Herniatomi Gita Bindia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN TENTANG HERNIATOMI



DISUSUN OLEH : GITA BINDIA 042001S18004



FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS SAMAWA TAHUN AJARAN 2020/2021



KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ laporan asuhan keperawatan tentang herniatomi di ruang OK’ Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagi pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih .



Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan,Amin.



Penulis



DAFTAR ISI Kata Pengantar ..........................................................................................................  i Daftar Isi ...................................................................................................................  ii BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................  1 1.1 Latar Belakang ..................................................................................................  1 1.2 Tujuan Penulisan ...............................................................................................  3 BAB II TINJAUAN TEORITIS .................................................................................  5 2.1...............................................................................................................................Penger tian........................................................................................................... 5 2.2...............................................................................................................................Etiolog i............................................................................................................... 6 2.3...............................................................................................................................Patofis iologi....................................................................................................... 6 2.4...............................................................................................................................Penatal aksanaan ................................................................................................  8 2.5...............................................................................................................................Pemeri ksaan Diagnostik..................................................................................... 9 2.6...............................................................................................................................Asuha n Keperawatan .........................................................................................  5 II. Konsep Dasar Keperawatan.................................................................................. 9 3.1 Pengkajian .........................................................................................................  9 3.2 Diagnosa Keperawatan ...................................................................................... 10 3.3 Rencana Keperawatan ....................................................................................... 11 3.4 Pelaksanaan Keperawatan.................................................................................. 12 3.5 Evaluasi Keperawatan........................................................................................ 14 BAB IV PENUTUP.................................................................................................... 43 4.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 44 4.2 Saran .................................................................................................................. 44 Daftar Pustaka



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Herniatomi



merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga



melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan (Sjamsuhidajat,2004). Hernia adalah protrusi (tonjolan) abnormal suatu organ, atau bagian organ, melewati celah di struktur sekitarnya, umumnya protrusi organ abdomen melalui celah di dinding abdomen (Brooker,2008). Hernia inguinalis lateralis adalah hernia yang disebabkan karena hernia keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrik inferior, kemudian hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus. Apabila hernia ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum, ini disebut hernia skrotalis (Sjamsuhidajat dan Jong, 2004 : 527). Hernia inguinalis yang kedua yaitu hernia inguinalis



direk



memiliki leher yang lebar, sulit



jari-jari



dimasukkan



dengan



biasanya tangan



(Borley dan Grace, 2006 :119). Insiden hernia inguinal yang sebenarnya di dunia termasuk di Indonesia belum diketahui, diperkirakan 10–15 % dari populasi dewasa. Insiden hernia inguinal menurut usia diperkirakan meningkat seiring



pertambahanusiayaitupadarentang25–40tahun5–8%,diatas75tahun45 %. Sedang menurut jenis kelamin insiden hernia inguinal pada pria 25 x lebih banyak



dijumpai



dari pada



wanita



1



(Simarmata,2003).



DiIndonesia



2



diperkirakan 102 ribu anak menderita penyakit hernia. Untuk data di Jawa Tengah, mayoritas usia penderita selama Januari-Desember 2007 berkisar antara 2-5 tahun, dengan rincian umur kurang dari 1 tahun sebanyak 51-211 penderita, dan umur 5 tahun berkisar antara 150-214 penderita (Ilham,2009). Menurut data dari RSUD Sukoharjo pada tahun 2013 ini, pasien yang terkena hernia inguinal lateralis dengan umur diatas 30 tahun sekitar 156 pasien yang dirawat inap. Pengobatan hernia dapat dilakukan melalui pembedahan, antara lain yang pertama hernioplasti yaitu usaha mencegah kekambuhan hernia dengan membentuk ulang struktur untuk memberi kekuatan yang lebih besar. Pembedahan kedua dengan herniorafi yaitu pembedahan dengan cara pada area yang lemah diberi penguatan dengan beberapa jaringan pasien atau menggunakan materi lain. Pembedahan ketiga yaitu dengan herniotomi yang artinya



operasi



untuk



menyembuhkan



hernia.



