HEMOFILIA [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH HEMOFILIA



D I S U S U N OLEH: HUSNUL KHATIMAH NH0220035



Tahun 2020/2021



1



KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan



rahmat



dan



hidayah-Nya



sehingga penulis dapat



menyelesaikan makalah yang berjudul “HEMOPHILIA” yang telah disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah sistem imun dan hematologi. Dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari berbagai pihak yang telah membantu terselesainnya makalah ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih atas semua bantuan yang telah diberikan dalam penyusunan makalah ini. Ucapan terima kasih secara khusus penulis



sampaikan



kepada



Bapak



Syaifuddin



Zainal,



SKM.S.S.Kep.Ns.,M.Kes. selaku dosen pengajar mata kuliah sistem imun dan hematologi. Pada makalah ini penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, segala kritik dan saran yang bersifat konstruktif, penulis terima dengan senang hati demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi siapa saja, khususnya para mahasiswa serta seluruh pembaca.



2



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR................................................................................................2 DAFTAR ISI..............................................................................................................3 BAB I.........................................................................................................................4 PENDAHULUAN......................................................................................................4 A.



Latar Belakang.................................................................................................4



B.



Rumusan Masalah............................................................................................6



C.



Tujuan Penulisan..............................................................................................6



BAB II........................................................................................................................8 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................8 A.



Definisi............................................................................................................8



B.



Klasifikasi........................................................................................................9



C.



Etiologi..........................................................................................................11



D.



Patofisiologi...................................................................................................12



E.



Manifestasi Klinis..........................................................................................14



F.



Pemeriksaan Penunjang.................................................................................16



G. Penatalaksanaan..............................................................................................17 H. Komplikasi.....................................................................................................18 I.



Asuhan Keperawatan.....................................................................................19



BAB III.......................................................................................................................32 PENUTUP..................................................................................................................32 A.kesimpulan.........................................................................................................32 B. Saran..................................................................................................................33 DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................34



3



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang amat penting dalam kehidupan manusia. Dalam mencapai manusia yang sehat secara fisik, manusia harus tahu bahwa sistem imunlah yang bekerja dalam menangkal semua penyakit yang menyerang tubuh kita. Di dalam melindungi tubuh kita, sistem imun memiliki kelainan-kelainan yang ada baik akibat keturunan ataupun akibat penyakit. Salah satu kelainan tersebut adalah hemofilia. Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada kromosom X (Xh). Meskipun hemofilia merupakan penyakit herediter tetapi sekitar 20-30% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dengan gangguan pembekuan darah, sehingga diduga terjadi mutasi spontan akibat lingkungan endogen maupun eksogen. Sampai saat ini dikenal 2 macam hemofilia yang diturunkan secara sex-linked recessive yaitu : 



Hemofilia A (hemofilia klasik), akibat defesiensi atau disfungsi faktor pembekuan VIII (F VIIIc).







Hemofilia B (Christmas disease) akaibat defesiensi atau disfungsi F IX (faktor Christmas)



Sedangkan hemofilia C merupakan penyakit perdarahn akibat kekurangan faktor XI yang diturunkan secara autosomal recessive pada kromosom 4q32q35. Penyakit ini pertama kali dikenal pada keluarga Judah yaitu sekita abad kedua sesudah Masehi di Talmud. Pada awal abad ke-19 sejarah baru hemofilia baru dimulai dengan dituliskannya silsilah



4



keluarga Kerajaan Inggris mengenai penyakit ini oleh Otta (1803). Sejak itu hemofilia dikenal dengan kelainan pembekuan darah yang diturunkan secara X-linked recessive, sekitar setengah abad sebelum hukum Mandel diperkenalkan. Selanjutnya legg pada tahun 1872 berhasil membedakan hemofilia dari penyakit gangguan pembekuan darah lainnya berdasarkan gejala klinis, yaitu berupa kelainan yang diturunkan dengan kecenderungan perdarahan otot serta sendi yang berlangsung seumur hidup. Pada permulaan abad 20 hemofilia masih didiagnosis berdasarkan riwayat keluarga dan gangguan pembekuan darah. Pada tahun 1940-1950 para ahli baru berhasil mengidentifikasi defisiensi F VIII dan F IX pada hemofilia A dan Hemofilia B. pada tahun 1970 berhasil diisolasi F VIII dari protein pembawanya di plasma, yitu faktor von Willebrand (F vW), sehingga sekarang dapat dibedakan kelainan perdarahan akibat hemofilia A dan penyakit van Willebrand. Memasuki abad 21, pendekatan diagnostik dengan teknologi yang maju serta pemberian faktor koagulasi yang diperlukan mampu membawa pasien hemofilia melakukan aktivitas seperti orang lainnya tanpa hambatan. Penyakit ini bermanifestasi klinis pada laki-laki. Angka kejadian hemofilia A sekitar 1:10.000 orang dan hemofilia B sekitar 1:25.000-30.000 orang. Belum ada angka mengenai kekerapan di Indonesia saat ini. Kasus hemofilia A lebih sering dijumpai disbanding kasus hemofilia B, yaitu berturut-turut mencapai 80-85% dan 10-15% tanpa memandang ras, geografi dan keadaan sosial ekonomi. Mutasi gen secara spontan diperkirakan mencapai 20-30% yang terjadi pada pasien tanpa riwayat keluarga (Ilmu Penyakit Dalam, 2010). Berdasarkan survei yang dilakukan oleh World Federation of Hemofilia (WFH) pada tahun 2010, terdapat 257.182 penderita kelainan perdarahan di seluruh dunia, di antaranya dijumpai 125.049 penderita hemofilia A dan 25.160 penderita hemofilia B. Penderita



