Hisprung [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Penyakit



Hirschprung



(congenital



aganglionic



megacolon)



merupakan kelainan kongenital langka sistem pencernaan yang ditandai dengan kegagalan pengeluaran feses.Pada bayi baru lahir dengan hirschprung mekonium tidak dapat dikeluarkan dalam waktu 24-48 jam setelah kelahiran. Penyakit ini terjadi akibat sel-sel saraf enterik tidak terbentuk di sebagian atau seluruh usus besar (Mayo Clinic, 2019). Secara epidemiologi, hirschprung lebih banyak ditemui pada lakulaki dibandingkan dengan perempuan (Esayias, 2013). Rasio antara lakilaki dibandingkan dengan perempuan yaitu 4:1. Di Asia sendiri yang mengalami hirschprung adalah 1:3571 kelahiran hidup (Puri, 2018). Di Indonesia sendiri belum diketahui data nasional yang menyebutkan berapa angka penderita hirschprung namun ada sebuah penelitian di RSUP Haji Adam Malik Medan melaporkan bahwa diantara klien hirschprung usia 012 bulan, 64,2% penderita memiliki jenis kelamin laki-laki. Penyakit hirschprung bermula ketika tidak ada atau kekurangan sel-sel ganglion parasimpatik otonom pada pleksus submukosa (Meissner) dan myenterik (Auerbach) di satu atau lebih segmen kolon. Hal ini menimbulkan gerakan peristaltik usus abnormal sehingga terjadi obstruksi usus, akumulasi feses dan distensi usus (megakolon). Pada bagian proksimal dari daerah transisi terjadi penebalan dan pelebaran dinding usus dengan penimbunan feses dan gas yang banyak mengalami penumpukan dan terjadi kegagalan pengeluaran feses (Wagner, 2018). Untuk menghindari terjadinya hirschprung maka anak harus dipantau dalam pemberian makanan dengan memberikan makan yang berserat tinggi. Pantau juga pemberian cairan, usahakan cukup. Beri juga dorongan pada anak untuk aktif melakukan aktivitas fisik serta berikan laktasi. 1



1.2 Tujuan 1.2.1



Tujuan Umum Mengetahui gambaran umum penyakit hirschprung pada anak



1.2.2



Tujuan Khusus 1. Dapat menjelaskan definisi hirschprung 2. Dapat menjelaskan klasifikasi hirschprung 3. Dapat menjelaskan patofisiologi hirschprung 4. Dapat menjelaskan penatalaksanaan hirschprung 5. Dapat menjelaskan pathway hirschprung 6. Dapat membuat asuhan keperawatan hirschprung pada anak



1.3 Manfaat 1.3.1



Bagi Pembaca Dapat menjadi sumber pembelajaran dan menambah pengetahuan mengenai hirschprung pada anak.



1.3.2



Bagi Penulis Dapat membiasakan mahasiswa dalam penulisan makalah serta memahami materi hirschprung pada anak.



2



BAB II KONSEP PENYAKIT



2.1. Definsi Penyakit



Hirschprung



(congenital



aganglionic



megacolon)



merupakan kelainan kongenital langka sistem pencernaan yang ditandai dengan kegagalan pengeluaran feses. Penyakit hirschprung terjadi pada sekitar 1 dari 5.000 kelahiran hidup. Pada bayi baru lahir dengan hirschprung mekonium tidak dapat dikeluarkan dalam waktu 24-48 jam setelah kelahiran. Penyakit ini terjadi akibat sel-sel saraf enterik tidak terbentuk di sebagian atau seluruh usus besar (Mayo Clinic, 2019). Para ahli tidak mengetahui hal ini dapat terjadi secara pasti. Saraf enterik berfungsi mengendalikan kontraksi otot dalam pengeluaran feses melewati usus. Tanpa adanya saraf enterik feses tidak dapat terdorong keluar hingga anus. Hal ini menyebabkan penyumbatan usus, sembelit parah, bengkak dan infeksi. Dalam kasus ringan, kondisi hirschprung mungkin tidak terdeteksi sampai masa anak-anak (NIH, 2019). Seorang anak lebih berisiko terkena penyakit hirschprung jika ada riwayat keluarga dengan kelainan tersebut. Hirschprung juga sering dikaitkan dengan penyakit sindrom Down. Anak laki-laki lebih cenderung mengalami penyakit hirschprung daripada anak perempuan (Stanford Children’s Health, 2016). 2.2. Anatomi Kolon atau usus besar memiliki panjang sekitar 3-5 kaki ( 0,9m – 1,5m). Kolon terdiri dari empat bagian : A. Ascending Colon merupakan kolon yang berada di perut sebelah kanan yang mengarah ke atas. B. Transverse Colon merupakan kolon yang melintang pada bagian abdomen atas. 3



C. Descending Colon merupakan kolon yang berada di perut sebelah kiri yang mengarah ke bawah. D. Sigmoid Colon merupakan kolon pendek yang melengkung berbatasan dengan Rectum. Kolon memiliki lapisan berisi mukosa, submukosa, muskularis, dan serosa. Pada kolon tidak terdapat vili di dalam mukosanya namun kolon memiliki dua cabang arteri untuk menyuplai darah, yaitu arteri mesentrika superior dan arteri mesentrika inferior. Arteri mesentrika superior memperdarahi bagian sekum, kolon ascendens, dan kolon transversum bagian proksimal. Pada arteri mesentrika inferior memperdarahi bagian kolon transversum bagian distal, kolon descendens dan kolon sigmoid. Untuk persarafan pada kolon prinsipnya terdiri dari persarafan parasimpatis dan simpatis. Untuk persarafan simpatis berasal dari bagian bawah dari torakal dan bagian teratas dari lumbal. Sedangkan pada persafaran parasimpatis untuk kolon berasal dari dua sistem saraf pusat, yaitu saraf vagus dan bagian sakral. 2.3. Fisiologi Kolon memiliki empat fungsi penting dalam tubuh manusia, yaitu organ dalam tubuh manusia yang melakukan penyerapan terhadap air dan elektrolit, fermentasi dari bakteri, tempat penampungan feses, dan gas pada kolon. Normalnya kolon menerima 900-1,500 mL dari kimus yang berasal dari ileus setiap harinya, dari keseluruhan air ataupun elektrolit dari ileus akan diserap sekitar 100-200 mL. Adapun sisa dari makanan yang tidak diperlukan dari tubuh akan tertahan di kolon untuk sementara hingga dirangsang oleh manusia untuk dikeluarkan. 2.4. Epidemiologi Dari kebanyakan studi yang dilakukan tentang penyakit Hirschsprung, diperkirakan kejadiannya bisa terjadi pada 1 dari 5.000 kelahiran anak. Setelah dilakukan survei pada beberapa negara didapati hasil bahwa 1,5 dari 10.000 kelahiran yang berkulit putih, untuk ras Afrika-Amerika terdapat 2,1 4