Herniotomi



meliputi



pengembalian isi hernia ke posisi normal dan pengangkatan kantong hernia (Brooker,2008). Prosedur herniotomi yaitu pembedahan dengan cara melakukan sayatan di bagian kanalis inguinalis, lalu melepaskan kantong hernia



dari



dalam



tali



sperma,



kemudian



sayatan



ditutup



dengan jahitan (Sjamsuhidajat dan Jong, 2004 : 530). Sayatan pada waktu herniotomi dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Hal tersebutlah yang menyebabkan rasa nyeri timbul (Guyton dan Hall, 2007 :625). Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau



potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International Association for the Study of Pain). Nyeri akut artinya awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung kurang dari enam bulan.(Herdman:2013). Pengukuran skala nyeri berdasarkan angka adalah dimulai dari angka 0-10, pembagian tingkatan nyeri yaitu, angka 0 : tidak nyeri, angka 1-3 : nyeri ringan, angka 4-6 : nyeri sedang, angka 7-9 : nyeri berat, angka 10 : nyeri sangat berat.(Iscan, 2010). Nyeri yang timbul pascaoperasi merupakan kejadian yang menekan atau stres dan dapat mengubah gaya hidup dan kesejahteraan psikologi individu. Nyeri akut yang timbul harus segera dikelola agar tidak timbul komplikasi seperti syok neurogenik karena nyeri akut dapat menyebabkan denyut jantung, tekanan darah, dan frekuensi pernafasan meningkat. Data diatas sejalan dengan teori kebutuhan dasar Maslow yaitu kebutuhan fisiologis yang terdiri dari kebutuhan oksigenasi, cairan, nutrisi, temperature, eliminasi, tempat tinggal, istirahat, dan seks (Potter dan Perry, 2005 :1515).



1.2 Tujuan penulisan 1.1.1



Tujuan Umum



Melakukan asuhan keoerawatan pada hertaniatomi 1.2 Tujuan Khusus a. Melakukan pengkajian keperawatan tentang herniatomi b. Mekakukan diagnose keperawatan tentang herniatomi c. Melakukan intervensi keperawatan tentang herniatomi d. Melakukan implementasi keperawatan tentang herniatomi e. Melakukan evaluasi keperawatan tentang herniatomi



. .



BAB II TINJAUAN TEORITIS



1. Konsep Dasar penyakit 2.1 Pengertian Herniatomi Hernia merupakan penonjolan isi suatu rongga melalui bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui bagian lemah dari lapisan muscullo-apponeurotic dinding perut. Hernia terdiri dari cincin, kantong, dan isi hernia (Sjamsuhidajat et al, 2010). Hernia inguinalis lateralis adalah suatu keadaan dimana sebagian usus masuk melalui sebuah lubang pada dinding perut ke dalam kanalis inguinalis. Kanalis inguinalis adalah saluran berbentuk tabung yang merupakan jalan tempat turunnya testis (buah zakar) dari perut ke dalam skrotum (kantung zakar) sesaat sebelum bayi dilahirkan (Sjamsuhidajat et al, 2010; Snell, 2012).). 2.1.2 Klasifikasi Hernia a. Berdasarkan terjadinya: 1) Hernia bawaan atau congenital 2) Hernia didapat atau akuisita b. Berdasarkan tempatnya: 1) Hernia Inguinalis: hernia isi perut yang tampak di daerah sela paha (regio inguinalis). 2) Hernia femoralis: hernia isi perut yang tampak di daerah fosa femoralis. 3) Hernia umbilikalis: hernia isi perut yang tampak di daerah isi perut.



5



6



4) Hernia diafragmatik: hernia yang masuk melalui lubang diafragma ke dalam rongga dada. 5) Hernia nucleus pulposus (HNP). c. Berdasarkan sifatnya 1) Hernia reponibel: yaitu isi hernia masih dapat dikembalikan ke kavum abdominalis lagi tanpa operasi. 2) Hernia irreponibel: yaitu isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga. 3) Hernia akreta: yaitu perlengketan isi kantong pada peritonium kantong hernia. 4) Hernia incarcerated: yaitu bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia. d. Berdasarkan isinya 1) Hernia adiposa: adalah hernia yang isinya terdiri dari jaringan lemak. 2) Hernia litter: adalah hernia inkarserata atau strangulate yang sebagian dinding ususnya saja yang terjepit di dalam cincin hernia. 3) Slinding hernia: adalah hernia yang isi hernianya menjadi sebagian dari dinding kantong hernia (Sjamsuhidajat, 2010). e. Hernia Inguinalis Anatomi Dinding perut memiliki struktur muscullo-apooneurosis yang kompleks. Dinding perut terdiri dari berbagai lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapisan kulit yang terdiri dari kutis dan subkutis, lemak subkutan dan fascia superfisial (fascia Scarpa), kemudian terdapat 3 lapisan otot dinding perut yaitu muscullus obliquus



