Hubungan Antara Personal Hygiene Dengan Kejadian Pedikulosis Pada Siswa SD Di Kecamatan Lohia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

HALAMAN JUDUL



HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN PEDIKULOSIS KAPITIS PADA SISWA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN WATOPUTE Proposal Penelitian Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana (S1) Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo



Oleh : Zul Syafar Rahim K1A113069



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2017



HALAMAN PENGESAHAN



Judul



:



Hubungan Antara Personal Hygiene Dengan Kejadian Pedikulosis Kapitis Pada Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Watopute.



Nama



: Zul Syafar Rahim



NIM



: K1A1 13 069



Program studi



: Pendidikan Dokter



Fakultas



: Kedokteran



Telah disetujui oleh: Pembimbing I,



Pembimbing II,



dr. Arimaswati, M.Sc NIP. 19821213 200912 2 003



dr. Mario Polo Widjaya,Sp.Ot,M.Kes NIP. 19781001 201212 1 001



Mengetahui Koordinator Program Studi Pendidikan Dokter



dr. Zida Maulina Aini, M.Ked,Trop NIP. 19850806 201012 2 006



ii



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ ii DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................v ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN ............................................................... vi BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1 A. Latar Belakang...…………………………………………………….……1 B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 4 C. Tujuan Penelitian………………………………………………………....4 D. Manfaat Penelitian ...................................................................................................... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................6 A. Kajian Umum Kepustakaan ..................................................................................... 6 B. Kerangka Teori .......................................................................................................... 22 C. Kerangka Konsep...................................................................................................... 22 D. Hipotesis penelitian .................................................................................................. 23 BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................24 A. Rancangan Penelitian .............................................................................................. 24 B. Waktu dan Lokasi Penelitian................................................................................. 24 C. Populasi dan Sampel ................................................................................................ 24 D. Teknik Pengambilan Sampel .................................................................................. 26 E. Kriteria Sampel .......................................................................................................... 26 F. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................................... 27 G. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ........................................................ 28 H. Alur Penelitian............................................................................................................ 29 I. Teknik Analisis Data ................................................................................................ 30 J. Etika Penelitian .......................................................................................................... 30 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................32



iii



DAFTAR TABEL Nomor



Judul Tabel



Halaman



Tabel 1



Proporsi Sampel di tiap kelas masing-masing SD



25



iv



DAFTAR GAMBAR



No. Gambar



Judul Gambar



Gambar 1.



Morfologi telur dan kutu dewasa



Gambar 2.



Siklus Hidup Pediculus humanus



Halaman 10



11 capitis Gambar 3.



Bagan Kerangka Teori



21



Gambar 4.



Bagan Kerangka Konsep



22



v



ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN



PK



: Pedikulosis Kapitis



SD



: Sekolah Dasar



vi



BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Salah satu penyakit kulit yang paling sering dan angka kejadiannya cukup tinggi di negara berkembang adalah pedikulosis kapitis (PK) atau kutu kepala. Penyakit ini disebabkan oleh infestasi parasit Pediculus humanus capitis



(Djuanda, 2015). Pediculus humanus capitis



hidupnya tergantung



dari darah manusia dan menyebarkan diri dengan mudah melalui kontak langsung dengan penderita. Parasit ini terdapat di ruangan publik seperti sekolah dan tempat umum lainnya yang memungkinkan orang saling berinteraksi (rumah dan asrama). Parasit ini tidak dapat terbang dan meloncat sehingga bersifat menetap dan dapat menimbukan masalah di kulit kepala. Eksresi saliva dan feses kutu dapat mengakibatkan rasa gatal, sehingga penderita



pedikulosis



sering menggaruk



kepala.



Kebiasan



ini



bisa



mengakibatkan iritasi, luka, infeksi sekunder, bahkan anemia pada penderita dengan infestasi kutu yang banyak dan berlangsung lama. Infetasi kutu juga dapat mengakibatkan gangguan konsentrasi (Moradi dkk., 2009). Berdasarkan studi kasus yang pernah dilakukan di beberapa negara di seluruh dunia (55 kasus). Sebagian besar subjek penelitian ini adalah anak sekolah, pengungsi, daerah kumuh, wilaya perkotaan, pekerja anak, penjara, panti asuhan, dan komunitas nelayan. Penelitian terbanyak yang dilakukan di Asia ditemukan bahwa prevalensi bervariasi dari 0,7% sampai 59%. Prevalensi