dari 10.000 kelahiran,untuk ras Asia terdapat 2,8 dari 10.000 kelahiran dan penelitian dilakukan di Jepang terdapat 1 dari 5.343 kelahiran tahun 1998 hingga 2002. 2.5. Etiology Penyebab penyakit ini adalah abnormalitas seluler dan molekuler dari Enteric Nervus System (ENS), karena perpidahan dari neural crest tidak lengkap inilah yang menyebabkan penyakit Hirschsprung. Masih ada beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan penyakit ini, yaitu matriks ekstraseluler diubah, abnormalitas pada faktor neurotropik, melekatnya molekul-molekul sel neural. Ada juga disebutkan bahwa penyakit Hirschsprung ini dapat disebabkan karena faktor genetik. Faktor genetic diidentifikasi terlibat dalam penyakit hirschprung. Bersamaan dengan factor genetic, diduga defek ini mungkin disebabkan dari kegagalan migrasi kraniokaudal pada perkusor sel ganglion sepanjang saluran gastrointestinal selama perkembangan janin. Selain itu, kegagalan sfingter rektal tidak mampu berelaksasi sehingga mencegah pengeluaran zat padat (feses), cairan, dan gas. Panjang segmen aganglionik pada usus bervariasi, mulai dari area yang kecil (seperti sfingter ani internal) hingga seluruh kolon. Pada sebagian anak yang mengalami penyakit hirschprung (sekitar 80%), segmen aganglionik hanya mencakup kolon rektosigmoid. Penyakit ini dapat menjadi penyakit akut atau kronis seperti menyebabkan enterkolitis, yaitu inflamasi pada kolon yang merupakan penyebakan kematian pada bayi ataupun anak dengan penyakit hirschprung (Sharon, 2013). 2.6. Klasifikasi Hirschprung dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Segmen pendek Segmen pendek aganglionisis dimulai dari anus hingga sigmoid, terjadi sekitar 70% dan sering ditemukan pada laki-laki. Pada tipe segmen pendek yang umum insidennya 5 kali lebih besar pada laki-laki dibandingkan dengan wanita. 2. Segmen panjang 5



Daerah aganglionisis bisa melampaui sigmoid, bahkan bisa mengenai seluruh kolon. Lelaki dan perempuan berpeluang sama. 2.7. Patofisiologi Penyakit hirschprung (megakolon aganglionik) bermula dari tidak adanya atau kekurangan sel-sel ganglion parasimpatik otonom pada pleksus submukosa (Meissner) dan myenterik (Auerbach) di satu atau lebih segmen kolon. Hal ini menimbulkan gerakan peristaltik usus abnormal sehingga terjadi obstruksi usus, akumulasi feses dan distensi usus (megakolon). Pada bagian proksimal dari daerah transisi terjadi penebalan dan pelebaran dinding usus dengan penimbunan feses dan gas yang banyak (Wagner, 2018). Tiga saraf pleksus usus seperti pada bagian submukosa (meissner), pleksus intermuskuler (auerbach), pleksus mukosa (pleksus kecil). Semua pleksus ini terintegrasi dan halus terlibat dalam semua aspek fungsi usus, termasuk absorbsi, sekresi, motilitas, dan aliran darah. Motilitas yang normal terutama di bawah kendali neuron intrinsik. meskipun kehilangan persarafan ekstrinsik. Ganglia ini mengontrol kontraksi dan relaksasi otot polos, dengan relaksasi yang mendominasi. Pada pasien dengan penyakit Hirschsprung, tidak adanya sel ganglion akan mengarah ke peningkatan dalam usus yaitu persarafan ekstrinsik. Persarafan dari kedua sistem kolinergik dan sistem adrenergik adalah 2-3 kali dari persarafan normal. Adrenergik (rangsang) sistem diperkirakan mendominasi atas kolinergik (penghambatan) sistem, yang menyebabkan peningkatan tonus otot polos. Dengan hilangnya saraf intrinsik enterik penghambatan, nada peningkatan yang terlindung dan menyebabkan ketidakseimbangan kontraktilitas otot polos, peristaltikyang tidak terkoordinasi, dan obstruksi fungsional. 2.8. Manifestasi Klinis Gejala pada setiap anak bervariasi. Pada bayi baru lahir meliputi tidak buang air besar dalam 24-48 jam pertama kehidupan, muntah cairan hijau atau coklat, pembengkakan perut. Sedangkan pada anak yang tidak menunjukan gejala awal mungkin mengalami gejala seperti sembelit 6



makin memburuk seiring waktu, kehilangan nafsu makan, feses kecil berair dan berdarah, gizi buruk, kehilangan energy, dan pertumbuhan yang lambat (Stanford Children’s Health, 2016). Anak dengan hirschsprung memiliki risiko kondisi yang lebih serius seperti radang usus (enterokolitis) atau lubang di dinding usus (perforasi usus) yang dapat menyebabkan infeksi serius dan mungkin berakibat kematian (NIH, 2019). Berikut adalah tanda dan gejala yang biasa ditemui : a. Adanya keterlambatan pengeluaran mekonium yang pertama, biasanya berkisar waktu 24-48 jam setelah kelahiran b. Adanya muntah berwarna hijau c. Adanya kontipasi masa neonatus, jika terjadi pada anak yang lebih tua akan terjadi kontipasi makin sering terjadi, perut kembung, dan pertumbuhan terhambat d. Adanya riwayat keluarga yang pernah memiliki keluhan serupa. 2.9. Pemeriksaan fisik dan penunjang A. Pemeriksaan Fisik Pada dasarnya pemeriksaan fisik merupakan hal yang sangat penting dalam menegakkan diagnosa dari penyakit Hirschsprung. Kita dapat melihat dengan jelas tanda dan gejala yang muncul saat melakukan pemeriksaan fisik. Berikut ada beberapa hal yang dapat dilakukan, antara lain : -



Pada anak penderita Hirschsprung akan sangat terlihat pembesaran dari perutnya



-



Pemeriksaan colok dubur, dimana sering sekali pada pemeriksaan ini menunjukkan rektum yang kosong di sekitar jari pemeriksa, memberikan kesan bahwa sfingter yang memanjang. Pada saat jari ditarik keluar dari anus, seringkali feses yang tertahan menyemprot keluar.



