Hiv Akreditasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RSU. Dr. SUYUDI



PANDUAN PELAYANAN TIM HIV / AIDS



1



LEMBAR PENGESAHAN



PENGESAHAN DOKUMEN RUMAH SAKIT UMUM dr. SUYUDI Pedoman Pelayanan Tim HIV/AIDS KETERANGAN



TANDA TANGAN



TANGGAL



Viqi Zulfikar, Amd. Kep



Pembuat dokumen



7 juni 2019



Yatika Khoirum Ikhsani, S.kep.Ns



Authorized Person



7 juni 2019



dr. Yuliarto Dwi Direktur RS Martono, MM.Kes



7 juni 2019



2



RSU dr. SUYUDI Jln raya deandles, paciran, kab lamongan Telp /Fax/HP : (0322) 661412/ (0322) 666293/081330758300 PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM dr.SUYUDI NOMOR : .../PER/DIR/IX/2019 PANDUAN PELAYANAN TIM HIV/AIDS Rumah Sakit Umum dr. Suyudi Paciran DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DR. SUYUDI PACIRAN Menimbang



Mengingat



: a. Bahwa dalam pelayanan pasien dengan penyakit HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum dr. Suyudi Paciran perlu disusun panduan pelayanan rujukan ; b. Bahwa Panduan Pelayanan Rujukan HIV/AIDS sebagaimana dimaksud dalam butir a, perlu ditetapkan dengan Peratura Direktur Rumah Sakit Umum dr. Suyudi Paciran : 1. Negara Tahun 1992 nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495 ); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembara Negara Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886); 3. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lemabaran Negara Nomor 4437) 4. Peraturan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Nomor 9/KEP/1994 tetnang Strategi Nasional Penanggulangan AIDS di Indonesia ; 5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1277/Menkes/SK/ X/2002 tentang Susunan Organisasi dan Tata kerja Depkes RI 6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1285/Menkes/SK/ X/2002 PedomanPenanggulangan HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual ; 7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1507/Menkes/SK/ X/2005 tentang Pedoman Konselingdan Testing HIV/ AIDS secara Sukarela (Voluntary Counselling And Testing) 8. Keputusan Pengurus Yayasan Bhakti Mulia Persada Nomor : 001/KPTS/YBMP/IX/2015 tentang Perubahan Pertama atas Peraturan Internal (HBL) Rumah Sakit Umum dr. Suyudi Paciran



3



MEMUTUSKAN Menetapkan KESATU



: : PERATURAN DIREKTUR Rumah Sakit Umum dr. Suyudi Paciran TENTANG PANDUAN PELAYANAN TIM HIV/AIDS DI LINGKUNGAN Rumah Sakit Umum dr. Suyudi Paciran



KEDUA



: Pedoman Pelayanan Tim HIV/AIDS di lingkungan Rumah Sakit Umum dr. Suyudi Paciran sebagaimana terlampir dalam peraturan ini : Pedoman Pelayanan Tim HIV/AIDS Rumah Sakit Umum dr. Suyudi Paciran wajib digunakan dalam penanganan dan pelayanan pasien HIV/AIDS : Dengan berlakunya keputusan ini maka, Pedoman Pelayanan Tim HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum dr. Suyudi Paciran yang ada sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi; : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan danapabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam ketetapan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.



KETIGA



KEEMPAT



KELIMA



DITETAPKAN DI : LAMONGAN PADA TAGGAL : 07 JUNI 2019 DIREKTUR, RS. Dr. SUYUDI PACIRAN



dr. Yuliarto Dwi Martono, MM.Kes NIP. 0101072018158



4



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ............................................................................................. DAFTAR ISI ........................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ A. LATAR PEDOMAN .................................................................................... B. TUJUAN PEDOMAN .................................................................................. C. RUANG LINGKUP PELAYANAN ............................................................ D. BATASAN OPERASIONAL ....................................................................... E. LANDASAN HUKUM ................................................................................ BAB II STANDAR KETENAGAAN .................................................................... A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA ........................................... B. DISTRIBUSI KETENAGAAN .................................................................... C. PENGATURAN DINAS TIM MEDIK HIV/AIDS ..................................... BAB III STANDAR PASILITAS .......................................................................... A. DENAH RUANGAN ................................................................................... B. PRASARANA .............................................................................................. BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN .......................................................... A. TATA LAKSANA PENDAFTARAN KLIEN POLI VCT ......................... B. TATA LAKSANA PELAYANAN KONSELIG VCT ................................ C. TATA LAKSANA PELAYANAN PITC (PROVIDER INITIATIVE) ....... D. TATA LAKSANA INFORMED CONSENT .............................................. E. TATA LAKSANA TESTING HIV .............................................................. F. TATA LAKSANA PROFILAKSIS PASCA PAJANAN ............................ G. TATA LAKSANA PROFILAKSIS KOTRIMOXAZOLE .......................... H. TATA LAKSANA PMTCT (PREVENTION MOTHER TO CHILD) ....... I. TATA LAKSANA ART (ANTIRETROVIRAL TERAPI) ......................... J. TATA LAKSANA ASUHAN KEPERAWATAN PADA INFEKSI .......... K. TATA LAKSANA SISTIM PENCATATAN DAN PELAPORAN ............ BAB V LOGISTIK ................................................................................................. A. MEDIS .......................................................................................................... B. NON MEDIS ................................................................................................ BAB VI KESELAMATAN PASIEN ..................................................................... A. PENGERTIAN ............................................................................................. B. TUJUA .......................................................................................................... C. STANDAR KESELAMATAN PASIEN ..................................................... BAB VII KESELAMATAN KERJA .................................................................... A. PENDAHULUAN ........................................................................................ B. TUJUAN ....................................................................................................... C. TINDAKAN YANG BERESIKO TERPAJAN ........................................... D. PRINSIP KESELAMATAN KERJA ........................................................... BAB VIII PENGENDALIAN MUTU ................................................................... BAB IX PENUTUP .................................................................................................



5



Lampiran Nomor Tanggal Tentang



: Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum dr. Suyudi Paciran : : 07 juni 2019 : Panduan Pelayanan Tim HIV / AIDS



KATA PENGANTAR



Pujisyukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan ridho-Nya, maka penyusunan Buku Panduan Pelayanan Rujukan HIV/AIDS Dr. Suyudi Paciran dapat diselesaikan. Saya sangat mendukung dengan diterbitkannya buku panduan ini karena dengan adanya buku paduan ini merupakan penerapan layanan rujukan HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum dr. Suyudi Paciran secara berkesinambungan.



6



BAB I PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG Penularan HIV di Indonesia meningkat tajam. Estimasi kasus HIV/AIDS pada tahun 2002 di Indonesia sekitar 90.00 sampai 130.000, sedangkan estimasi ulang pada tahun 2006 ternyata meningkat hamper dua kali lipat, yaitu dengan diperkirakan 193.000 sekitar (antara 160.000 sampai 210.000). Dengan meningkatnya jumlah kasus infeksi HIV khususnya pada kelompok pengguna napza suntik (penasun/IDU – injection Drug User), penjaga seks (Sex Worker) dan pasangan, serta waria di beberapa propinsi di Indonesia pada saat ini, maka kemungkinan terjadinya resiko penyebaran infeksi HIV ke masyarakat umum dapat diabaikan. Kebanyakan dari mereka yang beresiko tertular HIV tidak mengetahui akan status HIV mereka, apakah sudah terinfeksi atau belum. Melihat tingginya prevalesi di atas maka masalah HIV/AIDS saat ini bukan hanya masalah kesehatan dari penyakit menular semata, tetapi sdah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang sangat luas. Oleh karena itu, penanganan tidak dari segi medis tetapi juga dari psokososial dengan berdasarkan pendekatan kesehatan masyarakat melalui upaya pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Salah satu upaya tersebut adalah deteksi dini untuk mengetahui status seseorang sudah terinfeksi HIV atau belum melalui konseling dan testing HIV/AIDS sukarela, bukan dipaksa atau diwajibkan. Mengetahui status HIV lebih dini memungkinkan pemanfaatan layanan-layanan terkait dengan pencegahan, perawatan, dukungan, dan pengobatan sehingga konseling dan testing HIV/AIDS secara sukarela merupakan pintu masuk semua layanan tersebut di atas. Perubahan perilaku seseorang dari berisiko menjadi kuran berisiko terhadap kemungkinan tertular HIV memerlukan bantuan perubahan emosional dan pengetahuan dalam suatu proses yang mendorong nurani dan logika. Proses mendorong ini sangat unik dan membutuhkan pendekatan individual. Konseling merupakan salah satu pendekatan yang perlu dikembangkan untuk mengelola kejiwaan dan proses menggunakan pikiran secara mandiri.



