HANA FAJRIANTI (Makalah Dampak Pemanfaatan Air Tanah) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH HIDROLOGI & HIDROGEOLOGI



KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAN AIR TANAH



DISUSUN OLEH:



HANA FAJRIANTI 21080111130070



PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO 2014



HANA FAJRIANTI | 21080111130070



KATA PENGANTAR



Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji syukur atas rahmat dan berkat dari Allah SWT akhirnya saya dapat menyelesaikan makalah dalam mata kuliah Hidrologi dan Hidrogeologi yang berjudul “Dampak Akibat Pemanfaatan Air Tanah”. Ucapan terimakasih juga kami ucapkan kepada dosen pengampu mata kuliah Hidrologi dan Hidrogeologi, Bapak Ir. Endro Sutrisno, MS, yang telah membimbing saya dalam proses pembuatan makalah ini. Tak lupa saya ucapkan kepada seluruh rekan-rekan Teknik Lingkungan UNDIP yang telah berkontribusi dan memberi bantuan dalam pembuatan makalah ini. Makalah ini dibuat dalam rangka penugasan mata kuliah Hidrologi dan Hidrogeologi. Isi makalah ini tak lain dan tak bukan adalah mengenai dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan air tanah secara berlebih. Sebagai mahasiswa yang sedang mempelajari ilmu Hidrologi dan Hidrogeologi, ada perlunya untuk memahami dampak tersebut. Akhir kata, kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat. Selamat membaca! Wassalamu’alaikum Wr. Wb.



Semarang, Oktober 2014



Penulis



2 KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH



HANA FAJRIANTI | 21080111130070



DAFTAR ISI



Cover



1



Kata Pengantar



2



Daftar Isi



3



Bab I: Pendahuluan



4



Bab II: Isi



6



Daftar Pustaka



26



3 KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH



HANA FAJRIANTI | 21080111130070



BAB I PENDAHULUAN



1.1.



LATAR BELAKANG Peningkatan eksploitasi air tanah yang sangat pesat di berbagai sektor di Indonesia



telah menuntut perlunya persiapan berupa langkah-langkah nyata untuk menanganinya, khususnya memperkecil dampak negatif yang ditimbulkannya. Air tanah sebagai salah satu sumberdaya alam terbarukan saat ini telah memainkan peran penting dalam penyediaan pasokan kebutuhan air bagi berbagai keperluan, sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran nilai terhadap air tanah itu sendiri. Air tanah pada masa lalu merupakan barang bebas yang dapat dipakai secara bebas tanpa batas dan belum memerlukan pengawasan pemanfaatan, tetapi pada era pembangunan saat ini yang disertain dengan peningkatan kebutuhan air tanah yangs sangat pesat telah merubah nilai air tanah menjadi barang ekonomis, artinya air tanah diperdagangkan seperti komoditi yang lain, bahkan di beberapa tempat air tanah mempunyai peran yang cukup strategis. Mengingat peran air tanah semakin penting, maka pemanfaatan air tanah harus didasarkan pada keseimbangan dan kelestarian air tanah itu sendiri, dengan istilah lain pemanfaatan air tanah harus berwawasan lingkungan. Untuk menjamin pemanfaatan air tanah yang berwawasan lingkungan dan pelestariannya, maka perlu dilakukan pengelolaan air tanah. Pengelolaan air tanah dalam arti luas adalah segala upaya yang mencakup invetarisasi, pengaturan pemanfaatan, perijinan, pengendalian serta pengawasan dalam rangka konservasi air tanah. Pengelolaan air tanah pada hakekatnya melibatkan banyak pihak dan harus dilakukan secara bijaksana dengan mendasarkan aspek hukum dan aspek teknis. Pengelolaan air tanah harus didasarakn pada konsep pengelolaan cekungan air tanah. Secara umum pengelolaan air tanah yang berwawaasan lingkungan mencakup kegiatan untuk pelaksanaan konservasi air tanah dan pemantauan keseimbangan pemanfaatan air tanah. Perlindingan sumber air baku merupakan bagian dari strategi pelaksanaan pengelolaan air tanah berwawasan lingkungan perlu dilakukan secara benar dengan meningkatkan koordinasi berbagai tingkatan dan informasi air tanah secara terpadu. Pada saat ini pengelolaan air tanah dan kegiatan konservasi air tanah telah banyak dilakukan oleh berbagai pihak, baik instansi pemerintah maupun swasta. Tetapi pada 4 KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH



HANA FAJRIANTI | 21080111130070



kenyataannya hasil pengelolaan maupun konservasi air tanah belum dapat mencapai sasaran dan masih relatif jauh dari titik optimal. Memperkecil dampak negatif akibat pemanfaatan atau pengeboran air tanah, merupakan salah satu upaya nyata yang harus dilaksanakan dalam rangka pengelolaan air tanah secara terpadu. 1.2.



TUJUAN Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui dampak negatif atau kerugian yang



ditimbulkan akibat pemanfaatan air tanah. 1.3.



RUMUSAN MASALAH  Bagaimana pemanfaatan air tanah oleh masyarakat saat ini?  Apa dampak dan kerugian yang ditimbulkan akibat pemanfaatan air tanah?



5 KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH



HANA FAJRIANTI | 21080111130070



BAB II ISI



2.1.



PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN AIR TANAH Sumberdaya air tanah mempunyai peran cukup penting sebagai pasokan air untuk



berbagai sektor pembangunan, antara lain:  Air minum perkotaan atau perdesaan  Air industri  Air irigasi, dll



Gambar 2.1. Air Tanah yang Dapat Dimanfaatkan



Data pemanfaatan air tanah:  Air minum perkotaan atau perdesaat 70%  Industri 90 %  Air tanah yang sebelumnya dianggap sebagai barang bebas yang dapat dimanfaatkan tanpa batas telah berubah menjadi barang komoditi ekonomis, bahkan sudah dapat digolongkan sebagai barang strategis



6 KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH



HANA FAJRIANTI | 21080111130070



Gambar 2.2. Pemanfaatan Air Tanah Keunggulan sumber daya air tanah antara lain:  Secara higienis lebih sehat karena telah mengalami proses filtrasi secara alamiah  Cadangan relatif tetap sepanjang tahun  Mutu relatif tetap  Apabila tersedia, dapat diperoleh di tempat tersebut tanpa peralatan yang mahal Sedangkan kekurangan sumber daya air tanah antara lain:  Terdapat di bawah permukaan tanah, untuk pemanfaatannya harus dilakukan dengan membuat sumur gali atau bor  Keterdapatannya tidak merata pada setiap tempat  Cadangannya terbatas, untuk keperluan air minum perkotaan atau air irigasi / industri yang cukup besar, mungkin cadangan tidak mencukupi 80% penduduk Indonesia tinggal di perdesaan dan baru sekitar 35 % dari seluruh penduduk perdesaan yang mendapatkan pasokan air bersih dan air sehat. Pemanfaatan air tanah oleh penduduk yang tinggal di perdesaan adalah sekitar 70% Sedangkan di daerah industri perkotaan, tingkat dan taraf kehidupan masyarakat lebih tinggi sehingga kebutuhan air juga lebih tinggi daripada daerah perdesaan. Di daerah 7 KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH



HANA FAJRIANTI | 21080111130070



perkotaan, kebutuhan air mencapai 200 liter/orang/hari, beberapa kota besar mungkin bisa mencapai 400 liter/orang/hari. Sedangkan di daerah perdesaan kebutuhan air hanya bekisar 60 liter/orang/hari. Daerah-daerah perkotaan besar seperti Medan, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Ujung Pandang masih mengandalkan pasokan air tanah untuk mencukupi kebutuhan air bersih. Dalam upaya swasembada pangan, sejak tahun 1970, melalui P2AT, pemerintah melaksanakan penyelidikan air tanah di berbagai daerah di propinsi Jawa Timur. Hingga akhir 1990-an, pengembangan air tanah untuk irigasi di daerah Jawa Timur tercapai 24.400 ha. Pengembangan air tanah untuk irigasi dikembangkan di Jawa Tengah, DIY, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Jawa Barat, Aceh, Lampung, dan Sulawesi Utara.



2.2.



DAMPAK PEMANFAATAN AIR TANAH Keberadaan air tanah sangat erat hubungannya dengan air permukaan. Berdasar



Hukum Darcy, dijelaskan jika tinggi muka air tanah mengalami penurunan yang berkelanjutan, akibat dari eksploitasi tanah yang berlebihan maka kemungkinan terjadinya rembesan air sungai ke akuifer sangat besar. Jika aliran sungai cukup besar, maka remebsarn tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap debit sungai. Namun jika akuifer terbentuk dari tanah yang memiliki permeabilitas besar dan pencemar yang terjadi di sungai cukup tinggi, maka akan berpengaruh terhadap adanya pencemaran air tanah. Pada kenyataanya pemanfaatan air untuk memenuhi kebutuhan sektor industri dan jasa masih mengandalkan air tanah secara berlebihan. Hal ini dapat menimbulkan dampak negatif terhadap sumberdaya air tanah maupun lingkungan, antara lain:  Penurunan muka air tanah  Intrusi air laut  Amblesan tanah 2.2.1 Penurunan Muka Air Tanah Pemanfaatan air tanah yang terus meningkat menyebabkan penurunan muka air tanah (land subsidence) dan rusaknya keseimbangan air tanah. Penurunan permukaan air tanah akan mengakibatkan gaya angkat tanah sehingga terjadi peningkatan tergangan efektif tanah. Akibat meningkatnya tegangan efektif ini akan menyebabkan penyusutan butiran tanah 8 KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH



HANA FAJRIANTI | 21080111130070



sehingga terjadi penurunan tanah (Terzhagi, dalam Kondoatie, 2010). Jadi penurunan terjadi karena pengambilan air tanah sekaligus peningkatan tegangan efektif secara simultan. Pengambilan air tanah yang berlebihan menyebabkan melengkungnya permukaan pisometrik di sekitar sumur ke arah sumur yang digunakan untuk mengambil air tanah. Semakin besar laju pengambilan air tanah, semakin besar kerucut depresi yang dihasilkan, dan bila kerucutkerucut depresi ini meluas akibat bertambahnya jumlah sumur bor, maka akan menyebabkan penurunan air tanah secara permanen.



