Identifikasi Foraminifera Dalam Endapan Turbidit Formasi Pemali Di [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran



Identifikasi Foraminifera Dalam Endapan Turbidit Formasi Pemali Di Daerah Rambatan, Kecamatan Ciniru, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat Alisah, Abdullah Alghani, Aditya Rasdi Metly, Adrizal Yazid, Vijaya Isnaniawardhani Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran



Abstrak Penelitian di daerah Rambatan dan sekitarnya ditujukan untuk mengidentifikasi fosil foraminifera yang terdapat dalam batuan penyusunnya. Dengan mengetahui umur dan zonasi batimetri kandungan fosil foraminifera, mekanisme pengendapan dapat diinterpretasikan.Karakteristik batuan, termasuk arah jurus kemiringan, dideskripsi di lapangan.Pengambilan sampel dilakukan untuk penelitian lebih lanjut di laboratorium. Pengamatan laboratorium dimaksudkan untuk mengidentifikasi fosil foraminifera planktonik dan bentonik. Umur masing-masing foraminifera planktonik ditentukan dengan mengacu pada penarikan umur dari penelitian-penelitian sebelumnya, seperti: Postuma (1971), Blow (1979), Bolli dan Saunders (1986). Zonasi batimetri foraminifera bentonik ditentukan dengan mengacu pada Grimsdale dan Markoven (1955), Phleger dan Parker (1951) serta van Marle (1992). Daerah Rambatanterutama tersusun oleh batulempung Formasi Pemali berwarna abu-abu hingga coklat, lunak hingga agak keras, bersifat karbonatan, dan sebagian besar menyerpih. Foraminifera planktonik yang terkandung pada batulempung antaralain: Globigerina seminulina SCHWAGER,Globoquadrina altispira CHUSMAN & JARVISH, Orbulina universa D'ORBIGNY, Globigerinoides immaturus LEROY, Globigerinoides sacculifer BRADY, Globigerinoides sicanus DESTEFANI, Globorotalia archeomenardii BOLLI dan Sphaeriodinellopsis subdehiscens CUSHMAN. Kumpulan foraminifera planktonik ini mengindikasikan umur N13 atau Miosen Tengah. Kehadiran fosil rombakan Globigerinoides sicanus dan Globorotalia archeomenardii (berumur N8 – N9) menunjukkan proses re-sedimentasi pada proses pembentukan batulempung.Foraminifera bentonik yang terkandung pada batulempung, yaitu Heterolepa subhaidingeriPARR,Nodogenerina lepidula SCHWAGERdan Hanzawaia grossepunctataEARLAND.Kumpulan foraminifera bentonik menunjukkan kisaran kedalaman neritik luar dan batial atas. Berbagai kisaran kedalaman foraminifera bentonik, ditunjang oleh struktur sedimen perlapisan bersusun, perariran sejajar, perarian terpelintir, tikas seruling, dan tikas beban mengindikasikan mekanisme pengendapan arus turbidit. Kata kunci: foraminifera planktonik, foraminifera bentonik, Formasi Pemali, Rambatan, turbidit



25



Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran



1. PENDAHULUAN Daerah penelitian secara geografis terletak antara 108026‟48” BT 108029‟31” BT dan 07001‟00 LS 07003‟41 LS. Secara administrasi lokasi ini mencakup sebagian besar Desa Rambatan dan sebagian lainnya Desa Cijemit di Kecamatan Ciniru, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Lembar regional daerah penelitian seluas 25 km2 (Gambar 1) termasuk dalam peta Rupa Bumi Indonesia (BAKOSURTANAL) lembar Kadugede No. 1308 – 444.



Gambar 1. Lokasi daerah penelitian



Penelitian ini ditujukan untuk mengidentifikasi fosil foraminifera yang terdapat dalam batuan penyusun daerah Rambatan dan sekitarnya. Umur masing-masing foraminifera tersebut, khususnya planktonik, ditentukan dengan mengacu pada penarikan umur dari penelitian-penelitian sebelumnya, yang dilakukan antara lain oleh: Postuma (1971), Blow (1979), Bolli dan Saunders (1986). Zonasi batimetri foraminifera bentonik ditentukan dengan mengacu pada Grimsdale dan Markoven (1955), Phleger dan Parker (1951) serta van Marle (1992). Dengan mengetahui umur dan zonasi batimetri fosil foraminifera yang terdapat pada batuan penyusun, interpretasi mekanisme pengendapan dapat dilakukan. Hasil kajian ini diharapkan dapat menambah informasi geologi bagi penelitian selanjutnya.



