Golongan Narkoba Dan Penyalahgunaan Benzodiazepin [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT PENGGOLONGAN DAN EFEK NARKOBA SERTA PENYALAHGUNAAN BENZODIAZEPIN



Disusun oleh: Stanislaus Hatta (406162064) Dicky Chandra (406162102) Jasen Hutomo (406162118)



Pembimbing: dr. Rosmalia Suparso, Sp.KJ



KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA PERIODE 9 Juli – 12 Agustus 2018



BAB I NARKOTIKA



1. Definisi Narkotika merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, kehilangan rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan menurut UU no. 35 tahun 2009.1,2 Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku menurut Undang-Undang No. 5 tahun 1997. Terdapat empat golongan psikotropika menurut undang-undang tersebut, namun setelah diundangkannya UU No. 35 tahun 2009 tentang narkotika, maka psikotropika golongan I dan II dimasukkan ke dalam golongan narkotika dengan demikian saat ini apabila bicara masalah psikotropika hanya menyangkut psikotropika golongan III dan IV sesuai Undang-Undang No. 5 tahun 1997. 1,2 Zat adiktif adalah zat-zat yang bisa membuat ketagihan jika dikonsumsi secara rutin. Bahan adiktif berbahaya termasuk bahan-bahan alamiah, semi sintetis maupun sintetis yang dapat dipakai sebagai pengganti morfin atau kokain yang dapat mengganggu sistem syaraf pusat, seperti Nikotin, Kafein, Alkohol yang mengandung ethyl etanol, inhalen/sniffing (bahan pelarut) berupa zat organik (karbon) yang menghasilkan efek yang sama dengan yang dihasilkan oleh minuman yang beralkohol atau obat anaestetik jika aromanya dihisap. Contoh: lem/perekat, aceton, ether dan sebagainya. 1,2 Terdapat beberapa istilah yang menggambarkan ketiga hal tersebut seperti NAPZA adalah akronim dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. NARKOBA adalah akronim dari narkotika dan bahan berbahaya, NAZA adalah akronim dari narkotika, alkohol dan zat adiktif lainnya. Secara etimologi narkotika berasal dari bahasa inggiris yaitu narcotics ynag berarti obat bius, yang artinya sama dengan narcosis dalam bahasa Yunani yang berarti menidurkan atau membiuskan. 1,2 2



2. GOLONGAN NARKOTIKA Lebih lanjut dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 Tentang narkotika dijelaskan ada tiga jenis golongan narkotika, yaitu: 1,2 a.



Narkotika Golongan I: narkotika yang dalam jumbah terbatas hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan untuk reagenasia diagnostic serta reagensia laboratoium serta dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Heroin, Kokain, Daun Koka, Opium, Ganja, Jicing, Katinon, MDMDA/Ecstasy, dan lebih dari 65 macam jenis lainnya.1,2



b.



Narkotika Golongan II: narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Morfin, Petidin, Fentanil, Metadon dan lain-lain. 1,2



c.



Narkotika golongan III adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat dan berkhasiat untuk pengobatan dan penelitian. Golongan III narkotika ini banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Codein, Buprenorfin, Etilmorfina, Kodeina, Nikokodina, Polkodina, Propiram, dan ada 13 (tiga belas) macam termasuk beberapa campuran lainnya. 1,2



3. JENIS-JENIS NARKOTIKA 3.1. Jenis Narkotika Berdasarkan bahannya Jenis Narkoba berdasarkan bahannya dapat dibedakan menjadi 3 bagian, narkoba alami, semi sintesis dan narkoba sintesis. a. Narkoba alami Narkoba alami merupakan jenis narkoba yang masih alami dan belum mengalami pengolahan. Berikut ini penulis uraikan contoh narkoba alami. 2,3,4 1) Ganja Ganja berasal dari tanaman cannabis sativa, cannabis indica dan cannabis Americana. Tanaman tersebut termasuk keluarga Urticaceae atau Moraceae. Tanaman Canabis merupakan tanaman yang mudah tumbuh tanpa 3



perawatan khusus. Tanaman ini tumbuh pada daerah beriklim sedang dan tumbuh subur di daerah tropis. Ganja (cannabis sativa) merupakan tumbuhan penghasil serat lebih dikenal karena mengandung tetrahidrokanabinol (THC), zat narkotika yang membuat pemakainya mengalami euforia (rasa senang yang berkepanjangan tanpa sebab). Tanaman semusim ini tingginya dapat mencapai dua meter. 2,3,4 Pengguna ganja dalam dosis rendah akan mengalami hilaritas (berbuat gaduh), mengalami oquacous euphoria (terbahak-bahak tanpa henti), mengalami perubahan persepsi ruang dan waktu. Kemudian, berkurangnya kemampuan koordinasi, pertimbangan, dan daya ingat, mengalami peningkatan kepekaan visual dan pendengaran (lebih kearah halusinasi), mengalami radang pada saluran pernafasan dan paru-paru. Pada penyalahgunaan ganja dengan dosis tinggi, berdampak pada ilusi delusi (terlalu menekankan pada keyakinan yang tidak nyata), depresi, kebingungan, mengalami alienasi, dan halusinasi disertai gejala psikotik seperti rasa ketakutan. Bahaya penyalahgunaan ganja secara teratur dan berkepanjangan akan berakibat fatal berupa radang paru-paru, iritasi dan pembengkakan saluran nafas. 2,3,4 Lalu kerusakan aliran darah koroner dan berisiko menimbulkan serangan nyeri dada, terkena kanker, menurunya daya tahan tubuh sehingga mudah terserang penyakit, serta menurunnya kadar hormone pertumbuhan seperti tiroksin. Gangguan psikis berakibat menurunnya kemampuan berpikir, membaca, berbicara, berhitung dan bergaul. Kecenderungan menghindari kesulitan dan menganggap ringan masalah, tidak memikirkan masa depan dan tidak memilki semangat juang. 2,3,4 2) Opium Opium atau candu (poppy: dalam bahasa inggiris) atau (opos/ Juice dalam bahasa Yunani) adalah getah bahan baku Narkotika yang diperoleh dari buah candu (Papaver somniferum L atau P paeoniflorum) yang belum matang. Opium merupakan tanaman semusim yang hanya bisa dibudidayakan di pegunungan kawasan subtropis. Tinggi tanaman hanya sekitar satu meter. Daunnya jarang dengan tepi bergerigi. Bunga opium bertangkai panjang dan 4



keluar dari ujung ranting. Satu tangkai hanya terdiri dari satu bunga dengan kuntum bermahkota putih, ungu, dengan pangkal putih serta merah cerah. 2,3,4 Bunga candu opium atau papaver somniverum, adalah hanya satu dari lebih 100 spesies tumbuhan bunga yang tumbuh di alam liar dan yang dibudidayakan diseluruh dunia. Papaver somniverum adalah satu dari banyak bunga yang berbeda, itu merupakan satu dari hanya dua spesies yang menghasilkan morfin (morphine) / bahan aktif didalam opium, dan satu-satunya secara aktif ditanam untuk memproduksi obat. 2,3,4 Alkaloida adalah suatu unsur bahan kimia kompleks organik, ditemukan di tumbuh-tumbuhan, yang memiliki karakteristik menggabungkan nitrogen dengan elemen lainnya, memiliki rasa yang pahit, dan secara khas memiliki beberapa racun, stimulan, memiliki efek penghilang rasa sakit. Memiliki banyak alkaloid berbeda, pada tumbuhan opium ditemukan 30 jenis. Dengan morfin (morphine), merupakan alkaloid paling penting pada opium - itu kualitas narkotik alaminya seperti halnya struktur kimiawi yang sama tersedia untuk heroin -alkaloid lainnya, codeine, adalah yang juga dicari untuk ciri-ciri medisnya. Alkaloid lain termasuk di dalamnya, papaverine,narcotine, nicotine, atropine, cocain, dan mescaline. Dalam perkembangan selanjutnya Opium dibagi menjadi dua: 2,3,4 Opium mentah yaitu getah yang membeku sendiri diperoleh dari dua tanaman papaver somni verrum yang hanya mengalami pengolahan sekedar untuk membungkus dari pengangkutan tanpa memperhatikan kadar morpinnya. Opium masak dapat dibedakan menjadi tiga bagian: pertama Candu, yakni yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan peragian atau tanpa penambahan bahan-bahan lain dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok untuk pemadatan. Kedua Jicing, yakni sisa-sisa dari candu yang telah dihisap, tanpa memperhatikan apakah candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain. Ketiga Jicingko, yakni hasil yang diperoleh dari pengolahan Jicing. 2,3,4 Opium obat, yakni opium mentah yang tidak mengalami pengolahan sehingga sesuai dengan pengobatan, baik dalam bentuk bubuk maupun dicampur 5



dengan zat-zat netral sesuai dengan syarat formakologi. 2,3,4



b. Narkoba Semi Sintesis Narkotika Semi Sintetis adalah berbagai jenis narkotika alami yang diolah dan diambil zat adiktifnya agar memiliki khasiat yang lebih kuat sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kedokteran. Beberapa jenis Narkotika Semi Sintesis yang disalahgunakan adalah sebagai berikut: 2,3,4 1). Morfin Morfin adalah alkaloid analgesik yang sangat kuat dan merupakan agen aktif utama yang ditemukan pada opium. Umumnya opium mengandung 10% morfin. Kata "morfin" berasal dari Morpheus, dewa mimpi dalam mitologi Yunani. Morfin adalah hasil olahan dari opium/candu mentah. Morfin merupakan alkaloida utama dari opium ( C17H19NO3 ) . Morfin rasanya pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau dalam bentuk cairan berwarna. 2,3,4 Pemakaiannya dengan cara dihisap dan disuntikkan. Adapun gambar morfin bentuk tepung yaitu sebagai berikut : Sifat morfin yaitu khasiat analgesik morfin lebih efektif pada rasa nyeri yang interminten. Dalam dosis cukup tinggi, dapat menghilangkan kolik empedu dan uretur. Morfin menekan pusat pernafasan yang terletak pada batang otak sehingga menyebabkan pernafasan terhambat. Kematian pada kelebihan dosis morfin umumnya disebabkan oleh sifat menghambat pernafasan ini. Efek menekan pernafasan ini diperkuat oleh fenotiazin, MAO-I dan imipramin. Sifat morfin lainnya ialah dapat menimbulkan kejang abdominal, muka memerah, dan gatal terutama di sekitar hidung yang disebabkan terlepasnya histamin dalam sirkulasi darah, dan konstipasi, karena morfin dapat menghambat gerakan peristaltik. 2,3,4 Melalui pengaruhnya pada hipotalamus, morfin meningkatkan produksi antidiuretik hormon (ADH) sehingga volume air seni berkurang. Morfin juga menghambat produksi ACTH dan hormon gonadotropin sehingga kadar 17ketosteroid dan kadar 17-hidroksi kortikosteroid dalam urine dan plasma berkurang. Gangguan hormonal ini menyebabkan terganggunya siklus menstruasi dan impotensi. Sifat dan reaksi morfin sebagai alkaloid bersifat basa 6



