Identifikasi Forensik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT KOASS FORENSIK PERIODE 22 DESEMBER 2014 – 10 JANUARI 2015 “IDENTIFIKASI FORENSIK”



Oleh: Muhammad Zuhdan Fannani 09711162 Dokter Pembimbing: Dr. Sugiharto, M.Kes, MMR, SH KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2014 1 Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 januari 2015



KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul “Spasme Laring”. Tugas ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti program Profesi Kedokteran di bagian Forensik RSUD Dokter Moewardi Surakarta. Pada penulisan dan penyusunan referat ini, penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Sugiharto, M.Kes, MMR, SH 2. Staff Bagian Ilmu Forensik dan Medikolegal RSUD Dr. Moewardi Surakarta Penulis sadar bahwa dalam tugas ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis menghimbau agar para pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang membangun dalam perbaikan referat ini. Penulis berharap agar referat ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi pihak yang memerlukan khususnya bagi Penulis sendiri. Desember 2014



Penulis



2 Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 januari 2015



PENDAHULUAN Seperti diketahui bersama dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, perkembangan di segala bidang kehidupan yang membawa kesejahteraan bagi umat manusia, pada kenyataannya juga menimbulkan berbagai akibat yang tidak diharapkan. Salah satu diantara akibat yang tidak diharapkan tersebut adalah meningkatnya kuantitas maupun kualitas mengenai cara atau teknik pelaksanaan tindak pidana, khusunya yang berkaitan dengan upaya pelaku tindak pidana dalam usaha meniadakan sarana bukti, sehingga tidak jarang dijumpai kesulitan bagi para petugas hukum untuk mengetahui korban dan atau pelakunya. Dalam proses penyidikan suatu tindak pidana, mengetahui identitas korban merupakan suatu hal yang mempunyai arti sangat penting, yaitu sebagai langkah awal penyidikan yang harus dibuat jelas lebih dahulu sebelum dapat dilakukan langkahlangkah selanjutnya dalam proses penyidikan tersebut. Apabila identitas korban tidak dapat diketahui, maka sebenarnya penyidikan menjadi tidak mungkin dilakukan. Selanjutnya apabila penyidikan tidak sampai menemukan identitasnya identitas korban, maka dapat dihindari adanya kekeliruan dalam proses peradilan yang dapat berakibat fatal (ingat semboyan: “lebih baik membebaskan yang bersalah daripada menghukum yang tidak bersalah”). Selain itu untuk berbagai kehidupan sosial misalnya asuransi, pembagian dan penentuan ahli waris, akte kelahiran, pernikahan dan sebagainya keterangan identitas mempunyai arti penting pula, yaitu untuk mengetahui bahwa keterangan itu benarbenar keterangan yang dimaksud untuk memperoleh yang menjadi haknya maupun untuk memenuhi kewajibannya. Dalam ilmu kedokteran forensik dikenal pemeriksaan identifikasi yang merupakan bagian tugas yang mempunyai arti cukup penting. Disebutkan bahwa yang dimaksud dengan identifikasi adalah suatu usaha untuk mengetahui identitas 3 Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 januari 2015



seseorang melalui sejumlah cirri yang ada pada orang tak dikenal, sedemikian rupa sehingga dapat ditentukan bahwa orang itu apakah sama dengan orang yang hilang yang diperkirakan sebelumnya juga dikenal dengan ciri-ciri itu. Disitulah semua, identifikasi mempunyai arti penting baik ditinjau dari segi untuk kepentingan forensik maupun non-forensik.



