Hubungan Sistem Stomatognati Dengan Postur Tubuh [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH STOMATOGNATI 2 TOPIK 6 HUBUNGAN SISTEM STOMATOGNATI DENGAN POSTUR TUBUH



Kelompok 2 Kelas D Fasilitator: Pricillia Priska Sianita K, drg., M.Kes., Sp.Ort Disusun Oleh: 1. M. Rayhan Mulyaharja (2019-11-101)



6. Nabila Maharani Putri Husen (2019-11-106)



2. Muhasanah Ayu Nurfitria (2019-11-102) 3. Muniarti Yulia Tasliani (2019-11-103)



7. Nabilah Khairunnisa Sudrajat (2019-11-107) 8. Nada Rizky Fetiastuti  (2019-11-108)



4. Mutia Syaharani Irawan (2019-11-104) 5. Nabila Dafa Nur Adiba (2019-11-105) 



9. Nadhira Rivazka  (2019-11-109) 10. Nadila Puspita Sari  (2019-11-110)



FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA) 2021



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan  kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya sehingga terbentuklah makalah ini. Kami sangat berharap makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Hubungan Sistem Stomatognati dengan Postur Tubuh. Kami juga menyadari bahwa dalam tugas ini terdapat kekurangankekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.  Akhir



kata



kami



berharap



semoga



makalah



Hubungan



Sistem



Stomatognati dengan Postur Tubuh ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.



Jakarta, Mei 2021



Penyusun



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR..............................................................................................i DAFTAR ISI............................................................................................................ii BAB I.......................................................................................................................1 PENDAHULUAN...................................................................................................1 1.1 Latar Belakang...............................................................................................1 1.2 Tujuan Penulisan............................................................................................1 BAB II......................................................................................................................2 PEMBAHASAN......................................................................................................2 2.1 Sistem Stomatognati.......................................................................................2 2.2 Postur Tubuh..................................................................................................2 2.3 Hubungan Stomatognati dengan Postur Tubuh..............................................3 2.4 Disharmoni Sistem Stomatognati...................................................................5 2.5 Keseimbangan Sistem Stomatognati..............................................................6 2.6 Kesalahan Postur Tubuh.................................................................................7 2.7 Gejala yang Sering Timbul...........................................................................12 2.8 Perawatan yang Dapat Dilakukan................................................................13 BAB III..................................................................................................................15 PENUTUP..............................................................................................................15 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem stomatognatik merupakan sistem yang bertanggung jawab terhadap fungsi pengunyahan, penelanan, dan bicara. Sistem stomatognatik terdiri dari tiga organ utama, yaitu sendi temporomandibula, otot pengunyahan, dan gigi geligi beserta



struktur



pendukungnya



yang



berfungsi



secara



harmonis



dan



dikoordinasikan oleh sistem saraf pusat. Disharmoni dari sistem stomatognatik dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti kebiasaan buruk postur tubuh yang dilakukan dalam aktivitas sehari-hari. Tanpa disadari kebiasaan buruk tersebut menyebabkan ketidakseimbangan posisi tulang dan fungsi otot, bila berlangsung terus-menerus dapat merubah postur tubuh secara permanen. Posisi dan postur tubuh



yang



salah



mengakibatkan



komponen



neuromuskular



mengalami



ketidaknyamanan dan ketidaklancaran dalam setiap pergerakan. 1.2 Tujuan Penulisan Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Stomatognati 2 tentang Hubungan Sistem Stomatognati dengan Postur Tubuh serta bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan.



1



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Sistem Stomatognati Sistem stomatognatik atau sistem mastikasi adalah unit fungsional tubuh yang mengkoordinasi fungsi pengunyahan, penelanan, dan bicara. Komponen utama sistem stomatognatik tersebut adalah sendi temporomandibula (STM), otototot pengunyahan dan kompleks gigi periodontal yang bekerja secara harmoni dan berhubungan erat dalam satu sistem. Pengaruh mekanisme komponen stomatognatik dapat bersifat langsung dan tidak langsung yang ditransmisi oleh sistem saraf pusat (SSP) yang menerima informasi mengenai berbagai keadaan melalui reseptor yang terdapat di rongga mulut, otot-otot, dan STM. Berbagai informasi tekanan, nyeri, dan perubahan suhu menentukan terjadinya modifikasi terhadap komponen sistem stomatognatik.1,2,3 Menurut Glossary of Prosthodontic Terms, salah satu definisi STM adalah artikulasi antara tulang temporal dan mandibula. Sendi ini merupakan sendi diartrodial, bilateral ginglymus arthrodial yang menghubungkan permukaan artikulasi kondilus mandibula dengan fosa artikularis tulang temporal dengan diskus temporomandibular berada diantaranya. Sendi ini merupakan bantalan dalam pergerakan mandibula ke segala arah, bergerak secara pasif mengikuti komponen neuromuscular yang bergerak aktif dan merupakan dan merupakan pemimpin dalam sistem stomatognatik. Pergerakan mandibula mengikuti dan dibatasi oleh komponen neuromuscular dengan komplek dental periodontal sebagai panduan arah pergerakan, sehingga gigi juga merupakan bagian pasif dari sistem stomatognatik.4 2.2 Postur Tubuh Postur tubuh merupakan salah satu kebiasaan yang terjadi bertahun-tahun dan seringkali tidak disadari, dapat menyebabkan ketidakseimbangan sendi dan otot, yang pada akhirnya menyebabkan keluhan nyeri pada sistem stomatognatik



