Gravity Method EXcurtion [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang Terdapat macam – macam metode yang terdapat pada ilmu geofisika, baik yang bersifat pasif maupun aktif. Salah satu metode yang bersifat pasif adalah metode gravity. Metode ini merupakan metode yang pasif karena pengukuran dilakukan dengan menggunakan sumber yang alami yang sudah ada secara alami pada bumi itu sendiri, yaitu variasi percepatan bumi yang berbeda – beda itulah yang akan dilakukan pengamata selanjutnya. Percepatan yang terdapat pada bumi bervariasi, dikarenakan pengaruh densitas yang terdapat pada lapisan bawah permukaan dan topografi dimana dilakukan pengukuran. Selain itu, faktor lain yang berpengaruh dalam besarnya nilai gravitasi adalah posisi garis lintang, pasang surut yang terjadi pada bulan dan matahari dan elevasi dimana dilakukan pengamatan. Hukum dasar yang terdapat pada metode gravity adalah Hukum Newton. Alat yang digunakan merupakan gravymeter dimana akan didapatkan skala pembacaan pada alat tersebut sehingga sedemikian rupa dilakukan berbagai macam koreksi – koreksi dan pada akhirnya diperoleh Gobs hingga nilai ABS ( Anomali Bouguer Sederhana) Dari nilai ABS kemudian dilakukan adanya analisa lanjutan sehingga terakhir akan diketahui besarnya nilai Anomali Bouguer Lengkap (ABL) yang dapat dijelaskan bahwa anomalI yang akan didapatkan dari anomali yang terdapat pada suatu daerah pengamatan secara regional dan secara lokal menggunakan berbagai jenis filtering. Pemodelan 3D adalah pemodelan yang nantinya akan didapatkan gambaran secara sumbu X,Y serta kedalaman. 1.2. Maksud dan Tujuan Maksud dari praktikum metode gravitasi adalah agar mengerti dan menguasailangkah – langkah serta bermacam – macam koreksi hingga didapatkan nilai ABL. Sedangkan tujuan dari praktikum gravitasi ini adalah agar didapatkan peta hingga permodelan 2,5D hingga permodelan 3D. 1



BAB II DASAR TEORI



2.1. Metode Gravity Metoda gravitasi adalah suatu metoda eksplorasi yang mengukuran medan gravitasi pada kelompok-kelompok titik pada lokasi yang berbeda dalam suatu area tertentu. Tujuan dari eksplorasi ini adalah untuk mengasosiasikan variasi dari perbedaan distribusi rapat massa dan juga jenis batuan. Tujuan utama dari studi mendetil data gravitasi adalah untuk memberikan suatu pemahaman yang lebih baik mengenai lapisan bawah geologi. Metoda gravitasi ini secara relatif lebih murah, tidak mencemari dan tidak merusak (uji tidak merusak) dan termasuk dalam metoda jarak jauh yang sudah pula digunakan untuk mengamati permukaan bulan. Metoda ini tergolong pasif, dalam arti tidak perlu ada energi yang dimasukkan ke dalam tanah untuk mendapatkan data sebagaimana umumnya pengukuran. Pengukuran metoda gravity



dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu:



penentuan titik ikat dan pengukuran titik-titik gaya berat. Sebelum survei dilakukan perlu menentukan terlebih dahulu base station, biasanya dipilih pada lokasi yang cukup stabil, mudah dikenal dan di jangkau. Base station jumlahnya bisa lebih dari satu tergantung dari keadaan lapangan. Masing-masing base station sebaiknya dijelaskan secara cermat dan terperinci meliputi posisi, nama tempat, skala dan petunjuk arah. Base station yang baru akan diturunkan dari nilai gaya berat yang mengacu dan terikat pada Titik Tinggi Geodesi (TTG) yang terletak di daerah penelitian. TTG tersebut pada dasarnya telah terikat dengan jaringan Gaya berat Internasional atau ”International Gravity Standardization Net”. Pada pekerjaan lapangan, peralatan yang akan dipakai dikalibrasi lebih dulu. Hal ini dilakukan supaya dihindari “kesalahan alat”. Secara teoritis kalibrasi dapat dilakukan dengan tilting, sementara sistem geometri yang presisi dilibatkan. Tetapi cara ini bukan cara yang biasa. Secara umum kalibrasi dilakukan dengn