1



kejadian PK lebih tinggi pada anak perempuan dan wanita. Di Eropa, prevalensi bervariasi dari 0,48% sampai 22,4%. Namun, dari beberapa penelitian yang dilakukan ditemukan adanya peningkatan kejadian tahunan di beberapa negara Eropa seperti Inggris dan Ukraina. Di Amerika Prevalensi kejadian PK meningkat dari 3,6% menjadi 61,4% dan angka kejadian tinggi pada wanita. Studi di Australia melaporkan prevalensi 13% dan cenderung terjadi pada anak perempuan. Hanya 1 studi yang telah dilakukan di Oceania (CDC 2008). Di beberapa Negara Asia Tenggara seperti Malaysia dan Thailand, prevalensinya masing-masing 35% dan 23,48%. Di Indonesia diperkirakan 15% anak sekolah mengalami infestasi pedikulosis kapitis ini (Suwandi dan Sari, 2017). Secara umum, belum ditemukan data mengenai prevalensi kejadian PK di Indonesia. Namun, berdasarkan hasil penelitian dari beberapa tempat di Indonesia didapatkan, survei prevalensi PK di SD Negeri di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, terdapat 51,92% murid yang terinfestasi kutu kepala. Penelitian lain yang dilakukan di Yogyakarta, Surakarta dan Jakarta masingmasing prevalensinya 57,7%, 70,2%, 77,78% terinfestasi PK (Alatas dan Linuwih, 2013; Putri, 2014; Ansyah, 2013; Akhmad dan Menaldi, 2012). Hasil penelitian yang pernah dilakukan pada siswa SD di Kab.Selayar Sulawesi Selatan menunjukan bahwa 53,7% positif PK. Studi epidemiologi yang pernah dilakukan di salahsatu SD di Kecamatan Moramo Utara Sulawesi Tenggara didapatkan bahwa 85,7% positif PK (Hudayah, 2011; Akib dkk., 2016). Dalam upaya pencegahan timbulnya penyakit baik untuk diri sendiri maupun orang lain maka setiap orang harus menjaga personal hygiene nya.



2



Personal hygiene adalah perilaku tiap orang untuk menjaga kebersihan diri (Tarwoto dan Wartonah, 2006). Penyakit kulit, penyakit infeksi, penyakit mulut dan gigi, dan penyakit saluran cerna bisa terjadi pada seseorang yang memiliki personal hygiene yang tidak baik (Sudarto, 2011). Personal hygiene yang dimaksud mencakup perawatan kebersihan kulit, kepala dan rambut, mata, hidung, telinga, kuku kaki dan tangan, perawatan tubuh secara keseluruhan (Tarwoto dan Wartonah, 2006; Notoatmodjo, 2003). Pentingnya menjaga personal hygiene ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor23 Tahun 1992 Pasal 3 tentang kesehatan. Anak-anak pada umumnya belum bisa sepenuhnya mandiri dalam mengatur atau mengurus hal-hal yang berkaitan dengan dirinya sendiri. Anakanak masih bergantung pada peran orangtua untuk megurusnya seperti halnya persoalan kebersihan dirinya (personal hygiene) (Gunarsa, 2008). Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan tentang kejadian PK khususnya di Indonesia yang belum bisa diketahui secara pasti karena masih sangat jarangnya penelitian tentang kutu kepala (pediculus humanus capitis) maka peneliti menganggap perlu untuk dilakukannya penelitian ini. Peneliti memilih SD di Kecamatan Watopute sebagai lokasi penelitian ini, hal ini berdasarkan dari hasil obervasi awal yang dilakukan. Pada observasi terebut ditemukan bahwa 3-7 orang dari 10 orang siswa dalam satu kelas positif PK. Peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa orang guru dan masyarakat di tempat tersebut. Hasil wawancara tersebut adalah semua orang yang diwawancari tidak menganggap kutu sebagai penyakit bahkan ada



3



beberapa orang yang menganggap kutu sebagai tanda datangnya rejeki. Berdasarkan fakta tersebut, peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian tentang PK. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan masalah pada penelitian ini, yaitu : 1. Berapakah angka kejadian Pedikulosis kapitis pada siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Watopute ? 2. Apakah personal hygiene memiliki hubungan dengan kejadian Pedikulosis Kapitis ? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk melihat apakah terdapat hubungan antara personal hygiene dengan kejadian pedikulosis kapitis pada siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Watopute. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui angka kejadian Pedikulosis Kapitis pada siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Watopute. b. Untuk menganalisis hubungan antara personal hygiene dengan kejadian Pedikulosis Kapitis pada siswa SD di Kecamatan Watopute.