5



hemofilia



mencakup 63% seluruh penderita dengan kelainan



perdarahan. Penyakit von Willebrand merupakan jenis kelainan perdarahan yang kedua terbanyak dalam survei ini setelah hemofilia yaitu sebesar 39.9%. Sebagai seorang mahasiswa keperawatan, kita harus memahami konsep dasar tentang penyakit hemofilia ini agar dapat menjadi acuan kita dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan hemofilia dan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan hemofilia agar tetap dapat melakukan aktivitasnya seperti biasa. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang kami buat maka muncul keinginan kami sebagai calon perawat



untuk membahas masalah



penyakit hemofilia guna untuk memperdalam ilmu



pengetahuan



mengenai penyakit hemofilia agar dapat menjadi acuan dan konsep dasar kami untuk melakukan asuhan keperawatan pasien dengan hemofilia. C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan umum Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberi tahu kepada pembaca khususnya bagi kalangan perawat agar mengetahui apa itu hemofilia dan apa saja asuhan keperawatan pasien dengan hemofilia. 2. Tujuan khusus Secara khusus dalam menyusun makalah ini adalah penulis bertujuan untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah sistem imun & hematologi yang telah diberikan oleh dosen pembimbing serta mahasiswa dapat mampu : a. Mengetahui definisi hemofilia



6



b. Mengetahui klasifikasi hemofilia c. Mengetahui etiologi hemofilia d. Mengetahui patofisiologi hemofilia e. Mengetahui manifestasi klinis hemofilia f. Mengetahui pemeriksaan penunjang hemofilia g. Mengetahui penatalaksanaan hemofilia



7



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat yang paling sering dijumpai, bermanifestasi sebagai episode perdarahan intermiten. Hemofilia disebabkan oleh mutasi gen faktor VIII (F VIII) atau faktor IX (F IX), dikelompokkan sebagai hemofolia A dan hemofilia B. Kedua gen tersebut terletak pada kromosom X, sehingga termasuk penyakit resesif terkait-X (Ginsberg,2008). Oleh karena itu, semua anak perempuan dari laki-laki yang menderita hemofilia adalah karier penyakit, dan anak laki-laki tidak terkena. Anak laki-laki dari perempuan yang karier memiliki kemungkinan 50% untuk menderita penyakit hemofilia. Dapat terjadi wanita homozigot dengan hemofilia (ayah hemofilia, ibu karier), tetapi keadaan ini sangat jarang terjadi. Kira-kira 33% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dan mungkin akibat mutasi spontan (Hoffbrand, Pettit, 1993). Hemofilia merupakan kelainan perdarahan herediter terikat faktor resesif yang dikarakteristikkan oleh defisiensi faktor pembekuan esensial yang diakibatkan oleh mutasi pada kromosom X (Wiwik Handayani, 2008) Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada kromosom X (Xh). Meskipun hemofilia merupakan penyakit herediter tetapi sekitar 20-30% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dengan gangguan pembekuan darah, sehingga diduga terjadi



8



mutasi spontan akibat lingkungan endogen maupun eksogen (Aru et al, 2010). Hemofilia adalah kelompok gangguan perdarahan yang diturunksn dengan karakteristik defisiensi faktor pembekuan darah. Hemofilia adalah kelainan perdarahan kongenital terkait kromosom X dengan frekuensi kurang lebih satu per 10.000 kelahiran. Jumlah orang yang terkena di seluruh dunia diperkirakan kurang lebih 400.000. Hemofilia A lebih sering dijumpai daripada hemofilia B, yang merupakan 80-85% dari keseluruhan (Dorland’s Ilustrated Medical Dictionary, 29/E. 2002). B. Klasifikasi Menurut Hadayani (2008) hemofilia dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu sebagai berikut. 1. Hemofilia A; dikarakteristikkan oleh defisiensi F VIII, bentuk paling umum yang ditemukan, terutama pada pria. 2. Hemofilia B; dikarakteristikkan oleh defesiensi F IX yang terutama ditemukan pada pria. 3. Penyakit Von Willebrand dikarakteristikkam oleh defek pada perlekatan trombosit dan defesiensi F VIII dapat terjadi pada pria dan wanita. Hemofilia juga dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Hemofilia A disebabkan oleh defisiensi F VIII clotting activity (F VIIIC) dapat karena sintesis menurun atau pembekuan F VIIIC dangan struktur abnormal. 2. Hemofilia B disebabkan karena defisiensi F IX . F VIII diperlukan dalam pembentukkan tenase complex yang akan mengaktifkan F X. defisiensi F VIII menganggu jalur intrinsic sehingga



menyebabkan



berkurangnya



pembentukkan



fibrin.



Akibatnya terjadilah gangguan koagulasi. Hemofilia diturunkan



9



secara sex-linked recessive. Lebih dari 30% kasus hemofilia tidak disertai riwayat keluarga, mutasi timbul secara spontan (I Made Bakta, 2006). Hemofilia adalah diatesis hemoragik yang terjadi dalam 2 bentuk: hemofiia A, defisiensi faktor koagulasi VIII, dan hemofilia B, defisiensi faktor koagulasi IX. Kedua bentuk ditentukan oleh sebuah gen mutan dekat telomer lengan panjang kromosom X (Xq), tetapi pada lokus yang berbeda, dan ditandai oleh pendarahan intramuskular dan subkutis; perdarahan mulut, gusi, bibir, dan lidah; hematuria; serta hemartrosis. 1. Hemofilia A, hemofilia yang paling umum ditemukan, keadaan terkait –X yang disebabkan oleh kekurangan faktor koagulasi VIII. Disebut juga hemofilia klasik 2. Hemofilia B, jenis hemofilia yang umum ditemukan, keadaan terkait-X yang disebabkan oleh kekurangan faktor koagulasi IX. Disebut juga chrismast disease. Hemofilia B Leyden, bentuk peralihan defisiensi faktor koagulasi IX, tendensi perdarahan menurun setelah pubertas. 3. Hemofilia