Gambar 2.3. Penurunan Muka Air Tanah Akibat Pengambilan Air Tanah Berlebih



9 KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH



HANA FAJRIANTI | 21080111130070



Hasil rekaman muka air tanah pada sumur-sumur pantau di daerah pengambilan air tanah intensif seperti: Cekungan Jakarta, Bandung, Semarang, Pasuruan, Mojokerto, menunjukkan kecenderungan muka airtanahnya yang terus menurun. Demikian juga di daerah Jogjakarta. 2.2.2 Intrusi Air Laut Apabila keseimbangan hidrostatik antara air tanah tawar dan air tanah asin di daerah pantai terganggu, maka akan terjadi pergerakan air tanah asin atau air dari laut ke arah darat. Intrusi air laut teramati di daerah pantai Jakarta, Semarang, Denpasar, dan Medan.



a. Kondisi Awal Keseimbangan Air Tanah di Daerah Pantai Secara Alami



b. Proses dan Kondisi Setelah Pengambilan Air Tanah Berlebihan Gambar 2.4. a & b Merupakan kondisi dimana intrusi air laut terjadi karena keseimbangan terganggu akibat pengambilan air tanah berlebihan (Todd, 1974, dalam Kodoatie, 2010)



10 KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH



HANA FAJRIANTI | 21080111130070



2.2.3 Amblesan Tanah Permasalahan amblesan tanah timbul akibat pengambilan air tanah yang berlebihan dari lapisan akuifer, khususnya akuifer tertekan. Air tanah yang tersimpan dalam pori-pori lapisan penutup akuifer akan terperas keluar yang mengakibatkan penyusutan lapisan penutup tersebut, akibatnya terjadi amblesan tanah di permukaan. Amblesan tanah tidak dapat dilihat seketika namun dalam kurun waktu yang lama dan terjadi pada daerah yang luas, sehingga dapat mengakibatkan dampak negatif yang lain, antara lain:  Banjir dan masuknya air laut ke arah darat pada saat pasang naik, sehingga menggenangi perumahan, jalan atau bangunan lain yang lebih rendah  Menyusutnya ruang lintas pada kolong jembatan, sehingga mengganggu lalu lintas. Secara regional amblesan tanah mengakibatkan pondasi jembatan menurun dan mempersemput kolong jembatan. Berkurangnya kapsitasn penyimpanan gudang dan terganggunya pelaksanaan arus bongkar / muat barang.  Rusaknya bangunan fisik seperti pondasi jembatan atau bangunan gedung tinggi, sumur bor, dan retaknya pipa saluran air limbah dan jaringan yang lain.



Gambar 2.5. Terjadinya Amblesan Tanah 11 KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH



HANA FAJRIANTI | 21080111130070



2.2.4 Pencemaran Air Tanah Akibat dari pengambilan air tanah yang intensif di daerah tertentu dapat menimbulkan pencemaran air tanah dalam yang berasal dari air tanah dangkal, sehingga kualitas air tanah yang semula baik menjadi menurun dan bahkan tidak dapat dipergunakan sebagai bahan baku air minum. Sedangkan di daerah dataran pantai akibat pengambilan air tanah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya intrusi air laut karena pergerakan air laut ke air tanah.



Gambar 2.6. Pencemaran Air Tanah



2.3.



CONTOH KASUS DAMPAK PEMANFAATAN AIR TANAH Sebagai contoh kasus dari dampak negatif akibat pemboran air tanah secara berlebih,



antara lain: 1. Penurunan Muka Air Tanah Pemanfaatan air tanah yang terus meningkat mengakibatkan penurunan muka air tanah. Hasil rekaman muka air tanah pada sumur-sumur pantau di daerah pengambilan air tanah intensif, antara lain terjadi di daerah:



12 KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH



HANA FAJRIANTI | 21080111130070



1.1



Cekungan Jakarta Pengambilan air tanah, khususnya air tanah dalam dari sumur bor yang



terdaftar menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat:  1985 dengan jumlah pengambilan air tanah sekitar 30 juta m3/yahun  1991 meningkat menjadi 31 juta m3/tahun dari sejumlah 2640 sumur  1993 pengambilannya tercatat 32,6 juta m3/tahun dari sekitar 2800 sumur  1994 pengambilan air tanah telah mencapai 33,8 juta m3 Jumlah pengambilan air tanah yang sebenarnya relatif jauh lebih besar dari angka-angka tersebut di atas, karena masih banyaknya sumur-sumur produksi yang belum terdaftar. Berdasarkan hasil kaliberasi pada tahun 1985, jumlah pengambilan air tanah pada 1994 diperkirakan telah mencapai sekitar 53 juta m3. a.



Muka airtanah pada sistem akuifer tidak tertekan (kedalaman 0 - 40 m) Muka airtanah pada sistem akuifer ini menunjukkan pola fluktuasi dengan



kecenderungan turun selama periode pemantauan. Di wilayah DKI Jakarta, kecepatan penurunan pada pemantauan >2 tahun (periode panjang) antara 0,12 m/tahun (Tongkol) dan 0,46 m/tahun (Kuningan), sedangkan di luar wilayah DKI Jakarta terhitung 0,07 m/tahun (Cibinong). Pada periode 1994, kecepatan penurunannya antara 0,06 m/tahun (Cibinong) dan 4,44 m/tahun (Cilandak). Pola perubahan muka airtanah pada sistem akuifer tidak tertekan dipengaruhioleh pola curah hujan di daerah sekitarnya. Pada saat berlangsungnya musim penghujan, muka airtanah umumnya cenderung naik karena proses pengisian kembali, sementara penurunan muka airtanah secara alamiah (natural groundwater depletion) terjadi pada saat musim kemarau. Di beberapa lokasi seperti di Monas, Senayan, pasar Rebo dan Cilandak, perubahan muka airtanah sangat terkait dengan pola pemompaan di sekitar lokasi pemantauan.



b.