karena mengandung gugus amin tersier (pKa ≈ 8,1) dan membentuk garam berbentuk Kristal dengan sederetan asam. 2,3,4 Yang digunakan adalah garam hidroksida yang mengandung tiga molekul air Kristal ( morfin hidroksida pH, Eur). Berdasarkan gugus hidroksil fenolnya morfin juga bersifat asam ( pKa = 9,9) dan bereaksi dengan alkalihidroksida membentuk fenolat, tetapi tidak bereaksi dengan larutan ammonia. Efek morfin terjadi pada susunan syaraf pusat dan organ yang mengandung otot polos. Efek morfin pada system syaraf pusat mempunyai dua sifat yaitu depresi dan stimulasi. Digolongkan depresi yaitu analgesia, sedasi, perubahan emosi, hipoventilasi alveolar. Stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis, miosis, mual muntah, hiperaktif reflek spinal, konvulsi dan sekresi hormon anti diuretika (ADH). 2,3,4



c. Narkotika sintesis Narkotika Sintetis adalah Narkotika yang dibuat dari bahan kimia dan digunakan untuk pembiusan atau pengobatan bagi mereka yangmengalami ketergantungan narkoba. Narkotika sintesis berfungsi sebagai pengganti sementara untuk mencegah rehabilitasi sehingga penyalahgunaan dapat menghentikan ketergantungannya. Adapun contoh dari narkotika sintetis adalah : 2,3,4 1) Sabu (Amfetamin) Amfetamin merupakan kelompok obat psikoaktif sintetis yang disebut sistem saraf pusat (SSP) stimulants. Amfetamin merupakan satu jenis narkoba yang dibuat secara sintetis dan kini terkenal di wilayah Asia Tenggara. Amfetamin dapat berupa bubuk putih, kuning, maupun coklat, bubuk putih kristal kecil. Merek amfetamin lain, seperti Metedrin, Deksamil dan Benzedrin. Dan ada beberapa bentuk meth dan kokain yang dikenal, misalnya, sebagai Crank, Speed, Bennies, Rock, Kristal, dan Crack. Pada awal 1990-an, satu bentuk metamfetamin lagi, dikenal sebagai Kristal Meth atau Ice, dan di Indonesia sebagai sabu-sabu. 2,3,4 Senyawa ini memiliki nama kimia α–methylphenethylamine merupakan suatu senyawa yang telah digunakan secara terapetik untuk mengatasi obesitas, 7



attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD), dan narkolepsi. Amfetamin meningkatkan



pelepasan



katekolamin



yang



mengakibatkan



jumlah



neurotransmiter golongan monoamine (dopamin, norepinefrin, dan serotonin) dari saraf pra-sinapsis meningkat. Amfetamin memiliki banyak efek stimulan diantaranya meningkatkan aktivitas dan gairah hidup, menurunkan rasa lelah, meningkatkan mood, meningkatkan konsentrasi, menekan nafsu makan, dan menurunkan keinginan untuk tidur. 2,3,4 Akan tetapi, dalam keadaan overdosis, efek-efek tersebut menjadi berlebihan. Secara klinis, efek amfetamin sangat mirip dengan kokain, tetapi amfetamin memiliki waktu paruh lebih panjang dibandingkan dengan kokain (waktu paruh amfetamin 10–15 jam) dan durasi yang memberikan efek euforianya 4–8 kali lebih lama dibandingkan kokain. Hal ini disebabkan oleh stimulator-stimulator tersebut mengaktivasi “reserve powers” yang ada di dalam tubuh manusia dan ketika efek yang ditimbulkan oleh amfetamin melemah, tubuh memberikan “signal” bahwa tubuh membutuhkan senyawa-senyawa itu lagi. 2,3,4 Berdasarkan ICD-10 (The International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems), kelainan mental dan tingkah laku yang disebabkan oleh amfetamin diklasifikasikan ke dalam golongan F15 (Amfetamin yang menyebabkan ketergantungan psikologis). Cara yang paling umum dalam menggunakan amfetamin adalah dihirup melalui tabung. Zat tersebut mempunyai mempunyai beberapa nama lain: ATS, SS, ubas, ice, Shabu, Speed, Glass, Quartz, Hirropon dan lain sebagainya. 2,3,4 Amfetamin terdiri dari dua senyawa yang berbeda: dextroamphetamine murni and levoamphetamine murni. Karena dextroamphetamine lebih kuat daripada levoamphetamine, dextroamphetamine juga lebih kuat daripada campuran amfetamin. Amfetamin dapat membuat seseorang merasa energik. Efek amfetamin termasuk rasa nyaman, dan membuat seseorang merasa lebih percaya diri. Obat-obat yang termasuk ke dalam golongan amfetamin adalah Amfetamin, Metamfetamin dan Metilendioksimetamfetamin (MDMA, ecstasy atau Adam). 2,3,4 8



2) Ekstasi (MDMA) MDMA (methylenedioxy-N-methylamphetamine) biasanya dikenal dengan nama Ekstasi, E, X, atau XTC adalah senyawa kimia yang sering digunakan sebagai obat rekreasi yang membuat penggunanya menjadi sangat aktif. Resiko penggunaannya adalah dehidrasi ketika penggunanya lupa minum air. Hal sebaliknya juga dapat terjadi, di mana seseorang minum terlalu banyak air. Ekstasi (MDMA) adalah entactogen psychedelic semisintetik dari keluarga phenethylamine yang efeknya jauh lebih ringan dari kebanyakan narkotik lainnya yang memproduksi psychedelics. 2,3,4 Ekstasi digunakan sebagai sampingan dan sering digunakan dengan seks dan berhubungan dengan obat-obatan klub sebagai entheogen selain itu digunakan untuk melengkapi berbagai jenis praktek untuk transendensi termasuk dalam meditasi, psychonautics, dan psikoterapi psikedelik. Dampak utama dari MDMA termasuk peningkatan kesadaran indra, perasaan keterbukaan, euforia, empati, cinta, kebahagiaan, rasa kejernihan mental dan penghargaan peningkatan musik dan gerakan. Sensasi taktil yang dirasakan beberapa pengguna, membuat kontak fisik dengan orang lain lebih menyenangkan. MDMA (Methylene Dioxy Meth Amphetamine) memiliki struktur kimia dan pengaruh yang mirip dengan amfetamin dan halusinogen. 2,3,4 Ekstasi biasanya berbentuk tablet berwarna dengan disain yang berbedabeda. Ekstasi bisa juga berbentuk bubuk atau kapsul. Seperti kebanyakan obat terlarang, tidak ada kontrol yang mengatur kekuatan dan kemurnian salah satu jenis narkoba ini. Bahkan tidak ada jaminan bahwa sebutir ekstasi sepenuhnya berisi ekstasi. Seringkali ekstasi dicampur dengan bahan-bahan berbahaya lainnya. Mardani menjelaskan bahwa din Indonesia telah diketahui ada 36 jenis ekstasi yang telah beredar. Ada bukti bahwa orang dapat menjadi kecanduan ekstasi secara psikologis. 2,3,4 Pemakai mengakui kesulitan mereka untuk berhenti atau mengurangi pemakaian. Pengaruh-pengaruh ekstasi dapat membuat seseorang bertingkah laku yang membahayakan, atau menempatkan dirinya ke dalam keadaan tidak 9



berdaya. Hal ini dapat mengarah pada pemerkosaan, hubungan seks yang tidak diinginkan, kehamilan dan penyakit-penyakit seperti AIDS atau Hepatitis C. penelitian lain membuktikan bahwa ekstasi menyebabkan kerusakan otak. Ekstasi merusak neuron yang melepaskan serotonin, bahan kimia otak yang mengatur daya ingat dan fungsi-fungsi lain. 2,3,4 Penelitian lain menunjukkan bahwa bekas pemakai yang sudah tidak memakai ekstasi selama enam bulan masih terpengaruh secara mental, yang berarti bahwa kerusakannya bersifat jangka panjang dan tidak dapat diperbaiki. Bahkan ekstasi bisa mengakibatkan kematian sebagai akibat dari tiga keadaan yang berbeda: 2,3,4 - Pengaruh stimulasi yang mengakibatkan serangan jantung atau pendarahan otak. 2,3,4 - Kombinasi penggunaan ekstasi dengan dengan aktivitas menari akan menyebabkan naiknya temperatur suhu badan pada tingkat yang berbahaya. Karena biasanya ekstasi diminum di klub-klub malam atau diskotik, maka resiko kematian karena panas yang berlebihan (hyperthermia) akan meningkat. 2,3,4 - Walau bukan karena akibat langsung dari ekstasi, kematian dapat terjadi karena banyaknya air yang diminum akibat temperatur suhu badan yang tinggi sehingga terjadi "dilutional hyponatremia" -keadaan dimana otak kelebihan cairan 2,3,4



