Ikan Nila Sultana [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Klasifikasi Ikan Nila Ikan nila merupakan jenis ikan air tawar yang mempunyai nilai konsumsi cukup tinggi. Bentuk tubuh memanjang dan pipih ke samping dan warna putih kehitaman atau kemerahan. Ikan nila berasal dari Sungai Nil dan danau-danau sekitarnya. Sekarang ikan ini telah tersebar ke negara-negara di lima benua yang beriklim tropis dan subtropis. Di wilayah yang beriklim dingin, ikan nila tidak dapat hidup baik (Sugiarto 1988). Ikan nila disukai oleh berbagai bangsa karena dagingnya enak dan tebal seperti daging ikan kakap merah (Sumantadinata 1981). Menurut Saanin (1984), ikan nila mempunyai klasifikasi sebagai berikut: Filum



: Chordata



Sub Filum



:



Vetebrata



Kelas



:



Osteichthyes



Sub Kelas



: Acanthopterigii



Ordo



: Percomorphy



Sub Ordo



: Percoidea



Famili



: Cichilidae



Genus



: Oreochromis



Spesies



: Oreochromis niloticus



Morfologi Ikan Nila Morfologi ikan nila secara umum menurut Saanin (1968), mempunyai ciri-ciri bentuk tubuh bulat pipih, punggung lebih tinggi, pada badan dan sirip ekor (caundal fin) ditemukan garis lurus. Pada sirip punggung ditemukan garis lurus memanjang. Ikan nila dapat hidup di perairan tawar dan mereka menggunakan ekor untuk bergerak, sirip perut, sirip dada dan penutup insang yang keras untuk mendukung badannya. Nila memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip 3 anal, dan sirip ekor. Sirip punggungnya memanjang dari bagian atas tutup ingsang sampai bagian atas sirip ekor. Terdapat juga sepasang sirip dada dan sirip perut yang berukuran kecil dan sirip anus yang hanya satu buah berbentuk agak panjang. Sementara itu, jumlah sirip ekornya hanya satu buah dengan bentuk bulat (Amri 2003). Morfologi ikan nila dapat dilihat pada Gambar 1.



Gambar 1. Morfologi ikan nila (Oreochromis niloticus L)



Strain Ikan Nila Sultana Perbaikan genetik dengan menciptakan strain baru dilakukan karena ikan nila yang ada sejak tahun 1969 telah menunjukkan penurunan kualitas. Hal ini membuat pembengkakan biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh petani. Selain itu, adanya penurunan kualitas juga membuat pemasaran ikan nila tidak bisa bersaing di pasaran, khususnya pasar ekspor. Selain melakukan pemuliaan genetis, pemerintah juga mendatangkan strain baru yang berasal dari Filipina, Taiwan, dan Thailand. Saat ini sudah ada lembaga yang khusus mengurusi induk ikan nila, yaitu Pusat Pengembangan Induk Ikan Nila Nasional (PPIINN). Melalui penelitian dan uji coba, cukup banyak strain ikan nila yang telah dihasilkan dan memiliki kualitas yang bagus. Nila Sultana (Seleksi Unggul Selabintana) merupakan jenis ikan nila hasil seleksi famili yang dilakukan oleh Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) di Selabintana, Sukabumi. Setelah dilakukan seleksi famili sejak tahun 2005–2010, pada tahun 2011 akhirnya ikan nila sultana dinyatakan telah lulus uji. Nila sultana memiliki karakter reproduksi diameter telur sekitar 2, 84 mm, rasio bobot gonad dibanding bobot tubuh sekitar 2,38 persen dan produksi larva sekitar 3.000 ekor/kg bobot induk (Arie 2013)



Gambar 2. Ikan nila Sultana (Oreochromis niloticus)