7



B. TUJUAN PEDOMAN 1. Tujuan Umum adalah menurunkan angka kesakitan HIV/AIDS melalui peningkatan mutu pelayanan VCT, CST, PMTCT dan perlindungan bagi petugas layanan dan pasien. 2. Tujuan Khusus a. Sebagai pedoman penatalaksanaan pelayanan konseling dan testing HIV/AIDS serta dukungan, perawatan dan pengobatan bagi orang dengan HIV/AIDS b. Menjaga mutu layanan melalui penyediaan sumber daya dan manajemen yang sesuai c. Memberi perlindungan dan konfidensialitas bagi pasien dalam pelayanan VCT, CST, dan PMTCT.



C. RUANG LINGKUP PELAYANAN 1. Pelayanan Konseling dan Testing HIV secara sukarela 2. Pelayanan DUkungan, Perawatan dan pEngobatan bagi penderitan HIV/AIDS 3. Pelayanan Pencegahan Penularan HIV/AIDS dari Ibu ke anak



D. BATASAN OPERASIONAL 1. Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu gejala berkurangnya kemampuan pertahanan diri yang disebabkan oleh masuknya virus HIV ke dalam tubuh seseorang. 2. Ante Natal Care (ANC) adalah suatu perawatan perempuan selama kehamilannya. Biasanya dilakukan di KIA (Klinik Ibu dan Anak), dokter kebidanan atau bidan. 3. Anti Retroviral Therapy (ART) adalah sejenis obat untuk menghambat kecepatan replikasi virus dalam tubuh orang yang terinfeksi HIV/AIDS. Obat diberikan kepada ODHA yang memerlukan berdasarkan beberapa kriteria klinis, juga dalam rangka Prevention of Mother To Child Transmission (PMTCT). 4. CD4 adalah limfosit-TCD4+ 5. DOTS : directly observed therapy shortcourse (terapi yang diawasi langsung) 6. PITC : Provider Initiated Testing & Counseling 8



7. IDU : Injecting Drug User (pengguna NAPZA Asuntik) 8. Kepatuuhan merupakan teremahan dari adherence, yaitu kepatuuhan dan kesinambungan berobat yang melibatkan peran pasien, dokter atau petugas kesehatan, pendamping dan ketersediaan obat. 9. VCT : (Voluntary Counseling and Testing) tes HIV secara sukarela disertai dengan konseling. 10. Human Immuno-deviciencyVirus (HIV) adalah virus yang menyebabkan AIDS. 11. Integrasi adalah pendekatan pelayanan yang membuat petugas kesehatan menangani klien secara utuh, menilai kedatangan klien berkunjung ke fasilitas kesehatan atas dasar kebutuhan klien, dan disalurkan kepada layanan yang dibutuhkan ke fasilitas rujukan jika diperlukan. 12. Klien adalah seseorang yang mencari atau mendapatkan pelayanan konseling dan atau testing HIV/AIDS. 13. Konselor adalah pemberi pelayanan konseling yang telah dilatih keterampilan konseling HIV dan dinyatakan mampu. 14. Konseling pasangan adalah konseling yang dilakukan terhadap pasangan seksual atau calon pasangan seksual dari klien. 15. Konseling pasca tes adalah diskusi antara konselor dengan klien, bertujuan menyampaikan hasil tes HIV klien, membantu klien beradaptasi dengan hasil tes. Materi diskusi adalah menyampaikan hasil secara jelas, menilai pemahaman mental emosioanl klien, membuat rencana menyertakan orang lain yang bermakna dalam kehidupan klien, menjawab respon emosional yang tibatiba mencuat, menyusun rencana tentang kehidupan yang mesti dijalani dengan menurunkan perilaku berisiko dan perawatan, membuat perencanaan dukungan. 16. Konseling pra tes adalah diskusi antara klien dan konselor, bertujuan menyiapkan klien untuk testing HIV/AIDS. Isi diskusi adalah klarifikasi pengetahuan klien tentang HIV/AIDS, menyampaikan prosedur tes dan pengelolaan diri setelah menerima hasil tes, menyiapkan klien menghadapi hari depan, membantu klien memutuskan akan tes atau tidak, mempersiapkan informedconsent, dan kenseling seks yang aman.



9



17. Konseling pra tes kelompok adalah diskusi antara konselor dengan beberapa klien, biasanya tak lebih dari lima orang, bertujuan untuk menyiapkan mereka untuk tenting HIV/AIDS. Sebelum melakukannya, ditanya kepada para klien tersebut apakah mereka setuju untuk berproses bersama. 18. Orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) adalah orang yang tubuhnya telah terinfeksi virus HIV/AIDS. 19. Perawatan dan dukungan adalah layanan komprehensif yang disediakan untuk ODHA dan keluarganya. Termasuk di dalamnya konseling lanjutan, perawatan, diagnosis, terapi, dan pencegahan infeksi oportunistik, dukungan sosioekonomi dan perawatan di rumah. 20. Periode Jendela adalah suatu periode atau masa sejak orang terinfeksi HIV sampai badan orang tersebut membentuk antibody melawan HIV yang cukup untuk dapat dideteksi dengan pemeriksaan rutin tes HIV. 21. Persetujuan layanan adalah persetujuan yang dibuat secara sukarela oleh seseorang untuk mendapatkan layanan. 22. Informed Consent (persetujuan tindakan medis) adalah persetujuan yang diberikan oleh orang dewasa yang secara kognisi dapat mengambil keputusan dengan sadar untuk melaksanakan prosedur (tas HIV, operasi, tindakan medik lainnya) bagi diri atau atas specimen yang berasal dari diirnya. Juga termasuk persetujuan memberikan informasi tentang dirinya untuk suatu keperluan penelitian. 23. Prevention of Mother-To-Child Transmission (PMTCT) adalah pencegahan penularan HIV dari ibu kepada anak yang akan atau sedang atau sudah dilahirkannya. Layanan PMTCT bertujuan mencegah penularan HIV dari ibu kepada anak. 24. Sistem Rujukan adalah pengaturan dari institusi pemebri layanan yang memungkinkan petugasnya mengirimkan klien, sampel darah atau informasi, memberi petunjuk kepada institusi lain atas dasar kebutuhan klien untuk mendapatkan layanan 10



yang lebih memadai. Pengiriman ini senantiasa dilakukan dengan surat pengantar, bergantung pada jenis layanan yang dibutuhkan. Pengaturannya didasarkan atas peraturan yang berlaku, atau pesertujuan para pemberi layanan, dan disertai umpai balik dari proses atau hasil layanan. 25. Tuberkulosa (TB) adalah penyakit infeksi oleh bakteri tuberkulosa (TB) seringkali merupakan infeksi yang menunpang pada mereka yang telah terinfeksi virus HIV. 26. Konseling dan testing (Counselling and Testing) adalah konseling dan testing HIV/AIDS sukarela, suatu prosedur diskusi pembelajaran antara konselor dank lien untuk memahami HIV/AIDS beserta resiko dan konsekuensi terhadap diri, pasangan dan keluarga serta orang disekitarnya. Tujuan utamanya adalah perubahan perilaku ke arah perilaku lebih sehat dan lebih aman.