3) Cocain Cocain adalah suatu alkloida yang berasal dari daun Erythroxylum coca Lam. Kokain merupakan salah satu jenis narkoba, dengan efek stimulan. Kokain diisolasi dari daun tanaman Erythroxylum coca Lam. Zat ini dapat dipakai sebagai anastetik (pembius) dan memiliki efek merangsang jaringan otak bagian sentral. Pemakaian zat ini menjadikan pemakainya suka bicara, gembira yang meningkat menjadi gaduh dan gelisah, detak jantung bertambah, demam, perut nyeri, mual, dan muntah. 2,3,4 Seperti halnya narkotika jenis lain, pemakaian kokain dengan dosis tertentu dapat mengakibatkan kematian. Daun koka umumnya mengandung tiga kelompok utama alkaloid, yaitu : 2,3,4 10



a. Turunan acgeriin (kokain, cis dan transinnamoilkokain, alfa dan betatruxilin b. Tropine (tropakokaine, valerine) c. Alkaloid higrin (higrolin, kuskohigrin Bentuk dan macam cocain yang beredar dan terdapat dalam perdagangan gelap antara lain cairan berwarna putih atau tanpa warna, kristal berwarna putih seerti dammar (getah perca), bubuk putih seperti tepung dan Tablet berwarna putih. Bila seseorang menghirup kokain (inhalasi) atau merokoknya maka dengan cepat kokain didistribusikan ke dalam otak. Yang paling sering kokain digunakan lewat inhalasi, dan kokain itu diabsorpsi lewat mukosa hidung dan masuk dalam darah, dan cepat didistribusikan ke otak. Kokain yang dijual di pasar gelap mempunyai nama jalanan yang lain seperti koka, coke, crack, happy dust, charlie, srepet, snow atau blow. 2,3,4



4) Heroin Heroin adalah bubuk kristal putih yang dihasilkan dari morfin; jenis narkotik



yang



amat



kuat



sifat



mencandukannya



(memabukkannya);



C21H23O5N. Heroin diambil dari Hero, dalam bahasa jerman heroic yang berarti pahlawan. Heroin adalah candu yang berasal dari opium poppy (papaver somniferum). Heroin berbentuk Kristal, berwarna putih atau coklat. Biasanya dibungkus dan dijual dalam bungkusan kecil. heroin sering disebut dengan putaw. 2,3,4 Penggunaan heroin dengan cara dilarutkan dengan air, disaring dengan kapas dan disuntikkan ke intravena (pembuluh darah) atau subkutan (bawah kulit). Selain cara yang demikian, cara yang lebih berbahaya dengan cara melarutkan heroin ke dalam air kemudian dihisap atau disedut, sedangkan cara pemakaian heroin yang lainnya dengan chasing, yakni serbuk diletakkan dalam alumanium foil dan dipanaskan bagian bawahnya, kemudia uapnya dialirkan melalui sebuah lubang dari keristal rol atau pipa setelah itu dihirup melalui hidung kemadian terus ke paru-paru. 2,3,4



11



Heroin atau disebut juga diachetyl morpin meruakan suatu zat semi sintettis turunan morpin. Proses pembuatan heroin adalah melalului peroses penyulingan atau proses kimia lainnya di laboratorium dengan cara achetalasi dengan acetiacanydrida. bahan bakunya adalah morpin, asam cuka, anhidraid atau astilklorid. Heroin dapat diklasifikasi sebagai berikut: 2,3,4 a. Heroin nomor Satu bentuknya masih merupakan bubuk atau gumpalan yang berwarna kuning tua sampai coklat, jenis ini sebagaian besar masih berisi morpin dan merupakan hasil ekstaraksi. Nama dipasar gelap disebut dengan gula merah (red sugar) b. heroin nomor dua sudah merupakan bubuk berwarna abu-abu sampai putih dan merupakan hasil transisi dari mopin ke heroin yang belum murni c. Heroin nomor tiga merupakan bubuk butir-butir kecil kebanyakan berwarna abu-abu yang juga diberi warna lain untuk menandai cici khas dari pembuatnya biasanya masih dicampur kafein, barbital dan kinin. d. Heroin nomor empat bentuknya sudah merupakan Kristal khusus untuk disuntikkan.



5). Katinone Narkoba jenis katinon adalah narkoba yang sudah lama ada. Di Indonesia, zat ini sudah beberapa tahun ada. Pengguna metilon belum banyak di Indonesia dan belum ada yang mengalami gejala putus zat atau intoksikasi sampai overdosis. Secara medis, katinon memiliki nama asli cathinone (Katinona) yang struktur kimia dan efek mirip amfetamin, yang memilki efek samping yang berbahaya. 2,3,4 kandungan zat tersebut asal mulanya ditemukan dari tumbuhan yang bernama Khat atau Cathaedulis atau Sirih Arab, yang biasa tumbuh di Afrika Timur dan Tengah serta sebagian Jazirah Arab. Tumbuhan Khat atau sirih Arab, biasa diminum sebagai teh Arab atau dikunyah seperti daun sirih. Zat katinon ini dapat dibuat sintetis yang kekuatannya sekian kali lipat dibandingkan dengan yang alami, zat katinon yang sintetis ini menjadi disalahgunakan dan dimasukkan dalam kelompok psikotropika. Katinon sintetis berbentuk serbuk 12



kristal putih atau kecoklatan yang dikemas didalam kapsul dan dapat dibentuk tablet / pil sebagai pengganti pil ekstasi. 2,3,4 Menurut National Institute on Drug Abuse, pada Juli 2012, cathinone sintetis, yaitu pyrovalerone dan mephedrone, dinyatakan sebagai zat ilegal. Di Indonesia, katinon masuk sebagai narkotika golongan I dalam Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, nomor urut 3 dalam lampiran Undang – Undang itu. Metilon sebagai derivat katinon secara eksplisit memang belum tercantum dalam Undang – Undang itu, karena waktu UU disusun zat sintetis ini belum dibuat. Tetapi secara logika, tentunya zat ini dapat disamakan dengan katinon. Derivat (turunan) dari katinon yaitu 3,4 metilenedioksi – N – metilkatinon. Zat sintetis ini juga disebut sebagai metilon. Katinon atau S – alfa – aminopropiofenon merupakan zat yang konfigurasi kimia dan efeknya mirip dengan amfetamin. Sedikit perbedaan hanya pada gugusan belakang konfigurasi struktur kimianya. Bila ekstasi, gugusan belakangnya adalah amfetamin dan metilon, gugusan belakangnya adalah katinon. Efek kedua zat ini sama bahkan dikatakan metilon lebih hebat efeknya. 2,3,4



3.2 Jenis- Jenis Narkoba Berdasarkan Efeknya Selain jenis narkoba ditinjau dari bahannya maka narkoba juga dapat ditinjau berdasarkan efeknya. Para ahli menggolongkan narkoba ini menjadi tiga golongan besar berdasarkan efeknya terhadap susunan saraf pusat. Golongan ini antara lain stimulan, depresan, dan halusinogen. 2,3,4 a. Stimulan Stimulan bersifat menstimulasi sistem saraf simpatik melalui pusat di hipotalamus sehingga meningkatkan kerja organ. Contoh stimulan yaitu kafein, nikotin, atau amfetamin, kokain, shabu, ekstasi. Efek dari pemakaian obat ini adalah: menghambat perasaan lapar, menurunan perasaan letih, menurunkan kebutuhan tidur, memicu kerja jantung, serta meningkatkan tekanan darah. Dalam dunia medis, kokain digunakan untuk anestesi (pembiusan local), khusunya untuk operasi pembedahan hidung, tenggorokan, dan telinga. meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah, dan mengecilkan pupil dan 13



meningkatkan gula darah. Amfetamin juga mempengaruhi fungsi organ-organ lainnya yang berhubungan dengan hipotalamus, seperti peningkatan rasa haus dan berkurangnya rasa lapar dan kantuk. 2,3,4



b.



Depresan Depresan berfungsi untuk mengurangi kegiatan sistem saraf sehingga menurunkan aktivitas pemakainya. Ada 5 kategori utama depresan, yaitu sebagai berikut: 2,3,4 a. etanol (etil alkohol) b. barbiturat, mencakup obat-obat flu seperti seconal dan amytal Barbiturat tergolong obat penenang yang digunakan untuk membantu agar cepat tidur, menghalau kecemasan, ketegangan, dan frustasi. Dalam dunia medis, barbitural digunakan untuk obat tidur, epilepsy, dan obat penenang pada saat stres. c. obat penenang, paling banyak dipakai adalah diazepam (valium) opiat, mencakup opium, morfin, kodoin, dan metadon Morfin diperoleh dari getah



tumbuhan



Papaver



somniferum.



Berguna



untuk



mennghilangkan/mengurangi rasa sakit, memberikan perasaan nyaman /gembira, dan mengurangi perasaan cemas/gelisah. Dalam dunia medis, morfin digunakan untuk meredakan penyakit batuk dan mengatasi rasa sakit pada pembedahan. e. anastetik, mencakup kloroform, eter, dan sejumlah hidrokarbon lain yang mudah menguap dan biasa digunakan sebagai pelarut, misalnya benzen, toluena, dankarbon tetraklorida. Di Indonesia para pengedar menamakan obat-obatan ini sebagai pil koplo. Penyalahgunaan obat penekan saraf dapat menimbulkan berbagai macam efek perasaan menjadi labil, bicara tak karuan dan tidak jelas, mudah tersinggung, dan daya ingat dan koordinasi motorik terganggu sehingga jalannya menjadi limbung.



c. Halusinogen Halusinogen meliputi ganja, LSD (Lysergic Acid Diethylamide), STP 14



(mirip amfetamin), THC (Tentra Hydro Cannabinol), mesakolin (dari pohon kaktus peyote), ketamine, psilosibin (dari jenis jamur), dan PCP (Phencyclidine) suatu obat bius hewan.Efek yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan obat halusinasi ini: Keringat berlebihan, denyut jantung menjadi cepat dan tak teratur, timbul perasaan cemas, tekanan darah naik, frekuensi pernafasan naik, produksi air liur berlebihan, pilek dan muntah-muntah. Pupil mata melebar dan pandangan mata kabur. Terjadi gangguan koordinasi motorik dan terjadi halusinasi. LSD dipakai untuk membantu pengobatan bagi orang-orang yang mengalami gangguan jiwa atau sakit ingatan. 2,3,4