B. Pemeriksaan Penunjang Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk menegakan diagnosa penyakit hirschprun :



7



1) Pemeriksaan radiologis a. Foto polos abdomen Pada pemeriksaan ini pasien biasanya difoto terlentang dan menyamping. Pada foto terlentang akan terlihat perbesaran dari usus, kita juga dapat melihat obstruksi pada daerah kolon dan rektum.Pada saat foto secara horizontal kadar cairan yang sudah menumpuk pada usus dan melihat apakah ada atau tidak perforasi dibagian usus.



b. Foto kontras enema Kontras



enema



dapat



membantu



diagnosis



dari



penyakit



Hirschsprung. Radiologis biasanya menggunakan barium untuk melakukan pemeriksaan ini, akan tetapi lebih memilih kontras enema larut air jika tersedia. Dari pemeriksaan kontras enema ini kita dapat mengetahui tingkatan dari penyakitnya dengan cara memperlihatkan zona transisi. Pada pemeriksaan barium enema zona transisi biasanya terlihat dan tampak pelebaran pada usus bagian proksimal dan menyempit pada usus bagian distal. Untuk melihat zona transisi dapat dibagi 3 bagian:



8



1. Pada zona ini memperlihatkan keseluruhan area distal yang



memiliki sel ganglia. 2. Pada kebanyakan pasien, zona ini terdapat di bagian



rectosigmoid daripada kolon. 3. Perbandingan antara lebar kolon sigmoid dengan diameter



rektum pada kontras enema lebih dari 1 pada pasien penyakit Hirschsprung 2) Pemeriksaan patologi anatomi Diagnosa histopatologi penyakit Hirschsprung didasarkan atas absennya sel ganglion pada pleksus mienterik (Auerbach) dan pleksus sub-mukosa (Meissner) dan ditemukannya penebalan pada serabut saraf parasimpatis. Pemeriksaan ini akan medapati hasil semakin tinggi jika menggunakan pengecatan immunohistokimia asetilkolinesterase, suatu enzim yang banyak ditemukan pada serabut saraf parasimpatis. Pada pemeriksaan ini akan sulit didapati hasilnya jika dilakukan pada anakanak. Ada beberapa pilihan pewarnaan enzim yang lain dilakukan untuk menegakkan



diagnosa



penyakit



Hirschsprung,



yaitu



laktat



dehidrogenase, suksinat dehidrogenase, dan NADPH-diaphorase enzim histokimia. Untuk konfirmasi jaringan dilakukan biopsi spesimen untuk melihat ada atau tidaknya pleksus Auerbach pada lapisan otot dan teknik biopsy suction. Pada biopsi spesimen dilakukan biopsi seromuskular terhadap dinding usus saat melakukan laparotomi. Biopsy suction dilakukan dengan tujuan melihat pleksus Meissner di lapisan submukosa. 3) Manometri anorektal Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan dilakukan dengan pengukuran fungsi dari ENS. Tindakan ini dilakukan pada saat relaksasi sfingter anal bagian dalam agar pada saat alat dimasukkan kita dapat melebarkan balon pada bagian rektum. Dalam pemeriksaan mamometri anorektal ini sangat dibutuhkan kerjasama dari pasien, biasanya pemeriksaan ini lebih sulit dilakukan pada neonatus 9



dalam keadaan sadar.Perlu diingat bahwa refleks anorektal pada neonatus prematur atau neonatus aterm belum berkembang sempurna sebelum berusia 12 hari. Sebaiknya, pemeriksaan mamometri anorektal dilakukan tenaga ahli yang sudah biasa agar mendapatkan hasil yang bermakna. Temuan klasik yang biasa ditemukan pada pemeriksaan ini adalah ketiadaan refleks inhibisi pada rektoanal pada saat bagian rektum pasien membesar. Pasien dengan penyakit Hirschsprung ini kekurangan refleks inhibisi dan relaksasi sfingter bagian dalam. Dalam prakteknya, manometri anorektal dilaksanakan apabila hasil pemeriksaan klinis, radiologis dan histologis meragukan. Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi penyakit Hirschsprung adalah :



1) Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi; 2) Tidak dijumpai kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen usus aganglionik;



3) Sampling reflex tidak berkembang. Tidak dijumpai relaksasi spinkter interna setelah distensi rektum akibat desakan feces. Tidak dijumpai relaksasi spontan 2.10. Penatalaksanaan 1. Pengobatan Farmaka Untuk terapi dari penyakit Hirschsprung harus dilakukan segera. Tujuan umum perawatan medis antara lain : a. Untuk mengobati komplikasi dari penyakit Hirschsprung. b. Memonitor tindakan sementara sampai bedah rekonstruksi terjadi. c. Memonitor fungsi usus setelah operasi rekonstruksi agar berjalan dengan baik. Manajemen komplikasi penyakit Hirschsprung diarahkan kepada pemantauan kembali cairan normal dan keseimbangan elektrolit, mencegah distensi usus yang berlebih, mengelola komplikasi seperti sepsis, dekompresi nasogastrik, dan pemberian antibiotik intravena termasuk tatalaksana awal pada kasus ini 10



2. Penatalaksanaan Medis a. Prosedur Penarikan Usus (laparoscopic pull-throught) Pada prosedur ini dokter akan memotong dan membuang bagian usus besar yang tidak memiliki saraf, kemudian menyambung usus yang sehat langsung ke anus (Holcomb,2010).



Gambar . Pull Through b. Prosedur Swenson Tujuan swenson pull-through adalah untuk menghilangkan seluruh kolon aganglionik, dengan end-to-end anastomosis di atas anal sphingter. operasi awalnya dilakukan melalui laparotomi, dengan anatomosis dilakukan perineum setelah mengalami rektum aganglionik (Holcomb,2010).



Gambar . prosedur swenson c. Prosedur Soave Prosedur Soave melibatkan reseksi mukosa dan submukosa rektum dan menarik melalui ganglion usus normal melalui manset 11



berotot aganglionik rektum. Itu diperkenalkan pada 1960-an dan awalnya tidak termasuk bergabung secara formal. Itu tergantung pada pembentukan jaringan parut antara segmen pull-through dan usus aganglionik sekitarnya (Holcomb,2010). 



Gambar . prosedur soave d. Prosedur Duhamel Prosedur duhamel adalah tindakan operasi yang memotong usus besar yang tidak memiliki saraf dan pembuluh darah, lali menyambung usus besara yang memiliki saraf dengan stapler linear untuk membuat lumen baru(Holcomb,2010).