4



D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain : 1. Manfaat Praktik Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi informasi kepada siswa-siswa SD agar dapat menjaga kesehatan rambutnya khususnya dalam penanganan dan pencegahan penularan pediculosis capitis. 2. Manfaat Keilmuan Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menambah referensi dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahun dan dapat dijadikan salah satu bahan bacaan bagi peneliti selanjutnya. 3. Manfaat bagi Peneliti Sebagai pengalaman bagi peneliti dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh di bangku universitas khususnya tentang ilmu parasitologi. 4. Manfaat bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi masyarakat terutama pihak sekolah dalam rangka pencegahan Pediculosis capitis khususnya terhadap siswa-siswa sekolah dasar. Selain itu diharapkan pula menjadi informasi bagi para orangtua dalam menangani pediculosis capitis, juga berbahnya presepsi masyarakat tentang PK.



5



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Kajian Umum Kepustakaan 1. Personal Hygiene a. Pengertian personal hygiene Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya perorangan sedang



hygiene berarti sehat. Personal



hygiene memiliki pengertian upaya seseorang dalam memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya untuk memperoleh kesejahteraan fisik dan psikologis. (Mubarak, 2009). Kebersihan pribadi adalah menjaga tubuh, gigi, rambut, pakaian dan area genital bersih. Ini adalah salah satu mekanisme yang digunakan untuk memutus siklus transmisi penyakit. Hal ini juga membantu individu untuk memiliki nilai estetika yang baik oleh orangorang disekitarnya. Oleh karena itu, kebersihan pribadi merupakan ukuran yang diambil pada tingkat individu untuk mencegah penularan penyakit dari sumber ke host yang rentan (Legese dan Ambelu, 2004) b. Tujuan personal hygiene Personal hygiene bertujuan untuk: 1) Meningkatkan dan mengtahui tingkat derajat kualitas kesehatan seseorang . 2) Memelihara kebersihan diri seseorang. 3) Memperbaiki personal hygiene yang kurang. 4) Mencegah timbulnya penyakit. 5) Meningkatkan percaya diri seseorang. 6) Menciptakan keindahan diri individu. Jenis



6



personal hygiene meliputi kebersihan seluruh tubuh (Tarwoto dan Martonah, 2006). Kesehatan yang buruk dapat mengurangi perkembangan kognitif seorang anak baik karena terjadinya perubahan fisiologis atau karena berkurangnya kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas belajar (Rosso dan Arlianti, 2009). c. Faktor –faktor yang dapat mempengaruhi personal hygiene Tarwoto dan Wartonah (2006) mengemukakan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi personal higiene yaitu: 1. Body Image Gambaran diri individu sangat mempengaruhi kebersihan dirinya. Adanya perubahan fisik membuat individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya. 2. Praktik Sosial Kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene pada anak-anak yang selalu dimanja dalam kebersihan diri. 3. Status Sosial Ekonomi Dibutuhkan uang untuk menyediakan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang menunjang perawatan diri individu. 4. Pengetahuan Pengetahuan tentang kebersihan diri sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan.



7



5. Budaya Sebagian kalangan masyarakat beranggapan bahwa jika individu menderita penyakit tertentu maka ia tidak boleh dimandikan. 6. Kebiasaan seseorang Ada kebiasaan dimana sesorang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain. 7. Kondisi fisik atau psikis Pada keadaan tertentu, seperti sakit, kemampuan untuk merawat



diri



berkurang



dan



diperlukan



bantuan



untuk



melakukannya. d. Jenis personal hygiene Personal hygiene yang dimaksud adalah kebersihan dan kesehatan kulit, kebersihan dan kesehatan gigi dan mulut, kebersihan dan kesehatan kepala rambut, kebersihan dan kesehatan mata,telinga dan hidung, kebersihan dan kesehatan kuku tangan dan kaki, kebersihan dan kesehatan genital (Isro’in dan Andarmoyo, 2012). 2. Pediculosis Kapitis a. Defenisi dan epidemiologi Pedikulosis capitis adalah suatu gangguan yang disebabkan oleh adanya infetasi tuma/lice yang termasuk dalam family pediculidae.



8



Pedikulosis yang terjadi pada kepala dapat disebabkan oleh tuma kepala pediculus humanus var.capitis (Natadisastra dan Agoes, 2009). Berdasarkan beberapa hasil penelitian di dunia didapatkan bahwa di Asia Prevalensi bervariasi dari 0,7% sampai 59%. Di Eropa, prevalensi bervariasi



dari 0,48% sampai 22,4%. Di Amerika



berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan Prevalensi meningkat dari 3,6% menjadi 61,4%. Studi di Australia melaporkan prevalensi 13%. Hanya 1 studi yang telah dilakukan di Oceania (CDC 2008). Di Indonesia dari beberapa penelitian yang dilakukan, prevalensi kejadian PK berkisar pada 51,92% sampai 85,7%, namum itu diperkirakan masih dibawah angka kejadian sebenarnya PK di Indonesia (Alatas dan Linuwih, 2013; Putri, 2014; Ansyah, 2013; Akhmad dan Menaldi, 2012). Berdasarkan seluruh penelitian yang dilakukan mayoritas kejadian PK itu terjadi di Negara berkembang pada komunitas atau tempat yang pada umumnya di dominasi oleh anak-anak (Kane dkk., 2009) b. Taxonomi Pediculus humanus capitis Taxonomi Pediculus humanus capitis Brown (1983) : Kingdom : Animalia Phylum