C, gangguan autosomal yang disebabkan oleh



kekurangan faktor koagulasi XI, terutama terlihat pada orang turunan Yahudi Aohkenazi dan ditandai dengan episode berulang perdarahan dan memar ringan, menoragia, perdarahan pascabedah yang hebat dan lama, dan masa rekalsifikasi dan tromboplastin parsial yang memanjang. Disebut juga plasma tromboplastin antecedent deficiency. PTA deficiency, dan Rosenthal syndrome. (Dorland’s Ilustrated Medical Dictionary, 29/E. 2002). Derajat penyakit pada hemofilia : 1. Berat : Kurang dari 1 % dari jumlah normal. Penderita hemofilia berat dapat mengalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan.



10



Kadang-kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab yang jelas. 2. Sedang: 1% – 5% dari jumlah normalnya. Penderita hemofilia sedang lebih jarang mengalami perdarahan dibandingkan hemofilia berat. Perdarahan kadang terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olahraga yang berlebihan. 3. Ringan : 6 % – 50 % dari jumlah normalnya. Penderita hemofilia ringan mengalami perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut gigi, atau mengalami luka yang serius (Betz, Cecily Lynn. 2009). C. Etiologi Hemofilia disebabkan oleh factor gen atau keturunan. hemofilia A dan B, kedua gen tersebut terletak pada kromosom X, sehingga termasuk penyakit resesif terkait –X. Oleh karna itu semua anak perempuan dari laki-laki yang menderita hemofilia



adalah karier



penyakit, dan anak laki-laki tidak terkena. Anak laki-laki dari perempuan yang kerier memiliki kemungkinan 50% untuk menderita penyakit hemofilia dapat terjadi pada wanita homozigot dengan hemofilia (ayah hemofilia, ibu karier) tetapi keadaan ini sangat jarang terjadi .kira-kira 30% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dan mungkin akibat mutasi spontan (Hoffbrand, Pettit, 1993). Hemofilia juga dapat disebabkan oleh mutasi gen. (Muscari, Mary E. 2005) Menurut



Robbins



(2007)



70-80%



penderita



Hemofilia



mendapatkan mutasi gen resesif X-linked dari pihak Ibu. Gen F VIII dan F IX terletak pada kromosom X dan bersifat resesif., maka penyakit ini dibawa oleh perempuan (karier, XXh) dan bermanifestasi klinis pada laki-laki (laki-laki, XhY); dapat bermanifestasi klinis pada perempuan bila kromosom X pada perempuan terdapat kelainan



11



(XhXh). Penyebab hemofilia karena adanya defisiensi salah satu faktor yang diperlukan untuk koagulasi darah akibat kekurangna faktor VIII atau XI, terjadi hambatan pembentukan trombin yang sangat penting untuk pembentukan normal bekuan fibrin fungsional yang normal dan pemadatan sumbat trombosit yang telah terbentuk pada daerah jejas vaskular. Hemofilia A disebabkan oleh defisiensi F VIII, sedangkan hemofilia B disebabkan karena defisiensi F IX. Terdapat faktor risiko pada penyakit hemofilia yaitu riwayat keluarga dari duapertiga anak-anak yang terkena menunjukkan bentuk bawaaan resesif terkait-x. Hemofilia A (defisiensi faktor VIII terjadi pada 1 dari 5000 laki-laki. Hemofilia B ( defisiensi faktor IX) terjadi pada seperlimanya. D. Patofisiologi Hemofilia adalah penyakit kelainan koagulasi darah congenital karena anak kekurangan faktor pembekuan VIII (hemofilia A) atau faktor IX (hemofilia B, atau penyakit Christmas). Penyakit kongenital ini diturunkan oleh gen resesif terkait-X dari pihak ibu. F VIII dam F IX adalah protein plasma yang merupakan komponen yang yang diperlukan untuk pembekuan darah; faktor-faktor tersebut diperlukan untuk pembentukan bekuan fibrin pada tempat cidera vascular (Cecily Lynn Betz, 2009) Proses hemostasis tergantung pada faktor koagulasi, trombosit dan pembuluh darah. Mekanisme hemostasis terdiri dari respons pembuluh darah, adesi trombosit, agregasi trombosit, pembentukan bekuan darah, stabilisasi



bekuan darah, pembatasan bekuan darah



pada tempat cedera oleh regulasi antikoagulan, dan pemulihan aliran darah melalui proses fibrinolisis dan penyembuhan pembuluh darah. Cedera



pada



pembuluh



darah



akan



menyebabkan



vasokonstriksi pembuluh darah dan terpaparnya darah terhadap



12



matriks subendotelial. Faktor von Willebrand (vWF) akan teraktifasi dan



diikuti



adesi



trombosit.