Gambar . prosedur duhamel 3. Penatalaksanaan Non Medis Berikut adalah gaya hidup dan pengobatan rumahan yang dapat digunakan untuk mengatasi hirschsprung: a. Memberikan makanan berserat tinggi Apabila anak makan makanan yang padat, berikan makanan berserat tinggi. Seperti gandum utuh, buah-buahan dan sayuran serta batasi roti tawar dan makanan berserat rendah lainnya. Karena peningkatan makanan berserat tinggi secara tiba-tiba dapat



12



memperburuk sembelit pada awalnya, berikan makanan berserat tinggi secara perlahan. b. Tingkatkan cairan Dorong anak untuk minum lebih banyak air. Apabila sebagian atau seluruh usus besar anak diangkat, anak mungkin akan mengalami kesulitan menyerap cukup air. Minum lebih banyak air dapat membantu



anak



tetap



terhidrasi,



yang



dapat



membantu



meringankan sembelit. c. Dorong anak untuk aktif secara fisik:Aktivitas aerobik harian dapat membantu buang air secara rutin. d. Laksatif: Apabila anak Anda tidak merespon atau tidak dapat mentolerir peningkatan serat, air atau aktivitas fisik, laksatif tertentu – obat untuk membantu buang air besar- dapat membantu mengurangi sembelit.



13



BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan, verifikasi, dan komunikasi data dari sumber primer (klien) dan sumber sekunder (keluarga, tenaga kesehatan) kemudian data dianalisis sebagai dasar untuk diagnosa keperawatan (Potter dan Perry, 2005). a. Identitas klien Identitas klien terdiri dari nama, jenis kelamin, umur, tanggal lahir, suku/bangsa, status perkawinan, pendidikan, alamat, nomor register, tanggal datang ke rumah sakit, dan tanggal pengkajian. 1. Nama dan jenis kelamin Hirschprung lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan. 2. Nama orang tua 3. Umur dan tanggal lahir Hirschprung utamanya terjadi pada neonatus baru lahir. 4. Status persalinan Pada beberapa kasus terdapat hubungan erat penyakit hisprung dengan kelahiran premature b. Riwayat Kesehatan yang terdiri dari : 1. Diagnosa medik Congenital aganglionic megacolon 2. Keluhan Utama Ibu mengatakan meconium lambat keluar atau tidak keluar. 3. Riwayat Kesehatan Sekarang Nenonatus tidak dapat mengeluarkan meconium selama 24-48 jam pasca dilahirkan, perut kembung, muntah berwarn ahijau, dan nyeri abdomen. 4. Riwayat Kesehatan terdahulu 14



Riwayat penyakit diketahui ada peningkatan dalam eliminasi feses yang dimulai dari beberapa minggu pertama kehidupan, konstipasi sejak lahir dan ditemukannya rectum yang kosong. 5. Riwayat Kesehatan Keluarga Penyakit ini tidak diturunkan oleh anggota keluarga yang menderita Hirschprung sebelumnya. c. Pengkajian Pola Fungsi Kesehatan. 1. Pola presepsi dan pemeliharaan kesehatan Klien ataupun keluarga klien mendeskripsikan bagaimana pola kesehatan dan kesejahteraan klien. Contohnya menjelaskan pada saat klien sakit apakah memilih berobat dengan meminum obat yang dibeli di warung atau ke klinik terdekat. 2. Pola Nutrisi dan Metabolik Berisi tentang pola makan klien, berat badan, intake dan output makanan makanan. 3. Pola Eliminasi Berisi tentang karakteristik urin dan feses yang dikeluarkan. Karakteristik tersebut meliputi frekuensi, jumlah, warna, bau, berat jenis. Selain itu gangguan BAK dan BAB perlu diperhatikan. Pada klien yang mengalami hirschprung mengalami konstipasi. 4. Pola Aktivitas dan Latihan Klien dengan hirschprung kurang beraktivitas klien biasanya merasakan lemas. 5. Pola istirahat dan tidur Klien dengan hirschprung kemungkinan akan terganggu saat istirahat karena klien mengalami nyeri. 6. Pola persepsi sensor dan kognitif Saat pengkajian berlangsung klien dengan hirschprung biasanya masih tetap sadar dan mampu menjawab pertanyaan dengan baik. 7. Pola persepsi diri dan konsep diri Menjelaskan tentang gambaran diri, harga diri, ideal diri, dan peran masing-masing individu. Pada klien dengan hirschprung mengalami 15



gangguan gambaran diri dan harga diri mungkin terganggu karena adanya perubahan bentuk tubuh. 8. Pola peran dan hubungan sesama Klien dengan hirschprung tidak memiliki masalah dengan hubungan dengan sesamanya. 9. Pola seksualitas Menjelaskan tentang pola aktivitas klien apakah terganggu atau tidak memiliki masalah. 10. Pola koping Manajemen koping setiap individu berbeda-beda tergantung dari berbagai faktor. 11. Sistem nilai dan kepercayaan Sistem nilai dan kepercayaan ini pada penderita hirschprung



ini



berkaitan dengan klien percaya ia dapat sembuh dan ia mampu melakukan semua tindakan untuk kesembuhan dirinya. d. Pemeriksaan Fisik (Talbot, 1997) 1. Keadaan umum Klien dalam



kondisi compos mentis, lemah, gelisah, suhu tubuh



meningkat bila terdapat enterokolitis, nadi cepat, dan BB turun. 2. Pemeriksaan tanda-tanda vital Pada klien dengan Hirschprung



juga sama dengan klien lainnya



pemeriksaan TTV meliputi pemeriksaan nadi, tekanan darah, pola pernapasan, dan suhu tubuh.   3. Pemeriksaan Head to Toe a) Kepala Inspeksi : kepala simetris, perubahan distribusi rambut, dan kulit kepala kering. Palpasi : tidak adanya nyeri tekan, tidak teraba benjolan abnormal dibagian kepala.



16



b) Mata Inspeksi : teliti adanya edema periorbita, eksoftalmus (mata menonjol), anemis (+), kesulitan memfokuskan mata, dan hilangnya alis mata. Palpasi : tidak adanya nyeri tekan, tidak teraba benjolan abnormal pada kedua mata. c) Telinga Inspeksi : tidak adanya kelainan pada telinga. Palpasi : tidak adanya nyeri dan benjolan yang abnormal. d) Hidung Inspeksi : kebersihan terjaga Palpasi : tidak adanya nyeri tekan. e) Mulut Inspeksi : mukosa mulut kering, tidak terdapat karang gigi, dan lidah klien bersih. Palpasi : tidak ada masalah. f) Leher Inspeksi : leher simetris Palpasi : tidak ada pembengkakan pada kelenjar tiroid dan pembesaran vena jugularis. g) Dada Pemeriksaan dada meliputi organ paru dan jantung, secara umum bentuk dada tidak ada masalah, pergerakan nafas cepat, krepitasi serta dapat dilihat batas saat perkuasi didapatkan (bunyi perkusinya hipersonor). Pada pemeriksaan jantung dapat diperiksa tentang denyut apeks atau dikenal dengan siklus kordis dan aktivitas artikel, bunyi jantung lebih cepat. h) Abdomen Pemeriksaan abdomen meliputi pemeriksaan pada bentuk perut, dinding perut, bising usus, kaji adanya nyeri tekan serta dilakukan palpasi pada organ hati, limfa, ginjal, kandung kemih, yang ditentukan ada tidaknya nyeri pada pembesaran pada organ tersebut, 17