4 Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 januari 2015



KAJIAN TEORI 1. DEFINSI Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata. Menentukan identitas personal dengan tepat amat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan. Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal, jenazah yang rusak, membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan masal, bencana alam, huru hara yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan tubuh manusia atau kerangka.Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak, bayi tertukar, atau diragukan orangtua nya.Identitas seseorang yang dipastikan bila paling sedikit dua metode yang digunakan memberikan hasil positif (tidak meragukan). 2. METODE IDENTIFIKASI Dalam pelayanan identifikasi forensik berbagai macam pemeriksaan dapat digunakan sebagai sarana identifikasi. Berdasarkan penyelenggaraan penanganan pemeriksaannya, maka sarana-sarana identifikasi dapat dikelompokkan: 1. Sarana identifikasi konvensional, yaitu berbagai macam pemeriksaan identifikasi yang biasanya sudah dapat diselenggarakan penanganannya oleh pihak polisi penyidik antara lain: a. Pemeriksaan secara visual dan fotografi mengenali ciri-ciri muka atau sinyalemen tubuh lainnya. b. Pemeriksaan benda-benda milik pribadi seperti: pakaian, perhiasan, sepatu dan sebagainya.



5 Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 januari 2015



c. Pemeriksaan kartu-kartu pengenal seperti KTP,SIM, Karpeg, kartu mahasiswa dan sebagainya, surat-surat seperti surat tugas/ jalan atau dokumen-dokumen dsb. d. Pemeriksaan sidik jari dan lain-lain. 2. Sarana identifikasi medis, yaitu berbagai macam pemeriksaan identifikasi yang diselenggarakan penanganannya oleh pihak medis, yaitu apabila pihak polisi penyidik tidak dapat menggunakan sarana identifikasi konvensional atau kurang memperoleh hasil identifikasi yang meyakinkan, antara lain: a. Pemeriksaan ciri-ciri tubuh yang spesifik maupun yang non-spesifik secara medis melalui pemeriksaan luar dan dalam pada waktu otopsi. Beberapa ciri yang spesifik, misalnya cacat bibir sumbing atau celah palatum, bekas luka atau operasi luar (sikatrik atau keloid), hiperpigmentasi daerah kulit tertentu (toh), tahi lalat, tato, bekas fraktur atau adanya pin pada bekas operasi tulang atau juga hilangnya bagian tubuh tertentu dan lain-lain. Beberapa contoh ciri non-spesifik antaralain misalnya tinggi badan, jenis kelamin, warna kulit, warna serta bentuk rambut dan mata, bentuk-bentuk hidung, bibir dan sebagainya. b. Pemeriksaan ciri-ciri gigi melalui pemeriksaan odontologis. c. Pemeriksaan ciri-ciri badan atau rangka melalui pemeriksaan antropologis, antroposkopi dan antropometri. d. Pemeriksaan golongan darah berbagai sistem: ABO, Rhesus, MN, Keel, Duffy, HLA dan sebagainya. e. Pemeriksaan ciri-ciri biologi molekuler sidik DNA dan lain-lain. Dikenal ada dua metode melakukan identifikasi yaitu secara membandingkan dan secara rekonstruksi. Yang dimaksud dengan identifikasi membandingkan data adalah identifikasi yang dilakukan dengan cara membandingkan antara data ciri hasil pemeriksaan hasil orang tak dikenal dengan data ciri orang yang hilang yang diperkirakan yang pernah dibuat sebelumnya.