: Arthopoda



Kelas



: Insekta



Ordo



: Phthiraptera



Sub Ordo : Anoplura



9



Family



: Pediculidae



Genus



: Pediculus



Spesies



: Pediculus humanus capitis



c. Morfologi Pediculus humanus capitis Pediculus humanu capitis Memiliki telur lonjong berwarna putih. Seekor betina biasa memiliki 6-9 telur dalam sehari. Nimfa dan kutu dewasa Bentuk lonjong, pipih dorso-ventral, berwarna kelabu, kepala bentuk segitiga segmen torak bersatu dengan segmen abdomen mempunyai 3 pasang kaki yang ujungnya mempunyai kait untuk melekatkan diri pada rambut hospes, memiliki antenna yang terdiri dari 5 segmen dan sepasang mata kecil dibelakang antena.. (Soedarto, 2011; Sutanto dkk, 2008).



Gambar 1. Morfologi telur dan kutu dewasa (Weems, 2013) d. Siklus Hidup dan penularan Pediculus humanus capitis Kutu memiliki metamorfosis yang tidak lengkap. Telur kutu diletakkan oleh kutu betina dewasa di dasar batang rambut yang terdekat dengan kulit kepala. Telur kutu melekat kuat pada batang rambut dan berbentuk oval dan sangat kecil. Telur kutu keabu-abuan dan terlihat samar pada rambut. Telur kutu kepala biasanya memerlukan waktu



10



sekitar 5 hari untuk menetas setelah mengalami 3 kali pergantian kulit. Telur yang telah menetas biasanya terletak tidak lebih dari ¼ inci dari dasar batang rambut. Nimfa adalah kutu yang belum matang yang menetas dari telur. Seekor nimfa tampak seperti kutu kepala dewasa, tapi lebih kecil. Nimfa menjadi dewasa sekitar 7-14 hari setelah menetas dari telur. Nimfa yang sudah dewasa dan berkembang seukuran biji wijen, memiliki enam kaki, dan berwarna abu-abu. Kutu kepala dewasa mungkin terlihat lebih gelap pada orang dengan rambut hitam daripada orang dengan rambut pirang. Untuk bertahan hidup, kutu kepala orang dewasa harus makan darah. Kutu kepala orang dewasa bisa hidup sekitar 30 hari di kepala seseorang tapi akan mati dalam satu atau dua hari jika tidak lagi di kepala. Kutu kepala betina dewasa biasanya lebih besar dari jantan dan bisa bertelur enam telur setiap hari (Soedarto, 2011; CDC, 2015).



Gambar 2. Siklus Hidup Pediculus humanus capitis (CDC, 2013)



11



Penularan kutu kepala dapat terjadi secara langsung melalui kontak dengan rambut kepala penderita PK. Penularan kutu juga dapat terjadi melalui pakaian, seperti topi, selendang, mantel, seragam olah raga, atau pita rambut yang dikenakan orang yang terinfeksi oleh kutu . Penggunan sisir, sikat atau handuk yang habis dipakai oleh orang yang terinfeksi kutu atau berbaring di tempat tidur, sofa, bantal, karpet, atau boneka binatang yang baru saja kontak dengan orang yang mempunyai kutu (Brown, 1983; CDC, 2013). e. gejala klinis Gigitan kutu kepala dapat menimbulkan iritasi kulit akibat air liur yang dikeluarkan saat mengisap darah mangsanya. Akibat gigitan kutu dapat menimbulkan papul berwarna merah yang terasa sangat gatal. Kulit membengkak dan berair. Pada kasus PK berulang dapat mengakibatkan pengerasan yang disertai adanya pigmentasi pada kulit kepala keadaan ini disebut morbus errorum (vagabond’s disease). Kadang-kadang terlihat erupsi popular disertai ekskoriasi,bahkan infeksi sekunder staphylococcus aureus sering terjadi dan dapat parah (Soedarto, 2009; Graham-Brown dkk., 2010). f. Diagnosis Diagnosis Pedikulosis dapat ditegakan dengan cara melihat infestasi telur,nimfa atau kutu dewasa pada rambut kepala seseorang. Untuk lebih meyakinkan bahwa yang ditemukan adalah telur kutu maka