kemudian pada daerah anus, rectum, dan genitalia. Ditemukan adanya distensi abdomen akibat pembesaran kolon. i) Ekstremitas Pemeriksaan anggota gerak dan neurologi meliputi adanya rentang gerak keseimbangan dan gaya berjalan, biasanya pada klien dengan ISPA tidak memiliki keluhan tentang ekstremitasnya. j) Kulit dan kuku Pemeriksaan warna kulit biasanya warna sesuai dengan warna kulit normal, warna kuku merah muda serta CRT < 2 detik. k) Keadaan lokal Pengkajian terfokus pada kondisi local. 3.2 Diagnosa A. Pre Operasi 1. Konstipasi b.d tidak adanya peristaltik usus 2. Hipovolemia b.d. Kekurangan intake cairan 3. Nyeri akut b.d distensi abdomen 4. Ansietas b.d kurangnya informasi prosedur hospitalisasi 5. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengarbsorbsi nutrien 6. Resiko gangguan pertumbuhan b.d kelainan genetik/kongenital B. Post Operasi 1. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d diskontinuitas jaringan akibat pembedahan 2. Risiko infeksi b.d diskontinuitas jaringan akibat pembedahan



18



3.3 Intervensi Pre Operasi



No.



Diagnosa Keperawatan



1 Konstipasi b.d tidak adanya peristaltik usus



Tujuan Dan Kriteria Hasil Tujuan: Setelah



Intervensi



Rasional



Managemen Konstipasi



dilakukan



1.



Monitor



1. Untuk mengetahui produksi usus



hasil



produksi



agar selalu terpantau



tindakan keperawatan



pergerakan usus (feses) yang 2. Untuk



selama 3 x 24 jam



meliputi frekuensi, konsistensi,



diharapkan



bentuk,



masalah



volume



dan



dengan menggunakan cara yang



Kriteria Hasil:



tepat Monitor bising usus



1. distensi



3.



Identifikasi



abdomen



menurun 2. peristaltik



4.



meningkat 3. frekuensi defekasi meningkat



5.



Anjurkan



terjadinya konstipasi memberikan



semangat



kepada klien untuk meningkatkan faktor-faktor



penyebab usus



bising usus yang terjadi



4. Untuk



2.



banyaknya



warna 3. Untuk mengetahui apa penyebab



dapat diminimalisir Eliminasi Fekal



mengetahui



asupan cairan 5. Untuk



peningkatan



asupan



mengetahui



dan



catatan



yang



mempunyai



cairan



sewaktu-waktu



dapat



Anjurkan pasien/keluarga untuk



dilihat,catatan tersebut tentang



untuk mencatat warna, volume,



warna, volume, frekuensi, dan



19



frekuensi, dan konsistensi dari feses 6.



konsistensi dari feses 6. Untuk mengetahui dan meninjau



Evaluasi catatan asupan untuk apa



kembali apakah asupan nutrisi



saja nutrisi yang telah dikonsumsi



yang sudah dikonsumsi sudah benar



2 Defisit



nutrisi



Tujuan:



b.d



Setelah



dilakukan



ketidakmampua



tindakan keperawatan



n mengarbsorbsi selama ... x 24 jam nutrien



diharapkan



masalah



dapat diminimalisir Kriteria Hasil: Status Nutrisi 1. Intake nutrisi ditingkatkan 2. Berat badan ditingkatkan 3. Imt ditingkatkan



Manajemen Nutrisi 1.



Identifikasi



1. Untuk dapat menganalisis data nutrisi



sesuai



kebutuhan 2.



Monitor



intake



dan



output



makanan atau cairan 3.



Kaji kebutuhan nutrisi parental



4.



Berikan nutrisi yang dibutuhkan



5.



Monitor hasil laboratorium yang sesuai



6.



Kolaborasi



pemberian



dengan ahli gizi



nutrusi



yang sudah didapat 2. Untuk mengetahui makanan dan cairan yang masuk perhari 3. Agar kalori dan nutrisi yang diperlukan



sesuai



dengan



kebutuhan tubuh 4. Untuk menentukan status nutrisi parental yang dibutuhkan klien 5. Agar



nutrisi



yang



diberikan



tercukupi dan tidak melampaui batasan yang diperlukan 6. Untuk tetap memantau kondisi



20



klien



berdasarkan



dari



hasil



laboratorium 3 Hipovolemia b.d



Tujuan:



Manajemen Cairan



kekurangan



Setelah



dilakukan



intake cairan



tindakan keperawatan



1. Untuk tetap menjaga kestabilan



1. Monitor status hidrasi 2. Monitor



hasil



dari asupan dan pengeluaran



pemeriksaan 2. Untuk mengetahui status hidrasi



selama ... x 24 jam



laborat berkaitan dengan status



melalui pemeriksaan yang lebih



diharapkan



nutrisi



akurat



masalah



dapat diminimalisir



3. Catat intake dan output cairan



Kriteria Hasil:



4. Berikan asupan cairan sesuai



Status Cairan 1. Turgor



kulit



meningkat 2. Ouput



urin



meningkat 3. Tekanan



kebutuhan 5. Berikan cairan intravena jika perlu



3. Untuk memantau kestabilan cairan dari klien 4. Untuk meningkatkan status hidrasi 5. Untuk meningkatkan status hidrasi dan juga elektrolit



darah



membaik 4. Membran mukosa membaik



21



4 Nyeri akut b.d



Tujuan:



Manajemen Nyeri



distensi



Setelah



dilakukan 1. Identifikasi lokasi, durasi,



abdomen



tindakan keperawatan



intensitas, dan karakteristik nyeri



1. untuk mengidentifikasi faktor yang menyebabkan nyeri 2. untuk mengetahui tingkatan nyeri



selama 3 x 24 jam 2. Identifikasi skala nyeri



yang dirasakan



diharapkan nyeri akut 3. Identifikasi faktor memperberat



3. untuk mengetahui faktor yang



dapat diminimalisir



berhubungan dengan nyeri yang



Kriteria Hasil:



4. Monitor efeksamping penggunaan



Tingkat Nyeri 1. Keluhan



analgesik nyeri 5. Monitor keberhasilan terapi



menurun



komplementer yang diberikan



2. Meringis menurun 3. Sikap menurun



dan memperingan nyeri



protektif



6. Berikan teknik nonfarmakologis yang dibutuhkan 7. Fasilitasi istirahat dan tidur



dirasakan 4.



apakah



terdapat



alergi



dari



penggunaan obat analgesik yang telah diberikan 5.



teknik



nonfarmaka



dapat



dilakukan sebagai distraksi dari rasa nyeri yang dirasakan



8. Kontrol lingkungan yang memperberat dan meringankan nyeri 9. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri 10. Jelaskan strategi pereda nyeri



22



11. Ajarkan teknik nonfarmakologis yang dapat digunakan 12. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat 5 Ansietas keluarga



Tujuan: b.d Setelah



Reduksi Ansietas



dilakukan 1. Identifikasi saat tingkat ansietas



1. Agar klien mengetahui tentang gambaran tindakan relaksasi yang



kurangnya



tindakan keperawatan



informasi



selama 3 x 24 jam 2. Monitor tanda-tanda ansietas



2. Karena lingkungan yang nyaman



tentang



diharapkan



berpengaruh



pembedahan



dapatdiminimalisir



kolostomi



Kriteria Hasil:



ansietas 3. Ciptakan suasana terapeutik untuk



menurun 2. Rasa menurun 3. Verbalisasi



menumbuhkan kepercayaan 4. Temani pasien untuk mengurangi



Tingkat Kecemasan 1. Perasaan gelisah



khawatir



berubah



cemas



kecemasan 5. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan



diterima pada



ketenangan



sehingga menciptakan keberhasilan dalam terapi relaksasi 3. Dengan suara yang lembut maka mudah



menciptakan



klien



larut



dalam suasana



6. Diskusikan perencanaan realistis



4. Agar klien mengingat teknik yang



yang tentang peristiwa yang akan



dilakukan dan dapat mempraktikan



terjadi



ketika klien merasakan cemas



7. Jelaskan prosedur, termasuk perasaan yang mungkin akan



23



dialami 8. Informasikan secara faktual terkait diagnosa, pengobatan, dan prognosis 9. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama dengan pasien 10. Latih teknik relaksasi 11. Kolaborasikan pemberian obat antiansietas 6 Resiko gangguan



Tujuan: Setelah



Manajemen Nutrisi



dilakukan



pertumbuhan b.d tindakan keperawatan kelainan



selama 3 x 24 jam



genetik/kongenit diharapkan al



resiko



dapatdiminimalisir Kriteria Hasil: Status Nutrisi 1. Intake



nutrisi



1. Identifikasi



1. Untuk dapat menganalisis data nutrisi



sesuai



kebutuhan 2.



Monitor



intake



dan



output



makanan atau cairan 3.



Kaji kebutuhan nutrisi parental



4.



Berikan nutrisi yang dibutuhkan



5.



Monitor hasil laboratorium yang sesuai



yang sudah didapat 2. Untuk mengetahui makanan dan cairan yang masuk perhari 3. Agar kalori dan nutrisi yang diperlukan



sesuai



dengan



kebutuhan tubuh 4. Untuk menentukan status nutrisi parental yang dibutuhkan klien 5. Agar nutrisi yang diberikan



24



ditingkatkan 2. Berat badan ditingkatkan 3. Imt ditingkatkan



6.



Kolaborasi



pemberian



nutrusi



dengan ahli gizi



tercukupi dan tidak melampaui batasan yang diperlukan 6. Untuk tetap memantau kondisi klien berdasarkan dari hasil laboratorium



Post Operasi



No. 1.



Diagnosa Keperawatan



Tujuan Dan Kriteria Hasil



Gangguan



Tujuan:



integritas kulit / Setelah jaringan jaringan



Perawatan



dilakukan



b.d tindakan



diskontinuitas



keperawatan selama



akibat 3



pembedahan



x



24



Intervensi



jam



diharapkan kerusakan integritas



Rasional



area



insisi



insisi



adanya



(1.14558) 1. Periksa



lokasi



kemerahan, bengkak, atau tandatanda eviserasi 2. Monitor proses penyembuhan area insisi



1. Agar klien mengetahui tentang prosesur yang akan dilakukan 2. Untuk mengetahui apakah ada infeksi 3. Untuk memantau proses penyembuhan 4. Untuk menghindari terjadinya infeksi



25



kulit



dapat 3. Monitor tanda dan gejala infeksi



diminimalisir



4. Bersihkan



Kriteria Hasil:



area



insisi



dengan



pembersih yang tepat



Integritas kulit dan 5. Berikan salep antiseptik jaringan (L.14125)



6. Ganti balutan luka sesuai dengan



5. Agar daerah sayatan tidak mudah tersentuh 6. Agar klien dapat merawat luka klien secara mandiri dan tetap menjaga agarvtidak terjadi infeksi



jadwal



1. Kerusakan jaringan menurun 2. Kerusakan



7. Jelaskan prosedur kepada pasien dengan menggunakan alat bantu 8. Ajarkan meminimalisasi tekanan



lapisan kulit



pada daerah insisi



menurun



9. Ajarkan cara merawat area insisi



3. Pendarahan menurun 2.



Risiko



infeksi



Tujuan:



b.d



Setelah



diskontinuitas



tindakan



jaringan



Kontrol Resiko



dilakukan



3



x



Anjurkan klien teknik cara cuci tangan dengan tepat



akibat keperawatan selama



pembedahan



1.



24



diharapkan



jam risiko



2.



Gunakan sabun untuk cuci tangan



3.



Pastikan teknik perawatan luka yang tepat



1. Agar klien mengetahui cara cuci tangan yang benar 2. Untuk meminimalisir kuman yang masuk 3. Untuk mencegah terjadinya infeksi 4. Agar klien dan keluarga mengetahui cara agar tidak



26



infeksi



dapat



4.