Muka Airtanah pada Sistem Akuifer Tertekan Atas (40 – 100 m) Rekaman muka airtanah pada periode >2 tahun menunjukkan gejala



penurunan pada semua lokasi pemantauan, sedangkan pada periode terakhir (JanuariDesember 1994) kenaikan muka airtanah hanya terjadi di Cakung (0,12 m/tahun). Di 13 KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH



HANA FAJRIANTI | 21080111130070



wilayah DKI Jakarta,kecepatan penurunan muka airtanah selama kurun waktu >2 tahun terhitung antara 0,08 m/tahun (Cakung) dan 1,71 m/tahun (Joglo), sedangkan di luar wilayah DKI kecepatannya antara 0,74 m/tahun (Cipondoh) dan 1,81 m/tahun (Porisgaga). Selama periode 1994, kecepatan penurunan muka airtanah terhitung antara 0,12 m/tahun (kompleks PT Yamaha Motor) dan 5,76 m/tahun (kompleks National Gobel). Faktor utama yang mempengaruhi pola perubahan muka airtanah pada sistem akuifer tertekan bagian atas adalah jumlah pengambilan airtanah (Qabs), disamping pola curah hujan di daerah sekitar. Di Senayan, Duren Sawit, Jagakarsa, pasar Minggu, Joglo, Cilodong dan Pondok Cina, pola curah hujan merupakan faktor pengaruh yang lebih dominan.



c.



Muka Airtanah pada Sistem Akuifer Tertekan Tengah (100 – 140m) Pada sistem akuifer ini, gejala kenaikan muka airtanah selama periode >2



hanya terjadi di Tongkol (0,43 m/tahun), sedangkan pada 1994 terjadi di kompleks PAM Darmawangsa (0,24 m/tahun). Diwilayah DKI Jakarta, kecepatan penurunan muka airtanah selama periode >2 tahun terhitung antara 0,22 m/bulan (Sunter) dan 2,47 m/bulan (kompleks Jakarta Land), sementara di luar wilayah DKI Jakarta mencapai 0,81 m/bulan (Teluk Pucung). Selama periode 1994, gejala penurunan muka airtanah di wilayah DKI Jakarta terhitung dengan kecepatan antara 0,72 m/tahun (Walang Baru dan kompleks Hotel Borobudur) dan 3,96 m/tahun (Senayan), sedangkan di luar wilayah DKI Jakarta mencapai 1,20 m/tahun di Teluk Pucung. Perubahan muka airtanah yang didominasi oleh gejala penurunan, berkaitan dengan pola Qabs di daerahs sekitarnya, yaitu pada periode Januari 1993 – November 1994 umumnya sesuai dengan pola Qabs di wilayah DKI Jakarta. Meskipun di beberapa lokasi pemantauan menunjukkan pola muka airtanah yang sesuai dengan pola curah hujan, terutama gejala penurunan muka airtanah yang terjadi pada saat musim kemarau, namun karena kedudukan lapisan akuifer tertekan tengah cukup dalam, maka diduga tidak ada pengaruh yang berarti dari curah hujan, kecuali terjadi kebocoran pada konstruksi sumur.



14 KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH



HANA FAJRIANTI | 21080111130070



d.



Muka Airtanah pada Sistem Akuifer Tertekan Bawah (140 – 250m ) Pola muka airtanah pada periode panjang (>2 tahun) menunjukkan gejala



penurunan pada semua lokasi pemantauan, sedangkan pada 1994 kenaikan muka airtanah terjadi di kompleks DPRD Kebon Sirih (4,20 m/tahun) dan CengkarengPedongkelan (0,24 m/tahun). Kecepatan penurunan muka airtanah pada periode >2 tahun antara 0,19 m/bulan (Sunter) dan 2,25 m/bulan (Porisgaga), sementara selama periode 1994 kecepatan penurunan antara 0,24 m/tahun (Tongkol) dan 4,70 m/tahun (kompleks PT BASF). Pola perubahan muka airtanah pada sistem akuifer tertekan bawah berhubungan erat dengan pola Qabs di daerah sekitarnya, di mana pola perubahan pada periode Januari 1993 – November 1994 umumnya sesuai dengan pola Qabs di wilayah DKI Jakarta. Didaerah Jakarta Utara pemanfaatan airtanah sudah tidak memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut, terutama untuk proses industri (Zone IV pada Peta Konservasi Airtanah Jakarta 1993/1994). Pola perubahan airtanah pada sistem akuifer tertekan (dalam) pada periode 1994 masih didominasi oleh kecenderungan penurunan. Gejala yang mengarah pada pemulihan kedudukan muka airtanah, ditunjukkan oleh kecenderungan kenaikan, terjadi di Cakung (sistem akuifer tertekan atas), kompleks DPRD Kebon Sirih dan Cengkareng Pedongkelan (akuifer tertekan bawah). Tetapi hasil pemantauan periode panjang (>2 tahun) masih menunjukkan gejala penurunan di semua lokasi pemantauan termasuk di tiga lokasi pemantaun. Kondisi tersebut merupakan bukti upaya pengawasan/kontrol terhadap jumlah pengambilan airtanah di daerah tutupan tersebut (Zone IV) masih belum menunjukkan hasil seperti yang diharapkan. Berikut ini adalah dampak penurunan muka air tanah selama tahun 2001 hingga tahun 2006 yang menyebabkan penurunan muka air tanah.