2



dan struktur disekitarnya. Postur tubuh mengacu pada cara tubuh diposisikan, termasuk apakah seseorang berdiri atau duduk, posisi relatif bagian-bagian tubuh, dan seberapa banyak ruang yang ditempati tubuh. Postur tubuh merupakan salah satu bentuk komunikasi nonverbal.5,6 Postur mengacu pada posisi tubuh manusia dan orientasinya dalam ruang. Postur tubuh melibatkan aktivasi otot yang dikendalikan oleh sistem saraf pusat (SSP), mengarah pada penyesuaian postur tubuh. Penyesuaian postural adalah hasil dari sistem mekanisme kompleks yang dikendalikan oleh input multisensori (visual, vestibular, dan somatosensori) yang terintegrasi dalam SSP.7 Melalui mekanisme feedback dan feedforward, penyesuaian postural memainkan peran penting dalam kontrol postural ortostatik dan dinamis, yang mempengaruhi kemampuan untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Seperti refleks, penyesuaian postur tubuh meningkat melalui olahraga dan pembelajaran. Penyesuaian ini ditimbulkan oleh beberapa jenis input aferen: exteroceptive (sensitivitas kulit pada kaki), proprioseptif (terutama dari sendi serviks, pinggul, pergelangan kaki, dan lutut), vestibular (utriculus, sacculus, kanal setengah lingkaran), dan visual (pergerakan lingkungan sekitarnya). Input aferen ini dapat dimodulasi oleh banyak faktor, seperti suasana hati dan kecemasan.7



2.3 Hubungan Stomatognati dengan Postur Tubuh Sistem stomatognati atau sistem mastikasi adalah unit fungsional tubuh yang mengkoordinasi fungsi pengunyahan, penelanan, dan bicara. Komponen utama sistem stomatognati tersebut adalah sendi temporomandibula (STM), otototot pengunyahan dan kompleks gigi-periodontal yang bekerja secara harmoni dan berhubungan erat dalam satu sistem. Pengaruh mekanisme komponen stomatognati dapat bersifat langsung dan tidak langsung yang ditransmisi oleh sistem saraf pusat (SSP) yang menerima informasi mengenai berbagai keadaan melalui reseptor yang terdapat di rongga mulut, otot-otot, dan STM. Berbagai 3



informasi tekanan, nyeri, dan perubahan suhu menentukan terjadinya modifikasi terhadap komponen sistem stomatognati.8 Disharmoni sistem stomatognati dapat diakibatkan oleh kebiasaan seharihari, dalam hal ini adalah posisi tubuh dalam melakukan aktivitas keseharian, yang lama kelamaan akan membentuk postur tubuh individu tersebut. Kesalahan posisi kepala dan leher menyebabkan timbulnya disharmoni pada otot-otot sekitar kepala dan leher termasuk otot pengunyahan yang merupakan salah satu komponen sistem stomatognati. Keadaan ini mempengaruhi harmonisasi dalam sistem tersebut dan mengganggu komponen lainnya, yaitu STM dan kompleks dentoperiodontal.8 Postur tubuh yang salah jika merupakan satu kebiasaan yang terjadi bertahun-tahun