E. LANDASAN HUKUM 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, tambahan Lembaran Negara Nomor 3495); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lemabaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437); 4. Keputusan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Nomor 9/KEP/1994 tentang Strategi Nasional penanggulangan AIDS di Indonesia. 5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1277/Menkes/SK/XI/2001 tentang Susunan Organisasi Tatakerja Depkes RI. 6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1285/Menkes/SK/X/2002 tentang Pedoman Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual. 7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1507/Menkes/SK/X/2005 tentang Pedoman Konseling dan Testing HIV/AIDS Secara Sukarela (Voluntary Counselling and Testing)



11



BAB II STANDAR KETENAGAAN



A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA Pola ketenagaan dan kualifikasi SDM Tim Medik HIV/AIDS adalah : No 1



Nama Jabatan Ketua Tim Medik



Kualifikasi Formal Dokter Spesialis



Keterangan Bersertifikat Pelatihan HIV/AIDS



2



Wakil Ketua Tim Medik



Dokter Spesialis



Bersertifikat Pelatihan HIV/AIDS



3



Sekretaris



Bersertifikat Pelatihan HIV/AIDS



4



Bendahara



Bersertifikat Pelatihan HIV/AIDS



5



Koordinator VCT



Dokter Spesialis



Bersertifikat Pelatihan HIV/AIDS



6



Koordinator CST



Dokter Spesialis



Bersertifikat Pelatihan HIV/AIDS



7



Koordinator PMTCT



Bersertifikat Pelatihan HIV/AIDS



8



Koordinator Penelitian



Bersertifikat Pelatihan HIV/AIDS



9



10



Koordinator Pendidikan dan



Bersertifikat Pelatihan



Latihan



HIV/AIDS



Konsulen



Dokter Spesialis



Bersertifikat Pelatihan HIV/AIDS



11



UR. Rohani



Bersertifikat Pelatihan HIV/AIDS



12



Perawat Jenazah



Bersertifikat Pelatihan HIV/AIDS



13



Administration VCT



Bersertifikat Pelatihan



12



HIV/AIDS



14



Recording dan Reporting VCT



Bersertifikat Pelatihan HIV/AIDS



15



Medical Doctor VCT



Bersertifikat Pelatihan HIV/AIDS



16



Counselor VCT



Bersertifikat Pelatihan HIV/AIDS



17



Lab Technician VCT



Bersertifikat Pelatihan HIV/AIDS



18



Apoteker VCT



Bersertifikat Pelatihan HIV/AIDS



19



Case Manager VCT



Bersertifikat Pelatihan HIV/AIDS



20



Janitor VCT



21



Recording



dan



Reporting



Bersertifikat Pelatihan



PMTCT 22



Spesialis Obgyn PMTCT



HIV/AIDS Dokter Spesialis



Bersertifikat Pelatihan HIV/AIDS



23



Spesialis Anak PMTCT



Dokter Spesialis



Bersertifikat Pelatihan HIV/AIDS



24



Bidan PMTCT



Bersertifikat Pelatihan HIV/AIDS



25



Perawat PMTCT



Bersertifikat Pelatihan HIV/AIDS



13



B. DISTRIBUSI KETENAGAAN Pola pengaturan ketenagaa Tim Medik HIV/AIDS yaitu : 1. Poli VCT/CST Jumlah 8 (Delapan) orang denga standar bersertifikat Pelatihan HIV/AIDS Kategori : 



3 orang Konsulen







1 orag Medical Doctor







2 orang Counselor







1 orang Apoteker







1 orang Administration







1 orang Recording & Reporting







1 orang Case Manager







1 orang Janitor



2. Ruang PMTCT Jumlah 4 (Empat) orang dengan standar bersertifikasi Pelatihan HIV/AIDS Kategori : 



1 orang Spesialis Obgyn







1 orang Spesialis Anak







1 orang Bidan







1 orang Perawat







1 orang Recording & Reporting



C. PENGATURAN DINAS TIM MEDIK HIV/AIDS 1. Seluruh kegiatan VCT, CST, dan PMTCT dilaksanakan pada dinas pagi hari kerja 2. Pembagian jadwal jaga poli VCT dan CST, ruang PMTCT dibuat oleh masingmasing koordinator dan dipertanggungjawabkan kepada Ketua Tim Medik HIV/AIDS. 3. Pembagian jadwal jaga Counselor di Poli VCT dan CST dibuat untuk jangka waktu satu bulan 4. Apabila dokter konsulen jaga karena sesuatu hal sehingga tidak dapat jaga sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan maka :



14



a. Untuk yang terencana, dokter yang berangkutan harus menginformasikan ke Ketua Tim Medik HIV/AIDS atau ke paling lambat 3 hari sebelum tanggal jaga, serta dokter tersebut wajib menunjuk dokter jaga konsulen pengganti b. Untuk



yang



tidak



terencana,



dokter



yang



bersangkutan



harus



menginformasikan ke Ketua Tim Medik HIV/AIDS dan di harapkan dokter tersebut menunjuk dokter jaga kunsulen pengganti



15



BAB III STANDAR FASILITAS



A. DENAH RUANGAN 1. Pelayanan VCT dan CST 2. Standard dan Fasilitas Tim Medik HIV/AIDS RS. Berlokasi di Unit Rawat Jalan yang terdiri dari ruangan VCT dan CST. a. Sarana 1) Papan nama / petunjuk Papan petunjuk lokasi dipasang secara jelas sehingga memudahkan akses klien ke Poli VCT dan CST, demikian juga di depan ruang Poli VCT dan CST dipasang papan bertuliskan pelayaan Poli VCT dan CST. 2) Ruang tunggu Poli VCT dan CST memiliki ruang tunggu yang nyaman didalam ataupun luar ruang Poli VCT dan CST. Di dalam ruang tunggu didalam Poli VCT tersedia perpustakaan : a) Mteri KIE : Poster, leaflet, brosur yang berisi bahan pengetahuan tentang HIV/AIDS, IMS, TB, Hepatitis, penyalahgunaan Napza, perilaku sehat, nutrisi, pencegahan penularan, dan seks yang aman. b) Informasi prosedur konseling dan testing c) Kotak saran d) Tempat sampah, tisu, dan persediaan air minum e) Komputer untuk mencatat data f) Meja dan kursi g) Kaleder h) Televisi i) Tempat sampah non medis 3) Jam Kerja Layanan Jam kerja layanan konseling dan testing terintegrasi dalam jam kerja pelayanan kesehatan. Adanya jumlah konselor yang cukup agar layanan dapat segera dilakukan, sehingga klien harus menunggu terlalu lama. Layanan konseling dilakukan atas kesanggupan jam kerja dan 16



ketersediaan waktu klien. Dengan adanya Layanan One Day Service yaitu Hasil pemeriksaan Antibody HIV dapat langsung diterima dalam waktu satu hari, maka menjadi salah satu kelebihan dari fasilitas yang diberikan dari Poli ACT RS. Fasilitas Poli VCT dan CST Rs dengan keterbatasan sumber daya, maka konseling dan testing serta Layanan dukungan, perawatan dan pengobatan pasien HIV/AIDS rawat jalan tidak dapat dilakukan setiap hari kerja. Oleh karena itu, jam kerja VCT dan CST disesuaikan dengan jam kerja pelayanan kesehatan lain yang terkait konseling dan testing seperti Poli KIA, Poli Paru yang melayai pengobatan TB, dan Poli Kulit dan Kelamin yang melayani pegobatan IMS. 4) Ruag konseling Ruang konseling POli VCT memiliki suasana yang nyaman, terjaga kerahasiaannya, dan terpisah dari ruang pengambilan darah. Dengan maksud untuk menghindari klien keluar dari ruang konseling bertemu dengan klien / pengunjung yang lain. 5) Ruang konseling di Poli VCT dilengkapi dengan : a) Tempat duduk bagi klien maupun konselor. b) Buku catatan perjanjian klien dan catatan harian, formulir informerd consent, catatan medis klien, formulir pra dan pasca testing, buku rujukan, formulir rujukan, kalender, dan alat tulis. c) Kondom dan alat peraga penis (dildo) d) Alat