15 KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH



HANA FAJRIANTI | 21080111130070



Tabel 2.1. Penurunan Muka Air Tanah di Jakarta dan Sekitarnya



(Sumber: Kodoatie, 2010) Tabel 2.2. Ketinggian Muka Air Tanah dan Rata-Rata Penurunan Air Tanah Tiap Tahun



(Sumber: Danaryanto dan Hadipurwo, dalam Kodoatie, 1010) 1.2.



Cekungan Bandung Gambaran umum mengenai kedudukan muka airtanah dan perubahannya



didaerah padat industri selama periode 1993-1994 di akuifer tengah pada kedalaman 35 – 150 m.bmt diuraikan berikut ini:  Daerah : Batujajar, Giriasih, Cangkorah dan Gadobangkong, muka airtanah statis (MAS)nya : 12,90 – 58,93 m di bawah muka tanah setempat (bmt) dengan penurunan 1,79 – 3.02 m/tahun  Daerah : Leuwigajah, Cimindi, Utama, Cibaligo, MASnya : 45,26 – 81,00 m bmt, dengan penurunan : 2,47 – 9,48 m/tahun.  Daerah : Cijerah, Cibuntu, Garuda, Maleber, Arjuna, Husen dan Pasirkaliki, MASnya : 36,73 – 54,17 m.bmt dengan penurunan : 1,18 –5,72 m/tahun.



16 KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH



HANA FAJRIANTI | 21080111130070



 Daerah : Buahbatu, Kiaracondong, Kebonwaru, MASnya : 15,24 – 37,13 m.bmt dengan penurunan : 1,03 – 2,19 m/tahun. AWLR di kantor Dipenda Jl. Soekarno Hatta menunjukkan penurunan 1,85 m/tahun.  Daerah : Moh.Toha, Dayeuhkolot, MASnya : 21,89 –73,63 m/tahun, dengan penurunan : 2,71–11,50 m/tahun. AWLR di Jl. Moh. Toha menunjukkan penurunan 2,71 m/tahun.  Daerah : Cicaheum, Ujungberung, Gedebage, Cipadung dan Cibiru MASnya 16,38-59,50 m.bmt, dengan penurunan 0,23 – 2,72 m/tahun. AWLR di PT Grandtex dan PT BTN masing-masing menunjukkan penuruna 0,72 dan 0,23 m/tahun.  Daerah : Cikeruh, Rancaekek, Cimanggung, Cikancung MASnya 7,25-33,41 m.bmt, dengan penurunan : 0,47 – 6,00 m/tahun. AWLR di PT Kewalram dan Bojongsalam masing-masing menunjukkan penurunan 4,60 m dan 0,61 m/tahun.  Daerah : Majalaya, MASnya 27,80-32,30 m.bmt, dengan penurunan : 0,58 – 1,50 m/tahun  Daerah : Ciparay, Banjaran, Pameungpeuk, MASnya : 10,25 –19,18 m.bmt, penurunan mencapai 2,61 m/tahun.  Daerah : Katapang, soreang, MASnya : 2,66 – 31,50m.bmt, penurunan : 0,34 – 1,95 m/tahun. AWLR di lokasi Bojongkunci dan Cipadung masing-masing menunjukkan penurunan 0,34 dan 0,43 m/tahun.  Daerah dengan kedudukan MAS paling dalam didaerah tersebut diatas, pada periode Agustus 1994 membentuk kerucut penurunan (cone of depression) muka airtanah utama di daerah Cimahi Selatan, Kiaracondong, Dayeuhkolot dan Majalaya. 1.3.



Cekungan Semarang Perubahan kedudukan muka airtanah di cekungan Semarang periode 1993-



1994 diuraikan berikut ini:  Daerah Semarang Utara meliputi Pusat Kota, pemukiman Tanah Mas dan daerah industri Kaligawe, MASnya antara 14,19 – 28,91m. bmt, dengan penurunan antara 0,6-1,9 m/tahun.  Daerah Semarang Selatan meliputi daerah Candi, Banyumanik MASnya antara 20,24 - 48,24 m.bmt dengan penurunan antara 0,37- 0,70 m/tahun. 17 KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH



HANA FAJRIANTI | 21080111130070



 Daerah Kendal meliputi Kec. Kaliwungu,kota Kendal MAS nya antara +1,0 hingga 21,16 m.bmt dengan penurunan antara 0,20 – 0,55 m/tahun.  Daerah Demak meliputi Kota demak dan Mranggen MASnya antara +0,50 hingga 25,40 m.bmt dengan penurunan antara 0,15 –0,45 m/tahun.



1.4.



