc
E
υ
B-05-20 SPL1
Kedalaman (m) 7.40-7.85
Sandstone int with Mudstone
2.22
2.16
2.31
10.71
954.80
2
B-05-20 SPL2
11.75-12.25
Sandstone int with Mudstone
2.24
2.15
2.35
10.55
3
B-05-20 SPL3
18.40-18.85
Mudstone
2.18
2.13
2.22
4
B-05-20 SPL4
29.25-29.75
Mudstone
2.05
2.02
5
B-05-20 SPL5
40.20-40.70
Mudstone
2.10
6
B-05-20 SPL6
45.00-45.50
Mudstone
7
B-05-20 SPL7
49.20-49.70
8
B-05-20 SPL8
9
No
Kode Sampel
1
ρ n = Natural density (gr/cm3 )
σc = Uniaxial compressive strength (MPa)
c = Cohession (MPa)
ρd = Dry density (gr/cm3 )
E = Young’s modulus (MPa)
ϕ = Internal friction angle (°)
ρ s = Saturated density (gr/cm3 )
υ = Poisson’s ratio
32
4.2 Rancangan Peledakan di Pit C2 Geometri peledakan yang dilakukan di Pit C2 didapatkan dari laporan harian kontraktor pelaksana peledakan. Diameter lubang yang digunakan adalah 5,5 inch. Bahan peledakan yang digunakan adalah emulsi (emulsion explosives). Geometri peledakan, burden dan spasi yang digunakan adalah 6 m x 7 m dan 7 m x 8 m dengan kedalaman lubang yang digunakan 5,5 m, 8,5 m dan 9,5 m. Penggunaan geometri burden dan spasi yang digunakan disesuaikan dengan material batuan yang akan diledakkan. Ukuran burden dan spasi 6 m x 7 m biasa digunakan pada material sandstone, sedangkan ukuran burden dan spasi 7 m x 8 m biasa digunakan pada material mudstone. Penyalaan peledakan menggunakan nonel in hole delay dan nonel surface delay. Pola penyalaan yang digunakan adalah echelon dengan menggunakan kombinasi surface delay Control Row (CR) 109 ms dan Echelon Row (ER) 67 ms atau 42 ms. Untuk in hole delay menggunakan in hole delay 500 ms. Tabel 4.2 menunjukkan data rancangan peledakan dan muatan bahan peledak per lubang. Tabel 4.2 Data Rancangan Peledakan di Pit C2 No
Tanggal
Lokasi Peledakan
1
7/10/2012
2
Geometri Peledakan
PF
n
W
9.5
0.22
111
88
8
8.5
0.19
360
90
6
7
5.5
0.19
218
44
Exp F, 100-104
7
8
8.5
0.22
89
105
16/10/2012
Exp I, 41-43
7
8
8.5
0.22
221
105
6
20/10/2012
Exp F, 104-107
7
8
8.5
0.20
93
95
7
21/10/2012
Exp I, 102-107
7
8
8.5
0.19
200
90
8
22/10/2012
Stp D, 59-61
6
7
8.5
0.22
106
78
9
22/10/2012
Bot I, 98-100
7
8
8.5
0.20
222
95
10
29/10/2012
Exp F, 98-103
7
8
5.5
0.23
291
71
11
1/11/2012
Exp E, 98-102
6
7
9.5
0.20
272
80
12
4/11/2012
Exp G, 89-92
7
8
8.5
0.20
116
95
13
4/11/2012
Bot J, 42-43
6
7
8.5
0.21
120
75
14
5/11/2012
Exp C, 59-66
6
7
8.5
0.20
117
72
B
S
H
Bot J, 37-39
6
7
12/10/2012
Exp E, 100-106
7
3
15/10/2012
Exp D, 100-106
4
16/10/2012
5
33
No
Tanggal
Lokasi Peledakan
15
5/11/2012
16
Geometri Peledakan
PF
n
W
5.5
0.20
134
46
8
5.5
0.18
128
55
6
7
8.5
0.20
180
72
Exp D, 62-64
7
8
8.5
0.20
100
95
12/11/2012
Exp E, 92-95
6
7
5.5
0.20
93
46
20
12/11/2012
Bot D, 61-64
6
7
9.5
0.20
32
80
21
13/11/2012
Exp I, 41-43
7
8
8.5
0.20
102
95
22
16/11/2012
Stp G, 102-106
7
8
8.5
0.20
150
95
23
17/11/2012
Bot D, 63-67
7
8
5.5
0.21
60
65
24
17/11/2012
Exp G, 102-106
7
8
8.5
0.20
140
95
25
18/11/2012
Exp D, 59-61
6
7
8.5
0.20
120
72
26
18/11/2012
Exp J, 41-43
6
7
8.5
0.20
130
72
27
20/11/2012
Bot D, 63-66
6
7
8.5
0.21
63
75
28
20/11/2012
Stp I, 97-99
7
8
8.5
0.20
105
95
29
22/11/2012
Exp H, 40-43
7
8
7.0
0.20
60
78
30
22/11/2012
Exp H, 99-101
7
8
8.5
0.20
114
95
31
24/11/2012
Exp D, 63-66
7
8
8.5
0.21
80
100
32
24/11/2012
Stp G, 45-46
6
7
8.5
0.24
168
85
B
S
H
Exp J,41-42
6
7
7/11/2012
Exp F, 98-100
7
17
8/11/2012
Stp G, 95-100
18
8/11/2012
19
B = Burden (m)
PF = Powder factor (kg/bcm)
S = Spasi (m)
n = Jumlah lubang
H = Kedalaman lubang (m)
W = Muatan bahan peledak (kg)
4.3 Hasil Pengukuran Getaran Tanah Pengukuran getaran tanah akibat peledakan di lereng lowwall Pit C2 dilakukan dengan menggunakan Blastmate ®III. Alat tersebut bekerja dengan menggunakan sensor sebagai geophone yang merekam getaran tanah pada arah transversal, vertikal dan longitudinal. Akan tetapi pada penelitian ini hanya getaran horizontal, transversal dan longitudinal yang digunakan karena pengaruh getaran tanah pada arah vertikal terhadap kestabilan lereng tidak signifikan. Pengukuran getaran tanah akibat peledakan di lereng lowwall Pit C2 dilakukan pada satu tempat yang telah ditentukan dengan koordinat 550207.7 E, 242559.3 N (Gambar 4.3). Pengukuran dilakukan pada bulan Oktober dan November dengan
34
jumlah data yang didapatkan 32 data. Rata-rata kecepatan getaran tanah hasil pengukuran adalah 2,74 mm/s dengan nilai Peak Velocity Sum (PVS) tertinggi pada tanggal 22 November 2012 sebesar 5,01 mm/s. Tabel 4.3 menunjukkan data hasil pengukuran getaran tanah akibat peledakan pada lereng lowwall Pit C2.