peraga



lainnya



misalnya



gambar



berbagai



penyakit



oportunistik, dan alat peraga menyuntik yang aman. e) Buku resep gizi seimbang. f) Tisu g) Air minum h) Kartu rujukan i) Lemari arsip atau lemari dokumen 6) Ruang Perawatan, DUkungan dan PEngobatan Pasien HIV/AIDS Poli CST. Ruang Poli CST ini berisi : a) Meja dan kursi 17



b) Kalender dan alat tulis c) Tempat pemeriksaan fisik d) Termometer e) Stetoskop dan tensimeter f) Kondom dan alat peraga penggunaannya g) KIE HIV/AIDS dan infeksi oportunistik h) File Status Medik Pasien HIV/AIDS Poli CST i) Blanko resep, Blanko Pemeriksaan darah Laboratorium, Foto Rongent Radiologi, Blanko Konsulan Dokter, Blanko Rujukan Pasien, Blanko Permintaan Rawat Inap, Blanko Surat Keterangan Dokter, RM 21, RM 22, Blanko Surat Terima kepada Pemandu pasien untuk pasien masuk rawat inap, Blanko Monitoring CD4 j) Alat timbangan badan k) Tempat sampah non medis 7) Pengambilan darah bagi Pasien Poli VCT dan CST Pengambilan darah dilakukan diruang Laboratorium disesuaikan seperti pasien lainnya. Dengan maksud mengindari terjadinya perbedaan perlakuan antara pasien lain dengan sakit diluar penderita HIV/AIDS. Peralatan yang harus ada dalam ruang pengambilan darah adalah : a) Jarum dan semprit steril b) Tabung dan botol tempat penyimpanan darah c) Stiker dan botol tempat penyimpanan darah d) Kapas alkohol e) Cairan desinfektan f) Apron plastik g) Reagen untuk testing dan peralatannya h) Sarung tangan karet i) Jas laboratorium j) Lemari pendingin k) Alat pendingin l) Ruang penyimpanan testing-kit, barang habis pakai



18



m) Buku-buku register (stok barang habis pakai, penerimaan sampel, hasil testing, penyimpanan sampel, kecelakaan okupasional) atau komputer pencatat n) Cap tanda Positif atau Negatif o) Cairan desinfektan p) Pedoman testing HIV q) Pedoman pajanan okupasional (Petunjuk pajanan okupasional dan alur permintaan pertolongan pasca pajanan okupasional) r) Lemari untuk menyimpan arsip dapat dikunci s) Sabun dan tempat cuci tangan dengan air mengalir t) Tempat sampah barang terinfeksi, barang tidak terinfeksi, dan barang tajam (sesuai petunjuk Kewaspadaan Universal Departemen Kesehatan)



PRASARANA 1. Aliran listrik Aliran listrik dengan penerangan yang cukup baik untuk membaca dan menulis, serta adanya alat pendingin ruangan. 2. Air Adanya air yang mengalir untuk menjaga kebersihan ruangan dan mencuci tangan serta membersihkan alat-alat 3. Sambungan telepon Tersedianya sambungan telepon, terutama untuk berkomunikasi dengan layanan lain yang terkait 4. Pembuangan limbah padat dan limbah cair Mengacu kepada pedoman pelaksanaan kewaspadaan baku dan kewaspadaan tensmisi di pelayanan kesehatan tentang pengelolaan limbah yang memadai



19



BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN



A. TATA LAKASANA PENDAFTARAN KLIEN POLI VCT 1. Petugas Penanggung Jawab a. Koordinator Poli VCT b. Petugas Administrasi Poli VCT c. Petugas Konselor 2. Perangkat Kerja a. Buku Register VCT b. Kartu periksa Konseling dan Testing HIV 3. Tata Laksana Pendaftaran Klien Poli VCT a. Pendaftaran dilakukan langsung ke Poli VCT, Klien yang datang ke Poli VCT diterima oleh petugas administrasi Poli VCT (SPO – Pendaftaran VCT) b. Penerimaan Klien :  Memberi informasi kepada klien tentang peneriman pasien di layanan Poli VCT  Bila klien datang tepat waktu dan maka diusahakan untuk tidak menunggu lama prosess pelayanan  Menjelaskan tentang prosedur VCT (Konseling dan Testing HIV Secara Sukarela)  Membuat catatan kunjungan klien dan setiap klien diberikan nomor kodenya sendiri sesuai urutan kunjungan di Poli VCT c. Kartu periksa Konseling dan Testing HIV Klien mempunyai kartu dengan nomor kode. Data klien ditulis oleh petugas Administrasi. Untuk meminimalkan kesalahan, kode harus diperiksa ulang oleh konselor, perawat atau petugas pengambil darah di Laboratorium



B. TATA LAKSANA PELAYANAN KONSELING VCT 1. Petugas Penanggung Jawab a. Koordinator VCT b. Petugas Konselor 20



c. Petugas Administrasi 2. Perangkat Kerja a. Form VCT b. Form Informed Consent 3. Tata Laksana Pelaksanaan Konseling VCT a. Konselor mendiskusikan hal-hal yang terkait dengan informasi akurat dan lengkap tentang HIV/AIDS, perilaku beresiko, testing HIV dan pertimbangan yang terkait dengan hasil negatif atau positif. (Lihat SOP Konseling VCT) 1) Konselingp pra testing HIV/AIDS a) Periksa ulang nomor kode klien dalam formulir b) Perkenalan dan arahan c) Membangun kepercayaan klien pada konselor yang merupakan dasar utama bagi terjaganya kerahasiaan sehingga terjalin hubungan baik dan terbina sikap saling memahami d) Alasan kunjungan dan klarifikasi tentang fakta dan mitos tetnang HIV/AIDS e) Penilaian risiko untuk membangun klien mengetahui faktor dan menyiapkan diri untuk pemeriksaan darah f) Memberikan pengetahuan akan implikasi terinfekis atau tidak terinfeksi HIV dan memfasilitasi diskusi tentang cara menyesuaikan diri dengan status HIV g) Didalam Konsleing pra testing seorang konselor VCT harus dapat membuat keseimbangan antara pemberian informasi, penilaian risiko, dan merespon kebutuhan emosi klien h) Konsleor VCT melakukan penilaian sistem dukungan i) Klien memberikan persetujuan tertulisnya (Informed Concent) sebelum dilakukan testing HIV/AIDS 2) Konsleing Post Testing HIV/AIDS a) Pedoman penyampaian hasil testing negatif  Periksa kemungkinan terpapar dalam periode jendela