2



mengukur harga suatu tempat yang telah diketahui harga percepatan gravitasinya sehingga diperoleh harga skalanya (mGal/skala). Setelah kalibrasi alat dilakukan kemudian ditentukan lintasan pengukuran dan stasiun yang harga percepatan gravitasinya diketahui (diikatkan dengan titik yang telah diketahui percepatan gravitasinya). Selanjutnya ditentukan loop lintasan pengukuran dan titik ikat tiap loop pengukuran. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan titik pengamatan adalah: 



Letak titik pengkuran harus jelas dan mudah dikenal misal pada titik



 



triangulasi, penunjuk kilometer, persimpangan jalan dsb. Lokasi titik harus dapat dibaca di peta Titik pengamatan harus bersifat tetap (permanen), mudah dijangkau, bebas dari ganguan seperti getaran mesin dsb.



Setelah data diperoleh kemudian dilakukan koreksi-koreksi terhadapnya untuk mendapatkan hasil yang sebenarnya. 2.2. Konversi dan Koreksi Dalam Metode Gravity 2.2.1. Konversi Pembacaan Gravitymeter Pemrosesan



data



gayaberat



dilakukan



terhadap



nilai



pembacaan



gravitymeter untuk mendapatkan nilai anomali Bouguer. Untuk memperoleh nilai anomali Bouguer dari setiap titik amat, maka dilakukan konversi pembacaan gravity meter menjadi nilai gayaberat dalam satuan milligal. Untuk melakukan konversi memerlukan tabel konversi dari gravitymeter tersebut. Setiap gravitymeter dilengkapi dengan tabel konversi. Cara melakukan konversi adalah sebagai berikut: 1. Misal hasil pembacaan gravity meter 1815,45. Nilai ini diambil nilai bulat sampai ratusan yaitu 1800. Dalam tabel konversi nilai 1800 sama dengan 1837,65 mGal. 2. Kemudian setelah dibaca di tabel konversi tersebut maka dilanjutkan dengan menggunakan rumus dibawah ini. value∈mgal { ( skala pembacaan−counter reading ) x faktor for interval } (3.1)



2.2.2. Konversi Feedback ke Miligal 3



Pemrosesan data gaya berat dilakukan terhadap nilai pembacaan gravitymeter umtuk mendapatkan nilai anomali Bouger. Untuk memperoleh nilai anomali bouguer dari setiap titik amat, maka dilakukan konversi pembacaan gravitymeter dari alat menjadi nilai gaya berat dalam satuan miligal ( mgal ). Untuk melakukan konversi memerlukan table konversi dari gravitymeter tersebut. Setiap gravitymeter dilengkapi dengan tabel konversi. Feedback merupakan besar nilai gaya yang telah dikonversikan menjadi satuan alat yang digunakan agar dapat menghilangkan subjektifitas data tersebut. Konversi feedback ke miligal menggunakan pembacaan tabel konversi, yaitu denga rumus sebagai berikut. konstanta konversi x



1 x feedback m



(3.2)



2.2.3. Konversi Tinggi Alat Tinggi alat merupakan jarak antara permukaan atas gravitymeter dengan titik ukur GPS. Tujuannya agar pembacaan gravitasi disetiap pengukuran mempunyai posisi ketinggian yang sama dengan pengukuran hasil data GPS. Konversi tinggi alat ini menggunakan rumus berikut ini. Tinggi alat ( mgal )=0,3086 x tinggi alat ( cm )



(3.3)



2.2.4. Koreksi Pasang Surut Berdasarkan hukum Newton yang melandasi konsep gravitasi maka kedudukan bintang-bintang dan planet pada sistem tata surya akan dipengaruhi besar kecilnya gaya gravitasi. Benda langit tersebut yang paling dominan pengaruhnya adalah bulan dan matahari. Pada umumnya besarnya koreksi pasang surut telah ditabelkan, dan telah dibuat banyak sekali software yang menghitung koreksi tersebut. Salah satunya dengan memasukkan data lintang dan bujur dalam derajat dan menit, tinggi titik ukur dalam meter, selang waktu pencuplikan, tanggal mulai dan akhir. 2.2.5. Koreksi Drift 4