Ajarkan



klien



dan



diminimalisir



mengenai



Kriteria Hasil:



menghindari infeksi



keluarga



terjadi infeksi



bagaimana



Tingkat infeksi 1. Demam menurun 2. Kemerahan menurun 3. Nyeri menurun 4. Bengkak menurun



27



28



PENUTUP 4.1



Simpulan Penyakit Hirschprung (congenital aganglionic megacolon) merupakan



kelainan kongenital langka sistem pencernaan yang ditandai dengan kegagalan pengeluaran feses. Hirschprung diklasifikasikan menjadi dua yaitu hirschprung segmen panjang an segmen pendek. Hirschprung



bermula



saat



terjadinya



kekurangan



sel-sel



gangglin



parasimpatik di kolon sehingga menimbulkan gerakan peristaltik usus menjadi tidak normal sehingga terjadi obstruksi usus dan mengalami kegagalan pengeluaran feses. Penatalaksanaannya ada 2 yaitu medis dan non medis. Penatalaksanaan medis meliputi prosedur penarikan usus, prosedur swenson,prosedur soave, prosedur duhamel. Penatalaksanaan non medis meliputi pemberian makanan berserat tinggi, meningkatkan pemberian cairan, mendorong anak untuk aktif secara fisik dan laktasi. 4.2



Rekomendasi Isu Menarik Operasi adalah jalan untuk mengatasi penyakit hirschsprung seperti yang



diderita Airlangga Satriadhi Yudhoyono, cucu Presiden SBY. Proses operasinya, menurut DR Eva Jeumpa Soelaeman Sp A (K) biasanya dilakukan dua kali. Penyakit yang menyebabkan bayi sulit Buang Air Besar (BAB) ini biasanya pertama kali dioperasi untuk membuang usus yang tak ada persarafannya. Kedua, kalau usus bisa ditarik ke bawah, langsung disambung ke anus. Untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat penyumbatan usus, segera dilakukan kolostomi sementara. Kolostomi adalah pembuatan lubang pada dinding perut yang disambungkan dengan ujung usus besar. Pengangkatan bagian usus yang terkena dan penyambungan kembali usus besar biasanya dilakukan pada saat anak berusia 6 bulan atau lebih. Untuk ini biasanya menunggu ususnya lebih panjang dan bisa memerlukan waktu tiga bulan sampai kondisi si anak dan anak harus dikontrol terus, dua minggu sekali atau sebulan sekali. Namun bisa 29



dipastikan kelainan yang terjadi bukan karena faktor keturunan. "Memang penyakit ini membutuhkan perhatian orangtua karena umumnya anak yang terserang susah buang air besar dan tidak jarang terjadi perut mengembung," katanya Untuk penanganan secara medis biasanya dilakukan dengan operasi. Untuk waktunya biasanya tergantung dokter, namun biasanya menunggu berat 7, 10 kilogram (Sutriyanto, 2012).



30



DAFTAR PUSTAKA Alexandra, O. 2015. Pencegahan Infeksi dalam Pelayanan Keluarga Berencana (Manual Rujukan Berdasarkan Pemecahan Masalah). Jakarta: PKMI Bulechek, G. M., H. K. Butcher,



J. M. Dochterman, C. M. Wagner. 2016.



Nursing Interventions Classificatin (NIC). Amerika Serikat: ELSEVIER Ceria, I. 2016. Hubungan Faktor Resiko Intrinsik Dengan Kejadian Pneumonia Pada Anak Balita. Jurnal Medika Respati. 11(4):44-52. Herdman,T. H. 2018. NANDA-I Diagnosa Keerawatan. Jakarta:EGC Holcomb. G.W., Patrick. J.M., Daniel. J.O. 2010. Ashcraft Pediatrict Surgery Sixth



Edition.



Kansas



City:



Elsevier.



(serial



online)



https://books.google.co.id/books? id=dWLbAgAAQBAJ&pg=PA490&dq=hirschsprung&hl=en&sa=X&ved= 0ahUKEwjm9Y_v0u3kAhWR_XMBHeIhBnMQ6AEIWzAJ#v=onepage& q=hirschsprung&f=false Irianto, K.2015. Memahami Berbagai Macam Penyakit. Bandung: Alfabeta. Kemenkes RI. 2017. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Mayo



Clinic.



2019.



Hirschsprung’s



Disease.



https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/hirschsprungs-disease/ symptoms-causes/syc-20351556. [Terakhir dilihat 6 Oktober 2019]. Moorhead,S., M. Johnson, M. L. Maas, E. Swanson. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC). Amerika Serikat: ELSEVIER National



Institute



of



Health



(NIH).



2019.



Hirschsprung



Disease.



https://ghr.nlm.nih.gov/condition/hirschsprung-disease. [Terakhir dilihat 6 Oktober 2019]. Puri,P., F. Friedmacher.2018. Hirschsprung’s Disease.Neonatal Surgery. 40(3): 809-828. 31



Sharon, A. 2013. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC. Sodikin.2011.Asuhan Keperawatan Anak:Gangguan Sistim Gastroiintestinal dan Hepatobilier. Jakarta:Salemba Medika. Stanford Children’s



Health.



2016.



Hirschsprung Disease in Children.



https://www.stanfordchildrens.org/en/topic/default?id=hirschsprungsdisease-90-P01999. [Terakhir dilihat 6 Oktober 2019]. Sutriyanto, E. 2012. Begini Proses operasi penyakit hirschprung. Jakarta. https://www.tribunnews.com/kesehatan/2013/02/15/begini-proses-operasipenyakit-hirschsprung (diakses pada 16 Oktober 2019) Wagner,



J.P.



2018.



Hirschsprung



Disease.



https://emedicine.medscape.com/article/178493-overview. [Terakhir dilihat 6 Oktober 2019].



32



SATUAN ACARA PENYULUHAN   Bidang Studi : Keperawatan Anak Topik



: Perawatan anak dengan hirschsprung pasca oprasi



Sub topik



: Anjuran perawatan kolostomi setelah pembedahan pada anakhirschsprung



Sasaran



: Ibu-ibu yang mempunyai anak dengan hirschsprung pasca operasi



di Kecamatan Patrang Tempat



: Ruang Nicu Picu



Hari/Tanggal : 17 Februari 2022 Waktu



: 1 x 30 menit



  I.



TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Pada akhir proses penyuluhan, ibu dan keluarga dapat mengetahui cara perawatan anak hirschsprung pasca oprasi



II.



TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Setelah diberikan penyuluhan ibu dapat : 1.      Menyebutkan pengertian dari kolostomi 2.      Mengerti tanda-tanda infeksi 3.      Menyebutkan cara perawatan kolostomi



III.



SASARAN Ibu-ibu yang mempunyai anak dengan hirschsprung pasca operasi di Kecamatan Patrang mampu memahami tentang perawatan kolostomi



IV.



MATERI 1.      Pengertian kolostomi 2.      Tanda-tanda infeksi 3.      Cara perawatan kolostomi



  V.



METODE 33



1.      Ceramah 2.      Tanya Jawab VI.



MEDIA Leaflet



VII.



KRITERIA EVALUASI



1. Evaluasi Struktur a. Peserta hadir ditempat penyuluhan b. Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan diKecamatan c. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelumnya 2. Evaluasi Proses a. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan b. Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan c. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara benar 3. Evaluasi Hasil a. Ibu mengetahui tentang perawatan anak hirschsprung pasca oprasi b. Jumlah hadir dalam penyuluhan minimal 20 orang ibu.   VIII.       KEGIATAN PENYULUHAN   No.