12



dapat menggunakan mikroskop (Mandal dkk., 2008; Natadisastra dan Agoes, 2009). g. Penatalaksanaan Sejak Perang Dunia II, banyak insektisida telah digunakan untuk melawan kutu. Diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Dichlorodiphenyltrichloroethane(DDT) dan Lindane. Organoklorin (DDT dan lindane) adalah yang pertama dari insektisida organik sintetis yang digunakan. Perkembangan DDT selama tahun 1940-an memiliki dampak yang sangat besar. DDT segera digunakan untuk membersihkan tawanan perang untuk mengendalikan kutu kepala dan berdampak bagus, tidak hanya untuk penggunaan pada manusia tapi juga untuk hewan. Lindane telah tersedia sejak 1951. Namun, keefektifannya dibandingkan dengan produk lainnya masih kurang.Kedua organoklorida ini bersifat neurotoksik untuk parasit. Karena telah terjadi resistensi dan masalah keamanan, penggunaan produk ini dibatasi ditinjua kembali. 2. Malathion. Insektisida



organofosfat



yang



diformulasikan



dalam



konsentrasi 1,0% dan 0,5%. malathion, telah banyak digunakan di Amerika Serikat dan Eropa.Bekerja dengan cepat melawan kutu dewasa dan biasanya efektif untuk telur kutu. Efektivitasnya telah diuji dalam uji klinis.Namun, beberapa peneitian menunjukan resistensi terhadap obat ini,walaupun penggunaannya



13



tidak



berbahaya,namun harus dihindari pemakainnya untuk anak diabawah 6 bulan. 3. Carbaryl. Digunakan sejak 1976, penelitian terbaru melaporkan carbaryl kurang efektif dari perkiraan sebelumnya.Berpotensi karsinogenik pada hewan pengerat, resepnya dilarang di Inggris . 4. Pyrethrin alami atau piretroid sintetis (Phenothrin). Piretroid ini berhubungan erat dengan permetrin dan dikombinasikan



dengan



sinergis



(piperonyl



butoxide)



atau



insektisida nonsynergist (permethrin). Seperti malathion, obat ini bisa menyebabkan iritasi.Banyak penelitian di seluruh dunia telah menggambarkan resistensi terhadap piretrin dan piretroid. 5. Permetrin. Piretroid tiruan sintetis, yang diperkenalkan untuk pertama kalinya pada tahun 1986, permetrin 1%, telah disetujui dan tersedia di pasaran untuk digunakan pada tahun 1990. Obat ini adalah salah satu perawatan yang paling sering digunakan terhadap ektoparasit manusia (kutu kepala dan kudis) di antara lindane, malathion, dan carbaryl .Namun, resistensi terhadap permetrin telah dilaporkan dalam banyak penelitian di seluruh dunia.Dalam percobaan klinis, permethrin dibandingkan dengan sampo berbasis minyak kedelai, kelapa, dalam semprotan kurang efektif .



14



6. Dimethicone. Beberapa penelitian menemukan dimetikan menjadi produk yang aman dan lebih efektif daripada permethrin.Dalam percobaan terkontrol secara acak,mengkonfirmasi keefektifan aplikasi tunggal gel cair dimeticone 4% dibandingkan dengan dua aplikasi permetrin 1%. 7. Oxyphthirine. Lotion Oxyphthirine dalam satu aplikasi dalam pengobatan infestasi kutu manusia diturunkan menjadi yang paling aman karena terbukti tidak dapat dibakar. Produk ini menunjukkan efisiensi tinggi (100%) dan kemampuan tertentu untuk menghilangkan nits (telur kutu). Lotion, meta-emulsi yang dipatenkan yang sesuai untuk perawatan kutu kepala manusia (Pediculus capitis), memiliki tindakan mekanis yang menyebabkan matinya kutu dan telurnya. 8. Benzil Benzoat / Benzil Alkohol. Dalam konsentrasi 10% sampai 30%, zat ini telah banyak digunakan untuk pengobatan pediculosis dan kudis, meski tidak selalu efektif untuk teur. Produk ini dapat menyebabkan reaksi alergi dan iritasi pada kulit. Ini tidak lagi terdaftar untuk pengendalian kutu di Amerika Serikat, dan di Kanada. Benzil alkohol 5% bersifat nonneurotoksik dan membunuh kutu kepala dengan cara asfiksiasi. Efek sampingnya adalah pruritus, eritema, pioderma, dan iritasi mata.