21



 Buatlah ikhtisar dan gali lebih lanjut berbagai hambatan untuk seks aman, pemebrian makanan pada bayi dan penggunaan jarum suntik yang aman  Periksa kembali reaksi emosi yang ada  Buatlah rencana lebih lanjut b) Pedoman penyampaian hasil testing positif  Perhatikan komunikasi non verbal saat memanggil klien memasuki ruang konseling  Pastikan klien siap menerima hasil  Tekankan kerahasiaan  Lakukan secara jelas dan langsung  Sediakan waktu cukup untuk menyerap informasi tentang hasil  Periksa apa yang diketahui klien tentang hasil testing  Dengan tenang bicarakan apa arti hasil pemeriksaan  Galilah ekspresi dan ventilasikan emosi c) Terangkan secara ringkas tentang :  Tersedianya fasilitas untuk tidak lanjut dan dukungan 24 jam pendamping  Dukungan informasi verbal dengan informasi tertulis  Rencana nyata  Adanya dukungan dan orang dekat  Apa yang akan dilakukan klien dalam 48 jam  Strategi mekanisme penyesuasian diri  Tanyakan apakah klien masik ingin bertanya  Beri



kesempatan



klien



untuk



mengajukan



pertanyaan



dikemudian hari  Rencanakan tindak lanjut atau rujukan, jika diperlakukan b. Sesudah dilakukan konseling lanjutan, klien diharapkan dapat melindungi dirinya sendiri dan keluarganya dari penyebaran infeksi, dengan cara menggunakan berbagai informasi dan alat prevensi yang tersedia bagi mereka



22



c. Untuk klien dengan hasil tensting HIV positif, disarankan untuk memberitahu pasangan atau keluarganya akan status HIV dirinya dan merencanakan kehidupan lebih lanjut d. Untuk pasien konsulan dari Poli – poli di Rawat Jalan, apabila oleh dokter yang merawat diindikasikan untuk pemeriksaan HIV, maka pasien langsung diarahkan ke Poli VCT dan diterima sesuai prosedur (Lihat SPO – Pendaftaran VCT) e. Pasien konsulan dari Poli – Poli di Rawat Jalan ataupun dari ruanganruangan rawat inap (PITC – Provider Initiative testing and Counseling) dapat langsung diberi konseling Pre Test, Post Test oleh dokter yang telah mendapatkan pelatihan HIV/AIDS dan diinformasikan ke petugas di Poli VCT untuk dimasukkan kedalam data register Poli VCT



C. TATA



LAKSANA



PELAYANAN



PITC



(PROVIDER



INITIATIVE



TESTING AND COUNSELING) 1. Petugas Penanggung Jawab a. Koordinator Poli VCT b. Petugas Konselor c. Petugas Kesehatan Ruangan d. Petugas Administrasi Poli VCT 2. Perangkat Kerja a. Form PITC b. Form Informed Consent 3. Tata Laksana Pelayanan PITC a. Dokter yang merawat memberi informasi Kepada pasien mengenai pentingnya dilakukan pemeriksaan tes darah HIV/AIDS segera sehubungan dengan keadaan klinisnya b. Memberi formulir informed concent kepada pasien untuk ditandatangani secara sukarela oleh pasien sendiri c. Bila masih berusia di bawah 18 tahun diwakili oleh orang tuanya d. Bila karena sesuatu dan lain hal pasien tidak mampu dengan secara sadar menandatangani informed concent, diwakili oleh keluarga terdekat yang berhak mewakili secara hukum 23



e. Dokter yang merawat wajib mengkonselingkan kepada pelayanan VCT bila ada hasil dan pasien sudah memunkinkan untuk dilakukan konseling, sehubungan dengan tujuan VCT untuk memnberi pengertian tentang penyakit HIV/AIDS, perubahan emosionalnya, perawatan yang panjang dan berkesinambungan, perilaku yang berisiko dan dukungan psikososial (Lihat SPO – PITC)



D. TATA LAKSANA INFORMED CONCENT 1. Petugas Penanggung Jawab a. Koordinator VCT b. Petugas Administrasi VCT c. Petugas Analisis Medis 2. Perangkat Kerja a. Reagen untuk testing dan peralatannya b. Sarung tangan karet c. Jas laboratorium d. Lemari pendingin e. Alat sentrifusi f. Ruang penyimpanan testing-kit, barang habis pakai g. Buku-buku registrasi (stok barang habis pakai, penerimaan sampel, hasil testing, penyampaian smapel, kecelakaan okupasional) atau computer pecatat. h. Cap tanda Positif atau Negatif i. Pedoman testing HIV j. Pedoman pejanan okupasional k. Lemari untuk menyimpan arsip yang dapat dikunci 3. Tata Laksana Testing HIV a. Pemeriksaan



darah



dengan



tujuan



untuk



diagnosis



HIV



harus



memperhatikan gejala atau tanda klinis dan menggunakan strategi III, menggunakan tigas jenis reagen yang berbeda sensitivity dan specificity



24



A1 (Pemeriksaan 1)



A1+



A1 Laporkan Negatif



A2 (Pemeriksaan II)



A1 + A2 +



A1 + A2 Ulangi A1 dan A2



A1 + A2 +



A1 + A2 -



A1 - A2 – Laporkan Negatif



A3 (Pemeriksaan III)



A1 + A2 + A3 +



Laporkan Positif



A1 + A2 + A3 -



A1 - A2 - A3 +



Risiko Tinggi



Indeterminate



Indeterminate



A1 - A2 - A3 -



Risiko Rendah Dianggap Negatif



Keterangan : A1, A2, dan A3 merupakan tiga jenis pemeriksaan antibody HIV yang berbeda



4. Bagan alur Strategi II (Menggunakan 2 jensi testing berbeda) Spesimen darah yang tidak reaktif sesudah testig cepat pertama dikatakan sebagai sero negatif, dan kepada klien disampaikan bahwa hasilnya negatif. Tidak dibutuhkan testing ulang. Spesimen darah yang sero-reaktif pada testing cepat pertama membutuhkan testing ulang dengan testing kedua yang 25



mempunyai prinsip dan metode reagen yang berbeda. Bila hasil testing pertama reaktif dan hasil testing kedua reaktif maka dikatakan hasilnya positif. Bila hasil testing pertama reatif dan hasil testing kedua non reaktif maka testing cepat kedua. Bila hasil keduanya reaktif maka dikatakan positif. Bila hasil pertama reaktif dan hasil kedua non reaktif, maka dikatakan tidak dapat ditentukan/indeterminate. Bila ternyata setelah diulang keduanya non reaktif maka dikatakan negatif.



5. Bagan alur strategi III (Pasien asimtomatik) Awalnya sama dengan strategi II, bila hasil testing reaktif dengan kedua testing cepat perlu dilanjutkan dengan testing cepat ketiga. Apabila ketiganya reaktif maka dikatakan positif. Apabila dari ketiga testing cepat salah satu hasilnya non reaktif maka dikatakan tidak dapat ditentukan/indeterminate. Bila setelah testing kedua salah satunya non reaktif, dan dilanjutkan dengan testing ketiga hasilnya juga non reaktif (dari ketiga testing hanya satu yang reaktif) maka perlu dinilai perilaku pasien. Hasil yang dikatakan positif baik strategi II atau strategi III tidak diperlukan testing konfirmasi pada laboratorium rujukan.



Hasil yang tidak dapat ditentukan/Indeterminate baik pada strategi II yang menggunakan dua jenis testing maupun pada strategi III yang menggunakna tiga jenis testing, perludilakukan konfirmasi dengan WB (Western Blot). Kalau hasil testing masih meragukan, ulangi testing dua minggu setelah pengambilan spesimen pertama. Bila masmih meragukan, maka spesimen dirujuk ke laboratorium rujukan misalnya dengan pemeriksaan Western Blot. Bila dengan testing konfirmasi ini masih meragukan, testing lanjutan harus dijalankan sesudah empat minggu, tiga bulan, enam bulan, dan dua belas bulan. Bila tetap indeterminate setelah dua belas bulan maka boleh dikatakan negatif.



