Guideline Mikosis Paru Pdpi Edit1 PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

5/10/2018



GuidelineMikosisParuPDPI-Edit1-slidepdf.com



BAB I PENDAHULUAN



Penyakit infeksi masih menjadi masalah utam kesehatan di Indonesia. Infeksi jamur paru atau mikosis par dalam beberapa tahun terakhir semakin mendapat perhatia karena frekuensinya semakin meningkat.  Hal itu seirin dengan meningkatnya faktor risiko, di antarany penggunaan jangka panjang antibiotika berspektrum lua kortikosteroid, alat-alat kesehatan invasif (ventilat mekanik, kateter vena sentral, dll), obat-obat sitostatik penyakit kronik, keganasan, transplantasi organ, maupu gangguan sistem imun lain.



Secara umum mikosis paru terjadi pada dua keadaa yaitu menyertai kelainan paru kronik yang sudah ada da



keadaan imunokompromis. Penyakit paru rongga yang berisik menimbulkan mikosis paru adalah keganasan torak   TB paru dengan kerusakan paru luas misalnya kavita bronkiektasis, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) da asma serta keadaan imunokompromis pascakemoterapi ata penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Mikosis pa yang paling sering dilaporkan adalah aspergilosi pneumonia pneumositis  (PCP), kandidosis, kriptokokosis da histoplasmosis. Epidemi AIDS merupakan salah satu fakto penting yang berperan pada peningkatan kejadian mikos paru.



Penggunaan antimikroba secara luas (misalny antivirus, antijamur profilaksis dan fluorokuinolon untu bakteri gram negatif) bagi pasien imunokompromis tela meningkatkan risiko kolonisasi oleh spesies jamur resiste serta meningkatnya kemungkinan infeksi jamur sistem termasuk aspergilosis invasif, antara lain pada pasie penerima transplantasi organ dan pasien leukemia mielo akut yang menerima kemoterapi. Prevalensi kandidos sistemik hampir tidak berubah dari waktu ke wakt



 ___________________________________________________________



Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan  Jamur Paru di Indonesia



http://slidepdf.com/reader/full/guideline-mikosis-paru-pdpi-edit1



1/29



5/10/2018



GuidelineMikosisParuPDPI-Edit1-slidepdf.com



Pneumonia pneumosistis  dan mikosis endemik termasu histoplasmosis yang prevalensinya sempat menurun dala dekade terakhir, dilaporkan meningkat kembali karen meluasnya penggunaan obat-obat imunosupresan.



Diagnosis mikosis paru masih dianggap sulit sehingg



sering terlambat dalam penatalaksanaan selanjutny Perkembangan pengetahuan tentang mikosis meman belum sepesat penyakit yang ditimbulkan bakteri atau viru Hal itu disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya: mikos paru jarang menimbulkan kematian mendadak, gejala klin dan hasil pemeriksaan seringkali tidak khas serta fakt risiko yang luput dari perhatian. Pemahaman lebih ba mengenai epidemiologi, patogenesis termasuk faktor risik mikosis paru diharapkan membantu klinisi dala menegakkan diagnosis serta menentukan strate penatalaksanaan yang lebih baik.



 ___________________________________________________________



Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan  Jamur Paru di Indonesia



http://slidepdf.com/reader/full/guideline-mikosis-paru-pdpi-edit1



2/29



5/10/2018



GuidelineMikosisParuPDPI-Edit1-slidepdf.com



BAB II PROSEDUR DIAGNOSIS



Prosedur diagnosis mikosis paru masih menja tantangan sampai saat ini. Anamnesis dan pemeriksaan fis yang cermat merupakan langkah penting dalam prosedu diagnosis mikosis paru. Langkah tersebut harus diiku pemeriksaan penunjang yang tepat, meliputi: pemeriksaa laboratorium rutin, radiologi dan mikologi. Meningkatny kewaspadaan klinisi terhadap kemungkinan infeksi jamu paru dan pemilihan modalitas diagnosis yang tepat, aka membuat penatalaksanaan lebih baik.



Keluhan pasien mikosis paru mirip dengan keluha penyakit paru pada umumnya, tidak ada keluhan yan patognomonik. Perlu anamnesis lebih teliti pada pasie dengan keadaan sebagai berikut:  Pasien yang memiliki kondisi imunosupresi (neutropen berat, keganasan darah, transplantasi organ ata kemoterapi) Penggunaan jangka panjang alat-alat kesehatan invas (ventilator mekanik, kateter vena sentral dan perife kateter urin, kateter lambung, water sealed drainage dll) Pasien dengan kondisi imunokompromis akibat •



















penggunaan jangka obat panjang antibiotika berspektrum luas, kortikosteroid, imunosupresi Penyakit kronik seperti keganasan rongga toraks, PPO bronkiektasis, luluh paru, sirosis hati, insufisiensi renal, diabetes Gambaran infiltrat di paru dengan demam yang tida membaik setelah pemberian antibiotika adekuat denga atau tanpa adenopati



 ___________________________________________________________



Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan  Jamur Paru di Indonesia



http://slidepdf.com/reader/full/guideline-mikosis-paru-pdpi-edit1



3/29



5/10/2018



GuidelineMikosisParuPDPI-Edit1-slidepdf.com











Pasien dengan manifestasi mikosis kulit berupa lesi eritema nodosum pada ekstremitas bawah terutama di daerah endemik Pasien terpajan atau setelah bepergian ke daera endemik



Pada pemeriksaan fisis, mikosis paru sulit dibedaka dengan penyakit paru lain, tergantung pada kelaina anatomi yang terjadi pada paru. Pemeriksaan penunjan untuk mendiagnosis mikosis paru antara lain pemeriksaa radiologi, pemeriksaan laboratorium klinik tertentu, sert pemeriksaan mikologi. Gambaran foto toraks pada sebagia besar mikosis paru tidak menunjukkan ciri khas, dap ditemukan infiltrat interstisial, konsolidasi, nodul multipe kavitas, efusi pleura. Gambaran yang khas dapat terlih pada aspergiloma yaitu ditemukan fungus ball pad



pemeriksaan foto toraks. Hasil yang lebih baik didapat da pemeriksaan CT-scan toraks.  Hasil laboratorium rutin yan mungkin berkaitan dengan mikosis paru adalah peningkata sel eosinofil.