15



9. Spinosad. Spinosad 0.9% suspensi topikal adalah pengobatan ovumidal dan pediculicidal baru terhadap kutu kepala yang dibuat dengan cara fermentasi Saccharopolyspora spinosa, bakteri yang ditemukan di tanah. Namun, reaksi merugikan yang paling umum yang diamati meliputi eritema, iritasi okular, dan iritasi pada tempat pengobatan. 10. Produk Lainnya. 1,2-Octanadiol, lotion kokamida dietanolamine dan tocopheryl acetate 20% diuji dalam uji klinis terhadap kutu kepala untuk menilai efisiensi dan keamanannya. Namun, efek sampingnya dilaporkan dengan 1,2-octanediol dan kokamide diethanolamine kecuali tocopheryl acetate. Dengan demikian, studi lanjutan direkomendasikan untuk menetapkan keamanan jangka panjang agen baru dan alternative (Sangare dkk., 2016). h. Faktor Risiko Infestasi Pediculus humanus capitis Infestasi pedikulosis kapitis tidak lepas dari beberapa faktor resiko yang mendukung menurut Nuqsah (2010) yaitusebagai berikut : 1. Usia muda, terutama pada kelompok umur 3-11 tahun. 2. Jenis kelamin, perempuan lebih sering terkena penyakit pedikulosis kapitis karena perempuan hampir semuanya memiliki rambut yang lebih panjang dari pada laki – laki. 3. Menggunakan tempat tidur atau bantal bersama.



16



4. Menggunakan sisir atau aksesorisrambut secara bersama, pada keadaan menggunakan sisir secara bersamaan akan membuat telur bahkan tungau dewasa menempel pada sisir, begitu juga dengan aksesoris rambut seperti bando dan pita . 5. Panjang rambut, karena orang yang memiliki rambut yang lebih panjang sulit untuk membersihkannya dibanding orang rambut pendek. 6. Frekuensi cuci rambut yang jarang. 7. Tingkat sosial ekonomi yang rendah merupakan resiko yang sering dikaitkan dengan terjadinya infestasi tungau, selain itu juga dikarenakan ketidak mampuan untuk mengobati infestasi secara efektif. 8. Bentuk rambut, pada orang afrika atau negro afrika-amerika yang mempunyai rambut keriting jarang terinfeksi kutu kepala karena kutu betina susah untuk meletakan telurnya. i. Pencegahan Adapun pencegahan atau pengendalian kutu yang dapat kita lakukan adalah dengan cara berikut ini : 1. Hindari kontak langsung dengan rambut kepala penderita PK 2. Jangan meminjam atau memakai pakaian dan aksesoris yang dipakai oleh orang yang mengalami PK 3. Rendam dalam air panas (130ºf) alat yang telah dipakai penderita PK seperti sisir,sikat atau handuk.



17



4. Hindari berbaring pada sofa,bantal atau boneka yang dipakai penderita PK. 5. Melakukan vakum pada lantai dan furniture terutama tempat penderita PK. 6. Lakukan edukasi dimasyarakat tentang penyebaran dan penularan PK (CDC, 2013). 3. Anak Sekolah dasar a. Defenisi Menurut Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Anak sekolah dasar adalah seorang anak dengan rentan usia 6-12 tahun yang menjalani pendidikan formal di sekolah dasar yang menyelenggarakan pendidikan umum jenjang pendidikan dasar. Anak mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanak kanak, dan menggabungkan diri ke dalam kelompok, sebaya yang merupakan hubungan dekat pertama di luar kelompok keluarga ( Wong dkk., 2008)



b. Karakteristik anak usia SD Pada usia ini, anak SD umumnya memiliki karakteristik perilaku yang khas yang hanya ditemukan diperiode usia ini. Karakter tersebut seperti pembentukan kelompok teman sebaya, mulai munculnya perilaku tidak jujur atau berbohong,perilaku curang, ketakutan dan stress serta adanya kegiatan dan aktivitas pengalih. Anak akan banyak berinteraksi dengan orang-orang diluar keluarganya sehingga banyak mempengaruhi pola perilaku anak (Potter dan Perry, 2005; Wong dkk., 2008).



18



Pada masa anak berada di sekolah dasar ini, anak-anak memiliki kecenderungan membandingkan dirinya dengan temantemannya sehingga dia sering dihinggapi ketakutan akan kegagalan dan ejekan teman. Rasa cemas yang dimiliki anak pada masa ini akan menumbuhkan rasa rendah diri, begitupun sebaliknya bila ia tahu tentang bagaimana dan apa yang perlu dikerjakan dalam menghadapi tuntutan lingkungan sosialnya akan menjadi motivasi anak untuk berkarya dan berkreatifitas (Gunarsa dan Gunarsa, 2008) c. Keterampilan anak SD Dengan



memasuki



dunia



sekolah,



anak-anak



harus



menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya yang baru, maka dari itu anak SD perlu dibekali dengan keterampilan. Keterampilan yang perlu dimiliki anak SD seperti keterampilan menolong diri sendiri (selfhelp



skills),



keterampilan



bantuan



sosial



(social-help



skill),



keterampilan sekolah (school skills) keterampilan bermain (play skills) (Gunarsa dan Gunarsa, 2008). Anak-anak pada masa SD ini haru mampu meningkatkan perkembangan diri membentuk konsep-konsep yang perlu untuk kehidupan sehari-hari,membentuk nilai nurani moral dan sosialnya serta memperoleh kebebasan pribadi agar kreatif dan imajinatif (Gunarsa dan Gunarsa,2008).



