Hubungan Menikah Dini Dengan Stunting [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS MATA KULIAH IPTEK GIZI MUTAKHIR HUBUNGAN PERNIKAHAN DINI DENGAN STUNTING



DISUSUN OLEH KELOMPOK 3 : Lutfia Puspaningtyas Islamiati



101711233052



Ratu Dien Prima Fermeza



101711233053



Khuriatun Nabillah



101711233054



Anni Syntya



101711233064



Sabitha Wina Octarine



101711233067



Hikmiyah Harisma Dewi



101711233070



KELAS 6B



UNIVERSITAS AIRLANGGA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PRODI S1 GIZI 2020 BAB I PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang Hasil laporan Pencegahan Perkawinan Anak yang dilakukan oleh BPS, Bappenas, UNICEF dan PUSKAPA menunjukkan tren perkawinan anak perempuan di Indoneisa, baik yang melangsungkan perkawinan pertama sebelum usia 18 tahun maupun 15 tahun, menunjukkan penurunan pada periode tahun 2008 – 2018, namun penurunannya masih dikategorikan lambat. Pada tahun 2008, prevalensi perkawinan anak adalah sebesar 14,67 persen, tetapi pada satu dekade kemudian (tahun 2018) hanya menurun sebesar 3,5 poin persen menjadi 11,2 persen. Masih sekitar 1 dari 9 perempuan berusia 20- 24 tahun melangsungkan perkawinan pertama sebelum usia 18 tahun. Di Indonesia, terdapat lebih dari satu juta perempuan usia 20 – 24 tahun yang perkawinan pertamanya terjadi pada usia kurang dari 18 tahun (11,2 juta jiwa) sedangkan perempuan usia 20 – 24 tahun yang melangsungkan perkawinan pertama sebelum berusia 15 tahun tercarat sebanyak 61,3 ribu perempuan Di sisi lain, prevalensi perempuan usia 20 – 24 tahun yang melangsungkan perkawinan pertama sebelum usia 15 tahun mengalami penurunan sekitar satu poin selama periode 2008 -2018. Pada tahun 2008, sebanyak 1,6 persen perempuan usia 20 – 24 melangsungkan perkawinan pertama sebelum usia 15 tahun. Prevalensi ini menurun lebih dari setengahnya pada tahun 2018. Menjadi sebesar 0,56 persen. Disagregasi menurut daerah tempat tinggal menunjukkan bahwa prevalensi perkawinan anak perempuan lebih tinggi di daerah pedesaan dibandingkan perkotaan baik pada kelompok perkawinan pertama sebelum usia 18 tahun maupun sebelum usia 15 tahun. Persentase perkawinan anak di pedesaan adalah 16,87 persen sementara di perkotaan hanya 7,15 persen. Namun penurunan prevalensi di perkotaan lebih kecil dibandingkan penurunan yang terjadi di desa selama 10 tahun terakhir. Di daerah pedesaan, prevalensi perempuan 20 -24 tahun yang perkawinan pertamanya sebelum usia 15 tahun mengalami penurunan sebesar 1,8 poin sedangkan di perkotaan penurnannnya hanya sebesar 0,3 poin persen. Begitu pula dengan perempuan 20 -24 tahun yang perkawinan pertamanya sebelum usia 18 tahun, prevalensi daerah pedesaan menurun sebesar 5,76 poin persen sedangkan di perkotaan penurnannya lebih lambat, hanya kurang dari satu poin persen. Jika mengacu pada disagregasi berdasarkan usia perkawinan pertama, anak perempuan berusia 17 tahun cenderung lebih rentan terhadap perkawinan baik di perkotaan maupun di perdesaan. Hal ini terlihat dari peningkatan prevalensi yang paling besar pada perempuan 20 – 24 tahun yang perkawinan pertamanya sebelum usia 17 tahun dan sebelum usia 18 tahun dibandingkan dengan peningkatan prevalensi pada umur perkawinan pertama yang lain Kesamaan antara kedua daerah tempat tinggal tersebut adalah prevalensinya semakin meningkat seiring bertambahnya usia. Di Indonesia pada tahun 2018, prevalensi perempuan 20 – 24 tahun baik yang perkawinan pertamanya pada usia