Pengukuran gravitasi berulang pada suatu tempat akan memberikan hasil yang berbeda, meskipun secara teoritis harga gravitasi suatu tempat dianggap konstan Koreksi apungan timbul dari konsekuensi penggunaan alat yang menggunakan pegas yaitu adanya “faktor kelelahan”. Selain faktor kelelahan koreksi apungan juga disebabkan sifat pegas yang tidak elastic sempurna sebagai penyebab timbulnya perubahan harga standar alat ukur yang ditandai dengan pergeseran titik nol. Penyebab lain adalah goncangan yang terjadi saat alat dipindahkan dalam keadaan alat tidak diklem. Koreksi apungan adalah koreksi yang disebabkan oleh alat itu sendiri yang menunjukan perubahan harga setiap waktu yang dapat dianggap linear untuk jangka waktu yang relatif pendek. Rumus: KD =



t so - tso} x (G rerata so−G rerata so tsi−t so ¿



)



(3.4)



Dimana, tsi



: Waktu saat pengukuran ke-i



tso



: Waktu saat pengukuran pertama



t”so



: Waktu saat pengukuran terakhir



G ”so: nilai G pengukuran terakhir Gso



: Nilai G pengukuran pertama



2.2.6. G Terkoreksi Drift Untuk melakukan suatu penelitian menggunakan metode gravity dikenal G terkoreksi drift apungan. Nilai ini mengkoreksi nilai g pada alat gravitymeter. Nilai G Terkoreksi Drift dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: GTerkoreksi Drift =G rerata−Koreksi Drift



(3.5)



2.2.7. ΔG ΔG merupakan besar perbedaan nilai gravitasi titik ukur dengan nilai gravitasi titik base. ∆ G=G terkoreksi drift−Gterkoreksi base awal



(3.6)



5



2.2.8. G Observasi G observasi merupakan nilai percepatan gravitasi yang didapatkan dari rumus yang setiap bilangan data telah dikonversi menjadi miligal. Berikut ini adalah rumus G observasi. GObservasi=∆ G+G Absolut



(3.7)



2.3. Perhitungan Anomali Bouger Menurut Ervin (1977) harga anomali Bouger (absolut) adalah selisih antara gravitasi pengamatan (observasi) dengan harga teoritis yang seharusnya terarnati pada suatu titik. Distribusi harga anomali Bouger secara horizontal dapat digambarkan melalui kontur iso-anomali yang memberikan gambaran distribusi atau kontras rapat massa lateral bawah permukaan, yang pada akhimya dapat diinterpretasikan sebagai suatu kondisi atau struktur geologi tertentu. Anomali Bouger diperoleh dengan menerapkan beberapa koreksi terhadap harga gravitasi pengamatan. 2.3.1. Koreksi Gravity Lintang Aktivitas bumi yang berotasi pada sumbunya mengakibatkan bumi berbentuk spheroid dan flat pada kedua kutubnya.



Gambar 3.1. Perbandingan Jari-Jari Kutub dengan Jari-Jari Khatulistiwa



Hal ini menyebabkan medan gravitasi kutub lebih besar daripada di khatulistiwa (lihat Gambar 3.1). (G Lintang) = 978031.8 (1+0.0053024 sin2φ + 0.0000059 sin2(2φ)



(3.8) 6



2.3.2. Koreksi Udara Bebas Harga gravitasi pengamatan diatas MSL (Mean Sea Level) akan lebih kecil karena perbedaan ketinggian sehingga perlu ditambahkan dengan faktor koreksi udara bebas (Free Air Correction) untuk mendapatkan harga gravitasi pengamatan pada MSL. Koreksi udara bebas dapat dilihat pada gambar 3.2 berikut.



Gambar 3.2. Koreksi Udara Bebas



Koreksi udara bebas didasarkan pada kenyataan bahwa tarikan bumi secara keseluruhan dapat dianggap sebagai massa yang terkonsentrasi pada pusatnya. Apabila elevasi gravitasimeter berubah, maka jarak ke pusat bumi juga berubah dengan kualitas yang sama. Harga gravitasi teoritis suatu titik yang tidak terletak pada bidang MSL dapat diperoleh dari harga gravitasi normal yang dikoreksi terhadap perbedaan ketinggian. Faktor koreksi ketinggian tanpa memperhitungkan efek massa diantara bidang MSL dan titik amat disebut sebagai Koreksi Udara Bebas. 2.3.3. Koreksi Bouger Koreksi



ini



merupakan



koreksi



yang



dilakukan



untuk



menghilangkan pengaruh tarikan massa yang berbentuk silinder dengan jari-jari tak terhingga dan tebal h sedang rapat massanya. Selanjutnya dengan adanya bukit dan lembah disekitar titik pengamatan akan



7



mengurangi besarnya harga gravitasi pengamatan sehingga perlu dilakukan koreksi medan (terrain Correction).