Gambar 4.3 Peta Lokasi Pengukuran pada Pit C2
35
Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Getaran Tanah Akibat Peledakan Hasil Pengukuran No
Tanggal
Waktu
Lokasi Peledakan
Koordinat Peledakan
Transversal
Vertikal
Longitudinal
PPV (mm/s)
Frekuensi (Hz)
PPV (mm/s)
Frekuensi (Hz)
PPV (mm/s)
Frekuensi (Hz)
PVS (mm/s)
1
7/10/2012
16:03:39
Bot J, 37-39
549658.7 E/ 241879.8 N
1.40
11
0.89
20
2.41
9.5
2.67
2
12/ 10/ 2012
16:05:18
Exp E, 100-106
550059.6 E/ 242091.2 N
4.32
10
2.03
12
4.70
11
4.78
3
15/ 10/ 2012
16:06:10
Exp D, 100-106
550131.1 E/ 242125.2 N
2.54
9.8
1.65
15
2.41
10
2.96
4
16/ 10/ 2012
15:59:57
Exp F, 100-104
550164.6 E/ 241924.9 N
2.67
7.2
1.14
8.3
1.90
8.8
2.77
5
16/ 10/ 2012
16:00:44
Exp I, 41-43
549632.3 E/ 241902.4 N
2.54
5.1
1.02
7.2
1.90
7
2.57
6
20/ 10/ 2012
16:06:13
Exp F, 104-107
550208.3 E/ 241923.4 N
3.30
10
1.27
18
1.90
10
3.33
7
21/ 10/ 2012
16:05:29
Exp I, 102-107
550077.5 E/ 241740.9 N
2.54
6.1
1.40
18
1.65
9.5
2.69
8
22/ 10/ 2012
16:20:51
Stp D, 59-61
549170.8 E/ 242574.8 N
1.40
11
1.02
24
2.03
5.6
2.20
9
22/ 10/ 2012
16:21:37
Bot I, 98-100
549922.5 E/ 241967.1 N
2.41
7.1
1.65
7.6
3.43
5.9
3.54
10
29/ 10/ 2012
16:06:57
Exp F, 98-103
550030.2 E/ 242022.7 N
2.41
9.8
1.90
8.3
2.16
9.1
2.81
11
1/11/2012
16:08:11
Exp E, 98-102
549922.4 E/ 242153.8 N
3.94
9.3
2.16
12
2.92
8.8
4.15
12
4/11/2012
16:00:12
Exp G, 89-92
549639.2 E/ 242200.1 N
3.30
9.3
1.52
8.4
3.17
8.7
4.14
13
4/11/2012
16:01:02
Bot J, 42-43
549677.5 E/ 241990.4 N
1.52
12
0.89
15
1.90
6.4
2.07
14
5/11/2012
16:10:53
Exp C, 59-66
549032.1 E/ 242543.9 N
1.90
16
2.03
28
2.03
11
2.57
15
5/11/2012
16:11:45
Exp J,41-42
549803.0 E/ 241833.9 N
0.76
13
0.76
6.9
1.65
6.1
1.77
16
7/11/2012
16:05:39
Exp F, 98-100
549941.1 E/ 242063.3 N
2.29
7.3
1.52
7.8
1.90
7.9
2.51
17
8/11/2012
16:11:27
Stp G, 95-100
549938.9 E/ 241955.8 N
1.52
9.8
1.02
5.2
2.54
7.8
2.80
18
8/11/2012
16:12:23
Exp D, 62-64
549137.2 E/ 242645.2 N
1.40
12
1.27
23
1.65
10
1.73
36
Hasil Pengukuran No
Tanggal
Waktu
Lokasi Peledakan
Koordinat Peledakan
Transversal
Vertikal
Longitudinal
PPV (mm/s)
Frekuensi (Hz)
PPV (mm/s)
Frekuensi (Hz)
PPV (mm/s)
Frekuensi (Hz)
PVS (mm/s)
19
12/ 11/ 2012
16:09:19
Exp E, 92-95
549836.4 E/ 242203.3 N
2.16
9.1
2.03
8
4.32
8.1
4.56
20
12/ 11/ 2012
16:10:03
Bot D, 61-64
549068.1 E/ 242701.7 N
0.63
15
0.63
30
0.38
14
0.70
21
13/ 11/ 2012
16:01:35
Exp I, 41-43
549640.9 E/ 241914.1 N
1.90
11
1.27
8
2.79
9.5
3.00
22
16/ 11/ 2012
15:55:34
Stp G, 102-106
550137.9 E/ 241821.2 N
2.54
7.3
1.27
10
2.54
8.1
2.74
23
17/ 11/ 2012
16:09:09
Bot D, 63-67
549076.2 E/ 242716.1 N
0.76
15
0.63
28
1.02
13
1.11
24
17/ 11/ 2012
16:09:50
Exp G, 102-106
549910.1 E/ 241752.6 N
2.29
6.8
1.14
7.8
2.29
11
2.38
25
18/ 11/ 2012
15:56:42
Exp D, 59-61
549123.1 E/ 242666.6 N
1.65
11
1.52
13
1.65
8.5
2.18
26
18/ 11/ 2012
15:57:26
Exp J, 41-43
549784.6 E/ 241837.1 N
2.03
8.8
1.02
12
1.52
8
2.23
27
20/ 11/ 2012
15:56:52
Bot D, 63-66
549070.9 E/ 242703.6 N
1.40
8.7
1.65
23
1.65
10
1.82
28
20/ 11/ 2012
15:57:34
Stp I, 97-99
549623.4 E/ 242015.0 N
1.78
7.8
1.02
27
2.92
7.6
3.16
29
22/ 11/ 2012
15:58:41
Exp H, 40-43
549606.0 E/ 242106.4 N
3.17
10
1.27
14
4.06
8.8
5.01
30
22/ 11/ 2012
15:59:36
Exp H, 99-101
549935.4 E/ 241889.9 N
1.78
7.5
1.02
14
1.65
9
1.82
31
24/ 11/ 2012
16:04:02
Exp D, 63-66
549162.1 E/ 242673.7 N
1.27
18
1.65
26
1.78
9.1
1.93
32
24/ 11/ 2012
16:04:56
Stp G, 45-46
549458.6 E/ 242219.2 N
1.90
11
1.52
20
2.41
13
2.93
37
4.4 Perhitungan Scaled Distance Scaled distance merupakan perbandingan jarak dengan muatan bahan peledak per waktu tunda yang dapat dinyatan dalam persamaan: SD =
R W
dengan R adalah jarak pengukuran dan W adalah muatan bahan peledak per waktu tunda. Dalam penelitian ini muatan bahan peledak per waktu tunda adalah jumlah bahan peledak yang meledak dalam rentang waktu 8 ms. Perhitungan muatan bahan peledak per waktu tunda dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ShotPlus-i yang dilakukan dengan membuat simulasi rancangan peledakan.