Setelah



proses



ini,



adenosine



diphosphatase, tromboxane A2 dan protein lain trombosit dilepaskan granul yang berada di dalam trombosit dan menyebabkan agregasi trombosit dan perekrutan trombosit lebih lanjut. Cedera pada pembuluh darah juga melepaskan tissue faktor dan mengubah permukaan pembuluh darah, sehingga memulai kaskade pembekuan darah dan menghasilkan fibrin. Selanjutnya bekuan fibrin dan trombosit ini akan distabilkan oleh faktor XIII. Kaskade pembekuan darah klasik diajukan oleh Davie dan Ratnoff pada tahun 1950an dapat dilihat pada Gambar 1. Kaskade ini menggambarkan jalur intrinsik dan ekstrinsik pembentukan thrombin. Meskipun memiliki beberapa kelemahan, kaskade ini masih dipakai untuk menerangkan uji koagulasi yang lazim dipakai dalam praktek sehari-hari. Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IX maka pembentukan bekuan darah terlambat dan tidak stabil. Oleh karena itu penderita hemofilia tidak berdarah lebih cepat, hanya perdarahan sulit berhenti. Pada perdarahan dalam ruang tertutup seperti dalam sendi, proses perdarahan terhenti akibat efek tamponade. Namun pada luka yang terbuka dimana efek tamponade tidak ada, perdarahan masif dapat terjadi. Bekuan darah yang terbentuk tidak kuat dan perdarahan ulang dapat terjadi akibat proses fibrinolisis alami atau trauma ringan. Defisit F VIII dan F IX ini disebabkan oleh mutasi pada gen F8 dan F9. Gen F8 terletak di bagian lengan panjang kromosom X di regio Xq28, sedangkan gen F9 terletak di regio Xq27.2,14 Terdapat lebih dari 2500 jenis mutasi yang dapat terjadi, namun inversi 22 dari gen F8 merupakan mutasi yang paling banyak ditemukan yaitu sekitar 50% penderita hemofilia A yang berat. Mutasi gen F8 dan F9 ini diturunkan



13



secara x-linked resesif sehingga anak laki-laki atau kaum pria dari pihak ibu yang menderita kelainan ini. Pada sepertiga kasus mutasi spontan dapat terjadi sehingga tidak dijumpai adanya riwayat keluarga penderita hemofilia pada kasus demikian. Wanita pembawa sifat hemofilia dapat juga menderita gejala perdarahan walaupun biasanya ringan. Sebuah studi di Amerika Serikat menemukan bahwa 5 di antara 55 orang penderita hemofilia ringan adalah wanita (Muscari, Mary E. 2005).



Gambar.1 E. Manifestasi Klinis Gambaran klinis yang sering terjadi pada klien dengan hemofilia adalah adanya perdarahan berlebihan secara spontan setelah luka ringan, pembengkakan, nyeri, dan kelainan-kelainan degeneratife pada sendi, serta keterbatasan gerak. Hematuria spontan dan



14



perdarahan gastrointestinal juga kecacatan terjadi akibat kerusakan sendi (Handayani, Wiwik, 2008). Pada penderita hemofilia ringan perdarahan spontan jarang terjadi dan perdarahan terjadi setelah trauma berat atau operasi,. Pada hemofilia sedang, perdarahan spontan dapat terjadi atau dengan trauma ringan. Sedangkan pada hemofilia berat perdarahan spontan sering terjadi dengan perdarahan ke dalam sendi, otot dan organ dalam. Perdarahan dapat mulai terjadi semasa janin atau pada proses persalinan. Umumnya penderita hemofilia berat perdarahan sudah mulai terjadi pada usia di bawah 1 tahun. Perdarahan dapat terjadi di mukosa mulut, gusi, hidung, saluran kemih, sendi lutut, pergelangan kaki dan siku tangan, otot



iliospoas, betis dan lengan bawah.



Perdarahan di dalam otak, leher atau tenggorokan dan saluran cerna yang masif dapat mengancam jiwa. Menurut



Perhimpunan Dokter



Spesialis Penyakit Dalam



Indonesia (2006) dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam menyatakan bahwa Hemartrosis paling sering ditemukan (85%) dengan lokasi berturut-turut sebagai berikut, sendi lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, pergelangan tangan dan lainnya. Sendi engsel lebih sering mengalami hemartrosis dibandingkan dengan sendi peluru karena ketidakmampuannya menahan gerakan berputar dan menyudut pada saat gerakan volunter maupun involunter, sedangkan sendi peluru lebih mampu menahan beban tersebut karena fungsinya. Hematoma intramaskuler terjadi pada otot – otot fleksor besar, khususnya pada otot betis, otot-otot region iliopsoas (sering pada panggul) dan lengan bawah. Hematoma ini sering menyebabkan kehilangan darah yang nayata. Pendarahan intracranial bisaterjadi secara



spontan



atau



trauma



yang



menyebabkan



kematian.



Retriperitoneal dan retrofaringeal yang membhayakan jalan nafas dan mengancam kehidupan.Kulit mudah memar, Perdarahan memanjang



15



akibat luka, Hematuria spontan, Epiktasis, Hemartrosis (perdarahan pada persendian menyebabkannyeri, pembengkakan, dan keterbatasan gerak, Perdarahan jaringan lunak. Pembengkakan, keterbatasan gerak, nyeri dan kelainan degenerative pada persendian yang lama kelamaan dapat mengakibatkan kecacatan (Aru et al, 2010). Tabel.1 Hubungan aktivitas F VIII dan F IX dengan manifestasi klinis perdarahan. Berat Aktivitas F VIII/F IX 5)