2. GEOLOGI REGIONAL Van Bemmelen (1949) telah membagi Jawa Barat menjadi beberapa jalur fisiografi dan struktural dimana daerah penelitian termasuk pada jalur struktur geologi Zona Bogor bagian Timur yang telah terlipat kuat sehingga menghasilkan antiklinorium dengan sumbu berarah Barat Timur. Berdasarkan peta geologi regional lembar Tasikmalaya, Jawa Barat (Budhistrina, 1986) formasi tertua penyusun daerah penelitian adalah Formasi Pemali, yang tersusun oleh napal globigerina, kelabu kebiruan dan hijau keabuan, umumnya berlapis buruk, bersisipan batugamping pasiran, biru keabuan. Tebal sekitar 500 m. Formasi Halang menutupi batuan yang telah terbentuk sebelumnya. Formasi Halang merupakan endapan turbidit terdiri atas perselingan batupasir, batulempung dan batulanau dengan sisipan breksi dan batupasir gampingan. Tebal melebihi 400 m. Van Bemmelen (1949) mengemukakan bahwa bagian utara zona Bogor ini dipengaruhi struktur geologinya dengan gaya dari arah selatan. Gaya tersebut mengakibatkan perlipatan dan sesar naik. Inti dari perlipatan ini terdiri atas batuan sedimen berumur Miosen sedangkan sayapnya terdiri dari batuan sedimen Pliosen. Aktifitas tektonik terjadi dalam dua periode tektonik yaitu: periode Intra Miosen atau Miosen – Pliosen dan periode Pliosen – Plistosen. Sumbu lipatan pada umumnya berarah Timur Tenggara – Barat Baratlaut demikian pula dengan sesar normal dan sesar naik dapat dipetakan secara regional. Lipatan dan sesar naik yang terbentuk diduga dipengaruhi oleh adanya gaya kompresi terhadap batuan sedimen pada laut Tersier, dengan arah utama Selatan Baratdaya – Utara Timurlaut. Sedangkan sesar normal diindikasi terbentuk pada Kuarter, akibat gaya tegangan yang berkaitan 26



Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran



dengan terjadinya kegiatan gunung berapi seperti G. Careme. Pengangkatan dan perlipatan lemah jelas masih berlangsung di daerah ini sampai sekarang, terbukti dari adanya undak-unduk sungai diantara beberapa bukit. Siklus sedimentasi kawasan pegunungan Timur Zona Bogor berawal dari Sub Zaman Neogen hingga Kuarter. Endapan batulempung, batupasir, batugamping dan serpih yang tersusun sebagai Formasi Pemali merupakan formasi tertua pada kawasan tersebut. Berakhirnya siklus sedimentasi Paleogen, ditandai dengan Sub Marine eruption of basalt pada Miosen Bawah sampai Miosen Tengah berupa retas, sumbat gunungapi pada formasi di atas. Di daerah sebelah Barat, kegiatan tersebut membentuk endapan Formasi Halang yang berlingkungan laut dalam, endapannya berupa batulempung, batupasir tufaan, batupasir gampingan dan breksi andesit. Pada akhir Miosen Tengah bagian selatan mengalami pengangkatan pada daerah antiklinal yang disertai penurunan di daerah bagian Utara sehingga memungkinkan diendapkannya batuan Miosen Atas – Pliosen, selain itu juga terjadi terobosan batuan andesitik dan basaltik yang membentuk Formasi Kumbang. Pengaruh kegiatan tersebut membentuk struktur pelipatan yang jelas. Selama terjadi kegiatan volkanik pada Miosen Atas yang mengkompresikan dan mengangkat endapan daerah Zona Bogor, selama itu pula terjadi erosi kuat yang kemudian diendapkan batuan berusia Pliosen Bawah berupa endapan klastik, berfasies litoral hingga neritik, yaitu Formasi Kaliwangu. Endapan ini letaknya tidak selaras di atas Formasi Cidadap bagian Utara. Pada bagian sebelah Timur pengendapan terus berlangsung membentuk Formasi Tapak dan menutupi Formasi Kumbang secara selaras.



