Ideal City - Le Corbusier [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PERENCANAAN KOTA KOTA IDEAL KHAYALAN LE CORBUSIER



Kelompok: Febriana T. Rahayu / I0610012



FAKULTAS TEKNIK PRODI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2011/2012



Kota Ideal Khayalan Le Corbusier Kota ideal merupakan sebuah kota yang dapat mengikuti serta mengakomodasi kedinamisan penduduk yang tinggal di dalamnya dan juga dapat memberi jaminan keberlangsungan hidup di masa mendatang. Bentuk kota yang yang dapat menjamin keberlanjutan kehidupan masa mendatang tersebut, merupakan kota yang dapat menjawab isu akan efisiensi konsumsi energi dan kepadatan penduduk yang terus bertambah. Bentuk kota yang baik merupakan kota yang memiliki ketepatan dalam bentuk dan skala untuk berjalan kaki, bersepeda, efisien transportasi masal, dan dengan kekompakan dan ketersediaan interaksi sosial. Dengan pengertian yang demikian, seorang arsitek dari Perancis bernama Le Corbusier mencetuskan idenya untuk terbentuknya sebuah kota yang ideal untuk dihuni semua orang dengan mengacu pada teori utopia. Utopia berasal dari karya Thomas Moore yang berjudul utopia. Karya ini berangkat dari kritikan Thomas Moore terhadap pemerintah yang korup dan pelaksanaan agama yang menyimpang. Di dalam buku CRITIQUE, NORM, AND UTOPIA, digambarkan sebuah tempat yang sangat sempurna, tanpa cela sama sekali, dimana manusia hidup makmur, tanpa ada permasalahan sedikit pun. Karena ha linilah para ahli kemudian menganggap kata utopia secara etimologi berasal dari kata eu, yang berarti baik, dan topos, yang berarti tempat. Namun karena isi dari buku tersebut dianggap sangat tidak mungkin (dimana manusia hidup tanpa ada satu pun masalah). Berangkat dari sinilah, kemudian muncul pemikiran-pemikiran mengenai utopia. Mulai dari utopia yang memiliki makna sebagai tempat, kemudian menjadi sebuah hal yang mustahil, hingga utopia yang mungkin dilakukan. Utopia sebenarnya berangkat dari dua hal, yaitu realita dan harapan. Singkatnya, harapan yang ada tidak sesuai dengan realita yang ada. Memang cakupan utopia pada pertama kali adalah tempat, khususnya sebuah Negara atau kota (tidak tertutup kemungkinan cakupan yang diperbesar atau dipersempit, maksudnya seperti desa atau bahkan surga), namun muncul utopis-utopis yang menganggap bahwa utopia bukan merupakan sebuah tempat, namun lebih sebagai sebuah tujuan, baik bagi instansi-instansi, maupun perorangan. Dari sinilah utopia kemudian dianggap sebagai satu hal yang mungkin untuk dilaksanan. Salah satu arsitek yang menganggap utopia mungkin adalah Le Corbusier. Dalam hal