E. TATA LAKSANA PROFILAKSIS PASCA PAJANAN 1. Petugas Penanggung Jawab a. Ketua Tim Medik b. Tim VCT c. Tim CST 26



2. Perangkat Kerja a. Stetoscope b. Tensi meter c. Thermometer d. Form laporan pajanan e. Form Informed Consent 3. Tata Laksana Profilaksis Pasca Pajanan Pajanan darah atau cairan tubuh dapat terjadi melalui : a. Luka tusukan jarum suntikan atau luka iris segera dicuci dengan sabun dan air mengalir b. Percikan pada mokusa hidung, mulut, atau kulit segera dibilas dengan guyuran air c. Mata di irigasi dengan air bersihm larutan garam fisiologis atau air steril d. Jari yang tertusuk tidak boleh dihisap dengan mulut seperti kebanyakan tindakan reflek suntuk menghisap darah



Laporan Pajanan : Setiap pajanan harus dicatat dan dilaporkan kepada yang berwenang dan diperlakukan sebagai keadaan darurat. Dalam hal ini biasanya panitia Pengendalian Infeksi Nosokomial (PIN) atau panitia keselamatan dan Kesehatan Kerja (KJ). Laporan sangat diperlukan karena pemnerian profilaksis pasca pajanan harus segera dimulai secepat mungkin alam waktu 24jam. Melalui pengobatan setelah 72 jam tidak dianjurkan karena semakin lama tertunda semakin kecil arti profilaksis pasca pajanan.



Profilaksi Pasca Pajanan : Keputusan untuk memberikan profilaksis pasca didasarkan atas derajat dari pajanan terhadap HIV dan status HIV dari sumber pajanan namun juga tergantung dari ketersediaan obat antiretroviral.



Untuk pajanan yang dicurigai dari pasien HIV maka dapat mengacu alur dibawah ini yang terdiri dari 4 tahap sebagai berikut : 27



a. Langkah I : Menentukan Kode Pajanan (KP)



Alur PPP Pada Pajanan HIV 1. Menentukan Kategori Pajanan (KP) Sumber pajanan berupa darah, cairan atau bahan lain yang berpotensi menularkan infeksi (OPIM), atau alat kesehatan yang tercemar dari salah satu bahan tersebut ?



Tidak



Ya Darah atau cairan berdarah



OPIM



Tidak perlu PPP Macam pajanan yang terjadi



Kulit yang tak utuh atau selaput mukosa



Sedikit (mis, satu tetes, dalam Waktu singkat)



KP 1



Kulit yang utuh



Pajanan perkutaneus



Tak perlu PPP



Seberapa berat ?



Banyak (mis, beberapa tetes, percikan darah banyak dan/atau dalam watu lama)



Tidak berat (mis, jarus solid atau goresan superficial)



Lebih berat (mis, Jarum besar bersamaan, tusukan dalam, darah terlihat jarum bekas pasien)



KP 2 KP 2



28



KP 3



b. Langkah 2 : Menentukan Kode Status HIV (KS) Alur PPP pada Pajanan HIV : 2. Menentukan kategori / status HIV sumber pajanan (KS-HIV) Bagaimanakah status HIV dari sumber pajanan ?



HIV (-)



Tidak diketahui



HIV (-)



Tidak diketahui sumbernya



Tak perlu PPP



Pajanan dengan titer rendah, mis, asimtomatik dan CD4 tinggi



KS HIV 1



Pajanan dengan titer tinggi, mis, AIDS lanjut, infeksi HIV primer, VL yang meningkat atau tinggi atau CD4 rendah



KS HIV 2



29



KS HIV tidak tahu



Pada umumnya tak perlu PPP, perlu telaah kasus per kasus



c. Langkah 3 : Menentukan Pengobatan Profilaksis, Pasca Pajanan Sesuai Kategori Pajanan dan Kode Status HIV dari Sumber Alur PPP pada pajanan HIV 3. Menentukan Pengobatan Profilaksis Pasca Pajanan Kategori Kategori Sumber Rekomendasi Pengobatan Pajanan (KP) Pajanan (KS HIV) 1 1 (rendah) Obat tidak dianjurkan Risiko toksisitas obat > dari risiko terinfeksi HIV 1 2 (tinggi) Pertimbangkan AZT + 3TC + Indinavir Pajanan memiliki risiko yang perlu dipertimbangkan 2 1 (rendah) Dianjurkan AZT + 3TC + Indinavir Kebanyakan pajanan masuk dalam ketegori ini 2 2 Dianjurkan AZT + 3TC + Indinavir atau 3 1 atau 2 nelvinavir Anjuran pengobatan selama 4 minggu dengan dosis AZT : 3 kali sehari @ 200 mg, atau 2 kali sehari @ 300 mg 3TC : 2 kali sehari @ 150 mg Indonavir : 3 kali sehari @ 800 mg 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan dan banyak minum, diet rendah lemak d. Langkah 4 : Melakukan tes HIV pada petugas yang terpajan segerah setelah terpajan, 3 bulan, 6 bulan pasca pajanan untuk mengetahui apakah tertular infeksi HIV



30



F. TATA LAKSANA PROFILAKSIS KOTRIMOXAZOLE 1. Petugas Penanggung Jawab a. Koordinator CST b. Dokter konsulen c. Perawat SCT d. Petugas RR 2. Peralatan Kerja a. Stetoscope b. Tensi meter c. Termometer d. Buku bantu profilaksis kotrimoxazole e. File status medik pasien Poli CST 3. Tata Laksana Pofilaksis Kotrimoxazole a. Efektif untuk mencegah 1) PCP (P. Jiroveci) 2) Toksoplasmosis 3) Salmonella non-typhoid 4) Pnenumocococusspp 5) Isospora belli 6) Cyclospora 7) Nocardia 8) Plasmodiumfalsiparum b. Prinsip Profilaksis Kotrimoxazole Primer : 1) Semua penderita HIV dengna gejalan klinis stadium II, III, IV 2) Tanpa gejala klinis dengna CD4 kurang dari 500 atau jumlah Limsofit totoal < 1200 3) Hamil setelah trisemester pertama c. Prinsip Profilaksis Kotrimoxazole Skunder : 1) Semua pasien HIV setelah infeksi PCP, dan Isospora belli Toksoplasmosis d. Rekomendasi Regimen : 1) Kotrimoksasol 960 mg atau 2 kali 480 mg



31



2) Alternatif bila alergi atau hamil trisemester pertama : Dapsone 50 mg 2x/hari 3) Jika CD4 < 100 dan antibody tosoplasma positif : Dapsone 50 mg 2x/hari atau 100 mg/hari, pirimetamin 50 mg/minggu, dan asam folat 25 mg/minggu 4) Kasus reaksi obat yang tidak mengancam jiwa hentikan obat selama dua minggu kemuian 5) Dicoba lagi TMT/SMX dengan dosis ditingkatkan secara perlahanlahan 6) Catatan : setelah disentisasi dibawah pengawan hampir 70% pasien dapat toleransi lagi dengan TMT/SMX



G. TATA LAKSANA PMTCT



(PREVENTION MOTHER TO CHILD



TRANSMISSION) 1. Petugas Penanggung Jawab a. Tim PMTCT b. Tim CST 2. Perangkat Kerja a. Form VCT b. Form Informed Consent c. Status rekam medik pasien d. Obat dan alat e. Standar infuse f. Kereta dorong 3. Tata laksana pelayanan PMCTC (Prevention Mother to Child Transmission) a. Registrasi ibu hamil dengan HIV/AIDS (Lihat SPO – Registrasi PMCTC) b. Konseling Pra Tes dan Pasca Tes ibu hamil dengan HIV/AIDS (Lihat SPO – Registrasi PMCTC) c. Konseling pemberian makanan bayi untuk ibu dengan HIV/AIDS(Lihat SPO – Registrasi PMCTC) d. File status rekam medik pasien