Kegiatan tektonik Plio – Plistosen menyebabkan terbentuknya pelipatan dan sesar naik di daerah Utara Zona Bogor. Setelah kegiatan ini berakhir, dibentuk endapan Formasi Tambakan yang berusia Pleistosen Bawah yang menutupi secara tidak selaras batuan lainnya. Setelah itu mulai Plistosen Bawah sampai Atas diendapkan bahan volkanik tua dan endapan volkanik muda dari Gunung Ciremai di bagian Timur Zona Bogor. 3. GEOLOGI DAERAH RAMBATAN Geologi Daerah Rambatan telah dikaji oleh Melty, dkk. (2014) dan dapat diresumekan sebagai berikut. Daerah Rambatan dan sekitarnya membentuk geomorfologi yang terdiri dari perbukitan vulkanik agak curam dan curam, perbukitan struktural landai, agak curam hingga curam. Pola pengaliran sungai yang berkembang adalah dendritik, subtrelis, subparalel dan subrektangular (Berdasarkan pembagian litostratigrafi tidak resmi, daerah penelitian terdiri dari empat satuan batuan, dengan urutan dari tua ke muda, yaitu satuan batulempung (Tmbl, berumur Miosen Tengah), intrusi diorit porfiri dan intrusi basalt porfiri (Tdp, Tbp berumur relatif lebih muda dari satuan batulempung), dan satuan breksi vulkanik (Qbxv, Kuarter) (Gambar 2). Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian adalah struktur lipatan berupa antiklin Rambatan, antiklin Cipedak dan sinklin Cipedak. Struktur sesar berupa sesar sinistral Cipeteuy, sesar dekstral naik Cipedak, sesar naik Tarikolot; serta dijumpai struktur kekar gerus (Tarikolot dan Cipeteuy). Material lempung diendapkan sebagai sedimen turbidit pada zona batial atas pada Kala Miosen Awal – Tengah. Aktifitas tektonik dengan tegasan utama relatif berarah UtaraSelatan telah mengangkat daerah 27



Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran



penelitian, membentuk struktur geologi dan menyebabkan terobosan intrusi diorit dan basalt porfiri. Setelah itu dilanjutkan dengan terbentuknya hasil erupsi gunung api Kuarter berupa breksi vulkanik. Pemberdayaan potensi daerah ini antara yaitu pemanfaatan intrusi diorit di daerah penelitian oleh warga sekitar sebagai tambang batu (bahan galian non-logam) untuk bahan bangunan. Mata air, dan Sungai Cipedak memiliki potensi yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan pemakaian air sehari - hari seperti minum dan mandi. Kebencanaan yang mungkin adalah longsoran pada daerah yang memiliki kemiringan curam.



Gambar 2. Peta geologi daerah Rambatan dan sekitarnya



4. METODE PENELITIAN Objek penelitian yang terdapat di lapangan berupa singkapan batuan yang biasanya ditemukan di tepi sungai, dasar sungai, tebing, dan dan tepi jalan. Singkapan tersebut kemudian dideskripsikan sifat sifat batuannya serta arah jurus kemiringan batuannya, dan selain itu dilakukan pengambilan sampel untuk penelitian lebih lanjut di laboratorium. Pengamatan laboratorium dimaksudkan untuk mengidentifikasi fosil foraminifera planktonik dan



bentonik. Sampel 50 gram dihancurkan, dihaluskan dengan menggunakan lumpang, mortar dan cawan. Sampel direndam selama 15-20 menit dengan zat pelarut hidrogen peroksida 30% dengan perbandingan air 1:3, ditambah 2 butir pelet NaOH. Sampel dicuci dan disaring, kemudian dikeringkan di dalam oven. Sampel diamati di bawah mikroskop, untuk melakukan picking (memisahkan fosil dari sedimen) dan fosil foraminifera diidentifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi dari beberapa beberapa peneliti sebelumnya seperti Postuma (1971), Bolli dan Saunders (1986) serta van Marle (1992) untuk selanjutnya dideterminasi taksonomi (pemberian nama fosil). Dengan mengacu pada penelitian sebelumnya, seperti Postuma (1971), Blow (1979) serta Bolli dan Saunders (1986), umur masing-masing fosil foraminifera, khususnya planktonik dapat ditentukan. Mengacu pada Phleger dan Parker (1951), Grimsdale dan Markoven (1955), serta van Marle (1992) zonasi batimetri lingkungan pengendapan dari foraminifera bentonik dapat ditentukan. Umur maupun zonasi batimetri fosil yang teridentifikasi dapat digunakan dalam menentukan umur batuan maupun menginterpretasikan mekanisme atau proses pengendapannya. Hasil pengamatan laboratorium akan diintegrasikan dengan pengamatan lapangan khususnya unsur stratigrafi dalam mengetahui sebaran batuan dan penentuan urutan batuan dari tua sampai muda. Unsur struktur sedimen di samping dapat menentukan top dan bottom perlapisan batuan, juga berguna untuk interpretasi lingkungn pengendapan berikut mekanismenya. 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.Stratigrafi Fosil foraminifera plangtonik dan bentonik terkandung dalam sampel batuan sedimen yang berbutir halus 28



Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran



pada satuan batulempung. Satuan ini tersebar di bagian selatan, utara, dan timur daerah penelitian yang mencakup sungai utama, yaitu Sungai Cipedak dan beberapa anak sungai seperti Sungai Cikapala dan Sungai Karangsari dengan arah strike relatif Barat - Timur. Berdasarkan pengamatan di lapangan satuan ini disusun oleh batulempung, dengan sispan batupasir. Batulempung sebagai penyusun utama memiliki karakteristik secara megaskopis dicirikan dengan warna lapuk kecoklatan sampai kehitaman, warna segar abu-abu, tingkat kekerasan lunak hingga agak keras, bersifat karbonatan, dan sebagian besar memperlihatkan struktur sedimen menyerpih (Melty, dkk., 2014) (Gambar 3).



Gambar 4. Globigerina seminulina SCHWAGER



Gambar 5. Globoquadrina altispiraCHUSMAN & JARVISH



Gambar 6. Globigerinoides immaturusLEROY



Gambar 3. Singkapan batulempung menyerpih sebagai penyusun utama satuan batulempung(Melty, dkk., 2014) Gambar 7. Globigerinoides sacculiferBRADY



5.2. Foraminifera planktonik Analisis dilakukan terhadap sampel batulempung (GC/02/04). Fosil foraminifera planktonik yang dapat teridentifikasi adalah: Globigerina seminulina SCHWAGER, Globoquadrina altispira CHUSMAN & JARVISH, Orbulina universa D'ORBIGNY, Globigerinoides immaturus LEROY, Globigerinoides sacculifer BRADY, Globigerinoides sicanus DESTEFANI, Globorotalia archeomenardii BOLLI dan Sphaeriodinellopsis subdehiscens CUSHMAN (Gambar 4–7).



Berdasarkan tabel penarikan umur menurut Postuma (1971), Blow (1979) serta Bolli dan Saunders (1986), kisaran umur foraminifera fosil-fosil tersebut berurutan dari batas pemunculan terawal adalah: 1. Globoquadrina altispira CHUSMAN & JARVISH memiliki kisaran umurN5 (batas pemunculan awal) sampai dengan N19 (batas kepunahan)dari zonasi Blow (1969). 2. Globigerinoides immaturus LEROY memiliki kisaran umurN5 sampai dengan sekarang. 3. Globigerinoides sacculifer BRADY memiliki kisaran umurN6 sampai dengan sekarang. 29



Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran



4. Globigerinoides sicanus DE STEFANI,memiliki kisaran umurN8 sampai denganN9. 5. Globorotalia archeomenardii BOLLI memiliki kisaran umurN8 sampai dengan N9 6. Globigerina seminulina SCHWAGER, memiliki kisaran umurN9 sampai dengan N18 7. Orbulina universa D'ORBIGNY,memiliki kisaran umur N9 sampai dengan sekarang. 8. Sphaeriodinellopsis subdehiscens CUSHMAN memiliki kisaran umur N12 sampai dengan N18. Dari kisaran umur fosil foraminifera tersebut, diketahui bahwa Globigerinoides sicanus dan Globorotalia archeomenardii yang memiliki batas kepunahan pada N9 mengindikasikan umur lebih tua. Sebaliknya, kehadiran Sphaeriodinellopsis subdehiscens yang memiliki batas pemunculan awal pada N13 berasosiasi dengan spesies lainnya mengindikasikan umur lebih muda. Mekanisme turbidit memungkinkan terendapkan kembali material sedimen dan fosil yang telah terbentuk sebelumnya (re-sedimentasi). Hal ini ditandai oleh kehadiran fosil rombakan yang lebih tua dalam kumpulan fosil berumur N13 atau Miosen Tengah. Penentuan umur tersebut didukung oleh hasil penelitian oleh Isnaniawardhani, dkk. yang menyimpulkan suksesi endapan turbidit di daerah Ciniru dan sekitarnya berumur mulai dari tidak lebih muda dari N12 atau Miosen Tengah sampai dengan N16 - N17 Miosen Akhir. 5.3. Foraminifera bentonik Foraminifera bentonik yang ditemukan pada sampel antara lain adalah: Heterolepa subhaidingeri PARR, Nodogenerina lepidula SCHWAGER dan Hanzawaia grossepunctata EARLAND. Kisaran zonasi batimetri dari foraminifera