6 Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 januari 2015



Pada penerapan penanganan identifikasi kasus korban jenasah tidak dikenal, maka kedua data ciri yang dibandingkan tersebut adalah data post mortem dan data ante mortem. Data ante mortem yang baik adalah berupa medical record dan dental record. Identifikasi dengan cara membandingkan data ini berpeluang menentukan identitas sampai pada tingkat individual, yaitu dapat menunjuka siapa jenasah yang tidak dikenal tersebut. Hal ini karena pada identidikasi dengan cara membandingkan data, hasilnya hanya ada dua alternatif: identifikasi positif atau negatif. Identifikasi positif, yaitu apabila kedua data yang dibandingkan adalah sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa jenasah yang tidak dikenali itu adalah sama dengan orang yang hilang yang diperkirakan. Identifikasi negative yaitu apabila data yang dibandingkan tidak sama, sehingga dengan demikian belum dapat ditentukan siapa jenasah tak dienal tersebut. Untuk itu masih harus dicarikan data pembanding antemortem dari orang hilang lain yang diperkirakan lagi. Untuk dapat melakukan identifikasi dengan cara membandingkan data, diperlukan syarat yang tidak mudah, yaitu harus tersedianya data ante mortem berupa medical atau dental record yang lengkap dan akurat serta up-to-date, memenuhi kriteria untuk dapat dibandingkan dengan data post mortemnya. Apabila tidak dapat dipenuhi syarat tersebut, maka identifikasi dengan cara membandingkan tidak dapat diterapkan. Apabila identifikasi dengan cara membandingkan data tidak dapat diterapkan, bukan berarti kita tidak dapat mengidentifikasi. Apabila demikian halnya, kita masih dapat mencoba mengidentifikasi dengan cara merekonstruksi data hasil pemeriksaan post-mortem ke dalam perkiraan-perkiraan mengenai jenis kelamin, umur, ras, tinggi dan bentuk serta ciri-ciri spesifik badan. Sebagai contoh: a. Dengan mengamati lebar-sempitnya tulang panggul terhadap kriteria dan ukuran laki-laki dan perempuan, dapat diperkirakan jenis kelaminnya.



7 Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 januari 2015



b. Dengan mengamai interdigitasi dutura-sutura tengkorak dan pola waktu erupsi gigi, dapat diperkirakan umurnya. Pada kasus infantisid dengan mengukur tinggi badan (kepala-tumit atau kepala-tulang ekor) dapat diperkirakan umur bayi dalam bulan. c. Dengan formula matematis, dapat diperhitungkan perkiraan tinggi badan individu dari ukuran barang bukti tulang-tulang panjangnya. d. Dengan perhitungan indeks-indeks dan modulus kefalometri atau kraniometri, dapat diperhitungkan perkiraan ras dan bentuk muka individu. e. Dengan ciri-ciri yang spesifik, dapat menuntun kepada siapa individu yang memilikinya. Meskipun identifikasi cara rekonstruksi ini tidak sampai menghasilkan dapat menentukan identitas sampai pada tingkat individual, namun demikian perkiraanperkiraan identitas yang dihasilkan dapat mempersempit dan memberikan arah penyidikan. Terhadap pola permasalahan kasusnya, dikenal ada tiga macam sistem identifikasi, yaitu ; 1. Identifikasi sistem terbuka adalah identifikasi pada kasus yang terbuka kepada siapapun dimaksudkan sebagai si korban tidak dikenal. Pola permasalahan kasusnya biasanya : kriminal, korban tunggal, sulit diperoleh data ante-mortem, identifikasinya biasanya dilakukan dengan cara rekonstruksi, contoh: identifikasi korban pembunuhan tidak dikenal. 2. Identifikasi sistem tertutup adalah identifikasi pada kasus yang jumlah dan daftar korban tak dikenalnya sudah diketahui. Pola permasalahan kasus biasanya: nonkriminal, korban massal, dimungkinkan diperoleh data ante mortem, identifikasi dapat dilakukan dengan cara membandingkan data, contoh: identifikasi korban kecelakaan pesawat terbang menabrak gunung. 3. Identifikasi sistem semi terbuka atau semi tertutup adalah identifikasi pada suatu kasus yang sebagian korban tidak dikenalnya sudah diketahui dan sebagian lainnya belum diketahui sama sekali atau belum diektahui tetapi sudah tertentu, contoh: 8 Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 januari 2015



identifikasi korban kecelakaan pesawat terbang di Malioboro (semi terbuka) atau di suatu perumahan (semi tertutup). 3 DASAR – DASAR IDENTIFIKASI FORENSIK Dasar hukum dan undang-undang bidang kesehatan yang mengatur identifikasi jenasah adalah : A. Berkaitan dengan kewajiban dokter dalam membantu peradilan diatur dalam KUHP pasal 133 : 1. Dalam hal penyidik untuk membantu kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang di duga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. 2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. 3. Mayat yang dikirimkan kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuatkan identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang diilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat. B. Undang-undang Kesehatan Pasal 79 1. Selain penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia juga kepada pejabat pegawai negeri sipil tertentu di Departemen Kesehatan diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam UU No 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. 9 Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 januari 2015



2. Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang : a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan. b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan. c. Meminta keteragan dan bahan bukti dari orang atau badan usaha. d. Melakukan pemeriksaan atas surat atau dokumen lain. e. Melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti. f. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan. g. Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti sehubungan dengan tindak pidana di bidang kesehatan. 3. Kewenangan penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan menurut UU No 8 tahun 1981 tentang HAP. 4. JENIS – JENIS PEMERIKSAAN IDENTIFIKASI FORENSIK Identifikasi dapat berupa orang masing hidup atau yang sudah meninggal dunia. Identifikasi terhadap orang tak dikenal yang masing hidup meliputi : Penampilan umumm (general appearance), yaitu : tinggi badan, berat badan, jenis kelamin, umur, warna kulit, rambut dan mata, serta yang dapat mencirikan orang, seperti: 1. Pakaian 2. Sidik jari 3. Jaringan parut 4. Tatoo 5. Kondisi mental 6. Antropometri Contoh kasus-kasus pemeriksaan pada identifikasi orang hidup adalah kasus anak hilang, kasus penculikan, orang pikun (dementia). Tugas melakukan identifikasi pada orang hidup tersebut menjadi tugas pihak kepolisian. Dalam hal-hal tertentu



10 Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 januari 2015



dapat dimintakan bantuan dokter, misalnya pada kasus pemalsuan identitas di bidang keimigrasian atau kasus penyamaran oleh pelaku kejahatan. Metoda identifikasi untuk orang hidup adalah : 1. Kesan pribadi ( identifikasi visual) Basis identifikasi sangat sering dilakukan tetapi kadang tak dapat dipercaya. Saksilah diminta untuk menunjuk terdakwa. Basis Identifikasi yang dimaksud adalah suatu gambaran mengenai seseorang dari gambaran saksi. Dimana kesan pribadi seseorang tergantung pada corak seperti rambut, jenggot dan kumis, dimana kesan dapat diubah dengan mudah dengan menggunakan perawatan bedah plastik. 2. Fotografi Lebih bermanfaat dalam mengidentifikasi yang hidup dibanding yang mati. 3. Tulisan tangan Memungkinkan para tenaga ahli untuk mengidentifikasi seseorang atau mendeteksi pemalsuan. Metoda yang digunakan meliputi pembesaran fotografis, analisa tinta, analisa kertas. 4. Sidik jari ( Dactylography) Sidik jari diproduksi oleh kulit friksi yaitu telapak tangan dan tapak kaki yang membentuk suatu pola. Kelenjar keringat pada kulit menghasilkan keringat dan sebum. Ketika kulit menyentuh suatu permukaan akan meninggalkan suatu kesan berminyak (sidik jari). Sidik jari tersebut dapat dilihat baik dengan menaburkan suatu bedak. Sidik jari tersebut dapat diangkat setelah pengembangan. Sidik jari dapat tersisa selama bertahun-tahun bila tidak dibersikan. FBI mempunyai lebih dari 100 juta arsip sidik jari tetapi tidak ada satupun yang sama. Pola sidik jari dari suatu individu tidak akan berubah sepanjang hidupnya. Tapi pada penyakit tertentu terjadi penghentian pertumbuhan pada kulit seperti penyakit coeliac dan infeksi kulit. Kerusakan permanen pada kulit terjadi pada lepra dan setelah ekspose dengan radiasi. Kadang-kadang terjadi usaha untuk merusakkan sidik jari. 11 Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 januari 2015