Gambar 3.3. Koreksi Bouger



Oleh karena adanya efek massa diantara titik pengamatan dan MSL yang akan menambah harga gravitasi pengamatan, maka harus dilakukan pengurangan apabila titik amat berada diatas datum. Menurut Stcey (1977) reduksi bouger dirumuskan sebagai berikut: gbouger atau (KB) = 2 π G ρ h = 0.04193 ρ h



(3.9)



2.3.4. G FAC G FAC adalah nilai gravitasi dari koreksi udara bebas yang merupakan hasil pengurangan nilai G Obs terhadap nilai G lintang dan koreksi udara Bebas. Nilai G FAC dihitung dengan rumus: G FAC =GObs−G Lintang−FAC (3.10) 2.3.5. G Teoritis Nilai G teoritis dihitung dengan rumus sebagai berikut: GTeoritis=G Lintang+ FAC



(3.11)



2.3.6. ABS (Anomali Bouger Sederhana) Anomali medan gravitasi yang telah dikoreksi oleh koreksi Bouguer disebut anomali Bouguer sederhana di topografi yang dapat dituliskan sebagai berikut. |¿|G Mutlak −GTeoritis−FAC−Koreksi Bouger



(3.12)



2.3.7. Koreksi Medan Koreksi medan digunakan untuk menghilangkan pengaruh efek massa disekitar titik observasi. Adanya di sekitar titik amat akan 8



mengurangi besarnya medan gayaberat yang sebenarnya. Karena efek tersebut sifatnya mengurangi medan gayaberat yang sebenarnya di titik amat maka koreksi medan harus ditambahkan terhadap nilai medan gayaberat.



Gambar 3.4. Koreksi Medan



Besar koreksi medan dihitung oleh Hammer yang dirumuskan seperti pada persaman berikut: g=Gσθ {( r 2−r 1 ) + √ r 21 + L2−√ r 22 + L2 }



(3.13)



Persamaan diatas telah disusun oleh Hammer dalam sebuah tabel yang digunakan bersama Terain Chart dengan densitas 2.0 gr/cm3. Pada penelitian ini digunakan densitas rata-rata batuan yaitu 2,67 gr/cm 3, maka dapat dinyatakan sebagai berikut: TC=ΣTC Dariberbagaizone ×



1 × Densitas 100



(3.13)



2.3.8. ABL (Anomali Bouger Lengkap) Nilai anomali Bouguer lengkap dapat diperoleh dari nilai anomali Bouguer sederhana yang telah terkoreksi medan, secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : ∆ g BL=∆ g BS + gT



(3.14)



dengan : ∆gBL : anomali Bouguer lengkap di topografi ∆gBS



: anomali Bouguer sederhana di topografi



gT



: koreksi medan (mGal).



Harga anomali Bouger relatif (Anomali bouger sederhana) sering digunakan untuk keperluan-keperluan tertentu yang bersifat lokal, sehingga tidak perlu mengetahui harga g absolutnya (tidak memerlukan pengikatan pada RGBS). 9



Pada anomali Bouguer relatif dan absolut (Anomali Bouger Lengkap) hanya berbeda dalam hal magnitude anomali sebesar suatu faktor yang relatif konstan. Sedangkan anomali yang akan diinterpretasikan sebagai efek kondisi geologi adalah anomali Bouger yang telah dikurangi



dengan



efek



regional



yang



ditentunkan



dari



kecenderungan anomali Bouger, sehingga dapat dianggap bahwa anomali Bouger absolut dan relatif akan menghasilkan pola dan magnitude yang sama. 2.4. Filtering Data Gravity ABL merupakan perpaduan antara anomali regional dan anomali residual/lokal. Anomali regional menggambarkan kondisi geologi secara umum dari daerah penelitian yang dicirikan oleh anomali berfrekuensi rendah, sedangkan anomali residual/lokal lebih cenderung menggambarkan kondisi geologi setempat yang dicirikan dengan frekuensi tinggi. Untuk menganalisa anomali akibat efek struktur geologi lokal maka harus dilakukan pemisahan terhadap anomali regionalnya. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan pemisahan anomali regional – residual, antara lain metode kontinuasi ke atas (upward continuation), metode pencocokan polinomial (polynomial fitting) dan metode filtering. a. Metode kontinuasi ke atas (Upward Continuation). Metode ini pada dasarnya adalah untuk menghilangkan pengaruh lokal dan menajamkan anomali regionalnya. Proses penghitungannya menggunakan program komputer dalam bahasa fortran yang dibuat dalam beberapa subroutine oleh Blakely (1995) atau menggunakan bantuan dari software yang sudah ada misalnya Magpick ataupun Oasis Montaj. Sebagai data masukan diambil dari ABLdi bidang datar hasil proyeksi dengan menggunakan metode pendekatan deret Taylor. Proses pengangkatan ABL dilakukan setahap demi setahap sampai diperoleh kontur anomali regional yang cenderung tetap. Pola kontur yang dihasilkan memiliki pola yang halus dan tidak lagi terdapat pola-pola lokal. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi dari efek-efek lokal sudah tereduksi dan hanya