Gambar 4.4 Contoh Rancangan Peledakan dengan ShotPlus-i Dari hasil simulasi dengan menggunakan perangkat lunak ShotPlus-i didapatkan sebagian besar peledakan di Pit C2 terdapat dua lubang yang meledak bersamaan. Tabel 4.4 menunjukkan hasil simulasi rancangan peledakan dan scaled distance. Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Scaled Distance No
Tanggal
Lokasi Peledakan
R (m)
1 2 3 4
7/10/2012 12/10/2012 15/10/2012 16/10/2012
Bot J, 37-39 Exp E, 100-106 Exp D, 100-106 Exp F, 100-104
873 490 440 635
Jumlah Lubang 2 2 1 2
W (kg)
SD
176 180 44 210
65.8 36.5 66.4 43.8 38
No
Tanggal
Lokasi Peledakan
R (m)
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
16/10/2012 20/10/2012 21/10/2012 22/10/2012 22/10/2012 29/10/2012 1/11/2012 4/11/2012 4/11/2012 5/11/2012 5/11/2012 7/11/2012 8/11/2012 8/11/2012 12/11/2012 12/11/2012 13/11/2012 16/11/2012 17/11/2012 17/11/2012 18/11/2012 18/11/2012 20/11/2012 20/11/2012 22/11/2012 22/11/2012 24/11/2012 24/11/2012
Exp I, 41-43 Exp F, 104-107 Exp I, 102-107 Strp D, 59-61 Bot I, 98-100 Exp F, 98-103 Exp E, 98-102 Exp G, 89-92 Bot J, 42-43 Exp C, 59-66 Exp J,41-42 Exp F, 98-100 Stp G, 95-100 Exp D, 62-64 Exp E, 92-95 Bot D, 61-64 Exp I, 41-43 Stp G, 102-106 Bot D, 63-67 Exp G, 102-106 Exp D, 59-61 Exp J, 41-43 Bot D, 63-66 Stp I, 97-99 Exp H, 40-43 Exp H, 99-101 Exp D, 63-66 Stp G, 45-46
873 635 828 1037 657 565 495 672 777 1175 830 563 660 1073 514 1148 859 741 1142 859 1089 837 1145 798 753 722 1051 822
R = Jarak pengukuran (m)
Jumlah Lubang 3 2 3 2 1 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 3 2 2 2 2 2 2 2
W (kg)
SD
315 190 270 156 95 142 160 95 150 144 92 110 144 190 92 80 160 190 65 190 216 144 150 190 156 190 200 170
49.2 46.1 50.4 83.0 67.4 47.4 39.2 68.9 63.5 97.9 86.6 53.6 55.0 77.9 53.6 128.4 67.9 53.7 141.6 62.3 74.1 69.7 93.5 57.9 60.3 52.4 74.3 63.1
SD = Scaled distance
W = Muatan bahan peledak per waktu tunda (kg)
4.5 Perhitungan Perce patan Getaran Horizontal Maksimum Pengolahan data getaran tanah akibat peledakan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Blastware 8 yang berfungsi untuk mengolah data getaran tanah dari Blastmate® III. Melalui perangkat lunak Blastware 8, nilai kecepatan hasil pengukuran diturunkan terhadap waktu untuk mendapatkan nilai percepatan dan diintegralkan terhadap waktu untuk mendapat nilai perpindahan (Gambar 4.5). 39
Nilai percepatan yang digunakan adalah pada arah transversal dan longitudinal. Percepatan pada arah vertikal tidak digunakan karena tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kestabilan lereng (Kartodharmo, 1996). Dari hasil pengolahan tersebut didapatkan nilai Peak Particle Acceleration (PPA) dan Peak Particle Displacement (PPD) pada arah transversal dan longitudinal. Selanjutnya dapat ditentukan nilai percepatan getaran horizontal maksimum (amaks) yang merupakan nilai percepatan saat mencapai peak particle displacement (PPD). Nantinya nilai getaran horizontal maksimum (a maks) yang digunakan merupakan nilai terbesar antara nilai amaks pada arah transversal dan longitudinal. Tabel 4.5 menunjukkan hasil pengolahan data geta ran tanah akibat peledakan dengan menggunakan Blastware 8 dan Tabel 4.6 menunjukkan rekapitulasi hasil pengolahan data getaran tanah beserta hasil perhitungan scaled distance.