Sedangkan identifikasi terhadap orang yang sudah meninggal dunia dapat dilakukan terhadap : 1. Jenazah yang masih baru dan utuh 2. Jenazah yang sudah membusuk dan utuh 3. Bagian-bagian dari tubuh jenazah Contoh kasus-kasus pemeriksaan pada identifikasi orang mati kasus bencana missal (Tsunami Aceh dan Nias:2004,), terorisme (Bom Bali :2002, dan Bom Bali II : 2004), pembunuhan, pelanggaran HAM. Proses identifikasi menggunakan 2 metode, yaitu metode sederhana dan metode ilmiah. Metode sederhana dari proses identifikasi meliputi: 1. Metode visual. Metode ini hanya dapat dilakukan bila keadaan tubuh, terutama wajah korban masih dalam keadaan baik dan belum terjadi pembusukan yang lanjut. Metode ini dilakukan dengan memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang merasa kehilangan anggota keluarga atau temannya. Cara ini hanya efektif pada jenazah yang belum membusuk, sehingga masih mungkin dikenali wajah dan bentuk tubuhnya oleh lebih dari satu orang. Hal ini perlu diperhatikan mengingat adanya kemungkinan faktor emosi yang turut berperan untuk membenarkan atau sebaliknya menyangkal identitas jenazah tersebut. 2. Metode kepemilikan, seperti pakaian, perhiasan, dokumen. Dokumen seperti kartu identitas (KTP, SIM, Paspor) dan sejenisnya yang kebetulan ditemukan dalam dalam saku pakaian yang dikenakan akan sangat membantu mengenali jenazah tersebut. Perlu diingat pada kecelakaan masal, dokumen yang terdapat dalam tas atau dompet yang berada dekat jenazah belum tentu adalah milik jenazah yang bersangkutan. Dari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah, mungkin dapat diketahui merek atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge yang semuanya dapat membantu proses identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada 12 Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 januari 2015



jenazah tersebut. Khusus anggota ABRI, identifikasi dipemudah oleh adanya nama serta NRP yang tertera pada kalung logam yang dipakainya 3. Metode eksklusi. Metode ini sering digunakan pada kasus yang terdapat banyak korban seperti bencana. Bila dari sekian banyak korban, tinggal satu yang tidak dapat dikenali oleh karena keadaan mayatnya sudah sedemikian rusaknya, maka atas bantuan daftar korban akan dapat diketahui siapa korban tersebut. Metode ini digunakan pada kecelakaan masal yang melibatkan sejumlah orang yang dapat diketahui identitasnya, misalnya penumpang pesawat udara, kapal laut dan sebagainya. Bila sebagian besar korban telah dapat dipastikan identitasnya dengan menggunakan metode indentifikasi yang lain, sedangkan identitas sisa korban tidak dapat ditentukan dengan metode-metode tersebut diatas, maka sisa korban diindentifikasi menurut daftar penumpang. Metode ilmiah dari proses identifikasi meliputi: 1. Sidik jari. Daktiloskopi adalah suatu sarana dan upaya pengenalan identitas diri seseorang melalui suatu proses pengamatan dan penelitian sidik jari, yang dipergunakan untuk berbagai keperluan/kebutuhan, tanda bukti, tanda pengenal ataupun sebagai pengganti tanda tangan (cap Jempol). Keuntungan dari metode ini mudah dilakukan secara massal dan biaya yang murah. Metode ini membandingkan sidik jari jenazah dengan data sidik jari antemortem. Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui paling tinggi ketepatannya untuk menentukan identitas seseorang. Dengan demikian harus dilakukan penanganan yang sebaik-baiknya terhadap jari tangan jenazah untuk pemeriksaan sidik jari, misalnya dengan melakukan pembungkusan kedua tangan jenazah dengan kantong plastik. 2. Medik. 13 Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 januari 2015