10



menunjukkan kondisi regional dari daerah penelitian yang disebabkan oleh anomali yang dalam saja. b. Metode pencocokan polinomial. Metode pemisahan ABL regional – residual yang lain adalah metode pencocokan polinomial. Pada metode ini komponen anomali regional dimisalkan dengan melakukan pendekatan matematis terhadap medan potensial gravitasi yaitu dalam bentuk polinomial dua dimensi (Abdelrahman, 1985). Dimisalkan komponen anomal iregional tersebut dinyatakan dalam fungsi polinomial R(xi,yi) dan anomali Bouguer lengkap pada setiap titik grid(xi,yi) adalah G(xi,yi), maka anomali residual pada setiap titik didefinisikan sebagai : L(xi,yi) =G(xi,yi)-R(xi,yi) Dari



persamaan



(3.15) tersebut



dicocokkan dengan anomali



selanjutnya



Bouguer



fungsi



lengkap



pada



polinomial titik



R(x i,yi)



(xi,yi). Untuk



memperoleh kecocokan antara R(xi,yi) dan G(xi,yi) kita harus cocokkan untuk beberapa derajat polinomial, karena tingkat kecocokan itu sendiri tergantung dari



derajat



polinomial



yang



diambil. Konstanta-konstanta polinomial



ditentukan dengan prinsip kuadrat terkecil, dimana persamaan tersebut harus minimum. c. Metode pencocokan permukaan (Surface Fitting) Metode pencocokan permukaan (Surface Fitting). Surface Fitting adalah suatu metode yang menggunakan operasi least square yaitu menentukan potensial permukaan dari harga-harga gravitasi yang diamati.



Surface fitting dapat



dikembangkan untuk mendapatkan informasi yang maksimal, yaitu dengan menaikkan orde polinomial surface fitting. Pemilihan orde dilakukan dengan pertimbangan keadaan geologi daerah survei yaitu dengan mengkorelasikan nilai anomali gravitasi regional dengan anomali Bouguer. Teknik surface fitting secara umum dapat digambarkan dalam gambar berikut.



11



Gambar 3.5. Penggunaan surface fitting pada beberapa orde yang berbeda (Nettelton, 1991)



Gambar 3.5. melukiskan suatu profil medan gravitasi beserta beberapa orde polinomial. Dimana, K adalah kurva gravitasi, 1 adalah surface fitting orde 1, 2 adalah surface fitting orde 2, 3 adalah surface fitting orde 3, 4 adalah surface fitting orde 4. Surface fitting orde 2 merupakan garis lengkung yang memotong dua titik pada garis lurus tersebut. Surface fitting orde 3 merupakan garis lengkung yang memotong ditiga buah titik pada garis lurus. Surface fitting orde 4 merupakan garis lengkung yang memotong garis lurus di empat buah titik.



Gambar



3.6. menggambarkan anomali Bouguer surface fitting orde7, orde 10, orde 13.



Gambar 3.6.Penggunaan surface fitting untuk mendapatkan anomali residual dan Regional (Nettleton, 1991).



Gambar 3.6. memperlihatkan anomali residual dan regional, anomali regional adalah selisih antara harga anomali gravitasi dengan surface fittingnya.