dan



seringkali



tidak



disadari,



dapat



menyebabkan



ketidakseimbangan sendi dan otot, yang pada akhirnya menyebabkan keluhan nyeri pada sistem stomatognati dan struktur di sekitarnya. Kesalahan postur tubuh dapat terjadi seperti pada posisi tidur, berbaring, duduk, berjalan, dan aktivitas harian lain. Kebanyakan orang tidak sadar akan bahaya dari kebiasaan tidur menelungkup, tidur pada satu sisi, berbaring/duduk bersandar pada satu sisi, berjalan dengan membawa beban di salah satu pundak, menjepit telepon di antara kepala dan bahu, berpangku tangan, bernafas melalui mulut, dan menghentak leher kanan-kiri (whiplash).9 Posisi kepala yang sesuai akan melancarkan hubungan biomekanik aktivitas rahang, dan pergerakan mandibula yang optimal serta menghasilkan daya yang cukup. Interpretasi ini sejalan dengan hasil penelitian Hellsing dan Hagberg yang menyebutkan bahwa mengangkat kepala akan menghasilkan daya gigit maksimal. Sementara hasil penelitian Yamada dkk, menyebutkan bahwa mengangkat kepala menghasilkan stabilitas pergerakan penutupan mandibula.10 Posisi tidur telungkup atau pada satu sisi akan membebani satu sisi rahang dengan beban statis, sehingga rahang terdorong dan menekan gigi pada oklusi lateral yang tak seimbang menyebabkan tekanan berterusan pada sisi yang terbebani selama berjam-jam setiap malam. Keadaan ini menyebabkan ketiga komponen sistem stomatognati mengalami obstruksi sirkulasi darah. Agar



4



penelanan dapat berlangsung, otot pengunyahan akan aktif menggerakkan rahang ke posisi relasi sentrik dan menggerakkan gigi dari oklusi lateral yang salah ke oklusi lateral (posisi maksimal interkuspasi). Gigi bergerak dengan cara bergeser, menyebabkan terjadinya bruksisma dan aksi negatif gingiva, periodontal, dan STM.10 Selain itu, posisi tidur yang salah akan mengganggu proses penelanan yang berlangsung spontan dan otomatis. Penelanan merupakan pergerakan yang tidak disadari yang berlangsung setiap 4 menit sepanjang hidup. Proses penelanan normal berlangsung pada keadaan rahang bebas bergerak dan berada pada posisi yang benar, akan mengkompresi dan mengdekompresi gigi. Pergerakan ini memungkinkan sirkulasi darah pada gigi, gingiva, periodonsium, ligamen periodontal dan sementum, tulang alveolar, STM, dan otot-otot pengunyahan.8 Jika proses penelanan berlangsung pada posisi yang salah, penelanan spontan tidak akan menghasilkan keuntungan fungsional, sehingga menyebabkan stres pada otot-otot pengunyahan. Keadaan itu dapat menimbulkan teeth chafing, clicking, grating, crackling, dan bruksisma, sehingga merusak keseluruhan struktur gigi, gingiva, periodonsium, tulang, dan STM. Parafungsi dan beban statis menyebabkan masalah periodontal seperti periodontitis, paradentosis, dan pyorea.8 2.4 Disharmoni Sistem Stomatognati Disharmoni dari sistem stomatognatik dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti kebiasaan buruk postur tubuh yang dilakukan dalam aktivitas sehari-hari. Disharmoni sistem stomatognati dapat diakibatkan oleh kebiasaan sehari-hari, dalam hal ini adalah posisi tubuh dalam melakukan aktivitas keseharian, yang lama kelamaan akan membentuk postur tubuh individu tersebut. Tanpa disadari kebiasaan buruk tersebut menyebabkan ketidakseimbangan posisi tulang dan fungsi otot, bila berlangsung terus-menerus dapat merubah postur tubuh secara permanen. Posisi dan postur tubuh yang salah mengakibatkan komponen neuromuskular mengalami ketidaknyamanan dan ketidaklancaran dalam setiap pergerakan. Kesalahan posisi kepala dan leher menyebabkan timbulnya