Metode ini menggunakan data umum dan data khusus. Data umum meliputi tinggi badan, berat badan, rambut, mata, hidung, gigi dan sejenisnya.Data khusus meliputi tatto, tahi lalat, jaringan parut, cacat kongenital, patah tulang dan sejenisnya. Metode ini mempunyai nilai tinggi karena selain dilakukan oleh seorang ahli dengan menggunakan berbagai cara/modifikasi (termasuk pemeriksaan dengan sinar-X) sehingga ketepatan nya cukup tinggi. Bahkan pada tengkorak/kerangka pun masih dapat dilakukan metode identifikasi ini. Melalui metode ini diperoleh data tentang jenis kelamin, ras, perkiraan umur dan tingi badan, kelainan pada tulang dan sebagainya. 3. Odontologik. Dalam beberapa tahun terakhir, kita banyak dikejutkan oleh terjadinya bencana massal yang menyebabkan kematian banyak orang. Selain itu kasus kejahatan yang memakan banyak korban jiwa juga cenderung tidak berkurang dari waktu ke waktu. Pada kasus-kasus seperti ini tidak jarang kita jumpai korban jiwa yang tidak dikenal sehingga perlu diidentifikasi. Forensik odontologi adalah salah satu metode penentuan identitas individu yang telah dikenal sejak era sebelum masehi. Kehandalan teknik identifikasi ini bukan saja disebabkan karena ketepatannya yang tinggi sehingga nyaris menyamai ketepatan teknik sidik jari, akan tetapi karena kenyataan bahwa gigi dan tulang adalah material biologis yang paling tahan terhadap perubahan lingkungan dan terlindung. Gigi merupakan sarana identifikasi yang dapat dipercaya apabila rekaman data dibuat secara baik dan benar. Beberapa alasan dapat dikemukakan mengapa gigi dapat dipakai sebagai sarana identifikasi adalah sebagai berikut, pertama karena gigi bagian terkeras dari tubuh manusia yang komposisi bahan organik dan airnya sedikit sekali dan sebagian besar terdiri atas bahan anorganik sehingga tidak mudah rusak, terletak



14 Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 januari 2015



dalam rongga mulut yang terlindungi. Kedua, manusia memiliki 32 gigi dengan bentuk yang jelas dan masingmasing mempunyai lima permukaan. 4. Antropologik Antropologi merupakan bidang studi sains tentang asal usul, prilaku, fisik, sosial dan pengembangan lingkungan manusia. Antropologi forensik merupakan bidang ilmu untuk physical anthropologists yang mengaplikasikan ilmunya dalam bidang biologi, sains, dan budaya dalam proses hukum. Antropologi Forensik adalah pemeriksaan pada sisa-sisa rangka. Pemeriksaan ini dapat dilakukan sebagai langkah pertama untuk menentukan apakah sisa-sisa tersebut berasal dari manusia. Menurut American Board of Forensic Anthropology, forensik antropologi adalah aplikasi ilmu pengetahuan dari antropologi fisik untuk proses hukum. Identifikasi dari kerangka, atau sediaan lain dari sisa – sisa jasad (dugaan manusia) yang tidak teridentifikasi penting untuk alasan hukum maupun alasan kemanusiaan. Forensik antropologi mengaplikasikan tehnik sains sederhana yang berdasarkan antropologi fisik untuk mengidentifikasi sisa – sisa jasad manusia dan mengungkap tindak kejahatan. Antropologi forensik meliputi penggalian arkeologis; pemeriksaan rambut, serangga, plant materials dan jejak kaki; penentuan waktu kematian; facial reproduction; photographic superimposition; detection of anatomical variants; dan analisa mengenai cedera masa lalu dan penanganan medis. Namun, pada pelaksanaannya forensic antropologi terutama untuk menentukan identitas jasad berdasar bukti yang tersedia, yaitu menentukan jenis kelamin, perkiraan usia, bentuk tubuh, dan pertalian ras. 5. Serologik. Metode serologik meliputi penentuan golongan darah, dan analisis DNA. Pemeriksaan