12



Gambar3.7. Keterangan profil dari Gambar 3.6.(Nettleton, 1991)



Gambar 3.7. merupakan penampang pada satu line profil dari Gambar 3.7. memberikan gambaran bahwa semakin besar orde, maka semakin mendekati kurva gravitasi (Klett et. al., 2000). Jika diselisihkan kurva gravitasi dengan surface fittingnya akan memberikan residual, makin tinggi orde surface fitting maka akan diperoleh makin tinggi daya pisah anomali residualnya yang berarti akan memberikan informasi yang lebih banyak lagi. Pada anomali residual orde 10 dan orde 13, dimana bagian central dari anomali residual pada orde 10 belum terpisahkan menjadi 2 bagian sedangkan pada orde 13 telah terpisahkan. Pemisahan anomali regional dan residual menggunakan program surface fitting, sedangkan untuk proses griding menggunakan program US Geological Survei (USGS). 2.5. Analisa Derivative Analisa Derivative digunakan untuk menentukan batas dan mengetahui jenis patahan. Untuk mendapatkan hal tersebut maka dilakukan First Horizontal Derivative (FHD) dan Second Vertical Derivative (SVD) dari lintasan yang dibuat dalam peta anomaly bouger atau peta anomaly regional atau peta anomaly residual yang selanjutnya dibuat penampangnya.



2.5.1



First Horizontal Derivative (FHD)



First Horizontal Derivative (FHD) atau Turunan Mendatar Pertama mempunyai nama lain yaitu Horizontal Gradient. Horizontal gradient dari anomali gayaberat yang disebabkan oleh suatu body cenderung untuk menunjukkan tepian dari body-nya tersebut (Zaenudin, A., et al., 2013). Jadi



13



metode horizontal gradient dapat digunakan untuk menentukan lokasi batas kontak kontras densitas horisontal dari data gaya berat (Cordell, 1979 dalam Zaenudin, A, et al.,2013). Untuk menghitung nilai FHD dapat dilakukan dengan persamaan FHD 



g i 1  g i x



(3.16)



Gambar 3.8. Nilai Gradien Horizontal pada Model Tabular (Blakely, 1996)



Dimana: g = nilai anomaly (mgal) Δx = Selisih antara jarak pada lintasan (m) mgal FHD = First Horizontal Derivative ( m )



2.5.2 Second Vertical Derivative (SVD) SVD bersifat sebagai high pass filter, sehingga dapat menggambarkan anomali residual yang berasosiasi dengan struktur dangkal yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis patahan turun atau patahan naik (Hartati, A., 2012). Dalam penentuan nilai SVD maka digunakan turunan kedua atau dilakukan dengan persamaan. SVD 



g i 1  2 g i  g i 1 x 2



(3.17)



Dimana: g = nilai anomaly (mgal) Δx = Selisih antara jarak pada lintasan (m) mgal SVD = Second Vertical Derivative ( m )



Dalam penentuan patahan normal ataupun patahan naik, maka dapat dilihat 14



pada harga mutlak nilai SVDmin dan harga mutlak SVDmax. Dalam penentuannya dapat dilihat pada ketentuan berikut: |SVDmax| > |SVDmin| = Patahan Normal |SVDmax| < |SVDmin| = Patahan Naik



(3.18)



|SVDmax| = |SVDmin| = Patahan Mendatar 2.6. Pemodelan Data Gravity Menurut Lillie (1999) Pemodelan ke depan atau forward modelling dari suatu distribusi massa merupakan alat yang sangat berguna untuk menggambarkan anomaliBouguer dan udara bebas yang dihasilkan dari perbedaan struktur geologi bawah permukaan bumi. Untuk aktivitas tektonik yang besar, pemodelan gravitasi dapat lebih memberikan pengertian atau pertimbangan-pertimbangan dari fungsi isostasi suatu wilayah. Metode ini umumnya digunakan untuk pemodelan data gravitasi secara dua dimensi (2D) yang dikembangkan oleh Talwani et al (1959). Anomali gravitasi dihasilkan dari model komputasi sebagai jumlah dari distribusi suatu benda dengan densitas (ρ) dan volume (V) dimana massa benda setara dengan ρ x V. Benda dua dimensi dapat diperkirakan pada pempang melintang sebagai poligon, ditunjukkan pada gambar 3.9.



Gambar 3.9. Pemodelan Gravitasi Dua Dimensi dari Distribusi Massa Bawah Permukaan Bumi (Grandis, 2002)



BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan



15



Dari data yang telah diolah, maka dapat didapatkan kesimpulan, antara lain : 1. Parameter yang diukur dalam metode gravity adalah densitas dari suatu daerah dimana dilakukan akuisisi data 2. Dari peta ABL yang didapatkan dilakukan filtering sehingga akan memisahkan anomali regional dan lokal. 3. Dengan didapatkan SVD dan FHD akan diketahui adanya struktur sesar, baik itu berupa sesar turun maupun sesar naik. 4.2. Saran Hal yang harus diperhatikan saat melakukan pengolahan data adalah penguasaan rumus yang digunakan saat pengolahan data serta penguasaan software.



16