5



disharmoni pada otot-otot sekitar kepala dan leher termasuk otot pengunyahan yang merupakan salah satu komponen sistem stomatognati. Keadaan ini mempengaruhi harmonisasi dalam sistem tersebut dan mengganggu komponen lainnya, yaitu STM dan kompleks dental periodontal.8 Disharmoni yang menjadi disfungsi STM, bila tidak dirawat dapat memicu terjadinya temporomandibular disorders (TMD) yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Adapun TMD adalah suatu gangguan yang mempunyai karakteristik nyeri pada otot-otot pengunyahan serta STM dan struktur di sekelilingnya, keterbatasan fungsi rahang, adanya bunyi sendi, pola keausan dan kegoyangan gigi yang abnormal. Keadaan ini mempengaruhi kondisi kejiwaan seseorang yang dapat memperparah disfungsi yang sudah ada, yaitu timbulnya kebiasaan-kebiasaan buruk baru seperti clenching, bruksomania, mengunyah permen karet, yang kesemuanya dilakukan secara sadar sebagai kompensasi keadaan jiwa.8 Postur kepala dan leher berhubungan dengan TMD. Juga terdapat hubungan antara TMD dengan keluhan di bagian lain tubuh seperti cervical dysfunction. Keadaan TMD yang disebabkan oleh kebiasaan posisi dan postur tubuh yang salah biasanya masih dapat diperbaiki dengan cara yang sederhana dan tidak banyak memerlukan biaya.8 2.5 Keseimbangan Sistem Stomatognati Pergerakan mandibula terjadi sebagai hasil interaksi yang kompleks komponen sistem stomatognati, seperti otot-otot pengunyahan, STM dan gigigigi, yang dikoordinasi dan dikontrol oleh SSP. Kompleks neuromuskular mengatur refleks dan pergerakan voluntari mandibula. Artikulasi STM menjaga hubungan perlekatan distal mandibula-maksila serta menyediakan guiding plane bagi pergerakan mandibula ke anterior, lateral, dan inferior dalam batas pergerakan mandibula. Gigi menyediakan relasi mandibula-maksila yang stabil secara vertikal dan horisontal, dengan cara relasi interkuspal gigi-gigi yang berlawanan. Gigi juga menyediakan dataran haluan pergerakan mandibula ke



6



anterior dan lateral dalam keadaan gigi berkontak. Harmonisasi keadaan di atas menyediakan keseimbangan dalam sistem stomatognati.11



Keseimbangan sistem stomatognati dicapai dalam keadaan sebagai berikut: 1. STM yang stabil dan nyaman 2. Anterior guidance harmonis dengan pergerakan fungsional 3. Tidak adanya hambatan pada posterior, yaitu kontak merata pada relasi sentrik dan disklusi posterior saat kondilus keluar dari sentrik relasinya 4. Hubungan vertikal semua gigi harmonis dengan kontraksi otot-otot elevator 5. Hubungan horisontal semua gigi harmonis dengan zona netral.11 2.6 Kesalahan Postur Tubuh Kesalahan postur tubuh yang berkelanjutan dapat berdampak pada segi kesehatan, penampilan, dan psikologis. Seseorang dengan posisi tubuh yang buruk sangat berpotensi mempercepat timbulnya kelelahan dan nyeri pada otot. Jika keadaan tersebut berlangsung setiap hari dengan durasi yang lama maka akan terjadi kerusakan otot, sendi, tendon, ligamen, dan jaringan-jaringan di sekitarnya yang memicu terjadinya gangguan sistem muskuloskeletal. Kesalahan postur tubuh akan mempengaruhi posisi kepala dan leher, yaitu kesalahan tersebut bisa menyebabkan terjadinya gangguan pada sendi temporomandibula. Gangguan sendi temporomandibula adalah sekumpulan gejala klinik yang melibatkan otototot pengunyahan, sendi temporomandibula, atau kedua-duanya.8 Postur tubuh yang salah jika merupakan satu kebiasaan yang terjadi bertahun-tahun



dan



seringkali



tidak



disadari,



dapat



menyebabkan



ketidakseimbangan sendi dan otot, yang pada akhirnya menyebabkan keluhan nyeri pada sistem stomatognati dan struktur disekitarnya. Kesalahan postur tubuh dapat terjadi seperti pada posisi tidur, berbaring, duduk, berjalan, dan aktivitas harian lain. Kebanyakan orang tidak sadar akan bahaya dari kebiasaan tidur