U/ml (%) Frek Hemofilia A (%) Frek Hemofilia B (%) Usia awitan Gejala neonates



70 50 ≤ 1 tahun Sering PCB



15 30 1-2 tahun Sering PCB



15 20



Kejadian ICB



Jarang ICB



Jarang



sekali



Trauma ringan



ICB Trauma



cukup



kuat Jarang Pada



operasi



Perdarahan otot/sendi



Tanpa trauma



Perdarahan SSP Perdaran post-op



Resiko tinggi Resiko sedang Sering dan fatal Butuh bebat



Perdarahan



oral Sering terjadi



Dapat terjadi



 2 tahun Tak pernah PCB



besar Kadang terjadi



(trauma, cabut gigi) PCB : post circumsional bleeding ICB : intracranial hemorrhage F. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan PT (Partial Tromboplstin) dan APPT (Activated Partial Tromboplastin Time). Bila masa protombin memberi hasil normal dan APPT memanjang, memberi kesan adanya defisiensi (kurang dari 25%) dari aktivitas satu atau lebih factor koagulasi plasma (F XII, F XI, F IX, F VIII)



16



2. Pemeriksaan kadar factor VIII dan IX. Bila APPT pada pasien dengan perdarahan yang berulang lebih dari 34 detik perlu dilakukan pemeriksaan assay kuantitatif terhadap F VIII dan F IX untuk memastikan diagnose. 3. Uji skrining koagulasi darah : a. Jumlah trombosit b. Masa protombin c. Masa tromboplastin parsial d. Masa pembekuan thrombin e. Assay fungsional factor VIII dan IX G. Penatalaksanaan 1. Terapi Suportif a. Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan b. Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas faktor pembekuan sekitar 30-50% c. Lakukan Rest, Ice, Compressio, Elevation (RICE) pada lokasi perdarahan untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi. d. Kortikosteroid, untuk menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis e. Analgetik, diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri hebat, hindari analgetik yang mengganggu agregasi trombosit f. Rehabilitasi medik, sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara komprehensif



dan



holistic



dalam



sebuah



tim



karena



keterlambatan pengelolaan akan menyebabkan kecacatan dan ketidakmampuan baik fisik, okupasi maupun psikososial dan edukasi. Rehabilitasi medic atritis hemofilia meliputi : latihan pasif/aktif, terapi dingin dan panas, penggunaan ortosis, terapi psikososial dan terapi rekreasi serta edukasi.



17



2. Terapi Pengganti Faktor Pembekuan Dilakukan dengan memberikan F VIII atau F IX baik rekombinan, kosentrat maupun komponen darah yang mengandung cukup banyak factor pembekuan tersebut. Hal ini berfungsi untuk profilaktif/untuk mengatasi episode perdarahan. Jumlah yang diberikan bergantung pada factor yang kurang. 3. Terapi lainnya a. Pemberian DDAVP (desmopresin) pada pasien dengan hemofili A ringan sampai sedang. DDAVP meningkatkan pelepasan factor VIII. b. Pemberian prednisone 0.5-1 mg/kg/bb/hari selama 5-7 hari mencegah terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi (atrosis) yang mengganggu aktivitas harian serta menurunkan kualitas hidup pasien Hemofilia (Aru et al, 2010) c. Transfusi periodik dari plasma beku segar (PBS) d. Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM e. Membersihkan mulut sebagai upaya pencegahan f. Bidai dan alat orthopedic bagi pasien yang mengalami perdarahan otak dan sendi (Hadayani, Wiwik, 2008) H. Komplikasi Menurut Handayani (2008), komplikasi yang dapat terjadi pada pasien hemofilia adalah perdarahan intrakranium, infeksi oleh virus imunodefisiensi manusia sebelum diciptakannya F VIII artificial, kekakuan sendi, hematuria spontan dan perdarahan gastrointestinal, serta resiko tinggi terkena AIDS akibat transfusi darah. Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita hemofilia (Cecily Lynn Betz, 2009) : 1. Arthritis 2. Sindrom kompartemen



18



3. Atrofi otot 4. Kontraktur otot 5. Paralisis 6. Perdarahan intracranial 7. Kerusakan saraf 8. Hipertensi 9. Kerusakan ginjal 10. Splenomegali 11. Hepatitis 12. Sirosis 13. Infeksi HIV karena terpajan produk darah yang terkontaminasi 14. Antibody terbentuk sebagai antagonis F VIII dan IX 15. Reaksi tranfusi alergi terhadap produk darah 16. Anemia hemolitik 17. Thrombosis 18. Nyeri kronis I. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Biodata Klien Biasanya lebih banyak terjadi pada pria karena mereka hanya memiliki 1 kromosom X. Sedangkan wanita, umumnya menjadi pembawa sifat saja (carrier) b. Riwayat Penyakit Sekarang Sering terjadi nyeri pada luka, pembengkakan, perdarahan pada jaringan lunak, penurunan mobilitas, perdarahan mukosa oral, ekimosis subkutan diatas tonjolan-tonjolan tulang c. Riwayat Penyakit Dahulu Focus primer yang sering terjadi pada hemofilia adalah sering terjadi infeksi pada daerah luka, dan mungkin terjadi hipotensi



19



akibat perdarahan yang terus menerus dan apabila sering terjadi perdarahan yang terus-menerus pada daerah sendi akan mengakibatkan kerusakan sendi, dan sendi yang paling rusak adalah sendi engsel, seperti patella, pergelangan kaki, siku. Pada sendi engsel mempunyai sedikit perlindungan terhadap tekanan, akibatnya sering terjadi perdarahan.Sedangkan pada sendi peluru seperti panggul dan bahu, jarang terjadi perdarahan karena pada sendi peluru mempunyai perlindungan yang baik. Apabila terjadi perdarahan, jarang menimbulkan kerusakan sendi. d. Riwayat Kesehatan Keluarga Adakah riwayat penyakit hemofilia atau penyakit herediter seperti kekurangan faktor VIII protein dan faktor pembekuan IX yang: 



Kurang dari 1% tergolong berat







Kurang dari 1%-5% tergolong sedang







Kurang dari 5%-10% tergolong ringan



Keluarga yang tinggal serumah, ataupun penyakit herediter lainnya yang ada kaitannya dengan penyakit yang diderita klien saat ini. e. Riwayat Psikososial Adanya masalah nyeri, perdarahan dan resiko infeksi yang dapat menimbulkan anxietas dan ketegangan pada klien f. Pola Aktifitas Klien



sering



mengalami



nyeri



dan



perdarahan



yang



memungkinkan dapat mengganggu pola aktifitas klien. Pola istirahat akan terganggu dengan adanya nyeri anak sering menangis.