Cekungan Pasuruan – Mojokerto Perbandingan hasil pengamatan muka airtanah di cekungan ini selama 1992



hingga 1993 secara umum menunjukkan terjadinya perubahan, yaitu :  MAS di daerah Mojokerto, yakni di Mojosari turun 2 m/tahun, di Mananggul naik 0,3 m/tahun, di Ngoro naik 0,3 m/tahun dan di Sidorejo turun 0,1 m/tahun.  Untuk daerah Pasuruan : di Bangil naik 0,3 m/tahun, di Gempol turun 1 m/tahun dan di Pandaan naik 0m1 m/tahun. 2. Intrusi Air Laut Apabila keseimbangan hidrostatik antara airtanah tawar dan airtanah asin di daerah pantai terganggu, maka akan terjadi pergerakan airtanah asin/air laut ke arah darat dan terjadilah intrusi air laut. Terminologi intrusi pada hakekatnya digunakan hanya setelah ada aksi, yaitu pengambilan airtanah yang mengganggu keseimbangan hidrostatik. Adanya intrusi air laut ini merupakan permasalahan pada pemanfaatan airtanah di daerah pantai, karena berakibat langsung pada mutu airtanah. Airtanah yang sebelumnya layak digunakan untuk air minum, karena adanya intrusi air laut, maka terjadi degradasi mutu, sehingga tidak layak lagi digunakan untuk air minum. Intrusi air laut teramati didaerah pantai Jakarta, Semarang, Denpasar, Medan dan daerah-daerah pantai lainnya yang pemanfaatan airnya telah demikian intensif.



18 KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH



HANA FAJRIANTI | 21080111130070



Gambar 2.6. Intrusi Air Laut 2.1.



Cekungan Jakarta Batas sebaran zona airtanah payau/asin pada setiap sistem akuifer (Juni-



Agustus 1993) berikut perubahannnya selama 2 tahun terakhir, yakni antara periode 1991 –1993 adalah sebagai berikut:  Zona Airtanah Payau/Asin pada Sistem Akuifer tidak tertekan (< 40 m)Batas antara airtanah payau/asin dengan airtanah tawar pada sistem akuifer ini kurang lebih melewati daerah Pakuaji – Salembaran – Cengkareng – Grogol – Pulogadung – Tambun Rawarengas – selatan Babelan. Sebaran zone ini secara umum relatif meluas ke arah timur. Pada periode Juni-Agustus 1993, jarak batas zona airtanah payau/asin dengan airtanah tawar di beberapa lokasi adalah:  Daerah Cengkareng – Pedongkelan – Grogol – Gambir antara 5,0 – 6,0 km  Daerah Pulogadung – Cakung – Tambun Rawarengas antara 8,0 – 11,5 km Dibandingkan dengan periode sebelumnya (1991-1993), sebaran zone ini mempunyai pola yang relatif sama, namun di beberapa tempat menunjukkan pergeseran sebagai berikut :  Di daerah Pulogadung, Cakung dan Tambun Rawarengas batas zona pada periode 1993 bergeser ke arah darat antara 0,5 – 1,5 km, dengan pergeseran terbesar terjadi di Pulogadung. 19 KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH



HANA FAJRIANTI | 21080111130070



 Di sekitar Babelan, pergeseran ke arah darat mencapai sekitar 3,0 km.  Di tempat lain, khususnya di bagian barat daerah pantai, batas zona relatif tidak berubah dibandingkan pada periode 1992.



Zona Airtanah Payau/Asin pada Sistem Akuifer tertekan atas (40 -140 m). Batas zona airtanah payau/asin dengan airtanah tawar melewati daerah : selatan Pekayon- selatan Bandara Soekarno Hatta- selatan Cengkareng Pedongkelan-GambirKelapagading-Bojongkaratan. Jarak garis batas ini, dari garis pantai, adalah :  Daerah antara Pekayon – Bandara Soekarno Hatta antara 5,0 – 13 km  Cengkareng Pedongkelan - Grogol- Kelapagading antara 8,0 – 10 km  Di bagian timur di sekitar Bojongkaratan antara 3,0 – 6,0 km. Selama dua tahun terakhir, yakni antara 1991 hingga 1993 garis batas ini menunjukkan pergeseran ke arah darat. Dibandingkan dengan hasil survei pada JuniAgustus 1993, pergeseran yang mencolok terjadi dibagian barat dataran pantai, yaitu antara daerah Pekayon sampai Cengkareng (Bandara Soekarno Hatta). Namun hal ini disebabkan perluasan daerah studi pada periode 1993 dan penambahan perolehan data. Adapun pergeseran batas zona yang disebabkan oleh perubahan salinitas airtanah adalah :  Daerah antara Cengkareng Pedongkelan dan grogol terjadi pergeseran ke arah darat antara 0,25 – 1,5 km.  Daerah antara Kelapa Gading – Bojongkaratan bergeser 0,75 – 6,0 km ke arah darat



Zona Airtanah Payau/Asin pada Sistem Akuifer tertekan bawah (>140 m). Sebaran zona ini hanya terbatas di dataran pantai antara Kapuk, Jakarta Kota, dan Cilincing. Sebaran di bagian barat, yakni antara Kapuk dan Jakarta Kota relatif lebih luas dibandingkan di bagian timur. Jarak batas zona airtanah payau/asin dengan airtanah tawar, didaerah Kapuk – Jakarta Kota mencapai 5,75 km, sementara didaerah Walang- Cilincing sekitar 2,5 km. Pergeseran batas zona airtanah payau/asin ke arah darat di dataran antara Kapuk dan Jakarta Kota, pada periode antara 1991-1993 mencapai sekitar 0,50 km.



20 KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH



HANA FAJRIANTI | 21080111130070



Namun antara periode 1992-1993, sebarannya cukup meluas mulai dari Tamansari sampaidaerah Cilincing.