3.3. FARMAKOLOGI MACAM-MACAM NARKOTIKA i. Melalui reseptor G10-Coupled 1. Opioid opioid terdiri dari keluarga besar agonis endogen dan eksogen pada tiga reseptor G-protein-coupled: reseptor μ-, κ-, dan δ-opioid. Meskipun ketiga reseptor coupled menghambat protein G (menghambat adenylyl cyclase), memiliki efek yang berbeda, kadang-kadang bahkan berlawanan, terutama karena ekspresi spesifik tipe sel di seluruh otak. Dalam VTA, misalnya, reseptor μ-opioid secara selektif diekspresikan pada neuron GABA (berfungsi menghambat), sedangkan reseptor κ-opioid diekspresikan dan menghambat neuron dopamin. Ini mungkin menjelaskan mengapa agonis μ-opioid menyebabkan euforia, sedangkan agonis β menginduksi dysphoria. 3,4 Dalam



VTA,



opioid



μ



menyebabkan



inhibisi



interneuron



penghambatan GABAergic, yang akhirnya mengarah ke disinhibition neuron dopamine. Opioid yang paling sering disalahgunakan termasuk morfin, heroin (diacetylmorphine, yang cepat dimetabolisme menjadi morfin), kodein, dan oxycodone. Penyalahgunaan meperidine sering dikalangan para profesional kesehatan. Semua obat ini menyebabkan toleransi dan ketergantungan yang kuat. Sindrom withdrawal dapat sangat berat (kecuali untuk kodein) dan termasuk dysphoria intens, mual atau muntah, nyeri otot, lakrimasi, rhinorrhea, midriasis, piloerection, berkeringat, diare, menguap, dan demam. Di luar 15



sindrom withdrawal, yang biasanya berlangsung tidak lebih dari beberapa hari, individu yang telah menerima opioid sebagai analgesik jarang menjadi kecanduan. Risiko relatif kecanduan adalah 4 dari 5 pada skala 1 (tidak efektif) hingga 5 (sangat adiktif). 3,4 Antagonis opioid nalokson membalikkan efek dari dosis morfin atau heroin dalam beberapa menit. Pemberian Nalokson juga memicu sindrom withdrawal akut (precipitated abstinence) pada seseorang yang baru saja menjalani opioid. Dalam pengobatan kecanduan opioid, opioid kerja panjang (misalnya metadon, buprenorfin, morfin sulfat) sering diganti dengan opioid yang durasi kerjanya lebih pendek, lebih bermanfaat. Untuk terapi substitusi, metadon diberikan secara oral sekali sehari, asupan diawasi. 3,4 Menggunakan agonis parsial (buprenorfin) dan waktu paruh yang lebih lama (metadon, morfin sulfat, dan buprenorfin) mungkin juga memiliki beberapa efek yang menguntungkan (misalnya, sensitisasi obat yang lebih lemah, yang biasanya memerlukan paparan intermiten), tetapi penting untuk menyadari bahwa penghentian pemberian metadon secara tiba-tiba selalu memicu sindrom withdrawal; yaitu, subjek pada terapi substitusi tetap bergantung. 3,4 Levomethadone, sediaan yang hanya mengandung enansiomer aktif, memiliki kinetika dan efek yang sama seperti metadon, tetapi efek samping yang lebih rendah, terutama ketika repolarisasi jantung terganggu (interval QT memaanjang). Beberapa negara (misalnya Kanada, Denmark, Belanda, Inggris, Swiss) bahkan mengizinkan penggantian medical heroin untuk street heroin.3,4



Toleransi, Ketergantungan, dan Withdrawal. Injeksi heroin menghasilkan berbagai sensasi yang dijelaskan seperti kehangatan, rasa, atau kesenangan yang tinggi dan intens ("rush") sering dibandingkan dengan orgasme seksual. Ada beberapa perbedaan antara opioid dalam efek akutnya, dengan morfin menghasilkan lebih banyak efek pelepasan histamin dan meperidin menghasilkan lebih banyak eksitasi atau kebingungan. Popularitas heroin mungkin karena ketersediaannya di pasar gelap dan 16



onsetnya yang cepat. Setelah injeksi intravena, efeknya dimulai dalam waktu kurang dari satu menit. 3,4 Heroin memiliki kelarutan lemak yang tinggi, melintasi sawar darahotak dengan cepat, dan mengalami deacetylated dengan metabolit aktif 6monoacetyl morfin dan morfin. Setelah euforia yang intens, yang berlangsung dari 45 detik hingga beberapa menit, ada periode sedasi dan ketenangan yang berlangsung hingga satu jam. Efek heroin berkurang dalam 3-5 jam, tergantung pada dosisnya. 3,4 Pengguna berpengalaman dapat menyuntikkan dua hingga empat kali per hari. Dengan demikian, pecandu heroin terus-menerus berosilasi antara menjadi "tinggi" dan merasakan sakit pada awal withdrawal. Wanita pada heroin memiliki menstruasi tidak teratur, dan pria memiliki berbagai masalah seksual. Suasana hati juga terpengaruh. Pecandu heroin relatif tenang dan patuh setelah pemakaian heroin, tetapi selama withdrawal, pengguna menjadi mudah tersinggung dan agresif. 3,4 Ada pula toleransi terhadap depresi pernapasan, efek analgesik, sedatif, dan emetik. Pengguna heroin cenderung meningkatkan dosis harian mereka, tergantung pada sumber keuangan mereka dan ketersediaan obat. Jika persediaan tersedia, dosis dapat ditingkatkan secara progresif 100 kali. Bahkan pada individu yang sangat toleran, kemungkinan overdosis tetap ada jika toleransi terlampaui. Overdosis mungkin terjadi ketika dosis obat terlalu tinggi atau ketika heroin dicampur dengan opioid yang jauh lebih kuat, seperti fentanyl (SUBLIMAZE, yang lain). 3,4 Opioid sering digunakan dalam kombinasi dengan obat lain. Kombinasi yang umum adalah heroin dan kokain ("speedball"). Pengguna melaporkan euforia yang lebih baik karena kombinasi, dan bukti adanya interaksi, karena kokain mengurangi tanda-tanda putus obat opiat, dan heroin dapat mengurangi iritabilitas yang terlihat pada pengguna kokain kronis. 3,4 Angka kematian untuk pengguna heroin sangat tinggi. Kematian dini akibat dari kejahatan yang berasal dari kebiasaan itu sendiri; dari dosis yang tidak pasti, kemurnian obat, dan dari infeksi serius yang terkait dengan obat17



obatan nonsterile dan berbagi perlengkapan injeksi. Pengguna heroin umumnya mengalami infeksi bakteri yang menghasilkan abses kulit; endokarditis; infeksi pulmonal, terutama tuberkulosis; dan infeksi virus yang menghasilkan hepatitis C dan acquired immune deficiency syndrome (AIDS).3,4 Sindrom withdrawal sangat menyakitkan tetapi tidak mengancam jiwa. Dimulai dalam 6-12 jam setelah dosis terakhir opioid short-acting dan selama 72-84 jam setelah pengobatan opioid yang bekerja sangat lama. Withdrawal heroin singkat (5-10 hari) dan intens. withdrawal metadon lebih lambat dalam onset dan berlangsung lebih lama. 3,4



2. Kanabinoid Kanabinoid endogen yang bertindak sebagai neurotransmitter termasuk 2-arachidonyl glycerol (2-AG) dan anandamide, keduanya mengikat reseptor CB1. Senyawa-senyawa yang sangat larut dalam lipid ini dilepaskan pada membran somatodendritic postsynaptic, dan berdifusi melalui ruang ekstraseluler untuk mengikat reseptor CB1 presinaptik, di mana mereka 18



menghambat pelepasan glutamat atau GABA. Di hippocampus, pelepasan endocannabinoids dari neuron piramidal secara selektif mempengaruhi transmisi inhibitorik dan dapat berkontribusi pada induksi plastisitas sinaptik pada proses pembelajaran dan pembentukan memori. 3,4 Kanabinoids eksogen, misalnya, dalam ganja, yang ketika dikonsumsi dalam bentuk rokok mengandung ribuan senyawa kimia organik dan anorganik, menyebabkan efek farmakologis mereka melalui zat aktif termasuk Δ9 -tetra-hydrocannabinol (THC), zat psikoaktif yang kuat. Seperti opioid, THC menyebabkan disinhibition neuron dopamine, terutama oleh inhibisi presinaptik neuron GABA di VTA. Waktu paruh THC sekitar 4 jam. Onset efek THC setelah merokok ganja terjadi dalam beberapa menit dan mencapai maksimum setelah 1-2 jam. Efek yang paling menonjol adalah euforia dan relaksasi. Pengguna juga melaporkan perasaan nyaman, grandiositas, dan persepsi tentang waktu yang berubah. 3,4 Perubahan persepsi tergantung dosis (misalnya distorsi visual), mengantuk, koordinasi berkurang, dan gangguan memori dapat terjadi. Cannabinoids juga dapat menciptakan keadaan dysphoric dan, dalam kasus yang jarang terjadi setelah penggunaan dosis yang sangat tinggi, misalnya, hashish, menghasilkan halusinasi visual, depersonalisasi, dan episode psikotik terang. Efek tambahan dari THC, misalnya, peningkatan nafsu makan, mual, penurunan tekanan intraokular, dan menghilangkan nyeri kronis. 3,4 Paparan kronis ganja menyebabkan ketergantungan, yang diungkapkan oleh sindrom withdrawal khas, tetapi ringan dan jangka pendek, yang meliputi gelisah, iritabilitas, agitasi ringan, insomnia, mual, dan kram. Risiko relatif untuk kecanduan adalah 2. Sintetik Δ9 –THC analog dronabinol merupakan agonis cannabinoid yang telah di setujui FDA yang saat ini dipasarkan di AS dan beberapa negara Eropa. Nabilone, analog komersial Δ9 -THC, baru-baru ini diperkenalkan kembali di AS untuk pengobatan emesis yang diinduksi oleh kemoterapi. Nabiximols adalah obat botani yang diperoleh dengan ekstraksi standar. Zat aktifnya adalah Δ9 -THC dan cannabidiol. Awalnya hanya dipasarkan di Inggris, sekarang tersedia secara luas untuk mengobati gejala 19



multiple sclerosis. Di AS, nabiximol berada dalam pengujian fase III untuk nyeri kanker. 3,4



Toleransi, Ketergantungan, dan Withdrawal Toleransi terhadap sebagian besar efek ganja dapat berkembang cepat setelah hanya beberapa dosis, tetapi juga menghilang dengan cepat. Gejala dan tanda-tanda withdrawal biasanya tidak terlihat pada populasi klinis. Bahkan, beberapa pasien pernah mencari pengobatan untuk kecanduan mariyuana. Sindrom withdrawal terjadi ketika pengguna menerima dosis oral secara teratur. Sindrom hanya terlihat secara klinis pada orang yang menggunakan ganja



setiap



hari



dan



tiba-tiba



berhenti.