32



4. Tata Laksana Keperawatan Pada Infeksi Opportunistik a. Asuhan Keperawatan ODHA dengan kandidiasis (Lihat SPO – Asuhan Keperawatan ODHA dengan Kandidiasis) b. Asuan Keperawatan ODHA dengan Konjungtiivtis (Lihat SPO – Asuhan Keperawtan ODHA dengan Konjungtivitis) c. Asuhan Keperawatan ODHA dengan TB Paru (Lihat SPO – Asuhan Keperawatan ODHA dengan TB Paru) d. Asuhan Keperawatan ODHA dengan Steven Jhonson Syindrome (Lihat SPO – Asuhan Keperawatan ODHA dengan Steven Jhonson Syindrome) e. Asuhan Keperawatan ODHA dengan Sepsis (Lihat SPO – Asuhan Keperawatan ODHA dengan Sepsis) f. Asuhan Keperawatan ODHA dengan NHL (Non Hodgi Limphoma) (Lihat SPO – Asuhan Keperawatan ODHA dengan NHL (Non Hodgin Limphoma) g. Asuhan Keperawatan ODHA dengan Kondiloma Akuminata (Lihat SPO – Asuhan Keperawatan ODHA dengan Kodiloma Akuminata) h. Asuhan Keperawatan ODHA dengan Korio Retinitis CMV (Lihat SPO – Asuhan Keperawatan ODHA dengan Korio Rerinitis) i. Asuhan Keperawatan ODHA dengan PCP (Pneumocystis Carinii Pneumonia/Pneumonia Pneumovystis Jiroveci) (Lihat SPO – Asuhan Keperawatan



ODHA



dengan



PCP



(Pneumocystis



Carinii



Pneumonia/Pneumonia Pneumovystis Jiroveci) j. Asuha Keperawatan ODHA dengan Anemi (Lihat SPO – Asuhan Keperawatan ODHA dengan Anemi) k. Asuhan Keperawatan ODHA dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) (Lihat SPO – Asuhan Keperawatan ODHA dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)) l. Asuhan Keperawatan ODHA dengan Diare Kronis (Lihat SPO – Asuhan Keperawatan ODHA dengan Diare Kronis) m. Asuhan Keperawatan ODHA dengan Toxoplasmosis (Lihat SPO – Asuhan Keperawatan ODHA dengan Toxoplasmosis)



33



H. TATA LAKSANA SISTIM PENCATATAN DAN PELAPORAN 1. Petugas Penanggung Jawab a. Tim Medik b. Koordinator VCT c. Koordinator CST d. Apoteker e. Petugas Analisis Medis f. Petugas Administrasi g. Petugas RR 2. Perangkat Kerja a. Ikhtisar Perawatan dan Follow Up b. Buku Kunjungan VCT c. Buku Kunjungan CST d. Buku Bantu TB-HIV e. Buku Bantu Kontrimosazole f. Buku Bantu PMTCT g. Buku Bantu Penggunaan Ruangan h. Data Bantu Pasien yang mengambil ARV 3. Tata Laksana Sistim Pencatatan Dan Pelaporan a. Laporan diisi sesuai dengan formasi layanan yang telah disediakan, disesuaikan dengan jenis layanan yang dilakukan dimasing-masing UPK, setiap UPK dapat melaksanakan lebih dari satu jenis pelayanan, misalnya layanan KTS/VCT, layanan PMTCT, dukungan dan sebagainya sehingga setiap layanan dapat mengisi dan melaporkan secara rutin dengan menggunakan format yang telah disediakan b. Format pelaporan diisi dan dilaporkan secara rutin bulanan/triwulan/ tahunan ke institusi vertical setelah dilakukan validasi sebelumnya kemudian ditekap dan dianalisis secara periodik pula c. Laporan yang dicatat secara individual direkap setiap bulan, dihitung dan diisi pada setiap sel-sel dalam format yang telah dipersiapkan, seduai dengan variabel (kolom ke 2) dan kelompok umur, sesuai dengan jenis kelamin (laki-laki atau perempuan) pada kolom selanjutnya



34



d. Variabel layanan UPK yang dilaporkan dalam bulan pelaporan adalah variabel yang perlu dilaporkan dalam layanan UPK selama bulan berjalan (kotak kiri), sedangkan kotak sebelahnya diisi dengan angka absolute sesuai pengelompokan jenis kelamin dan kelompok umur yang diperlukan sesuai dengan jenis kelamin data e. Laporan diisi dengan seluruh jumlah layanan, misalnya untuk KTS/VCT yang dilayani dalam periode satu bulan oleh UPK pelapor. Demikian juga untuk layanan lainnya (PMTCT, IMS, layanan dukungan dan lain-lain) f. Sebelum laporan dikirim, lakukan validasi data kembali dan cocokan jumlah/angka yang telah diisi pada masing-masing berapakah jumlah laporan bulanan dari masing-masing data vertical (kolom) dan horizontal (baris) sudah sesuai dan tidak terdapat kesalahan g. Catat nama pelaksana pelaporan dan sebagai keabsahan laporan, juga laporan bulanan/ triwulan/ tahunan lainnya dan ditandatangani atasan yang berwenang, serta dicap instansi pelaporan h. Propisi menjelaskan secara singkat masalah, capaian dan hasil layanan pada bulan laporan yang sedang berjalan dan bandingkan dengan target atau sasaran yang seharusnya dicapai pada bulan itu kepada penangung jawab UPK untuk tindak lanjut dan perbaikan i. Batasan penyerahan laporan : 1) Dalam pelaporan bulana ketepatan waktu dan kelengkapan laporan merupakan tolok ukur dari pelaporan itu sendiri. 2) Periode pelaporan bulanan diatur sesuai dengan yang telah disepakati setiap bulannya. 3) Batas waktu pelaporan rutin bulana untuk UPK ke Dinas Kesehatan Kabupaten adalah paling lama diterima tanggal 30 pelaporan, unntuk pelaporan Kabupaten ke Propinsi adalah paling lama diterima tanggal 5 bulan berikutnya dan dari Propinsi ke Pusat adalah paling lama diterima tanggal 10 pada bulan pelaporan berikutnya telah diterima di unit yang menerima laporan. 4) Tanggal pelaporan dicatat sesuai dengan tangal penyerahan laporan dan dicatat dan ditanda tangani disetiap tingkat penerima laporan.



35



No Daftar Laporan 1 Ikhtisar Perawatan HIV 2



Data bantu Kotrim



3



Data bantu TB-HIV



4



Data bantu PMTCT



5



Buku kunjungan VCT (PRE/POST)



6



Buku kunjugan CST (PX HIV)



7



Buku pasien HIV



8



Register Pra ART



9



Register ART



10



Register Pemberian Obat ARV



11



Register Stok Obat ARV



12



Buku Surat Masuk + Surat Keluar



13



Data bantu pasien ART



14



Laporan Kunjungan VCT



15



Laporan dukungan CST



16



Laporan kasus baru IO



17



Laporan Profilaksis Kotrim



18



Laporan kasus baru PMTCT



19



Laporan PMTCT “Ibu dan Anak Lanjut”



20



Laporan Koinfeksi TB-HIV



21



Laporan perawatan pasien baru Tapis TB



22



Laporan analisa data TB-HIV



23



Laporan Survailens AIDS



24



Laporan Reigen



25



Laporan distribusi kondum dan Lubricant



26



Laporan Perawatan HIV



27



Laporan Rejimen Formasi



28



Laporan IOMS



29



Laporan Time Sheet



30



Laporan Kohert



31



Lapora Mobile VCT



32



Lapora Ewi’s



33



Resume medis



Waktu Harian



Bulanan



Bulanan



Bila ada permitaan dan kesatuan pasien



36



BAB V LOGISTIK



A. Definisi Suatu proses untuk memenuhi kebutuhan dari unit Logistik yang akan diperlukan dari unit Tim HIV/AIDS, baik perencanaan, proses dan stok di ruangan.