Gambar 4.5 Contoh Pengolahan Data Getaran dengan Blastware 8
40
Tabel 4.5 Hasil Pengolahan Getaran Tanah Akibat Peledakan Hasil Pengolahan No
Tanggal
Lokasi Peledakan
Transversal
Longitudinal
130.04
0.013
0.02
amaks (mm/s2 ) 130.04
0.013
260.19
0.026
0.05
amaks (mm/s2 ) 130.17
12/10/2012 Exp E, 100-106
390.14
0.039
0.06
260.10
0.026
390.14
0.039
0.07
260.30
0.026
3
15/10/2012 Exp D, 100-106
260.09
0.026
0.05
130.04
0.013
260.19
0.026
0.03
130.02
0.013
4
16/10/2012
Exp F, 100-104
260.09
0.026
0.05
130.04
0.013
260.18
0.026
0.03
129.96
0.013
5
16/10/2012
Exp I, 41-43
260.09
0.026
0.05
130.04
0.013
260.18
0.026
0.05
129.96
0.013
6
20/10/2012
Exp F, 104-107
260.09
0.026
0.05
130.04
0.013
260.18
0.026
0.03
129.96
0.013
7
21/10/2012
Exp I, 102-107
260.09
0.026
0.06
130.04
0.013
260.14
0.026
0.02
130.01
0.013
8
22/10/2012
Stp D, 59-61
260.09
0.026
0.01
130.04
0.013
260.15
0.026
0.04
130.06
0.013
9
22/10/2012
Bot I, 98-100
260.09
0.026
0.05
130.04
0.013
260.11
0.026
0.08
130.16
0.013
10
29/10/2012
Exp F, 98-103
260.09
0.026
0.03
130.04
0.013
260.21
0.026
0.03
129.96
0.013
11
1/11/2012
Exp E, 98-102
520.19
0.053
0.06
390.15
0.039
390.11
0.039
0.04
260.01
0.026
12
4/11/2012
Exp G, 89-92
260.09
0.026
0.05
130.04
0.013
390.19
0.039
0.06
260.06
0.026
13
4/11/2012
Bot J, 42-43
260.09
0.026
0.02
130.04
0.013
260.18
0.026
0.04
130.08
0.013
14
5/11/2012
Exp C, 59-66
260.09
0.026
0.02
130.04
0.013
260.15
0.026
0.03
130.06
0.013
15
5/11/2012
Exp J,41-42
260.09
0.026
0.02
130.04
0.013
260.14
0.026
0.04
130.13
0.013
16
7/11/2012
Exp F, 98-100
260.09
0.026
0.04
130.04
0.013
260.18
0.026
0.04
130.08
0.013
17
8/11/2012
Stp G, 95-100
260.09
0.026
0.03
130.04
0.013
260.18
0.026
0.05
130.16
0.013
1
7/10/2012
2
Bot J, 37-39
PPA (mm/s2 ) PPA (g) PPD (mm)
amaks (g)
PPA (mm/s2 ) PPA (g) PPD (mm)
amaks (g) 0.013
41
Hasil Pengolahan No
Tanggal
Lokasi Peledakan
Transversal
Longitudinal
18
8/11/2012
Exp D, 62-64
260.09
0.026
0.02
amaks (mm/s2 ) 130.04
0.013
260.14
0.026
0.03
amaks (mm/s2 ) 130.13
19
12/11/2012
Exp E, 92-95
260.09
0.026
0.03
130.04
0.013
390.32
0.039
0.07
260.22
0.026
20
12/11/2012
Bot D, 61-64
130.04
0.013
0.01
130.04
0.013
260.08
0.026
0.01
130.03
0.013
21
13/11/2012
Exp I, 41-43
260.09
0.026
0.03
130.04
0.013
260.10
0.026
0.04
130.14
0.013
22
16/11/2012
Stp G, 102-106
260.09
0.026
0.05
130.04
0.013
260.18
0.026
0.04
130.01
0.013
23
17/11/2012
Bot D, 63-67
260.09
0.026
0.01
130.04
0.013
260.15
0.026
0.01
130.06
0.013
24
17/11/2012 Exp G, 102-106
260.09
0.026
0.05
130.04
0.013
260.18
0.026
0.03
129.93
0.013
25
18/11/2012
Exp D, 59-61
260.09
0.026
0.02
130.04
0.013
260.14
0.026
0.03
130.13
0.013
26
18/11/2012
Exp J, 41-43
260.09
0.026
0.04
130.04
0.013
260.08
0.026
0.03
130.03
0.013
27
20/11/2012
Bot D, 63-66
260.09
0.026
0.02
130.04
0.013
260.14
0.026
0.02
130.13
0.013
28
20/11/2012
Stp I, 97-99
260.09
0.026
0.03
130.04
0.013
260.20
0.026
0.05
130.09
0.013
29
22/11/2012
Exp H, 40-43
260.09
0.026
0.04
130.04
0.013
390.36
0.039
0.07
260.14
0.026
30
22/11/2012
Exp H, 99-101
260.09
0.026
0.03
130.04
0.013
260.14
0.026
0.05
130.13
0.013
31
24/11/2012
Exp D, 63-66
260.09
0.026
0.01
130.04
0.013
260.15
0.026
0.03
130.06
0.013
32
24/11/2012
Stp G, 45-46
260.09
0.026
0.03
130.04
0.013
260.19
0.026
0.03
130.17
0.013
PPA = Peak particle acceleration
PPA (mm/s2 ) PPA (g) PPD (mm)
PPD = Peak particle displacement
amaks (g)
PPA (mm/s2 ) PPA (g) PPD (mm)
amaks (g) 0.013
amaks = Percepatan horizontal maksimum
42
Tabel 4.6 Rekapitulasi Pengolahan Getaran Tanah Akibat Peledakan No
Tanggal
Lokasi Peledakan
R (m)
W (kg)
SD
PPA (mm/s2 )
PPA (g)
amaks (mm/s2 )
amaks (g)
1
7/10/2012
Bot J, 37-39
873
176
65.8
260.19
0.026
130.17
0.013
2
12/10/2012
Exp E, 100-106
490
180
36.5
390.14
0.039
260.30
0.026
3
15/10/2012
Exp D, 100-106
440
44
66.4
260.09
0.026
130.04
0.013
4
16/10/2012
Exp F, 100-104
635
210
43.8
260.09
0.026
130.04
0.013
5
16/10/2012
Exp I, 41-43
873
315
49.2
260.09
0.026
130.04
0.013
6
20/10/2012
Exp F, 104-107
635
190
46.1
260.09
0.026
130.04
0.013
7
21/10/2012
Exp I, 102-107
828
270
50.4
260.09
0.026
130.04
0.013
8
22/10/2012
Strp D, 59-61
1037
156
83.1
260.15
0.026
130.06
0.013
9
22/10/2012
Bot I, 98-100
657
95
67.4
260.11
0.026
130.16
0.013
10
29/10/2012
Exp F, 98-103
565
142
47.4
260.09
0.026
130.04
0.013
11
1/11/2012
Exp E, 98-102
495
160
39.2
520.19
0.053
390.15
0.039
12
4/11/2012
Exp G, 89-92
672
95
68.9
390.19
0.039
260.06
0.026
13
4/11/2012
Bot J, 42-43
777
150
63.5
260.18
0.026
130.08
0.013
14
5/11/2012
Exp C, 59-66
1175
144
97.9
260.15
0.026
130.06
0.013
15
5/11/2012
Exp J,41-42
830
92
86.6
260.14
0.026
130.13
0.013
16
7/11/2012
Exp F, 98-100
563
110
53.6
260.18
0.026
130.08
0.013
17
8/11/2012