20



2. Diagnosis Keperawatan Berdasarkan pengkajian diagnosis keperawatan untuk klien ini mencakup yang berikut : a. Nyeri b.d perdarahan sendi dan kekakuan ektrimitas akibat adanya hematom b. Resiko tinggi trauma b.d hambatan mobilitas fisik, kelainan proses pembekuan darah, ketidaktahuan manajemen penurunan resiko trauma c. Koping individu atau keluarga tidak efektif b.d prognosis penyakit, gambaran diri yang salah, perubahan peran d. Kecemasan individu dan keluarga b.d prognosis sakit 3. Rencana Intervensi a. Nyeri b.d perdarahan sendi dan kekauan ekstremitas akibat adanya hematom Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam terdapat penurunan respon nyeri dada Kriteria hasil : secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri, secara objektif didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal, wajah rileks, tidak terjadi penurunan perfusi perifer. Intervensi : 1) Catat karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, serta lama dan penyebarannya R/ variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri terjadi sebagai temuan pengkajian 2) Lakukan manajemen nyeri keperawatan : 



Atur posisi fisiologis R/ posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 ke jaringan yang mengalami nyeri sekunder dari iskemia



21







Istirahatkanlah klien R/ istirahat akan menurunkan kebutuhan O2 jaringan perifer, sehingga kebutuhan demand oksigen jaringan







Manajemen lingkungan : lingkungan tenang dan batasi pengunjung R/ lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri ekternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi O2 ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang beradaa di ruangan







Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam R/ meningkatkan asupan O2 sehingga menurunkan nyeri sekunder dari iskemia jaringan







Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri R/ distraksi (pengalihan perhatian ) dapat menurunkan stimulus internal dengan mekanisme peningkatan produksi endorphin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks serebri, sehingga menurukan persepsi nyeri







Beri kompres es R/ pemeberian es secara local efektif diberikan setelah terjadi trauma jaringan dan menurunkan respons nyeri dari efek vasokontriksi







Lakukan manajemen sentuhan R/ menejemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis dapat menurunkan nyeri. Masase ringan dapat meningkatkan aliran darah dan dengan otomatis membantu suplai darah dan oksigen ke area nyeri dan menurunkan sensasi nyeri



22



3) Kolaborasi pemberian terapi : 



Analgesic R/ digunakan untuk mengurangi nyeri sehubungan dengan hematoma otot yang besar dan perdaarahan sendi yang analgetika oral dan opioid diberikan untuk menghindari ketergantungan terhadaap narkotika pada nyeri kronis







Pemberian konsentrat factor VIII dan IX R/ konsentrat diberikan apabila klien mengalami perdarahan aktif atau sebagai upaya pencegahan sebelum pencabutan gigi atau pembedahan. Klien dan keluarganya harus diajar cara memberikan konsentrat dirumah, setiap ada tanda perdarahan. Beberapa klien membentuk antibody terhadap konsentrat, sehingga kadar factor tersebut tidak dapat dinaikkan.







Asam tranexamic R/ penghambat enzim fibrinolitik. Obat ini dapat memperlambat kelarutan bekuan darah yang sedang terbentuk, dan dapat digunakan setelah pembedahan mulut klien dengan Hemofilia.



b. Resiko tinggi trauma b.d hambatan mobilitas fisik, kelainan



proses



pembekuan



darah,



ketidaktahuan



manajemen penurunan resiko trauma Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam resiko trauma tidak terjadi Kriteria hasil : klien dan keluarga mau berpartisipasi terhadap pencegahan trauma, mengenal factor-faktor yang potensial meningkatkan resiko trauma, mengenal manajemen aktifitas Intervensi : 1) Kaji kemampuan mobilisasi : catat factor yang potensial meningkatkan cidera



23



R/ menjadi data dasar dan meminimalkan resiko cidera 2) Kaji adanya tanda dan gejala perfusi jaringan R/ deteksi seperti hipoksia pada organ vital, gelisah, cemas, pucat, kulit dingin, lembab, nyeri dada, dan penurunah curah urine. 3) Ajarkan manajemen aktifitas R/ klien didorong untuk bergerak perlahan dan mencegah stress pada sendi yang terkena. 4) Ajarkan cara pemantauan dan pencegahan komplikasi R/ pemantauan dan pencegahan komplikasi pada klien hemofilia sangat penting diketahui klien atau orang tua dengan tujuan menurunkannya pemantauan dan pencegahan komplikasi tersebut meliputi : 



monitor tekanan darah, denyut nadi, respirasi, tekanan vena sentral dan tekanan arteri pumonal harus dipantau, begitu



juga



hemoglobin



dan



hematocrit,



waktu



perdarahan dan pembekuan, serta angka trombosit 



monitor adanya pedarahan dari kulit, membrane mukosa dan luka, serta adanya perdaarahan internal







istirahat selama terjadinya episode perdarahan







kompres dingin diberikan pada tempat pendarahan







obat parenteral diberikan dengan jarum ukuran kecil untuk mengurangi trauma dan resiko perdaarahan







lingkungan dijaga agar bebas dari rintangan yang dapat menyebabkan jatuh, klien dipindah dan digeser dengan sangat hati-hati







darah dan komponen darah diberikan sesuai kebutuhan dan diusahakan untuk mencegah terjainya komplikasi