19



4. Hubungan Personal Hygiene anak Sekolah Dasar dengan kejadian Pedikulosis Kapitis. Personal hygiene yang buruk merupakan faktor utama yang mempermudah infeksi masuk ke anggota tubuh baik kulit kepala dan rambut maupun anggota badan lainnya pada tubuh manusia. Pediculosis capitis merupakan penyakit infeksi kulit kepala dan rambut yang disebabkan oleh Pediculus humanus Varian capitis yang mana penderita kurang memperhatikan



personal



hygiene-nya,



hal



ini



sangat



memprihatinkan, karena infeksi ini sebenarnya dapat dicegah dengan meningkatkan kualitas



personal h ygiene setiap individu (Isro’in dan



Andarmoyo, 2012; Tartowo dan Wartonah, 2006). Pediculosis capitis dapat menular dengan dua cara yaitu secara kontak langsung dan tak langsung. Kontak langsung terjadi ketika adanya kontak dengan penderita misalnya memberi secara langsung oleh teman yang menderita dan tidur bersama bersebelahan dengan penderita. Sedangkan kontak tak langsung melalui benda yang telah dipakai oleh penderita seperti pakaian, handuk, bantal, kasur dan lain-lain (Djuanda, 2011). Faktor personal hygiene yang berpengaruh pada gangguan kebersihan rambut adalah tipe rambut , panjang rambut, kebersihan dalam pemeliharaan kebersihan rambut itu sendiri baik dari bahan pembersihnya yaitu; sampo, k ondisioner, alat yang digunakan seperti handuk dan frekuensi keramas dalam seminggu (Isro’in dan Andarmoyo, 2012)



20



Dari semua penelitian yang dilakukan kejadian PK rata-rata terjadi pada anak-anak,hal ini dapat dikarenakan perilaku hidup anak-anak yang masih belum bisa sepenuhnya mandiri dan masih tergantng pada orang lain berkaitan dengan kemandirian dalam menjaga kebersihan dirinya (Kane dkk., 2009; Gunarsa dan Gunarsa, 2008). Menjaga personal hygiene baik langsung maupun tidak langsung pada penderita Pediculosis capitis merupakan salah satu cara pencegahan terbaik dari pada mengobati terjadinya penyakit Pediculosis capitis. Akibat dari infestasi Pediculosis capitis yang tidak diobati dapat menimbulkan berbagai dampak pada penderitanya, antara lain berkurangnya kualitas tidur anak pada malam hari akibat rasa gatal, stigma sosial, rasa malu dan rendah diri (Fitzpatrick dan Wolff, 2008).



21



B. Kerangka Teori  



  



Menggunakan Shampo atau sabun. Frekuensi cuci rambut. Memakai aksesoris kepala secara bergantian. Memakai pakaian secara bergantian. Memakai alat mandi dan alat tidur secara



Kebersihan Kepala Dan rambut   



Personal Hygiene



  



*







  



Tipe rambut Jenis kelamin Panjang rambut



Body Image Praktek sosial. Status Ekonomi. Pengetahuan . Budaya . Kebiasaan seseorang Kondisi fisik/psikis



PEDIKULOSIS KAPITIS



= jika tidak baik Gambar 3. Bagan Kerangka Teori



C. Kerangka Konsep



PEDIKULOSIS KAPITIS



Personal Hygiene



: Variabel



Bebas yang diteliti



: Variabel



terikat yang diteliti



Gambar. 4 Bagan Kerangka Konsep



22



D. Hipotesis penelitian Ho :



Personal hygiene tidak memiliki hubungan dengan kejadian pedikulosis kapitis.



Ha :



Personal hygiene memiliki hubungan dengan kejadian pedikulosis kapitis.



23



BAB III METODE PENELITIAN



A. Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian jenis analitik observasional dengan menggunakan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara personal hygiene dengan kejadian pedikulosis kapitis pada siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Watopute. B. Waktu dan Lokasi Penelitian 1. Waktu penelitian Penelitian ini akan dilakukan mulai bulan November 2017 hingga Desember 2017. 2. Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di 11 (sebelas) Sekolah Dasar yang masingmasing terebar di Sepuluh Desa dan Kelurahan di Kecamatan Watopute yaitu SDN 1Watopute sampai SDN 11 Watopute. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa dan siswi kelas 1 sampai kelas 6 di SDN 1Watopute, SDN 2 Watopute, SDN 3 Watopute, SDN 4 Watopute , SDN 5 Watopute, SDN 6 Watopute, SDN 7 Watopute, SDN 8 Watopute, SDN 9 Watopute, SDN 10 Watopute, SDN 11 Watopute dengan jumlah keseluruhan populasi adalah 1692 orang.