2. Gamma-Hydroxbutiric Acid Asam Gamma-hydroxybutyric (GHB, atau sodium oxybate untuk bentuk garamnya) dihasilkan selama metabolisme GABA, tetapi fungsi agen endogen ini tidak diketahui saat ini. Farmakologi GHB adalah kompleks karena ada dua binding site yang berbeda. Protein yang mengandung situs ikatan afinitas tinggi (1 μM) untuk GHB telah dikloning, tetapi keterlibatannya dalam efek seluler GHB pada konsentrasi farmakologis masih belum jelas. Situs pengikatan afinitas rendah (1 mM) telah diidentifikasi sebagai reseptor GABAB. 3,4 Pada tikus yang tidak memiliki reseptor GABAB, bahkan GHB dosis tinggi tidak berpengaruh; ini menunjukkan bahwa reseptor GABAB adalah 20



mediator tunggal tindakan farmakologis GHB. GHB pertama kali disintesis pada tahun 1960 dan diperkenalkan sebagai anestesi umum. Karena margin keamanannya yang sempit dan potensi kecanduannya, itu tidak tersedia di AS untuk tujuan ini. Sodium oxybate dapat diresepkan untuk mengobati narkolepsi, karena GHB mengurangi kantuk di siang hari dan episode katapleksi melalui mekanisme yang tidak terkait dengan sistem reward. 3,4 Sebelum menyebabkan sedasi dan koma, GHB menyebabkan euforia, persepsi sensorik yang meningkat, perasaan kedekatan sosial, dan amnesia. Efek ini membuatnya menjadi "obat klub" yang populer dengan nama-nama jalan seperti "liquid ecstasy," " grievous bodily harm," atau " date rape drug." Seperti yang disebutkan namanya, GHB telah banyan digunakan dalam “date rape” karena tidak berbau dan dapat langsung larut dalam minuman, cepat diserap setelah konsumsi dan mencapai konsentrasi plasma maksimal 20-30 menit setelah konsumsi dosis 10-20 mg / kg. Waktu paruh eliminasi sekitar 30 menit. 3,4 Meskipun reseptor GABAB diekspresikan pada semua neuron VTA, neuron GABA jauh lebih sensitif terhadap GHB daripada neuron dopamine. Karena GHB adalah agonis lemah, hanya neuron GABA yang dihambat pada konsentrasi pada penggunaan biasa/ rekreasi. Pada dosis yang lebih tinggi, GHB juga menghiperpolarisasi neuron dopamin, menghambat pelepasan dopamin. Seperti penghambatan VTA pada gilirannya dapat menghalangi aktivasi oleh obat-obatan adiktif lainnya dan menjelaskan mengapa GHB mungkin memiliki beberapa kegunaan sebagai senyawa "anticraving".3,4



3. LSD, MESCALINE, & PSILOCYBIN LSD, mescaline, dan psilocybin umumnya disebut halusinogen karena kemampuan mereka untuk mengubah kesadaran sedemikian rupa sehingga individu merasakan hal-hal yang tidak ada. Obat-obat tersebut menginduksi, sering dengan cara yang tak terduga, gejala perseptual, termasuk bentuk dan distorsi warna. Manifestasi yang menyerupai psikosis (depersonalisasi, 21



halusinasi, persepsi tim terdistorsi) telah menyebabkan beberapa orang mengklasifikasikan obat-obat ini sebagai psikotomimetik. juga gejala somatik (pusing, mual, parestesi, dan penglihatan kabur). 3,4 Beberapa pengguna telah melaporkan intensnya efek persepsi (flashback) hingga beberapa tahun setelah paparan obat terakhir. Halusinogen ini tidak menyebabkan ketergantungan atau kecanduan. Namun, paparan berulang masih mengarah ke toleransi cepat (tachyphylaxis. Studi tambahan menunjukkan bahwa obat-obatan ini juga gagal menstimulasi pelepasan dopamin, lebih jauh mendukung gagasan bahwa hanya obat yang mengaktifkan sistem



dopamin



mesolimbic



yang



membuat



ketagihan.



Sebaliknya,



halusinogen meningkatkan pelepasan glutamat dalam korteks, mungkin dengan meningkatkan masukan aferen rangsang melalui reseptor serotonin presinaptik (misalnya, 5-HT2A) dari talamus. 3,4 LSD adalah alkaloid ergot. Setelah sintesis, blotter paper atau sugar cubes ditaburi dengan cairan dan dibiarkan kering. Ketika LSD ditelan, efek psikoaktif muncul setelah 30 menit dan bertahan 6–12 jam. Selama waktu ini, subjek mengalami gangguan kemampuan penilaian rasional dan memahami bahaya umum, yang menyebabkan pengguna berisiko mengalami kecelakaan dan cedera. Pada orang dewasa, dosisnya 20-30 mcg. LSD tidak dianggap neurotoksik, tetapi seperti kebanyakan alkaloid ergot, dapat menyebabkan kontraksi yang kuat dari rahim yang dapat menyebabkan aborsi. Target molekuler utama LSD dan halusinogen lainnya adalah reseptor 5-HT2A. Reseptor ini berpasangan dengan protein G dari tipe Gq dan menghasilkan inositol trisphosphate (IP3), yang mengarah ke pelepasan kalsium intraseluler. Toleransi terjadi pada LSD setelah tiga atau empat dosis harian, tetapi tidak ada withdrawal. Cross-tolerance antara LSD, mescaline, dan psilocybin telah diobservasi pada percobaan hewan. 3,4



ii.



Dimediasi reseptor inotropik



1.



Benzodiazepin



22



Benzodiazepin umumnya diresepkan sebagai anxiolytics dan obat tidur. Beberapa orang menyalahgunakan benzodiazepin untuk efek euphoria-nya, tetapi paling sering penyalahgunaan terjadi bersamaan dengan obat lain, misalnya, untuk mengurangi kecemasan saat menarik diri dari opioid. Gejala withdrawal dari benzodiazepin terjadi dalam beberapa hari setelah menghentikan pengobatan. Gejala termasuk iritabilitas, insomnia, fonofobia dan fotofobia, depresi, kram otot, dan bahkan kejang. Biasanya, gejala ini berkurang dalam 1-2 minggu. 3,4 Benzodiazepin adalah modulator positif dari reseptor GABAA, meningkatkan single-channel conductance dan open-channel probability. Reseptor GABAA adalah struktur pentamerik yang terdiri dari subunit α, β, dan γ. Reseptor GABA pada neuron dopamin dari VTA kekurangan α1, isoform subunit yang ada dalam neuron GABA di dekatnya (yaitu, interneuron). Karena perbedaan ini, arus sinaptik unit di interneuron lebih besar daripada neuron dopamin, dan ketika perbedaan ini diperkuat oleh benzodiazepin, interneuron tidak bereaksi. 3,4 GABA tidak lagi dirilis, dan benzodiazepin kehilangan efeknya pada neuron dopamin, yang pada akhirnya menyebabkan disinhibisi neuron dopamin. Efek menguntungkan dari benzodiazepin, oleh karenanya, dimediasi oleh reseptor GABAA yang mengandung α1 yang diekspresikan pada neuron VTA. Reseptor yang mengandung 5 subunit tampaknya diperlukan untuk toleransi terhadap efek sedatif dari benzodiazepin, dan penelitian pada manusia menghubungkan reseptor α2β3 dengan ketergantungan alkohol (reseptor GABAA juga merupakan target alkohol). Secara bersama-sama, sebuah gambar muncul menghubungkan reseptor GABAA yang mengandung isoform subunit α1 untuk kecenderungan kecanduan. 3,4 Dengan ekstensi, senyawa α 1-sparing, yang saat ini masih bersifat eksperimental dan tidak disetujui untuk digunakan oleh manusia, akhirnya mungkin lebih disukai untuk mengobati gangguan kecemasan karena mereka mengurangi risiko kecanduan yang diinduksi. 3,4



23



2.



KETAMINE & PHENCYCLIDINE (PCP) Ketamin dan PCP dikembangkan sebagai anestesi umum tetapi hanya ketamine yang masih digunakan untuk anestesi. Kedua obat, bersama dengan yang lain, sekarang diklasifikasikan sebagai “club drugs” dan dijual dengan nama “angel dust” “ Hog, ”dan "Special K." efek tergantung pada penggunaan, non- kompetitif antagonisme reseptor NMDA. Efek dari zat-zat ini menjadi jelas ketika pasien yang menjalani pembedahan merasakan mimpi dan halusinasi yang tidak menyenangkan setelahnya anestesi. Ketamin dan PCP adalah bubuk kristal putih dalam bentuk murni mereka, tetapi juga dijual sebagai cairan, kapsul, atau pil, yang dapat didengus, tertelan, disuntikkan, atau rokok. 3,4 Efek psikedelik bertahan sekitar 1 jam dan juga termasuk tekanan darah meningkat, gangguan fungsi memori, dan visual perubahan. Pada dosis tinggi, perasaan keluar dari tubuh yang tidak menyenangkan dan hampir mati telah dilaporkan. Meskipun ketamin dan phencyclidine tidak menyebabkan ketergantungan dan kecanduan (risiko relatif = 1), Paparan kronis, khususnya PCP, dapat menyebabkan psikosis sangat mirip skizofrenia. Anehnya, pemberian intravena ketamin dapat menghilangkan episode depresi dalam beberapa jam, yang sangat kontras dengan serotonin selektif reuptake inhibitor



24



dan antidepresan lainnya, yang biasanya berefek setelah pemakaian berminggu-minggu. 3,4 Mekanisme antidepresif diyakini terlibat dalam antagonisme reseptor NMDA, sehingga menguntungkan mTOR jalur reseptor glutamat lainnya. Bukti terbaru menyarankan penjelasan alternatif. Hydroxynorketamine, sebuah metabolit



ketamin,



menargetkan



reseptor



AMPA



memberikan



efek



antidepresan. 3,4



iii.