Pemeriksaan laboratorium mikologi merupaka prosedur diagnosis mikosis paru yang sangat pentin Kualitas pemeriksaan ini ditentukan oleh pemiliha pengumpulan serta cara pengiriman bahan klinik (spesime yang baik. Penanganan spesimen yang tidak memadai dap mengakibatkan ketidaktepatan diagnosis. Spesimen dap



diambil dari sputum, bilasan bronkus, kurasa bronkoalveolar (BAL), jaringan biopsi, darah, cairan pleur pus, dll. Spesimen harus diletakkan dalam wadah steril yan tertutup rapat, tanpa bahan pengawet dan dilabel denga baik. Selanjutnya spesimen dikirim ke laboratorium dala waktu paling lama dua jam setelah prosedur pengambila Bila tidak memungkinkan segera diproses dalam dua jam spesimen dapat disimpan dalam suhu 40C. Spesimen yan



 ___________________________________________________________



Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan  Jamur Paru di Indonesia



http://slidepdf.com/reader/full/guideline-mikosis-paru-pdpi-edit1



4/29



5/10/2018



GuidelineMikosisParuPDPI-Edit1-slidepdf.com



disimpan terlalu lama dapat menurunkan keberhasila pemeriksaan. Sputum sebaiknya diambil pagi hari sebelum maka dilakukan tiga hari berturut-turut. Pasien harus berkum dengan air matang sebanyak 2-3 kali, selanjutnya berusah mengeluarkan sputum dengan membatukkannya. Induk



sputum dianjurkan karena lebihJumlah merepresentasika spesimenlebih saluran napas bawah/paru. sputum yan diperlukan sekitar 10-15 ml. Bilasan bronkus atau BA memiliki arti klinik lebih tinggi dibandingkan sputum, teta prosedur pengambilannya lebih sulit. Spesimen terseb dikirim dalam semprit steril tanpa bahan pengawet ata diberi sedikit larutan garam faal bila jumlahnya sang sedikit. Spesimen yang berasal dari cairan pleura, pu maupun eksudat dapat diambil dengan semprit steril da langsung dikirim tanpa penambahan cairan atau baha pengawet.



  Jaringan hasil biopsi memiliki arti klinik paling ting karena penemuan jamur dalam jaringan dapat memastika diagnosis mikosis. Spesimen biopsi sebaiknya diambil da tengah dan tepi lesi, selanjutnya diletakkan di antara kas steril yang sedikit dibasahi dengan larutan garam fa sekedar untuk mencegah kekeringan. Jangan diberi baha pengawet karena akan mematikan jamur dalam jaringa sehingga tidak dapat dilakukan proses pembiakan serta u kepekaan jamur terhadap obat antijamur. Spesimen dara untuk pemeriksaan serologi sebanyak 2,5-5 ml diamb dengan semprit steril tanpa bahan pengawet lalu dikiri



secepatnya ke laboratorium. Untuk biakan darah saj diperlukan 5-10 ml darah dan sebaiknya diberi antikoagulan Pengiriman spesimen harus disertai keterangan klin pasien secukupnya dan permintaan yang jelas. Hal itu aka mempermudah staf laboratorium mengarahkan pemeriksaa yang diperlukan dan menghindari kesalahan interpetasi ha pemeriksaan.



 ___________________________________________________________



Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan  Jamur Paru di Indonesia



http://slidepdf.com/reader/full/guideline-mikosis-paru-pdpi-edit1



5/29



5/10/2018



GuidelineMikosisParuPDPI-Edit1-slidepdf.com



Metode laboratorium untuk mendiagnosis mikosis pa dilakukan melalui tiga pendekatan penting yait pemeriksaan mikroskopik, isolasi dan identifikasi jamur pad biakan serta deteksi respons serologis terhadap jamur ata penandanya. Prosedur diagnostik berdasarkan detek deoxyribonucleic acid  (DNA) jamur saat ini sedan



dikembangkan. Biakan baku spesimen maupun mikosis hasil biop  jaringan masih menjadi emas diagnosis par Pemeriksaan uji kepekaan jamur terhadap obat per dilakukan untuk menentukan pemilihan obat antijamur yan tepat atau evaluasi terapi.



1.



Pemeriksaan mikroskopik  Pemeriksaan mikroskopik spesimen klinik seca langsung maupun dengan pewarnaan harus sela dilakukan karena dapat mendiagnosis kemungkina



terdapatnya infeksi jamur secara cepat, mudah da murah, meskipun nilai diagnostiknya sangat bervaria (10 sampai >90%) bergantung pada spesies jamur yan ditemukan. Pemeriksaan mikroskopik langsun dilakukan dengan menambahkan larutan gara fisiologis, KOH 10% atau tinta India. Teknik pewarnaa dapat dilakukan dengan Giemsa, gomori methenami silver  (GMS), calcofluor , maupun deteksi antibo monoklonal dengan pewarnaan imunofluoresen Pemeriksaan langsung sputum, bilasan bronkus, BA atau spesimen lain dapat mendeteksi elemen jam



secara umum berupa spora maupun hifa. Pemeriksaa langsung cairan serebrospinal, bilasan bronkus atau BA dengan tinta India sangat bermanfaat dala mendiagnosis kriptokokosis. Pemeriksaan sputu pasien terinfeksi HIV dengan pewarnaan Giemsa ata GMS menunjukkan sensitivitas 35-60%, sedangka pemeriksaan BAL menunjukkan sensitivitas 85-95 dalam mendiagnosis PCP. Induksi sputum dilaporka memiliki kesetaraan yang baik dengan BAL. Pewarnaa



 ___________________________________________________________



Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan  Jamur Paru di Indonesia



http://slidepdf.com/reader/full/guideline-mikosis-paru-pdpi-edit1



6/29



5/10/2018



GuidelineMikosisParuPDPI-Edit1-slidepdf.com



imunofluorensens antibodi monoklonal meningkatka sensitivitas yang lebih baik dibandingkan pewarnaa biasa.