WAKTU



KEGIATAN PENYULUH



KEGIATAN PESERTA



1.



3 Menit



Pembukaan : ·  Membuka kegiatan dengan



· Menjawab salam



mengucapkan salam. ·  Memperkenalkan diri



· Mendengarkan



·  Menjelaskan tujuan dari 34



penyuluhan



· Memperhatikan



·  Menyebutkan materi yang akan diberikan 2.



15 Menit



· Memperhatikan



Pelaksanaan : ·  Menjelaskan tentang pengertian



· Memperhatikan



kolostomi ·  Menjelaskan tentang



tanda-tanda · Memperhatikan



infeksi ·  Memberi kesempatan kepada peserta untuk bertanya.



· Bertanya dan menjawab pertanyaan yang diajukan



 · Menjelaskan cara perawatan



· Memperhatikan



kolostomi. ·  Memberi kesempatan kepada peserta untuk bertanya



· Bertanya dan menjawab pertanyaan yang diajukan



3.



10 Menit



Evaluasi : ·  Menanyakan kepada peserta tentang · Menjawab pertanyaan materi yang telah diberikan, dan reinforcement kepada ibu yang dapat menjawab pertanyaan.



4.



2 Menit



Terminasi : ·  Mengucapkan terimakasih atas



· Mendengarkan



peran serta peserta. ·  Mengucapkan salam penutup



· Menjawab salam



  IX.    PENGORGANISASIAN Pembawa Acara



: Yoga Rosi



Pembicara



: Yoga Rosi



Observer



: Ns. Ira Rahmawati



35



DAFTAR PUSTAKA Luba, Lee. 2019. How To Change A Colostomy Bag. Sharon, A. 2013. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC. Sodikin.2011.Asuhan Keperawatan Anak:Gangguan Sistim Gastroiintestinal dan Hepatobilier. Jakarta:Salemba Medika. Stanford Children’s



Health.



2016.



Hirschsprung Disease in Children.



https://www.stanfordchildrens.org/en/topic/default?id=hirschsprungsdisease-90-P01999. [Terakhir dilihat 6 Oktober 2019].



 



36



XI. Lampiran Materi Materi Penyuluhan Perawatan Anak dengan Hirschprung Pasca Operasi A. Definisi Hirschsprung Penyakit Hirschsprung (congenital aganglionic megacolon) merupakan kelainan kongenital langka sistem pencernaan yang ditandai dengan kegagalan pengeluaran feses. Penyakit hirschprung terjadi pada sekitar 1 dari 5.000 kelahiran hidup. Pada bayi baru lahir dengan hirschprung mekonium tidak dapat dikeluarkan dalam waktu 24-48 jam setelah kelahiran. Penyakit ini terjadi akibat sel-sel saraf enterik tidak terbentuk di sebagian atau seluruh usus besar (Mayo Clinic, 2019). Para ahli tidak mengetahui hal ini dapat terjadi secara pasti. Saraf enterik berfungsi mengendalikan kontraksi otot dalam pengeluaran feses melewati usus. Tanpa adanya saraf enterik feses tidak dapat terdorong keluar hingga anus. Hal ini menyebabkan penyumbatan usus, sembelit parah, bengkak dan infeksi. B. Klasifikasi Hirschsprung Hirschsprung dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Segmen pendek Segmen pendek aganglionisis dimulai dari anus hingga sigmoid, terjadi sekitar 70% dan sering ditemukan pada laki-laki. Pada tipe segmen pendek yang umum insidennya 5 kali lebih besar pada laki-laki dibandingkan dengan wanita. 2. Segmen panjang Daerah aganglionisis bisa melampaui sigmoid, bahkan bisa mengenai seluruh kolon. Lelaki dan perempuan berpeluang sama. C. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala dari Hirschsprung adalah sebagai berikut: 1. Tidak buang air besar 2. Begah 3. Sembelit kronis 37



4. Mual dan muntah, termasuk memuntahkan zat berwarna hijau atau coklat 5. Perut buncit 6. Demam 7. Kehilangan napsu makan 8. Tumbuh kembang terganggu 9. Impaksi tinja 10. Kelelahan 11. Malnutrisi D. Intervensi Perawatan Kolostomi Definisi nutrisi Kolostomi merupakan pembuatan lubang secara sementara maupun permanen dari usus besar dengan melalui dinding perut menggunakan tindakan bedah jika jalan menunju anus tidak berfungsi, cara yang digunakan adalah pengalihan terhadap aliran feses yang berasal dari kolon disebabkan karena gangguan terhadap fungsi pada anus (Sodikin, 2011).  



Tanda-tanda infeksi Pada luka post oprasi terkadang terjadi infeksi dikarenakan terjadinya gangguan ketika proses penyembuhan luka. Luka post oprasi dikatakan mengalami infeksi jika luka tersebut mengeluarkan pus. Selain itu, luka dikatakan



terinfeksi



jika



mengalami



tanda-tanda



inflamasi



atau



mengeluarkan rabas serosa (Alexandra, 2015). Cara Perawatan Kolostomi Sebelumnya perlu diketahui bahwa kantung kolostomi perlu adanya penggantian tiap 3 hari sekali. Tujuannya agar tidak terjadi infeksi dan iritasi. Adapun cara dalam melakukan perawatan kolostomi adalah sebagai berikut: Persiapan Alat: 1.



Kantong kolostomi 38



2.



Handuk bersih



3.



Air bersih



4.



Sabun lembut bayi



5.



Zink salep



6.



Gunting



7.



Kantong sampah



Prosedur Kerja: 1.



Cuci tangan 6 langkah di bawah air mengalir dan sabun. Kebersihan yang baik sangat penting saat mengganti kantong kolostomi.



2.



Keluarkan kantong dengan lembut. Tahan kulit dengan satu tangan dan lepaskan kantong secara perlahan memakai label bawaan supaya lebih mudah.



3.



Periksa kulit. Normalnya berwarna merah muda atau merah.



Bila warna hitam, ungu atau biru itu mengkhawatirkan, segera periksa bila keluar nanah atau darah. 4.



Bersihkan stoma menggunakan air hangat dan handuk kering



dengan sabun ringan untuk mengelap sekeliling stoma. Jangan digosok, tepuk-tepuk stoma hingga kulit mongering. 5.



Gunakan salep zink apabila terjadi iritasi.



6.



Persiapkan kantong baru. Gunting sesuai ukuran anak. Kemudikan rekatkan wafer pada stoma dari dalam ke arah samping kemudian atas-bawah hingga melekat ke seluruhnya. Cuci tangan setelah tindakan selesai.



39



40



41