abdominis externus, muscullus obliquus abdominis externus, muscullus tranversus abdominis, dan akhirnya lapisan prepertoneum dan peritoneum, yaitu fasia transversalis, lemak preperitoneal, dan peritoneum. Otot di bagian depan tengah terdiri dari sepasang otot rectus abdominis dengan fasianya yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba (Sjamsuhidajat et al, 2010).



melindungi isi rongga perut. Integritas lapisan muscullo-apponeurosis dinding perut sangat penting untuk mencegah terjadinya hernia bawaan, dapatan, maupun latrogenik. Fungsi lain otot dinding perut adalah pada pernapasan, juga pada proses berkemih, dan buang air besar dengan meninggikan tekanan intraabdomen (Ganong, 2008; Sjamsuhidajat, et al., 2010; Omar & Moffat, 2011). Canalis inguinalis dibatasi craniolaterale oleh annulus inguinalis internus yang merupakan bagian terbuka dari fascia transversalis dan apponeursis muscullus transversus abdominis. Di media bawah, di atas tuberculum pubikum, kanal ini dibatasi oleh annulus inguinalis externus, bagian terbuka dari



apponeurosis muscullus obliquus externus. Atapnya ialah apponeurosis muscullus obliquus externus dan di dasarnya terdapat ligamentum inguinale. Kanal berisi tali sperma pada pria dan ligamentum rotundum pada wanita (Sjamsuhidajat, et al., 2010; Omar & Moffat, 2011; Snell, 2012). 2.2 phatway



2.3 Etiologi Hernia Inguinalis Biasanya tidak ditemukan sebab yang pasti, meskipun kadang sering di



hubungkan dengan angkat berat. Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomaly congenital atau sebab yang didapat, hernia inguinalis dapat di jumpai pada semua usia, lebih banyak pada pria dari pada wanita. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk pada annulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Disamping itu diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia untuk melewati pintu yang cukup lebar tersebut (Jansen, et al., 2009). Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan dalam rongga perut dan kelemahan otot dinding perut karena usia. Insiden hernia meningkat dengan bertambahnya umur



mungkin karena meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intraabdomen dan jaringan penunjang berkurang kekuatannya (Sabiston, et a.l, 2012; Berge, 2013). Hernia inguinalis timbul lebih sering pada sisi kanan dibandingkan sisi kiri. Peningkatan tekanan intra-abdomen yang meninggi secara kronik



akibat



berbagai sebab, yang mencakup pengejanan mendadak, gerak badan yang terlalu aktif, obesitas, batuk kronik, asites, sering mengejan pada waktu buang air besar oleh karena sering konstipasi, kehamilan, hipertrofi prostat dan adanya masa abdomen yang besar, merupakan faktor predisposisi perkembangan hernia (Ruhl & Everhart, 2009; Sabiston et al, 2008). Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi annulus internus turut kendur. Pada keadaan itu tekanan intra-abdomen tidak tinggi dan canalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Sebaliknya bila otot dinding perut berkontraksi, canalis inguinalis berjalan lebih transversal dan annulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis. Kelemahan otot dinding perut lain terjadi akibat kerusakan nervus illioinguinalis dan nervus illiofemoralis setelah herniotomi (Sjamsuhidajat, et al., 2010; Tanto, et al., 2014). Pada orang yang sehat, ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia inguinalis, yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur muscullus obliquus abdominis internus yang menutup annulus inguinalis internus ketika berkontraksi dan adanya fascia transversa yang kuat yang menutupi trigonum hasselbach yang umumnya hampir tidak berotot. Gangguan