2.



Biakan



Pemeriksaan biakanmemiliki jamur yang daribervarias berbag spesimen respirasi nilai berasal diagnostik tergantung pada spesies jamur, asal spesimen sert derajat penyakit yang dialami pasien. Pemeriksaa biakan memiliki nilai diagnostik tinggi bahkan menja baku emas diagnosis infeksi jamur tertentu, misalny biakan darah merupakan baku emas diagnosis infek Candida dalam darah (kandidemia), tetapi pemeriksaa biakan tidak bermakna untuk diagnosis PCP karena P  jiroveci belum dapat dibiak sampai saat ini. Pad histoplasmosis akut, sensitivitas biakan hanya 15%



sedangkan pada histoplasmosis diseminat sensitivitasnya >85%. Hasil pemeriksaan biaka membutuhkan waktu beberapa hari sampai mingg tetapi penting dilakukan untuk identifikasi spesie secara konvensional maupun uji kepekaan jam terhadap obat-obat antijamur.



3.



Serologi Uji serologi secara tradisional mendeteksi reaktivitas antibodi



digunakan untu pejamu terhada



elemen-elemen jamur. Nilai diagnostiknya sang terbatas, sehingga perlu berhati-hati dalam menentuka interpretasi hasil. Dewasa ini telah dikembangka deteksi antigen yang memiliki nilai diagnostik leb tinggi. Uji ini didasarkan atas deteksi komponen dindin   jamur yang dilepaskan ke dalam aliran darah ata cairan tubuh lain pada saat jamur berproliferasi. U antigen Cryptococcus spp dari serum atau caira serebrospinal sangat bermanfaat dalam diagnos



 ___________________________________________________________



Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan  Jamur Paru di Indonesia



http://slidepdf.com/reader/full/guideline-mikosis-paru-pdpi-edit1



7/29



5/10/2018



GuidelineMikosisParuPDPI-Edit1-slidepdf.com



kriptokokosis karena nilai sensitivitas da spesifisitasnya tinggi. Uji antigen Histoplasma spp. da urin pasien memiliki nilai sensitivitas >90% da spesivisitas >95% dalam mendiagnosis histoplasmosi tetapi hasil uji antigen negatif tidak lanta menyingkirkan diagnosis. Uji antigen galaktomana



 Aspergillus spp 89-93% menunjukkan sensitivitas 61-71 dan spesifisitas dalam nilai mendeteksi aspergilos invasif. Perlu diperhatikan kemungkinan hasil posi palsu pada pasien yang mendapat terapi antibiot golongan β-laktam misalnya piperasilin-tazobakta serta pasien dgn infeksi Pencillium karena terdapatny reaktivitas silang. Perkembangan terkini menunjukka manfaat pemeriksaan galaktomanan  Aspergillus pad spesimen BAL pasien yang diprediksi akan mengalam aspergilosis invasif. Komponen jamur yang juga sedan dikembangkan untuk modalitas diagnostik uji antige



adalah β-1,3-glukan (merupakan komponen dinding s pada hampir semua jamur) dan kitin, teta penggunaannya masih sangat terbatas.



4.



PCR Pemeriksaan PCR maupun real-time PCR juga sedan dikembangkan, tetapi masih digunakan secara terbata karena belum terdapatnya standarisasi dan validasi. 



Diagnosis dini sangat penting untuk memperoleh luara klinis optimal. Keterlambatan diagnosis akan mengakibatka keterlambatan penatalaksanaan yang dapat meningkatka mortalitas dan morbiditas. Dalam penegakan diagnos mikosis paru dikenal beberapa istilah yang menentuka derajat diagnostik itu sendiri yaitu:  proven,  probable da  possible. Derajat diagnostik tersebut ditentukan oleh tig kriteria yaitu: faktor pejamu (faktor risiko, penyakit yan mendasari), kriteria klinis (gejala klinis, pemeriksaa



 ___________________________________________________________



Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan  Jamur Paru di Indonesia



http://slidepdf.com/reader/full/guideline-mikosis-paru-pdpi-edit1



8/29



5/10/2018



GuidelineMikosisParuPDPI-Edit1-slidepdf.com



radiologi) serta hasil pemeriksaan mikologi. Hal itu dapa dilihat pada tabel berikut :



Diagnosis Mikosis Paru



Faktor pejamu



+



Kriteria klinis



 i  s   p   o  i  B



=



Probabl e



+



Mikologi



=



Possibbl e



=



Proven



Faktor pejamu



+



Kriteria klinis



+



Negatif  atau tidak dilakuka n



Faktor pejamu



+



Kriteria klinis



+



Mikologi



Gambar 1. Skema diagnosis mikosis paru (sistemik/invasif)



Definisi diagnosis mikosis invasif  proven 



- Pemeriksaan histologi atau sitokimia menunjukka elemen jamur positif dari hasil biopsi atau TTNA denga bukti disertai kerusakan jaringan (secara mikroskop atau radiologi).



- ATAU biakan positif dari spesimen yang berasal da tempat steril serta secara klinis dan radiolo



menunjukkan kelainan lesi yang sesuai dengan infeksi. - ATAU pemeriksaan mikroskopik/antigen Cryptococcu dari LCS Kriteria diagnosis proven 1. Faktor pejamu: Netropenia (netrofil 10 hari). Menerima transplantasi sum-sum tulang alogenik •







 ___________________________________________________________



Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan  Jamur Paru di Indonesia



http://slidepdf.com/reader/full/guideline-mikosis-paru-pdpi-edit1



9/29



5/10/2018



GuidelineMikosisParuPDPI-Edit1-slidepdf.com















Menerima terapi kortikosteroid jangka panjan dengan rerata dosis minimal setara prednison 0 mg/kg/hari selama >3 minggu. Menerima terapi imunosupresan sel-T misalny siklosporin, penyekat TNF-α, antibodik monoklon spesifik (misalnya alemtuzumab), atau analo



nukleosida 90 hari terakhir. Mengalami dalam imunodefisiensi primer berat (misalny penyakit granulomatosa kronik atau imunodefisien berat lainnya).



