Hipospadia  [PDF]

  • Author / Uploaded
  • merry
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipospadia yaitu suatu keadaan akibat penyatuan lipatan uretra yang tidak sempurna sehingga terbentuk muara uretra abnormal di sepanjang permukaan inferior penis, biasanya di dekat glans, di sepanjang batang penis, atau di dekat pangkal penis.1 Insidens hipospadia adalah 3 sampai 5 per 1000 kelahiran, dan angka ini meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan angka 15-20 tahun yang lalu.1 Hipospadia merupakan anomali penis yang paling sering. Perkembangan uretra in utero dimulai sekitar usia 8 minggu dan selesai dalam 15 minggu.2 Tujuan operasi hipospadia adalah untuk membuang korde yang ada dan membuat tambahan uretra sehingga muaranya berada pada ujung gland penis. Reparasi hipospadia dianjurkan pada usia pra-sekolah agar tidak mengganggu kegiatan belajar pada saat operasi.3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Uretra dan Penis Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine keluar dari buli-buli melalui proses miksi. Pada pria, ukuran uretra kurang lebih 23-25cm panjangnya. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian, yaitu uretra anterior dan posterior. Pada pria, organ ini juga berfungsi untuk menyalurkan air mani. Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, serta sfingter uretra externa yang terletak pada perbatasan perbatasan uretra anterior dan posterior. Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yakni bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat dan uretra pars membranacea.1 Penis merupakan organ yang sangat kaya dengan pembuluh darah, dan terdiri atas radiks (pangkal) penis yang terletak diperineum dan korpus penis yang membungkus uretra. Korpus penis terdiri atas tiga massa silinder jaringan erektil yang disatukan oleh jaringan fibrosa dan dibungkus oleh kulit. Dua massa silinder ( kolum ) lateral disebut korpus kavernosa, dan massa silinder yang membungkus uretra disebut korpus spongiosum.3 Ujung penis sedikit membesar dan disebut sebagai glans penis. Glans penis diselimuti oleh kulit longgar yang disebut prepusium atau foreskin, yang melindungi glans penis yang sensitif. Uretra keluar dari korpus penis melalui glans penis di meatus uretra.1,2



2.2 Embriologi Pada embrio yang berumur 2 minggu baru terdapat 2 lapisan yaitu ektoderm dan endoderm. Baru kemudian terbentuk lekukan di tengah-tengah yaitu mesoderm yang kemudian bermigrasi ke perifer, memisahkan ektoderm dan endoderm, sedangkan di bagian kaudalnya tetap bersatu membentuk membran kloaka. Pada permulaan minggu ke-6, terbentuk tonjolan antara umbilical cord dan tail yang disebut genital tubercle. Di bawahnya pada garis tengah terbenuk lekukan dimana di bagian lateralnya ada 2 lipatan memanjang yang disebut genital fold.(1,3) Selama minggu ke-7, genital tubercle akan memanjang dan membentuk glans. Ini adalah bentuk primordial dari penis bila embrio adalah laki-laki, bila wanita akan menjadi klitoris. Bila terjadi agenesis dari mesoderm, maka genital tubercle tak terbentuk, sehingga penis juga tak terbentuk.(1) Bagian anterior dari membrana kloaka, yaitu membrana urogenitalia akan ruptur dan membentuk sinus. Sementara itu genital fold akan membentuk sisi-sisi dari sinus urogenitalia. Bila genital fold gagal bersatu di atas sinus urogenitalia, maka akan terjadi hipospadia.(1)



Embriologi Genitalia eksterna manusia



2.3 Definisi



Hipospadia,



berasal



dari



istilah



yunani, hipo (dibawah)



dan spadon (celah). Hipospadia merupakan kelainan kongenital saluran kemih yaitu muara uretra terletak tidak pada ujung penis, namun lebih ke arah proksimal di sisi ventral.3 Sebagaian besar anak dengan kelainan hipospadia memiliki bentuk batang penis yang melengkung. Biasanya di sekitar lubang kencing abnormal tersebut terbentuk jaringan ikat (fibrosis) yang bersifat menarik dan mengerutkan kulit sekitarnya. Jika dilihat dari samping, penis tampak melengkung seperti kipas (chordee, bahasa latin); secara spesifik jaringan parut di sekitar muara saluran kencing kemudian disebut chordee. Tidak setiap hipospadia memiliki chordee.4



2.4 Etiologi Penyebab pasti hipospadia tidak diketahui secara pasti. Beberapa etiologi dari hipospadia telah dikemukakan, termasuk faktor genetik, endokrin, dan faktor lingkungan.2,4,6 1.