24







kompres



panas



harus



dihindari



selama



episode



perdarahan karena dapat mengakibatkan perdarahan lebih lanjut. 



pemberian alat bantu, bidai tongkat, kruk sangat berguna untuk memindahkan beban tubuh pada sendi yang sangat nyeri



5) Lakukan pencegahan perdarahan R/ pecegahan perdaarahan pada klien hemofilia sangat penting di ketahui klien atau orang



tua dengan tujuan



menurunkannya. Pencegahan tersebut, meliputi hal-hal berikut : 



klien dan keluarganya diberi informasi mengenai resiko perdarahan dan usaha







anjurkan



untuk



pengamanan yang perlu



mengubah



lingkungan



sedemikian rupa, sehingga dapat mencegah



rumah



terjadinya



trauma fisik 



mencukur harus dilakukan dengan cukur listrik dan menggosok gigi dengan sikat yang lembut untuk menjaga kebersihan mulut







hindari mengeluarkan ingus dengan kuat, batuk, dan mengejan saat buang air besar harus dihindari







pemberian laxantia







hindari pemberian aspirin atau obat yang mengandung aspirin harus dihindari







anjurkan lakukan aktivitas fisik, ttp dengan keamanaan yang baik







olahraga tanpa kontak seerti berenang, mendaki gunung, dan golf merupakan aktifitas yang dapat diterima, sementara olahraga dengan kontak harus dihindari



25







berikan latihan penguatan tungkai untuk rehabilitasi setelah hemartosisi akut jelaskan pentingnya control yang teratur dan pemeriksaan laboratorium



6) Kolaborasi pemberian atibiotika R/ antibiotic bersifat bakteriosida/baktiostatika untuk membunuh/menghambat perkembangan kuman 7) Evaluasi tanda atau gejala perluasan cidera jaringan (peradangan, lokasi/sistemik, seperti peningkatan nyeri, edema, dan demam) R/ menilai perkembangan masalah klien c. Koping individu atau keluarga tidak efektif b.d prognosis penyakit, gambaran diri yang salah, perubahan peran Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam klien atau keluarga mampu mengembangkan koping yang positif Kriteria hasil : klien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan, mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi yang sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situai, mengakui dan menggabungkan perubahan kedalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negative Intervensi 1) Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketiadakmampuan R/ menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi 2) Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada klien R/ beberapa klien dapat menerima dan mengatur perubahan fungsi secara efektif dengan sedikit penyesuaian diri, sedangkan yang lain mempunyai kesulitan membandingkan mengenal dan mengatur kekurangan.



26



3) Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan termasuk, permushan dan kemarahan R/ menunjukan



penerimaan



membantu



klien



untuk



mengenali dan mulai menyesuaikan dengan perasaan tersebut 4) Catat ketika klien menyatakan terpengaruh seperti sekarat atau mengingkari dan menyatakan inilah kematian R/ mendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau perasaan



negative



terhadap



gambaran



tubuh



dan



kemampuan yang menunjukan kebutuhan dan intervensi serta dukungan emosional 5) Berikan informasi status kesehatan pada klien dan keluarga R/ klien dengan hemofilia sering memerlukan bantuan dala menghadapi kondisi kronis, keterbatasan ruang kehidupan, dan kenyataan bahwa kondisi tersebut merupakan penyakit yang akan diturunkan ke generasi berikutnya 6) Dukung mekanisme koping efektif R/ sejak masa kanak-kanak, klien dibantu menerima dirinya sendiri dan penyakitnya serta mengidentifikasi aspek positif dari kehidupan mereka. Mereka harus di dorong untuk merasa berarti dan tetap mandiri dengan mencegah trauma yang dapat menyebabkan episode perdarahan akut dan mengganggu kegiatan normal 7) Hidari factor peningkatan stress emosional R/ perawat harus mengetahui pengaruh stress tersebut secara professional dan personal serta menggali semua sumber dukungan untuk mereka sendiri begitu juga untuk klien dan keluargnya 8) Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan perbaiki kebiasaan



27



R/



membntu



meningkatkan



perasaan



harga



diridan



mengontrol lebih dari satu area kehidupan 9) Anjurkan orang yang terdekat untuk mneginzinkan klien melakukan sebanyak-banyaknya untuk dirinya R/ menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri serta mempengaruhi proses rehabilitasi 10) Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minta atau partisipasi dalam aktifitas rehabilitasi R/ klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu masa mendatang 11) Dukung pengguaan alat-alat yang dapat mengadaptasikan klien, tongkat, alat bantu jalan, tas panjang untuk kateter R/ meningkatkan kemandirian untuk membantu pemenuhan kebutuhan fisik dan menunjukan posisi untuk lebih aktif dalam kegiatan sosial 12) Monitor gangguan tidur peningkatan kesulitan konsentrasi, letargi, dan rendah diri R/ dapat mengindikasikan terjadinya depresi umumnya terjadi sebagai pengaruh dari stroke dimana memerlukan intervensi dan evaluasi lebih lanjut 13) Kolaborasi : rujuk pada ahli neuro R/ dapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk perkembangan perasaan d. Kecemasan individu dan keluarga b.d prognosis sakit Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam kecemasan klien berkurang Kriteria hasil : klien menyatakan kecemasan berkurang, mengenal perasaannya dapat mengidentifikasi penyebab atau factor yang mempengaruhinya, koperatif terhadap tindaka, wajah rileks