2.2.



Cekungan Semarang Daerah Semarang bagian utara penyusupan air asin semakin meningkat sejak



beberapa tahun terakhir, terutama pada daerah pemukiman pusat perkotaan, dan di beberpa wilayah industri di bagian utara, miksalnya daerah sekitar Muara Kali Garang, Tanah Mas, Pengapon, Simpang Lima. Data penyusupan air asin tersebut diatas adalah berdasarkan hasil pemantauan dari beberapa sumur gali penduduk yang tersebar, maupun dari kualitas sumur bor di beberapa tempat. Didaerah Semarang penyusupan air asin ini diperkirakan sudah mencapai sejauh 2 km ke arah selatan garis pantai. Daerah Kendal penyusupan air asin, dideteksi di utara Kaliwungu, Murorejo, Kumpulrejo sampai sekitar Sukolilan. Sumurbor yang dikelola oleh PDAM Kendal yakni di Kamp. Pegandon airtanahnya sudah dipengaruhi oleh penyusupan air asin, yang diperkirakan berasal dari aliran air sungai K. Bodri, akibat kurang sempurnanya sistem konstruksi sumurbor. Nilai (DHL) air sumurbor tersebut melebihi 2000 umhos/cm, dengan jarak lokasi sumurbor dari garis pantai kurang lebih 5 km.



3. Amblesan Tanah Permasalahan amblesan tanah (land subsidence) dapat akibat pengambilan airtanah yang berlebihan dari lapisan akuifer yang tertekan (confined aquifers). Akibat pengambilan yang berlebihan (over pumpage), maka airtanah yang tersimpan dalam pori-pori lapisan penutup akuifer (confined layer) akan terperas keluar dan mengakibatkan penyusutan lapisan penutup tersebut. Refleksinya adalah penurunan permukaan tanah.



21 KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH



HANA FAJRIANTI | 21080111130070



Gambar 2.7. Ilustrasi Amblesan Tanah



Penurunan tanah tercatat di Jakarta berdasarkan pengamatan tahun 1972 s/d 1991, total penurunan yang terdalam mencapai 99,7 cm di daerah Rawa Buaya, dengan kecepatan penurunan tertinggi tercatat 34 cm/tahun di Penjaringan, Jakarta Utara.



Amblesan tanah terjadi juga didaerah pantai utara Semarang dengan indikasi telah mulai tampak antara lain :  Fondasi sumurbor pantau di kompleks Sekolah STM Perkapalan dekat Muara kali Garang, Tambak Ikan seolah-olah terangkat kurang lebih 20 cm (Juli1994), namun pada kenyataan permukaan tanah di sekitarnya yang mengalami penurunan.  Terjadinya retakan-retakan pada lantai bangunan Sekolah Pelayaran Singosari, hampir pada semua bangunan di kompleks tersebut.  Terjadinya genangan air laut di daerah pantai, dan banjir di bagian Muara Kali Karang yang sebelumnya belum pernah terjadi.



22 KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH



HANA FAJRIANTI | 21080111130070



Gambar 2.8 Banjir di Area Muara Kali Karang Amblesan tanah tidak dapat dilihat seketika, tetapi teramati dalam kurun waktu yang lama dan berakibat pada daerah yang luas. Meskipun penyebab penurunan tersebut masih memerlukan penelitian dan pemantaun rinci, namun bila mengacu fenomena serupa beberapa kota dunia seperti Bangkok, Venesia, Tokyo maupun Meksiko dapat diyakini, bahwa penurunan tersebut adalah bukti amblesan tanah yang disebabkan oleh pengambilan airtanah yang berlebihan.



Gambar 2.9. Menara miring di daerah Sunda Kelapa, Jakarta (Sumber: Kondoatie, 2007)



23 KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH



HANA FAJRIANTI | 21080111130070



2.4.



UPAYA PENGENDALIAN TEKNIS Mengingat sebaran airtanah tidak dibatasi oleh batas-batas administratif suatu daerah,



maka pengelolaan airtanah berdasarkan aspek teknis seharusnya mengacu pada suatu cekungan airtanah, yakni suatu wilayah yang ditentukan oleh batasan-batasan hidrogeologi, di mana semua event hidrolika (pengisian, pengambilan dan pengaliran airtanah) berlangsung. Batasan-batasan teknis hidrogeologi ini menyangkut geometri dan parameter akuifer, jumlah dan mutu airtanah, pengaliran dan keterdapatan airtanah. Batasan-batasan tersebut menentukan berapa jumlahairtanah yang dapat dimanfaatkan dan bagaimana upaya konservasi airtanah harus dilakukan. Beberapa tindakan upaya pengendalian dampak negatif akibat pemompaan airtanah secara berlebihan, antara lain : 1. Penentuan Lokasi Pemompaan. Mengingat keterdapatan lapisan pembawa airtanah tidak merata, maka penentuan lokasi pengambilan airtanah sangat menentukan, agar sumberdaya airtanah dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin. Disamping itu, pengaruh pengambilan airtanah melalui sumur-sumur yang berdekatan akan mengakibatkan penurunan muka airtanah yang lebih dalam, maka penentuan lokasi dan jarak antar sumur, akan dapat mencegah pengaruh di atas. 2. Pengaturan Kedalaman Penyadapan Suatu daerah sering mempunyai akuifer berlapis banyak (multi layer aquifer). Kondisi yang demikian sangat memungkinkan untuk dilakukan pengaturan kedalaman penyadapan pada lapisan akuifer tertentu. Dengan pengaturan kedalaman penyadapan akan dapat dihindari terjadinya eksploitasi airtanah yang terkonsentrasi hanya pada satu lapisan akuifer tertentu, yang dampaknya tentu berbeda dengan penyadapan yang dilakukan pada beberapa lapisan akuifer. Peruntukan airtanah untuk berbagai keperluan, diatur dengan mengambil airtanah dari berbagai kedalaman yang berbeda. Namun pada dasarnya pengaturan kedalaman penyadapan airtanah tetap mengacu pada prioritas peruntukan airtanah, di mana air minum merupakan prioritas utama di atas segala-galanya.