Faktor Genetik Sebuah kecenderungan genetic telah disarankan oleh peningkatan 8 kali



lipat dalam kejadian hipospadia anatara gembar monozigot dibandingkan dengan tunggal. Kecenderungan keluarga telah dicatat dengan hipospadia. Prevalensi hipospadia pada anak laki-laki nenek moyang dengan hipospadia telah dilaporkan sebesar 8% dan 14 % dari anak saudara dengan hipospadia juga terpengaruh. 2.



Faktor Endokrin Penurunan androgen atau ketidakseimbangan untuk menggunakan



androgen dapat mengakibatkan hipospadia. Diferensiasi uretra pada penis bergantung pada androgen dihidrotestosteron (DHT). Oleh karena itu hiospadia dapat disebabkan ileh defisiensi produksi testosterone (T), konversi T menjadi DHT yang tidak adekuat atau defisiensi local pada pengenalan androgen (kekurangan jumlah atau fungsi reseptor androgen). 3.



Lingkungan Selain terpapar zat polutan yang mengakibatkan mutasi gen, faktor



lingkungan yang lain seperti lingkungan dengan aktivitas estrogenic signifikan dimana-mana



dalam masyarakat industry dan tertelan sebagai pestisida pada



buah-buahan dan sayuran, tanaman estrogen endogen, dalam susu dari sepi perah laktasi hamil, dari lapisan plastic di kaleng logam, dan obat-obatan.



4.



Embriologi Secara embriologis hipospadia disebabkan oleh sebuah kondisi dimana



bagian ventral lekuk uretra gagal untuk menutup dengan sempurna.Diferensiasi uretra bergantung pada hormone androgen Dihidrotestosteron (DHT) dengan kata lain hipospadia dapat disebabkan oleh defisiensi produk testosterone, konversi testosterone menjadi DHT yang tidak adequate, atau defisiensi local pada hormone androgen.5 2.5 Klasifikasi



berdasarkan letak ostium uretra eksterna maka hipospadia dibagi 3 tipe, yaitu :



1. Tipe sederhana/ Tipe anterior



Hipospadia Glandular



Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.7 2. Tipe penil/ Tipe Middle



Hipospadia Pene-escrotal



Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal. Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih.



Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.7



3. Tipe Posterior



Hipospadia Perineal



Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun.7 2.6 Patofisiologi Kelainan terjadi akibat kegagalan lipatan uretra untuk berfusi dengan sempurna pada masa pembentukan saluran uretral embrionik. Abnormalitas dapat menyebabkan infertilitas dan masalah psikologis apabila tidak diperbaiki.5,6



Fungsi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian disepanjang batang penis hingga akhirnya di perineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai tapi yang menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee , pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari penis (Anak-hipospadia).6,8 Hipospadia terjadi dari pengembangan tidak lengkap uretra dalam rahim. Penyebab pasti cacat di tidak tahu tetapi diperkirakan terkait dengan pengaruh lingkungan dan hormonal genetik (sugar, 1995). Perpindahan dari meatus uretra biasanya tidak mengganggu kontinensia kemih. Namun, stenosis pembukaan dapat terjadi, yang akan menimbulkan obstruksi parsial outflowing urin. Hal ini dapat mengakibatkan ISK atau hidronefrosis (kumor, 1992). Selanjutnya, penempatan ventral pembukaan urethral bisa mengganggu kesuburan pada pria dewasa, jika dibiarkan tidak terkoreksi.5,6 2.7 Gejala Klinis 7,14,9 Gambaran klinis Hipospadia : 1.



Kesulitan atau ketidakmampuan berkemih secara adekuat dengan posisi berdiri



2.



Chordee (melengkungnya penis) dapat menyertai hipospadia



3.



Hernia inguinalis (testis tidak turun) dapat menyertai hipospadia.



4.



Lokasi meatus urine yang tidak tepat dapat terlihat pada saat lahir.