pada mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya hernia inguinalis lateralis (Sjamsuhidajat, et al., 2010; Sabiston, et al., 2012). 2.4 Phatofisiologi Secara patofisiologi peningkatan tekanan intra abdomen akan mendorong anulus inguinalis internus terdesak. Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena yang didapat faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka, dan kelemahan otot dinding perut karena usia. Lebih banyak pada laki- laki dari pada perempuan. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia pada Anulus Internus yang cukup besar sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu. Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut dan kelemahan otot dinding perut karena usia. Bila otot dinding perut berkontraksi, kanalis dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis, kelemahan dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan inguinalis. Tanda dan gejala klinis dapat ditentukan oleh keadaan isi hernia, pada hernia reponibel keluhan satu-satunya adalah benjolan dilipat paha yang muncul pada saat bediri, batuk, bersin atau mengejan dan menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri biasanya dirasakan di epigastium atau para umbilical berupa nyeri visceral karena regangan pada mesrentium sewaktu, satu segmen usus halus 20



masuk kedalam kantung hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi inkarsesari karena ileus atau strangulasi karena nekrosis ( R. Sjamsuhidayat,2004). Bila isi kantong hernia dapat di pindahkan ke rongga abdomen dengan manipulasi hernia disebut redusibel. Hernia irredusibel dan hernia inkarserta adalah hernia yang tidak dapat dipindahkan atau dikurangi dengan manipulasi. Nyeri akan terasa jika cincin hernia terjepit, jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia akan terisi transudat berupa cairan serosangoinus, ini adalah kedaruratan bedah karena usus terlepas, usus ini cepat menjadi gangrene. Pada hernia redusibel dilakukan tindakan bedah elektif karena ditakutkan terjadi komplikasi ( Sjamsuhidayat, 2004). A. 1.



2.5 Manifestasi Klinik Benjolan pada regio iunginale, di atas ligamentum inguinal, yang mengecil bila pasien berbaring.



2.



Bila pasien mengejan atau batuk, mengangkat berat, maka benjolan hernia akan bertambah besar.



3.



Bila isinya terjepit akan menimbulkan perasaan sakit di tempat itu disertai perasaan mual.



22



4.



Bila terjadi hernia inguinalis strangulata perasaan sakit akan bertambah hebat serta sakit diatasnya menjadi merah dan panas.



5.



Pada laki-laki isi henia dapat mengisi skrotum ( Sjamsuhidayat, 2004; Arif Mansjoer, 2000).



2.6 komplikasi B. 1.



Komplikasi Terjadi pelekatan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia, sehingga isi hernia tidak dapat dimasuki kembali, keadaan ini disebut hernia irrepponsibilis. Pada keadaan ini belum ada gangguan penyaluran isi usus. Isi hernia yang tersering menyebabkan keadaan irreponsibel adalah omentum, karena mudah melekat pada dinding hernia dan isinya dapat menjadi lebih besar karena infiltrasi lemak. Usus besar lebih sering menyebabkan irreponsibel dari pada usus halus.



2.



Terjadi tekanan terhadap cincin hernia akibat makin banyaknya usus yang masuk, keadaan ini menyebabkan gangguan aliran isi usus diikuti dengan gangguan vaskular ( proses strangulasi). Keadaan ini disebut hernia inguinalis strangulata. Pada keadaan strangulata akan timbul gejala ileus, yaitu perut kembung, muntah, dan obstipasi. Pada strangulasi nyeri yang timbul lebih hebat dan kontinyu, daerah benjolan menjadi merah dan pasien menjadi gelisah ( Arif Mansyoer, 2000).



23



2.7



Pemeriksaan Penunjang danTerapi Pemeriksaan penunjang yang dijalani oleh pasien adalah radiologi, pemeriksaan EKG dan pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan darah rutin tanggal 15 April 2013 didapatkan hasil yang menunjukkan semua parameter pemeriksaan darah dalam ambang batas normal. RBC 5.47 (10 12/1) normal (4.3- 5.9), MCV 78.7(fl) normal(60-100),RDW11.3(%)normal(10,0-15.0),HCT42.7(%) normal(38.0-54.0),PDW11.7(fl)normal(10.0-18.0),PCT188(%) normal (100- 500), WBC 9.1 (103/mm3) normal (4.5-11.0), HGB 13,8 (g/dl) normal (12.0-18.0), MCH 28.5 (pg) normal (27.0-31.0),MCHC 32.4 (g/dl) normal (32.0-37.0), PLT 210 (103/mm3) normal(150-450), LYM 26.5 (%) normal (17.0-48.0), GRA 66.4 (%) normal(43.0-76.0), MID 6.7 (%) normal (4.0-10.0) kreatinin 0.83 (mg/dl) normal (0.501.20), ureum 31.80 (mg/dl) normal (10-50), gol darah O, HbsAg negatif. Data penunjang dari pemeriksaan radiologi tanggal 15 April 2013, yaitu pemeriksaan foto Thorax didapatkan hasil pemeriksaan yang menyatakan tidak ada pembesaran paru, corakan Bronchocculer meningkat, kedua pulmonya tenang, diafragma dan sinusnya baik, jadi kesannya pulmo tenang. Pemeriksaan EKG pada tanggal 15 April 2013 didapatkan hasil dengan irama teratur, frekuensi jantung 100 kali per menit, gelombang P selalu di ikuti Q,R,S dan T, intervalPR