Kriteria klinis: Mayor:   Terdapat infiltrat baru atau gambaran kelainan berik pada CT-scan: halo sign, air-crescent sign atau kavita yang berada dalam area konsolidasi. 2.



Minor: - Gejala infeksi saluran napas bawah (misalnya batu nyeri dada, sesak napas, hemoptisis, dll). - Pemeriksaan fisis pleural rub. - Gambaran infiltrat baru yang tidak sesuai denga kriteria mayor. 3.



Kriteria mikologi: Pemeriksaan langsung positif (ditemukanny elemen jamur pada pemeriksaan mikroskop •



langsung maupun sediaan pewarnaan) atau biaka  jamur positif. Pemeriksaan tidak langsung: o deteksi antigen galaktomanan dari BAL, LCS ata >2 sampel darah untuk mendiagnosis aspergilos menunjukkan hasil positif. o deteksi β-d-glucan dalam serum untu mendiagnosis infeksi jamur invasif (sela •



 ___________________________________________________________



Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan  Jamur Paru di Indonesia



http://slidepdf.com/reader/full/guideline-mikosis-paru-pdpi-edit1



10



10/29



5/10/2018



GuidelineMikosisParuPDPI-Edit1-slidepdf.com



o



kriptokokosis dan zigomikosis) menunjukkan has positif. deteksi antigen kriptokokus positif.



Definisi diagnosis mikosis invasif  probable  - Paling sedikit terdapat satu kriteria faktor pejamu



- DAN satu kriteria klinis mayor atau dua kriteria klin



minor pada lokasi lesi abnormal yang sesuai denga kondisi infeksi secara klinis atau radiologi. - DAN satu kriteria mikologi. Diagnosis mikosis invasif  possible  - Paling sedikit terdapat satu kriteria faktor pejamu



- DAN satu kriteria klinis mayor atau dua kriteria klin



minor dari lokasi lesi abnormal yang sesuai denga kondisi infeksi secara klinis atau radiologi ATAU sat kriteria mikologi.



Kriteria diagnosis probable dan possible  1. • •







Faktor pejamu: Netropenia (netrofil 10 hari). Demam persisten selama >96 jam, refrakter terhada antibiotik adekuat. Suhu tubuh >380C atau 10 hari) dalam 60 h terakhir penggunaan obat imunosupresif saat ini ( minggu).



2. Kriteria klinis: Mayor:   Terdapat infiltrat baru atau gambaran kelainan berik



pada CT-scan: halo sign, air-crescent sign atau kavita yang berada dalam area konsolidasi. Minor: - Gejala infeksi saluran napas bawah (misalnya batu nyeri dada, sesak napas, hemoptisis, dll). - Pemeriksaan fisis pleural rub. Gambaran infiltrat baru yang tidak sesuai dengan kriteria mayor. 3. •







Kriteri mikologi: Pemeriksaan langsung positif (ditemukannya eleme



  jamur pada pemeriksaan mikroskopik langsu maupun sediaan pewarnaan) atau biakan jamur positi Pemeriksaan tidak langsung: - deteksi antigen galaktomanan dari BAL, LCS atau > sampel darah untuk mendiagnosis aspergilos menunjukkan hasil positif.



 ___________________________________________________________



Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan  Jamur Paru di Indonesia



http://slidepdf.com/reader/full/guideline-mikosis-paru-pdpi-edit1



12



12/29



5/10/2018



GuidelineMikosisParuPDPI-Edit1-slidepdf.com



- deteksi β-d-glucan dalam serum untuk mendiagnos



infeksi jamur invasif (selain kriptokokosis da zigomikosis) menunjukkan hasil positif. - deteksi antigen kriptokokus positif. - kelainan paru dan hasil biakan bakteri negatif da spesimen saluran napas bawah termasuk BA sputum dan darah.



 ___________________________________________________________



Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan  Jamur Paru di Indonesia



http://slidepdf.com/reader/full/guideline-mikosis-paru-pdpi-edit1



13



13/29



5/10/2018



GuidelineMikosisParuPDPI-Edit1-slidepdf.com



BAB III PENATALAKSANAAN



Penatalaksanaan mikosis paru berkaitan erat dengan  jenis jamur, status imun pejamu, lokasi infeksi, kepekaa



 penanganan jamur terhadap obat, infeksi terapi antijamur sebelumny sumber dan faktor risiko Penatalaksanaan ini terdiri atas medikamentosa dan bedah  Terapi medikamentosa dilakukan dengan memberikan oba antijamur (OAJ), yang terdiri atas beberapa golongan obat: golongan polien golongan alilamin golongan flusitosin golongan azol golongan ekinokandin • • • • •



Obat antijamur dapat diberikan sebagai terap definitif,  pre-emptive (targeted prophylaxis), empiri dan profilaksis. Terapi definitif diberikan kepada pasie dengan diagnosis  proven.  Terapi  pre-emptive (targete  prophylaxis) diberikan kepada pasien dengan diagnos  probable. Terapi empirik diberikan kepada pasien denga diagnosis  possible. Terapi profilaksis diberikan kepad pasien dengan faktor pejamu khusus (misalnya pasie transplantasi organ, leukemia, keganasan denga leukopenia tanpa demam), tetapi tidak ditemukan geja infeksi.