2.8 Diagnosis Ketika pasien pertama kali datang, pertanyaan dibuat mengenai riwayat obat-obatan diawal kehamilan, riwayat keluarga, arah dan kekuatan cairan kemih dan adanya penyemprotan pada saat buang air kecil. Pemeriksaan fisik meliputi kesehatan umum dan perkembangan pertumbuhan dengan perhatian khusus pada system saluran kemih seperti pembesaran salah satu atau kedua ginjal dan amati adanya cacat lahir lainnya. 9,12,2 Khas pada hipospadia adalah maetus uretra pada bagian ventral dan perselubungan pada daerah dorsal serta terdapat defisiensi kulit preputium, dengan atau tanpa chordee dan hipospadia berat berupa suatu skrotum bifida. Ukuran meatus uretra dan kualitas dinding uretra (corpus spongiosum) pada proksimal meatus juga berbeda. Derajat hipospadia sering digambarkan sesuai dengan posisi meatus uretra dalam kaitannya dengan penis dan skrotum. Ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk kemungkinan timbul keraguan karena dengan adanya Chordee yang signifikan.9,2 Sebuah meatus yang berada di wilayah subcoronal mungkin sebenarnya juga snagat dekat dengan persimpangan penoscrotal dank arena itu setelah koreksi chordee, meatus akan surut ke daerah proksimal batang penis memerlukan rekonstruksi uretra yang luas. Sebaliknya, meatus yang terletak di wilayah subcoronal dalam ketiadaan chordeecocok dengan hipospadia ringan. Oleh karna itu, karena kehadiran chordee yang signifikan, posisi meatus uretra harus dijelaskan dalam kaitannya dengan persimpangan penoscrotal dan korona. Tingkat chordee dapat secara akurat dinilai dengan induksi ereksi dengan mengompresi kavernosum terhadap rami pubis. Kehadiran satu atau kedua testis



di skrotum harus dicatat. Pada sebagian besar kasus, pasien dengan testis hipospadia ringan sampai sedang dan kedua testis yang dapat turun secara genotif adalah laki-laki normal. Namun dalam kasus hipospadia yang berat terutama bila dikaiatkan dengan testis yang tidak turun baik unilateral atau bilateral, muncul pertanyaan tentang interseks.9 Bebrapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu urethtroscopy dan cytosocopy untuk memasatikan organ-organ seksinternal terbentuk secara normal. Excretory urography dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya abnormalitas congenital pada ginjal dan ureter.9,10 2.9 Penatalaksanaan Penatalaksanaan



hipospadia



adalah



dengan



jalan



pembedahan. Tujuan prosedur pembedahan pada hipospadia adalah: 1. Membuat penis yang lurus dengan memperbaiki chordee. 2. Membentuk



uretra



dan



meatusnya



yang



bermuara



pada



ujung



penis(Uretroplasti). 3. Untuk mengembalikan aspek normal dari genitalia eksterna (kosmetik). Pembedahan dilakukan berdasarkan keadaan malformasinya. Pada hipospadia glanular uretra distal ada yang tidak terbentuk, biasanya tanpa recurvatum, bentuk seperti ini dapat direkonstruksi dengan flap lokal (misalnya, prosedur Santanelli, Flip flap, MAGPI [meatal advance and glanulo plasty], termasuk preputium plasty). Operasi sebaiknya dilaksanakan pada saat usia anak yaitu enam bulan sampai



usia



prasekolah.



Hal



ini



dimaksudkan



bahwa



pada



usia



ini



anak diharapkan belum sadar bahwa ia begitu spesial, dan berbeda dengan teman-



temannya yang lain yaitu dimana anak yang lain biasanya miksi (buang air seni) dengan berdiri sedangkan ia sendiri harus melakukannya dengan jongkok agar urin tidak merembes ke mana-mana. Anak yang menderita hipospadia hendaknya jangan dulu dikhitan, hal ini berkaitan dengan tindakan operasi rekonstruksi yang akan mengambil kulit preputium penis untuk menutup lubang dari sulcus uretra yang tidak menyatu pada penderita hipospadia.12,15 A. Langkah – Langkah Pada Operasi Hipospadia 1. Koreksi meatus 2. Koreksi chordee bila ada 3. Rekonstruksi uretra Tahap rekontruksi uretra : a. Meluruskan penis yaitu orifisium dan canalis uretra senormal mungkin.Hal ini dikarenakan pada penderita hipospadia biasanya terdapat suatuchorda



yang



merupakan



jaringan



fibrosa



yang



mengakibatkan



penis penderita bengkok. Langkah selanjutnya adalah mobilisasi (memotong dan memindahkan) kulit preputium penis untuk menutup sulcus urethra.12,8 b. (Uretroplasty).