Berikatan dengan transporter amin biogenic



1.



Cocaine Prevalensi penyalahgunaan kokain telah sangat meningkat selama terakhir dekade dan sekarang merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di seluruh dunia. Kokain sangat adiktif (risiko relatif = 5), dan penggunaannya terkait dengan sejumlah komplikasi. Kokain adalah alkaloid yang ditemukan di daun Erythroxylum coca, semak asli dari Andes. Selama lebih dari 100 tahun, telah diekstrak dan digunakan dalam kedokteran klinis, terutama sebagai anestesi lokal dan untuk midriatil dalam oftalmologi. 3,4 Sigmund Freud terkenal mengusulkan penggunaannya untuk mengobati depresi dan ketergantungan alkohol, tetapi kecanduan dengan cepat mengakhiri gagasan ini. Kokain hidroklorida adalah garam yang larut dalam air yang bisa disuntikkan atau diserap oleh selaput mukosa (misalnya, hidung mendengus). Ketika dipanaskan dalam larutan alkali, itu diubah menjadi free base, "crack kokain," yang kemudian bisa diasapi. Terhirup Kokain crack cepat diserap di paru-paru dan menembus dengan cepat ke otak, menghasilkan "rush" yang nyaris seketika. 3,4 Dalam sistem saraf perifer, kokain menghambat saluran natrium, sehingga menghalangi inisiasi dan konduksi potensi aksi. Mekanisme ini, yang mendasari efeknya sebagai anestesi lokal, tampaknya bertanggung jawab untuk keduanya reward akut atau efek adiktif. Di sistem saraf pusat, kokain memblokir re-uptake dopamin, noradrenalin, dan serotonin melalui transporter masing-masing. Blok itu transporter dopamin (DAT), dengan meningkatkan 25



konsentrasi dopamin dalam nucleus accumbens, telah terlibat dalam efek reward kokain. 3,4 Aktivasi system saraf simpatik terutama dari penyumbatan norepinefrin transporter (NET) dan mengarah ke peningkatan tekanan arteri akut, takikardia, dan aritmia ventrikel. Pengguna biasanya kehilangan nafsu makan, hiperaktif, dan kurang tidur. Paparan kokain meningkatkan risiko untuk perdarahan intrakranial, stroke iskemik, infark miokard, dan kejang. Overdosis kokain dapat menyebabkan hipertermia, koma, dan kematian. 3,4



2.



AMPHETAMINES Amfetamin adalah sekelompok simpatomimetik sintetis yang bekerja tidak langsung yang menyebabkan pelepasan biogenik amina endogen, seperti dopamin dan noradrenalin. Amfetamin, metamfetamin, dan banyak turunannya menggunakan efeknya dengan membalikkan aksi transporter amina biogenik di membran plasma. Amfetamin adalah substrat dari transporter ini dan diambil ke dalam sel. Di dalam sel, amfetamin mengganggu vesikular transporter monoamina (VMAT), mengurangi konten neurotransmitter vesikel sinaptik mereka. 3,4 Sebagai konsekuensi, tingkat dopamin (atau amina pemancar lainnya) di sitoplasma meningkat dan dengan cepat menjadi cukup untuk menyebabkan pelepasan ke dalam sinaps dengan membalikkan membran plasma DAT. pelepasan Vesikuler dopamin normal akibatnya menurun (karena vesikula sinaptik mengandung lebih sedikit neurotransmiter), sedangkan pelepasan nonvesikular meningkat. Mekanisme serupa berlaku untuk amina biogenik lainnya (serotonin dan norepinefrin). 3,4 Bersama dengan GHB dan ekstasi, amfetamin sering disebut sebagai "club drugs". berbeda dari ekstasi terutama dalam konteks penggunaan: pemberian intravena dan kecanduan “hard-core” jauh lebih umum dengan amfetamin, terutama metamfetamin. Secara umum, amfetamin menyebabkan peningkatan kadar katekolamin yang meningkatkan gairah dan mengurangi



26



tidur, sedangkan efek pada sistem dopamin memediasi euforia tetapi juga dapat menyebabkan abnormal gerakan dan memicu episode psikotik. 3,4 Efek pada serotonin dapat memainkan peran dalam halusinogenik dan fungsi anorexigenic serta hipertermia sering disebabkan oleh amfetamin. amfetamin bersifat neurotoksik. Mekanisme pastinya tidak diketahui, tetapi neurotoksisitas tergantung pada reseptor NMDA dan mempengaruhi terutama serotonin dan neuron dopamin. Amfetamin biasanya dalam bentuk pil, tetapi juga bisa diasapi atau disuntikkan. Pengguna berat sering beralih dengan pemberian intravena. Dalam beberapa jam setelahnya konsumsi oral, amfetamin meningkatkan kewaspadaan dan menyebabkan euforia, agitasi, dan kebingungan. Bruxism (kertak gigi) dan flushing mungkin terjadi. 3,4 Efek pada jantung minimal dengan beberapa senyawa (misalnya, metamfetamin), tetapi dengan peningkatan dosis agen ini sering menyebabkan takikardia dan disritmia. Krisis hipertensi dan vasokonstriksi dapat menyebabkan stroke. Penyebaran infeksi HIV dan hepatitis di kota-kota berkaitan erat dengan berbagi jarum oleh pengguna intravena metamfetamin. withdrawal terdiri dari dysphoria, mengantuk (dalam beberapa kasus, insomnia), d 8 an iritabilitas umum. 3,4



3.



ECSTASY (MDMA) Ekstasi adalah nama kelas obat-obatan yang mencakup banyak variasi turunan dari senyawa methylenedioxymethamphetamine yang berhubungan dengan amphetamine (MDMA). MDMA awalnya digunakan dalam beberapa bentuk psikoterapi, tetapi tidak ada efek yang berguna secara medis. efek utama ekstasi tampaknya untuk menumbuhkan perasaan keintiman dan empati tanpa merusak



kapasitas



intelektual.



Mirip



dengan



amfetamin,



MDMA



menyebabkan pelepasan biogenik amina dengan membalikkan tindakan transporter masing-masing. Ini memiliki afinitas preferensial untuk transporter serotonin (SERT) dan karena itu sangat meningkatkan konsentrasi serotonin ekstraseluler. 3,4



27



Dengan pemberian berulang, deplesi serotonin dapat terjadi permanen. MDMA memiliki beberapa efek toksik akut, khususnya hipertermia, yang bersama dehidrasi bisa berakibat fatal. Komplikasi lain termasuk sindrom serotonin (status mental) perubahan, hiperaktivitas otonom, dan kelainan neuromuscular dan kejang. beberapa pengguna berupaya mengkompensasi hipertermia dengan meminum air dalam jumlah berlebihan, menyebabkan keracunan air yang melibatkan hiponatremia berat, kejang, dan bahkan kematian. withdrawal ditandai dengan mood "offset" yang dikarakteristikan dengan depresi berlangsung hingga beberapa minggu. Ada juga laporan tentang peningkatan agresi selama periode abtinence pada pengguna MDMA kronis. 3,4 4. DASAR HUKUM NARKOTIKA1 Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan- golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini. 2. Prekursor Narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika yang dibedakan dalam tabel sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini. 3. Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis. 4. Ketergantungan Narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas. 28



5. Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum. 6. Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika. 7. Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.



Pasal 5 Pengaturan Narkotika dalam Undang-Undang ini meliputi segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan Narkotika dan Prekursor Narkotika.



Pasal 7 Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.



Pasal 8 (1) Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan. (2) Dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.



BAB XV KETENTUAN PIDANA1 Pasal 111 29



1. (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). 2. (2) Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Penjelasan umum1 Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional. Pasal 6 Ayat (1) Huruf a : Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan ”Narkotika Golongan I” adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.



30



Huruf b : Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan ”Narkotika Golongan II” adalah Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Huruf c : Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan ”Narkotika Golongan III” adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.