normal kurang dari 5 kotak kecil, gelombang Q,R,S normal kurang dari 3 kotak kecil, jadi bisa ditarik kesimpulan sinus ritme (normal). Program terapi yang diperoleh pasien pada tanggal 22 April 2013 adalah infuse Ringer Laktat 20 tetes per menit fungsinya untuk memenuhi kebutuhan cairan elektrolit, serta mendapat injeksi antara lain injeksi Cefozolin 500 miligram tiap 8 jam indikasinya untuk infeksi saluran nafas bawah, saluran kemih, ginekologi, kulit, tulang dan rawan sendi, saluran pencernaan dan susunan saraf pusat, bakterimia, dan septicemia. Injeksi Ketorolac 10 miligram tiap 8 jam indikasinya untuk penatalaksanaan jangka pendek (maksimal 2 hari) terhadap nyeri akut derajat sedang-berat segera setelah operasi. Dari hasil pengkajian dan observasi di atas, penulis melakukan analisa data kemudian merumuskan diagnosa keperawatan yang utama sesuai dengan prioritas, menyusun intervensi keperawatan, melakukan implementasi, dan evaluasi tindakan.



KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 2.5 Pengkajian Diagnosa keperawatan yang utama adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik. Dari data subyektif pasien dikaji tentang karakteristik nyeri ditemukan Provocate (pencetus) adalah nyeri luka post operasi hernia, Q (quality) rasa seperti tertusuk-tusuk jarum, R (regio) adalah pada lipat paha kiri, S (skala) nyeri dirasakan berat yaitu 7, T (time) nyeri dirasakan terus menerus. Data objektif yang didapatdilipat



1.



Aktivitas/ istirahat



Gejala: a. Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat, duduk mengemudi dalam waktu yang lama. b. Penurunan rentang gerak dari ekstremitas pada salah satu bagian tubuh. c. Tidak mampu melakukan aktivitas yang biasa dilakukan. Tanda: a. Atrofi otot pada bagian tubuh terkena b. Gangguan dalam berjalan 2. Eliminasi Gejala: a. Konstipasi b. Mengalami kesulitan dalam defekasi c. Adanya inkotenensia atau retensio urin 3. Nutrisi/ cairan Gejala:



a. Anoreksia : mual, muntah b. Penurunan berat badan 4. Nyeri/ kenyamanan Gejala



: Nyeri seperti tertusuk pisau akan semakin memburuk dengan adanya : Batuk, mengangkat, defekasi.



Tanda 5.



: Nyeri pada palpasi



Keamanan Gejala : Demam



6.



Penyuluhan/ pembelajaran Gejala



:



Gaya



hidup



monoton



hiperaktif Pemeriksaan penunjang: a. Sinar –x abdomen menunjukkan abnormalnya tinggi kadar gas dalam usus atau obstruksi usus. b. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi ( peningkatan hematokrit), peningkatan sel darah putih, dan ketidakseimbangan elektrolit.



paha kiri terdapat luka operasi yang tertutup kasa, pasien meringis kesakitan dan lemah dengan tekanan darah 115/80 mmHg, nadi 88 kali per menit, respiratori 20 kali per menit, dan suhu 36,50C. 3.2 Diagnosa keperawatan 1. Gangguan rasa Nyaman: Nyeri berhubungan dengan adanya benjolan hernia dengan keluhan sakit pada benjolan hernia, perilaku hati-hati pada saat berdiri, penurunan toleransi tubahan pola terhadap aktivitas, wajah menahan nyeri, perubahan pola tidur. 2. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan terhadap luka ditandai dengan terdapat luka insisi , peningkatan kerentanan tubuh terhadap bakteri sekunder pembedahan. 3.3 Intervensi Keperawatan DIDIAGNOSA 1.