ini adalah kota, maka kota ini tidak memiliki cacat sama sekali atau lebih sering disebut kota ideal. “„Recessed‟ apartment buildings in the Radiant City. Parks and schools in the middle. Elevator shafts spaced out at optimum distances (it is never necessary to walk more than 100 meters inside the buildings). Auto-ports at the foot of the shafts, linked to the roadways […]. The floor directly above the pilotis is given over to communal services. Under the pilotis, pedestrians walking unobstructed in all directions. In the park, one of the large swimming pools. Along the roofs, the continuous ribbon of roof gardens with beaches for sunbathing.” Le Corbusier. Dalam kalimatnya tersebut, Le Corbusier menggambarkan bagaimana kota seharusnya memiliki tatanan yang seimbang yang kemudian dapat membentuk kualitas hidup yang baik bagi penghuni kota tersebut. Menurutnya, kota yang ideal adalah kota yang mampu merepresentasikan aspek aspek pemikiran dan usaha manusia yang tinggal di dalamnya, hal ini dapat terlihat dari adanya respon dari kota tersebut terhadap suatu permasalahan dalam bentuk penyempurnaan kehidupan sosial sehari – hari bagi tiap individu masyarakatnya. Kota yang ideal dapat membantu mengilustrasikan bagaimana tempat tinggal manusia dan masyarakat di dalamnya dapat berkembang karena kota tersebut dapat menginspirasi manusia untuk melakukan tindakan yang efektif dalam kehidupannya. “The Radiant City from the pedestrian‟s perspective. “A battle of giants? No! The miracle of trees and parks reaffirms the human scale.” – Le Corbusier. Pada kalimatnya tersebut, Le Corbusier telah memikirkan adanya ruang terbuka hijau. Dan pemikirannya ini menjadi salah satu aspek yang dikemukakan oleh Le Corbusier mengenai kota ideal, area hijau sebaiknya diposisikan di tengah sebuah kota, contohnya seperti yang kita ketahui New York dengan Central Parknya. Pemikiran – pemikiran Le Corbusier merupakan sebuah pemikiran jangka panjang bagi sebuah kota dan penduduk di dalamnya, dua pernyataan di atas merupakan sepenggal bukti bahwa Le Corbusier sebenarnya sangat memikirkan bagaimana kota tersebut berdampak dalam jangka waktu yang panjang terhadap kualitas hidup yang didapatkan oleh penduduk yang berkehidupan di sebuah kota., dari kualitas kehidupan sosial sampai ke kualitas hidup yang mendasar, seperti udara yang kita hirup diselaraskan dengan adanya area hijau. Demi mewujudkan kota ideal yang dia impikan, pada tahun 1922 arsitek Le Corbusier memamerkan khayalanya tentang La Ville Contemporaine. Rencana khayalnya adalah sebuah



kota yang terdiri dari menara-menara pencakar langit yang dikelilingi oleh sebuah ruang terbuka yang luas. Kota itu merupakan sebuah taman yang sangat besar. Bangunan-bangunan kantor bertingkat 60 dan menampung 1.200 orang per acre serta menempati hanya seluas 5 % dari luas kawasan, dikelompokan di pusat kota. Pusat kawasannya adalah pusat transportasi, stasiun kereta api, dan bandar udara, dan pada tahun 1925 Le Corbusier mengadaptasikan La Ville Contemporaine-nya kedalam Plain Voisin untuk pusat kota Paris. Rencana yang diajukan Le Corbusier untuk barisan-barisan bangunan bertingkat berselang-seling yang terletak di atas tiang pancang dengan ruang terbuka yang luas. Rencana itu juga membedakan berbagai jenis jalan : - jalan lingkar bebas hambatan yang lebih tinggi dari tanah - jalan raya sekunder yang tidak terganggu bentuk-bentuk bangunan - sistem informal jalan-jalan untuk lalu lintas lokal - dan pejalan kaki di bawah bangunan, yang terbuka pada permukaan tanah. Bangunan-bangunan rendah yang sudah ada atau diusulkan merupakan lingkungan yang disediakan untuk ruang terbuka yang diberi landsekap. Kota Cemerlang-nya berupa jajaran bangunan-bangunan bertingkat menerus yang dijalin dalam bentuk zig zag di atas ruang yang diberi Lansekap.



Kesimpulan: Dalam konteks kota ideal, tidak hanya faktor fisik kota saja yang diperhatikan, namun juga pengaturan zonasi dengan mempertimbangkan aspek lingkungan dan aspek pembangunan sosial. Keseimbangan antara ketiga konsep tersebut menjadikan sebuah kota menjadi kota utopia seperti yang diimpikan oleh banyak orang. Hal ini telah dibuktikan Curitiba yang berangkat dari kota macet dan banjir menjadi kota yang terencana secara konferhensif. Hal ini bisa di contoh oleh pemerintah Indonesia dalam menata kembali kota – kota di Indonesia yang sudah tidak sesuai lagi.



DAFTAR PUSTAKA Le Corbusier (Charles Edouard Jeanneret-Gris), The Radiant City: Elements of a Doctrine of Urbanism To Be Used as the Basis of Our Machine-Age Civilization (London: Faber and Faber, 1967). Fishmen, Robert. Reading Planning Theory, Urban Utopias : Ebenezer Howard, Le Corbusier, Frank Wright. Benhabib, Seyla, 1986, CRITIQUE, NORM, AND UTOPIA: A Study of The Foundation ofCritical Theory, New York, Columbia University Press