BAB II BENZODIAZEPIN



A. Definisi 31



Benzodiazepin (BZD) adalah obat psikoaktif yang struktur kimia intinya adalah perpaduan dari cincin benzena dan cincin diazepine. Obat yang pertama, chlordiazepoxide (Librium), ditemukan secara tidak sengaja oleh Sternbach pada sekitar tahun 1950 karena efeknya menjinakan hewan dan mulai dipasarkan di Amerika pada tahun 1960. 3,4,5 Secara umum, benzodiazepin aman dan efektif dalam jangka pendek, meskipun gangguan kognitif dan efek paradoks seperti agresi atau perubahan tingkah laku kadangkadang terjadi. Penggunaan jangka panjang merupakan hal yang kontroversial karena kekhawatiran tentang efek psikologis dan fisik yang merugikan, efektivitas yang menurun dan karena benzodiazepin cenderung menyebabkan toleransi, ketergantungan, dan setelah penghentian mendadak dalam penggunaan jangka panjang, menyebabkan sindrom withdrawal. Karena efek samping yang berkaitan dengan penggunaan jangka panjang benzodiazepin, maka dalam penghentian penggunaan benzodiazepin, pada umumnya mengarah ke peningkatan kesehatan fisik dan mental. Orang tua memiliki risiko efek samping jangka pendek dan jangka panjang yang lebih besar. 3,4,5 B. Epidemiologi Sekitar 6% orang di dunia telah menggunakan obat sedatif atau penenang. Pengguna tertinggi adalah pada kelompok usia 26-34 tahun. Dengan rasio pengguna wanita dibanding pria 3:1 orang kulit putih lebih banyak meggunakan penenang daripada orang kulit hitam dengan perbandingan 2:1. Beberapa orang menggunakan hanya benzodiazepin sedangkan beberapa lainnya menggunakannya bersama dengan kokain untuk mengurangi gejala sindroma abstinens, pengguna opioid menggunakan benzodiazepin untuk meningkatkan euforia. Karena benzodiazepin mudah didapatkan maka juga seringkali digunakan oleh pengguna narkoba lainnya bersama dengan stimulan, halusinogen, dan phencyclidine (PCP) untuk mengurangi anxietas yang disebabkan oleh zat-sat tersebut.5 Di indonesia penyalahgunaan benzodiazepin pada tahun 2009 mencapai 299 kasus dan pada tahun 2012 mencapai 179 kasus. Meski tak sebanyak penggunaan shabu namun perlu tetap diperhatikan karena jumlah peresepan benzodiazepin yang makin meningkat meskipun benzodiazepin dianggap lebih aman dari jenis penenang lainnya.3,4,5 32



C. Patofisiologi Benzodiazepin bertindak dengan meningkatkan aksi (gamma-aminobutyric acid) GABA, yang merupakan neurotransmitter inhibisi utama dalam sistem saraf pusat (SSP). Benzodiazepin berikatan dengan reseptor tertentu pada kompleks reseptor GABAA dan dengan demikian memfasilitasi pengikatan GABA ke situs reseptor spesifik. Ikatan dengan reseptor ini menyebabkan peningkatan frekuensi pembukaan saluran klorida dengan reseptor GABA. Pembukaan saluran klorida menyebabkan hiperpolarisasi membran, yang menghambat eksitasi seluler. 3,4,5 Peningkatan neurotransmisi GABA menyebabkan efek sedasi, relaksasi otot lurik, anxiolysis, dan antikonvulsan. Stimulasi reseptor GABA sistem saraf tepi (SST) dapat menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung dan vasodilatasi. Perubahan ini memiliki potensi untuk mengubah perfusi jaringan. 3,4,5 Tingkat onset aksi benzodiazepin ditentukan oleh kemampuannya untuk melintasi sawar darah otak (BBB). Benzodiazepin yang lipofilik (misalnya diazepam) biasanya memiliki efek onset yang cepat daripada benzodiazepin yang larut dalam air (misalnya, lorazepam). Efek benzodiazepin dapat diperkuat ketika digunakan bersamaan dengan etanol. Konsentrasi puncak dalam darah terjadi dalam 1-3 jam. 3,4,5 Pada dosis tunggal, agen lipofilik memiliki durasi aksi yang lebih singkat daripada agen yang larut dalam air karena redistribusi cepat dari SSP ke situs perifer (misalnya, jaringan adiposa). 3,4,5 Benzodiazepin dimetabolisme terutama di hati dengan oksidasi dan/atau konjugasi. Kebanyakan benzodiazepin dipecah menjadi metabolit aktif secara farmakologi, yang mungkin memiliki waktu paruh yang panjang daripada senyawa induk.3,4,7



D. Klasifikasi Berdasarkan lama kerjanya, benzodiazepine dapat digolongkan ke dalam 3 kelompok: 1. Long acting (1-3 hari)



33



Obat-obat ini dirombak dengan jalan demetilasi dan hidroksilasi menjadi metabolit aktif (sehingga memperpanjang waktu kerja) yang kemudian dirombak kembali menjadi oksazepam yang dikonjugasi menjadi glukoronida tak aktif. Metabolit aktif desmetil biasanya bersifat anxiolitas. Sehingga biasanya, zat long acting lebih banyak digunakan sebagai obat tidur walaupun efek induknya yang paling menonjol adalah sedative-hipnotik.7 2. Intermediate acting (10-20 jam) Obat-obat ini dimetabolisme tanpa menghasilkan zat aktif. Sehingga waktu kerjanya tidak diperpanjang. Obat-obat ini jarang menghasilkan efek sisa karena tidak terakumulasi pada penggunaan berulang. 7 3. Short acting (3-8 jam) Efek abstinensia lebih besar terjadi pada obat-obatan jenis ini. Selain sisa metabolit aktif menentukan untuk perpanjangan waktu kerja, afinitas terhadap reseptor juga sangant menentukan lamanya efek yang terjadi saat penggunaan. Semakin kuat zat berikatan pada reseptornya, semakin lama juga waktu kerjanya. 7 E. Farmakodinamik 1. Sedasi Sedasi dapat didefinisikan sebagai menurunnya tingkat respon stimulus yang tetap dengan penurunan dalam aktivitas dan ide spontan. Perubahan ini terjadi pada dosis yang rendah. 2. Hipnotik Zat-zat benzodiazepin dapat menimbulkan efek hipnotik jika diberikan dalam dosis besar. Efeknya pada pola tidur normal adalah dengan menurunkan masa laten mulainya tidur, peningkatan lamanya tidur NREM tahap 2, penurunan lamanya tidur REM, dan penurunan lamanya tidur gelombang lambat. 3. Anestesi Efek dalam dosis tinggi dapat mnekan susunan saraf pusat ke titik yang dikenal sebagai stadium III anestesi umum. Efek ini tergantung pada sifat fisikokimia yang menentukan kecepatan mulai dan lama efek zat tersebut.



34



Dalam penggunaannya dalam bedah, selain efek anestesi, juga dimanfaatkan efek amnesia retrogradnya. Sehingga pasien bedah operatif tidak mengingat kejadian menyeramkan selama proses bedah. 4. Efek Antikonvulsi Kebanyakan zat hipnotik-sedatif sanggup menghambat perkembangan dan penyebaran naktivitas epileptiformis dalam susunan saraf pusat. 5. Relaksan Otot Beberapa zat hipnotik-sedatif dalam goglongan benzodiazepin mempunyai efek inhibisi atas refleks polisinaptik dan transmisi internunsius, dan pada dosis tinggi bisa menekan transmisi pada sambungan neuromuskular otot rangka. 6. Efek pada Respirasi dan Kardiovaskular Beberapa zat hipnotik-sedatif dapat menimbulkan depresi pernafasan pada pasien dengan penyakit paru obstruktif. Dan pada penyakit yang melemahkan sistem kardiovaskular bisa menyebabkan depresi kardiovaskular. Ini kemungkinan disebabkan oleh kerja pada pusat vasomotor pada medula oblongata. Pada dosis tinggi, kontraktilitas miokardium dan tonus vaskular mungkin akan tertekan yang akan menyebabkan kolaps sirkulasi. Efek terhadap respirasi dan kardiovaskular akan lebih jelas jika diberikan secara intravena. Pemberian benzodiazepin pada prakteknya menghasilkan penekanan pada zat endogen mirip benzodiazepin. Sehingga zat-zat ini berkurang kadarnya saat pemberian benzodiazepin. Efek inilah yang akan mempengaruhi ketergantungan tubuh terhadap benzodiazepin. Akan tetapi, hal ini dapat dihindari dengan pemakaian benar dari zat-zat turunan benzodiazepin. 3,6,7



F. Farmakokinetik Benzodiazepin merupakan basa lemah yang sangat efektif diarbsorbsi pada pH tinggi yang ditemukan dalam duodenum. Rearbsorbsi di usus berlangsung dengan baik karena sifat lipofil dari benzodiazepin dengan kadar maksimal dicapai pada ½ sampai 2 jam. Pengecualian adalah pada penggunaan klordiazepoksida, oksazepam dan lorazepam. Karena sifatnya yang kurang lipofilik, maka kadar maksimumnya baru 35



tercapai pada 1-4 jam. Distribusi terutama di otak, hati dan jantung. Beberapa diantara zat benzodiazepin mengalami siklus enterohepatik. 3,6,7 Jika diberikan suposituria, rearbsorbsinya agak lambat. Tetapi bila diberikan dalam bentuk larutan rektal khusus, rearbsorbsinya sangat cepat. Oleh karena itu bentuk ini sangat sering diberikan pada keadaan darurat seperti pada kejang demam. Karena zat-zat ini bersifat lipofilik, maka sawar plasenta mampu ditembus dan zat-zat ini dapat mencapai janin. Namun karena aliran darah ke palsenta relatif lambat, maka kecepatan dicapainya darah janin relatif lebih lambat dibandingkan ke sistem saraf pusat. Akan tetapi, jika zat ini diberikan saat sebelum lahir, maka akan menimbulkan penekanan fungsi vital neonatus. 3,6,7 Metabolisme di hati sangat bertanggung jawab terhadap pembersihan dan eliminasidari semua benzodiazepin. Kebanyakan benzodiazepin mengalami fase oksidasi, demetilasi, dan hidroksilasi menjadi bentuk aktif. Kemudian dikonjugasi menjadi glukoronida oleh enzim glukoronil transferase. Kebanyakan hasil metabolit benzodiazepin golongan long acting adalah dalam bentuk aktif yang mempunyai waktu paruh yang lebih lama dari induknya. Sehingga lebih dapat menyebabkan efek hang over dari pada golongan short acting pada penggunaan dosis ganda. 3,6,7 Yang perlu diwaspadai adalah pada penggunaan golongan short acting lebih dapat menyebabkan efek abstinens. Efek ini timbul karena penggunaannya dapat menekan zat endogen. Sehingga pada penghentian mendadak, zat endogen tidak dapat mencapai maksimal dalam waktu cepat. Sehingga terjadilah gejala abstinens yang lebih parah daripada sebelum penggunaan zat tersebut. 3,6,7 G. Penggunaan Medis Benzodiazepin memiliki efek sebagai obat penenang, hipnotis, anti-ansietas, antikonvulsan, dan relaksan otot, yang berguna dalam berbagai indikasi seperti ketergantungan alkohol, kejang, gelisah, panik, agitasi dan insomnia. Kebanyakan benzodiazepin digunakan secara oral, namun mereka juga dapat diberikan secara intravena, intramuskuler atau rektal. Secara umum, benzodiazepin adalah obat yang aman dan efektif dalam jangka pendek untuk berbagai kondisi. Namun tidak menutup kemungkinan efek ketergantungan, dan sindrom withdrawal dapat terjadi. Faktor-faktor 36