Tahap



kedua



ini



dilaksanakan



apabila



tidak



terbentuk fossa naficularis pada glans penis. Uretroplasty yaitu membuat fassanaficularis baru pada glans penis yang nantinya akan dihubungkan dengan canalis uretra yang telah terbentuk sebelumnya melalui tahap pertama.12,8 Tidak



kalah



adalah penanganan



pentingnya pascabedah



pada dimana



penanganan canalis



penderita



uretra



hipospadia



belum



maksimal



dapat digunakan untuk lewat urin karena biasanya dokter akan memasang sonde untuk



memfiksasi



canalis



uretra



yang



dibentuknya.



Urin



untuk



sementara dikeluaskan melalui sonde yang dimasukkan pada vesica urinaria (kandungkemih) melalui lubang lain yang dibuat olleh dokter bedah sekitar daerah di bawah umbilicus (pusar) untuk mencapai kandung kemih.12,8 4. Pengalihan kulit dorsal penis yang berlebihan ke ventral 5. Koreksi malformasi – malformasi yg berhubungan Teknik operasi B. Teknik Operasi Secara Garis Besar 1. Perbaikan multi tahap Perbaikan dua tahap Tahap I : Chordectomy, Chordectomy dengan memotong uretra plat distal, meluruskan penis sehingga meatus tertarik lebih proksimal.15



Tahap II: Urethroplasty,



Penutupan kulit bagian, ventral dilakukan



dengan memindahkan prepusium dorsal dan kulit penis mengelilingi bagian ventral dalam tahap uretroplasti • Contoh : Browne (1953), Byars (1955), dan Smith (1981)



2. Perbaikan Satu Tahap Akhir tahun 1950, pelepasan korde



kendala utama, tetapi dapat



dihilangkan sejak ditemukan teknik ereksi buatan). Contoh : Broadbent (1961), McCormack (1954), Devine & Horton (1961), Teknik Y-V modifikasi Mathieu, Teknik Lateral Based (LB)Flap.15 a. Teknik Y-V Modifikasi Mathieu



b. Teknik Lateral Based (LB) Flap



3. Perawatan Pasca Operasi



Suatu tekanan ringan dan elastis dari perban dipakai untuk memberikan kompres post operatif bagi reparasi hipospadia, untuk mengatasi oedema dan untuk mencegah pendarahan setelah operasi. Dressing harus segera dihentikan bila terlihat keadaan sudah membiru disekitar daerah tersebut, dan bila terjadi hematoma harus segera diatasi. Setiap kelebihan tekanan yang terjadi karena hematoma akan bisa menyebabkan nekrosis.15



Oleh karena efek tekanan pada penyembuhan, maka pemakaian kateter yang dipergunakan harus kecil, dan juga steril, dan terbuat dari plastik dan dipergunakan kateter dari kateter yang lunak. Dalam keadaan dimana terjadi luka yang memburuk sebagai akibat edema pada luka, ereksi atau hematoma, maka sebaiknya dikompres dengan mempergunakan bantalan saline steril yang hangat. Diversi urine terus dilanjutkan sampai daerah yang luka itu sembuh. Bila jaringan tersebut telah sembuh, maka masalahnya bisa direparasi dalam operasi yang kedua 6 – 12 bulan yang akan datang.15,10



2.11 Komplikasi Komplikasi yang timbul paska repair hipospadia sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain faktor usia pasien, tipe hipospadia, tahapan operasi, ketelitian teknik operasi, serta perawatan paska repair hipospadia. Macam komplikasi yang terjadi yaitu14 : 1.



Perdarahan



2.



Infeksi



3.



Fistel urethrokutan



4.



Striktur urethra, stenosis urethra



5.



Divertikel urethra.



Komplikasi paling sering dari reparasi hipospodia adalah fistula, divertikulum, penyempitan uretral dan stenosis meatus.



12,4,7



Penyebab paling



sering dari fistula adalah nekrosis dari flap yang disebabkan oleh terkumpulnya darah dibawah flap. Fistula itu dapat dibiarkan sembuh spontan dengan reparasi sekunder 6 bulan sesudahnya. Untuk itu kateter harus dipakai selama 2 minggu setelah fistulanya sembuh, dengan harapan tepi-tepinya akan menyatu kembali, sedangkan kegunaannya untuk terus diversi lebih lama dari dua minggu.6,13 2.12 Prognosis Secara umum hasil fungsional dari one-stage procedure lebih baik dibandingkan dengan multi-stage procedures karena insidens terjadinya fistula atau stenosis lebih sedikit, dan lamanya perawatan di rumah sakit lebih singkat, dan prognosisnya baik.4