7



menelungkup, tidur pada satu sisi, berbaring/duduk bersandar pada satu sisi, berjalan dengan membawa beban di salah satu pundak, menjepit telepon di antara kepala dan bahu, berpangku tangan, bernafas melalui mulut, dan menghentak leher kanan-kiri (whiplash).8 1. Clenching Kebiasaaan parafungsional seperti clenching dapat meningkatkan resiko perkembangan gangguan STM jika kapasitas adaptif dari sendi terlampaui. Clenching dilaporkan mengarah kepada pengurangan ruang sendi, diikuti dengan kompresi pada diskus dan nyeri yang dihasilkan oleh otot pengunyahan. Hasil penelitian orang yang memiliki kebiasaan clenching kebanyakan tergolong dalam sub kelompok dengan gangguan nyeri miofasial. Hal tersebut bisa diakibatkan karena ketegangan otot di rahang, wajah, kepala maupun kombinasi ketiganya. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan clenching yang sangat terkait dengan tingkat nyeri rahang dan wajah. Kerusakan akibat regangan berulang pada otot karena kebiasaan clenching dapat menyebabkan rasa sakit pada otot pengunyahan akibat induksi iskemia jaringan lokal dan/atau pelepasan zat algogenik seperti serotonin atau glutamat untuk merangsang dan mengaktifkan nosiseptor otot.12 Kebiasaan clenching diketahui sebagai penyebab utama stres mekanik yang berlebihan dan/atau abnormal pada STM. Beban didistribusikan di atas permukaan artikular, terutama oleh diskus, yang berfungsi sebagai penyerap tekanan dan distributor tekanan. Peningkatan tonus otot pengangkat menyebabkan peningkatan tekanan intra-artikular pada STM dan perubahan pada biomekanika normal yang mengakibatkan kerusakan mikrotrauma pada kapsul sendi dan perlekatan diskus. Kondisi traumatis ini mungkin bertanggung jawab untuk perpindahan diskus dan kerusakan sendi dengan gangguan internal atau osteoarthritis.12 2. Grinding



8



Kebiasaan



grinding



adalah



kebiasaan



kronis



mengatup-



mengatupkan rahang dan mengasah gigi. Grinding merupakan aktivitas parafungsional yang disebabkan oleh refleks aktifitas mengunyah. Mengunyah adalah aktivitas neuromuskular yang kompleks yang dikontrol oleh jalur persyarafan refleks, dimana pengontrol tertinggi adalah otak. Saat tidur, bagian ini masih tetap aktif meskipun kontrol pusat tidak aktif, pada fase inilah bruxism terjadi.12 Kekuatan tekan yang dihasilkan kebiasaan grinding lebih kuat daripada tekanan normal, sekitar 49-73,5 kg, sedangkan kekuatan tekanan grinding dapat mencapai 136 kg per 2,5 cm. Empat otot utama yang menyusun sistem pengunyahan yaitu otot masseter, otot temporalis, otot pterigoid medialis, dan otot pterigoid lateralis. Diantara keempat otot pengunyahan tersebut, otot maseter memiliki peran yang paling besar dalam kebiasaan grinding.12 Beberapa tanda yang dapat digunakan untuk mendiagnosa adanya kebiasaan grinding antara lain suara bising asah gigi, perasaan tidak nyaman pada STM, email gigi terdedah dan bagian dentin terlihat, peningkatan sensitifitas gigi, sakit pada telinga, karena kontraksi otot pengunyahan, sakit kepala, perasaan tidak nyaman pada wajah yang kronis. Gejala-gejala kebiasaan grinding dapat diketahui dengan pemeriksaan keadaan rongga mulutnya. Adanya gigi-gigi yang abrasi, gigi yang fraktur, trauma pada permukaan oklusal dan kehilangan gigi serta resesi gingiva dapat dijadikan pedoman bahwa orang tersebut mempunyai kebiasaan grinding. Selain itu juga adanya gigi kaninus dan insisivus pada rahang yang berlawanan bergerak saling ke lateral. Kebiasaan grinding ini juga dapat memicu terjadinya gangguan STM.12 Akibat lain yang ditimbulkan yaitu sakit kepala, karena tekanan dan kontraksi otot temporalis. Fungsi otot temporalis mengangkat mandibula dan mengembalikan posisi mandibula, nyeri pada otot pengunyahan, biasanya saat bangun tidur pagi akan terasa nyeri di pipi. Hipertropi otot kunyah terutama maseter akibat dari penggunaan aktivitas