serologik



betujuan



untuk



menentukan



golongan



darah



jenazah.Penentuan golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dapat 15 Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 januari 2015



dilakukan dengan memeriksa rambut, kuku dan tulang. Saat ini telah dapat dilakukan pemeriksaan sidik DNA yang akurasi nya sangat tinggi. 5. PERAN DOKTER DALAM PROSES IDENTIFIKASI FORENSIK Bantuan yang dapat diberikan oleh dokter pada proses identifikasi meliputi : 1. Menentukan manusia atau bukan Jika ditemukan tulang-tulang maka kadang-kadang tulang dari beberapa binatang tertentu mirip manusia. Cakar dari beruang misalnya, hamper mirip bentuknya dengan tangan manusia.denngan pemeriksaan teliti akan dapat dibedakan apakah tulang yang ditemukan berasal dari manusia atau binatng. Yang agak sulit adalah jika yang ditemukan itu berupa tukang yang khas (unidentifiable bones) atau jaringan lunak. Dalam hal ini pemeriksaan yang diperlukan untuk menentukan manusia atau binatang adalah pemeriksaan imunologi (precipitin test). 2. Menentukan jenis kelamin Pada korban kebakaran atau pada mayat yang sudah membusuk di mana penentuan jenis kelamin tidak mungkin di lakukan dengan pemeriksaan luar maka penentuan jenis kelamin dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan pada: a. Jaringan tertentu : uterus dan prostat merupakan jaringan lunak yang lebih tahan terhadap pembusukan dan dapat digunakan untuk menentukan jenis kelamin. Dari jaringan lunak juga dapat dilakukan pemeriksaan sex chromatin untuk menentukan jenis kelamin, terutama jaringan kulit dan tulang rawan. Metode ini juga berguna bagi penentuan jenis kelamin pada mayat yang terpotong-potong. b. Tulang-tulang tertentu : Pada orang dewasa, beberapa tulang tertentu bentuknya berbeda antara lakilaki dan wanita. Tulang- tulang itu antara lain tengkorak, pelvis, tulang panjang, rahang dan gigi. 16 Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 januari 2015



Tulang panjang pada laki-laki lebih massive ( terutama di sekitar sendi ) dan rigi perlekatan otot lebih nyata. Bentuk rahang dan gigi antara laki-laki dan wanita juga berbeda sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan identifikasi jenis kelamin. Rahang pada laki-laki umumnya seperti huruf V sedangkan pada wanita seperti huruf U. Gigi dan akar gigi permanen pada laki-laki lebih besar dari pada wanita. 3. Menentukan Umur Tulang manusia dan gigi juga dapat memberikan informasi penting bagi perkiraan umur manusia. Namun signifikasi dari pemeriksaan tulang bergantung 17 Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 januari 2015