24 KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH



HANA FAJRIANTI | 21080111130070



3. Pembatasan Debit Pemompaan Pembatasan besarnya airtanah yang disadap ini, bertujuan agar penurunan muka airtanah dapat dibatasi pada kedudukan yang aman. Pengertian aman mempunyai arti dapat mencegah terjadinya intrusi air laut pada pengambilan airtanah di daerah pantai, maupun kemungkinan terjadinya amblesan, serta untuk menyesuaikan dengan cadangan airtanah yang tersedia. Namun konsekuensi dari pembatasan ini adalah, harus dapat disediakan sumber-sumber pasokan air yang lain, misalnya dari air permukaan. Kondisi hidrogeologi suatu daerah sangat menentukan besar cadangan dan kualitas airtanah, sehingga berapa batas yang aman jumlah debit pengambilan airtanah, sangat berbeda dari suatu daerah ke daerah yang lain. Tetapi secara kualitatif dapat ditentukan, bahwa jumlah pengambilan airtanah hendaknya tidak melebihi jumlah imbuhan airtanah. 4. Penambahan Imbuhan Berdasarkan pada daur hidrologi, sumber utama airtanah adalah berasal dari air hujan. Indonesia yang beriklim tropis basah, umumnya mempunyai curah hujan yang relatif tinggi, lebih dari 1000 mm/tahun, dengan hari hujan yang relatif panjang. Kondisi ini sangat menguntungkan dalam imbuhan airtanah secara alami, di mana pada saat musim hujan terjadi pengisian dan penggantian dari defisit airtanah yang terjadi pada musim kemarau. Dengan demikian akuifer akan mendapat penambahan cadangan airtanah. Permasalahannya adalah di daerah-daerah yang telah berkembang, terutama di kota-kota besar, peristiwa pengisian kembali airtanah pada musim hujan terhambat karena adanya perubahan lingkungan. Daerah-daerah yang sebetulnya merupakan daerah imbuh airtanah telah berubah fungsi, sehingga hanya sebagian kecil air hujan yang meresap dan mengimbuh airtanah. Pada daerah yang demikian, perlu upaya penampungan air hujan untuk dimasukkan ke dalam sumur-sumur resapan. 5. Penentuan Kawasan Lindung Kawasan lindung airtanah mengarah kepada penataan ruang suatu daerah dengan maksud untuk melindungi jumlah dan mutu sumberdaya airtanah. Oleh sebab itu, untuk menentukan kawasan lindung airtanah, disamping kondisi hidrogeologi, maka penggunaan lahan dan keberadaan infrastruktur harus 25 KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH



HANA FAJRIANTI | 21080111130070



dipertimbangkan. Penentuan kawasan lindung ini merupakan suatu hal yang tidak mudah untuk dilaksanakan, karena sering terjadi pertentangan kepentingan. Misalnya, di daerah imbuh airtanah, sering terjadi tuntutan pembangunan sebagai daerah pemukiman, industri, buangan sampah, dan penggunaan lahan yang lain yang berdampak negatif terhadap jumlah maupun mutu airtanah. Oleh sebab itu banyak kendala untuk memberlakukan secara efisien upaya perlindungan airtanah. Meskipun demikian usaha-usaha perlindungan airtanah dapat ditetapkan dari sudut pandang hidrogeologi dan geologi lingkungan.



26 KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH



HANA FAJRIANTI | 21080111130070



DAFTAR PUSTAKA



Hendrayana, Heru. 2002. Dampak Pemboran Air Tanah. Yogyakarta: Teknik Geologi UGM Kodoatie, Robert J. & Sjarief, Roestam. 2010. Tata Ruang Air.Yogyakarta: CV Andi Offset Arsyad, Sitanala & Rustiadi, Ernan. 2008. Penyelamatan Tanah, Air, dan Lingkungan. Bogor: Crestpent Press Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air, Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius Cholil, Munawar. 1998. Analisis Penurunan Muka Air Tanah di Kotamadya Surakarta. Forum Geografi No. 23/XII/Desember 1998



SUMBER GAMBAR http://gugyconcept.blogspot.com/2012/10/dampak-intrusi-air-laut.html http://www.shef.ac.uk/polopoly_fs/1.305890!/image/groundwater380.jpg http://data.tribunnews.com/foto/bank/images/20130120_PLTU_Muara_Karang_Terendam_Banjir_55 26.jpg



http://uniqpost.com/wp-content/uploads/2013/03/fenomena-geologi-sinkhole-3.jpg



27 KERUGIAN AKIBAT PEMANFAATAAN AIR TANAH