Habitat dan Kebiasaan Hidup Ikan Nila



Ikan nila merupakan ikan konsumsi yang umum hidup di perairan tawar, terkadang ikan nila juga ditemukan hidup di perairan yang agak asin (payau). Ikan nila dikenal sebagai ikan yang bersifat eurihalin (dapat hidup pada kisaran salinitas yang lebar). Ikan nila mendiami berbagai habitat air tawar, termasuk saluran air yang dangkal, kolam, sungai dan danau. Ikan nila dapat menjadi masalah sebagai spesies invasif pada habitat perairan hangat, tetapi sebaliknya pada daerah beriklim sedang karena ketidakmampuan ikan nila untuk bertahan hidup di perairan dingin, yang umumnya bersuhu di bawah 21 °C (Harrysu 2012). Ikan nila mempunyai kemampuan tumbuh secara normal pada kisaran suhu14–38 °C dengan suhu optimum bagi pertumbuhan dan perkembangannya yaitu 25–30 °C. Pada suhu 14 °C atau pada suhu tinggi 38 °C pertumbuhan ikan nila akan terganggu. Pada suhu 6 °C atau 42 °C ikan nila akan mengalami kematian. Kandungan oksigen yang baik bagi pertumbuhan ikan nila minimal 4mg/L, kandungan karbondioksida kurang dari 5 mg/L dengan derajat keasaman (pH) berkisar 5–9 (Amri 2003). Menurut Santoso (1996), pH optimum bagi pertumbuhan nila yaitu antara 7–8 dan warna di sekujur tubuh ikan dipengaruhi lingkungan hidupnya. Bila dibudidayakan di jaring terapung (perairan dalam) warna ikan lebih hitam atau gelap dibandingkan dengan ikan yang dibudidayakan di kolam (perairan dangkal). Pada perairan alam dan dalam sistem pemeliharaan ikan, konsentrasi karbondioksida diperlukan untuk proses fotosintesis oleh tanaman air. Nilai CO2 ditentukan antara lain oleh pH dan suhu. Jumlah CO2 di dalam perairan yang bertambah akan menekan aktivitas pernapasan ikan dan menghambat pengikatan oksigen oleh hemoglobin sehingga dapat membuat ikan menjadi stress. Kandungan CO2 dalam air untuk kegiatan pembesaran nila sebaiknya kurang dari 15 mg/L (Sucipto dan Prihartono 2005). Ikan nila terkenal sebagai ikan yang sangat tahan terhadap perubahan lingkungan hidup. Nila dapat hidup di lingkungan air tawar, air payau, dan air asin. Kadar garam air yang disukai antara 0–35 permil. Ikan nila air tawar dapat dipindahkan ke air asin dengan proses adaptasi yang bertahap. Kadar garam dinaikkan sedikit demi sedikit. Pemindahan ikan nila secara mendadak ke dalam air yang berkadar garamnya sangat berbeda dapat mengakibatkan stress dan kematian ikan (Djarijah 2002.). Ikan nila yang masih kecil lebih tahan terhadap perubahan lingkungan dibandingkan ikan yang sudah



besar. Nilai pH air tempat hidup ikan nila berkisar antara 6 –8,5. Namun, pertumbuhan optimal terjadi pada pH 7–8 (Suyanto dan Rachenaturi 1998) . Ikan nila dapat hidup di perairan yang dalam dan luas maupun di kolam yang sempit dan dangkal. Debit air untuk kolam air tenang 8–15 liter/detik/ha. Kondisi perairan tenang dan bersih, karena ikan nila tidak dapat berkembang biak dengan baik di air arus deras. Nila juga dapat hidup di sungai yang tidak terlalu deras alirannya, di waduk, danau, rawa, tambak air payau, atau di dalam jaring terapung di laut (Djarijah 2002.). Hal yang paling berpengaruh dengan pertumbuhannya adalah kualitas air untuk pemeliharaan ikan nila harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan- bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik. Kekeruhan air yang disebabkan oleh pelumpuran akan memperlambat pertumbuhan ikan. Lain halnya bila kekeruhan air disebabkan oleh adanya plankton. Air yang kaya plankton dapat berwarna hijau kekuningan dan hijau kecokelatan karena banyak mengandung diatomae. Sedangkan plankton/alga biru kurang baik untuk pertumbuhan ikan. Untuk di kolam dan tambak, angka kecerahan yang baik antara 20–35 cm. Salinitas atau kadar garam 0–29 % sebagai kadar maksimal untuk tumbuh dengan baik. Meski ia bisa hidup di kadar garam sampai 35 % namun ia sudah tidak dapat tumbuh berkembang dengan baik. Pakan dan Kebiasaan Makan Ikan nila termasuk golongan ikan pemakan segala atau lazim disebut omnivor. Namun larva ikan nila tidak sanggup memakan makanan dari luar selama masih tersedia makanan cadangan berupa kuning telur yang melekat di bawah perut larva yang baru menetas. Hal ini berbeda dengan jenis ikan air tawar pada umumnya yang sesaat setelah menetas lubang mulut sudah terbuka. Setelah rongga mulut terbuka, larva ikan nila memakan tumbuh-tumbuhan dan hewan air berupa plankton. Jenis-jenis plankton yang biasa dimakan antara lain yaitu alga bersel tunggal maupun benthos dan krustase berukuran kecil. Makanan ini diperoleh dengan cara menyerapnya dalam air (Djarijah 2002). Ikan nila setelah cukup besar memakan fitoplankton seperti alga berfilamen, detritus dan tumbuh-tumbuhan air serta organisme renik yang melayang-layang di air. Kebiasaan hidup di habitat alami memberikan petunjuk bahwa usaha budidaya nila memerlukan ketersediaan pakan alami yang memadai. Meskipun pada skala usaha budidaya intensif diberikan pakan buatan (pelet), tetapi pakan alami masih tetap