9



otot yang berlebihan. Akibat lain yang ditimbulkan adalah maloklusi, maloklusi disebabkan oleh perubahan posisi menutup mulut untuk menghindari nyeri kontak dengan gigi yang atrisi. Kontraksi otot yang cenderung pada satu sisi rahang saja, sehingga crossbite sering terjadi.12 Grinding dapat mengakibatkan kompresi abnormal dan gaya geser yang mampu melakukan perubahan perpindahan diskus dan kondilus dan kerusakan eminensia artikular. Kebiasaan grinding dianggap menyebabkan nyeri otot pterygoid lateral. Karena bagian atas superior otot pterygoid lateral menempel sebagian ke kapsul artikular STM dan secara langsung atau tidak langsung dengan diskus artikularnya, telah dihipotesiskan bahwa disfungsi otot ini dapat menyebabkan gangguan pada STM.12 3. Menggigit Kuku Menggigit kuku (nail biting) adalah suatu kebiasaan menggigit kuku pada anak dan remaja. Kebiasaan ini umumnya terjadi pada anak usia 3-4 tahun dan meningkat pada masa remaja. Kebiasaan menggigit kuku lebih banyak pada laki-laki dibanding perempuan. Kebiasaan ini muncul sebagai manifestasi stres yang meningkat. Pada beberapa orang, kebiasaan menggigit kuku sebagai pengganti kebiasaan menghisap ibu jari atau jari. Keinginan untuk menggigit bahkan memakan kuku berhubungan dengan tahap psikoemosional yaitu rasa gelisah. Kebiasaan menggigit kuku menggambarkan kecemasan saat mengalami keadaan yang tegang. Hal ini terlihat sebagai efek akibat refleks emosi yang tidak seimbang.12 Peran kebiasaan menggigit kuku dalam menyebabkan rasa sakit pada otot pengunyahan dan disfungsi STM. Salah satu penyebab nyeri pada otot pengunyahan adalah stres yang disebabkan hiperaktif otot dan juga disertai terjadinya subluksasi meniskus STM.12 4. Mengunyah Permen Karet Mengunyah permen karet diketahui sebagai penyebab utama stres mekanik yang berlebihan dan/atau abnormal pada STM. Beban



10



didistribusikan di atas permukaan artikular, terutama oleh diskus, yang berfungsi



sebagai



penyerap



tegangan



dan



distributor



tegangan.



Peningkatan tonus otot menyebabkan peningkatan tekanan intraartikular di STM dan perubahan pada biomekanika normal yang mengakibatkan kerusakan mikrotrauma pada kapsul sendi dan perlekatan diskus.12 5. Menopang Dagu Etiologi gangguan STM akibat kebiasaan menopang dagu adalah trauma pada rahang bawah sebab posisi statis yang salah (mandibular decubitus). Gejala-gejala yang paling sering timbul akibat kebiasaan menopang dagu adalah:12 1. Mendengung, tinitus, telinga berbunyi, bising pada telinga, pening, vertigo; 2. Bruxism, keletuk sendi, nyeri dan bising saat membuka tutup mulut; 3. Myalgic asthenia. Nyeri dan kontraksi atau rasa tegang pada muka, pelipis, tengkuk dan leher, pundak, punggung dan pinggang; nyeri dan tegang area okular retrobulbar; 4. Ketidakseimbangan mandibula, descending postural syndrome; 5. Peningkatan tonus seluruh otot-otot tubuh; 6. Keterbatasan fungsi mulut, sulit membuka mulut saat bangun tidur, deformasi kepala kondilus, perubahan kapsula dan ligamen diskus artikularis; 7. Sindroma temporomandibula, artrosis STM; 8. Kesulitan membuka mulut dalam waktu lama; 9. Kesukaran saat mengunyah; 10. Kecenderungan menggigit pipi dan lidah.12 Kebiasaan menopang dagu menyebabkan timbulnya disharmoni pada otot-otot sekitar kepala dan leher termasuk otot pengunyahan yang merupakan salah satu komponen sistem stomatognasi. Keadaan ini mempengaruhi harmonisasi dalam sistem tersebut dan mengganggu komponen



lainnya,



yaitu



STM



11



dan



kompleks



dentoperiodontal.



Disharmoni yang menjadi disfungsi STM, bila tidak dirawat dapat memicu terjadinya gangguan STM yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Menopang dagu juga mengakibatkan ketidakseimbangan mandibula yang akan mengakibatkan deformasi kepala kondilus bahkan perubahan kapsul sehingga mengakibatkan keterbatasan fungsi mulut dan perasaan mendengung di sekitar telinga.12 2.7 Gejala yang Sering Timbul Kesalahan postur tubuh akan mempengaruhi posisi kepala dan leher, yaitu kesalahan tersebut bisa menyebabkan terjadinya gangguan pada sendi temporomandibula. Gangguan sendi temporomandibula adalah sekumpulan gejala klinik yang melibatkan otot-otot pengunyahan, sendi temporomandibula, atau kedua-duanya. Gejala utamanya adalah nyeri pada kepala dan leher, adanya bunyi sendi, keterbatasan buka mulut, dan deviasi pada saat buka mulut. Otot rahang yang memendek dan juga spasme dapat meningkatkan tekanan pada rahang dan menyebabkan bunyi kliking. Kliking merupakan bunyi “klik” pada sendi yang dapat terjadi saat membuka atau menutup mulut dan ini disebut single click, sedangkan ada bunyi yang dirasakan terjadi saat membuka dan menutup mulut sehingga disebut reciprocal clicking.11 Pada kebanyakan kasus, suara kliking pada TMJ 70-80 % disebabkan oleh disc displacement dengan berbagai tingkatan dan arah, tetapi sebagian besar pada arah anteromedial. Pada umumnya kliking terjadi selama gerak membuka mulut, tetapi juga bisa terjadi sesaat sebelum menutup mulut ketika diskus bergerak ke belakang pada arah yang sudah berubah. Perubahan pola oklusi adalah salah satu penyebab terjadinya kliking. Kliking juga bisa terjadi secara intermiten pada remaja akibat gerak adaptasi waktu pertumbuhan sedang berlangsung.11 Posisi tidur yang salah perlahan-lahan akan menimbulkan gejala-gejala yang disebut Galiffa’s Mandibular Decubitus Syndrome. Etiologi utama adalah trauma pada rahang bawah sebab posisi statis yang salah (mandibular decubitus),