Stp G, 95-100
660
144
55.1
260.18
0.026
130.16
0.013
18
8/11/2012
Exp D, 62-64
1073
190
77.9
260.14
0.026
130.13
0.013
19
12/11/2012
Exp E, 92-95
514
92
53.6
390.32
0.039
260.22
0.026
20
12/11/2012
Bot D, 61-64
1148
80
128.4
260.08
0.026
130.03
0.013
43
No
Tanggal
Lokasi Peledakan
R (m)
W (kg)
SD
PPA (mm/s2 )
PPA (g)
amaks (mm/s2 )
amaks (g)
21
13/11/2012
Exp I, 41-43
859
160
67.9
260.10
0.026
130.14
0.013
22
16/11/2012
Stp G, 102-106
741
190
53.7
260.09
0.026
130.04
0.013
23
17/11/2012
Bot D, 63-67
1142
65
141.2
260.15
0.026
130.06
0.013
24
17/11/2012
Exp G, 102-106
859
190
62.8
260.09
0.026
130.04
0.013
25
18/11/2012
Exp D, 59-61
1089
216
74.1
260.14
0.026
130.13
0.013
26
18/11/2012
Exp J, 41-43
837
144
69.7
260.09
0.026
130.04
0.013
27
20/11/2012
Bot D, 63-66
1145
150
93.5
260.14
0.026
130.13
0.013
28
20/11/2012
Stp I, 97-99
798
190
57.9
260.20
0.026
130.09
0.013
29
22/11/2012
Exp H, 40-43
753
156
60.3
390.36
0.039
260.14
0.026
30
22/11/2012
Exp H, 99-101
722
190
52.4
260.14
0.026
130.13
0.013
31
24/11/2012
Exp D, 63-66
1051
200
74.3
260.15
0.026
130.06
0.013
32
24/11/2012
Stp G, 45-46
822
170
63.1
260.19
0.026
130.17
0.013
R = Jarak pengukuran
W = Muatan bahan peledak per waktu tunda
PPA = Peak particle acceleration
amaks = Percepatan horizontal maksimum
SD = Scaled distance
44
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN
5.1 Kestabilan Lereng Lowwall Pit C2 Kestabilan lereng lowwall dianalisis dengan metode elemen hinggamenggunakan perangkat lunak Phase2 . Model yang digunakan adalah penampang melintang dari desain annual tahun 2012. Perhitungan faktor keamanan menggunakan metode shear strength reduction dengan cara menurunkan parameter kuat geser batuan yaitu, kohesi (c) dan sudut gesek dalam (ϕ). Perhitungan dilakukan dengan iterasi hingga kestabilan lereng yang dihasilkan bersifat non-konvergen. Pada analisis kestabilan lereng dengan metode elemen hingga ini digunakan beberapa pendekatan, yaitu:
Perhitungan kestabilan lereng menggunakan kriteria runtuhan Mohr-Coulomb.
Lereng yang akan dianalisis dianggap tidak terganggu oleh faktor eksternal yang dapat mengurangi massa batuan, sehingga parameter batuan yang digunakan adalah parameter puncak (peak).
Tinggi muka air tanah diasumsikan mengikuti tinggi permukaan lereng.
Tipe elastisitas material adalah isotropic dengan tipe material plastic dan tipe geometri elemen Six Noded Triangle (T6)
Karakteristik material batuan yang digunakan untuk analis is kestabilan lereng dengan menggunakan perangkat lunak Phase2 yaitu berat spesifik natural (γn ), modulus Young (E), nisbah Poisson (υ), kuat tarik (σ t ), kohesi (c) dan sudut gesek dalam (ϕ). Kuat tarik (σ t ) diperoleh dari perhitungan trigonometri dari garis coulomb yang dihasilkan dari kohesi (c) dan sudut gesek dalam ( ϕ) sehingga diperoleh persamaan berikut. σt =
2. c. cos ϕ 1 + sin ϕ
Tabel 5.1 menunjukkan rekapitulasi karakteristik material lereng lowwall Pit C2.
45
Tabel 5.1 Rekapitulasi Material Properties Lereng Lowwall No Litologi γn (kN/m3 ) E (kPa) 1 Interlaminated Sandstone 22.3 907530 2 Mudstone 20.9 596790 3 Coal 13.7 990410 4 Sandstone 22.6 1681893
υ σt (kPa) c (kPa) 0.26 192.79 163.50 0.27 174.46 140.67 0.25 129.28 140.21 0.28 181.02 168.00
ϕ (°) 28.96 26.39 40.50 33.37
Untuk mengetahui pengaruh getaran tanah akibat peledakan terhadap kestabilan lereng dilakukan perbandingan kondisi lereng saat tidak menerima getaran dan kondisi lereng saat menerima getaran. Nilai percepatan getaran tanah yang akan digunakan merupakan nilai amaks terbesar dari hasil pengukuran, yaitu 0.039 g. Hasil perhitungan faktor keamanan dari kedua kondisi tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 5.1 Hasil Perhitungan SRF Lereng tanpa Getaran
Gambar 5.2 Hasil Perhitungan SRF Lereng dengan Getaran 0,039 g
46
Dari hasil perhitungan tersebut dapat dilihat critical SRF untuk lereng dengan kondisi tidak menerima getaran adalah sebesar 1,5 (Gambar 5.1) sedangkan critical SRF untuk lereng dengan kondisi getaran yang diterima 0,039 g adalah adalah sebesar 1,38 (Gambar 5.2). Dapat diambil kesimpulan getaran tanah akibat peledakan yang diterima oleh lereng menurunkan kestabilan lereng dan pengaruh getaran tanah akibat peledakan di Pit C2 masih dalam kondisi aman. 5.2 Hubungan Scaled Distance dengan PPA Analisis hubungan scaled distance (SD) terhadap nilai peak particle acceleration (PPA) dilakukan dengan membuat kurva log antara SD yang mewakili parameter peledakan terhadap PPA dari hasil pengukuran getaran tanah sehingga dihasilkan persamaan yang menunjukkan hubungan keduanya. Untuk melakukan analisis ini digunakan data getaran tanah yang telah diolah sehingga dihasilkan kurva berikut.