B. Tujuan 1. Terpenuhinya kebutuhan sarana dan prasarana di tiap ruangan 2. Lebih bisa dilakukan manage tentang barang yang direncanakan 3. Bisa memperkirakan kebutuhan barang sesuai dengan anggaran



C. Prosedur di Logistik Umum 1. Prosedur permintaanan barang logistik umum 2. Prosedur penyimpanan barang logistik umum 3. Prosedur penerimaan barang logistik umum 4. Prosedur pemberlian barang logistik umum 5. Prosedur order barang logistik umum



37



BAB VI KESELAMATAN PASIEN



A. Definisi Keselamatan pasie (Patient Safety) rumah sakit adalah suatu sistem rumah sakit membutuhkan asuhan pasien lebih aman.



B. Tujuan 1. Terciptanya budidaya keselamatan pasien di rumah sakit 2. Menigkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat 3. Menurunnya Kejadian Tidak DIharapkan (KTD) di Rumah Sakit Umum dr. Suyudi Paciran 4. Terlaksananya



program-program



pencegahan



sehingga



tidak



terjadi



pengulangan Kerjadian Tidak Diharapkan (KTD)



C. Standar Patient Safety Standar keselamatan pasien (patient safety) utuk pelayaan material dan perinatal adalah : 1. Hak Pasien Pasien/keluarga pasien mempunyai hak mendapatkan informasi tetag rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD. 2. Mendidik pasien dan keluarga Edukasi kepada keluarga pasien tentang kewajiban dan tanggungjawab keluarga dalam asuhan perawatan/asuhan kebidanan. Untuk keluarga pasie diajarkan cara mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial seperti mencuci tangan. 3. Keselamatan Pasien dan Kesinambungan Pelayanan Rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga (dokter, bidan/perawat, gizi dll) dan antar unit pelayanan terkait. 4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien.



38



Rumah sakit harus memperbaiki pelayanan, memonitor dan mengecaluasi kinerja melalui pegumpulan data, menganalisis secara intensif KTD dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja dan keselamatan pasien. 5. Peran pimpinan Rumah Sakit dalam meningkatkan keselamatan pasien Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program patient safety melalui penerapan ijuh standar Patient Safety. 6. Mendidik Staf tentang keselamata pasien Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelajutan sesuai standar profesi, stadar pelayanan rumah sakit da Standar Prosedur operasional untuk meningkatkan kompetensi staf dalam pelayanan maternal dan perintal. 7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien Komunikasi antara tenaga kesehatan dan keluarga pasien selama melaksanakan pelayanan dapat mencegah kemungkinan terjadinya KTD



D. Program Pengamanan 1. Program pengamanan Fasilitas dan Peralatan Sistem pemeriksaan secara berkala harus dilakukan terhadap semua peralatan untuk pertologa maternal dan perintal antara lain : alat-alat listrik, gas medis (02), AC, saluran udara (Ventilasi), peralatan anasthesi, alat-alat gawat darurat, dan alat-alat resusitasi. Daerah pengaman listrik paling sedikit diperiksa 2 (dua) bulan sekali dan catatan daerah-daerah yag diperiksa, prosedur yang diikuti dan hasilnya harus disimpan dengan baik. Alat-alat mi harus dipelihara oleh teknisi yang terlatih. Bila mungkin pemeliharaan oleh ahli teknik atau konsultan dan luar rumah sakit. 2. Program Pengamanan Infeksi Nosokomial Harus ada sistem yang digunakan untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial. Sistem ini harus merupakan bagian integral dan pengendalian infeksi (Dalin) di Rumah Sakit Umum dr. Suyudi Paciran Tuban.



39



E. Tata Laksana 1. Memberikan pertolongan pertama sesuai dengan kondisi yang terjadi pada pasien 2. Melaporkan pada dokter jaga ruangan 3. Memberikan tindakan sesuai dengan intruksi dokter 4. Mengobservasi keadaan umum pasien 5. Mendokumentasikan kejadian tersebut pada formulir Pelapran Insiden Keselamatan



40



BAB VII KESELAMATAN KERJA



A. Pendahuluan HIV/AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman penyebaran HIV menjadi lebih tinggi karena pengidap HIV tidak menampakkan gejala. Setiap hari ribuan anak berusia kurang dari 15 tahun dan 14.000 penduduk berusia 15 – 49 tahun terinfeksi HIV. Dan keseluruhan kasus baru 25 % terjadi di Negara-negara berkembang yang belum mampu menyelenggarakan kegiatan penanggulangan yang memadai. Angka pengidap HIV di Indonesia terus meningkat, dengan peningkatan kasus yag sangat bermakna. Ledakan kasus HIV / AIDS terjadi akibat masuknya kasus secara langsung kemasyarakat melalui penduduk migrant, sementara potensi penularan dimasyarakat cukup tinggi (misalnya melalui perilaku seks bebas sampai pelindung, pelayanan kesehatan yang belum aman karena belum ditetapkannya kewaspadaan umum dengan baik, penggunaan bersama peralatan menembus kulit : tato, tindik, dll). Dengan munculnya penyebaran penyakit tersebut diatas memperkuat keinginan untuk mengembangkan dan menjalakan prosedur yang bisa melindungi semua pihak dari penyebaran infeksi. Upaya pencegahan penyebaran infeksi dikenal melalui Kewaspadaan Umum atau “Universal Precaution” yaitu dimulai sejak dikena infeksi nosokomial yang terus menjadi ancaman bagi “petugas Kesehatan”. Tenaga kesehatan sebagai ujung tombak yang melayani dan melakukan kontak langsung dengan pasien dalam waktu 24 jam secara terus menerus tentunya mempunyai resiko terpaja infeksi, oleh sebab itu tenaga kesehatan wajib menjaga kesehata dan keselamatan dirinya dan resiko tertulat penyakit agar dapat bekerja maksimal.



B. Tujuan 1. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas da kewajibannya dapat melindungi diri sendiri, pasien dan masyarakat dan penyebaran infeksi.



41



2. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya mempunyai resiko tinggi terinfeksi penyakit menular dilingkungan tempat kerjanya, untuk menghindari paparan tersebut, setiap petugas harus menerapkan prinsip “Universal Precaution”.



C. Tindakan Yang Berisiko Terpajan 1. Cuci tangan yang kurang benar 2. Penggunaa sarung tangan yang kurang tepat 3. Penutupan kembali jarum suntik secara tidak aman 4. Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman 5. Tehnik dekontaminasi dan sterilisasi peralata kurang tepat 6. Praktik kebersihan ruangan yang belum memadai



D. Prinsip Keselamatan Kerja Prinsip utama prosedur Universal Precaution dalam kegiatan keselamatan kerja adalah menjaga hygiene sanitasi individu, hygiene sanitasi ruangan dan sterilisasi peralatan. Ketiga prinsip tersebut dijabarkan menjadi 5 (lima) kegiatan pokok yaitu 1. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang 2. Pemakaia alat pelindung diantaranya pemakaia sarung tangan guna mencegah kontak dengan darah serta infeksi yang lain 3. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai 4. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan 5. Pengelolaan limbah sanitasi ruangan



42



BAB VIII PENGENDALIAN MUTU



Indikator mutu yang digunakan di Rumah Sakit Umum dr. Suyudi Paciran membarikan pelayanan HIV/AIDS adalah A. Pelayanan rawat jalan  Ketersediaan pelayanan VCT B. Indikator pelayanan patologi klinik  Kemampuan memeriksa HIV/AIDS



Indikator tersebut dilaporkan setiap bulan dalam laporan kerja bulanan



43



BAB IX PENUTUP



Demikian pedoman ini disusun agar dapat dipergunakan sebagai acuan dalam memberikan pelayanan terkait penanggulangan HIV/AIDS di RS. Dr. Suyudi Paciran, dan senantiasa akan dilakukan revisi agar bentuk penyesuaian dengan perkembangan yang ada.



Direktur, RS. Dr. Suyudi



dr. Yuliarto Dwi Martono, MM.Kes NIP. 01 01072018 158



44