bentonik tersebut adalah: 1. Heterolepa subhaidingeriPARR dijumpai dalam kisaran zona batimetri neritik luar (100 – 200 m) 2. Nodogenerina lepidula SCHWAGERdalam zona neritik luar sampai batial atas (100 – 300 m) 3. Hanzawaia grossepunctataEARLANDdalamzon a batial atas (200 – 600 m). Berdasarkan hasil pengamatan lapangan yang memperlihatkan perlapisan bersusun, perariran sejajar, perarian terpelintir, tikas seruling, dan tikas beban menunjukkan bahwa satuan batulempung ini diendapkan pada submarine fan. Berdasarkan hasil analisis kandungan fosil foraminifera bentonik di atas maka lingkungan pengendapannya adalah laut terbuka pada zona batimetri batial atas. Kumpulan foraminifera bentonik yang menunjukkan berbagai kisaran kedalaman dimungkinkan oleh mekanisme endapan turbidit. 6. KESIMPULAN 1. Daerah Rambatan dan sekitarnya terutama tersusun oleh batulempung warna lapuk kecoklatan sampai kehitaman, warna segar abu-abu, tingkat kekerasan lunak hingga agak keras, bersifat karbonatan, dan sebagian besar menyerpih. 2. Foraminifera planktonik yang terkandung pada batulempung antaralain: Globigerina seminulina SCHWAGER,Globoquadrina altispira CHUSMAN & JARVISH, Orbulina universa D'ORBIGNY, Globigerinoides immaturus LEROY, Globigerinoides sacculifer BRADY, Globigerinoides sicanus DESTEFANI, Globorotalia archeomenardii BOLLI dan Sphaeriodinellopsis subdehiscens CUSHMAN. Kumpulan foraminifera ini menunjukkan kisaran umur N13 atau Miosen Tengah. Kehadiran fosil rombakan 30



Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran



Globigerinoides sicanus dan Globorotalia archeomenardii BOLLI (berumur N8 – N9) menunjukkan proses re-sedimentasi pada proses pembentukan batulempung. 3. Foraminifera bentonik yang terkandung pada batulempung, yaitu Heterolepa subhaidingeriPARR,Nodogenerina lepidula SCHWAGERdan Hanzawaia grossepunctataEARLAND. Kumpulan foraminifera bentonik menunjukkan kisaran kedalaman neritik luar dan batial atas. 4. Kumpulan foraminifera bentonik yang menunjukkan berbagai kisaran kedalaman, ditunjang oleh struktur sedimen perlapisan bersusun, perariran sejajar, perarian terpelintir, tikas seruling, dan tikas beban mengindikasikan mekanisme endapan turbidit. 7. DAFTAR PUSTAKA [1]Blow, W.H., 1969, Late Middle Eocene to Recent Planktonic Foraminiferal Biostratigraphy, Proc. of International Conference Planktonic Microfosil 1 st., Geneva (1967), Proc. Leiden, E.J. Brill, volume 1, hlm. 199 – 422, plates 154, text – gambar 1-43, 1979, The Cainozoic Globigerinida, Leiden E.J. Brill, 421 hlm, 54 plates [2]Bolli, H. M., dan Saunders, J. B., 1986, Oligocene to Holocene Low Latitude Planktic Foraminifera in Plankton Stratigraphy, edited by Bolli, H.M., Saunders, J.B., dan Perch-Nielsen, K., Cambridge University Press, hlm. 155 – 262. [3]Budhitrisna, T., 1986, Peta Geologi Lembar Tasikmalaya, Jawa Barat, skala 1:100.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. [4]Isnaniawardhani, V., Adhiperdana, B.G., Nurdrajat, 2015, Biostratigrafi Endapan Turbidit Miosen di Daerah



Ciniru, Kabupaten Kuningan, http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2015/05/ [5]Kastowo dan Suwarna, N., 1996, Peta Geologi, Lembar Majenang, Jawa Tengah, skala 1:100.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, Edisi ke-2 [6]Melty, A.R., Markus, C., Alghani, A, Alisah, Yazid, A, 2014, Geologi Daerah Rambatan dan Sekitarnya, Kecamatan Ciniru, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat, Laporan Pemetaan Geologi Pendahuluan, Universitas Padjadjaran, tidak dipublikasikan [7]Phleger, Fred and Parker L. Frances, 1951. Foraminifera Species, Part II, Scripps Institution of Oceanography, La Jolla, California. [8]Postuma, J.A., 1971, Manual of Planktonic Foraminifera, Elsevier Publishing Company, Amsterdam, London, New York, 398 hlm. [9]Van Bemmelen, R. W., 1949. The Geology of Indonesia, col. I A: General Geology of Indonesia and Adjacement Archipelago. Martinus Nijhoff. The Hague. [10]Van Marle, 1992, Eastern Indonesia Late Cenozoic Smaller Benthic Foraminifera, Royal Netherlands Academy, 328 hlm



31