Gambar 5.3 Kurva Hubungan Scaled Distance dan PPA Dari kurva tersebut didapat hubungan antara scaled distance (SD) dan PPA pada confidence line 90% yang dinyatakan dengan persamaan: PPA = n × SD
−β
= 6590 ×
R
−0.663
W 47
dengan R adalah jarak peledakan dan W adalah muatan bahan peledak per waktu tunda. Dari persamaan tersebut didapatkan nilai n sebesar 6590 dan β sebesar 0.663 yang merupakan konstanta lapangan mewakili kondisi getaran tanah yang diterima lereng lowwall Pit C2. Dari persamaan tersebut nantinya dapat ditentukan besarnya muatan bahan peledak pada jarak tertentu. Besarnya nilai n dan β pada confidence line 10% - 80% dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Nilai n dan β pada Confidence Line 10% - 90% Confidence Line n β 10% 5012 0.663 20% 5151 0.663 30% 5246 0.663 40% 5392 0.663 50% 5541 0.663 60% 5695 0.663 70% 5907 0.663 80% 6182 0.663 90% 6590 0.663 5.3 Hubungan PPA dengan amaks Hubungan PPA dengan amaks didapatkan dari regresi linier dari data getaran tanah yang telah diolah, PPA dalam mm/s2 dan amaks dalam mm/s2 . Data tersebut kemudian dibuat dalam bentuk kurva dan ditentukan persamaan hubungan PPA dan amaks sehingga dihasilkan kurva berikut ini.
a maks (mm/s2 )
PPA vs amaks 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
amaks = 0.666 PPA R2 = 0.982
0
100
200
300
400
500
600
PPA (mm/s2 )
Gambar 5.4 Kurva Hubungan PPA dan amaks 48
Dari kurva tersebut didapatkan persamaan hubungan antara PPA dan a maks yang dinyatakan dengan persamaan: amaks = z × PPA = 0.666 × PPA Dengan nilai z merupakan koefisien analisis yang menunjukkan hubungan PPA dan amaks pada lereng lowwall Pit C2.Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan semakin besar nilai PPA maka akan diperoleh nilai amaks yang besar pula dan nilai amaks selalu lebih kecil dari nilai PPA. Dari persamaan tersebut dapat dinyatakan besarnya nilai amaks adalah 66,6% dari nilai PPA. Hasil ini mendekati dengan rekomendasi yang diberikan Matsuo (1984) yang merekomendasikan nilai a maks 65% dari nilai PPA dan sangat berbeda dengan rekomendasi yang diberikan Seed (1979) yang merekomendasikan nilai amaks berkisar 13% - 20% dari nilai PPA. 5.4 Hubungan amaks dengan Kestabilan Lereng Hubungan amaks dan kestabilan lereng didapatkan dengan melakukan perhitungan SRF dari lereng dengan nilai amaks yang bervariasi. Perhitungan dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Phase2 . Berikut hasil perhitungan besarnya SRF lereng lowwall Pit C2 dengan kondisi amaks yang bervariasi. Tabel 5.3 Hasil Perhitungan SRF dengan amaks Bervariasi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
amaks 0.005 0.010 0.015 0.020 0.025 0.030 0.035 0.040 0.045 0.050 0.055 0.060 0.065 0.070 0.075
SRF 1.489 1.475 1.466 1.458 1.434 1.409 1.399 1.398 1.370 1.356 1.328 1.309 1.286 1.265 1.242
No 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
amaks 0.155 0.160 0.165 0.170 0.175 0.180 0.185 0.190 0.195 0.200 0.205 0.210 0.215 0.220 0.225
SRF 0.908 0.889 0.870 0.853 0.838 0.824 0.810 0.796 0.782 0.767 0.754 0.740 0.727 0.714 0.705
No 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
amaks 0.360 0.370 0.380 0.390 0.400 0.410 0.420 0.430 0.440 0.450 0.460 0.470 0.480 0.490 0.500
SRF 0.483 0.475 0.466 0.456 0.442 0.435 0.428 0.421 0.413 0.405 0.400 0.393 0.371 0.365 0.360
49
No 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
amaks 0.080 0.085 0.090 0.095 0.100 0.105 0.110 0.115 0.120 0.125 0.130 0.135 0.140 0.145 0.150
SRF 1.217 1.186 1.158 1.136 1.109 1.095 1.094 1.073 1.052 0.997 0.977 0.957 0.935 0.930 0.929
No 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
amaks 0.230 0.235 0.240 0.245 0.250 0.260 0.270 0.280 0.290 0.300 0.310 0.320 0.330 0.340 0.350
SRF 0.693 0.680 0.670 0.659 0.652 0.632 0.616 0.597 0.582 0.565 0.549 0.534 0.521 0.507 0.496
No 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90
amaks 0.525 0.550 0.575 0.600 0.625 0.650 0.675 0.700 0.725 0.750 0.800 0.850 0.900 0.950 1.000
SRF 0.353 0.334 0.333 0.308 0.291 0.285 0.265 0.244 0.224 0.221 0.211 -
Data tersebut selanjutnya diplot dalam kurva antara a maks dan SRF sehingga dapat diperoleh persamaan yang menunjukkan hubungan antara a maks dan SRF. Berikut kurva hubungan antara amaks dan SRF.