BAB III KESIMPULAN



Hipospadia merupakan suatu kelainan bawaan dimana meatus uretra eksternus (lubang kencing) terletak di bagian bawah dari penis dan letaknya lebih kearah pangkal penis dibandingkan normal. Hipospadia biasanya disertai bentuk abnormal penis yang disebabkan adanya chordee dan adanya kulit di bagian punggung penis yang relatif berlebih dan bagian bawah yang kurang. Operasi hipospadia sampai saat ini sangat menantang, dengan tingkat komplikasi yang signifikan walaupun telah diusahakan operasi seefektif mungkin. Perawatan selama preoperatif dan perioperatif sangat mempengaruhi kesembuhan. Pada abad ini, tantangan utama yang dihadapi oleh ahli bedah adalah menemukan jaringan yang adekuat untuk menggantikan uretra yang hilang/tidak cukup (missing urethra). Hal ini karena kepuasan maksimal belum tercapai dengan penggunaan jaringan kulit, mukosa buccal atau mukosa kandung kemih sebagai pengganti.



Kultur sel-sel urotelial mungkin bisa dipertimbangkan mengingat ianya bahan yang mudah untuk ditangani untuk uretroplasti.



DAFTAR PUSTAKA



1. Baskin, L. 2000. HYPOSPADIAS. ANATOMY, EMBRYOLOGY, AND RECONSTRUCTIVE TECHNIQUES. Brazilian Journal of Urology. Vol. 26 (6): 621-629, November - December, 2000.



2. Rey, RA., Codner, E. 2005. Low Risk of Impaired Testicular Sertoli and Leydig Cell :Functions in Boys with Isolated Hypospadias. J Clin Endocrinol Metab, November 2005, 90(11):6035–6040.



3. Djacovic, N., Nyarangi-Dix, J. 2008. Hypospadias. Advances in Urology. Volume 2008, Article ID 650135, 7 pages.



4. Arap, S., Mitre, AI. 2000. PENOSCROTAL HYPOSPADIAS. Brazilian Journal of Urology. Vol. 26 (3): 304-314, May - June, 2000.



5. Man, DW. 1985. An Approach to HypospadiasManagement. Journal of the Hong Kong Medical Association, Vol. 37, No. 2, 1985.



6. Brouwers, MM., Feitz, WFJ. 2006. Hypospadias: a transgenerational effect of diethylstilbestrol?.Society of Human Reproduction and Embryology. Human Reproduction Vol.21, No.3 pp. 666–669, 2006.



7. Fisch, H., Golden, RJ. 2001. MATERNAL AGE AS A RISK FACTOR FOR HYPOSPADIAS. The Journal Of Urology® Vol. 165, 934–936, March 2001.



8. Snodgrass, W., Macedo, A. 2010. Hypospadias dilemmas: A round table. Journal of Pediatric Urology Company. Journal of Pediatric Urology (2011) xx, 1-13.



9. Ismail, KA. 2009. Proximal Hypospadias: Is Still There a Place for Two Stage Urethroplasty?.Annals of Pediatric Surgery. Vol 5, No 4, October 2009, PP 274-281.



10. Mieusset, R., Soulie, M. 2005. Hypospadias: Psychosocial, Sexual, and MinireviewReproductive Consequences in Adult Life. Journal of Andrology, Vol. 26, No. 2, March/April 2005.



11. Ahmed, J. 2010. TRANSVERSE PREPUTIAL ISLAND FLAPFOR HYPOSPADIAS REPAIR. Journal of Surgery Pakistan (International) 15 (3) July - September 2010.



12. Castagnetti, M., Scarpa, MG. 2006. Evaluation of cosmetic results in uncomplicateddistal hypospadias repairs. Journal of Andrological Sciences 2009;16:121-124.



13. Wang, M. 2008. Endocrine Disruptors, Genital ReviewDevelopment, and Hypospadias. Journal of Andrology, Vol. 29, No. 5, September/October 2008.



14. Pai, W., Tseng H. 2007. Ambiguous Genitalia during Neonatal Period:A 15-Year Experience at a Medical Center. Clinical Neonatology 2007 Vol. 14 No.2.



15. Cafici, D., Iglesias, A. 2002. Prenatal Diagnosis of SevereHypospadias With Two- andThree-dimensional Sonography. American Institute of Ultrasound in Medicine • J Ultrasound Med 21:1423–1426, 2002.