diperlukan (Rukmana 2004). Menurut Kordi (2005), ikan nila dewasa mempunyai kemampuan untuk mengumpulkan makanan di perairan dengan bantuan lendir dalam mulut, makanan tersebut menjadi gumpalan partikel sehingga tidak mudah keluar. Ikan- ikan nila yang masih kecil suka mencari makanan di perairan dangkal, sedangkan ikan nila yang berukuran lebih besar lebih menyukai di perairan yang dalam. Pengelolan Kualitas Air Air merupakan media untuk kegiatan budidaya ikan, termasuk pada kegiatan pembesaran. Kualitas air dipengaruhi oleh berbagai bahan kimia yang terlarut dalam air, seperti oksigen terlarut, pH, alkalinitas, kesadahan, dan bahan- bahan fisika lainnya. Perubahan karakteristik air yang dapat dikatakan telah terjadi peningkatan kualitas air. Demikian juga sebaliknya, bila perubahan itu menurunkan produksi, dapat dikatakan terjadi penurunan kualitas air (Sucipto dan Prihartono 2005). Suhu air merupakan faktor penting yang harus diperhatikan karena mempengaruhi derajat metabolisme dalam tubuh ikan. Nila merupakan jenis ikan yang tinggi toleransinya terhadap perubahan suhu. Kisaran suhu yang dapat di tolelir berada pada kisaran 14–38 ºC. Secara alami nila dapat memijah pada 22– 37 ºC. Namun, suhu optimal untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan berada pada kisaran 25–30 ºC. Sementara suhu mematikan di bawah 6 ºC atau di atas 42 ºC (Arie 2001). Kualitas air yang perlu diperhatikan adalah suhu (temperatur).



Pada tempat



perawatan larva dan benih, suhu air tidak boleh terlalu tinggi (maksimum 38 ˚C) atau terlalu rendah (minimum 25 ºC). Fluktuasi suhu harian dipertahankan tidak melebihi 3 ºC. Oleh karena itu, bak perawatan sebaiknya dibangun didalam gedung (ruangan) yang dilengkapi pengatur panas atau lampu atau dilengkapi dengan tandon air yang dipasang heater. Suhu yang terlalu tinggi akan mempengaruhi ketahanan tubuh benih ikan dan meningkatkan virulensi (daya serang) penyakit. Sebaliknya, suhu yang terlalu rendah akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan benih (Djarijah 2001). Ikan nila lebih suka bergerombol di tengah atau di dasar kolam jika dalam kondisi kenyang. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan makan ikan nila berhubungan dengan suhu perairan dan intensitas sinar matahari. Pada siang hari di mana intensitas matahari cukup tinggi dan suhu air meningkat, ikan nila lebih agresif terhadap makanan. Sebaliknya dalam keadaan mendung atau hujan, apalagi di waktu malam hari ketika suhu air rendah, ikan nila menjadi kurang agresif terhadap makanan



(Djarijah 2002). Pembesaran Ikan Nila Sultana Pembesaran ikan nila dilakukan pada kolam yang telah dibiarkan selama 5 hari sebelum ditebar benih. Benih yang ditebar untuk pembesaran ikan nila berukuran + 1,25 g ( panjang 3-5 cm ) dengan ukuran yang seragam dan sehat ditandai dengan warna cerah, gerakan yang gesit dan responsif terhadap pakan. Untuk target panen ukuran ratarata 15 g/ekor (+ 1 bulan ), padat penebaran sebanyak 10 ekor/m2. Sedangkan untuk terget panen ukuran 500 g/ekor (+ 6 bulan pemeliharaan), padat penebaran sebanyak 4 ekor/m2. Pemberian Pakan Ikan Nila Pembesaran Pakan ikan nila berupa pakan buatan, baik komersil maupun pakan mandiri, kandungan protein yang dibutuhkan oleh ikan nila sebesar 27-30 %, ukuran pelet yang diberikan yaitu 3 mm, pemberian pakan ikan Nila diberikan dengan metode sekenyangkenyangnya dengan frekuensi pemberian sebesar 4% dari total biomassa, sedangkan periode pemberian pakan ikan Nila diberikan sebanyak 3 kali sehari pada waktu pagi,siang dan sore. Pemanenan Ikan Nila Sultana Ikan nila dapat dipanen pada umur 3–4 bulan. Pada umur tersebut bobotnya sudah mencapai 100 gr/ekor. Jika pasar menghendaki ikan yang berbobot 250 gr/ekor, maka panen dapat dilakukan pada umur 6 bulan (Cahyono Bambang, 2000). Pada budidaya ikan nila, ukuran tebar ikan 20 gr/ekor dan lama pemeliharaan 4 bulan diperoleh berat ikan saat panen 300 gr/ekor. Waktu panen yang baik adalah pada pagi hari atau sore hari kana keadaan suhu rendah yang dapat menurunkan aktivitas metabolisme tubuh dan gerak ikan.



.