amaks vs SRF 1.600 1.400 1.200
SRF = -111.11a maks 6 + 291.86a maks 5 - 290.65a maks 4 + 131.27a maks 3 - 21.461a maks 2 - 2.8184x + 1.516 R² = 0.9993
SRF
1.000 0.800 0.600
0.400 0.200 0.000
0.000
0.200
0.400
0.600
0.800
1.000
a maks (g)
Gambar 5.5 Kurva Hubungan amaks dan SRF
50
Dari kurva tersebut diperoleh hubungan amaks terhadap kestabilan lereng dalam fungsi SRF dengan rentang amaks 0 g hingga 0.8 g, yaitu: SRF = −111.1amaks 6 + 291.8amaks 5 − 290.6amaks
4
+ 131.2amaks
3
− 21.46amaks 2 − 2.818amaks + 1.516 dengan amaks merupakan percepatan getaran horizontal maksimum dalam satuan g. Dari persamaan tersebut didapatkan nilai a maks kritis, nilai amaks saat nilai SRF sebesar 1,3 yaitu 0.057 g. 5.5 Perangkat Lunak Analisis Getaran Tanah Dari pengolahan terhadap data-data pada penelitian ini, didapatkan tiga persamaan hubungan parameter, yaitu: 1. Hubungan scaled distance dengan PPA PPA = 6590 ×
R
−0.663
W
2. Hubungan PPA dengan amaks amaks = 0.666 × PPA 3. Hubungan amaks dengan kestabilan lereng SRF = -111.1amaks 6 +291.8amaks 5 -290.6amaks 4 +131.2amaks 3 -21.46amaks 2 -2.818amaks +1.516 Untuk mempermudah analisis pengaruh getaran tanah akibat peledakan terhadap kestabilan lereng dibuat suatu perangkat lunak sederhana dengan menggunakan ketiga persamaan tersebut. Tampilan perangkat lunak analisis getaran tana h ditunjukkan pada Gambar 5.6. Perangkat lunak ini dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman visual basic dengan memasukkan ketiga persamaan di atas sehingga dapat melakukan perhitungan sebagai berikut:
Perhitungan nilai faktor keamanan dari parameter peledakan tertentu.
Perhitungan jarak peledakan untuk faktor keamanan dan jumlah muatan bahan peledak tertentu.
Perhitungan muatan bahan peledak untuk faktor keamanan dan jarak peledakan tertentu. 51
Gambar 5.6 Perangkat Lunak Analisis Getaran Tanah Bagian-bagian dari perangkat lunak analisis getaran tanah adalah sebagai berikut:
Analysis, berfungsi untuk menentukan analisis yang akan dilakukan, yaitu Factor of Safety (FoS), Blasting Distance (m), dan Explosive Weight (kg).
Confidence, berfungsi untuk mengatur tingkat kepercayaan dari perhitungan, misalnya untuk confidence 90% berarti ada 10% data yang tidak mewakili hasil perhitungan.
Data, berfungsi untuk memasukkan data yang dimiliki. Data yang dimasukkan tergantung pada analisis yang akan dilakukan.
Result, berfungsi untuk menampilkan hasil perhitungan dari analisis yang diinginkan.
5.6 Rekomendasi Muatan Bahan Peledak Rekomendasi muatan bahan peledak dalam jarak tertentu terhadap lereng lowwall menggunakan batas SRF sebesar 1,3. Besarnya a maks saat nilai SRF 1,3 adalah 52
0,057 g atau 559,40 mm/s2 . Dengan persamaan hubungan antara PPA dan a maks didapat nilai PPA yaitu 839,94 mm/s2 . Selanjutnya untuk mengetahui besar muatan bahan peledak dalam jarak tertentu menggunakan persamaan hubungan antara scaled distance dan PPA, yaitu: PPA = 6590 ×
R
−0.663
W
Persamaan tersebut diplot untuk confidence line 90% yang berarti dari semua data yang didapatkan hanya 10% yang melebihi persamaan tersebut. Untuk rekomendasi muatan bahan peledak persamaan diplot untuk confidence line 10% hingga 90%. Berikut rekomendasi muatan bahan peledak dalam jarak tertentu terhadap lereng dengan batas SRF sebesar 1,3. Tabel 5.4 Rekomendasi Muatan Bahan Peledak Jarak
10
20
30
150 200 250 300 350 400
104 185 290 417 568 742
96 171 267 384 523 683
91 162 252 364 495 646
Confidence Line (%) 40 50 60 Muatan Bahan Peledak (kg) 84 77 71 149 137 126 232 214 197 335 308 284 456 420 386 595 548 505
70
80
90
64 113 177 254 346 452
55 98 154 222 302 394
46 81 127 183 249 325
Dari tabel rekomendasi tersebut dapat disimpulkan jumlah muatan bahan peledak minimum yang direkomendasikan yaitu 46 kg pada jarak peledakan terhadap lereng 150 m dan jumlah muatan bahan peledak maksimum yaitu 325 kg pada jarak 400 m.
53
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Percepatan getaran tanah pada lereng lowwall Pit C2 bervariasi, dengan nilai terkecil 0,013 g dan nilai terbesar 0,039 g. Kondisi lereng lowwall Pit C2 dengan percepatan getaran tanah sebesar 0,039 g masih dalam kondisi aman dengan nilai critical SRF sebesar 1,38.
Kurva peluruhan getaran dengan parameter Peak Particle Acceleration (PPA) pada confidence line 90% mengikuti persamaan: PPA = 6590 ×
R
−0.663
W
Nilai percepatan getaran horizontal maksimum (a maks) adalah nilai percepatan getaran horizontal saat Peak Particle Displacement (PPD) dan berhubungan dengan nilai Peak Particle Acceleration (PPA). Dalam penelitian ini didapat hubungan amaks dan PPA, yaitu amaks = 0.666 × PPA . Persamaan ini berdekatan dengan rekomendasi yang diberikan Matsuo (1984) dan sangat berbeda dengan rekomendasi yang diberikan Seed (1979).
Analisis kestabilan lereng dilakukan dengan menghitung besarnya Strength Reduction Factor (SRF) pada variasi amaks 0 g hingga 0,8 g dan menghasilkan hubungan amaks dengan SRF, yaitu: SRF = -111.1amaks 6 +291.8amaks 5 -290.6amaks 4 +131.2amaks 3 -21.46amaks 2 -2.818amaks +1.516
Dari penelitian ini dihasilkan rekomendasi muatan bahan peledak pada jarak tertentu dengan menggunakan nilai SRF 1,3. Jumlah muatan bahan peledak minimum yaitu 46 kg pada jarak peledakan terhadap lereng 150 m dan muatan bahan peledak maksimum yaitu 325 kg pada jarak 400 m.