Pembedahan merupakan terapi definitif aspergilom terutama pada kasus aspergiloma tunggal. Pada pasie dengan hemoptisis ringan dilakukan bed rest,   postura drainage atau terapi simtomatik lain. Pada pasien denga hemoptisis berulang atau hemoptisis masif, pembedaha dilakukan dengan mempertimbangkan risiko/toleran operasi. Jika toleransi operasi tidak memungkinka



 ___________________________________________________________



Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan  Jamur Paru di Indonesia



http://slidepdf.com/reader/full/guideline-mikosis-paru-pdpi-edit1



14



14/29



5/10/2018



GuidelineMikosisParuPDPI-Edit1-slidepdf.com



dipertimbangkan embolisasi, transtorakal-intrakavitas.



atau



pemberian



antijam



Lama pemberian pengobatan mikosis paru tergantun kepada jenis jamur dan OAJ yang diberikan. Evalua pengobatan harus dilakukan untuk melihat respons obat da



toksisitas yang ditimbulkan OAJ. Toksisitas obatpemeriksaa dinilai da klinis, misalnya mual muntah, ikterus dan fungsi hati (terutama bila mendapat OAJ golongan azo fungsi ginjal (terutama bila mendapat OAJ golongan polien  Tabel 1 menunjukkan kriteria respons terapi OAJ



 Tabel 1. Respons terapi OAJ Luaran klinis, respons



Kriteri a



Sukses Respons komplit



Membaik selama periode pengamatan, resolusi semua gejala klinis dan kelainan radiologi, serta bukti mikologi (eradikasi jamur).



Respons parsial



Membaik selama periode pengamatan, perbaikan gejala klinis dan kelainan radiologi, serta bukti biakan jamur steril atau penurunan beban/jumlah jamur yang ditentukan secara kuantitatif dengan petanda laboratorium.



Gagal Respons



Membaik selama periode pengamatan, perbaikan minor atau tanpa



menetap (stable)



perbaikan dalam penyakit tetapi tidak ada bukti progresif  berdasarkan kriteria klinis, jamur, radiologis dan laboratoris.



Progresif 



Bukti progresivitas penyakit berdasarkan kriteria klinis, radiologis dan laboratoris.



Kematian Kematian dalam periode pengamatan, regardless of attribution



 ___________________________________________________________



Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan  Jamur Paru di Indonesia



http://slidepdf.com/reader/full/guideline-mikosis-paru-pdpi-edit1



15



15/29



5/10/2018



GuidelineMikosisParuPDPI-Edit1-slidepdf.com



BAB IV OBAT ANTIJAMUR



Harus diperhatikan pemberian obat antijamur (OA yang adekuat, dalam waktu dan dosis tepat sehingga dapa mencegah toksisitas. Selama bertahun-tahun, satu-satuny obat antijamur yang tersedia adalah amfoterisin-B da golongan azol. Dalam beberapa dekade terakhir tela ditemukan obat antijamur baru dengan mekanisme ak lebih baik, spektrum lebih luas, dan efek samping leb sedikit. Gambar berikut menunjukkan sejarah penemua obat antijamur.



 ___________________________________________________________



Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan  Jamur Paru di Indonesia



http://slidepdf.com/reader/full/guideline-mikosis-paru-pdpi-edit1



16



16/29



5/10/2018



GuidelineMikosisParuPDPI-Edit1-slidepdf.com



14 12



L-AmB ABCD



10



ABLC



8



Terb



Itrakonaz



6



Flukonazol Ketokonazol



Gambar 3.1. Sejarah penemuan obat antijamur dalam 50 tahun terakhir



 ___________________________________________________________



Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan  Jamur Paru di Indonesia



http://slidepdf.com/reader/full/guideline-mikosis-paru-pdpi-edit1



17



17/29



5/10/2018



GuidelineMikosisParuPDPI-Edit1-slidepdf.com



1.



Golongan Polien Golongan polien termasuk amfoterisin-B (AmB nistatin dan natamisin. Cara kerjanya adala membuat kerusakan pada membran sel jamur denga cara berikatan dengan ergosterol (komponen pentin dinding sel), sehingga permeabilitas seluler meningk



terjadi sel yang berakibat kematia  dan jamur (efekkebocoran fungisidal).isiSaat ini golongan polien yan tersedia di Indonesia adalah amfoterisin-B deoksikol (fungizone) dan nistatin.



Amfoterisin-B diperkenalkan pada tahun 1950a merupakan terapi standar berbagai infeksi jam sistemik sebelum azol berspektrum luas da ekinokandin diperkenalkan. Amfoterisin-B memili aktivitas terhadap hampir semua infeksi jamur invas termasuk Candida spp,  Aspergillus spp, Cryptococcu



Histoplasma, dan  Zygomyces. Perlu diperhatikan bahw Candida lusitaniae, Scedosporium prolificans da   Aspergillus terreus memiliki resistensi primer terhada Am-B. Dosis standar Am-B deoksikolat adalah 0,7mg/kgBB/hari. Selanjutnya diperkenalkan Am-B dalam formulasi la yang memiliki spektrum aktivitas luas dan toksisita lebih kecil, yaitu: amfoterisin-B liposomal (Ambisome dan kompleks lipid amfoterisin-B (Abelcet). Dos standar Am-B formula lipid adalah 3-6 mg/kgBB/hari.   Toksisitas yang dapat terjadi pada pemberian Am



meliputi nefrotoksisitas termasuk gagal ginjal aku toksisitas hematologi, reaksi terkait infus (misalny demam, menggigil, sakit kepala, mual, muntah) da gangguan elektrolit (misalnya hipokalemi hipomagnesemia, hipernatremia, asidosis metabolik Pemberian infus lambat (biasanya lebih dari 4 jam) da premedikasi dengan antipiretik, antihistamin dap dilakukan untuk mencegah reaksi terkait-infu Pemberian infus garam fisiologis sebelum terapi dapa



 ___________________________________________________________



Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan  Jamur Paru di Indonesia



http://slidepdf.com/reader/full/guideline-mikosis-paru-pdpi-edit1



18



18/29



5/10/2018



GuidelineMikosisParuPDPI-Edit1-slidepdf.com



menurunkan nefrotoksisitas yang diinduksi obat. Untu meminimalkan nefrotoksisitas, dapat dipilih Amformula lipid, serta mengoreksi kelainan elektro misalnya hipokalemia dan hipomagnesemia. Pada pasien dewasa tanpa neutropenia, AmB diberika sampai 14 hari setelah hasil terakhir kultur dara negatif dan terdapat perbaikan klinis.  Tabel 3.1. Indikasi dan dosis amfoterisin-B Sediaan Amfoterisin B deoksikolat (Fungizone)