12



baik posisi tidur, berbaring/duduk bersandar, maupun berpangku tangan. Gejalagejala yang paling sering timbul adalah (1) Mendengung, tinitus, telinga berbunyi, bising pada telinga, pening, vertigo; (2) Bruksisma, keletuk sendi, nyeri dan bising saat membuka tutup mulut; (3) Myalgic asthenia. Nyeri dan kontraksi atau rasa tegang pada muka, pelipis, tengkuk dan leher, pundak, punggung dan pinggang; nyeri dan tegang area okular retrobulbar; (4) Ketidakseimbangan mandibular, descending postural syndrome; (5) Peningkatan tonus seluruh otototot tubuh; (6) Keterbatasan fungsi mulut, sulit membuka mulut saat bangun tidur, deformasi kepala kondilus, perubahan kapsula dan ligamen diskus artikularis; (7) Sindrom temporomandibular, artrosis STM; (8) Kesulitan membuka mulut dalam waktu lama; (9) Kesukaran saat mengunyah; (10) Kecenderungan menggigit pipi dan lidah; (11) Bruksisma, bruxomania; (12) Faset keausan gigi; kegoyangan dan bergesernya gigi; (13) Resesi gusi, poket periodontal, pyorea, paradentosis. Diastema gigi anterior pada satu sisi, protrusi gigi seri pada satu sisi; (14) Fraktur gigi, pivot dan akar; (15) Deviasi mandibula dan asimetri wajah; dan (16) Anomali ortodonti, misal deviasi lateral mandibula, monolateral cross-bite, deep bite, perbedaan klasifikasi Angle kanan dan kiri.8 2.8 Perawatan yang Dapat Dilakukan Ketidakseimbangan mandibula bersama dengan faktor lainnya terutama faktor kontribusi berupa stres kejiwaan dapat memperparah keadaan dan menjadikannya suatu siklus yang dapat menyebabkan kerusakan menetap pada sistem stomatognati. Keadaan inilah yang harus dihindari dengan melakukan observasi terhadap semua tanda dan gejala adanya kebiasaan-kebiasaan yang dapat mengganggu sehingga dokter gigi diharapkan dapat menemukan etiologi pasti dari jenis kebiasaan yang salah walaupun individu tersebut tidak menyadarinya. Dokter gigi diharapkan dapat menggali sebanyak-banyaknya informasi dari penderita dengan mengajukan pertanyaan yang mengarah pada kebiasaan salah yang diduga menjadi penyebab dengan melihat dari tanda-tanda yang telah disebutkan di atas. Dengan mengenali tanda dan gejala yang ada, maka dapat ditetapkan etiologi yang pasti sehingga jenis perawatan yang diperlukan



13



dapat ditentukan. Satu hal yang terpenting dan merupakan kunci keberhasilan adalah mengeliminasi kebiasaan buruk yang menjadi penyebab utama.8 Terdapat banyak jenis perawatan yang dapat dilakukan. Pilihan perawatan pertama adalah mengganti kebiasaan buruk dengan kebiasaan yang baik dan manajemen stres. Perawatan lain adalah:8 1. Self instruction management TMD standar (self-care strategies), yaitu mengurangi beban otot-otot mastikasi dengan



mengubah



kebiasaan



makan, menghilangkan



parafungsi dan clenching, hidroterapi kontras; splint; 2. Medikasi, seperti NSAID, muscle relaxants, injeksi anestesi lokal, injeksi kortikosteroid; 3. Bedah, jika kerusakan yang terjadi bersifat menetap, misal internal derangement without reduction (locking jaw) ataupun



perforasi



diskus.