TUTUJUAN/KRITERIA HASIL Gangguan rasa Nyaman: Nyeri berhubun gan dengan



ININTERVENSI



a. Nyeri berkurang atau terkontrol. b. Tidak merasa sakit, postur tubuh rileks, tidak mengeluh, mampu tidur atau istirahat dengan tepat



a.



Kaji



dan



karakterisk



catat nyeri,



gunakan skala nyeri dengan



pasien,



rentangkan ketidaknyamanan dari



0-10,



selidiki



adanya



dan laporkan nyeri



benjolan



dengan tepat.



hernia



b.demonstrasikan penggunaan relaksasi seperti napas dalam



dengan



c. pertahankan posisi semi fowler d. dorong ambulasi dini



keluhan sakit



e.



beri



analgetik



pada sesuai indikasi benjolan hernia, perilaku hati-hati pada saat berdiri, penuruna n toleransi terhadap aktifitas, wajah menahan nyeri, perubaha n



pola



tidur.



a.tidak terjadi a. Pantau 2. Resiko infeksi



infeksi,



berhubungan dengan



mengungkapkan



peningkatan



pemahaman tentang



kerentanan terhadap



situasi atau factor



terhad ap tanda dan



luka, peningkatan



resiko aturan



gejala



kerentanan tubuh



pengobobatan



infeksi



terhadap bakteri



individual



luka.



sekunder



Pening



pembedahan .



katan pembe ngkaka n



dan



kemer ahan, pemisa han luka, pening katan atau drainas e, purule n, pening katan suhu tubuh b.pantau penyembu han luka



lakukan langkah mencegah infeksi . c.ganti perban sesuai aturan penggunan aan tehnik aseptic d. beri tahu dokter jika ada tandatanda inveksi e.berikan antipiretik jika ada demam . f. beri perawatan periperinial 2x sehari sesuai prosedur .



3.4 Implementasi. Implementasi keperawatan mengobservasi keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien, respon subyektif : pasien mengatakan masih merasakan nyeri pada luka post operasinya, tetapi nyeri berkurang dengan skala 5, badan lemas, respon obyektif : pasien lemas, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 86 kali per menit, respiratori 22 kali per menit, suhu 37 0C. Pukul 09.30 WIB mengkaji ulang karakteristik nyeri (P,Q,R.S.T), respon subjektif : P (Provocative) : pasien mengatakan nyeri masih terasa di tempat yang sama, yaitu di lipat paha kiri, Q (Quality) : nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum, R (Region) :di lipat paha kiri, S (Skala) : skala nyeri 5, T (Timing):



nyeri saat untuk miring kanan dan kiri serta untuk duduk, respon objektif : pasien rilek, luka bekas operasi yaitu pada lipat paha kiri tertutup kasa. Pada pukul 09.50 WIB memberikan motivasi kepada pasien untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi perasaan nyeri, data subyektif pasien mengatakan mau diajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Data obyektif, pasien melakukan tehnik nafas dalam. Pukul 10.00 WIB mengajarkan posisi miring, data subyektif pasien mengatakan mau dibantu miring, data obyektif pasien terlihat miring kanan dengan menahannyeri. Implementasi keperawatan pada tanggal 24 April 2013 yang dilakukan penulis yaitu pukul 09.15 WIB mengobservasi keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien, respon subyektif : pasien mengatakan badan segar, nyeri berkurang dengan skala 4, respon obyektif : pasien terlihat segar, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 86 kali per menit, respiratori 20 kali per menit, suhu 36,50C. Pukul 09.30 WIB mengkaji ulang karakteristik nyeri (P,Q,R,S.T), respon subjektif : P (Provocative) : pasien mengatakan nyeri masih terasa di tempat yang sama, yaitu dilipat paha kiri, Q (Quality) : nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum, R (Region) :di lipat paha kiri, S (Skala) : skala nyeri 4, T (Timing) : nyeri jika untuk duduk, respon objektif : pasien tenang, luka bekas operasi yaitu pada lipat paha kiri tertutup kasa. Pukul 09.40 WIB memberi terapi injeksi Cefozolin 500 miligram melalui intravena sesuai anjuran dokter, respon subyektif:



pasien mengatakan bersedia di injeksi, respon obyektif : obat masuk melalui injeksi intravena.