Indikasi



Dosis



Aspergilosis invasif, blastomikosis, kandidosis, koksidioidomikosis, mukcormikosis, basidiobolus, conidiobolus



0.25–1 mg/kg/ha



Histoplasmosis, sporotrikosis



0.5–1 mg/kg/hari



Kriptokokus ringan-sedang atau non-SSP



0.7–1 mg/kg/hari



0.7–1 mg/kg/hari



0.7 mg/kg/hari Kriptokokosis berat atau SSP 5 mg/kg/hari Kompleks lipid amfoterisin B (Abelcet)



Meningitis kriptokokal (+HIV) Infeksi jamur invasif pada pasien yang refrakter atau intoleran terhadap terapi amfoterisin-B konvesional



Amfoterisin B liposomal (Ambisome)



 Terapi empiris pada pasien



Amfoterisin B colloidal dispersion (Amphotec)



demam, netropenia, dan diduga mengalami infeksi  jamur Meningitis kriptokokal (+ HIV) Infeksi Aspergillus sp., Candida sp., dan atau Cryptococcus sp. 



3 mg/kg/hari



6 mg/kg/hari 3–5 mg/kg/hari 3–4 mg/kg/hari



Aspergilosis invasif pada pasien dengan gangguan



 ___________________________________________________________



Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan  Jamur Paru di Indonesia



http://slidepdf.com/reader/full/guideline-mikosis-paru-pdpi-edit1



19



19/29



5/10/2018



GuidelineMikosisParuPDPI-Edit1-slidepdf.com



ginal atau tidak dapat menerima toksisitas amfoterisin-B konvensional dalam dosis efektif dan pada pasien dengan aspergilosis invasif yang mengalami kegagalan dengan terapi amforeisin-B konvesional sebelumnya.



Dikutip dari Proceeding ATS 2010



Nistatin, secara struktural mirip dengan amfoterisin namun tidak diberikan parenteral karena toksisitasny Nistatin biasanya bersifat fungistatik secara in viv tetapi dapat juga bersifat fungisida pada konsentra tinggi atau terhadap organisme yang sangat peka. Oba



itu tersedia dalam bentuk oralyang maupun topikal, da tidak memiliki interaksi obat signifikan karen hampir tidak diserap dalam usus. Efek samping jaran terjadi, tetapi dalam dosis yang besar dapa menimbulkan mual, muntah, diare, dan nyeri perut.



2.



Golongan allylamines   Terbinafin adalah antijamur allylamine yang memili efek menghambat enzim mono-oksigenase squalen enzim penting dalam biosintesis sterol pada jamu



Pemberiannya dapat dilakukan topikal maupun or terutama untuk terapi mikosis superfisialis. Terbinaf yang tersedia di Indonesia adalah dalam bentuk oba topikal yang biasa digunakan untuk mikosis superfisial



3.



Flusitosin    Turunan pirimidin ini aktif terhadap infeksi Candida Cryptococcus. Cara kerjanya dengan menggangg



 ___________________________________________________________



Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan  Jamur Paru di Indonesia



http://slidepdf.com/reader/full/guideline-mikosis-paru-pdpi-edit1



20



20/29



5/10/2018



GuidelineMikosisParuPDPI-Edit1-slidepdf.com



sintesis asam nukleat. Mudah mengalami resistens Absropsi oral baik, t½ 4 jam, diekskresi dalam uri Obat ini terdistribusi baik dalam SSP dan dapa dikombinasikan dengan amfoterisin-B untuk infek   jamur sistemik. Efek samping meliputi: netropen trombositopenia. Perlu dilakukan pengawasan terhada



kemungkinan gangguan fungsi ginjal. Obat i tidak tersedia terjadinya di Indonesia.



4.



Golongan azol Selama lebih dari dua dekade, antijamur golongan az telah digunakan dalam praktek klinis. Golongan az diklasifikasikan menjadi dua kelas yang berbeda: a. b.



imidazol (misalnya klotrimazol, mikonazol da ketokonazol) triazol (flukonazol, itrakonazol, vorikonazol da posakonazol).



Cara kerja obat golongan azol adalah denga mengganggu sintesis ergosterol, suatu kompone penting dalam membran sel jamur. Efek ini terja melalui penghambatan enzim lanosterol 14demetilase yang berperan mengubah lanosterol menja ergosterol, sehingga terjadi gangguan struktur da



fungsi normal membran sel. Selanjutnya pertumbuha   jamur akan terhambat (efek fungistatik), meskip beberapa penelitian in vitro melaporkan efek fungisid itrakonazol dan vorikonazol terhadap  Aspergillus sp pada dosis standar. Obat golongan azol pada umumnya ditoleransi baik ole tubuh. Efek samping yang pernah dilaporkan adala gangguan gastrointestinal (misalnya mual, munta diare), hepatotoksisitas (transaminitis sampai hepatiti



 ___________________________________________________________



Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan  Jamur Paru di Indonesia



http://slidepdf.com/reader/full/guideline-mikosis-paru-pdpi-edit1



21



21/29



5/10/2018



GuidelineMikosisParuPDPI-Edit1-slidepdf.com



kolestasis). Obat golongan azol tidak boleh diberika pada perempuan hamil (kategori C). Obat golongan az dimetabolisme melalui sistem enzim sitokrom P-45 sekaligus merupakan inhibitor poten sitokrom P-45 yang memungkinkan terjadinya interaksi denga berbagai obat terutama imunosupresan, misalny statin, benzo-diazepin, dll). a. Imidazol



Klotrimazol dan mikonazol tersedia dalam berbag sediaan obat topikal seperti krim, losio, sampo, table vagina, tablet isap, dan solusio yang terutam digunakan untuk terapi kandidosis vagina da mukokutan. Ketokonazol merupakan antijam golongan azol bentuk oral pertama yang tersedia untu



terapi infeksi jamur superfisial maupun sistemik. Oba itu mempunyai aktivitas terhadap berbagai spesie Candida, dermatofit, Malassezia furfur , dan beberap  jamur dimorfik (misalnya Blastomyces dermatitidis da Coccidioides spp). Penyerapan ketokonazol di salura cerna akan lebih baik bila disertai dengan minuma asam seperti soda berkarbonasi. Perlu diperhatikan efe samping ketokonazol terhadap hati (hepatotoksik) sert interaksi signifikan dengan obat-obat lain sehingg penggunaannya sangat dibatasi.



b.