28



Intervensi 1) Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan, dampingi klien dan lakukan tindakan bila menunjukan perilaku merusak. R/ reaksi verbal atau non verbal dapat menunjukkan rasa agitasi marah dan gelisah 2) Hindari konfrontasi. R/



konfrontasi



dapat



meningkatkan



menurunkan kerja sama, dan mungkin



rasa



marah,



memperlambat



penyembuhan. 3) Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat . R/ mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu. 4) Tingkatkan control sensasi klien. R/ control sensasi klien (dan dalam menurunkan ketakutan) dengan cara memberikan informasi tentang keadaan klien, menekankan pada penghargaan terhadap sumber-sumber koping (pertahanan diri) yang positif, membantu latihan relaksasi, dan teknik-teknik pengalihan dan memberikan respon balik yang positif. 5) Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan. R/ orientasi dapat menurunkan kecemasan. 6) Beri kesempatan kepada klien untuk engungkapkan ansietasnya. R/ dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan. 7) Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat. R/ memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan cemas dan perilaku



29



adaptasi. Adanya



keluarga dan teman-teman yang dipilih klien melayani aktivitas dan pengalihan (membaca akan menurunkan perasaan terisolasi). 8) Kolaborasi berikan anti cemas sesuai indikasi, contohnya diazepam. R/ meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan. 4. Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Implementasi keperawatan itu sendiri merupakan bukti pencatatan dan pelaporan yang dimiliki perawat dalam melakukan catatan perawatan yang berguna untuk kepentingan klien, perawat, dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan. 5. Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan akhir dari proses keperawatan, yaitu perawat menilai hasil yang diharapkan terhadap perubahan diri klien dan menilai sejauh mana masalah klien dapat diatasi. Disamping itu, perawat juga memberikan umpan balik atau pengkajian ulang jika tujuan yang ditetapkan belum tercapai sehingga proses keperawatan dapat dimodifikasi (Ana Ratnawati, 2018).



30



Dalam evaluasi digunakan SOAP yaitu, S adalah data yang diperoleh dari wawancara langsung, O adalah data yang diperoleh dari observasi dan pemeriksaan, A adalah pernyataan yang terjadi atas data subjektif dan data objektif, dan P adalah pencernaan yang ditemukan sesuai dengan masalah.



31



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat yang paling sering dijumpai, bermanifestasi sebagai episode perdarahan intermiten. Hemofilia disebabkan oleh mutasi gen faktor VIII (F VIII) atau faktor IX (F IX), dikelompokkan sebagai hemofolia A dan hemofilia B. Kedua gen tersebut terletak pada kromosom X, sehingga termasuk penyakit resesif terkait-X, Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IX maka pembentukan bekuan darah terlambat dan tidak stabil. Oleh karena itu penderita hemofilia tidak berdarah lebih cepat, hanya perdarahan sulit berhenti. Pada perdarahan dalam ruang tertutup seperti dalam sendi, proses perdarahan terhenti akibat efek tamponade. Namun pada luka yang terbuka dimana efek tamponade tidak ada, perdarahan masif dapat terjadi. Bekuan darah yang terbentuk tidak kuat dan perdarahan ulang dapat terjadi akibat proses fibrinolisis alami atau trauma ringan. Gambaran klinis yang sering terjadi pada klien dengan hemofilia adalah adanya perdarahan berlebihan secara spontan setelah luka ringan, pembengkakan, nyeri, dan kelainan-kelainan degeneratife pada sendi, serta keterbatasan gerak. Hematuria spontan dan perdarahan gastrointestinal juga kecacatan terjadi akibat kerusakan sendi (Handayani, Wiwik, 2008). Menurut Handayani (2008), komplikasi yang dapat terjadi pada pasien hemofilia adalah perdarahan intrakranium, infeksi oleh virus imunodefisiensi manusia sebelum diciptakannya F VIII artificial, kekakuan sendi, hematuria spontan dan perdarahan gastrointestinal, serta resiko tinggi terkena AIDS akibat transfusi darah.



32



Berdasarkan pengkajian diagnosis keperawatan untuk klien ini mencakup yang berikut : e. Nyeri b.d perdarahan sendi dan kekakuan ektrimitas akibat adanya hematom f. Resiko tinggi trauma b.d hambatan mobilitas fisik, kelainan proses pembekuan darah, ketidaktahuan manajemen penurunan resiko trauma g. Koping individu atau keluarga tidak efektif b.d prognosis penyakit, gambaran diri yang salah, perubahan peran h. Kecemasan individu dan keluarga b.d prognosis sakit B. Saran Hemofilia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat di cegah maka untuk penderita hemophilia kami sarankaan agar tetap sabar dan berusaha untuk pengobatan rutin. Dan berusahasa agar menjaga kesehatan dan mencegah dampak dari hemofilia.



33



DAFTAR PUSTAKA Aru et al. 2009. Ilmu Penyakit dalam Jilid II: Edisi V. Jakarta: Interna Publishing Hoffard, A.V. 2005. Hematologi: Edisi IV. Jakarta: EGC I Made Bakta. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC Betz, Cecily L.. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik E/3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Dorland’s Ilustrated Medical Dictionary, 29/E. 2002. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Handayani, Wiwik. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika Sudoyo, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2 Edisi 4. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia Muscari, Mary E.. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik, E/3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Corwin, Elizabeth J. 2008. Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3. Jakarta: EGC. World federation of Hemophilia, Canada.2005. Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Ed.8. Jakarta: EGC. Doenges, E Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC. Nur Arif Amin Huda, Kusuma Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC.Yogyakarta : Media Action Publishing. Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.



34