Perawatan



alternatif



atau



komplemen dapat berupa: (1) asupan nutrisi dan suplemen tertentu; (2) herbal; (3) homeopati; (4) akupunktur; (5) chiropraktik; (6) terapi kraniosakral; (7) masase; (8) biofeedback; dan (9) perbaikan postur, melalui teknik Alexander dan metode Feldenkrais.8



14



BAB III PENUTUP Sistem stomatognatik atau sistem mastikasi adalah unit fungsional tubuh yang mengkoordinasi fungsi pengunyahan, penelanan, dan bicara. Komponen utama sistem stomatognatik tersebut adalah sendi temporomandibula (STM), otototot pengunyahan dan kompleks gigi periodontal yang bekerja secara harmoni dan berhubungan erat dalam satu sistem. Postur tubuh merupakan salah satu kebiasaan yang terjadi bertahun-tahun dan seringkali tidak disadari, dapat menyebabkan ketidakseimbangan sendi dan otot, yang pada akhirnya menyebabkan keluhan nyeri pada sistem stomatognatik dan struktur disekitarnya.  Kesalahan posisi kepala dan leher menyebabkan timbulnya disharmoni pada otot-otot sekitar kepala dan leher termasuk otot pengunyahan yang merupakan salah satu komponen sistem stomatognati. Keadaan ini mempengaruhi harmonisasi dalam sistem tersebut dan mengganggu komponen lainnya, yaitu STM dan kompleks dentoperiodontal. Kesalahan postur tubuh dapat terjadi seperti pada posisi tidur, berbaring, duduk, berjalan, dan aktivitas harian lain. Kebanyakan orang tidak sadar akan bahaya dari kebiasaan tidur menelungkup, tidur pada satu sisi, berbaring/duduk bersandar pada satu sisi, berjalan dengan membawa beban di salah satu pundak, menjepit telepon di antara kepala dan bahu, berpangku tangan, bernafas melalui mulut, dan menghentak leher kanan-kiri (whiplash). Terdapat banyak jenis perawatan yang dapat dilakukan. Pilihan perawatan pertama adalah mengganti kebiasaan buruk dengan kebiasaan yang baik dan manajemen stres. Perawatan lain adalah self instruction management TMD standar (self-care strategies), medikasi, seperti NSAID, muscle relaxants, injeksi anestesi lokal, injeksi kortikosteroid, sert pembedahan.



15



DAFTAR PUSTAKA 1. Mongini F. The Stomatognathic System: Function, Dysfunction, and Rehabilitation. Chicago: Quintessence Publishing Co. Inc.; 1984. p. 15-6. 2. Gross MD, Mathews JD. Occlusion in Restorative Dentistry: Technique and Theory. Edinburgh: Churchill Livingstone; 1982. 3. Ash MM, Ramfjord S. Occlusion. 4th ed. Philadelphia: Mosby; 1995. p. 76,147. 4. Nallaswamy D. Textbook of Prosthodontics. Chennai: Jaypee Brothers Ltd.; 2002. p. 823. 5. Neiva PD, Kirkwood RN, Godinho R. Orientation and position of head posture, scapula and thoracic spine in mouth-breathing children. Int J Pediatr Otorhinolaryngol. 2008. 6. Collier ES. Body Posture. RISE Research Institutes of Sweden. 2016. 7. Cuccia A, Caradonna C. The Relationship between the Stomatognathic System and Body Posture. CLINICS. 2009;64(1):61-6. 8. Winarti, TM., dan Rikmasari, R. Kebiasaan Postur Tubuh yang Buruk yang Mengganggu Kesehatan Sendi Temporomandibula. Dentofasial 2011; 10(3):196–201. 9. Klineberg I, Rob J. Occlusion and Clinical Practice: An Evidence-Based Approach. Edinburgh: Wright Elsevier. 2004. 10. Haggman-Henrikson B, Zafar H, Eriksson PO. Disturbed Jaw Behavior in Whiplash-Associated Disorders During Rhythmic Jaw Movements. J Dent Rest 2002; 81(11): 747-751. 11. Washfanabila K, Rikmasari R, Adenan A. Hubungan Kebiasaan Buruk Postur



Tubuh



dengan



Bunyi



Kliking



Sendi



Temporomandibula.



Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students. Bandung: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. 2018; 2(1): h. 36-37. 12. Saragih TSM. Hubungan Kebiasaan Parafungsional dengan Gangguan Sendi Temporomandibula. Mahasiswa FKG USU. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. 2018: h. 35-41. 16