pada besarnya penyebaran kelompok umur sehingga perlu dikelompokkan secara terpisah menjjadi kelompok fetus, neonatus, anak-anak, adolescen dan dewasa. Pada fetus dan neonates, perkiraan didasarkan pada inti penulangan yang dapat dilihat melalui pemeriksaan ronsenologik atau otopsi. Oleh para ahli telah disusun table pembentukan inti penulangan dari berbagai tulang, mulai dari kehidupan intra uterine sampai pada kehidupan di luar kandungan. Pada anak-anak dan adolescen sampai umur 20 tahun, yang paling berguna bagi penentuan umur adalah penutupan epifise. Seperti diketahui bawha penutupan epifise juga mengikutti urutan kronologik. Memang tingkat ketelitiannya rendah sehingga perlu dikoombinasikan dengan pemeriksaan lain. Pada kelompok dewasa (yaitu sesudah berumur 20 tahun), perkiraan umur dengan menggunakan tulang menjadi lebih sulit. Beberapa petunjuk yang dapat dipakai antara lain; penutupan sutura, perubahan sudut rahang dan adanya proses penyakit. Penentuan umur dengan menganalisa jaringan yang akan tumbuh menjadi gigi pada bayi di dalam kandungan mempunyai derajat kecermatan yang tinggi. Sesudah dilahirkan penentuan umur dapat dilakukan dengan mendasarkan pada mineralisasi, pembentukan mahkota gigi, erupsi gigi dan resorbsi apicalis.dengan menggunakan formula matematik, Gustafson telah menyusun rumus yang dapat digunakan untuk membantu menentukan umur melalui pemeriksaan gigi. 4. Menentukan Tinggi Badan Salah satu informasi penting yang dapat digunakan untuk melacak identitas seseorang adalah informasi tentang tinggi badan. Oleh sebab itu pada pemeriksaan jenasah yang tak diketahui identitasnya perlu diperiksa tinggi badanya. Memang tidak mudah mendapatkan tinggi badan yang tepat dari pemeriksan yang dilakukan sesudah mati, meskipun yang diperiksa itu jenasah yang utuh. Perlu diketahui bahwa ukuran orang yang sudah mati biasanya sedikit lebih panjang (sekitar 2,5 cm) dari pada tinggi badan waktu hidup. 18 Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 januari 2015



Jika yang diperiksa jenasah yang tidak utuh maka penentuan tinggi badan dapat dilakukan dengan menggunakan tulang-tulang panjang. Hanya dengan sepotong tulang panjang yang utuh umur pemiliknya dapat diperkirakan, tetapi hasil yang lebih akurat dapat diperoleh jika tersedia beberapa jenis dari tulang panjang. Untuk kepentingan dari perhitungan tersebut ada banyak rumus yang dapat dipakai dan salah satunya adalah rumus Karl Pearson.



KESIMPULAN 19 Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 januari 2015



Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Berdasarkan penyelenggaraan penanganan pemeriksaannya, maka saranasarana identifikasi dapat dikelompokkan menjadi aarana identifikasi konvensional dan sarana identifikasi medis, Dikenal ada dua metode melakukan identifikasi yaitu secara membandingkan dan secara rekonstruksi. Terdapat tiga macam sistem identifikasi, terhadap pola permasalahan kasusnya yaitu,



identifikasi sistem terbuka, identifikasi sistem tertutup, dan



identifikasi sistem semi terbuka atau semi tertutup. Berkaitan dengan kewajiban dokter dalam membantu peradilan diatur dalam KUHP pasal 133 dan Undang-undang Kesehatan Pasal 79 Metoda identifikasi untuk orang hidup adalah Kesan pribadi (identifikasi visual) Fotografi Tulisan tangan Sidik jari ( Dactylography) Identifikasi terhadap orang yang sudah meninggal dunia dapat dilakukan terhadap jenazah yang masih baru dan utuh, jenazah yang sudah membusuk dan utuh, atau bagian-bagian dari tubuh jenazah Proses identifikasi menggunakan 2 metode, yaitu metode sederhana dan metode ilmiah. Metode sederhana dari proses identifikasi meliputi metode visual, metode kepemilikan, seperti pakaian, perhiasan, dokumen, dan metode eksklusi. Metode ilmiah dari proses identifikasi meliputi sidik jari, medik, odontologik, antropologik, dan serologik. Bantuan yang dapat diberikan oleh dokter pada proses identifikasi meliputi menentukan manusia atau bukan, menentukan jenis kelamin, menentukan umur, menentukan tinggi badan



DAFTAR PUSTAKA 20 Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 januari 2015



Amir A, Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik, ed 2, Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, 2007. Budiyanto, A., Widiatmaka, W., Atmaja, D. S., 1999. Identifikasi Forensik. Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Iedris M, dr., Tjiptomartono A.L, dr., Asfiksia., Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan., Sagung Seto., Jakarta: 2008. Indriati, E., 2004. Antropologi Forensik. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.



21 Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 januari 2015