ini, dikombinasikan dengan efek sekunder setelah penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan gangguan psikomotorik, kognitif, atau gangguan memori, sehingga penggunaan dalam jangka panjang tidak dianjurkan. Efek dari penggunaan jangka panjang atau penyalahgunaan ialah kecenderungan untuk menyebabkan atau memperburuk defisit kognitif, depresi dan kecemasan. 3,6,7 Berikut beberapa macam kondisi yang menggunakan benzodiazepin sebagai pengobatan:  Gangguan panik  Gangguan ansietas umum  Insomnia  Kejang  Alcohol withdrawal  Ansietas Dan beberapa indikasi lainnya yang sering menggunakan benzodiazepin:  Benzodiazepin berguna pada perawatan intensif untuk mensedasi pasien yang menggunakan ventilasi mekanikal atau yang mengalami distress napas yang berat.  Benzodiazepin efektif sebagai obat yang diberikan beberapa jam sebelum operasi untuk mengurangi kecemasan. Mereka juga memproduksi amnesia, yang dapat berguna, karena pasien tidak akan mampu mengingat setiap ketidaknyamanan dari prosedur yang dilakukan. Midazolam adalah obat yang sering digunakan untuk penggunaan ini karena efek sedasi yang kuat dan waktu pemulihan yang cepat, serta larut dalam air sehingga mengurangi rasa sakit pada saat diinjeksi.  Benzodiazepin juga digunakan untuk mengobati panik akut yang disebabkan oleh



keracunan



halusinogen.



Benzodiazepin



juga



digunakan



untuk



menenangkan individu yang gelisah dan dapat, jika diperlukan, diberikan melalui injeksi intramuskular. Benzodiazepin kadang-kadang efektif dalam pengobatan jangka pendek kegawatdaruratan kejiwaan seperti psikosis akut, skizofrenia atau mania, memberikan efek penenang dan sedasi yang cepat sampai efek obat antipsikotik muncul. 3,6,7 37



H. Efek Samping Efek samping benzodiazepin yang paling umum berkaitan dengan efek sedasi dan pelemas otot. Beberapa efek sampingnya adalah mengantuk, pusing, penurunan kewaspadaan dan konsentrasi. Kurangnya koordinasi dapat mengakibatkan jatuh dan cedera, khususnya pada orang tua. Akibat lainnya adalah gangguan keterampilan dalam mengemudi dan kemungkinan peningkatan kecelakaan lalu lintas jalan. Penurunan libido dan masalah ereksi merupakan efek samping yang umum. Depresi dan gangguan perilaku mungkin muncul. Hipotensi dan gangguan pernapasan mungkin ditemui dengan penggunaan benzodiazepin intravena. Efek samping yang kurang umum ialah mual, perubahan nafsu makan, penglihatan yang kabur, kebingungan, euforia, depersonalisasi dan mimpi buruk. 3,6,7 I.



Overdosis Indeks terapeutik (juga dikenal sebagai rasio terapeutik) adalah perbandingan



jumlah agen terapeutik yang menyebabkan efek terapi dengan jumlah yang menyebabkan kematian (pada hewan percobaan) atau toksisitas (dalam studi manusia). Secara kuantitatif, itu adalah rasio yang diberikan dengan dosis yang mematikan atau beracun dibagi dengan dosis terapi. Benzodiazepin memiliki indeks terapeutik yang tinggi, membuat obat ini aman digunakan. Namun tidak menutup kemungkinan terjadi overdosis jika digunakan bersamaan dengan obat lainnya seperti opiod.8,9 Overdosis benzodiazepin oral, jarang menyebabkan morbiditas yang signifikan (misalnya, pneumonia aspirasi, rhabdomiolisis) atau kematian. Dalam overdosis campuran, mereka dapat memperkuat efek alkohol atau obat penenang hipnotik lainnya. Pemberian benzodiazepin akut secara intravena dikaitkan dengan derajat yang lebih besar pada depresi pernafasan. 8,9 Pasien yang menerima pemberian benzodiazepin parenteral berkepanjangan beresiko untuk keracunan propilen glikol (pengencer yang digunakan dalam formulasi parenteral diazepam dan lorazepam). Meskipun jarang, hal ini dapat menyebabkan hipotensi, detak jantung tak beraturan, asidosis laktat, kejang, atau koma. 8,9 J.



Gejala Klinis



38



Pada anamnesis riwayat sebelumnya harus mencakup waktu, dosis, dan apakah overdosis itu disengaja atau tidak disengaja. Hal ini juga penting untuk menentukan durasi penggunaan benzodiazepin. Gejala overdosis benzodiazepin meliputi:  Pusing  Kebingungan  Mengantuk  Penglihatan menjadi kabur  Respon yang lambat  Kegelisahan  Agitasi 8,9



K. Pemeriksaan Fisik Fokus pemeriksaan fisik ialah pada tanda-tanda vital pasien, fungsi kardiorespirasi dan neurologis. Gejala klasik overdosis benzodiazepin muncul sebagai koma dengan tanda-tanda vital yang normal. Temuan pada pemeriksaan fisik pada overdosis benzodiazepin adalah sebagai berikut:  Nistagmus  Halusinasi  Bicara cadel  Penurunan kesadaran  Perubahan status mental  Agitasi  Depresi napas  Hipotensi 8,9 L. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan toksikologi untuk keracunan benzodiazepin tidak terlalu bermakna. Pemeriksaan kadar benzodiazepin darah tidak berbanding lurus dengan kondisi klinis. Teknik skrining immunoassay yang paling sering dilakukan dan biasanya mendeteksi



39



benzodiazepin yang dimetabolisme menjadi desmethyldiazepam atau oxazepam. False negatif sering kejadian pada kasus keracunan midazolam dan flunitrazepam Skrining kualitatif urin atau darah dapat dilakukan tapi jarang mempengaruhi keputusan pengobatan yang diambil dan tidak memiliki dampak pada perawatan klinis secara langsung. 8,9 Tes dan prosedur tergantung pada presentasi, sebagai berikut:  Melakukan pemeriksaan gas darah arteri jika depresi pernafasan muncul  Melakukan pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) untuk mengevaluasi koingestan, terutama antidepresan siklik  Melakukan pemeriksaan rontgen dada jika gangguan pernapasan muncul  Melakukan pemeriksaan tes kehamilan pada wanita usia subur Pada pasien dengan overdosis yang disengaja, lakukan pemeriksaan berikut:  Serum elektrolit  Glukosa  Nitrogen urea darah  Bersihan kreatinin  Etanol M. Tatalaksana Pemantauan untuk pasien dengan keracunan benzodiazepin meliputi:  Pemantauan jantung  Supplemen oksigen dan bantuan napas  Intravena (IV) akses  Penentuan glukosa sewaktu dan pemberian D50 jika perlu Nalokson dapat diberikan pada dosis yang sangat rendah (0,05 mg dengan peningkatan bertahap jika diperlukan), jika diagnosis tidak jelas dan diduga mengkonsumsi bersamaan dengan opioid (misalnya, jika pasien memiliki depresi pernafasan parah). Suportif untuk depresi jalan napas juga harus dilakukan. 8,9 Flumazenil adalah antagonis reseptor kompetitif benzodiazepin yang dapat digunakan sebagai penangkal untuk overdosis benzodiazepine. Penggunaannya, bagaimanapun, adalah kontroversial karena memiliki banyak kontraindikasi. Obat ini



40



kontraindikasi pada pasien yang berada dalam penggunaan benzodiazepin jangka panjang, mereka yang telah menelan zat yang menurunkan ambang kejang, atau pada pasien yang memiliki takikardia, kompleks QRS yang melebar pada EKG, tanda-tanda antikolinergik, atau riwayat kejang. Karena kontraindikasi ini dan kemungkinan itu menyebabkan efek samping berat termasuk kejang, efek yang merugikan pada jantung, dan kematian, di sebagian besar kasus tidak ada indikasi untuk penggunaan flumazenil dalam pengelolaan overdosis benzodiazepin karena risiko pada umumnya lebih besar daripada manfaat. 8,9 N. Sindroma abstinens (withdrawal syndrome) Karena benzodiazepin dieliminasi perlahan dari tubuh maka withdrawal syndrome dapat berlangsung untuk beberapa minggu. Untuk mencegah kejang dan withdrawal syndrome lainnya pengurangan dosis secara bertahap perlu dilakukan. Beberapa laporan juga mengatakan bahwa carbamazepine (Tegretol) efektif untuk pengobatan wthdrawal syndrome. 8,9



41



DAFTAR PUSTAKA



1. Undang-Undang No 35 tahun 2009 Tentang Narkotika 2. Hamzah A, Surahman R.M. kejahatan Narkotika dan Psikotropika. Jakarta: Sinar Grafika;1994. 3. Bruton LL, Chabner BA, Knollmann BC. Goodman & gilman the pharmacological basis of therapeutics. 12th ed. Philladelphia: Elsevier; 2011. 4. Katzung BG. Basic & clinical pharmacology. 12th ed. Philladelphia: Elsevier; 2012. 5. Sadock BJ. Kaplan & sadock synopsis of psychiatry. 11th ed. Philladelphia: Wolters Kluwer; 2015 6. Kementerian Kesehatan RI. Buletin jendela data dan informasi kesehatan. 2014 June 26; I: p9. 7. Whalen K. Lippincott illustrated reviews pharmacology. 6th ed. Philladelphia: Wolters Kluwer; 2015 8. Tintinalli J, Stapczynski J, Ma O, Yealy D, Meckler G, Cline D. Tintinalli's Emergency Medicine. 8th ed. New York: McGraw-Hill Education; 2016 9. Godara H, Hirbe A, Nassif M, Ottepka H, Rossenstock A. The washington manual of medical therapeutics. 34th ed. Philadelphia:Lipppincott.; 2014



42



43



44



45



46



47



48