24



2. sampel Sampel adalah sebagian dari unsur populasi yang dijadikan sebagai objek penelitian. Karena ukuran populasi pada penelitian ini diketahui dengan pasti maka kita bisa menggunakan rumus Slovin untk menentukan ukuran sampel (Nasir dkk., 2011). Ukuran sampel penelitian ini yaitu : N 1+ Ne2



n = Keterangan : n



= Jumlah sampel



N = Jumlah populasi e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan (5%) n =



N 1+ Ne2



n n==



1692 1+ ( 1692 x 0,052)



n n==



1692 5,23



n = 323,51 Maka dapat ditentukan sampel minimal yang dibutuhkan yaitu sebanyak 323,51 digenapkan menjadi 324 orang.



25



D. Teknik Pengambilan Sampel Pengumpulan sampel menggunakan teknik stratified random sampling (sampel strata proporsional). Penentuan proporsi sampel dari populasi tiap kelas di setiap SD kita tentukan dengan rumus : 𝑘



p = =𝑁 xn Keterangan : p



= Jumlah proporsi sampel.



k



= Populasi tiap kelas



N



= Jumlah populasi.



n



= Jumlah sampel



Jumlah proporsi sampel tiap SD di tiap kelasnya seperti pada Tabel 1. dibawah Tabel 1. Proporsi Sampel Pada Masing-Masing SD di Kecamatan Watopute Nama Sekolah



Kelas jumlah k-3 k-4 k-5 k-6



k-1



k-2



SDN 1 Watopute



6



5



5



8



8



5



37



SDN 2 Watopute SDN 3 Watopute



7 5



9 5



8 3



9 6



8 6



7 5



58 30



SDN 4 Watopute



7



6



4



5



6



6



34



SDN 5 Watopute SDN 6 Watopute



6 2



6 4



6 4



6 5



7 5



5 3



36 23



SDN 7 Watopute



5



4



4



5



3



5



26



SDN 8 Watopute SDN 9 Watopute



3 5



4 5



4 4



8 7



4 4



3 6



26 31



SDN 10 Watopute SDN 11 Watopute Total



1 4



2 3



3 2



3 2



2 4



3 3



14 18 333



26



E.



Kriteria Sampel 1. Kriteria Inklusi Kriteria inklusi adalah hal-hal yang harus ada pada seseorang untuk jadi responden. Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini adalah : a. Siswa(i) kelas 1 – 6 SD SeKecamatan Watopute b. Siswa(i) berusia 6-12 tahun c. Siswa(i) bisa membaca dan menulis d. Siswa(i) yang mendapat persetujuan orangtua e. Siswa(i) yang mau diperiksa kepalanya. 2. Kriteria ekslusi Kriteria ekslusi adalah hal-hal yang tidak boleh terdapat pada responden. Adapun kriteria ekslusi penelitian ini adalah : a. Siswa(i) SD luar biasa. b. Siswa(i) yang berambut botak c. Siswa(i) yang tidak hadir saat penelitian . d. Siswa(i) yang sedang memiliki penyakit kulit bukan kausa pedikulosis.



F. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan menggunakan kuesioner atau angket yang disesuaikan dengan tujuan penelitian dan mengacu pada konsep dan teori yang telah dibuat. Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini adala kuesioner milik yang telah dimodifikasi. Validitas kuisioner ini menggnakan koefisien



Cronbach Alpha. Daftar



pertanyaan meliputi perilaku kebersihan diri, yang terdiri dari penggunaan



27



sampo atau sabun cuci rambut, frekuensi cuci rambut, penggunaan sisir, topi, peci, jilbab dan handuk bersama, dan kebersihan perlengkapan tidur (Putri, 2014). Dalam pengumpulan data ini selain menggunakan kuisioner, peneliti juga menggunakan pemeriksaan manual yaitu dengan melihat secara visual dan rambut disisir menggnakan sisir di seluruh bagian rambut. Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan mengguunakan program komputer . G. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif 1. Personal hygiene a. Defenisi Operasional : Personal hygiene adalah cara pemeliharaan dan perawatan kebersihan diri oleh anak yang dinilai dengan menggunakan kuisioner atau angket. b. Kriteria Objektif Kriteria objektif pada penelitian ini (Munusamy dan Zhen, 2011) 1. Baik



: Jika skor jawaban benar >50%



2. Buruk : Jika Skor jawaban benar