Triazol



Flukonazol, merupakan triazol generasi pertam memiliki spektrum aktivitas lebih luas, bioavailabili hampir 100 % karena tidak mengalami first-pas metabolism, dan penyerapannya tidak dipengaru asam lambung. Flukonazol aktif terhadap hampir semu Candida spp (kecuali C. krusei dan C. glabrata



 ___________________________________________________________



Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan  Jamur Paru di Indonesia



http://slidepdf.com/reader/full/guideline-mikosis-paru-pdpi-edit1



22



22/29



5/10/2018



GuidelineMikosisParuPDPI-Edit1-slidepdf.com



Cryptococcus neoformans, beberapa jamur dimorfik, M furfur , Prototheca, serta dermatofit. Flukonazol tersed dalam sediaan oral (dosis 50 mg dan 150 mg) maupu intravena (dosis 200 mg). Flukonazol merupaka penghambat isoenzim CYP2C9, CYP2C19, dan CYP3A4 sehingga penggunaannya harus memperhatika



kemungkinan interaksi obat otak dengan obatbaik. lain. Obat i  juga dapat memasuki cairan dengan



Itrakonazol, biasanya diberikan secara oral (sediaa intravena tidak tersedia di Indonesia). Spektru aktivitasnya mirip dengan flukonazol, tetapi jug memiliki aktivitas terhadap  Aspergillus spp, golonga dematiaceae (misalnya  Alternaria, Bipolaris, Curvularia serta Sporothrix schenckii. Itrakonazol tidak efekt terhadap  Zygomycetes dan Fusarium spp. Pemberia itrakonazol sebaiknya dihindari pada pasien denga



gagal jantung karena efek inotropiknya, terutama pad pasien yang menerima dosis oral harian total 400 mg Pemberian kapsul oral itrakonazol harus diminu bersamaan dengan makanan/minuman asa (berkarbonasi) untuk meningkatkan penyerapannya.



Vorikonazol, diperkenalkan pada tahun 2002, memili spektrum aktivitas yang luas terhadap  Aspergillus sp termasuk   Aspergillus terreus yang resisten terhada amfoterisin-B, galur resisten Candida spp, Fusarium sp



Scedosporium apiospermum, Trichosporon spp, sert berbagai golongan kapang. Aktivitas vorikonaz dilaporkan tidak efektif terhadap jamur golonga  Zygomycetes. Vorikonazol tidak memerluka lingkungan asam untuk penyerapannya sehingg bioavailability - nya lebih baik dibandingkan denga ketokonazol atau itrakonazol. Vorikonazol sebaikny diminum 1 jam sebelum atau 1-2 jam setelah maka karena makanan tinggi lemak dapat menurunka



 ___________________________________________________________



Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan  Jamur Paru di Indonesia



http://slidepdf.com/reader/full/guideline-mikosis-paru-pdpi-edit1



23



23/29



5/10/2018



GuidelineMikosisParuPDPI-Edit1-slidepdf.com



absorpsinya. Efek samping yang dapat ditemuka misalnya gangguan pengihatan sementara (fotofobi penglihatan kabur, atau perubahan warna) ser halusinasi. Ekskresi vorikonazol tidak terpengaruh pad keadaan gagal ginjal, tetapi sediaan parenter memerlukan dosis penyesuaian pada kasus kerusaka



ginjal, dankreatinin tidak boleh diberikan pada pasien denga bersihan (CrCl) 200 mg/hr)



HD: 100 mg tiap 12-24 jam



Koksidioidomi kosis



400-600 mg/hr dalam 2 dosis terbagi Loading dose (x 2 dosis): Intravena – 6 mg/kg tiap 12 jam. Oral-400 mg tiap12 jam



CCL < 50 ml/min: pemberian oral lebih dianjurkan



Dosis rumatan Intravena- 3-4 mg/kg tiap 12 jam



Belum ditentukan



Child-Pugh Class A o r B : dosis rumatan ↓ 50% Child-Pugh Class C: belum ditentukan



Oral – 200 mg tiap 12



 ___________________________________________________________



Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan  Jamur Paru di Indonesia



http://slidepdf.com/reader/full/guideline-mikosis-paru-pdpi-edit1



25



25/29



5/10/2018



GuidelineMikosisParuPDPI-Edit1-slidepdf.com



 jam Posakonazo l (oral)



Profilaksis infeksi jamur invasif 



200 mg, 3x sehari



Belum diketahui



Kandidosis orofarings



100 mg 2x sehari( x 2 dosis), lalu 100 mg/hr selama 13 hr



Kandidosis orofarings yang refrakter thd flukonazol dan/atau itrakonazol



400 mg 2x sehari (lama pemberian bervariasi tergantung respons pasien)



Belum ditentukan



Dikutip dari Proceeding ATS 200   5.