54
6.2 Saran
Penambahan data pengukuran getaran tanah akan menghasilkan kajian yang lebih akurat dalam analisis pengaruh getaran tanah akibat peledakan terhadap kestabilan lereng.
Melakukan pengukuran getaran tanah akibat peledakan pada jarak lebih bervariasi agar didapatkan sebaran data yang lebih baik.
55
DAFTAR PUSTAKA
Arif, I. 2010. Diktat Kuliah Geoteknik Tambang. Program Studi Teknik Pertambangan ITB, Bandung. Basuki, S. 2011. Analisis Kestabilan Lereng Section 10 Akibat Pengaruh Getaran Peledakan dan Air Tanah PT Pama Persada Nusantara Job Site PT Adaro Indonesia. Program Studi Teknik Pertambangan ITB, Bandung. Berau Coal, 2010. Laporan Tahunan 2010. PT. Berau Coal Tbk, Jakarta. Berau Coal, 2011. Statement of Open Cut Coal Resources and Reserves as at 31 December 2011. PT. Berau Coal Tbk, Jakarta. Dowding, C. H. 1985. Blast Vibration Monitoring and Control. Prentice Hall, Englewood Cliffs. Fahlevi, R. 2012. Analisis Pengaruh Parameter Peledakan Terhadap Kestabilan Lereng Highwall Pit Rama PT Arutmin Indonesia Tambang Satui Ditinjau dari Getaran Tanah Akibat Peledakan. Program Studi Teknik Pertambangan ITB, Bandung. Ho, K. K. S., dkk., 1998. Slope Engineering in Hongkong, A.A. Balkema, Rotterdam. Kartodharmo, Moelhim, dkk., 1996. Supervisory Teknik Peledakan. LPPM ITB, Bandung. Konya, C. J. dan Walter E. J., 1990. Surface Blast Design. Prentice Hall, New Jersey. Lucca, F. J., 2003. Tight Construction Blasting: Ground Vibration Basics, Monitoring, and Prediction. Terra Dinamica LLC. Marcuson, W. F., 1981. Proceedings, International Conference on Recent Advances in Geotechnical Earthquake Engineering and Soil Dynamics. Missouri. Matsuo, M., 1984. Geotechnical Engineering: Theory and Practice of Reliability Design. Gihoudo, Tokyo. 56
Nicholls H. R., Johnson C. F., Duvall W. I., 1971. Blasting Vibrations and Their Effects on Structures. USBM Bulletin 656. Rocscience, 2004. Application of the Finite Element Method to Slope Stability. Rocscience Inc., Toronto. Seed, H.B., 1979. Considerations in The Earthquake Resistant Design of Earth and Rockfill Dams. Geotechnique 29. Situmorang, R. L. dan Burhan, G., 1995. Peta Geologi Lembar Tanjung Redeb, Kalimantan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Wong, H. N. dan Pang, P. L. R., 1992. Assessment of Stability of Slopes Subjected to Blasting Vibration. Geotechnical Engineering Office, Hongkong. Zhao, X. L. dan Grzebieta, R. H., 2000. Structural Failure and Plasticity: IMPLAST 2000. Elsevier Science, Ltd., Kidlington.
57
LAMPIRAN HASIL PENGUKURAN GETARAN TANAH
58
1. Tanggal 7 Oktober 2012, Lokasi Bot J, 37-39.
59
2. Tanggal 12 Oktober 2012, Lokasi Exp E, 100-106.
60
3. Tanggal 15 Oktober 2012, Lokasi Exp D, 100-106.
61
4. Tanggal 16 Oktober 2012, Lokasi Exp F, 100-104.
62
5. Tanggal 16 Oktober 2012, Lokasi Exp I, 41-43.
63
6. Tanggal 20 Oktober 2012, Lokasi Exp F, 104-107.
64
7. Tanggal 21 Oktober 2012, Lokasi Exp I, 102-107.
65
8. Tanggal 22 Oktober 2012, Lokasi Stp D, 59-61.
66
9. Tanggal 22 Oktober 2012, Lokasi Bot I, 98-100.
67
10. Tanggal 29 Oktober 2012, Lokasi Exp F, 98-103.
68
11. Tanggal 1 November 2012, Lokasi Exp E, 98-102.
69
12. Tanggal 4 November 2012, Lokasi Exp G, 89-92.
70
13. Tanggal 4 November 2012, Lokasi Bot J, 42-43.
71
14. Tanggal 5 November 2012, Lokasi Exp C, 59-66.
72
15. Tanggal 5 November 2012, Lokasi Exp J, 41-42.
73
16. Tanggal 7 November 2012, Lokasi Exp F, 98-100.
74
17. Tanggal 8 November 2012, Lokasi Stp G, 95-100.
75
18. Tanggal 8 November 2012, Lokasi Exp D, 62-64.
76
19. Tanggal 12 November 2012, Lokasi Exp E, 92-95.
77
20. Tanggal 12 November 2012, Lokasi Bot D, 61-64.
78
21. Tanggal 13 November 2012, Lokasi Exp I, 41-43.
79
22. Tanggal 16 November 2012, Lokasi Stp G, 102-106.
80
23. Tanggal 17 November 2012, Lokasi Bot D, 63-67.
81
24. Tanggal 17 November 2012, Lokasi Exp G, 102-106.
82
25. Tanggal 18 November 2012, Lokasi Exp D, 59-61.
83
26. Tanggal 18 November 2012, Lokasi Exp J, 41-43.
84
27. Tanggal 20 November 2012, Lokasi Bot D, 63-66.
85
28. Tanggal 20 November 2012, Lokasi Stp I, 97-99.
86
29. Tanggal 22 November 2012, Lokasi Exp H, 40-43.
87
30. Tanggal 22 November 2012, Lokasi Exp H, 99-101.
88
31. Tanggal 24 November 2012, Lokasi Exp D, 63-66.
89
32. Tanggal 24 November 2012, Lokasi Stp G, 45-46.
90