3.5 Evaluasi Keperawatan Evaluasi tindakan pasien mengatakan nyeri pada luka operasi pada lipat paha kiri, skala nyeri 7. Nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum. Objektif : pasien meringis kesakitan, badan lemah berbaring ditempat tidur. Assesment : masalah nyeri akut belum teratasi. Planning : intervensi dilanjutkan yaitu observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien, kaji ulang karakteristik nyeri (P,Q,R,S,T), beri posisi nyaman, anjurkan untuk relaksasi (nafas dalam), dan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapianalgesik. kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapianalgesik. Evaluasi tindakan yaitu subjektif : nyeri pada luka operasi di lipat paha kiri berkurang .



skala nyeri 4. Objektif : pasien masih nyeri, lebih rileks. Asessment : masalah nyeri akut teratasi sebagian. Planning : intervensi dilanjutkan yaitu observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien, kaji ulang karakteristik nyeri (P,Q,R,S.T), beri posisi nyaman, ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam dan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapianalgesik.



BAB IV SIMPULAN



Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan (Sjamsuhidajat,2004). Hernia inguinalis ada dua, yaitu hernia inguinalis indirek (hernia inguinalis lateralis) dan hernia inguinalis direk (hernia inguinalis medialis). Hernia inguinalis indirek atau hernia inguinalis lateralis adalah hernia yang disebabkan karena keluarnya isi hernia dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrik inferior, kemudian hernia masuk kedalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang,menonjolkeluardarianulusinguinaliseksternus,apabilaherniaini



berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum, ini disebut hernia skrotalis (Sjamsuhidajat & Jong, 2004).



BAB IV PENUTUP



1. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberi saran yang diharapkan dapat bermanfaat



BagiPenulis Penulis dalam melakukan asuhan keperawatan terdapat kurang ketelitian, maka selanjutnya penulis dalam mendapatkan data lebih akurat dengan menyusun terlebih dahulu daftar pengkajian. a. Bagi Perawat Untuk meningkatkan komunikasi dan dapat mendapatkan data yang lebih akurat pada Asuhan keperawatan dengan post operasi hernia inguinal lateralis dengan klien.



DAFTAR PUSTAKA



Alawiyah, T.. Gambaran Gangguan Pola Tidur Pada Perawat Di RS Syarif Hidayahtullah Jakarta. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam. Diakses tanggal 1 Juni 2013. Anonim,2013.Http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21384/5/Chapter %201.pdf. Diakses tanggal 25 April 2013. Borley, N. R. Dan Grace, P. A.. 2007. At A Glance Ilmu Bedah. Edisi Ketiga.Jakarta : Erlangga. Broker, C.. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC. Guyton, A. C. dan Hall, J. E.. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC. Herdman, T. H.. 2013. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 20122014. Jakarta : EGC. Iscan, H.. Perbandingan Nyeri Pasca Operasi Herniorrhaphy Secara Lichtenstein Dengan Trabucco. Fakutas Kedokteran Universitas Andalas Padang. Diakses tanggal 25 April 2013. Nanda Internasional, 2011, Nanda International; Diagnosis Keperawatan; Definisi dan Klasifikasi 2009-2011, Penerbit Buku KedokteranEGC. Potter, Patricia A & Perry, Anne Griffin, (2005), Buku Ajar Fundamental Keperawatan; Konsep, Proses, dan Praktik, Vol 1, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC :Jakarta. Potter, Patricia A & Perry, Anne Griffin, (2005), Buku Ajar Fundamental Keperawatan; Konsep, Proses, dan Praktik, Vol 2, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC :Jakarta. Rachadian,D.. 2010. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Jakarta : PT ISFI Reksoprodjo,S.. 2006. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Tangerang : Binarupo AksaraPlubisher.



Simarmata, A.. Perbandingan Nyeri Pasca Herniplasty Shouldice “Pure Tissue” Dengan Lichtenstein “Tension Free”. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara. Diakses tanggal 25 April 2013. Sjamsuhidajat, R dan Wim de J.. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC. Ushan, L.. Hubungan Antara Metode Operasi Lichtenstein dengan Tepi Mesh Kranio-Lateral Dilakukan Overlapping dengan Tidak Dilakukan Overlapping Pada Kejadian Residif Hernia Inguinalis Lateralis. Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Diakses tanggal 25 April 2013. Wilkinson, J. M.. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta :EGC.