Golongan ekinokandin



Ekinokandin merupakan antijamur golongan baru, ca kerjanya melalui penghambatan sintesis enzim 1,2-β-



dan 1,6-β-D-glucan synthase. Enzim itu penting dala produksi glukan (komponen penting dinding sel jamu yang mengakibatkan ketidakstabilan osmotik sehingg sel jamur tidak dapat mempertahankan bentuknya da berujung pada kematian jamur. Glukan tidak ditemuka pada dinding sel mamalia sehingga efek sampin ekinokandin terhadap sel manusia sangat sedikit. Dinding sel C. neoformans terutama terdiri atas 1,3atau 1,6-α-glucan, sehingga jamur itu lebih resiste terhadap ekinokandin. Terdapat beberapa kela ekinokandin yaitu: kaspofungin, mikafungin, da



anidulafungin. Semua golongan ekinokandin memili keterbatasan bioavailabilitas oral dan hanya tersed dalam sediaan intravena.



Kaspofungin disetujui pada tahun 2001 untuk tera aspergilosis invasif yang tidak dapat menolerir ata yang tidak membaik dengan pengobatan antijam lainnya. Obat ini juga disetujui untuk terapi kandidos esofagus, abses intra-abdomen, peritonitis, dan infek



 ___________________________________________________________



Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan  Jamur Paru di Indonesia



http://slidepdf.com/reader/full/guideline-mikosis-paru-pdpi-edit1



26



26/29



5/10/2018



GuidelineMikosisParuPDPI-Edit1-slidepdf.com



rongga pleura yang disebabkan Candida spp. Secar empiris, obat ini digunakan untuk terapi demam yan tidak diketahui penyebabnya pada pasien neutropeni Kaspofungin secara substansial tidak menggangg sistem enzim CYP450, tetapi dapat mengalam metabolisme hepatik signifikan. Pada pasien denga penyakit hati, diperlukan penyesuaian dosis obat.



Mikafungin disetujui pada tahun 2005 dan terutam digunakan untuk terapi kandidosis esofagus ser profilaksis pada pasien yang menjalani transplantasi s induk (stem cell). Mikafungin terikat sangat erat denga protein (> 99%), terutama albumin. Pada konsentra terapi relevan, mikafungin tidak mengganti pengikata bilirubin terhadap albumin secara kompetitif, sehingg tidak akan menyebabkan kernicterus (kerusakan ota akibat penyakit kuning yang berlebihan). Mikafung



  juga relatif sedikit berinteraksi dengan obat-obat la karena obat ini merupakan inhibitor CYP3A4 yan lemah.



Anidulanfungin disetujui FDA pada tahun 2006 untu terapi kandidosis esofagus, kandidemia, peritonitis, da abses intra-abdomen akibat Candida spp. Anidulafung tidak mengalami metabolisme di hati dan buka merupakan substrat, inducer , atau inhibitor enzi CYP450. Hasil degradasi dikeluarkan dalam tinja melal saluran empedu dan jumlah yang sangat kecil jug



ditemukan di urin, sehingga pasien yang memili insufisiensi ginjal atau hati tidak memerlukan dos penyesuaian.



 Tabel 3.3. Obat antijamur golongan ekinokandin OAJ



Spektru m Aktivita s



Dosis



 Adverse Reactions



Interaksi Obat



Ke



 ___________________________________________________________



Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan  Jamur Paru di Indonesia



http://slidepdf.com/reader/full/guideline-mikosis-paru-pdpi-edit1



27



27/29



5/10/2018



GuidelineMikosisParuPDPI-Edit1-slidepdf.com



Kaspofungi n



Candida ,  Aspergill us



Mikafungin



Candida,  Aspergill us



IV: 35-70 mg/hari















Anidulafun gin



Candida,  Aspergill us



Kandidosis esofagus IV:150 mg/hari. Profilaksis HSCT  IV: 50 mg/hari. Kandidemia atau kandidosis invasif  IV: 100mg/hari



Kandidosis esofagus IV: 100 mg hari ke-1, dilanjutkan 50 mg/ hari Kandidemia











Gangguan sal. cerna, , hipotensi, rash, demam, menggigil, sakit kepala, hipokalemia, anemia, peningkatan kadar enzim hati, flebitis Gangguan sal. cerna, demam, sakit kepala, hipokalemia, hipomagnesemia, netropenia



Siklosporin, rifampin



Pe nd dip pa ka ga ha se



 Tidak ada interaksi obat utama



  dip



 Jarang terjadi adverse reactions



 Tidak ada interaksi obat utama



pe



  dip



pe



IV: 200 mg hari ke-1, dilanjutkan 100mg/ hari



Dikutip dari Proceeding ATS 201



 ___________________________________________________________



Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan  Jamur Paru di Indonesia



http://slidepdf.com/reader/full/guideline-mikosis-paru-pdpi-edit1



28



28/29



5/10/2018



GuidelineMikosisParuPDPI-Edit1-slidepdf.com



ALGORITMA PENATALAKSANAAN GEJALA / FAKTOR RISIKO



CT-Scan, Pemeriksaa n lain termasuk pemeriksaa n mikologi (konfirmasi  jamur)



Operasi (bila mungkin) + OAJ Bila operasi tidak mungkin



Evaluasi Respons ( + )



OAJ



(-)



 Teruskan OAJ



Lesi Lain



FOTO TORAKS



Fungus Ball



Usahakan tatalaksana invasif  minimal (Konvernost omi, kavernoplas ti)



CT-Scan, Induksi sputum, Bronkoskopi (BAL), Biopsi, TTNA, Pem. Mikologi) FR (+), INF (-)



Possi ble Inf.



Profi laksi s



Empir ik



OAJ sampai faktor risiko teratasi  ¾ minggu



Proba ble Inf.



Prov en



Preempti



Def nitiv



ve



e



OAJ sesuai  jenis jamur dan OAJ sampai gejala dan mikologi (-)



OAJ sesuai FR Sampai teratasi



Sampai gejala / mikologi  jamur (-)



OAJ sesuai  jenis jamur



Gejala Klinis Evaluasi Mikologi



Hati-hati



OAJ sesuai dengan jeni mikologi



2 minggu setelah perbaikan klinis, radiologi dan mikolog



 ___________________________________________________________



Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan  Jamur Paru di Indonesia



http://slidepdf.com/reader/full/guideline-mikosis-paru-pdpi-edit1



29



29/29